Anda di halaman 1dari 126

BAB I

MATRIKS DAN OPERASINYA

1.1. Kompetensi

Konsep dan operasi pada matriks perlu dipahami terlebih dahulu, hal ini merupakan materi
yang paling mendasar dalam mempelajari Aljabar. Pada penyelesaian permasalahan real
seringkali dibawa ke bentuk matriks dan metode penyelesaiannya dapat dilakukan baik secara
analitik maupun numerik. Pada bab ini diberikan beberapa definisi dasar yang berkaitan dengan
matriks dan operasinya serta jenis-jenis matriks. Selain itu diperkenalkan operasi baris dan operasi
kolom elementer pada matriks, serta beberapa contoh untuk penjelasan lebih lengkap. Diakhir
materi ini untuk menguji kemampuan mahasiswa, diberikan soal-soal latihan.
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan
pengertian matriks dan jenis-jenisnya, operasi pada matriks serta mampu menyelesaikan dengan
benar pada soal-soal latihan yang ada juga masalah real yang dihadapinya.

1.2. Pengertian matriks dan Jenis-jenis Matriks

Matriks (matrix) adalah susunan segi empat siku-siku dari elemen-elemen yang dapat berupa
pernyataan simbolis ataupun bilangan-bilangan. Atau matriks merupakan susunan objek-objek
yang disusun berdasarkan baris dan kolom, dengan demikian suatu matriks pasti mempunya
jumlah baris dan jumlah kolom. Pada matriks objek–objek atau elemen-elemen dalam hal ini
sering disebut entri yang dapat berupa bilangan atau pernyataan simbolis.

Notasi Matriks
Matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital,
Matriks A = [aij ] dengan i = 1,2, 3, ... , n dan j = 1,2, 3, ... , m
Elemen matriks A pada baris ke-i dan kolom ke-j dinotasikan dengan aij. .
Atau ditulis dalam bentuk aij = (A)ij.

Misalkan matriks A tersusun atas n baris dan m kolom maka dapat dituliskan sebagai berikut
 a11 a12  a1m 
a a 22  a 2 m 
A= 
21

     
 
 a n1 a n 2  a nm 
b

Ukuran matriks merupakan jumlah baris dan jumlah kolom suatu matriks. Jika matriks A
mempunyai m baris dan n kolom maka ukuran (ordo) matriks A dinyatakan dengan mxn, dan
selanjutnya matriks A dituliskan dengan Amxn atau mAn.

Himpunan Mmxn(R) menotasikan himpunan semua matriks berukuran mxn dengan entrinya berupa
bilangan Real R.
Ditulis secara matematik sebagai berikut:

 a 11 a 12  a 1n  
 
 a 21 a 22  a 2 n  
Mmxn(R) =  a 11, a 12 ,  , a mn  R 
      

a m1 a m 2  
  a mn  

Diktat Aljabar 1
Contoh
1. Matriks B berukuran 4x3 dengan entrinya suatu bilangan Real

1  3 0 
 0 2  5
B=  
4 7 1
 
6 0 1

2. Matriks susunan sebagian tempat duduk atau kursi di ruang P-12 dengan keterangan jika
ada yang menempati disimbolkan 1 dan jika tidak ada yang menempati disimbolkan 0,
sehingga dapat dibentuk matriks P berukuran 3x6 berdasarkan susunan kursi dan yang
menempati.

1 1 1 1 0 0

P= 1 1 1 1 1 0

 
0 1 1 0 1 0

Jenis-jenis Matriks

Berikut diberikan bermacam-macam jenis matriks yang dapat digunakan pada pembahasan lebih
lanjut.
1. Matriks Baris adalah suatu matriks yang hanya mempunyai satu baris saja, dengan kata lain
matriks yang mempunyai jumlah baris satu dan jumlah kolom dapat berapapun jumlahnya.
Misalnya

Matriks A = a1 a 2  a n 
Maka matriks A mempunyai ukuran 1 x n artinya jumlah baris matriks A = 1 dan jumlah
kolomnya n.

Notasi
matriks A = [ a1j ] dengan j : 1, 2, 3, ...... m
Atau A1xm = [ a11 , a12, ... , a1m ]

2. Matriks Kolom adalah suatu matriks yang hanya mempunyai satu kolom saja. Dengan kata
lain suatu matriks yang mempunyai ukuran jumlah kolom satu dan jumlah baris dapat
berapapun.
Misalnya : Diberikan Matriks B yang berukuran m x1, sebagai berikut
 b1 
b 
B=  
2

  
 
b m 
Artinya matriks B mempunyai sejumlah m kolom dan 1 baris.
Matriks B dapat juga dituliskan sebagai , B = b1 b2  bm 
T

3. Definisi matriks persegi atau matriks bujur sangkar

Jika banyaknya baris dan banyaknya kolom sama, misalnya matriks A berukuran mxn dengan
nilai m = n sehingga dikatakan bahwa A matriks persegi (square matrix) atau matriks bujur
sangkar, selanjutnya matriks A berukuran nxn atau matriks A berordo n dan dinotasikan
dengan An.

Diktat Aljabar 2
Contoh Diberikan matriks A berordo n dengan elemen-elemennya bilangan real, sebagai
berikut :
 a 11 a 12  a 1n 
a a 22  a 2 n 
A= 
21

     
 
a n 1 a n 2  a nn 

Elemen-elemen a11, a22, …, ann disebut elemen-elemen/entry-entry diagonal utama matriks A.

4. Matriks segitiga (triangular)


Matriks segitiga dibagi dua yaitu matriks segitiga atas dan matriks segitiga bawah.
Matriks segitiga atas adalah matriks bujur sangkar dengan elemem-elemen dibawah
diagonal utama semua bernilai 0 dan elemen lainnya bernilai real.
Matriks bujur sangkar A = ( aij ), i = j = 1, 2,…,n dikatakan sebagai matriks segitiga atas
(upper triangular) jika elemen aij = 0 untuk i > j

Misalkan
Diberikan matriks segitiga atas sebagai berikut
 1 10  2 5 
0 8 1  2 3 
6 
B  0 2 5 
1
A= 
0 0 3 10 
  0 0  1
0 0 0  5 ,

5. Matriks segitiga bawah


Matriks A dikatakan matriks segitiga bawah jika elemen diatas diagonal utamanya semua nol.
Dengan kata lain matriks persegi (bujur sangkar) A = (aij) dikatakan
matriks segitiga bawah (lower triangular) jika elemen aij = 0 untuk i < j.

 1 0 0 0
0 1 0 0 
Misalkan matriks B =  merupakan matriks segitiga bawah.
 2 5 3 0
 
0 2 0  2

6. Matriks nol
Matriks nol adalah suatu matriks dengan semua elemennya bernilai nol.
Contoh :
Matriks A beordo 4 , merupakan matriks nol, yang berbentuk sebagai berikut

0 0 0 0
0 0 0 0
A= 
0 0 0 0
 
0 0 0 0

7. Matriks diagonal
Matriks diagonal adalah matriks bujur sangkar dengan elemen-elemen pada diagonal utama
bernilai real dan elemen lainnya bernilai nol.
Ditulis dengan notasi A = ( aij ) dengan aij = 0 untuk i ≠ j
aij = real untuk i = j

Diktat Aljabar 3
a11 0 0 0 
0 a 0 0 
A=  22

0 0  0
 
0 0 0 a nn 

Contoh diberikan matriks diagonal B berordo 4, sebagai berikut


 1 0 0 0
0 8 0 0 
B= 
0 0 3 0
 
0 0 0  5

8. Matriks satuan merupakan matriks bujur sangkar dengan elemen-elemen pada diagonal
utama bernilai satu dan elemen lainnya bernilai nol.
Ditulis dengan notasi : A = ( aij ) dengan aij = 1 untuk i = j
aij = 0 untuk i ≠ j

Contoh matriks satuan berordo 4, sebagai berikut

1 0 0 0
0 1 0 0
I= 
0 0 1 0
 
0 0 0 1

Matriks In = [ij], ij disebut delta Kronecker, yang didefinisikan oleh ij = 1 untuk i = j dan ij = 0
untuk ij yang disebut matriks identitas berukuran n.

Notasi
Matriks Identitas berordo n dinotasikan dengan In

1 0  0
0 1  0
In =  = Diag( 1,1, … , 1)
   
 
0 0  1

Atau In = (e1, e2, … , en) dengan ei vektor kolom berdimensi n dengan masukan 1 di posisi ke i.

9. Matriks Skalar
Matriks A dikatakan matriks skalar jika matriks A merupakan matriks diagonal yang elemen
diagonalnya sama dan tidak sama dengan satu.

5 0  0
0 5  0
Contoh diberikan matriks A = 
   
 
0 0  5
Matriks A merupakan matriks skalar karena matriks A berupa matriks diagonal dan entri
diagonalnya semuanya 5.

Diktat Aljabar 4
10. Matriks tridiagonal
Suatu matriks tridiagonal merupakan matriks persegi dengan semua elemen diagonal, elemen
di atas diagonal dan elemen dibawah diagonal adalah tidak nol dan elemen yang lain
semuanya nol.

Contoh
Diberikan matriks C berupa matriks tridiagonal yang berbentuk sbb.
1 7 0 0 0
3 3 8 0 0

C = 0 4 1 8 0
 
0 0 2 0 9
0 0 0  1 5

11. Matriks transpose


T
Jika A = ( aij ), maka A transpose ditulis A adalah matriks dengan elemen-elemen baris
T
matriks A menjadi kolom matriks A dan sebaliknya elemen kolom menjadi elemen baris,
T
sehingga A = ( aji ).

Contoh:
T
Diberikan matriks A berukuran 5x4 maka matriks A berukuran 5x4,

 1 0 3 9 
 3 1  12  9 3 
2  19
3
 3 0 3 2  5 6 
A =  12 2 6 125  , maka AT = 
   3 2 6 7 10
  9  5 7 198   
 3  9  19 125 198 0 
6 10 0 

Sifat-sifat matriks transpos


T T
a. (A ) = A
T T T
b. (A + B) = A + B
T T
c. (kA) = kA , dengan k : skalar.
T T T
d. (AB) = B . A

12. Matriks Simetris


T
Matriks A disebut matriks simetris jika A = A .
matriks B dikatakan simetris, B matriks bujur sangkar dan entri-entri pada matriks B berlaku
bij = bji dan entri diagonalnya bebas.

Contoh
5 3 1 6
3 1 0 2 
1. Diberikan matriks B = 
 1 0 0  3
 
6 2 3 7  ,

5 3 1 6
3 1 0 2 
Maka matriks B = 
T

 1 0 0  3
 
6 2 3 7 

Diktat Aljabar 5
T
Jadi berlaku B = B.

Sehingga dikatakan matriks B merupakan matriks simetris.

1 0 9 1 0 9
  T
2. Diberikan matriks A = 0 2 3 maka diperoleh matriks A =
0 2 3 ;
   
9 3 5 9 3 5
T
Karena A =A , sehingga matriks A merupakan matriks simetris.

Contoh Penerapan matriks simetri pada Jaringan dan Graf


Teori graf digunakan untuk membuat model masalah dari semua ilmu
pengetahuan terapan terutama yang berkaitan dengan terapan Jaringan Komunikasi.
Suatu graf didefinisikan sebagai himpunan titik-titik yang disebut simpul – simpul (vertices)
beserta pasangan tak terurut (unordered pairs) dari simpul-simpul yang disebut sebagai
sisi-sisi (edges).

Contoh diberikan graf sebagai berikut

v1
v4

v2 v3

v1, v2 , v3 dan v4 disebut sebagai simpul (vertices) serta (v1,v2 ), ( v1, v3), ( v2 , v3 ) dan
(v3 , v4) disebut sisi (edges).
Jaringan komunikasi dapat melibatkan sejumlah besar simpul-simpul dan sisi-sisi.
Jika suatu graf memuat n simpul maka dapat didefinisikan suatu matriks A bertipe nxn
didefinisikan sebagai berikut :

 1, jika vi , v j dihubungka n oleh sisi graf


a 
0, jika sisi  sisi graf tidak menghubung kan vi dengan v j
ij

maka matriks A disebut matriks sekawan (adjacency matrix).

Contoh

Dari Contoh graf di atas dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut
v1 v 2 v 3 v 4
v1  0 1 1 0
 
v2 1 0 1 0
v3 1 1 0 1
 
v 4  0 0 1 0 

Dua simpul yang terhubung langsung diberi nilai 1, misal v 1 ke v2 terhubung langsung
diberi nilai 1 sedangkan v1 ke v4 tidak terhubung langsung maka diberi nilai 0.

Diktat Aljabar 6
13. Matriks Antisimetris
Matriks Antisimetris adalah matriks transpos-nya adalah negatif dari matriks tersebut. Dengan
T
kata lain matriks A dikatakan antisimetris jika memenuhi A = -A sedemikian aij = -aij , dan
elemen diagonal utamanya = 0

Contoh
 0 1 4 

Diberikan matriks A = 1 0  5

 4 5 0 
0 1  4  0 1 4 

maka diperoleh bentuk matriks A   1 0
T
5     1
 0  5

 4  5 0   4 5 0 
T
jadi terlihat bahwa A = -A, dengan demikian matriks A merupakan matriks Antisimetris.

Kesamaan Dua Matriks


Matriks A dan matriks B dikatakan sama jika dan hanya jika ukuran (ordo) matriks A dan B sama
serta elemen-elemen yang seletak pada kedua matriks sama.

Contoh
1 0 9  3 0 27 
  0 6 9 ,C=  1 0
Diberikan matriks-matriks A = 0 2 3 , B =
    0 2 , dan
9 3 5 27 9 15   

 1 0 273 
 
D = 0 36 3
 
9 93 153 
Maka matriks A  B  C, A = D

Definisi matriks bagian (submatrix)


Jika beberapa baris dan atau kolom dari suatu matriks A dihapus maka matriks sisanya disebut
matriks bagian (submatrix) dari A.

Contoh
 1 0 1  2

A= 3 2 0 4 

 1 5 2 7 

Matriks bagian dari matriks A adalah

 1 0 1  2  1 0 1    2
 3 2 0 4  ;  3 2 0 ;  4 ;  3 2 0 4
       1 5 2 7 , dst
 1 5 2 7   1 5 2  7   

Diktat Aljabar 7
1.3. Operasi-operasi pada Matriks

Operasi perkalian matriks sebarang dengan skalar k


Misalkan k suatu bilangan real, maka kA adalah perkalian skalar k dengan matriks A yaitu setiap
entry pada matriks A dikalikan dengan skalar k.

 a11 a12  a1m   ka 11 ka 12  ka 1m 


a a 22  a 2 m  ka 21 ka 22  ka 2 m 
kA = k 
21
=
           
   
 a n1 a n 2  a nm  ka n1 ka n 2  ka nm 

Contoh
1 0 9
 
Diberikan matriks A = 0 2 3 ; dan k = 3, maka
 
9 3 5

 3 0 27

k.A = 3A = 0 6 9 ;

 
27 9 15 

Operasi penjumalahan
Dua buah matriks atau lebih dapat dioperasikan dengan operasi penjumlahan apabila matriks-
matriks tersebut mempunyai ukuran yang sama. Dengan kata lain dua matriks atau lebih dapat
dijumlahkan jika matriks-matriksnya mempunyai ordo atau ukuran sama, dalam hal ini
penjumlahan matriks adalah menjumlahkan entry-entry atau elemen-elemen matriks yang seletak.
Diberikan matriks-matriks A = (aij); B = (bij), maka
A+B=C
(aij) + (bij) = (cij) dengan cij = aij + bij

Dua atau lebih matriks tidak bisa dijumlahkan jika matriks-matriks tersebut tidak mempunyai
ukuran yang sama dengan kata lain ordonya tidak sama.

Contoh

1 3  5  2 1 0    1 4  5

A= 2 5 2  ; B =  2 5  8 ; A + B =  4 10  6 ;
    
4 8 0   1 3 4   5 11 4 

  1 4  5

B + A = 4 10  6 ;

 
 5 11 4 
terlihat bahwa A + B = B + A; sehingga hukum komutatif berlaku pada jumlahan matriks.

Operasi Pengurangan
Matriks A dan matriks B mempunyai ukuran sama maka operasi pengurangan kedua matriks dapat
diterapkan sedemikian sehingga
A – B = A + (-1)B,
Sehingga syarat pengurangan matriks sama dengan syarat untuk penjumlahan matriks.

Diktat Aljabar 8
Contoh
1 3  5  2 1 0 

Pada contoh di atas matriks–matriks A = 2 5 2  dan B =  2 5  8 maka


4 8 0   1 3 4 
diperoleh
3 2  5 

A – B = 0 0 10 ;

 
3 5  4

 3  2 5 

B–A= 0 0  10

 3  5 4 
Dari perhitungan berlaku A – B ≠ A – B, sehingga hukum komutatif tidak berlaku pada operasi
pengurangan matriks

Operasi perkalian
Dua buah matriks dapat dikalikan jika jumlah kolom matriks pertama sama dengan jumlah baris
matriks kedua.
Diberikan matriks A = (aij), dengan i = 1, 2, . . ., n;
j = 1, 2, . . . , m
matriks B = (bjk) ; dengan j = 1, 2, . . . , m
k = 1, 2, . . . , p

maka perkalian matriks A dengan matriks B adalah


A x B = (aij)x(bjk)
m
A x B = C = (cik); dengan cik = a b
j1
ij jk

Contoh
1 0   1  3 0
1 2 3 4 1  , C =  0
Diberikan matriks-matriks A =  ;B=    1 0
0 4 5 5 2  2 0 2
 1  3 0
  1 2 3
1. C.A = 0
 1 0  0 4 5
 2 0 2  
Perkalian matriks C dikalikan dengan matriks A tidak terdefinisi karena jumlah kolom matriks C
tidak sama dengan jumlah baris pada matriks A

1 0 
1 2 3 4 1  = 24 8
2. A.B =    41
0 4 5
 
 14
5 2
1 0  1 1 3
  1 2 3 
3. B.A = 4 1
  0 4 5 = 4 12 17 
5 2   5 18 25

b

Diktat Aljabar 9
Dari no. 2 dan no. 3 maka disimpulkan bahwa A.B ≠ B.A, sehingga hukum komutatif untuk
perkalian matriks tidak berlaku.

Sifat-sifat operasi penjumlahan dan operasi perkalian matriks dijelaskan pada teorema berikut.
Teorema
Misalkan A, B, C adalah suatu matriks dan k, l adalah konstanta, maka berlaku:
a. A + B = B + A ( Hukum komutatif)
b. A + (B + C) = (A + B) + C ( hukum asosiatif penjumlahan)
c. A(BC) = (AB)C (hukum asosiatif perkalian)
d. bA(B + C) = AB + AC (hukum distributif)
e. (A + B) C = AC + BC (hukum distributif)
f. k (A + B) = kA + kB
g. (k + l) A = kA + lA
h. (kl)A = k(lA)
i. k(AB) = (kA)B
j. AB  BA

Operasi Invers
-1
Operasi sejenis dengan pembagian matriks adalah operasi Invers. Notasi invers (A) adalah A .
-1 -1
Sifat terpenting pada invers matriks adalah AA = A A= I, dengan I : matriks identitas.

Sifat-sifat invers suatu matriks


A matriks bujur sangkar berordo n dan determinan matriks A atau det(A) ≠ 0 maka matriks A
merupakan matriks nonsingular, sehingga matriks A mempunyai invers misalnya invers A
-1
dinotasikan dengan A , maka memenuhi operasi berikut,
a. AI = IA, I matriks identitas
-1 -1.
b. A.A = A A = I
-1 -1 -1
c. (AB) = B A

1.4. Operasi baris elementer dan operasi kolom elementer

Operasi baris elementer meliputi :


1. Pertukaran Baris
2. Perkalian suatu baris dengan konstanta tak nol
3. Hasil penjumlahan (perkalian suatu baris dengan konstanta tak nol dijumlahkan dengan
baris yang lain yang mengalami perubahan).

Algoritma operasi baris elementer meliputi


1. Tentukan kolom paling kiri (kolom 1) yang tidak semuanya nol
2. Pindahkan baris jika perlu, dalam hal ini pindahkan elemen tidak nol ke posisi paling atas
pada langkah 1
3. Ubahlah unsur paling atas pada langkah 2 menjadi 1 dengan cara membagi unsur baris
pertama dengan konstanta tidak nol
4. Tambahkan kelipatan baris pertama dengan baris–baris dibawahnya sehingga semua
elemen dibawah kepala baris pertama pada kolom paling kiri adalah nol.
5. Ulangi langkah satu sampai langkah 4 pada baris berikutnya sehingga membentuk matriks
eselon baris.

Contoh
 3  2  1

Diberikan matriks A = 1 2 3 

 0 2 4 

Dengan menerapkan operasi baris elementer maka tentukan matriks eseleon baris dari matriks A .

Penyelesaian:

Diktat Aljabar 10
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas maka diperoleh
 3 2 1 1 2 3
   3 2 1
1.
 1 2 3  b2
b1  
 0 2 4   0 2 4 

1 2 3 1 2 3
  0 4 8
2.
 3  2  1 
b 2  3 b1
 0 2 4  0 2 4

1 2 3 1 2 3
3.
0 4 8 0 1 2
  1 / 4.b 2  
0 2 4 0 2 4

1 2 3 1 2 3
  0 1 2
4.
0 1 2 b3  2 b 2
0 2 4 0 0 0

1 2 3  1 0 1
   0 1 2 
5.
0 1 2  
b1  2 b2
0 0 0  0 0 0 
1 2 3

Dengan demikian bentuk matriks eselon baris untuk matriks A yaitu 0 1 2

 
0 0 0
1 0 1
 
Bentuk matriks C = 0 1 2 disebut matriks tereduksi
 
0 0 0 
Contoh
1  1 1 3

Diberikan matriks B = 0 0 3 1

 
0 0 0 0

Maka matriks B merupakan matriks eselon baris.


Dikarenakan pada matriks B memenuhi
 Baris pertama dan baris ke-2 disebut baris tak nol, karena kedua baris tersebut memuat
unsur tak nol.
 Bilangan 1 pada baris pertama dan bilangan 3 pada baris ke-2 disebut unsur pertama
tak nol pada masing-masing baris.
 Bilangan 1 (terletak pada baris baris pertama kolom pertama) disebut satu utama.
 Baris ke-3 disebut baris nol, karena elemen-elemen pada baris ke-3 semuanya nol.

Sifat matriks yang dihasilkan dari Operasi Baris Elementer :


1. Pada baris tak nol maka unsur tak nol pertama adalah 1 (dinamakan satu utama).
2. Pada baris yang berturutan, baris yang lebih rendah memuat 1 utama yang lebih menjorok
ke kanan.

Diktat Aljabar 11
3. Jika terdapat baris nol (baris yang semua entry-nya nol), maka diletakkan pada baris
paling bawah.
4. Pada kolom yang memuat unsur 1 utama, maka pada kolom tersebut elemen yang
lainnya nol.

Suatu matriks disebut eselon baris jika dipenuhi sifat 1, 2, dan 3 yang selanjutnya disebut Proses
Eliminasi Gauss, metode ini nantinya digunakan untuk penyelesaian masalah sistem persamaan
linear.
Suatu Matriks disebut eselon baris tereduksi jika dipenuhi semua sifat yaitu sifat 1, 2, 3, dan 4
maka dinamakan Proses Eliminasi Gauss-Jordan)

Operasi Kolom elementer meliputi :


1. Operasi pertukaran kolom
2. Perkalian suatu kolom dengan konstanta tak nol
3. Penjumlahan hasil perkalian suatu kolom dengan konstanta tak nol dengan kolom yang
lain.

Algoritma pada operasi kolom elementer sebagai berikut:


1. Tentukan baris paling atas ( baris 1) yang tidak semuanya nol
2. Pindahkan kolom jika perlu, dalam hal ini pindahkan elemen tidak nol ke posisi paling kiri
pada langkah 1
3. Ubahlah unsur paling kiri pada langkah 2 menjadi 1 dengan cara membagi unsur kolom
pertama dengan konstanta tidak nol
4. Tambahkan kelipatan kolom pertama dengan kolom–kolom disebelah kanannya sehingga
semua elemen disebelah kanan kepala kolom pertama pada baris paling atas adalah nol.
5. Ulangi langkah satu sampai langkah 4 pada kolom berikutnya sehingga membentuk
matriks eselon kolom.

Contoh
  3  2  1
 
Diberikan matriks A =  1 2 3
 0 4 
 2
Maka operasi kolom elementer dengan langkah-langkah sebagai berikut,
OKE 1 : tukarkan kolom ke 1 dengan kolom ke 3

  3  2  1  1  2  3
   
 1 2 3   
k1 k 3
  3 2 1 
 0   0 
 2 4  4 2

OKE 2 : kolom pertama baris pertama dibuat 1 yaitu mengalikan k1 dengan (-1)

  1  2  3  1  2  3
   
3 2 1  
  3 2
 k1
1 
4 0   4 2 0 
 2 

OKE 3 :
 1  2  3  1 0 0 
   
3 2 1   
k 2  2 k1
  3  4  8 
 4 2  k 33 k1  
 0    4  6  12 

OKE 4 :
Diktat Aljabar 12
 1 0 0   1 0 0 
   
  3  4  8   
1 / 4 k 2
  3 1  8 
  4  6  12    4 3 / 2  12 
   
OKE 5
 1 0 0   1 0 0
   
3 1  8   
  3 1 0 
k 38 k 2
  4 3 / 2  12    4 3 / 2 0
   
Terlihat bahwa pada operasi kolom elementer terbentuk matriks eselon kolom yaitu matriks
segitiga bawah.

1.5. Penerapan MATLAB pada Penyelesaian Operasi Matriks

Pada penggunaan aplikasi teknik sering digunakan software MATLAB untuk operasi matriks.
Berikut penejelasan implementasi operasi matriks dengan menggunakan program MATLAB.

Pada operasi matriks menggunakan software MATLAB akan dijumpai tanda %, + , *.


Keterangan:
‘ % ‘ hanya merupakan keterangan dan tidak diproses matlab
‘+’ merupakan operasi penjumlahan
‘*’ merupakan operasi perkalian

 1 2 1  2 3 6 
   
Diberikan matriks A   6  3 20  dan B   5 10  4 
 2 7 5   12 3 6 
  
Dengan menggunakan MATLAB , tentukan matriks
C = A + B;
P = A – B dan 2 x A

Programnya
% Menuliskan matriks yang diketahui
A = [ 1 2 1; 6 -3 20 ; -2 7 5];
B = [ -2 3 6; 5 10 -4; 12 3 6];
% Penjumlahan dan pengurangan dua matriks
C =A+B; P =A – B ;
% Perkalian matriks dengan konstanta
N =2*A;
% Melihat hasil matriks
A,B,C,P,N
Disimpan latih.1
Melihat hasil > latih.1

Hasil runningnya :
A= 1 2 1
6 -3 20
-2 7 5

B= -2 3 6
5 10 -4
12 3 6

C= -1 5 7
11 7 16
10 10 11
Diktat Aljabar 13
P= 3 -1 -5
1 -13 24
-14 4 -1
N= 2 4 2
12 -6 40
-4 14 10

Contoh
Diberikan matriks

1 2 3  1 0
   
A   0  1 4  dan B    2 3 
3 1 0  4 5
   

Tentukan matriks A x B dengan menggunakan MATLAB

Program MATLAB nya sebagai berikut


% Menulis matriks
A = [ 1 2 3; 0 -1 4 ; 3 1 0];
B = [ 1 0; -2 3; 4 5];

% Perkalian matriks
D = A*B;
% Melihat hasil
A, B, D

Hasil running program sebagai berikut


A=
1 2 3
0 -1 4
3 1 0

B=
1 0
-2 3
4 5

D=
9 21
18 17
1 3

1.6. Soal-soal Latihan

1. Berikan pengertian matriks dan buatlah contoh matriks persegi panjang berukuran 6 x 3, 4x5
2. Berikan pengertian Matriks berikut dan berilah contoh matriks ordo 5:
a. Matriks bujur sangkar
b. Matriks diagonal
c. Matriks segitiga atas dan matriks segitiga bawah
d. Matriks tridiagonal.
3. Berilah dua buah contoh matriks simetris dan asimetris ( berikan juga pengertian matriks
simetris dan Asimetris )
4. Jika diketahui

Diktat Aljabar 14
1 3 3
0 2 3 2 6
0 2   8 0 0  2
A=  ;B=
2 9 0  
   1 2  2 1 
6 1 4
T T
Hitunglah: A + B ; B – A; AB; BA.
Apakah berlaku sifat AB = BA
5. Selesaikan soal no. 4 dengan menggunakan Program MATLAB
6. Dengan menggunakan Operasi baris elementer buatlah kebentuk matriks eselon baris dan
matriks tereduksi dari matriks berikut

2  1 2 6 1  3 1 3
B  3 1 0 4 A  2 6 3 1
1 2 2 1 1 2 4 0

2 1 3
 1 0 2 
7. Diberikan matriks C = 
2 3 0
 
5 1  3

Dengan operasi kolom elementer, bentuk matriks C ke bentuk eselon kolom dan matriks

terudksi.
V2 V3

V5

8. Diberikan graf sbb :


V1 V4

a. Tentukan matriks sekawan A dari graf tersebut.


2
b. Tentukan matriks A

Diktat Aljabar 15
BAB II
DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS

2.1. Kompetensi

Determinan dan Invers Matriks banyak dingunakan pada aplikasinya. Pembahasan pada
determinan matriks khusus untuk matriks persegi atau matriks bujur sangkar atau matriks berordo
n. Karena syarat suatu matriks mempunyai nilai determinan yaitu matriksnya berupa matriks
persegi, atau matriks berordo n, kaitannya dengan invers matriks apabila nilai determinan matriks
tidak sama dengan nol maka matriks tersebut mempunyai invers atau disebut matriks non singular.
Pada bab ini diberikan pengertian tentang determinan dan invers matriks, metode-metode
menentukan determinan matriks serta sifat-sifatnya. Juga dibahas syarat perlu dan syarat cukup
suatu matriks persegi mempunyai invers serta metode-metode menentukan invers matriks.
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan
konsep determinan matriks dan invers matriks, mampu menghitung determinan dan invers suatu
matriks dengan metode-metode yang sudah diberikan serta mampu menyelesaikan masalah–
masalah real yang terkait baik secara analisis teori maupun dengan MATLAB.

2.2. Pengertian Determinan Matriks dan Invers Matriks

Pengertian Determinan Matriks


Jika A matriks persegi, determinan matriks A merupakan jumlah semua hasil kali dasar bertanda
dari matriks A.
Notasi: determinan matriks A dinotasikan dengan
det(A) = |A|
dengan demikian syarat suatu matriks mempunyai nilai determinan adalah matriksnya berordo n
atau matriks bujur sangkar atau matriks persegi.
Dengan kata lain jika matriksnya berordo nxm maka matriks tersebut tidak punya nilai determinan.
Nilai determinan suatu matriks dapat menunjukkan apakah matriks yang bersangkutan singular
atau tidak. Matriks A berordo n, jika determinan A atau det(A) atau A ≠ 0 maka A merupakan
matriks non singular dan sebaliknya jika det(A) = 0 atau A = 0 maka matriks A merupakan
matriks singular.

Sebelum berbicara lebih lanjut tentang perhitungan determinan dan sifat-sifatnya akan ditinjau
terlebih dahulu determinan matriks berikut :

1. Jika A = (a) adalah matriks berordo 1, maka determinan matriks A yaitu


det(A) = a.
2. Diberikan matriks A berordo 2,
 a 11 a 12 
misalkan A = a  , maka det(A) adalah
 21 a 22 
det(A) = a11 a22 - a12 a21

Untuk matriks berordo n>2, nilai determinan matriksnya dibahas pada bab tersendiri yaitu pada
pembahasan mengenai perhitungan determinan matriks.

Pengertian invers Matriks


Jika A suatu matriks persegi dan matriks B berukuran sama dengan A sedemikian sehingga
memenuhi AB = BA = I, maka A disebut bisa dibalik dan B disebut invers dari A atau ditulis dengan
-1
B=A .

Diktat Aljabar 16
Suatu matriks yang dapat dibalik mempunyai tepat satu invers, sehingga A bersifat invertible
artinya matriks A dapat dibalik.
Notasi:
Invers dari matriks A dinotasikan dengan
-1
A : invers matriks A.
-1 -1
Matriks A berlaku bahwa A. A = A . A = I
Syarat suatu matriks berordo n mempunyai invers atau bersifat invertible jika dan hanya jika
det(A) ≠ 0.
Matriks yang bersifat invertible merupakan matriks non singular.

Contoh 1
1 3  5 3 
1. Diberikan matriks B = 2 5 merupakan invers dari matriks A =  2  1
   
 5 3    5 3
Det(B) = 5 – 6 = -1, sehingga invers B misalkan A = (1/-1).   
= 
 2 1   2  1
 5 3  1 3 1 0
karena AB =  .   =I
 2  1 2 5 0 1
1 3  5 3  1 0
dan BA =     =I
2 5  2  1 0 1
-1 1 3
sehingga A = B =  
2 5

2. Invers dari matriks identitas adalah matriks identitas juga karena In . In = In


1 0 0 1 0 0
Misalkan diberikan matriks I = 0 1 0 maka I = 0 1 0 
-1
   
0 0 1 0 0 1
Karena
1 0 0 1 0 0 1 0 0
I . I = 0 1 0  . 0 1 0 = 0 1 0 dan
-1
  
0 0 1 0 0 1 0 0 1
1 0 0 1 0 0 1 0 0
I . I = 0 1 0  . 0 1 0 = 0 1 0
-1 -1
  
0 0 1 0 0 1 0 0 1

2.3. Perhitungan Determinan Matriks

Matriks persegi atau matriks bujursangkar berordo n mempunyai nilai determinan, dalam hal ini
nilai determinan suatu matriks adalah real dan tunggal.
a b 
Determinan matriks berordo dua, misalkan diberikan matriks A =   maka determinan
c d 
matriks A adalah det(A) = ad – bc

Contoh 2.
3 4 
a. Diberikan matriks A = 2 15 maka det(A) = 3.15 – 2.4 = 45 – 8 = 37
 

Diktat Aljabar 17
 1 5
b. Matriks B =  7 8 , maka det(B) = (-1).8 – 7.5 = -8 – 35 = -43
 
Untuk menentukan nilai determinan suatu matriks berdordo n >2, maka dapat digunakan beberapa
metode sebagai berikut
1. Aturan Sarrus hanya dapat digunakan untuk menentukan determinan matriks berordo 3
2. Ekspansi minor
3. Ekspansi kofaktor
4. Metode operasi baris elementer
5. Metode operasi kolom elementer

Pada perhitungan determinan menggunakan metode operasi baris elementer dan kolom elementer
dibahas setelah pembahasan sifat-sifat determinan.
Pembahasan perhitungan determinan diawali dengan perhitungan determinan matriks berordo 3,
selanjutnya determinan ordo 4 kemudian baru determinan ordo n.

Perhitungan determinan matriks ordo 3


1. Dengan Aturan Sarrus
 a 11 a 12 a 13 

Diberikan Matriks A berordo 3 , misalkan A = a 21 a 22 a 23 

a 31 a 32 a 33 
Sehingga determinan matriks A dengan Aturan Sarrus, sebagai berikut.

a11 a12 a13 a11 a12 a13 a11 a12


det (A) = a 21 a 22 a 23 = a 21 a 22 a 23 a 21 a 22
a31 a32 a33 a31 a32 a33 a31 a32

det(A) = (a11.a22.a33+ a12.a23.a31+ a13.a21.a32) – (a31a22.a13 + a32.a23.a11 +a33.a21.a12 )

Contoh 3 Hitunglah determinan matriks berikut, dengan Aturan Sarrus


a. Diberikan matriks D berbentuk sebagai berikut
a b c

D= d e f 

 g h i 
dengan menggunakan Aturan Sarrus maka
a b c  a b c
 
det (D) = det d e f = d e f
 
 g h i  g h i
a b c a b
det (D) = d e f d e
g h i g h
det(D) = ( aei + bfg +cdh ) – ( ceg +afh + bdi )

 2 0  3
 
b. A =
 1 1.5  2
100  7 2 

Diktat Aljabar 18
Det(A) = [(2*1.5*2)+(0*-2*100)+(-3*1*-7)]-[(-3*1.5*100)+(-2*-7*2)+(0*1*2)]

= [6+0+21]-[-45+(28) +0] = 27 – (-17) = 44

2. Menghitung determinan matriks ordo 3 dengan metode Ekpansi Minor


 a 11 a 12 a 13 

Diberikan matriks A = a 21 a 22 a 23 

a 31 a 32 a 33 

Pengertian minor unsur (i,j) matriks A didefinisikan sebagai sub matriks A yang dihasilkan setelah
menghapus baris ke i dan kolom ke j dari matriks A yang dinotasikan dengan Mij.
Misalkan M21 untuk matriks A artinya sub matriks A yang dihasilkan dari setelah menghapus baris
ke 2 dan kolom 1.
 a 11 a 12 a 13 
 a 12 a 13 
a 23  a a 33 
M21 = a 21 a 22 =

a 31 a 32 a 33   32

Menghitung determinan matriks A berordo 3 dengan metode ekspansi minor berdasarkan baris,
sebagai berikut:
1. Berdasarkan baris pertama:
Det(A) = a11.det(M11) – a12 det(M12) +a13.det(M13)
3
Det(A) =  (1)
j1
1 j
a 1 j . det(M1 j )

2. Berdasarkan baris kedua


Det(A) = -a21.det(M21) + a22 det(M22 ) – a23.det(M23)
3
Det(A) =  (1)
j1
2 j
a 2 j .det(M 2 j )

3. Berdasarkan baris ketiga


Det(A) = a31. det(M31) – a32 det(M32 )+a33. det(M33 )
3
Det(A) =  (1)
j1
3 j
a 3 j .det(M3 j )

Pada perhitungan determinan matriks A berordo 3 dengan metode ekspansi minor berdasarkan
kolom silahkan dicoba sendiri sebagai latihan.

Berdasarkan formulasi perhitungan determinan maka diperoleh


1. Jika matriks A merupakan matriks diagonal maka determinannya perkalian entry diagonal
2. Jika matriks merupakan matriks segitiga maka detereminannya perkalian entry diagonal

Contoh 4
Hitunglah determinan matriks-matriks berikut dengan metode ekspansi minor
 2 0  3  2 0 0 2 5  3
    0 0 
A=
 1 1.5  2 , B = 1 17 0 dan C =
   8
100  7 2  9 4 5 25  9 6 

Penyelesaian:
2 0 3
Det(A) = 1 1.5  2
100  7 2
Diktat Aljabar 19
Dengan metode ekspansi baris pertama diperoleh

Det(A) = a11.det(M11) – a12 det(M12) +a13.det(M13)

1.5  2 1 2 1 1.5
Det(A) = 2. – 0 . + (-3).
7 2 100 2 100  7

Det(A) = 2.( (1.5). 2 – (-2).(-7)) – 0 + (-3).(1.(-7) – (1.5).100)

= 2 ( 3 – 14) – 0 + (-3).(-7 – 150)

= 2. (-11) + (-3).(-157) = -22 + 66 = 44

 2 0 0

Det(B) = det 1 17 0

 
9 4 5

Det(B) = a11.det(M11) – a12 det(M12) +a13.det(M13)

17 0 1 0 1 17
Det(B) = 2. – 0. + 0.
4 5 9 5 9 4

= 2.( 17 . 5 – 0 . 4) – 0 + 0 = 2 ( 85 – 0) = 170

Determinan matriks segitiga yaitu hasil dari perkalian entri-entri diagonalnya. Karena matriks B
merupakan matriks segitiga atas maka nilai determinannya adalah,
Det(B) = 2 .17 . 5 = 170.

Untuk determinan matriks C gunakan metode ekspansi minor terhadap kolom dan baris silahkan
diselesaikan sebagai latihan.

3. Menghitung determinan matriks ordo 3 dengan metode Ekpansi Kofaktor


 a 11 a 12 a 13 

Diberikan matriks A = a 21 a 22 a 23 

a 31 a 32 a 33 
i+j
Kofaktor unsur (i,j) matriks A didefinisikan sebagai kofij = kofij(A) = (-1) det(Mij)
Notasi :
Kofaktor unsur (i,j) matriks A dinotasikan sebagai
i+j
Cij = kofij(A) = (-1) det(Mij)

Menghitung determinan matriks A berordo 3 dengan metode ekspansi kofaktor berdasarkan baris,
sebagai berikut:
1. Berdasarkan baris pertama:
1+1 1+2 1+3
Det(A) = a11.(-1) det(M11) + a12 (-1) det(M12) + a13. (-1) det(M13)
Det(A) = a11.C11 + a12 .C12 + a13. C13
3
Det(A) = a
j1
1j .C1 j

2. Berdasarkan baris kedua


2+1 2+2 2+3
Det(A) = a21. (-1) det(M21) + a22 (-1) det(M22 ) + a23. (-1) det(M23)
Det(A) = a21.C21 + a22 .C22 + a23. C23

Diktat Aljabar 20
3
Det(A) = a
j1
2j .C 2 j

3. Berdasarkan baris ketiga


3+1 3+2 3+3
Det(A) = a31. (-1) det(M31) + a32 (-1) det(M32 )+ a33. (-1) .det(M33 )
3
Det(A) = a
j1
3j .C 3 j

Untuk perhitungan determinan matriks A berordo 3 dengan metode ekspansi kofaktor berdasarkan
kolom silahkan dicoba sendiri sebagai latihan.

Contoh 5
 4 1 8
 
Diberikan matriks A =  2 0 10 , hitunglah semua kofaktor unsur (i,j) matriks A dan hitunglah
 
 9 3 5 
determinan matriks A dengan ekspansi kofaktor berdasarkan kolom 1.

Penyelesaian:
i+j
Berdasarkan definisi kofaktor unsur (i,j) matriks A yaitu Cij = (-1) det(Mij), sehingga diperoleh
1+1
0 10
C11 = (-1) det(M11) = det(M11) = = 0.5 – 3.10 = -30
3 5

1+2
 2 10
C12 = (-1) det(M12) = - det(M12) = -
9 5

= -((-2).5 – 9.10) = -(-10 – 90) = 100

1+3
2 0
C13 = (-1) det(M13) = det(M13) = = (-2) .3 – 0. 9 = -6
9 3

2+1
1 8
C21 = (-1) det(M21) = -det(M21) = - = -(1.5 – 3.8 ) = -(5 – 24) = 19
3 5

2+2
4 8
C22 = (-1) det(M22) = det(M22) = = 4.5 – 9.8 = 20 – 72 = -52
9 5

2+3
4 1
C23 = (-1) det(M21) = -det(M23) = - = -( 4.3 – 1.9) = -(12 – 9) = -3
9 3

3+1
1 8
C31 = (-1) det(M31) = det(M31) = = 1.10 – 0.8 = 10 – 0 = 10
0 10

3+2
4 8
C32 = (-1) det(M32) = -det(M32) = - = -(4.10 – (-2).8) = -(40 +16) = -56
 2 10

Diktat Aljabar 21
3+3
4 1
C33 = (-1) det(M33) = det(M33) = = 4.0 – (-2).1 = 0 +2 = 2
2 0

Sehingga diperoleh perhitungan det(A) sebagai berikut,


Determinan matriks A berordo 3 berdasarkan ekspansi kofaktor pada kolom 1
Det(A) = a11. C11 + a21. C21 + a31. C31
Det(A) = 4 .(-30) + (-2).19 + 9.10
Det(A) = -120 – 38 + 90 = -68

Determinan matriks A berdasarkan ekspansi kofaktor pada baris 3


Det(A) = a31. C31 + a32. C32 + a33. C33
Det(A) = 9. 10 + 3 .(-56) + 5.2
Det(A) = 90 -168 + 10 = -68

Menghitung determinan matriks ordo 4,


 a 11 a 12 a 13 a 14 
a a 22 a 23 a 24 
misalkan diberikan matriks A = 
21

a 31 a 32 a 33 a 34 
 
a 41 a 42 a 43 a 44 

Minor dari suatu matriks A berordo 4 pada unsur (i,j) dengan notasi (Mij)
Yaitu sub matriks A yang dihasilkan dari setelah menghapus baris ke i dan kolom ke j dari
matriks A sehingga minor berukuran 3x3.
 a 11 a 12 a 13 a 14 
a a 21 a 22 a 24 
a 24  
a 34 
a 22 a 23
Minor unsur (1,3) matriks A adalah: M13 = 
21
= a 31 a 32
a 31 a 32 a 33 a 34  
  a 41 a 42 a 44 
a 41 a 42 a 43 a 44  
a 21 a 22 a 24 

Sehingga diperoleh matriks M13 = a 31 a 32 a 34 

a 41 a 42 a 44 
Kofaktor unsur (i,j) matriks A berordo 4, dinotasikan dengan Cij didefinisikan sebagai
i+j
Cij = (-1) det(Mij) untuk i,j = 1, 2, 3, 4

Sudah diketahui bahwa Aturan Sarrus hanya dapat digunakan untuk menentukan determinan
matriks ordo 3, sehingga untuk matriks berordo n>3 digunakan ekspansi minor atau ekspansi
kofaktor.

Berikut diuraikan perhitungan matriks ordo 4 dengan metode ekspansi minor dan ekspansi
kofaktor.
 a 11 a 12 a 13 a 14 
a a 22 a 23 a 24 
Diberikan matriks A = 
21

a 31 a 32 a 33 a 34 
 
a 41 a 42 a 43 a 44 
Menghitung determinan matriks A dengan metode ekspansi minor dan ekspansi kofaktor sebagai
berikut:
1. Berdasarkan baris pertama:
Ekspansi minor
Det(A) = a11.det(M11) – a12 det(M12 ) + a13.det(M13) – a14.det(M14)

Diktat Aljabar 22
4
Det(A) =  (1)
j1
1 j
a 1 j . det(M1 j )

Ekspansi Kofaktor
1+1 1+2 1+3 1+4
Det(A) = a11.(-1) det(M11) + a12 (-1) det(M12) + a13 (-1) det(M13) + a14.(-1) det(M14)
Det(A) = a11.C11 + a12 C12 + a13.C13 + a14.C14
4
Det(A) = a
j1
1j .C1 j

2. Berdasarkan baris kedua


Ekspansi Minor
Det(A) = -a21.det(M21) + a22 det(M22 ) – a23. det(M23 ) + a24. det(M24 )

Ekspansi Kofaktor
2+1 2+2 2+3
Det(A) = a21. (-1) det(M21) + a22 (-1) det(M22 ) + a23. (-1) det(M23)
2+4
+ a24.(-1) det(M24)
Det(A) = a21.C21 + a22 .C22 + a23. C23 + a24. C24
4
Det(A) = a
j1
2j .C 2 j

3. Berdasarkan baris ketiga


Ekspansi Minor
Det(A) = a31. det(M31 ) – a32 det(M32 ) + a33. det(M33 ) – a34. det(M34 )

Ekspansi Kofaktor
3+1 3+2 3+3
Det(A) = a31. (-1) det(M31) + a32 (-1) det(M32 ) + a33. (-1) det(M33)
3+4
+ a34.(-1) det(M34)
4
Det(A) = a31.C31 + a32 .C32 + a33. C33 + a34. C34 = a
j1
3j .C 3 j

4. Berdasarkan baris keempat


Ekspansi Minor
Det(A) = -a41. det(M11 ) + a42 det(M42) – a43. det(M43) + a44. det(M44)

Ekspansi Kofaktor
4+1 4+2 4+3
Det(A) = a41. (-1) det(M41) + a42 (-1) det(M42 ) + a43. (-1) det(M43)
4+4
+ a44.(-1) det(M44)
Det(A) = a41.C41 + a42 .C42 + a43. C43 + a44. C44
4
Det(A) = a
j1
4j .C 4 j

Pada perhitungan determinan matriks A berordo 4 seperti di atas dengan metode ekspansi minor
dan ekspansi kofaktor berdasarkan kolom dapat dicoba kerjakan sebagai latihan.

Contoh 6
1 0 0 0
0 0 03
Diberikan matriks A = 
1 6 2 8
 
5 0  1 4

Hitunglah determinan matriks A dengan metode ekspansi minor dan ekspansi kofaktor
berdasarkan baris dan kolom.
Penyelesaian:
Berdasarkan ekspansi kofaktor pada baris ke 1 , diuraikan sebagai berikut
Diktat Aljabar 23
4
Det (A) = a
j1
1j C1 j

= a11C11 + a12C12 + a13C13 + a14C14


= 1 * C11 + 0. C12 + 0. C13 + 0. C14
= 1 * C11 + 0 + 0 + 0
1+1
= 1. (-1) M11

0 3 0 

Det(A) = det 6 2 8 = 0.
 2 8
-3
6 8
+ 0.
6 2
= 0 – 3.(24-0) + 0 = -72
  1 4 0 4 0 1
0  1 4

Berdasarkan ekspansi minor kolom ke 2, sebagai berikut

Det(A) = -a21. det(M21 ) + a22 det(M22) – a32. det(M32) + a42. det(M42)

1 0 0
 
Det(A) = 0. det(M21 ) + 0. det(M22) – 6. 0 3 0 + 0. det(M42)
 
5  1 4

Det(A) = 0 + 0 – 6 .(1.3.4) + 0 = -6 . 12 = - 72

Determinan matriks berordo n dengan n>4


Misalkan diberikan matriks A berordo n sebagai berikut
 a 11 a 12  a 1n 
a a 22  a 2 n 
A= 
21

     
 
a n1 a n 2  a nn 

Untuk matriks yang berordo n dengan n>4 maka perhitungan determinan dengan ekspansi minor
dan ekspansi kofaktor secara analog dengan perhitungan determinan matriks ordo 4, diperoleh
sebagai berikut
1. Berdasarkan baris pertama:
Ekspansi minor
1+1 1+2 1+n
Det(A) = a11.(-1) det(M11) + a12(-1) det(M12 ) + . . . + a1n. (-1) det(M1n)
n
Det(A) =  (1)
j1
1 j
a 1 j . det(M1 j )

Ekspansi Kofaktor
1+1 1+2 1+n
Det(A) = a11.(-1) det(M11) + a12(-1) det(M12 ) + . . . + a1n. (-1) det(M1n)
Det(A) = a11.C11 + a12 C12 + . . . + a1n.C1n
n
Det(A) = a
j1
1j .C1 j

2. Berdasarkan baris kedua


Ekspansi Minor
2+1 2+2 2+n
Det(A) = a21. (-1) det(M21) + a22 (-1) det(M22 ) + . . . + a2n.(-1) det(M2n)
n
Det(A) = a
j1
2j .(1) 2 j det(M 2 j )

Ekspansi Kofaktor
Diktat Aljabar 24
2+1 2+2 2+n
Det(A) = a21. (-1) det(M21) + a22 (-1) det(M22 ) + . . . + a2n.(-1) det(M2n)
Det(A) = a21.C21 + a22 .C22 + . . . + a2n. C2n
n
Det(A) = a
j1
2j .C 2 j


3. Berdasarkan baris ke n
Ekspansi Minor
n+1 n+2 n+n
Det(A) = an1. (-1) det(Mn1) + an2 (-1) det(Mn2 ) + . . . + ann.(-1) det(Mnn)
n
Det(A) = a
j1
nj .(1) n  j det(M nj )

Ekspansi Kofaktor
n+1 n+2 n+n
Det(A) = an1. (-1) det(Mn1) + an2 (-1) det(Mn2 ) + . . . + ann.(-1) det(Mnn)
Det(A) = an1.Cn1 + an2 .Cn2 + . . . + ann. Cnn
n
Det(A) = a
j1
nj .C nj

Perhitungan determinan matriks A ordo n di atas dengan metode ekspansi minor dan ekspansi
kofaktor berdasarkan kolom dapat dicoba kerjakan sebagai latihan.

2.4. Sifat-sifat Determinan Matriks

Berikut dijelaskan sifat-sifat determinan matriks:


1. Determinan matriks segitiga sama dengan hasilkali entri – entri diagonal utamanya.

Contoh 7
1 0 4 7 0  9
0 5 12 0  5  3

0 0 7 2 0 8
Diberikan matriks B =  
0 0 0 3 6 11 
0 0 0 0 9 13 
 
0 0 0 0 0 8 

Matriks B merupakan matriks segitiga atas sehingga determinan matriks B diperoleh dari
hasilkali entri-entri diagonal utamanya.
Det(B) = 1. 5. 7. 3 . 9. 8 = 7560

2. Jika matriks A mempunyai baris atau kolom yang entrinya semuanya nol maka determinanya
nol, det(A) = 0
Contoh 8
 1 2 1 3
0 0 0 0
Diketahui matriks A = 
 8 5 1 0
 
9 2 0 8

Pada matriks A baris ke dua semua entrinya nol maka Det(A) = 0

3. Jika matriks A mempunyai dua baris atau dua kolom yang entrinya sama atau saling kelipatan
maka determinanya nol, det(A) = 0
Contoh 9

Diktat Aljabar 25
 4 2 4 7
 2 0  2 3
Diketahui matriks B = 
 1 3 1 0
 
7 2 7 5
Pada matriks B kolom ke 1 dan kolom ke 3 sama maka det(B) = 0

4. Nilai determinan tidak berubah apabila semua baris diubah menjadi kolom atau semua kolom
t
diubah menjadi baris artinya det(A ) = det(A)

5. Untuk sebarang matriks A dan matriks B berukuran n maka berlaku


det(AB) = det(A).det(B)

6. Pertukaran antara baris dengan baris atau kolom dengan kolom pada suatu matriks, maka
nilai determinan akan berubah tanda.

7. Jika semua elemen sembarang baris/kolom dikalikan dengan suatu konstanta k≠ 0, maka nilai
determinan baru = k *determinan semula.

8. Nilai determinan tidak berubah, apabila k * suatu baris/kolom ditambahkan ke baris/kolom lain
yang sesuai.

Berdasarkan beberapa sifat diatas maka metode operasi baris elementer dan metode kolom
elementer dapat digunakan untuk menghitung determinan suatu matriks berordo n.

Contoh 10
1 0 0
0
0 0 0
3
Diberikan matriks A = 
1 6 2 8
 
5 0  1 4
Dengan metode operasi baris elementer dan operasi kolom elementer hitunglah determinan
matriks A.
Penyelesaian:

1. Menentukan determinan matriks A dengan metode operasi baris elementer (OBE)


Pada metode OBE, membentuk matriks A ke matriks ekuivalennya yaitu berbentuk matriks
segitiga atas sehingga determinan yang dihasilkan adalah hasil kali elemen-elemen diagonal
utama.

1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
0 0 3 0 0 0 3 0 0 6 2 8 0 6 2 8
  
1 6 2 8 b 3 b1 0 6 2 8 b 3 b 2 0 0 3 0 b 43b 3 0 0 3 0
b 4 5 b1
5 0 1 4 0 0 1 4 0 0 1 4 0 0 0 4

Pada OBE tersebut terdapat pertukaran baris yatu pada OBE ke 3


Sehingga det(A) = -1. (1.6.3.4) = -72.

2. Untuk perhitungan determinan matriks dengan metode operasi kolom elementer diselesaikan
secara analog dengan metode operasi baris elementer. Silahkan dikerjakan sebagai latihan.

Pertanyaan:
Bagaimana jika matriksnya berordo n dengan n bilangan bulat positip besar, sehingga untuk
menentukan nilai determinan matriksnya memerlukan waktu yang sangat lama dengan metoda

Diktat Aljabar 26
ekspansi minor atau eskpansi kofaktor. Dengan demikian untuk menghitung nilai determinan
matriks dengan menggunakan sifat-sifat determinan, dalam hal ini dengan metode OBE atau
metode OKE dan Algoritmanya sebagai berikut (algoritma metode OBE)
1. letakkan elemen terbesar pada a11 , dengan pemindahan baris .
2. buat elemen-elemen pada kolom 1, baris 2, 3, 4, . . . ,n menjadi 0 semua (OBE)
3. Ulangi langkah 1 untuk elemen a22 dan buat elemen pada kolom 2, baris ke- 3, 4, .... , n
menjadi nol semua.
4. Ulangi langkah-langkah di atas sampai elemen an-1 n-1 dan bentuk elemen pada kolom n-1 dan
baris ke n menjadi nol, sehingga akhirnya diperoleh determinan matriks segitiga atas sebagai
berikut
a 11 * *  * 
0 a *  * 
 22

0 0 a 33  * 
 
     . 
 0 0 0 0 a nn 

5. Nilai det (A) = a11 * a22 * a33 * a44 * . . . * ann

Contoh 11
8 0 0 0
0 2 1 0
Hitunglah det(A), jika diberikan matriks A = 
3 6 5 4
 
4 0  1 6
Penyelesaian:
Pada matriks A terlihat bahwa elemen terbesar adalah 8, terletak pada baris pertama dan kolom
pertama

Dengan OBE I, diperoleh sbb.

8 0 0
0 8 0 0 0
0 2 0
1 0 2 1 0
   
3
3 6 5 4 b 3 8 b1 0 6 5 4
   
4 0  1 6 b 4 4 b1 0 0  1 6
8

OBE II tukar baris b2 dengan b3, diperoleh

8 0 00 8 0 0 0
0 2 10 0 6 5 4
    
0 6 5 4  b 2  b 3 0 2 1 0
   
0 0  1 6 0 0  1 6

8 0 0 0
0 6 5 4
sehingga det( A) = -
0 2 1 0
0 0 1 6
OBE III :

Diktat Aljabar 27
8 0 0 0 8 0 0 
0
0 6 5 
4 0 6 4 
5
  2

0 2 1 0  b 3 6 b 2  0 0  2 / 3  4 / 3
   
0 0  1 6 0 0 1 6 

OBE IV :
8 0 0 0  8 0 0 0 
0 6 5 4   0 6 5 4 
    
0 0  2 / 3  4 / 3 b 4 2 b3 0
3
0  2 / 3  4 / 3
   
0 0 1 6  0 0 0 8 

Jadi det(A) = - (8 * 6 * (-2/3) * (8) = 64 * 4 = 256

Pada operasi kolom elementer (OKE) analog dengan metode OBE hanya saja dalam hal ini yang
dioperasikan adalah kolom-kolomnya.
8 0 0 0
0 2 1 0
sehingga perhitungan determinan matriks A =  dengan metode OKE
3 6 5 4
 
4 0  1 6
adalah sebagai berikut,

OKE I, diperoleh
8 0 0 0 8 0 00
0 2 1 0 0 2 0
0
 1

3 6 5 4 k 3  2 k 2 3 6 2 4
   
4 0  1 6 4 0  1 6

OKE II , diperoleh
8 0 0 0 8 0 00
0 2 0 
0 0 2 0
0
   
3 6 2 4 k 4  2 k 3  3 6 2 0
   
4 0  1 6 4 0  1 8

Jadi diperoleh det(A) = 8*2*2*8 = 256

Dengan demikian menggunakan OBE atau OKE dengan tujuan untuk membawa matriks A ke
bentuk matrik eselon baris atau eselon kolom yaitu membentuk matriks segitiga sehingga
memudahkan untuk menghitung determinan matriks tersebut.
Dalam hal ini apabila matriks merupakan matriks segitiga maka determinan matriksnya adalah
hasil kali entri-entri diagonal matriks.

Diktat Aljabar 28
Soal Latihan
Hitunglah determinan matriks berikut dengan metode yang ada
5 0 8

1. A= 2 1 3

 0 2 1
1 2 34
3 5 67 
2. B  
8 1 2 12 
 
6 10 12 14 

2 4 6
7
1 2 1 
1
3. C  
5 6 2 3 
 
4 1 0 1

3.5. Perhitungan Invers Matriks

Sudah dijelaskan di atas bahwa syarat suatu matriks mempunyai invers yaitu matriks tersebut
mempunyai determinan tidak sama dengan nol atau matriksnya nonsingular.
Pada pembahasan disini, dijelaskan beberapa metode menentukan invers matriks.
Misalkan pada invers matriks berordo 2 sudah tidak asing lagi dan sudah seringkali dijumpai.
 a 11 a 12 
matriks A = a  maka matriks A mempunyai det(A) = a11.a22 – a12.a21  0,
 21 a 22 
-1
sehingga matriks A mempunyai invers misalkan A

-1 1  a 22  a 12 
det(A)  a 21 a 11 
dan invers matriks A adalah A = .

Untuk matriks berordo n maka ada beberapa metode menentukan Invers Matriks antara lain
1. Metode Adjoint

Diberikan matriks A berordo n maka


-1 1 .
A = . Adj(A)
det(A)
T
 c11 c12  c1n 
c c 22  c 2 n 
dengan Adj(A) = 
21

     
 
 c n1 c n 2  c nn 
i+j
cij = (-1) det(Mij) , dengan i,j = 1,2,3, . . . , n

Contoh 12

Diktat Aljabar 29
 1 0 5

Dengan metoda Adjoint , hitunglah invers matriks A = 1 2 0 .

 2  1 2
Jawab:
-1 1 .
A = . Adj(A)
det(A)
2 0 1 0 1 2
Det(A) = -1. + 0. -5 = (-1).4 + 0 – 5 (-1 – 4) = 21
1 2 2 2 2 1

T
 c11 c12 c13 

Adj(A) = c 21 c 22 c 23 

c 31 c 32 c 33 
i+j
cij = (-1) det(Mij) dengan i,j = 1, 2, 3

1+1
2 0 2+1
0 5
c11 = (-1) det(M11) = 1. =4 ; c21 = (-1) det(M21) = -1. = -5
1 2 1 2

1+2
1 0 2+2
1 5
c12 = (-1) det(M12) = -1. = -2 ; c22 = (-1) det(M22) = 1. = -12
2 2 2 2

1+3
1 2 2+3
1 0
c13 = (-1) det(M13) = 1. = -5 ; c23 = (-1) det(M23) = -1. = -1
2 1 2 1

3+1
0 5
c31 = (-1) det(M31) = 1. = -10
2 0

3+2
1 5
c32 = (-1) det(M32) = -1. =5
1 0

3+3
1 0
c33 = (-1) det(M33) = 1. = -2
1 2

 2  5
T
 4

diperoleh Adj(A) =  5  12  1

 
 10 5  2

 2  5
T
 4
1 1  
.  5  12  1
-1
A = . Adj(A) =
det(A) 21  
 10 5  2

Diktat Aljabar 30
4  5  10
1 
-1
A = .  2  12
 5 
21
  5  1  2 

Contoh 13
 2 1 2
 
Diberikan matriks A =  3 2 2  , tentukan adj(A) dan A
-1

1 2 3
 
Jawab :
Untuk perhitungannya analog dengan contoh 1 sebelumnya, silahkan dicoba sebagai latihan.

Det(A) = 5

1  2
T
 c11 c12 c13  2

Adj(A) = c 21 c 22
 
c 23  =  7 4 2 

c 31 c 32 c 33   4  3 1 
-1
Dengan metode adjoint maka diperoleh A sebagai berikut

2 1  2
1
A
-1
= 7 4 2 
5
 4  3 1 

2. Metode Operasi Baris Elementer ( OBE )

Pada metode ini maka matriks A dibawa ke bentuk matriks tereduksi (Metode Eliminasi
Gauss-Jordan).
Pada metode ini diperlukan langkah-langkah sbb:
1. Diberikan matriks A berordo n,
 a 11 a 12  a in 
a a 22  a 2 n 
Dengan A = 
21

     
 
a n1 a n 2  a nn 

Bentuk matriks lengkap (augmented matrix) yaitu [ A  I ],


Pada matriks A sehingga matriks augmentednya sebagai berikut
 a 11 a 12  a in 1 0  0
 
a 21 a 22  a 2n 0 1  
        0
 
a n1 a n 2  a nn 0  0 1

2. Terapkan operasi baris elementer (OBE) pada matriks [ A  I ] sehingga matriks A


-1
membentuk matriks tereduksi dan matriks Identitasnya pada sisi kanan adalah A ,
-1
matriks akhir berbentuk [ I | A ].

Diktat Aljabar 31
Contoh 14
2 3  1 1
0 1 0 4
Hitunglah invers matriks B = 
0 0  1 0
 
0 0 0 3
dengan metode operasi baris elementer (OBE).

Penyelesaian
1. Bentuk matriks augmend-nya yang terdiri matriks A dengan matriks I,

2 3  1 1 1 0 0 0
0 1 0 4 0 1 0 0
sebagai berikut 
0 0  1 0 0 0 1 0
 
0 0 0 3 0 0 0 1

2. Dengan metode OBE ubah matriks augmentednya ke bentuk matriks tereduksi, sebagai
berikut;

2 3 1 1 1 0 0 0 1 3 / 2  1 / 2 1 / 2 1 / 2 0 0 0
  0 1
0 1 0 4 0 1 0 0  0 4 0 1 0 0
0 0 1 0 0 0 1 0 
b1 / 2 0 0 1 0 0 0 1 0
   
0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 0 3 0 0 0 1

1 0  1 / 2  11 / 2 1 / 2  3 / 2 0 0
0 1 0 4 0 1 0 0
 
b1 ( 3 / 2 ) b 2 0 0 1 0 0 0 1 0
 
0 0 0 3 0 0 0 1

1 0  1 / 2  11 / 2 1 / 2  3 / 2 0 0
0 1 0 4 0 1 0 0

 (1) b 3 0 0 1 0 0 0  1 0
 
0 0 0 3 0 0 0 1

1 0 0  11 / 2 1 / 2  3 / 2  1 / 2 0
0 1 0 4 0 1 0 0
 
b1 (1 / 2 ) b 3 0 0 1 0 0 0  1 0
 
0 0 0 3 0 0 0 1

1 0 0  11 / 2 1 / 2  3 / 2  1 / 2 0 
0 1 0 4 0 1 0 0 

(1 / 3) b 4 0 0 1 0 0 0 1 0 
 
0 0 0 1 0 0 0 1 / 3

Diktat Aljabar 32
1 0 0 0 1 / 2  3 / 2  1 / 2 11 / 6 
0 1 0 0 0 1 0  4 / 3
 
b1 (11/ 2 ) b 4 0 0 1 0 0 0 1 0 
b 2 4b 4  
0 0 0 1 0 0 0 1/ 3 
-1
I B

1 / 2  3 / 2  1 / 2 11 / 6 
 0 1 0  4 / 3
Jadi diperoleh B = 
-1

 0 0 1 0 
 
 0 0 0 1/ 3 

Contoh menghitung invers matriks dengan MATLAB


>> %menghitung invers matriks dengan Operasi Elementer Baris
>> A=[2 3 4 10; -5 9 20 7; 0 -3 9 8; 4 11 9 2]
A=
2 3 4 10
-5 9 20 7
0 -3 9 8
4 11 9 2
>> %menghitung invers matriks dengan sytax “B = inv(A)
>> B=inv(A)

B=

-0.0538 -0.1099 0.1284 0.1396


0.0691 0.0357 -0.1201 0.0101
-0.0884 0.0029 0.0960 0.0479
0.1254 0.0101 -0.0280 -0.0501

>> %Dengan Operasi Baris Elementer


>> %pembentukan matriks diperbesar MA = [A ; I]
>> MA=[2 3 4 10 1 0 0 0; -5 9 20 7 0 1 0 0; 0 -3 9 8 0 0 1 0; 4 11 9 2 0 0 0 1]

MA =

2 3 4 10 1 0 0 0
-5 9 20 7 0 1 0 0
0 -3 9 8 0 0 1 0
4 11 9 2 0 0 0 1

>> MA(1,:)= (1/2)*MA(1,:)

MA =

1.0000 1.5000 2.0000 5.0000 0.5000 0 0 0


-5.0000 9.0000 20.0000 7.0000 0 1.0000 0 0
0 -3.0000 9.0000 8.0000 0 0 1.0000 0
4.0000 11.0000 9.0000 2.0000 0 0 0 1.0000

>> MA(2,:)= MA(2,:)+5*MA(1,:);


>> MA(4,:)= MA(4,:)-4*MA(1,:)

MA =

1.0000 1.5000 2.0000 5.0000 0.5000 0 0 0


Diktat Aljabar 33
0 16.5000 30.0000 32.0000 2.5000 1.0000 0 0
0 -3.0000 9.0000 8.0000 0 0 1.0000 0
0 5.0000 1.0000 -18.0000 -2.0000 0 0 1.0000

>> MA(2,:)= (1/16.5)*MA(2,:)

MA =

1.0000 1.5000 2.0000 5.0000 0.5000 0 0 0


0 1.0000 1.8182 1.9394 0.1515 0.0606 0 0
0 -3.0000 9.0000 8.0000 0 0 1.0000 0
0 5.0000 1.0000 -18.0000 -2.0000 0 0 1.0000

>> MA(1,:)= MA(1,:)-1.5*MA(2,:);


>> MA(3,:)= MA(3,:)+3*MA(2,:);
>> MA(4,:)= MA(4,:)-3*MA(2,:)

MA =

1.0000 0 -0.7273 2.0909 0.2727 -0.0909 0 0


0 1.0000 1.8182 1.9394 0.1515 0.0606 0 0
0 0 14.4545 13.8182 0.4545 0.1818 1.0000 0
0 2.0000 -4.4545 -23.8182 -2.4545 -0.1818 0 1.0000

>> MA(4,:)= MA(4,:)-2*MA(2,:)

MA =

1.0000 0 -0.7273 2.0909 0.2727 -0.0909 0 0


0 1.0000 1.8182 1.9394 0.1515 0.0606 0 0
0 0 14.4545 13.8182 0.4545 0.1818 1.0000 0
0 0 -8.0909 -27.6970 -2.7576 -0.3030 0 1.0000

>> MA(3,:)= MA(3,:)*(1/14.4545)

MA =

1.0000 0 -0.7273 2.0909 0.2727 -0.0909 0 0


0 1.0000 1.8182 1.9394 0.1515 0.0606 0 0
0 0 1.0000 0.9560 0.0314 0.0126 0.0692 0
0 0 -8.0909 -27.6970 -2.7576 -0.3030 0 1.0000

>> MA(1,:)= MA(1,:)+0.7273*MA(3,:);


>> MA(2,:)= MA(2,:)-1.8182*MA(3,:);
>> MA(4,:)= MA(4,:)+8.0909*MA(3,:)

MA =

1.0000 0 0.0000 2.7862 0.2956 -0.0818 0.0503 0


0 1.0000 -0.0000 0.2012 0.0943 0.0377 -0.1258 0
0 0 1.0000 0.9560 0.0314 0.0126 0.0692 0
0 0 0.0000 -19.9622 -2.5031 -0.2013 0.5597 1.0000

>> MA(4,:)= MA(4,:)*(-1/19.9622)

MA =

1.0000 0 0.0000 2.7862 0.2956 -0.0818 0.0503 0

Diktat Aljabar 34
0 1.0000 -0.0000 0.2012 0.0943 0.0377 -0.1258 0
0 0 1.0000 0.9560 0.0314 0.0126 0.0692 0
0 0 -0.0000 1.0000 0.1254 0.0101 -0.0280 -0.0501

>> MA(1,:)= MA(1,:)-2.7862*MA(4,:);


>> MA(2,:)= MA(2,:)-0.2012*MA(4,:);
>> MA(3,:)= MA(3,:)-0.9560*MA(4,:)
MA =

1.0000 0 0.0000 -0.0000 -0.0538 -0.1099 0.1284 0.1396


0 1.0000 -0.0000 0.0000 0.0691 0.0357 -0.1201 0.0101
0 0 1.0000 -0.0000 -0.0884 0.0029 0.0960 0.0479
0 0 -0.0000 1.0000 0.1254 0.0101 -0.0280 -0.0501

>> B=inv(A)

B=

-0.0538 -0.1099 0.1284 0.1396


0.0691 0.0357 -0.1201 0.0101
-0.0884 0.0029 0.0960 0.0479
0.1254 0.0101 -0.0280 -0.0501

>> % Inver Matriks A berdasarkan Opersi Elementer Baris


B=
-0.0538 -0.1099 0.1284 0.1396
0.0691 0.0357 -0.1201 0.0101
-0.0884 0.0029 0.0960 0.0479
0.1254 0.0101 -0.0280 -0.0501 %

3. Metode Operasi kolom elementer (OKE)


Pada metode ini bentuk matriks augmentednya berupa matriks kolom dan operasinya
digunakan operasi kolom elementer, yang analog dengan metode baris elementer.

4. Perkalian matriks-matriks elementer


Matriks elementer merupakan matriks yang diperoleh dari matriks identitas I dengan
melakukan suatu operasi baris elementer atau operasi kolom elementer.

Notasi
Ei : matriks elementer jenis i yang diperoleh dari perubahan Matriks I melalui operasi baris
elementer.

Contoh 15
1 0 0
 
Diberikan matriks identitas I =  0 1 0  ,
0 0 1
 
Pada matriks I di atas jika baris kedua ditambah baris pertama diperoleh matriks
1 0 0
 
baru E   1 1 0  , Matriks E1 disebut matriks elementer jenis 1.
1
0 0 1
 
Definisi
Matriks B dikatakan ekivalen baris (row equivalent) dengan matriks A jika terdapat baris
matriks-matriks elementer E1, E2 , . . . ,Ek sehingga B = Ek Ek-1,…, E1 A, dengan kata lain matriks

Diktat Aljabar 35
B ekivalen baris dengan matriks A jika matriks B dapat diperoleh dari matriks A melalui
operasi – operasi baris elementer yang berhingga banyaknya.

Perhitungan invers matriks A dengan metode perkalian matriks-matriks elementer diberikan


sebagai berikut:
Dari definisi karena matriks I ekuivalen dengan matriks A, sedemikian terdapat barisan matriks-
matriks elementer E1, E2 ,…, Ek sehingga I = Ek Ek-1,…, E1 A
Diperoleh
-1
A = Ek Ek-1 … E2 E1

Sifat-sifat invers matriks


-1 -1
Diketahui matriks A dan B berukuran sama dan mempunyai invers masing-masing A dan B
maka berlaku sifat-sifat berikut
1. AB mempunyai invers
-1 -1 -1
2. (AB) = B A
0
3. A = I dan
n
A =A A 
 A dengan (n≥0)
n faktor
1 1 1

-n -1 n
A = (A ) = A
 A A

n faktor
Pangkat matriks
Jika A matriks persegi dan r, s : bilangan bulat, maka:
r s r+s
1. A A = A
r s rs
2. (A ) = A

Sifat:
-1 -1 -1
1. A invertible dan (A ) = A
n n -1 -1 n
2. A invertible dan (A ) = (A ) , n = 0,1,2,…
-1 1 -1
3. Untuk sebarang skalar tak nol k, matriks kA invertible dan (kA) = .A
k
4. Invers Matriks Diagonal
d 1 0  0
0 d 2   
Jika D matriks diagonal D = 
   0
 
0  0 dn 

1 
d 0  0
 1 
0 1
  
maka inversnya D =  
-1
d2
   0
 1
0  0 
 d n 

5. Pangkat Matriks Diagonal


Jika D matriks diagonal, maka pangkatnya adalah

Diktat Aljabar 36
d 1 k 0  0 
 k 
  
D = 
k 0 d2
    0 
 k
 0  0 d n 

Beberapa aplikasi
1. Determinan matriks dapat diaplikasikan diantaranya pada penentuan invers suatu matriks,
menyelesaiakan sistem persamaan linear.
2. Invers matriks dapat diaplikasikan diantaranya pada penentuan solusi SPL pada pembahasan
lebih lanjut.

Aplikasi determinan dan invers matriks pada persandian


Pada Pembacaan Sandi
1. Proses penyandian pesan mengganti huruf A sampai z dengan bilangan 1 sampai 26 dan
spasi dengan bilangan nol. Setelah diubah menjadi bilangan, selanjutnya bilangan dipecah
menjadi kelompok tiga-tiga dan diacak dengan mengalikannya dengan matriks.

 3 5 6  0 1 2

A = 1 2 2  dan A-1 =  1 3 0
  
 1  1  1  1  2 1

Pesan SUPPLIES LOW


- Diubah sebagai rangkaian nilai : 19, 21, 16 , 16, 12, 9, 5, 19, 0, 12, 15, 23
- Dengan matriks A diubah menjadi
19   144 
  
A* 21 = 55

   
16  18

16  66 
   
A* 12 = 26
   
 9   5

 5   80 
  
A* 19 = 33

   
 0  14

12   177 
  
A* 15 = 64

   
 23  26

- Selanjutnya pesan tersebut dikirim menjadi serangakian bilangan-bilangan


144, 55, -18 , 66, 26, -5, 80, 33, -14, 177, 64, -26
-1
- Penerima pesan harus menggunakan matriks pembuka sandi yaitu matriks A dan
mengembalikan huruf ke bilangan–bilangan tersandikan,

Diktat Aljabar 37
 144  19   66  16  80   5 
-1    -1     -1 
A * 55 = 21 , A * 26 = 12 , A * 33 = 19
  
           
18 16   5  9  14  0 

 177  12 
-1   
A * 64 = 15
   
 26  23

2. Menerjemahkan kembali bilangan-bilangan berikut dengan matriks


0 1 2

A = 1 3
-1
0 dan bilangannya adalah sebagai berikut

 1  2 1

217, 79, -39, 78, 27, -13, 125, 42, -21, 26, 10, -5, 1, 5, 9

Langkah awal yaitu menyusun bilangan tersebut ke dalam kolom-kolom dan dikembalikan
-1
dengan pembuka sandi A sebagai berikut

 217   1   78   1   125   0 
-1    -1    
A * 79 = 20 , A * 27 = 3 , A * 42 = 1
-1    
           
 39  20 13 11  21  20

 26  0  1   23
-1    -1  
A * 10 = 4 dan A * 5 = 14
 
       
 5 1  9   0 

Dengan demikian menghasilkan rangkaian bilangan ,


1, 20, 20, 1, 3, 11, 0, 1, 20, 0, 4, 1, 23, 14, 0

Langkah selanjutnya adalah membaca pesan dengan menerjemahkan rangkaian bilangan


yang dihasilkan dan diperoleh pesan
ATTACK AT DAWN.

Perhitungan determinan dan invers matriks dengan software MATLAB


Apabila masalah yang dihadapi yaitu menentukan invers dan determinan untuk matriks berukuran
besar, sehingga untuk menyelesaikan secara analitis dibutuhkan waktu yang cukup lama, dengan
demikian digunakan software yang terkait untuk menyelsaikan masalh-masalh matriks salah
satunya yaitu dengan software MATLAB.

Contoh 16
Dengan menggunakan MATLAB tentukan invers matriks berikut

 1 2 3 5 3 6
   
A =  6 29 20 dan B = 12 45 14 
  2 10 30 10 3 20
   

Jawab:
% Menulis matriks

Diktat Aljabar 38
A = [ 1 2 3; 6 29 20 ; -2 10 30];
B = [ 5 3 6; 12 45 14; 10 3 20];

% invers matriks
M = inv(A); N = inv(B);

% Determinan
P = det(B); S = det(A);

%Nilai eigen
lamda = eig(A); I = inv(A)*A;

% Melihat output
A, B, M, N, P, S, lamda, I
Keterangan : tanda % hanya merupakan keterangan jika diperlukan tidak diproses MATLAB.

Hasil program:
Penulisan matriksnya
A= 1 2 3
6 29 20
-2 10 30

B= 5 3 6
12 45 14
10 3 20

Invers matriks :

M = 1.1473 -0.0514 -0.0805


-0.3767 0.0616 -0.0034
0.2021 -0.0240 0.0291
N=
0.5697 -0.0279 -0.1514
-0.0664 0.0266 0.0013
-0.2749 0.0100 0.1255

Determinan :
P = 1506; S = 584

Nilai eigen matriks A


lamda =
0.8696
15.3342
43.7962

matriks Identitas I = inv(A)*A;


I=
1.0000 0.0000 0.0000
-0.0000 1.0000 -0.0000
0.0000 0 1.0000

Contoh 17
Akan dikirim pesan SEND MONEY, kode pesan masing-masing huruf
5 8 10 21 7 2 10 8 3
1 2 1
 
Digunakan matriks A =  2 5 3 
 2 3 2
 

Diktat Aljabar 39
dan elemen matriks B merupakan urutan angka 5 8 10 disusun dalam kolom pertama, 21
7 2 kolom kedua dan 10 8 3 kolom ketiga seperti berikut
 5 21 10 
 
B = 8 7 8
10 2 3 
 

Pengolahan menggunakan MATLAB ;


Nama file ; kodetrik.m
A=
1 2 1
2 5 3
2 3 2

B=
5 21 10
8 7 8
10 2 3

Hasilkali matriks A dengan matrks B


D = A*B
D = 31 37 29
80 83 69
54 67 50

Invers Matriks A
M = Invers A
M=
1 -1 1
2 0 -1
-4 1 1

L = Inv A * D
L = 5 21 10
8 7 8
10 2 3

2.6. Soal-soal Latihan

1. Untuk masing-masing matriks berikut, hitunglah det (A) dan adj(A) dengan metode yang ada
1 2 3
4  5  
i. A =   ii. A =  4 8  7
 
3 3   7 10 4 
0 1 2 3
1 1 1 1 
iii. A = 
 2  2 0 1 
 
2 2 2 2
2 5 0 0
0 2 1 0 
2. Misalkan pada matriks A diketahui adj (A) = 
0 4 3 2
 
0 0 0  8

Diktat Aljabar 40
i. Hitunglah det (A)
ii. Hitunglah matriks A dan invers matriksnya

3. Buat contoh matriks ordo 4 dan ordo 5 dengan entri bilangan real, tentukan determinan dan
invers matriks tersebut dengan metode yang sudah diberikan .

4. Pada soal no.1 tentukan invers matriksnya jika ada.

Diktat Aljabar 41
Contoh

>> B=[5 8 10 25 7; -2 0 3 9 2; 11 12 7 -5 8; -1 0 3 2 6; 10 4 12 -3 0]

B=

5 8 10 25 7

-2 0 3 9 2

11 12 7 -5 8

-1 0 3 2 6

10 4 12 -3 0

>> B=[5 8 10 25 7; -2 0 3 9 2; 11 12 7 -5 8; -1 0 3 2 6; 10 4 12 -3 0];

>> det(A)

Undefined function or variable 'A'.

>> det(B)

ans =

-3.0864e+04

>> tr(B)

Undefined function 'tr' for input arguments of type 'double'.

>> trace(B)

ans =

14

Diktat Aljabar 42
>> trace(B')

ans =

14

>> C =B'

C=

5 -2 11 -1 10

8 0 12 0 4

10 3 7 3 12

25 9 -5 2 -3

7 2 8 6 0

>> inv(B)

ans =

0.2159 -0.7175 -0.1580 0.1979 0.0421

-0.1488 0.5693 0.2043 -0.2886 -0.0654

-0.1128 0.3795 0.0525 -0.0649 0.0680

0.0702 -0.1146 -0.0442 0.0152 -0.0079

0.0689 -0.2711 -0.0378 0.2271 -0.0244

>> C=[4 2; 6 -3]

Diktat Aljabar 43
C=

4 2

6 -3

>> D=[ 0 1 2; 1 0 3; 2 3 0]

D=

0 1 2

1 0 3

2 3 0

>> inv(D)

ans =

-0.7500 0.5000 0.2500

0.5000 -0.3333 0.1667

0.2500 0.1667 -0.0833

>> D*inv(D)

ans =

1 0 0

0 1 0

0 0 1

Diktat Aljabar 44
>> DA = [0 1 2 1 0 0; 1 0 3 0 1 0; 1 3 0 0 0 1]

DA =

0 1 2 1 0 0

1 0 3 0 1 0

1 3 0 0 0 1

>> DA=DA([2,1,3],:)

DA =

1 0 3 0 1 0

0 1 2 1 0 0

1 3 0 0 0 1

>> DA=DA([1,3,2],:)

DA =

1 0 3 0 1 0

1 3 0 0 0 1

0 1 2 1 0 0

>> DA(2,:)= DA(2,:)-DA(1,:)

DA =

1 0 3 0 1 0

Diktat Aljabar 45
0 3 -3 0 -1 1

0 1 2 1 0 0

>> DA(2,:)= (1/3)*DA(2,:)

DA =

1.0000 0 3.0000 0 1.0000 0

0 1.0000 -1.0000 0 -0.3333 0.3333

0 1.0000 2.0000 1.0000 0 0

>> DA(3,:)= DA(3,:)-DA(2,:)

DA =

1.0000 0 3.0000 0 1.0000 0

0 1.0000 -1.0000 0 -0.3333 0.3333

0 0 3.0000 1.0000 0.3333 -0.3333

>> DA(3,:)= (1/3)*DA(3,:)

DA =

1.0000 0 3.0000 0 1.0000 0

0 1.0000 -1.0000 0 -0.3333 0.3333

0 0 1.0000 0.3333 0.1111 -0.1111

>> DA(1,:)= DA(1,:)-3*DA(3,:)

Diktat Aljabar 46
DA =

1.0000 0 0 -1.0000 0.6667 0.3333

0 1.0000 -1.0000 0 -0.3333 0.3333

0 0 1.0000 0.3333 0.1111 -0.1111

>> DA(2,:)= DA(2,:)+DA(3,:)

DA =

1.0000 0 0 -1.0000 0.6667 0.3333

0 1.0000 0 0.3333 -0.2222 0.2222

0 0 1.0000 0.3333 0.1111 -0.1111

Diktat Aljabar 47
BAB III
SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( SPL )

3.1. Kompetensi

Sejumlah m persamaan linear dengan m vareabel pada persamaan linear tersebut


membentuk suatu sistem yang disebut sistem persamaan linear. Sistem persamaan linear terdiri
dari dua yaitu sistem persamaan linear non homogen dan sistem persamaan linear homogen.
Pembahasan mengenai sistem persamaan linear meliputi keberadaan solusi sistem, jenis solusi
sistem dan metode penentuan solusi. Suatu sistem yang memiliki solusi maka sistemnya bersifat
konsisten dan jika sistem tidak memiliki solusi dikatakan bahwa sistem tersebut tidak konsisten.
Diberikan beberapa metode menentukan solusi baik pada SPL non Homogen maupun SPL
homogen. Diakhir materi ini untuk menguji kemampuan mahasiswa, diberikan soal-soal latihan.
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan dan
menyelesaikan permasalahan pada SPL baik SPL non homogen dan SPL homogen. dengan
metode-metode yang sudah diberikan serta mampu menyelesaikan masalah–masalah real yang
terkait.

3.2. Pengertian dan Konsep Sistem Persamaan Linear

Bentuk umum sistem persamaan linear yang terdiri m persamaan dan n peubah sebagai berikut:

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 + . . . + a1n xn = b1


a21 x1 + a22 x2 + a23 x3 + . . . + a2n xn = b2

am1 x1 + am2 x2 + am3 x3 + . . . + amn xn = bm

Sistem Persamaan Linear diatas dapat ditulis dalam bentuk AX = B, dengan A matriks koefisien, X
matriks peubah dan B matriks hasil, adapun pembentukannya sebagai berikut
 a 11 a 13  a 1n   x 1   b1 
a a 22  a 2 n   x 2   b 2 
 21 
          
    
a m1 a m2  a mn   x n  b m 

A.X = B
 a 11 a 13  a 1n 
a a 22  a 2 n 
dengan matriks koefisien A = 
21
,
     
 
a m1 a m2  a mn 

 x1   b1 
x  b 
matriks vareabel X =   dan matriks hasil B =  2
2

    
   
x n  b m 

Diktat Aljabar 48
Pengertian sistem persamaan linear yaitu kumpulan persamaan linear yang terdiri dari dua
persamaan linear atau lebih. Dengan kata lain sistem persamaan linear paling sedikit terdiri dari
dua persamaan linear.

Penyelesaian Sistem Persamaan Linear


Penyelesaian sistem persamaan linear yaitu menentukan jawaban dari nilai-nilai vareabel X yang
memenuhi sistem persamaan.

Berikut ditampilkan diagram jenis-jenis solusi SPL ( sistem persamaan linear )

Mempunyai penyelesaian TUNGGAL


disebut KONSISTEN
SPL BANYAK
Tidak mempunyai penyelesaian
disebut TIDAK KONSISTEN

Bentuk SPL yang dapat diilustrasikan secara grafik terbatas hanya SPL yang terdiri dari dua
vaerabel bebas atau tiga vareabel bebas. (misalnya SPL berdimensi 2 yang terdiri 2 persamaan
dan 2 vareabel bebas serta SP berdimensi tiga yang terdiri 3 persamaan dan 3 vareabel bebas)

Bentuk umum SPL dengan 2 persamaan dan 2 variabel, sebagai berikut


a1 x + b1 y = c1
a2 x + b2 y = c2

Dengan metode grafik, maka bentuk grafik persamaan linear dengan dua peubah adalah
berbentuk kurva garis lurus, sehingga jika pada sistem terdiri dari dua persamaan maka solusi
sistem atau penyelesaian sistem adalah titik potong kedua kurva dari persamaan tersebut.

Jenis solusi untuk SPL dengan dua persamaan dan dua peubah.
Diberikan bentuk SPL sebagai berikut
a1 x + b1 y = c1
a2 x + b2 y = c2

Maka jenis solusinya adalah


1. Mempunyai solusi tunggal jika memenuhi
a1 b1 c1
 
a 2 b2 c 2

2. Mempunyai solusi banyak jika memenuhi


a1 b1 c1
 
a 2 b2 c 2

3. Tidak mempunyai solusi jika memenuhi


a1 b1 c1
 
a 2 b2 c 2

Diktat Aljabar 49
Berikut secara grafik ditampilkan 3 jenis solusi SPL dengan dua peubah
kedua garis sejajar kedua garis berpotongan kedua garis berhimpit

Pada sistem persamaan linear terdiri dari dua garis sejajar maka SPL tidak punya solusi, jika
kedua garis berpotongan maka kedua persamaan mempunyai penyelesaian tunggal yaitu pada titik
potongnya. Selanjutnya mempunyai solusi banyak apabila kedua garis saling berhimpitan.

Lebih lanjut, untuk SPL berdimensi n terdiri dari n vareabel dan n persamaan, mempunyai bentuk
umum sbb.
A.X = B
 a 11 a 13  a 1n   x1   b1 
a a 22  a 2 n  x  b 
Dengan matriks koefisien A =   2  dan B =  2
21
, X=
         
     
a n1 a n 2  a nn  x n  b n 

Sistem persamaan linear berdimensi n mempunyai solusi tunggal jika dan hanya jika dipenuhi
det(A) ≠ 0.

Bentuk matriks augmented atau matriks diperbesar atau disebut juga matriks lengkap dari SPL di
atas yaitu

 a 11 a 12  a 1n b1 
a  a 2n b 2 
 21 a 22
     
 
a n 1 a n 2  a nn bn 

Pada SPL yang menjadi permasalahan adalah menentukan solusi sistem dalam hal ini adalah
menentukan vareabel X yang memenuhi sistem persamaan linear tersebut.
Terdapat beberapa metode untuk menentukan solusi SPL, yang akan di bahas satu persatu
sebagai berikut.

3.3. Metode Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss Jordan

Sistem ekivalen
Matriks lengkap atau matriks augmented dari dua sistem persamaan linear merupakan dua
matriks yang ekivalen baris, hanya jika kedua sistem persamaan linear tersebut mempunyai
penyelesaian yang sama. Artinya dengan operasi baris elementer maka dapat mengubah matriks
augmented suatu sistem persamaan linear menjadi suatu matriks augmented dari sistem
persamaan linear lain sedemikian mudah dicari penyelesaiannya. Matriks yang diperoleh dari
proses operasi baris elementer disebut matriks Eselon baris.

Diktat Aljabar 50
Selanjutnya operasi baris elemeneter (OBE) digunakan untuk menentukan solusi SPL
dengan metode Eliminasi Gauss maupun Eliminasi Gauss-Jourdan.

Menentukan solusi SPL dengan Metode Eliminasi Gauss


Pada metode eliminasi Gauss digunakan operasi baris elementer, sehingga membentuk matriks
eselon baris.

Matriks Eselon
Pengertian suatu matriks B disebut matriks eselon jika mempunyai sifat berikut:
1. Jika ada suatu baris yang hanya terdiri dari bilangan nol saja, maka baris tersebut terletak
sesudah baris yang memuat elemen tak nol.

2. Pada setiap baris dari matriks B yang mempunyai elemen tak nol, elemen tak nol yang
pertama harus terletak di kolom sebelah kanan elemen tak nol dari baris sebelumnya.

Contoh 1
1 0 3 1 7

Diberikan matriks A = 0 1  2 3 5

 
0 0 0 0 0

Matriks A tersebut merupakan matriks eselon sebab elemen pada baris ke-1 dan kolom ke 1
elemennya tidak nol dan pada kolom ke-1 baris ke-2 dan ke-3 semua nol, pda baris ke-2 dan
kolom ke-2 adalah satu, dan pda kolom ke – 2 baris ke -3 nol.

Elemen tak nol pertama dari suatu baris disebut elemen utama atau elemen pivot. Misalkan
matriks lengkap dari suatu sistem persamaan linear berbentuk matriks eselon, maka penyelesaian
sistem persamaan linear tersebut mudah diselesaikan dengan langkah mundur. Peubah yang
berkaitan dengan elemen pivot disebut peubah tak bebas, sedangkan peubah lainnya disebut
peubah bebas.

Pada metode eliminasi gauss mengubah sebarang matriks augmented menjadi matriks eselon
dengan operasi baris elementer.

Contoh 2.
Selesaikan sistem persamaan linear dibawah dengan menggunakan Eliminasi Gauss.
x +2y +z =0
3x + 8 y + 7 z = 8
2x + 7 y + 9 z = 15

Penyelesaian:
Matriks lengkap atau matriks augmented:

1 2 1 0 

A= 3 8 7 8

 
2 7 9 15

Dengan melakukan operasi baris elementer sbb.

1 2 1 0  1 2 1 0  1 2 1 0 
3 8 7 8   0 2 4 8   0 2 4 8 
  b 2 3 b1   b 3 2 b1  
2 7 9 15 2 7 9 15 0 3 7 15

Diktat Aljabar 51
1 2 1 0  1 2 1 0  1 2 1 0
0 2 4 8  0 1 2 4   0 1 2 4
  1/ 2b 2   b 3 3 b 2  
0 3 7 15 0 3 7 15 0 0 1 3

Matriks terakhir merupakan matriks lengkap dari sistem persamaan linear sbb:
x + 2y + z = 0
y + 2z = 4
z=3
sehingga diperoleh solusi z = 3 ; y = -2 dan x = 1

Metode Eliminasi Gauss-Jordan

Matriks tereduksi
Matriks tereduksi adalah matriks eselon yang mempunyai sifat:
1. Setiapb elemen pivotnya bernilai satu.
2. Setiap elemen pivot merupakan satu-satunya elemen tak nol pada kolom tersebut.

Contoh 3.
1 0  3 2 7

Diberikan matriks A = 0 1 1 6 5

0 0 0 0 0
Matriks A merupakan contoh matriks terduksi.

Algoritma untuk mengubah sebarang matriks menjadi matriks tereduksi dengan operasi baris
elementer disebut eliminasi Gauss- Jordan.

Contoh 4.
Dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan, selesaikan sistem persamaan linear berikut
x1 + x2 + x3 + x4 = 12
x1 + 2x2 + 5x4 = 17
3x1 + 2x2 + 4x3 - x4 = 31

Penyelesaian:
Bentuk Matriks lengkap sebagai berikut:
1 1 1 1 12 1 1 1 1 12 1 1 1 1 12 
1 2 0 5 17  
0 1  1 4 5    
0 1  1 4 5 
  b 2  b1 b 33 b1
3 2 4  1 31 3 2 4  1 31 0  1 1  4  5

1 0 2  3 7
 0 1  1 4 5
b1 b 2

0 0 0 0 0

Matriks terakhir sudah berbentuk matriks tereduksi, ini berkaitan dengan sistem persamaan linear:
x1 + 2 x3 - 3 x4 = 7
x2 - x3 + 4x4 = 5
0=0

Peubah yang berkaitan dengan elemen utama adalah peubah tak bebas yaitu: x 1 dan x2, sedang
peubah bebas adalah x3 dan x4.
Misal x3= s dan x4 = t

Diktat Aljabar 52
Maka diperoleh:
x1 = 7 - 2s + 3t
x2 = 5 - s + 4t
x3 = s
x4 = t
dengan s dan t sembarang.

Ketunggalan matriks tereduksi

Setiap matriks ekivalen yang dihasilkan dari operasi baris elementer hanya mempunyai satu
matriks tereduksi.
Apabila matriks A berordo n yang bersifat invertible maka matriks A akan ekuivalen dengan matriks
terduksi berbentuk matriks identitas berordo n.

Contoh 5.
Tentukan solusi SPL berikut dengan metode eliminasi Gauss-Jourdan:
x + 2y + z = 0
3x + 8y + 7z = 8
2x + 7y + 9z = 15

Penyelesaian:
Matriks lengkap atau matriks augmented berbentuk
1 2 1 0 
3 8 7 8 
 
2 7 9 15

Dari metode Eliminasi Gauss diperoleh matriks eselon baris:


1 2 1 0
0 1 2 4 
 
0 0 1 3

Selanjutnya dengan metode Eliminasi Gauss – Jourdan menggunakan OBE matriks augmented
akan dibawa kebentuk matriks tereduksi.
1 2 1 0 1 0  3  8 1 0  3  8
0 1 2 4  0 1 2 
4   0 1 0  2
  b1 2 b 2  b 2 2 b 3
0 0 1 3 0 0 1 3  0 0 1 3 

1 0 0 1 
 0 1 0  2
b1 3 b 3
0 0 1 3 

1 0 0 1 
 
Dari matriks 0 1 0  2 yang berbentuk matriks eselon tereduksi, maka diperoleh
 
0 0 1 3 
x = 1, y = -2 dan z = 3.

Diktat Aljabar 53
3.4. Metode determinan dan metode invers matriks

Metode determinan matriks untuk menentukan solusi SPL berbentuk sebagai berikut

A * X = B
 a 11 a 12  a 1n   x1   b1 
a  a 2 n  x  b 
 21 a 22  2=  2
         
     
a n1 a n 2  a nn  x n  b n 

Metode determinan matriks yang sudah dikenal yaitu Aturan CRAMER.


Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa syarat SPL punya solusi tunggal yaitu det(A) ≠ 0

Dari SPL tersebut maka dengan Aturan Cramer solusinya adalah

x1 = Dx1/ det(A)
x2 = Dx2/ det(A)
x3 = Dx3/ det(A)

xn = Dxn/ det(A)

dengan
b1 a 12  a 1n a 11 b1  a 1n
b2 a 22  a 2 n a 21 b 2  a 2n
Dx1 = ; Dx2 = , ... ,
       
bn a n 2  a nn a n1 b n  a nn

a11 a12  b1
a 21 a 22  b2
Dxn = ,
   
a n1 a n 2  bn

Contoh 6
Selesaikan SPL berikut dengan ATURAN CRAMER
1. 4x1 + 3x2 – x3 = 8
2 x2 + 3 x3 = 5
4 x3 = 12

2. 3x =9
x – 2y = 17
2x + 5y – z = 6

3. 2x – 3y + z = 5
3x + y - z = 10
x + 2y – 3z = 7

Penyelesaian :
1. Pada soal 1 matriks koefisien berbentuk segitiga atas
4x1 + 3x2 – x3 = 8
2 x2 + 3 x3 = 5
4 x3 = 12

Diktat Aljabar 54
Dalam bentuk persaman matriks sbb.
4 3  1  x 1  8
0 2 3   x  = 5
   2  
0 0 4   x 3  12

X1 = Dx1 / det(A) ; X2 = Dx2 / det(A) dan X3 = Dx3 / det(A)

4 3 1
Dengan det(A) = 0 2 3 = 4*2*4 = 32
0 0 4

8 3 1
3 1 8 3
Dx1 = 5 2 3 = 12. + 4. = 12.(9-(-2)) + 4. (16-15)
2 3 5 2
12 0 4
= 132 +4 =136

4 8 1
5 3
Dx2 = 0 5 3 = 4. = 4(20 – 36) = -64
12 4
0 12 4

4 3 8
Dx3 = 0 2 5 = 4 . 2 .12 = 96
0 0 12

Diperoleh X1 = Dx1 / det(A) = 136 / 32 = 4.25


X2 = Dx2 / det(A) = -64 / 32 = -2
X3 = Dx3 / det(A) = 96 / 32 = 3

Untuk soal 2 dan 3 kerjakan sebagai latihan.

Metode solusi SPL dengan metode invers matriks


Pada bab sebelumnya terkait materi invers matriks sudah dijelaskan tentang matriks invers dan
metode – metode menentukan invers matriks. Selanjutnya menerapkan invers matriks untuk
menentukan solusi SPL.
Diberikan SPL berbentuk AX = B
dengan
A : matriks koefisien bersifat invertible atau nonsingular yaitu det(A) ≠ 0 ,
X : matriks dari vareabel-vareabel berbentuk matriks kolom
B : matriks hasil berbentuk matriks kolom.

Maka solusi SPL dengan metode invers matriks, diselesaikan sebagai berikut:

A*X = B
-1 -1
A *( A * X) = A * B
-1 -1
(A *A )* X = A * B
-1
I*X=A *B
-1
X= A *B
-1
Dengan demikian solusi SPL adalah X = A *B

Diktat Aljabar 55
Contoh 7
Tentukan solusi SPL berikut dengan metode invers matriks
4x1 + 3x2 – x3 = 8
2x2 + 3 x3 = 5
4 x3 = 12
Penyelesaian:
Dalam bentuk persaman matriks sbb.
4 3  1  x1  8
0 2 3   x  = 5
   2  
0 0 4   x 3  12

4 3  1
 
A = 0 2 3 , det(A) = 4*2*4 = 32 ≠ 0
 
0 0 4 

Menentukan invers A dengan metode OBE sebagai berikut


 4 3  1 1 0 0 1 3 / 4  1 / 4 1 / 4 0 0
0 2 3 0 1 0 0 2 3 0 1 0
  1 / 4 b1 
0 0 4 0 0 1 0 0 4 0 0 1

1 3 / 4  1 / 4 1 / 4 0 0 1 0  11 / 8 1 / 4  3 / 8 0
0 1 3/ 2 
0 1 / 2 0  0 1 3 / 2 0 1 / 2 0
b2 / 2 b13 / 4 b 2
0 0 4 0 0 1 0 0 4 0 0 1

1 0  11 / 8 1 / 4  3 / 8 0  1 0 0 1 / 4  3 / 8 11 / 32
 
0 1 3 / 2 0 1/ 2 
0   0 1 0 0 1 / 2  3 / 8 
1 / 4 b3 b111/ 8 b 3
b 2 3 / 2 b 3
0 0 1 0 0 1 / 4 0 0 1 0 0 1 / 4 

1 / 4  3 / 8 11 / 32
-1 
Diperoleh A = 0 1 / 2  3 / 8 

 0 0 1 / 4 

Sehingga solusi SPL :

 x1  1 / 4  3 / 8 11 / 32  8 
x  =  0 1 / 2  3 / 8  *  5 
 2 
 x 3   0 0 1 / 4  12

 x1   34 / 8  4,25
 x  =   4 / 2 =  2
 2    
 x 3   12 / 4   3 

Jadi diperoleh solusi x1 = 4,25 ; x2 = -2 dan x3 = 3

Diktat Aljabar 56
3.5. Metode Faktorisasi LU

Ada beberapa buku yang menyebutnya metode Dekomposisi LU atau Metode Cholesky (Crouts).
Diberikan SPL berbentuk sbb
A * X = B

 a11 a12  a1n   x1   b1 


a  a 2 n  x  b 
 21 a 22  2=  2
       
     
a n1 a n 2  a nn   xn  b n 

Langkah – langkah menentukan solusi dengan metode faktorisasi LU sebagai berikut,


1. Ubah matriks A menjadi perkalian matriks L dan U sedemikian sehingga
A=L*U
dengan
 1 0  0
L 1   
Matriks L = 
21
dan
    0
 
L n1  L n .(n 1) 1

 U11 U12  U1n 


 0 U 22  U 2 n 
U= 
     
 
 0  0 U nn 

2. Menentukan entri pada matriks L yaitu L21, …, Ln1 dan entri pada matriks U yaitu U11,
…,Unn sebagai berikut

Dari A=L*U
 a11 a12  a1n   1 0  0  U11 U12  U1n 
a  L    0
 21 a 22  a 2 n   21 1  U 22  U 2 n 
= *
          0      
     
a n1 a n 2  a nn  L n1  L n .(n 1) 1  0  0 U nn 

Diperoleh

 a11 a12  a1n   U11 U12  U1n 


a  
 a 2 n  L 21 * U11 L 21 * U12  U 22  L 21 * U1n  U 2 n 
 21 a 22 =
           
   
a n1 a n 2  a nn  L n1 * U11 L n1 * U12    L n1 * U1n    U nn 

Dari persamaan matriks di atas, sehingga diperoleh


U11 = a11 , U12 = a12 , . . . , U1n = a1n
L21 U11 = a21
L21 U12 + U22 = a22

… dst

Diktat Aljabar 57
3. Bentuk matriks L dan U serta hitunglah invers dari matriks L dan matriks U.

4. Karena matriks L dan U berupa matriks nonsingular, selanjutnya menyelesaikan :

(L*U ) X = B
L*(U * X) = B
-1
(U * X) = L *B
-1 -1
X = U * L *B
-1 -1
Selanjutnya menyelesaikan hasiil penyelesaian SPL dengan X = U * L *B

Contoh 8
Selesaikan SPL berikut dengan metode faktorisasi LU.

3x1 + 5x2 + 2x3 = 8


8x2 + 2x3 = -7
6x1 + 2x2 + 8x3 = 26

Penyelesaian
Bentuk SPL
3 5 2  x 1   8 
0 8 2   x     7 
  2   
6 2 8  x 3   26 

Dengan faktorisasi LU maka matriks A diubah ke bentuk

3 5 2  1 0 0  U11 U12 U13 


0 8 2  = L 0 *  0 U 23 
   21 1 U 22
6 2 8  L 31 L 32 1  0 0 U 33 

menentukan U11 = a11 , U12 = a12 , U13 = a13


L21 U11 = a21
L21 U12 + U22 = a22
.... dst

Dari persamaan di atas diperoleh

U11 = 3
L21. U11= 0 maka L21 = 0
L31. U11= 6 maka L31 = 2
U21= 5
L21. U21+ U22 = 8 maka U22 = 8
L31. U21+ L32 U22 = 2 maka 2.5 + 8.L32 = 2, L32 = -1
U31 = 2,
L21U31 + U23 =2 maka U23 =2
L31 U31 + L32U23 + U33=8 maka 2.2 + (-1).2 + U33=8
sehingga U33= 6

Dengan demikian matriks A dapat di faktorisasi ke dalam

A=LU

Diktat Aljabar 58
 3 5 2  1 0 0   3 5 2 
0 8 2  =  0 1 0  * 0 8 2 
     
6 2 8  2  1 1 0 0 6

1 0 0  3 5 2
 
Sehingga matriks L = 0 1 0 dan matriks U =
0 8 2 
   
2  1 1 0 0 6
-1 -1
Kemudian menentukan matriks-matriks L dan U
1 0 0 
-1
L = 0 1 0

 
2  1 1

1 / 3  0,2083  0,0417

-1
U = 0 1/ 8  0,0417

 0 0 1 / 6 

Sehingga solusi SPL :


-1 -1
X = U . L .B

1 / 3  0,2083  0,0417 1 0 0  8 

X= 0 1/ 8  0,0417 * 0 1 0 *  7 

 0 0 1 / 6  2  1 1  26 

4
 
X = 1
 
0,5

3.6. Sistem Persamaan Linear Homogen

Sistem persamaan linear homogen merupakan sistem persamaan linear dimana matriks hasilnya
adalah matriks nol. Adapun bentuk umum dari SPL homogen yang terdiri m persamaan dan n
peubah sebagai berikut:

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 + . . . + a1n xn = 0


a21 x1 + a22 x2 + a23 x3 + . . . + a2n xn = 0
...
am1 x1 + am2 x2 + am3 x3 + . . . + amn xn = 0

selanjutnya dibawa kebentuk persamaan matriks sebagai berikut

 a 11 a 12  a 1n   x1  0 
a a 22  a 2 n  x  0 
 21  2=  
        
     
a m1 a m2  a mn  x n  0 

Diktat Aljabar 59
Diperoleh bentuk umum sistem persamaan linear homogen
AX = 0

Terdapat dua Jenis – jenis solusi SPL homogen yaitu


1. SPL homogen mempunyai solusi tunggal yaitu solusi nol, jika determinan matriks A atau
det(A) ≠ 0.
Pada solusi nol ini disebut juga solusi trivial.
2. SPL homogen punya solusi banyak artinya SPL punya solusi lebih dari satu yang disebut
solusi non trivial atau solusi tidak nol.

Metode penyelesaian nontrivial pada sistem persamaan linear homogen

Sistem Persamaan Linear AX = B, dengan B ≠ 0 disebut Sistem Persamaan linear tak


homogen, sering disebut dengan Sistem Persamaan Linear saja. Jika B = 0, maka SPL disebut
sebagai SPL homogen. SPL homogen selalu mempunyai penyelesaian, karena X = 0 selalu
memenuhi AX = 0, dengan kata lain X = 0 merupakan penyelesaian AX = 0, yang disebut solusi
nol atau solusi trivial.
Pada SPL homogen, yang menjadi permasalahan adalah menentukan penyelesaian non
trivial yaitu penyelesaian X ≠ 0.
SPL homogen mempunyai penyelesaian non trivial jika dan hanya jika det(A) = 0.

Berikut diberikan contoh-contoh SPL homogen dan solusinya


1. Selesaikan SPL homogen berikut

x +2y +z =0
3x + 8 y + 7 z = 0
2x + 7 y + 9 z = 0

Penyelesaian:
Bentuk SPL ke dalam persamaan matriks sbb,
1 2 1   x   0 
 3 8 7   y   0 
    
2 7 9  z  0

1 2 1
Dihitung det(A) = 3 8 7
2 7 9
1 2 1
8 7 3 7 3 8
3 8 7 = 1. 2 
7 9 2 9 2 7
2 7 9
= (72 – 49) – (27 – 14) + (21 – 16) = 15

Jadi det(A) = 15 ≠ 0, dengan demikian SPL homogen mempunyai solusi tunggal yaitu solusi
nol yang disebut solusi tirvial, x = 0, y = 0 dan z = 0.

2. Diberkan SPL homogen sebagai berikut,

x1  3x 2  15x 3  7x 4  0
x1  4x 2  19x 3  10x 4  0
2x 1  5x 2  26x 3  11x 4  0

Diktat Aljabar 60
Penyelesaian:
Jumlah variabel n = 4 dan jumlah persamaan 3, dengan demikian SPL punya solusi non trivial
atau solusi banyak.
Untuk metode solusi digunakan metode eliminasi gauss, sebagai berikut
Karena matriks hasil adalah nol sehingga pada perhitungan tidak disertakan dengan demikian
yang diolah matriks koefisien.

1 3  15 7 

Matriks koefisien: A = 1 4  19 10

 
2 5  26 11

OBE untuk metriks koefisien


1 3  15 7  1 3  15 7  1 3  15 7
1 4  19 10  0 1  4 3  0 1  4 3
  bb 322b1b1   b 3 b 2  
2 5  26 11 0  1 4  3 0 0 0 0

Diperoleh SPL homogen baru sebagai berikut


.
x1 +3x2 -15x3 + 7x4 = 0
x2 – 4x3 + 3x4 = 0

penyelesaiannya diselesaikan dari persamaan kedua


x2 – 4x3 + 3x4 = 0 → x2 = 4 x3 - 3x4

misalkan x3 = s dan x4 = t maka


x2 = 4s – 3t

selanjutnya menentukan x1 dari persamaan 1,


x1 = -3x2 + 15x3 - 7x4
= - 3(4s – 3t) + 15(s) – 7(t) = 3s + 2t

3s  2t  3 2


 4 s  3t  4  
Jadi penyelesaian SPL homogen X =   = s   + t   3 , dengan s dan t
 s  1  0
     
 t  0  1
parameter .

3.7. Soal- soal latihan

I. Selesaikan Sistem Persamaan Linear berikut, jika memungkinkan gunakan metode


determinan matriks, metode invers matriks, metode Eliminasi Gauss, dan Eliminasi Gauss-
Jordan :
x1  2x 2  x3  5
1. 2x 1  x2  x3  4
5x 1  3x 2  4x 3  7

Diktat Aljabar 61
x1  x2  x3  x4  3
2x 1  3x 2  x3  3x 4  2
2.
 2x 1  2x 2  2x 3  2x 4  5
3x 1  x2  x3  x4  8

x1  2x 2  x3  x4  6
3. 3x 1  x2  3x 3  x4  10
x1  3x 2  2x 4  5

II. Tentukan dekomposis LU bagi matriks berikut


1 2 4 
1. A  2 3 7
1 4 7

1 2 3 
2.

B= 4 5 6

 
7 8 0

1  1 2 3
2  1 0 2 
3. C= 
4 1  11  1
 
1 2 33 83 
III. Selesaikan SPL berikut dengan metode Dekomposisi LU
x1  3x 2  6x 3  1
1. 3x 1  2x 2  x3  2
x1  6x 2  8x 3  7

1 2 4  5 
2.
2 3 7  .X =  4
   
1 4 7   6 
IV. Selesaikan SPL Homogen berikut terlebih dahulu periksa SPL homogen apakah mempunyai
solusi trivial atau solusi banyak.

2x 1  x2  3x 3  0
1. x1  2x 2  0
x2  x3  0

x1  3x 2  5x 3  x4  0
2. x1  5x 2  3x 3  x4  0
3x 1  2x 2  x3  2x 4  0

Diktat Aljabar 62
BAB IV
VEKTOR DAN OPERASINYA

4.1. Kompetensi

Pada bab ini akan dibahas materi yang berkaitan dengan vektor dan operasi pada vektor.
Pembahasan dimulai dari vektor pada dimensi dua, vektor di dimensi tiga dilanjutkan pada vektor
di dimensi n, tidak terlepas pula operasi-operasi yang berlaku pada vektor. Pada bagian belakang
akan dikupas tuntas tentang hasil kali dalam (dot product), proyeksi ortogonal dan cros product
pada vektor.
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
tentang vektor pada dimensi dua, tiga dan vektor di dimensi n, operasi-operasi yang berlaku pada
vektor dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terkait.

4.2. Pengertian Vektor

Pengertian vektor secara fisis dan geometri telah dibahas detail pada matakuliah Fisika dasar
dan pengantar kalkulus, sedangkan pengertian dan konsep vektor dalam hal ini akan ditinjau
secara aljabar .

Besaran Vektor adalah suatu besaran yang mempunyai besar dan arah dalam hal ini besar
vektor ditunjukkan oleh panjang vektor dan arah panah menunjukkan arah vektor.
Contohnya gaya, kecepatan, percepatan, ukuran matriks, dll.

Besaran scalar adalah besaran yang tidak mempunyai arah atau besaran yang hanya mempunyai
besar atau nilai.
Contohnya suhu, tinggi badan, berat badan, waktu, massa, dll.

Kedua besaran tersebut banyak digunakan pada Bidang Ilmu yang terkait dengan Fisika dan
bidang Teknik. Vektor dapat disajikan secara geometris sebagai ruas garis berarah, sedangkan
arah panah menunjukan arah vektor dan panjang vektor menunjukan besaran vektor.

Notasi vektor
Vektor dapat ditulis dengan huruf kecil tebal atau tanda bar.
Seperti pada Gambar 4.1. dan Gambar 4.2

Gambar 4.1 Penulisan Vektor

Diktat Aljabar 63
Gambar 4.2 Vektor Ekuivalen

Dua vektor dikatakan sama atau ekuivalen apabila kedua vektor tersebut mempunyai panjang
vektor dan arah vektor sama. Misalnya vektor a dan vektor b ekuivalen jika kedua vektor
mempunyai panjang dan arahnya sama, dilihat pada Gambar 4.2

Dua vektor dikatakan sejajar jika arah kedua vektor sama dan panjang atau besar kedua vektor
tidak sama.
2 3
Contoh vektor yang sudah sering disajikan yaitu himpunan vektor di R dan vektor di R
2
merupakan himpunan vektor-vektor dimana elemen-elemen vektor untuk R terdiri dari dua
3
kompunen, demikian juga untuk R himpunan vektor-vektor dengan elemen-elemen vektor terdiri
dari 3 komponen.

4.3. Operasi Vektor

Penjumlahan vektor
Berikut diberikan definisi tentang jumlah dua vektor

Definisi 1
Diberikan vektor u dan v sebarang, maka jumlah u + v ditentukan sebagai berikut: letakkan vektor
v sedemikian hingga titik pangkalnya bertautan dengan titik ujung u, sehingga vektor u + v
disajikan oleh anak panah dari titik pangkal u ke titik ujung v.

Sketsa penjumlahan vektor u + v , pada gambar 4.3


Pada penjumlahan vektor sebarang maka berlaku u + v = v +u

Gambar 4.3 Penjumlahan Vektor

Diktat Aljabar 64
Gambar 4.4 Vektor Negatif

Vektor yang panjangnya nol dan arahnya sebarang disebut dengan vektor nol dan dinyatakan
dengan 0, maka berlaku 0 + v = v + 0 = v

Jika vektor v sebarang tak nol, maka -v, negatif dari v didefinisikan sebagai vektor
yang besarnya sama dengan v, tetapi arahnya belawanan, seperti pada Gambar 4.4.
dengan demikian berakibat v + (-v) = 0

Dua vektor atau lebih dapat dilakukan operasi penjumlahan apabila terletak pada himpunan vektor
yang sama.

Selisih antara dua vektor

Vektor v dan w sebarang maka selisih dua vektor disajikan pada definisi berikut
Definisi 2
Diberikan vektor v dan w sebarang, maka selisih vektor w dari v didefinisikan sebagai
v - w = v + (-w)

Untuk mendapatkan nilai selisih dari v - w tanpa melihat -w, cukup titik pangkal vektor hasil pada
titik ujung w dan titik ujung vektor hasil pada titik ujung vektor v, vektor yang terbentuk adalah
vektor selisih.

Secara geometris selisih dua vektor dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 4.5.
Dengan demikian berdasarkan definisi, maka operasi pengurangan pada vektor berlaku sebagai
berikut,
u – v = u + (-v) = w

Gambar 4.5 Pengurangan Vektor

Diktat Aljabar 65
Gambar 4.6 Perkalian Vektor

Perkalian skalar dengan vektor v yang tidak sama dengan nol.


Definisi 3
Jika v vektor tak-nol dan k skalar , maka hasil kali kv didefinisikan sebagai vektor yang panjangnya
k kali panjang v dan arahnya sesuai dengan arah v, jika k > 0 dan arahnya kebalikan dari v jika
k < 0. Didefiniskan pula kv = 0 jika k = 0 atau v = 0.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.6. di atas. Suatu vektor yang berbentuk kv
dinamakan penggandaan skalar k dengan vektor v.

Gambaran pada bidang kartesius


Vektor dapat digambarkan dalam sistem koordinat di dimensi dua atau dimensi tiga, tetapi tidak
dapat digambarkan untuk dimensi lebih dari tiga. Dalam hal ini sistem koordinat yang dimaksud
adalah sistem koordinant kartesius.

Vektor pada bidang dimensi-2

Gambar 4.7. Vektor pada bidang

Suatu vektor dapat juga dinyatakan koordinat titik ujungnya, jadi vektor OP pada gambar 4.7.
a
dapat ditulis dengan OP = (a,b) atau OP =   .
b
Vektor pada ruang dimensi-3

Gambar 4.8. Vektor pada ruang dimensi -3

Diktat Aljabar 66
Berikut disajikan definisi vektor secara umum,
Definisi 4
Diberikan n bilangan bulat positif, maka pasangan ganda-n secara berurut atas bilangan real R
adalah sederetan n bilangan real (a1, a2, . . . ,an). Himpunan semua pasangan berurutan sebanyak
n
ganda-n atas bilangan real disebut ruang berdimensi-n dan dinyatakan dengan R

Berdasarkan definisi tersebut maka operasi pada vektor berdimensi n atas bilangan real R, yang
memenuhi yaitu operasi penjumlahan, pengurangan dan perkalian Skalar dengan vektor.
Himpunan semua pasangan berurutan sebanyak n tuple atas bilangan real R disebut ruang
n
euklidus berdimensi n dan dinotasikan dengan R .
n
Selanjutnya pada R memenuhi operasi yang dijelaskan pada definisi berikut
Definisi 5
n
Dua vektor u = (a1, a2, ... ,an) dan v = (b1, b2, b3, ... , bn) di R disebut sama jika
a1 = b1 , a2 = b2 , ... , an = bn
sedangkan jumlah u + v didefinisikan sebagai
u + v = (a1 + b1, a2 + b2 , ... , an + bn)
dan jika k skalar, maka perkalian skalar ku didefinisikan sebagai
ku = (ka1, ka2, ... , kan)

Contoh 1
a. Diketahui vektor v = (2 , 3) dan w = (2 , 3), maka vektor v dan vektor w adalah ekuivalen
atau sama, sebab v1 = w1 = 2 dan v2 = w2 = 3

b. Jika diketahui x = (0, -1, 7 ) dan y = (0, -1 , 7), maka kedua vektor x dan y ekuivalen atau
sama, sebab x1 = y1 = 0; x2 = y2 = -1 dan x3 = y3 = 7

Contoh 2
Jika diketahui v = (1 ,-4) dan w = (2 , 7), maka jumlah kedua vektor
tersebut adalah
v + w = (1 + 2 , -4 + 7 = (3 , 3)
begitu juga selisih kedua vektor adalah
w - v = (2 – 1 , 7 – (-4 )) = (1, 11)

Contoh 3
Jika diketahui x = (-1, 3, 7) dan y = (7, 0, 2), maka jumlah kedua vektor tersebut adalah
x + y = (-1 + 7 , 3 + 0 , 7 +2) = (6, 3, 9)

begitu juga selisih kedua vektor adalah


x – y = (-1 - 7 , 3 - 0 , 7 -2) = (-8, 3, 5)

Perkalian vektor dengan skalar k seperti pada Definisi 3 dan Definisi .5, sebarang vektor v dan
skalar k, pada koordinat bidang adalah
kv = (kv1 , kv2)
dan pada koordinat ruang adalah
kv = (kv1 , kv2 , kv3)

Contoh 4
1. Jika diketahui v = (-5; 2) dan skalar k = 2, maka perkalian vektor
dengan skalar adalah kv = (2.-5 , 2.2) = (-10, 4)

2. Diberikan v = (2, 1, 8) dan skalar k = 3, maka perkalian adalah


kv = 3. (2, 1, 8) = (3.2 , 3.1 , 3. 8) = (6, 3 , 24)

3. Jika diketahui x = (0, 4 , 5), y = (1, -3, 9) dan skalar k = 5, maka


kx + ky = 5. (0, 4 , 5) + 5. (1, -3, 9) = (0, 20 , 25) + (5, -15, 45) = (5 , 5, 70)

Teorema berikut menyajikan sifat-sifat operasi pada vektor.

Diktat Aljabar 67
Teorema 6
Jika diberikan vektor-vektor u = (u1 , u2 , u3 , ... , un), v = (v1, v2, . . . , vn) dan
n
w = (w1, w2, . . . ,wn) adalah vektor-vektor di R dan k , l adalah skalar pada R, maka memenuhi
sifat - sifat berikut
a. u + v = v + u
b. u + (v + w) = (u + v) + w
c. u + 0 = 0 + u = u
d. u + (¡u) = 0 artinya u ¡ u = 0
e. k(lu) = (kl)u f. k(u + v) = ku + kv
f. (k + l)u = ku + lu h. 1u = u
Buktikan Teorema 6 di atas, sebagai latihan.

Panjang Vektor
Definisi berikut menyatakan pengertian norm atau panjang dari suatu vektor.

Definisi 7
Norm atau Panjang dari suatu vektor u  R , dengan u = (u1, u2, ... , un ) didefinisikan sebagai
n

u  u12  u 22    u 2n

Sedangkan definisi jarak dari dua buah titik, berikut didefinisikan jarak antara titik P dan titik Q.
Definisi 8
n
Jika titik P(p1, p2, ... , pn) dan Q (q1, q2, ... , qn) pada R , maka Distance atau Jarak titik P dan Q
merupakan panjang dari vektor PQ dan jarak kedua titik dinyatakan
PQ  q1  p1 2  q 2  p 2 2    q n  p n 2
Contoh 5
1. Hitunglah panjang vektor v = (3, 2, 4) dan jarak titik P(2,-1 , 3) dan titik Q(0, 1, 6)
3
pada R .

2. Hitung panjang vektor v = (2, 3, 4) dan hitung jarak titik P(3, 5 , 4) dan titik T (5, 6 ,2)
3
di R .
Silahkan dikerjakan sebagai latihan.

Contoh 6
Diberikan vektor v = (-1 , 0 , 7) dan skalar k = 5, akan dihitung panjang dari vektor kv yang
merupakan panjang hasil kali vektor sebagai berikut
k.v = v.k = 5. (-1 , 0 , 7) = (-5 , 0 , 35)
k.v  k v  5. v12  v 22  v 32
k.v  k v  5. 1  0  49
= 5. 50 = 5. 25x 2 = 25. 2

Dari contoh-cotoh di atas sehingga dapat ditarik sebuah teorema sebagai berikut.
Teorema 9
Jika diberikan vektor u, v  R dan k skalar, maka berlaku
n

a. u 0
b. u  0 jika dan hanya jika vektor u = 0
c. k.u  k. u
d. uv  u  v

Untuk bukti silahkan dicoba selesaikan, sebagai latihan.

Diktat Aljabar 68
4.4. Dot Product dan Proyeksi Ortogonal

Operasi hasil kali dalam atau Dot Product dari dua vektor yang posisi titik pangkal kedua vektor
tersebut berimpit dan membentuk sudut  . (  merupakan sudut yang dibangun oleh kedua
vektor )

Definisi 10
Jika diberikan vektor u = (u1 , u2 , u3 , ... , un), v = (v1, v2, . . . , vn) pada R dan 
n

Merupakan sudut antara u dan v, maka hasil kali dalam atau dot product dari vektor u dan v
didefinisikan u.v = u v cos 

Apabila vektor u dan vektor v saling ortogonal, sehingga sudut yang dibentuknya oleh vektor u dan
0
v sebesar 90 , diperoleh
u.v = u v cos  = u v cos 90 = 0

Dari definisi di atas, untuk menentukan hasil kali dalam antara dua vektor perlu diketahui sudut
kedua vektor tersebut, jika tidak diketahui maka akan sulit menghitungnya. Oleh karena itu apabila
sudut yang dibentuk dua tersebut tidak diketahui, maka perlu dilakukan perhitungan dengan
metode yang lain, dengan uraian sebagai berikut.
3
Pandang u dan v di R seperti pada Gambar 4.9,

Gambar 4.9 Perhitungan Hasil Kali Dalam

maka dengan hukum cos diperoleh hubungan sebagai berikut,


2
PQ  u  v  2 u . v cos 
2 2

2
PQ  u  v
2

Sehingga diperoleh

u . v cos  
1 2
2

u  v  uv
2 2

1
2
    
u . v cos   p12  p 22  p 32  q12  q 22  q 32  p1  q1   p 2  q 2   p 3  q 3 
2 2 2

u . v cos   p1.q1  p 2 .q 2  p 3 .q 3
dari u.v = u v cos 
Maka diperoleh u.v = p1.q1  p 2 .q 2  p 3 .q 3
n
Apabila vektor – vektor pada R maka untuk menentukan hasil kali dalamnya analog dengan
n
Definisi 10, yang dapat ditulis ulang pada definisi 11 yang brlaku untuk vektor-vektor pada R .

Definisi 11
Jika u = (u1, u2, ... , un), v = (v1, v2, ... , vn) adalah vektor-vektor di R dan  sudut antara vektor u
n

dan vektor v, maka hasil kali dalam Euclidean didefinisikan


u .v = u1v1 + u2v2 + ... + unvn

Diktat Aljabar 69
Sehingga besar sudut antara dua vektor dapat dicari, sebagai berikut.
u.v  u . v . cos 
u.v
dan cos  
u.v

Contoh 7
4
Hitung besar sudut antara vektor u = (1,-2 , 3 ,-4) dan vektor v = (4 , 3 , 2 ,1) di R dan hitunglah
juga u.v

Penyelesaian:
u .v = 1.4 + (-2).3 + 3.2 + (-4).1 = 0
sedangkan
u.v  u . v . cos 

u.v
cos  
u.v

u  u12  u 22  u 32  u 24

u  1  4  9  16 = 30

v  v12  v 22  v 32  v 24

v  16  9  4  1 = 30
u.v
cos  
u.v
0
cos   0
30. 30
Dengan demikian sudut yang dibentuk vektor u dan vektor v sebesar  = 90
Sifat-sifat pada dot product atau hasil kali dalam, disajikan dalam teorema berikut.
Teorema 12
n
Jika u, v dan w di R dan k adalah skalar, maka
1. u .v = v . u
2. (u + v) .w = u .w + v .w
3. (ku) .v = k(u .v)
4. u .v ≥ 0, untuk v . v = 0 jika dan hanya jika v = 0

Untuk bukti dari teorema 12 tersebut dikerjakan sebagai latihan.


Berdasarkan analogi dari definisi, teorema dan contoh, maka dapat ditarik sebuah teorema
sebagai berikut

Teorema 13
Jika u, v  R , maka u . u = u dan jarak antara dua vektor tersebut adalah
n 2

d(u, v) =  v – u 

Contoh 8
4
Diberikan vektor-vektor u = (1 , 1, 0, 4) dan v = (0, 2, -2 , 1) di R , maka
u.u = 1.1 + 1.1 + 0.0 + 4.4 = 1 + 1 + 0 + 16 = 18
u = 1.1 + 1.1 + 0.0 + 4.4 = 1 + 1 + 0 + 16 = 18
2

Diktat Aljabar 70
d(u, v) =  v – u 
 v1  u1 2  v 2  u 2 2  v3  u 3 2  v 4  u 4 2
 0  12  2  12   2  02  1  42
 1  1  4  9  15

Hubungan antara Hasil kali dalam dan panjang vektor dapat dilihat pada teorema berikut, yang
n
lebih dikenal dengan Ketaksamaan Cauchy-Schwarz di R

Teorema 14
Jika u, v  R , dengan u = (u1, u2, ... , un), v = (v1, v2, ... , vn)  R maka berlaku
n n

u.v  u . v

Proyeksi Ortogonal
Definisi berikut sebagai pengantar pada pembahasan mengenai proyeksi ortogonal suatu vektor
pada vektor lain.

Definisi 15
n
Diberikan dua vektor u dan v pada R , maka vektor u dan v dikatakan saling ortogonal atau tegak
lurus jika dot product vektor u dan vektor v memenuhi
u .v = v . u = 0
0
dan sudut yang dibentuk dua vektor tersebut sebesar 90

Gambar 4.10 Komponen Vektor

Pada proyeksi ortogonal vektor apabila suatu vektor diproyeksikan ke vektor lain, maka ada
kemungkinan vektor yang diproyeksikan tersebut lebih kecil, lebih besar atau kebalikan dari vektor
tempat proyeksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.10. di atas.

Dari gambar 4.10 maka dapat dijelaskan sebagai berikut


Suatu vektor u diproyeksikan pada vektor a , maka akan memenuhi
u  w1  w 2
atau w 2  u  w 1

karena vektor w 1 sejajar dengan vektor a dan w 1 tegak lurus dengan vektor w 2 maka hasil
proyeksi vektor u yang diproyeksikan pada vektor a dapat ditulis dengan
w 1 = Pr oy a u
Dengan demikian vektor yang tegak lurus dengan vektor hasil proyeksinya adalah
w 2  u  w1
w 2 = u - Pr oy a u
dan besarnya vektor hasil proyeksi adalah
Pr oy a u = k a
dengan nilai k dapat berupa k > 1, 0 < k ≤ 1 dan k < 0.

Diktat Aljabar 71
Lebih lanjut untuk menghitung proyeksi suatu vektor pada vektor lain dapat disajikan teorema
berikut.

Teorema 14
n
Jika vektor u dan vektor v ≠ 0 pada R , maka hasil proyeksi vektor u pada vektor v dinyatakan
sebagai
u.v
Proyv u = 2
.v
v

Perhatikan contoh dibawah ini.

Contoh 9
Diberikan vektor u = (2, -1, 6) dan v = (-1, 4, 2 ), carilah vektor hasil proyeksi vektor u pada
vektor v dan tentukan vektor komponen vektor dari u yang ortogonal terhadap vektor v.

Penyelesaian
u .v = u1v1 + u2v2 + u3v3

u.v = -2 - 4 + 12 = 6

v =
2
 (1) 2
 42  22 2

=
  1  16  4  2
 21

Vektor hasil proyeksi vektor u pada vektor v adalah


u.v
Proyv u = 2
.v
v
6 2
Proyv u = .(-1, 4, 2 ) = .(-1, 4, 2 )
21 7
Dengan demikian vektor hasil proyeksi sejajar dengan vektor v.

Selanjutnya menentukan vektor w merupakan komponen vektor dari u yang ortogonal terhadap
vektor v dengan formula

2
w = u - Proyv u = (2, -1, 6) -.(-1, 4, 2 )
7
16  15 38 1
=( , , ) = . (16, -15, 38)
7 7 7 7
1
Diperoleh vektor w = . (16, -15, 38).
7
Dapat ditunjukkan bahwa vektor w ortogonal dengan vektor v, sedemikian memenuhi
1
w.v = . (16, -15, 38) . (-1, 4, 2 )
7
1 1
= ( 16. (-1) + (-15).4 + 38.2 ) = . ( -16 – 60 + 76) = 0
7 7
Panjang proyeksi ortogonal u pada v adalah
u.v u.v u.v
 Proyv u = 2
.v = 2
v =
v v v

Diktat Aljabar 72
4.5. Cross Product

Operasi Cross Product atau hasil kali silang dari dua vektor akan menghasilkan suatu vektor yang
lain, untuk lebih jelasnya, dijelaskan lebih detail pada definisi 16. Terlebih dahulu didefinisikan
vektor-vektor i, j dan k sebagai basis standar atau sebagai vektor – vektor komponen pada
3
himpunan vektor R dengan i = ( 1 , 0, 0) , j = (0, 1, 0) dan k = (0 , 0, 1)

Definisi 16
3
Jika vektor u = (u1 , u2 , u3), dan vektor v = (v1 , v2 , v3) pada R , maka hasil kali silang atau cross
product vektor u dan v didefinisikan
i j k
u x v = u1 u2 u3
v1 v2 v3

u2 u3 u1 u3 u1 u2
atau uxv = i. _ j.  k.
v2 v3 v1 v3 v1 v2

u x v = (u2.v3 –v2.u3) i – (u1v3 – v1u3) j + (u1v2 – v1u2)k

Contoh 10
3
Hitung u x v dan vx u jika diketahui vektor-vektor u = (1, -6, 2) dan v = (-1, 4, 1) di R

Penyelesaian
Dengan menggunakan hasil pada definisi 16, maka diperoleh

i j k
u x v = u1 u2 u3
v1 v2 v3

i j k
uxv = 1 6 2
1 4 1

6 2 1 2 1 6
= i. _ j.  k. = -14 i - 3 j -2 k
4 1 1 1 1 4

diperoleh u x v = (-14 , -3, -2)

i j k i j k
vxu = v1 v2 v3   1 4 1
u1 u2 u3 1 6 2

4 1 1 1 1 4
= i. _ j.  k. = 14 i + 3 j + 2 k
6 2 1 2 1 6

Jadi v x u = (14 , 3, 2)

Diktat Aljabar 73
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cros product vektor dengan vektor tidak bersifat
komutatif, tetapi berlaku
u x v = - (v x u )

Pada hasil kali dalam dan hasil kali silang terdapat perbedaan yaitu pada hasilnya, dimana untuk
hasil kali dalam hasilnya sebuah skalar, sedangkan pada hasil kali silang atau cross product
menghasilkan suatu vektor yang tegak lurus dengan kedua vektor yang dikalikan.

Pada teorema berikut menjelaskan hubungan antara hasil kali dalam dan hasil kali silang atau cros
product antara dua vektor.
Teorema 17
3
Jika diberikan vektor –vektor u, v dan w pada R , maka berlaku operasi berikut
a. u. (u x v) = 0
b. v. (u x v) = 0
c. u x v = u .  v  - (u . v)
2 2 2 2

d. u x (v x w) = (u . w)v - (u . v)w
e. (u x v) x w = (u . w)v - (v . w)u

Untuk bukti teorema tersebut, silahkan dicoba sebagai latihan.

Contoh 11
3
Diberikan vektor-vektor u = (1, -2, 3) dan v = (1, 5, -1) dan w = (0, 4, 2) di R , maka
Sesuai teorema 17 ditunjukkan memenuhi
a. u. (u x v) = 0
b. v. (u x v) = 0
c. u x v = u .  v  - (u . v)
2 2 2 2

d. u x (v x w) = (u . w)v - (u . v)w
e. (u x v) x w = (u . w)v - (v . w)u

Penyelesaian
i j k
a. u.(uxv) = (1, -2, 3) . 1 2 3
1 5 1
= (1, -2, 3) . ( -13 i + 4j + 7k)
= (1, -2, 3) . ( -13, 4 , 7)
= -13 – 8 + 21 = 0

b. v. (u x v) = (1 , 5, -1 ) . ( -13, 4 , 7)
= -13 + 20 – 7 = 0

Untuk soal c , d dan e silahkan kerjakan sendiri sebagai latihan.

Dengan demikian dari contoh 11 menunjukkan bahwa hasil kali silang selalu tegak lurus dengan
vektor pembentuknya, yaitu vektor u tegak lurus dengan u x v dan vektor v tegak lurus dengan
u x v.

Selanjutnya sifat yang lain pada cros product antara vektor dengan vektor dijelaskan pada teorema
berikut ini
Teorema 18
3
Jika u, v dan w adalah vektor di R dan k skalar sebarang, maka berlaku sifat-sifat berikut
a. u xv = -(v x u)
b. u x (v + w) = (u x v) + (u x w)
c. (u + v) x w = (u x w) + (v x w)
d. k(u x v) = (ku) x v
e. u x 0 = 0 x u = 0
f. u x u = 0

Diktat Aljabar 74
3
Berikut diberikan contoh perkalian silang antara vektor-vektor standar pada R
Contoh 12
3
Tinjau vektor satuan standar di R , yaitu
i = (1; 0; 0) , j = (0; 1; 0) dan k = (0; 0; 1)

hasil kali silang antara ketiga vektor adalah


ixi=0 jxi=¡ kxi=j
ixj=k jxj=0 k x j = -i
i x k = -j jxk=i kxk=0

Gunakan aturan tangan Kanan Ampere untuk menentukan arah dari hasil kali silang dua vektor.
Apabila ditinjau secara geometris maka panjang cros producrt antara vektor u dan vektor v adalah
luas jajaran genjang yang dibentuk oleh vektor u dan vektor v sehingga
u xv = u .v sin

Dengan  merupakan sudut yang dibentuk oleh vektor u dan vektor v.

Contoh 13
3
Tinjau vektor satuan standar di R , yaitu
i = (1; 0; 0) , j = (0; 1; 0) dan k = (0; 0; 1)
maka
i x j = i .j sin dengan  = 90 karena i ortogonal dengan j
i x j = 1 .1 sin90 = 1

Dari contoh 12 bahwa i x j = k maka i x j = k = 1.

Dengan cara yang sama maka i x k =  -j = 1


Dan  j x k = i  = 1

4.6. Soal – soal Latihan

Selesaikan Soal-soal berikut


1. Tentukan vektor AB dan 3a  5b serta sudut atau arah vector a dan arah vektor b jika
a. A(-1, -2, 7) dan B(3, 4, -3)
b. A (2, 4, 6, 1) dan B(-1, 0 , 2, 4)

2. Tentukan vektor q, dan titik Q sedemikian sehingga vektor PQ sejajar dengan vektor w jika
diketahui
 2 
w=
 3  dan P(2, -2, 3)
 
 5 
Dan juga tentukan vektor Q yang lain sehingga vektor tersebut sama dengan vektor w.

3. Tunjukkan dengan suatu diagram untuk penjumlahan vektor bersifat asosiatif yaitu memenuhi
(v + u) + w = v + (u + w)

4. Diberikan vektor u = [ 3 -4 10 ] dan v = [5 2 1 ] , maka hitunglah


a. Panjang vektor u dan panjang vektor v
b. u.v
c. sudut yang dibentuk vektor u dan v
d. bandingkan u.v dan u. v

5. Tentukan hasil proyeksi vektor u pada vektor v dan tentukan vektor yang ortogonal terhadap
hasil proyeksi vektor tersebut.

Diktat Aljabar 75
a. u = ( 1 , 7, 4 ) dan v = ( 3, 4, -10)
b. u = ( 1 , 1 , 2 ) dan v = ( 3, 5, 2 )

6. Vektor u dan vektor v pada soal no 5 maka hitunglah


a. u x v dan u x v (gunakan rumus u x v = u  v sin() dan berdasarkan hasil perhitungan
u x v)
b. v x u dan hitung sudut antara vektor u dan v vektor serta hitunglah v x u
3
7. Tunjukkan berlakunya sifat-sifat berikut, gunakan contoh vektor - vektor u, v dan w pada R
dan k scalar pada R.
a. u. (u x v) = 0
b. u x v = u .  v  - (u . v)
2 2 2 2

c. u x (v x w) b= (u . w)v - (u . v)w
d. u xv = -(v x u)
e. u x (v + w) = (u x v) + (u x w)
f. k(u x v) = (ku) x v
g. u x 0 = 0 x u = 0
h. u x u = 0

Diktat Aljabar 76
BAB V
RUANG VEKTOR UMUM

5.1. Kompetensi

Pada bab ini dibahas tentang pengertian ruang vektor, ruang vektor euclid, ruang bagian,
kombinasi linear dan himpunan pembangun atau generator, bebas linear dan tidak bebas linear,
basis dan dimensi, rank dan nullitas, matriks pertukaran basis serta untuk menguji kemampunan
diberikan soal-soal Latihan.
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan ruang vektor
serta karakterisasinya, bebas linear dan tidak bebas linear, basis rank matriks, metriks pertukaran
basis serta mampu mengaplikasikan dengan tepat pada masalah–masalah real yang terkait.

5.2. Pengertian Ruang Vektor


2 3 n
Pada bab 4 sudah dibahas tentang himpunan vektor-vektor di R , R dan R secara nyata, juga
2 3
pada vektor di R dan R divisualisasi dengan baik dan nyata. Secara umum pengertian ruang
vektor Real disajikan pada definisi berikut.

Definisi 1
Himpunan V merupakan himpunan vektor yang disertai dua operasi yaitu operasi penjumlahan
vektor dan operasi perkalian vektor dengan skalar bilangan real. Selanjutnya V disebut ruang
vektor atas bilangan Real jika himpunan V dengan operasi penjumlahan vektor merupakan group
abelian atau group komutatif yang memenuhi aksioma 1 sampai 5. Dan terhadap operasi perkalian
vektor dengan skalar memenuhi aksioma 6 sampai 10, secara lengkap aksioma-aksiomanya
sebagai berikut,
1. Himpunan V bersifat tertutup terhadap operasi penjumlahan,
untuk setiap u,v  V maka berlaku u+v  V
2. Pada V memenuhi sifat asosiatif terhadap operasi penjumlahan:
Untuk setiap u, v, w  V maka (u + v) + w = u + (v + w)
3. Terdapat elemen 0 V , sehingga untuk setiap u  V maka 0 + u = u + 0 = u V
4. Untuk setiap elemen pada V mempunyai invers tunggal terhadap operasi +, artinya
Untuk setiap u  V maka terdapat w V sehingga u + w = w + u = 0, maka w  V disebut
-1
invers dari u dan ditulis sebagai w = u
5. Pada V berlaku operasi komutatip terhadap operasi penjumalahan,
Untuk setiap u, w  V maka u + w = w + u
6. Pada V jika dioperasikan dengan skalar, maka bersifat tertutup terhadap operasi perkalian
vektor dengan skalar k, yaitu untuk setiap vektor w  V, dan untuk skalar k  R maka
k.w = w.k  V
7. Untuk setiap vektor v  V dan untuk semua skalar k,l  R, sedemikian sehingga memenuhi
(k+l)v = kv + lv  V
8. Untuk setiap u, v V dan untuk setiap skalar h R, sedemikian sehingga memenuhi
h.(u + v) = hu + hv
9. Untuk setiap vektor v  V dan skalar h,k R, sedemikian sehingga memenuhi
(hk) v = h. (kv)
10. Untuk setiap u  V , dan terdapat 1 R maka 1.u = u.1 = u.
2 3
Berdasarkan definisi 1, secara umum yang termasuk dalam ruang vektor tidak hanya R , R dan
n
R tapi dapat juga berupa himpunan matriks-matriks, himpunan polinomial, himpunan fungsi-
fungsi dan sebagainya yang memenuhi aksioma-aksioma ruang vektor.

Diktat Aljabar 77
Untuk lebih jelasnya diberikan beberapa contoh berikut.
Contoh-contoh ruang vektor atas bilangan real R sebagai berikut
2 3 n
1. Himpunan R , R , .... R merupakan ruang vektor atas himpunan bilangan real R

2. C = { (c1, c2, ... , cn)  c1, c2, ... , cn  C} : himpunan vektor-vektor dengan entry vektor pada
n

himpunan bilangan kompleks C dengan C = { a + bi  a, b  R}


n
C merupakan ruang vektor atas himpunan bilangan real R.

3. Mn(R) himpunan matriks-matriks berordo n atas bilangan Real R merupakan ruang vektor
atas lapangan R

4. Mnxm(R) himpunan matriks-matriks berordo nxm atas bilangan Real R merupakan ruang
vektor atas lapangan R

5. Q = { (q1, q2, ... , qn)  q1, q2, ... , qn  Q} , dengan Q : himpunan bilangan rasional
n
n
Q adalah himpunan pasangan berurutan yang terdiri dari n- tuple dengan entrinya berupa
bilangan rasional.
n
Dengan demikian Q merupakan ruang vektor atas lapangan R

6. F[a,b] = { (x, f(x))  a≤ x ≤b, fR } himpunan fungsi-fungsi yang didefinisikan pada interval
[a,b] = { x  a≤x≤b },
F[a,b] merupakan ruang vektor atas lapangan bilangan real R
F(2,9], himp fungsi2 kontinu pada interva 2<x≤ 9

7. Himpunan Pn = {a0 + a1x + a2x + ... + anx  n bilangan bulat positif}


2 n

Pn merupakan himpunan polinomial / suku banyak dengan derajat tertingginya n.


Pn ruang vektor atas lapangan bilangan real R.

Contoh-contoh yang bukan ruang vektor atas lapangan bilangan real R sebagai berikut
1. Z = { (a1, a2, ... , an)  a1, a2, ... , an  Z} , dengan Z : himpunan bilangan bulat.
n
n
Z bukan merupakan ruang vektor atas field himpunan bilangan real R.
a
Karena pada operasi perkalian terhadap suatu skalar terdapat k = R untuk b≠0,
b
1
dan misal z1 = (a1, a2, ... , an) Z
3
dalam hal ini diambil k =
3
1 a a a
. (a1, a2, ... , an) = ( 1 , 2 , ... , n )  Z
3
maka k.z1 =
3 3 3 3
2. Mn(Z) : himpunan matriks berordo n dengan entry bilangan bulat, bukan merupakan ruang
vektor atas bilangan real.
3. Diberikan VR dan didefinisikan dua operasi yaitu untuk semua vektor u, v  V , misalkan
2

diambil vektor u = (u1, u2) , v = (v1, v2) dan untuk setiap skalar h R, maka memenuhi
u + v = (u1 + v1, u2 + v2) dan hu = (0, hu2)
karena pada aksioma ke 10 yaitu jika diambil h = 1 maka h.u = 1.u = (0, u2) ≠ u

Diberikan V merupakan ruang vektor atas lapangan bilangan real R, maka pada V memenuhi
sifat-sifat yang disajikan pada teorema berikut.

Teorema 2
Diberikan himpunan vektor V merupakan ruang vektor atas lapangan bilangan real R, sedemikian
untuk setiap vektor u, v  V dan setiap skalar h R, maka berlaku pernyataan-pernyataan berikut
1. 0.u = 0
2. h.0 = 0
3. (-1).u = -u
4. Jika hu = 0 maka u = 0 atau h = 0

Diktat Aljabar 78
Bukti
1. Akan ditunjukkan bahwa 0.u = 0, untuk semua u  V
Ambil sebarang u  V maka u mempunyai invers u = -u  V terhadap operasi penjumlahan
-1
-1
sedemikian sehingga u + u = u + (-u) = 0.
0.u = (u + ( -u)) .u
= u.u + (-u).u ( sifat distributif)
= u.u + (-).u.u = u.u – u.u = 0

2. h.0 = 0
ambil sebarang skalar h R, karena R field atau lapangan maka h mempunyai invers
terhadap penjumlahan yaitu -h R, sedemikian sehingga h + (-h) = 0
h.0 = h. (h + (-h))
= h.h + (-h).h (sifat distributif pada R)
2 2 2
= h + (-).h ( h bilangan real maka h.h = h dan invers terhadap
2
penjumlahan yaitu (– h ))
=0

Untuk pernyataan 3 dan 4 coba kerjakan sendiri sebagai latihan.

5.3. Ruang Bagian

Himpunan vektor W dikatakan ruang bagian atau sub ruang dari himpunan vektor V apabila W
subset dari V , W≠ , pada W dengan operasi penjumlahan vektor memenuhi sifat group abelian
dan operasi terhadap perkalian skalar memenuhi aksioma di ruang vektor V.

Dengan kata lain pengertian sub ruang diberikan pada definisi 3 berikut.
Definisi 3
Diberikan V ruang vektor, maka W dikatakan sub ruang atau ruang bagian V jika W ≠ , W
subset V dan W merupakan ruang vektor yang didefinisikan dua operasi yang sama pada V.

Secara lengkap maka sifat sub ruang disajikan pada teorema berikut.
Teorema 4
Diberikan V ruang vektor, maka W subruang V jika dan hanya jika memenuhi
1. W ≠  dan W subset V atau W  V
2. Untuk semua vektor-vektor u, v  W maka u + v W
3. Untuk skalar l R dan untuk setiap v  W maka lv = vl  W

Atau dengan kata lain W sub ruang V jika dan hanya jika memenuhi
1. W ≠  dan W subset V atau W  V
2. Untuk semua vektor-vektor u, v  W , k R maka k(u + v) = ku + kv W

Contoh-contoh
n n
1. Q merupakan subruang R dan ditunjukkan sebagai berikut.
Akan ditunjukkan :
 Q ≠
n

Q ≠
n n
Karena vektor ( 0, 0, ... , 0 ) anggota himpunan Q ini menunjukkan bahwa

 QR
n n
n
Ambil sebarang a = (q1, q2, ... , qn)Q ,
a = (q1, q2, ... , qn) untuk suatu q1, q2, ... , qnQ maka q1, q2, ... , qnR , sehingga
n n n
a = (q1, q2, ... , qn)R , dengan kata lain untuk sebarang aQ maka aR , terbukti
bahwa Q  R
n n


n
Pada Q memenuhi sifat
u, v  Q maka u + v Q
n n

Diktat Aljabar 79
n
Ambil sebarang u = (q1, q2, ... , qn), v = (p1, p2, ... , pn)Q
u + v = (q1, q2, ... , qn) + (p1, p2, ... , pn)
n
u + v = (q1+ p1 , q2 + p2 , ... , qn + pn)Q
karena q1, q2, ... , qn, p1, p2, ... , pnQ
sehingga q1+ p1 , q2 + p2 , ... , qn + pn q1+ p1 , q2 + p2 , ... , qn + pn Q

l R dan v  Q maka lv = vl  Q


n n
n
Ambil sebarang l R dan v = (p1, p2, ... , pn)Q
Iv = l. (p1, p2, ... , pn)
= (l.p1, l.p2, ... , l.pn) = (p1.l, p2 l, ... , pn.l) = v.l Q
n

2. Himpunan A yang didefinisikan sebagai A= a b 0 a, b  R


3
merupakan subruang R .
Bukti
3
Akan ditunjukkan bahwa A merupakan subruang R
 :A ≠ 
Karena vektor (0,0,0) anggota himpunan A ini menunjukkan bahwa A ≠ 

3
A R
Ambil sebarang aA, mis. a = (a1 , a2 , 0 ) untuk a1 , a2R.
Sehinqgga terlihat bahwa a = (a1 , a2 , 0 ) R
3.

Dengan demikian diperoleh aA  aR ini berarti A R


3 3

 Pada A memenuhi sifat


a, b  A maka a + b A
Ambil sebarang a,bA, mis. a = (a1 , a2 , 0 ) dan b = (b1 , b2 , 0 ) untuk a1 , a2, b1 ,
b2R.
a + b = (a1 , a2 , 0 ) + (b1 , b2 , 0 )
a + b = (a1 + b1 , a2 + b2 , 0 )  A karena a1 + b1 , a2 + b2 R
sehingga untuk setiap a, b  A maka a + b A

l R dan v  A maka lv = vl  A


Ambil sebarang l R , dan sebarang a = (a1 , a2 , 0 )  A
Maka la = l. (a1 , a2 , 0 ) = (la1 , la2 , l.0 ) = (la1 , la2 , 0 )  A
Karena la1 , la2 R

Pada Contoh-contoh berikut kerjakan sebagai latihan.


n n
1. Apakah Z sub ruang R ?

Tunjukkan B = {(0, 1 , a1 , a2) a1 , a2R } bukan sub ruang R .


4
2.
 a  
  
3. Diberikan himpunan vektor A yang didefinisikan sebagai, A =  0  a , b  R  .
 b  
  
3
Tujukkan bahwa himpunan A sub ruang R ?
4. Himpunan matriks B didefinisikan sebagai
 2 a  
  
B =  b 0  a , b, c  R  , apakah B subruang himpunan matriks M3x2(R) ?
 c 0  
  
 a b  
5. Himpunan matriks C =   a , b, c  R  merupakan sub ruang M2(R).
 c 0  
M2(R) : himpunan matriks-matriks berordo 2 dan entry-nya bilangan real R.

Diktat Aljabar 80
 a b  
Atau M2(R) =   a , b, c, d  R  .
 c d  
Teorema 5
Jika Amxn.X = 0 merupakan SPL homogen dari m persamaan dan n peubah maka himpunan vektor
n
penyelesaian SPL homogen adalah sub ruang dari R

5.4. Kombinasi Linear dan Span

Beberapa vektor -vektor dapat membentuk kombinasi linear. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada definisi berikut.
Definisi 6
Vektor v merupakan kombinasi linear dari vektor-vektor u1, u2, u3, ... , un jika vektor v dapat
dinyatakan dalam bentuk v = k1.u1 + k2.u2 + k3.u3 + ... + kn un , dengan k1, k2 , k3 , ... , kn skalar
pada R

Contoh
1. Diberikan vektor-vektor a= (1, 0, 3) dan b = (-1, 3, 2) R , tinjau apakah vektor c = (0, 4, 6)
3

dan d = (7, 2, 1) merupakan kombinasi linear dari a dan b.


Penyelesaian:
Vektor c kombinasi linear dari vektor a dan b, maka dapat ditentukan skalar k 1 dan k2
sedemikian sehingga
c = k1.a + k2.b,
(0, 4, 6) = k1 (1, 0, 3) + k2 (-1, 3, 2)
= (k1, 0, 3k1) + (-k2, 3. k2, 2 k2)
= (k1 - k2, 3 k2, 3k1 + 2 k2)

Diperoleh
0 = k1 - k2 ; 4 = 3 k2 ; 6 = 3k1 + 2 k2

Bentuk SPL berikut


k1 - k2 = 0
3 k2 = 4
3k1 + 2 k2 = 6
1  1 0 
0 3   k 1  = 4
  k   
3 2   2  6 

Selanjutnya menyelesaikan SPL tersebut dengan metode eliminasi gauss sebagai berikut:
1  1 0

Bentuk matriks augmented/ matriks diperbesar : 0 3 4

 
3 2 6

Pada metode eliminasi Gauss dalam membentuk matriks eselon baris digunakan OBE
(operasi baris elementer)
1  1 0 1  1 0
0 3 4  0 3 4
  b 33b1  
3 2 6 0 5 6

Diktat Aljabar 81
1  1 0 1  1 0  1  1 0 
0 3 4     4 / 3 
  1b2
0 1 4 / 3  
0 1
b 35 b 2
0 5 6 3 0 5 6  0 0  2 / 3

Pada matriks eselon baris diperoleh bentuk SPL baru yaitu


1  1  0 
0 1   k 1  =  4/3 
  k   
0 0   2   2 / 3

menunjukkan bahwa SPL di atas tidak konsisten karena terdapat persamaan


0 = -2/3 hal ini tidak mungkin terjadi pada suatu persamaan.
Dengan demikian SPL tidak mempunyai solusi tunggal. Dengan kata lain tidak dapat
dihasilkan k1 dan k2 secara tunggal.
Jadi vektor c tidak dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear a dan b.

2. Periksa apakah vektor w = (9 , 2, 7) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear vektor-


3
vektor u = (3, 2, 1) dan v = (1, 2, -1 ) di R .
Penyelesaian:
Vektor w kombinasi linear dari vektor u dan v, maka dapat ditentukan skalar k dan l
sedemikian sehingga w = k.u + l.v, yaitu
(9, 2, 7) = k (3, 2, 1) + l (1, 2, -1)
= (3k, 2k, k) + (l, 2l, -l)
= (3k + l, 2k + 2l, k-l)
Dengan kesamaan dua vektor, diperoleh
9 = 3k + l
2 = 2k + 2l
7=k–l
selanjutnya menghitung k dan l dengan metode substitusi diperoleh
3k + l = 9  l = 9 – 3k disubstitusi ke pers 2k + 2l = 2
Sehingga 2k + 2(9 – 3k ) = 2
2k – 6k + 18 = 2  -4k = -16  k = 4
Untuk k = 4 substitusi ke persamaan k – l = 7, sehingga l = 4 - 7 = -3.
Sehinga vektor w dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear vektor-vektor u dan v
sebagai: w = ku + l.v dengan skalar k = 4 dan l = -3.
4
3. Semua vR dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear vektor–vektor standar
e1 = (1, 0, 0, 0) , e2 = ( 0, 1, 0, 0), e3 = ( 0, 0, 1, 0) dan e4 = ( 0, 0, 0, 1), sebagai berikut
v = k.e1 + l.e2 + m.e3 + n.e4
untuk k, l, m, n skalar pada R
4
sehingga R dapat dibangun oleh himpunan vektor-vektor standar
{ e1 , e2 , e3 ,e4 }
4
Dan R = Span{ e1 , e2 , e3 ,e4 }

Misalkan vektor v = ( 10, 7, -6, 1) R maka vektor v dapat dinyatakan sebagai


4

v = k.e1 + l.e2 + m.e3 + n.e4


( 10, 7, -6, 1) = k(1, 0, 0, 0) + l ( 0, 1, 0, 0) + m( 0, 0, 1, 0) + n ( 0, 0, 0, 1)
( 10, 7, -6, 1) = (k, 0, 0, 0) + ( 0, l, 0, 0) + ( 0, 0, m, 0) + ( 0, 0, 0, n)
( 10, 7, -6, 1) = (k, l, m, n)

Dengan kesamaan dua vektor maka diperoleh k = 10, l = 7, m = -6 dan n = 1.


Jadi bentuk kombinasi linear vektor v = ( 10, 7, -6, 1) dengan vektor-vektor e1 , e2 , e3 dan
e4 adalah
v = k.e1 + l.e2 + m.e3 + n.e4

Diktat Aljabar 82
dengan skalar k = 10, l = 7, m = -6 dan n = 1.

Contoh-contoh soal berikut kerjakan sebagai latihan


3
1. Diketahui R , tunjukkan bahwa vektor-vektor u = ( 1, - 1, 8) dan v = (5, 4, 2) dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linear vektor p1 = (2, 0, 3) , p2 = ( 4, 1 , 0) dan p3 = (0,-3, 4)

2. Apakah vektor w = ( 1, 2, -3, 1) merupakan kombinasi linear vektor-vektor


r1 = ( 0, 7, 0, 1) , r2 = ( 1, 5, 0, 2) dan r3 = ( 2, -1, 4, 1)

Sifat-sifat terkait pada sub ruang vektor, dijelaskan pada teorema berikut.
Teorema 7
Jika diberikan vektor-vektor u1, u2, ..., up pada ruang vektor V maka
1. W subruang V jika W merupakan himpunan semua kombinasi linear u1, u2, ..., up
2. W disebut sub ruang terkecil dari V yang memuat u 1, u2, ..., up artinya jika terdapat sub ruang
dari V yang lain pasti mengandung W.

Definisi 8
Diberikan U = { u1, u2, ..., up } himpunan vektor-vektor pada V, himpunan vektor W sub ruang V
maka W memuat semua kombinasi linear dari vektor-vektor di U yang di sebut ruang yang
dibangun oleh vektor–vektor u1, u2, ..., up dan vektor-vektor tersebut membangun W. Untuk
menunjukkan bahwa W ruang yang dibangun oleh U, dituliskan W = span(U) atau W = span{ u1,
u2, ..., up }

Contoh
Himpunan vektor-vektor W , W = { u1, u2, u3 } dengan u1 = ( 1, -1, 4) , u2 = (3, 2, 0), dan
3
u3 = (0, 5 , 7). Apakah W membangun R .

Jawab.
3 3
Untuk menunjukkan bahwa vektor W membangun R , maka untuk setiap vektor di R dapat
dinyatakan sebagai kombinasi linear dari vektor – vektor u1, u2, u3.
Ambil sebarang v = (b1, b2, b3)  R , selanjutnya nyatakan v sebagai kombinasi linear dari vektor –
3

vektor u1, u2, u3 sebagai berikut


v = k.u1 + l.u2 + m.u3

atau (a1, a2, a3) = k. ( 1, -1, 4) + l. (3, 2, 0) + m.(0, 5 , 7)


(b1, b2, b3) = ( k, -k, 4k) + (3l, 2l, 0) + (0, 5m , 7m)
(b1, b2, b3) = ( k +3l, -k + 2l + 5m, 4k + 7m)

Dengan kesamaan dua vektor di atas maka diperoleh sistem persamaan linear berikut,
k + 3l = b1
-k + 2l + 5m = b2
4k + 7m = b3

Atau dalam bentuk persamaan matriks


 1 3 0  k   b1 
 1 2 5  l  = b 
    2
 4 0 7   m   b 3 

 1 3 0

Selanjutnya dihitung det  1 2 5

 
 4 0 7 

Diktat Aljabar 83
1 3 0
2 5 1 5
Sebagai berikut  1 2 5 = 1. – 3 = 1.14 – 3(-7 – 20)
0 7 4 7
4 0 7
= 14 + 81 = 95
1 3 0
Karena  1 2 5 = 95 ≠ 0 maka vektor v dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear
4 0 7

vektor-vektor u1, u2, u3 dan skalar k, l dan m dapat dihasilkan secara tunggal.
3 3
Karena diambil vuatu vektor v sebarang pada R , dengan demikian untuk setiap vektor dalam R
dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear vektor-vektor u1, u2, u3 dengan kata lain vektor-vektor
3
u1, u2, u3 membangun R
.

5.5. Bebas Linear dan tidak bebas linear

Pengertian tentang bebas linear dan tidak bebas linear disajikan pada definisi berikut.
Definisi 9
Diberikan U himpunan vektor-vektor dengan U = { u1, u2, ..., up }, apabila kombinasi linear berikut
memenuhi
k1.u1 + k2.u2 + ... + kp.up = 0
Sedemikian untuk semua k1 = k2 = ... = kp = 0, maka U disebut bebas linear.
Jika terdapat suatu ki 0 , sedemikian sehingga kombinasi linear memenuhi
k1.u1 + k2.u2 + ... + kp.up = 0
maka U disebut tidak bebas linear.

Contoh-contoh
3
1. Diberikan himpunan U = {(0,3,6), (-1, -2, 1) , (2, 0 , -3)} dengan UR , apakah U himpunan
vektor-vektor yang bebas linear?
3
2. Diberikan himpunan V = {(1, 4, 0), (2, -2, 5) , (0, 0 , 2) , (3, -1, 1) } dengan VR , apakah V
himpunan vektor-vektor yang bebas linear?
3
3. Apakah S = { i, j, k } di R bebas linear?

Karakterisasi vektor-vektor yang bebas linear disajikan pada teorema berikut


Teorema 10
Diberikan S himpunan vektor-vektor beranggotakan dua atau lebih vektor-vektor, maka S tidak
bebas linear jika dan hanya jika terdapat satu vektor atau lebih dalam S yang dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linear dari vektor – vektor yang lain dalam S.
Himpunan S bebas linear jika dan hanya jika tidak ada vektor dalam S yang dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor dalam S yang lain.
Contoh
4
1. W = { u1, u2, u3 } berada pada R dengan u1 = (1, -2, 1, 2), u2 = (0, 3, 6, 6) dan
u3 = (2, -5, 0, 2). Tunjukkan W tidak bebas linear, karena vektor u1 kombinasi linear u2 dan u3
Penyelesaian:
u1 = k u2 + p u3
(1, -2, 1, 2) = k. (0, 3, 6, 6) + p. (2, -5, 0, 2)
(1, -2, 1, 2) = (0, 3k, 7k, 6k) + (2p, -5p, 0, 2p) = ( 2p, 3k – 5p, 6k, 6k+2p)
Diperoleh
2p = 1  p = ½
3k – 5p = -2  3k = -2 + 5.1/2 = ½
 k =1/6
6k = 1 k =1/6
Diktat Aljabar 84
6k+2p = 2
Sehingga u1 kombinasi linear u2 dan u3
u1 = 1/6 . u2 + ½ u3
4
2. W = { u1, u2, u3 } di R
dengan u1 = (1, -2, 1, 2) , u2 = (0, 3, 6, 6) dan u3 = (2, -5, 0, 2)

Tunjukkan W tidak bebas linear.


Penyelesaian:
k u1 + l u2 + m u3 = 0
k. (1, -2, 1, 2) + l.(0, 3, 6, 6) + m. (2, -5, 0, 2) = 0
(k, -2k, k, 2k) + (0, 3l, 6l, 6l) + (2m, -5m, 0, 2m) = 0
(k + 2m, -2k + 3l – 5m, k + 6l , 2k + 6l + 2m) = 0
Diperoleh SPL berikut
k + 2m = 0
-2k + 3l – 5m = 0
k + 6l =0
2k + 6l + 2m = 0

Dengan metode eliminasi gauss maka diperoleh


1 0 2 0 
 2 k
 3  5 l=
0 
 
1 6 0   0 
   m   
2 6 2 0 
Bentuk matriks diperbesar adalah sbb.

1 0 2 0 1 0 2 0 1 0 2 0
 2 
3  5 0 0 3  1 0 0 1  1 / 3 0
    
1 6 0 0 bb 32b21b1 0 6  2 0  b 2 / 3 0 6  2 0
  b 42 b1    
2 6 2 0 0 6  2 0 0 6  2 0

1 0 2 0 1 0 2 0
0 
1  1 / 3 0 0 1  1 / 3 0
  
0 6  2 0 bb 3566bd 22 0 0 0 0
   
0 6  2 0 0 0 0 0

Diperoleh SPL yang baru sebagai berikut


k + 2m = 0  k = 2m
l – 1/3m = 0  l = 1/3m

sehingga untuk m = 1 ≠ 0 maka k = 2, dan l = 1/3


karena terdapat m = 1 ≠ 0 , k = 2 ≠ 0 dan l = 1/3 ≠ 0 maka kesimpulannya W tidak bebas linear.

Karakterisasi vektor – vektor yang tidak bebas linear dinyatakan pada teorema berikut.
Teorema 11.
1. Jika W himpunan vektor-vektor yang memuat vektor nol maka W tidak bebas linear.
n
2. Diberikan W = { u1 , u2 ,u3 , . . . , ur } pada R , jika r > n maka W tidak bebas linear.

5.6. Basis dan Dimensi

Diktat Aljabar 85
Pengertian mengenai basis pada ruang vektor V disajikan pada definisi 12 berikut.
Definisi 12
Diberikan V ruang vektor dan W = { u1 , u2 ,u3 , . . . , ur } himpunan vektor-vektor pada V, maka W
disebut basis untuk V jika pada
W memenuhi
1. W bebas linear
2. W membangun V, atau W merentang V , atau V = span{ u1 , u2 ,u3 , . . . , ur }

Untuk lebih jelasnya, karakterisasi basis pada suatu ruang vektor V dinyatakan pada teorema dan
definisi – definisi berikut.
Teorema 13.
Jika himpunan vektor-vektor W = { u1 , u2 ,u3 , . . . , up } basis untuk V maka untuk setiap vektor
uV dapat dinyatakan secara tunggal sebagai kombinasi linear vektor – vektor pada W, sbb.
v = k1 u1 + k2 u2 + k3 u3 + . . . + kp up

Definisi 14
Diberikan V ruang vektor tidak nol disebut berdimensi hingga jika V memuat himpunan vektor-
vektor berhingga yaitu { u1 , u2 ,u3 , . . . , up } merupakan basis untuk V. Ruang vektor nol
dikatakan berdimensi hingga.

Definisi 15.
Dimensi ruang vektor V, ditulis dm(V) didefinisikan sebagai jumlah semua vektor dalam suatu
himpunan vektor basis V. Ruang vektor nol disebut berdimensi nol.

Koordinat relatif terhadap basis


Jika W = { u1 , u2 ,u3 , . . . , up } basis untuk V sehingga untuk setiap vV dapat dinyatakan secara
tunggal dalam bentuk v = k1 u1 + k2 u2 + k3 u3 + . . . + kp up, maka nilai skalar k1 , k2 , k3 , . . ., kp
disebut koordinat v relatif terhadap basis W.
p
Vektor (k1 , k2 , k3 , . . ., kp ) di R yang tersusun dari koordinat-koordinat ini disebut koordinat
vektor v relatif teradap basis W yang dinotasikan sebagai
(v)W = (k1 , k2 , k3 , . . ., kp )

 k1 
k 
Atau Matriks [v]W =   disebut matriks koordinat W bagi v
2


 
 k p 
Contoh
Tunjukkan bahwa himpunan vektor – vektor
3
B = { u1= ( 1, 3, -2) , u2 = (-3, -12, 10) , u3 = (-2, -6, 5) } basis untuk R .
3
Jika diberikan vektor v1 = (2, 7,10) dan v2 = (1, 0, 2) pada R , maka tentukan koordinat vektor v1
relatif yang terhadap basis B dan koordinat vektor v2 relatif yang terhadap basis B yaitu [v1]B dan
[v2]B.

Penyelesaian:
3
Bukti bahwa B basis untuk R
3
a. R = span (B)
3
sehingga untuk setiap vektor di R dapat di span atau dibangun oleh himpunan vektor B.
3
Artinya untuk setiap vektor di R dapat dinyatakan secara tunggal sebagai kombinasi linear
dari vektor B.
Ambil sebarang sebarang vektor w = (a, b, c)  R maka w dapat dinyatakan sebagai
3

w = k1. u1 + k2. u2 + k3. u3


(a, b, c) = k1. ( 1, 3, -2) + k2. (-3, -12, 10) + k3. (-2, -6, 5)
(a, b, c) = ( k1 – 3k2 - 2k3, 3k1 – 12k2 – 6k3, -2k1 + 10k2 + 5k3 )

Diperoleh bentuk SPL berikut

Diktat Aljabar 86
k1 – 3k2 - 2k3 = a
3k1 – 12k2 – 6k3 = b
-2k1 + 10k2 + 5k3 = c

Atau
1  3  2  k 1  a 
 3  12  6  k  = b 
   2  
 2 10 5   k 3   c 

1  3  2

Terlebih dahulu dihitung det 3  12  6 sebagai berikut

 2 10 5 
1  3  2
  12  6 3 6 3  12
det 3
  12  6 = 1. -(-3) - 2.
10 5 2 5 2 10
 2 10 5 

= (-60 +60) + 3(15 – 12) – (30 – 24) = 9 – 6 = 3 ≠ 0

1  3  2

Karena det 3  12  6 = 3 ≠ 0 maka k1, k2 dan k3 tunggal.

 2 10 5 
3
Sehingga himpunan vektor B membangun R .

b. Selanjutnya menunjukkan bahwa B bebas linear,


0 = k1. u1 + k2. u2 + k3. u3
0 = k1. ( 1, 3, -2) + k2. (-3, -12, 10) + k3. (-2, -6, 5)
0 = ( k1 – 3k2 - 2k3, 3k1 – 12k2 – 6k3, -2k1 + 10k2 + 5k3 )

Diperoleh bentuk SPL homogen berikut


k1 – 3k2 - 2k3 = 0
3k1 – 12k2 – 6k3 = 0
-2k1 + 10k2 + 5k3 = 0

1  3  2  k 1  0 
 3  12  6  k  = 0 
   2  
 2 10 5   k 3  0 

1  3  2

Karena det 3  12  6 = 3 ≠ 0 maka SPL homogen mempunyai solusi trivial

 2 10 5 

yaitu solusi nol yaitu k 1. = 0 , k2 = 0 dan k3 = 0


Sehingga B bebas linear.
3
Dengan demikian terbukti B basis untuk R .
3
Dim(R ) : jumlah vektor-vektor basis pada himpunan B
3
Jadi Dim(R ) = 3.

Diktat Aljabar 87
Selanjutnya menghitung koordinat vektor relatif [v1]B dan [v2]B.

3
untuk suatu v1 = (2, 7, 10)R maka diperoleh

1  3  2  k 1  2
 3  12  6  k  = 7
   2  
 2 10 5   k 3  10

Menyelesaikan dengan metode eliminasi gauss-jourdan sebagai berikut maka diperoleh


1 3 2 2  1  3  2 2  1  3  2 2 
 3  12  6 7   0  3 0 1   0 1 0  1 / 3
  bb3223bb11   1 / 3b 2 
 2 10 5 10 0 4 1 14 0 4 1 14 

1  3  2 2  1  3  2 2  1 0  2 1 
0 1 
0  1/ 3  0 1 
0  1 / 3  0 1 0  1 / 3

 b 3 4 b 2 b13 b 2
0 4 1 14  0 0 1 46 / 3 0 0 1 46 / 3
1 0 0 95 / 3
 0 1 0  1 / 3
b1 2 b 3
0 0 1 46 / 3
 95 / 3 

Jadi diperoleh [v1]B =  1 / 3

 
 46 / 3
Untuk v2 = (1, 0, 2) dengan cara yang sama seperti di atas, sebagai latihan coba dikerjakan sendiri
menentukan [v2]B .

Contoh-contoh untuk latihan


1. Diberikan W = { u1, u2, u3, u4 } dengan u1 = ( 1, -1, 0, 4), u2 = (0, -2, 7, 0), u3 = ( -2, -5, 9, 0)
dan u4 = ( 0, 0, -4, 5).
4 4
Tunjukkan bahwa W adalah basis untuk R dan hitunglah dim(R ) .

2. Berikan penjelasan dan tunjukkan bahwa himpunan S = { e1, e2, e3, e4, e5, e6 } basis standar
6
untuk R .

5.7. Rank Matriks dan Nullitas

Definisi 16 , definisi 17 dan definisi 18 berturut – turut menjelaskan tentang pengertian ruang baris,
ruang kolom dan ruang kosong.,
Definisi 16
n
Jika A matriks berukuran mxn maka sub ruang dari R yang dibangun oleh vektor-vektor baris dari
A disebut ruang baris dari A.

Definisi 17
m
Jika A matriks berukuran mxn maka sub ruang dari R yang dibangun oleh vektor-vektor kolom
dari A disebut ruang kolom dari A.

Definisi 18

Diktat Aljabar 88
n
Ruang penyelesaian dari Ax = 0 dengan matriks A berukuran mxn, yang merupakan sub ruang R
disebut ruang kosong dari A.

Dengan operasi baris elementer maka tidak akan merubah ruang kosong dan ruang baris dari
suatu matriks.
Teorema 19
Jika A matriks sebarang, maka jumlah ruang baris dan jumlah ruang kolom mempunyai dimensi
sama.

Definisi 20
Rank matriks A adalah dimensi bersama antara ruang baris dan ruang kolom matriks A, ditulis
dengan rank(A). Sedangkan dimensi ruang kosong dari A disebut nulitas , atau null(A).

Teorema 21
T
1. Rank(A) = rank(A )
2. Rank(A) + null(A) = n dengan n jumlah kolom matriks A.

Contoh
Hitunglah rank(A) dan null(A) dari matriks berikut.
1 1 1 2
 
0 1 4 1
1 1 1 2
A=  
2 3 10 8
1 3 13 6 

1 1 1 2 

Untuk menghitung rank matriks A digunakan OBE sehingga terbentuk matriks eselon baris,
sebagai berikut
1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2
1
     
0 1 4 1 0 1 1 4 0 1 1
4
1 1 1 2  0 0 0 
0 0 0 0
0
         
2 3 10 8  bb 34b21b1  0 1 4  bb 34b22b 2  0
8 0 3
4
1 3 13 6  b 6b1  0
b 5 b1
2 12 4  0 0 4 2 
 
1 1 1 2  0 0 0 0  0 0 0 0 
  

1 1 2
1 1 1 2
1 1 1 2
1
     
0 1 1
4 0 1 1
4 0 1 1
4
0 0 0
0  0 0 24  0 0 2
4
   
     
0 0 3  b 5 b 3  0
4 0 3  b 4 b 3  0
4 0 1
0
0 0 4 2  0 0 0 0  0 0 0 0 
  
0 0 0 0  0 0 0 0  0 0 0 0 
  
Jadi rank(A) = 4 yaitu pada matriks eselon baris terlihat bahwa jumlah baris yang tidak semuanya
nol ada 4 baris.

Selanjutnya menentukan nullitas matriks A atau null(A), sbb

Diktat Aljabar 89
1 1 1 2
 
0 1 4 1  x 1   0 
1    
1 1 2  x 2   0 
  
2 3 10 8  x 3   0 
1    
 3 13 6  x 4   0 
1 1 1 2 

Dengan OBE terbentuk

1 1 2
1
 
0 1 1  x1   0 
4
0    
0 2  x 2   0 
4
  
0 0 1  x 3   0 
0
0    
 0 0 0  x 4   0 
0 0 0 0 

Atau x1 + x2 + x3 + 2x4 = 0
x2 + 4x3 + x4 = 0
4x3 + 2 x4 = 0
x4 = 0  x3 = 0
 x2 = 0 dan x1 = 0

Jadi null(A) = 0
Kesimpulan rank(A) + null(A) = n (jumlah kolom)
rank(A) + null(A) = 4 + 0 = 4

5.8. Matriks Pertukaran Basis

Diberikan V sebarang ruang vektor berdimensi n dan B = { v 1, v2, ... , vn } basis untuk ruang
vektor V, dengan demikian untuk setiap uV dapat dituliskan sebagai kombinasi linear dari vektor-
vektor basis pada B yang berbentuk
W = k1v1 + k2 v2 + ... +knvn

Dengan skalar ki disebut koordinat –B relatif terhadap vektor w dan matriks kolom
T
[w]B = [ k1 k2 ... kn ] disebut sebagai matriks koordinat- B bagi vektor w.

Beberapa sifat yang penting terkait matriks koordinat relatif terhadap basis B, disajikan pada
teorema berikut.
Teorema 21
Diberikan B basis untuk ruang vektor V yang berdimensi hingga maka berlaku formula sebagai
berikut
1. [w]B = [v]B jika dan hanya jika vektor w = vektor v
2. [w + v]B = [w]B + [v]B
3. [k.w]B = k. [w]B
n
4. Untuk setiap X pada R maka terdapat suatu vektor tunggal u di V sedemikian sehingga
[u]B = X

Ruang vektor V berdimensi n , mempunyai basis B dan B’. Misalkan basis

Diktat Aljabar 90
B = { v1, v2, ... , vn } dan B’ = { u1, u2, ... , un }

Maka pada ruang vektor V terdapat matriks P sebagai matriks pertukaran basis B menjadi B’,
dengan
P = [ [v1]B’ : [v2]B’ : ... : [vn]B’ ]

dan matriks P bersifat nonsingular artinya determinan matriks P tidak sama dengan nol, sehingga
P mempunyai invers.

Sifat pada matriks pertukaran basis dari B menjadi B’ pada ruang vektor V, dinyatakan pada
teorema berikut.

Teorema 22
Jika diberikan B = { v1, v2, ... , vn } dan B’ = { u1, u2, ... , un } dua basis berbeda pada ruang vektor
V berdimensi hingga , maka matriks P = [ [v1]B’ : [v2]B’ : ... : [vn]B’ ] dengan kolom-kolomnya
berupa koordinat baru bagi vektor basis B dan matriks P nonsingular, sedemikin sehingga
P[w]B = [w]B’ untuk setiap w pada V.

Contoh
3
Diketahui V = R dengan himpunan vektor-vektor basis,
B = {u1 = (3, 2, 1), u2 = (0, -2, 5) , u3 = (1 ,1 ,2) } dan
B’= {v1= (1,1,0), v2 = (-1, 2, 4) , v3 = (2,-1,1) }
Tentukan P matriks perubahan basis dari B menjadi B’.
Penyelesaian
P = [ [u1]B’ : [u2]B’ : [u3]B’ ]
Menentukan [u1]B’ : [u2]B’ : [u3]B’ sebagai berikut
T
u1 = a1. v1 + b1 v2 + c1 v3 maka [u1]B’ = [a1 b1 c1 ]
(3, 2, 1) = a1. (1,1,0) + b1 (-1, 2 ,4) + c1 (2 , -1, 1)

Diperoleh bentuk SPL


a1. - b1 + 2c1 = 3
a1. + 2b1 + c1 = 2
4b1 + c1 = 1
Diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss-Jourdan sbb
Bentuk matriks augmentednya adalah

1  1 2 3 1  1 2 3 1  1 2 3 
1 2 1 2 0 3  1  1 0 1  1 / 3  1 / 3
  b 2b1   1 / 3b 2  
0 4 1 1 0 4 1 1  0 4 1 1 

1  1 2 3  1 0 5 / 3 8 / 3 
0 1  1 / 3  1 / 3   0 1  1 / 3  1 / 3
  bb13b4
2
0 4 1  0 0 7 / 3 7 / 3 
b2
1

1 0 5 / 3 8 / 3  1 0 5 / 3 8 / 3  1 0 0 1
0 1  1 / 3  1 / 3 0 1  1 / 3  1 / 3  0 1 0 0
  3 / 7 b3   bb1251// 33..bb33  
0 0 7 / 3 7 / 3  0 0 1 1  0 0 1 1

Sehingga diperoleh solusi SPL


a1. = 1 , b1 = 0 dan c1 = 1
T
dengan demikian [u1]B’ = [ 1 0 1]
Diktat Aljabar 91
Menentukan [u2]B’
u2 = a2. v1 + b2 v2 + c2 v3
(0, -2, 5) = a1. (1,1,0) + b1 (-1, 2 ,4) + c1 (2 , -1, 1)

Diperoleh bentuk SPL


a1. - b1 + 2c1 = 0
a1. + 2b1 + c1 = -2
4b1 + c1 = 5
Maka dengan cara yang sama menggunakan metode eliminasi gauss- jourdan diperoleh solusi
SPL
43 3 23
a1   , b1  dan c1 
7 7 7
T
 43 3 23 
c1 ] atau [u2]B’ = 
T
sehingga [u2]B’ = [a1 b1
 7 7 7 
Menentukan [u3]B’
T
u3 = a3. v1 + b3v2 + c3 v3 maka [u3]B’ = [a3 b3 c3 ]
(1, 1, 2) = a1. (1,1,0) + b1 (-1, 2 ,4) + c1 (2 , -1, 1)

Diperoleh bentuk SPL


a1. - b1 + 2c1 = 1
a1. + 2b1 + c1 = 1
4b1 + c1 = 2

Maka dengan cara yang sama menggunakan metode eliminasi gauss- jourdan diperoleh solusi
SPL
3 2 6
a 1   , b1  dan c1 
7 7 7
T
 3 2 6
[u2]B’ = 
T
sehingga [u3]B’ = [a1 b1 c1 ] atau
 7 7 7 
Dengan demikian berdasarkan bentuk matriks P = [ [u1]B’ : [u2]B’ : [u3]B’ ] maka diperoleh matriks P
1  437  73 

= 0 3 2 
 7 7 
1 23
7
6 
7 

5.9. Soal-soal Latihan

1. Periksa apakah himpunan-himpuan berikut merupakan ruang vektor atas himpunan bilangan
real?

a. Mnxm(R) merupakan himpunan matriks-matriks berordo nxm atas bilangan Real R


Q = { (q1, q2, ... , qn)  q1, q2, ... , qn  Q} , dengan Q : himpunan bilangan rasional
n
b.
n
c. Q merupakan ruang vektor atas himpunan bilangan real R
d. F[a,b] = { (x, f(x))  a≤x≤b, fR } himpunan fungsi-fungsi yang didefinisikan pada interval
[a,b] = { x  a≤x≤b },
e. F[a,b] merupakan ruang vektor atas himpunan bilangan real R
f. Himpunan P = {a0 + a1x + a2x + ... + anx  n bilangan bulat positif}
2 n

g. Mn(Z) : himpunan matriks berordo dengan entry bilangan bulat.


h. Diberikan VR dan didefinisikan dua operasi yaitu u, v  V , untuk
2

u = (u1, u2) , v = (v1, v2) dan h R, maka memenuhi


u + v = (u1 + v1, u2 + v2) dan hu = (0, hu2)

Diktat Aljabar 92
Tunjukkan B = {(0, 1 , a1 , a2) a1 , a2R } bukan sub ruang R .
4
2.

 a  
  
3. Diberikan himpunan vektor A yang didefinisikan sebagai, A = .  0  a , b  R  Periksa,
 b  
  
3
apakah A sub ruang R ?
 2 a  
  
4. Himpunan matriks B didefinisikan sebagai B =,  b 0  a , b, c  R  apakah B subruang
 c 0  
  
himpunan matriks M3x2(R) ?


 a 0  

5. Himpunan matriks C =   a , b, c  R  merupakan sub ruang M2(R).

 b c  

M2(R) : himpunan matriks-matriks berordo 2 dan entry-nya bilangan real R.
3
6. Diketahui R , tunjukkan bahwa vektor-vektor u = ( 1, - 1, 8) dan v = (5, 4, 2) dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linear vektor p1 = (2, 0, 3) , p2 = ( 4, 1 , 0) dan p3 = (0,-3, 4)
dan buatlah bentuk kombinasi linear dari vektor u dan v.

7. Apakah vektor w = ( 1, 2, -3, 1) merupakan kombinasi linear vektor-vektor r1 =


( 0, 7, 0, 1) , r2 = ( 1, 5, 0, 2) dan r3 = ( 2, -1, 4, 1) ?

8. Tentukan matriks P sebagai perubahan basis dari B menjadi B’ dan matriks Q sebagai matriks
perubahan basis dari B’ manjadi B jika diketahui basis-basis,
B = {u1 = (-1, 0, 1), u2 = (3, -2, 1) , u3 = (1 , 6 ,-1) } dan
B’= {v1= (3, 1, -5), v2 = (1, 1, -3) , v3 = (1, 0 , -2) }

Diktat Aljabar 93
BAB VI
TRANSFORMASI LINEAR

6.1. Kompetensi

Pada pembahasan sebelumnya telah dibicarakan tentang ruang vektor dan operasinya
juga ruang vektor secara umum. Pada pembahasan tentang transformasi dalam hal ini
dibicarakan tentang bagaimana suatu ruang vektor dapat ditransformasi ke ruang vektor berbeda
atau ruang vektor yang sama. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep transformasi linear
beserta sifat-sifatnya, kernel dan jangkauan, serta matriks transformasi. Dan sebagai uji
kemampuan diberikan soal-soal latihan.
Setelah mempelajari materi tentang transformasi linear maka diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan pengertian transformasi linear dan sifat-sifatnya, dapat menentukan kernel,
jangkauan, serta menentukan matriks transformasi pada transformasi linear.

6.2. Pengertian Transformasi Linear dan Sifat-sifatnya

Fungsi T dari ruang vektor V ke ruang vektor W (T : V  W ) merupakan suatu aturan


yang mengawankan sedemikian untuk setiap anggota pada V dikawankan secara tunggal ke suatu
vektor pada W. Dalam hal ini V sebagai domain dan W sebagai kodomain fungsi T serta R(T)
sebagai daerah hasil (range) dari T. Fungsi T yang memetakan dari runag vektor V ke ruang
vektor W disebut sebagai transformasi dari V ke W. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada
transformasi adalah
 Daerah hasil T adalah himpunan R(T) = T(V) = {T(v)  vV }  W.
 T bersifat-sifat satu-satu apabila memenuhi T(u) = T(v) maka berlaku u = v atau jika u ≠ v
maka T(u) ≠ T(v)
 T merupakan fungsi onto apabila R(T) = W

Apabila T mentransformasi dari ruang vektor ke ruang vektor yang sama,


misalnya T : V  V atau T : W  W atau T : R  R
n n

maka T disebut Operator.

Definisi 1
Diberikan V dan W ruang vektor. Transformasi linear dari V ke W merupakan suatu fungsi T dari V
ke W yang memenuhi
T(ku + lv) = k T(u) + l. T(v)
untuk semua u,v pada V dan skalar k,l pada R

Atau T transformasi linear dari V ke W jika memenuhi


T(u + v) = T(u) + T(v) dan T(ku) = k T(u)
untuk semua u,v pada V dan skalar k pada R

Transformasi linear sering disebut juga fungsi linear atau pemetaan linear.
Jika T transformasi linear dari ruang vektor yang sama maka disebut T operator linear.

Contoh
Diberikan T transformasi dengan T : R  R ,
2 2

 x1  x 
didefinisikan T( x ) = T  x  = x2e2 untuk setiap x   1   R2 dengan e1 dan e2 basis
 2 x 2 
2
standar pada R . Apakah T transformasi linear .

Diktat Aljabar 94
Jawab :
 x1   y1 
Ambil sebarang u,v  R dengan u =
2
 x  dan v =  y  serta skalar p dan k pada R.
 2  2
 x1  0
T(u) = T   = x2e2 =
x 
x 2   2
 y1  0
T(v) = T   = y2e2 =  
y 2  y 2 
 x1   y1 
Menentukan pu + kv = p. x  + k. y 
 2  2
 px1   ky1   px1  ky1 
=   +   = px  ky 
px2  ky 2   2 2

 px1  ky1  0 
Sehingga T(pu + kv) = T   = (px 2 + ky2 )e2 = ( px  ky ).1
px2  ky 2 
2 2
 
 0   0   0 
= px  ky  = px   ky 
 2 2  2  2
0 0
= p.   k. 
x 2  y2 
= p.x2e2 + k. y2e2
= p.T(u) + k.T(v)

Jadi T transformasi memenuhi T(pu + kv) = p.T(u) + k.T(v) sehingga T transformasi linear.

Contoh
1. Diberikan transformasi T : R  R dan T didefinisikan sebagai
1x3 1x3

T[x y z] = [x+y-z 1+x-y x-2z ]


Apakah T transformasi linear?

2. Transformasi T : R  R
3 1x3
dan T didefinisikan sebagai
x 
 
T y = [ x – 2z x +2y 3y + z ]
 
 z 
Apakah T transformasi linear?

Pada contoh no. 1 dan 2 kerjakan sendiri sebagai latihan.


Teorema 2
Transformasi T dari ruang vektor V ke ruang vektor W , untuk setiap vektor u,v pada V dan
setiap skalar ai pada R, sehingga berlaku
1 T(0v) = Ow , dengan 0vV dan 0w W
2 T(-u) = -T(u)
3 T(u – v) = T(u) – T(v)
4 Untuk viV dengan i = 1, 2, 3, ... , k dan skalar ai R maka
T(a1.v1 + a2 . v2 + ... + ak.vk ) = a1T(v1 ) + a2 T( v2 ) + ... + akT(vk )
5 T bersifat satu-satu jika dan hanya jika T(u) = 0 maka u = 0

Diktat Aljabar 95
Apabila B = {v1 , v2 , ... , vn } basis untuk ruang vektor V, sehingga untuk setiap vektor uV
dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor basis pada B yaitu
n
u = a1.v1 + a2 . v2 + ... + an.vn =  a .v
i 1
i i

dan T merupakan tranasformasi linear pada V, maka T(u) dapat dihitung dengan
T(u) = T(a1.v1 + a2 . v2 + ... + an.vn)

Sehingga dengan menggunakan teorema 2 diperoleh


n
T(u) = a1T(v1 ) + a2 T( v2 ) + ... + anT(vn ) =  a T( v )
i 1
i i

Karena T(u) suatu vektor pada hasil transformasi T maka terlihat bahwa T(u)
dibangkitkan/direntang oleh vektor-vektor T(vi) artinya T(vi) adalah bayangan vektor -
vektor basis yang merentang hasil transformasi T.
Lebih ringkasnya, maka dijelaskan pada teorema berikut.

Teorema 3
Transformasi linear pada vektor berdimensi hingga V ditentukan oleh nilai-nilai transformasi dari
sebarang vektor basis V. Jika B = {v1 , v2 , ... , vn } basis untuk ruang vektor V maka himpunan
{T(v1 ) , T( v2 ) , ... , T(vn )} merupakan span atau perentang bagi transformasi T.

Contoh
3 3 3
Diberikan T transformasi linear dari R ke R , himpunan basis untuk R
 1 1  0 
      
B = v1  1 , v 2   1 , v 3  1 
    
      1 
 
1  
0

Dan hasil bayangan oleh transformasi T, terhadap basis B adalah


 1 2  1   2  0  0 
            
T 1  3, T  1   4 , T  1   6 
 1 5  0   2   1 5 
            
  1  1
Jika u =
 3  , maka dapat ditentukan T(u) = T  3  sedemikian sehingga T(u) dinyatakan
 
 7   7 
sebagai kombinasi linear dari T(v1) , T(v2), dan T(v3).

Penyelesaian:
3 3
Dari teorema 2, karena u R dan B basis bagi R maka u dapat dinyatakan sebagai kombinasi
linear vektor-vektor basis sebagai berikut
u = k1.v1 + k2 v2 + k3.v3

dan T transformasi linear maka memenuhi


T(u) = k1.T(v1 ) + k2 T(v2 ) + k3. T(v3)

Dalam hal ini untuk menentukan T(u), terlebih dahulu perlu dicari k1 , k2 , dan k3 sebagai berikut
u = k1 . v1 + k2 v2 + k3.v3
  1 1 1 0
 3  = k 1  k . 1  k . 1 
  1  2   3  
 7  1  0   1

Diktat Aljabar 96
  1 1 1 0   k1 
 3 = 1  1 1  k 
    2 
 7  1 0  1  k 3 

Untuk menyelesaiakan SPL di atas dengan metode eliminasi gauss – jourdan,


Bentuk matriks diperbesar pada SPL di atas adalah
1 1 0  1 1 1 0  1 1 1 0  1
1  1 1 3  0  2 1 
4   0  1  1 8 

  bb 32bb11  b 2 b 3
1 0  1 7  0  1  1 8  0  2 1 4 

1 1 0  1 1 0  1 7  1 0  1 7 
 
0 1 1  8    
0 1 1  8    0 1 1  8
b 2 b1b 2 1/ 3b 3
b 3 2 b 2
0  2 1 4  0 0 3  12 0 0 1  4

1 0 0 3 
 0 1 0  4
b1 b 3
b 2 b 3
0 0 1  4

Diperoleh k1 = 3, k2 = -4 , dan k3 = -4

Selanjutnya menentukan T(u) sebagai berikut,


T(u) = k1 . T(v1 ) + k2 T(v2 ) + k3. T(v3)
 1 1 1 0
T  3  = k1.T 1  k 2 .T  1  k 3 .T  1 
     
 7  1  0   1

 1 1 1 0


T  3  = 3.T 1  4.T  1  4.T  1 
     
 7  1  0   1

 2   2 0  14 
      
= 3. 3  4. 4  4. 6   31

       
5  2  5   13

 1  14 
 
Jadi diperoleh T(u) = T 3 =
 31
   
 7    13

Diktat Aljabar 97
6.3. Kernel dan Jangkauan

Diberikan transformasi T : R  R adalah transformasi linear, yang didefinisikan pada


n m
n
perkalian matriks yang berordo mxn, yaitu T(x) = A.x, untuk xR selanjutnya transformasi linear ini
disebut transformasi matriks.
n
Transformasi linear dikaitkan dengan masalah linear yaitu T(v) = A.v = w untuk suatu vektor v R
m
maka dikatakan homogen apabila w = 0 untuk 0 R dan tidak homogen jika w ≠ 0.
Pada transformasi matriks T, maka dapat didefinisikan Ruang nol (null space ) dan ruang
kolom (colom space) sebagai berikut
NS(T) = {u R  T(u) = 0 }
n

CS(T) = {T(u)  u R }
n

Dalam transformasi linear NS(T) = ruang nol sering dinamakan kernel transformasi T atau Ker(T)
dan CS(T) = R(T) yaitu daerah hasil transformasi atau disebut juga jangkauan dari transformasi T.

Secara umum pada transformasi linear T : V  W , kernel dan jangkauan dapat


didefinisikan, pada definisi berikut.

Definisi 4.
Diberikan transformasi linear T : V  W . maka kernel bagi T didefinisikan sebagai
Ker(T) = {u V  T(u) = 0 }

Daerah hasil transformasi atau disebut juga jangkauan transformasi T atau R(T) didefinisikan
sebagai
R(T) = T(V) = {T(u) W  u V }

Definisi 5
Jika T : V  W adalah transformasi linear dan S ruang bagian dari V, image dari S dinyatakan
T(S) adalah T(S) = { w W | w = T(v) untuk suatu vS}. dan Image dari ruang vektor seluruh
T(V) disebut range dari T atau R(T) disebut juga jangkauan dari T.

Sifat dasar transformasi linear disajikan pada teorema berikut


Theorema 6
Jika T : V  W adalah transformasi linear maka ruang nol dari T atau Ker(T) merupakan sub
ruang bagi V dan daerah hasil atau R(T) adalah sub ruang bagi W.

Bukti :
Akan ditunjukkan bahwa Ker (T) sub ruang V, sehingga memenuhi sifat tertutup terhadap perkalian
skalar dan penjumlahan vektor.
Ambil sebarang v Ker (T) dan k skalar, maka berlaku
T( av) = a T(v) = a.0 = 0. ( karena v Ker (T) maka T(v) = 0).
Sehingga untuk setiap v Ker (T) dan k skalar maka av Ker (T)

Apabila v1,v2  Ker(T) maka T(v1 + v2) = T(v1) + T(v2) = 0 + 0 = 0


sehingga (v1 + v2) Ker(T) sifat tertutup terhadap penjumlahan dipenuhi.
Jadi ker(T) merupakan ruang bagian dari V.

Akan ditunjukkan T(V) = R(T) sub ruang bagi W.


Dengan cara yang sama akan ditunjukkan T(V) memenuhi sifat tertutup terhadap perkalian skalar
dan penjumlahan vektor.
Ambil sebarang w T(V) maka w = T(u) untuk suatu uV dan k skalar sehingga
k.w = k.T(u) , untuk suatu uV
kw = T(k.u) ( T transformasi linear)
sehingga kw = T(k.u) , artinya kwT(V)  W

Untuk suatu v V, dan sembarang skalar a, maka T(a.v) = a.T(v) = a.w, karena av V maka aw
T(V) jadi T(V) bersifat tertutup.
Untuk w1, w2 T(V) sedemikian sehingga T(v1) = w1 dan T(v2) = w2 sehingga
w1 + w2 = T(v1+ v2) = T(v1) + T(v2)
Diktat Aljabar 98
sifat tertutup terhadap operasi penjumlahan dipenuhi.
Jadi T(V) = R(T) adalah sub ruang atau ruang bagian dari W.

Sifat-sifat yang lain terkait transformasi linear


Teorema 7
Jika T transformasi linear, peringkat (rank) transformasi T didefinisikan sebagai dimensi daerah
hasil transformasi atau dim(R(T)) = pangkat(T) = dim(CS(T)) .
Sedangkan nullitas transformasi T didefinisikan sebagai dimensi dari ruang nol atau
dim(Ker(T)) = dim(NS(T)) = kenolan(T)

Teorema 8
V ruang vektor berdimensi hingga. T transformasi linear dari V ke ruang vektor V maka
dim(Ker(T)) + dim(R(T)) = dim(V)
atau
dim(NS(T)) + dim(CS(T)) = dim(V)

Contoh
Diberikan transformasi linear T : R  R , yang didefinisikan sebagai
4 4

T(u) = A.u
1 0 1 1
 0 1 1 1
Dengan A matriks transformasi A = 
2 0 2 2
 
 1 1  1 1

Tentukan Ker(T), R(T) dan dimensi ker(T) serta dimensi R(T)

Penyelesaian:
Menentukan ker(T) = NS(T)
 x1 
x 
Misal vKer(T) maka berlaku T(v) = A.v = 0 dengan v =  
2

x 3 
 
x 4 
Sehingga terbentuk SPL homogen sebagai berikut,
1 0 1 1  x1  0 
 0 1 1 1 x  0 
  2=  
2 0 2 2 x 3  0 
     
 1 1  1 1 x 4  0 

Selanjutnya menentukan solusinya dengan metode eliminasi gauss


1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0
 0 1 1 1 0 0  1 1 1 0 0 1  1  1 0
     
  
2 0 2 2 0 bb342b1b1 0 0 0 0 0   b 2 0 0 0 0 0
     
 1 1  1 1 0 0 1 0 2 0 0 1 0 2 0

Diktat Aljabar 99
1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0
0 
1  1  1 0 0 
1  1  1 0 0 1  1  1 0
  
 
0 0 0 0 0  b 4  b 2 0 0 0 0 0 b 3b 4 0 0 1 3 0
     
0 1 0 2 0 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0

Bentuk SPL homogen yang baru


x1 + x3 + x4 = 0
X2 - x3 - x4 = 0
x3 + 3 x4 = 0
diperoleh :
x3 + 3 x4 = 0 maka x3 = -3 x4
X2 - x3 - x4 = 0 maka x2 = x3 + x4 = -3 x4 + x4 = -2 x4
X1 + x3 + x4 = 0 maka x1 = - x3 - x4 = -(-3 x4) – (-2 x4) = 5x4

 x1  5
x   2
Misalkan x4 = t maka v =  2
= t   merupakan Ker(T) atau NS(T) adalah solusi SPL
x 3    3
   
x 4  1 
homogen diatas.
Dan dim(ker(T)) = dim(NS(T)) = 1

Menentukan R(T) = CS(A) adalah himpunan vektor-vektor pada W sedemikian sehingga


T(u) = A.u = w dengan w ≠ 0

 k1   x1 
k  x 
Misalnya w =   maka T(u) = A.u = w dengan u =  2
2

k 3  x 3 
   
k 4  x 4 
sehingga
1 0 1 1  x1   k1 
 0 1 1 1 x  k 
  2=  2
2 0 2 2 x 3  k 3 
     
 1 1  1 1 x 4  k 4 

Dengan teorema berlaku bahwa dim(Ker(T)) + dim(R(T)) = dim(V)


4
Sehingga dim(R(T)) = dim(R ) - dim(Ker(T)) = 4 – 1 = 1

Komposisi Transformasi Linear

Pengertian komposisi transformasi linear dinyatakan pada definisi berikut.


Definisi 9
Diberikan transformasi linear T1 : U  V dan T2 : V  W , maka komposisi transformasi linear
T2 dan T1 yang dinyatakan T2  T1 didefinisikan sebagai berikut
(T2  T1)(u ) = T2 (T1(u)) untuk suatu vektor u  U.

Contoh
Diketahui transformasi linear T1 : R  R dan T2 : R  R , yang didefinisikan sebagai
2 2 2 3

Diktat Aljabar 100


 x1   2x1  x 2 
T1   =  
x 2   x 1  x 2 
x1  x 2 
 x1   
T 2   =  3x 1
 
 2  x 
x
 2 
 3
Tentukan (T2  T1)(u ) dengan u =  10 
 
Penyelesaian
(T2  T1)(u ) = (T2 (T1(u )))
 3
= (T2 (T1   ))
 10 
 3
Menghitung T1   = ....
 10 
 x1   2x1  x 2   3 2.(3)  10  4 
Berdasarkan T1   =   maka T1   =   
x 2   x 1  x 2   10    (3)  10   7
 4   (7 )    3 
 3 4    
Sehingga (T2 (T1   )) = T2   =  (3) = 3
   
 10   7    7   7 
   
  3
 3  
Jadi diperoleh (T2  T1)(u ) = (T2 (T1(u ))) = (T2 (T1   )) = 3
 
 10   7 

Sifat komposisi pada transformasi linear dinyatakan pada teorema berikut.

Teorema 10
Jika diberikan T1 : U  V dan T2 : V  W adalah transformasi linear, maka
(T2  T1): U  W juga merupakan transformasi linear

Bukti :
Ambil sebarang vektor-vektor u,v pada U dan suatu skalar l pada R
Maka berdasarkan definisi transformasi linear sehingga memenuhi
T1(u + v) = T1(u) + T1(v) dan T1(l.u) = l.T1(u)
(karena T1 transformasi linear )

Dengan demikian
(T2  T1)( u + v) = T2 (T1(u + v))
= T2 (T1(u) + T1(v))
= T2 (T1(u)) + T2(T1(v)) (karena T2 transformasi linear )
= T2 T1(u) + T2 T1(v)
dan untuk skalar l,
(T2  T1)( l.u) = T2 (T1(l.u)
= T2 (l.T1(u))
= l.T2 (T1(u) = l. (T2  T1)(u) (karena T2 transformasi linear )
Karena kedua syarat transformasi linear dipenuhi maka T 2  T1 : transformasi linear.

Diktat Aljabar 101


6.4. Matriks Transformasi
n m
Setiap transformasi linera antara dua ruang vektor R dan R dapat dinyatakan sebagai perkalian
dengan matriks tertentu yang sesuai.

Misalnya suatu transformasi linear T : R  R maka dapat didefinisikan sebagai


n m

n
T(u) = A.u untuk suatu vektor u R

sehingga A merupakan matriks transformasi yang berukuran mxn.

Contoh

Diberikan transformasi linear T : R  R yang didefinisikan sebagai


3 2

 x1 
  x1  x 2  x 3 
T x2 =  
 
 x 3    x1  x 2 

Maka transformasi linear dapat dinyatakan sebagai perkalian suatu matriks transformasi sebagai
berikut
 x1 
  x1  x 2  x 3 
T x2 =  
 
 x 3    x1  x 2 

 x1   x1 
   1 1  1  
T x2 =
   1 1 0   x 2 
 x 3    x 
 3
 1 1  1
Dalam hal ini matriks transformasinya adalah AT =  1 1 0 
 
 x1 
  3
Sehingga untuk suatu vektor u= x 2 pada R maka T(u) = AT.u
 
 x 3 
n m
Pada bagian ini akan diperlihatkan bahwa untuk setiap transformasi linear T dari R ke R ,
n
terdapat matrik A bertipe nxm sedemikian T A(v) = Av untuk suatu vektor vR , serta operator
linear sembarang antara ruang berdimensi hingga dapat dilambangkan oleh suatu matriks.

Teorema 11
n m
Jika T adalah transformasi linear yang memetakan R ke R maka terdapat matriks A berukuran
n x m sedemikian T(u)= Au, untuk setiap uR . Vektor kolom ke J dari matriks A dapat dinyatakan
n

aj = T(ej) , untuk j = 1,2…n.

Contoh
 x1 
2 T  
Didefinisikan operator T : R  R , oleh T(u) = (x1 + x2, x2 + x3) , dengan u = x 2 di R
3 3
 
 x 3 
apakah T operator linear.

Diktat Aljabar 102


Bukti :
T 3
untuk setiap u = (x1 x2 x3) dalam R , T adalah operator linear . Akan dicari matriks A sehingga
3
T(u) = Au, untuk setiap uR . Untuk itu ditentukan terlebih dahulu T(e1), T(e2), T(e3) dengan

1  1  0
T(e1) = T(1,0,0) =
T
  , T(e2) = T(0,1,0)T =   dan T(e3) = T(0,0,1)T =  
0  1 1

Selanjutnya ditulis A = T(e ) 1  1 1 0


T(e2 ) T(e3 ) =  
0 1 1

 x1 
 1 1 0    x1  x 2 
dan Au=    x 2  =  
 0 1 1  x   x2  x3 
 3

Jadi T(u) merupakan operator linear.

Teorema 12

Diberikan ruang vektor berdimensi hingga V dan W , misalkan B = { v1, v2, ... , vn } basis untuk
ruang vektor V dan B’ = { w1, w2, ... , wm } basis bagi ruang vektor W, maka untuk setiap
transformasi linear T : V  W hanya ada satu matriks P yang berukuran mxn dengan P =
[T(v1 )]B' : [T(v 2 )]B' : : [T(v n )]B' 
yang memenuhi

[T(u)]B'  P.[u]B untuk setiap u V

P adalah matriks transformasi yang melambangkan T relatif terhadap basis-basis terurut B dan
B’.

Matriks A pada teorema 12 disebut wakil matriks bagi T relatif erhadap basis B dan B’

Dalam hal kusus apabila ruang vektor V = W maka matriks A berupa matriks berordo n. Dan jika
diambil B’ = B maka memenuhi

[T(u)]B = [ T ]BB [u]B

Contoh

2   2 3  x 
Jika T operator linear pada R dan didefinisikan T(v) = A.v =  1 4  y 
  

 1  2 
Tentukan wakil matriks T relatif terhadap basis B = u1   , u 2    
  1 1  

Jawab

Langkah 1 dihitung

T(ui) untuk setiap vi pada basis B sebagai berikut


Diktat Aljabar 103
 2 3  1   5
T(u1) = A.u1 =  1 4  1   3
    

 2 3 2  1
T(u2) = A.u2 =  1 4 1   6 
    

Langkah kedua untuk mendapatkan [T]BB yaitu menentukan matriks koordinat B bagi T(u1) dan
T(u2).

  5 1  2
T(u1) =   3 = a. u1 + b. u2 = a. 1  b.1
     

Diperoleh bentuk SPL :

a + 2b = -5

-a + b = -3

Solusinya adalah a = 1/3 dan b = -8/3

 1 1  2
T(u2) =  6  = a. u1 + b. u2 = a. 1  b.1
     

Diperoleh bentuk SPL :

a + 2b = -1

-a + b = 6

Solusinya adalah a = -13/3 dan b = 5/3

 1/ 3   13 / 3
Jadi diperoleh [T(u1)]B =  8 / 3 dan [T(u2)]B =  5 / 3 
   

1  1  13
3  8 5 
Sehingga matriks P =

6.5. Soal-soal Latihan


2 2
1. Tunjukkan bahwa persamaan berikut adalah transformasi linear dari R ke R

 x1  T
a. T   = [− x1 x2 ]
x 2 

 x1  T
b. T   = [x1 −x2 ]
x 2 

Diktat Aljabar 104


 x1   x1 
c. T  =−  
x 2  x 2 

 x1   x1 
d. T  = ½ x 
x 2   2

 x1  T
e. T   = [x2 x1 ]
x 2 
 x
3 3  
2. Diberikan T : R  R , yang didefinisikan sebagai untuk setiap u = y  R maka
3
 
 z 
  x   x  y
   
T(u) = T  y  
   z 
z  y 
   

a. Apakah T transformasi linear? Tunjukkan! .


b. Tentukan matriks tranformasi T.
c. Tentukan Ker(T)
d. Tentukan Image / Jangkauan transformasi T
 10 
e.
 
Diketahui u = 16 , tentukan bayangan atau peta untuk vektor u ( hitung :T(u) )
 
 5 
2 1x3
3. Misalkan T transformasi linear dari R ke R sedemikian sehingga T(e1) = [ 3 5 1 ] dan
T(e2) = [-1 4 3 ]. Tentukan
a. T(6e1 – 2e2)
2  3
b. T   dan T  
4 7
3
4. Diberikan T transformasi linear pada R yang didefinisikan sebagai
0 1 0

T(u) = 0 0 1 .u , untuk setiap u pada R
3

15  23 9

Tentukan wakil matriks bagi T relatif terhadap basis

 1 1 1 


      
B = u 1  5 , u 2  3 , u 3  1 
    
     1 
  
25  
9
n
5. Tunjukkan bahwa matriks pertukaran basis B menjadi B’ di dalam R merupakan wakil matriks
bagi operator identitas I.

Diktat Aljabar 105


x
6. Diberikan T : R  R , yang didefinisikan sebagai untuk setiap u =  y   R maka
2 3 2

 
3x  y 
  x  
T(u) = T     
 5 y 
  y  x  5y
 

a. Apakah T transformasi linear? Tunjukkan! .


b. Tentukan matriks tranformasi T.
c. Tentukan Ker(T)
d. Tentukan Image / Jangkauan transformasi T
16 
e. Diketahui u =  5 , tentukan bayangan atau peta untuk vektor u ( hitung :T(u) )
 

Diktat Aljabar 106


BAB VII

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN

7.1. Kompetensi

Masalah nilai eigen merupakan masalah matriks yang sering dijumpai dan sangat penting
karena banyak aplikasinya. Salah satu aplikasi nilai eigen dan vektor eigen suatu matriks adalah
pada masalah diagonalisasi suatu matriks, similaritas matriks, juga pada masalah rekayasa sering
kali dijumpai. Pada pembahasan bab ini akan dibahas pengertian nilai eigen dan vektor eigen
suatu matriks, penentuan nilai eigen dan vektor eigen serta untuk uji kemampuan dalam hal ini
diberikan soal-soal latihan.
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan
pengertian nilai eigen dan vektor eigen serta mampu menyelesaikan permasalahan nilai eigen dan
vektor eigen dengan benar.

7.2. Pengertian nilai eigen dan vektor eigen

Matriks yang mempunyai nilai eigen yaitu matriks berordo n. Dan pengertian tentang nilai eigen
dan vektor eigen disajikan pada definisi berikut.
Definisi 1
Diberikan A matriks berordo n. Maka X disebut ruang vektor bagi matriks A merupakan matriks
bukan nol, yang berukuran nx1 sedemikian sehingga AX = X , sedangkan  adalah skalar
disebut nilai eigen matriks A yang bersesuaian dengan vektor eigen X.

Contoh
 2 6 4 1
Untuk A = 1 3 , X =  2 dan Y = 1 maka diperoleh
    
2 6  4 20 4
AX =     =   = 5.  
1 3  2 10  2

2 6 1 8  1
AY =    =  4 ≠ . 1
1 3 1   

3  2 6  3  0  3
Untuk Z = 1 maka AZ = 1 3 1 = 0 = 0. 1
        

Dengan demikian  = 5 adalah nilai eigen matriks A dan bersesuaian dengan vektor eigen
4
X= 2 .
 
Untuk Y bukan vektor eigen matriks A karena nilai  tidak ada yang memenuhi
8  1
 4 ≠ . 1 ,
  

3
Untuk Z = 1 merupakan vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan  = 0.
 
Diktat Aljabar 107
Pada definisi 1 memenuhi AX = X untuk X vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai
eigen , sehingga

AX = X
 AX - X = 0
 (A - I)X = 0

(A - I)X = 0 merupakan sistem homogen yang mempunyai solusi X tidak nol jika dan hanya jika
det(A –  I) = 0 dengan kata lain matriks A –  I adalah matriks singular. Skalar  nilai eigen
matriks A jika dan hanya jika det(A –  I) = 0

Dalam hal ini bentuk det(A –  I) = 0 merupakan persamaan karakteristik berupa polinom dengan
derajat n sesuai ukuran matriks A berordo n, dan nilai–nilai  yang merupakan solusinya disebut
nilai akar karakteristik yang nantinya disebut nilai eigen.

Contoh
 2 6
Pada contoh di atas diketahui matriks A = 1 3
 
Maka persamaan karakteristiknya, diperoleh dari
det(A –  I) = 0

2   6 
det 
3   
=0
 1

(2 - )(3 - ) – 6 = 0

6 - 5 +  – 6 = 0
2

- 5 +  = 0.
2

Akar-akar persamaan karakteristik:


- 5 +  = 0.
2

 (-5 + ) = 0
Diperoleh  = 0 atau  = 5

Jadi  = 0 atau  = 5 merupakan nilai akar karakteristik yang disebut juga nilai eigen, dengan
demikian nilai eigen matriks A adalah  = 0 atau  = 5.

Teorema berikut membahas tentang nilai eigen dan kaitannya dengan vektor eigen.
Teorema 2
Pernyataan–pernyataan berikut adalah equivalent:
1.  adalah nilai eigen pada matriks A
2. X merupakan solusi untuk sistem persamaan homogen (A - I)X = 0
3. Det (A - I) = 0

7.3. Perhitungan nilai eigen dan vektor eigen suatu matriks

Diberikan A matriks berordo n, masalah penetuan nilai eigen dan vektor eigen bagi matriks A
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan persamaan karakteristik dengan persamaan Det (A - I) = 0
2. Menentukan nilai-nilai eigen matriks A, yaitu i dengan menyelesaikan akar persamaan
karakteristik Det (A - I) = 0

Diktat Aljabar 108


3. Untuk setiap nilai eigen i , tentukan vektor eigen Xi dengan menyelesaikan sistem
persamaan linear homogen (A - iI) Xi = 0

Contoh
1 4 
Diketahui matriks A = 2 8  , tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A.
 
Jawab.
Untuk menyelesaikan kasus diatas digunakan langkah-langkah, sebagai berikut.
1. Menentukan persamaan karakteristik
Det (A – I) = 0

1 4  1 0
Det(   – ) =0
2 8  0 1 

1   4 
det  2 8   
=0

(1 –  )(8–) – 8 = 0
8 – 9 +  – 8 = 0
2

– 9 +  = 0
2

2. Menentukan nilai eigen matriks A, yaitu dengan menyelesaikan akar persamaan


karakteristik.
Menentukan akar persamaan karakteristik
– 9 +  = 0
2

 ( -9 +  ) = 0
 = 0 atau ( -9 +  ) = 0
 = 0 atau  = 9

3. Menentukan vektor eigen yang bersesuaian dengan i


Untuk  = 0
(A – I)X = 0
AX = 0
1 4  x1  0
 2 8   x   0 
   2  
x1 + 4x2 = 0
2x1 + 8x2 = 0

x1 + 4x2 = 0
x1 = - 4x2
misalkan x2 = s
x1 = - 4s

 4 s    4
jadi X =  s  =s 1 
   

Untuk  = 9
(A – 9I)X = 0

1  9 4   x1  0
 2 8  9  x   0 
   2  

Diktat Aljabar 109


 8 4   x1  0
 2  1  x   0
   2  

-8x1 + 4x2 = 0
2x1 - x2 = 0
x2 = 2x1

misalkan x1 = t
x2 = 2t

t  1 
jadi X = 2t  = t  2
   
  4
Dengan demikian disimpulkan bahwa untuk  = 0 maka vektor eigennya X = 1 
 
1 
Untuk  = 9 maka vektor eigennya X = 2 .
 
Contoh
 2  3
Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari A =  2 1 
 
Jawab.
Menentukan nilai eigen
Persamaan karakteristik det (A -I) = 0
 2  3 1 0
A -I =  2 1  -  0 1 
   

2    3 
=   2 1 
 

det (A- I) = 0

2    3 
det   2 1  = 0
 

(2 - )(1 - ) - (6) = 0

2 - 3 +  - 6 = 0
2

 - 3 - 4 = 0
2

( - 4)(  + 1) = 0

 = 4 atau  = -1,

Jadi nilai eigen dari A adalah  = 4 dan  = -1.

Untuk vektor eigen yang bersesuaian dengan  = 4 dan  = -1, selesaikan sendiri sebagai
latihan.

Diktat Aljabar 110


Pada matriks berordo n dengan yang berbentuk segitiga atas atau segitiga bawah maka nilai eigen
mudah ditentukan. Karena menggunakan sifat determinan matriks jika matriks berbentuk segitiga
atas atau segitiga bawah maka determinan matriksnya adalah perkalian entry diagonalnya
sehingga nilai-nilai eigennya merupakan entry-entry diagonalnya. Dan vektor eigen yang
bersesuaian dengan mudah dapat diselesaikan.
Padang matriks A berordo n berbentuk segitiga atas, sebagai berikut

a 11 a 12  a 1n 
0 a  a 2 n 
A= 
22

     
 
0 0  a nn 

Menentukan nilai eigen matriks A sebagai berikut,


Persamaan karakteristiknya: det (A -I) = 0
a11   a12  a1n 
 0 a 22    a 2 n 
Sehingga diperoleh : det  =0
     
 
 0 0  a nn   

Bentuk persamaan karakteristik berbentuk polinom berderajat n:


(a11 -  ) (a22 -  ) (a33 -  ) ... (ann -  ) = 0

Akar persamaan karakteristik:


(a11 -  ) (a22 -  ) (a33 -  ) ... (ann -  ) = 0

(a11 -  ) = 0 atau (a22 -  ) = 0 atau (a33 -  ) ... atau (ann -  ) = 0


 = a11 atau  = a22 atau  = a33 ... atau  = ann

Jadi terdapat n nilai eigen untuk matriks A yang berordo n yaitu


1 = a11 ; 2 = a22 ; 2 = a33 ; ... dan n = ann
Terlihat bahwa nilai eigennya berupa entry-entry diagonalnya.
Dan terdapat n vektor eigen yang bersesuaian dengan n nilai eigen.

Contoh
1 0 0
0
4 3 0
0
Diketahui matriks C = 
 2 0  2 0
 
1 5 1 4

Nilai egin matriks C adalah akar persamaan det(C - I) = 0

1   0 0 0 
 4 3 0 0 
det  =0
 2 0 2 0 
 
 1 5 1 4  

Persamaan karakteristik:
(1 -  ) (3 -  ) (-2 -  ) (4 -  ) = 0

Diktat Aljabar 111


Diperoleh  = 1 atau  = 3 atau  = -2 atau  = 4

Jadi nilai-nilai eigen matriks C adalah  = 1 ;  = 3 ;  = -2 dan  = 4

Menentukan vektor eigen matriks C

(C - I)X = 0

Untuk  = 1 maka (C - I) X= 0

0 0 0 0  x1  0
4
 2 0 0  x 2  0

 2 0  3 0   x 3  0 
    
1 5 1 3  x 4  0 

Diperoleh
4x1 + 2x2 = 0 maka x2 = -2x1
-2x1 - 3x3 = 0 maka x3 = -2/3 x1
x1 + 5x2 + x3 + 3x4 = 0 maka 3x4 = -x1 - 5x2 - x3
3x4 = -x1 - 5(-2)x1 – (-2/3) x1

3x4 = -x1 - 5(-2)x1 – (-2/3) x1 = 29/3x1


x4 = 29/9 x1
misalkan x1 = 9t
 x1   9t   9 
 x   18t   18
jadi X =   =  = t 
2

 x 3    6t  6
     
 x 4   29t   29 

Untuk  = 4 maka (C - 4I) X= 0


 3 0 0 0  x1  0
 4 1 0
 0  x 2  0

 2 0  6 0   x 3  0 
    
1 5 1 0   x 4  0 
Diperoleh
3x1 = 0 maka x1 = 0
4x1 – x2 = 0 maka x2 = 0
-2x1 -6 x3 = 0 maka x3 = 0
x1 + 5x2 + x3 = 0

misalkan x4 = t

 x1  0  0 
 x  0  0 
jadi X =   =   = t   merupakan vektor eigen yang bersesuaian dengan  = 4.
2

 x 3  0  0 
     
 x4   t  1 

Untuk vektor eigen yang bersesuaian dengan  = 3 dan  = -2 dihitung sendiri sebagai latihan.

Diktat Aljabar 112


Yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah jika matriksnya berukuran besar dan bukan
merupakan matriks segitiga maupun matriks diagonal maka menentukan nilai eigen dan vektor
eigen agak sulit sehingga dapat digunakan software MATLAB.

Contoh
  2 0  3

Tentukan nilai eigen dan vektor eigen untuk matriks A = 1 3  6

 7  2 0 
Jawaban dengan MATLAB:

>> A =[-2 0 -3; 1 3 -6; -7 -2 0]

A=
-2 0 -3
1 3 -6
-7 -2 0

>> [v,d]=eig(A)
v=
0.5284 -0.2947 0.1649
0.4235 0.9138 0.8735
0.7358 0.2794 -0.4580

d=
-6.1777 0 0
0 0.8433 0
0 0 6.3344

Dari hasil perhitungan dengan MATLAB diperoleh


0,5284

Nilai eigen  = -6.1777 bersesuaian dengan vektor eigen X = 0,4235

 
0,7358

 0,2947 

Nilai eigen  = 0.8433 bersesuaian dengan vektor eigen X = 0,9138

 
 0,2794 

 0,1649 

Nilai eigen  = 6.3344 bersesuaian dengan vektor eigen X = 0,8735

 
 0,4580

Contoh
1 1 2 4 6
1 0 0 2 2

Tentukan nilai eigen dan vektor eigen matriks B = 1 2  1 5 1
 
5 0 0 0 1
3 1  1 0 0

Diktat Aljabar 113


Penyelesaian:

Jika diselesaikan secara manual dalam menentukan akar-akarnya sangat sulit karena bentuk
polinomnya berderajat 5, sehingga digunakan MATLAB

>> B =[1 1 2 4 6 ; 1 0 0 2 2 ; 1 2 -1 5 1 ; 5 0 0 0 1 ; 3 1 -1 0 0]

B=
1 1 2 4 6
1 0 0 2 2
1 2 -1 5 1
5 0 0 0 1
3 1 -1 0 0

>> [v,d]=eig(B)

v=
-0.6726 0.1577 0.3890 - 0.1025i 0.3890 + 0.1025i -0.1145
-0.2734 -0.0982 0.2992 - 0.0082i 0.2992 + 0.0082i -0.6179
-0.4399 0.7606 0.6672 0.6672 -0.6992
-0.4702 0.3774 -0.4909 + 0.0683i -0.4909 - 0.0683i 0.2802
-0.2415 -0.4945 -0.2326 + 0.0611i -0.2326 - 0.0611i 0.1941

d=
7.6655 0 0 0 0
0 0.7797 0 0 0
0 0 -3.5477 + 0.4256i 0 0
0 0 0 -3.5477 - 0.4256i 0
0 0 0 0 -1.3499

Untuk latihan Coba buat soal sendiri mulai dari matriks berordo 2, ordo 3 dan matriks berordo 5,
jika kesulitan secara manual maka selesaikan dengan MATLAB.

7.4. Soal-soal Latihan

1. Periksa apakah X atau Y merupakan vektor eigen matriks A dan tentukan nilai-nilai eigennya
yang bersesuaian dengan vektor X dan Y.
11  9 1  1
a. A =  4 2  , X =  2 , Y = 1
    

2 1 1    1   1
 
b. A = 2 3 2 , X =
 1  ,Y= 0
     
1 1 1   0   1 

2. Pada matriks –matriks berikut tentukan persamaan karakteristiknya, nilai eigen dan vektor
eigen yang berkaitan.
5 1 1

a. B=  1 5  1

 
 1 1 5 

Diktat Aljabar 114


 1 1 1 

b. A = 2  2  2

 
 0 1 1 

1 5 2 4
0 8 3  1
c. C = 
0 0 7 0
 
0 0 0  1

3. Tentukan nilai eigen bagi matriks diagonal dan nilai eigen bagi matriks segitiga.

4. Tunjukkan bahwa terdapat nilai  = 0 untuk suatu matriks singular,

a b 
5. Tunjukkan bahwa nilai eigen bagi matriks A = b d  merupakan bilangan real. (catatan :
 
a,b,d  R)

Diktat Aljabar 115


BAB VIII

BEBERAPA APLIKASI

8.1. Aplikasi Pada Model Polinomal atau suku banyak


Pembentukan kurva berdasarkan titik-titik yang dilalui kurva tersebut. Suatu garis lulur
melalui dua titik, bentuk modelnya berupa model persamaan linear. Jika suatu kurva melalui tiga
titik maka bentuk kurvanya berupa parabola dan modelnya persaman kuadrat. Kurva pangkat tiga
melalui empat titik, dan seterusnya untuk polinomial berderajat n maka harus melalui n+1 titik-titik
dan bentuk umumnya adalah
2 3 n
y = a0 + a1x + a2x + a3x + . . . + anx

Proses pembentukan kurva berdasarkan titik-titik yang dilalui


1. Diberikan titik A(x1,y1) dan B(x2,y2) , sehingga kurva yang melalui kedua titik membentuk
kurva linear yaitu garis lurus dan modelnya berbentuk y = ax + b, berikut penjabaran
penentuan model linear tersebut,
Berdasarkan titik A(x1,y1) dan B(x2,y2) yang dilalui maka diperoleh
y1 = a x1 + b
y2 = a x2 + b
membentuk SPL dimensi dua. Untuk penyelesaian berdasarkan materi yang sudah
diberikan, dan solusinya dengan metode salah satunay metode substitusi

8.2. Aplikasi pada visualisai Bentuk – bentuk Kuadratik

Matriks dapat berperan untuk menyelesaikan persamaan kuadrat karena setiap fungsi
T
kuadrat dapat dikaitkan dengan fungsi vektor f(x) = x Ax fungsi ini disebut dengan bentuk kuadrat
(quadratic form). Bentuk kuadrat sangat penting dalam mempelajari Geometri, Statistika, Fisika,
Rekayasa, Teori Bilangan dan cabang-cabang matematika lain.
Bentuk kuadratik dalam n peubah x1, x2, ... , xn yaitu polinom ordo-kedua yang berbentuk
Q  a 11x 12  a 12 x 1 x 2    a 1n x 1 x n
 a 21x 2 x 1  a 22 x 22    a 2n x 2 x n
  
 a n1 x n x 1  a n 2 x n x 2    a nn x 2n
n
 n 
Q =    a ij x i x j 
j1  i 1 

Jika diasumsikan, dengan tanpa kehilangan generalisai bahwa aij = aji (misalnya bentuk
aij xixj + aji xjxi dapat dituliskan sebagai b xixj + b xjxi dengan b = (aij + aji )/2 ) sehingga Q dapat
dituliskan sebagai
 x1 
x 
Q= x1 x2  x n A  2  = ATA.X

 
x n 
Contoh
Berikut contoh-contoh bentuk kuadratik dan representasi matriksnya
1 2   x 1 
2
Q1 = x1 + 4x1x2 + 6x2 =
2
x1 x 2   
2 6  x 2 

Diktat Aljabar 116


1 0 0  x 1 
Q2 = x1
2
- 4x2
2
+ 5x3
3
= x1 x2 x 3 0  4 0  x 2 
0 0 5  x 3 
2 2 3
Q3 = 2x1 - 5x1x2 + 4x2 + 3x1x3 + 8x2x3 + x3 + 10 x1x4 + 12x3x4

 2  5/ 2 3/ 2 5  x 1 
 5 / 2 4 4 0  x 2 
= x1 x2 x3 x 4 
 3/ 2 4 1 6  x 3 
  
 5 0 6 0  x 4 
Definisi
Suatu persamaan kuadrat dengan dua variabel x dan y berbentuk
2 2
ax + 2bxy + cy + dx + ey + f = 0
apabila ditulis dalam bentuk matriks, sebagai berikut
 a b  x  x
x y     d e    f  0
 b c  y   y

x  a b
dengan X =   dan A=  
 y b c
T 2 2
Maka bentuk X AX = ax + 2bxy + cy dinamakan bentuk kuadrat yang berkaitan.

Pada Kalkulus sering dijumpai masalah bentuk kuadratik dengan dua peubah,
2 2 2
misalkan ax + 2bxy + cy = k dan membuat grafik bagi persamaan tersebut.
2 2 2
Jika b = 0, maka persamaan menjadi ax + cy = k dan grafiknya berbentuk elips jika a dan c
keduanya positif .
Grafik berbentuk suatu hiperbola, jika a atau c negatif. (lihat gambar 8.2), dan apabila k = 0,
hiperbola itu akan mengalami degenerasi menjadi dua garis sejajar, sedangkan elips itu kan
mengerut menjadi satu titik. Pada kasus yang mudah (b = 0), matriks bentuk kuadratiknya akan
berupa sebuah matrik diagonal.

(0,2)

(-4,0) (4,0)

(-2,0)

2 2
Elips , dari persamaan x + 4y = 16

Diktat Aljabar 117


2 2
Hiperbola dari persamaan -2x + 4y = 16
Gambar 8.2.

Untuk mengindentifikasi dan membuat sketsa bagi kurva yang lebih umum pada bentuk kuadratik,
akan digunakan teori nilai eigen matriks simetri pada pembahasan sebelumnya.
Dari teorema bahwa untuk sembarang matriks simetri A yang berordo 2, maka terdapat matriks
ortogonal P sedemikian rupa sehingga berupa matriks diagonal dengan unsur-unsur
diagonalnya berupa nilai-nilai eigen matriks A, sedemikian memenuhi :
 0
P T AP   1
0  2 
Dengan kolom-kolom matriks P adalah vektor-vektor eigen yang saling ortonormal dari matriks A.

Contoh
2 2
Indentifikasi dan gambarkan sketsa grafik 3x + 2xy + 3y = 32
Penyelesaian

Bentuk kuadratik dan ekspresi matriksnya sebagai berikut

3 1  x 
2
3x + 2xy + 3y =
2
x y   
1 3  y 
3 1
Sehingga matriks bentuk kuadratiknya adalah A = 1 3
 

  3 1 
Persamaan karakteristiknya det(I – A ) = 0 atau det 
  3
=0
 1
(  – 3) (  – 3 ) – 1 = 0
 - 6 + 8 = 0
2

(  – 2) (  – 4 ) = 0

Diperoleh nilai eigennya  = 2 dan  = 4,


Menentukan vektor eigen ,untuk  = 2,
Persamaan (A - I) X = 0

Diktat Aljabar 118


1 1  x 1  0
Untuk  = 2 maka 1 1  x   0
   2  

Diperoleh x1 + x2 = 0 maka x1 = - x2
Misalkan x2 = t dengan t parameter.
 1
X= t 
1
 1
Jadi nilai eigen untuk  = 2 adalah X= 1
 

1
Secara analog, untuk , diperoleh Y = 1

Vektor eigen pada matriks A yaitu X dan Y saling ortogonal, selanjutnya dibentuk menjadi vektor –
vektor yang ortonormal sebagai berikut
1  1 1 1
X’ =  1  dan Y’ = 
2  2 1

1  1 1
Sehingga diperoleh matriks ortogonal P = X' Y'   
2  1 1

 1 0  2 0
T. =
0 
 2  0 4
sedemikian rupa sehingga P A.P

det(P) = +1/ , sehingga P menyatakan suatu pemutaran atau rotasi.


Karena dan , maka , sehingga P suatu pemutaran dengan
sudut sebesar -45 derajat. Pada gambar 8.3 diperlihatkan grafik bentuk kuadratik tersebut berikut
kedua sistem koordinatnya.
Perhatikan bahwa sumbu berada dalam arah vektor eigen X dan bahwa sumbu berada
dalam arah vektor Y. Relatif terhadap sistem koordinat X’Y’,
persamaan elips tersebut manjadi

2 0 X'
X' Y'    = 32
0 4 Y'
2 2
y
2X’ + 4Y’ = 32
X' 2 Y' 2
 1
16 8

Berbentuk ellips, sebagai berikut

Diktat Aljabar 119


Teorema 3
Teorema Sumbu Utama (Principal Axis Theorem): diberikan matriks A simetri berordo n dan
T
misalkan Q(X) = X .A.X bentuk kuadratik yang berkaitan. Jika P matriks ortogonal, dengan
det(P) = 1, yang kolom-kolomnya merupakan vektor-vektor eigen matriks A juga membentuk basis
n
ortonormal bagi R maka subtitusi X = PY menyederhanakan Q ke bentuk similaritasnya yaitu
Q(y) = y (P AP)y = 1y1 + 2y2 + . . . + nyn
T T 2 2 2

Dengan i nilai eigen matriks A.

Pertukaran koordinat X = PY berarti suatu pemutaran di dalam .

Contoh

Indentifikasi dan gambarkan sketsa permukaan pada persamaan kuadratik berikut


2 2 2
10x + 8xy – 2y – 20xz + 28yz + z = 72

Penyelesaian
Bentuk kuadratik dan ekspresi matriksnya sebagai berikut

 10 4  10 x 
2 2
10x + 8xy – 2y – 20xy + 28yz + z =
2
x y z  4  2 14 
  y
 
 10 14 1   z 

 10 4  10
  2 14 
Sehingga matriks bentuk kuadratiknya adalah A =
 4
 10 14 1 
Persamaan karakteristiknya det(I – A ) = 0 atau

10   4  10 
  2   14  = 0
det
 4
  10 14 1   

 - 9 - 324 + 2916 = 0
3 2

( - 18 ) (  + 18) ( - 9) = 0

Diperoleh nilai-nilai eigen:  = 18 atau  = - 18 atau  = 9

Menentukan vektor-vektor eigen matriks A sebagai berikut

Untuk nilai eigen  = 18,


Persamaan (A - I) X = 0

Diktat Aljabar 120


 8 4  10  x 1  0 
   x   0 
 4  20 14 
Untuk  = 18 maka
 2  
 10 14  17  x 3  0

 2
Diperoleh vektor eigen X =
1 
 
 2 

 28 4  10  x 1  0 
untuk  = -18 maka
 4 16 14   x   0 
   2  
 10 14 19   x 3  0

1 
 
Diperoleh vektor eigen Y =  2
 
 2 

 1 4  10  x 1  0 
untuk  = 9 maka
  11 14   x   0 
 4  2  
 10 14  8   x 3  0
2
 
Diperoleh vektor eigen Z = 2
 
1 
Sehingga diperoleh vektor-vektor eigen matriks A yaitu
 2 1  2
X=
 1  Y=  2 dan Z = 2
     
 2  ,  2  1 
merupakan saling ortogonal.
Selanjutnya vektor-vektor tersebut dibentuk menjadi vektor satuan X’ , Y’ dan Z’ sehingga vektor-
vektor tersebut saling ortonormal, sbb.

 2 1  2
1   1  1  
X= 1 Y =  2 dan Z = 2
3  , 3 3  
 2   2  1 

diperoleh matriks ortogonal P sebagai berikut

Diktat Aljabar 121


  2 1 2
1 
P=
 1  2 2
3
 2 2 1 ,

sedemikian rupa sehingga


T
P .A.P = Diag{18 , -18 , 9 }

Diperoleh bahwa pada matriks P, det(P) = 1 sehingga P merupakan matriks pemutaran (rotasi) di
dalam . Subtitusi X = PY menyerdehanakan bentuk kuadratik menjadi
T. T 2 2 2
Q = Y (P .A.P). Y = 18X’ - 18 Y’ + 9Z’ = 72

Sumbu koordinat X’ mempunyai arah yang sama dengan arah sumbu koordinat Y’
mempunyai arah yang sama dengan arah vektor eigen . Permukaan ini berupa hiperbola eliptik
dengan sumbu Z .

Sebagai latihan, coba gambarkan sketsa grafiknya.

Contoh
Diberikan irisan kerucut
2 2
4x + 2xy + 4y – 16 = 0
 4 1  x 
Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk x y     8
 1 4  y 
4 1
Dan matriks A =  
1 4

Persamaan karakteristik untuk matriks A, det(A - I) = 0

4 1
0
1 4

mempunyai nilai eigen  = 3 dan  = 5

coba buat sketsa persamaan kuadratik tersebut, sebagai latihan.

7.5. Soal-soal Latihan

I . Indentifikasi dan gambarkan sketsa grafik kurva-kurva berikut ini


2 2
1. 2x + 6xy + 2y = 20
2 2
2. 2x - 2xy + 2y = 27
2 2
3. 14x + 16xy + 2y = 36
2 2
4. 16x + 24xy + 9y – 60x – 80 y = 0

II. Indentifikasi dan gambarkan sketsa grafik permukaan-permukaan berikut ini


2 2 2
1. 3x + 2xy + 2xz + 3y – 2yz + 3z = 0
2 2 2
2. x - 2y + 4yz + z = 24
2 2
3. 3x + 8xy + 4xz + 3y + 4yz = 32
2 2 2
4. 2x + 2xy + 2xz + y + z = 20
2 2 2
5. -12x - 12xz + 3y – 3z = 18

Diktat Aljabar 122


DAFTAR PUSTAKA

Anton, H dan Rorres, C (1995) Elementary Linear Algebra : Application Version, New York :
John Wiley & Sons.Inc.

Anton, H., 1992, Elementary Linear Algebra, John Wiley & Sons, Inc

Budhi, S., B., 1995, Aljabar Linear, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Cullen, C.G., 1993, Linear Algebra with Applications, alih bahasa Bambang Sumantri,
Gramedia, Jakarta

Leon, S. J., 2001, Linear Algebra with Applications, Prentice-Hall, Inc

Jain, S.K, and A.D. Gunawardena, Linear Algebra an Interactive Approach, Thomson, USA

Pangesti, S, 1987, Materi Pokok Model Linier Terapan I, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Terbuka

Diktat Aljabar 123


GLOSARIUM

No Istilah Pengertian
A matriks berordo n, maka adjoint matriks A dinotasikan :Adj(A)
T
Didefinisikan Adj(A) = (cij) ,
i+j
1. Adjoint dengan cij = (-1) . Det (Mij) , cij : nilai kofaktor matriks A dan
Mij minor matriks A

U himpunan vektor-vektor dengan U = { u1, u2, ..., up }, dikatakan


bebas linear jika kombinasi linear
k1.u1 + k2.u2 + ... + kp.up = 0
maka memenuhi untuk semua k 1 = k2 = ... = kp = 0.
2. Bebas Linear Jika terdapat suatu ki 0 , sedemikian sehingga kombinasi linear
memenuhi
k1.u1 + k2.u2 + ... + kp.up = 0
maka U disebut tidak bebas linear.

V ruang vektor dan W = { u1 , u2 ,u3 , . . . , ur } himpunan vektor-


vektor pada V, maka W disebut basis untuk V jika pada W
memenuhi
3. Basis
3. W bebas linear
4. W membangun V, atau V = span{ u1 , u2 ,u3 , . . . , ur }
3
Jika vektor u = (u1 , u2 , u3), dan vektor v = (v1 , v2 , v3) pada R ,
maka hasil kali silang atau cross product vektor u dan v
i j k
4. Cross product didefinisikan u x v = u 1 u2 u3
v1 v2 v3
u x v = (u2.v3 –v2.u3) i – (u1v3 – v1u3) j + (u1v2 – v1u2)k

Jika u = (u1, u2, ... , un), v = (v1, v2, ... , vn) adalah vektor-vektor di
R dan  sudut antara vektor u dan vektor v, maka hasil kali
n

dalam ( dot product) Euclidean didefinisikan


u .v = u1v1 + u2v2 + ... + unvn
5. Dot product Sehingga besar sudut antara dua vektor dapat dicari, sebagai
berikut.
u.v
u.v  u . v . cos  dan cos  
u.v
Dimensi ruang vektor V, ditulis dm(V) didefinisikan sebagai jumlah
semua vektor dalam suatu himpunan vektor basis V. Ruang
6. Dimensi
vektor nol disebut berdimensi nol.

metode Dekomposisi LU atau Metode Cholesky (Crouts).


Salah satu metode untuk menentukan solusi SPL berbentuk
 a11 a12  a1n   x1   b1 
a  a 2 n  x  b 
7. Dekomposisi LU  21 a 22  2 =  2  atau A.X =B
       
     
a n1 a n 2  a nn   xn  b n 
Pada metode ini matriks A difaktorisasi ke dalam bentuk
dekomposisi A = L * U

Diktat Aljabar 124


 1 0  0  U11 U12  U1n 
L    0
1  U 22  U 2 n 
L=  
21
,U=
    0      
   
L n1  L n .(n 1) 1  0  0 U nn 

Determinan Matriks A merupakan jumlah semua hasil kali dasar


Determinan bertanda dari matriks A,
8.
matriks Determinan matriks A dinotasikan dengan, det(A) = |A|

A matriks persegi berordo n, maka matriks A mempunyai matriks


invers apabila det(A) ≠ 0 atau matriks non singular.
invers matriks
9. Misalkan invers matriks A adalah matriks B sedemikian memenuhi
-1
A.B = B.A = I atau dinotasikan A = B

Transformasi linear T : V  W maka kernel bagi T didefinisikan


sebagai Ker(T) = {u V  T(u) = 0 }
Kernel dan Daerah hasil transformasi atau disebut juga jangkauan
10.
jangkauan transformasi T atau R(T) didefinisikan sebagai
R(T) = T(V) = {T(u) W  u V }

Jika W = { u1 , u2 ,u3 , . . . , up } basis untuk V, untuk setiap vV


Koordinat relatif dinyatakan v = k1 u1 + k2 u2 + k3 u3 + . . . + kp up, maka nilai
11.
skalar k1 , k2 , . . . , kp disebut koordinat v relatif terhadap basis W.

Kofaktor unsur (i,j) matriks A dinotasikan dengan cij didefinisikan


Kofaktor unsur i+j
12. sebagai kofij(A) = (-1) det(Mij)
(i,j) matriks A
T
Jika matriks A = ( aij ), maka A transpose ditulis A adalah
Matriks matriks dengan elemen-elemen baris matriks A diubah menjadi
13. transpose kolom dan sebaliknya elemen kolom menjadi elemen baris,
T
sehingga A = (aji )

matriks bagian (submatrix) dari A merupakan matriks yang


matriks bagian
diperoleh dari matriks A jika beberapa baris dan atau kolomnya
14. (submatrix)
dihapus

Minor unsur (i,j) matriks A didefinisikan sebagai sub matriks A


yang dihasilkan setelah menghapus baris ke i dan kolom ke j
matriks A dan dinotasikan dengan Mij.
Misalkan M21 untuk matriks A berordo 3 artinya sub matriks A
Minor unsur (i,j) yang dihasilkan dari menghapus baris ke 2 dan kolom 1.
15.
matriks A
 a 11 a 12 a 13 
 a 12 a 13 
a 23  a a 33 
M21 = a 21 a 22 =

a 31 a 32 a 33   32
Matriks elementer merupakan matriks yang diperoleh dari
matriks identitas I dengan melakukan suatu operasi baris
Matriks elementer atau operasi kolom elementer.
16.
elementer Misalkan Ei : matriks elementer jenis i yang diperoleh dengan
Matriks I melalui operasi baris elementer.

Nilai eigen matriks A adalah nilai-nilai akar persamaan


17. Nilai Eigen
karakteristik matriks A, dengan persamaan karakteristik :

Diktat Aljabar 125


det(A - I) = 0

Operasi elementer terdiri dari operasi elementer baris dan operasi


elementer kolom. Operasi elementer baris merupakan operasi
yang meliputi pertukaran baris, perkalian suatu baris dengan
Operasi
18. konstanta tak nol serta hasil penjumlahan ( suatu baris yang akan
elementer
diubah dengan perkalian konstanta tak nol baris yang lain yang
merupakan baris kunci).

Penyelesaian SPL (AX = B ) yaitu menentukan jawaban dari nilai-


nilai vareabel X yang memenuhi sistem persamaan.
Dalam hal ini terdapat tiga jenis solusi yaitu
Penyelesaian
19. 1. Solusi tunggal jika det (A) ≠ 0
SPL
2. Solusi banyak
3. Tidak punya solusi
n
Misalkan titik P(p1, p2, ... , pn) dan Q (q1, q2, ... , qn) pada R ,
maka Jarak titik P dan Q merupakan panjang vektor dari PQ
20. panjang vektor dan dinyatakan
dengan PQ  q1  p1 2  q 2  p 2 2    q n  p n 2
n
R merupakan himpunan semua pasangan berurutan sebanyak
n ganda-n atas bilangan real.
21. R
Misalkan vR sehingga v = (a1, a2, . . . ,an) dengan aiR
n

Rank matriks A adalah dimensi bersama antara ruang baris dan


ruang kolom matriks A, ditulis dengan rank(A). Sedangkan
dimensi ruang kosong dari A disebut nulitas , atau null(A).
22. Rank matriks Sifat
T
3. Rank(A) = rank(A )
4. Rank(A) + null(A) = n , dengan n jumlah kolom matriks

Penggantian salah satu ekspresi dengan ekspresi lain yang


bertujuan untuk menyederhanakan sistem persamaan.
Substitusi dan
23. Eliminasi merupakan penghilangan suatu variabel pada sistem
eliminasi
dengan tujuan untuk memudahkan penyelesaian sistem.

Besaran vektor adalah suatu besaran yang mempunyai besar dan


24. Vektor arah.

X disebut ruang vektor matriks A merupakan matriks bukan nol,


yang berukuran nx1 sehingga AX = X dan  adalah skalar
25. Vektor eigen merupakan nilai eigen matriks A yang bersesuaian dengan vektor
eigen X.

Vektor Vektor u dan vektor v dikatakan saling ortogonal apabila u.v = 0


26.
ortogonal

Diktat Aljabar 126

Anda mungkin juga menyukai