Anda di halaman 1dari 10

JITMI Vol.

1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

PENINGKATAN KUALITAS PROSES PRODUKSI BENG-BENG DI LINE 8 PT.


MAYORA INDAH, TBK DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA

Muhammad Shobur
Dosen Teknik Industri Universitas Pamulang
shobur.muhammed@gmail.com

ABSTRAK

Industri fast moving consumer goods (FMCG) di Indonesia tumbuh mengesankan yakni mencapai hingga
15% pertahun, sektor ini menjadi incaran pemain global. Indonesia menjadi salah satu Negara di Asia
dengan tingkat pertumbuhan industri FMCG. Hal ini mendorong para produsen untuk berlomba-lomba
memasarkan produknya tidak sekedar menggunakan cara yang konservatif tetapi melalui berbagai cara
yang inovatif dan inspirasional, mengamati tingkat proses periode Juli- Juni 2015 presentase defect proses
yang terjadi sepanjang proses produksi defect produk Beng-Beng rata-rata 17.45%. Untuk mengetahui
hasil pendekatan Six Sigma dalam meningkatkan kualitas proses produksi Beng-Beng di Line 8 maka perlu
dilakukan analisa faktor penyebab, dan melakukan improvement untuk meningkatkan level sigma.
Penelitian ini menggunakan metode Six Sigma DMAIC dalam menurunkan tingkat defect produk. Dari
hasil penelitian didapatkan bahwa, defect jenis packing dan potongan kasar mendominasi tingkat defect
sebesar 57% dari defect yang ada, hasil pendekatan Six Sigma dalam meningkatkan kualitas proses
produksi Beng-Beng di Line 8 nilai DPMO proses produksi Beng-Beng sebesar 24,929 level sigma 3,46
sigma, dan dilakukan perbaikan dengan mengukur nilai RPN dari defect yang ditimbulkan dengan metode
5W + 1H. Dari penelitian ini kemampuan proses dapat ditingkatkan dari level sigma 3,46 sigma menjadi
level sigma 3.57 sigma.

Kata kunci: Defect Produk, Six Sigma DMAIC, Kualitas Proses.

I. PENDAHULUAN Six Sigma merupakan proses perbaikan


yang bersifat berkelanjutan. Proses perbaikan
Kualitas mengharuskan perusahaan untuk
kualitas Six Sigma meliputi proses Define-
melihat bisnis dari perspektif pelanggan.
Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC).
Perusahaan dapat menambahkan nilai atau
Hingga saat ini, PT. Mayora Indah, Tbk terus
melakukan perbaikan dari perspektif pelanggan.
berupaya mengembangkan metode dalam
Industri fast moving consumer goods (FMCG) di
upaya peningkatan kualitas produk yang
Indonesia tumbuh mengesankan yakni mencapai
dihasilkan. Tujuan dalam penelitian ini adalah:
hingga 15% pertahun, sektor ini menjadi incaran
pemain global. Indonesia menjadi salah satu 1. Untuk mengetahui upaya peningkatan
Negara di Asia dengan tingkat pertumbuhan proses produksi Beng-Beng di Line 8
industri FMCG. Hal ini mendorong para dengan pendekatan Six Sigma
produsen untuk berlomba-lomba memasarkan 2. Untuk menentukan prioritas masalah,
produknya tidak sekedar menggunakan cara yang menganalisa penyebab timbulnya defect
konservatif tetapi melalui berbagai cara yang dan melakukan tindakan improvement.
inovatif dan inspirasional (Lim Soon Lee dalam 3. Untuk mengetahui peningkatan kualitas
keterangan pers, 2015). PT. Mayora Indah, Tbk proses setelah dilakukan improvement.
sudah dikenal sebagai champion produk-produk
ekspor dengan tujuan ekspor ke sekitar 80
negara. Bukan hanya melakukan eksport, II. DASAR TEORI
produk-produknya pun mampu merajai pasar di A. Beng-Beng
negara tujuan eksport. Kopiko misalnya, merajai
permen kopi pasar Tiongkok, Filipina dan
Beng-Beng adalah sejenis wafer dengan
Polandia, karena itu Mayora Group dianugerahi
sereal bersalut cokelat. Snack ini memiliki 4
kelezatan dalam sekali gigit yaitu wafer,
Top 100 Eksportir 2014.
karamel, crispie, cokelat. Rata-rata yang

107
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

menyukai Beng-Beng adalah anak-anak, Deskripsi Singkat:


karena diperkaya dengan rasa coklat yang a. Mixing batter, proses mixing tepung
kompleks. Beng-Beng tersebar luas di pasaran terigu, premix, mentega, air RO
b. Mixing cream, proses mixing gula, susu,
mentega, dan air RO
c. Cooking Caramel, proses mixing susu,
gula, mentega
d. Chocolate storage, tangki penampungan
(Sumber: Annual Report Mayora Group 2015) coklat
Gambar 1 Produk Beng-Beng e. Baking, proses pembentukan sheet-sheet
f. Cream, proses pelapisan cream pada tiap
Komposisi: lembaran sheet
a. Glukosa g. Cooling, proses pendinginan book cream
b. Gula h. Cutting, proses pemotongan book cream
c. Susu Bubuk i. Coating caramel, proses pelapisan
d. Tepung Terigu caramel pada tiap potongan wafer
e. Lemak Nabati j. Coating cereal, proses pelapisan cereal
f. Kakao Massa pada tiap potongan wafer
g. Sereal k. Coating chocolate, proses pelapisan
h. Maltodekstrin coklat pada tiap wafer
i. Lemak Susu l. Packing, proses pembungkusan
cellophane
j. Dekstrosa
k. Pengemulsi (Lesitin Kedelai) m. Gift Box, proses pengepakan produk
Beng-Beng
l. Garam
n. Cartoon, proses pengepakan Gift Box
m. Pengembang
o. Staffing, gudang penyimpanan produk
n. Perisa Artifisial
III. METODE PENELITIAN
Beng-Beng kemasan kecil seberat 20 gram A. Six Sigma
ini tercatat Nomor Seri Produksinya 8-886001-
038011 telah mendapatkan lisensi dari BPOM Six Sigma adalah sebuah program yang
RI MD 236131004050, namun belum menggunakan analisis data untuk mencapai
proses bebas defect dan untuk mengurangi
ditemukan Label atau Stempel Sertifikat Halal
variasi.
dari MUI pada kemasannya. Wafer ini
diproduksi oleh PT. Mayora Indah, Tbk. Kelima tahap proses tersebut adalah,
Tangerang 15135-Indonesia. Flow process (Hidayat, 2007):
produksi Beng-Beng dijelaskan pada Gambar 1. Pendefinisian berbagai permasalahan
3: proses dan kebutuhan konsumen.
2. Pengukuran cacat-cacat (Defect) dari
aktivitas operasional proses (kuantitatif
maupun kualitatif).
3. Analisis data sebagai dasar pemecahan
masalah yang ada.
4. Meningkatkan proses dan memangkas
penyebab-penyebab terjadinya cacat
(Defect).
5. Pengendalian proses dan memastikan
cacat-cacat (Defect) tidak terjadi lagi.
Untuk melakukan pengembangan dan
peningkatan kualitas Six Sigma,
dibutuhkan0perangkat0kerja0untuk0mend-
(Sumber: Production Report Line 8 PT. efinisikan0penyebab0utama0dari0kegagalan0p
roduksi.0(Pyzdek,02003). Alat-alat (tools)
Mayora Indah, Tbk 2015)
yang bisa digunakan untuk membantu
Gambar 3 Flow Process Beng-Beng
implementasi metode Six Sigma dengan model
DMAIC.

108
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

Validated In Control
Tabel 1: Six Sigma (DMAIC) Measurement System Analysis
Steps Common Strategic Section Deliverables or Gage R&R
Define0 Project0Charter0or0Statement0of0Work0 Step Documentation and Final
(SOW) Report
-Process and Problem Sumber: (Goffnett, 2004) (Lanjutan)
-Scope and Boundaries
-Team, Customer & Critical Concerns B. Pareto chart
-Improvement Goals & Objectives Pareto chart merupakan metode standar
-Estimate Sigma & Cost of Poor Quality dalam pengendalian mutu untuk mendapatkan
hasil maksimal atau memilih masalah-masalah
Gantt Chart / TimeLine utama dan lagi pula dianggap sebagai suatu
High0Level0Process0Map pendekatan. Pareto chart adalah grafik batang
Step0Documentation0and0Next0Steps yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya kejadian.
Measur BaseLine Figures (Sigma & Cost) Prinsip Pareto chart juga dikenal sebagai
e Process Capability Measurement System aturan 80/20 dengan melakukan 20% dari
Analysis (MSA)0or0Gage0R&R including pekerjaan bisa menghasilkan 80% manfaat
COPQ, Refine Project Charter, dari pekerjaan itu. Aturan 80/20 dapat
diterapkan pada hampir semua hal, seperti:
Refine0Process0Map
1. 80% dari keluhan pelanggan timbul 20%
Fix0Gantt0Chart0/0TimeLine
dari produk atau jasa.
SIPOC or IPO Diagram
2. 80% dari keterlambatan jadwal timbul
Step Documentation and Next Steps 20% dari kemungkinan penyebab
Sumber: (Goffnett, 2004) penundaan.
Tabel 1: Six Sigma (DMAIC) (Lanjutan) 3. 20% dari produk atau account untuk
Strategic Common Strategic Section layanan, 80% dari keuntungan
Deliverables 4. 20% dari-tenaga penjualan menghasilkan
Analyze Identified Root Cause(s) 80% dari pendapatan perusahaan Anda.
-Cause and Effect 5. 20% dari cacat sistem penyebab 80%
-Statistical Analyses masalah nya.
Validated Root Cause(s)
Step Documentation and Next C. Failure Mode and Effects Analysis
Steps (FMEA)
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
Improve
adalah suatu metode yang digunakan untuk
Selected Root Cause(s) & menganalisis kehandalan dari suatu sistem,
Counter measures sub-system dan komponen sistem (Lauritsen,
Improvement Implementation 2006). Secara umum terdapat 3 elemen utama
Plan dari FMEA ini yaitu:
Validated Solutions or 1. Failure mode dapat digambarkan sebagai
Control0 Improvements cara penanggulangan kegagalan pada
Statistical Analyses desain produk atau proses yang
berdasarkan spesifikasi.
Process Capability 2. Effect atau dampak dari suatu hasil dari
Process and Benefits failure mode pada pelanggan.
Control Plan Tolerance, 3. Cause atau berarti sebuah elemen dari
Controls, and Measures Charts hasil desain di dalam failure mode.
and Monitor Standard Operating
Tahap-tahap pelaksanaan metode
Procedures (SOP)
FMEA adalah sebagai berikut:
Response Plan 1. Identifikasi mode-mode kegagalan
Ownership or Responsibilities potensial. Pemindaian terhadap segala
Corrective Actions kemungkinanterjadinyakegagalan

109
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

(defect) yang terdapat pada sistem secara


menyeluruh dengan cara melihat pada 4. Identifikasi penyebab-penyebab dari
sistem secara visualisasi cacat-cacat yang kegagalan. Alat yang digunakan untuk
terjadi. mengidentifikasi penyebab kegagalan
2. Identifikasi akibat kegagalan yang dialami adalah cause-effect diagram berdasarkan
oleh pelanggan ataupun sub-sistem. faktor-faktor man, machine, material,
Menentukan efek yang ditimbulkan dari methods, dan environment.
kegagalan yang dialami oleh pelanggan 5. Menentukan nilai occurrence. Nilai ini
ataupun sub-sistem. Efek yang mengestimasi probabilitas dari/’
ditimbulkan dapat berupa keluhan 6. kegagalan dan mendapatkan alasan dari
pelanggan atas produk yang mengalami kegagalan tersebut selama jangka waktu
kegagalan, proses yang tidak terkontrol tertentu dan pada bidang tertentu pula.
dengan baik, dan aliran produksi yang Kriteria efek yang ditimbulkan oleh suatu
tidak berjalan dengan baik. kegagalan dapat dilihat pada Tabel 3.
3. Menentukan nilai severity. Severity rating
menunjukkan seberapa serius efek yang Tabel 3 Rating0Occurrence0dalam0FMEA
ditimbulkan dari mode kegagalan. Rati Occurrence0(OCC)
ng
Tabel 20Rating0Severity0dalam0FMEA 1 Hampir0tidak0pernah0terjadi.
Rating Severity0(SEV)
2 Tingkat0kegagalan0yang0terdokume
1 Minor.0Customer0tidak0akan0menyadari ntasi0rendah.
efeknya0atau0bahkan0menganggap0hal0i 3 Tingkat0kegagalan0yang0tidak0terd
tu0tidak0penting. okumentasi0rendah.
2 Customer0akan0mengetahui0efeknya. 4 Kegagalan0terjadi0dari0waktu0ke0w
3 Customer0akan0merasa0terganggu0terh aktu.
adap0 kinerja0yang0rendah. 5 Tingkat0kegagalan0yang0terdokume
4 Sedang.00Customer00akan00merasaka ntasi0sedang.
n0ketidak- 6 Tingkat0kegagalan0yang0tidak0terd
puasan00karena0kinerja0yang0rendah okumentasi0sedang.
5 Produktivitas0akan0customer0menurun. 7 Tingkat0kegagalan0yang0terdokume
6 Customer0akan0melakukan0komplain.0S ntasi0tinggi.
angat0 8 Tingkat0kegagalan0yang0tidak0terd
mungkin0terjadi0customer0meminta0per okumentasi0tinggi.
baikan,0 9 Kegagalan0sangat0sering0terjadi.
retur,0atau0bahkan0uang0ganti0rugi.0H 10 Kegagalan0hampir0selalu0terjadi.
al0ini0 Sumber:0Pyzdek,02003
akan0menyebabkan0peningkatan0biaya0
internal0 7. Identifikasi pengendalian proses.
(perbaikan,0pengerjaan0ulang,0dsb). Mengidentifikasi pengendalian proses
7 Kritis.00Loyalitas00customer00akan00berk yang telah dilakukan oleh perusahaan
urang.00Operasional0internal0juga0terke untuk mengatasi masalah kegagalan
na0dampak0 imbasnya tersebut.
8 Goodwill0customer0akan0hilang0sepenuh 8. Menentukan nilai detection. Nilai ini
nya0 mengestimasi seberapa baik pengendalian
sebagai0akibat0dari0efeknya.0Operasiona proses dapat mendeteksi penyebab
l0internal0 sangat0terganggu.
kegagalan ataupun kegagalan itu sendiri
setelah peristiwa kegagalan terjadi,
9 Keselamatan0customer0atau0karyawan0l
Kriteria efek yang ditimbulkan oleh suatu
emah. kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.
10 Bencana.00Customer00atau00karyawan0
0berada0dalam00bahaya0tanpa0peringa Tabel 4 Rating Detectability dalam FMEA
tan. Rating Detectability (DET)
Sumber:0Pyzdek,02003

110
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

1 Hampir pasti bisa terdeteksi Metode 5W+1H menentukan suatu


sebelum sampai ketangan rencana tindakan baik itu untuk memperbaiki
customer. (p ≈ 0) suatu proses atau mengidentifikasi suatu
2 Kemungkinan sangat rendah untuk permasalahan yang sedang terjadi serta
sampai ketangan customer tanpa memecahkan masalah, dapat dijabarkan
terdeteksi. (0 < p ≤ 0.01) dalam metode 5W+1H, sebagai berikut:
1. What, langkah pertama dari metode ini
3 Kemungkinan rendah untuk sampai adalah menentukan rencana tindakan
ketangan customer tanpa yang akan dilaksanakan.
terdeteksi. (0.01 < p ≤ 0.05) 2. When, kapan waktu periode pelaksanaan
4 Biasanya terdeteksi sebelum rencana tindakan itu.
sampai ketangan customer. (0.05 < 3. Where, dalam proses mana rencana
p ≤ 0.20) tindakan itu akan diterapkan.
5 Kemungkinan bisa terdeteksi 4. Who, personil siapa yang bertanggung
sebelum sampai ketangan jawab dalam melaksanakan rencana.
customer. (0.20 < p ≤ 0.50) 5. Why, mengapa rencana tindaka n itu
6 Kemungkinan tidak terdeteksi dipilih.
sebelum sampai ketangan 6. How, bagaimana rencana tindakan itu
customer. (0.50 < p ≤ 0.70) diterapkan
7 Sangat tidak mungkin terdeteksi
sebelum sampai ketangan 102
customer. (0.70 < p ≤ 0.90) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
8 Kemungkinan terdeteksi buruk. A. Tahapan Penyelesaian
(0.90 < p ≤ 0.95)
1. Tahap Define
9 Kemungkinan terdeteksi sangat
buruk. (0.95 < p ≤ 0.99) Tahap Define atau pendefinisian, pada
10 Hampir pasti kegagalan tidak akan tahap ini yang dilakukan adalah
terdeteksi. (p ≈ 1) mengidentifikasi jenis defect untuk
mengetahui apa saja yang menjadi
(Sumber: Pyzdek, 2003)
karakteristik kualitas produk secara fisik, ,
hasil pareto diagram seperti pada Gambar 4
9. Menghitung nilai RPN (Risk Priority
Number) Untuk menentukan nilai prioritas
tindakan yang harus diambil. RPN = S x O
x D…………….(1)
10. Menentukan action yang harus diambil.
Tindakan yang harus diambil yang
diharapkan dapat memperbaiki masalah
kegagalan yang terjadi selama proses
produksi berlangsung. Tindakan tersebut
dapat bersifat memperbaiki (corrective
action) ataupun mengantisipasi Gambar 4. Pareto chart Defect Beng-Beng
(preventive action). Regular Line 8
11. Menghitung nilai severity, occurrence,
detection, dan RPN yang baru. Setelah (Sumber: Production Report PT. Mayora
mengetahui tindakan yang harus Indah, Tbk. 2015)
dilakukan untuk mengatasi masalah Berdasarkan pareto chart pada Gambar 4
kegagalan tersebut, kemudian dilakukan diketahui bahwa defect packing mempunya nilai
perhitungan nilai RPN yang baru presentase yang cukup besar, defect packing
berdasarkan nilai rating S, O, dan D yang mendominasi 39% dari defect yang ada, defect
didapatkan dari action yang dilakukan potongan kasar 17,9%, sortir 16,7%, book cereal
13,6%, book 10,2%, sheet 2,4%, dan book
D. Metode 5W+1H caramel 0,6%. Dari hasil perhitungan pareto
chart didapatkan bahwa defect yang

111
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

defect packing dan potongan kasar dengan pada tahap perbaikan dengan metode.
persentase defect sebesar 57% harus ditindak perhitungan FMEA pada Tabel 6:
lanjuti untuk dicari permasalahan yang ada.
a. Defect Packing
2. Tahap Measure
Tabel 6. FMEA defect Packing
Pada tahap ini akan dilakukan pengukuran

DET
SEV

OCC

RPN
Process
Potential Failure Potential Current
terhadap kemampuan proses produksi Beng- Effects Causes Controls
Beng regular di Line 8. Dalam pengukuran
baseline kinerja digunakan satuan pengukuran produk yang produk
manual
masuk secara terblok
DPMO (Defect Per Million Opportunities) abnormal (tidak
7
diinfeed
10 setting infeed 8 560
mesin SIG
untuk menentukan tingkat Sigma. Berdasarkan berurutan) m/c SIG

Tabel konversi DPMO ke nilai Sigma dapat tidak ada


crimper
dilihat dari Tabel 5: produk berubah
7 menginjak 7
schedule
5 245
posisi pergantian
produk
Tabel 5 Pengukuran level Sigma dan DPMO

PACKING
belt infeed

vacum mesin SIG cleaning


DPMO=(D/(UxO))x10^6
penyebabkecacatan(O)

Sigma='+NORM.S.INV((10^6-DPMO)/10^6)+1,5

tidak dapat coklat vacum tidak


3 5 7 105
Banyak berfungsi meleleh dilakukan
Banyak dengan baik secara kotinu
produk
produk
No. yang
yang control
diperiksa
defect (D) produk produk minim
(U) produk
bersingguangan 7 8 di proses 8 448
menyatu
satu sama lain coating
caramel
1 3,536,640 629,909.50 7 25444 3.4524
2 3,536,640 619,116.70 7 25008 3.4598 (Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015)
3 3,536,640 628,625.10 7 25392 3.4533
Tabel 6 menunjukkan bahwa item yang
4 3,536,640 624,948.20 7 25244 3.4558
5 3,536,640 614,225.50 7 24811 3.4632
memiliki nilai RPN tertinggi yaitu produk
6 3,536,640 609,234.70 7 24609 3.4667
yang masuk mesin SIG secara abnormal
7 3,536,640 605,812.90 7 24471 3.4691
dengan nilai RPN sebesar 560, dan item yang
8 3,536,640 617,301.00 7 24935 3.4611 memiliki nilai RPN tertinggi kedua adalah
9 3,536,640 615,574.80 7 24865 3.4623 produk bersinggungan satu sama lain dengan
10 3,536,640 622,488.90 7 25144 3.4575 nilai RPN 448, failure effect ini juga menjadi
11 3,536,640 615,972.20 7 24881 3.462 perhatian dalam melakukan improvement.
12 3,536,640 602,528.20 7 24338 3.4714
b. Defect Potongan Kasar
∑ 42,439,680 7,405,737.70 7 24929 3.4612
(Tabel 7 FMEA Defect Potongan Kasar)
(Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015)
N RP
TDE
Process

SEV

OCC

Potential Failure Potential


Current Controls
Didapatkan hasil bahwa nilai DPMO Effects Causes
book cream yang
proses Beng-Beng di Line 8 dalam periode juli dihasilkan tidak
7
book hancur
tidak dilakukan
7 control pada 5 245
sesuai dengan dicutting
2014 sampai juni 2015 dengan potensial defect P
standart
roll press
tidak ada
sebanyak 7 item dan memiliki nilai DPMO O
meja cutting
mengalami
proses
7 cutting tidak 5
schedule
7 245
T
sebesar 24,929, maka dari itu proses produksi O
deformasi sempurna
pergantian
meja cutting
N cream builder
Beng-Beng di Line 8 memiliki nilai Sigma G tidak dapat ukuran book inspeksi
8 cream tidak 8 dilakukan 7 448
pada level 3,46 Sigma. A berfungsi
N dengan baik standar secara visual
hasil
control
3. Tahap Analyze K pembentukan
A sheet tidak kekentalan
7 sheet pecah 7 7 343
S sesuai dengan adonan secara
Pada tahap analyze ini merupakan tahap A standar manual
R
pemeriksaan terhadap proses, fakta, dan data kekentalan
cream tidak
5
cream tidak
7
control
kekentalan
5 175
untuk mendapatkan pemahaman mengenai dapat dikontrol
dengan baik
standar cream secara
manual

mengapa suatu permasalahan terjadi dan dimana


terdapat kesempatan untuk melakukan perbaikan. (Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015)
Pembuatan Failure Mode and Effect Diagram Tabel 7 menunjukkan bahwa item yang
(FMEA) bertujuan untuk menganalisa kegagalan memiliki nilai RPN tertinggi atau ranking nomor
proses yang potensial dan mengevaluasi prioritas satu yaitu cream builder tidak dapat beroperasi
resiko untuk nantinya membantu penentuan secara stabil dengan nilai RPN sebesar 448, dan
tindakan yang sesuai item yang memiliki ranking tertinggi kedua
adalah hasil pembentukan sheet
112
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

tidak sesuai dengan standart yang ada dengan permasalahan yang ada, yaitu dengan
nilai RPN 343. memberikan antislip pada roll pengerak belt
pada mesin SIG Hal ini dilakukan untuk
4. Tahap Improvement menjaga stabilitas dari fungsi belt jalur infeed
Setelah mengetahui berbagai penyebab agar dapat berfungsi dengan baik, dapat dilihat
yang menimbulkan permasalahan pada proses pada Gambar 6.
produksi, maka langkah selanjutnya adalah
memperbaiki dan meningkatkan sistem
produksi yang telah ada. Menentukan rencana
perbaikan dengan 5W + 1H. Setelah penyebab
utama defect dalam proses produksi Beng-
Beng dapat diketahui yaitu defect terbesar
terjadi pada defect jenis packing. Gambar 6 Improvement Defect Packing
a. Defect Packing Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015
Tabel 8 5W + 1H Defect packing Masalah crimpher yang menginjak produk
Faktor Mas alah
juga disebabkan dari design infeed terlalu
WH EN
WHAT
WHO

WHY HOW WHERE


lebar, oleh karena itu perlu melakukan
memasang modifikasi forming box sesuai dengan alur
belt slip
antislip pada produk Beng-Beng Line 8 dengan speed mesin
5Desember201

roll penggerak
SIG 230 unit/menit, seperti pada Gambar 7:
Machine

MesinSIG

Maintenance

crimper belt feeding


menginjak design modifikasi plat
produk infeed infeed dan
produk menambah
terlalu guidance
lebar fleksible
produk
Desember2015

produk
masuk Infeed
Maintenance
Material

tertiup ekspand divider


feeder Mesin
blower dari 1,2 m
dalam Enrober
infeed menjadi 2m
posisi Caramel
caramel
menyatu

(Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015)

Pada fase improvement ini dilakukan Gambar 7 Improvement Defect Packing


analisa 5W + 1H dari permasalahan yang ada, Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015
pada defect jenis packing ini diketahui Dengan melakukan modifiasi pada forming
permasalahan yang ada mencakup beberapa box produk dengan posisi abnormal dapat
faktor machine dan material. langsung di injector dengan baik, sehingga tidak
Faktor Machine, masalah yang terjadi yang terjadi penyumbatan jalur produk pada forming
menimbulkan potensi defect pada proses adalah box. Faktor material, Improvement berikutnya
crimper pada mesin SIG yang meniginjak dalam menangani permasalahan pada adalah
produk yang disebabkan belt yang slip dari roll dengan melakukan expand pada divider di mesin
penggerak belt, Seperti pada Gambar 5: enrober caramel,.

Gambar 8 Defect Packing


Gambar 5 Defect Packing
Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015
(Sumber: Quality Control Report 2015)
Maka dari itu diambil bebrapa alternative
Dilakukan improvement untuk mengatasi
perikan dalam menyelesaikan dari
permasalahan ini dengan melakukan

113
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

ekspand divider sampai dengan proses clearing


produk setelah di cutting, sehingga pada proses
coating caramel produk berada dalam posisi
yang tepat dengan jarak antar produk yang
sesuai. Hasil improvement dengan melakukan
expand divider dilihat pada Gambar 9.

Gambar 11 Grooving sealingstrip Sumber:


Olah Data Six Sigma Project 2015
Dilakukan modifikasi terhadap grooving
sealingstrip agar dapat menyesuaikan
Panjang Divider 1,2 M Panjang dividier 2M
perubahan kekentalan adonan yang terjadi.
Gambar 9 Improvement Defect Packing
Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015
b. Defect Potongan Kasar
Tabel 9 5W + 1H Defect Potongan Kasar
WHAT
WHEN

WHY HOW WHERE


eMaintenancWHO

Faktor Masalah
Desember2015
Material

Grooving pada Ekspand sealing


Sheet Mesin
sealing strip strip dari 6mm
Gompal Baking Plate
terlalu besar menjadi 8mm
OperatorMaintenance
Machine

2015

Ada serpihan Memperbesar


Hopper
De se mbe
r2015

Desember

sheet dan dan membuat


Pelapisan Cream
bubble di filter pada
Builder
hopper hopper cream

cream tidak Pegas roll


rata bottom meja
Mesin
Gambar 12 Improvement Grooving
cream builder
tidak berfungsi
Buat checklist Cream Sealingstrip
Builder
secara
fleksible Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015
Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015 Faktor mesin juga menjadi permasalahan
pada defect ini, pelapisan cream dalam proses
Improvement yang dilakukan dalam untuk
book cream menjadi tidak berjalan dengan baik,
menyelesaikan masalah yang terjadi pada disebabkan oleh beberapa hal seperti ada bagian
defect potongan kasar, menggunakan analisa serpihan bubble pada sheet tersebut sehinga
5W + 1H, proses book cream tidak presisi, dan masalah
Faktor material dalam defect potongan kasar yang berikutnya roll press pada meja cream
ini meliputi sheet gompal dan cream yang builder tidak bekerja secara elastis, dibutuhkan
dihasilkan tidak sesuai standart yang ditentukan, kontrol secara continue pada pegas meja cream
sheet gompal terjadi karena grooving pada buider yang memiliki lifetime cukup singkat.
sealing strip terlalu besar sehingga
mempengaruhi cetakan sheet apabila kekentalan
adonan tidak sesuai dengan standar,

Gambar 10 Defect Potongan Kasar


Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015

Gambar 13 Failure Process Cream Builder

114
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2015 dengan menggunakan pareto chart,
diketahui presentase penyebab defect
Improvement yang dilakukan dalam
yang terjadi pada proses produksi Beng-
menyelesaikan penyebab pelapisan cream
Beng defect jenis packing dan potongan
yang tidak rata dengan memperbesar hopper
kasar mendominasi presentase defect
dan membuat filter cream agar bubble yang
terbesar yaitu sebesar 57%. Fase measure
terbawa pada sheet dapat di filter dengan baik,
diukur level Sigma, nilai DPMO dan
dan melakukan pergantian pegas roll bottom
secara continue. Hal ini dilakukan agar proses kapabilitas proses, Diketahui nilai DPMO
pelapisan cream dapat berjalan dengan baik. sebesar 24,929, dan level Sigma pada
proses produksi Beng-Beng regular di
5. Tahap control Line 8 sebesar 3,46 Sigma.
Tahap ini merupakan tahap akhir dari satu 2. Dalam upaya menentukan prioritas
siklus DMAIC. Pada tahap ini berisi validasi masalah dan melakukan tindakan
improvement yang telah dilakukan dengan improvement dalam upaya meningkatkan
kombinasi optimal yang telah didapatkan pada kualitas proses dilakukan pada Fase
dan bagaimana rancangan agar proses analyze, analisa Failure Mode and Effect
produksi yang dihasilkan nantinya tidak akan Diagram (FMEA) Faktor terjadinya defect
menyimpang dari kombinasi optimal yang packing disebabkan beberapa hal di
telah didapatkan. DPMO dan Level Sigma antaranya adalah: faktor mesin, yang
setelah improvement. Tabel 10 Pengukuran meneyebabkan defect yaitu produk naik
level Sigma Dan DPMO setlah dilakukan keatas finger dengan nilai RPN sebesar 560,
Improvement Periode Januari – Maret 2016 Factor terjadinya defect potongan kasar
adalah faktor mesin, book rusak atau hancur
penyebabdefect(O)

DPMO=(D/(UxO))x10^6

Sigma='+NORM.S.INV((10^6-DPMO)/10^6)+1,5

Banyak
pada proses cutting dengan nilai RPN 448
Banyak
produk
produk
dan Faktor material, yaitu masalah yang
No. yang
diperiksa
yang defect sering terjadi dengan sheet yang mudah
( D)
(U) pecah dengan nilai RPN 343. Fase
Improvement yang dilakukan dalam
1 3,536,640 486,149.70 7 19637 3.5613
2 3,536,640 479,128.10 7 19354 3.5673
menyelesaikan permasahan ini dengan
3 3,536,640 472,772.50 7 19097 3.5728 Faktor untuk mengurangi defect dengan
∑ 10,609,920 1,438,050.30 7 19363 3.5671 melakukan memberikan antislip pada belt
dan memodifiasi forming box dan
Sumber: Olah Data Six Sigma Project 2016
melakukan ekspand divider sampai dengan
proses clearing produk setelah di cutting.
Fase control dalam Six Sigma ini dilakukan 3. Dalam upaya mengetahui peningkatan
control pada periode tri wulan pertama, yaitu proses dengan pendekatan Six Sigma,
periode Januari-Maret 2016, di dapat nilai dilakukan pada Fase Control yang
DPMO dan level Sigma setelah permasalahan dilakukan dengan melakukan perhitungan
yang ada telah diselesaikan, dihitung nilai kembali nilai DPMO, level Sigma dan
DPMO mencapai angka 19363 dengan level kemampuan proses produksi setelah
Sigma 3.57, terjadi peningkatan level Sigma dilakukan pedekatan Six Sigma, dan
dari periode sebelumnya 3.46 Sigma Diketahui terjadi peningkatan level Sigma
setelah dilakukan pendekatan Six Sigma
ini menjadi ke level 3.57 Sigma dengan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
nilai DPMO 19363 dan kemampuan
Pada penelitian yang dilakukan di PT. proses dengan nilai Cpk 1 dan dianggap
Mayora Indah, Tbk dapat ditarik kesimpulan kemampuan proses produksi Beng-Beng
sebagai berikut: dianggap capable
1. Pendekatan Six Sigma DMAIC dalam
upaya meningkatkan kemampuan proses DAFTAR PUSTAKA
proses produksi Beng-Beng di Line 8 PT.
Mayora Indah, Tbk dengan mengurangi
DitjenNak. (2000). Panduan Pelatihan Total
tingkat terjadinya defect. Fase define
Quality Management Dan
diidentifikasi jenis defect yang terjadi
Meningkatkan Sistem-Sistem
selama proses lalu dilakukan analisa

115
JITMI Vol.1 Nomor 2 Oktober 2018 ISSN : 2620 – 5793

Organisasi. Jakarta: Direktorat Yang, K. (2005). Design for six sigma for
Jenderal Peternakan dan Kesehatan service. New York: McGraw Hill Professional.
Hewan, Kementerian Pertanian
Republik Indonesia.
Gaspersz, V. (2001). ISO Total Quality
Management. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Gaspersz, V. (2003). Sistem manajemen
kinerja terintegrasi Balanced
scorecard dengan six sigma untuk
organisasi bisnis dan pemerintah.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Gaspersz, V., & Fontana, A. (2007). Lean six


sigma for manufacturing and service
industries. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Goffnett, S. P. (2004). Understanding Six
Sigma implications for industry and
education. Journal of Industrial
technology, 20(4), 2-10
Heizer, J., & Render, B. (2006). Manajemen
Operasi (Edisi 7). Jakarta: Salemba.
Hidayat, A. (2007). Strategi six sigma: Peta
pengembangan kualitas dan kinerja
bisnis. Jakarta: PT Elexmedia
Komputindo.
Irawan, A. (2018). Analisa Persediaan Kapas
Sintetik Dalam Proses Produksi
Benang RHTO65Q12 47, 2 Dengan
Menggunakan Metode Economic
Order Quantity (Studi Kasus PT.
Kurabo Manunggal Textile Industries).
JITMI (Jurnal Ilmiah Teknik dan
Manajemen Industri), 1(1), 8-21.
Pande, P. S., Neuman, R. P., & Cavanagh, R. R.
(2000). The six sigma way,
Yogyakarta: Andi Offset.
Prawirosentono, S. (2007). Manajemen
Operasi Edisi keempat. Jakarta: Bumi
Aksara
Pyzdek, T. (2003). The Six Sigma handbook:
The complete guide for greenbelts,
blackbelts, and managers at all
levels, New York: McGraw-Hill
Companies.
Supriyono, S. (2018). ANALISA SISTEM
PENJAMINAN MUTU INTERNAL
PEMBIAYAAN PERGURUAN
TINGGI DENGAN PENDEKATAN
GAP ANALYSIS (STUDI KASUS:
PERGURUAN TINGGI X). JITMI
(Jurnal Ilmiah Teknik dan Manajemen
Industri), 1(1), 29-36.

116

Anda mungkin juga menyukai