PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan hal tersebut merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Kemenkes RI 2014).
Untuk mewujudkan hal tersebut, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan
menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
dengan pendekatan promotif, preventif, rehabilitative yang diselenggarakan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Untuk mendukung upaya kesehatan maka diperlukan
Tenaga Kesehatan yang bertugas melakukan kegiatan pelayanan kesehatan yang berkualitas
sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya. Bidan adalah salah satu kategori tenaga
kesehatang yang dapat berperan serta dalam upaya mewujudkan pencapaian derajat kesehatan
masyarakat yang optimal khususnya kesejahteraan ibu dan anak (Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Tenaga Kesehatan Kemenkes RI 2014).
Konsep dasar kebidanan menegaskan keunikan bidan dalam meningkatkan kesehatan ibu
dan keluarga pada usia subur yaitu bekerja sama dengan perempuan dalam memelihara diri
sendiri dan meningkatkan kesehatan bagi diri dan keluarganya, menghargai martabat manusia
dan memperlakukan perempuan sebagai perempuan seutuhnya sesuai hak asasi, membela dan
memberdayakan kaum perempuan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik,
kepekaan terhadap budaya dan bekerja sama dengan perempuan dan petugas kesehatan untuk
mengatasi praktik-praktik budaya yang merugikan kaum perempuan, memusatkan pada
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, memandang kehamilan sebagai suatu peristiwa
kehidupan normal (Sari, 2012).
Sejarah menunjukkan bahwa kebidanan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradaban ummat manusia. Bidan lahir sebagai perempuan terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Profesi ini telah mendudukkan peran dan
posisi seorang bidan menjadi terhormat di masyarakat karena tugas yang diembannya sangat
mulia dalam upaya memberikan semangat dan membesarkan hati ibu (Hidayat, 2009).
Untuk mempercepat penurunan kematian ibu melahirkan, perinatal (bayi dalam kandungan
7 bulan hingga 7 hari) dan bayi baru lahir, sebuah pendekatan yang segara diperlukan. Tata
kelola klinis dikenal sebagai sebuah cara untuk mempermudah para penyedia layanan dan
manajer di dalam sistem kesehatan, untuk mengubah budaya perawatan klinis dalam
fasilitas kesehatan dan menjadikan para pekerja kesehatan lebih bertanggungjawab dalam
penyediaan layanan yang berkualitas (USAID, 2015).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami tentang petunjuk kebijakan pengelolaan klinis dalam model kebidanan
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami tentang konsep dasar petunjuk kebijakan untuk tata kelola klinik untuk
model kebidanan
b. Mampu memahami tentang Risk Management (Manajemen risiko)
c. Mampu memahami tentang Continuing professional development (Melanjutkan pengembangan
profesional)
d. Mampu memahami tentang Competency measurement (penilaian kompetensi)
e. Mampu memahami tentang Collaborative care (perawatan kolaborasi)
f. Mampu membuat format pengkajian asuhan kebidanan
C. Sistematika Penulisan
Sampul Depan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kementerian Kesehatan Indonesia sedang berupaya mengurangi tingkat kematian ibu dan
bayi. Untuk mendukung upaya ini, Program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal
Survival) yang didanai oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States
Agency for Internasional Development) telah menyusun sebuah strategi untuk memperkuat tata
kelola klinis di 150 rumah sakit dan 300 puskesmas di 6 provinsi. EMAS menggunakan
pengalaman mitranya, Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan (LKBK), yang menggunakan tata
kelola klinis secara efektif dalam rumah sakit bersalinnya yang besar di Jakarta untuk
memudahkan para penyedia layanan dan manajer di dalam sistem kesehatan, untuk mengubah
budaya pelayanan klinis dan untuk membuat para pekerja kesehatan lebih bertanggung jawab
dalam penyediaan layanan yang berkualitas (USAID, 2015).
Setiap negara di Australia berkomitmen untuk memperluas dan meningkatkan model
layanan bersalin primer sebagai pendekatan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
kehamilan dan melahirkan tanpa komplikasi. Wanita dan keluarga mereka harus menjadi fokus
perawatan bersalin, layanan bersalin primer dapat diberikan di unit bersalin umum, pusat
kelahiran, di masyarakat atau dalam kombinasi. Perawatan meliputi antenatal, persalinan, dan
nifas bagi wanita dengan kehamilan berisiko rendah. “Keamanan dan efektivitas dari pelayanan
maternitas primer ditopang oleh kerangka layanan kolaborasi antara penyedia layanan yang
menjamin penilaian yang tepat, rujukan tepat waktu dan akses ke layanan sekunder”
(Queensland Government, 2008).
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan sejumlah kebijakan untuk
memperkuat sistem kesehatan dalam mendukung kesehatan ibu dan bayi (KIB). Para penyedia
layanan, termasuk lebih dari 200.000 bidan, telah dilatih di semua tingkat sistem kesehatan
(National Academy of Sciences 2013). Fasilitas pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi
baru
lahir (Emergency Obstetric and Newborn Care/EmONC) yang komprehensif dilengkapi
perlengkapan dan stafnya. Saat ini, 63% kelahiran terjadi di fasilitas kesehatan dan lebih dari
80% persalinan dikawal oleh penyedia layanan yang terampil. Namun, masih saja rasio kematian
ibu melahirkan adalah salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 359 setiap 100.000
kelahiran yang hidup, dan tidak ada kemajuan dalam penurunan kematian bayi baru lahir selama
lebih dari satu dekade (USAID, 2015).
Pelayanan klinis merupakan core business dari rumah sakit yang perlu mendapat
perhatian khusus terutama yang menyangkut dengan keselamatan pasiendan profesionalisme
dalam pelayanan. Untuk pengembangan sistem pelayanan klinis dilakukan melalui penerapan
good clinical governance. Konsep clinical governance ternyata menunjukkan perbaikan mutu
pelayanan klinis yang signifikan. Konsep tersebut untuk peningkatan mutu pelayanan klinis di
rumahsakit dan menjamin keselamatan pasien, yang diharapkan menjadi kerangka kerja dalam
meningkatan mutu pelayanan klinis di rumah sakit. Adapun tujuan akhir diterapkannya good
clinical governance adalah untuk menjaga agar pelayanan kesehatan dapat terselenggara dengan
baik berdasarkan standar pelayanan yang tinggi serta dilakukan pada lingkungan kerja yang
memiliki tingkat profesionalisme tinggi. Dengan demikian pada gilirannya akan mendukung
dalam upaya mewujudkan peningkatan derajat kesehatan melalui upaya klinik yang maksimal
dengan biaya yang rendah (Australian Istitute, 2007).
Kebijakan dan tata kelola yang dilakukan pemerintah di Indonesia melalui:
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang baru ditetapkan pada 17
Oktober 2014 lalu mengatur tenaga kesehatan termasuk dokter, apoteker, psikolog, perawat dan
lainnya bahwa SIP (Surat Izin Praktik) hanya di satu tempat. Tepatnya di Pasal 46 Ayat 5. Berikut
beberapa petikan di UU. No. 36 Tahun 2014 yang berkaitan dengan tempat praktik tenaga
kesehatan.
2. Undang-Undang yang melandasi pelayanan kebidanan
a. UU no. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan.
b. KEPMENKES RI no.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan.
c. KEPMENKES RI no.369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan.
d. PERMENKES RI no.1464/MENKES/SK/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek
bidan.
e. KEPMENKES938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar asuhan kebidanan
3. Kode etik dalam pelayanan kebidanan.
BAB III
PEMBAHASAN
Kompetensi ke 4:
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama
persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawat
daruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
Maksudnya ialah seorang bidan harus menguasai budaya-budaya mengenai pesalinan yang ada
di masing-masing daerah yang akan digelutinya. Berbasis persalinan yang baik dan benar, yang
dapat menangani segala kemungkinan kondisi yang akan terjadi mengenai masalah kesehatan
wanita dan bayi yang baru lahir.
Kompetensi ke 5:
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
budaya setempat.
Maksudnya ialah, jadi seorang bidan harus memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui
dengan pelayanan yang baik dengan memberi pengetahuan mengenai masalah-masalah pada saat
menyusui, manfaat ASI eklusif dan melakukan konseling tentang seksualitas dan KB
pascapersalianan dengan menyesuaikan terhadap budaya masyarakat setempat.
Kompetensi ke 6:
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprenshensif pada bayi baru lahir sehat,
sampai dengan umur 1 bulan.
Maksudnya ialah bidan harus teliti cermat dan berhati- hati dalam menangani bayi yang bau lahir
sampai dengan umur 1 bulan seperti membersihkan badan bayi baru lahir dan melakukan
pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir.
Kompetensi ke 7:
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi dan balita sehat (1 bln
- 5 thn).
Maksudnya ialah bidan tidak hanya menangani dan memberi asuhan kepada bayi yang baru lahir
tetapi juga terhadap bayi dan balita seperti dalam hal menangani panyakit atau kelainan pada saat
masa pertumbuhan bayi dan anak.
Kompetensi ke 8:
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai budaya setempat.
Maksudnya ialah bidan juga memberikan asuhan kesehatan terhadap keluarga, kelompok dan
masyarakat berdasarkan kebudayaan yang ada di daerah setempat dengan cara memberi
penyuluhan kepada suatu kelompok atau masyarakat setempat.
Kompetensi ke 9:
Bidan melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan reproduksi.
Maksudnya ialah bidan harus mengetahui dan memahami masalah - masalah tentang asuhan
kebidanan yang berkaitan dengan gangguan reproduksi contohnya terhadap pasien dengan
penyakit keputihan yang parah.
D. Collaborative Care (Perawatan Kolaborasi)
Kolaborasi Interprofessional memastikan klien menjadi pusat perhatian dalam memberikan
asuhan. Klien mendapat apa yang Dia butuhkan dari sistem perawatan kesehatan - perawatan
yang tepat pada waktu yang tepat dari penyedia yang tepat. Bidan berkolaborasi dengan rekan
perawatan kesehatan tentang perawatan klien individu, kebijakan masyarakat dan rumah sakit,
dan strategi tingkat provinsi dan perencanaan (Ontario Midwifery, 2014).
Bidan dapat berkonsultasi dengan berbagai spesialis dalam merawat ibu dan bayi, atau bidan
dapat menyediakan semua perawatan primer yang dibutuhkan untuk ibu dan bayi, dari konsepsi
sampai enam minggu setelah melahirkan (Ontario Midwifery, 2014).
Selain itu, bidan dapat berkolaborasi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya tergantung
pada kebutuhan klien. Ini mungkin termasuk apoteker, perawat kesehatan masyarakat, pekerja
sosial, ahli gizi, dan konsultan laktasi. Asosiasi Rumah Sakit Ontario mendukung integrasi bidan
dalam pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit Ontario, dan mengakui kebidanan sebagai
sarana yang dapat diandalkan dan efektif memberikan pelayanan berkualitas bagi ibu dan bayi
baru lahir (Ontario Midwifery, 2014).
Model kebidanan kolaboratif adalah kolaborasi yanga melibatkan dialog dan hubungan
dengan anggota lain dari tim ibu-bayi yang baru lahir yang sedang berlangsung. Sangat penting
bahwa berbagai penyedia layanan kesehatan bekerja sama untuk memberikan kualitas terbaik
dari perawatan
dalam setiap pengaturan perawatan kesehatan (Ontario Midwifery, 2014).
Integrasi perawatan kesehatan fisik dan mental merupakan aspek penting dari rumah
perawatan kesehatan. Program perawatan kolaboratif adalah
salah satu pendekatan integrasi di mana penyedia perawatan primer,
manajer perawatan, dan konsultan kejiwaan bekerja sama untuk memberikan
perawatan dan memantau kemajuan pasien. Program-program ini telah
terbukti baik secara klinis efektif dan hemat biaya untuk berbagai kondisi
kesehatan mental, dalam berbagai pengaturan, menggunakan beberapa
mekanisme pembayaran yang berbeda (Unutzer, 2013)
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau
rujukan. Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang
diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka
tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu,
keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan
pemulihan pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:
1. Layanan primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2. Layanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota timyang
kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan
pelayanan kesehatan.
3. Layanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke system
layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam
menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh
bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau
meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya (Kemenkes RI, 2007).
Peran merupakan tingkah laku yang digarapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
dengan kedudukan dalam suatu system. Dalam melaksanakan profesinya, bidan memiliki peran
sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. Sebagai pelaksana bidan mempunyai 3
kategori tugas yakni mandiri, kolaborasi, dan ketergantungan/merujuk. Berikut dijelaskan tugas
pokok bidan dalam memberikan asuhan kolaborasi:
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan rencana dan melibatkan klien
d. Membuat pencatatan dan pelaporan.
2. Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama pada
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko, serta keadaan
kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.
c. Menyususn rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyususn rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
3. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko, serta keadaan
kegawatdaruratan
c. Menyususn rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyususn rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
4. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan klien
dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko, serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyususn rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyususn rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
5. Memberikan asuhan pada BBL dengan risiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta
kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
meliatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko, serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyususn rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memberi
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyususn rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
6. Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan yang mengalami komplikasi
serta kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko, serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyususn rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memberi
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyususn rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan (Kemenkes RI 2007).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permasalahan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia memang tidak mudah untuk
diurai, akan tetapi melalui pendekatan strategic leadership dan learning organization yang
inovatif seperti kebijakan program tata kelola klinik model kebidanan maka kualitas pelayanan
kesehatan yang tercermin dari masih belum tercapainya penurunan angka kematian maternal dan
neonatal yang bermakna dapat berubah. Kinerja kualitas pelayanan ditentukan oleh banyak
faktor seperti sarana prasarana, dan kebijakan yang berpihak. Fakta bahwa tenaga kesehatan
yang jumlahnya terbatas saat ini akan sangat terbantu dengan berfungsinya sistem pelayanan
emergensi maternal dan neonatal melalui berjalannya tata kelola klinik yang baik mulai dari
tingkat fasilitas kesehatan hingga di tingkat Dinas Kesehatan di wilayah.
B. Saran
1. Diharapkan pendampingan klinis seharusnya merupakan bagian dari pengembangan pendidikan
tenaga kesehatan profesional yang menciptakan tenaga kesehatan yang kompeten.
2. Sebaikanya pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang diberikan berdasarkan standar
profesi pada kasus maternal-neonatal yang mengalami penyulit dan memerlukan penanganan
adekuat dari tingkat pelayanan terendah sampai tertinggi secara berkolaborasi, yang berorientasi
bagi keselamatan ibu dan bayi baru lahir serta keluarganya.
3. Lebih dari sekedar sekumpulan individu, Tim adalah sekelompok orang yang bekerja dalam satu
saling ketergantungan untuk mencapai satu tujuan yang sama. Pelayanan berkualitas adalah
serangkaian kegiatan yang sangat kompleks, membutuhkan kolaborasi di antara banyak individu
yang memiliki berbagai pengetahuan dan ketrampilan. Oleh karena itu melakukan pendekatan
tim dalam upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan sebagai suatu kinerja kolektif juga
merupakan hal penting untuk membuat sebuah fasilitas kesehatan siap dan mau memberikan
pelayanan emergensi yang berkualitas.