Kelompok A3
Evi Nur Arifah
Inggumi Beatrix Fransina Wakum
Theodorus Samuel
Elisabet Meyzi Nurani
Veronica Rahayu
Pebriyanti Salipadang
Vitalis Diego NelcianoWungubelen
Yolanda Karolina Pasaribu
Aleksander Meiruddi Indri lackson
Angela Mitchelle Nyangan
Muhammad Tawfiq
1
Ketua : Theodorus Samuel 102013050 ( )
Anggota : EviNurArifah 102011378 ( )
Inggumi Beatrix FransinaWakum 102012372 ( )
ElisabetMeyziNurani 102013070 ( )
Veronica Rahayu 102013164 ( )
PebriyantiSalipadang 102013241 ( )
Vitalis Diego NelcianoWungubelen 102013267 ( )
Yolanda Karolina Pasaribu 102013308 ( )
AleksanderMeiruddiIndrilackson 102013421 ( )
Angela MitchelleNyangan 102013484 ( )
Muhammad Tawfiq 102013525 ( )
2
Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui perbedaan tekanan darah yang diukur sesudah melakukan aktivitas
otot
Untuk mengetahui perbedaan tekanan darah yang diukur dalam berbagai sikap tubuh.
Untuk mengetahui cara pengukuran tekanan darah dengan metode auskultasi dan
palpasi.
3
1. Ukurlah tekanan darah a.brachialis OP dengan penilaian menurut metode baru pada sikap
duduk (OP tidak perlu sama seperti sub. I).
2. Tanpa melepaskan manset suruh OP berlari di tempat dengan frekuensi ±120
loncatan/menit selama 2 menit. Segera setelah selesai, OP disuruh duduk dan ukurlah
tekanan darahnya.
3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap menit sampai tekanan darahnya kembali
seperti semula.
Catatlah hasil pengukuran tersebut.
Hasil Percobaan
I. Pengukuran Tekanan Darah A. Brachialis pada Sikap Berbaring, Duduk, dan
Berdiri
Berbaring telentang
Fase Korotkoff Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-Rata
(dalam mmHg) (dalam mmHg) (dalam mmHg) (dalam mmHg)
Duduk
Fase Korotkoff Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-Rata
(dalam mmHg) (dalam mmHg) (dalam mmHg) (dalam mmHg)
4
Berdiri
Fase Korotkoff Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-Rata
(dalam mmHg) (dalam mmHg) (dalam mmHg) (dalam mmHg)
III. Pengukuran Tekanan Darah A.Brachialis dengan Cara Palpasi pada Sikap
Duduk
Fase Korotkoff Percobaan dengan auskultasi Percobaan dengan palpasi
(dalam mmHg) (dalam mmHg)
Pembahasan
5
I. Pengukuran Tekanan Darah A. Brachialis pada Sikap Berbaring, Duduk, dan
Berdiri
Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sistolik dan diastolik arteri, yang
dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata. Nilai ambang terkini
untuk tekanan darah normal yang ditentukan oleh National Institutes of Health (NIH) adalah
kurang dari 120/80mmHg.1
Dalam mengukur tekanan darah, dapat didengar bunyi Korotkoff. Perbedaan bunyi ini
diberi nama orang yang mendefinisikannya pada 1905. Korotkoff mendefinisikan berbagai
bunyi menjadi lima fase, mencerminkan tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam pengukuran
tekanan darah. Fase tekanan darah dan bunyi Korotkoff antara lain:2
1. Fase I : Bunyi tepukan yang lemah yang intensitasnya semakin meningkat.
2. Fase II : Bunyi lembut,berdesir,bising.
3. Fase III : Bunyi crispy bernada kuat,tetapi tidak sekuat fase I.
4. Fase IV : Suara teredam,mulai melemah dan samar-samar.
5. Fase V : Tenang,tidak ada suara.
Pada metode lama, fase I dianggap tekanan sistolik dan fase IV dianggap sebagai
tekanan diastolik. Pada metode baru, fase I dianggap tekanan sistolik sementara diastoliknya
adalah fase V.2
Pada percobaan ini, didapatkan tekanan darah tertinggi adalah saat sikap berdiri,
duduk, dan yang terendah adalah saat berbaring telentang. Hal ini dipengaruhi oleh gaya
gravitasi.
Pada saat berbaring gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena arah
peredaran darah horizontal dan tidak terlalu melawan gravitasi. Pada saat berdiri kerja
jantung dalam memompa darah menjadi lebih besar karena melawan gaya gravitasi.
Peningkatan tekanan darah terjadi karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi, jantung
harus memompa lebih keras untuk melawan gaya gravitasi. Berbeda pada saat berbaring letak
ekstremitas atas dan bawah sejajar dengan jantung sehingga kecepatan aliran darah standar.
Tapi bila dalam keadaan berdiri, bagian ekstremitas atas dan kepala lebih tinggi dari jantung
sehingga untuk memenuhi kebutuhan pada tempat yang dituju, maka diperlukan tekanan
pompa yang besar sehingga curah jantung meningkatkan tekanan darah.3
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan
pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun
dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama
otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang
6
menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan
vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung
untuk dipompa menjadi meningkat sehingga tekanan darah lebih tinggi diukur pada saat
duduk dibandingkan saat berbaring. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi
abdomen. Pada saat duduk, jantung harus memompa dengan lebih kuat karena jantung harus
memompa darah melewati pundak dan turun ke yang telentang. Pada saat berdiri posisi
jantung lebih tinggi daripada saat duduk maupun berbaring telentang sehingga aliran darah
lebih lancar lagi dan harus memompa darah lebih kuat ke atas karena adanya pengaruh
gravitasi.3
II. Pengukuran Tekanan Darah Sesudah Kerja Otot
Pada percobaan ini didapatkan tekanan darah meningkat setelah OP disuruh untuk
melakukan ±120 loncatan/menit. Setelah 3 menit didapatkan bahwa tekanan darah menurun
lagi ke tingkatan normal.
Kerja otot sangat berpengaruh terhadap besarnya tekanan darah seseorang, terutama
yang sehabis beraktivitas. Ketika kita beraktivitas maka otot-otot akan saling berkontraksi.
Dalam proses kontraksi, otot memerlukan banyak suplai oksigen untuk memenuhi kebutuhan
akan energi. Darah sebagai media yang bertujuan untuk menyuplai oksigen harus segera
memenuhinya. Oleh karena itu, curah jantung akan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
darah dan selanjutnya akan meningkatakan aliran darah. Selain itu, perangsangan impuls
simpatis menyebabkan vasokonstriktor pembuluh darah pada tubuh kecuali pada otot yang
aktif, terjadi vasodilatasi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah meningkat setelah
melakukan aktifitas fisik. Selain itu, otot-otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh
darah di seluruh tubuh. Akibatnya terjadi pemindahan darah dari pembuluh perifer ke jantung
dan paru-paru. Inilah yang meningkatkan curah jantung yang selanjutnya meningkatkan
tekanan darah.1
Saat beraktivitas, jantung memompa darah lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan
oksigen yang telah banyak terpakai pada saat melakukan aktivitas. Setelah selesai melakukan
aktivitas denyut nadi bertambah untuk memenuhi kebutuhan oksigen kemudian denyut nadi
semakin lama semakin menurun hingga kembali ke normal karena otot sudah tidak
berkontraksi lagi dan tidak memerlukan energi lebih banyak lagi sehingga kebutuhan oksigen
berkurang, denyut nadi dan tekanan darah kembali normal. Pada percobaan ini, tekanan darah
kembali normal pada saat menit ke-3 setelah melakukan kerja otot.4
III. Pengukuran Tekanan Darah A.Brachialis dengan Cara Palpasi
7
Tekanan darah arteri dapat diukur dengan 2 cara, yaitu cara palpasi dan cara
auskultasi. Manset dipasang di atas fossa cubiti. Dengan cara palpasi (perabaan), orang
percobaan dapat diukur tekanan darahnya dengan meraba arteri radialis. Pengukuran tekanan
darah dengan cara palpasi tersebut hanya dapat mengetahui tekanan darah sistolik. Metode
pengukuran tekanan dengan cara palpasi denyut arteri dilakukan saat tekanan manset
dilepaskan. Tekanan sistolik dibaca pada sfigmomanometer saat denyutan pertama dirasakan.
Pada saat memasangkan alat manset usahakan tidak terlalu kencang atau terlalu longgar.
Apabila terlalu kencang, maka hasil pengukuran tekanan darah akan berkurang dari yang
seharusnya. Sebaliknya, apabila manset terlalu longgar, maka hasil pengukuran tekanan darah
akan bertambah dari yang seharusnya, sehingga menjadi tidak akurat.5
Dengan cara auskultasi, dapat dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan menggunakan stetoskop untuk mendengar aliran darah pada arteri brachialis.
Pengukuran dengan auskultasi dapat dilakukan berdasarkan fase korotkof. Bunyi korotkof
adalah bunyi yang terjadi akibat timbulnya aliran turbulen dalam arteri yang disebabkan oleh
penekanan manset pada arteri tersebut. Mula-mula arteri brachialis diraba untuk menentukan
tempat meletakkan stetoskop. Kemudian manset dipompa sehingga tekanannya melebihi
tekanan diastolik. Tekanan manset diturunkan perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop
diatas arteri brachialis pada siku. Mula-mula tidak terdengar suatu bunyi kemudian akan
terdengar bunyi mengetuk yaitu ketika darah mulai melewati arteri yang tertekan oleh manset
sehingga terjadilah turbulensi. Bunyi yang terdengar disebut bunyi Korotkoff dan dapat
dibagi dalam lima fase yang berbeda :6
Fase 1: Timbulnya dengan tiba-tiba suatu bunyi mengetuk yang jelas dan makin lama
makin keras sewaktu tekanan menurun 10-14 mmHg berikutnya. Ini disebut
pula nada letupan. Permulaan fase ini yaitu dimana bunyi mula-mula terdengar
merupakan tekanan sistolik.
Fase 2 : Bunyi berubah kualitasnya menjadi bising selama penurunan tekanan 15-20
mmHg.
Fase 3 : Bunyi sedikit berubah dalam kualitas tetapi menjadi lebih jelas dan keras
selama penurunan tekanan 5=7 mmHg berikutnya.
Fase 4: Bunyi meredam (melemah) selama penurunan 5-6 mmHg berikutnya.
Fase 5: Titik dimana bunyi menghilang.
Kesimpulan
1. Tekanan darah dapat berubah karena pengaruh sikap tubuh maupun kerja fisik.
8
2. Tekanan darah dapat diukur dengan cara auskultasi maupun dengan palpasi. Cara yang
lebih akurat adalah dengan auskultasi.
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 6. Jakarta: EGC; 2011.h.377-407.
2. Johnson R. Buku ajar praktikum kebidanan. Jakarta: EGC; 2004.h.61.
3. Handoyo A. Aplikasi olah napas. Ed 2. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2005. h.38.
4. John WB, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Ed 17. Jakarta: EGC;2005.h.74-5.
5. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.43-4.
6. Delf MH, Manning T. Major diagnosis fisik. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2003. h.297.