4208 15297 1 PB PDF
4208 15297 1 PB PDF
1
Peneliti Bidang Kebijakan dan Tata Kelola Hutan dan Lahan di
Konsultan Riset Independen Samarinda.
eddymangopo@gmail.com
2
Peneliti Bidang Sosiologi Kehutanan di
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa,
Jn. A. Wahab Syahranie No. 68, Sempaja Samarinda, Kalimantan Timur.
caturbudiwiati@gmail.com
ABSTRAK
Pemerintah Kalimantan Timur (Kaltim) mengeluarkan kebijakan dan program Kaltim Green, Low
Carbon Growth Strategy (LCGS), Strategi Rencana Aksi Provinsi Reducing Emissions from Deforestation and
Forest Degradation Plus (SRAP REDD+), dan Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK).
Kebijakan ini untuk memperbaiki tata kelola hutan dan lahan (TKHL) untuk mendukung pemerintah
menurunkan emisi GRK dunia melalui rencana aksi (mitigasi) sebesar 26% dan 41% hingga tahun 2020. Tujuan
studi ini untuk menyampaikan hasil kajian sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berkontribusi terhadap
deforestasi, degradasi hutan dan lahan. Termasuk relasi aktor formal dan non formal dalam proses pengambilan
kebijakan daerah serta isu-isu strategis TKHL terkait perencanaan tata ruang, proses kebijakan tata ruang,
perijinan, dan penganggaran. Pengumpulan data dilaksanakan di Kabupaten Paser, Kaltim pada periode tahun
2012-2013 dan dilanjutkan studi meja (desk study) tahun 2014. Metode pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara mendalam (dept interview) terhadap 10 responden infoman kunci dan studi literatur. Metode analisis
data menggunakan analisis masalah (analisis konteks dan kebijakan) dan analisis stakeholders (analisis aktor).
Hasil studi menyebutkan bahwa deforestasi terbesar disebabkan karena izin-izin di bidang kehutanan dan
perkebunan, sedangkan degradasi hutan dan lahan disumbangkan dari kegiatan pertambangan. Hal tersebut
didukung dari struktur politik, legislatif memberikan kontribusi dukungan yang besar atas penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya alam bagi eksekutif.
Kata Kunci: deforestasi, degradasi hutan dan lahan, Tata Kelola Hutan dan Lahan (TKHL), Kabupaten Paser
ABSTRACT
The Government of East Kalimantan has issued policies and programs of Kaltim Green, Low Carbon
Growth Strategy (LCGS), Strategy of Action Plan of Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation Plus (SRAP REDD +), and Regional Greenhouse Gas Action Plan (RAD GRK). These policies
were developed in order to improve forest and land management (TKHL) to support the government in reducing
global emissions by 26% and 41% through mitigation action plans by 2020. This study aimed to investigate
social, economic, cultural and political aspects that contribute to deforestation, as well as forest and land
degradation. This also includes information on formal and non-formal actors' relationships in local policy-
making processes as well as TKHL strategic issues related to spatial planning, spatial policy process,
licensing/permissions and budgeting. Data collection was conducted in Paser District, East Kalimantan in the
period of 2012-2013 and continued by conducting desk study in 2014. Methods used in data collection were in-
depth interviews, Focus Group Discussion (FGD) and literature review. Problem analysis (context and policy
analysis) and stakeholder analysis (actor analysis) were used to analyze the data. Result showed that the major
cause of deforestation is forestry and plantation permits, while forest and land degradation is contributed by
mining activities. This is supported by the political structure, in which legislative provides support to executive
to control and utilize natural resources.
Keywords: deforestation, forest and land degradation, Forest and Land Management (TKHL), Paser Regency
64
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)
65
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. (Sumber: diolah
dari Peta Rupa Bumi Wilayah Kalimantan Timur dan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Paser Periode 2010 – 2030, 2017).
Figure 1. Study site in Paser Regency, East Kalimantan.
(Source: Processed from Citra Landsat of East Kalimantan and Map of Paser Regency Master
Plan on 2010 - 2030, 2017).
66
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)
Gambar 2. Kerangka Pikir dalam Pengumpulan dan Analisis Data (Sumber: The Asia Foundation
dan Pusat Kajian Antropologi Universitas Indonesia, 2012).
Figure 2. Data collection and analysis framework (Source: The Asia Foundation and
Anthropological Studies Center, The University of Indonesia, 2012).
untuk Provinsi Kaltim telah mencapai informasi TKHL merupakan bagian dari
tingkat yang mengkhawatirkan. tim sukses bupati sebagai aktor utama
Selanjutnya laporan angka laju deforestasi dalam studi ekonomi politik TKHL.
tersebut mengalami penurunan menjadi Berkaitan dengan hal tersebut maka
112.124 ha/tahun dengan angka tingkat kerusakan hutan dan lahan dapat
deforestasi 448.494 ha dalam periode dilihat dari jumlah izin-izin yang telah
2009-2013. dikeluarkan dalam TKHL oleh pemerintah
Ketersediaan data merupakan pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
permasalahan utama terkait TKHL, Berdasarkan Laporan BPDAS Mahakam
diantaranya disebabkan sistem kearsipan Berau (2010) luas lahan kritis di
Kabupaten Paser mencapai 640.254 ha
yang tidak baik, pergantian pimpiman atau
staf, karakteristik aktor/responden yang terdiri dari di dalam kawasan hutan
tidak terbuka untuk memberikan informasi 447.629 ha dan di luar kawasan hutan
dan kecurigaan responden terhadap 192.625 ha. Berikut disampaikan jumlah
pengumpulan data karena beberapa izin-izin dalam TKHL yang telah
intitusi/lembaga yang menjadi target dikeluarkan di Kabupaten Paser (lihat
Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah Ijin-ijin Dalam Tata Kelola Hutan dan Lahan di Kabupaten Paser.
Table 1. The number of permit in forest and land management in Paser Regency.
3. Ijin Usaha Perkebunan Kelapa 41 176.924,640 Jumlah Ijin belum termasuk Non
Sawit dan Non Perkebunan Perkebunan Kelapa Sawit sedang
Kelapa Sawit Jumlah Luasan Termasuk Non
Perkebunan Kelapa Sawit
4. Ijin Usaha Pertambangan 86 123.200,195 Termasuk didalamnya PKP2B
Batubara dan Non Batubara dan IUP
Sumber: Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Kabupaten Paser, 2013a; Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Paser, 2013; Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Kabupaten Paser,
2013b; Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Kabupaten Paser, 2013c (diolah).
69
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80
didorong kemudahan perzinan dan tarif mengontrol pengelolaan hutan. Hal ini yang
murah pinjam pakai kawasan hutan, menimbulkan korupsi dibeberapa bidang
lemahnya pengawasan dan penegakan penyumbang emisi terbesar (Cahyono,
hukum. Kasus di Kabupaten Paser dimana et.al., 2015).
Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara,
Perjanjian Karya Pengusahaan C. Faktor yang Berpotensi
Pertambangan Batubara (PKP2B) dan non Mengurangi Tutupan Hutan
batubara merupakan salah satu bagian Tersisa
penyumbang degradasi hutan dan lahan di Laporan DNPI, et.al. (2011)
Kabupaten Paser. Sedangkan penjelasan menyebutkan bahwa emisi karbon
untuk masalah pertambangan batubara Kabupaten Paser dalam 5 sektor
(Tabel 1), data Dinas Kehutanan dan perindustrian utama masuk dalam peringkat
Pertambangan Energi Kabupaten Paser 7 dari 14 kabupaten/kota di Kaltim. Nilai
(2013b) dan Dinas Kehutanan dan emisi sebesar 12,3 MtCO2e pada tahun
Pertambangan Energi Kabupaten Paser 2010 sekitar 6% dari total emisi Provinsi
(2013c) menyebutkan bahwa jumlah izin Kaltim. Sektor-sektor yang menghasilkan
yang ada 86 izin (IUP, PKP2B dan non emisi karbon diantaranya: Kegiatan di
batubara) dengan luasan mencapai sektor pertambangan, perkebunan,
123.200,195 ha. Izin-izin tersebut terdiri pertanian, dan kehutanan. Sektor kehutanan
dari izin yang dikeluarkan oleh bupati (IUP) dan perkebunan kelapa sawit merupakan
dan izin PKP2B yang dikeluarkan oleh penyumbang emisi terbesar dari hasil studi
Kementerian Energi dan Sumber Daya ini. Laporan studi Marino, et.al. (2013)
Mineral (ESDM). Dari 86 izin tersebut 79 menyebutkan izin di sektor industri berbasis
merupakan izin bupati dalam bentuk IUP lahan (land based industries) terutama
dan 7 (tujuh) izin yang dikeluarkan oleh sektor kehutanan, perkebunan, dn
Kementerian ESDM dalam bentuk PKP2B. pertambangan telah berkontribusi dalam
Dari gambaran di atas, kerusakan peningkatan laju deforestasi.
hutan sebagai akibat dari otonomi daerah Belajar dari pengelolaan Dana
yang berlebihan menghasilkan bukti bahwa Reboisasi (DR) Indonesia dan dampaknya
desentralisasi pengelolaan hutan bukan bagi REDD+, hasil studi Barr, et.al. (2011)
meningkatkan manfaat bagi daerah tetapi merekomendasikan beberapa hal yang
justru menimbulkan eksploitasi secara berhubungan dengan penggunaan dana
besar-besaran (Awang, 2006). Dari REDD+ yaitu: 1). Meningkatkan
beberapa kasus, desentralisasi dapat kemampuan untuk mengelola keuangan dan
berjalan dengan baik jika pengelolaan mengatur penerimaan; 2). Memperkuat
sumberdaya alam dikelola dengan baik berbagai lembaga untuk memberantas
pula. Hasil studi Capistrano dan Colfer bentuk-bentuk korupsi dan kecurangan; 3).
(2006) menyatakan ada kecenderungan Mendukung pemantauan, pelaporan dan
pemerintah pusat mendesentralisasikan verifikasi transaksi keuangan; 4).
tanggung jawab pengelolaan hanya pada Memperbaiki untuk menghilangkan insentif
hutan yang terdegradasi parah. Larson yang tidak wajar dan merugikan; 5).
(2006) dan Guiang, et.al. (2009) Melakukan uji tuntas dan akuntabilitas
menyebutkan ketidakmampuan daerah dengan penerimaan dana publik; 6).
merupakan alasan utama pusat untuk tetap Mendorong pembagian keuntungan yang
71
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80
berkeadilan dan meminimalkan dampak 700 ha, Muara Komam 1.300 ha, Muara
negatif bagi masyarakat. Hal ini penting Samu 50 ha dan Batu Engau 2.100 ha.
karena selama ini DR yang ada
disalahgunakan untuk kepentingan yang D. Sejumlah Masalah dalam Tata
lain. Sumarto (2003) dan Prayitno, et.al. Kelola Hutan dan Lahan
(2013) menjelaskan bahwa politik Berdasarkan hasil desk study (studi
kebijakan anggaran daerah selama ini literatur) dan kajian lapangan terkait dengan
menjadi pemicu buruknya tata kelola hutan permasalahan TKHL di Kabupaten Paser,
dan lahan. Anggaran kebijakan daerah Kaltim, dapat disimpulkan 3 (tiga) masalah
dalam pengelolaan pendapatan dari sektor strategis yang berkaitan dengan manajemen
hutan dan lahan lebih menekankan pada TKHL di Kabupaten Paser. Laporan hasil
peningkatan dari sektor hutan dan lahan. studi Angi (2013) menyebutkan ketiga
Sementara belanja untuk pemulihan masalah tersebut diantaranya: 1). Tumpang
kerusakan hutan dan lahan sangat terbatas tindih perizinan kehutanan, pertambangan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan perkebunan; 2). Tidak adanya
Wilayah (RTRW) Kabupaten Paser 2012- pengakuan dari pemerintah atas hak kelola
2032 yang termuat dalam rencana Revisi hutan masyarakat adat; 3). Tidak adanya
RTRWP Kaltim, disebutkan bahwa ada kepatuhan perusahaan bidang kehutanan,
pengurangan kawasan Cagar Alam (CA) pertambangan dan perkebunan dalam
yang ada di Kabupaten Paser. Pengurangan melakukan perbaikan masalah lingkungan
luasan CA Teluk Adang yang semula hidup.
61.900 ha menjadi 38.000 ha dan CA Teluk 1. Tumpang tindih perizinan
Apar 46.900 ha menjadi 42.000 ha, kehutanan, pertambangan dan
sehingga pengurangan keseluruhannya dari perkebunan
108.000 ha menjadi 80.000 ha.
Tata kelola yang baik ditandai dengan
Pengurangan ini dikarenakan banyaknya
transparansi yang menjamin kebutuhan
klaim lahan dari masyarakat untuk dirubah
masyarakat untuk mendapatkan informasi,
menjadi lahan tambak dan pemukiman.
partisipasi masyarakat yang substansional
Selain itu terdapat 9 (sembilan) kawasan
dan signifikan, akuntabilitas dan dapat
Hutan Produksi (HP) baru berdasarkan Peta
dipertanggungjawabkan, serta koordinasi
Perkembangan Tata Batas Kawasan Hutan
yang berjalan efektif dan efisien. Indikator
di Wilayah Kabupaten Paser yang dibuat
buruknya transparansi tidak adanya
oleh UPTD Planologi Kehutanan
dokumen yang relevan yang dapat dijadikan
Balikpapan tahun 2008. Dimana dari 9
rujukan (Rahman, et.al., 2013). Berkaitan
(sembilan) HP terdiri dari 3 (tiga) Hutan
dengan perizinan yang dikeluarkan oleh
Produkasi Terbatas (HPT), dan 6 Hutan
pemerintah daerah, maka perizinan tersebut
Produksi Tetap (HP) dengan luasan
harus mendukung adanya kepastian
445.960,692 ha dan tersebar di 7 (tujuh)
kepemilikan lahan dan tata kelola yang baik
kecamatan. Terdapat pula rencana kawasan
(Djaenudin, et.al., 2015). Tata kelola
Hutan Produksi yang dapat dikonversi
sebagai kebijakan, peraturan dan
(HPK) sesuai dengan draft revisi RTRWP
kelembagaan yang dapat mempengaruhi
Kaltim. Ketujuh HPK tersebut terdapat di
pemanfaatan sumberdaya alam, baik level
Kecamatan Long Kali 5.500 ha, Long Ikis
lokal, nasional dan global (Nugroho, 2013).
72
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)
75
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80
masyarakat di Desa Laburan Baru (SP2) pemerintah daerah terkait dengan perizinan
Kecamatan Pasir Belengkong, kebun sawit dan sumber peta yang dikeluarkan.
masyarakat (plasma) di dalamnya terdapat Pemerintah daerah dalam hal ini Badan
IUP tambang batubara sekitar 32.000 ha. Perizinan Terpadu dapat memastikan izin-
izin yang dikeluarkan tidak tumpah tindih,
Selain itu juga masalah hak kelola hutan
IV. KESIMPULAN DAN oleh masyarakat yang selama proses ini
REKOMENDASI berlangsung tidak diakui oleh pemerintah
daerah setempat dan masalah perbaikan
A. Kesimpulan masalah lingkungan hidup yang bukan
menjadi prioritas utama bagi pengelolaan
Struktur ekonomi berdasarkan PDRB TKHL di Kabupaten Paser oleh perusahaan-
Kabupaten Paser di sektor pertambangan perusahaan di bidang kehutanan,
dan penggalian merupakan sektor yang perkebunan dan pertambangan.
cukup besar memberikan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 78,42% terutama B. Rekomendasi
batubara. Data kependudukan dan kondisi Sebagai rekomendasi untuk tulisan ini
sosial budaya masyarakat dalam hal ini adalah masih tersisanya hutan yang ada di
jumlah penduduk dan penyebarannya tidak Kabupaten Paser baik yang ada di dalam
merata di Kabupaten Paser. Sementara dan di luar kawasan hutan maka perlu
struktur politik kekuasaan hubungannya dukungan advokasi di tingkat Kabupaten
dengan sumberdaya alam sangat erat Paser. Dukungan tersebut terkait dengan
hubungannya dengan komposisi di legislatif Surat Gubernur Kaltim Nomor: 180/1375-
dan eksekutif (patronase). Struktur legislatif Hk/2013 Mengenai Penertiban dan Audit
memberikan kontribusi dukungan yang Ijin Pertambangan, Kehutanan dan
besar atas penguasaan dan pemanfaatan Perkebunan yang dapat dijadikan dasar
sumberdaya alam bagi eksekutif. untuk melakukan advokasi untuk skenario
Deforestasi selama periode 2000- perubahan. Bagi masyarakat yang terkena
2013 disumbangkan dari kegiatan izin-izin dampak dapat menginventarisir dampak
dibidang kehutanan dan perkebunan. yang terjadi dan melaporkannya kepada
Jumlah 53 izin di Kabupaten Paser dengan pihak-pihak yang berwenang untuk
luasan 856.210,64 ha. Sementara degradasi ditindaklanjuti dalam proses hukum yang
hutan dan lahan disumbangkan dari berlaku. Pengawasan dan pendampingan
kegiatan pertambangan yang berjumlah 86 dapat dilakukan pihak-pihak yang
izin dengan luasan 123.200,195 ha. Izin- berwenang terkait dengan dukungan
izin ini menghasilkan lahan kritis seluas advokasi di tingkat Kabupaten Paser
640.253 ha atau sekitar 56% dari luasan mengenai proses hukum yang dilakukan
Kabupaten Paser baik yang ada di dalam untuk penertiban dan audit ijin
dan di luar kawasan hutan. pertambangan, kehutanan dan perkebunan.
Masalah TKHL di Kabupaten Paser
yang terpenting adalah masalah tumpang DAFTAR PUSTAKA
tindih perizinan kehutanan, perkebunan dan
pertambangan. Permasalahan ini Angelsen, A. dan S.W. Kanounnikoff, 2010.
seharusnya menjadi hal utama bagi Apa Isu Utama Rancangan REDD dan
76
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)
Kriteria Penilaian Pilihan yang Ada? Cahyono, S.A., S.P. Warsito, W. Andayani, dan
Dalam Buku Melangkah Maju Dengan D.H. Darwanto, 2015. Dampak
REDD. Isu, Pilihan dan Implikasi. Center Pemberantasan Korupsi Terhadap
for International Forestry Research Perekonomian, Emisi Karbon dan Sektor
(CIFOR). Bogor. Kehutanan Indonesia. Jurnal Analisis
Kebijakan Volume 22 Nomor 3, Nopember
Angi, E.M., 2013. Analisis Ekonomi Politik dan
2015. 388-397
Agenda Perubahan Tata Kelola Hutan dan
Lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Capistrano, D. dan C.J.P. Colfer, 2006.
Timur. Laporan Kerjasama Perkumpulan Desentralisasi: Persoalan, Pelajaran, dan
Prakarsa Borneo Balikpapan – The Asia Refleksi. Dalam Buku Politik
Foundation. Balikpapan. Desentralisasi. Hutan, Kekuasaan dan
Rakyat. Pengalaman di Berbagai Negara.
Astana, S., B.M. Sinaga, S. Soedomo, dan
Center for International Forestry Research
B.C.H. Simangunsong, 2012. Dampak
(CIFOR). Bogor.
Kebijakan Makroekonomi dan Faktor
Eksternal Ekonomi Terhadap Laju Casson, A., 2003. Politik Ekonomi Subsektor
Deforestasi dan Degradasi Hutan Alam: Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia.
Studi Kasus Deforestasi untuk Perluasan Dalam Buku Kemana Harus Melangkah?
Areal Tanaman Pangan dan Perkebunan Masyarakat, Hutan dan Perumusan
Serta Hutan Tanaman Industri dan Kebijakan di Indonesia. Yayasan Obor
Degradasi Hutan Alam Areal Konsesi. Indonesia.
Jurnal Analisis Kebijakan Volume 9
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI),
Nomor 3, Desember 2012. 155-175
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,
Awang, S.A., 2006. Sosiologi Pengetahuan dan Dewan Daerah Perubahan Iklim
Deforestasi: Konstruksi Sosial dan (DDPI), 2011. Strategi Pembangunan
Perlawanan. Penerbit Debut Press. Kalimantan Timur yang Berkelanjutan dan
Yogyakarta. Ramah Lingkungan. Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI), Pemerintah
Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser, 2013.
Provinsi Kalimantan Timur, dan Dewan
Kabupaten Paser Dalam Angka 2013.
Daerah Perubahan Iklim (DDPI).
Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser.
Samarinda.
Barr, C., A. Dermawan, H. Purnomo, dan H.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Komarudin, 2011. Tata Kelola Keuangan
Paser, 2013. Data Perkembangan
dan Dana Reboisasi Selama Periode
Perusahaan Perkebunan di Kabupaten
Soeharto dan Pasca Soeharto 1998-2009.
Paser. Dinas Pertanian dan Perkebunan
Suatu Analisis Ekonomi Politik Tentang
Kabupaten Paser.
Pembelajaran Untuk REDD+. Center for
International Forestry Research (CIFOR). Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi
Bogor. Kabupaten Paser, 2013a. Data Pemegang
Izin Sektor Kehutanan (IUPHHK-HA/HT)
BPDAS Mahakam Berau, 2010. Laporan Luas
di Wilaah Kabupaten Paser Sampai
Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan dan
Dengan Desember 2012. Dinas
di Luar Kawasan Hutan pada Setiap
Pertambangan Energi dan Kehutanan
Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi
Kabupaten Paser.
Kalimantan Timur. Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungan Mahakam Berau. Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi
Samarinda Kabupaten Paser, 2013b. Daftar PKP2B
yang Terbit di Kabupaten Paser. Dinas
77
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80
Dalam Buku Desentralisasi Tata Kelola pada Kabupaten). Indonesia Center for
Hutan. Politik, Ekonomi dan Perjuangan Environmental Law (ICEL) – Seknas
untuk Menguasai Hutan di Kalimantan, FITRA. Dukungan Dana The Asia
Indonesia. Center for International Foundation dan UKaid.
Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Rhee, S., 2009. Politik Budaya Kolaborasi
Nugroho, B., 2013. Reformasi Kelembagaan untuk Mengontrol dan Mengakses
dan Tata Kelola Kepemerintahan: Faktor Sumberdaya Hutan di Malinau,
Pemungkin Menuju Tata Kelola Kalimantan Timur. Dalam Buku
Kehutanan yang Baik. Dalam Buku Desentralisasi Tata Kelola Hutan. Politik,
Kembali ke Jalan Lurus: Kritik Ekonomi dan Perjuangan untuk Menguasai
Penggunaan Ilmu dan Praktik Kehutanan Hutan di Kalimantan, Indonesia. Center for
Indonesia. Penerbit Forci Development. International Forestry Research (CIFOR).
Yogyakarta. Bogor.
Pemerintah Kabupaten Mahulu, 2014. Program Romijn, E., J.H. Airembabazi, A. Wijaya, M.
Pembangunan Ekonomi Hijau di Herold, A. Angelsen, L. Verchot, and D.
Kabupaten Mahakam Ulu. Pemerintah Murdiyarso, 2013. Exploring Different
Kabupaten Mahakam Ulu. Forest Definitions and Their Impact on
Developing REDD+ Reference Emission
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2012.
Levels: A Case Study for Indonesia.
Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi
Environmental Science and Policy
Gas Rumah Kaca 2010-2020 Provinsi
Journal. Letter 33 (2013) 246-259
Kalimantan Timur. Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur. Samarinda. Safitri, M.A., 2013. Menafsir Kebijakan
Berujung Hegemoni Kekuasaan: Sebuah
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2012.
Telaah Diskursus. Dalam Buku Kembali
Strategi dan Rencana Aksi Provinsi
ke Jalan Lurus: Kritik Penggunaan Ilmu
(SRAP) Implementasi REDD+ Kaltim.
dan Praktik Kehutanan Indonesia. Penerbit
Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur.
Forci Development. Yogyakarta.
Samarinda.
Siswanto, W. dan W. Wardojo, 2006.
Prayitno, H., A. Taufik, R. Fitriyani, dan R.A.S.
Desentralisasi Sektor Kehutanan:
Putra, 2013. Membongkar Harta Daerah:
Pengalaman Indonesia. Dalam Buku
Analisis Kebijakan Anggaran Pengelolaan
Politik Desentralisasi. Hutan, Kekuasaan
Hutan dan Lahan di 3 Provinsi dan 6
dan Rakyat. Pengalaman di Berbagai
Kabupaten di Indonesia. Seknas FITRA
Negara. Center for International Forestry
dengan dukungan The Asia Foundation –
Research (CIFOR). Bogor.
UKaid. Jakarta.
Sjahrina, A., J.D. Widoyono, dan L. Abid, 2013.
Purba, C., C. Hartati, A.C. Ichsan, I. Apriani, M.
Menguras Bumi Merebut Kursi. Patronase
Jualni dan M.A. Niun, 2004. Potret
Politik – Bisnis Alih Fungsi Lahan: Studi
Pelaksanaan Tata Kelola Hutan: Studi
Kasus dan Rekomendasi Kebijakan.
Kasus Kabupaten Barito Selatan Provinsi
Indonesia Corruption Watch (ICW).
Kalimantan Tengah. Forest Watch
Jakarta.
Indonesia (FWI). Bogor.
Sundarlin, W.D., and I.A.P. Resosudarmo,
Rahman, Y., C. Hartati, M. Maulana, H.
1996. Rates and Causes of Deforestation in
Subagiyo, dan R.A.S. Putra, 2013. Indeks
Indonesia: Towards a Resolution of the
Kelola Hutan dan Lahan Daerah. Kinerja
Ambiguities. Occasional Paper No. 9 Dec.
Pemerintah daerah Dalam Pengelolaan
1996. Center for International Forestry
Hutan dan Lahan di Indonesia (Studi Kasus
Research (CIFOR). Bogor.
79
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80
Tanasaldy, T., 2014. Politik Identitas Etnis di UN-REDD Programme, 2012. Indeks Tata
Kalimantan Barat. Dalam Buku Politik Kelola Hutan, Lahan dan REDD+ 2012 di
Lokal di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. UN-REDD Programme.
Indonesia – KITLV. Jakarta. Jakarta.
The Asia Foundation dan Pusat Kajian Wiati, Catur Budi, 2011. Pengetahuan Lokal
Antropologi Universitas Indonesia, 2012. Masyarakat Muluy Dalam Pemanfaatan
Bahan Pelatihan Riset Ekonomi Politik Hutan Lindung Gunung Lumut. Tesis
(tidak dipublikasikan). Hotel Royal Pasca Sarjana Program Studi Ilmu
Ambarukkmo Yogjakarta, 6-10 Agustus Kehutanan. Fakultas Kehutanan
2012. Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta.
Timmer, J., 2014. Desentralisasi Salah Kaprah Wibowo, A., 2013. Kajian Penurunan Emisi
dan Politik di Papua. Dalam Buku Politik Gas Rumah Kaca Sektor Kehutanan Untuk
Lokal di Indonesia. Yayasan Obor Mendukung Kebijakan Perpres No.
Indonesia – KITLV. Jakarta. 61/2011. Jurnal Analisis Kebijakan
Volume 10 Nomor 3, Desember 2013. 235-
Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas
254
Hasanuddin, 2002. Eksistensi Masyarakat
Hukum Adat dan Kolektif Masyarakat Wollenberg, E, M. Moeliono dan G. Limberg,
Hukum Adat atas Tanah (Hak Ulayat). 2009. Antara Negara dan Masyarakat:
Penelitian Deskriptif Analitis di kabupaten Desentralisasi di Indonesia. Dalam Buku
Pasir Kalimantan Timur. Laporan Hasil Desentralisasi Tata Kelola Hutan. Politik,
Penelitian. Kerjasama Kabupaten Pasir Ekonomi dan Perjuangan untuk Menguasai
dengan Fakultas Hukum Universitas Hutan di Kalimantan, Indonesia. Center for
Hasanuddin, Makassar. International Forestry Research (CIFOR).
Bogor.
80