Anda di halaman 1dari 18

KAJIAN EKONOMI POLITIK DEFORESTASI DAN DEGRADASI

HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN PASER,


KALIMANTAN TIMUR
The Political Economic of Deforestation and Forest Degradation in
Paser Regency, East Kalimantan
Oleh:
Eddy Mangopo Angi1 dan Catur Budi Wiati2

1
Peneliti Bidang Kebijakan dan Tata Kelola Hutan dan Lahan di
Konsultan Riset Independen Samarinda.
eddymangopo@gmail.com
2
Peneliti Bidang Sosiologi Kehutanan di
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa,
Jn. A. Wahab Syahranie No. 68, Sempaja Samarinda, Kalimantan Timur.
caturbudiwiati@gmail.com

Diterima 09-11-2017, direvisi 22-12-2017, disetujui 29-12-2017

ABSTRAK
Pemerintah Kalimantan Timur (Kaltim) mengeluarkan kebijakan dan program Kaltim Green, Low
Carbon Growth Strategy (LCGS), Strategi Rencana Aksi Provinsi Reducing Emissions from Deforestation and
Forest Degradation Plus (SRAP REDD+), dan Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK).
Kebijakan ini untuk memperbaiki tata kelola hutan dan lahan (TKHL) untuk mendukung pemerintah
menurunkan emisi GRK dunia melalui rencana aksi (mitigasi) sebesar 26% dan 41% hingga tahun 2020. Tujuan
studi ini untuk menyampaikan hasil kajian sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berkontribusi terhadap
deforestasi, degradasi hutan dan lahan. Termasuk relasi aktor formal dan non formal dalam proses pengambilan
kebijakan daerah serta isu-isu strategis TKHL terkait perencanaan tata ruang, proses kebijakan tata ruang,
perijinan, dan penganggaran. Pengumpulan data dilaksanakan di Kabupaten Paser, Kaltim pada periode tahun
2012-2013 dan dilanjutkan studi meja (desk study) tahun 2014. Metode pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara mendalam (dept interview) terhadap 10 responden infoman kunci dan studi literatur. Metode analisis
data menggunakan analisis masalah (analisis konteks dan kebijakan) dan analisis stakeholders (analisis aktor).
Hasil studi menyebutkan bahwa deforestasi terbesar disebabkan karena izin-izin di bidang kehutanan dan
perkebunan, sedangkan degradasi hutan dan lahan disumbangkan dari kegiatan pertambangan. Hal tersebut
didukung dari struktur politik, legislatif memberikan kontribusi dukungan yang besar atas penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya alam bagi eksekutif.

Kata Kunci: deforestasi, degradasi hutan dan lahan, Tata Kelola Hutan dan Lahan (TKHL), Kabupaten Paser

ABSTRACT

The Government of East Kalimantan has issued policies and programs of Kaltim Green, Low Carbon
Growth Strategy (LCGS), Strategy of Action Plan of Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation Plus (SRAP REDD +), and Regional Greenhouse Gas Action Plan (RAD GRK). These policies
were developed in order to improve forest and land management (TKHL) to support the government in reducing
global emissions by 26% and 41% through mitigation action plans by 2020. This study aimed to investigate

DOI: http://dx.doi.org/10.20886/jped.2017.3.2. 63-80


JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

social, economic, cultural and political aspects that contribute to deforestation, as well as forest and land
degradation. This also includes information on formal and non-formal actors' relationships in local policy-
making processes as well as TKHL strategic issues related to spatial planning, spatial policy process,
licensing/permissions and budgeting. Data collection was conducted in Paser District, East Kalimantan in the
period of 2012-2013 and continued by conducting desk study in 2014. Methods used in data collection were in-
depth interviews, Focus Group Discussion (FGD) and literature review. Problem analysis (context and policy
analysis) and stakeholder analysis (actor analysis) were used to analyze the data. Result showed that the major
cause of deforestation is forestry and plantation permits, while forest and land degradation is contributed by
mining activities. This is supported by the political structure, in which legislative provides support to executive
to control and utilize natural resources.

Keywords: deforestation, forest and land degradation, Forest and Land Management (TKHL), Paser Regency

I. PENDAHULUAN masalah terkait dengan tenurial; (3).


Indonesia berkomitmen untuk Pengelolaan hutan yang tidak efisien; (4).
menurunkan emisi Gas Rumah Kaca Penegakan hukum yang lemah serta
(GRK) dunia melalui rencana aksi masuknya korupsi di sektor kehutanan dan
(mitigasi) sebesar 26% dan 41% dengan lahan.
bantuan pihak luar hingga tahun 2020. Selanjutnya Indrarto et.al. (2013)
Dilaporkan bahwa akibat deforestasi dari menyebutkan faktor yang berkontribusi
sektor kehutanan emisi karbon yang terhadap percepatan laju deforestasi dan
dilepaskan sebesar 80%, sedangkan 20% degradasi hutan diantaranya; (1).
sisanya diakibatkan oleh degradasi hutan Kepentingan pembangunan ekonomi; (2).
(Angelsen dan Kanounnikoff, 2010; FWI, Ketergantungan masyarakat terhadap
2014; UNDP, 2013). Kajian Kementerian sumberdaya alam; (3). Pertumbuhan
Lingkungan Hidup tahun 2009 penduduk dan pengaruhnya; (4).
memprediksikan bahwa tingkat emisi Tingginya permintaan pasokan kayu dan
GRK di Indonesia akan terus meningkat produksi kayu; (5). Tingginya permintaan
dari 1,72 Gton CO2e pada tahun 2000 harga dan komoditas perkebunan dan
menjadi 2,95 Gton CO2e pada tahun 2020 pertambangan; (6). Kepemilikan lahan
(FWI, 2014). yang tidak jelas; (7). Kepentingan politik;
Pengurangan emisi dari deforestasi (8). Buruknya tata kelola dan pengelolaan
dan degradasi hutan (Reducing Emissions sumberdaya hutan.
from Deforestation and forest Dalam Strategi dan Rencana Aksi
Degradation/REDD) adalah istilah baru Provinsi (SRAP) Implementasi REDD+
dalam kamus iklim. REDD dianggap Pemerintah Kalimantan Timur/Kaltim
sebagai suatu pendekatan dan aksi yang (2012), disebutkan bahwa masalah
akan mengurangi emisi dari deforestasi deforestasi dan degradasi hutan dan lahan
dan degradasi hutan (Angelsen dan di Kaltim dikarenakan 4 (empat) bidang
Kanounnikoff, 2010). Laporan FWI yaitu kehutanan, perkebunan, pertanian,
(2014) dan UNDP (2013) menyebutkan pertambangan dan lain-lain (infrastruktur,
bahwa dampak dari tata kelola kehutanan perambahan lahan, dll). Hal ini didukung
yang tidak kunjung baik yang berasal dari hasil studi Pemerintah Mahakam Ulu
4 (empat) hal yaitu; (1). Perencanaan tata (2014) menyebutkan bahwa kasus driver
ruang yang tidak efektif; (2). Masalah- deforestasi langsung (direct driver of

64
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

deforestation) di Mahakam Ulu adalah TKHL dapat dijalankan serta sesuai


bidang perkebunan kelapa sawit, areal dengan kebutuhan dan kondisi daerah.
penggunaan lain termasuk lahan budidaya
Terkait hal tersebut tulisan ini
masyarakat, Hak Pengusahaan Hutan
bertujuan untuk menyampaikan hasil
(HPH) yang tidak berkelanjutan, illegal
kajian ekonomi politik mengenai
logging (perambahan hutan),
deforestasi dan degradasi hutan dan lahan
pertambangan batubara, Hutan Tanaman
di Kabupaten Paser khususnya, (a)
Industri (HTI).
Kondisi sosial, ekonomi, budaya dan
Berkaitan dengan hal di atas, untuk politik yang berkontribusi terhadap
memperbaiki Tata Kelola Hutan dan deforestasi, degradasi hutan dan lahan
Lahan (TKHL) di tingkat Provinsi Kaltim serta faktor-faktor yang
telah mengeluarkan kebijakan dan mempengaruhinya; (b). Berbagai
program Kaltim Green, Low Carbon peraturan formal dan peran institusi formal
Growth Strategy (LCGS), Strategi dan informal yang mempengaruhi TKHL,
Rencana Aksi Provinsi (Smasterplan termasuk relasi aktor formal dan non
RAP) REDD+, dan Rencana Aksi Daerah formal dalam proses pengambilan
Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Provinsi kebijakan daerah; dan (c). Isu-isu strategis
Kaltim. Sayangnya di tingkat TKHL, seperti perencanaan tata ruang,
kabupaten/kota di Kaltim, tahapan yang proses kebijakan tata ruang, perijinan, dan
dilakukan baru pada sosialisasi dan penganggaran.
pelatihan, padahal untuk mendukung
perbaikan TKHL di tingkat II. METODOLOGI PENELITIAN
kabupaten/kota diperlukan pemahaman
Lokasi penelitian di Kabupaten
menyeluruh dan tepat tentang konteks
Paser, Provinsi Kalimantan Timur
masalah, isu-isu kunci, peta aktor, dan
(Kaltim). Kegiatan penelitian lapangan ini
kompleksitas kepentingan sosial,
dilaksanakan pada periode tahun 2012-
ekonomi, dan politik terkait urusan TKHL
2013. Kemudian dilanjutkan studi meja
sehingga rencana kegiatan perbaikan
(desk study) tahun 2014.

65
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. (Sumber: diolah
dari Peta Rupa Bumi Wilayah Kalimantan Timur dan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Paser Periode 2010 – 2030, 2017).
Figure 1. Study site in Paser Regency, East Kalimantan.
(Source: Processed from Citra Landsat of East Kalimantan and Map of Paser Regency Master
Plan on 2010 - 2030, 2017).

Metode pengumpulan data Pembangunan Daerah Kabupaten Paser


dilakukan melalui wawancara mendalam dan Pemerintah Kabupaten Paser, dengan
(dept interview) terhadap 10 orang didukung hasil studi literatur. Sedangkan
informan kunci yang mewakili Dinas analisis data menggunakan kombinasi
Kehutanan Kabupaten Paser, Dinas analisis masalah (analisis konteks dan
Pertambangan Kabupaten Paser, Badan kebijakan) dan analisis stakeholders
Lingkungan Hidup Derah Kabupaten (analisis aktor kunci). Metode ini umum
Paser, Persatuan Masyarakat Adat digunakan dalam penelitian ekonomi
(PeMA) Kabupaten Paser, Surat Kabar politik (The Asia Foundation dan Pusat
Harian Tribun Kaltim Perwakilan Paser, Kajian Antropologi Universitas Indonesia,
Dinas Pertanian Kabupaten Paser, Kawal 2012)). Lebih jelas kerangka penelitian
Borneo Community Foundation (KBCF), pada tulisan ini dapat dilihat pada Gambar
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2.
Kabupaten Paser, Badan Perencanaan

66
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan

Kondisi Sosekbud Kondisi Peraturan dan Isu-isu Strategis Terkait


dan Politik Institusi TKHL

Analisis Konteks Identifikasi Aktor

Analisis Masalah Analisis Stakeholders

Analisis Kebijakan Analisis Aktor Kunci

Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan (TKHL)

Gambar 2. Kerangka Pikir dalam Pengumpulan dan Analisis Data (Sumber: The Asia Foundation
dan Pusat Kajian Antropologi Universitas Indonesia, 2012).
Figure 2. Data collection and analysis framework (Source: The Asia Foundation and
Anthropological Studies Center, The University of Indonesia, 2012).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN pertambangan dan pengalian (14,79%),


dan jasa sekitar12,70% (BPS Kabupaten
A. Kondisi Ekonomi Politik
Paser, 2014).
Kabupaten Paser merupakan salah
satu kabupaten di bagian selatan Provinsi Praktek politik ekonomi di daerah
Kaltim yang mempunyai luas 11.603,94 yang semakin marak seringkali berujung
dengan politik atas nama pembangunan
km2. Terdiri atas 10 kecamatan, 135
desa/kelurahan dengan ibukota di Tana untuk kesejahteraan masyarakat, hal ini
djelaskan Safitri (2013), Indrarto, et.al.
Paser. Kabupaten Paser awalnya bernama
(2013) dan Siswanto dan Wardojo (2006)
Kabupaten Pasir dengan jumlah penduduk
yang menyatakan bahwa praktek politik
pada tahun 2013 mencapai 249.991.
ekonomi telah menyebar ke daerah,
Sektor pertambangan dan penggalian
menyusul euforia reformasi dan transisi
merupakan sektor yang cukup besar
serta implementasi dari desentralisasi dan
memberikan kontribusi terhadap
pembentukan Produk Domestik Regional otonomi daerah. Tekanan atas sumberdaya
alam terus meningkat atas nama investasi
Bruto (PDRB) Kabupaten Paser. sebesar
78,42%. Sektor pertanian masih dan peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD). Laporan dari Dewan Nasional
merupakan sektor dominan yang masih
Perubahan Iklim menyebutkan duapertiga
menyerap tenaga kerja sekitar 40,08%
pendapatan Kabupaten Paser berasal dari
lapangan usaha menyerap tenaga kerja.
pertambangan batu bara, pertanian dan
Disusul sektor perdagangan (18,51%),
67
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

perkebunan kelapa sawit (DNPI, et.al., urut 1 adalah kemenangan kedua


2011). Hal ini didukung dengan program (incumbent) setelah kemenangan
pengembangan sejuta hektar lahan sawit sebelumnya pada periode pertama 2005-
oleh Pemerintah Provinsi Kaltim dan 2010. Anak-anak dari pasangan ini sangat
dipermudahnya proses perijinan. memegang pengaruh penting dalam isu
Sementara untuk pertambangan batu bara TGHL, khususnya untuk urusan perizinan
mengalami perkembangan yang pesat juga kelapa sawit dan pertambangan batubara
seiring dengan kemudahan untuk (IUP). Sedangkan untuk anggaran proyek
mendapatkan Izin Usaha Pertambangan juga dipengaruhi sang anak yang
(IUP) oleh pemerintah daerah (Prayitno, kebetulan juga sebagai ketua DPRD
et.al., 2013). Kabupaten Paser. Menurut Sjahrina, et.al.
Struktur politik penguasa dalam (2013) dan Rhee (2009) bagaimana politik
lokal dijalankan melalui hubungan
pemerintahan eksekutif dan legislatif yang
patronase secara khusus. Selain itu juga
berhubungan dengan TKHL di Kabupaten
Indrarto, et.al. (2013) mengatakan
Paser memberikan andil yang cukup besar
pemberian saham perusahaan merupakan
dalam penguasaan sumber-sumber daya
modus operasi umum yang melibatkan
alam diantaranya berupa hasil hutan kayu,
calon kepala daerah, sehingga begitu
tambang emas dan tambang batubara
terpilih akan memudahkan pemberian izin.
sebagai basis ekonomi yang ada di
Laporan hasil studi Maryati dan Astana
masyarakat. Dari gambaran yang jelas
(2016) di Kabupaten Paser, menyebutkan
bahwa struktur legislatif akan memberikan
pemilukada mendorong sumberdaya hutan
kontribusi dukungan yang besar bagi
digunakan untuk menggalang dukungan
penguasaan pemerintah eksekutif terhadap
politik dan memobilisasi potensi ekonomi.
basis-basis sumber daya alam (kayu dan
Pada pemilukada pertama (2006) Dinas
batubara) yang terkait dengan TKHL
Kehutanan digabung dengan perkebunan,
sebagai basis ekonomi penunjangnya. Para
dan pemilukada kedua (2009) Dinas
elit lokal dapat mengkooptasi atau
Kehutanan digabung dengan
berkolusi dengan pemerintah demi
pertambangan. Dampak penggabungan
kepentingan merebut sumberdaya
akibat pilkada ini menyebabkan
(Wollenberg, et.al., 2009; Gregersen,
pengelolaan sumberdaya alam di
et.al., 2006). Dibanyak daerah bupati
Kabupaten Paser menjadi arena konflik
menggunakan kekuasaan mereka untuk
dan kerjasama bagi berbagai kepentingan
mendapatkan manfaat dri kebijakan yang
dengan sumberdaya alam yang open akses.
dibuatnya (Syahrina, et.al., 2015; Hidayat,
2014; Tanasaldy, 2014; Timmer, 2014).
B. Deforestasi dan Degradasi Hutan
Sehingga kelangsungan sumberdaya alam
dan Lahan
sangat tergantung dari kepemimpinan
lokal dan kapasitas pemerintah daerah Laporan dari FWI (2011) dan FWI
(Prayitno, et.al., 2013). (2014) menyebutkan angka laju
deforestasi untuk Provinsi Kaltim
Berdasarkan hasil Pemilihan Umum mencapai 185.829,79 ha/tahun dengan
Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten angka deforestasi 1.858.297,62 ha dalam
Paser yang dilakukan 10 Juni 2010, periode 2000-2009. Angka ini
pasangan nomor urut 1 terpilih sebagai menunjukan bahwa tingkat deforestasi
pemenang. Kemenangan pasangan nomor
68
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

untuk Provinsi Kaltim telah mencapai informasi TKHL merupakan bagian dari
tingkat yang mengkhawatirkan. tim sukses bupati sebagai aktor utama
Selanjutnya laporan angka laju deforestasi dalam studi ekonomi politik TKHL.
tersebut mengalami penurunan menjadi Berkaitan dengan hal tersebut maka
112.124 ha/tahun dengan angka tingkat kerusakan hutan dan lahan dapat
deforestasi 448.494 ha dalam periode dilihat dari jumlah izin-izin yang telah
2009-2013. dikeluarkan dalam TKHL oleh pemerintah
Ketersediaan data merupakan pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
permasalahan utama terkait TKHL, Berdasarkan Laporan BPDAS Mahakam
diantaranya disebabkan sistem kearsipan Berau (2010) luas lahan kritis di
Kabupaten Paser mencapai 640.254 ha
yang tidak baik, pergantian pimpiman atau
staf, karakteristik aktor/responden yang terdiri dari di dalam kawasan hutan
tidak terbuka untuk memberikan informasi 447.629 ha dan di luar kawasan hutan
dan kecurigaan responden terhadap 192.625 ha. Berikut disampaikan jumlah
pengumpulan data karena beberapa izin-izin dalam TKHL yang telah
intitusi/lembaga yang menjadi target dikeluarkan di Kabupaten Paser (lihat
Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah Ijin-ijin Dalam Tata Kelola Hutan dan Lahan di Kabupaten Paser.
Table 1. The number of permit in forest and land management in Paser Regency.

Nama Perijinan dan Peruntukan Jumlah Ijin Jumlah Keterangan


Luasan (Ha)
(Concession type) (Number of (Annotation)
permit) (Area)
1. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil 8 580.359,000 Termasuk lintas Kabupaten Kutai
Hutan Kayu – Hutan Alam Barat dan PPU, pencadangan
(IUPHHK-HA) (38.750 ha) dan perpanjangan
ijin (124.674 ha)
2. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil 4 98.927,000 Termasuk lintas Kabupaten Kutai
Hutan Kayu – Hutan Tanaman Barat dan PPU, pencadangan
(IUPHHK-HT) HTI Karet (37.457 ha)

3. Ijin Usaha Perkebunan Kelapa 41 176.924,640 Jumlah Ijin belum termasuk Non
Sawit dan Non Perkebunan Perkebunan Kelapa Sawit sedang
Kelapa Sawit Jumlah Luasan Termasuk Non
Perkebunan Kelapa Sawit
4. Ijin Usaha Pertambangan 86 123.200,195 Termasuk didalamnya PKP2B
Batubara dan Non Batubara dan IUP

Sumber: Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Kabupaten Paser, 2013a; Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Paser, 2013; Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Kabupaten Paser,
2013b; Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Kabupaten Paser, 2013c (diolah).

69
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

Degradasi hutan merupakan sumber akal-akalan belaka, dibangun hanya untuk


utama emisi GRK di Indonesia, cadangan mengambil kayu hutan alam yang berada di
hutan akan berkurang sebesar 6% setiap sekitar HLGL. Sedangkan untuk ijin HT
tahunnya (Angelsen dan Kanounnikoff, PT. Jaya Bumi Paser (PT JBP) merupakan
2010). Prosesnya baik terencana maupun HT karet pertama yang ada di Kabupaten
tidak. Terencana biasanya perubahan yang Paser.
direncanakan pemerintah atas perubahan
Sementara itu, maraknya isu kelapa
fungsi kawasan, dan tidak terencana melalui
sawit yang tidak ramah lingkungan
kegiatan liar (Indrarto, et.al., 2012).
belakangan ini, didorong adanya ekspansi
Laporan Hosonuma, et.al. (2012), Margono, besar-besaran kelapa sawit di luar Jawa.
et.al. (2012), Romijn, et.al. (2013), dan
Laporan hasil studi Casson (2003)
Sundarlin dan Resosudarmo (1996),
menyebutkan perkebunan kelapa sawit akan
menyebutkan bahwa driver deforestasi dan
dibangun diluar Jawa terutama Kalimantan,
degradasi dibeberapa lokasi studi
Sumatera, Sulawesi dan Irian Jaya. Pada
disebabkan oleh pembalakan hutan (illegal
bulan Oktober 1998 pemerintah
logging), pertanian komersial, perladangan,
mengumumkan akan membangun satu juta
pertambangan, perkebunan skala besar,
hektar kebun kelapa sawit di Kalimantan
transmigrasi, dan budidaya perikanan.
Timur. Hasil studi Maryati dan Astana
Pada Tabel 1 dijelaskan salah satu (2016) melaporkan bahwa ekspansi kelapa
driver deforestasi dan degradasi hutan sawit dengan konversi hutan karena adanya
adalah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kebutuhan akan lahan untuk pembangunan,
Kayu-Hutan Alam/Hutan Tanaman modal usaha, dan kepastian hak. Serta
(IUPHHK-HA/HT). Di Kabupaten Paser didukung pula menurut Wibowo (2013),
berdasarkan laporan Dinas Kehutanan dan dan Astana, et.al. (2012) adanya permintaan
Pertambangan Energi Kabupaten Paser tinggi atas kebutuhan minyak sawit di pasar
(2013a) IUPHHK-HA mencakup 8 lokal, nasional dan global. Khusus untuk
(delapan) IUPHHK-HA dengan luas masalah kelapa sawit pada Tabel 1, kasus di
580.359,000 ha dan 4 (empat) IUPHHK- Kabupaten Paser berdasarkan data Dinas
HTI dengan luas 98.927,000 ha. Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Paser
Berdasarkan sejarahnya kegiatan IUPHHK- (2013) Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa
HA (dulu Hak Pengusahaan Hutan/HPH) sawit ini mencapai 41 ijin yang mencakup
dimulai sejak tahun 1970 dengan dibukanya luasan 176.924,640 ha. Luasan ini belum
HPH PT. Telaga Mas Kalimantan Company mencakup kebun-kebun kelapa sawit yang
(PT TMKC) yang merupakan HPH pertama dikelola secara swadaya/mandiri oleh
yang ada di Kabupaten Paser. Sedangkan masyarakat yang menurut informasinya
IUPHHK-HT (dulu Hutan Tanaman cukup besar pula. Kabupaten Paser
Industri/HTI) berjumlah 4 (empat) merupakan kabupaten yang mempunyai
IUPHHK-HT. Dari keempat IUPHHK-HT kebun-kebun sawit tertua yang rata-rata usia
tersebut, salah satu diantaranya PT. Taman sawit telah mencapai 20 tahun ke atas di
Daulat Wananusa (PT TDW) merupakan Kaltim.
HT transmigrasi yang berada di sekitar
Laporan FWI (2014) menyebutkan
Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL).
banyak perusahaan tambang yang
Menurut informasi dari masyarakat
beroperasi tanpa izin dikawasan hutan yang
disekitar HLGL HT PT TDW ini hanya
difasilitasi oleh pejabat pemerintah. Selain
70
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

didorong kemudahan perzinan dan tarif mengontrol pengelolaan hutan. Hal ini yang
murah pinjam pakai kawasan hutan, menimbulkan korupsi dibeberapa bidang
lemahnya pengawasan dan penegakan penyumbang emisi terbesar (Cahyono,
hukum. Kasus di Kabupaten Paser dimana et.al., 2015).
Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara,
Perjanjian Karya Pengusahaan C. Faktor yang Berpotensi
Pertambangan Batubara (PKP2B) dan non Mengurangi Tutupan Hutan
batubara merupakan salah satu bagian Tersisa
penyumbang degradasi hutan dan lahan di Laporan DNPI, et.al. (2011)
Kabupaten Paser. Sedangkan penjelasan menyebutkan bahwa emisi karbon
untuk masalah pertambangan batubara Kabupaten Paser dalam 5 sektor
(Tabel 1), data Dinas Kehutanan dan perindustrian utama masuk dalam peringkat
Pertambangan Energi Kabupaten Paser 7 dari 14 kabupaten/kota di Kaltim. Nilai
(2013b) dan Dinas Kehutanan dan emisi sebesar 12,3 MtCO2e pada tahun
Pertambangan Energi Kabupaten Paser 2010 sekitar 6% dari total emisi Provinsi
(2013c) menyebutkan bahwa jumlah izin Kaltim. Sektor-sektor yang menghasilkan
yang ada 86 izin (IUP, PKP2B dan non emisi karbon diantaranya: Kegiatan di
batubara) dengan luasan mencapai sektor pertambangan, perkebunan,
123.200,195 ha. Izin-izin tersebut terdiri pertanian, dan kehutanan. Sektor kehutanan
dari izin yang dikeluarkan oleh bupati (IUP) dan perkebunan kelapa sawit merupakan
dan izin PKP2B yang dikeluarkan oleh penyumbang emisi terbesar dari hasil studi
Kementerian Energi dan Sumber Daya ini. Laporan studi Marino, et.al. (2013)
Mineral (ESDM). Dari 86 izin tersebut 79 menyebutkan izin di sektor industri berbasis
merupakan izin bupati dalam bentuk IUP lahan (land based industries) terutama
dan 7 (tujuh) izin yang dikeluarkan oleh sektor kehutanan, perkebunan, dn
Kementerian ESDM dalam bentuk PKP2B. pertambangan telah berkontribusi dalam
Dari gambaran di atas, kerusakan peningkatan laju deforestasi.
hutan sebagai akibat dari otonomi daerah Belajar dari pengelolaan Dana
yang berlebihan menghasilkan bukti bahwa Reboisasi (DR) Indonesia dan dampaknya
desentralisasi pengelolaan hutan bukan bagi REDD+, hasil studi Barr, et.al. (2011)
meningkatkan manfaat bagi daerah tetapi merekomendasikan beberapa hal yang
justru menimbulkan eksploitasi secara berhubungan dengan penggunaan dana
besar-besaran (Awang, 2006). Dari REDD+ yaitu: 1). Meningkatkan
beberapa kasus, desentralisasi dapat kemampuan untuk mengelola keuangan dan
berjalan dengan baik jika pengelolaan mengatur penerimaan; 2). Memperkuat
sumberdaya alam dikelola dengan baik berbagai lembaga untuk memberantas
pula. Hasil studi Capistrano dan Colfer bentuk-bentuk korupsi dan kecurangan; 3).
(2006) menyatakan ada kecenderungan Mendukung pemantauan, pelaporan dan
pemerintah pusat mendesentralisasikan verifikasi transaksi keuangan; 4).
tanggung jawab pengelolaan hanya pada Memperbaiki untuk menghilangkan insentif
hutan yang terdegradasi parah. Larson yang tidak wajar dan merugikan; 5).
(2006) dan Guiang, et.al. (2009) Melakukan uji tuntas dan akuntabilitas
menyebutkan ketidakmampuan daerah dengan penerimaan dana publik; 6).
merupakan alasan utama pusat untuk tetap Mendorong pembagian keuntungan yang
71
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

berkeadilan dan meminimalkan dampak 700 ha, Muara Komam 1.300 ha, Muara
negatif bagi masyarakat. Hal ini penting Samu 50 ha dan Batu Engau 2.100 ha.
karena selama ini DR yang ada
disalahgunakan untuk kepentingan yang D. Sejumlah Masalah dalam Tata
lain. Sumarto (2003) dan Prayitno, et.al. Kelola Hutan dan Lahan
(2013) menjelaskan bahwa politik Berdasarkan hasil desk study (studi
kebijakan anggaran daerah selama ini literatur) dan kajian lapangan terkait dengan
menjadi pemicu buruknya tata kelola hutan permasalahan TKHL di Kabupaten Paser,
dan lahan. Anggaran kebijakan daerah Kaltim, dapat disimpulkan 3 (tiga) masalah
dalam pengelolaan pendapatan dari sektor strategis yang berkaitan dengan manajemen
hutan dan lahan lebih menekankan pada TKHL di Kabupaten Paser. Laporan hasil
peningkatan dari sektor hutan dan lahan. studi Angi (2013) menyebutkan ketiga
Sementara belanja untuk pemulihan masalah tersebut diantaranya: 1). Tumpang
kerusakan hutan dan lahan sangat terbatas tindih perizinan kehutanan, pertambangan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan perkebunan; 2). Tidak adanya
Wilayah (RTRW) Kabupaten Paser 2012- pengakuan dari pemerintah atas hak kelola
2032 yang termuat dalam rencana Revisi hutan masyarakat adat; 3). Tidak adanya
RTRWP Kaltim, disebutkan bahwa ada kepatuhan perusahaan bidang kehutanan,
pengurangan kawasan Cagar Alam (CA) pertambangan dan perkebunan dalam
yang ada di Kabupaten Paser. Pengurangan melakukan perbaikan masalah lingkungan
luasan CA Teluk Adang yang semula hidup.
61.900 ha menjadi 38.000 ha dan CA Teluk 1. Tumpang tindih perizinan
Apar 46.900 ha menjadi 42.000 ha, kehutanan, pertambangan dan
sehingga pengurangan keseluruhannya dari perkebunan
108.000 ha menjadi 80.000 ha.
Tata kelola yang baik ditandai dengan
Pengurangan ini dikarenakan banyaknya
transparansi yang menjamin kebutuhan
klaim lahan dari masyarakat untuk dirubah
masyarakat untuk mendapatkan informasi,
menjadi lahan tambak dan pemukiman.
partisipasi masyarakat yang substansional
Selain itu terdapat 9 (sembilan) kawasan
dan signifikan, akuntabilitas dan dapat
Hutan Produksi (HP) baru berdasarkan Peta
dipertanggungjawabkan, serta koordinasi
Perkembangan Tata Batas Kawasan Hutan
yang berjalan efektif dan efisien. Indikator
di Wilayah Kabupaten Paser yang dibuat
buruknya transparansi tidak adanya
oleh UPTD Planologi Kehutanan
dokumen yang relevan yang dapat dijadikan
Balikpapan tahun 2008. Dimana dari 9
rujukan (Rahman, et.al., 2013). Berkaitan
(sembilan) HP terdiri dari 3 (tiga) Hutan
dengan perizinan yang dikeluarkan oleh
Produkasi Terbatas (HPT), dan 6 Hutan
pemerintah daerah, maka perizinan tersebut
Produksi Tetap (HP) dengan luasan
harus mendukung adanya kepastian
445.960,692 ha dan tersebar di 7 (tujuh)
kepemilikan lahan dan tata kelola yang baik
kecamatan. Terdapat pula rencana kawasan
(Djaenudin, et.al., 2015). Tata kelola
Hutan Produksi yang dapat dikonversi
sebagai kebijakan, peraturan dan
(HPK) sesuai dengan draft revisi RTRWP
kelembagaan yang dapat mempengaruhi
Kaltim. Ketujuh HPK tersebut terdapat di
pemanfaatan sumberdaya alam, baik level
Kecamatan Long Kali 5.500 ha, Long Ikis
lokal, nasional dan global (Nugroho, 2013).

72
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

Salah satunya adalah tata kelola Dalam petunjuk teknis pelaksanaan


sistem perizinan yang terkait dengan TKHL perizinan diawali dengan Izin Lokasi (IL)
di Kabupaten Paser. Tata kelola sistem yang mendapat surat IL dari Asisten I Tata
perizinan pada dasarnya diselenggarakan Pemerintahan, disetujui oleh bupati dengan
oleh masing-masing Satuan Kerja mendapatkan pertimbangan teknis dari
Perangkat Daerah (SKPD) yang Dinas Pertambangan Energi dan Kehutanan
bersangkutan. Proses perizinan dalam Kabupaten Paser untuk mendapatkan
TKHL yang digunakan belum melalui informasi status kawasan. Status kawasan
Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu yang dimaksud apakah wilayah yang
(KPPT), walaupun KPPT Kabupaten Paser diusulkan pihak perusahaan masuk di dalam
tersedia, KPPT hanya dipergunakan untuk atau diluar Kawasan Budidaya Kehutanan
melayani perizinan yang berkaitan dengan (KBK) atau Kawasan Budidaya Non
hal-hal yang berhubungan dengan izin-izin Kehutanan (KBNK). Jika masuk dalam
di luar TKHL, seperti izin bangunan, SIUP, KBK untuk ijin pertambangan maka harus
SITU, kebisingan, dll. Pelayanan perizinan persetujuan dari Kementerian Kehutanan
TKHL dipegang langsung oleh bupati, untuk proses pinjam pakai. Sedang jika
dengan mendapat advis teknis dari SKPD masuk dalam KBNK maka proses ini dapat
yang bersangkutan seperti: Dinas Pertanian terus berlanjut hingga ke Badan Pertanahan
dan Perkebunan untuk urusan izin Nasional (BPN) untuk Izin Usaha
perkebunan, Dinas Pertambangan Energi Perkebunan (IUP) untuk mendapatkan peta
dan Kehutanan untuk urusan Izin Usaha kadastral IUP yang harus mendapat
Pertambangan (IUP) dari bupati dan persetujuan dari Asisten II Bidang Ekonomi
rekomendasi beberapa izin kehutanan dari c.q Biro Ekonomi yang berlanjut ke Hak
pemerintah pusat. Guna Usaha (HGU). Sedangkan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) dengan mengajukan
Permasalahan lain berupa tumpang
Surat Kejelasan Izin Peninjauan (SKIP)
tindih perizinan, terutama sekali yang
pertambangan yang selanjutnya untuk
berkaitan dengan perizinan dibidang
mendapatkan titik koordinasi yang jelas dan
kehutanan, pertambangan dan perkebunan
tidak tumpang tindih (Clear and Clean/
yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah
CnC) yang selanjutnya akan mendapat
daerah dalam hal ini bupati dengan
pemerintah pusat. Terjadinya tumpang persetujuan dari bupati untuk mendapatkan
IUP dan proses Penyelidikan Umum dengan
tindih perizinan ini dapat dilihat dari
tumpang tindih lahan yang terjadi antara memenuhi beberapa persyaratan.
izin kehutanan, pertambangan dan Di Kabupaten Paser tumpang tindih
perkebunan. Perizinan kehutanan perizinan yang berkaitan dengan kawasan
dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan banyak terjadi terutama sekali antara
RI untuk IUPHHK-HA/HT, Hutan perizinan perkebunan, kehutanan, dan
Kemasyarakatan (HKm). Perizinan pertambangan. Selain itu juga ketiga
pertambangan dikeluarkan oleh pemerintah perizinan tersebut tumpang tindih dengan
pusat dalam hal ini Kementerian ESDM RI program lain seperti transmigrasi,
untuk PKP2B, Izin Usaha Pertambangan Komunitas Adat Terpencil (KAT) dari
(IUP) yang dikeluarkan oleh bupati, dan Kementerian Sosial, dan kawasan lindung
Izin Usaha Perkebunan (IUP) dikeluarkan (HL dan, CA Teluk Adang dan Teluk Apar,
oleh bupati. Taman Hutan Raya/Tahura Lati Petangis)
73
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

yang ada di Kabupaten Paser. Tumpang 2. Tidak adanya pengakuan dari


tindih kawasan antara PT. Greaty Sukses pemerintah atas hak kelola hutan
Abadi (PT. GSA) yang merupakan masyarakat adat
IUPHHK-HA dengan PT. Kideco Jaya Hutan sebagai bagian dari alam
Agung (PT. KJA) yang merupakan konsesi mempunyai manfaat yang sangat penting
tambang batubara. Dimana ijin PT. KJA bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya,
terjadi tumpang tindih (areal pinjam pakai) karena hutan menyediakan seluruh
dengan PT. GSA yang dikeluarkan pihak kebutuhan baik pangan dan bukan pangan.
Kementerian Kehutanan RI tanpa Oleh karena itu pentingnya manfaat hutan
sepengetahuan pihak PT. GSA seluas 3.000 bagi masyarakat yang tinggal disekitar
ha di Desa Pinang Jatus. Penyelesaian akhir hutan, yang sering disebut masyarakat adat
dari masalah ini dilakukan oleh yang mempunyai peranan yang sangat
Kementerian Kehutanan RI dengan penting untuk mengelola dan menjaga
menggunakan aturan pinjam pakai yang kelestariannya. Berkaitan dengan hal
dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan tersebut di atas, ruang bagi pengelolaan
RI. hutan oleh masyarakat adat sangat terbuka
Kasus PT. Inhutani II Tanah Grogot lebar. Namun disisi lain masih terbentur
yang merupakan IUPHHK-HT dengan dengan kebijakan-kebijakan yang tidak pro
pihak PT. Agro Indomas (PT. AI) yang rakyat baik itu kebijakan yang berasal dari
merupakan perkebunan kelapa sawit, terjadi pusat maupun kebijakan daerah yang masih
tumpang tindih lahan di Desa Kerang. mementingkan eksploitasi sumber daya
Dilaporkan bahwa PT. AI telah alam untuk dan atas nama Pendapatan Asli
menggunakan areal PT. Inhutani II sekitar Daerah (PAD) untuk pembangunan. Salah
200 ha untuk dijadikan plasma perusahaan. satu contoh tidak adanya pengakuan
Akibat dari masalah ini masyarakat harus pemerintah atas hak kelola hutan oleh
berhadapan (sebagai pemilik plasma) masyarakat adat adalah kasus tumpang
dengan PT. Inhutani II dan pemerintah. tindih lahan PT Greaty Sukses Abadi
Kasus PT. Telen perusahaan tambang 2/GSA 2 (IUPHHK-HA) dengan usulan
batubara dengan PT. Borneo Indo Subur Hutan Desa Muara Lambakan dan
(PT. BIS) perusahaan perkebunan kelapa Perkuwin Kecamatan Long Kali adalah
sawit, terjadi tumpang tindih lahan yang salah satu contoh konflik penguasaan
lokasinya di Kecamatan Long Ikis. sumberdaya hutan. Kasus ini dimenangkan
Awalnya PT. BIS mendapat ijin HGU tahun oleh PT GSA 2 meskipun usulan pengajuan
1996, sementara PT. Telen juga mendapat Hutan Desa sudah lebih dahulu diajukan
IUP batubara di wilayah tersebut. Ada oleh kedua masyarakat desa tersebut (Angi,
sekitar 170 ha lahan yang tumpang tindih 2013).
(overlap). Akhir dari kasus ini Sebenarnya pengakuan terhadap
dimenangkan oleh pihak PT. Telen dengan masyarakat adat di Kabupaten Paser telah
mengacu pada Undang-Undang (UU) termuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Minerba sebagai bahan tambang yang Paser Nomor: 3 Tahun 2000 tentang
terpenting yang ada di dalamnya. Pemberdayaan, Pelestarian, Perlindungan
dan Pengembangan Adat Istiadat dan
Lembaga Adat tanggal 8 Agustus 2000.
Hasil studi yang dilakukan Tim Peneliti
74
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 3. Tidak adanya kepatuhan


(2002), menyebutkan bahwa perusahaan bidang kehutanan,
diinformasikan di Kabupaten Paser tidak pertambangan dan perkebunan
ada lagi masyarakat hukum adat atau dalam melakukan perbaikan
persekutuan hukum adat. Hal ini yang masalah lingkungan hidup
mendorong pihak pemerintah Kabupaten
Semakin meningkatnya tingkat
Paser untuk membuat Rancangan Peraturan
kerusakan hutan dan lahan, tentunya tidak
Daerah (Raperda) tentang Hak Ulayat
lepas dari semakin banyaknya perusahaan-
Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten
perusahaan bidang kehutanan,
Paser.
pertambangan dan perkebunan yang
Berkaitan dengan ada tidaknya menanamkan modal di daerah ini. Hal ini
masyarakat adat dan wilayah adatnya, Wiati yang menimbulkan beberapa kasus yang
(2011) melaporkan hasil studi di berhubungan masyarakat dengan
masyarakat Muluy di HLGL. Hasil studi perusahaan. Kepatuhan dari perusahaan-
menyebutkan bahwa sumberdaya hutan perusahaan tersebut terhadap perbaikan
dibagi 6 (enam) bagian oleh masyarakat lingkungan hidup yang ada, menjadi
Muluy, yang meliputi: a). Kampong; b). masalah penting dalam hal ini.
Suong Bosa (sungai dan pinggir sungai); c).
Beberapa kasus-kasus yang
Umo (ladang); d). Lati (bekas ladang baru);
berhubungan dengan TKHL dalam hal ini
e). Alas Burok (hutan muda); f). Alas Tuo
konflik lingkungan diantaranya: Kasus
(hutan tua). Selanjutnya hasil pemetaan
IUPHHK-HA PT. Telakai Mandiri
partisipatif masyarakat Muluy yang
Sejahtera (PT. TMS) dengan luasan 12.300
difasilitasi oleh Yayasan PADI membagi
ha, telah melakukan penebangan diluar blok
wilayah adat masyarakat Muluy meliputi:
tebangan (Rencana Kerja Tahunan/RKT).
Hutan (Alas) seluas 10.000 ha (71,43%),
Didenda oleh Kementerian Kehutanan RI
ladang (Umo) seluas 2.500 ha (17,86%),
sebesar 6 Milyar pada tahun 2004.
lahan pertanian gilir balik seluas 1.000 ha
Luasannya kemudian dikurangi menjadi
(7,14%), dan lahan pemukiman 500 ha
50.000 ha dimana 40.000 ha dipunyai oleh
(3,57%), sehingga total keseluruhannya
PT. TMS sisanya 10.000 ha dimiliki oleh
14.000 ha. Hal serupa dilakukan beberapa
PT. Fajar 2000. Kasus lain PTPN XIII
desa di Kabupaten Paser, mengajukan hutan
(perkebunan kelapa sawit) yang membuka
adat yang difasilitasi oleh Yayasan PADI.
KBK tanpa seizin Kementerian Kehutanan
Pada tanggal 20-21 Agustus 2009 6 (enam)
RI di daerah Muara Komam sekitar 2.000 ha
desa mewakili Daerah Aliran Sungai (DAS)
tanpa adanya persetujuan ijin Land
Kendilo dan DAS Telake membuat
Clearing (LC). Kasus lingkungan yang lain
pernyataan menetapkan kawasan hutan adat
seperti yang terjadi di Desa Laburan Lama,
di masing-masing desa yang meliputi: Desa
Kecamatan Pasir Belengkong dimana
Muluy seluas 10.000 ha, Desa Sekuan
perkebunan sawit masuk dan merusak
Makmur seluas 100 ha, Desa Long Sayo
kebun buah dan rotan masyarakat yang ada
seluas 8.000 ha, Desa Muara Payang seluas
di daerah tersebut. Masyarakat dengan
10.000 ha, Desa Luasan seluas 7.500 ha dan
terpaksa hanya bisa mengubah kebun
Desa Kepala Telake seluas 10.000 ha.
mereka menjadi plasma perkebunan kelapa
sawit. Hal serupa terjadi di kebun sawit

75
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

masyarakat di Desa Laburan Baru (SP2) pemerintah daerah terkait dengan perizinan
Kecamatan Pasir Belengkong, kebun sawit dan sumber peta yang dikeluarkan.
masyarakat (plasma) di dalamnya terdapat Pemerintah daerah dalam hal ini Badan
IUP tambang batubara sekitar 32.000 ha. Perizinan Terpadu dapat memastikan izin-
izin yang dikeluarkan tidak tumpah tindih,
Selain itu juga masalah hak kelola hutan
IV. KESIMPULAN DAN oleh masyarakat yang selama proses ini
REKOMENDASI berlangsung tidak diakui oleh pemerintah
daerah setempat dan masalah perbaikan
A. Kesimpulan masalah lingkungan hidup yang bukan
menjadi prioritas utama bagi pengelolaan
Struktur ekonomi berdasarkan PDRB TKHL di Kabupaten Paser oleh perusahaan-
Kabupaten Paser di sektor pertambangan perusahaan di bidang kehutanan,
dan penggalian merupakan sektor yang perkebunan dan pertambangan.
cukup besar memberikan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 78,42% terutama B. Rekomendasi
batubara. Data kependudukan dan kondisi Sebagai rekomendasi untuk tulisan ini
sosial budaya masyarakat dalam hal ini adalah masih tersisanya hutan yang ada di
jumlah penduduk dan penyebarannya tidak Kabupaten Paser baik yang ada di dalam
merata di Kabupaten Paser. Sementara dan di luar kawasan hutan maka perlu
struktur politik kekuasaan hubungannya dukungan advokasi di tingkat Kabupaten
dengan sumberdaya alam sangat erat Paser. Dukungan tersebut terkait dengan
hubungannya dengan komposisi di legislatif Surat Gubernur Kaltim Nomor: 180/1375-
dan eksekutif (patronase). Struktur legislatif Hk/2013 Mengenai Penertiban dan Audit
memberikan kontribusi dukungan yang Ijin Pertambangan, Kehutanan dan
besar atas penguasaan dan pemanfaatan Perkebunan yang dapat dijadikan dasar
sumberdaya alam bagi eksekutif. untuk melakukan advokasi untuk skenario
Deforestasi selama periode 2000- perubahan. Bagi masyarakat yang terkena
2013 disumbangkan dari kegiatan izin-izin dampak dapat menginventarisir dampak
dibidang kehutanan dan perkebunan. yang terjadi dan melaporkannya kepada
Jumlah 53 izin di Kabupaten Paser dengan pihak-pihak yang berwenang untuk
luasan 856.210,64 ha. Sementara degradasi ditindaklanjuti dalam proses hukum yang
hutan dan lahan disumbangkan dari berlaku. Pengawasan dan pendampingan
kegiatan pertambangan yang berjumlah 86 dapat dilakukan pihak-pihak yang
izin dengan luasan 123.200,195 ha. Izin- berwenang terkait dengan dukungan
izin ini menghasilkan lahan kritis seluas advokasi di tingkat Kabupaten Paser
640.253 ha atau sekitar 56% dari luasan mengenai proses hukum yang dilakukan
Kabupaten Paser baik yang ada di dalam untuk penertiban dan audit ijin
dan di luar kawasan hutan. pertambangan, kehutanan dan perkebunan.
Masalah TKHL di Kabupaten Paser
yang terpenting adalah masalah tumpang DAFTAR PUSTAKA
tindih perizinan kehutanan, perkebunan dan
pertambangan. Permasalahan ini Angelsen, A. dan S.W. Kanounnikoff, 2010.
seharusnya menjadi hal utama bagi Apa Isu Utama Rancangan REDD dan

76
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

Kriteria Penilaian Pilihan yang Ada? Cahyono, S.A., S.P. Warsito, W. Andayani, dan
Dalam Buku Melangkah Maju Dengan D.H. Darwanto, 2015. Dampak
REDD. Isu, Pilihan dan Implikasi. Center Pemberantasan Korupsi Terhadap
for International Forestry Research Perekonomian, Emisi Karbon dan Sektor
(CIFOR). Bogor. Kehutanan Indonesia. Jurnal Analisis
Kebijakan Volume 22 Nomor 3, Nopember
Angi, E.M., 2013. Analisis Ekonomi Politik dan
2015. 388-397
Agenda Perubahan Tata Kelola Hutan dan
Lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Capistrano, D. dan C.J.P. Colfer, 2006.
Timur. Laporan Kerjasama Perkumpulan Desentralisasi: Persoalan, Pelajaran, dan
Prakarsa Borneo Balikpapan – The Asia Refleksi. Dalam Buku Politik
Foundation. Balikpapan. Desentralisasi. Hutan, Kekuasaan dan
Rakyat. Pengalaman di Berbagai Negara.
Astana, S., B.M. Sinaga, S. Soedomo, dan
Center for International Forestry Research
B.C.H. Simangunsong, 2012. Dampak
(CIFOR). Bogor.
Kebijakan Makroekonomi dan Faktor
Eksternal Ekonomi Terhadap Laju Casson, A., 2003. Politik Ekonomi Subsektor
Deforestasi dan Degradasi Hutan Alam: Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia.
Studi Kasus Deforestasi untuk Perluasan Dalam Buku Kemana Harus Melangkah?
Areal Tanaman Pangan dan Perkebunan Masyarakat, Hutan dan Perumusan
Serta Hutan Tanaman Industri dan Kebijakan di Indonesia. Yayasan Obor
Degradasi Hutan Alam Areal Konsesi. Indonesia.
Jurnal Analisis Kebijakan Volume 9
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI),
Nomor 3, Desember 2012. 155-175
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,
Awang, S.A., 2006. Sosiologi Pengetahuan dan Dewan Daerah Perubahan Iklim
Deforestasi: Konstruksi Sosial dan (DDPI), 2011. Strategi Pembangunan
Perlawanan. Penerbit Debut Press. Kalimantan Timur yang Berkelanjutan dan
Yogyakarta. Ramah Lingkungan. Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI), Pemerintah
Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser, 2013.
Provinsi Kalimantan Timur, dan Dewan
Kabupaten Paser Dalam Angka 2013.
Daerah Perubahan Iklim (DDPI).
Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser.
Samarinda.
Barr, C., A. Dermawan, H. Purnomo, dan H.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Komarudin, 2011. Tata Kelola Keuangan
Paser, 2013. Data Perkembangan
dan Dana Reboisasi Selama Periode
Perusahaan Perkebunan di Kabupaten
Soeharto dan Pasca Soeharto 1998-2009.
Paser. Dinas Pertanian dan Perkebunan
Suatu Analisis Ekonomi Politik Tentang
Kabupaten Paser.
Pembelajaran Untuk REDD+. Center for
International Forestry Research (CIFOR). Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi
Bogor. Kabupaten Paser, 2013a. Data Pemegang
Izin Sektor Kehutanan (IUPHHK-HA/HT)
BPDAS Mahakam Berau, 2010. Laporan Luas
di Wilaah Kabupaten Paser Sampai
Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan dan
Dengan Desember 2012. Dinas
di Luar Kawasan Hutan pada Setiap
Pertambangan Energi dan Kehutanan
Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi
Kabupaten Paser.
Kalimantan Timur. Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungan Mahakam Berau. Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi
Samarinda Kabupaten Paser, 2013b. Daftar PKP2B
yang Terbit di Kabupaten Paser. Dinas

77
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

Pertambangan Energi dan Kehutanan Hosonuma, N., M. Herold, V. Desy, R.S. de


Kabupaten Paser. Fries, M. Brockhaus, L. Verchot, A.
Angelsen, and E. Romijn, 2012. An
Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi
Assessment of Deforestation and Forest
Kabupaten Paser, 2013c. Daftar Nama
Degradation Drivers in Developing
Perusahaan Pemegang IUP yang Terdaftar
Countries. Environmental Research
di Kabupaten Paser Sampai Dengan
Journal. Letter 7 (2012) 044009 (12 pp).
Tanggal 31 Mei 2013. Dinas
IOP Publishing.
Pertambangan Energi dan Kehutanan
Kabupaten Paser. Indrarto, G.B., P. Murharjanti, J. Khatarina, I.
Pulungan, F. Ivalerina, J. Rahman, M.N.
Djaenudin, D., E.Y. Suryandari, dan A.P. Suka,
Prana, I.A.P. Resosudarmo, dan E.
2015. Strategi Penurunan Resiko
Muharrom, 2013. Konteks REDD+ di
Kegagalan Implementasi Pengurangan
Indonesia. Pemicu, Pelaku, dan
Emisi dari Deforestasi dan Degradasi
Lembaganya. Center for International
Hutan: Studi Kasus di Merang, Provinsi
Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Sumatera Selatan. Jurnal Analisis
Kebijakan Volume 12 Nomor 2, Agustus Larson, A.M., 2006. Desentralisasi Demokratis
2015. 173-188 Dalam Sektor Kehutanan: Pelajaran dari
Afrika, Asia dan Amerika Latin. Dalam
Forest Watch Indonesia (FWI) 2014. Potret
Buku Politik Desentralisasi. Hutan,
Keadaan Hutan Indonesia Periode 2009-
Kekuasaan dan Rakyat. Pengalaman di
2013. Forest Watch Indonesia (FWI).
Berbagai Negara. Center for International
Bogor.
Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Forest Watch Indonesia (FWI), 2011. Potret
Margono, B.A, S. Turubanova, I. Zhuravleva, P.
Keadaan Hutan Indonesia 2000-2009.
Potapov, A. Tyukavina, A. Baccina, S.
Forest Watch Indonesia (FWI). Bogor.
Goetz, and M.C. Hansen, 2012. Mapping
Gregersen, H.M., A.C. Hermosilla, A. White and Monitoring Deforestation and Forest
dan L. Phillips, 2006. Tata Kelola Hutan Degradation in Sumatra (Indonesia) Using
Dalam Sistem Federal: Sebuah Tinjauan Landsat Time Series Data Sets from 1990
atas Pengalaman dan Implikasinya to 2010. Environmental Research Journal.
terhadap Desentralisasi. Dalam Buku Letter 7 (2012) 034010 (16 pp). IOP
Politik Desentralisasi. Hutan, Kekuasaan Publishing.
dan Rakyat. Pengalaman di Berbagai
Maryani, R., dan S. Astana, 2016. Perubahan
Negara. Center for International Forestry
Tutupan Hutan di Kabupaten Paser,
Research (CIFOR). Bogor.
Kalimantan Timur: Penjelasan dari
Guiang, E.S., F. Esguerra dan D. Bacalla, 2009. Pendekatan Kelembagaan. Jurnal Analisis
Devolusi dan Desentralisasi Pengelolaan Kebijakan Volume 13 Nomor 3, Desember
Hutan di Filipina: Pemicu dan Kendala 2016. 173-184
Investasi. Dalam Buku Pelajaran Dari
Marino, O., H. Subagiyo, dan R. Alamanda,
Desentralisasi Kehutanan. Mencari Tata
2013. Masyarakat Sipil Mengawasi Alam.
Kelola yang Baik dan Berkeadilan di Asia
Review Izin Industri Berbasis Lahan.
Pasifik. Center for International Forestry
Policy Paper Desember 2013. Indonesia
Research (CIFOR). Bogor.
Center for Environmental Law (ICEL).
Hidayat, S., 2014. Shadow State ? Bisnis dan Dukungan Dana The Asia Foundation dan
Politik di Provinsi Banten. Dalam Buku UKaid.
Politik Lokal di Indonesia. Yayasan Obor
Moeliono, M. dan G. Limberg, 2009.
Indonesia – KITLV. Jakarta.
Penguasaan Lahan dan Adat di Malinau.
78
Kajian Ekonomi Politik Deforestasi Dan Degradasi….
(Eddy Mangopo Angi & Catur Budi Wiati)

Dalam Buku Desentralisasi Tata Kelola pada Kabupaten). Indonesia Center for
Hutan. Politik, Ekonomi dan Perjuangan Environmental Law (ICEL) – Seknas
untuk Menguasai Hutan di Kalimantan, FITRA. Dukungan Dana The Asia
Indonesia. Center for International Foundation dan UKaid.
Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Rhee, S., 2009. Politik Budaya Kolaborasi
Nugroho, B., 2013. Reformasi Kelembagaan untuk Mengontrol dan Mengakses
dan Tata Kelola Kepemerintahan: Faktor Sumberdaya Hutan di Malinau,
Pemungkin Menuju Tata Kelola Kalimantan Timur. Dalam Buku
Kehutanan yang Baik. Dalam Buku Desentralisasi Tata Kelola Hutan. Politik,
Kembali ke Jalan Lurus: Kritik Ekonomi dan Perjuangan untuk Menguasai
Penggunaan Ilmu dan Praktik Kehutanan Hutan di Kalimantan, Indonesia. Center for
Indonesia. Penerbit Forci Development. International Forestry Research (CIFOR).
Yogyakarta. Bogor.
Pemerintah Kabupaten Mahulu, 2014. Program Romijn, E., J.H. Airembabazi, A. Wijaya, M.
Pembangunan Ekonomi Hijau di Herold, A. Angelsen, L. Verchot, and D.
Kabupaten Mahakam Ulu. Pemerintah Murdiyarso, 2013. Exploring Different
Kabupaten Mahakam Ulu. Forest Definitions and Their Impact on
Developing REDD+ Reference Emission
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2012.
Levels: A Case Study for Indonesia.
Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi
Environmental Science and Policy
Gas Rumah Kaca 2010-2020 Provinsi
Journal. Letter 33 (2013) 246-259
Kalimantan Timur. Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur. Samarinda. Safitri, M.A., 2013. Menafsir Kebijakan
Berujung Hegemoni Kekuasaan: Sebuah
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2012.
Telaah Diskursus. Dalam Buku Kembali
Strategi dan Rencana Aksi Provinsi
ke Jalan Lurus: Kritik Penggunaan Ilmu
(SRAP) Implementasi REDD+ Kaltim.
dan Praktik Kehutanan Indonesia. Penerbit
Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur.
Forci Development. Yogyakarta.
Samarinda.
Siswanto, W. dan W. Wardojo, 2006.
Prayitno, H., A. Taufik, R. Fitriyani, dan R.A.S.
Desentralisasi Sektor Kehutanan:
Putra, 2013. Membongkar Harta Daerah:
Pengalaman Indonesia. Dalam Buku
Analisis Kebijakan Anggaran Pengelolaan
Politik Desentralisasi. Hutan, Kekuasaan
Hutan dan Lahan di 3 Provinsi dan 6
dan Rakyat. Pengalaman di Berbagai
Kabupaten di Indonesia. Seknas FITRA
Negara. Center for International Forestry
dengan dukungan The Asia Foundation –
Research (CIFOR). Bogor.
UKaid. Jakarta.
Sjahrina, A., J.D. Widoyono, dan L. Abid, 2013.
Purba, C., C. Hartati, A.C. Ichsan, I. Apriani, M.
Menguras Bumi Merebut Kursi. Patronase
Jualni dan M.A. Niun, 2004. Potret
Politik – Bisnis Alih Fungsi Lahan: Studi
Pelaksanaan Tata Kelola Hutan: Studi
Kasus dan Rekomendasi Kebijakan.
Kasus Kabupaten Barito Selatan Provinsi
Indonesia Corruption Watch (ICW).
Kalimantan Tengah. Forest Watch
Jakarta.
Indonesia (FWI). Bogor.
Sundarlin, W.D., and I.A.P. Resosudarmo,
Rahman, Y., C. Hartati, M. Maulana, H.
1996. Rates and Causes of Deforestation in
Subagiyo, dan R.A.S. Putra, 2013. Indeks
Indonesia: Towards a Resolution of the
Kelola Hutan dan Lahan Daerah. Kinerja
Ambiguities. Occasional Paper No. 9 Dec.
Pemerintah daerah Dalam Pengelolaan
1996. Center for International Forestry
Hutan dan Lahan di Indonesia (Studi Kasus
Research (CIFOR). Bogor.
79
JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.3 No.2, Desember 2017: 63-80

Tanasaldy, T., 2014. Politik Identitas Etnis di UN-REDD Programme, 2012. Indeks Tata
Kalimantan Barat. Dalam Buku Politik Kelola Hutan, Lahan dan REDD+ 2012 di
Lokal di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. UN-REDD Programme.
Indonesia – KITLV. Jakarta. Jakarta.
The Asia Foundation dan Pusat Kajian Wiati, Catur Budi, 2011. Pengetahuan Lokal
Antropologi Universitas Indonesia, 2012. Masyarakat Muluy Dalam Pemanfaatan
Bahan Pelatihan Riset Ekonomi Politik Hutan Lindung Gunung Lumut. Tesis
(tidak dipublikasikan). Hotel Royal Pasca Sarjana Program Studi Ilmu
Ambarukkmo Yogjakarta, 6-10 Agustus Kehutanan. Fakultas Kehutanan
2012. Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta.
Timmer, J., 2014. Desentralisasi Salah Kaprah Wibowo, A., 2013. Kajian Penurunan Emisi
dan Politik di Papua. Dalam Buku Politik Gas Rumah Kaca Sektor Kehutanan Untuk
Lokal di Indonesia. Yayasan Obor Mendukung Kebijakan Perpres No.
Indonesia – KITLV. Jakarta. 61/2011. Jurnal Analisis Kebijakan
Volume 10 Nomor 3, Desember 2013. 235-
Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas
254
Hasanuddin, 2002. Eksistensi Masyarakat
Hukum Adat dan Kolektif Masyarakat Wollenberg, E, M. Moeliono dan G. Limberg,
Hukum Adat atas Tanah (Hak Ulayat). 2009. Antara Negara dan Masyarakat:
Penelitian Deskriptif Analitis di kabupaten Desentralisasi di Indonesia. Dalam Buku
Pasir Kalimantan Timur. Laporan Hasil Desentralisasi Tata Kelola Hutan. Politik,
Penelitian. Kerjasama Kabupaten Pasir Ekonomi dan Perjuangan untuk Menguasai
dengan Fakultas Hukum Universitas Hutan di Kalimantan, Indonesia. Center for
Hasanuddin, Makassar. International Forestry Research (CIFOR).
Bogor.

80

Anda mungkin juga menyukai