Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu ukur tanah adalah bagian dari Ilmu Geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran dipermukaan bumi dan dibawah tanah untuk keperluan seperti
pemetaan dan penentuan posisi relatif sempit sehingga unsur kelengkungan bumi
dapat diabaikan. (Basuki, 2006)
Dalam pemetaan, Ilmu Ukur Tanah diperlukan dalam penyusunan pembuatan
peta yang apabila telah menjadi peta, akan sangat bermanfaat bagi seluruh disiplin
ilmu, mulai dari pengairan, perencanaan pembangunan, sampai pertanian. Jadi
Ilmu Ukur Tanah tersebut sangat diperlukan dalam berbagai disiplin ilmu sebagai
faktor penunjang yang sangat penting dalam terlaksanakannya suatu proyek.
(Bakosurtanal, 2005)

1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum


Adapun maksud dan tujuan dari praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu Ilmu Ukur Tanah.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui fungsi instrument pada waterpass.
3. Agar mahasiswa dapat mendirikan alat waterpass dengan baik dan benar.
4. Agar mahasiswa dapat membuat garis lurus dengan jalon.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara menghitung jarak, beda tinggi,
elevasi dan sudut.
6. Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran waterpass terbuka dan
dapat mengetahui perhitungan luas dan volume timbunan.
7. Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran waterpass tertutup dan
dapat mengetahui perhitungan luas dan volume galian.
8. Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran waterpass tertutup dan
mengetahui perhitungan luas dan volume timbunan.

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat yang kami dapat selama praktikum yaitu:
1. Mahasiswa dapat menginformasikan apa itu Ilmu Ukur Tanah.
2. Mahasiswa dapat menginformasikan fungsi instrument pada waterpass.
3. Mahasiswa dapat mendirikan alat waterpass dengan baik dan benar.
4. Mahasiswa dapat membuat garis lurus dengan jalon.
5. Mahasiswa dapat menghitung jarak, beda tinggi, elevasi dan sudut.

1
6. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran waterpass terbuka dan dapat
mengetahui perhitungan luas dan volume timbunan.
7. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran waterpass tertutup dan dapat
mengetahui perhitungan luas dan volume galian.
8. Mahasiswa dapat menghitung luas dan volume timbunan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ilmu Ukur Tanah


Ilmu Ukur Tanah adalah bagian dari Ilmu Geodesi yang mempelajari cara-
cara pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi
relatif atau absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya,
dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu
daerah. Ilmu ukur tanah bisa disebut juga plan surveying yaitu ilmu yang
mempelajari cara menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun
unsur manusia (mencakup seni dan teknologi) diatas permukaan yang dianggap
permukaan datar.
Ilmu Ukur Tanah secara praktis mempunyai tujuan menggambarkan
bayangan sebagian atau seluruh permukaan bumi kedalam suatu kertas yang di
sebut peta. Secara ilmiah, Ilmu Ukur Tanah mempunyai tujuan menentukan
bentuk bumi. Dalam Ilmu Ukur Tanah, pekerjaan pengukuran dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Ukur tanah datar (Plane Survey) adalah pengukuran yang tidak
memperhitungkan bentuk dan ukuran bumi. Plane Survey dilakukan pada
daerah yang tidak luas.
2. Geodesi (Geodetic Survey) adalah suatu pengukuran yang sudah
memperhitungkan bentuk dan ukuran bumi. Geodetic Survey dilakukan pada
daerah yang luas.
Alat-alat pendukung Ilmu Ukur Tanah mutlak dibutuhkan dalam setiap
pengukuran. Alat-alat tersebut disebut alat pengukuran. Petunjuk perlakuan umum
dalam penggunaan alat sebelum melakukan kegiatan pengukuran di lapangan
harus betul-betul dipahami oleh para pengguna alat Ilmu Ukur Tanah agar tidak
menggunakan alat secara sembarang dan bahkan bisa membahayakan alat
pengukuran. (Sosrosodarsono, 1997)

3
2.2 Arti Pentingnya Pengukuran Tanah pada Perencanaan Bangunan Sipil
Survei dan pemetaan mempunyai peranan yang penting di dalam pekerjaan
ketekniksipilan seperti pada pekerjaan proyek irigasi dan bangunan air, konstruksi
jalan dan jembatan, terowongan, saluran drainase perkotaan, pengembangan
wilayah kota, konstruksi pelabuhan kapal laut dan udara. Pekerjaan surveying dan
pemetaan mendahului dan mendampingi perencanaan dan pelaksanaan konstruksi
bangunan teknik sipil. (Tumewu, 1981)
Pekerjaan proyek di bidang teknik sipil dapat dibagi dalam tiga tahap:
1. Feasibility Study. Pada tahap ini akan dipelajari keuntungan dan kerugian
dinilai dari segi sosial, ekonomi, politik, teknik, kebudayaan, lingkungan dan
sebagainya untuk membenarkan dan memungkinkan proyek bersangkutan.
2. Perencanaan teknis berdasarkan pada pengumpulan data dan penyuluhan
untuk keperluan desain proyek baru atau perbaikan betterment proyek yang
kebutuhannya sudah tidak memenuhi syarat lagi. Target tahap ini adalah
untuk mendapatkan lokasi proyek terbaik yang sesuai dengan perencanaan.
3. Lokasi dan konstruksi bangunan-bangunan seperti: jembatan, terowongan,
dam, saluran irigasi, kompleks gedung-gedung dan sebagainya. (Tumewu,
1981).
Pada semua tahap di atas akan diperlukan informasi berupa peta dengan
ketelitian yang diperlukan, dengan resiko yang bisa diabaikan. Peta-peta untuk
setiap tahap akan berbeda dalam hal skala, metode pengukuran, macam dan
jumlah informasi dengan menggunakan teknik dan peralatan yang relevan. Jika
suatu pekerjaan harus diulangi karena tidak memenuhi ketelitian yang
dikehendaki, maka ini berarti bahwa biaya pengukuran akan menjadi kuadrat dari
rencana biaya pengukuran semula.
Secara umum, tujuan Ilmu Ukur Tanah ini adalah untuk :
1. Menentukan posisi sembarang bentuk yang berbeda di permukaan bumi.
2. Menentukan letak ketinggian (elevasi) segala sesuatu yang berbeda di atas
atau di bawah sebuah bidang, sebagai acuannya adalah permukaan air laut
yang tenang yang disebut Mean Sea Level (MSL).
3. Menentukan bentuk (konfigurasi) atau relief permukaan tanah beserta
luasnya.
4. Menentukan panjang, arah dan kedudukan (posisi) dari suatu garis yang
terdapat pada permukaan bumi yang merupakan batas dari suatu area tertentu.

4
(Tumewu, 1981)
Pengukuran tanah sangat diperlukan dalam kehidupan modern, terutama
oleh manusia karena hasil-hasilnya dipakai untuk :
1. Menentukan batas-batas suatu area tanah atau wilayah tertentu.
2. Sebagai dasar perencanaan dalam pekerjaan konstruksi seperti pembuatan
jembatan dan jalan, perencanaan bangunan, pembukaan hutan, tindakan yang
berhubungan dengan tanah, perencanaan irigasi dan sebagai lainnya.
3. Memetakan bumi (daratan dan perairan)
4. Menyiapkan peta navigasi perhubungan darat, laut dan udara
5. Memetakan batas-batas pemilikan tanah baik perorangan maupun perusahaan
dan tanah negara
6. Merupakan bank data yang meliputi informasi tata guna lahan dan sumber
daya alam untuk pengelolaan lingkungan hidup
7. Menentukan fakta tentang ukuran, bentuk, gaya berat dan medan magnet
bumi
Dibidang teknik sipil maupun pertambangan sangat memerlukan data yang
akurat untuk pembangunan jalan, jembatan, saluran irigasi, lapangan udara,
perhubungan cepat, sistem penyediaan air bersih pengkaplingan tanah perkotaan,
jalur pipa, penambangan, terowongan. Semua itu diperlukan pengukuran tanah
yang hasilnya berupa peta untuk perencanaan. Agar hasilnya dapat dipertanggung
jawabkan maka pengukuran harus dilakukan. (Tumewu, 1981).

2.3 Pengertian Pengukuran Sipat Datar


Pengukuran sipat datar adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah
titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah
perbedaan tinggi diatas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal.
Perbedaan tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada
pesawat yang ditunjukkan pada rambu yang vertikal.
Pengukuran sifat datar bertujuan menentukan beda tinggi antara titik-titik di
atas permukaan bumi secara teliti. Tinggi suatu objek di atas permukaan bumi
ditentukan dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang ketinggiannya dianggap
nol. Dalam geodesi, bidang ini disebut bidang geoid, yaitu bidang equipotensial
juga disebut bidang nivo. Bidang-bidang ini selalu tegak lurus dengan arah gaya
berat dimana saja dipermukaan bumi.
Beda tinggi dipermukaan bumi dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain:

5
1. Sipat datar (spirit levelling)
2. Takhimetrik (tachymetric levelling)
3. Trigonometrik (trigonometric levelling)
4. Barometrik (barometric levelling)
Istilah sipat datar disini berarti konsep penentuan beda tinggi antara dua titik
atau lebih dengan garis bidik mendatar atau horizontal yang diarahkan pada
rambu-rambu yang berdiri tegak atau vertikal. Sedangkan alat ukurnya dinamakan
dengan waterpass atau pesawat penyipat datar (Basuki, 2006)

Gambar 2.1 Metode Sipat Datar (Spirit Levelling)

Gambar 2.2 Metode Trigonometrik (Trigonometric Levelling)


Dari keempat cara diatas, ada 2 cara yang biasa atau sering digunakan untuk
melakukan pengukuran beda tinggi dipermukaan bumi yaitu metode sipat datar
(spirit levelling) dan metode Trigonometrik (trigonometric levelling).

2.4 Metode Double Stand


Metode Double Stand adalah pengukuran yang dilakukan untuk mencari
beda tinggi suatu wilayah dengan cara dua kali mendirikan alat waterpass.

6
Kegunaan pengukuran ini adalah untuk mengurangi maupun menjadi koreksi agar
kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran, sehingga alat didirikan dua kali
dapat diminimalisir agar tidak mengulang kembali hasil data yang didapat
sebelumnya.

Gambar 2.3 Sketsa Metode Double Stand

2.5 Rumus Dalam Perhitungan Perbedaan Tinggi


Adapun beberapa rumus yang digunakan dalam perhitungan untuk mencari
perbedaan tinggi, sebagai berikut:
1. Rumus Koreksi Benang Tengah (BT ) :

(1)
2. Rumus Beda Tinggi ( :

(2)

3. Rumus Jarak :
(3)

4. Rumus Koreksi Total:


(4)

5. Rumus Koreksi per Titik:


(5)

6. Rumus Koreksi Elevasi:


(6)

7
Keterangan :

= Benang Tengah

= Benang Atas

= Benang Bawah

= Beda Tinggi

= Benang Tengah Bacaan Belakang

= Benang Tengah Bacaan Muka

= Patok ke-n

2.6 Luas Penampang dan Volume Timbunan


Di dalam matematika khususnya Ilmu Ukur Tanah, luas penampang ialah
bentuk yang diperoleh bila sebuah benda atau permukaan (diiris) oleh sebuah
bidang datar tertentu. Biasanya bidang datar ini melewati salah satu sumbu benda
itu, dan karenanya tegak lurus dengan sumbu yang lainnya. Penampang melintang
diperoleh apabila bidang itu tegak lurus atau hampir tegak lurus terhadap sumbu
utama benda.
Sedangkan prinsip hitungan volume adalah 1 (satu) luasan dikalikan dengan 1
(satu) wakil tinggi. Apabila ada beberapa luasan atau beberapa tinggi, maka dibuat
wakilnya, misalnya dengan merata-ratakan luasan ataupun merata-ratakan
tingginya. Ada beberapa cara atau metode untuk menghitung volume tanah baik
timbunan yang harus ditambahkan maupun galian yang harus diambil tanahnya
yaitu dengan cara menggunakan rumus untuk luas penampang dan volume
timbunan sebagai berikut:
1. Rumus Luas Penampang (A):

(7)

8
Gambar 2.4 Metode Perhitungan Luas Penampang
7. Rumus Volume Timbunan (V):
(8)

Gambar 2.5 Metode Perhitungan Volume


Keterangan :
A1/A2 = Luas penampang A1 dan A2
d = Jarak Antara Penampang A1 dan A2
t = Tinggi

2.7 Kesalahan-Kesalahan dalam Pengukuran


Kesalahan dalam pengukuran dalam melakukan pengukuran kemungkinan
terjadi kesalahan pastilah ada, dimana sumber kesalahan atau permasalahan
tersebut, antara lain:
1. Kesalahan yang bersumber dari pengukur kurangnya ketelitian mata dalam
pembacaan alat waterpass, yaitu pembacaan benang atas, benang bawah, dan
benang tengah. Adanya emosi dari pengukur akibat rasa lapar sehingga
tergesa-gesa dalam melakukan pengukuran dan akhirnya terjadi kesalahan
mencatat.
2. Kesalahan yang bersumber dari alat pita ukur yang sering dipakai mempunyai
tendensi panjangnya akan berubah, apalagi jika menariknya terlalu kuat.
Sehingga panjang pita ukur tidak betul atau tidak memenuhi standar lagi.

9
Putusnya pita ukur akibat terlalu kencangnya menarik pita ukur, sehingga
panjang pita ukur bergeser (berkurang).
3. Kesalahan yang bersumber dari alam. Adanya angin yang membuat rambu
ukur terkena hembusan angin, sehingga tidak dapat berdiri dengan tegak.
Angin yang merupakan faktor alam, membuat pita ukur menjadi susah
diluruskan, sehingga jarak yang didapatkan menjadi lebih panjang daripada
jarak sebenarnya.
Secara konvensional kesalahan dikategorikan ke dalam tiga jenis yaitu
kesalahan besar (gross error), kesalahan sistematik (systematic error) dan
kesalahan acak (random / accidental error).
1. Kesalahan Besar (Gross Error),
Karakteristik pada kesalahan ini yaitu nilai pengukuran menjadi sangat
berbeda bila dibandingkan dengan nilai ukuran yang seharusnya. Sumber
kesalahannya yaitu karena kesalahan personal (kecerobohan pengukur) yang
menyebabkan hasil pengukuran yang tidak homogen. Cara penanganannya
yaitu harus dideteksi dan dihilangkan dari hasil pengukuran. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan besar ini
yaitu, cek secara hati-hati semua objek yang akan diukur, melakukan
pembacaan hasil ukuran secara berulang untuk mengecek kekonsistenan data,
memverifikasi hasil yang dicatat dengan yang dibaca, mengulangi seluruh
pengukuran secara mandiri untuk mengecek kekonsistenan data, penggunaan
rumus aljabar atau geometrik sederhana untuk mengecek kebenaran hasil
ukuran.
2. Kesalahan Sistematik (Systematic Error),
Karakteristik pada kesalahan ini yaitu terjadi berdasarkan sistem tertentu
(deterministic system) yang dapat dinyatakan dalam hubungan fungsional
tertentu dan mempunyai nilai yang sama untuk setiap pengukuran yang
dilakukan dalam kondisi yang sama. Sumber kesalahannya yaitu terjadi
karena kesalahan alat sehingga menyebabkan hasil pengukuran menyimpang
dari hasil pengukuran yang seharusnya. Cara penanganannya yaitu harus
dideteksi dan dikoreksi dari nilai pengukuran. Contohnya dengan melakukan

10
kalibrasi alat sebelum pengukuran. Kesalahan sistematik dapat dieliminasi
dengan melakukan kalibrasi peralatan dan menggunakan metode tertentu.
3. Kesalahan Acak (Random Error),
Karakteristik pada kesalahan ini yaitu kesalahan yang masih terdapat pada
pengukuran setelah kesalahan besar dan kesalahan sistematik dihilangkan dan
tidak memiliki hubungan fungsional yang dapat dinyatakan dalam model
deterministik, tetapi dapat dimodelkan menggunakan model stokastik
(berdasarkan teori probabilitas). Sumber kesalahannya yaitu terjadi karena
kesalahan personal, alat, dan alam. Tidak dapat dihilangkan tetapi dapat
diminimalkan dengan melakukan pengukuran berulang (redundant
observations). (Sumantri, 2011)

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat Praktikum dan Jumlah
Alat Praktikum dan jumlah yang dipergunakan pada praktikum Ilmu Ukur
Tanah 1 yaitu:
Tabel 3.1 Mendirikan Alat Waterpass

No Nama Alat Jumlah Satuan


1 Waterpass 1 Buah
2 Rambu Ukur 2 Buah
3 Statif Rambu 2 Buah
4 Formulir Data 1 Lembar
5 Payung 1 Buah
6 Papan Data 1 Buah
7 Statif / Tripod Alat 1 Buah
8 Meteran 100 Meter 1 Buah

Tabel 3.2 Langkah Pelurusan


No Nama Alat Jumlah Satuan
1 Waterpass 1 Buah
2 Rambu Ukur 2 Buah
3 Jalon 6 Buah
4 Formulir Data 1 Lembar
5 Payung Alat 1 Buah
6 Papan Data 1 Buah
7 Statif / Tripod Alat 1 Buah
8 Meteran 30M 1 Buah
9 Penta Prisma 1 Buah
10 Baju Rompi 7 Buah
11 Helm Safety 7 Buah
12 Unting-unting 1 Buah

Tabel 3.3 Pengukuran Waterpass Terikat pada 1 Titik


No Nama Alat Jumlah Satuan
1 Waterpass 1 Buah
2 Rambu Ukur 2 Buah

12
3 Patok Kayu 3 Buah
4 Formulir Data 1 Lembar
5 Payung Alat 1 Buah
6 Papan Data 1 Buah
7 Statif / Tripod Alat 1 Buah
8 Meteran 100M 1 Buah
9 Kompas 1 Buah
10 Baju Rompi 7 Buah
11 Helm Safety 7 Buah
12 Paku Payung 2 Buah

Tabel 3.4 Pengukuran Waterpass Terikat pada 2 Titik


No Nama Alat Jumlah Satuan
1 Waterpass 1 Buah
2 Rambu Ukur 2 Buah
3 Patok 3 Buah
4 Formulir Data 1 Lembar
5 Payung Alat 1 Buah
6 Papan Data 1 Buah
7 Statif / Tripod Alat 1 Buah
8 Meteran 100M 1 Buah
9 Kompas 1 Buah
10 Baju Rompi 7 Buah
11 Helm Safety 7 Buah
12 Paku Payung 2 Buah

Tabel 3.5 Pengukuran Waterpass Terbuka


No Nama Alat Jumlah Satuan
1 Waterpass 1 Buah
2 Rambu Ukur 2 Buah
3 Patok 3 Buah
4 Formulir Data 1 Lembar
5 Payung Alat 1 Buah
6 Papan Data 1 Buah
7 Statif / Tripod Alat 1 Buah
8 Meteran 100M 1 Buah
9 Kompas 1 Buah

13
10 Baju Rompi 7 Buah
11 Helm Safety 7 Buah
12 Paku Payung 2 Buah
13 Unting-unting 1 Buah
14 Palu 1 Buah

Tabel 3.6 Pengukuran Waterpass Tertutup Terikat pada 1 Titik (Tugas Besar)
No Nama Alat Jumlah Satuan
1 Waterpass 1 Buah
2 Rambu Ukur 2 Buah
3 Patok 3 Buah
4 Formulir Data 1 Lembar
5 Payung Alat 1 Buah
6 Papan Data 1 Buah
7 Statif / Tripod Alat 1 Buah
8 Meteran 100M 1 Buah
9 Kompas 1 Buah
10 Helm Safety 7 Buah
11 Baju Rompi 7 Buah

3.2 Pengenalan Alat Praktikum


1. Waterpass
Adalah alat ukur yang berfungsi untuk menentukan tingkat ketegakan suatu
permukaan. Alat ini biasanya digunakan untuk mengukur perbedaan ketinggian
antara satu titik acuan ke titik acuan yang lainnya. Bermacam-macam jenis
waterpass kini sudah diciptakan untuk mempermudah mendapatkan hasil
pengukuran yang akurat, namun semuanya tetap memiliki kegunaan yang sama.

Sekrup Fokus
Visir (a)
Benang (e)

Lensa Okuler (f)


Lensa Objektif
(b)
Cermin Nivo (g)
Sekrup
Penggerak Halus Nivo (h)
(c)
Lingkaran Sudut (i)
Sekrup ABC (d)
Plat Dasar (j)

14
Gambar 3.1 Waterpass Tipe Nikon AZ-1S

Bagian-bagian dari Waterpass.


a. Visir, membantu proses pembidikan suatu objek secara objek secara
kasar sehingga berlangsung lebih cepat
b. Lensa Objektif, menerima objek yang dibidik
c. Sekrup Penggerak Halus, untuk menggerakkan pesawat arah horizontal
supaya kedudukan benang tepat pada objek yang dibidik
d. Skrup ABC, untuk mengetahui tingkat suatu pesawat pada sumbu
vertikal.
e. Sekrup Fokus Benang, mengatur tingkat kejelasan benang
f. Lensa Okuler, mempunyai kegunaan untuk mengamati objek yang
dibidik
g. Cermin Nivo, memantulkan bayangan nivo
h. Nivo, mengetahui tingkat kedataran alat
i. Lingkaran Sudut, mengetahui sudut horizontal objek
j. Pelat dasar, untuk landasan duduk pesawat (waterpass).
2. Statif / Tripod Alat
Merupakan tempat dudukan alat dan untuk menstabilkan alat seperti
waterpass, alat ini mempunyai tiga kaki yang sama panjang dan bisa diubah
ketinggiannya.

Gambar 3.2 Statif / Tripod Alat


3. Kompas
Merupakan alat navigasi penunjuk arah sesuai dengan magnetik bumi secara
akurat. Kompas berfungsi mengukur kedudukan suatu unsur struktur geologi dan
untuk menentukan arah utara (0°) pada waterpass.

15
Gambar 3.3 Kompas Tangan
4. Meteran
Juga dikenal sebagai pita ukur atau bias disebut juga sebagai roll meter.
Meteran berfungsi untuk mengukur panjang suatu lintasan atau ketebalan suatu
lapisan.

Gambar 3.4 Meteran

5. Jalon
Berfungsi sebagai alat bantu untuk menentukan titik pada pelurusan suatu
lintasan.

Gambar 3.5 Jalon


6. Unting-unting
Berfungsi untuk menyetel dasar sumbu pertama terhadap titik tempat
berdirinya waterpass.

16
Gambar 3.6 Unting-unting
7. Payung
Berfungsi untuk melindungi waterpass dari paparan sinar matahari maupun
terpaan hujan.

Gambar 3.7 Payung

8. Patok
Berfungsi untuk memberi tanda pada titik ukur, titik bantu dan sebagai tempat
berdirinya rambu ukur ketika keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk
berdirinya rambu ukur secara normal.

Gambar 3.8 Patok Kayu


9. Papan data
Berfungsi sebagai alas untuk mencatat hasil pembacaan data saat melakukan
pengukuran di lapangan.

17
Gambar 3.9 Papan Data

10. Rambu ukur


Berfungsi sebagai objek oleh waterpass untuk mendapatkan data-data bacaan
benang.

Gambar 3.10 Rambu Ukur


11. Paku payung
Berfungsi sebagai alat pengganti patok untuk menentukan titik pada
pengambilan data yang diinginkan dilapangan.

18
Gambar 3.11 Paku Payung

12. Godam
Berfungsi sebagai alat bantu untuk mempermudah menancapkan patok pada
suatu titik yang diinginkan.

Gambar 3.12 Godam

13. Helm Safety


Berfungsi untuk melindungi kepala agar terhindar dari kejatuhan barang dan
meminimalisir cedera yang akan menerpa.

19
Gambar 3.13 Helm Safety

14. Baju Safety


Berfungsi sebagai APD (Alat Pelindung Diri) karena terbuat dari bahan
polyester dan dilengkapi dengan reflector atau pemantul cahaya.

Gambar 3.14 Baju Safety


3.3 Metode Praktikum
Adapun langkah kerja yang digunakan selama praktikum Ilmu Ukur Tanah 1
yaitu:
3.3.1 Langkah Kerja Mendirikan Alat
Adapun langkah kerja mendirikan alat sebagai berikut:
1. Pertama siapkan terlebih dahulu alat-alat yang digunakan.

20
2. Dirikan rambu terlebih dahulu, caranya adalah tekan tombol yang ada
di belakang rambu, lalu tarik rambu ke atas hingga berbunyi klik,
jangan lupa saat menarik rambu harus berhati-hati.
3. Carilah titik atau tempat untuk meletakkan rambu ukur dan rambu ukur
dapat dibaca menggunakan waterpass dan posisikan rambu ukur tegak
lurus, tegakkan rambu ukur dengan kaki tiga rambu ukur.
4. Persiapkan statif, buka tali ikatan pengaman statif, kemudian buka
setiap kaki statif, angkat statif hingga dagu, lalu kunci setiap kaki statif.
5. Letakkan salah satu kaki statif kemudian tarik dua kaki statif yang
lainnya hingga membentuk segitiga sama kaki. Posisikan statif hingga
datar. Jika sudah terlihat datar, injak masing-masing kaki statif.
6. Persiapkan waterpass, buka kotak penyimpanan waterpass, angkat
waterpass dengan perlahan, kemudian letakkan alat ke atas statif yang
sudah berdiri, kemudian kunci alat menggunakan skrup pengunci yang
ada di kaki statif kemudian tutup kembali kotak penyimpanan
waterpass.
7. Aturlah alat hingga datar, caranya adalah atur gelembung nivo yang ada
di nivo kotak hingga berada di tengah-tengah, atur gelembung nivo
menggunakan skrup ABC. Jika gelembung nivo sudah berada di tengah-
tengah setelah diputar 90o sebanyak 4 kali atau 4 arah, maka waterpass
sudah dalam keadaan datar.
8. Jika alat sudah dalam keadaan datar, maka alat siap untuk digunakan
dalam pelaksanaan pengukuran dan pembacaan benang, caranya adalah
arahkan waterpass menuju utara menggunakan kompas kemudian
derajat atau azimuth nya dijadikan 0o. Kemudian putar alat atau arahkan
alat menuju rambu ukur yang pertama searah jarum jam. Kemudian
baca BA, BB, BT dan sudut.
9. Jika sudah membaca benang rambu pertama selanjutnya arahkan alat
menuju rambu kedua searah jarum jam, dan lakukan pembacaan benang
seperti membaca benang pada rambu yang pertama. Jangan lupa
membaca sudut.
10. Disetiap pembacaan benang harus ada juru tulis untuk mencatat setiap
data di formulir data yang telah disediakan.
11. Untuk mendapatkan hasil beda tinggi, gunakan rumus:

21
12. Jika sudah selesai melakukan pembacaan benang. Skrup ABC diputar
hingga sejajar dengan garis yang ada di masing-masing skrup ABC.
13. Kemudian lepas pengunci alat yang ada di statif. Kemudian angkat alat
secara perlahan. Kemudian letakkan alat ke dalam kotak penyimpanan
waterpass dengan perletakannya yang tepat. Jangan sampai tidak tepat
karena mengakibatkan waterpass rusak. Kemudian tutup kembali kotak
penyimpanan alat.
14. Buka skrup pengunci kaki statif kemudian turunkan kaki statif,
kemudian kunci kaki statif, lalu tutup kembali kaki statif. Ikat kembali
kaki statif tersebut menggunakan tali pengaman statif.
15. Lepaskan rambu ukur dari kaki tiga rambu ukur, kemudian masukan
kembali rambu ukur tadi dengan menekan tombol pada rambu ukur tadi
dan jangan sampai tombol tersebut patah. Setelah itu simpan rambu
ukur ke dalam sarung rambu ukur.
16. Kemudian periksa kembali alat-alat yang telah digunakan tadi, sebelum
menyimpan alat-alat tersebut ke dalam lab. Jika sudah diperiksa,
kembalikanlah alat-alat tersebut ke dalam lab dengan rapi.

3.3.2 Langkah Kerja Pelurusan


Adapun langkah kerja pelurusan yaitu sebagai berikut :
1. Pertama siapkan alat-alat yang akan digunakan pada kegiatan pelurusan
terlebih dahulu.
2. Luruskan jalon yang akan ditancapkan pada titik A dengan jalon
patokan (jalon dosen) menggunakan penta prisma dengan cara berdiri di
antara jalon A dengan jalon patokan. Pastikan penta prisma sejajar
dengan jalon patokan. Akan terlihat jalon patokan pada cermin penta
prisma di salah satu sisi, kemudian sejajarkan jalon yang akan
ditancapkan di titik A dengan cara cermin penta prisma pada bagian
satunya.
3. Tancapkan jalon pada titik A setelah dipastikan sejajar menggunakan
penta prisma dengan jarak ± 2 meter dari jalon patokan.
4. Ukur dari jalon A ke arah depan dengan jarak 20 meter, setelah
ditemukan titik 20 meter, tancap jalon B di titik tersebut.

22
5. Setelah jalon A dan B dipastikan lurus oleh pengomando pelurusan,
tancapkan jalon 1, 2, 3 dan 4 dengan jarak yang tidak ditentukan
(pastikan lurus mengikuti arahan pengomando).
6. Jika jalon A, 1, 2, 3, 4 dan B sudah lurus, ukur jalon dari jalon A ke
jalon 1, jalon 1 ke jalon 2 dan seterusnya.
7. Jika sudah mendapat jaraknya, tulis hasil jarak tersebut di formulir
pelurusan (pergi).
8. Setelah semua data telah ditulis dan dihitung.
9. Lakukan pencabutan jalon, kemudian tancapkan kembali jalon-jalon
dari arah sebaliknya dengan langkah yang sama, akan tetapi tidak boleh
tancapkan jalon di titik yang sama dan tulis hasil jarak di formulir
pelurusan (pulang).
10. Setelah semua data telah ditulis kemudian hitung data tersebut.
11. Cabut seluruh jalon kemudian tandai jalon A (di titik tersebut)
menggunakan paku payung, kemudian tandai jalon B (di titik tersebut)
menggunakan paku payung.
12. Dirikan alat di titik A (tepat di atas titik). Centering alat menggunakan
unting-unting agar berada tepat di atas paku payung.
13. Setelah alat sudah siap, dirikan rambu ukur tepat di atas titik B
(pastikan sejajar dan tegak lurus).
14. Lakukan penembakan, kemudian baca BA, BB, BT kemudian catat
hasil pembacaan benang di formulir.
15. Bandingkan hasil penembakan dengan hasil pengukuran jalon.
16. Jika sudah selesai melakukan kegiatan pelurusan, bersihkan dan rapikan
alat, kemudian kembalikan alat ke tempat semula.

Gambar 3.15 Sketsa Praktikum Pelurusan

23
3.3.3 Langkah Kerja Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat pada Satu
Titik
Adapun langkah kerja pengukuran waterpass terbuka terikat pada satu titik
yaitu sebagai berikut :
1. Siapkan alat untuk digunakan pada praktikum pengukuran waterpass
terbuka terikat pada satu titik terlebih dahulu.
2. Tentukan titik awal pengukuran (BM) yang digunakan.
3. Pasang P1 dan P2. Jarak BM ke P1 adalah 25 meter dan P1 ke P2
adalah 25 meter. Jika kondisi di lapangan tidak memungkinkan, maka
jarak antar patok menyesuaikan.
4. Dirikan statif dan centering alat di antara titik BM dan patok 1 dengan
jarak (kira-kira) di tengah antara BM dan P1. Perhatikan posisi
kelompok lain, jangan sampai berbentrokan.
5. Lakukan penembakan dengan (kondisi pulang). Posisikan sudut
waterpass ke utara = 0o. Rambu ukur diletakkan di atas P1, kemudian
arahkan waterpass ke P1 sebagai bacaan belakang kondisi pulang. Baca
BT, BA dan BB, hasilnya dicatat oleh juru tulis secara teliti. Juru tulis
memeriksa hasil bacaan dengan rumus BT = ½ BA + BB. Jika hasil
pembacaan tidak tepat, pembacaan rambu ukur diulang kembali.
6. Setelah titik P1 dibaca, kemudian dirikan rambu ukur di atas baut BM.
Arahkan alat ke titik BM sebagai bacaan muka pada kondisi pulang.
Lakukan pembacaan benang dan pemeriksaan BT. Jangan lupa untuk
mengukur tinggi patok dan catat ke dalam formulir. Jangan lupa baca
sudut BM dan P1. Hitung ∆H pulang.
7. Ukur jarak dari alat ke titik (jarak alat ke BM dan jarak alat ke P1)
dengan menggunakan meteran secara teliti. Hitung juga menggunakan

jarak optis dengan rumus , hitung juga ∆H

pulang dengan rumus


8. Alat dipindahkan sedikit dari posisi pertama saat kondisi pergi dengan
radius 0,5 sampai 1 meter dari titik awal. Jangan lupa sebelum
memindahkan alat waterpass stabilkan terlebih dahulu. Kemudian
centering alat, posisikan sudut ke arah utara = 0o. Rambu ukur
diletakkan diatas BM kemudian alat diarahkan ke BM sebagai bacaan

24
belakang kondisi pergi. Baca BA, BB, BT, hasilnya dicatat oleh juru

tulis, jangan lupa checking BT dengan rumus


9. Masih kondisi pergi setelah BM dibaca kemudian dirikan rambu pada
P1 arahkan alat ke P1 sebagai bacaan muka kondisi pergi. Lakukan
pembacaan benang dan sudut.
10. Ukur jarak dari alat ke titik menggunakan meteran secara teliti dan
hitung menggunakan rumus jarak optis. Hitung juga ∆H kondisi pergi
dengan rumus

11. Ketentuan selisih ∆H pulang dan ∆H pergi ≤ 0,002 meter dan tanda ∆H
pulang berlawanan dengan tanda ∆H pergi. Jika terpenuhi maka alat
boleh dipindahkan di antara P1 dan P2.
12. Lakukan lagi langkah yang sama seperti langkah No. 4 – 11 untuk patok
selanjutnya.
13. Jika sudah selesai dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, kembalikan dan
rapikan alat dengan baik dan benar.

Gambar 3.16 Sketsa Praktikum Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat


pada Satu Titik
3.3.4 Langkah Kerja Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat pada Dua
Titik

25
Adapun langkah kerja pengukuran waterpass terbuka terikat pada dua titik
yaitu sebagai berikut:
1. Siapkan alat untuk digunakan pada praktikum pengukuran waterpass
terbuka terikat pada dua titik terlebih dahulu.
2. Pasang P1, jarak antara BM1 ke patok tidak ditentukan. Setiap jarak
diukur dan dicantumkan.
3. Lalu dirikan alat di antara BM1 dan P1. Kemudian centering alat
(perhatikan posisi alat jangan sampai mempersulit diri sendiri atau
orang lain).
4. (Kondisi pulang) letakkan rambu ukur di atas P1 kemudian waterpass
diarahkan ke P1 sebagai bacaan belakang kondisi pulang. Pastikan
selalu set utara. Baca BT, BA, BB dan sudut.
5. (Masih kondisi pulang) lalu dirikan rambu di atas BM 1, arahkan alat ke
BM3 sebagai bacaan muka kondisi pulang. Baca BA, BT, BB dan sudut.
6. Kemudian pasang unting-unting di tengah alat, lalu tandai dengan
isolasi kertas dan spidol. Setelah itu ukur jarak dari alat ke titik
menggunakan meteran. Lalu catat data tersebut di formulir. Hitung ∆H
pulang.
7. (Kondisi pergi) pindahkan alat dari kondisi pulang dengan radius ± 1
meter. Jangan lupa sebelum memindahkan alat stabilkan terlebih dahulu
waterpass. Saat memindahkan alat juga harus sangat berhati-hati agar
alat tidak jatuh. Centering alat lalu letakkan rambu ukur di BM1, set
utara = 0o waterpass kemudian arahkan waterpass ke BM2 baca BA,
BT, BB dan sudut.
8. Kemudian pasang unting-unting ditengah alat lalu ditandai dengan
isolasi kertas dan spidol. Setelah itu ukur jarak dari alat ke titik
menggunakan meteran dengan teliti. Kemudian hitung ∆H pergi.
Dengan ketentuan selisih ∆H pulang dan ∆H pergi ≤ 0,002 meter dan
tanda ∆H pulang berlawanan dengan tanda ∆H pergi. Jika terpenuhi
lakukan cross section.
9. (Masih kondisi pergi) lakukan pengambilan data pengukuran profil
melintang (cross section) setelah syarat ∆H sesuai. Semua kelompok
melakukan pengukuran melintang di P1 saja pada saat alat kondisi pergi
di antara BM2 sampai P1. Untuk crossing titik 0 meter pada P1.
Bentangkan meteran sepanjang daerah yang akan di crossing. Sehingga

26
jarak komulatif jarak antar titik yang di cross (P1 ke as jalan, as jalan ke
1, 1 ke 2) dapat diperoleh (jaraknya menyesuaikan kondisi di lapangan)
daerah cross:
a. Jalan atau daerah aspal = ujung bahu kiri jalan, ujung aspal kiri
jalan, patok 1, as aspal, ujung aspal kanan, ujung bahu aspal kanan.
b. daerah dengan perbedaan ketinggian = sesuai dengan penampang
daerahnya. Posisikan di daerah lembah atau cekungan dan posisi
pucuk atau puncak. Jumlahnya menyesuaikan.
14. Lakukan langkah sebelumnya untuk patok-patok berikutnya.
15. Jika sudah selesai melaksanakan praktikum tersebut bersihkan dan
rapikan alat kemudian kembalikan alat ke tempat semula.

Gambar 3.17 Sketsa Praktikum Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat


pada Dua Titik

3.3.5 Langkah Kerja Pengukuran Waterpasss Terbuka Tidak Terikat (1


Kali) Berdiri Alat Diantara 2 Patok Titik Crossing P1 dan P2)
Adapun langkah kerja pengukuran waterpass terbuka tidak terikat (1 kali)
berdiri alat diantara 2 patok titik crossing P1 dan P2) yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan titik awal P1 dan P2 (titik akhir) jarak bebas.
2. Gambar sketsa lokasi dan persiapan dokumentasi.
3. Dirikan statif alat dan centering alat diantara P1 dan P2 jarak bebas
ditengah-tengah.

27
4. (Kondisi Pulang) posisikan waterpass utara 0°. Rambu ukur diletakkan
diatas P1. Baca P1 sebagai bacaan belakang. Baca BA, BB, BT dan
azimuth (jangan lupa checking BT). Selanjutnya tentukan jarak optis.
5. Dirikan rambu pada P1 bacaan muka, baca BA, BT, BB dan sudut
(checking BT dan hitung jarak optis).
6. Hitung
7. (Kondisi Pergi) Alat dipindah sedikit dari posisi pertama radius 0,5-1
meter. Centering waterpass posisi utara 0°.
8. Rambu ukur diatas P1, arahkan waterpass ke P1 baca BA, BB, BT dan
sudut (lakukan checking BT dan hitung jarak optis).
9. Setelah titik P1, tembak rambu P2 sebagai bacaan muka. Baca BA, BT,
BB dan azimuth (lakukan checking BT dan hitung jarak optis).
10. Hitung
11. Ketentuan selisih pulang dan pergi Tanda keduanya

harus berbeda (positif-negatif).


12. Lakukan crossing dalam keadaan pergi. 0 meter adalah patok, bentang
meteran sepanjang daerah yang akan di crossing. Jarak dapat ditentukan
dengan meteran.
a. Jarak setiap 1 meter jika tidak ada perbedaan ketinggian.
b. Jarak dengan perbedaan ketinggian sesuai penampang daerahnya.
c. Untuk sungai sesuaikan penampangnya.
d. Titik 1, 2, 3 dan seterusnya. dan titik A, B, C dan seterusnya. adalah
posisi rambu berdiri untuk cross section.
13. Sesuaikan crossing P1. Lanjutkan hal yang sama (langkah l) pada P2
dengan kondisi alat masih slag kondisi pergi.
14. Cek kembali data dan bersihkan peralatan kemudian antar ke
laboratorium.

28
Gambar 3.18 Sketsa Praktikum Pengukuran Waterpass Terbuka Tidak Terikat
pada Dua Titik

3.3.6 Pengukuran Waterpass Tertutup (Dimulai Dari Patok 1 dan Kembali Ke


Patok 1, Jumlah Patok 8)
Adapun langkah kerja pengukuran waterpass tertutup (dimulai dari patok
1 dan kembali ke patok 1, jumlah patok 8) yaitu sebagai berikut:
1. Siapkan alat-alat yang akan kita gunakan.
2. Menentukan titik awal (P1) dan titik akhir (P8) pengukuran yang akan
digunakan dengan jarak bebas (meter).
3. Menggambar sketsa lokasi dan persiapan dokumentasi.
4. Memasang P1, P2, P3, P4….. dan P8, jarak patok tidak ditentukan
(menyesuaikan jarak ke posisi kelompok) setiap jarak diukur manual
dicantumkan.
5. Dirikan statif dan centering alat waterpass diantara P1 dan P2 atur
derajat sudut kearah utara 0° dengan bantuan kompas.
6. (Kondisi Pulang) rambu ukur diletakkan diantara P1 dan P2 kemudian
arahkan alat ke P1, sebagai bacaan belakang kondisi pulang. Pastikan
saat awal berdiri selalu centering 0°, baca BA, BT, BB serta sudut
azimuth (checking BT dan hitung jarak optis). Lakukan pembacaan
bacaan muka pada P2.

29
7. (Kondisi Pergi) Setelah titik P1 dan P2 dibaca, kemudian pindahkan
alat radius 0,5-1 meter, lakukan pembacaan benang pada P2 terlebih
dahulu kemudian P1, setelah itu lanjutkan dengan crossing P2.
8. Lakukan hal yang sama pada patok P3, P4, P5 dan seterusnya sampai
kembali ke P1.

Gambar 3.19 Sketsa Praktikum Pengukuran Waterpass Tertutup

3.4 Waktu dan Tempat Praktikum


Adapun waktu dan tempat praktikum tugas 1 sampai tugas 8 yaitu sebagai
berikut :
1. Judul : - Bagian-bagian dan Fungsi Waterpass
- Koordinat Kartesius
- Koordinat Polar
Tanggal : Rabu, 27 Februari 2019
Tempat :-

2. Judul : Langkah Kerja Mendirikan Alat Waterpass (dengan sketsa)


Tanggal : Rabu, 06 Maret 2019
Tempat : Lapangan Basket Poliban
3. Judul : Pelurusan
Tanggal : Rabu, 13 Maret 2019
Tempat : Depan Laboratorium Tambang

30
4. Judul : Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat pada 1
Titik
Tanggal : Rabu, 27 Maret 2019
Tempat : Depan Laboratorium Tambang
5. Judul : Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat pada 2
Titik
Tanggal : Jum’at, 29 Maret 2019
Tempat : Lapangan Basket
6. Judul : Menghitung Timbunan pada Tugas 5
Tanggal : Rabu, 10 April 2019
Tempat :-
7. Judul : Pengukuran Waterpass Terbuka Tidak Terikat Titik
Tanggal : Jum’at, 12 April 2019
Tempat : Sungai Depan Laboratorium Tambang
8. Judul : Pengukuran Waterpass Tertutup (Tugas Besar)
Tanggal : Rabu, 24 April 2019
Tempat : Sekitar Gedung O

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lampiran Seluruh Tugas Individu dari Tugas 1 – 8

32

Anda mungkin juga menyukai