Anda di halaman 1dari 5

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

&
Politik Luar Negeri Demokrasi Terpimpin
XII Sejarah Indonesia Aland Budi Permana, S. Pd.

Tujuan Pembelajaran
1. Menganalisis latar belakang dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
2. Menganalisis dampak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
3. Menganalisis strategi politik luar negeri masa demokrasi terpimpin

A. Latar Belakang Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Indonesia sebagai suatu negara yang mengalami pergeseran bentuk dari bentuk federal menjadi negara kesatuan
lagi menuntut konsekuensi adanya Undang-Undang Dasar untuk negara kesatuan tersebut. Waktu itu diambil
keputusan bahwa Undang-Undang Dasar untuk negara kesatuan Republik Indonesia setelah pembubaran Republik
Indonesia Serikat itu akan dibuat secepatnya oleh sebuah Konstituante. Konstituante
yang dibentuk dari hasil Pemilu, yang telah bersidang selama kurang lebih 2,5 tahun
Sumber: www.jagosejarah.blogspot.com

belum dapat menyelesaikan tugasnya membuat Undang-Undang Dasar. Pada tanggal


22 April 1959 atas nama pemerintah, Presiden memberikan amanat didepan sidang
pleno konstituante yang berisi anjuran agar konstituante menetapkan saja undang-
undang dasar 1945 sebagai undang-undang dasar yang tetap bagi negara Republik
Indonesia. Setelah diberikan tenggang waktu, konstituante belum juga mampu
menyusun Undang-Undang Dasar. Usaha-usaha untuk menetapkan Undang-
Undang dasar Sementara 1950 mengalami kesulitan, sehingga banyak kalangan yang
menganjurkan kembali ke Undang-Undang Dasar 195. Hal itu dilakukan karena jalan
konstitusional untuk menyatakan berlakunnya kembali Undang-Undang Dasar 1945
juga mengalami berbgai kesulitan.
Gambar 1. Surat Dekrit Presiden
5 Juli 1959 Selain DPR yang tidak bisa menyelesaikan UUD karena kepentingan kelompok
dan partai, diluar politik juga terjadi sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang menjurus kea rah separatism atau
memisahkan diri dari NKRI. Banyaknya partai pada masa demokrasi liberal juga menciptakan konflik baru di dalam tubuh
parlemen karena masing-masing partai memiliki tujuan dan kepentingannya masing-masing yang tidak bisa menyatukan
tujuan demi membangun negara, sehingga membuat situasi politik menjadi kacau dan mengganggu stabilitas nasional.
Maka pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengambil keputusan untuk mengeluarkan Dekrit Presiden. Tindakan
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 menjadi kontroversi yang luas berkenaan dengan dasar hukum
dekrit yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden No. 150 Tahun 1959, dan isi dekrit yang memberlakukan
pembubaran konstituante; berlakunya kembali UUD 1945 dan membentuk MPRS dan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara. Dekrit ini juga mendapat sambutan baik masyarakat yang hampir selama 10 tahun merasakan ketidakstabilan
kehidupan social politik. Mereka berharap dengan dikeluarkannya Dekrit akan menciptakan suatu stabilitas politik.

DEMOKRASI TERPIMPIN | DEKRIT 5 JULI 1959 & POLITIK LUAR NEGERI


.

Mahkamah Agung pun membenarkan dan memperkuat Dekrit. Selai Mahkamah Agung, pihak militer juga mendukung dan
dua partai besar yaitu PNI dan PKI. Bahkan KSAD, salah satu konseptor Dekret mengeluarkan perintah harian kepada
seluruh jajaran TNI AD untuk melaksanakan dan mengamankan Dekrit Presiden.

Berikut ini 3 hal pokok dalam Dekrit 5 Juli 1959:


1. Menetapkan pembubaran Konstituante
2. Menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
terhitung mulai tanggal penetapan Dekret dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara (UUDS)
3. Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dan golongan, serta
pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)

Sehari sesudah Dekret Presiden 5 Juli 1959, Perdana Menteri


Djuanda mengembalikan mandat kepada Soekarno dan Kabinet
Karya pun dibubarkan Kemudian pada 10 Juli 1959, Soekarno
mengumumkan kabinet baru yang disebut Kabinet Kerja. Dalam
kabinet ini Soekarno bertindak selaku perdana menteri, dan Djuanda
menjadi menteri pertama dengan dua orang wakil yaitu dr. Leimena dan
dr. Subandrio. Pembentukan. Pembentukan cabinet kemudian diikuti
pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
Gb. 2. Suasana pembacaan Dekrit Presiden 5 yang langsung diketuai oelh Presiden Soekarno, dengan Roeslan
Juli 1959
Sumber: www.dosenpendidikan.com Abdulgani sebagai wakil ketuanya. DPAS bertugas menjawab
pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah.

B. Dampak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Dengan dikeluarkannya dekrit 5 Juli 1959 menandai berakhirnya demokrasi liberal yang pernah di praktekkan dalam
pemerintahan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa demokrasi liberal tidak cocok dengan politik masyarakat
Indonesia karena memisahkan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara saja bukan sebagai kepala pemerintahan,
karena system demokrasi liberal Presiden hanya sebagai kepala negara sedangkan yang mengatur pemerintahan adalah
Perdana Menteri. Tentu saja banyak dampak positif dan negative dari dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959. Dengan
dikeluarkannya dekrit tersebut, ternyata membawa pengaruh besar terhadap kehidupan politik di Indonesia karena
gagalnya konstituante dalam merancang UUD sebagai pengganti UUDS sehingga konstituante dibubarkan dan
Presiden memberntuk cabinet kerja, lalu menetapkan DPR hasil pemilu 1955 menjadi DPR, pembentukn MPRS dan
DPAS (Dewan Perimangan Agung Sementara), PK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan Mahkamah Agung. Dalam
kontituen sendiri terdiri masih terdapat permasalahan karena beberapa tokoh partai politik berhaluan agama khususnya
Islam menolak duduk bersama dengan tokoh PKI, sehingga Presiden membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan
Rakyat-Gotong Royong) terdiri dari tokoh yang ditunjuk oleh Presiden atau perwakilan Partai dan golongan
fungsional. Pada17 Agustus 1959, Presiden Sukarno berpidato yang terkenal dengan judul “Penemuan Kembali
revolusi Kita”.

DEMOKRASI TERPIMPIN | DEKRIT 5 JULI 1959 & POLITIK LUAR NEGERI


Dalam pidato ini Presiden Sukarno menggadang-gadangkan Manifesto Politik yang nantinya dalam siding
DPAS pada tanggal 23-25 September 1959 diusulkan agar Manipol ditetapkan sebagai GBHN (Garis Besar
Haluan Negara). Dalam Manipol itu sendiri mencakup USDEK yang terdiri dari UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia. Manipol dan USDEK sering disebut
sebagai Manipol USDEK.
Selain memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dunia politik waktu itu, Dekrit Presiden juga memiliki dampak bagi
Indonesia. Dampak secara umum, baik negative maupun positif dari Dekrit Presiden ini bisa dirasakan langsung. Berikut
ini beberapa Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1. Terbentuk lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan tuntutan dan amanat UUD 1945, seperti misalnya MPRS
dan DPAS.
2. Bangsa Indonesia bisa terhindar dari konflik yang berkepanjangan. Konflik ini akan sangat membahayakan
persatuan dan kesatuan.
3. Kekuatan militer semakin aktif dan memegang peranan penting dalam percaturan politik di Indonesia.
4. Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin.
5. Memberi kemantapan kekuasaan yang besar kepada presiden, MPR, maupun lembaga tinggi negara lainnya.
6. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat
menjadi kekuatan politik yang disegani.
7. UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

B. Strategi Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin


Pada masa demokrasi terpimpin, politik luar negeri yang dipraktikkan adalah politik luar negeri yang revolusioner.
Dalam beberapa hal politik luar negeri Indonesia sarat konfrontasi karena masa itu oleh Pemerintah Presiden Soekarno
dianggap sebagai masa konfrontasi. Diplomasi yang revolusioner, diplomasi yang konfrontatif, diplomasi perjuangan,
diplomasi yang mau merombak dan menyusun suatu suasana dan perimbangan baru antara negara-negara dipakai sebagai
alat politik luar negeri. Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru. Doktrin itu mengatakan bahwa dunia
terbagi dalam dua blok, yaitu “Oldefos” (Old Established Forces) dan “Nefos” (New Emerging Forces). Soekarno
menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan di dunia pada dasarnya akibat dari pertentangan antara kekuatan-kekuatan
orde lama (Oldefos) dan kekuatan-kekuatan yang baru bangkit (Nefos). Imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme
mengabdi pada kekuatan lama.
Politik Indonesia Cenderung ke Blok Timur
Saat pemerintah Indonesia menganut sistem demokrasi terpimpin, cita-cita politik luar negeri yang bebas-aktif tidak
tercapai. Terjadi beberapa penyimpangan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan tujuannya. Negara Indonesia
ternyata tidak bebas dari blok-blok negara lain, tetapi justru condong ke arah blok sosialis-komunis. Karena politik luar
negeri Indonesia bersifat konfrontatif, revolusioner dan cenderung berpihak ke blok timur, maka pergaulan Indonesia di
dunia internasional menjadi semakin sempit. Berikut ini beberapa kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah
pada masa demokrasi terpimpin:
1. Memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda (17 Agustus 1960).
2. Mengirim kontingen pasukan perdamaian (pasukan Garuda II) ke Kongo (10 September 1960).
3. Indonesia ikut terlibat dalam Gerakan Non Blok (September 1961).
4. Pembebasan Irian Barat (1962).

DEMOKRASI TERPIMPIN | DEKRIT 5 JULI 1959 & POLITIK LUAR NEGERI


5. Konfrontasi dengan Malaysia (1962).
6. Menyelenggarkan Ganefo 1 (Games of the New Emerging Forces) (1963)
7. Indonesia keluar dari keanggotaan PBB (1964)
8. Mempraktikkan politik luar negeri yang condong ke negara-negara sosialis-komunis (blok timur). Indonesia membuka
hubungan poros Jakarta - Peking (Indonesia - RRC) dan poros Jakarta - Pnom Penh - Hanoi - Peking - Pyongyang
(Indonesia - Kamboja - Vietnam Utara - RRC - Korea Utara)

Politik Mercusuar
Presiden Soekarno dengan politik mercusuarnya berpendapat bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang mampu
menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Dengan politik mercusuar, Indonesia mengambil posisi sebagai pelopor dalam
memecahkan masalah-masalah internasional pada masa itu. Dengan demikian Indonesia akan diakui sebagai negara yang
pantas diperhitungkan di Asia. Pada praktiknya, politik mercusuar merugikan masyarakat secara nasional. Dengan
demikian, jelaslah bahwa dalam masa demokrasi terpimpin, sistem politik yang diberlakukan juga menyimpang dari
Pancasila dan UUD 1945

Materi Pengayaan
Manipol USDEK
Manifesto Politik adalah pidato Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali
Revolusi Kita. Kenapa pidato ini berjudul seperti tersebut diatas; tentunya ada maksudnya. Revolusi berarti menjebol
dan membangun setelah kita merebut kemerdekaan dari kolonialisme Belanda, dan mengkikis habis sisa-sisa kolonialisme
seperti demokrasi liberal ekonomi kapitalis dan system feodalisme. Selanjutnya kita akan membangun di segala bidang
kehidupan dalam rangka mewujudkan masyarakat adil makmur (AMPERA). Sedangkan Bung Karno menegaskan
kembali pada tahun 1960 bahwa revolusi Indonesia belum selesai. Ini sebagai reaksi dari anggapan sekelompok elit politik
bahwa setelah pengakuan kedaulatan revolusi sudah selesai periode 1950 s/d 1959. USDEK : Undang-undang
Dasar 1945, Sosialisme Indonesia Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia.
USDEK ini adalah intisari dari MANIPOL. MANIPOL berdasarkan ketentuan MPRS NO. 1/1960 telah
menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara dan Manipol ini tidak dapat dipisahkan dari Dekrit Presiden 1959.

Materi Remedial
Dampak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dengan dikeluarkannya dekrit 5 Juli 1959 menandai berakhirnya demokrasi liberal yang pernah di praktekkan dalam
pemerintahan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa demokrasi liberal tidak cocok dengan politik masyarakat Indonesia
karena memisahkan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara saja bukan sebagai kepala pemerintahan, karena system
demokrasi liberal Presiden hanya sebagai kepala negara sedangkan yang mengatur pemerintahan adalah Perdana
Menteri.

Sumber:
• Abdurakhman, dkk.. 2108. Sejarah Indonesia Kelas XII. Jakarta: Kemendikbud. (Hal. 213)
• http://www.gurusejarah.com/2015/01/dekrit-presiden-5-juli-1959.html. : Di akses pada tanggal 2 Juli 2018
Pukul 20.50 WIB.
• http://www.donisetyawan.com/politik-luar-negeri-indonesia-demokrasi-terpimpin/. Di akses pada tanggal 2 Juli
2018 Pukul 21.00 WIB

DEMOKRASI TERPIMPIN | DEKRIT 5 JULI 1959 & POLITIK LUAR NEGERI


DEMOKRASI TERPIMPIN | DEKRIT 5 JULI 1959 & POLITIK LUAR NEGERI

Anda mungkin juga menyukai