Naskah Drama
Naskah Drama
Drama Remaja
AKU vs AYAHKU
Budi Ros
PEMBUKA
MENEJER PANGGUNG :
2
PARA PEMAIN :
Belummm …
MENEJER PANGGUNG :
Oke, cepat sedikit kalau begitu.
Malam ini kami akan membawakan lakon berjudul MARNI versus Ayah, lakon yang
sederhana tapi seru. Seru di sini bukan saja ramai, tapi punya arti lain, yaitu Sedikit
Ruwet. Ini lakon tentang pertentangan anak muda dan orang tua, pertentangan pop
dan klasik, tradisi dan modern. Pertentangan yang sebetulnya tidak perlu ada. Tapi
begitulah, nyatanya pertentangan semacam ini selalu ada, dari waktu ke waktu. Dan
gara-gara pertentangan ini, kita semua sering kehabisan waktu. Cinta, kata orang bisa
menjadi jawaban semua masalah. Tapi dalam kasus ini, cinta mengakibatkan banyak
masalah.
3
Lihat, apa yang terjadi dengan Marni, tokoh utama lakon ini. Marni !
MARNI : ( MENDEKAT )
Ya …
BAGUS :
Lho, kok cengegesan ? Kamu kan ceritanya lagi patah hati.
MARNI :
Kan belum mulai ?
BAGUS :
Oh, ya. Tapi ini sudah waktunya mulai. Siap dong, aktris harus siap sebelum mulai.
MARNI :
Tapi panggungnya juga belum siap.
BAGUS :
Lho, belum siap juga ? Ya ampun, lama betul. He, menejer panggung, masih lama ?
MENEJER PANGGUNG :
Sebentar lagi. Ngomong aja dulu.
BAGUS :
Eee .. sudah berbusa begini. Bisa keburu pulang nanti penontonnya.
MARNI :
Ya … jangan dong. Para penonton, mohon jangan pulang dulu ya ? Betul, ya ? Kan
belum nonton Marni akting. Nanti ada door prize-nya lho.
BAGUS :
Ngawur. Door prize, memangnya infotainment. Sudah, sudah, sana siap-siap.
( MARNI PERGI )
4
Maaf. Itu tadi pemeran Marni. Dia ceritanya patah hati melulu. Karena setiap kali
Marni jatuh cinta, atau ada pemuda jatuh cinta padanya, babenya selalu melarang.
Dan anehnya, sang babe selalu punya alasan yang sama: aku sayang sama kamu NAK,
jadi aku harus menjagamu. Gile, memangnya cinta itu kejahatan. Atau jangan-jangan
babe si Marni ngidam jadi sekuriti.
MARJUKI :
He, ngomongin gue lu ? Sompret kamu. Berani-beraninya.
BAGUS :
Siapa ngomongin ? Ini perkenalan tokoh, namanya.
MARJUKI :
Pakai diperkenalkan segala. Memangnya saya tidak bisa memperkenalkan sendiri
tokoh yang saya mainkan ?
BAGUS :
Bisa, bisa. Justru ini untuk membantu situ. Supaya penonton lebih jelas, Marjuki itu
tokoh macam apa. Soalnya akting situ pas-pasan.
MARJUKI :
Sembarangan ! Saya aktor. Main saya dijamin bagus. Dalam lakon ini Marjuki pun
tokoh penting, jelas karakternya. Tidak perlu diperkenalkan.
BAGUS :
Tetap perlu diperkenalkan, kawan. Jangan kata Marjuki, capres juga perlu perkenalan,
perlu kampanye. Kalau tidak, nggak akan dapat dukungan publik. Malah ada capres
yang bikin buku dulu sebelum mencalonkan diri. Mereka membangun imej yang
hebat-hebat tentang dirinya. Padahal, begitu jadi presiden, sami mawon.
MARJUKI :
Sudah jangan ngelantur.
BAGUS :
5
Saya bukan ngelantur, saya bicara fakta. Eh, tahu tidak bedanya capres dengan aktor ?
MARJUKI :
Tahu. Mereka harus sama-sama jago akting.
BAGUS :
Pinter. Sekarang bedanya aktor dengan Presiden ?
MARJUKI :
Aktor menjalankan amanat lakon. Presiden menjalankan amanat rakyat.
BAGUS :
Betul. Terus ? Kenyataannya, presiden menjalankan amanat rakyat tidak ?
MARJUKI :
Itu pertanyaan saya juga. Sudah ah, kamu ngelantur lagi.
BAGUS :
Ini juga bagian dari amanat. Kita semua masing-masing punya tugas, misi atau
amanat. Marjuki, dalam lakon ini punya tugas sebagai tokoh antagonis atau si jahat.
Dalam kehidupan nyata, orang tua seperti Marjuki, tidak boleh begitu. Orang tua
harus ngemong anak. Harus mengerti kemauan anak. Bukan main larang. Apalagi
dalam urusan cinta.
BAGUS : ( MENYANYI )
MEMILIH JALAN
LAMPU BERUBAH
ADEGAN SATU
MARJUKI :
7
Ya, ampun. Protes model apa lagi ini Marni ? Masa, seluruh rumah digambari
begini ? Aduh … aduuhh … gambar apa pula ini ? ( MEMANDANG LEBIH
SEKSAMA ) Ya ampun, Marni .. Marni … saya pikir protes kamu sudah cukup. Tujuh
hari mogok bicara, 3 hari 3 malam mogok makan dan tidak keluar kamar, eh masih
ada lagi. Seluruh rumah digambari begini. Lukisan abstrak lagi. Soal protes dengan
cara yang lain-lain itu, okelah. Ayah bisa terima. Tapi lukisan abstrak ini, saya
keberatan. Melukis itu ada aturannya. Pertama orang harus melukis realisme,
surealisme, kemudian yang lain-lainnya, baru abstrak.
MARNI :
Itu kuno.
MARJUKI :
Apa salahnya kuno kalau baik ?
MARNI :
Apa salahnya modern kalau juga baik ?
MARJUKI :
Sudahlah Marni, jangan ajak ayah berdebat. Capek.
MARNI :
Marni juga capek, makanya kemaren seminggu diam.
MARJUKI :
Marni, sekali lagi ayah tegaskan. Ayah tidak melarang kamu pacaran. Ayah hanya
tidak setuju dengan caramu. Kamu pacaran tidak kenal waktu. Pagi, siang, sore,
malam. Itu satu. Kedua, ayah ingin kamu benar-benar memilih pemuda yang cocok.
MARNI :
Itu sama saja dengan melarang.
MARJUKI :
Lain, Marni. Beda.
8
MARNI :
Sama !
MARJUKI :
Mmm … berdebat lagi.
MARNI :
Dulu, ayah melarang Marni dekat sama Ongky. “ Jangan yang beda agama ” kata
ayah. Lalu Marni dekat sama Taufik, ayah juga melarang. “ Jangan dengan anak
pejabat. Miskin tidak pantas, kaya disangka KKN ” begitu.
Sekarang, Marni dekat sama Anto, jelas dia anak baik, se-iman, bukan anak pejabat.
Apa lagi ? Apa ayah tidak ada kata lain selain “ jangan ” ?
MARJUKI :
Siapa rela punya anak pacaran sama pengangguran ?
MARNI :
Siapa bilang dia pengangguran ? Dia sekolah ayah.
MARJUKI :
Kalau sekolah ngapain tiap pagi mondar-mandir naik motor ?
MARNI :
Pagi dia ngojek.
MARJUKI :
Kapan sekolahnya ?
MARNI :
Anto Masuk siang.
MARJUKI :
9
Kalau sekolah siang kenapa malam-malam sering datang ke sini ? Habis sekolah
mustinya pulang ke rumah, bukan main ke sini.
MARNI :
Malam dia narik angkot ayah. Kalau lagi sepi, atau angkotnya dibawa orang lain baru
main. Kan tidak tiap malam Anto ke sini ?
MARJUKI :
O, supir tembak ? Ampun Marni, apa yang bisa diharap dari tukang ojek dan sopir
tembak ?
MARNI :
Jangan kuatir. Dia punya cita-cita tinggi, punya platform !
MARJUKI :
Syarat yang diperlukan sebagai calon suami adalah hidup mapan, punya pekerjaan
tetap, penghasilan cukup, dan sayang sama kamu.
MARNI :
Itu pendapat kuno.
MARJUKI :
Biar kuno kalau baik apa salahnya ?
MARNI :
Biar modern kalau baik juga apa salahnya ?
MARJUKI :
Jangan mengajak berdebat Marni. Capek !
MARNI :
Saya juga capek dan tidak ada waktu. Masih banyak yang harus Marni kerjakan.
Seluruh rumah harus saya lukis. Tapi catnya kurang. Permisi dulu. Saya mau beli cat.
( PERGI )
10
MARJUKI :
Duh, aduh … ( MENYANYI )
AMPUN … AMPUN …
SUNGGUH-SUNGGUH MINTA AMPUN
PUNYA ANAK GADIS PUBER SEMATA WAYANG
REPOTNYA BUKAN KEPALANG
MAU DIKASIH KEBEBASAN
TAKUT JADI SALAH JALAN
TAPI KALAU DILARANG
BIKIN GEGERAN SIANG MALAM
AMPUN, AMPUN …!
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA
IBU WIWIK :
Coba perhatikan semua. Irna, Audi, Lala, semua tenang dulu sebentar.
( SETELAH SEMUA TENANG )
Perhatikan ya. Menari itu bukan asal bergerak. Tapi bergeraklah dengan perasaan,
dengan emosi atau greget. Tanpa dibarengi perasaan, tarian kalian tidak akan menarik.
Hambar, kosong. Seperti robot ! Dan penonton akan cepat bosan, lalu pulang.
11
Sekarang coba lagi dari awal. Coba pakai musik. Ibu mau ke toilet. Irna, pimpin
teman-teman, ya. ( PERGI )
IRNA :
Baik, bu. Yuk, teman-teman. Langsung ya ?
LALA :
Istirahat dulu dong.
AUDI :
Heeh, BT nih.
YANG LAIN :
Ya. Pegel juga ya ?
AUDI :
Neyesel juga milih tari tradisi. Mana gerakannya lambaaattt … jawa banget deh !
YANG LAIN :
Ember …
IRNA :
Siapa yang dulu ngotot milih tari tradisi ?
AUDI :
Eh, bukan gue lagi. Keputusan bersama kan ?
LALA :
Ya. Tapi provokatornya kamu. Lala bilang modern dance aja. eh, kamu ngotot.
AUDI :
12
Gara-gara ibuku juga sih. Tradisi, tradisi aja, supaya kamu kenal tradisi. Tahunya
pegeeelll. Gerakannya lambaaatttt … pantes Marni nggak mau ikut.
MARNI :
Heh, latihan yang bener. Jangan mengeluh.
SEMUA :
Eh, nongol dia.
LALA :
Heh, katanya masih mogok sekolah. Kok nongol ?
MARNI :
Aku cuma mampir, habis beli cat.
AUDI :
Mau ngecat rumah ? Wah, mau hajatan rupanya ? Orang tua Anto mau melamar ?
MARNI :
Gila ! Tapi betul teman-teman, aku punya hajatan. Kalian harus datang, ya ?
IRNA :
Acara apa dong, yang jelas ?
MARNI :
Datang saja, pokoknya seru. Ini acara kejutan, jadi sengaja tidak pakai penjelasan.
Datang dan bawa makanan apa saja, kueh kek, rujak kek. Apa saja, soalnya aku nggak
sempat masak. Kabarkan ke yang lain ya ? Dah .. ( PERGI )
AUDI :
Acara apa sih ?
13
SEMUA :
Mana tahu.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN TIGA
ANTO : ( MENYANYI )
CEPI : ( MENYANYI )
14
ANTO :
Setan kamu !
CEPI :
Tenang kawan, tenang. Harap tenang. Semua aman terkendali, karena ada Cepi.
Kamu ingat kan ? Bayu, Agus, Edo, Tyas, Audi, Lala, Irna, semua pernah punya
masalah dalam urusan cinta. Tapi begitu Cepi datang, semua masalah selesai. Jadi
harap sabar, tenang.
ANTO :
Memang siapa yang ribut ?
CEPI :
Sekarang aku sedang berpikir, bagaimana supaya ayah Marni bisa menerima kamu.
Tapi sebelumnya dengar kataku. Ini penting dan perlu diketahui semua orang. Ini ilmu
kuno, tapi manjur. Sayang orang sering melupakan.
Begini, dalam hidup ini ada dua hal yang harus diingat: sukses atau gagal. Menang
atau kalah. Untung atau buntung. Senang atau sedih. Bahagia atau sengsara.
Dalam urusan cinta, juga hanya ada dua kemungkinan: diterima atau ditolak. Jadi
tenanglah.
ANTO :
Memang siapa yang ribut ?
CEPI :
Kalau cinta diterima, kita memang bahagia. Tapi sebetulnya ada sejuta resiko
menunggu. Kamu harus apel setiap malam Minggu, harus datang tepat waktu, harus
berpikir baju dan parfum apa yang pantas dipakai, punya uang saku, dan hadiah apa
yang pantas diberikan pada saat si dia merayakan ulang tahun.
15
ANTO :
Memang siapa yang bikin aturan begitu ?
CEPI :
Itu baru tahap-tahap awal. Tahap berikutnya, lebih repot. Kamu harus datang
silaturahmi pada kakek-neneknya, pada para om dan tentenya waktu mereka hajatan,
harus datang waktu sepupu-sepupu dia kawin, atau ultah dan semacamnya.
ANTO :
Siapa yang bikin aturan begitu ?
CEPI :
Pada tahap yang paling serius, waktu kamu sudah nikah dengan dia misalnya, kamu
akan dibilang orang paling sombong dalam keluarga mereka, hanya gara-gara tidak
datang waktu mereka bikin acara arisan keluarga. Bayangkan, arisan keluarga, acara
paling membosankan di dunia pun kamu harus datang. Itulah resiko kalau cinta kita
diterima seorang gadis. Jadi ditolak, sebetulnya lebih bagus.
( ANTO TERTAWA )
CEPI :
Kenapa tertawa ?
ANTO :
Kamu penyitir yang hebat.
CEPI :
Maksudnya ?
ANTO :
Kamu menyitir buku “ Enaknya Hidup Membujang ” kan ?
CEPI :
Kok tahu ?
16
ANTO :
Yang nulis buku itu pamanku. Aku sudah baca sebelum buku itu dicetak. Aku pikir
cuma aku yang hafal luar kepala, ternyata kamu lebih hafal lagi. Kapan kamu baca
buku itu, tadi siang ya ?
CEPI :
Bukan. Tadi sebelum ke sini.
ANTO :
Pantes, hafal sampai titik komanya.
Tapi maaf Cepi, aku tidak sepakat dengan buku itu. Ogah aku jomblo seumur hidup.
Aku betul-betul sayang sama Marni, dan ingin suatu saat hidup bersamanya.
Bisa tidak bisa, harus bisa. Apa pun rintangan yang menghadang, akan kuterjang.
( PERGI )
CEPI :
Anto, tunggu. Anto ! Busyet, Romeo sekali.
( MENYUSUL ANTO )
LAMPU BERUBAH
ADEGAN EMPAT
MARJUKI :
Silahkan, silahkan masuk semua.
SEMUA :
Terimakasih …
AUDI :
Marni pergi jam berapa, om ?
MARJUKI :
Sekitar jam 8 mungkin. Buru-buru rupanya, malah tidak pamit. Kapan Marni
menyampaikan undangan dan bilang ada hajatan ?
AUDI :
Kemarin. Marni mampir ke sekolah.
IRNA :
Marni bilang, acara kejutan. Jadi tidak pakai penjelasan acaranya apa.
LALA :
Ya. Keliatannya kemaren dia buru-buru sekali. Habis beli cat dan banyak pekerjaan di
rumah. Dia juga pesan supaya kami bawa makanan. Marni tidak akan sempat masak
katanya. Ini om, kami bawa jajan pasar.
MARJUKI :
O, begitu ya ? Ya .. ya.. Terimakasih .. terimakasih. Mungkin yang Marni maksud
acara kejutan ya ini, lukisan-lukisan yang memenuhi rumah ini. Sebab setahu saya
tidak ada kejutan lain. Kami pun tidak punya hajatan apa-apa. Jadi silahkan
menikmati lukisan-lukisan ini.
AUDI :
18
MARJUKI :
Ya, Marni semua.
IRNA :
Luar biasa. Sangat berbakat.
LALA :
Fantastis !
IRNA :
Di mana Marni belajar melukis om ? Setahu saya, di sekolah Marni tidak pernah
belajar.
MARJUKI :
Saya juga kurang tahu. Sejak kanak-kanak Marni lebih tertarik menari atau menyanyi.
AUDI :
Apa ini yang dikerjakan Marni selama seminggu lebih tidak masuk sekolah ?
MARJUKI :
Marni mengerjakan ini hanya sehari semalam.
SEMUA :
Oh … luar biasa.
IRNA :
Sangat luar biasa ! ( BEBERAPA SAAT DIAM )
Om, ada apa sebetulnya dengan Marni ?
LALA :
Apa dia sedang jatuh cinta dan ...
19
AUDI :
.. .dan om melarangnya ?
MARJUKI :
Saya tidak pernah melarang. Saya hanya meminta Marni memilih pemuda yang tepat
dan jangan pacaran sembarang waktu. Jangan sampai pacaran mengganggu jam
belajar. Itu kan tuntutan umum setiap orang tua ?
IRNA :
Mungkin cara om meminta pada Marni terlalu keras, dan …
LALA :
.. dan Marni terluka hatinya.
IRNA :
Ya, terluka hatinya. Lihat om, lihat semua lukisan itu. Saya bisa menangkap, luka hati
yang sangat, sangat …
AUDI :
… sangat dalam ….
IRNA :
Maaf om, sebagai orang tua om tentu lebih tahu bagaimana menyayangi anak.
Tapi sebagai anak, kami-kamilah yang lebih tahu apa yang kami butuhkan dari orang
tua. ( PADA AUDI ) Bukan begitu ?
MARJUKI :
Mungkin begitu …
AUDI :
Lihat om, lihat lukisan yang sebelah sini.
MARJUKI :
Ya, saya lihat.
20
AUDI :
Om lihat warna putih yang menggumpal seperti awan ?
MARJUKI :
Ya.
AUDI :
Apa yang om rasakan waktu melihat gumpalan warna putih itu ?
MARJUKI : ( BINGUNG )
Ee … e ..
AUDI :
Saya merasakan hati pelukisnya yang tengah kosong, hilang harapan, hampa.
LALA :
Mungkin, waktu Marni melukis itu, darahnya tengah berhenti mengalir, karena
kepedihan yang sangat.
IRNA :
Bisa jadi hati Marni serasa terbang ke awan, sebab bumi tempatnya berpijak tidak
memberi harapan apa-apa.
AUDI :
Om lihat, warna hitam di lantai sebelah sini ?
MARJUKI :
Yang mirip gua karang bolong ?
AUDI :
Ya. Apa yang timbul dalam imajinasi om memandang lukisan ini ?
MARJUKI : ( BINGUNG )
21
Ya .. ada semacam ..
IRNA :
Saya merasakan masa depan yang suram, gelap ..
LALA :
Seperti masuk sumur tanpa dasar.
AUDI :
Persis !
IRNA :
Mungkin sebaiknya om bicara dengan Marni, tanyakan apa yang terjadi. Semua
lukisan ini adalah isyarat yang sangat jelas, hati Marni sedang kacau. Mungkin ada
keinginan terpendam yang tidak kesampaian. Kalau saya jadi om, saya akan kabulkan
apa pun keinginan Marni.
LALA :
Ya, om harus bicara dan mengabulkan keinginannya.
MARJUKI : ( RAGU-RAGU )
Ya, ya, soal bicara dengan Marni saya rasa itu usulan yang baik. Dan saya sudah
sering mencoba. Tapi kalau soal mengabulkan keinginan Marni, harus saya timbang-
timbang dulu. Dan, maaf ya, anu, saya ada rapat RT di kelurahan. Saya sudah
terlambat. Saya kan ketua RT paling senior di kampung ini, jadi malu kalau terlambat.
Apa kalian mau menunggu Marni pulang, atau bagaimana ?
AUDI : ( BINGUNG )
Mungkin …
LALA :
Ya. Nanti kami datang lagi kapan-kapan.
YANG LAIN :
Salam buat Marni ya om.
IRNA :
Sampaikan pada Marni, kami gembira sekaligus sedih atas acara kejutan ini.
MARJUKI :
Ya, ya … saya sampikan nanti.
MARJUKI :
Kurang ajar. Berani-beraninya kasih nasehat sama saya. Apa hak mereka menyuruh
saya menuruti apa saja kemauan anak saya ? Sok pintar. Aku susah payah membiayai
anakku, aku punya hak atas masa depan anakku. Ini pasti akal-akalannya si Marni
sama si Anto.
MARJUKI :
Mereka datang atas undanganmu kan ?
MARNI :
Aku memang mengundang mereka, tapi sekedar untuk ngobrol dan pamitan. Aku mau
jadi TKI ke luar negeri. Itu protesku selanjutnya pada ayah. Dan aku akan terus protes
sampai ayah mengijinkan aku pacaran sama Anto.
23
MARJUKI :
O, begitu ? Jadi kamu pikir dengan protes keras ayah akan mengijinkan ?
MARNI :
Tentu ada syarat lain. Aku harus mandiri. Dengan bekerja aku punya uang. Dengan
uang aku bisa menentukan masa depanku sendiri. Selamanya anak akan kalah suara,
kalau anak masih tergantung sama uang orang tua.
MARJUKI :
Stop Marni ! Itu pikiran yang dangkal.
MARNI :
Kita tidak perlu berdebat ayah. Aku pergi dulu, banyak urusan. ( PERGI )
MARJUKI :
Marni … ( MENGEJAR MARNI )
LAMPU PADAM
ADEGAN LIMA
CEPI :
Aku serius Anto. Kamu harus ke rumah Marni. Kamu akan menyesal kalau Marni
keburu pergi.
24
ANTO :
Kalau memang mau pergi masa dia tidak kasih tahu aku ?
CEPI :
Mungkin belum sempat kasih tahu.
ANTO :
Dari mana kamu dapat berita itu ?
CEPI :
Irna, Audi, Lala, semua sudah tahu.
ANTO :
Kalau dia sempat kasih tahu semua orang masa saya tidak dikasih tahu ?
CEPI :
Mungkin belum sempat, makanya datang supaya tahu. Cari berita, jangan pasif.
ANTO :
Barangkali memang sengaja tidak mau kasih tahu. Sudah tidak peduli sama aku.
CEPI :
Aku tahu sifat Marni. Tidak mungkin dia begitu.
ANTO :
Nyatanya dia begitu.
CEPI :
Tidak mungkin Anto. Aku yakin ini soal waktu. Mungkin dia menunggu waktu yang
tepat untuk bicara sama kamu. Kalian kan lama tidak saling ketemu. Biasanya kamu
datang ke rumah Marni, sekarang tidak. Biasanya kalian jalan bareng, sekarang tidak.
Marni juga lama tidak masuk sekolah.
ANTO :
25
CEPI :
Telpon ke mana ? Kamu HP tidak ada, di rumah jarang.
ANTO :
Jelas, dia sudah berubah. Tidak sayang aku lagi.
CEPI :
Dari pada mengambil kesimpulan buru-buru dan salah, lebih baik kamu buru-buru ke
rumah Marni dan semuanya jadi jelas. Tidak ada yang salah terima, tidak ada yang
sakit hati. Ayo, kita ke sana. Aku siap menemani.
ANTO :
Kalau ayahnya mengusir kita bagimana ? Aku trauma pernah diusir.
CEPI :
Diusir kita pergi. Dimarahi kita diam. Disuguhi kita makan.
ANTO :
Kamu bisa bilang begitu, coba kamu jadi aku.
CEPI :
Kalau aku jadi kamu, tidak akan pernah diusir. Malah ayah Marni yang akan kubikin
mencari-cari aku.
ANTO :
Bagaimana caranya ?
CEPI :
Anak gadisnya kita buntingin !
ANTO :
Ngaco !
26
CEPI :
Ayo berangkat. Ambil motormu dong.
ANTO :
Jalan kaki saja. Knalpotnya tambah bocor, berisik sekali. Ayah Marni paling benci
mendengar bunyi motorku.
CEPI :
Ya sudah. Ayo !
ANTO :
Kamu jalan di depan, aku di belakang.
CEPI :
Aduh. Begitu amat. Seberapa trauma sih ?
( CEPI JALAN, ANTO MENGIKUTI DI BELAKANGNYA )
ANTO : ( BERHENTI )
Tunggu Cepi. Bagaimana kalau Marni tidak mau menemui kita ?
CEPI :
Gampang, ingat saja nasehat buku “ Enaknya Hidup Membujang ”. Oke ?
ANTO :
Tidak. Lebih baik aku pulang. ( PERGI )
CEPI :
Ampun … Anto, Anto ! Kenapa kamu jadi pengecut begitu sih ? Anto ! Ampuuunn.
( ANTO TERUS JALAN, CEPI MENGIKUTI )
LAMPU BERUBAH
27
ADEGAN ENAM
INTRO MUSIK
AUDI :
Jangan Marni, jangan pergi. Pergi tidak akan menyelesaikan masalah.
IRNA :
Justru kamu akan bikin masalah baru.
LALA :
Jadi TKI itu tidak gampang Marni. Kamu akan banyak kesulitan.
IRNA :
Sebaiknya kamu segera masuk sekolah. Sebentar lagi kita ujian, tahun depan kita
harus kuliah. Lupakan keinginan konyol itu.
SEMUA :
Lupakan … Marni !
MARNI : ( MENYANYI )
AUDI :
Bersabarlah, Marni. Kita masih banyak kesempatan. Waktu berjalan, sikap ayahmu
pasti berubah.
IRNA :
Orang seusia kita selalu diangap masih kanak-kanak. Dianggap belum waktunya
pacaran.
LALA :
Memang menjengkelkan, tapi di mana-mana selalu begitu.
MARNI : ( MENYANYI )
IRNA :
Tapi ayahmu bilang tidak melarangmu pacaran. Dia hanya minta kamu memilih
pemuda yang tepat, dan jangan sampai pacaran mengganggu belajar.
MARNI : ( MENYANYI )
Ayahku bahkan pernah mengusir Anto. Gara-garanya sangat sepele. Suara berisik
knalpot motor Anto yang bocor. Padahal ada banyak suara knalpot motor yang lebih
berisik lewat di depan rumah. Itu tidak adil.
AUDI :
Tapi semua pacar-pacar kita pernah ada masalah dengan orang tua kita. Semua pernah
diperlakukan tidak adil. Hubungan kalian pasti akan membaik.
MARNI :
29
LALA :
Tapi kami tetap tidak rela kamu pergi Marni. Apa lagi pergi ke luar negeri untuk jadi
TKI.
IRNA :
Ya. Omonganmu yang pintar tadi membuktikan kamu tidak pantas jadi TKI. Kamu
harus lulus SMU dan kuliah.
MARNI :
Soal ke luar negeri dan jadi TKI, bisa jadi aku memang asal bicara. Yang jelas aku
harus pergi dari rumah. Mungkin itu protes yang mempan buat ayahku.
AUDI :
Itu lebih baik Marni. Kamu bisa tinggal di rumahku. Soal biaya sekolah, jangan
kuatir. Ayahku pasti mau bantu.
LALA :
Ayahku juga pasti mau bantu. Tapi kamu harus tinggal bergiliran di rumah kami
bertiga dong, supaya adil.
IRNA :
Ya. Aku setuju.
AUDI :
Kalau kamu tidak ke luar negeri, pacaran sama Anto tetap berjalan lancar. Hidup
backstreet !
MARNI :
Tunggu. Kalian jangan salah ngerti. Aku pergi dari rumah bukan semata-mata protes.
30
Tapi juga bermaksud mandiri. Supaya aku tidak tergantung siapa-siapa. Supaya aku
merdeka menentukan masa depan. Tinggal di rumah kalian jelas bukan pilihan yang
tepat. Aku tetap jadi tanggungan orang.
AUDI :
Itu tidak masalah Marni. Kami ikhlas membantumu. Itulah gunanya sahabat.
LALA :
Yang penting kamu tetap bisa sekolah.
MARNI :
Prioritas utamaku sekarang cari kerja supaya bisa membiayai hidupku sendiri.
Sekolah aku pikirkan belakangan. Soal pacaran dengan Anto, aku sendiri tidak yakin
tetap bisa jalan. Sejak diusir ayahku, dia tidak pernah muncul lagi. Dia ternyata
pengecut. Tapi terimakasih atas iktikad baik kalian. Selamat sore, aku pergi dulu.
Ada perlu. ( PERGI )
IRNA :
Marni, tunggu. Marni !
AUDI :
Bagaimana sih dia ?
IRNA :
Kok kepala batu banget ?
LALA :
Memang kepala batu dari sononya.
CEPI :
He, lihat Marni ?
AUDI :
Baru pergi.
CEPI :
Anto ?
AUDI :
Nggak. Sudah lama nggak lihat Anto. Bukannya dia jarang masuk sekarang ?
CEPI :
Memang.
IRNA :
Ada apa ?
CEPI :
Mungkin cuma Anto yang bisa membujuk Marni tidak kabur ke luar negeri.
Kemaren aku bicara sama Anto supaya dia datang menemui Marni, tapi gagal. Malah
Anto ngambek. Merasa tidak dipamiti. Memang Marni belum pamit sama Anto, ya ?.
IRNA :
Kelihatannya begitu. Marni juga ngambek karena Anto tidak pernah datang lagi sejak
dimarahi ayahnya.
CEPI :
Begitu ? Wah, tambah ruwet dong. Terus bagimana ini ?
IRNA :
Bagaimana, bagaimana ? Kita juga tidak tahu bagaimana.
( MENDADAK TERFIKIR ) Cepi, bagaimana kalau kita bagi tugas ?
Begini, coba temui Marni …
32
CEPI :
Saya tadi ke rumah dia, tapi tidak ada …
LALA :
Tadi dia di sini …
IRNA :
Temui Marni, bujuk supaya ketemuan sama Anto. Saya, kami bertiga ini, membujuk
Anto supaya ketemuan sama Marni. Bagaimana ?
CEPI :
Tapi Anto sudah dibilangin juga bandel.
IRNA :
Kamu jangan ikutan bandel. Kita berbagi tugas, setuju ? Oke ?
CEPI :
Oke.
LAMPU BERUBAH.
ADEGAN TUJUH
MARNI :
Aku kira tidak datang …
ANTO :
Aku kira kamu juga tidak datang …
ANTO :
Kamu mau pergi untuk menghindari aku kan ?
MARNI :
Kamu tidak pernah datang ke rumah lagi, kenapa ?
ANTO :
Supaya ayahmu tenang, karena tidak ada suara knalpot motor yang berisik.
MARNI :
Bijaksana sekali …
ANTO :
Aku harus tahu diri. Aku kan cuma tukang ojek dan sopir tembak. Jangan kata
pacaran sama kamu, datang ke rumahmu pun aku tidak pantas.
MARNI :
Oo … jadi begitu cara berpikirmu ? Kalau begitu kamu lebih cocok jadi anak ayahku,
dan memang tidak pantas jadi pacarku. Maaf … selamat tinggal ! ( PERGI )
ANTO : ( KAGET )
34
Marni .. Marni …
MARNI :
Maaf, saya tidak ada urusan sama tukang ojek. ( MAU PERGI LAGI TAPI ANTO
MENAHANNYA )
ANTO :
Maaf Marni, aku tidak bermaksud membuat kamu marah.
MARNI :
Kamu sudah membuat aku marah.
ANTO :
Maaf. Aku tidak akan membuat kamu marah lagi. Maaf.
MARNI :
Katakan dengan jujur, kenapa lama tidak datang ? ( LAMA TIDAK MENJAWAB )
Katakan ! Kamu takut sama ayahku ? Aku benci orang yang pengecut Anto. Aku
yakin kamu juga benci orang semacam itu. Jadi salahkan dirimu sendiri, jangan
menyalahkan aku. Aku mau pergi dari rumah, tujuanku jelas. Aku protes keras pada
ayahku karena dia berlaku tidak adil pada kita. Jelas ?
ANTO :
Kamu betul, aku pengecut..
MARNI :
Bagus kalau kamu sadar. Tapi kenapa harus berlaku pengecut ? Kamu tidak salah apa-
apa sama ayahku. Pacaran juga bukan kejahatan. Yang penting kita tahu batas.
ANTO :
Ya. Tapi mungkin ayahmu betul. Kamu harus memilih pemuda yang tepat. Dan itu
bukan aku.
35
MARNI :
Stop ! Jangan mulai lagi Anto. Selain benci pengecut, aku juga benci orang rendah
diri. Dulu kamu begitu percaya diri dengan semua yang kamu kerjakan. Kamu punya
cita-cita dan berjuang keras untuk meraihnya. Itu kelebihan kamu. Itu juga yamg
membuat aku … sayang … sama kamu. Jadi tolong jangan berubah.
ANTO :
Kamu .. betul-betul sayang sama aku ?
MARNI : ( MALU )
Ah, pakai nanya lagi.
ANTO :
Tapi nilaiku jeblok. Aku banyak narik dan bolos sekolah. Aku kuatir tidak lulus.
MARNI :
Belum terlambat untuk mengejar ketinggalan.
ANTO :
Biaya kuliah makin mahal, apa aku sanggup ?
MARNI :
Pasti sanggup. Kamu pekerja keras. Kalau perlu kamu bisa kerja yang lain, yang
penghasilannya lebih banyak.
ANTO :
Tapi ngojek pekerjaan bersejarah, Marni. Itu kan yang mempertemukan kita ?
MARNI :
Ya. Suara knalpot motormu yang berisik membuat aku selalu menengok setiap kamu
lewat di depan rumah.
ANTO :
36
Ya. Dan kamu bilang pada teman-temanmu, aku tukang ojek paling keren.
MARNI :
Yang jelas kamu berbeda. Tukang ojek lain kalau nunggu penumpang main gaple,
kamu bikin PR. Tukang ojek lain selalu siap dengan uang kembalian, kamu tidak.
Tukang ojek lain siap menerima uang tip, kamu malu-malu.
ANTO :
Sekarang aku tidak malu, supaya cicilan motor cepat lunas.
MARNI :
Eh, berapa utangku ?
ANTO :
Utang apa ?
MARNI :
Langganan ngojek sama kamu.
ANTO :
Simpan saja uangmu. Aku lagi tidak butuh.
MARNI :
Yang kamu butuh apa dong ?
ANTO :
Pakai tanya lagi. Kita kan lama nggak ketemu ?
Marni. ( MEMEGANG TANGAN MARNI )
MARNI : ( MALU )
Apa sih ?
ANTO :
Soal pergi ke luar negeri, kamu tidak sungguh-sungguh kan ?
37
MARNI :
Tidak tahu. Yang jelas, aku harus pergi dari rumah. Aku tidak tahan, ayahku betul-
betul kelewatan. Tidak adil. ( MENANGIS ) Aku harus protes. Harus ! Sampai ..
ANTO :
Setuju, boleh saja protes. Tapi kan bisa dengan cara lain. Pergi dari rumah, bukan cara
yang tepat. Nanti semuanya jadi kacau.
( MARNI TERUS MENANGIS. ANTO MENENANGKAN )
Tunggu, tenang dulu. Tenang Marni. Dengar. ( MARNI DIAM )
Bagaimanapun, rumah adalah tempat terbaik untuk memulai segala rencana, segala
cita-cita. Dan orang tua, segalak apa pun, tetap sayang sama anak.
MARNI :
Sok tahu, ah !
ANTO :
Aku tidak sok tahu, Marni. Tapi memang tahu.
Kamu juga tahu ayahmu sayang sama kamu. Kamu hanya sedang emosi.
MARNI :
Terus aku harus bagaimana ? Apa usulmu ?
ANTO :
Kamu janji tidak akan pergi ?
MARNI :
Ya. Asal kamu tetap ke rumah seperti biasa.
ANTO :
Janji kembali masuk sekolah ?
MARNI :
Ya. Janji.
38
ANTO :
Oke. Aku punya usul untuk kamu. Ayo, kita bicara di tempat lain.
( MEREKA PERGI )
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DELAPAN
MARJUKI :
Ya ampun, jadi Marni betul-betul mau pergi ke luar negeri ? Aku pikir cuma gertak.
CEPI :
Rupanya begitu, om. Saya juga tidak menyangka Marni sungguh-sungguh.
MARJUKI :
Terus di mana Marni sekarang ? Kapan berangkatnya ?
CEPI :
Saya juga tidak tahu. Dia cuma bilang sekarang ada di tempat penampungan. Saya
tanya bolak-balik di mana alamatnya, dia tetap tidak mau menjawab.
MARJUKI :
39
Tapi apa secepat itu prosesnya ? Diterima jadi TKI bukannya prosesnya panjang ?
CEPI :
Itu juga pernah saya tanya. Dia bilang, “ semua bisa diatur ” asal ada uang.
MARJUKI :
Dari mana Marni dapat uang ?
CEPI :
Ya dari uang gaji Marni yang dipotong tiap bulan nanti. “ Semua dibiayai sama
agen ”, begitu Marni bilang.
MARJUKI :
Apa nama agennya ? Di mana alamatnya ?
CEPI :
Marni tidak sebut-sebut om. Dia hanya minta tolong saya supaya mengambil beberapa
baju yang ketinggalan.
MARJUKI :
Ya ampun, Marni .. Marni. Apa sebegitu besar marahmu sama ayah, sampai-sampai
harus pergi keluar negeri jadi TKI ? Tidak pamit lagi. Coba nak Cepi pikir, apa
pantas ?
CEPI :
Kalau ditanya pantas atau tidak, jelas tidak pantas. Tapi kelihatannya, Marni memang
sangat marah sama om. Tapi terus-terang, sebagai teman, saya tidak setuju Marni
pergi. Marni sebentar lagi ujian dan tahun depan harus kuliah. Setelah lulus kuliah,
terserah mau ke mana dan jadi apa. Jadi TKI ke luar negeri pun tidak masalah. Itu
bukan hal yang jelek. Menyelesaikan kuliah, lebih aman buat masa depan Marni.
MARJUKI :
Ah, itu baru pikiran sehat. Terus, teruskan nak …
40
CEPI :
Maaf om, saya tidak bisa lama. Marni memerlukan baju yang saya ambil.
MARJUKI :
Kapan Marni mau ambil baju-baju itu ? Di mana kalian janjian ketemu ?
CEPI :
Maaf om, saya tidak boleh bilang. Itu pesan Marni.
MARJUKI :
Tolonglah nak Cepi, sebutkan. Saya harus ketemu Marni sebelum dia pergi. Tolong,
saya mohon sekali. Please …
CEPI :
Sekali lagi, maaf om. Saya tidak bisa melanggar janji.
MARJUKI :
Please …
CEPI :
Maaf ommm …. Saya tidak bisa. ( MENATAP MARJUKI BEBERAPA SAAT )
Tapi, kalau om bersedia kerjasama dengan saya, kita sebetulnya bisa membatalkan
Marni pergi. Seperti saya bilang tadi, saya tidak setuju Marni pergi.
MARJUKI :
Membatalkan Marni pergi ? Bagaimana caranya ? Jelas saya setuju.
CEPI :
Tapi jangan sampai dia tahu. Ini rahasia antara kita. Om Setuju ?
MARJUKI :
Setuju. Saya bisa pegang janji. Bagaimana caranya ?
CEPI :
41
Tunggu dulu. Saya mau tanya, tolong jawab dengan jujur Apa sebetulnya yang
membuat Marni marah sama om ?
MARJUKI :
Saya melarang Marni pacaran sama Anto.
CEPI :
Kenapa ?
MARJUKI :
Saya tidak tahu persis. Saya merasa, si Anto sebetulnya anak baik. Jadi, saya tidak
sungguh-sungguh melarang. Tapi Marni keburu protes keras.
Merasa tidak didengar omongannya, saya jadi tambah jengkel.
CEPI :
Saya lihat Marni begitu juga. Makin dilarang, makin menentang. Intinya sama: ingin
didengar suaranya.
MARJUKI :
Begitu ?
CEPI :
Begitu.
MARJUKI :
Jadi bagaimana caranya supaya Marni tidak jadi pergi ?
CEPI :
Turuti saja kemauannya. Toh om sudah yakin Anto anak baik.
MARJUKI :
Nak Cepi bisa jamin 100% Marni batal pergi ?
CEPI :
42
MARJUKI :
Kalau begitu temui Marni, segera. Katakan, saya akan ijinkan Marni pacaran sama
Anto. Sesudah itu, ajak mereka berdua ke sini supaya mendengar langsung dari saya.
CEPI :
Om Marjuki bisa pegang janji ?
MARJUKI :
Bisa. Saya jamin !
CEPI :
Baik. Kalau begitu saya jamin 100% Marni batal pergi. Permisi dulu om, saya harus
cari Marni dan Anto sekarang juga. Saya akan kabarkan berita gembira ini.
( IRNA, AUDI, LALA DAN BEBERAPA TEMAN MARNI YANG LAIN MENDADAK
MUNCUL )
IRNA :
Tunggu Cepi ! Maaf om Marjuki, kami mendengar semua pembicaraan ini. Kami
ikut gembira. Tapi itu tidak cukup. Harus ada jaminan tertulis bahwa om Marjuki
akan menepati janji.
CEPI :
Tidak Irna, aku percaya orang tua bijaksana ini.
( ANTO MUNCUL )
ANTO :
43
Tidak, tidak perlu. Cepi betul. Saya juga percaya om Marjuki akan menepati janji. Ini
kan bukan urusan jual beli tanah atau semacamnya. Tapi urusan anak dan orang tua.
Jangan repot-repot. Janji secara lisan sudah cukup.
IRNA :
Tapi …
MARJUKI :
Nak Anto betul, jangan repot-repot. Makin kita repot, makin lama Marni di
penampungan TKI. Kasihan dia. Lebih baik kita cari Marni sekarang. Apa kalian ada
yang tahu alamatnya ?
MARNI :
Marni sudah di sini ayah. Tidak usah dicari.
MARJUKI : ( KAGET )
Marni ? Ah, kemarilah kamu nak. Ayah sangat kuatir ada apa-apa dengan kamu.
MARNI :
Jangan kuatir ayah, Anto menjaga aku. Kalau bukan karena dia, aku pasti jadi TKI
sungguhan.
MARJUKI :
Syukur .. syukur kalau begitu. Terima kasih nak Anto.
ANTO :
Marni melebih-lebihkan om.
MARNI :
Anto meyakinkan aku begitu rupa, segalak apa pun, ayah tetap sayang aku. Dan
rumah adalah tempat terbaik menyusun rencana dan cita-cita.
44
MARJUKI :
Bagus. Kamu menemukan pemuda yang tepat anakku.
Dan kamu tidak tinggal di tempat penampungan bukan ?
MARNI :
Tidak.
MARJUKI :
Jadi siapa yang mengatur nak Cepi datang ke mari dan main sandiwara di depan
saya ?
ANTO :
Saya om. Sayalah komadan semua sandiwara malam ini. Sebagai komandan saya
tidak akan lari. Saya siap diadili.
MARJUKI :
Bagus. Itu komandan yang baik. Anda siap saya tuntut di depan penghulu menikahi
anak saya ?
ANTO :
Sekarang ?
MARJUKI :
Nanti, setelah lulus kuliah dong.
ANTO :
Marni, siap jadi anggota Dharma Wanita ?
45
MARNI : ( MALU )
Idih, masa harus dibahas sekarang ? Sudah malem lagi. Kayaknya durasinya sudah
lewat deh. Stage manager mana sih ? Stage manager !
YANG LAIN :
Stage manager !
CEPI :
Dia nggak tahu stage manager. Tahunya menejer panggung. Menejer panggung !
MENEJER PANGGUNG :
Ya, ya …
MARNI :
Durasinya sudah lewat belum ?
MENEJER PANGGUNG :
Sudah lewat dari tadi.
MARJUKI :
Bukannya ngingetin.
MENEJER PANGGUNG :
Habis situ ngomong melulu …
MARJUKI :
Ee, malah marah sama saya. Saya tokoh lho, tokoh ini !
MENEJER PANGGUNG :
Biar tokoh kalau ngaco dimarahin.
Baiklah penonton sekalian, kelihatannya sudah waktunya bagi kita untuk berpisah.
Lakon sudah tamat, “ pesan sponsor ” mudah-mudahan tidak salah alamat. Dan
marilah kita sama-sama beristirahat.
PENUTUP
ANTO : ( MENYANYI )
MARNI : ( MENYANYI )
SEMUA : ( MENYANYI )
LAKON SELESAI
Depok, Mei 2004
Teriimakasih banyak,
jika sebelum mementaskan naskah ini memberitahukan pada penulis.
Selamat berkarya !
48
BIODATA SINGKAT
Budi Ros.
Alamat :
49
Judul :
LIT
SINOPSIS LIT :
Di tengah kesemrawutan hukum Di REPUBLIK JOMBROT , Lit, pemimpin non-
pendidikan yang mahal dan mencekik rakyat, juga melawan polisi dan hamba-hamba
Tokoh-tokoh :
Lit………………………………19 tahun.
LIT
Oleh : Viddy AD Daery
52
Musik gemrenggeng aneh, penuh suara kucing,lalat, ayam dan suara desah orang
bermain sex. Juga bicara berebut rokok.
Lampu yang gelap tiba-tiba menyorot terfokus pada seorang remaja berseragam SMU
yang belel dan ditulisi macam2 juga bertambal-tambal, pokoknya amburadul,
rambutnya awut-awutan.
LIT :
Kenapa seluruh pelajaran budi pekerti yang diajarkan sejak SD sampai SLTA tidak
berlaku di kehidupan nyata ?
( hening …3 menit )
Kenapa seluruh ajaran Kitab Suci dan teladan para nabi menjadi NOL dalam
perjalanan hidup di REPUBLIK JOMBROT ini ?
Kamera menyorot anak2 SMU yang mabok, mereka bangkit lalu berdansa rancak
pakai koreografi yang bagus, mengikuti irama disko, bagai di videoklip MTV di TVG
:
Syair :
Telinganya congekan
Penuh cureg ambune badheg…baunya nggak ketulungaaaannnn….
Lit membantah :
Tapi kenapa di Malaysia,Brunei,Singapura, Thailand, bahkan di Srilangka yang
negara miskin aja SEKOLAH BISA GRATIS !!!! ?????
BP 3 membisiki : wssswssswsss….
KS : Oooo yayaya….pemerintah negara-negara asing itu kan memberi subsidi terhadap dunia
pendidikan, goblok !
penjabat tinggi justru dinaikkan kok malah subsidi pendidikan dicabut ????
Lha ya toh….orang tua kalian bayar tarif listrik yang terus naik, nggak
pernah protes.
( Ayo penonton, kalian kan rakyat yang baik…kalau aku habis omong kalian bilang :
bayaaar aja….ayo mulai…)
Lhoooo…………….
Pokoknya kami sampai heran, ortu kalian itu manusia apa mayat hidup ?
Naah, sudah ortu kalian kayak mayat hidup dan penurut kayak kerbau
dongok…eeh,kalian anak-anaknya malah sok jadi PEMBERONTAK….
Lit :
Karena kami tidak mau seperti orang tua kami yang bodoh dan
jahiliyah !!!!!
Ini sudah subversib pak, berarti sudah masalah serius ini pak…
Mudah-mudahan bisa ditindas lebih kejam dari yang di Makassar itu pak.
BP 3 : Kata siapa ? Wong polisi itu ya preman kok, bedanya Cuma pakai seragam yang
dibeli dari uang rakyat.
BP 3 : Lho ya Pak KS toh, orang Bapak adalah kepala sekolah, yang punya wewenang kok….
KS : halaaahhhhhh….kamu juga nggak papa toh, soalnya kamu lebih pandai bicara….otakmu
lebih kancil.
KS : Kamu aja.
BP 3 : Bapak aja.
KS : Kamu aja.
BP 3 : Bapak aja.
KS : Kamu aja.
BP 3 : Bapak.
KS : Kamu.
BP 3 : Bapak.
KS : Kamu.
BP 3 : Bapak kamu.
KS : Bapakku ? Bapakku sudah almarhum jeee…lho ini yok opo sih, kok mbanyol kayak Srimulat
aja….tak antemi lho koen…
BP 3 : lho kehidupan kita ini memang panggung komedi pak, apalagi di Republik Silit
ini…malah lebih lucu dari Srilmulat lho, makanya Srimulat di THR itu bangkrut pak, kalah lucu
dari kehidupan sehari-hari pakk…
KS : Sudah-sudah….katamu ini masalah gawat, makanya jangan guyon ae…ayo cepat lapor polisi
!!!
KS : hmmm….aku takut dimintai bayaran eee…soalnya kata orang, kalau lapor polisi kehilangan
anjing, kita malah dimintai ongkos sebasar kambing…lho lak rugi reek…
Lha ini bukan soal anjing, ini soal subversi, kita bisa dimintai ongkos berjuta-juta toh ??
BP 3 : Lhaaaaa,bapak ini….kita ini orang kaya, lembaga kaya….wong kita korupsi gedhe-gedhean
kok takut dipalak polisi sejuta dua juta….
BP 3 : halaaah paak, jaman sekarang korupsi itu dilakukan dari presiden sampai tukang
cat, jangan takuuut….lembaga komisi pemberantas korupsi aja nggak pernah ngapa-
ngapain……malah kerjanya juga korupsi kok.
Yel-yel minta pendidikan gratis diteriakkan oleh para gelandangan, setelah itu
pemimpinnya memberi isyarat agar diam.
PG : Ooooo…itu tadi…ituuu tutup pak, lha pagere dikunci e pak, digembok pak.
PG : tahu dari mana ? wong kami nggak ngomong apa-apa sama mereka kok…
PG : Lha iya toh pak…kan peraturannya begitu, kalau mau demo, harus lapor polisi dulu….
KS : Ya itu, kalian dibujuki polisi…ya polisinya sudah nelpon Kepala Dinas Pendidikan, Ndul.
PG : Waah busuk sekali kelakuan orang pinter itu ya, ulahnya Cuma minteri rakyat, bukan
membangun dan memakmurkan rakyat….
KS : Lho, baru tahu toh ? Waaah….guuuoooblok, makanya kok dalam pemilu ini kalian pilih lagi
partaipartai busuk…dasar rakyat guuuuooobbloookkkkk kelas berrraat !!!!
Suk-suk-suk-busssssssssssssssssssuuuuuuuuuuuuuuuuuuukkk….
Ini negeri busuk
Telurnya busuk-busuk
Tomatnya busuk-busuk
Katesnya busuk-busuk
Mangganya busuk-busuk
Dagingnya busuk-busuk
Rotinya busuk-busuk
Airnya busuk-busuk
Susunya busuk-busuk
Suk-suk-suk bussssssssssssssssuuuuuuuuuuukkkkkkkkk
Presiden busuk-busuk
Menteri busuk-busuk
Dirjennya busuk-busuk
Irjennya busuk-busuk
59
Stafnya busuk-busuk
Satpamnya Busuk-busuk
Polisi busuk-busuk
Tentara Busuk-busuk
Kyai busuk-busuk
Gurunya busuk-busuk
Pedagang busuk-busuk
Pedaging busuk-busuk
Lit : Pak, dadi opooooooooooo koen iku, eta-ete…petentengan kayak wong penting aja.
Kamu itu preman bayaran tahu, kalian lebih sampah dari para gelandangan yang kalian anggap
sampah itu.
Rumah kalian,rumah petak di pingiran kota toooh,sewanya Cuma Rp 100.000,- sebulan toh ?
Lihat saat ini isteri kalian belum masak nasi toh…anak kalian kelaparan,tidak bisa sekolah, semua
karena pemerasan yang dilakukan para pemimpin busuk, para elit tulalit.
60
Tapi kalian malah menjadi kaki tangan orang-orang busuk itu, dan malah
memukuli sesama rakyat kecil yang tertindas. Kalian itu laksana ANJING,
tahu !
rakyat.
Pemilu itu kan sarana yang demokratis dan merupakan kesempatan untuk
memilih pemimpin yang baik dan menendang pemimpin yang busuk.
Itu semua karena rakyat bodoh ! Bodoh terus karena tidak pernah dididik !
Karena sekolah bayarnya mahal ! Padahal seharusnya gratis !!!!
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerntah wajib membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa…
KS : Oooo jadi aku ini badak yooo….wis rek, gini aja, aku sekarang sadar, tobat, pokoknya
seperti drama-drama itu lho, orang yang salah akhirnya tobat, sadar….minta maaf…dan sekarang
saya putuskan kalian semua boleh sekolah gratis, anak-anak !
KS marah kepada BP 3.
KS : Memang kamu ini kok yang bikin masalah. Kamu ini lembaga ekstra ! Tidak resmi,tidak
formal,kamu ini calo! Rente !
Tramtib : Gak isok…gak isok…ini dia biangnya sehingga rakyat kecil tidak bisa
menikmati pendidikan ! Ayo bakar !
Semua menari kesurupan diiringi musik disko seram….suara mereka fals mirip hantu
haus darah….
62
Lirik :
Musik berhenti.
Rakyat teriak-teriak tak terkendali.
Para gepeng dihasut tramtib untuk memassa petugas kebakaran. Para petugas
pemadam kebakaran malah digebuki dan dibunuh.
Kopol : Enak aja sorry,sorry, ingat kasus Makassar….waaah aku dipecat nanti Dul
gara-gara kamu.
Dul : Sorrrrrrrrrrrrrrrrryyyyyyyyyyyyyyyyyyyy….pak.
Karena pemerintah menelantarkan rakyat, lalu rakyat yang putus asa bunuh
diri, setahun ada sekitar 30 orang…lhooooooo aku polisi kok ya
taaaaaaaaaaahuuu
64
Lalu yang nekad menjadi copet, maling, garong, rampok, mereka sudah
membunuh korban sekitar 170 orang setahun…lhooooooo aku polisi kok ya
taaaaaaaahuuu
Lalu para garong yang digerebeg polisi lalu lari dan ditembak, jumlah yang mati
sekitar 200 orang setahun…lhooo….aku polisi kok ya taaaaaaaaaaahuuuu
Menurut data CDC dan AGI, 2 juta nyawa bayi di Republik Jombrot ini
dibunuh per tahun di meja aborsi
Data yang dikutip koran MERDEKA baru-baru ini, setiap jam ada 2 ibu
meninggal karena melahirkan lantaran kemiskinan dan buruknya fasilitas di
Republik Gombal ini
Lalu data ELSAM mencatat 65 buruh TKI mati setiap tahun di Singapura,
karena negeri ini nggak bisa ngasih makan, karena duit negara sudah digarong
para pemimpin
Data dari Depkes RI mencatat 35 orang mati per tahun karena HIV AIDS
Belum lagi yang mati karena berbagai macam penyakit, kecelakaan lalu lintas,
kapal laut dan udara, belum yang mati-mati karena 1001 macam bencana alam
yang terjadi tiap hari karena alam lingkungan dirusak….wooooooo nggak karu-
karuan jumlah orang mati di Negeri Gombal Mukiyo ini…Tapi kok ya jumlah
penduduk tetap berjubeeeeel aja…Makanya aku tinggal melanjutkan upaya
PENCIUTAN PENDUDUK hehehehe
Komandan Polisi : Sok tahu kamu Dul, daripada sok pinter dan lebih pinter dari
aku, mendingan kamu tak tembak aja duluan !
Lit : Ini apa-apaan ? Apa tidak ada hukum di negeri ini ? Kok main bunuh
semaunya ????
Coba kamu baca lagi kitab UUD 45 ! Berapa pasal yang dilanggar mereka ?
Siswa dan gepeng : Waaah, taek koen iki, sudah perang aja….serbuuuuu !!!!!!!!
Perang ramai.
Semua saling bunuh. Polisi lawan massa.
Semua mati, tinggal Lit yang hidup meski luka parah.
Dengan tertatih-tatih menahan luka, Lit menggugat negeri Gombal ini dengan
puisi protes :
SELESAI
Viddy AD Daery=============================viddyad2@yahoo.com
( fotokopi identitas akan dikirim menyusul, mungkin via pos )
Setelah lulus sarjana sosiologi tahun 1987 , lalu menjadi koresponden Jawa Pos
sambil mengelola toko emas di Lamongan.
Tahun 1991 hijrah ke Jakarta karena bekerja di TPI ( Televisi Pendidikan Indonesia ),
mula-mula sebagai redaktur features SERBANEKA.
Tahun 1993-2001 menjadi produser eksekutif. Produknya yang terkenal antara lain :
Lenong Bocah, Patrio Ngelaba, Telenovela Dimana Cinta Kutitipkan. Lalu keluar dari
TPI dan mendirikan jaringan production house sambil menjadi budayawan yang
banyak diundang ceramah budaya Indonesia oleh negara-negara Asia Tenggara.
Novelnya “Sungai Bening” diterbitkan oleh PT Grasindo Jakarta, dan cukup laku di
pasaran.
Sejak remaja/mahasiswa sampai kini aktif ikut lomba kreatif dan cukup banyak
menyabet juara di bidang penulisan puisi, cerpen dan produksi acara televisi.
E-mailnya : viddyad2@yahoo.com.
68
SRIKANDI EDIAN
Karya : Sang Aru
( Hardjono Wiryosoetrisno )
Daftar Pemain :
1. Srikandi : remaja putri tomboy, cerdas dan cantik
umur sekitar 17 thn.
2. Dalang : remaja laki-laki atau perempuan, kocak dan cerdas.
3. Wayang wayang : kelompok koor moderat umur sekitar 17 thn
jumlahnya lebih 5 orang boleh laki, perempuan atau
campuran.
4. Pak pos : laki-laki atau perempuan umur sebaya mereka yang penting
bisa
naik sepeda motor atau sepeda biasa.
5. Dibantu oleh kelompok musik.
Synopsis
Srikandi jaman wayang belajar ilmu memanah kepada Arjuna pemilik ilmu
Danurwendo, jaman sekarang atau masa depan Srikandi belajar ilmu sejarah kepada
Arjuna juga.
Srikandi kali ini ingin belajar sejarah negeri ini supaya tahu dengan jelas sejarah
negerinya. Selama ini sejarah hanyalah sebagai ilmu yang dihafalkan.
Sampai sedikit edian Srikandi berusaha mencari Arjuna untuk belajar sejarah, tetapi
sayang sekali sampai cerita ini habis Srikandi tak bisa belajar sejarah tentang
negerinya. Mengapa ?
Apakah Arjuna memang tak mau ditemui Srikandi, atau karena sejarah negeri ini tak
perlu dipelajari, dan hanya dihafalkan saja ? Inilah kegelisahan Srikandi Srikandi
jaman ini.
69
=====
ADEGAN I.
LAYAR DIBUKA, TAMPAK PANGGUNG DENGAN BEBERAPA
BUAH KOTAK SEBAGAI PROPERTY. BEGITU JUGA KELOMPOK
MUSIK SEDANG MEMAINKAN MUSIK. SEDERHANA.
TAMPAK JUGA SEORANG DALANG SEDANG BERSIAP MAIN LENGKAP DENGAN
PERALATAN DALANGNYA. WAYANG-WAYANG KELUAR DIIRINGI MUSIKNYA.
MEMBUAT KOMPOSISI ENAK.
dalang dalang…..
Apa tuan ?
Oh ya aku ingin belajar kepadanya.
Belajar sejarah.
Wayang wayang : Belajar atau…
Srikandi : Atau apa ?
Wayang wayang : Belajar atau jatuh cinta ?
Srikandi : Oh… belajar rek.
Wayang wayang : Jatuh cinta atau belajar
Srikandi : Belajar.
Wayang wayang : Belajar atau belajar
Srikandi : Belajar belajar !
Wayang wayang : Belajar atau jatuh cinta ?
Srikandi : Belajar !
Sekali belajar tetap belajar !
Wayang wayang : Belajar sambil jatuh cinta ?
Srikandi : Malu ah…..
Wayang wayang : Tidak. Tak seorangpun yang tahu alamatnya. Sesekali datang
kemari. Tetapi yang penting ia mau datang kerumahmu asal tahu
alamat rumahmu Srikandi.
Srikandi : 0311234567. HP ku masih dipinjam yang punya.
Wayang wayang : Sekarang mau kemana Srikandi ?
BIODATA PENULIS
Daftar Pemain.
Synopsis :
Awalnya, Nimok menolong Momon yang menjadi korban
pengguna narkoba hanya karena keduanya adalah sahabat. Momon
berhasil lepas dari persoalan itu tetapi mencintai Nimok dan Nimok
menolaknya.
78
=========
ADEGAN I.
PELAN.
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING
Kenapa Nimok ?
Kenapa Momon ?
Suara-suara : Sendirian ?
Suara-suara : Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
KEMUDIAN SUARA SUARA ITU MEMBUAT KOMPOSISI BEGITU JUGA NIMOK DAN
Nimok : oh…..
82
BERMAIN SALING BERDIALOG DALAM HATI. HANYA GERAK GERAKNYA SAJA YANG
MEMAINKAN DILOG MEREKA. DAN SEGERA DIAM KETIKA MOMON MULAI DIALOG.
Nimok : Apa?
Nimok : Ingin
Momon : Kapan
Nimok : Kapan-kapan
Suara-suara : Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
Nimok : Aku ?
Nimok !
Tetapi sahabatmu
Momon : sahabatku ?
Nimok : Ya sahabatmu
Kenapa ?
Nimok : Aku ingin menjadi sahabatmu seperti waktu dulu. Tidak ingin menjadi
Momon : Kenapa ?
Nimok : Tidak
Nimok : Sssttt….
Momon : Sebenarnya aku lebih senang kalau kau tidak mau datang lagi Nimok.
Kenapa ?
Kau campakkan lagi aku dari sebuah tempat yang lebih tinggi setelah kau
Sekarang, setelah aku sakit kau datang lagi untuk mengangkatku dan pasti
Nimok : Tidak usah khawatir. Suatu saat aku pasti pergi. Tanpa kau suruh aku akan
pergi. Tetapi untuk sekarang, aku masih ingin datang lagi untukmu
Sebagai seorang sahabat, aku ingin datang lagi untuk mengajakmu pergi
Nimok : Tinggalkan semua ini. Aku ingin Momon kembali Momon yang dulu,
Nimok : Belum !
Karena aku sahabatmu, aku wajib mengajakmu pergi dari sebuah tempat
Momon : Ya.
Momon : Kenapa ?
Nimok : Tidak
Nimok : Mengapa kau sakiti dirimu sendiri kalau kau sudah mencintai dirimu sendiri
Kenapa kau siksa dirimu sendiri kalau kau sudah bisa mencintai dirimu
sendiri.
Ya kan ?
Nimok : Apakah salah kalau sebagai seorang sahabat aku ingin datang lagi untukmu
Suatu saat pasti aku pergi. Sementara ini aku masih ingin melihatmu sebagai
Ayo bangun dari mimpi mimpimu yang indah tetapi hanya kebusukan dan
Tidak ada pilihan lain kecuali harus segera meninggalkan tempat ini, kalau
Yakinlah suatu saat orang orang yang mencintai pasti datang. Ya kan ?
percayalah !
Dadia pengarepanku
Momon : Diam !
Diamlah suara-suara
91
Semua pergi
Semua menjauhiku
Kita sendirilah yang memiliki hidup kita karena kita sendiri yang berhak
Kalau kau sendiri belum menuntut dirimu sendiri untuk lebih mencintai diri
sendiri
Ayolah Momon
menyayangi.
Bagaimana Momon ?
DENGAN LIAR. KEMUDIAN BERJALAN LAGI SEAKAN INGIN CEPAT SAMPAI DI SEBUAH
Momon : Tidak
Momon : Aku ingin mencintai diriku sendiri sebelum mencintai orang lain.
DIPANGGUL LAGI SANG PASIEN UNTUK KELILING PANGGUNG LAGI. NIMOK PELAN-
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
PADAM.
SELESAI
96
BIODATA PENULIS
HITAM PUTIH
Karya :
ENANG ROKAJAT ASURA
CILEGON 2004
TOKOH :
AMARAL
NENEK
RIO
DUA ORANG BODYGUARD
PUTRI
SEORANG LELAKI
FIGURAN
1
BABAK SATU
RIO
Hitammu disini…bukan itu…bukan disana…
Lihat…pandang…tatap…
Hitammu di sini…Amaral !
AMARAL
Hitamku di sana ? hitamku di nadimu ?
NENEK
Itu bukan hitam, Cu !
Itu abu-abu…abu bukan hitam…karena ada putih di sana…
Abu-abu bukan putih…
Oh…( TERKEKEH ) abu-abu bikin bingung kamu, Cu ?
Tidak…jangan bingung !
Pandanglah abu-abu itu dengan ini …
( MENEPUK DADA DAN BATUK )
100
RIO
( TERKEKEH )
mana mungkin bisa membedakan hitam dan putih,
mengatur nafas saja tidak becus !
kau batuk-batuk terus, Nek !
Tak perlu memikirkan hitam dan putih,
pikirkanlah liang lahat !
NENEK
Tengik juga kau anak muda !
Jangan dengar itu, Cu ! Jangan kau dengar…
kau akan menemukan putihmu…
putihmu yang kaucari…bukan putih dia…
bukan putih orang lain !!!
AMARAL
Biarlah aku pandang sendiri, Nek !!
Jangan memandang dengan mata nenek…
Aku masih awas…
Pasti lebih awas !
Mata nenek sudah rabun…
Mana bisa mewakili keinginanku !!
AMARAL
Aku tak melihat putih di sana…
Hoi…adakah putihku di sana ?
Hoi…hanya ada hitamkah di sana ?
NENEK
101
( BATUK-BATUK )
hitam dan putih tidak dimana-mana, Cu !
tapi di sini ….
( MENEPUK DADA DAN BATUK-BATUK KEMBALI )
ah…kenapa penyakit ini selalu saja manja…
dasar penyakit jaman sekarang…
manja…tak bisa mandiri…
AMARAL
( PADA NENEK )
Artinya nenek sudah tua…
NENEK
Bagus…bagus itu, Cu !
Kalau kau sudah mengaku aku tua,
kau akan pula mengaku nenekmu bisa membedakan
mana hitam mana putih…
RIO
Dalam kacamata tuamu,
mana mungkin bisa membedakan hitam dan putih
lihat…ini hitammu di sini…
hitammu ada pada hitamku, Amaral !
NENEK
Tuhan, jangan biarkan hitam membawa cucuku !
Kuatlah putihmu di sini….
Pancarkan putihmu pada cucuku !
Jangan…jangan biarkan hitam itu, Tuhan !
Jangan biarkan membawa cucuku…
NENEK
Adakah putihku di sana ?
Tunjukanlah !!!
Mana putihku ?
NENEK
Ah, ternyata kalian masih suka bohong…
Aku pikir kebohongan hanya ada di pasar-pasar…
Ditawar seribu…dia bilang belinya saja seribu dua ratus…
padahal ia beli lima ratus…he he he…
Aku sangka kebohongan hanya ada di terminal…
bus penuh dikatakan kosong…
tadinya aku hanya beranggapan…
kebohongan hanya ada di senayan
tapi ternyata…di sini juga …
apa pasar pindah ke sini heh ?
apa terminal juga ada di sini ?
atau tempat ini sudah disulap jadi senayan tandingan ?
NENEK
Adakah putihku di sana ?
Tunjukanlah…mana putihku ?
NENEK
Adakah putihku di sana ?
( SEPERTI AKAN MENANGIS )
Tunjukanlah…mana putihku ?
NENEK
( BENAR-BENAR MENANGIS DAN BICARA SENDU )
Adakah putihku di sana ?
104
Tunjukanlah !!
Mana putihku ?
AMARAL
Nenek jangan bunuh diri…
Nenek masih diperlukan di sini…
AMARAL
Jangan, Nek !
Jangan buang kesempatan hidupmu…
Hidup itu mahal !!
NENEK
Cucuku masih ada…
Dia masih sayang…
RIO
Bom !!
AMARAL
Bom … bom !!
NENEK
Bukan bom…itu tadi kentut !
RIO
Kentut ? begitu kerasnya kentut ?
NENEK
Ya, itu tadi kentut !
Bahkan ada kentut yang bisa lebih keras dari itu…
AMARAL
Ngaco !
Nenek jangan ngaco !
Ayo keluar…itu tadi bom…
atau paling tidak granat tangan…
NENEK
Kentut !
106
RIO
Siapa yang kentut ?
NENEK
Kamu ! kau yang kentut !
Kentut orang macam kau itu pasti sekeras bom !
RIO
Aku kentut ? kentutku keras ?
Mana mungkin, Nek,
aku masih bebas keluar masuk Amerika !
kalau aku kentut sekeras bom,
pasti dicekal masuk Amerika…
NENEK
Kalau begitu, kau yang kentut, Cu !
AMARAL
( TERSIPU )
Nenek…mana mungkin aku kentut di depan umum…
lagi pula kentut perempuan itu tidak keras…
Mana mungkin bisa sekeras bom…
NENEK
Ya, sudah !
Kalau begitu, mungkin aku yang kentut…
Kentutku bisa sekeras bom,
buat ngebom laki-laki brengsek yang akan mengganggu kamu !!
Tapi….karena aku perempuan,
pasti kentutku tetap santun…
Buktinya kentutku tak salah sasaran kan ?
Tidak salah tembak…
Kentutku tepat nembak Riomu itu !
107
AMARAL
menghitung hari…
detik demi detik…
NENEK
Ah…kau ini !
Dia itu lelaki tak bertanggung jawab…
AMARAL
Tapi Rio telah memberi jalan….
Jalan menuju sukses, Nek !
NENEK
Yang memberi jalan itu, Allah !
Jangan kau salah sangka…
Kita itu kecil…kerdil…
Mana mungkin bisa memberi jalan untuk orang lain,
jalan buat sendiri saja tidak bisa…
AMARAL
Sudahlah, Nek !
Simpan omongan nenek itu di lemari besi…
Aku tak mau mendengarnya lagi…
NENEK
( TERSENTAK HINGGA SELENDANG JATUH )
Amaral ?
AMARAL
Sadar…aku sangat sadar !
NENEK
Oh, Tuhan, sia-sialah upayaku ini…
AMARAL
Nenek tidak mengerti…
Dunia hiburan memberi jalan hidup…
jalan yang tak pernah nenek temukan dulu…
Pandanglah dunia dengan mata sekarang, Nek !!
109
NENEK
Mengkhayalah terus…
Bermainlah dalam fantasimu !!
Tapi kau sedang ada dalam genggamanku sekarang…
AMARAL
Mulai sekarang tidak, Nek !
Aku lepas…bebas…
NENEK
Bawalah pikiranmu…
Tapi kau lupa, hatimu tetap di sini…
SEBUAH SUARA
Siapa yang kentut ?
Ayo ngaku !
Siapa yang kentut ?
Perempuan atau laki-laki ?
110
***
2
BABAK DUA
AMARAL
Makasih…makasih…sabar ya…
semuanya pasti kebagian …
sabar dong…
112
( PADA SESEORANG )
siapa namanya ? bagus…mana bukunya…
oke…tanda tangan di sini ya…
iya…iya…
AMARAL
( PADA SEORANG BODYGUARD )
Kalian atur jangan sampai berebut …
Kalian dibayar untuk itu…
Kulitku bisa lecet kalau berdesakan terus…
NENEK
( TERIAK )
tak ada penggemarmu, Cu !
tak ada penonton…
tak ada penjaga pribadi…
AMARAL
( KESAL )
Diam !
Apa sih maksud nenek ?!
NENEK
Aku hanya ingin menyadarkanmu…
Bukalah mata hatimu…
Ini bukan panggung sandiwara
untuk melambungkan angan-anganmu…
ini rumah kita…rumah sederhana milik kita…
113
AMARAL
Lebih baik nenek diam, supaya saya tidak berbuat kasar…
Paham ?!
NENEK
Tidak !
AMARAL
Ah, itulah, Nek !
Jaman sekarang sudah maju…
Jauh lebih maju dari jaman yang nenek alami…
Sekarang jaman globalisasi…
Nenek pasti tidak tahu apa itu globalisasi ?
NENEK
He he he … salah kau, Cu !
Dari dulu juga namanya sa-si-sa-si itu sudah ada …
AMARAL
( TERIAK )
Britney spears segera hadir…
Lihat…kurang apa saya, Nek !
Lihat…lihat…penonton !
Saya cantik luar dalam …
AMARAL
Dengar…dengar !!
Gemuruhnya sambutan dunia ?
Rrrruarrrr…biasa…
114
NENEK
( SEDIH )
Kau terlalu jauh mimpi…
Bangunlah, Cu, hari sudah siang !!
Lihatlah…ini rumah kita…
AMARAL
Aneh…kenapa dicolek tidak kerasa ?
Apa aku mencolek angin ?
Mencolek bayangan ?
AMARAL
Hidup…ya…hidup…
Ada kehidupan di sana…
NENEK
( MEMEGANG TERALIS )
Ternyata kau memang masih waras…
Yang kau pegang itu memang kehidupan…
115
AMARAL
Aduh..nenek !!
Bener-bener membuat saya kehilangan kesabaran…
Nenek memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa…
Tapi jangan samakan saya dengan nenek…
Ini dunia saya … dunia angan-angan
NENEK
Kau sebenarnya yang bikin aku kehilangan kesabaran
Dengan cara begini kau akan disadarkan…
AMARAL
Kurang ajar !!
Apa kalian sudah jadi robot beneran ?
Apa kalau aku dilembar bom, kalian tetap diam ?!
Kalian kupecat !!
NENEK
Mana ada syal artis besar bau apek…
Kau memang terlalu jauh melamun, Cu !
Sayang…orang tuamu tidak ada…
116
AMARAL
Jangan ungkit masalah itu, Nek !
Aku malas mendengar cerita itu…
Padahal dady di Amerika !!
Mom di Prancis !!
Nenek malu anak dan menantu sukses di negeri orang ?!
NENEK
( DARI TERALIS TERHALANG SYAL )
Aku malu karena punya cucu pelamun !
Buang jauh-jauh cerita busuk itu…
Kedua orang tua meninggal karena kecelakaan !
Tak ada di Amerika…tidak di Prancis…
AMARAL
Dengar !! Dengar !! Kalian dengar !!
Siapa sebenarnya yang melamun ?
Aku atau nenekku ?
Kalian dengar sendiri …
Nenek bilang ayah ibuku meninggal…
Nenek tak mengenal Prancis…tak mengenal Amerika…
Nenek kecewa tak bisa masuk ke dunia anak-anaknya…
RIO
Hebat…hebat…
Kau benar-benar telah jadi bintang hebat…
117
( SINDIRAN )
Kau begitu gampang memecat orang…
tapi tidak apa-apa, untuk maju harus tega !!
Tega menjegal orang lain…
AMARAL
Apa maksud semua ini ?!
Apa Rio ?!
RIO
Penyamaran itu penting…
Semakin sempurna menyamar,
semakin besar kesempatan untuk jadi besar…
AMARAL
Aku tak paham…
RIO
Tak perlu semuanya mengerti…
Semakin banyak mengerti,
justru semakin membuat orang bego…
Sederhana saja !!
AMARAL
Sederhana menghadapi hidup ?
RIO
Sederhana menanggapi hidup…
Untuk maju kau perlu sandaran,
menyandarlah pada orang-orang !!
Untuk maju perlu kesempatan,
curilah kesempatan ketika mereka tidur !!
Untuk maju perlu kepandaian,
pura-puralah seperti orang pandai !!
118
AMARAL
Luar biasa…
Mas telah memberi jalan !!
RIO
Aku tak segan jadi jembatan
asal bisa menghubungkan kamu ke pantai harapan…
AMARAL
Sungguh ?!
RIO
Kau bisa rasakan sendiri selama ini !
AMARAL
Mas Rio !
RIO
Aku tidak brengsek seperti kata nenekmu…
Aku tidak sialan seperti kata orang-orang itu…
Aku bukan bajingan seperti kata orang-orang suci…
Aku tidak seperti yang tudingan wartawan-wartawan itu…
AMARAL
Jangan peduli dengan nenek…
Jangan peduli dengan orang-orang itu…
Kita tak ada urusan dengan mereka !!
119
RIO
Siapa yang kau perlukan ?
AMARAL
( MALU-MALU )
mas Rio tentu …
siapa yang mas Rio perlukan ?
RIO
Kamu … pasti !
BODYGUARD
Sepatu yang membuat lupa diri…
Tak terasa menginjak orang kecil…
Kemeja yang membuat dia silau…
Semua telah ditanggalkan…
Semua teronggok tak berarti di sini…
120
NENEK
Tambah satu lagi orang gila sekarang…
Kaukah telah melupakan takdir…
BODYGUARD
Aku perlu mencoba takdir orang lain…
Takdir sebagai manajer artis di sisi kiriku…
Takdir sebagai artis di sisi kananku…
NENEK
Dan takdirmu tak kebagian tempat…
BODYGUARD
Takdirku tetap di sini…
Di dalam dada ini, Nek !
NENEK
Berjalanlah !
121
BODYGUARD
Aku tak bisa berjalan…
Karena kaki kananku kaki perempuan…
dan kaki kiriku kaki laki-laki…
NENEK
Artinya kau menolak takdir…
BODYGUARD
Bukan !!
Bukan menolak takdir !
Tapi aku ingin kompromi dengan takdir, Nek !
Antara perempuan dan laki-laki pasti bisa kompromi…
Tapi kenyataannya aku benar-benar menyesal…
Jangankan antara perempuan dan laki-laki…
antara kaki kanan dan kaki kiri saja sulit kompromi…
Hebat benar orang di atas awan sana !!
NENEK
Hah…kau telah berjalan ke atas awan ?
BODYGUARD
Aku sering berjalan ke sana !!
NENEK
Kau lihat orang-orang saling kompromi ?
Kau lihat kaki kanan dan kiri kompromi ?
Kau saksikan tangan kanan dan kiri kompromi ?
Atau sama seperti di sini …
Sulit menerima kompromi ketika tak jelas jatahnya !!
BODYGUARD
Aku melihat orang-orang di atas awan sana
Semuanya bersahaja…
Semuanya tertib tanggung jawab…
122
NENEK
Tentu damai di sana…
Semuanya serba teratur…tertib…
BODYGUARD
Nenek tahu kenapa di atas awan seperti itu ?
Karena tak ada yang punya cita-cita
Tak ada lalu lintas..
Tak ada kepolisian…
Tak ada pengadilan…
Dan absen yang namanya parlemen…
NENEK
Aku tahu sekarang …
Kalau mau tertib lalu lintas, hilangkan lalu lintas !!
Mau bersih, lenyapkan polisi !!
Mau adil, hilangkan pengadilan…
Kalau mau jujur di parlemen….hilangkan…
NENEK
Roboh !
BODYGUARD
Dahsyat !
NENEK
Amblas !
123
BODYGUARD
Puas !
NENEK
Bencana !
BODYGUARD
Pesona !
NENEK
( MEMBENTAK )
Adzab !!
BODYGUARD
( MENAHAN NAFAS )
huh…
AMARAL
Pakaianku !!
Sepatuku…
RIO
Pakaianku !!
Sepatuku !!
NENEK
Jangan kau sentuh itu…
Itu api…tanganmu akan meletup…
124
BODYGUARD
Api !! Api !!
Aku harus menjauhinya…
BODYGUARD
Jangan sentuh itu !!
Api !! Api !
Jauhilah api itu !!
Terbakar nanti !!
NENEK
Ya…api…aku harus menjauhinya…
***
125
3
BABAK TIGA
AMARAL
Aku tahu kesuksesan itu harus disongsong…
dengan tenaga dan hati…
Aku telah melakukan semuanya, Nek !
NENEK
( TAK ACUH )
Kau tahu caranya tapi tidak tahu menjalankannya !!
Kau pinter tapi tidak cerdik…
Kancil itu kecil tapi bisa memperdaya harimau…
Kancil memang tidak pintar tapi cerdik…
AMARAL
Nenek…
NENEK
Kau tahu brengseknya lelaki itu…
( MELIRIK PADA AMARAL )
aku tidak tahu dunia,
tapi pernah merasakan hal yang sama !!
Sudahlah !!
Tak perlu berdebat !!
126
AMARAL
Aib, Nek !
Tak ada yang bisa menanggung aib !!
NENEK
Aib !!
Ya…aib !
Tapi anak itu tetap akan tumbuh dan akhirnya lahir !!
AMARAL
( BERDIRI. MERINGIS SEBENTAR )
Aku harus menghentikan agar anak ini tidak terus besar !!
Aku yakin pilihanku sekarang benar !!
AMARAL
Nenek pasti tahu apa yang akan aku lakukan…
Nenek telah banyak makan asam garam
Pasti tahu apa yang kupilih !!
NENEK
Tidak…aku tidak tahu !
Aku tidak paham, Cu !
127
AMARAL
Aku tak sanggup, Nek !
NENEK
Jangan !!
Percayalah…kasih Allah seluas samudera…
bahkan ditambah samudera lain…
samudera yang lain lagi…
AMARAL
Aku tak perlu samudera, Nek !
Aku perlu bagaimana menutup aib ini !!
NENEK
Beruntung pisau itu tumpul…
Kalau tidak, nadimu pasti putus !!
AMARAL
Beruntung ada nenek !!
Kalau tidak, pasti bukan pisau yang aku pakai…
NENEK
Kematian bukan penyelesaian…
Kematian bukan akhir dari masalah…
Kematian justru awal dari masalah…
128
AMARAL
Kematian memang awal masalah…
Tapi masalah yang belum aku tahu…
Sementara hidup jelas awal masalah…
Dari masalah yang telah tahu akibatnya …
Itulah kenapa aku memilih kematian !!
AMARAL
Rio…kaukah itu ?
Kenapa kau hitam sayang ?
Kaukah bersama malaikat maut itu heh ?
Hitam…kau hitam sayang …
NENEK
Dari dulu dia hitam…
Hanya mata kamu rabun ayam…
Hitam dibilang putih…
Mana mungkin hitam bisa disebut putih…
Antara hitam dan putih punya suara sendiri-sendiri !!
Punya nuansa sendiri-sendiri !!
AMARAL
( TAK PEDULI )
Rio…hitamkan yang kau bawa ?!
NENEK
Sayang kau selalu menggunakan warna orang lain !!
Aku benar-benar kecewa…
jangan-jangan anak muda sekarang
129
AMARAL
Mendekat…mendekatlah, Rio !
Lihat…lihat ke sini !!
Tadi aku akan mengakhiri hidup ini !!
Padahal di perutku ada janin yang mulai hidup….
Ah…kau tak paham bagaimana kegundahanku sekarang…
Tidak…kau tidak cukup pintar !!
Kau menghancurkan harapan !!
( SEDIH. MEMEGANG SELENDANG PUTIH YANG TERSAMPIR DI
PUNDAK )
Selendang ini !!
Kau ingat selendang putih ini ?
Aku membawanya agar kau datang !!
Bukankah kau selalu amarah ingin melenyepkan putih ini ?!
Kau ingat itu Rio ?
Ayo ambil Rio !!
Ambil…ambil putih ini !!
Tak ada nenek di sini !! tak ada siapa-siapa !!
Ambil !! Ambil segera !!
( TERTAWA TERBAHAK-BAHAK. BERHENTI. MELANGKAH PELAN. LALU
DUDUK DAN MULAI MENANGIS )
Hitam….putih…
Hitamku …putihmu…putihku…hitammu…
Dimana hitamku…dimana hitammu…
130
RIO
Hitammu disini…bukan itu…bukan disana…
Lihat…pandang…tatap…
Hitammu di sini…Amaral !
NENEK
Itu bukan hitam, Cu !
Itu abu-abu…abu bukan hitam…karena ada putih di sana…
Abu-abu bukan putih…
Oh…( TERKEKEH ) abu-abu bikin bingung kamu, Cu ?
Tidak…jangan bingung !
Pandanglah abu-abu itu dengan ini …
NENEK
Pembunuh ! Bajingan !
Bangsat tengik !
Cecunguk !
Amburadul…sampah !
Busuk !!
RIO
Kutu busuk !
Tua banga !!
Pembunuh !!
Kau cecunguk !!
Kau tengik !! Sampah !!
( MELUDAH ) puih !
NENEK
Terkutuk kau, Rio !
RIO
Terkutuk kau tua bangka !
NENEK
Heh…sompret, kenapa kau ikut-ikutan ?
RIO
Karena kau biang keladinya…
NENEK
Kau yang menghancurkan cucuku, sompret !
RIO
Tapi kau yang kesatu menghancurkan pacarku !
132
NENEK
Hei…kenapa kau urus masalah kubur segala heh ?
RIO
Karena kau yang sengaja minta dikubur !!
Orang yang suka mengubur keinginan orang lain,
memang selayaknya dikubur !!
NENEK
Lancang kau tengik !
Kau apakan cucuku itu ?
RIO
Kau yang harus jawab !!
Kau apakan pacarku itu heh ?
NENEK
Kenapa kau diam ?
RIO
Kau sendiri kenapa ?
NENEK
Aku capek…bengekku kambuh !
RIO
Sama…aku juga capek !
133
NENEK
Langkahi dulu mayatku…
RIO
Tak sudi…bisa-bisa aku impoten !!
Minggir atau aku kasih kentut !
RIO
Baru kentut bohongan sudah panik…
NENEK
( BICARA PADA PENONTON )
Dasar busuk !
Masih hidup saja sudah bau busuk…
Apalagi kalau sudah mati !!
Jangan-jangan akan tercium sampai Amerika…
RIO
Hei…tua bangka hentikan omonganmu !!
Nanti kalau Amerika kentut, kau bisa celaka !!
Nasibmu bisa lebih parah dari Saddam Husein !!
NENEK
Tuh kan…kentut lagi !!
Aku mual tahu…
RIO
Itu baru ngomong…kentutnya belum
NENEK
Cih…pantas cucuku hamil…
134
RIO
Kenapa kita tidak membentuk koalisi …
Kita bikin poros penyelamat amaral…
Kalau nenek setuju,
kita bisa kompromi bagi-bagi kentut !!
atau kita bagi-bagi kursi….
NENEK
Aku tak butuh kentut …kursi goyangku masih cukup kuat…
RIO
Oke…kita bagi-bagi kursi goyang…bagaimana ?
NENEK
Heh…apa maksudmu tengik ?!
RIO
Kita kompromi saja…kita selamatkan Amaral…
Nenek akui saja, Amaral itu hamil sama nenek…
NENEK
Apa bisa ?
RIO
Namanya juga kompromi,
apa sih yang nggak bisa, Nek ?
***
4
BABAK EMPAT
AMARAL
Kau tahu orang-orang itu, Nak ?
Kemarin ketika matahari di atas,
mereka adalah para pengagum ibu !!
Mereka itu siap menjilati keringat ibu !!
PUTRI
Ih…jorok…
Apa mereka tidak makan ?!
AMARAL
Makan…mereka makan…
Tapi tidak dengan mulut-mulutnya…
PUTRI
Kok gitu, Bu !
AMARAL
Mereka makan tidak dengan mulut-mulutnya…
Mereka makan dengan pantat-pantatnya…
Kau pasti bingung…tapi sudahlah,
tugas seorang ibu memang menyampaikan segala sesuatu
yang membingungkan anaknya…
nenek juga dulu begitu pada ibu…
Buyutmu juga sama saja…bahkan lebih membingungkan lagi !!
PUTRI
Apa pantat orang-orang itu ada giginya ?
AMARAL
Tidak ! Tentu saja tidak ada !
137
PUTRI
Bagaimana mereka makan ?
AMARAL
Mereka akan memaksa memasukannya …
Mereka memang sering memaksakan kehendaknya…
Mereka akan memakan apa saja…
Memakan siapa saja !!
PUTRI
Memakan ibu ?
AMARAL
Ya ! hampir saja…
Hampir saja ibu mereka makan juga…
Beruntung ibu punya benteng yang kokoh…
Ayahmu…Rio namanya !
( MENERAWANG JAUH )
Dia lelaki tampan juga gagah…
Selalu melindungi ibu dari kerakusan orang-orang itu !!
PUTRI
Ayah hebat !!
AMARAL
Ayahmu memang hebat…
Jauh lebih hebat dari Superman…apalagi Gatotkoco..
PUTRI
Ayah bisa terbang ?
AMARAL
Tentu, sayang ! Ayahmu bisa terbang…
PUTRI
Ayah punya sayap ?
138
AMARAL
Tidak !
PUTRI
Kok nggak punya sayap bisa terbang ?!
AMARAL
Ia terbang dengan uangnya…
Ia terbang dengan jabatannya…
Ia terbang dengan ambisinya…
Bahkan dengan pikiran-pikirannya…
PUTRI
Ibu ngawur !!
AMARAL
( TERSENTAK KAGET )
apa benar ibu bicara ngawur ?
AMARAL
Jangan kau naiki kotak ini, sayang !
Kotak ini terlalu tinggi…
Tak bisa kau jangkau sendiri !!
PUTRI
Ibu pernah naik kotak ini ?
AMARAL
( TERSENYUM PAHIT )
Ya…ya…dulu ibu pernah menaiki kotak ini…
139
PUTRI
Ibu nangis ?
Kata ibu jangan pernah menangis…
Kata ibu menangis itu bodoh !!
Kata ibu…menangislah kalau menghadapi kematian…
Siapa yang akan mati sekarang, Bu ?
AMARAL
( TERSENTAK KAGET )
Ibu tidak menangis…
Ibu hanya ingat Buyutmu… ibu juga ingat ayahmu…
PUTRI
Apa uyut naik kotak ini, Bu ?
SEORANG LELAKI
Buyutmu tentu tidak pernah menaiki kotak ini, Nak !
Tapi ia seperti ditulis sejarah…
Pernah melarang ibumu menaiki kotak ini…
Inilah kotak raksasa… kotak fantasi…
Yang hanya akan membuat gila siapa saja yang menaikinya…
AMARAL
( MEMBENTAK )
Jangan hancurkan anakku !
SEORANG LELAKI
Tidak mungkin, Nyonya !
Karena saya adalah tanah di sini …
Tanah yang pernah menyaksikan bagaimana anda dulu…
Demikian mabuk kesuksesan…
Demikian mabuk kehormatan…
Demikian mabuk kekayaan…prestasi…pujian…dan…
140
AMARAL
Cukup !
PUTRI
( KAGET DAN HAMPIR MENANGIS )
Orang gila ya, Bu ?!
AMARAL
Ya, dia memang gila !
Ayo kita menyingkir dari sini…
PUTRI
Ayo, Bu ! kita menyingkir…
Ibu menari lagi…dan Putri main musik lagi…
TERSENYUM PAHIT.
PUTRI
Ayo, Bu !
Ibu harus nari… nari, Bu !
AMARAL
Sebentar sayang… ibu tidak bisa melangkah…
SEORANG LELAKI
Kau tak mungkin meninggalkan tempat ini…
Tanah ini adalah saksi…
Bagaimana kau terbius fantasimu…
Kau tak mungkin meninggalkan tempat ini…
141
PUTRI
Lari ibu… ayo lari !
AMARAL
Tidak bisa sayang…
PUTRI
Menari… ayo ibu menari…
Aku yang main musik….
SEORANG LELAKI
Kau tak bisa menari…
Karena dulu kau pernah menghina tarian…
Kau sering menelantarkan tarian…
Kau anggap tarian adalah tiket masuk…
Ke dunia gemerlap dan erotis…
Kau telah menelantarkan tarian…
Sekarang rasakan bagaimana tarian mengutukmu !!
PUTRI
Lapar…Bu, lapar !
142
AMARAL
Sebentar sayang…tugas kita belum selesai…
Ayo…musiknya mana…
Ibu akan menari terus…
PUTRI
Lapar…lapar…
AMARAL
Lapar ? apa itu lapar sayang ?
Ibu tidak pernah merasakannya…
AMARAL
Buyutmu dulu tidak pernah mengajarkan ibu lapar…
Buyutmu hanya mengajari bagaimana kita memberi orang lapar…
Buyutmu memang hebat…
PUTRI
Hebat seperti ayah, Bu ?
AMARAL
Ya, hebat seperti ayah !
PUTRI
Takut…Putri takut…
SEORANG LELAKI
Ada yang tidak beres dengan kotak ini…
Awas… awas… kalian menyingkir !!
Jangan-jangan ada bom waktu !!
AMARAL
Bom ? awww…bom…bom !!
Ke sini sayang… ada bom…
Bom…!
( BERPIKIR MENGINGAT SESUATU. IA TERINGAT UCAPAN NENEK
KETIKA IA SEDANG BICARA DENGAN RIO )
Bom ? apa kentut ?
SEORANG LELAKI
Tenang…sabar…kalian harus bisa menjaga diri !
Percayalah…selama ada saya,
semua aman dan terkendali !
PUTRI
Bom ?
Bom itu apa, Bu ? Bom itu manis apa pahit ?
AMARAL
Bom itu…ya…bom itu seperti tangan raksasa…
Akan merenggut siapa saja yang lemah…
Bom itu…
Ah…sudahlah !
Nanti kalau kau besar, akan tahu apa itu bom !
144
SEORANG LELAKI
Lihat…ada yang bergerak di dalam kotak ini !
Ada kehidupan…
AMARAL
Bukalah !
SEORANG LELAKI
Ya…saya harus membukanya !
Satu…dua…
Apa saya harus membuka ini ?
Kalau ini bom waktu…saya pasti korban pertama…
( BERPIKIR )
tapi nggak apa-apa…kesempatan untuk jadi pahlawan,
tak pernah datang dua kali…
kalau ini bom waktu dan saya mati…
tolong beritahukan pada tukang ketupat di sudut gang ini…
saya sudah dua kali belum bayar…
makan kerupuk tiga, tak pernah saya hitung…
SEORANG LELAKI
Kurang ajar… ternyata bukan bom…
Ini hanya kotak kentut…
Kau benar… ini bukan bom tapi kentut…
AMARAL
( MENENGOK KE DALAM KOTAK. IA KAGET )
145
SEORANG LELAKI
Sialan ! sudah mati masih kentut…
( BERPIKIR )
oh…bukan…bukan kentut…
ia memang sudah mati !
yang saya cium tadi…oh alah…bau bangkai !
ya…benar…bau bangkai !!
AMARAL
Bangkai ?!
PUTRI
Bangkai itu apa, Bu ?
AMARAL
Bangkai itu…bau…ya…bau !
AMARAL
Nek…nenek ? nenekkah itu ?
Ah, ternyata nenek masih bisa senyum…
Tapi apakah nenek hidup atau mati ?
146
SEORANG LELAKI
Dia telah mati…
Aku mencium bau bangkai tadi…
Dia itu pasti arwah penasaran…
NENEK
Aku bukan arwah penasaran…
Tapi jasad dan jiwa penasaran !!
Karena belum tuntas bicara pada cucu dan cicitku !!
AMARAL
Nenek…?
NENEK
Kau tak perlu kaget…
Sejarah telah menuliskan semuanya dengan baik…
Perjalanan kau juga telah dituliskannya…
Ketika kau punya anak…ngamen…makan…
Juga telah dengan baik dituliskannya…
Percayalah !
AMARAL
Apa maksud nenek ?
NENEK
Aku hanya ingin mengatakan …
Apa yang aku katakan dulu adalah kebenaran…
Riomu memang brengsek…
Sepanjang hidupnya terus brengsek !!
Sepertinya dia dilahirkan untuk brengsek !!
AMARAL
Sudahlah, Nek !
Rio itu suamiku…bapak cicit nenek ini !!
147
PUTRI
Uyut, Bu ?!
Uyut bau kentut, Bu ?
AMARAL
Ya…karena uyut sudah tua…
PUTRI
Apa semua yang tua bau kentut ?
NENEK
Tidak !
Tidak semua orang tua bau kentut !!
NENEK
Ibumu itu terlalu egois…
Ia selalu menganggap benar sendiri…
Padahal kebenaran itu milik semua !!
Milik bersama !!
PUTRI
Uyut masih batu kentut !!
NENEK
( TAK PEDULI DAN TERUS BICARA )
Kebenaran ada dimana-mana…
Tidak boleh dikuasi oleh seseorang !!
Kalau saja ia tidak egois, tentu akan jadi lain ceritanya…
Bapakmu juga sama-sama egois…
Bahkan brengsek !!
148
PUTRI
Huh…bau !!
NENEK
( TIDAK PEDULI DAN TERUS BICARA. TAK BISA DIREM )
Ia tidak saja membuat ibumu senewen…
Tapi telah berhasil membuat malu sepanjang masa !!
Kau tau, Nak, ibumu pernah mau bunuh diri !!
Ia kira dengan bunuh diri semua urusan akan selesai…
Tapi sudahlah…kau jangan seperti ibumu…
Pandanglah dunia dengan bijaksana !!
Minumlah jamu setiap saat kau merasa perlu
Jangan minum sirup…
PUTRI
Mau sirup, Bu !!
NENEK
( TERSENYUM PAHIT )
Minum sirup itu manis sekarang !!
Enak sekarang !!
Tapi bisa membuat kamu mencret…
Tapi jamu…pahit sekarang…
Tapi bisa membuat kamu sehat !!
Paham kau ?
NENEK
Tugas kamu sudah selesai !
Sekarang kembalilah !
SEORANG LELAKI
Kembali ke mana ?
Aku tak tahu jalan kembali…
NENEK
Kemarilah !
***
Curiculum vitae
150
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Menulis cerita pendek, artikel dan novel yang dipublikasikan di Pikiran Rakyat
Mingguan Galura, Jawa Pos, Mingguan Mandala, Mangle, Suara Karya Minggu,
Kompas Minggu, Mingguan Swadesi, Mingguan Mutiara, Mingguan Terbit, Mingguan
Gala, Tabloid Citra, Mingguan Berita Wanita NOVA dan Harian Fajar Banten
PRESTASI KREATIF
K ARYA KREATIF
BUKU
PENDIDIKAN FORMAL
PENDIDIKAN INFORMAL
***
154
RUMAH
DI TUBIR
JURANG
S. YOGA
Para Tokoh
Mawar : 21 tahun
Noki : 21 tahun
Dikisahkan di sebuah rumah dihuni oleh Eyang Kakung ( pelupa dan sering mengigau sendiri ),
Tuan - Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga dan istri yang pencuriga
dan egois ), Papa - Mama ( menikah dalam usia muda karena “kecelakaan” dan hidup berfoya-foya
), Mawar dan Noki ( pacarnya ) yang terseret dalam pergaulan bebas dan nikah siri tanpa diketahui
orangtuanya. Dan Ijah pembantu rumah tangga yang genit. Orang-orang inilah yang akan berjuang
keluar dari permasalahan hidup dan menyelamatkan citra keluarga besarnya dari kehancuran.
Ibarat negara, akan hancur kalau masing-masing daerah ( orang ) ingin bebas ( merdeka ) sendiri-
sendiri tanpa mempertahankan aturan dan norma-norma moral yang berlaku.
156
1
( Rumah putih dengan perabotan antik, senapan angin di sisi kanan tembok, dua orang laki-laki dan perempuan setengah baya,
duduk menghadap dua buah layar tv, asyik menyaksikan dunia lain, sebuah dunia maya. Masing-masing menonton acara tv
kesukaan sendiri. Menghadap penonton. Di belakang nampak meja dan kursi lain, almari tempat menyimpan perkakas. Dari
belakang, tepatnya dari atas seorang pencuri meluncur turun dari atap dengan tali, mukanya dibalut kain hitam, persis ninja di
film-film. Pencuri dengan tenang dan kehati-hatian yang penuh, turun perlahan, mengambili perhiasan yang mudah didapat,
masuk ke dalam kamar tempat perhiasan lain disimpan. Kemudian naik lagi ke atas keluar dengan aman ).
TUAN SUNAN : Maafkan. Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana. Semua
sudah kau atasi sendiri. ( Sambil mengecilkan suara tv ).
NYONYA SUMIRAH : ( Batuk ). Tak ada yang beres di rumah ini. Semuanya maling. ( Batuk ). Sampai
obat saja hilang. ( Bicara sambil membawa minuman ke tempat duduk di depan tv ).
TUAN SUNAN : Kau kira aku yang mengambil. ( Sambil berdiri. Menyulut pipa rokok tapi tidak
berhasil ). Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar.
Kapan hidup damai. Sebentar-sebentar protes. Ngambek. Memangnya masalah hidup
akan selesai dengan cara seperti itu.
NYONYA SUMIRAH : Kau kira ada yang mendengarkan dan mempercayai kata-katamu. Dasar mata keranjang.
( Sambil berdiri, nampak mengingat sesuatu dan emosial ). Kau masih saja punya
perasaan sama tetangga sebelah kan. Ya aku tahu dia lebih bahenol dan lebih muda
dariku. Kau kira aku tidak tahu tiap pagi kau pura-pura memberi makan ayam-ayam di
belakang rumah, sambil bertukar pandang dengan dia. Iya kan. Mengaku saja. ( TUAN
SUNAN nampak salah tingkah ). Tiap hari pula aku perhatikan tingkah polahmu dan aku
mencoba bersabar. Tapi sekali lagi kau berbuat begitu, hari itu pula kau harus angkat
kaki dari rumah ini. Banyak saksi mata yang melihat kau sering bertemu dengan Rukiah,
di terminal, di pasar sayur. Pantas suka pura-pura membantu aku belikan sayur.
Ternyata ada udang di balik batu. Dan berapa kali kau tua bangka berboncengan dengan
dia. Aku tidak bisa ditipu. Semuanya aku ketahui dengan persis. ( Ketika TUAN
SUNAN hendak mendekat, NYONYA SUMIRAH menjauh, nampak benci ). Jangan
sentuh aku lagi. Semuanya telah berakhir. Sudah berakhir. ( Berkemas, masuk kamar ).
Aku benci. Aku benci. Aku benci.
( TUAN SUNAN hanya bisa menatap kosong ruang tamu yang sunyi. Mematikan semua tv, duduk di sofa panjang. Berdiri,
berjalan memandangi potret, kenangan pengantin, nampak tersenyum, membersihkan foto yang sudah berdebu, kembali
memasangnya, dengan kebahagiaan kecil. Berjalan ke almari, mencari-cari pipa gadingnya di dalam almari, ternyata sudah
tidak ada. Mencari lagi ke sana ke mari, namun tidak menemukan. Melihat kamar NYONYA SUMIRAH dengan kesal, rasanya
ingin membalas dendam ).
TUAN SUNAN : Aku tahu siapa yang mencuri di rumah ini. Aku sudah merasa sejak dulu. Dulu kelihatan
baik. Tapi akhirnya semuanya terbongkar sudah. Dia pencuriga. Sama tetangga saja dia
tidak bisa akur. Apa dia tidak sadar sebentar lagi akan mati. Mestinya ia berbaik-baik
dengan semua orang. Tidak justru penyakit dengki dan curiganya bertambah parah. Aku
sebagai kepala keluarga rupanya tidak pernah dihormati. Sikap egoisnya telah
menguasai seluruh hidupnya. Keberadaanku sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi.
Diremehkan. Tapi biarlah, suatu saat, ia pasti akan sadar.
2
158
( Dari arah kamar belakang muncul seorang kakek, rambut putih semua. Membawa pipa gading dan merokok, pakai baju jas
lengkap dengan sepatu mengkilap. Membawa tas kerja dan tongkat keramat. Berjalan penuh wibawa meski jalannya
sempoyongan. Duduk di depan meja dan segera mengeluarkan kaca mata minusnya, mengeluarkan arsip-arsip yang ada di
dalam tas, memeriksa dan sesekali membaca kertas kerjanya. Sebelum dilanda kepikunan yang menumpuk, ia seorang manajer
di sebuah perusahaan roti miliknya sendiri. Dulu begitu dihormati. Namun setelah kepikunannya kumat ia bagai sampah, tak
ada gunanya, diremehkan anak buahnya dan semua orang, bahkan dianggap meresahkan dan membuat repot keluarga, hampir
ia akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa, tapi ditolak oleh pihak rumah sakit, pernah di panti wreda, sebulan kemudian pihak
panti keberatan. Keluarga TUAN SUNAN tidak bisa berbuat banyak, mereka harus mengurusnya. TUAN SUNAN kemudian
mendekati dan mengamat-ngamati pipa gading yang dibawa EYANG KAKUNG, yang diletakkan di asbak. Pipa gading itu
diambil TUAN SUNAN, diamat-amati dengan seksama, sebelum pipa dikembalikan lagi sudah direbut kembali oleh EYANG
KAKUNG ).
EYANG KAKUNG : ( Sambil memeriksa berkas-berkas ). Semua pekerja memang brengsek semua. Tidak
becus kerja. Semua salah. Pembukuan macam apa ini. Kapan perusahaan akan maju. (
Memandang sekeliling ). Sepagi ini juga belum ada yang masuk. Hanya seorang jongos
kantor. Disiplinmu boleh. Kamu memang pekerja yang baik, pagi-pagi sudah buka
kantor. Apakah sudah dipel dan dibersihan semua meja kursi.
EYANG KAKUNG : Bagus. Bagus. Rencananya hari ini akan ada rapat perusahaan. Kamu tahu tidak rasa-
rasanya perusahaan ini sudah menggaji para buruh lebih dari cukup. Bandingkan dengan
perusahaan lain. Silahkan. Bapak-bapak dan Ibu-ibu semua yang hadir dalam rapat
perusahaan hari ini. Tentunya semua yang hadir sudah memegang laporan perusahaan
akhir-akhir ini. Dan silahkan dibaca. Silahkan. Pertanyaannya. Bagaimana mungkin
perusahaan ini sudah mengalami kemerosotan yang begitu dratis. Pemasaran tidak jalan.
Sehingga di sana sini tidak ada pemasukan keuntungan sama sekali, kalau begini terus,
perusahaan akan bangkrut. Bangkrut. Kalau bangkrut aku akan keluar dan kalian tidak
akan aku beri pesangon sama sekali. Aku akan jual perusahaan dan kemudian akan aku
inveskan pada perkebunan durian. Di sana aku akan hidup lebih sederhana lagi dan akan
bahagia sekali melihat kebun-kebunku. Aku akan membuat pondok rumah yang indah.
Dan cucu-cucuku akan aku bawa ke sana semua setiap bulan sekali. Aku akan bahagia.
Aku akan beli beberapa kuda terbaik yang ada, akan aku gunakan untuk tunggangan
pribadi. Karena istriku sudah meninggal aku akan memohon kepada anak-anak untuk
mencarikan istri lagi yang lebih cantik dan sempurna. Ah rasanya hidup akan
membahagiakan.
TUAN SUNAN : Betul sekali Kung. Dan sekarang calon istri Kakung sudah ada di sini.
TUAN SUNAN : Tidak. Sekarang Tuan Putri sudah ada di kamar Kakung. Sudah menunggu sejak tadi.
Sebaiknya Kakung lekas tidur. ( Sambil membimbing EYANG KAKUNG ). Ijah ! Ijah !
TUAN SUNAN : Tolong Kakung di antar ke kamar Tuan Putri. Kung Tuan Putri sudah menunggu.
Kakung nanti langsung tidur duluan saja. Iya. Iya Tuan Putri yang cantik jelita sudah
menunggu.
EYANG KAKUNG : Ah betapa bahagianya hidup ini. Tuan Putri yang cantik jelita tunggu aku sebentar.
Tunggu jangan tidur duluan. Ah Tuan Putri. Terima kasih anakku. Kamu memang anak
yang berbudi luhur sama orang tua. Aku doakan kamu mendapatkan istri yang paling
cantik sedunia. Seperti Cleopatra. Seperti Ken Dedes. Aha jangan mereka kan gila
159
kekuasaan. Perempuan kalau gila kuasa apa pun akan ia lakukan. Menghalalkan segala
cara. Kecantikan dan tubuhnya akan ia manfaatkan. Lebih baik cari perempuan cantik
yang alamiah. Aha kenangan masa lalu. Kenangan yang indah. ( Bernyanyi sambi
menari-nari, merayu-rayu IJAH, sesekali mencubit pipi IJAH ).
TUAN SUNAN : Iya Kung. Iya. Tuan Putri ada di dalam. Sudah tidur. Jangan brisik. Nanti Tuan Putri
terbangun. Kakung nyusul tidur ya. Kasihan Tuan Putri sendirian. Silahkan masuk. (
Setelah EYANG KAKUNG dan IJAH masuk, TUAN SUNAN nampak pikirannya lelah,
duduk di sofa ). Hancur semua. Hancur semua. ( Masuk kamar. Eksit ).
3
( Dua orang pasangan muda masuk, habis berbelanja, membawa bawaan barang-barang. Meletakkan barang-barang di atas
meja. Duduk di sofa nampak capai. Yang laki-laki tinggi kurus berwajah oval, yang perempuan berwajah bundar, pupurnya
agak pudar. Pasangan keluarga muda ini nampak dengan lagak gaya sok modern ).
MAMA : ( Sambil memeriksa barang ). Papa tadi ada barang yang lupa kita beli. Baju itu.
Kosmetik itu. Kenapa kita lupa. Papa lupa kan beli piyama. Kenapa kita menjadi pelupa.
Jangan-jangan penyakit Kakung sudah menular pada kita. ( Berdiri nampak kesal.
Berjalan modar-mandir ). Semua nampaknya sudah tidur. ( Melihat jam ).
PAPA : Panggil saja Ijah. Untuk membereskan ini. Suruh buatkan Papa kopi.
PAPA : Ijah. ( Dengan suara mesra, dan terus memandangi IJAH ). Jangan lupa buatkan kopi
kesukaan Papa. ( Nampak MAMA tidak suka akan sikap PAPA, cemburu ). Cepat ya,
Ijaaahh. Apa si kecil sudah tidur.
IJAH : Iya. Sudah Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).
PAPA : Begitu saja cemburu. Tidak apa kan sekali-sekali bersikap mesra sama pembantu. Agar
mereka merasa kita hargai. Begitu sayang. Jagan cemberut. Nah begitu kan manis. Lho
masih masam. Kalau gitu aku hitung tiga kali. Pasti tersenyum. Satu. Ha bibirnya mulai
tersungging. Dua. Sudah mulai tersenyum. Oh senyumnya baru sedikit. Senyumnya
dikulum. Dua setengah. Mulai merekah. ( MAMA lantas terseyum dan marah-marah ).
160
MAMA : Aku tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda. ( PAPA terus
menggoda. Terjadi kejar-kejaran di ruang. Sesekali PAPA tertangkap namun dapat
meloloskan diri. Terus bercanda. Mereka hampir berpelukan. Lalu MAMA meloloskan
diri kembali ke sofa, menghempaskan tubuh, mengambil buah jeruk, mengupas ).
IJAH : ( Sambil menghidangkan kopi ). Ini kopinya, Tuan. ( PAPA hanya mengangguk,
matanya tetap nakal ).
PAPA : Ngomong-ngomong kapan kita bisa punya rumah sendiri. Masak terus-terusan numpang
di mertua. Malu kan.
PAPA : Bukan masalah itu. Tapi bagaimana tanggung jawab seorang suami. Di samping itu
tidak enak kan sama tetangga. Penilaian tetangga itulah yang paling berat. Mereka sama
sekali tidak mau tahu kondisi kita yang sebenarnya. Mereka hanya tahu kalau kita
numpang di mertua. Itu saja. Karena tidak tahu itulah, omongan mereka tidak bersumber
pada kebenaran. Jadinya yang diomongkan yang jelek-jelek saja. Kata pepatah lebih
baik menunjukkan sedikit kebaikan kepada mertua dan jangan tinggal bersamanya.
Daripada menunjukkan kebaikan yang banyak tapi tinggal bersamanya. Karena jika
tinggal bersamanya kalau ada kejelekan sedikit saja maka semua kebaikan kita akan
hilang. Seumur hidup yang dikenang dan dibicarakan hanya kejelekan-kejelekan kita
saja.
MAMA : Maunya Papa bagaimana. Papa mau beli rumah. Memangnya kita punya uang.
PAPA : Ya itu masalahnya. ( Mereka terdiam cukup lama. Berpikir. PAPA minum kopi, berdiri
dan berjalan hilir mudik ).
MAMA : Selama ini kita tidak pernah nabung. Kerjaan Papa juga tidak mesti. Kalau ada proyek
baru kerja.
PAPA : Bagaimana kalau kita minta warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual
untuk beli rumah.
MAMA : Papa nggak salah ngomong toh. Orang tuaku masih hidup. Masak kita minta warisan
terlebih dahulu.
PAPA : Sama saja toh nantinya kita juga akan menerima. Papa kira Ayah Ibu akan setuju
melihat kondisi kita seperti ini.
PAPA : Ya harus Mama yang ngomong. Mama yang bisa merayu. Pasti mau. Kalau Papa pasti
sulit. Ibumu sih keras sekali. Kaku.
PAPA : Ya berdua.
MAMA : Berdua.
PAPA : ( Sambil dinyanyikan ). Selamanya kita selalu berdua. Selamanya kita selalu satu. Dalam
suka dan duka. Selamanya kita bahagia. Selamanya kita berdua. Berdua selamanya.
4
( Pagi hari, di teras rumah yang nampak luas, bercat putih, di pinggir teras depan ada tulisan Jl. Tubir 275. Di teras ada satu
meja, dua kursi, dan EYANG KAKUNG tidur di kursi panjang, ada beberapa pot bunga, tempat menyiram air, suasana nampak
asri. PAPA dan MAMA masuk dari luar sehabis kerja. Nampak wajahnya tegang. Seolah habis bertengkar. Mereka duduk
dikursi saling tak peduli ).
PAPA : Papa kan sudah bilang keluar saja dari pekerjaan itu.
Kenapa harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya
kecil. Enak perusahaan. Kita hanya diperas. Dijadikan sapi
perahan. Dasar kapitalis.
MAMA : Papa kira, Papa sudah mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kerja tidak tetap gitu.
PAPA : Papa memang kerja tidak tetap tapi sekali kerja gajinya
kan besar tidak seperti Mama. Papa kerja di proyek jadi
kalau ada proyek pasti untungnya besar. Itu sudah bisa
dipastikan. Tapi memang tahun ini. Proyek apa pun seret.
Negara kacau. Investor takut menanam modal. Ini salah
siapa. Mereka takut dibakar. Mereka takut didemo.
Mereka takut nggak untung. Negara nggak stabil.
Pemerintah disangsikan bisa ngatasi.
MAMA : Mereka kan juga kapitalis. Gitu mencemooh pekerjaan
Mama.
PAPA : Papa tidak mencemooh. Papa mengingatkan kalau kita
kerja sama kapitalis siap-siap tenaga kita diperas habis-
habisan. Papa menyalahkan kapitalis itu kenapa
menghargai tenaga kerja kita sangat rendah. Ya sedikit
manusiawi gitu lho.
MAMA : Kapitalis kok manusiawi. Nggak laku. Nggak untung.
Nggak kapitalis namanya.
PAPA : Ya sedikit sosialislah.
162
( MAMA dan PAPA wajahnya nampak sangat kecewa, lekas masuk rumah. Suasana
kemudian senyap. TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH saling menarik nafas
dalam-dalam ).
164
5
( Dua orang remaja membawa tas, sangat modis, yang perempuan sedikit menor,
yang laki-laki sedikit macho. Masuk ke halaman, ke teras rumah ).
MAWAR : Assalamualaikum.
NYONYA SUMIRAH : Walaikumsalam. ( Mereka saling bersalam-salaman,
nampak NYONYA SUMIRAH tidak suka dengan NOKI ).
MAWAR : Bagaimana keadaan Ayah Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Baik-baik.
MAWAR : Kakung bagaimana.
TUAN SUNAN : Baik-baik saja. Masih seperti biasanya.
NYONYA SUMIRAH : Suratmu barusan tadi pagi sampai. ( Mengambil surat yang
ada di meja ). Ini belum Ibu baca. Apa isinya sih.
MAWAR : Gimana Pak Pos sih, ini udah dua minggu aku kirim. (
Mengambil surat ). Cap kantor pos di sini saja tanggal 10,
berarti sudah seminggu yang lalu. Dasar Pak Pos males.
NYONYA SUMIRAH : Padahal dia hampir saban hari mampir ke sini. Apa dia
lupa. Apa surat itu ketlinsut di kantor pos.
TUAN SUNAN : Sudahlah. Pokoknya anak kita sudah sampai rumah
dengan selamat.
MAWAR : Sebenarnya surat ini hanya ingin memberi tahu Ayah
dan Ibu. ( Memasukkan surat ke tas ). Sudahlah nanti akan
kami beritahu, jadi surat ini dianggap saja tidak pernah
ada.
NYONYA SUMIRAH : Ini bagaimana, surat sudah sampai kok ditarik kembali.
Sebenarnya ada apa sih. Bagaimana kuliahmu. Jangan
terlalu banyak pacaran. ( Menyindir mereka berdua ). Ingat
kuliahmu.
MAWAR : Terus terang kami sengaja menghadap Ayah Ibu karena
ingin membicarakan perihal hubungan kami. Saya harap
165
NYONYA SUMIRAH : Jalan terbaik adalah Mawar putus dengan Noki. Titik.
MAWAR : Ibu mau membunuh diriku perlahan.
NYONYA SUMIRAH : Rusak semuanya ! Rusak ! Siapa yang kamu anut selama
ini. Siapa Mawar. Sehingga dirimu begitu hina. Semua ini
pastilah gara-gara kamu Noki. Sekarang keluar dari
rumahku. Aku tidak sudi punya menantu sepertimu.
NOKI : Baik Ibu. Tapi ketahuilah semua masalah ini yang
menyebabkan Ibu sendiri. Kalau Ibu benar bisa mendidik
anak-anak Ibu tak mungkin akan terjadi seperti ini.
Kekakuan pikiran Ibu dan mau menangnya sendirilah yang
menyebabkan ini semua. Benar kata Ayah, semua ini
karena kehendak berkuasa Ibu yang berlebihan terhadap
semua isi rumah ini.
NYONYA SUMIRAH : Keluar dari rumah ini ! Tahu apa kamu tentang kehidupan.
Keluar ! Keluar !
NOKI : Baiklah ! Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung
anakku.
NYONYA SUMIRAH : Kurang ajar ! Keluar ! Keluar !
( NOKI eksit. Lampu perlahan meredup hingga gelap, diiringi kesedihan yang
menusuk-nusuk. Mereka terdiam seperti patung hendak runtuh ).
6
( Di ruang makan, meja makan memanjang. NYONYA SUMIRAH duduk di kursi yang
EYANG KAKUNG dan TUAN SUNAN. IJAH sibuk menyiapkan hidangan makan
malam. Suasana agak tegang saling curiga dengan pandangan mata yang ganjil dan
NYONYA SUMIRAH : Di rumah ini aku rasa sudah tidak tentram lagi. Tingkah
( EYANG KAKUNG dan IJAH masuk kamar. Eksit. Yang lagi terdiam dalam kebisuan
yang memuncak, terpikirkan atas nasib hidupnya masing-masing. Merefleksi diri.
Jalan apa yang harus ditempuh ).
7
( Seperti adegan pertama. NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN menghadap layar
kaca masing-masing, menghadap penonton, sementara meja dan kursi sofa ada di
belakang. Larut malam. Ada suara kentongan bertalu-talu. Mereka asyik menonton tv
sendiri-sendiri, sesekali berganti ke chanel lain. Wajah mereka dingin, diam, seolah
sedang memikirkan sesuatu, sorot matanya kosong, tak peduli pada sekitar, tak peduli
pada yang lain. Seorang pencuri masuk dengan baju ninja, turun dari atas dengan
tali yang mengelantung, turun perlahan dengan tenang, membuka almari, mengambil
barang, masuk kamar NYONYA SUMIRAH, mengambil barang, perhiasan dan uang,
kembali, tertarik pada jam tangan yang tergeletak di meja dekat sofa ).
EYANG KAKUNG : ( Dari pintu ). Angkat tangan. ( Maling kaget bukan main,
tangan PAPA ).
Tul jaenak
( NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN cuek bukan main. Perlahan dan pasti
mereka mengeraskan suara tv, sehingga suara nyanyian EYANG KAKUNG, PAPA
dan IJAH perlahan hilang, tak terdengar meski penampakan mereka masih menari-
nari. Seolah menggoda kehidupan. Lampu mulai meredup perlahan hingga hitam
kelam. Tinggal suara televisi yang makin mengeras, berisik tak terusik, silih berganti,
tak jelas suara apa yang terdengar, sahut menyahut, melambung-lambung, kering di
telinga. Sampai puncaknya, tiba-tiba suara itu mati, seolah ada chanel yang terputus
).
***
S E L E S A I
175
BIODATA S. Y O G A
S. Yoga dilahirkan di Purworejo Jawa Tengah tahun 70an, semasa kecil gemar
akan wayang dan ketoprak, sejak SD sudah berkenalan dengan bacaan anak majalah
Bobo dan Si Kuncung, perpustakaan di sekolah dasar merupakan pemicu utama
kenapa ia akhirnya bergelut di dunia sastra. Sewaktu SMA ia telah memilih jurusan
Bahasa dan Budaya sehingga banyak mempelajari sastra dan budaya, waktu itu ia
kesengsem dengan karya-karya, Danarto, Iwan Simatupang, Budi Darma dan Putu
Wijaya. Bersama teman-teman SMA tahun 1988 ia pernah membuat antologi cerpen
dan puisi; Kering Shanira.
Kemudian melajutkan kuliah di Jurusan Sosiologi FISIP Unair Surabaya, di mana ia berkenalan
dengan teori-teori ilmu sosial. Beberapa karya-karyanya masuk antologi lomba cipta cerpen dan
puisi, dan juga banyak disebarluaskan di majalah dan media massa. Kini bekerja sebagai Fasilitator
Kecamatan untuk Program Pengembangan Kecamatan di Madiun
Di antaranya karya-karyanya dimuat di Jurnal Cerpen, Jurnal Puisi, Graffiti
Imaji-Antologi Cerpen Pendek YMS 2002, Para Penari-Lomba Cipta Cerpen
Nasional Kota Batu 2002, Sepuluh Besar Lomba Cipta Cerpen Nasional Bali Post
2002, Dari Negeri Asing-Lomba Cipta Cerpen Forum Lingkar Pena 2002, Antologi
Puisi Indonesia 1997-KSI, Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001-Kompas, Amsal
Sebuah Patung-Borobudur Award 1997, Lampung Kenangan: Lomba Cipta Puisi
Krakatau Award 2002, Semi Finalis Poetry. Com bulan Agustus 2002, Lomba Cipta
Cerpen dan Puisi KOPISISA Purworejo 1998, Permohonan Hijau-Antologi Penyair
Jawa Timur 2003, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Horison, Surabaya Post,
Sinar Harapan, The Jakarta Post, Jawa Pos, Surya, Lampung Post, Surabaya News,
Suara Merdeka, Solo Pos, Suara Karya dan Bali Post, Radio Jerman.
Pernah juga mencoba menjadi sutradara film independen bersama teman-
temannya di @rekfilm Surabaya untuk lomba film di TVRI Surabaya tahun 2002,
filmnya yang berjudul Ia yang Pergi dan Ia yang Kembali terpilih sebagai film
terbaik.
Alamat :
Jl. Ki Ageng Pemanahan Blok L 275
Perum Asabri Selo Kanigoro
Madiun
E-mail : s_yoga5@yahoo.com
Telepon : 0351-457276
Handphone : 08123438854
176
Aisyah
Emak akan pulang, kan ? Lihat, lihat aku telah menemukan beberapa butir peluru
yang membuat Bang Yunus terkapar dan mati ? Peluru yang manghadiahkan
kematian bagi Bang Yunus saat ulang tahunnya yang ke-25. Sebelum dia berangkat di
pagi itu menuju Jawa, tempat dia menuntut ilmu.
Tapi mereka siapa, Mak ? Meraka siapa, Yah ? Orang –orang yang berbaju doreng itu
? Katanya, mereka datang hendak membebaskan kita dari penderitaan yang
berkepanjangan ini ? Orang-orang itu menuduh Bang Yunus sebagai mata-mata, entah
mata-mata siapa. Mereka hanya bisa menuduh tanpa alasan yang jelas, atau memang
itu sudah tabiat mereka ?
Mengapa kita tak pernah merdeka, Mak ? Tapi, merdeka itu sebenarnya artinya apa,
Mak ? Dan peluru tak mungkin bisa diajak bicara. Dan di Meunasah juga tak pernah
diajari apa itu peluru, untuk apa peluru dan bagaimana cara membunuh dengan
peluru.
Noora :
Aisyah, Aisyah, dimana kau ? Hari sudah menjelang maghrib.
Aisyah :
Hari sudah menjelang maghrib ? Bagiku hari sama saja. Bagiku waktu sama saja.
Penindasan dan kekejaman.
Noora :
Aisyiah, Aisyiah, dimana kau ? Tak baik Inong keluyuran maghrib-maghrib. Kau
dimana ?
Aisyah :
Bungong jeumpanya sudah gak ada lagi ( sedih ). Wanginya pun juga sudah tidak ada
meski sisa di angin lalu. Hanya amis darah, bungong jeumpanya amis darah. Di
bawah pohon bungong jeumpa itu Bang Yunus ditembak mati para pengecut itu.
Mereka benar-benar pengecut !
Aisyah :
Bungong jeumpanya sudah tidak wangi. Inong sudah tidak wangi. Mana ada di tanah
air ini yang masih wangi. Hanya darah. Tanah ini penuh cerita tentang darah dari
dahulu. Sampai Cut Nyak Dien pun dikhianati. Anak-anak pun dibunuhi. Bukankah
darah lebih merah dari bunga mawar mana pun yang tercantik ? Tapi ada kriteria
cantik dan tak cantik, apa ? Suara rentetan bedil yang memberondong anak-anak
Meunasah pun bukankah terdengar indah bagi telinga para penembak jahanam itu ?
Ya, ya, aku dengar suara itu. Suara ketawa yang nyinyir di antara jerit tangis anak-
anak Meunasah. Dan Bu Salehah ? Kau tahu apa yang terjadi dengan Bu Salehah ?
Aku tak pernah menceritakan kepadamu. Banyak dan terlalu banyak nestapa
ditaburkan di atas tanah ini. Mungkin kau akan bosan dengan cerita-cerita
pembantaian di tanah kami. Mungkin kau tak tahu berapa jumlah anak-anak yang
dibunuhi setiap harinya di tanah ini ? Mungkin kau tak tahu berapa jumlah anak-anak
yang tak sekolah lagi di tanah penderitaan ini ?
178
Noora :
Mainnya jangan jauh-jauh, Aisyah. Ayo, pulang ke rumah, Inong.
Aisyah :
Bagaimana keadaan Meunasah, Noora ? Apakah anak-anak itu, teman-teman kita
sudah pada masuk lagi untuk mengaji, Noora ? Apakah mereka sudah siap mengikuti
ujian, Noora ? Apa Bu Salehah….
Noora :
Sst. Ayo, kita pulang Aisyah. Hari menjelang malam. Sebentar lagi banyak binatang
malam yang jahat keluar dari sarangnya. Apalagi kita kaum perempuan, harus segera
pulang ke rumah.
Mengunci pintu rapat-rapat. Ayo kita pulang, Aisyah. Tak baik kita tetap di sini.
Nanti keluargamu kelabakan mencarimu. Kita tak ingin seperti Malika, teman sekolah
kita, yang jenazahnya ditemukan dipinggir kali, seperti habis diperkosa dan dibunuh
dengan sadis.
Aisyah :
Dan kesadisan mereka tak memandang siapa, meski gadis cacat seperti Malika. Tak
ada yang peduli. Juga para penguasa itu, mereka tetap saja bisa tidur nyenyak padahal
rakyatnya berteriak-teriak minta dilindungi. Sudahlah, siapa yang mau peduli pada
rakyat kecil seperti kita.
Aku tidak mau pulang. Aku mau menjaga Meunasah kita. Aku tak mau binatang-
binatang malam jalang itu merusak Meunasah kita. Memperkosa dan membakar
hidup-hidup Bu Salehah. Aku tak mau. Meunasah itu adalah rumah kita juga, Noora.
Apakah kita rela jika rumah kita dihancurkan orang lain, Noora ? Dimana kita bisa
berlindung dari hujan, dingin, sengatan matahari, Noora ?
Dimana kita dan teman-teman kita belajar ? Aku tak ingin, aku tak ingin ada yang
merampas Meunasah itu apalagi membakarnya !
179
Noora :
Tak ada yang akan membakar Meunasah kita, Aisyah. Percayalah. Yakinlah. Semua
akan aman-aman saja.
Aisyah :
Kau jangan bohong, Noora. Kamu jangan terpengaruh apa kata-kata mereka.
Meunasah adalah juga pusaka kita. Tanpa Meunasah kekuatan kita akan lemah dan
mudah dibodohi lalu dibunuhi. Meunasah itu punya sejarah panjang, Noora. Para
pejuang tanah air ini yang membangunkannya, sejak jaman kejayaan tanah air ini.
Aku tak yakin orang-orang jahat itu akan membiarkan Meunasah itu tetap berdiri.
bersyalawatan, anak-anak berpuisi dari dalam Meunasah itu. Mereka takut. Maka
mereka berusaha membakar Meunasah kita dan membunuh kita dan teman-teman
Lihat pelor-pelor di tanganku ini, Noora. Ini yang telah membunuh Bang Yunus,
Hasan, Ibrahim, Laka, Maryam, Fatimah dan teman-teman kita yang lain. Lihat, darah
kering mereka masih ada. Dan ini sebutir peluru yang menghajar pahaku dan
membuat kaki satuku pincang. Mereka tak peduli siapapun, mereka akan
menghancurkan Meunasah itu meski yang menghalang-halangi mereka, anak-anak
seperti kita, mereka tidak peduli bahkan kalau perlu menembaki membunuhi.
Mungkin mereka tak pernah mengalami masa remaja seperti kita dan juga tak pernah
punya anak seusia kita. Karena mereka sudah disiapkan hidup sebagai makhluk yang
buas, yang membunuhi siapa saja.
Aisyah :
180
menghancurkan Meunasah kita. Mereka akan membakar Meunasah kita. Mereka akan
Noora :
Tak ada yang hendak membakar Meunasah kita, Aisyah. Tenanglah. Tenanglah.
Sebutlah nama Allah banyak-banyak, Aisyah !
Aisyah :
Mereka sudah datang, Noor. Mereka semuanya membawa bedil dan api. Mereka akan
membakar Meunasah kita dan menembaki siapa saja yang bersikeras
mempertahankannya. Kita harus menolong Bu Salehah dan teman-teman kita. Mereka
tak pantas dibunuh dengan cara kejih seperti itu. Mereka biadab, Noor. Meunasah kita
akan dibakar, Noor. Meunasah kita akan dibakar.
Aisyah :
Mereka telah membakar Meunasah kita, Noor. Sedang kita tak berbuat apa-apa untuk
mencegahnya. Kita pengecut, kita munafik. Mengapa kita takut mati.
Noora :
Tenanglah, Aisyah. Tak ada yang membakar Meunasah kita, lihat Meunasah kita
masih berdiri megah.
Aisyah bangkit.
Matanya sayu. Kemudian Noora memeluk erat tubuh Aisyah kembali. Membenamkan
kepalanya dalam dekapannya. Lalu menyenandungkan lagu bungong jeumpa
beriringan dengan nyanyian bungong jeumpa yang sayup dinyanyikan anak-anak.
Aisyah :
Noor, pohon bungong jeumpa di halaman Meunasah kita, yang merupakan pohon
bungong jeumpa satu-satunya di kampung kita, masih hidup ? Masih ada bunganya ?
Beberapa hari yang lalu, bunganya mekar lebat-lebat. Aku memetiknya kemudian
kusuling menjadi minyak, lalu aku berikan untuk Bu Salehah dan kubagi-bagikan
kepada teman-teman kita agar semua merasakan wanginya. Dan untuk Bu Salehah, itu
hadiahku untuk acara pernikahan dia, agar kedua mempelai itu lebih wangi. Dan akan
aku nyanyikan lagu bungong jeumpa sewaktu mereka melangsungkan pernikahan
nanti. Pohon bungong jeumpa itu masih ada, kan ?
Noora :
Pohon bungong jeumpa itu masih ada. Kamu jangan khawatir. Penghuni Meunasah
itu juga kita akan selalu menjaganya, akan selalu merawatnya agar bunganya lebat,
agar kita bisa memetiknya, agar kita bisa menyuling minyaknya, agar kita bisa
membagi wanginya kepada siapa saja.
Aisyah :
Membagi wanginya kepada siapa saja ? Aku tidak mau membagi wanginya kepada
orang-orang yang ingin membakar Meunasah kita dan membunuhi orang-orang
kampung kita, Noor. Aku tidak rela membagi wangi bungong jeumpa kepada mereka,
aku pun tak rela jika kau melakukannya.
Noora :
Aisyah, bukankah kebaikan kita untuk siapa saja, hatta mereka adalah musuh kita.
Bukankah Sang Nabi melarang kita untuk mendendam. Ketika batu-batu Taif
dilemparkan tangan-tangan kasar itu sampai melukai tubuhnya, sampai darahnya
182
Aisyah :
Tapi hendak membakar Meunasah kita. Bukankah Sang Nabi juga menyuruh agar
kita tidak lari ketika bertemu musuh, apalagi musuh hendak menghabisi kita. Noora,
aku tak rela jika mereka menghanguskan Meunasah juga pohon bungong jeumpa kita.
Aku tak rela. Aku tak rela. Lihat ini buktinya, pelor-pelor ini, Noora ! Apa tak cukup
kekejaman mereka, yang membunuhi tidak hanya bapak dan ibu-ibu kita, bahkan
anak-anak seperti kita. Apa artinya peperangan ini, Noora. Apa artinya ? Apakah
orang-orang tua hanya bisa menyelesaikan dengan jalan kekerasan ? Dan kematian,
Noora ? Bukankah terlalu indah jika atas nama Allah, seperti yang dikisahkan pada
Hikayat Perang Sabil. Kita tak perlu takut pada kematian, Noora meski kita merasa
masih remaja.
Karena kematian akan datang menjemput siapa saja tak memandang usia.
Kematian lebih pasti meminang kita. Saat bunga-bunga sejati diberikan pada kita.
Dan Meunasah kita akan ada yang menjaganya, meski kita mati dahulu, insya Allah,
meski hanya ruhnya. Jangan-jangan kau pikir remaja-remaja yang hadir adalah
remaja-remaja teroris, bukan, tapi remaja-remaja yang punya keberanian
mempertahankan kedaulatan negeri ini. Bahkan remaja-remaja pengecut yang
bersembunyi di ketiak harta dan narkoba. Dan pohon jeumpa itu akan selalu rimbun
bunga-bunganya, akan menaburkan semerbak wangi ke penjuru negeri.
Aisyah :
Sudah kubilang apa. Mereka sama saja. Untuk apa kita berlari dari mereka. Aku tak
mau mati dalam kepengecutan dan kemunafikkan. Aku akan melawan mereka.
Meunasah itu tak boleh hancur. Aku tak rela jika Meunasah itu hancur. Aku tak rela.
Noora menarik-narik tangan Aisyah untuk segera pergi menghindar dari bahaya yang
mengancam, tapi Aisyah meronta-ronta. Sampai akhirnya tangan Aisyah lepas dari
pegangan Noora dan Aisyah pun bergegas tertatih menyongsong maut. Sedangkan
Noora mengejar Aisyah sambil kebingungan.
sayup. Redup. Hanya suara rentetan bedil dan api yang menggejolak.
Bogor,1425
Zakh Syairum Majid ( Surono B Tjasmad )
BIODATA PENULIS
Zakh Syairum Majid (Surono B Tjasmad), lahir di Pekalongan, 16 Mei 1980, alumni
Institut Pertanian Bogor. Aktif sebagai Wakil Ketua Forum Lingkar Pena Bogor.
Karya berupa cerpen dan puisi pernah dimuat dalam : Republika, Suara Karya,
Tabloid MQ, Elegi Gerimis Pagi (Antologi Cerpen Mini KSI Award 2002), Yang
Dibalut Lumut (Antologi Cerpen Lomba Kreativitas Pemuda 2003, Depdiknas), Muli
Sikep (Antologi Cerpen Krakatau Award 2003), dll. Cerpennya yang bertajuk “Elegi
Gerimis Pagi” memenangkan Komunitas Sastra Indonesia Award 2002, sedangkan
cerpennya yang berjudul “Jejak-Jejak Terhapus Hujan” memenangkan juara III
184
Lomba Cipta Cerpen Kreativitas Pemuda Depdiknas 2003. tinggal di Wisma Dolphin
Balebak 32 Balumbangjaya, Bogor. (0251) 621628 / 081310326178.
185
SITTY NOERBAJA
(EPISODE LEPAS DARI BUMI)
OLEH
ILHAM YUSARDI
PEMAIN
Seorang perempuan muda, berperan sebagai SITTY NOERBAJA
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai SAMSUL BAHRI
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai BAKHTIAR
186
I.
BAKHTIAR :
Yang namanya hidup di dunia tentu harus dengan akal, pandai-pandai. Kalau hidup di
akhirat baru mesti dengan iman.
SITTY :
Tapi, melihat jimat saat ujian tadi kamu bilang pandai, Bakhtiar ? Bukankah itu cara
yang licik.
ARIFIN :
Kalau saya berpendapat lain. Yang dilakukan Bakhtiar diwaktu ujian tadi namanya
‘licik pandai’, bukan cerdik pandai.
BAKHTIAR :
Aah, hei. Untuk hasil maksimal dibutuhkan usaha yang maksimal. Betulkan Samsul ?
SAMSUL :
Kata-kata itu benar. Kamunya yang tidak benar. Usaha maksimal bukannya
menghalalkan segala cara. Ingat, alam terkembang jadikan guru. Bisa-bisa berubah
pepatah itu, jimat terkembang otak membeku.
PEDAGANG :
Oi ! onde-onde, onde-onde mande. Tertawa sambil makan onde-onde pasti lebih
asyik.
( SITTY MEMERIKSA SAKUNYA )
SITTY :
Ujian tadi baru tahap percobaan. Apakah kamu bisa melihat jimat saat ujian akhir
yang sebenarnya, Bakhtiar ?
ARIFIN :
Kalau saya berpendapat lain. Resiko untuk melakukan kecurangan di ujian akhir
sangat besar. Melihat kiri-kanan saja mungkin dicurigai. Bertanya tetangga ?, sesekali
jangan. Nah, apalagi lihat jimat, kertas kecil apapun jenisnya pasti akan gagal.
SAMSUL :
Barangkali Bakhtiar siap dengan resiko, didiskualifikasi.
ARIFIN :
Nah..., dari pada kepala pusing. Menurut pendapat saya. Lebih baik begini.
Pertanyaan yang tidak terjawab oleh kita, gunakan pilihan bantuan. Pertama, ask the
audience, kode tetangga-tetangga sebelah. Kalau dicurigai, urungkan niat. Kedua,
phone a friends, siapkan kertas kecil untuk sms-sms-an,” bantu saya nomor sekian”.
188
Lemparkan pada kawan yang mungkin tahu jawabannya. Tidak bisa juga ! Baru
gunakan fifty-fifty.
BAKHTIAR :
Fifty-fifty bagaimana ?
ARIFIN :
Tentukan dua pilihan jawaban yang menurut kamu paling berkemungkinan benar.
Dari dua jawaban tersebut, pilih satu saja dengan cara menimbang ( MENIRUKAN
DENGAN TANGAN ). “Ma rancak iko pado iko, rancak iko”
Nah, dapatlah satu jawabannya. Untung-untung betul. Gampangkan.... ?
SAMSUL :
Alaahh...., sama juga bohong Arifin.
SITTY :
Tidak ada gunanya. Seperti kata petuah :
Jalar-menjalar akar benalu
Kuat melingkar di batang mangga
Kita belajar menuntut ilmu
Tabiat buruk tak akan berharga
ARIFIN :
Tapi bukankah fifty-fifty itu sah saja. Lain halnya dengan cara Bakhtiar yang menurut
pendapat saya....
BAKHTIAR :
Sudah, sudah. Waktu seminggu itu masih panjang. Cukup untuk bersantai
menenangkan pikiran. Pergi piknik, tenangkan jiwa.
SAMSUL :
Seminggu kamu bilang masih panjang ? Mana jari tanganmu ? Hitung mundur mulai
detik ini. Saatnya siaga satu, kawan.
BAKHTIAR :
Jangan tegang, rileks saja. Kita tentu punya cara masing-masing sebelum bertempur.
Kalau saya, butuh refreshing dulu sebelum menuju gelanggang. Kalau mau belajar
kejar tayang menghafal buku-buku, silahkan coba. Bisa-bisa meledak itu kepala.
ARIFIN :
Dasar pemalas !
BAKHTIAR :
Terserah saja, sekarang lebih baik pulang. Dengar,
Batang purut di tepi pagar
Ditanam putri anak bangsawan
Kerontang perut karena lapar
Segera pulang mencari makan.
Ayo, Arifin. Kamu pulang bersama saya atau tidak ? Biarlah mereka berdua
menggagas masa depan. Apakah kamu mau jadi pamong terus, jadi obat nyamuk
189
SAMSUL :
Cerdik juga dia !
Kamu lapar, Sitty ?
SITTY :
(MENGGELENG)
SAMSUL :
Benar tidak lapar ?
SITTY :
( MENGGELENG )
SAMSUL :
Bagaimana kalau kita beli onde-onde. Sekedar pengganjal perut.
SITTY :
Mau, mau ! Boleh juga.
SAMSUL :
Onde-ondenya, pak.
PEDAGANG :
Nah, begitu. Perhatikan juga nasib orang kecil seperti saya. Masa seharian saya
berjualan di sini tidak ada yang beli ? Makanya dari tadi saya tawarkan onde-onde ini.
Saya tahu kalau putrimu itu sangat suka onde-onde. Dia kan langganan saya.
SAMSUL :
Berapa, pak ?
PEDAGANG :
Belum seberapa, sepuluh onde-onde baru lima ribu saja. Kali ini saya kasih bonus dua
buah. Buat nona Sitty.
SAMSUL :
O. Ya. Terima kasih. Bapak baik sekali. Eh, benar tidak, pak ? Kata orang, hari esok
harus lebih baik dari hari ini.
PEDAGANG :
Ya, harus !
190
SAMSUL :
Kalau begitu besok bapak harus lebih baik. Besok, kalau saya beli onde-onde
bonusnya harus lebih dari dua. Hehehe ......
PEDAGANG :
Pintar juga otakmu.
SAMSUL :
Sitty, ini onde-ondenya. Makanlah. Bapak itu memberi bonus buat kamu.
SITTY :
O, ya. Kalau saya tadi yang beli pasti bonusnya lebih dari dua.
SAMSUL :
Sitty, selepas lulus sekolah nanti, ayahku menyuruhku untuk meneruskan ke
perguruan tinggi. Aku sendiri setuju dengan itu. Kalau kamu bagaimana ?
SITTY :
Baguslah. Siapa yang tidak bangga bisa lanjut ke jenjang yang lebih tinggi . Ayahmu
tentu telah menyiapkan semua demi kamu. Aku sendiri belum tentu, Sam. Belakangan
ini ayahku sakit-sakitan. Aku tidak mungkin memaksakan keinginanku dalam kondisi
seperti ini. O... rencananya kamu mau melanjutkan kemana, Sam ?
SAMSUL :
Ayahku menyarankan untuk kuliah di luar negeri.
SITTY :
Luar negeri ?!
SAMSUL :
Iya, Sitty. Tidak di sini.
SITTY :
Kenapa mesti ke luar negeri, Sam ?
SAMSUL :
Kata ayahku, sangat baik untukku nantinya. Dengan kuliah di luar negeri kita bisa
mendapatkan ilmu dengan maksimal.
SITTY :
Di sini juga bisa, bukan ? Banyak perguruan tinggi yang tidak kalah kualitasnya. Dan
lagi, kuliah di luar itu butuh biaya besar, Sam. Apakah ayahmu sudah memikirkannya
matang-matang ?
SAMSUL :
191
Ah, entahlah. Selain itu sebenarnya aku belum siap untuk merantau terlalu jauh. Jauh
dari kampung halaman, jauh dari keluarga, dan tentu akan menjauhkan aku dari kamu
Sitty.
SITTY :
Jauh tidak lagi persoalan, Sam. Selagi masih di bumi ini. Apalagi zaman sekarang ini.
Jarak dan waktu bisa direkayasa dengan teknologi.
SAMSUL :
Aku tidak ingin jauh dari kamu Sitty.
Anak baginda berburu rusa
Rusa mati tertembak panah
Jika kasih jauh dimata
Rasa mati badan sebelah.
SITTY :
Burung puyuh masuk ke rimba
Di dahan jati singgah merapat
Meskipun jauh dipelupuk mata
Di dalam hati tetapkan dekat.
SAMSUL :
Ombak berdentum di hujan lebat
Sampan melaju ke pulau seberang
Hendak kemana carikan obat
Badan bertemu makanya senang.
SAMSUL :
Tetak lontar alaskan padi
Peti dibawa dari Palembang
Bertemu sebentar bagaikan mimpi
Itu membawa hatiku bimbang
SITTY :
Anak Kediri berdagang kain
Kain disimpan dalam peti
Niat diri tidak pada yang lain
Tuan terikat di dalam hati.
SAMSUL :
Manis-manis bukannya tebu
Manisnya manis si gula jawa
Manis tidak sekedar dari rupamu
Manis kupandang budi bahasa.
SITTY :
Merah warnanya si bunga mawar
Putih suci bunga melati
Janji bukan untuk ditawar
Kasih hanya dilerai mati
SAMSUL :
Tanam melati di depan rumah
Ubur-ubur berdamping dua
Jikalau mati kita bersama
Satu kubur kita berdua.
SITTY :
Ubur-ubur berdamping dua
Tanam melati bersusun tangkai
Kalau mati kita berdua
Jikalau boleh bersusun bangkai.
SAMSUL :
Tanam melatai bersusun tangkai
Tanam padi satu persatu
Jikalau boleh bersusun tangkai
Daging melebur jadi satu.
193
PEDAGANG :
“Allahuakbar Allahuakbar..............!!” ( KEARAH SITTY DAN SAMSUL )
SAMSUL :
Hah ! O . Ayo kita pulang, Sitty. Sudah terlalu senja. Nanti orang di rumah marah-
marah. Merantaunya masih lama. Lulus saja juga belum tentu.
PEDAGANG :
Ikat berikat tali kuda
Pasang pelana kuda yang putih
Hati terikat samanya muda
Lupa waktu sebab berkasih
***
II.
SITTY :
Istirahatlah lagi ayah, sudah terlalu larut.
AYAH :
Tidak mudah tidur bagi ayah sekarang ini, Sitty.
Dipejam mata tak terpejam
Direbah tubuh tak jua senang perasaan.
SITTY :
Apalagi yang ayah pikirkan ? Bukankah ayah pernah bilang pada Sitty,
Tidaklah beban jadi rasian
194
AYAH :
Sitty, anakku. Kamu ini seperti orang dulu bilang,
Kecil tak lagi untuk disuruh-suruh.
Besar belumlah dapat ditumpangi.
SITTY :
Ah, ayah. Kecil Sitty anak ayah, besar juga tetap anak ayah. Kalau boleh Sitty tahu,
apa yang ayah pikirkan ?
AYAH :
Dipintal benang dengan gulungan
Biar berpisah pangkal dengan ujungnya
Tak kusut pula dalam genggaman.
Tapi, kali ini kamu terpegang ujung benang, Sitty.
Ayah memintal dari pangkalnya.
SITTY :
Kalaulah ujung di tangan Sitty, tentulah Sitty takkan berlepas tangan.
Ceritakanlah ayah. Dengan senang Sitty dengarkan.
AYAH :
( MENARIK NAFAS )
Berniaga ke tanah Jawa dagang emas dengan budi bahasa.
Tapi, bagaimanapun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Nasib tertoreh di telapak tangan.
Niat hendak menyekolahkanmu tinggi-tinggi, biar bertambah isi kepala.
Cita-cita membumbung langit, Tuhan dari atas jua yang menentukan.
Jerih peluh usaha niaga kita kali ini telah habis surut, Sitty. Ayah tak dapat lagi
berbuat apa-apa. Sekarang, kamu juga tahu, harta ayah hanya tinggal badan
sepembawaan ini. Hutang-hutang tumbuh melilit pinggang. Mencekik kerongkongan.
SITTY :
Sitty mengerti, ayah.
AYAH :
Hutang emas dibayar emas. Hutang budi, tentulah dibawa mati.
SITTY :
Benar ayah.
AYAH :
Kemarin Datuk Maringgih datang ke sini. Tak lain untuk menagih hutang pinjaman
dagang yang sudah jatuh tempo. Ayah meminta Datuk menambah jangka waktu yang
diberikan. Tapi, dia menolak. Karena telah melewati batas waktu yang seharusnya.
Sehingga bunganya sudah berlipat ganda. Rumah yang satu-satunya inipun hendak
disitanya. Dan itupun belum juga akan menutupi hutang kita Sitty.
SITTY :
195
AYAH :
Panjang cerita segelas kopi, direntang masa setinggi bulan. Bersilat lidah di
perbincangan, berkecamuk darah dalam dada.
Ah. Hutang kita seperti memotong rumput di tengah padang. Potong dipotong tumbuh
jua. Bunganya menjulang menyentuh lutut. Tiap melangkah terjatuh pula menyentuh
tanah.
SITTY :
Sitty mengerti, ayah.
Jual gabah di tengah pekan, gabah dibawa dengan bendi.
Kalaulah susah sama kita pikirkan, nak lapang jua beban di hati.
Ayah, apa yang bisa Sitty perbuat untuk itu, Ayah.
AYAH :
( KEMBALI MENARIK NAFAS, KEMUDIAN MENGGELENGKAN KEPALA )
Daunmu terlalu hijau. Berputik sudah, berbunga belum. Harumnya belumlah melintas
pagar.
SITTY :
Maksud ayah.... ?
AYAH :
Sitty, hutang emas dibayar emas ? Hutang budi dibayar budi ? Tapi, lain dengan
Datuk Maringgih. Seluruh hutang kita padanya, tidak berguna pepatah demikian.
Datuk ingin mempersuntingmu. Maka, lepaslah hutang yang selilit pinggang.
SITTY :
( TERKEJUT )
Dengan Sitty, ayah !? Datuk Maringgih !?
AYAH :
Itulah jalan yang ia pintaskan agar terlepas dari segala hutang.
SITTY :
Tidak, ... tidakkah ada jalan lain, ayah ?
AYAH :
Kalaulah umur ayah masih panjang, dan tenaga berisi di badan. Tentu ayah tidak akan
memberi tahu kamu, Sitty.
SITTY :
Tapi, ... Sitty belum ...
AYAH :
Sitty, Ayah paham kalau kamu belum punya timbangan yang kuat, Sitty. Timbangan
yang bagus tidak berat sebelah. Berlebih semata ditentang dengan pikiran. Selepas
kamu lulus sekolah nanti, Datuk Maringgih hendak menjatuhkan hari.
196
SITTY :
( TERDIAM LAMA SEPERTI BERPIKIR )
Ayah, bolehkah Sitty mohon diri Ayah ?
Sudah berat kelopak mata. O, ayah istirahatlah dahulu.
***
III.
DATUK :
Sudah keluar anak sekolah itu ?
PEDAGANG :
O, belum Tuan. Mungkin sebentar lagi. Coba lihat arlojinya ( MENARIK TANGAN
DATUK, MELIHAT ARLOJI ). Baru pukul lima lewat sedikit. Lihat, baru sedikit
lewatnya. Sekolah bubar pukul setengah enam. Ya, setengahnya saja. Sebentar lagi.
Sabar, sabar. Silahkan duduk dulu. Santai dulu. Dan saya punya onde-onde, enak
rasanya. Silahkan dicoba. Kalau tidak percaya lihat saja nanti. Seorang gadis cantik
akan memborong onde-onde ini, Sitty Noerbaja gadis....
DATUK :
Sitty Noerbaja ?!
PEDAGANG :
Tepat sekali. Gadis manis, semanis tebu, suka onde-onde. Dia bilang onde-onde lebih
hebat dari makanan import manapun. Eh, apa Tuan menunggu Sitty Noerbaja ?
DATUK :
Ya. Saya menjemputnya.
PEDAGANG :
Berarti Tuan ini keluarganya Sitty, kakeknya barangkali ?
PENDEKAR LIMA :
Heh ! Jangan asal bicara ya !
PEDAGANG :
197
Bapaknya ?
PENDEKAR LIMA :
Datuk ini bukan bapaknya.
PEDAGANG :
Jadi, pamannya begitu ?
PENDEKAR LIMA :
Huhh ! Tidak kata saya !
PEDAGANG :
Kakek bukan, bapak tidak, paman juga salah. Tapi ke sini untuk menjemput Sitty.
Nah, berarti Tuan ini sopir pribadinya nona Sitty.
PENDEKAR LIMA :
Hei ! Mau kakek, kek. Mau bapak, kek. Mau paman, kek. Apa urusanmu ! Urus saja
onde-ondemu itu.
PEDAGANG :
O. Oke, oke. Maafkan saya. Tidak akan saya urus lagi. Ya, bukan urusan saya. Tapi
ingat, sekedar informasi. Bagi saya, Sitty berarti onde-onde, seperti onde-onde.
Lembut di luarnya, manis di dalamnya. Dia ramah sekali....
DATUK :
( KEPADA PENDEKAR LIMA )
Coba kau lihat kesana. Lama sekali keluarnya. Apa yang mereka perbuat di sekolah
itu. Zaman saya sekolah tidak terlalu penting. Lihat saya, tidak perlu sekolah tinggi-
tinggi untuk bisa hidup sejahtera. Cuma pakai akal-akalan. Kecil bahagia, muda foya-
foya, tua sejahtera, mati masuk......
PENDEKAR LIMA :
Itu dia, Datuk. Menuju kesini. Anak sekolah keluar seperti kambing lepas dari
kandang. Tapi, Sitty bergandengan Datuk.
DATUK :
Bergandengan ! Dengan siapa !?
PENDEKAR LIMA :
Dengan laki-laki. Mesra sekali mereka.
DATUK :
Siapa laki-laki itu ? Hah ! Samsul Bahri. Anak Sutan Mahmud. Sudah melekat-lekat
pula ia dengan Sitty.
SAMSUL :
Tuan Datuk Maringgih rupanya. ( MENGULURKAN TANGAN HENDAK
BERSALAMAN TAPI TIDAK DIBALAS OLEH DATUK )
198
PENDEKAR LIMA :
Oh, bersalaman dengan Datuk harus melalui saya. Saya asisten, jubir, sekaligus
pengawal pribadi Datuk. Jadi segala apapun urusan dengan Datuk harus melalui saya.
DATUK :
Selamat sore Sitty. Sedari tadi saya menunggu. Niat di hati hendak menjemputmu.
Mobil sudah saya persiapkan. Mari, kita berkeliling menikmati senja yang menarik
ini. Bagaimana kalau kita ke tepi laut, mencari angin segar sambil makan rujak atau
jagung bakar. Setelah itu kita ke plaza mencari oleh-oleh untuk ayahmu.
SITTY :
Ah, eh. O. Mmmh ... Datuk !?
DATUK :
Ayo Sitty, mari. ( MENARIK TANGAN SITTY )
SAMSUL :
Ada apa ini Datuk ?
PENDEKAR LIMA :
Bukan urusan kamu !
SAMSUL :
Ini jadi urusan saya.
PENDEKAR LIMA :
Oi, urus saja dirimu sendiri, kalau tidak mau berurusan panjang dengan saya !
SAMSUL :
Tapi jangan main ... !
SITTY :
Tenang Sam. Ini urusan saya. Pulanglah dulu bersama Bachtiar dan Arifin. Saya mau
bicara sebentar dengan Tuan Datuk.
SAMSUL :
Tapi, Sitty. Kamu...
SITTY :
Sam, saya mohon pengertian kamu.
PENDEKAR LIMA :
Nah, kamu dengar tidak ? Sitty menyuruhmu pergi dari sini. Tunggu apalagi,
menunggu kena usir, ya ?
BACHTIAR :
Enak saja main usir. Ini tempat umum tahu.
PENDEKAR LIMA :
199
Kamu juga mau turut campur urusan ini, ya ? Mau tahu prosedur berurusan dengan
saya ?
ARIFIN :
Op, op, op. Menurut pendapat saya lebih baik kita mengalah. Mundur. Ayo. Sitty,
kami duluan. Jaga diri baik-baik.
SITTY :
Datuk. Apa maksud Datuk menjemput saya ?
DATUK :
Saya bermaksud baik Sitty. Mulai hari ini saya, eh, aku, akan menjemputmu. Sebagai
seorang calon induk berasku, alangkah menyenangkan kita bertemu setiap saat. Biar
kita merasa dekat. Bukan begitu hendaknya ?
SITTY :
Siapa yang menyuruh Datuk melakukannya ?
DATUK :
O, tidak siapa-siapa. Ini aku lakukan tulus dan murni dari hati nuraniku sendiri.
PENDEKAR LIMA :
Ah, tidak usah pakai menolak segala. Turuti sajalah. Datuk akan membuat hari-
harimu bahagia.
DATUK :
Saya tidak menyuruhmu bicara !
SITTY :
Datuk. Saya tidak pernah meminta untuk dijemput, Datuk.
DATUK :
Sitty, semua sudah saya perhitungkan dengan ayahmu, Sitty. Tidak ada lagi yang
perlu dipermasalahkan.
SITTY :
Tuan Datuk. Ini bukan hitungan matematik, Tuan. Sebagai seorang yang jauh lebih
dewasa, tentu Tuan lebih paham dunia ini.
DATUK :
Ah, kau kan bukan lagi anak kecil yang tidak bisa menentukan langkahmu sendiri.
Sudah tujuh belas tahun. Tentu kau mengerti Sitty.
SITTY :
Jalan saya masih panjang Datuk. Saya belum berpikir melangkah sejauh ini. Alangkah
bagusnya Datuk mencari perempuan yang lebih dari saya. Lebih pantas, lebih pas
menjalankan hidup dengan Datuk.
200
DATUK :
Apalagi yang kamu cari setamat sekolah ini, Sitty ? Lebih baik lakukan langkah besar.
Apalagi, kamu perempuan. Bukankah perempuan itu hanya ; sumur, dapur, dan kasur.
SITTY :
Tuan. Hendaklah Tuan berpikir baik. Baik untuk Tuan, dan juga baik untuk saya.
PENDEKAR LIMA :
Ini sudah yang terbaik Datuk lakukan untuk kamu dan Ayahmu, Sitty. Apakah kamu
senang melihat ayahmu sakit-sakitan memikirkan...
SITTY :
Tentang hutang Ayah saya pada Datuk, saya berharap Datuk sabar. Berilah saya
kesempatan. Tunggu saya menyelesaikan sekolah saya dulu. Saya akan berusaha,
bekerja mencari uang untuk membayarnya.
PENDEKAR LIMA :
Heh ! Mau kerja apa kamu Sitty ? Tidak gampang mencari pekerjaan di jaman
sekarang ini. Kerja di kantor ? Di Bank ? Jangan mimpi Sitty. O, barangkali kamu
bisa jadi babu, buruh kasar, atau kamu jadi pekerja ... pekerja seks komersil.
SITTY :
( MENAHAN AMARAH )
Saya tidak bicara demikian Tuan-tuan.
DATUK :
Pendekar Lima. Saya tidak suruh kamu bicara. Diam saja di sana.
Jadi, kamu keberatan dengan aku Sitty ?
SITTY :
Maafkan saya Tuan Datuk.
DATUK :
Saya tidak main-main Sitty.
PENDEKAR LIMA :
Tidak tahu diuntung pula kau rupanya. Ingat. Hutang ayahmu dengan Datuk sudah
terlalu banyak. Mau dibayar dengan apa lagi ? Ayahmu sudah menjual seluruh
perusahaan dagangnya. Untuk bunganya saja itu pun belum cukup. Ayahmu sudah
mulai bicara sendiri memikirkannya. Lebih baik kau bayar lunas dengan ...
SITTY :
Hutang emas dibayar emas, Tuan.
PENDEKAR LIMA :
Jadi kau kemanakan perbuatan baik Datuk selama ini pada ayahmu ?
SITTY :
201
Saya akan selalu mengingatnya. Tidak akan saya lupakan, bahwa Datuk adalah
seorang yang baik. Bahkan terlalu baik.
PENDEKAR LIMA :
Nah, tunggu apa lagi ?
SITTY :
Namun, keinginan Datuk terhadap saya, apakah baik buat saya ?
PENDEKAR LIMA :
Jelas sangat baik. Niat baik Datuk tidak akan ada yang menghalangi.
SITTY :
Belum tentu, Tuan. Kalau Tuhan berkeinginan lain, tidaklah boleh mendahului yang
di atas.
DATUK :
Hhh. Jangan bermain-main, apalagi mempermainkan saya. Jadi kamu menolak saya ?
Saya tidak pantas untuk kamu, begitu ? Lalu, siapa yang pantas ?
PENDEKAR LIMA :
Samsul Bahri tentu telah mempengaruhi otaknya.
SITTY :
Tidak baik menyangkut – pautkan persoalan ini dengan orang lain, Tuan. Samsul
tidak tahu apa-apa dengan masalah ini.
PENDEKAR LIMA :
Jangan bersilat lidah, Sitty. Sejak kapan kau berhubungan dengan dia ? Sudah sejauh
mana ? Jangan-jangan kau telah melakukan......
SITTY :
Cukup Tuan. Persoalan ini hanya antara keluarga saya dengan tuan Datuk.
DATUK :
Baik, baik. Sitty ! Silahkan kamu berpikir baik-baik sekarang. Baik untuk kamu serta
ayahmu. Terserah ! Saya tunggu keputusanmu.
SITTY :
Sekali lagi, saya mohon maaf dan berharap Tuan mengerti. Maafkan atas
kelancangan saya. Saya mohon diri dulu, Tuan. Saya pulang.
SITTY KELUAR
PENDEKAR LIMA :
Keras kepala juga dia !
202
DATUK :
Keras hati, pendekar.
PENDEKAR LIMA :
Keras hatinya pada Samsul Bahri.
DATUK :
Mmmh. Hehehe ... Samsul Bahri !? Tampaknya dia akan menjadi batu sandungan
bagi langkah saya. Tapi dia bukan masalah yang besar. Pendekar, ke sini !
( MEMBISIKAN SESUATU. PENDEKAR MENGANGGUK-ANGGUK )
PENDEKAR LIMA :
Ide yang usul. Tapi...
DATUK :
Tapi bagaimana ?
PENDEKAR LIMA :
Begini Datuk, apakah setelah ini dilakukan Sitty akan mau dengan Datuk ? Tentu dia
akan tambah sulit didekati. Lebih baik langsung Sitty saja, Datuk.
DATUK :
Kamu gila ya ! Tujuan saya itu jelas-jelas Sitty. Kenapa Sitty pula yang dijadikan
sasaran. Goblok ! Sekarang gunakan otakmu, bagaimana caranya.
PENDEKAR LIMA :
O. Baik. Begini ( BEBICARA PELAN DENGAN DATUK, SESEKALI
MENUNJUK KE ARAH PEDAGANG )
DATUK :
Bagus, bagus. Sekarang gunakan bibirmu itu kesana.
PEDAGANG :
Eh, Tuan. Kelihatan serius sekali pembicaraan tuan-tuan dengan Nona Sitty. Sehingga
Ia tidak sempat menikmati onde-onde saya. Rejeki saya jadi hilang begitu saja.
PENDEKAR LIMA :
Ah, biasalah. Kami ini memiliki sebuah Production House yang sedang menggarap
sebuah film baru. Pembicaraan tadi itu, kami menawarkan sebuah peran pada Sitty
Noerbaja. Tapi dia masih ragu. Pikir-pikir dulu katanya ( MEMAKAN SEBUAH
ONDE-ONDE ) Mmmh..onde-ondenya enak sekali.
PEDAGANG :
Tuan mengajak Sitty main film ? Dia menolaknya ?
PENDEKAR LIMA :
O, Belum. Sitty belum memutuskannya tadi.
( MEMATUT-MATUT GEROBAK PEDAGANG )
203
PEDAGANG :
Bekerjasama ? Tuan membutuhkan saya untuk main film ?
PENDEKAR LIMA :
Ya. Kami membutuhkan gerobak Anda ini untuk setting sebuah adegan di film kami
nantinya.
PEDAGANG :
Aah..., masa cuma gerobaknya saja. Sayanya tidak. Memang apa judul filmnya ?
PENDEKAR LIMA :
Mmmh. “Tidak Ada Apa-apa Dengan Cinta”.
PEDAGANG :
Lho ! Kok pakai kata ‘tidak’ ?
PENDEKAR LIMA :
Di situlah nilai jual film ini, lain dari yang lain. Film ini akan memperlihatkan bahwa
tidak ada apa-apa dengan cinta. Persetan dengan yang namanya cinta. Nah,
pengambilan gambar pertamanya akan dilakukan di sini. Sitty akan memainkan tokoh
utamanya yang sedang menunggu kekasihnya sambil makan onde-onde.
PEDAGANG :
Makan onde-onde ? Wah, cocok sekali dengan hobinya.
PENDEKAR LIMA :
Karena itulah kami memberikan peran ini pada dia.
PEDAGANG :
Semestinya saya juga diajak, dikasih peran. Saya ini kan sudah biasa melakukan
adegan yang Tuan inginkan. Sitty pasti senang dengan saya sebagai lawan mainnya.
PENDEKAR LIMA :
Sayang, wajah Anda itu tidak Kameragenik
PEDAGANG :
Apa maksudnya ?
PENDEKAR LIMA :
Wajah Anda itu tidak menarik jika dishoot dengan kamera. Itu akan merusak citra
film ini di mata penonton nantinya. Jadi saya cuma pakai gerobaknya saja. Bagaimana
? Mau tidak ? Kami hargai ( MEMBERI PENJELASAN DENGAN TANGAN
SAMBIL BERBISIK ).
PEDAGANG :
Ah, cuma segitu ? Biasanya seorang produser itu sangat royal. Apalagi untuk sebuah
adegan penting.
204
PENDEKAR LIMA :
Tenang, sesudah pengambilan gambar adegan ini akan saya tambah. Dua kali lipat,
bagaimana ?
PEDAGANG :
Nah, begitu. Kerjasama disepakati. Tapi.....
PENDEKAR LIMA :
( HENDAK BERBALIK KE TEMPAT DATUK ) Apa lagi !?
PEDAGANG :
Tadi kata Tuan, Nona Sitty belum memastikan dirinya untuk.......
PENDEKAR LIMA :
O. Itu bukan urusan kamu. Nanti akan kami hubungi lagi dia. Cuma persoalan nilai
kontrak. Dengan nilai yang lebih tinggi, pasti Sitty tidak akan sanggup menolaknya.
( MENUJU DATUK )
DATUK :
Bagaimana, Pendekar ?
PENDEKAR LIMA :
Beres, Datuk. Semua sudah saya persiapkan
DATUK :
Bagus. Tidak percuma kau kuangkat jadi jubir, bibirmu tak kalah cepatnya dengan
otakmu. Setelah Samsul dibereskan, tidak ada lagi halangan bagi saya menuju Sitty.
Oh, Sitty ( SERAYA MENERAWANG ).
***
IV.
PEDAGANG PALSU :
O. Mmh, nona pasti Sitty Noerbaja.
205
SITTY :
Betul. Tapi bapak ini siapa ? Biasanya kan pak Amat yang berjualan dengan gerobak
ini.
PEDAGANG PALSU :
Saya ini... anu, maksud saya, saya ini saudara dari isterinya si Amat yang biasanya
berjualan di sini. Berhubungan si Amatnya ada urusan ke situ...., maksud saya
ke....kampung isterinya itu, saya diminta untuk menggantikannya. Daripada tidak
untung....Eh, maksud saya daripada merugi, lebih baik saya yang menjual-jual
dagangannya hari ini. Katanya dia ada......
SITTY :
Ada apa, Pak ?
PEDAGANG PALSU :
Ah, entahlah. Tidak tahu saya. Pokoknya anu. Penting !
SITTY :
Maksud bapak urusan penting.
PEDAGANG PALSU :
Nah, betul. Seperti yang Nona maksudkan tadi.
Yang penting bagi saya itu, si anu, maksud saya, teman Nona yang bernama Samsul
itu .
SITTY :
O, Samsul Bahri. Dia belum keluar. Sebentar lagi. Saya biasa menunggunya di sini.
Ada perlu apa bapak dengan Samsul ?
PEDAGANG PALSU :
Begini. Saya ini di...., maksud saya ada sesuatu yang akan saya......
SITTY :
Maksud bapak ada yang ingin bapak sampaikan pada Samsul ? Katakan saja pada
saya, nanti saya sampaikan pada Samsul.
PEDAGANG PALSU :
Ooo...tidak bisa, maksud saya tidak usah. Biar saya saja. Ini juga penting Nona.
SITTY :
Memangnya siapa yang berpesan ?
PEDAGANG PALSU :
Si itu..., si anu, maksud saya.......
SITTY :
Pak Amat ?
PEDAGANG PALSU :
Iya, ya, seharusnya saya bilang begitu. Hehehe........
206
SITTY :
Pak, Saya beli onde-ondenya. Ini uangnya.
PEDAGANG PALSU :
Ha! Onde-onde ? Nona Sitty membeli onde-onde ini untuk siapa ?
SITTY :
Ya buat saya.
PEDAGANG PALSU :
Tapi ini tidak untuk........
SITTY :
O, tidak untuk dijual, begitu ? Apa bapak tidak mau uang ?
PEDAGANG PALSU :
Uang ! Mau saya. Ini saya lakukan karena uang.
SITTY :
Nah, ini uangnya.
PEDAGANG PALSU :
( KESAMPING ) Aduh ! Celaka saya. Seharusnya Samsul, seperti yang disuruhkan
pada saya. Nona memakannya ? ( PADA SITTY )
SITTY :
Iya, kenapa ?
PEDAGANG PALSU :
Ditelan ?
SITTY :
( MENGANGGUK )
PEDAGANG PALSU :
Enak ?
SITTY :
Mmm, enak. Tapi gulanya terlalu manis dari yang biasa.
( MEMAKAN SEBUAH LAGI )
PEDAGANG PALSU :
207
Yang itu ?
SITTY :
Sama saja. Bapak ini kenapa ? Kalau bapak mau silahkan coba saja.
( MENYODORKAN ONDE-ONDE )
PEDAGANG PALSU :
O. Tidak, tidak ! Saya tidak suka onde-onde. Onde-onde itu manis. Saya tidak boleh
makan yang manis-manis. Kalau saya makan, saya akan batuk-batuk. Saya akan jadi
pusing. ( SITTY MEMEGANG KEPALANYA SEPERTI KESAKITAN ) Nah, anak
saya akan marah. Ia akan tambah pusing melihat saya. Ia akan kasak-kusuk
mencarikan saya obat. Pernah saya pusing sekali gara-gara makan dodol yang juga
sama manisnya dengan onde-onde. Saya jadi terbatuk-batuk, nafas saya sesak sekali
( SITTY MEMEGANG DADANYA KARENA SESAK NAFAS ) Hampir-hampir
saya tidak kuat lagi. Untung anak saya segera membawa saya ke Puskesmas. Kata
anak saya, puskesmas itu kependekan dari; pusing, kepala sakit dan masuk angin.
Susternya menyuntik saya disini ( MENUNJUK BAGIAN PAHANYA ) Sakit. Tapi,
setelah itu saya bisa sembuh. Kalau tidak, saya bisa mati.( SITTY SUDAH
TERDIAM BEGITU SAJA.TERKAPAR ) Saya ini belum ingin mati. Saya ingin
hidup seribu tahun lagi. Nona takut mati ? ( MENOLEH KEPADA SITTY ) Nona ?
Nona ! Bangun nona. Nona, bangun. Wah, celaka. Aduh, seharusnya Samsul. Kalau
tidak, saya tak dapat uang. Aduh, nona ini ( MENDEKATKAN TANGAN PADA
HIDUNG SITTY ) Haa ! Tidak ada anginnya. Puskesmas, puskesmas ! Tolong !
Tolong ! Ah, kalau orang-orang datang hancur saya. Aduh, bagaimana ini !?.
SAMSUL :
Sitty !?
BAKHTIAR :
Sitty kenapa !?
ARIFIN :
Ada apa dengan Sitty !?
SAMSUL :
Hah ! Tidak usah bertanya lagi. Cepat angkat. Bawa ke rumah sakit.
DATUK :
Bagaimana ?
PEDAGANG PALSU :
Wah. Aduh, celaka ! Sitty !
DATUK :
Kenapa Sitty ?
208
PEDAGANG PALSU :
Onde-onde, maksud saya Sitty makan onde-ondenya. Sudah saya larang, tapi ia terus
saja. Mau apa lagi. Kalau saya katakan ada racunnya tidak mungkin. Sekarang Sitty
diangkut ke...
PENDEKAR LIMA :
Diangkut ke rumah sakit ? Cepat bapak lihat kondisinya ! Segera balik, kami tunggu
di sini !
DATUK :
Haahhh ! Kenapa bisa jadi seperti ini ? Kacau ! Yang saya perintahkan bunuh Samsul
Bahri. Kalau Sitty mati, percuma semuanya !
PENDEKAR LIMA :
Ini kesalahan teknis, Datuk.
DATUK :
Ini kesalahan kamu ! Menyuruh orang yang tidak bisa diandalkan ! Apa tidak ada
yang lebih punya akal !
PENDEKAR LIMA :
Kalau orang berakal mungkin tidak mau melakukannya, Datuk.
DATUK :
Sudah! Jangan mencari alasan lagi. Apa yang harus kita lakukan ? Kita dalam
keadaan bahaya. Sebaiknya kita pergi dari sini.
PENDEKAR LIMA :
Kita tunggu laporan dari orang tadi dulu Datuk.
DATUK :
Untuk apa lagi ?
PENDEKAR LIMA :
Mengetahui keadaan Sitty, ia mati atau tidak.
DATUK :
Mati atau tidak, tidak perlu lagi saat ini. Kasus ini pasti diusut. Sekaranglah waktu
yang tepat untuk menghindar. Ayo !
SAMSUL :
O. Ternyata langkah saya tak kurang dan tak jua lebih. Hendak ke mana tuan-tuan ?
Tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya, ya ! Begitu ? Sitty sekarang
209
dalam keadan koma, Dokter telah mengetahui penyebabnya. Tidak ada alasan untuk
tidak menuduh Datuk sebagai dalangnya.
DATUK :
Jangan asal tuduh ! Kamu ingin mencemarkan nama baik saya, ya !?
PENDEKAR LIMA :
Oi, anak muda. Apakah kau punya bukti otentik kalau bicara !?
SAMSUL :
Bukti ? ( MENGODE DENGAN TEPUKAN TANGAN )
SAMSUL :
Siapa yang menyuruh bapak untuk meracuni Sitty ? ( KEPADA PEDAGANG
PALSU )
PEDAGANG PALSU :
Itu, Situ. Maksud saya orang itu ( MENUNJUK PENDEKAR LIMA )
SAMSUL :
Berapa bapak dibayarnya ?
PEDAGANG PALSU :
Tadi saya dikasihnya uang segini ( HENDAK MENGELUARKAN SELURUH ISI
SAKUNYA ). Janjinya saya akan dikasih uang banyak, satu juta katanya. Jadi saya
mau. Perintah cuma menyerahkan onde-onde itu pada Samsul Bahri. Samsul Bahrinya
tidak ada. Tapi Nona Sitty membeli onde-onde itu dan mengasih saya uang.
SAMSUL :
Maksud bapak ?
PEDAGANG PALSU :
Aduh, ini sudah tiga kali saya jelaskan pada kalian !
BAKHTIAR :
Jadi tidak usah berkelit lagi dari kami, Datuk !
SAMSUL :
Datuk hendak meracuni saya agar Sitty bisa jatuh ke tangan Datuk ? Terlalu sempit
jalan pikiran datuk. Tidak semua orang bisa Datuk bodoh-bodohi. Zaman sudah
bertukar, Datuk ! Nah, sekarang kau harus me......
ARIFIN :
Sitty sudah mendahului kita.
210
SEMUA :
Sitty !?
SAMSUL :
Gaek keparat ! ( HENDAK MENYERANG DATUK )
DATUK :
Lari !
PENDEKAR LIMA :
Kita hadapi saja, saatnya perhitungan terakhir, Datuk !
BAKHTIAR :
Oooooooiii ! Babi hutan masuk ke ladang !
“Bagi saya.”
“Ini. Hajar !”
“Kubunuh kau, anak ingusan !”
“Ayo, pak tua !”
“Beraninya keroyokan !”
“Sudah biasa, Datuk !”
“Ekstrakurikuler !”
“Samsul !?”
***
V.
AYAH :
Sitty...kembalilah Sitty...dst.
SUARA-SUARA :
211
Sitty di sini Ayah. Menjelma gunung. Orang-orang mendaki, seperti mendaki mimpi.
Sitty melihat mimpi itu, Ayah. Bintang jatuh ke samudera jiwa, jiwa lepas dari
tubuh....
AYAH :
Kemarilah, sayang. Maafkan Ayah, kemarilah...peluk Ayah....dst.
SUARA-SUARA :
Sitty di sini Ayah. Serupa jembatan, antara masa lalu, masa kini, dan masa datang.
Jembatan waktu yang melingkar, metamorfosis. Orang-orang melintas, datang,
singgah, pergi, dan menghilang.
AYAH :
Jangan cengeng, Sitty ! Ayo, berdiri. Ayo! Bangun, nak. Lepaskan kemanjaan...dst.
SUARA-SUARA :
Sitty jadi muara, Ayah. Tempat segalanya berakhir. Akhir dari kepedihan, akhir dari
segala dendam. Akhir dari mimpi-mimpi yang dihanyutkan orang dari hulu, dari masa
lalu. Telah jadi kisah, Ayah. Yang melahirkan seribu tafsir.... Meski kita tidak pernah
tahu kapan episode ini berakhir....
SELESAI
BIODATA PENULIS
Nama : Ilham Yusardi
TTL : Padang, 28 April 1982
Alamat : Jl. DR. M. Hatta RT 05 / RW 01 No. 29-30 Anduring Padang 25151
Alamat Surat : Himpunan Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fak. Sastra Univ. Andalas Padang
Symphoni
anak jalanan
Karya : IGN. Arya Sanjaya
Pemain
Atet = pengamen
Iwo = pengamen
Kemal = pengamen
Abdul = petugas
Nasir = petugas
Komandan
Babak Satu
Di sepotong trotoar sebuah jalan di sebuah kota, tiga remaja tanggung, Atet, Iwo dan
Kemal sedang mengamen. Iwo sering bermimpi, Atet sangat acuh dengan dirinya dan
Kemal senantiasa menepuk-nepuk perutnya yang selalu kelaparan. Mereka sedang
menyanyikan sebuah lagu berirama dangdut.
215
Lagu Pengamen
Mondar-mandir di sela-sela mobil
nyanyi-nyanyi sampai suaraku sember
Tiba-tiba dua orang petugas datang dari sebuah sisi panggung, bergegas sambil
meniup peluitnya. Setelah kejar-kejaran, akhirnya anak-anak itu terperangkap di
salah satu pojok.
216
kami tangkap. Sekarang, ayo ikut ke kantor. Ayo cepat, cepat, cepat
...!!
Babak dua
Keesokan harinya di kantor petugas. Iwo, Kemal dan
Atet duduk di bangku panjang, dua petugas, Abdul dan
Nasir mendampingi mereka. Abdul duduk di belakang meja,
sementara Nasir berdiri mondar-mandir dengan pentungan
karet di tangannya.
217
Babak tiga
Babak tiga
Selesai
BIODATA PENULIS :
Syair Kamelia
pp
Nasib bunga diperantauan
Bertaut asa menyulam duka
Adat dan budaya dijunjung tinggi
Sopan dan santun
Telah dijaga,kenapadaku
Yang durjana ? Kasih entah
kemana, cinta jauh dimata
“AkulahKamelia yang
terbiar disangkar kerinduan
yang membakar”
Dimanakah tuan kini ?
Hilang dimata dihati tidak,
Berurai air mata kutagih
Janji, biar jadam ridho
Ku terima
BAG. I
228
taulah alasan sebenarnye,abang betengka ni kerne abang tak suke dengar mereke betaruh
demi merebutkan kau. Mereke pikir kau ni emas ape ? aku tak terime orang-orang Jawe
tu perlakukan kau mom tu dan aku juge…. ”
Kamelia : “ abang sekali lagi Kamelia cakap, janganlah abang betengka lagi, Kamelia cume punye
abang kalau abang terluke atau terbunuh siape nak tolong Kamelia ni ? ”
BAG. II
Hamidah : “ Kinclong juga otak lu, tau aje aye bawa beginian ( menyerahkan surat ). Eh abang lu
cakep juga ye ? Kenapa nggak lu kenalin dari kemaren-kemaren ”.
Kamelia : “ Terime kasih ye Midah tak percume lah aku ni punye anak tukang pos. ”
Hamidah : “ Eh non ( menepuk bahu Kamelia ) aye ngomong abang lu, kenapa nggak kemaren-
kemaren lu kenalin ke gue ? Heh dengar kagak sih ! ”
Kamelia : “ Iye….iye kalau takdir nak temukan kalian sekarang tak ape lah kan ”.
Hamidah : “ Gue sih sebenarnya udah sekali ngeliat abang lu, waktu abang lu berkelahi dipasar
sama Jarwo, tapi aye kan belum tau ntu abang lu. ”
Kamelia : “ Ape cakap kau lah Midah, sekarang ni aku nak bace layang, pergilah kau balek dulu
nona manis. ”
Hamidah : “ De ile keterlaluan banget lu jadi temen, baru aja gue kasih surat diusir ! ”.
Kamelia : “ Bukannye macam tu, aku nak bace laying sorang aje, malu lah aku ditengokkan
engkau. ”
Samsul : “ Hem…hem… “ ( keluar dari pintu dan mengejutkan Kamelia dan Midah ).
Kamelia : “ Ah tak ade ape-ape lah bang, tak taulah Midah ni katenye nak balek ( Midah
mencubit Kamelia ) Auww….sakit tu ” ( Kamelia tertawa usil ).
Hamidah : “ Kagak kog bang, aye masih betah disini, beneran deh bang.. ”
Samsul : “ Iye,janganlah dulu terburu-buru nak balek, nanti aje kalau rase masih betah. Oh iye
Kamelia abang nak keluar sebenta, engkau abang tinggal tinggal dulu ye dengan Midah
” ( wajah Midah langsung kaget ).
Kamelia : “ Oww….. tapi nak kemane kea bang ni ? ”
Samsul : “ Abang nak mandi ke sungai sebenta ”.
Hamidah : “ Eee… ke sungai ye bang ye, kalau gitu aye jadi pulang deh.
Kan mumpung ada yang nemenin aye. ”
Kamelia : “ Uww…. Macam manelah Midah ni, tadi cakap masih betah ”.
Hamidah : “ Setelah aye pikir-pikir, mendingan aye pulang aje deh, ntar dicariin enyak lagi. Pan
pas tuh jalan mau ke sungai leat juga rumah aye, nanti deh Midah kenalin sekalian
abang ama enyak babe aye….. barangkali… he… he…”
Samsul : “ Ye tak ape-apelah kalau memang macam tu, jage rumah baek-baek ye Kamelia,
Assalamualaikum ”.
Kamelia : “ Waalaikumsalam ( menggerutu sambil membuka surat ), macam manelah Midah tu,
tapi syukurlah die juge pergi ” ( baca surat dr. Satrio ).
membalas suratmu. Mungkin karena kekuatan cinta kita yang membuat kanda terus bertahan dan
berjuang. Seandainya Kamelia tahu teramat dalam kerinduan kanda padamu pukaan hatiku.
Percayalah kanda begitu amat sangat merindukan Kamelia. Parasmu bak purnama bersinar selalu
kanda kenang dan terngiang-ngiang diingatan serta meracuni seluruh nadi ini. ( sebentar
mendekapsurat lalu membaca lagi ) Oh ya Kamelia, ada kabar baik untuk kita berdua,kanda
diperbolehkan pulang sebentar. Kanda harap Kamelia dapat menanti kanda pada malambulan
purnama di bulan Agustus di taman tepi utan. Kanda akan datang padamu tentulah dengan membawa
sekantong hati untuk Kamelia. Kiranya sekian kabar dari kanda. Ingatlah sebentar lagi kita kan
bersua. Ada satu permintaan kanda, kanda ingin Kamelia datang dengan sematan bunga dahlia di
sanggulmu. Wassalam.
Kekasihmu,
Satria
( Kamelia merasa sangat bahagia demi mendengar kekasihnya datang )
BAG. III
Di suatu taman di bulan purnama, Kamelia duduk seorang diri menanti kekasihnya akan
datang. Sekian menit, sekian jam dinanti tak kunjung datang, sesekali ia mengira yang datang adalah
kekasihnya, tapi ternyata hanyalah orang-orang yang lewat disana. Puas sudah menunggu malampun
semakin larut, lalu ia bergumam.
Kamelia : “ Kanda…. Dimane ke kanda saat ni, ade ape lah dengan kanda, ade sesuatu ke
yang menimpe atau kanda lupe dengan janji kite ? ( mengambil selipan bunga
dahlia di sanggul ), meskipun bunge dahlia ni layu, Kamelia kan tetap menanti. Tapi ….
Betulkah kanda akan datang ? Bukannye aku ragu, aku ni cume cemburu dengan
purname yang bersinar tu. ( Sejenak termangu dan menggenggam surat dari satria, lalu
dia bersenandung ).
232
Sekarang Kamelia taulah kanda ni takkan datang, Kamelia cume terbuai dengan rayuan
kanda ”.
( akhirnya Kamelia pun beranjak pergi, belum lagi selangkah melangkah, datang dua
orang pemuda mencoba menggoda Kamelia ).
Pemuda 1: “ Mau kemana nona manis… kok sendirian malam-malam begini ?”
Pemuda 2: “ Iya, lagi kesepian ya… boleh dong kita temenin ” ( mencolek badan Kamelia ).
Kamelia : ( mulai sebal & setengah marah ) “ Hey janganlah kurang ajar kau ni ”
Pemuda 1: “ Wuih…galak ! Masak begitu aja kok marah to mbak, ojo nesu mbak…nanti elek lho
mukane ” ( Menghalang-halangi Kamelia )
Pemuda 2: “ Lha…daripada nganggur mendingan jalan sama kangmas Jaduk dan mas Sugina ” (
mengerdipkan mata )
Pemuda 1: “ Duk, hati-hati kowe ngerayu,inikan adeknya Samsul to ? Anak kampung Melayu. ”
Pemuda 2: “ O..begitu to ? Pantes kudengar dari jauh merdu buanget suaranya….kayak Siti Nurhaliza
he..he..he..tapi nggak papa to kalau aku colek sedikit badannya, mumpung nggak ada
Samsul. Ayo No…arep melu nyolek ora ?”
Kamelia : ( memukul tangan pemuda 2 tadi ) “ Jangan cobe-cobe nak pegang aku atau aku teriak ! ”
Pemuda 1: “He…he…he..mau berteriak katanya Duk, piye ? Tapi…sik tak colek sithik. ” ( mencolek
pipi ).
Kamelia : ( mulai gelisah & mengelak ) “ Tolong…tolong…! Tolong saye…! ”
Pemuda 2: “ Mau panggil sopo ? Saiki wis gelap, ndak ada yang denger. Percuma ha..ha..ha..ha.. ” (
tiba-tiba dari balik hutan Samsul datang dan melihat adeknya dipermainkan oleh dua
pemuda tadi, Samsul pun marah ).
Samsul : “ Hey awas kau ! lepaskan adekku atau kubuat mampus kau “ ( 2 pemuda tadi
melepaskan tangan Kamelia tapi Samsul tetap menghajar dua orang tadi, lalu tiba-tiba
datang Jarwo musuh Samsul ).
Jarwo : “ Ada apa ini ? ” ( dua pemuda tadi langsung menghampiri Jarwo dan mengadu ).
Pemuda 1: “ Itu kang Jarwo, Samsul memukul kita berdua padahal kami cuma mau nganter adeknya
kang. ”
Samsul : “ Bangsat !!! cakap ape kau ni ?! Sini kan ku buat patah batang leher kalian semue ! ”
Jarwo : “ Samsul !!! Aku tahu kau hebat tapi kamu jangan berani-berani lawan anak buah Jarwo !
Kalau kau memang bernyali, langkahi dulu mayatku. Aku juga masih ingat kekalahanmu
kemaren, apa kau lupa ?! ”
Samsul : “ Tak payah banyak cakap kau Jarwo, lawan aje aku ! Jangan salahkan aku bile kubuat
habis kau malam ni juge ! ” ( akhirnya terjadilah perkelahian sengit antara Jarwo dan
Samsul, Kamelia mencoba melerai mereka tapi percume ).
Kamelia : “ Abang, sudah bang berhenti !! Janganlah betengka bang…cukup…!! “ ( tak ada
yang menghiraukan Kamelia ).
Samsul : “ Kamelia cepat kau pergi dari tempat ni ! cepat..! “
Kamelia : “ Tapi bang… Kamelia tak mau tinggalkan abang…”
233
Samsul : “ Bodoh !!! Nak mampus ke kau disini ? cepat pergi ! Dengarkan cakap abang ! cepat !” (
Kamelia tidak mau pergi, hanya menepi ).
Kamelia : “ Tidak, Kamelia tak akan pergi bang ! ”
Samsul : “ Terserah kau lah bile kau nak pilih mampus disini ! ”
Jarwo : “ Tenang Samsul…adekmu tidak akan kubunuh, justru sebaliknya akan kujadikan istri
ketigaku. ”
Samsul : “ Diamkau !!! ” ( setelah lama berkelahi akhirnya Samsul menang juga melawan Jarwo
dan anak buahnya babak belur )
Jarwo : “ Awas kau nanti, ingat akan kubayar hutangku padamu.
Sekarang kau boleh menang, tapi aku akan bales ini !! Cuih ” ( Jarwo langsung lari ).
Kamelia : ( mendekati dan menuntun Samsul ) “ Abang…abang tak ape-ape ? Luke abang tampak
parah, marilah kite cepat balek kerumah aje ”.
Samsul : “ Kemane aje kau ! Untung ade abang cube bile tak ade, mampuslah kau Kamelia ! ”
Kamelia : “ Maafkan Kamelia bang, tak ade maksud Kamelia nak susahkan abang, apalagi nak buat
abang terok macam ni ”.
Samsul : “Ahh…sudahlah kite cakap dirumah aje ” ( Akhirnya mereka kembali pulang ke rumah ).
BAG. IV
234
Kamelia menyalakan lentera diteras rumah, beberapa saat kemudian Dahlia dan Nurul datang.
Kamelia : “ Eh Nur, Dahlia, sudah tibe rupanye ”.
Dahlia : “ Marilah kite pergi, ustadz sudah menanti ”.
Nurul : “ Belum siap ke kau Kamelia ? ”.
Kamelia : “ Maafkan aku la… aku baru saje selesai menanak nasi. Jangan lah terburu-buru,
lagipun Hamidah belum datang ”
Nurul : “ Oh iye ye, kawan kite satu tu belum datang ”
Dahlia : “ Kite tunggu aje lah dulu ye ” ( Dahlia dan Nurul duduk di teras ).
Kamelia : “ Eiyy… ngape ni kalian duduk diluar, masuklah tak sopan orang orang tengok tamu
duduk diluar malam-malam macam ni, mari masuk ”
Dahlia : “ Ah tak ape ape, disini ajelah ”
235
BAG. VI
Samsul : “ Jarwo……. Jarwo…… drame ape yang kau mainkan ni ? berape kau bayar
orang-orang kau tu ??? kau memang pintar memutar balik fakta ! ”
Jarwo : “ Lihat dia ! ( mendekati warga sekitar ) dia pintar sekali bersilat lidah. Jangan
percaya dia ! sudah saatnya kalian terbebas dari ketakutan akan keonaran Samsul !!!
ayo habisi dia….! Serang dia !!! ( berkelahi dengan Samsul dan disusul pukulan dari
warga dan pasukan Jarwo ) mati kau Samsul !! habisi dia !! ”
Setelah puas mereka memukuli Samsul yang sudah tergeletak tak berdaya.
Kemudian Kamelia yang pulang dari pengajian sangatlah terkejut melihat abangnya yang tergeletak,
apalagi setelah tau abangnya sudah tak bernyawa lagi.
Jarwo : ( mengusir semua warga kecuali, pasukannya ) “….. Ayo bubar semua …….! ”
Kamelia : “ Abang……. Abang..…..abang Samsul !!!! bangun……. Abang…..!!! (
Kamelia menangis seadanya ) ”
Jarwo : ( mencoba mendekap Kamelia lalu ditangkis ) “ Sudahlah…… Kamelia,
abangmu sudah tak bernyawa lagi. Tenang masih ada aku……. Aku bisa jadi
abangmu……. Lebih dari itupun bisa…… bagaimana ? ”
Kamelia : ( memukul Jarwo ) “ Bangsat kau !!! kau apakan abang aku ?! Ape salah die hah
?!?? ”
Jarwo : “ Bukan aku…. Tapi kami semua warga disini, kamu tahu apa kesalahan
abangmu ? Dia tak sopan sebagai warga perantauan selalu berbuat onar dan suka
menggoda gadis-gadis, sehingga orang-orang disini tak tahan lagi, mereka
ketakutan, dan….. ini hasilnya “ ( menunjuk mayat Samsul ).
Kamelia : “ Dusta kau !!! abang aku tak suke buat ribut, tak pernah menggoda gadis-gadis.
Kau jangan pure-pure, aku tau siape kau, kau sengaje kan nak buat macam ni, itu karne
kau dendam, Iye kan ?! Permainan kau sungguh kotor Jarwo !!!! ”
Jarwo : “ Ha……. Ha… pintar juga kau menebak manis, tapi bukan hanya itu alasanku
menghilangkan nyawa abangmu dimuka bumi, aku terlanjur jatuh hati padamu
Kamelia…. Setiap kali aku lihat wajahmu…. Hasratku semakin panas…. Ayolah
sayang kau mau kan denganku….? ( memegang tangan Kamelia ).
Kamelia : ( Kamelia semakin gugup dan mundur perlahan ) “ Bajingan kau !!! pergi kau
jangan dekat dengan aku !! ” ( melemparkan kayu ke badan Jarwo namun Jarwo
semakin mendekat )
Jarwo : “ Ayo manis jangan takut, abangmu sudah tidak ada, percuma kau berteriak
wargapun tak akan datang menolongmu Kamelia ”
Pasukan Jarwo: “ Kang Jarwo….. kami boleh ikut ngga !? iya nih… udah nggak tahan ! lumayan
barang bagus, bagi kang yo…. !? ”
Jarwo : ( setelah menengok kanan kiri dan memastikan semua aman, Jarwo
menganggukkan kepala dan yang lain ikut masuk kedalam ) “ Tapi jangan ribut….! ”
Malang nasib Kamelia, dia diperkosa oleh Jarwo dan pasukannya, dari dalam rumahnya
itu hanya terdengar teriakan berontak dan jerit tangis diiringi tawa puas birahi lelaki.
Setelah puas, mereka keluar rumah dengan menyeret Kamelia keluar yang hanya
berbalut selimut. Lalu tak cukup itu, merekapun juga memporak porandakan rumah Kamelia dan pergi
menyisakan amarah dan dendam. Tinggalah Kamelia meratapi nasib yang akan mengubah seluruh
hidupnya.
239
BAG. VII
Di taman tepi hutan yang rindang diperbatasan kampung datanglah seorang pemuda di
remang purnama dengan balutan perban di tangankirinya dan sedikit memar di kepala, pemuda itu
memanggil-manggil Kamelia.
Satria : “ Kamelia…. Kamelia dimana kau, Kamelia aku sudah datang Kamelia…. ”
Kamelia : ( dari balik pohon Kamelia keluar dengan pakaian elok dan bunga dikepalanya )
“ Satria…. Satria…. ”
Satria : “ Kamelia kau cantik sekali, sudah lama wajah ini aku rindukan apa kabarmu
adinda ? ” ( menggenggam tangan Kamelia )
Kamelia : “ Kanda tengok sendiri kan ? Kamelia bahagia sangat, air terjun pun tak bise
gantikan keindahan hati ni, kanda sendiri ape kabar ? Ape ni kanda ?? luke… ?? Kanda
terluke ?? ” ( meraba luke di tangan dan kepala Satria )
Satria : “ Ya…gara-gara luka inilah, aku tidak bisa menepati janjiku dulu padamu.
Maafkan aku Kamelia, sudikah kiranya kau memberikan maaf untukku ? ” ( sambil
mengajak Kamelia duduk di bangku ).
Kamelia : “ Jangankan maaf, semue akan kuberi. Andaipun kanda tak datang dan
khianatkan Kamelia, tapi Kamelia kan selalu nantikan kanda disini. Bak syair pujangge.
Ibarat bunge dahlia tak akan layu bile disiram cinte ”.
Satria : “ Terima kasih kau baik sekali, dinda tau ketika kanda berangkat pulang kesini,
Belanda menyerbu camp kami, banyak yang meninggal dan terluka, sehingga tak
mungkin untuk……. ”
Kamelia : “ Ssstt…. Sudahlah yang kanda selamat. Senang sangatlah hati Kamelia, kanda
berade disamping Kamelia, rasenye macam mimpi ” ( Kamelia lalu bernyanyi )
Satria : “ Kamelia… aku bawakan sesuatu untukmu….. lihatlah gelang ini sengaja aku
beli dari pedagang gujarat. Pakailah kau pasti cocok. “
240
Beberapa saat kemudian tanpa sengaja seorang pemuda lewat yang juga teman lama
Satria kemudian berhenti menyapanya.
Bejo : “ Satria !! kowe wis balik toh, wah curang kowe ora aweh kabar ndisik nek wis
bali. ”
Satria : “ Bejo…. Bejo kamu masih kayak dulu! ”
Bejo : “ Ngapa kowe mbengi-mbengi neng kene ? ”
Satria : “ He… he… ( tertawa malu ), aku baru ketemu bojoku ”
Bejo : “ Bojo sing endi ? ”
Satria : “ Kamu ini kayak ndak tau aja, siapa lagi, Kamelia anak kampung Melayu. ”
Bejo : “ Kamelia… ? Edan kowe, ora guyon ? ”
Satria : “ Sopo sing guyon ? baru saja dia pulang kerumah. ”
Bejo : ( kaget dan mengelus bulu kuduknya ) ” kowe ora ngerti yo ? ”
Satria : “ Tidak tahu apa ? ”
Bejo : “ Kamelia kan wis mati nem wulan wingi “
Satria : “ Apa maksudmu ? jangan buat aku bingung ?? ”
Bejo : “ Temenan, yakin, dek mbiyen mase Samsul dikeroyok Jarwo karo kanca-
kancane Jarwo nganti mati. Rumahnya diobrak-abrik… pokokke wis hancur ! melasi
banget, terus Kamelia di… di… ”
Satria : “ Di… diapakan Bejo… !? “
Bejo : “ Di…. Diperkosa Jarwo, preman pasar karo kanca - kancane kae “ ( takut
dan gugup )
Satria : “ Tidak……. Ndak mungkin ! Kamu pasti mau ngerjain aku, jawab !! “ (
Satria mencekik leher Bejo ).
Bejo : ( sambil kesakitan ) “ Wani disamber gledek ! swer ! Maning bar Kamelia
diperkosa, Kamelia ora dianggep maning nang kampung kiye, ono sing omong edan,
ono sing omong strees…. Pokokke ora ono sing gelem nampung Kamelia, kanca-
kancane dewek ora gelemnulungi, wedi kena sial…… akhirnya ( sedikit gugup ) ya….
Kaya kae kuwi, Kamelia akhirnya nganu…. nganu…. bunuh diri…. Hih! Aku dadi
mrinding kiye ” ( lari lalu pergi meninggalkan Satria ).
241
BIODATA PENULIS