Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Kesehatan

menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 adalah keadaan

sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan

salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas

dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Berbagai upaya kesehatan yang

dilakukan oleh pemerintah dalam mewujudkan derajat kesehatan untuk

menunjang hal tersebut ialah peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) (Presiden RI, 2009).

Pelayanan kesehatan adalah suatu upaya yang diselenggarakan secara

sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Depkes

RI, 2009).

Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan adalah Apotek, yang merupakan

sarana pelayanan tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker, dalam hal

ini fungsi Apoteker adalah melakukan pekerjaan kefarmasian yaitu pembuatan

termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,

1
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan

obat, bahan obat dan obat tradisional dengan maksud untuk mencapai hasil yang

pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Presiden RI, 2009).

Apoteker merupakan tenaga kesehatan profesional yang banyak

berhubungan langsung dengan masyarakat sebagai sumber informasi obat

(Bahfen, 2006). Seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) selain bertindak

sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian, juga harus mengelola Apotek

sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada

pihak-pihak yang memiliki kepentingan tanpa harus menghilangkan fungsi

sosialnya di masyarakat (Presiden RI, 2009).

Pelayanan kefarmasian di Apotek, menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 35 tahun 2014, dinyatakan bahwa pelayanan kefarmasian

pada saat ini telah mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care).

Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan yaitu kegiatan yang

bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik (Menkes RI, 2016).

Berdasarkan hal tersebut, maka Program Studi Profesi Apoteker (PSPA)

Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien bekerja sama dengan berbagai

apotek di Medan dalam menyelenggarakan kegiatan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA), salah satunya adalah Apotek KIMIA FARMA RINGROAD,

yang berlokasi di Jl. Gagak Hitam, No 10C, Medan, agar calon Apoteker dapat

mengetahui dan melihat secara langsung pengelolaan Apotek dan pelayanan

kefarmasian di Apotek. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan

mulai tanggal 05 November sampai 05 Desember 2018.

2
1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Studi

Pendidikan Profesi Apoteker di apotek bertujuan untuk:

a. Memahami peran, fungsi dan tanggung jawab Apoteker terkait pekerjaan

kefarmasian di Apotek.

b. Memahami permasalahan Apotek dan mampu mengelola Apotek secara

profesional sesuai dengan peraturan perundanganan-undangan dan kaidah-

kaidah profesi yang berlaku.

c. Meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi dan memberikan

pelayanan informasi obat kepada pasien.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek adalah sarana

pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab

kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sementara sediaan

farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika dan Apoteker itu

sendiri adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Menkes RI, 2016).

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Apotek, tugas

dan fungsi apotek adalah sebagai berikut:

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan

sumpah.

b. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat

atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.3 Surat Izin Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2017 tentang

Surat Izin Apotek (SIA), dinyatakan bahwa pendirian Apotek harus memenuhi

4
syarat, yaitu:

a. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. Menteri

melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota sehingga Apoteker mengajukan permohonan tertulis

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan

Formularium I.

b. SIA harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan

dokumen administratif meliputi:

 Fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;

 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;

 Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan

 Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.

c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah

menerima permohonan dapat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan

pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek.

d. Tim pemeriksa yang melibatkan unsur dinas kesehatan Kabupaten/Kota

yang meliputi tenaga kefarmasian dan tenaga lainnya yang menangani

bidang sarana dan prasarana selambat-lambatnya 6 hari kerja sejak

ditugaskan harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota.

e. Dalam jangka 12 hari kerja setelah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

menerima laporan pemeriksaan dan dinyatakan memenuhi persyaratan,

5
maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan

tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,

Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan

organisasi Profesi.

f. Dalam hasil pemeriksaan tim pemeriksa bila dinyatakan masih belum

memenuhi syarat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam waktu 12

hari kerja mengeluarkan surat penundaan.

g. Terhadap surat penundaan, Apoteker diberikan kesempatan untuk

melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam

waktu satu bulan sejak tanggal surat penundaan.

h. Terhadap permohonan izin Apotek bila tidak dipenuhi persyaratan, maka

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota wajib mengeluarkan surat

penolokan disertai dengan alasan-alasannya.

i. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA

melebihi jangka waktu, Apoteker permohonan dapat penyelenggaraan

Apotek dengan menggunakan BAP sebagai penggantian SIA.

j. Dalam hal pemerintahan daerah menerbitkan SIA, maka penerbitnya

bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA. Masa

berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA (Menkes RI, 2017).

2.4 Persyaratan Pendirian Apotek

Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal

dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Apoteker yang

mendirikan Apotek dengan bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan

kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan

6
(Menkes RI, 2017).

Ketentuan mengenai persyaratan pendirian Apotek yang harus dipenuhi di

dalam permenkes RI No. 9 tahun 2017 diantaranya :

1. Lokasi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di

wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kefarmasian.

2. Bangunan

Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan

kemudahan dalam pemberian pelayan kepada pasien serta perlindungan

dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-

anak, dan orang lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen dan

dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,

apartemen, rumah toko, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

3. Sarana, Prasarana dan Peralatan

Bangunan apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:

a. Ruang penerimaan resep

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

c. Ruang peyerahan obat

d. Ruang konseling

e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai

f. Ruang arsip

g. Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih, instalisasi

7
listrik, sistem tata udara, dan sistem proteksi kebakaran.peralatan apotek

meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin,

meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan

pengobatan pasien yaitu catatan mengenai riwayat penggunaan sediaan

farmasi dan/atau kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan

pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien dan peralatan lain sesuai

dengan kebutuhan.

4. Ketenagaan

Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu

oleh Apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga

administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki

surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-

undangan (Menkes RI, 2017).

2.5 Pencabutan Izin Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/

MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek,

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek

apabila:

a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan persyaratan Apoteker

Penanggung Jawab, dan atau

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam hal menyediakan, menyimpan

dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang

keabsahannya terjamin dan mengganti obat generik yang ditulis di dalam

resep dengan obat paten, dan atau

8
c. Apoteker penanggung jawab berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2

(dua) tahun secara terus menerus, dan atau

d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, dan atau

e. Surat izin kerja Apoteker Penanggung Jawab dicabut, dan atau

f. Pemilik sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-

undangan di bidang obat, dan atau

g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai tempat, perlengkapan

termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik

sendiri atau milik pihak lain, sarana dan kegiatan pelayanan apotek.

Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten sebelum melakukan pencabutan,

berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan izin

Apotek karena Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai tempat,

perlengkapan, sarana, dan kegiatan pelayanan Apotek, dilakukan setelah

dikeluarkan:

a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Penanggung Jawab sebanyak 3

(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua)

bulan.

b. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam)

bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek.

Pembekuan izin Apotek dapat dicairkan kembali apabila Apotek telah

membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam

peraturan dan pencairan izin Apotek dilakukan setelah menerima laporan

pemeriksaan dan Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

(Menkes RI, 2002).

9
Keputusan pencabutan Surat Izin Apotek oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang bersangkutan, dan tembusan

disampaikan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta

Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin Apotek dicabut, Apoteker

Penanggung Jawab wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan wajib mengikuti tata cara

sebagai berikut:

a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika,

obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di

Apotek.

b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

tertutup dan terkunci.

Apoteker penanggung jawab wajib melaporkan secara tertulis kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai

laporan inventarisasi (Menkes RI, 2002).

2.6 Peranan Apoteker di Apotek

Peranan Apoteker menurut WHO yang semula dikenal dengan "Seven

Stars of Pharmacist" selanjutnya ditambahkan satu fungsi yaitu researcher yang

kemudian mengubahnya menjadi "Seven Stars (plus one) of Pharmacist", yaitu:

a. Care Giver (memberikan pelayanan yang baik)

Apoteker sebagai pengelola Apotek dalam memberikan pelayanan

kefarmasian yang profesional harus dapat menerapkan pelayanannya dalam

sistem pelayanan kesehatan dan profesi lainnya secara keseluruhan sehingga

dihasilkan sistem pelayanan kesehatan yang berkesinambungan.

10
b. Decision Maker (mengambil keputusan secara profesional)

Pada tingkat lokal dan nasional Apoteker memainkan peran dalam

penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. Dalam hal ini Apoteker dituntut

sebagai penentu keputusan harus mampu mengambil keputusan yang tepat,

berdasarkan pada efikasi, efektifitas dan efisiensi terhadap penggunaan

sumber daya yang tepat, bermanfaat, aman dan tepat guna seperti SDM,

obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, prosedur dan pelayanan.

c. Communicator (berkomunikasi dengan baik)

Apoteker merupakan posisi ideal untuk mendukung hubungan antara dokter

dan pasien dan untuk memberikan informasi kesehatan dan obat-obatan

pada masyarakat. Apoteker harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa

percaya diri serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan

pasien dan profesi kesehatan lainnya.

d. Leader (pemimpin)

Sebagai leader mampu menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi

multi disiplin Apoteker harus mampu menjadi pemimpin, yaitu mampu

mengambil keputusan yang tepat dan efektif, serta mampu mengelola hasil

keputusan tersebut dan bertanggung jawab.

e. Manager (kemampuan dalam mengelola sumber daya)

Apoteker harus mempunyai kemampuan mengelola sumber daya (manusia,

fisik dan anggaran) dan informasi secara efektif, juga harus dapat dipimpin

dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan.

f. Long Life Learner (selalu belajar sepanjang hidup)

11
Apoteker harus selalu belajar, baik pada jalur formal maupun informal

sepanjang karirnya dan menggali informasi terbaru sehingga ilmu dan

keterampilan yang dimiliki selalu baru (uptodate).

g. Teacher (membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk

meningkatkan pengetahuan)

Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih sumber

daya yang ada, membagi ilmu pengetahuan pada yang lainnya, tapi juga

memberi peluang pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan dan

menyesuaikan keterampilan yang telah dimilikinya.

h. Researcher (kemampuan untuk meneliti/ilmuan)

Apoteker harus dapat menggunakan sesuatu yang berdasarkan bukti (ilmiah,

praktek farmasi, sistem kesehatan) yang efektif dalam memberikan nasehat

pada pengguna obat secara rasional dalam tim pelayanan kesehatan. Dengan

berbagi pengalaman Apoteker dapat juga berkontribusi pada bukti dasar

dengan tujuan mengoptimalkan dampak dan perawatan pasien. Sebagai

peneliti, Apoteker dapat meningkatkan akses dan informasi yang

berhubungan dengan obat pada masyarakat dan tenaga profesi kesehatan.

i. Entrepreneur (pengusaha)

Seorang Apoteker diharapkan terjun berwirausaha dalam mengembangkan

kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat. Misalnya dengan

mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman, alat kesehatan,

baik skala kecil maupun skala besar, mendirikan Apotek serta bisnis

tanaman obat (Mashuda, 2011).

Apoteker di Apotek mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:

12
1. Tanggung jawab terhadap obat yang diberikan melalui resep. Apoteker harus

mampu menjelaskan tentang obat kepada pasien mengenai cara pakai, reaksi

efek samping obat yang mungkin timbul, stabilitas obat, toksisitas, dosis, rute

pemakaian obat.

2. Tanggung jawab Apoteker untuk memberi informasi pada masyarakat dalam

pemakaian obat bebas dan bebas terbatas. Apoteker menentukan apakah

pengobatan sendiri dari penderita itu dapat diberikan obatnya atau disarankan

untuk berkonsultasi ke dokter (Anief, 2000).

2.7 Manajemen Apotek

Manajemen adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara

efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan

menggunakan bantuan orang lain. Dalam mengelola sebuah Apotek, berlaku cara

mengelola fungsi-fungsi manajemen dalam menyusun rencana kerja (planning)

untuk mencapai suatu tujuan. Karena untuk menyusun rencana kerja tidak

mungkin dilakukan oleh satu fungsi, maka organisasi (Apotek) membagi-bagi

pekerjaan (organizing) yang ada di apotek dengan tugas, wewenang dan tanggung

jawab pada setiap fungsi. Kemudian masing-masing fungsi melaksanakan rencana

kerja (actuating) sesuai dengan fungsi pekerjaan dan sasaran yang akan

dicapainya. Kemudian dilakukanlah pengawasan (controlling) terhadap kinerja

yang diperoleh (Umar, 2004).

1. Perencanaan (Planning).

Sebelum menjalankan suatu usaha sebaiknya dibuat perencanaan. Tanpa

perencanaan yang baik tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan

13
ini mencakup studi kelayakan, perhitungan sumber modal serta rencana anggaran

belanja.

2. Pengorganisasian (Organizing).

Pengorganisasian adalah fungsi yang mempersatukan sumber-sumber daya

pokok dengan sistem yang teratur dan mengatur orang-orang dalam suatu pola

yang harmonis sehingga mereka dapat melaksanakan aktivitas untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengorganisasian di Apotek dibuat

sedemikian rupa sehingga setiap karyawan mempunyai tugas dan pembagian kerja

yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya.

3. Kepemimpinan (Actuating).

Kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan bawahan agar mereka

dapat bekerja atas kesadaran sendiri tanpa merasa dipaksa. Dalam hal ini,

diperlukan suatu bakat yang dimiliki atasan sehingga dapat mengaktifkan semua

karyawan untuk bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.

4. Pengawasan (Controlling).

Semua fungsi di atas tidak akan berjalan secara efektif tanpa adanya

pengawasan. Bagian pengawasan memegang peranan penting dalam

memanajemen suatu apotek. Pengawasan adalah proses pengamatan, penelitian

dan penilaian dari pelaksanaan suatu kegiatan organisasi yang sedang atau sudah

berjalan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi utama dari

pengawasan adalah memastikan apakah semua hal sudah berjalan semestinya

sesuai dengan arah tujuan (Umar, 2004).

14
2.8 Pengelolaan Apotek

Seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi

pelayanan Apotek disebut pengelolaan Apotek. Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 pengelolaan Apotek dapat dibagi

menjadi dua, yaitu:

a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan,

peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan

obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan

perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan

farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi

lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya,

maupun kepada masyarakat, pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat,

keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.

b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,

keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan

bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi Apotek.

2.8.1 Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa Pelayanan

Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh

Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat

Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi

kriteria:

15
1. Persyaratan administrasi

a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi

b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku

d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.

3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional

Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang

berkesinambungan.

4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri,

baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau

mandiri.

5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang

undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar

pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku (Menkes RI,

2016).

2.8.2 Sarana dan prasarana

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa Apotek harus

mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana apotek dapat menjamin

mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta

kelancaran praktik pelayanan kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan

untuk menunjang pelayanan kefarmasian di apotek meliputi sarana yang memiliki

fungsi sebagai berikut :

16
1. Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan

resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang

penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat

oleh pasien.

2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas

meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan

sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air

minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat,

lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label

obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang

cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).

3. Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

4. Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu

konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

5. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan

17
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari

obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan

khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus,

pengukur suhu dan kartu suhu.

6. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan

pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu (Menkes RI, 2016).

2.8.3 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, meliputi

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,

pencatatan dan pelaporan (Menkes RI, 2016).

2.8.3.1 Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,

budaya dan kemampuan masyarakat.

2.8.3.2 Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan

farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.

2.8.3.3 Penerimaan

18
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat

pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

2.8.3.4 Penyimpanan

a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka

harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas

pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor

batch dan tanggal kadaluwarsa.

b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga

terjamin keamanan dan stabilitasnya.

c. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

d. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO

(First In First Out).

2.8.3.5 Pemusnahan

a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan

bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung

narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh

Dinas Keshatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan

psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian

lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan

dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.

19
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh

sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep,

dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.8.3.6 Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau

pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari

terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,

kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan

menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok

sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan,

jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

2.8.3.7 Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,

faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota/struk penjualan) dan

pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal

merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,

meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.

20
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan meliputi

pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya (Menkes RI, 2016).

2.8.4 Pelayanan farmasi klinik

Menurut Permenkes No.73 tahun 2016, pelayanan farmasi klinik di

Apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik tersebut

meliputi:

1. Pengkajian Resep;

2. Dispensing;

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

4. Konseling;

5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

2.8.4.1 Pengkajian resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik

dan pertimbangan klinis.

1. Kajian administratif meliputi:

a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

21
b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan

paraf;

c. Tanggal penulisan resep.

2. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan;

b. Stabilitas; dan

c. Kompatibilitas (ketercampuran obat).

3. Pertimbangan klinis meliputi:

a. Ketepatan indikasi dan dosis obat;

b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat;

c. Duplikasi dan/atau polifarmasi;

d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi

klinis lain);

e. kontra indikasi; dan

f. interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker

harus menghubungi dokter penulis Resep (Menkes RI, 2016).

2.8.4.2 Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

c. Memberikan etiket

22
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang

berbeda.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan

kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta

jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait

dengan obat.

f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik.

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker

(apabila diperlukan).

i. Menyimpan resep pada tempatnya.

h. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien

Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan

swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang

memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat

bebas atau bebas terbatas yang sesuai (Menkes RI, 2016).

2.8.4.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan

23
obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai

obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan

metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,

keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,

stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

a) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

b) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat

(penyuluhan);

c) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

d) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang

sedang praktik profesi;

e) Melakukan penelitian penggunaan Obat;

f) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

g) Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat (Menkes RI, 2016).

2.8.4.4 Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,

Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien

24
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker

harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami

obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,

ibu hamil dan menyusui).

b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,

AIDS, epilepsi).

c) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off).

d) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

fenitoin, teofilin).

e) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi

penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari

satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis

obat.

f) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah (Menkes RI, 2016).

2.8.4.5 Pelayanan kefarmasian di Rumah (home pharmacy care);

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk

kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh

Apoteker, meliputi :

25
a) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan

b) Identifikasi kepatuhan pasien.

c) Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya

cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin.

d) Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.

e) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien.

f) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan

menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

2.8.4.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang

merugikan.

2.8.4.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

26
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi

fungsi fisiologis. Kegiatan :

a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami

efek samping Obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan

menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir. Faktor yang perlu

diperhatikan:

1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.9 Penggolongan Obat

Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “Tanda” untuk

membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar

pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu:

a. UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

b. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras

Daftar G.

d. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek.

e. Kepmenkes RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan

Obat Bebas Terbatas.

f. Permenkes RI No.688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.

27
Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi

menjadi beberapa golongan yaitu:

2.9.1 Obat bebas

Obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter disebut

obat bebas. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi

hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol® dan Promag® (Umar, 2011).

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas

2.9.2 Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras

tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan

tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas

adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: CTM (Depkes,

2006).

Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas

Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas,

berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima)

centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih

sebagai berikut (Depkes, 2006).

28
Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

2.9.3 Obat keras dan obat psikotropika

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat.

Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat,baik alamiah maupun sintetis

bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku (Menkes RI, 2015). Contoh: Diazepam, Phenobarbital (Depkes, 2006).

Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras

2.9.4 Obat narkotika

Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, disebut narkotika (Presiden RIb,

2009). Contoh: Kokain, Kodein (Depkes, 2006).

29
Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika

2.10 Daftar Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker

kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Tujuan dari obat wajib apotek adalah

untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna

mengatasi masalah kesehatan dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat

meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional (Menkes, RI,

1990).

Obat keras yang dapat diberikan tanpa resep dokter merupakan obat-obat

yang termasuk ke dalam Daftar Obat Wajib Apotek. Ketentuan mengenai Daftar

Obat Wajib Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 919/MENKES/PER/X/1993 yang menyebutkan bahwa kriteria obat

yang dapat diserahkan tanpa resep dokter adalah:

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di

bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksudkan tidak memberikan resiko

pada kelanjutan penyakit.

c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

30
Obat yang dimaksudkan memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Obat wajib apotek didasarkan

pada tiga surat keputusan menteri kesehatan yaitu:

a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang

Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi, yaitu oral

kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran

napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan

obat topikal.

b. Keputusan Menkes RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat

Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai

tambahan lampiran Keputusan Menkes RI No.

347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No 1. Daftar obat

wajib apotek No. 2 tersebut terdiri dari albendazol, basitrasin,

karbinoksamin, klindamisin, deksametason, dekspantenol, diklofenak,

diponium, fenoterol, flumetason, hidrokortison butirat, ibuprofen,

isokonazol, ketokonazol, levamizol, metilprednisolon, niklosamid,

noretisteron, omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin kloroteofilin,

pirenzepin, piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon, skopolamin,

silver sulfadiazin, sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea.

c. Keputusan Menkes RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat

Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi, yaitu saluran

pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem

muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik.

2.11 Pengelolaan narkotika, psikotropika dan prekursor

31
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan menurut Undang-Undang No. 35

tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu:

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh: kokain, opium, heroin, ganja.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin,

normetadona, metadona.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu.

Penggolongan dari psikotropika berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun

1997 tentang Psikotropika adalah:

a. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin

(MDMA).

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin.

32
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, siklobarbital.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.

Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa

psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi narkotika golongan I

sehingga lampiran mengenai psikotropika golongan I dan II pada UU No. 5 tahun

1997 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang

dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi

industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang

mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin,

ergometrin, atau Kalium Permanganat.

2.11.1 Peredaran

Peredaran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor terdiri dari penyaluran

dan penyerahan. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor yang diedarkan harus

memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu. Narkotika, Psikotropika dan

Prekursor dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin

edar dari Menteri. Untuk mendapatkan izin edar tersebut dalam bentuk obat jadi

sebagaiman dimaksud harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan

33
Makanan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Peredaran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor dalam bentuk obat

jadi yang digunakan dalam program terapi dan rehabilitasi medis dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI, 2015).

a. Penyaluran

Penyaluran adalah setiap kegiatan distribusi Narkotika, Psikotropika dan

Prekursor Farmasi dalam rangka pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu

pengetahuan (Menkes RI, 2015). Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan

Prekursor wajib memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor hanya dapat dilakukan

berdasarkan:

a. Surat pesanan; atau

b. Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari

puskesmas.

2. Surat pesanan sebagaimana dimaksud poin 1 huruf a hanya dapat berlaku

untuk masing-masing narkotika, psikotropika dan prekusor farmasi.

3. Surat pesanan narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis nakotika.

4. Surat pesanan psikotropika atau prekursor hanya dapat digunakan untuk 1

atau beberapa jenis psikotropika atau prekursor farmasi.

5. Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada poin 3 dan 4 harus terpisah dari

pesanan barang lain.

b. Penyerahan

Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor farmasi hanya dapat

dilakukan dalam bentuk obat jadi. Penyerahan dilakukan kepada pasien, harus

34
dilaksanakan oleh Apoteker secara langsung sesuai dengan standar pelayanan

kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian (Menkes RI, 2015).

2.11.2 Pemesanan

Pemesanan Narkotika dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat

Pesanan Narkotika model N-9 kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.Kimia

Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan Narkotika harus ditandatangani oleh

Apoteker Penanggung Jawab dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA,

dan stempel apotek. Satu Surat Pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya

dapat memesan satu jenis obat Narkotika.

Pengiriman Narkotika yang dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF atau

Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan:

a. Surat pesanan.

b. Faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:

i. Nama Narkotika.

ii. Bentuk Sediaan.

iii. Kekuatan.

iv. Kemasan.

v. Jumlah.

vi. Tanggal Kadaluarsa.

vii. Nomor Batch.

Pengiriman Narkotika sebagaimana dimaksud yang dilakukan melalui jasa

pengangkutan hanya dapat membawa Narkotika sesuai dengan jumlah yang

tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang

dibawa pada saat pengiriman (Menkes RI, 2015).

35
Pemesanan psikotropika dapat dipesan dari PBF resmi, dengan

menggunakan Surat Pesanan Psikotropika model khusus dan ditandatangani oleh

Apoteker Penanggung Jawab dengan mencantumkan nomor SIK. Surat

pemesanan psikotropika dibuat rangkap dua dan dapat digunakan untuk

pemesanan beberapa jenis psikotropika (UU RI No. 5, 1997).

2.11.3 Penyimpanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.3 tahun

2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Tempat penyimpanan Narkotika,

Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan

fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan

mutu Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus. Tempat penyimpanan

Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika. Tempat

penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain

Psikotropika.

Gudang khusus sebagaimana dimaksud harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1. Dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi

dengan pintu jeruji besi dengan 2 buah kunci yang berbeda.

2. Langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi.

3. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi.

36
4. Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker Penanggung

Jawab.

5. Kunci gudang dikuasai oleh Apoteker Penanggung Jawab dan pegawai lain

yang dikuasakan.

Ruang khusus sebagaimana dimaksud harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

Dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat:

1. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi.

2. Mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda.

3. Kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker Penanggung Jawab/Apoteker

yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

4. Tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker Penanggung

Jawab/Apoteker yang ditunjuk.

Lemari khusus harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Terbuat dari bahan yang kuat.

2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda.

3. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk instalasi farmasi

pemerintah.

4. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk apotek,

instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, instalasi farmasi klinik dan lembaga

ilmu pengetahuan.

5. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker Penanggung Jawab/apoteker

yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan

37
harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Menkes RI, 1978):

1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

2. Harus mempunyai kunci yang kuat.

3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama

dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta

persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk

menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari.

4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x

80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut melekat pada tembok atau

lantai.

5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain

narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan.

7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat

oleh umum.

2.11.4 Penyerahan

Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan narkotika, psikotropika

dan prekursor farmasi, baik antar penyerah maupun kepada pasien dalam rangka

pelayanan kesehatan (Menkes RI, 2015).

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekusor menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 tahun 2015 adalah sebagai

berikut:

a. Penyerahan hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi.

38
b. Penyerahan dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan oleh Apoteker di

fasilitas pelayanan kefarmasian.

c. Penyerahan dilakukan secara langsung sesuai dengan standar pelayanan

kefarmasian.

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekusor hanya dapat dilakukan

oleh:

a. Apotek.

b. Puskesmas.

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

d. Instalasi Farmasi Klinik.

e. Dokter.

Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika, psikotropika dan prekusor

kepada:

a. Apotek lainnya.

b. Puskesmas.

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

d. Instalasi Farmasi Klinik.

e. Dokter.

f. Pasien.

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekusor yang dilakukan oleh

Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik dan

Dokter hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah Narkotika

berdasarkan resep yang telah diterima berdasarkan surat permintaan tertulis yang

ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab. Apotek, Puskesmas, Instalasi

39
Farmasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan

narkotika, psikotropika dan prekusor kepada pasien berdasarkan resep dokter.

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekusor oleh Apotek kepada

Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:

a. Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan narkotika,

psikotropika dan prekusor melalui suntikan; dan/atau

b. Dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada

apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyerahan sebagaimana dimaksud harus berdasarkan surat permintaan

tertulis yang ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien dengan

menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.3 tahun 2015.

2.11.5. Pencatatan dan Pelaporan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun

2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi, dinyatakan bahwa:

a. Pencatatan

Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas,

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu

Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang melakukan produksi,

penyaluran, atau penyerahan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi wajib

membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika,

40
psikotropika dan prekusor. Pencatatan terdiri atas:

i. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika, dan prekursor

ii. Jumlah persediaan.

iii. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.

iv. Jumlah yang diterima.

v. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan.

vi. Jumlah yang disalurkan/diserahkan.

vii. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau

penyaluran/penyerahan.

viii. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

b. Pelaporan

Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika dan

Prekursor Farmasi wajib membuat, menyimpan dan menyampaikan laporan

produksi dan penyaluran produk jadi Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.

PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan

laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.

Pelaporan terdiri atas:

a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau

Prekursor Farmasi.

b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.

41
c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.

d. Jumlah yang diterima.

e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran.

f. Jumlah yang disalurkan.

g. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan

persediaan awal dan akhir.

Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk

perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

(SIPNAP) oleh Kementrian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan

Psikotropika adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan

psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik.

Selanjutnya, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih

tinggi yakni Dinas Kesehatan Propinsi dan Direktorat Jendral Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan

fasilitas internet. Laporan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat, dan 1 salinan untuk arsip. Namun, penerapan undang –

undang ini belum dilaksanakan secara menyeluruh.

2.11.6 Pemusnahan

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya

dilakukan dalam hal:

1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau

tidak dapat diolah kembali.

2. Telah kadaluarsa.

42
3. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau

untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan.

4. Dibatalkan izin edarnya.

5. Berhubungan dengan tindak pidana.

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut: Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas

distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik

perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada.

1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi

Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat.

2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan

Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu

Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat

dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi

Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau

Toko Obat.

4. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas

Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat

dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungan

nyaman, jadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai

saksi.

5. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan.

43
6. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku,

produk antara dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan

pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.

7. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus

dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum

dilakukan pemusnahan.

2.12 Aspek Bisnis

2.12.1 Studi Kelayakan

Sebelum suatu apotek didirikan, terlebih dahulu harus dilakukan studi

kelayakan. Studi kelayakan adalah suatu metode pengkajian gagasan atau ide

suatu usaha mengenai kemungkinan layak atau tidaknya untuk dilaksanakan, yang

berfungsi sebagai pedoman atau landasan pelaksanaan pekerjaan dan dibuat

berdasarkan data-data dari berbagai sumber yang dianalisis dari berbagai aspek.

Pemahaman dan pelaksanaan studi kelayakan ini dapat menghindarkan kita dari

hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam membuka apotek (Umar,

2004).

2.12.2 Survei dan Pemilihan Lokasi

Survei dan pemilihan lokasi sangat penting dilakukan sebelum mendirikan

apotek. Lokasi sangat mempengaruhi kemajuan suatu apotek dan merupakan

pemikiran awal yang penting, oleh karena itu pemilihan lokasi harus benar-benar

diperhitungkan sebelum apotek berdiri. Agar usaha apotek dapat berjalan secara

berkesinambungan, apotek harus berada pada lokasi yang memungkinkan untuk

memperoleh pelanggan yang terus bertambah. Dengan kata lain, lokasi apotek

harus strategis sehingga menjadi pilihan konsumen (Umar, 2004).

44
Penentuan lokasi sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Kepadatan penduduk

2. Tingkat kemampuan sosial ekonomi masyarakat

3. Jumlah sarana kesehatan yang tersedia meliputi jumlah praktik dokter, klinik

dan rumah sakit

4. Tempat yang ramai, daerah perbelanjaan dan lalu lintas yang tersedia

5. Adanya apotek lain.

2.12.3 Analisis keuangan

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat analisis

keuangan yaitu modal minimal, sumber modal, analisis impas dan target.

2.12.3.1 Modal minimal

Modal minimal adalah modal yang diperlukan untuk pengadaan sarana

dan prasarana sebagai syarat untuk diperolehnya izin apotek.

Modal digunakan untuk:

a. Pengadaan aktiva atau harta tetap yaitu aktiva atau harta relatif yang didapat

segera diuangkan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, termasuk

didalamnya, tanah atau bangunan dan barang-barang inventaris.

b. Pengadaan aktiva atau harta lancar yaitu harta yang relatif mudah segera

diuangkan dalam jangka waktu kurang dari setahun. Dalam hal ini adalah

sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang diperbolehkan untuk

dijual di Apotek.

c. Biaya awal yaitu pengeluaran yang dapat digolongkan sebagai biaya yang

dikeluarkan pada awal pendirian Apotek, termasuk didalamnya sewa

45
gedung (bagi yang sewa), renovasi gedung untuk mengubah penampilan

sebagai Apotek dan lain-lain.

d. Kas yaitu uang kontan, baik di tangan atau di Bank dalam bentuk rekening

Koran yang sewaktu-waktu dapat digunakan, misalnya untuk pembayaran

gaji, berbagai retribusi, dan lain-lain (Umar, 2004).

2.12.3.2 Sumber modal

Sumber-sumber modal yang dibutuhkan dapat diperoleh dari:

a. Modal sendiri yaitu modal yang tidak mempunyai jangka waktu

pengembalian, misalnya modal milik apoteker sendiri atau keluarga.

b. Modal kredit yaitu modal yang diperoleh dari pembeli kredit (kreditur)

kepada penerima kreditur (debitur). Dalam hal ini ada hubungan

kepercayaan antara kedua pihak bahwa dimasa mendatang debitur akan

sanggup memenuhi segala sesuatu sesuai perjanjian. Sumber-sumber modal

kredit ini antara lain adalah bank, teman sejawat, PBF yang umumnya

berupa sediaan farmasi bersifat fast moving (Umar, 2004).

2.12.3.3 Analisis Impas

Untuk mempertahankan kontiunitas usaha, apotek harus menjaga tingkat

keseimbangan antara hasil penjualan atau laba yang diperoleh dengan biaya total.

Analisis impas adalah suatu cara untuk mengetahui kelangsungan hidup suatu

usaha, sehingga dapat diketahui berapa omset yang harus dicapai agar usaha

tersebut dapat hidup dengan layak dan dapat mencapai laba tertentu (tidak

mengalami kerugian). Suatu apotek dikatakan “impas” apabila tidak memperoleh

laba dan juga tidak mengalami kerugian (Anief, 2005).

BT BT
Titik impas = BV atau titik impas = HPP
1− 1−
Penjualan Omset

46
Keterangan:

BT (Biaya Tetap) = Biaya yang besarnya tidak tergantung pada

jumlah yang terjual.

BV (Biaya Variabel) = Biaya yang besarnya tergantung pada jumlah

barang yang terjual. Untuk apotek, BV adalah

nilai pembelian dari barang yang terjual.

Penjualan = Nilai penjualan dari barang yang terjual. Nilai

penjualan adalah nilai pembelian + margin

keuntungan.

HPP = Harga pokok penjualan yaitu nilai pembelian

dari barang yang terjual pada kurun waktu

tertentu, merupakan hasil dari perhitungan harga

pokok dari persediaan awal ditambah pembelian

barang pada kurun waktu tertentu dikurang

persediaan barang akhir.

Omset = Nilai penjualan dari barang yang terjual pada

kurun waktu tertentu.

2.12.3.4 Target

Berdasarkan titik impas Break Event Point diketahui kira-kira sampai

dimana posisi suatu usaha sehingga target akan tercapai. Faktor yang

mempengaruhi perhitungan titik impas yaitu:

a. Biaya tetap

b. Margin keuntungan

47
Studi kelayakan pendirian apotek berfungsi sebagai pedoman atau

landasan pelaksanaan pekerjaan, karena dibuat berdasarkan data dari berbagai

sumber yang dianalisis dari banyak aspek. Keberhasilan studi kelayakan

dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:

a. Kemampuan sumber daya internal atau kecakapan manajemen, kualitas

pelayanan, produk yang dijual, dan kualitas karyawan.

b. Lingkungan eksternal yang tidak dapat dipastikan seperti pertumbuhan

pasar, pesaing, pemasok, dan perubahan peraturan (Umar, 2004).

2.12.4 Perpajakan

Apotek sebagai tempat usaha, sudah pasti harus membayar pajak. Pajak adalah

suatu kewajiban setiap warga negara untuk menyerahkan sebagian dari kekayaannya

atau penghasilannya (hasil pendapatan) kepada negara menurut peraturan perundang-

undangan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dipergunakan untuk kepentingan

masyarakat.

Jenis-jenis pajak yang dibebankan pada apotek antara lain:

a. Pajak yang dipungut oleh daerah yaitu:

i. Pajak Reklame/Iklan (papan nama apotek)

ii. SITU (Surat Izin Tempat Usaha)

b. Pajak yang dipungut oleh negara (pemerintah pusat) yaitu:

i. Pajak Penghasilan (PPh)

ii. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak penghasilan (PPh pasal 21) adalah pajak atas gaji/upah/honorarium,

imbalan jasa yang dibayarkan kepada orang pribadi, terhutang kepada pemberi

48
kerja (majikan, bendaharawan pemerintah dan perusahaan) sehubungan dengan

pekerjaan, jabatan, dan hubungan kerja lainnya yang dilakukan di Indonesia.

Pajak penghasilan badan (PPH pasal 25) adalah pajak yang dipungut dari

perusahaan atas laba yang diperoleh perusahaan tersebut. Penentuan besar pajak

ini didasarkan pada penghasilan bersih. Pajak pertambahan nilai (PPN) menurut

Undang-Undang PPn tahun 1984 bahwa tarif pajak secara umum adalah 10%

untuk semua Barang Kena Pajak (BKP) (Umar, 2004).

49
BAB III

TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA

3.1 Sejarah Kimia Farma

Berawal dengan nama NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co.

kemudian berubah menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhineka Kimia

Farma disebabkan oleh adanya kebijakan peleburan sejumlah perusahaan farmasi

oleh Pemerintah Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan yaitu pada

tahun 1958. Tiga belas tahun kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk

badan hukum PNF diubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma,

2015).

Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah

statusnya menjadi perusahaan publik yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Bersamaan dengan perubahan tersebut, PT. Kimia Farma telah dicatatkan pada

Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger

dan kini bernama Bursa Efek Indonesia) (Kimia Farma, 2015). Selanjutnya pada

tanggal 4 Januari 2003 dibentuk tiga anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma

Trading and Distribution, PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Sinkona Indonesia

Lestari. Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, PT. Kimia Farma telah

berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di

Indonesia. PT. Kimia Farma kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan

dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat

Indonesia (Kimia Farma, 2015).

50
3.2..Visi dan Misi Kimia Farma

3.2.1 Visi apotek

Visi PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan

kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat

di Indonesia (Kimia Farma, 2015).

3.2.2 Misi apotek

Misi PT. Kimia Farma Apotek adalah menghasilkan pertumbuhan nilai

perusahaan melalui:

a. Jaringan layanan kesehatan yang terintegrasi, meliputi jaringan apotek,

klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.

b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.

c. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya

(Fee Based Income) (Kimia Farma, 2015).

3.3 Logo Kimia Farma

Logo Kimia Farma tertera pada Gambar di bawah ini:

Gambar 3.1 Logo Kimia Farma

Keterangan:

a..Simbol Matahari

51
i. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru

kehidupan yang lebih baik.

ii. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya

tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam

menjalankan bisnisnya.

iii. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat

secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan

konsistensi dalam manjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia

Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.

iv. Sumber energi Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma

baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan

masyarakat.

v. Semangat yang abadi warna orange berarti semangat, warna biru berarti

keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna

yaitu semangat yang abadi.

vi. Jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan

dengan nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma,

karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah

ada.

b..Sifat Huruf

i. Kokoh memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam

bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan

farmasi pertama yang dimiliki Indonesia.

52
ii. Dinamis dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan

optimisme.

iii. Bersahabat dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan

keramahan Kimia Farma.

3.4..Budaya Perusahaan Kimia Farma

Perseroan telah menetapkan budaya perusahaan yan merupakan nilai-nilai

inti Perseroan (cororates value), yaitu “I CARE” yang menjadi acuan atau

pedoman bagi Perseroan dalam menjalankan usahanya, untuk berkarya

meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.

Gambar 3.2 Logo Budaya PT. Kimia Farma

Berikut adalah budaya perusahaan (corporate culture) perseroan :

a..Innovative

Budaya berpikir out of the box, smart dan kreatif untuk membangun produk

unggulan.

b..Costumer first

Mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.

c.. Accountable

Senantiasa bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan

dengan memegang teguh profesionalisme, integritas dan kerja sama.

d..Responsible

53
Memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan

dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha untuk tegar dan bijaksana dalam

menghadapi setiap masalah.

e.. Eco-friendly

Menciptakan dan menyediakan baik produk maupun jasa layanan yang ramah

lingkungan (Kimia Farma, 2015).

5 As sebagai Ruh Budaya perusahaan Kimia Farma yang terdiri dari:

a. Ikhlas yaitu Bekerja denga tulus tanpa pamrih untuk kepentingan bersama.

b. Kerja Cerdas yaitu Kemampuan dalam belajar cepat (Fast Learner) dan

memberikan solusi paling tepat.

c. Kerja Keras yaitu Menyelesaikan pekerjaan dengan mengerahkan segenap

kemampuan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

d. Kerja Antusias yaitu Keinginan kuat dalam bertindak dengan gairah dan

semangat untuk mencapai tujuan bersama.

e. Kerja Tuntas yaitu Melakukan pekerjaan secara teratur dan selesai untuk

menghasilkan output yang maksimal sesuai dengan harapan (Kimia Farma,

2015).

3.5 Aspek Bisnis PT. Kimia Farma Tbk

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk merupakan pionir dalam industri farmasi

Indonesia yang telah berkembang menjadi perusahaan yang menyediakan

pelayanan kesehatan terintegrasi dari hulu ke hilir. Kimia Farma memiliki bidang

usaha utama yaitu Manufaktur Farmasi yang didukung oleh riset dan

54
pengembangan, Distribusi dan Perdagangan, Pemasaran, Ritel Farmasi,

Laboratorium Klinik dan Klinik Kesehatan (Kimia Farma, 2015).

Dengan dukungan kuat riset dan pengembangan, segmen usaha yang

dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional,

yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas

produksi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan tulang

punggung dari segmen industri, dimana kelimanya telah mendapat Sertifikat Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO-9001, ISO-9002, ISO-14001 dari

institusi luar negeri (Kimia Farma, 2015).

Hasil produksi yang dibuat oleh pabrik farmasi perusahaan baik produk

obat-obat kimia dan herbal, dibagi dalam 6 lini produksi yaitu etikal, kosmetik,

obat bebas, generik, narkotika, lisensi dan bahan baku. Hampir semua kelas terapi

diakomodasi oleh produk perusahaan dan dipasarkan ke seluruh Indonesia serta

diekspor ke beberapa negara melalui jaringan distribusi perseroan atau yang

memiliki perjanjian dengan perseroan sebagai bagian dari tanggung jawab

sosialnya berkomitmen untuk memastikan pasokan obat generik yang tetap ke

pasar dalam negeri sesuai dengan misi perusahaan (Kimia Farma, 2015).

Anak perusahaan PT. Kimia Farma adalah:

a..PT. Kimia Farma Trading and Distribution.

PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD), didirikan pada

tanggal 4 Januari 2003, bergerak di bidang layanan distrusi dan perdagangan

produk kesehatan dan memiliki wilayah layanan mencakup 34 provinsi dan 511

kabupaten atau kota. Sebagai penyedia jasa layanan distribusi, KFTD

menyalurkan aneka produk dari perseroan, produk dari keagenan lainnya serta

55
produk-produk non-keagenan melalui penjualan reguler ke apotek, rumah sakit,

toko obat, supermarket, restoran dan cafe (Kimia Farma, 2015).

b.. PT. Kimia Farma Apotek.

PT. Kimia Farma Apotek (KFA) adalah anak perusahaan yang didirikan

berdasarkan akta pendirian tanggal 4 Januari 2003. Sejak tahun 2011, KFA

menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi layanan farmasi

(apotek), klinik kesehatan, laboratorium klinik dan optik dengan konsep One Stop

Health Care Solution (OSHCS) sehingga semakin memudahkan masyarakat

mendapatkan layanan kesehatan berkualitas (Kimia Farma, 2015).

c..PT. Sinkona Indonesia Lestari

PT. Sinkona Indonesia Lestari adalah perusahaan yang memproduksi kina

garam dan turunan nya bagi banyak industri, terutama obat-obatan, minuman, dan

industri kimia. PT. Sinkona Indonesia Lestari didirikan pada 25 Oktober 1986 dan

sebagai satu-satunya Perusahaan Indonesia yang memproduksi kina.

d..PT. Kima Farma Diagnostika

PT. Kimia Farma Diagnostika (KFD) dibentuk sejak tahun 2008 dan mulai

beroperasi secara mandiri pada awal tahun 2010. Ruang lingkup bisnis usaha KFD

meliputi pengelolaan dan pengembangan laboratorium klinik dengan visi menjadi

perusahaan jaringan layanan laboratorium terbaik di Indonesia untuk mendukung

kehidupan yang lebih sehat (Kimia Farma, 2015).

e..PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia

PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) didirikan pada 25

Januari 2016 dan merupakan pabrik bahan baku farmasi pertama di Indonesia.

Merupakan kerja sama dengan skema joint venture antara PT Kimia Farma

56
(Persero) Tbk dengan PT Sungwun Pharmacopia Indonesia sebagai perwakilan

Sungwun Pharmacopia Co. Ltd. dari Korea Selatan (Kimia Farma, 2015).

f..PT. Asuransi Inhealth Indonesia

PT. Asuransi Inhealth memiliki usaha di bidang asuransi dan membagi

bidang usahanya menjadi tiga bagian yaitu Asuransi Kesehatan Inhealth,

Managed Care, Asuransi Kesehatan Inhealth Indemnnity dan Asuransi Jiwa

(Kimia Farma, 2015).

3.6..PT. Kimia Farma Apotek Bisnis Manager Medan

Kantor Bisnis Manager (BM) Medan beralamat di Jalan Palang Merah

Nomor 32 Medan, dipimpin oleh Muhammad Tri Kurniawan, S. Si., Apt. Apotek

Kimia Farma Medan memiliki 31 store yang tersebar di seluruh Sumatera Utara,

yaitu:

1. Apotek Kimia Farma Pel. 14 R.S Pirngadi, Medan.

2. Apotek Kimia Farma 27 Palang Merah, Medan.

3. Apotek Kimia Farma 28 Belawan.

4. Apotek Kimia Farma 29 Pematang Siantar.

5. Apotek Kimia Farma 30 Tebing Tinggi.

6. Apotek Kimia Farma 39 Gatot Subroto, Medan.

7. Apotek Kimia Farma dr. Basri.

8. Apotek Kimia Farma 41 Kabanjahe.

9. Apotek Kimia Farma Pel.41 R.S Tebing Tinggi.

10. Apotek Kimia Farma Pel. 54 R.S Rantau Prapat.

11. Apotek Kimia Farma 84 Tanjung Balai.

12. Apotek Kimia Farma 85 Pematang Siantar.

57
13. Apotek Kimia Farma 107 Gatot Subroto, Medan.

14. Apotek Kimia Farma 160 Setia Budi, Medan.

15. Apotek Kimia Farma 162 Pematang Siantar.

16. Apotek Kimia Farma 312 Rantau Prapat.

17. Apotek Kimia Farma 315 Padang Sidempuan.

18. Apotek Kimia Farma 428 J- City.

19. Apotek Kimia Farma 545 Cemara Asri, Deli Serdang.

20. Apotek Kimia Farma 557 Marelan, Medan.

21. Apotek Kimia Farma 542 Tembung Medan.

22. Apotek Kimia Farma 586 Taman Setia Budi Square Medan

23. Apotek Kimia Farma M.Yamin Medan.

24. Apotek Kimia Farma Denai Medan.

25. Apotek Kimia Farma M. Zein Hamid Medan.

26. Apotek Kimia Farma Ringroad Medan.

27. Apotek Kimia Farma Ahmad Yani Siantar.

28. Apotek Kimia Farma Sisingamangaraja Medan.

29. Apotek Kimia Farma Sisingamangaraja Rantau Prapat.

30. Apotek Kimia Farma Kualanamu Deli Serdang.

31. Apotek Kimia Farma Lubuk Pakam Deli Serdang

32. Apotek Kimia Farma Kualanamu

3.7 Tinjauan Apotek Kimia Farma Ringroad Medan.

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan bertempat di Jalan Gagak Hitam No.

10C, Medan. Lokasi apotek ini sangat strategis karena berada dekat dangan pusat

58
perbelanjaan yaitu mall Ringroad City Walks dan berada tepat di pinggir jalan

yang lalu lintasnya ramai sehingga mudah dijangkau dan dilalui oleh kendaraan

umum.

3.7.1 Sumber Daya Manusia

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan dipimpin oleh seorang Apoteker

Penanggungjawab Apotek yang membawahi 4 orang Asisten Apoteker.

3.7.2 Sarana dan Prasarana

Gedung Apotek Kimia Farma Ringroad Medan telah memiliki persyaratan

ruangan yang diperlukan, yaitu ruang tunggu pasien, kasir, ruang peracikan,

lemari untuk penyimpanan catatan medis pelanggan, ruang APA, ruang

supervisor, toilet dan memiliki lahan parkir yang luas.

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan mempunyai alat peracikan,

diantaranya alat-alat gelas, kertas perkamen, stamfer dan mortir. Perlengkapan

dan alat penyimpanan perbekalan kesehatan di bidang farmasi diantaranya botol,

pot, cangkang kapsul dengan berbagai ukuran serta alat pendingin sebagai tempat

menyimpan obat yang memerlukan temperatur khusus.

3.8 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Kimia Farma Ringroad

Medan.

3.8.1 Perencanaan dan Pengadaan

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan merupakan salah satu apotek

pelayanan yang berdasarkan wilayahnya berada dibawah koordinasi dari BM

Medan. Pengadaan barang dilakukan secara terpusat di BM dengan menggunakan

sistem minmax, sistem BPBA dan sistem Droping. Sistem pengadaan barang di

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan dilakukan menggunakan prinsip DC

59
(Distribution Center), sistem DC dilakukan secara komputerisasi, dimana BM

melihat secara langsung jumlah/stok barang, penjualan, serta data history

penjualan selama 3 bulan melalui komputer BM dengan sistem informasi yang

terhubung dengan apotek. BM dapat mengetahui buffer stok dari masing-masing

barang di apotek melalui sistem ini. Barang dikirim dari BM ke apotek sesuai

dengan jumlah barang yang kurang setiap minggu.

Selain sistem DC, apotek dapat melakukan permintaan mendesak (Cito)

kepada BM. Permintaan mendesak adalah permintaan yang dilakukan jika obat

atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan.

Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan agar pelanggan tidak

kecewa akibat persediaan yang kosong. Pengadaan mendesak (Cito) dilakukan

dengan memesan langsung ke apotek pusat pengadaan dan penyaluran (AP3) yang

terdapat di kantor pusat BM atau sesama Apotek Jaringan Kimia Farma (sesama

Apotek Pembantu Pelayanan/APP).

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan dalam melakukan pengadaan

barang/obat berdasarkan pada tiga data yaitu:

a. Data Historis (Pareto)

Pengadaan berdasarkan data yang diperoleh dari masa lampau sehingga

menjadi acuan untuk mengadakan permintaan barang periode berikutnya.

b. Data Saat Ini

Pengadaan obat dilakukan berdasarkan data yang diperoleh saat ini, yang

datanya berasal dari buku defekta (buku kebutuhan), buku ini berisi daftar barang

yang perlu dipesan di apotek.

c. Data Penolakan Resep

60
Pengadaan obat dilakukan berdasarkan data yang diperoleh saat ini, yang

datanya berasal dari buku catatan penolakan resep, buku ini berisi daftar obat-

obatan yang tidak tersedia sehingga perlu dipesan oleh apotek.

Pemesanan obat-obat, golongan narkotika, psikotropika, dan prekursor

dilakukan dengan pengisian pada blanko Surat Pesanan (SP) khusus yang

ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Lembar surat pesanan

narkotika hanya dipergunakan untuk satu item obat saja, sedangkan untuk SP

prekursor dan psikotropika dipergunakan untuk satu golongan obat yang terdiri

dari satu item atau lebih.

Pemesanan obat narkotika ditujukan kepada PBF Kimia Farma, sedangkan

pemesanan obat psikotropika ditujukan kepada PBF yang ditunjuk sebagai

distributor obat-obat psikotropika. Berdasarkan surat pesanan tersebut, PBF

mengirimkan barang beserta faktur ke apotek. Adapun masalah yang sering kali

dihadapi bersangkutan kegiatan perencanaan dan pengadaan barang di Apotek

adalah ketidaklengkapan barang dalam berbagai nama dagang untuk memenuhi

permintaan resep dokter. Hal ini memang telah menjadi masalah klasik sejak

dahulu dan akan tetap dihadapi oleh Apotek mana pun dikarenakan begitu

pesatnya pertambahan nama dagang obat setiap tahun yang tidak sanggup

disediakan seluruhnya oleh pihak Apotek. Alur pemesanan narkotika dan

psikotropika ditunjukkan oleh Gambar 3.4 dan 3.5.

61
Apotek Pelayanan

SP Narkotika -Barang
-Faktur

KFTD

Gambar 3.4 Alur proses pengadaan sediaan jadi narkotika Apotek Kimia Farma
Ringroad Medan.

Apotek Pelayanan

SP Psikotropika -Barang
/ SP Prekursor -Faktur

PBF

Gambar 3.5 Alur proses pengadaan sediaan jadi psikotropika dan prekursor
Apotek Kimia Ringroad Medan.

Prosedur pembelian di apotek Kimia Farma Ringroad Medan dilakukan

sebagai berikut :

1. Petugas membuat defekta untuk kebutuhan apotek dan memberikannya

kepada bagian pengadaan di apotek Kimia Farma Ringroad Medan.

2. Bagian pengadaan di apotek Kimia Farma Ringroad Medan merekapitulasi

defekta dan membuatnya dalam bentuk Bon Permintaan Barang Apotek

(BPBA) dan dikirim kepada bagian pengadaan di BM Palang Merah.

3. Jika barang yang diminta dalam BPBA memiliki stok di gudang maka barang

tersebut akan langsung dikirim ke apotek pelayanan (dropping) dan jika

barang yang diminta dalam BPBA tidak terdapat stok di gudang maka bagian

62
pengadaan di BM Medan mengirim surat pemesanan (SP) kepada Pedagang

Besar Farmasi (PBF).

4. PBF mengirim barang dan faktur kepada masing-masing Apotek Kimia

Farma.

5. Kemudian barang diterima dan diperiksa oleh pegawai Kimia Farma

3.8.2 Penerimaan

Prosedur penerimaan perbekalan farmasi di apotek adalah sebagai berikut :

1. Petugas menerima barang dari AP3 atau bisa juga dari Pedagang Besar

Farmasi (PBF) yang disertai dengan faktur atau surat pengantar barang.

2. Petugas kemudian memeriksa kuantitas dan kualitas barang sesuai dengan

yang tertera pada faktur meliputi nama, bentuk sediaan, potensi, jumlah,

nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

3. Setelah pemeriksaan secara cermat, petugas kemudian membubuhkan tanda

tangan pada faktur asli berikut stempel Apotek Kimia Farma Ringroad Medan

pada semua rangkap dari lembaran faktur.

4. Faktur asli kemudian dibawa oleh pengantar barang bersangkutan dengan

pertinggal dua rangkap faktur, masing-masing satu untuk pihak Apotek

Pembantu Pelayanan (APP) dan satunya lagi akan diantar ke Bisnis Manajer

(BM) Medan.

5. Petugas kemudian mencatat bukti penerimaan barang ke dalam sistem

informasi secara komputerisasi dan secara manual pada masing-masing kartu

stok barang secara fisik.

3.8.3 Penyimpanan

63
Penyimpanan dapat dilakukan oleh semua petugas Apotek setelah barang

diterima. Secara umum, sediaan berupa obat bebas dan obat etikal. Secara khusus,

Obat Generik dan Obat Psikotropika disimpan di lokasi tersendiri dan terpisah

dari golongan obat etikal lainnya, sedangkan obat narkotika disimpan terpisah

dalam lemari khusus terkunci. Sementara itu, bentuk dan jenis sediaan tertentu

yang memiliki kondisi penyimpanan khusus, disimpan menurut persyaratan baku

masing-masing, seperti contohnya : bentuk sediaan suppositoria disimpan di

dalam lemari pendingin.

Setelah dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan, golongan dan kondisi

penyimpanan, semua sediaan farmasi tersebut di atas lalu disusun secara alfabetis

dengan memperhatikan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired

First Out). Sama halnya dengan sediaan farmasi, perbekalan kesehatan juga

disimpan di etalase atau lemari pajangan Apotek dengan memperhatikan sistem

FIFO (First In First Out) tetapi disusun terpisah dari penyimpanan Sediaan

Farmasi. Kebijakan prosedur penyimpanan seperti yang disebutkan di atas

ditentukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang ada di masing-masing

Apotek Pembantu Pelayanan (APP). Hal ini didasari oleh kompetensi yang

dimiliki oleh Apoteker.

3.8.4 Pengendalian

Pengendalian perbekalan farmasi bertujuan untuk memantau pengadaan

perbekalan farmasi, sehingga memudahkan dalam pengadaannya.

a. Kartu stock

Jumlah barang yang masuk dan ke luar setiap harinya dicatat di dalam

kartu stock.

64
b. Random Sampling

Random Sampling merupakan suatu metode pemantauan barang dengan

melakukan pemantauan barang atau pencocokan jumlah stok fisik barang dengan

yang ada di di rak obat dengan jumlah stok barang yang ada di komputer.

c. Stock opname

Stock opname adalah pengecekan terhadap obat atau perbekalan farmasi,

stock opname di Apotek Kimia Farma Ringroad Medan dilakukan setiap 3 (tiga)

bulan sekali.

1) Proses Stock Opname Apotek Kimia Farma Ringroad Medan :

a. menyesuaikan jumlah fisik barang dengan stok yang ada dikomputer

b. hasil dari stock opname diperiksa oleh pimpinan Apotek.

c. jika hasil stock opname sesuai maka dapat disetujui, jika tidak sesuai maka

diperiksa kembali dimana letak ketidaksamaannya.

d. hasil stock opname yang telah disetujui akan dikirimkan ke bisnis manager.

2) Fungsi Stock Opname

a. mengetahui stok barang yang tertinggal sehingga dapat dievaluasi apakah

terjadi kekurangan barang atau tidak.

b. mengetahui barang-barang atau obat yang fast, moderate dan slow moving

serta yang tidak terjual.

c. mengetahui laba dan rugi perusahaan.

d. mengetahui barang atau obat yang mendekati akan masa kadaluarsa.

3.8.5 Pemusnahan

Obat-obat yang ada di apotek akan dimusnahkan jika memenuhi kriteria

sebagai berikut :

65
a. Rusak,

b. Berubah warna,

c. Lewat tanggal kadaluarsa, dan

d. Adanya ketentuan dari yang berwenang untuk dimusnahkan

Pemusnahan obat ini dilakukan agar obat yang didistribusikan kepada

masyarakat adalah obat yang aman, sehingga mencegah terjadinya medication

error. Pemusnahan harus meminta izin prinsip dari Direksi PT. Kimia Farma

Apotek disertai usulan tim/panitia pemusnahan obat. Surat pemberitahuan

pemusnahan obat dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat.

3.8.6 Pencatatan dan Pelaporan

Pada Apotek Kimia Farma Ringroad Medan, resep yang masuk diarsipkan

berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun. Khusus untuk resep-resep yang

mengandung narkotika atau psikotropika diarsipkan tersendiri secara terpisah dan

diberi garis merah untuk narkotika dan garis biru untuk psikotropika. Pencatatan

dilakukan setiap hari atas obat yang keluar atau obat yang persediaannya sudah

tidak ada. Pencatatan setiap obat yang keluar dicatat di kartu stok tiap jenis obat

sedangkan untuk obat yang telah habis dicatat di buku defekta.

Pelaporan di Apotek Kimia Farma Ringroad Medan dibagi menjadi dua,

yaitu :

a) Laporan harian, yaitu mencakup pendapatan harian apotek (pendapatan waktu

pagi, siang, malam dibedakan) serta pengeluaran apotek yang setiap harinya

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan melakukan setor hasil penjualan ke

BM Medan.

66
b) Laporan bulanan, yaitu mencakup laporan hasil penjualan, pembeliaan, stok

opname serta laporan narkotika dan psikotropika.

a. Pelaporan Obat Narkotika

Sebagaimana yang dilakukan oleh apotek lainnya, di Apotek Kimia Farma

Ringroad Medan juga berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi

narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap

bulan. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat 4 rangkap, diantaranya

ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada

Kepala Balai Besar POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan 1 salinan untuk arsip

selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Dibuat untuk menghindari

penyalahgunaan narkotika.

Untuk mempermudah pelaporan narkotika, saat ini telah dibuat sistem

SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). SIPNAP adalah sistem

yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari unit

layanan (puskesmas, RS, dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dengan menggunakan pelaporan elektronik, selanjutnya Kab/Kota melaporkan ke

tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Diten Binfar dan Alkes) melalui

mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet (Menkes RI,

2015).

b. Pelaporan Pelayanan Obat Psikotropika

Laporan ini dibuat untuk menghindari penyalahgunaan psikotropika

laporan ini dibuat rangkap 4 (empat) ditujukan kepada Dinas kesehatan Kota

Medan dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan provinsi Medan, Kepala Badan

POM Medan dan untuk Arsip Apotek. Saat ini telah dibuat sistem SIPNAP

67
dengan menggunakan pelaporan elektronik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

sehingga pelaporan psikotropika menjadi lebih mudah.

c. Laporan pemusnahan obat golongan narkotika dan psikotropika

Sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, dihadiri oleh

petugas Dinas Kesehatan DT II, APA dan salah satu karyawan Apotek. Setelah

dilakukan pemusnahan, dibuat berita acara pemusnahan narkotika yang ditujukan

kepada Badan POM, Dinas Kesehatan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara dan

kantor Pusat PT Kimia Farma. Berita acara pemusnahan narkotika mencakup hari,

tanggal, waktu pemusnahan, nama APA, nama seorang saksi dari pemerintah dan

seorangsaksi dari Apotek, nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan, cara

pemusnahan dan tanda tangan penanggungjawab Apotek.

1) Pengelolaan Resep dan Obat Kadaluarsa

Pengelolaan resep yaitu dengan melakukan penyimpanan resep yang

dikumpulkan sesuai nomor urut dan tanggal resep. Resep disimpan dengan baik,

resep yang mengandung narkotika dipisahkan dari resep lainnya dan disusun

sesuai nomor urut dan tanggal resep tersebut. Resep disimpan dalam tempat

tertentu agar memudahkan pengontrolan. Resep disimpan selama 3 tahun sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Pengelolaan obat kadaluarsa dilakukan dengan mengecek obat-obat yang

mendekati tanggal kadaluarsa dan rusak. Pengendalian obat kadaluarsa penting

untuk dilakukan untuk mencegah pasien menerima obat kadaluarsa akibat

kelalaian. Hal ini dilakukan dengan mencantumkan tanggal kadaluarsa pada etiket

setiap pembelian obat dan disampaikan pula pada pasien. Selain itu, pengendalian

68
obat daluarsa juga dilakukan dengan memisahkan obat yang hampir kadaluarsa

kedalam plastik dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya.

3.9 Aspek Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma Ringroad Medan.

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan melayani penjualan sediaan farmasi

maupun perbekalan kesehatan lainnya. Berdasarkan kategori pelayanan dibagi

menjadi 3 kategori, yaitu pelayanan resep atas resep dokter baik tunai atau kredit

maupun pelayanan tanpa resep dokter yang meliputi UPDS, penjualan obat bebas

dan alat kesehatan lainnya.

a. Penjualan Obat dengan Resep Dokter secara Tunai.

Penjualan obat dengan resep dokter secara tunai dilakukan terhadap

pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang tercantum

dalam resep dan dibayar secara tunai.

b. Penjualan Obat dengan Resep Kredit

Penjualan obat dengan resep kredit berdasarkan perjanjian kerjasama yang

telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang

pembayarannya dilakukan secara berkala.

c. Penjualan tanpa Resep

Pelayanan tanpa resep ini dapat berupa penjualan Obat Bebas (Over The

Counter Drugs/OTC Drugs atau Obat OTC) maupun swamedikasi. Untuk obat

bebas (OTC) Apotek Kimia Farma Ringroad Medan yang ditata sedemikian rupa.

Adapun kategori produk-produk yang terdapat di Apotek Kimia Farma Ringroad

Medan adalah suplemen makanan (beberapa produk adalah bentuk kerja sama),

69
feminime and personal care (perlengkapan wanita dan pribadi), milk and nutrition

(susu dan minuman nutrisi), medicine (bebas dan bebas terbatas), vitamin tablet,

vitamin sirup, first aid (P3K), skin care (perawatan kulit), body wash (sabun

mandi), hair care (perawatan rambut), oral care (perawatan mulut dan gigi), baby

and child care (perawatan bayi dan anak), dan alat kesehatan seperti kursi roda

dan tongkat juga terdapat.

Berikut ini adalah langkah prosedur tetap pelayanan resep di Apotek Kimia

Farma :

1. Penerimaan resep

a. Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep.

 nama, alamat, nomor surat izin praktik dokter dan tandatangan atau paraf

dokter penulis resep.

 nama obat, dosis, jumlah dan aturan pakai.

 nama pasien, umur, alamat dan nomor telepon.

b. Pemberian nomor resep.

c. Penetapan harga.

d. Pemeriksaan ketersediaan obat.

2. Perjanjian dan Pembayaran.

a. Pengambilan semua obat atau sebagian.

b. Ada atau tidak penggantian obat atas persetujuan dari dokter atau pasien.

c. Pembayaran tunai atau kredit.

d. Validasi dan penyerahan nomor resep.

e. Pembuatan kuitansi dan salinan resep.

3. Peracikan.

70
a. Penyiapan etiket atau penandaan obat dan kemasan.

b. Peracikan obat (menghitung dosis obat racikan, menimbang obat racikan,

mencampur obat racikan, dan mengemas obat racikan).

c. Penyajian hasil akhir peracikan.

4. Pemeriksaan Akhir.

a. Kesesuaian hasil peracikan dengan resep.

 nomor resep.

 nama obat, bentuk sediaan obat dan jenis sediaan obat, dosis obat, jumlah

obat dan aturan pakai obat.

 nama pasien, alamat pasien, umur pasien dan nomor telepon pasien.

b. Kesesuaian salinan resep dengan resep asli.

c. Kebenaran kuitansi.

5. Penyerahan Obat dan Pelayanan Informasi Obat.

a. Penyerahan obat harus disertai dengan pelayanan informasi obat.

i. nama obat, bentuk sediaan obat dan jenis sediaan obat, dosis obat, jumlah

obat dan aturan pakai obat.

ii. cara penyimpanan.

iii. efek samping yang mungkin timbul.

b. Tanda terima pasien atau penerima obat (bila resep dibayar kredit).

6. Layanan Purna Jual

a. Komunikasi dan informasi setiap waktu.

b. Penggantian obat bila diperlukan atas permintaan dokter.

Sementara itu, beda halnya dengan pelayanan resep, pelayanan obat bebas

dan swamedikasi harus dibayar secara tunai. Sedangkan prosedur pelayanannya

71
sama seperti di atas, hanya saja harus diawali dengan lima pertanyaan dasar

kepada pasien, yakni : untuk siapa obat dibeli, apa gejala atau tanda yang timbul,

sudah berapa lama sakit, langkah pengobatan apa saja yang telah dilakukan

sebelumnya dan apakah ada obat lain yang digunakan saat ini.

c. Pemberian Informasi Obat dan Konseling

Pada saat penyerahan obat, Apotek Kimia Farma Ringroad Medan

melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik. Pada saat penyerahan obat,

pasien harus memperoleh informasi tentang obat dan pengobatannya. Informasi

yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, kandungan, kekuatan, indikasi,

aturan pakai, cara penyimpanan obat, kontraindikasi, efek samping, interaksi dan

cara penyimpanan obat. Terkadang, pemberian informasi mengenai obat yang

diberikan kepada pasien belum dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan

banyaknya obat yang masih harus diberikan kepada pasien dalam waktu yang

sama dan pasien biasanya menghendaki penyampaian informasi yang cepat

sehingga pemberian informasi obat lebih ditekankan pada aturan pakai dan cara

penggunaan obat.

Konseling dilakukan terutama untuk pasien dengan penyakit kronis, pasien

yang mendapat terapi polifarmasi, geriatri, dan pediatri. Konseling bertujuan

untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang obat dan pengobatan, pasien

terhindar dari penggunaan obat yang salah sehingga tujuan terapi dapat tercapai

dengan baik.

3.10 Aspek Bisnis Apotek Kimia Farma Ringroad Medan.

Sebagai sebuah Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan

merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 1969 tertanggal 21

72
Oktober 1969 tentang pendirian Perusahaan Negara Farmasi (PNF) dan Alat

Kesehatan, modal Perusahaan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. secara umum

adalah kekayaan negara yang dipisahkan sebesar yang diterima oleh badan hukum

ini. Meskipun saat ini, sebagai perusahan terbuka, PT Kimia Farma (Persero) Tbk.

juga dimodali oleh sebagian pemilik saham. Semua modal Apotek Kimia Farma

Ringroad Medan baik modal aktif maupun pasif berasal dari Perusahaan Induk.

Dan sebagaimana kegiatan administratif, manajemen keuangan Apotek juga

dikelola secara sentralisasi oleh Bisnis Manajer (BM) Medan. Adapun setiap

harinya masing-masing Apotek Pembantu Pelayanan (APP) diwajibkan

menyerahkan setoran kas hasil penjualan via transfer, langsung ke rekening bank

milik Perusahaan. Sedangkan kas yang disimpan di Apotek Pembantu Pelayanan

(APP) dikenal dengan sebutan Kas Kecil (Petty Cash).

73
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam rangka praktek kerja profesi Apoteker, yang di lakukan di Apotek

Kimia Farma Ringroad Medan selama 26 hari mulai dari tanggal 05 November –

05 Desember 2018. Apotek Kimia Farma Ringroad Medan merupakan Apotek

Pembantu Pelayanan (APP) yang beralamat di Jalan Gagak Hitam No. 10C

Medan, terletak berdekatan dangan pusat perbelanjaan yaitu mall Ringroad City

Walks dan berada tepat di pinggir jalan yang lalu lintasnya ramai sehingga mudah

dijangkau dan dilalui oleh kendaraan umum.

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan sudah memiliki Surat Izin Praktek,

Surat Tanda Registrasi Apoteker, dilengkapi dengan denah bangunan dan lokasi

bangunan yang baik, memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan berita acara

pemeriksaan yang rutin. Hal ini sesuai dengan persyaratan izin berdirinya sebuah

apotek sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26 Tahun 2018.

Apotek Kimia Farma Ringroad Medan dipimpin oleh seorang Apoteker

Penanggungjawab Apotek (APA) yang bertugas mengelola seluruh kegiatan di

apotek dan di bantu oleh 4 orang tenaga teknis kefarmasian. Hal ini sesuai dengan

74
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan

kefarmasian bahwa semua kegiatan apotek dikelola oleh apoteker.

Apotek Kimia Farma Ringroad ini mempunyai citra yang baik karena item

obatnya yang cukup lengkap, pelayanan resep yang cepat dan tepat, dan juga

menyediakan alat-alat kesehatan yang diperlukan oleh pasien. Kemampuan

menyediakan produk yang lengkap merupakan salah satu faktor yang menentukan

kepuasan pelanggan.

Pengelolahan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

di Apotek KF Ringroad Medan dilakukan oleh Apoteker atau Asisten Apoteker

yang bertanggungjawab atas persediaan obat kemudian melakukan pemesanan

kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pengendalian persediaan obat penting

dilakukan untuk mempunyai stok yang benar agar dapat melayani pasien dengan

baik. Untuk mendapatkan stok yag benar adalah dengan menciptakan

keseimbangan antara persediaan dan permintaan, hal ini dilakukan cara-cara

antara lain stock opname dengan memeriksa kartu stok barang/obat, kartu

inventaris dan komputerisasi.

Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan di Apotek KF Ringroad Medan

tersebut meliputi : perencanaan, pengadaan, penerimaan barang, penyimpanan,

pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Hal ini sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016. Sedangkan pelayanan

kefarmasian di Apotek KF Ringroad Medan belum sepenuhnya dilakukan yakni

pelayanan kefarmasian di rumah, Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring

Efek Samping Obat (MESO). Sedangkan aktivitas yang dilakukan meliputi

pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling.

75
Apotek KF Ringroad Medan belum melakukan sebagian besar standar pelayanan

kefarmasian yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun

2016 tentang standar pelayanan kefarmasian.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek

Kimia Farma Ringroad, adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai

berikut :

a. Apoteker di Kimia Farma Ringroad Medan memiliki peran dan

tanggungjawab yang sangat penting dalam berdirinya suatu apotek,

pengelolahan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan

pelayanan farmasi klinik sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

73 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26 Tahun 2018.

b. Apoteker di Kimia Farma Ringroad Medan dilatih untuk memiliki

keterampilan berkomunikasi dalam memberikan informasi, edukasi,

konseling mengenai terapi obat kepada pasien dan memberikan pelayanan

swamedikasi kepada pasien.

c. Praktek pengelolaan Apotek di Kimia Farma Ringroad Medan meliputi

pengelolahan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

76
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan barang, penyimpanan,

pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Serta pelayanan

farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi

Obat (PIO) dan konseling sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

73 Tahun 2016.

5.2 Saran

a. Sebaiknya pelayanan farmasi klinik meliputi pelayanan kefarmasian di

rumah, Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat

(MESO) diterapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73

Tahun 2016.

b. Sebaiknya di Apotek disediakan ruangan khusus untuk konseling bagi

pasien sehingga hubungan antara pasien dan apoteker menjadi lebih dekat

yang sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.

77
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1995). Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press. Halaman 4, 9, 80, 81, 116.

Anonim.(2017). Holding. [Diakses tanggal: 07 April 2017]. Diambil dari :


https://www.kimiafarma.co.id/profil/ruang-lingkupusaha/holding.html.

Bogadenta, A. (2012). Manajemen Pengelolaan Apotek. Yogyakarta: D-Medika.


Halaman 11, 12, 21, 130.

Depkes RI. (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas


Terbatas.Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 12.

Depkes.(2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Kimia Farma. (2018). Anak Perusahaan. [diakses tanggal 25 November 2018].


Diambil dari: http://www.kimiafarma.co.id/?page=general&id=0_4_1.

Kimia Farma. (2018). Holding. [diakses tanggal 25 November 2018]. Diambil


dari: http://www.kimiafarma.co.id/?page=general&id=0_4_0.

Kimia Farma. (2018). Sejarah. [diakses tanggal 25 November 2018]. Diambil


dari: http://www.kimiafarma.co.id/?page=general&id=0_0.

Kimia Farma Apotek. (2018). Visi dan Misi. [diakses tanggal 26 November 2018].
Diambil dari: http://www.kimiafarmaApotek.com/idex.php/Profile-
KFA/Visi-Misi.html.

Kimia Farma. (2013). Operational Excellence: Laporan Tahunan. Jakarta: PT.


Kimia Farma Tbk. Halaman 7-8.

78
Menkes RI. (2011). Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2015). Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan Dan Pelaporan


Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor Farmasi. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73


Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9
Tahun 2017 tentang Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Menkes RI. (2017a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2


Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2017b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3


Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26


Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara
elektronik sektor kesehatan pasal 30. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Sam, T. A dan Parasuraman, A. (2015). The Nine-Star Pharmacist: An Overview.


Journal Of Young Pharmacists. 7(4): 281-284.

Seto, S., Nita, Y. dan L. Triana. (2004). ManajemenFarmasi, Cetakan I.


Surabaya: Airlangga University Press.

Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Cetakan IV. Solo: Penerbit CV Ar

Rahman. Hal. 1, 117-119, 179-182, 229.

79
LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Surat Pesanan Narkotika

Rayon : Model N.9

No. S.P. : Lembar ke 1/2/3/4/5

SURAT PESANAN NARKOTIKA

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ……………………………………………………..

Jabatan : ……………………………………………………..

Alamat Rumah : ……………………………………………………..

Mengajukan pesanan narkotika kepada:

Nama distributor : ……………………………………………………..

Alamat & No. Telpon : ……………………………………………………..

……………………………………………………..

Sebagai berikut :

Narkotika tersebut akan dipergunakan untuk keperluan:

Apotek : ……………………………………………………………………..

Lembaga

80
…………………………………..….. 20.…..

Pemesan,

( ………………………… )

No. SIPA

Lampiran 2. Formulir Surat Pesanan Psikotropika

Nomor :

SURAT PESANAN PSIKOTROPIKA

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Jabatan :

Alamat :

Mengajukan permohonan kepada:

Nama perusahaan :

Alamat :

Jenis psikotropika sebagai berikut:

1.

2.

3.

Untuk keperluan Pedagang Besar Farmasi/ Apotek/ Rumah Sakit/ Puskesmas/


Balai Pengobatan sarana Penyimpanan Farmasi/ Lembaga Penelitian dan atau/
Lembaga Pendidikan.

Nama :

Alamat :

Medan, ……………...………. 20…..

81
Penanggung jawab,

______________________________

No. SIPA

Lampiran 3. Formulir Surat Pesanan Prekursor Farmasi

SURAT PESANAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI


Nomor SP :

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Yudha Prabowo, S.Farm., Apt.
Jabatan : APA
Nomor SIPA : 2058/2066/3.1/1901/06/2018

Mengajukan Pesanan obat Prekursor mengandung Prekursor Farmasi kepada :


Nama Perusahaan :
Alamat :
No. Telp :

Jenis obat mengandung Prekursor Farmasi yang dipesan adalah :

No Nama Obat Prekursor Farmasi


Zat Aktif Prekursor Farmasi
Bentuk dan kekuatan
Satuan Jumlah Keterangan
sediaan

Obat mengandung Prekursor Farmasi tersebut akan digunakan untuk memenuhi


kebutuhan :
Nama Sarana : Apotek Kimia Farma Ringroad
Alamat Lengkap : Jl. Gagak Hitam No. 10 C Medan

82
Surat Izin Apotek : 442/26238/VII/2016

Medan, 2018
Penanggung Jawab

(Yudha Prabowo, S.Farm., Apt.)


No. SIPA : 2058/2066/3.1/1901/06/2018

Lampiran 4. Formulir Berita Acara Pemusnahan Narkotika

83
Lampiran 4. Lanjutan

84
Lampiran 4. Lanjutan

85
Lampiran 5. Alur Penerimaan Barang Apotek

86
Faktur dari Apotek Pusat
Faktur dari Distributor Pengadaan/ Apotek Kimia
Farma lain

Dicek kesesuaian barang dengan faktur:


- Jumlah barang
- Expire date
- No. Bets

Faktur dicap dan ditandatangani petugas

Faktur asli diserahkan ke


distributor/petugas Apotek Pusat
Pengadaan/ Apotek Kimia Farma Lain

2 lembar salinan faktur pertinggal di apotek


dan 1 lembar salinan faktur diserahkan ke
Bisnis Manager

Petugas apotek melakukan entry faktur dan


datanya dikirim ke BM bagian tata usaha

87
Lampiran 6. Alur Pelayanan Resep Tunai

Penerimaan resep

Skrining resep

Pemeriksaan ketersediaan obat

Obat tersedia Obat tidak tersedia

Faktur dari Apotek


Kimia Farma lain

1. Ada/tidak ada penggantian obat atas persetujuan


dokter/pasien
2. Pengambilan semua atau sebagian obat
3. Penetapan harga dan pembayaran
4. Pemberian struk pembayaran beserta nomor resep
5. Pembuatan kwitansi dan salinan resep (jika perlu)

1. Penyiapan obat jadi atau peracikan obat


2. Penyiapan etiket atau penandaan obat pada kemasan

Pemeriksaan akhir:
1. Kesesuaian obat dengan resep
2. Kesesuaian penandaan atau pemberian etiket
3. Kesesuaiaan salinan resep dengan resep asli
4. Kebenaran kwitansi

Penyerahan obat dan PIO

88
Lampiran 7. Alur Pelayanan Resep Kredit

Penerimaan resep

Skrining resep, nama perusahaan, kartu member

Pemeriksaan ketersediaan obat

Obat tersedia Obat tidak tersedia

Dropping dari Apotek


Kimia Farma lain

Pemberian nomor resep kredit

1. Penyiapan obat jadi atau peracikan obat


2. Penyiapan etiket atau penandaan obat pada kemasan

Pemeriksaan akhir:
1. Kesesuaian obat dengan resep
2. Kesesuaian penandaan atau pemberian etiket

Penyerahan obat, PIO dan tanda tangan pasien di struk (resep)

Pelaporan dan pembayaran:


1. Penetapan harga obat dalam resep
2. Entry data resep kredit ke komputer
3. Apotek pelayanan membuat laporan transaksi kredit instansi yang
bersangkutan dan melaporkannya ke Bisnis Manager
4. Pembayaran transaksi kredit oleh instansi yang bersangkutan ke BM

89
Lampiran 8. Salinan Resep Apotek Kimia Farma Ringroad Medan

KF Apotek Ringroad
Jalan Gagak Hitam No. 10 C, MEDAN
TELP: 061 4256 4056
Apotek Ringroad Apoteker: Yudha Prabowo, S.Farm., Apt.

SALINAN RESEP No. .............................

Dari Dr. ...................................... Tgl. ............................

Untuk ................................................................................

R/

pcc

90
Lampiran 9. Surat Pesanan Barang

PT. Kimia Farma Apotek Kepada Yth. :

Kimia Farma Apotek BM Medan Tahun SPB :

Jl. Palang Merah No 32 Medan Nomor SPB :

Telp. : 061-4518712 Tanggal SPB :

SURAT PESANAN

Halaman 1.

No Nama Obat Jumlah Kemasan Nilai Potongan Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

Dst

Hormat kami

Bagian pembelian, Bisnis Manajer,

( …………………….. ) ( ………………………… )

SIK. ………………….. SIPA. ……………………..

91
Lampiran 10. Surat Pesanan

PT. Kimia Farma Apotek

Apotek Kimia Farma Ringroad

SURAT PESANAN

Ke Apotek : KIMIA FARMA APOTEK BM MEDAN

Nomor Faktur : ……………………..

No Nama Obat Kategori Stock Avg. Jumlah Kemasan Jumlah beli Hargasatuan Jumlah
Jual permintaan
1.
2.
3.
4.
5.
Dst
Total
Pembuat Penerima Pimpinan

Tanggal : ……………………..

92
90
Lampiran 11. Faktur Barang dari Gudang (BM) ke Apotek

PT. Kimia Farma Apotek


Kimia Farma Apotek BM Medan
Jalan Palang Merah No. 32
Medan
Faktur ke : Apotek Kimia Farma ….. (APP) Medan
Tahun Faktur : ……..…….. Tahun SP : ……….......
Nomor Faktur : ……….…... Nomor SP : ……………..
Tanggal Faktur : ………………………………………….
OTC
No Nama Obat Qty Drop Bonus Kemasan Harga Harga Utuh Discon Discon 2 Total As/ko
Satuan 1
1.
2.
3.
Dst

Non OTC
No Nama Obat Qty Bonus Kemasan Harga Harga Utuh Discon Discon 2 Total As/ko
Drop Satuan 1
1.
2.
3.
Dst
P3. Gudang Penerima Barang P3. Penerima P3. Pelayanan Jumlah

93
91
Lampiran 12. Laporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika

FORMULIR PELAPORAN PEMAKAIAN NARKOTIKA

Nama Apotek :
Nomor S.I.A : Bulan :
Alamat & Telp. : Telp. Tahun :
Kab./ Kota Madya :

No. Nama Saldo Pemasukan Pemasukan Penggunaan Penggunaan Saldo


Satuan
Urut Narkotika Awal Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir
1.
2.
3.
4.
Dst

Medan, …………….....… 20…....

Apoteker Penanggung jawab,

( …………………………….. )

SIPA. ………………………….

92
94
Lampiran 13. Laporan Penggunaan Sediaan Jadi Psikotropika

FORMULIR PELAPORAN PEMAKAIAN PSIKOTROPIKA

Nama Apotek :
Nomor S.I.A : Bulan :
Alamat & Telp. : Telp. Tahun :
Kab./ Kota Madya :

No. Nama Saldo Pemasukan Pemasukan Penggunaan Penggunaan Saldo


Satuan
Urut Psikotropika Awal Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir
1.
2.
3.
4.
dst

Medan, …………….....… 20…....

Apoteker Penanggung jawab,

( …………………………….. )

SIPA. ………………………….

93
95
Lampiran 14. Rekapitulasi Laporan Narkotika

REKAPITULASI LAPORAN NARKOTIKA

Nama Unit Layanan Tahun :


Provinsi, Kabupaten/Kota Bulan :

STOK PEMASUKAN PENGGUNAAN SALDO


NO. NAMA SATUAN
AWAL AKHIR
DARI JUMLAH RESEP SARANA PEMUSNAHAN
1.
2.
3.
4.
dst

Medan, …………….....… 20…....

Apoteker Penanggung jawab,

( …………………………….. )

SIPA. ………………………….

94
96
Lampiran 15. Rekapitulasi Laporan Psikotropika

REKAPITULASI LAPORAN PSIKOTROPIKA

Nama Unit Layanan Tahun :


Provinsi, Kabupaten/Kota Bulan :

STOK PEMASUKAN PENGGUNAAN SALDO


NO. NAMA SATUAN
AWAL AKHIR
DARI JUMLAH RESEP SARANA PEMUSNAHAN
1.
2.
3.
4.
dst

Medan, …………….....… 20…....

Apoteker Penanggung jawab,

( …………………………….. )

SIPA. ………………………….

95
97
Lampiran 16. SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika Dan Psikotropika)

96
98
Lampiran 16. Lanjutan

97
99
Lampiran 16. Lanjutan

98
100
91
99

Anda mungkin juga menyukai