Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Listrik telah menjadi bentuk energi yang banyak digunakan saat ini.
Perkembangan yang cepat pada teknologi listrik telah mengubah industri dan
masyarakat. Fleksibitas listrik yang amat beragam menjadikannya banyak
diaplikasikan pada berbagai bidang seperti transportasi, pemanasan, penerangan,
telekomunikasi dan telekomunikasi.
Aplikasi lain dari listrik adalah untuk memproduksi ozon yang dapat
digunakan untuk penjernihan air. Untuk menghasilkan ozon dimanfaatkan
fenomena corona discharge yang diaplikasikan pada generator ozon. Listrik
tegangan tinggi akan suplai ke generator ozon yang akan menghasilkan lucutan
listrik, diantara lucutan listrik tadi akan dialirkan oksigen (O2). Lucutan listrik
akan membelah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen (O). Atom oksigen
(O) akan mencari bereaksi dengan molekul oksigen (O2) menghasilkan tri-oksigen
atau ozon (O3). Selanjutnya ozon diinjeksikan ke air yang akan menguraikan
mikroorganisme yang ada didalamnya.
Untuk menghasilkan ozon diperlukan tegangan tinggi, sedangkan tegangan
listrik yang disuplai dari Perusaahaan Listrik Negara (PLN) hanya 220V. Oleh
karena itu diperlukan alat tambahan untuk mengkonversi tegangan listrik PLN ke
tegangan tinggi. Pengkonversian dapat dilakukan menggunakan transformator
linear. Namun dengan metode ini akan diperlukan transformator dengan ukuran
yang besar dan berat. Sebagai alternatifnya dapat digunakan switching-mode
power supply (SMPS). Dengan SMPS dapat dilakukan konversi tegangan dengan
alat yang lebih kecil dan ringan.
Sesuai dengan yang telah dipaparkan maka dibuatlah tugas akhir dengan
judul “Rancang Bangun Konverter AC-AC Frekuensi Tinggi Tegangan
Tinggi Menggunakan Topologi Half-Bridge Resonant Converter”. Pada tugas
akhir ini akan dibuat SMPS dengan menggunakan topologi half-bridge resonant
converter yang diharapkan dapat menghasilkan konverter yang berefesiensi

1
2

tinggi. Konverter yang akan akan dibuat mendapatkan input dari jaringan PLN
220V, 50Hz, dengan output 8kV pada frekuensi pen-saklaran 25kHz dan
berkapasitas 160W serta diharapkan dapat bekerja dengan efesiensi ≥80%..

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas penulis merumuskan masalah yang perlu
diselesaikan untuk menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu :
1. Bagaimana menentukan ukuran komponen konverter AC-AC yang dapat
menghasilkan keluaran 8 kVAC, 25 kHz menggunakan topologi half-bridge
resonant converter?
2. Bagaimana menentukan ukuran komponen half-bridge resonant converter
yang dapat bekerja pada frekuensi tinggi dan tegangan tinggi?
3. Bagaimana menentukan ukuran komponen transformator yang dapat bekerja
pada frekuensi tinggi dan tegangan tinggi?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah :
1. Menentukan ukuran komponen dan membuat konverter AC-AC yang dapat
menghasilkan keluaran 8 kVAC, 25 kHz menggunakan topologi half-bridge
resonant converter.
2. Menentukan ukuran komponen dan membuat half-bridge resonant
converter yang dapat bekerja pada frekuensi tinggi dan tegangan tinggi.
3. Menentukan ukuran komponen transformator yang dapat bekerja pada
frekuensi tinggi dan tegangan tinggi.

1.4. Batasan Masalah


Agar dalam perancangan ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan maka
permasalahan akan dibatasi sebagai berikut :
1. Topologi resonant converter yang digunakan adalah half-bridge series
resonant convereter.
2. Pen-saklaran (switching) menggunakan MOSFET.
3

3. Kendali MOSFET menggunakan metode Pulse Width Modulation (PWM).

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari tugas akhir ini :
1. Sebagai sumber literatur bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian
terkait.
2. Dapat melakukan konversi listrik PLN, 220 VAC, 50 Hz untuk
menghasilkan listrik 8 kVAC, 25 kHz menggunakan alat yang relatif kecil.

1.6. Metodologi Penelitian


Dalam pembuatan dan peyusunan tugas akhir ini, digunakan metode sebagai
berikut:
1. Metode Literatur
Metode ini merupakan metode pengumpulan data dan referensi baik dari
media cetak maupun media elektronik yang menunjang dalam penyusunan
dan pembuatan tugas akhir ini.
2. Metode Observasi
Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan cara pengamatan
terhadap alat yang akan dibuat.
3. Metode Perancangan
Metode ini merupkan metode perancangan tugas akhir mengunakan data-
data yang telah didapat dari metode literatur dan metode observasi.
4. Metode Pengujian
Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan
pengujian terhadap tugas akhir yang telah dirancang
5. Metode Perbaikan
Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan
perbaikan terhadap tugas akhir.
4

1.7. Sistematika Penulisan


Laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bagian dengan sistematika sebagai
berikut:
1. Pendahuluan
Bagian pertama yang berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian,
perumusan masalah, manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
2. Landasan Teori
Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam proses
perancangan dan pembuatan tugas akhir.
3. Perancangan dan Pembuatan Alat
Pada bagian ini dibahas tentang perencanaan dan pembuatan komponen
utama dari alat yang akan dibuat berdasarkan pada landasa teori.
4. Pengujian dan Analisa
Hasil pengujian dan analisa alat yang telah dibuat akan dilampirkan pada
bagian ini.
5. Penutup
Berisi kesimpulan dari tugas akhir ini berdasarkan pengujian dan analisa
yang telah dilakukan. Terdapat pula saran yang memuat opini penulis
tentang alat yang telah dibuat dan kemungkinan perbaikan yang dapat
dilakukan untuk proyek serupa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Konverter AC-AC yang akan dirancang dan dibuat akan menggunakan


suplai PLN 220 VAC, 50 Hz yang akan disearahkan menggunakan penyearah 1
fasa jembatan dioda. Tegangan yang telah disearahkan diteruskan ke rangkaian
half-bridge resonant converter yang akan mengkonversikan menjadi tegangan AC
8 kVAC, 25 kHz. Rangkaian half-bridge resonant converter menggunakan dua
buah MOSFET. Proses switching pada MOSFET akan diatur menggunakan
metode PWM oleh rangkaian kontrol MOSFET menggunakan IC SG3524.
Rangkaian kontrol MOSFET ini memerlukan catu daya untuk bekerja. Catu daya
akan berasal dari suplai PLN yang telah disearahkan dan akan memberikan
tegangan 12 VDC sebagai suplai untuk rangkaian kontrol MOSFET.
Diagram sistem yang akan dibuat diperlihatkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Diagram Konverter AC-AC Tegangan Tinggi Frekuensi Tinggi


Menggunakan Topologi Half-Bridge Resonant Converter

Berdasarkan uraian diatas dan diagram yang diperlihatkan pada gambar 2.1.
sistem yang akan dibuat terdiri atas :
1. Rangkaian penyearah 1 fasa jembatan dioda yang dilengkapi dengan
kapasitor perata tengangan.
2. Half-bridge resonant converter
5
6

3. Rangkaian kontrol MOSFET


4. Catu daya rangkaian kontrol MOSFET

2.1. Penyearah 1 Fasa Jembatan Dioda dan Filter Kapasitor


Penyearah gelombang (rectifier) adalah rangkaian yang berfungsi mengubah
tegangan AC menjadi tegangan DC. Komponen utama dalam penyearahan
gelombang adalah dioda yang dikonfigurasi secara bias maju. Dalam sebuah catu
daya tegangan rendah, sebelum tegangan diubah menjadi tegangan DC maka
tegangan AC tersebut perlu diturunkan menggunakan transformator step-down.
Terdapat dua macam penyearah satu fasa gelombang penuh, yaitu:
penyearah gelombang penuh menggunakan transformator center-tap dan
penyearah gelombang penuh jembatan.
Pada penyearah satu fasa gelombang penuh dengan transformatar center-tap
menggunakan dua buah dioda, dimana tiap-tiap dioda terhubung pada masing-
masing setengah bagian transformator yang bertindak sebagai penyearah setengah
gelombang. Titik keluaran dari keduanya dikombinasikan ke beban untuk
menghasilkan penyearahan gelombang penuh.
Dengan menggunakan empat buah dioda dapat dibentuk penyearah satu fasa
gelombang penuh jembatan yang dapat menghasilkan keluaran berupa gelombang
penuh tanpa memerlukan transformator center-tap.

Gambar 2.2. Penyearah Satu Fasa Jembatan

Selama siklus positif dari gelombang keluaran sisi sekunder transformator,


arus mengalir ke beban melalui dioda D1 dan D2. Sedangkan selama siklus
7

negatifnya akan mengalir ke beban melalui D3 dan D4. Bentuk arus dan tegangan
keluaran penyearah satu fasa jembatan ditunjukkan pada Gambar.

Gambar 2.3. Tegangan dan Arus Keluaran Penyearah Satu Fasa Jembatan

Berdasarkan gambar 2.2 dan Gambar 2.3, nilai rata-rata tegangan pada beban
adalah:

(2.1)

(2.2)

(2.3)

(2.4)

(2.5)

Nilai root-mean-square (RMS) dari tegangan pada beban adalah:

(2.6)
8

(2.7)

(2.8)

(2.9)

Nilai rata-rata dari arus dengan beban resistif murni adalah:

(2.10)

(2.11)

Nilai rms dari arus dengan beban resistif murni adalah:

(2.12)

Keterangan:
- Vdc = Tegangan keluaran rata-rata penyearah (V)
- T = Perioda (detik)
- = Tegangan pada beban (V)
- Vm = Tegangan maksimum (V)
- VL = Tegangan keluaran efektif (RMS) penyearah (V)
- Idc = Arus keluaran rata-rata penyearah (A)
- R = Resistansi beban (Ω)
- IL = Arus keluaran efektif (RMS) penyearah (V)

Sinyal keluaran dari penyearah belum dapat dimasukkan langsung ke


rangkaian beban karena masih terdapat riak (ripple) tegangan. Dengan
menambahkan tapis (filter) ripple dapat dikurangi sehingga didapat gelombang
keluaran yang mendekati DC murni. Salah satu cara membentuk filter adalah
dengan menggunakan kapasitor yang dipasang paralel dengan beban.
Dengan menambahkan kapasitor paralel dengan beban pada rangkaian penyearah
gelombang, maka riak tegangan akan sangat ditekan. Sebagaimana kita ketahui,
9

kapasitor dapat menyimpan energi. Pada saat tegangan sumber naik, kapasitor
akan terisi sampai mencapai tegangan maksimum. Pada saat tegangan sumber
menurun, kapasitor akan melepaskan energi yang disimpannya melalui beban
(karena pada saat ini dioda tidak konduksi). Dengan demikian beban akan tetap
memperoleh aliran energi walaupun dioda tidak konduksi. Selanjutnya bila dioda
konduksi lagi, kapasitor akan terisi dan eneri yang tersimpan ini akan dilepaskan
lagi pada waktu dioda tidak konduksi; dan demikian seterusnya. Gambar 2.5
menunjukkan penyearah satu fasa gelombang penuh dengan filter kapasitor.
Gelombang arus dan tegangan ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.4. Penyearah Satu Fasa Gelombang Penuh dengan Filter Kapasitor

Gambar 2.5. Bentuk Gelombang Tegangan dan Arus Penyearah Satu Fasa
Gelombang Penuh dengan Filter Kapasitor

Untuk menentukan nilai filter penyearah dapat dihitug menggunakan persamaan


(2.13) berikut:
10

(2.13)

Dengan menambah filter kapasitor gelombang tegangan akan berubah


sehingga nilai tegangan rata-ratanya berubah pula. Nilai tegangan rata-rata dengan
menambahkan filter kapasitor dapat dihitung menggunkan persamaan berikut:

(2.14)

Keterangan:
- fr = Frekuensi riak (ripple) keluaran penyearah (Hz)
- r = Persentase riak (ripple), direkomendasikan ≤ 1%
- RL = Resistansi beban (Ω)

2.2. Half-Bridge Resonant Converter


Resonant converter merupakan konverter yang memanfaatkan peristiwa
resonansi antara komponen induktif (L) dan kapasitif (C) pada rangkaiannya.
Suatu rangkaian dikatakan beresonansi ketika tegangan (V) dan arus (i) berada
dalam satu fasa (sudut fasa φ = 0). Pada kondisi beresonansi, impedansi yang
dihasilkan oleh rangkaian seluruhnya adalah komponen riil atau impedansi
kompleks hanya terdiri dari reistor murni (R). Pada dasarnya konsep Resonansi
adalah menghilangkan komponen imajiner atau reaktansi induktif (XL) dan
reaktansi kapasitif (XC) saling meniadakan (Alfahmi, 2017).
Pada suatu frekuensi tertentu akan didapat kondisi impedansi dari induktor
yang sama besar dengan impedansi kapasitor (saling meniadakan). Kondisi ini
dinamakan rangkaian dalam keadaan beresonansi. Frekuensi yang menyebabkan
kondisi tersebet dinamakan frekuensi resonansi (f0), karena pada keadaan tersebut
rangkaian sedang beresonansi, atau energi yang dimiliki oleh L (energi magnetik)
sama besar dengan energi yang dimiliki oleh C (energi elektrik). Nilai reaktansi
induktif dan raktansi kapasitif dinotasikan pada persamaan berikut (Alfahmi,
2017).
11

Reaktansi Induktif (XL):


(2.15)
(2.16)
Reaktansi kapasitif (XC):
(2.17)

(2.18)

Kenaikan frekuensi akan memperbesar nilai reatansi induktif (XL), dan


sebaliknya kenaikan frekuensi akan memperkecil nilai reaktansi kapasitif (XC).
Untuk setiap hubunga seri antar induktor (L) dan kapasitor (C) terdapat suatu
harga frekuensi, dimana nilai XL = XC. Frekuensi ini dinamakan frekuensi
resonansi (fo). Sedangkan gejala tersebut dinamakn resonansi seri, dan rangkaian
arus bolak-balik ini dinamakan rangkaian resonansi seri. Frekuensi resonansi (f0)
diperoleh ketika XL = XC, sehingga didapatkan hubungan persamaan berikut
(Alfahmi, 2017).

(2.19)

(2.20)

(2.21)

(2.22)

(2.23)

Keterangan:
- XL = Tegangan keluaran rata-rata penyearah (V)
- Xc = Tegangan keluaran rata-rata penyearah (V)
- L = Induktansi (H)
- C = Kapasitansi (F)
- Lr = Induktansi resonan (H)
- Cr = Kapasitansi resonan(F)
12

Topologi resonant converter terbagi menjadi dua tipe dasar, yaitu Series Resonant
Converter (SRC) dan Paralllel Resonant Converter (PRC). Pada tugas akhir ini
akan digunakan resonant converter tipe SRC.

(a) Series Resonan Converter (b) Parallel Resonant Converter


Gambar 2.6. Konfigurasi dasar Resonant Converter

Pengembangan dari SRC dan PRC adalah Series-Paralel Resonant


Converter (SPRC), yang merupakan kombinasi dari SRC dan PRC. Salah satu
tipe dari SPRC adalah LCC yang terdiri dari sebuah induktor dan dua buah
kapasitor, jenis ini memiliki keunggulan dibanding SRC dan PRC namun
memerlukan dua buah kapasitor yang relatif mahal karena harus dapat
dioperasikan pada arus yang besar. Untuk mendapatkan karakteristik yang sama
tanpa mengubah perhitungan komponen, terdapat tipe lain dari SPRC yang
menggunakan dua buah induktor dan dsebuah kapasitor, yaitu SPRC tipe LLC.
Kelebihannya dibandingkan topologi LCC adalah dua buah induktor pada
rangkaian (induktor resonan atau Lr dan induktor magnetisasi atau Lm) dapat
digabungkan menjadi sebuah induktor saja.

(a) LCC Configuration (b) LLC Configuration


Gambar 2.7. Dua Tipe SPRC
13

Half-Bridge SRC atau SRC setengah jembatan merupakan SRC yang hanya
menggunakan dua buah saklar elektronik untuk menghasilkan input gelombang
kotak. Sakalar yang umum digunakan adalah MOSFET. Gambar 2.8
memperlihatkan rangkaian half-bridge LLC series resonant converter. LLC
singkatan dari induktor resonant (Lr), induktansi magnetisasi (Lm) dan kapasitor
resonan (Cr).

Gambar 2.8. Rangkaian Daya Half-Bridge LLC Series Resonant Converter

Gambar 2.9. Rangkaian Sederhana LLC Series Resonant Converter

Gambar 2.8 menunjukkan rangkaian daya dari half-bridge LLC SRC. Pada
gambar half-bridge LLC SRC terbagi atas dua bagian, yaitu : generator
gelombang kotak (Square-Wave Generator) dan rangkaian resonan (Resonant
Circuit). Pada aplikasi tertentu ditambahkan rangkaian penyearah diantara
rangkaian resonan dan beban sehingga didapatkan keluaran berupa tegangan
searah.
14

2.3. MOSFET Sebagai Saklar


MOSFET merupakan semikonduktor dari keluarga FET (Field Effect
Transistor). MOSFET (Metal-Oxide Semiconductor FET) memiliki kemiripan
dengan JFET, yaitu memiliki tiga terminal Source, Gate dan Drain. Namun
perbedaannya Gate terisolasi oleh bahan oksida. Gate tersebut terbuat dari bahan
metal seperti alumunium. Oleh karena itu transistor ini dinamakan metal-oxide.
Karean terminal Gate yang terisolasi, transistor ini disebut juga IGFET
(Insulaterd-Gate FET).
Ada dua jenis MOSFET, yaitu depletion-mode dan enchancement-mode.
Kedua jenis MOSFET tersebut memiliki dua tipe, yaitu MOSFET tipe-N dan
MOSFET tipe-P. Dalam berbagai referensi MOSFET disingkat sebagai MOS.
Tipe-N dan tipe-P dibedakan dengan NMOS dan PMOS. Simbol untuk
menggambarkan MOS depletion-mode dibedakan dengan MOS enhcancement-
mode. Perbedaan simbol tersebut dapat terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.10. Simbol MOSFET Depletion-Mode (a) N-Channel (b) P-Channel

Gambar 2.11. Simbol MOSFET Enhancement-Mode (a) N-Channel (b) P-


Channel
15

MOSFET tipe peningkatan atau E-MOSFET (Enhancement-metal-oxide


semiconductor FET) terdiri atas kanal-N dan kanal-P. Pembahasan akan dilakukan
hanya untuk E-MOSFET kanal-N saja, karena pada dasarnya kanal-N dan kanal-P
hanya berbeda polaritas. Gambar 2.11 menunjukkan konstruksi E-MOSFET
kanal-N. Seperti halnya pada D-MOSFET, E-MOSFET ini juga dibuat di atas
bahan dasar silikon tipe-P yang disebut dengan substrat. Pada umumnya substrat
P ini dihubungkan keterminal SS melalui kontak metal. Terminal SS pada
beberapa MOSFET terhubung langsung di dalam komponen, sehingga yang
keluar tinggal tiga terminal saja, yakni Source (S), Drain (D) dan Gate (G).

Gambar 2.12. Konstruksi E-MOSFET Kanal N

Source (S) dan Drain (D) masing-masing dibuat dengan menumbuhkan


doping bahan-N dari substrat-P, sehingga dapat dihubungkan keluar menjadi
terminal S untuk Source dan D untuk Drain melalui kontak metal. Sedangkan
terminal G (Gate) dibuat melalui kontak metal yang diletakkan ditengah-tengah
antara Source dan Drain. Antara Gate dan substrat P terdapat silikon dioksida
(SiO2) yang berfungsi sebagai isolasi (dielektrikum). Hal demikian ini sama
seperti pada D-MOSFET. Impedansi input E-MOSFET juga sangat tinggi.
Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa pada D-MOSFET terdapat
kanal yang menghubungkan S dan D, sedangkan pada E-MOSFET tidak terdapat
kanal tersebut. Dengan demikian aliran elektron dari source yang akan menuju
drain harus melalui substrat-P. Pembahasan prinsip kerja E-MOSFET kanal-N
dimulai dengan memberikan tegangan VGS = 0 Volt dan VDS positif. Pemberian
16

tegangan VGS = 0 adalah dengan cara menghubung-singkatkan terminal Gate (G)


dan Source (S). Perhatikan Gambar 2.13.

Gambar 2.13. E-MOSFET Kanal-N dengan VGS = 0 dan VDS Positif

Oleh karena antara S dan D tidak ada kanal-N (yang mempunyai banyak
elektron bebas), maka meskipun VDS diberi tegangan positif yang cukup besar,
arus ID tetap tidak mengalir atau ID = 0. Antara Source dan Drain adalah bahan
tipe-P dimana elektron adalah sebagai pembawa minoritas, sehingga saat VGS = 0
dan VDS positif yang mengalir adalah arus bocor saja. Disinilah perbedaannya
dengan D-MOSFET yang mengalirkan arus ID pada saat VGS = 0 dan VDS positif.
Apabila VGS dinaikan kearah positif, maka muatan positif pada gate ini akan
menolak hole dari substrat-P menjauhi perbatasannya dengan SiO2. Dengan
demikian daerah substrat-P yang berdekatan dengan gate akan kekurangan
pembawa mayoritas hole. Sebaliknya elektron dari substrat-P akan tertarik oleh
muatan positif gate dan mendekati perbatasan substrat dengan SiO2. Perlu diingat
bahwa elektron tidak bisa masuk ke gate karena substrat dan gate ada pembatas
SiO2, sehingga IG tetap sama dengan nol.
Bila tegangan VGS dinaikan terus hingga jumlah elektron yang berada di
dekat perbatasan dengan SiO2 cukup banyak untuk menghasilkan arus ID saat VDS
positif, maka VGS ini disebut dengan tegangan threshold (VT). Pada beberapa buku
data VT ini disebut juga VGS(th). Setelah mencapai tegangan VT ini, maka dengan
memperbesar harga VGS, arus ID semakin besar. Hal ini karena semakin besar VGS
berarti jumlah elektron yang tersedia antara source dan drain semakin banyak.
17

Kurva tranfer dan karakteristik E-MOSFET kanal-N dapat dilihat pada gambar
2.14.
Istilah peningkatan (enhancement) dalam E-MOSFET ini menunjuk pada
fenomena bahwa saat VGS masih nol, arus ID tidak ada karena tidak terdapat
elektron antara source dan drain. Kemudian apabila VGS dibuat positif hingga
melebihi VT, maka terjadi peningkatan jumlah elektron antara source dan drain
yang berakibat meningkatnya arus ID bila tegangan VDS positif diperbesar. Pada
saat VGS > VT, apabila VDS masih kecil arus ID naik dengan cepat, namun bila VDS
dinaikkan terus hingga mencapai VDSsat, maka arus ID akan konstan. Hal ini karena
dengan memperbesar VDS sementara VGS tetap, maka tegangan relatif antara G dan
D makin kecil sehingga mengurangi daya tarik elektron pada sisi D-G. Akibatnya
arus ID akan jenuh dan kenaikan VDS lebih jauh tidak akan memperbesar arus ID.
Harga VDS ini disebut dengan VDSsat (atau VDS saturasi). Dengan melihat kurva
karakteristik E-MOSFET ternyata terdapat hubungan antara VDSsat dengan VGS.
Hubungan tersebut adalah dengan semakin tingginya harga VGS, VDSsat makin
tinggi juga. Pada saat VGS = VT yang mana arus ID mulai mengalir dengan cukup
berarti, maka VDSsat = 0. Hal ini karena arus ID sudah mengalami kejenuhan sejak
VDS dinaikkan.
Dalam fungsinya sebagai saklar, hal utama yang merupakan perbedaa
prinsip kerja transistor MOSFET enhancement-mode dibandingkan dengan JFET
adalah jika pada tegangan VDS = 0, transistor JFET sudah bekerja atau ON, maka
transistor MOSFET enhancement-mode masih OFF. Dikatakan bahwa JFET
adalah komponen normally ON dan MOSFET adalah komponen normally OFF.
Gambar merupakan gamaber kurva karakteristik arus drain ID terhadap tegangan
VGS. Tegangan VGS semua bernilai positif. Garis kurva paling bawah adalah garis
kurva dimana transistor mulai ON. Tegangan VGS pada kurva ini disebut tegangan
threshold VGS(th).
18

Gambar 2.14. Kurva Karakteristik Transfer dan Output E-MOSFET


Kanal-N

Karena transistor MOSFET umumnya digunakan untuk saklar (switch),


parameter yang penting pada transistor E-MOSFET adalah resistansi Drain-
Source. Biasanya yang tercantum pada datasheet adalah resistansi pada saat
transistor ON. Resistansi ini dinamakan RDS(on). Untuk apalikasi power switching,
semakin kecil resistansi RDS(on) makan semakin baik transistor, tersebut. Karena
akan memperkecil rugi-rugi disipasi daya dalam bentuk panas. Juga penting
diketahui parameter arus Drain maksimum ID(maks) dan disipasi daya maksimum
PD(maks). MOSFET dapat berfungsi sebagai saklar, dengan ketentuan saklar akan
ON ketika VGS ≥ Vth dan VDD ≥ Vth. Vth merupakan V threshold dimana MOSFET
mulai bekerja.

2.4. PWM dan IC SG3524


Modulasi lebar pulsa atau biasa disebut dengan PWM (Pulse Width
Modulation) merupakan sebuah mekanisme untuk membangkitkan sinyal
keluaran yang periodenya berulang antara high dan low dimana dengan
menggunakan PWM durasi sinyal high dan low dapat dikendalikan sesuai
kebutuhan. PWM bekerja dengan cara membuat perbandingna pulsa high terhadap
pulsa low. Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudi dan frekuensi dasar
yang tetap, namun memiliki amplitudo lebar pulsa yang bervariasi. Lebar pulsa
19

PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal asli yang belum termodulasi.
Artinya, sinyal PWM memiliki frekuensi gelombang yang tetap namun dengan
duty cycle yang bervariasi antara 0% hingga 100%. Duty cycle adalah
perbandingan lama waktu sinyal berada dalam kondisi high dengan lama waktu
sinyal dalam kondisi high + low atau lamanya waktu kondisi high dalam satu
perioda.
Untuk membangkitkan sinyal PWM digunakan komparator. Komparator
merupakan piranti yang digunakan untuk membandingkan dua buah sinyal
masukan. Dua sinyal masukan yang dibandingkan adalah gelombang segitiga
dengan tegangan referensi. Hasil keluaran dari komparator adalah sinyal PWM
berupa pulsa-pulsa persegi yang berulang-ulang. Lebar pulsa dapat dimodulasi
dengan cara mengubah sinyal referensi.

Gambar 2.15. (a) Komparator (b) Pembentukan Sinyal PWM

Gambar 2.15 menunjukkan hasil perbandingan gelombang segitiga dengan


tegangan DC yang menghasilkan gelombang kotak dengan lebar pulsa yang dapat
diatur. Pengaturan lebar pulsa dapat dilakukan dengan cara mengubah nilai
tegangan DC referensi. Ton adalah waktu dimana tegangan keluaran berada pada
posissi high, sedangkan Toff adalah waktu dimana tegangan keluaran berada pada
20

posisi low dan Ttotal adalah waktu satu siklus atau penjumlahan antara Ton dan Toff
atau biasa disebut dengan perioda satu gelombang.

(2.24)

Untuk mencarai nilai duty cycle dalam satu siklus kerja dapat dituliskan
persamaan berikut:
(2.25)

(2.26)

Keterangan:
- Ttotal = Periode satu pulsa (detik)
- D = Duty cycle (%)
- Ton = Waktu pulsa on atau high (detik)
- Toff = Waktu pulsa off atau low (detik)

Pada tugas akhir ini akan digunakan IC SG3524 sebagai penghasil PWM.
Dimana PWM digunakan untuk mengatur pen-saklaran (switching) dua buah
MOSFET pada resonant converter.
Rangkaian kontrol IC SG3524 digunakan untuk menghasilkan sinyal PWM.
Yang mana sinyal PWM ini akan di gunakan untuk mengatur pen-saklaran
(switching) dua buah MOSFET pada resonant converter. Konfigurasi pin IC
SG3524 dan blok diagram IC SG3524 dapat dilihat pada Gambar 2.16 dan
Gambar 2.17.

Gambar 2.16. Konfigurasi PIN IC SG3524


21

Gambar 2.17. Blok Diagram IC SG3524

Rangkaian kontrol IC SG3524 dapat mengatur frekuensi dan duty cycle.


Nilai frekuensi osilasi pada rangkaian kontrol IC SG3524 diatur oleh dua
komponen yang dihubungkan dengan pin 6 dan 7. Pin 6 IC SG3524 adalah
Resistor Timer (R) dan pin 7 IC SG3524 adalah Capacitor Timer (CT). Persamaan
untuk mencari frekuensi kerja sesuai pada datasheet IC SG3524 dituliskan oleh
persamaan (2.27) (Atmojo, 2011).

(2.27)

Keterangan:
- f = Frekuensi kerja (Hz)
- RT = Resistansi (kΩ)
- CT = Kapasitansi (µF)

2.5. Catu Daya DC untuk Rangkaian Kontrol PWM


Sebagian besar peralatan elektronika yang digunakan pada saat sekarang
membutuhkan arus DC dan tegangan yang rendah untuk pengoperasiannya. Oleh
karena itu peralatan elektronika harus mampu melakukan konversi arus dari AC
ke DC yang sesuai agar dapat beroperasi. Catu daya pada tugas akhir ini
digunakan untuk mencatu rangkaian kontrol.
Adapun diagram blok rangkaian catu daya dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
22

Gambar 2.18. Diagram Blok Rangkaian Catu Daya

Input berupa tegangan 1 Fasa 220 V, 50 Hz. Tegangan input akan diturunkan dari
220 V ke 12 V menggunakan transformator step-down. Selanjutnya tegangan akan
disearahkan menggunakan penyearah satu fasa jembatan dioda. Keluaran
penyearah akan diteruskan ke filter untuk menekan riak sehingga gelombang
tegangan yang dihasilkan mendekati DC murni. Filter yang digunakan adalah
filter kapasitor. Untuk mengantisipasi lonjakan tegangan digunakan regulator
tegangan (voltage regulator). Regulator tegangan yang digunakan berupa IC,
yaitu IC LM7812 yang mempertahankan tegangan sebesar 12 Volt.

Gambar 2.19 IC Regulator LM7812

2.6. Perancangan Transformator untuk Resonant Converter


Transformator yang akan digunakan dan dirancang dalam tugas akhir ini
adalah transformator frekuensi tinggi dengan inti berbahan ferit. Ferit memiliki
rugi-rugi arus (eddy current losses) yang rendah dan dapat digunakan untuk
frekuensi tinggi hingga 500 Mhz. Bahan dasar ferit merupakan bubuk besi oksida
atau disebut juga iron powder, untuk jenis lain ferit juga dicampur dengan bubuk
logam yang lain seperti nikel, seng dan magnesium. Melalui proses kalnasi
(pemanasan dengan suhu tinggi dan pada tekanan yang tinggi), bubuk campuran
tersebut dibuat menjadi komposisi yang padat.
23

Gambar 2.21. Berbagai Jenis Inti Ferit


Perancangan transformator dilakukan dengan menetapkan parameter-
parameter transformator berikut ini :
1. Menghitung Area-Product (Ap) transformator

(2.33)

2. Menghitung jumlah lilitan kumparan primer (N1)


(2.34)

3. Menghitung jumlah lilitan kumparan primer (N2)

(2.35)

atau
(2.36)
dengan

(2.37)

4. Menghitung diameter penampang kawat kumparan primer (d1) dan diameter


penampang kawat kumparan sekunder (d2)
(2.38)

dan
(2.39)

sehingga
24

(2.40)

dan

(2.41)

Keterangan:
- Ap = area product (mm4)
- Po2 = daya keluaran transformator (W)
- η = efesiensi transformator
- Kf = form factor
- Bm = rapat fluks magnetik maksimum (T)
- J = rapat arus penghantar (A/m2)
- Kw = faktor penggunaan jendela inti transformator
- fs = frekuensi switching (Hz)
- N1 = jumlah lilitan belitan primer transformator
- N2 = jumlah lilitan belitan sekunder transformator
- E1 = tegangan sisi primer transformator (V)
- E2 = tegangan sisi sekunder transformator (V)
- I1 = arus sisi primer transformator (A)
- I2 = arus sisi sekunder transformator (A)
- a1 = luas penampang kawat kumparan primer (m2)
- a2 = luas penampang kawat kumparan sekunder (m2)
- d1 = diameter penampang kawat kumparan primer (m)
- d2 = diameter penampang kawat kumparan sekunder (m)

2.7. Perancangan Induktor untuk Resonant Converter


Sebuah induktor adalah sebuah komponen elektronika pasif yang dapat
menyimpan energi pada medan magnet yang ditimbulkan oleh arus listrik yang
melintasinya. Kemampuan induktor untuk menyimpan energi ditentukan oleh
25

induktansinya. Pada tugas akhir ini induktor yang dirancang digunakan sebagai
komponen resonan pada resonant converter.
Induktor yang akan dirancang direncanakan menggunakan ferit sebagai
intinya. Induktor ini haruslah dapat beroperasi pada frekuensi tinggi. Digunakan
ferit sebagai inti dengan pertimbangan bahwa ferit memiliki rugi-rugi arus (eddy
current losses) yang rendah dan dapat digunakan untuk frekuensi tinggi hingga
500 Mhz.
Perancangan induktor dilakukan dengan menentukan parameter-parameter berikut
ini :
1. Menentukan nilai induktansi induktor
Induktor digunakan sebagai komponen resonan, ditentukan menggunakan
persamaan (2.39).

2. Hitung arus puncak (Im)

(2.42)

3. Hitung energi tertinggi yang mampu dicapai


(2.43)

4. Tentukan Area-product (Ap)

(2.44)

5. Tentukan jumlah lilitan (N)

(2.45)

6. Menentukan diameter penampang kawat (d)


(2.46)

sehingga
26

(2.47)

7. Periksa hasil perhitungan


Untuk memeriksa hasil perhitungan bandingkan hasil perkalian nilai Area
window (Aw) dan Utility Factor (Kw) dengan hasil perkalian luas penampang
kawat (a) dan jumlah lilitan (N). Hasil perkalian nilai Aw dan Kw harus lebih
besar dari hasil perkalian a dan N.
(2.48)

Keterangan:
- Im = arus puncak (A)
- Io = arus yang melewati induktor (A)
- ∆I = toleransi arus keluaran yang melewati induktor (A)
- Ac = area core (mm2)
- Aw = area window (mm2)
- a = luas penampang kawat (m2)
- d = diameter penampang kawat (m)
- N = jumlah lilitan induktor
- E = energi yang mampu dihasilkan induktor (J)
BAB III
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

3.1. Umum
Tujuan dari perancangan adalah untuk bisa memberikan kemudahan dan
perancangan sistematika yang baik dalam pembuatan alat. Oleh karena itu,
diperlukan faktor penunjang yaitu buku-buku referensi, fasilitas bengkel dan
laboratorium. Semua faktor tersebut sangat mendukung keberhasilan dalam proses
perancangan dan pembuatan alat ini.

3.2. Diagram
Konverter AC-AC yang akan dirancang dan dibuat akan menggunakan
suplai PLN 220 VAC, 50 Hz yang akan disearahkan menggunakan penyearah 1
fasa jembatan dioda. Tegangan yang telah disearahkan diteruskan ke rangkaian
half-bridge resonant converter yang akan mengkonversikan menjadi tegangan AC
8 kVAC, 25 kHz. Rangkaian half-bridge resonant converter menggunakan dua
buah MOSFET. Proses switching pada MOSFET akan diatur menggunakan
metode PWM oleh rangkaian kontrol MOSFET menggunakan IC SG3524.
Rangkaian kontrol MOSFET ini memerlukan catu daya untuk bekerja. Catu daya
akan berasal dari suplai PLN yang telah disearahkan dan akan memberikan
tegangan 12 VDC sebagai suplai untuk rangkaian kontrol MOSFET.
Diagram sistem yang dibuat diperlihatkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram Konverter AC-AC Tegangan Tinggi Frekuensi Tinggi


Menggunakan Topologi Half-Bridge Resonant Converter
27
28

Berdasarkan uraian diatas dan diagram yang diperlihatkan pada gambar 3.1.
sistem yang akan dibuat terdiri atas :
1. Rangkaian kontrol MOSFET
2. Catu daya rangkaian kontrol MOSFET
3. Rangkaian penyearah 1 fasa jembatan dioda yang dilengkapi dengan
kapasitor perata tengangan.
4. Half-bridge resonant converter

3.3. Rangkaian Kontrol MOSFET


MOSFET yang digunakan pada tugas akhir ini adalah MOSFET model
enhanchement kanal-N 2SK3878 dari TOSHIBA.

Gambar 3.2. TOSHIBA 2SK3878

Berikut spesifikasi dari MOSFET TOSHIBA 2SK3878


- Drain-source breakdown voltage : 900V
- Gate-source breakdown voltage : ±30V
- Drain-source ON resistance : 1,0Ω
- Drain current (DC) : 9A
- Drain current (Pulse) : 27A
- Gate Threshold Voltage : 4V :

Rangkaian kontrol MOSFET yang dibuat menggunakan IC PWM SG3524.


Frekuensi keluaran IC ini diatur dengan memberikan resistor dan kapasitor
dengan ukuran tertentu pada pin RT dan CT. Untuk memperkirakan ukuran resistor
29

dan kapasitor yang diperlukan digunakan persamaan (2.27) dimana kapasitor


ditetapkan pada 3,3nF.
Diketahui :
- f : 25kHz
- CT : 3,3nF

Pada rangkaian yang dibuat digunakan resistor tetap yang di seri dengan
potensiometer sehingga frekuensi keluaran rangkaian dapat disesuaikan.
Selanjutnya duty-cycle diatur sebesar 25% pada frekuensi 25kH berdasarkan
persamaan (2.26).

Diketahui :
- f = 25kHz
- D = 25%
Gambar 3.3. Diagram Rangkaian Kontrol MOSFET
30
31

Gambar 3.4. Rangkaian Kontrol MOSFET

3.4. Catu Daya Rangkaian Kontrol MOSFET


Catu daya yang dibuat adalah catu daya 12VDC. Tegangan PLN 220VAC
akan diturunkan ke 12VAC menggunakan transformator 50Hz/60Hz. Selanjutnya
diteruskan ke dioda jembatan untuk disearahkan. Digunakan kapasitor elektrolit
sebagai filter keluaran dioda jembatan. Selanjutnya diterukan ke regulator
tegangan. Keluaran regulator akan di tapis menggunakan kapasitor nonpolar.
IN LM7812 OUT

COM
220:12 D1 D3

1000uF 100nF 12VDC


220VAC

T1 D4 D2

Gambar 3.5. Diagram Catu Daya Rangkaian Kontrol MOSFET

Dibuat catu daya seperti pada diagram diatas sebanyak 3 buah untuk
memisahkan terminal source MOSFET yang terhubung pada negatif catu daya
rangkaian kontrol MOSFET.
32

Gambar 3.6. Catu Daya Rangkaian Kontrol MOSFET

3.5. Penyearah 1 Fasa Jembatan Dioda


Penyearah 1 fasa jembatan dioda yang dibuat dilengkapi filter kapasitor
yang terdiri dari 4 buah kapasitor elektrolit 3300µF yang dapat bekerja hingga
pada tegangan 100V. Kapasitor-kapasitor tersebut dirangkai secara seri untuk
menambah kapasitas tegangan kerja rangkaian filter. Rangkaian dilengkapi NTC
untuk menahan lonjakan arus start.

Gambar 3.7. Diagram Penyearah 1 Fasa Jembatan Dioda


33

Gambar 3.8. Penyearah 1 Fasa Jembatan Dioda

3.6. Half Bridge Resonant Converter


3.6.1. Kapasitor dan Induktor Resonant
Dalam menentukan kapasitor dan induktor yang akan digunakan
digunakan persamaan sebagai dibawah ini, dimana ukuran kapasitor akan
digunakan ditentukan terlebih dahulu untuk selanjutnya diketahui ukuran
induktor yang diperlukan. Pada tugas akhir ini digunakan kapasitor dengan nilai
1,5µF dan tegangan kerja maksimum 450VAC.

Gambar 3.9. Kapasitor 1,5µF

Diketahui:
- f = 25kHz
- Cr = 1,5µF
34

Langkah selanjutnya adalah pembuatan induktor. Induktor yang dibuat


menggunakan inti ferit. Denggan persamaan dapat diketahui area product (Ap)
yang diperlukan. Nilai Ap digunakanan untuk menentukan tipe inti ferit yang
pakai.
Diketahui:
- f = 25 kHz
- Im = I1 = 0,727 A
- Bm = 0,2 T
- kw = 0,1
- J = 3,5 × 106 A/m2
- kc =1
- L = Lr = 27 µH

Inti ferit yang digunakan adalah inti ferit tipe E16. Inti ferti tipe E16 memiliki
nilai Ac 20,1 mm2 dan nilai Aw 22,3 mm2 serta Ap 448,23 mm4.
35

Gambar 3.10. Inti Ferit E16

Menentukan jumlah lilitan yang diperlukan sekaligus ukuran kawat digunakan


persamaan dibawah ini. Faktor induksi (AL) dapat diketahui dari datasheet inti
ferit E16.
Diketahui:
- AL = 69 nH
- L = 27 µH

Ukuran kawat tembaga yang digunakan adalah 0,55 mm. Dipasaran kawat
tembaga dijual berdasarkan hitungan beratnya, untuk mengetahui berapa berat
kawat tembaga yang diperlukan dapat digunakan persamaan berikut. Nilai berat
per panjang dapat ditemukan pada wire gauge chart.
Diketahui:
- Panjang sisi bobin (untuk E16) = 6,1 mm
- N = 20
- Berat per panjang (untuk kawat 0,55 mm) =0,00219 kg/m
36

Gambar 3.11. Induktor 27 µH dengan Inti Ferit E16

3.6.2. Transformator Frekuensi Tinggi


Transformator yang dibuat akan menggunakan inti ferit. Sebagaimana
pada desain induktor resonan pada desain trafo ini dicari nilai AP untu selanjutnya
dapat ditentukan tipe inti ferit yang diperlukan.
Diketahui :
- E1 = 311/2 V - fs = 25000 Hz
- E2 = 8000 V - η = 0,8
- I2 = 20 mA = 0,02 A - Po2 = E2 × I2 = 160 W
- Kf = 1,11 - J = 5 × 106 A/m2
- Bm = 0,2 T - Kw = 0,1
37

Inti ferit yang digunakan adalah inti ferit tipe ETD49. Inti ferti tipe ETD49
memiliki nilai Ac 211 mm2 dan nilai Aw 269,4 mm2 serta Ap 56843,4 mm4.

Gambar 3.12. Inti Ferit ETD49

Selanjutnya adalah menentukan jumlah belitan pada masing-masing sisi


transformator sekaligus diameter kawat yang diperlukan.
38

Ukuran kawat tembaga yang digunakan untuk belitan primer adalah 0,45 mm dan
untuk belitan sekunder 0,1 mm. Selanjutnya adalah menentukan berat kawat
tembaga yang diperlukan.

Diketahui:
- Diameter bobin (untuk ETD49) = 19,3 mm
- N1 = 67
- N2 = 3416
- Berat per panjang (untuk kawat 0,45 mm) =0,00181 kg/m
- Berat per panjang (untuk kawat 0,1 mm) =72,3 mg/m

Gambar 3.12. Transformator dengan Inti Ferit ETD49


39

3.7. Rangkaian Keseluruhan


Rangkaian keseluruhan terdiri dari tiga buah penyearah satu fasa 12VDC
sebagai suplai rangkaian kontrol MOSFET, rangkaian kontrol MOSFET dengan
IC SG3524, penyearah satu fasa 311VDC dan rangkaian resonan berikut
transformator inti ferit.

Gambar 3.13. Rangkaian Keseluruhan Alat (1 dari 3)


Gambar 3.14. Rangkaian Keseluruhan Alat (2 dari 3)
40
Gambar 3.15. Rangkaian Keseluruhan Alat (3 dari 3)
41
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA ALAT

4.1. Alat Ukur


Sebelum melakukan pengukuran penting untuk melakukan kalibrasi alat
ukur. Hal ini dimaksudkan agar hasil pembacaan alat ukur yang didapat adalah
pembacaan yang sedetail mungkin. Alat ukur yang digunakan adalah multimeter
(AVO-meter) Heles YX-393 dan Zotek ZT102 serta sebuah osiloskop digital GW
Instek GDS-1052u.
Heles YX-393 Pada Zotek ZT102 yang perlu diperhatikan adalah
memastikan posisi knop dan indikator besaran dan range berada pada posisi yang
sesuai dengan besaran dan range yang diperlukan, tambahan untuk Heles YX-393
pastikan jarum penunjuk telah dikalibrasi.

Gambar 4.1. Multimeter Heles YX-393

Gambar 4.2. Multimeter Zotek ZT102

Osiloskop digital GW Instek GDS-1052U memerlukan kalibrasi probe,


kalibrasi ini dilakukan dengan cara berikut:
1. Hubungkan prober ke kanal yang akan digunakan
42
43

2. Atur posisi pembesaran pada probe ke ×10


3. Hubungkan ujung positif probe ke port kalibrasi 2Vpp, 1kHz
4. Tekan pilihan “Display”, pada “Type” pilih “Vector”
5. Tekan Autoset
6. Atur sekrup pada probe menggunakan hingga gelombang yang terlihat
adalah gelombang kotak sempurna

Gambar 4.3. Osiloskop GW Instek GDS-1052U

Gambar 4.4. Kalibrasi Osiloskop GW Instek GDS-1052U

4.2. Pengujian Jalur-jalur Rangkaian


Pengujian ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua jalur-jalur
rangkaian yang telah dibuat telah sesuai dengan rancangan, tidak ada yang
terputus dan tidak ada yang terhubung singkat. Pengujian dilakukan menggunakan
multimeter dengan fitur buzzer.

4.3. Pengujian Catu Daya Rangkaian Kontrol


Pengujian dilakukan dengan mengukur tegangan pada terminal keluaran
catu daya. Tegangan keluaran yang diharapkan adalah 12VDC.
44

Gambar 4.5. Pengukuran Tegangan Keluaran Catu Daya Rangkaian Kontrol

4.4. Pengujian dan Pengaturan PWM Rangkaian Kontrol


Pengujian dan pengaturan PWM rangkaian kontrol dilakukan dengan
menggunakan osiloskop. Keluaran yang diharapkan berupa gelombang kotak
dengan frekuensi 25 kHz dan duty cycle 25%.

Gambar 4.6. Keluaran Rangkaian Kontrol MOSFET

Gambar 4.6 menunjukkan keluaran rangkaian kontrol MOSFET dengan


frekuensi keluaran 25 kHz, perioda 40µs dan duty cycle 25% dimana Ton selama
10µs serta tegangan puncak sekitar 12V.

4.5. Pengujian Tegangan Keluaran Penyearah Jembatan Dioda


Pengujian dilakukan dengan mengukur tegangan pada terminal keluaran
penyearah. Tegangan keluaran yang diharapkan adalah 311VDC pada tegangan
input 220VAC.
45

Gambar 4.7. Keluaran Penyearah Jembatan Dioda

Gambar 4.7 menunjukkan keluaran rangkaian penyearah jembatan dioda


yang dihubungkan ke jala-jala PLN. Tegangan masukan sebesar 235VAC dengan
tegangan keluaran sebesar 328VDC.
Diketahui:
- Tegangan masukan (Vin1) : 220VAC
- Tegangan masukan (Vin2) : 235VAC
- Tegangan keluaran (Vo2’) : 328VAC

Perhitungan diatas menunjukkan bahwa perbedaan (persentase kesalahan) nilai


keluaran yang diharapkan dengan nilai keluaran dari penyearah yang telah dibuat
adalah sebesar 1,2%.

4.6. Pengujian Half-Bridge Resonant Converter


Pengujian dilakukan dengan memberikan tegangan masukan secara bertahap
menggunakan auto-transformer, yang selanjutnya keluaran konverter dapat
diukur. Pengukuran keluaran konverter dilakukan menggunakan osiloskop..
46

Gambar 4.8. Auto-transformer yang digunakan

Gambar dibawah ini menunjukkan bentuk gelombang keluaran konverter


tanpa menggunakan trafo ferit pada level tegangan penyearah pada 7,5 VDC.
Tegangan keluaran dari konverter ini adalah 4V atau 0,53 kali dari tegangan
masukan dari penyearah.

Gambar 4.9. Bentuk Tegangan Keluaran Half-Bridge Resonant Converter

Tabel berikut ini merupakan hasil pengukuran tegangan half-bridge


resonant converter setelah dihubungkan dengan trafo ferit pada beberapa level
tegangan masukan.
47

Tabel 4.1. Pengujian Half -Bridge Resonant Converter


Auto-trafo
(VAC) / Sisi Primer Sisi Sekunder
Penyearah Trafo Ferit (N1) Trafo Ferit (N2)
(VDC)

5 / 5,75

7,5 / 9,28

10 / 13,65

12,5 /
17,02
48

15 / 20,22

17,5
/23,94

20 /27,69

Berikut adalah level tegangan masukan dan tegangan keluaran konverter


berdasarkan tabel 4.1.

Tabel 4.2. Tegangan Masukan dan Keluaran Konverter

Auto-trafo (VAC) Rasio


Sisi Primer Sisi Sekunder
/
(Sekunder : Auto-
(Vp) (Vp)
Penyearah (VDC trafo)
5 / 5,75 4,4 90 18

7,5 / 9,28 6,2 135 18

10 / 13,65 9 180 18

12,5 / 17,02 11 230 18,4


49

15 / 20,22 12,5 270 18

17,5 / 23,94 14,5 320 18,28

20 / 27,69 16,5 360 18

Rasio Rata-rata 18,09

Berdasarkan tabel 4.2 transformasi konverter yang dibuat adalah 18,09. Dengan
menggunakan rasio ini dapat diperkirakan tegangan nominal keluaran konverter
dengan nilai tegangan input yang berbeda.

Gambar 4.9. Keluaran Konverter pada Beberapa Level Tegangan Masukan

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa pada tegangan masukan 220VAC


konverter mampu memberikan keluaran dengan tegangan puncak hingga 3,98V,
sedangkan level tegangan yang diharapkan adalah 8000VAC. Salah satu
penyebabnya adalah rasio transformator yang tidak tepat.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Tugas akhir ini bertujuan untuk membuat konverter yang mampu
memberikan tegangan keluaran 8kVAC, 25kHz dengan tegangan masukan
220VAC, 50Hz. Setelah dilakukan pengujian dan analisa beberapa hal yang dapat
disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Konverter yang dibuat mampu menghasilkan tegangan keluaran yang
diharapkan. Yaitu tegangan bolak-balik dengan frekuensi 25kHz dan
tegangan puncak hingga 3,98kV. Nilai ini masih lebih rendah dari pada yang
diharapkan. Adapun penyebab tidak tecapainya hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Kemungkinan terbesar gagalnya konverter mencapai level tegangan yang
diinginkan adalah rasio transformator yang tidak tepat.
b. Terjadi jatuh tegangan pada penyearah jembatan dioda saat penyearah
dihubungkan ke rangkaian resonant converter.
c. Dua buah MOSFET pada rangkaian half-bridge berfungsi sebagai pembagi
tengangan, sehingga keluaran dari rangkaian half-bridge ini adalah sebesar
setengah dari tegangan masukan. Tegangan ini merupaka paramerter
penting dalam perancangan transformator yang diperlukan pada alat
serupa.
2. Salah satu fungsi kapasitor dan induktor (resonant tank) pada konverter yang
dibuat adalah untuk memberikan karakteristik yang sama pada sisi positif dan
negatif dari tegangan kotak dari rangkaian half-bridge.

5.2. Saran
Beberapa hal yang dapat penulis sarankan setelah mengerjakan tugas akhir
ini antara lain:
1. Merubah duty cycle pada signal kontrol MOSFET tidak merubah bentuk
gelombang kotak yang dihasilkan. Disarankan memberikan duty cycle sekecil

50
51

mungkin. Pemberian duty cycle yang terlalu besar dapat menyebabkan


hubung singkat pada rangkaian half-bridge yang dapat menyebabkan kedua
MOSFET dan transistor pada rangkaian kontrol terbakar.
2. Dalam pembuatan transformator tegangan tinggi penting untuk membuat
laminasi (lapisan) isolator antar belitan pada sisi tegangan tinggi untuk
mencegah terjadinya loncatan listrik, dapat ditambahkan pula varnish atau
serlak cair untuk menambah isolasi. Disamping mencegah locatan listrik
lapisan isolator akan membantu belitan terpasang dengan teratur pada bobin
terutama bila pemasangan belitan dilakukan secara manual.
3. Dalam perancangan transformator tegangan tinggi ukuran inti dan bobin yang
digunakan ditentukan berdasarkan area-product. Metode ini hanya
memperkirakan area yang diperlukan belitan dengan ukuran kawat
seminimum mungkin, namun tidak memperhitungkan area yang diperlukan
untuk isolasi antar lapisan, maupun area yang diperlukan untuk ukuran kawat
yang berbeda. Area yang diperlukan untuk isolasi penting untuk
diperhitungkan agar inti dan bobin yang digunakan mampu menampung
keduanya baik belitan maupun isolator yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai