Disusun Oleh :
1. Ahmad Yani (071182025)
2. Hapiana (071182032)
3. Eka Sakti Y (071182033)
4. Meika Fatkhunnikmah (071182034)
5. M. Choirun Nashihin (071182054)
A. Latar Belakang
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
(Stuart, 2009). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,
takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan
menarik (Yusuf, 2015). Semua kondisi ini akan memengaruhi dinamika
kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik
yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok (Yosep,
2013).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada kelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Yusuf, 2015).
Tindakan keperawatan yang ditujukan pada sistem klien, baik secara
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat merupakan upaya menyeluruh
dalam menyelesaikan masalah klien. Terapi aktivitas kelompok merupakan
terapi modalitas keperawatan untuk ditujukan pada kelompok klien dengan
masalah yang sama. Terapi aktivitas kelompok yang dikembangkan adalah
sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi sensori, dan orientasi realita (Yosep,
2013).
Pada pasien gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti
dengan gangguan persepsi sensori; halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat
menyebabkan klien menjadi menarik diri terhadap lingkungan sosialnya,
hanyut dengan kesendirian dan halusinasinya sehingga semakin jauh dari
sosialisasi dengan lingkungan disekitarnya.
Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) klien dengan gangguan persepsi sensori dapat tertolong
dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, tentu saja klien yang
mengikuti terapi ini adalah klien yang sudah mampu mengontrol dirinya dari
halusinasi sehingga pada saat TAK klien dapat bekerjasama dan tidak
mengganggu anggota kelompok yang lain (Stuart, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum TAK stimulasi sensori adalah klien dapat berespon
terhadap stimulus pancaindra yang diberikan.
2. Tujuan khusus
Tujuan khususnya adalah:
a. Klien mampu berespon terhadap suara yang di dengar
b. Klien mampu berespon terhadap gambar yang di lihat
c. Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik. Halusinasi merupakan
gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Setyoadi, 2011).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa
pengertian mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Yosep, 2013).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Yusuf,
2015).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa
mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang
muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak dapat menjalankan
pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2009), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi.
Menurut Yusuf (2015), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut,
tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Unsur-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai
berikut.
a. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi
rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi
dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
c. Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang
mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu yang mengalami halusinasi
menunjukkan kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak
menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri
hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan
kontrol terhadap kehidupan nyata.
f. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan
koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan
ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di
lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk
menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif.
g. Mekanisme Koping.
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk
melindungi diri.
Jenis
Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi
Halusinasi - Bicara atau - Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
pendengaran tertawa - Mendengar suara yang mengajak bercakap-
(klien sendiri. cakap.
mendengar - Marah-marah - Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
suara atau tanpa sebab. yang berbahaya
bunyi yang - Mendekatkan
tidak ada telinga ke
hubungannya arah tertentu.
dengan - Menutup
stimulus telinga
yang nyata
atau
lingkungan)
Halusinasi - Menunjuk- - Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris,
penglihatan nunjuk ke kartun, melihat hantu, atau monster.
(klien dianggapnya
merasa bergerak sendiri.
badannya
bergerak
dalam suatu
ruangan atau
anggota
badannya
bergerak).
Halusinasi Memegang - Mengatakan perutnya menjadi
Viseral badannya yang mengecil setelah minum soft
drink.
(perasaan dianggapnya
tertentu berubah bentuk
timbul). dan tidak normal
seperti biasanya.
E. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun
dalambentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi
membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada
pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara
halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau
bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak. Psikopatologi dari
halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang
menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada
yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir
oleh aliran stimulus yang yang datang daridalam tubuh ataupun dari luar
tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke
alam sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang
kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada
dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk
halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan
adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realita maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal (Stuart, 2009).
F. Pohon Masalah
G. Rentang Respon
5. Menarik
Sumber diri2015
: Yusuf, 5. Isolasi sosial
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
A. Definisi.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart,
2009). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang
telah terlatih (Yosep, 2013). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang
dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien
dengan gangguan interpersonal (Setyoadi, 2011).
D. Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari (Yosep, 2013):
1. Struktur kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur
kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan
interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan
anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan
diambil secara bersama.
2. Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil
yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu
besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu
kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.
3. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang
tinggi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu
kali/dua kali perminggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan
kebutuhan.
Keterangan :
: Leader
: Co- lader
: Fasilitator
: Peserta
Alat
a. Tape recorder/ CD player
b. Kaset/ CD lagu
Metode :
a. Diskusi
b. Sharing persepsi
Langkah Kegiatan
a. Persiapan :
1) Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi:
halusinasi, isolasi sosial, harga diri rendah atau hiperaktif.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi :
1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
2) Evaluasi/ validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
3) Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkan
musik
Terapis menjelaskan aturan main berikut:
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,
harus minta izin kepada terapis
Lama kegiatan 45 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai
c. Tahapan kerja:
1) Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri
(nama lengkap dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara
berurutan searah jarum jam
2) Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri, terapis
mengajak semua klien untuk bertepuk tangan
3) Terapis dank lien memakai papan nama
4) Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu. Klien boleh
bertepuk tangan atau berjoget sesuai dengan irama lagu.
Setelah lagu selesai, klien menceritakan perasaannya setelah
mendengar lagu
5) Terapis memutar lagu, klien mendengar, boleh berjoget atau
tepuk tangan (kira-kira 15 menit). Musik yang diputar boleh
diulang beberapa kali. Terapis mengobservasi respons klien
terhadap musik
6) Secara bergiliran, klien diminta menceritakan perasaannya.
Sampai semua klien mendapatkan giliran
7) Terapis memberikan pujian, setiaap klien selesai menceritakan
perasaannya, dan mengajak klien lain bertepuk tangan
d. Terminasi :
1) Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Tindak Lanjut
Terapis menganjurksn klien untuk mendengarkan musik yang
disukai dan bermakna dalam kehidupannya
3) Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu menggambar
Menyepakati waktu dan tempat
Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi: Dilakukan saat poses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi sensori mendengar musik,
kemampuan klien yang diharapkan adalah mengikuti kegiatan,
responsif terhadap musik, memberi pendapat tentang musik yang
didengar, dan berbagai perasaan saat mendengar musik.
Formulir evaluasi adalah sebagai berikut:
Kemampuan memberi respon pada musik
No Aspek yang dinilai Nama
pasien