Anda di halaman 1dari 217

Bab 1

Keputusan Zanoba

Sebelumnya: Zanoba menerima pesan untuk kembali ke Kerajaan Shirone.


Bagian 1
Akademi Sharia, Ruang Penelitian.
Laboratorium penelitian Zanoba.
Enam orang berkumpul pada suatu meja.
Zanoba, Cliff, dan aku sedang duduk; Elinalise, Julie, dan Ginger berdiri mengelilingi kami.
Elinalise menggendong bayinya, jadi sebenarnya ada 7 orang di sini.
Zanoba terlihat sangat khawatir, begitu pun dengan Cliff dan Julie. Sedangkan Ginger terlihat
siap menangis kapanpun.
Bahkan Elinalise terlihat pasrah.
Suasana ruangan ini sungguh suram.
"Zanoba, tenang lah, bisakah kau mulai lagi dari awal? Namun ceritakan dengan lebih detail.”
".... Baik."
Wajah Zanoba tanpa ekspresi, yang mana itu sungguh menakutkan, karena biasanya dia
tersenyum lebar. Seolah-olah dia bukanlah lagi Zanoba yang kukenal.
"Pagi ini, seorang prajurit dari Shirone telah mengirimkan surat padaku."
Dia sudah menunjukkan surat tersebut pada kami, dan sekarang sedang kupegang. Aku
membukanya, kemudian membacanya sekali lagi.
Amplop disegel dengan lilin yang dicap oleh lambang Kerajaan Shirone. Ada juga tanda tangan
Pax, dan dilampirkan 3 surat lainnya.
Lampiran pertama menceritakan gejolak politik di Kerajaan Shirone selama setengah tahun
terakhir.
Intinya adalah, Pangeran Ketujuh Pax yang dikirim belajar ke Kerajaan Raja Naga, telah
mendapatkan banyak dukungan. Kemudian dia pulang ke Kerajaan Shirone.
Setelah itu, dia memulai kudeta, membunuh Raja Shirone, serta seluruh keluarga kerajaan.
Lantas dia mendeklarasikan diri sebagai raja Kerajaan Shirone yang baru.
Sebagian besar surat itu berisikan pujian-pujian untuk Pax.
Lampiran kedua menceritakan apa yang terjadi setelah kudeta.
Intinya, surat tersebut menceritakan bagaimana menteri-menteri dan jajaran jenderal Kerajaan
Shirone yang lama diganti, atau melarikan diri ke luar negeri.
Otomatis, fenomena tersebut mengakibatkan kekuatan kerajaan menurun drastis.
Begitu negara-negara utara menyadari kesempatan ini, mungkin mereka akan mulai menyerang
Shirone.
1
Karena pertahanan Kerajaan Shirone menurun drastis, maka Pax berencana memanggil
kembali Miko untuk membela negaranya.
Nada kalimat pada surat tersebut ditulis dengan begitu dingin, seolah-olah Pax tidak merasa
bersalah sedikit pun atas kekacauan internal yang dia sebabkan di Shirone.
Sedangkan, lampiran ketiga adalah surat resmi untuk meminta Zanoba pulang.
Termasuk pembatalan perintah raja sebelumnya untuk menyelesaikan study di Ranoa.
Bahkan ada cap Raja Shirone yang tertera di situ, jadi surat tersebut sangat resmi.
Jika dirangkum, inti dari tiga surat lampiran itu adalah : prestasi-prestasi Pax, informasi bahwa
negara dalam bahaya, dan surat resmi pemulangan Zanoba.
Kudeta menyebabkan kekuatan negara berkurang drastis.
Bala bantuan diperlukan untuk mencegah serangan musuh.
Kedengarannya hanya seperti alasan yang dibuat-buat, tapi kalau memang itu yang terjadi,
maka wajah saja Zanoba dipulangkan.
Tentu saja, masih ada pertanyaan tentang seberapa berguna Zanoba dalam pertempuran
membela negaranya.
Tapi, Zanoba cukup terkenal di Shirone, jadi kepulangannya akan sedikit-banyak
mempengaruhi moral pasukan kerajaan.
Namun, jika Pax sudah mendapatkan dukungan dari Kerajaan Raja Naga, maka mengapa dia
tidak memanfaatkannya untuk membantu mempertahankan kerajaan?
Aku tidak tahu bagaimana situasi sesungguhnya, jadi mungkin ada alasan lain.
Mungkin Kerajaan Raja Naga tidak ingin membentuk aliansi tertentu. Dukungan untuk
mengkudeta pemerintahan terdahulu bisa saja mereka berikan, namun beda ceritanya jika harus
melawan negara lain.
Jika surat tersebut tidak menyebutkan dukungan dari Kerajaan Raja Naga, jadi mungkin saja
itu mustahil terjadi.
Pax dan Zanoba pernah punya cerita delapan tahun yang lalu. Dengan bantuan Zanoba, aku
mengagalkan rencana Pax.
Akibatnya, Pax diasingkan ke Kerajaan Raja Naga dengan dalih belajar, sedangkan Zanoba ke
Ranoa.
Jika Pax masih menyimpan dendam, maka dia tidak akan melepaskan Zanoba dengan mudah.
Jadi, mungkin saja surat ini hanyalah jebakan untuk memancing Zanoba pulang.
Nah, terlepas dari itu semua, masalahnya sekarang adalah, apa yang harus kami lakukan?
Bagaimanakah keputusan Zanoba?
"Jadi, dengan situasi seperti ini… apa yang akan kau lakukan, Zanoba?"
"Aku akan mengikuti perintah untuk kembali ke Shirone, kemudian ikut berperang."
Inilah masalahnya.
Cliff, Ginger, dan semua yang ada di sini tidak setuju dengan keputusan tersebut.

2
Mereka bisa mengerti jika Zanoba ingin kembali untuk membalas dendam atas kematian raja
sebelumnya.
Akan tetapi, mereka tidak mengerti mengapa Zanoba mau mengikuti perintah Pax yang jelas-
jelas telah membuat kerajaan jadi kacau.
Tapi, itulah keputusan Zanoba.
Meskipun itu jelas jebakan, dia tetap saja menurutinya.
Pax lah biang masalahnya.
"Kau tidak punya alasan untuk pergi."
Itulah yang dikatakan Cliff.
Menurutnya, surat itu hanyalah jebakan.
Setidaknya, begitulah menurutnya.
"Aku tahu kau mengkhawatirkan negaramu, tapi ini jelas-jelas jebakan."
"Um."
"Dalam kudeta, raja baru harus menghabisi seluruh keluarga raja terdahulu, untuk menghindari
pembalasan dendam di kemudian hari. Mungkin, kau lah satu-satunya keluarga raja
sebelumnya yang masih hidup. Pax hanya ingin membantai habis kalian semua.”
Cliff sendiri telah mengalami persaingan politik saat masih tinggal di Kerajaan Suci Milis. Jika
ayahnya (Sang Paus) kalah, maka hidupnya akan terancam.
Jadi, dia tahu betul kejamnya persaingan politik. Cara termudah mengatasi lawan politik
adalah, bantai habis semua kerluarganya.
"Kalau negaramu benar-benar berada dalam bahaya, lantas apa yang akan kau lakukan?
Bisakah kau melawan ribuan pasukan dari negara lain?"
"Um ... Mungkin tidak banyak yang bisa kulakukan. Tapi…. bagaimanapun juga, aku adalah
seorang Miko."
"Terus?"
Cliff menggebrak meja dengan keras karena frustasi atas jawaban enteng Zanoba.
Zanoba hanya mengabaikannya.
"Meskipun kau berhasil memukul mundur pasukan musuh, apakah kau sudah
mempertimbangkan apa yang akan direncanakan Pax padamu?”
Cliff tahu mengapa Zanoba dikirim ke luar negeri.
Sejak kapan dia mengetahuinya? Mungkin ketika aku menceritakan pertemuan pertamaku
dengan Zanoba.
Itu sebabnya dia tahu orang seperti apakah Pax.
Aku tidak tahu mengapa Cliff begitu emosi menanggapi keputusan Zanoba, namun aku salut
dia menentangnya.
"Dia mungkin akan membunuhmu setelah memanfaatkan kekuatanmu!"
Itu masuk akal.

3
Aku setuju kekhawatiranmu, Cliff.
Kemungkinan terburuknya adalah:
-Negara lain akan segera menyerang.
-Pax menginginkan kekuatan spesial Zanoba.
-Zanoba adalah satu-satunya kolega raja terdahulu yang tersisa.
Jika itu semua terjadi, maka lengkaplah bencana ini.
Sebagai sesama pangeran kerajaan, bagaimanakah Pax melihat posisi Zanoba?
Apakah Pax masih menganggapnya sebagai saudara?
Apakah Pax hanya akan memanfaatkan Zanoba saat musuh menyerang?
Kalau semisal Zanoba berhasil memukul mundur musuh, bukankah dia akan disanjung sebagai
pahlawan negara?
Dia akan semakin terkenal di kalangan para prajurit yang telah diselamatkannya.
Jika itu yang terjadi, bukankah posisi Pax akan kembali terancam? Sebagai orang yang
berpengaruh, Zanoba bisa saja menghimpun kekuatan baru untuk kembali melakukan kudeta.
Ya, tentu saja…. itu akan menjadi halangan bagi Pax.
Zanoba bisa mengancam kedudukannya sebagai raja, bahkan nyawanya.
Lalu, apa yang akan dia lakukan?
Yahh, sudah jelas bukan…. dia akan melenyapkannya.
"Zanoba, kurasa Cliff benar."
"... Ya, aku juga tahu."
Setelah kudukung pendapat Cliff, Zanoba menanggapinya dengan anggukan serius.
Harusnya Zanoba tahu bahwa Pax masih memendam dendam atas peristiwa 8 tahun yang lalu.
"Tapi aku harus pergi."
Meskipun Zanoba setuju dengan pendapat kami, dia tidak merubah keputusannya untuk pulang
ke Shirone.
Mengapa? Aku tidak mengerti sama sekali.
"... Kenapa?"
"Karena ini adalah perintah resmi kerajaan."
Jawab Zanoba.
Benar, ada cap raja pada surat tersebut.
Perintahnya sudah jelas:
-Batalkan study.
-Segera pulang.
-Bantu mempertahankan negara.

4
"Tapi perintah itu datang dari Pax, kan? Dia telah mengkudeta raja sebelumnya. Mengapa kau
harus mematuhinya?"
"Shisho, jika semua orang menolak perintah raja hanya karena tahta telah direbut paksa, maka
suatu kerajaan tidak akan bertahan lama. Sudah menjadi tugas kami untuk mematuhi apapun
titah raja, entah siapapun yang memimpin.”
"Tapi, dia tidak naik tahta dengan cara yang benar ...bukankah dia orang jahat?"
"Tidak peduli apapun yang terjadi, kenyataannya adalah…. Pax merupakan Raja Shirone saat
ini."
Kau yakin?
Ya, di duniaku sebelumnya, hal seperti ini juga terjadi di beberapa negara….
Apa yang akan dilakukan para menteri jika hal seperti ini terjadi pada negaranya ...
Apakah mereka akan tetap bekerja di bawah pemerintah baru yang jelas-jelas telah
memberontak ...
"Zanoba, kau benar-benar ingin bekerja untuk Pax?"
"Bukan itu masalahnya."
Zanoba menggelengkan kepalanya perlahan.
Kami tidak bisa meyakinkannya.
Zanoba menolak untuk mendengarkan apapun yang kami katakan.
Aku pun jadi frustasi.
"Lalu apa!?"
Tanpa sadar, aku mengeraskan suaraku.
"Kau tahu dia akan membunuhmu, dan kau juga tidak setuju dengan pemberontakan Pax atas
raja terdahulu… lalu kenapa kau masih saja ingin pergi!!? Kenapa kau begitu keras kepala!?”
Apakah dia takut akan hukuman menentang titah raja?
Jika Zanoba tidak menggubris perintah resmi itu, mungkin Kerajaan Shirone akan bertindak
tegas. Mungkin mereka akan mengirimkan pasukan untuk memulangkan Zanoba secara paksa.
Tapi kami berada di Kerajaan Ranoa saat ini, setidaknya pasukan Shirone butuh waktu
setengah tahun untuk kemari.
Aku bahkan bisa meminta perlindungan dari Ariel untuk mengungsikan Zanoba ke Kerajaan
Asura.
Pasukan Shirone pasti akan berpikir seribu kali untuk berurusan dengan Kerajaan Asura.
Aku bisa menggunakan alasan seperti, ’Pangeran Zanoba akan mengungsi ke Kerajaan Asura
karena telah terjadi kudeta di Kerajaan Shirone’ ... tapi aku tidak tahu apakah itu berhasil.
"Kenapa aku masih ingin pergi?"
Zanoba menertawakan kebingunganku.
Itu bukanlah tawa yang ikhlas.
Itu adalah tawa yang begitu dipaksakan.
5
"Shishou, aku yakin kau pun tahu bahwa aku hanya dianggap pengganggu oleh keluargaku.”
"Apakah karena kau adalah seorang Miko yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya?"
"Ya, bahkan aku pernah membunuh adik dan istriku karena tidak mampu mengandalkan
kekuatan fisikku yang besar ini.”
Saat mendengar itu, tiba-tiba aku teringat akan julukan Zanoba di Kerajaan Shirone, yaitu
Pangeran Penghancur Kepala.
Dia telah menghancurkan kepala adiknya yang masih bayi dan juga istri pertamanya.
Tentu saja, bahkan seorang bangsawan pun tidak akan lepas dari hukuman karena telah
membunuh koleganya sendiri.
Namun, Zanoba lolos dari hukuman yang berat.
"Aku dimaafkan karena aku adalah seorang Miko. Mereka percaya bahwa suatu hari nanti aku
masih bisa dimanfaatkan."
Cliff menatapku dengan gugup dan sedikit tercengang.
Mungkin dia belum pernah mendengar ini sebelumnya.
"Setelah aku merobek kepala istriku saat malam pertama, perang keluarga pun pecah."
Zanoba sudah pernah menikah.
Itu adalah suatu pernikahan berdasar kebutuhan politik, namun Zanoba malah menghabisi
nyawa istrinya di malam pertama.
Pihak keluarga istrinya murka, dan pecahlah perang.
"Aku menghancurkan kepalanya karena dia mengatakan sesuatu yang tak termaafkan, dan
tentu saja aku pantas dihukum atas kesalahan fatal itu.”
Zanoba menatapku saat mengatakan itu.
"Namun, mereka tidak menghukumku."
Dia menghela napas sejenak, kemudian melanjutkan omongannya dengan tak acuh.
"Shisho, tahukah kau mengapa kerajaan membiarkanku hidup?"
"..."
Aku tidak tahu.
Zanoba melanjutkan.
"Setelah itu, aku bertemu Shisho, dan akhirnya pihak kerajaan mengasingkan pembuat masalah
ini ke luar negerai. Padahal seharusnya mereka menghukum mati diriku. Aku bukannya
diasingkan secara tidak terhormat ke suatu negeri terpencil, melainkan aku disekolahkan
sebagai salah satu murid khusus di Akademi Sihir Ranoa yang bergengsi. Kerajaan bahkan
menghabiskan begitu banyak uang untuk membiayai hidupku. Menurutmu, apakah alasan
mereka melakukan itu?"
Aku tahu ke manakah arah pembicaraan ini.
Aku mengerti mengapa kerajaan membiarkan Zanoba hidup.
"Agar aku bisa menyelamatkan kerajaan saat krisis terjadi."

6
Aku tidak bisa menanggapinya karena alasan Zanoba cukup kuat.
Bahkan Cliff hanya bisa menatapnya tanpa berucap sepatah kata pun.
Hanya Ginger yang terlihat sedih. Tampaknya dia sudah mengetahui semua ini.
"Membela negara adalah tugasku. Itulah sebabnya aku dibiarkan hidup. Atas alasan inilah
kerajaan memaafkan semua dosaku. Itu sebabnya, aku harus pergi. Kalau tidak, jika aku
menunggu sampai kerajaan diserang, maka semuanya akan terlambat. Mungkin sekarang
musuh sudah bersiap-siap, jadi aku harus bergegas.”
Dia benar.
Sebagai balas budi pada kerajaan yang sudah membesarkan dan menghidupinya, dia harus
pulang.
Hutang harus dibayar kembali, itu wajar.
Mungkin, Zanoba berpikir bahwa seharusnya dia kembali saat Pax mengkudeta.
Tapi semuanya sudah berlalu.
Saat ini, jika dia paksakan menggulingkan tahta Pax, maka kestabilan negara akan semakin
lemah. Kerajaan Shirone benar-benar akan menghadapi kehancuran.
Itu sebabnya dia mematuhi perintah Pax, untuk menjadi pelindung Kerajaan Shirone.
Aku mengerti.
Tapi, Zanoba.
Ini tidak seperti dirimu yang biasanya.
Bukankah Zanoba yang kukenal adalah orang yang egois dan susah diatur?
Bukankah seharusnya kau mengatakan, ‘Ini tidak ada hubungannya denganku. Mendingan kita
membuat patung! Lihatlah patung ini, Shisho!! Detailnya begitu luar biasa!’
Orang seperti itulah Zanoba yang selama ini kukenal.
.... Tapi aku tidak bisa mengatakan itu.
Itu tidak benar.
Jujur saja, aku ingin meyakinkannya bahwa, ’Abaikan saja surat itu.’
Tapi itu juga tidak benar.
"... Kau akan terbunuh."
Hanya itu yang bisa kukatakan.
Zanoba pun membalasnya.
"Harusnya sudah lama negara berhak membunuhku. Jadi…. jika kali ini aku harus mati demi
negara, maka aku tidak keberatan.”
Dengan tegas, dia katakan itu.
Mungkin tentara Jepang jaman dulu juga akan mengatakan kalimat yang sama.
Tapi, aku harus menghentikannya.

7
Aku tidak ingin Zanoba mati.
Aku pun tidak bisa melarangnya begitu saja.
Zanoba menatap tajam padaku. Itu membuatku kesulitan menentangnya.
Aku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
"Shisho, Cliff, tolong jangan pasang wajah murung seperti itu."
Tiba-tiba Zanoba tersenyum bahagia.
Itulah senyuman yang biasa kulihat.
"Saat masih tinggal di istana, aku tidak pernah memikirkan sedikit pun kewajiban membela
negara. Namun setelah aku bertemu Shisho, Cliff, Nanahoshi…. Setelah aku tinggal di sini…
ada banyak hal yang kupikirkan. Aku mulai merenung tentang tujuan hidupku ... "
Dan kau menyimpulkan bahwa tujuan hidupmu adalah melindungi negara?
Bagaimana bisa dia menghubungkan kebersamaan kami selama ini dengan kewajiban bela
negara?
Aku tidak mengerti sama sekali.
"Ha, itu mungkin terdengar aneh, aku bahkan tidak tahu mengapa aku mengatakan itu!! Ha ha
ha ha!”
Zanoba tertawa, tapi aku tidak bisa mengikutinya.
Aku tidak ingin berdebat tentang kesimpulannya.
Apakah itu benar atau salah, semuanya terserah padanya.
Aku hanya bisa menghargai pilihannya.
Dia bebas memilih apapun dalam hidupnya…. namun aku tidak ingin dia mati.
Zanoba adalah teman baikku.
Dia selalu ada di sisiku.
Dia lah satu-satunya orang yang membantuku saat mendapatkan masalah di Kerajaan Shirone.
Kalau saja kami tidak bertemu di Akademi Sihir, mungkin aku tidak akan mendapat teman
sebanyak ini.
Aku pun berteman dengan Rinia dan Pursena karena mereka merusak patung milik Zanoba.
Tanpa Zanoba, mungkin aku tidak akan berteman seakrab ini dengan Cliff.
Saat mencari obat untuk Nanahoshi sampai pergi ke Benua Iblis, dia lah yang memberanikan
diri menahan Atofe sendirian.
Magic Armor juga… tanpa jeri payahnya, zirah itu tidak akan sebaik sekarang.
Kalau diingat-ingat lagi, dia selalu membantuku setiap saat.
Ketika kami berdiskusi membuat patung bersama, itu adalah saat-saat terbaik dalam hidupku.
Aku sangat bersyukur punya teman sepertinya.

8
Dia selalu mendahulukan kepentinganku, dan tak peduli apapun yang kulakukan, dia selalu
memujiku.
Aku selalu senang bersamanya.
Mungkin orang bilang hobi kami aneh, namun itu sangat menyenangkan.
Menurut buku harian si kakek, Zanoba terus melindungiku bahkan sampai ajalnya menjemput.
Aku tidak bisa hanya diam berpangku tangan melihat Zanoba menuju kematiannya.
Rudeus Greyrat tidak akan membuarkan Zanoba Shirone mati begitu saja.
... Oh
Tunggu.
Buku harian si kakek?
Tiba-tiba, aku menyadari sesuatu.
"Zanoba."
"Ada apa, Shisho?"
Aku pun menyatakannya tanpa pikir panjang.
"Aku ikut denganmu."
Aku melihat campuran ekspresi cemas dan bahagia di wajahnya. Itu sungguh membuatku
tersentuh.
Bagian 2
Setelah pembicaraan itu, aku menuju ke tempat Orsted.
Aku menghabiskan hari di sana sembari memikirkan masalah ini.
Pertama, Zanoba dipanggil oleh negaranya. Peristiwa itu tidak pernah terjadi di buku harian si
kakek.
Harusnya, Zanoba selalu berada di Sharia, sampai kematiannya.
Benar, kan? Aku tidak tahu persis apa yang akan terjadi, tapi yang jelas si kakek menulis bahwa
dia selalu bersamaku sampai ajal menjemput.
Buku harian itu tidak pernah menyebutkan surat panggilan dari Kerajaan Shirone tersebut.
Mungkinkah di alur kehidupan si kakek, Pax gagal mengkudeta? Tidak…. mungkin kudeta itu
tidak pernah terjadi.
Pokoknya, peristiwa ini tidak pernah tertulis di buku harian si kakek.
Kalau begitu, mungkin ... Hitogami merubah rencananya.
Kalau diingat-ingat, selama satu setengah tahun terakhir, aku belum melihat 3 bidak Hitogami
muncul bersamaan lagi.
Jika ternyata Pax adalah bidaknya Hitogami, maka semuanya masuk akal.
Orsted pernah berkata bahwa Hitogami sedang menunggu kesempatan terbaik untuk memulai
permainannya yang lain, dan mungkin sekaranglah waktunya.

9
Um, ini dia.
Tidak salah lagi.
Belakangan ini aku sudah banyak berlatih.
Untuk menolong Zanoba.
"Orsted-san!"
Orsted sedang sibuk menulis di meja mewahnya.
"Ah, Rudeus, ada apa?"
Aku menjelaskan situasinya kepada Orsted. Seperti biasa, wajahnya masih saja menakutkan.
Zanoba telah menerima surat yang tidak pernah dikirimkan di alur kehidupan si kakek.
"Apakah ini ulah Hitogami?"
"..."
Aku mengatakannya dengan penuh percaya diri, tapi Orsted hanya membisu sembari
menatapku dengan begitu mengerikan.
Eh?
Aneh.
Apakah aku melakukan kesalahan?
"Menurut takdir yang kutahu, Kerajaan Shirone akan hancur 30 tahun kemudian karena kudeta
yang dilakukan Pax Shirone."
Dengan begitu sinis, Orsted memberikan jawaban padaku yang masih kebingungan.
Tunggu dulu…. kenapa hari ini dia terlihat lebih menakutkan daripada biasanya?
".... Tiga puluh tahun kemudian?"
"Betul."
Orsted menjelaskan kepadaku apa yang seharusnya terjadi.
Takdir yang pernah dialaminya di perulangan kehidupan sebelumnya.
Itu adalah alir kehidupan dimana bencana metastasis tidak pernah terjadi, dan aku tidak pernah
punya urusan dengan Kerajaan Shirone.
Dalam kehidupan itu, Pax menyandera keluarga para ksatria, dan menjualnya ke pasar budak.
Para ksatria terpaksa bersekutu padanya, sehingga dia mendapatkan pasukan yang cukup besar
untuk memulai kudeta.
Kudeta itu sukses, dan Pax menjadi raja.
Selanjutnya, Pax merubah sistem pemerintahan negara itu menjadi republik. Dan lahir lah
Republik Shirone.
Kemudian, Republik Shirone menjadi negara yang kuat.
Mereka berhasil menguasai sekitar setengah dari zona pertikaian.

10
Dengan demikian, Republik Shirone menjadi salah satu dari 4 negara terbesar di dunia.
Rupanya, itu menjadi halangan bagi Hitogami dalam menjalankan rencana-rencananya.
"Hitogami yang sudah membaca masa depan ingin mencegah terbentuknya Republik Shirone.
Oleh karena itu, dia memanipulasimu untuk menghentikan Pax sebelum membentuk republik.
Tapi…….”
Aku pun mengikutinya.
Singkat cerita, aku berhasil menyingkirkan Pax dari kursi raja.
Dan Republik Shirone pun tidak pernah terbentuk.
"Jika Pax menjadi raja, republik itu akan lahir."
Orsted terlihat bingung sejenak.
Dengan kata lain, jika kami pergi ke Shirone untuk mengalahkan Pax, maka itu akan sesuai
dengan keinginan Hitogami.
"Kudengar, dia mendapatkan dukungan dari Kerajaan Raja Naga. Apakah dia tetap akan
membentuk Republik Shirone?”
"Ya, aku telah melihat beberapa situasi serupa sebelumnya. Pax selalu mengusulkan ide
pembentukan Republik Shirone.”
Jadi, menurut alir kehidupan yang selama ini dialami Orsted, selama Pax menjadi raja, dia akan
mengusulkan pembentukan Republik Shirone.
Ini mirip seperti yang terjadi pada Ariel.
Takdir sudah menentukan semuanya.
Begitu dia menjadi raja, maka republik pasti terbentuk.
"Hah? Lalu bagaimana nasib Pax dalam buku harian si kakek?”
"Mungkin Pax tidak pernah melakukan kudeta, sehingga Shirone tetap menjadi negara kecil,
seperti yang diinginkan Hitogami.”
Mari kita simpulkan sekali lagi.
Di alur kehidupan yang pernah Orsted alami : Pax memulai kudeta  berhasil jadi raja 
membentuk Republik Shirone  Hitogami menentangnya.
Di alur kehidupan si kakek : Pax tidak mengkudeta  Republik Shirone tidak pernah terbentuk
 sesuai rencana Hitogami.
Di alur kehidupan yang kualami saat ini : Pax mengkudeta  berhasil jadi raja  mungkin dia
akan segera membentuk Republik Shirone.
Begitu, kan?
Jika kali ini Hitogami berniat merubah rencananya, maka apa yang akan terjadi?
"Ini jebakan." tungkas Orsted.
Kata-kata Orsted itu semakin memperkeruh keadaan. Kemudian dia melanjutkan……..
"Mungkin Hitogami tahu bahwa kau pasti akan membantu Zanoba Shirone untuk mengalahkan
Pax. Sesampaimu di sana, bidak-bidak Hitogami sudah siap untuk membunuhmu.”

11
“Jadi, sebaiknya aku tidak pergi bersama Zanoba ke Kerajaan Shirone?”
"Hitogami tahu bahwa kau tidak akan membiarkan Zanoba Shirone berjuang sendirian. Dia
adalah umpan untuk memancingmu keluar dari Ranoa.”
"..."
Pax berusaha memulangkan Zanoba.
Itu saja sudah positif jebakan, tapi Zanoba telah membulatkan keputusannya untuk pulang.
Harusnya Hitogami tidak tahu pasti apakah aku akan pergi bersama Zanoba atau tidak. Namun,
dia tahu betul bahwa Zanoba adalah teman dekatku. Maka, dia menggunakannya sebagai
umpan.
Hitogami benar-benar mengenalku dengan baik.
... Hitogami cukup pintar kali ini.
"Mungkin Zanoba akan terbunuh nantinya. Dan itu akan membuatmu terluka. Jadi, meskipun
kau tidak pergi bersamanya ke Shirone, Hitogami tetap bisa menyudutkanmu.”
Sekali lempar batu, dua ekor burung kena.
Jika aku pergi bersama Zanoba, kemungkinan kami berdua akan terbunuh.
Kalau aku membiarkannya pergi sendirian, aku akan kehilangan teman terbaikku.
"Apakah mungkin Zanoba juga dikendalikan oleh Hitogami?"
"Kecil kemungkinannya. Dia bukanlah siapa-siapa dalam sejarah Kerajaan Shirone.”
Saat Orsted mengatakan itu, aku merasa berang.
Diam kau!
Dia sangat penting bagiku!
Aku bersedia membantunya meskipun harus memakan umpan Hitogami!!
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?"
"Sama seperti sebelumnya, hancurkan apapun rencana Hitogami.”
"... Ah, benar." untungnya Orsted tidak melarangku pergi.
Bahkan, kalau dia pergi bersama kami, maka segalanya akan lebih mudah.
Seperti misi kami di Asura beberapa waktu yang lalu.
Waktu itu, aku pun sadar bahwa Hitogami sudah menyiapkan berbagai macam jebakan di
Kerajaan Asura, namun kami bisa melewatinya bersama-sama.
Kalau ada si bos, tak peduli musuh sekuat apapun, pasti akan dihabisinya dengan sekali libas.
Belakangan ini banyak orang memanggilku, ‘Bawahan Naga’, atau ‘Cakar Naga’, atau apalah
itu. Namun, sebenarnya aku lebih suka dipanggil ‘Lentera Naga’.
"Namun, mungkin juga Hitogami tidak terlibat dalam masalah ini.”
"... Kenapa?"
"Karena memang inilah yang seharusnya terjadi.”

12
Ah.
Inilah yang seharusnya terjadi.
"Apa yang kita bicarakan sampai sejauh ini tidak lebih dari sekedar terkaan. Buku catatanmu
dari masa depan tidak pernah menyebutkan apapun tentang peristiwa ini. Mungkin Zanoba
Shirone akan menyelesaikan tugasnya dengan aman, lalu kembali ke Ranoa dengan selamat.”
Tanpa campur tangan Hitogami, semuanya akan baik-baik saja.
Zanoba memenuhi panggilan Kerajaan Shirone, melaksanakan tugasnya, lalu kembali ke
Sharia dengan aman, bahkan Pax tidak mencelakainya.
Apakah ... itu ... mungkin terjadi? Kok sepertinya mustahil sekali?
".... Em."
"Aku membaca beberapa kemungkinan dari tulisanmu di buku harian. Saat itu, Zanoba Shirone
menjadi salah satu buronan terbesar Kerajaan Suci Milis karena insiden pencurian kitab sihir
penyembuhan tingkat dewa. Sehingga, mungkin saja Kerajaan Shirone enggan memanggilnya
kembali karena tidak ingin berurusan dengan Kerajaan Suci Milis. Mungkin juga, Zanoba
Shirone tidak menggubris panggilan itu, atau Ginger membuang suratnya…..”
Itu masuk akal.
Kalau dipikir-pikir lagi dengan tenang, situasi yang tertulis pada buku harian si kakek berbeda
dengan situasi yang kuhadapi sekarang.
Meskipun Pax berhasil melakukan kudeta, Zanoba masihlah menjadi buronan besar bagi Milis.
Pax tidak akan mau ikut campur dalam urusan Kerajaan Suci Milis.
Mereka mempunyai Ordo Ksatria yang cukup disegani.
Jika Zanoba pulang, para ksatria itu tidak akan segan mengobrak-abrik Kerajaan Shirone untuk
memburu buronannya.
Masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang tidak bisa kami analisis.
"Tapi, jika aku membantu Zanoba mengalahkan Pax, bukankah itu justru sejalan dengan
rencana Hitogami.”
"Kita belum tahu apa yang akan Zanoba Shirone lakukan setibanya di negara asalnya.
Bukankah dia hanya bilang ingin mempertahankan negara? Bukan mengambil alih tahta dari
Pax, kan? Takdirmu memang kuat, namun belum cukup untuk merubah segalanya. Republik
Shirone masih mungkin terbentuk suatu saat nanti.”
Oh, aku tidak bisa semudah itu merubah takdir.
"Oh ..."
Baru saja, Orsted menyadari sesuatu.
Dia menyangga dagunya dengan tangan, lalu berpikir serius.
"A-ada apa?"
"Tunggu dulu ... katamu tadi Pax telah bersekutu dengan Kerajaan Raja Naga, betul begitu?"
"Ya."
"Kalau begitu, kemungkinan raja dari negara itulah yang memimpin kudeta."
13
"Ah, benar juga."
Ah, jadi begitu ya.
Sebelumnya, Pax berada di Kerajaan Raja Naga.
Dengan kata lain, mungkin saja Pax sudah dikendalikan oleh seseorang dari Kerajaan Raja
Naga. Orang itulah yang kemungkinan merupakan bidaknya Hitogami.
Dengan begitu, sepertinya Pax bukanlah bidaknya Hitogami
Orang inilah yang mengendalikan semuanya dari balik layar.
"Baiklah, aku akan pergi ke Kerajaan Raja Naga dan memeriksa siapakah orang yang
mengendalikan Pax. Dan apakah dia benar-benar bidaknya Hitogami."
Eh?
Bos tidak ikut denganku?
"T-tapi, jika Hitogami telah mempersiapkan banyak jebakan di Kerajaan Shirone, lantas apa
yang bisa kulakukan?”
"... Kalau kau takut, ya jangan pergi."
Dengan kata lain, biarkan saja Zanoba mati?
Yah, seperti yang dikatakan Orsted, mungkin saja Zanoba bisa mengatasi semuanya sendirian
di sana, lalu kembali ke Ranoa dengan semalat.
Bagaimanapun juga, Orsted hanya berjanji melindungi keluargaku, bukannya teman dekatku.
Ah, kalau begitu, aku harus mengangkat Zanoba menjadi keluarga Greyrat.
Aku harus menikahkannya dengan salah satu keluargaku ...... Hmmm, siapa ya…
Tidak….. tidak…. tidak… ini tidak benar.
Aku mau saja menikahkan salah satu adikku dengan Zanoba, namun bukan seperti itu
penyelesaian masalahnya.
"Zanoba telah banyak membantuku. Dalam buku harian si kakek, dia terus melindungiku
sampai akhir hayatnya.”
"..."
"Aku tidak akan membiarkan dia mati."
Pertanyaannya adalah, apakah aku sendirian cukup untuk membantu Zanoba?
Tidak, aku tidak harus pergi sendiri.
Siapa yang bisa kuajak untuk membantu Zanoba?
Eris memiliki koneksi dengan pendekar-pendekar pedang dari Dataran Suci Pedang, dia pasti
kenal beberapa Saint Pedang yang siap membantu kami, mungkin aku bisa meminta mereka
menjadi pengawal Zanoba atau semacamnya?
Tidak, kami pasti akan pergi ke Shirone dengan menggunakan lingkaran sihir teleportasi, dan
aku tidak boleh membiarkan orang luar tahu tentang keberadaan lingkaran sihir tersebut.
Sedangkan para prajurit bayaran dari PT. Rudo belum siap dikerahkan ...

14
"Kalau begitu pergilah ke Shirone, sedangkan aku akan pergi ke Kerajaan Raja Naga. Ayo kita
hancurkan rencana Hitogami secara bersamaan.”
"Baik."
Masih banyak hal yang tidak kami pahami.
Kami harus mencari petunjuk sebanyak mungkin untuk mengetahuinya.
"Oh iya…. saat kau pergi ke Shirone, berjanjilah suatu hal padaku.”
"Oh."
Janji?
‘Jangan mati’, atau sesuatu semacamnya, kan?
Jika dia mengatakan itu, sepertinya aku akan semakin gugup ...
"Jangan bunuh Pax Shirone, meskipun dia seorang bidak."
"... Eh?"
"Jangan bunuh Pax Shirone."
Sepenting itukah sampai kau harus mengatakannya dua kali?
Ah tidak, mungkin itu hanya karena aku bengong saat Orsted pertama kali mengatakannya.
Jangan bunuh Pax ...
Kenapa .... Oh, aku mengerti.
Karena jika Pax terbunuh, Shirone tidak akan menjadi Republik.
OK BOSS.
Meskipun Pax adalah musuh kita, aku tidak boleh membunuhnya.
"Oke."
Namun, itu berarti misi ini semakin sulit.
Pax bebas melakukan apapun untuk membunuh kami, sedangkan kami tidak.
Kalau begitu ... yang bisa kulakukan hanyalah berusaha sebisa mungkin agar terhindar dari
kematian.
Dan bawa Zanoba kembali ke Ranoa.
Eh?
Tunggu dulu… sebenarnya, apakah tujuan Zanoba kembali ke Shirone?
Mempertahankan negara?
Tapi sampai sejauh mana?
Maksudku, sampai seaman apakah yang Zanoba inginkan?
Ah, lupakan itu. Hanya Zanoba yang bisa menjawab pertanyaan itu.
Yang jelas, aku harus kembali bersamanya dengan selamat.
"Terima kasih banyak, Orsted-san."

15
"Tidak perlu berterima kasih padaku."
Aku membungkuk dalam-dalam pada Orsted, lalu meninggalkan kantor.
Bagian 3
Tapi…. jebakan Hitogami ya…...
Zanoba tidak keberatan jika aku ikut dengannya.
Tapi, aku harus berpikir ribuan kali sebelum melaksanakan misi ini. Bagaimanapun juga,
perangkap harus dihindari, namun aku malah menghampirinya.
Jikalau aku harus mengurungkan niatku untuk ikut bersamanya ke Shirone, maka apa yang bisa
kukatakan padanya?
Apakah aku harus mengaku, ’Maaf Zanoba, ada orang jahat yang telah menyiapkan
perangkap untukku si Kerajaan Shirone. Dia menggunakanmu sebagai umpan agar aku keluar
dari Ranoa. Jadi, aku mengurungkan niatku untuk membantumu…..
Tidak…. bukan begitu caranya.
Zanoba hanya akan membalas, ’Baiklah Shisho, lebih baik kau tetap tinggal di Ranoa. Namun,
apapun yang terjadi, aku harus kembali.’
Kemudian, jika Zanoba tidak pernah kembali, maka aku tidak akan bisa memaafkan diriku
sendiri.
Kalau begitu…. aku hanya akan diam.
Mungkin Zanoba akan membenciku kali ini.

16
Bab 2
Firasat

Bagian 1
Setelah pulang, aku menceritakan semuanya pada keluargaku.
Belakangan ini ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, sehingga aku harus pergi ke
luar kota.
Karena jarang menceritakannya dengan detail, maka kali ini aku pun menjelaskannya pada
mereka.
Aku juga menjelaskan rencana pergi ke Kerajaan Shirone untuk membantu masalah yang
tengah dihadapi Zanoba.
Namun, tidak ada lingkaran sihir teleportasi yang terhubung dari kantor kami ke Kerajaan
Shirone. Yang ada hanya lingkaran sihir terhubung ke Kerajaan Raja Naga.
Maka, aku akan membeli kereta kuda di Kerajaan Raja Naga untuk membawaku ke Kerajaan
Shirone.
Kira-kira perjalanan itu membutuhkan waktu selama 4 bulan.
Secepat-cepatnya, itu akan memakan waktu 2 bulan, termasuk investigasi lapangan.
Dua bulan.
Dengan kata lain, perjalanan pulang-pergi saja akan memakan waktu total 4 bulan.
Kira-kira, Eris akan melahirkan 3 bulan lagi, jadi aku tidak akan sempat menemani proses
persalinannya.
Tapi, jika aku meminta bantuan Perugius, kurasa dia memiliki lingkaran sihir yang langsung
mengarah ke Kerajaan Shirone.
Zanoba dan Perugius cukup akrab. Zanoba sering kali membeli sebuah patung atau lukisan di
pasar, kemudian menunjukkannya pada Perugius untuk dibahas bersama.
Jika ada karya seni yang diinginkan Perugius, Zanoba tidak pernah ragu untuk memberikannya
secara gratis.
Karena hubungan mereka cukup dekat, maka pastilah Perugius bersedia membantu Zanoba
saat kesulitan seperti sekarang ini.
Tapi tetap saja…. tak peduli secepat apapun perjalanan kami menuju Kerajaan Shirone, aku
tidak bisa memprediksi seberapa lama kami tinggal di sana. Karena semuanya tergantung pada
Zanoba.
Aku masih tidak tahu hal apa sajakah yang akan Zanoba lakukan di Kerajaan Shirone.
Gampangnya sih, temukan musuhnya (Pax)  habisi  masalah selesai  pulang. Tapi
sayangnya Pax tidak boleh dibunuh.
Mungkin kami akan tinggal di sana lebih lama untuk menuntaskan masalah sampai ke akar-
akarnya.

17
"Oleh karena itu… aku tidak bisa memperkirakan kapan akan pulang."
Setelah makan malam, aku membicarakan ini bersama keluargaku.
Malam ini Norn tidak menginap di rumah, jadi dia tidak bisa menyampaikan pendapatnya.
Yahh, apa boleh buat.
Namun, semua anggota keluarga hadir, termasuk Sylphy dan Zenith.
Aku membicarakan persoalan tentang kepulanganku yang tidak menentu, namun aku tidak
membahas jebakan yang telah disiapkan Hitogami untukku.
Lagipula itu hanya kemungkinan. Akan merepotkan jika Eris bersikeras ikut.
Akan lebih baik bila tak seorang pun ikut denganku. Mungkin itu sedikit egois, namun kurasa
itulah yang terbaik.
"Aku tidak masalah, sih."
Eris mengatakan itu, dan semuanya pun melihat ke arahnya.
Tampaknya dia tidak terganggu saat semuanya melihatnya. Dia hanya duduk sembari memeluk
perutnya yang sudah semakin membesar.
"Yah, mau bagaimana lagi."
Eris menambahkan itu dengan begitu cuek. Sebaliknya, Sylphy terlihat sangat cemas.
"Hei Eris, kau itu terlalu cuek…."
"Meskipun Rudeus tidak ada di rumah, toh bayinya akan tetap lahir.”
"Tapi, sebaiknya seorang suami menemani istrinya yang sedang melahirkan!”
"Aku tahu, tapi jika Rudeus di sini, kerjanya cuma memegangi tanganku saja, kan?”
"Itu benar sih, tapi ..."
Karena tidak bisa membalasnya, akhirnya Sylphy hanya diam.
Roxy hanya bersedekap tanpa berucap apapun, tapi wajahnya seakan mengatakan, ’Dia benar
juga, sih…’
Hanya Sylphy yang kutemani saat proses persalinan. Mungkin dia tahu betapa pentingnya
kehangatan tangan seorang suami saat proses melahirkan.
"Kalau bagiku sih, Rudeus tidak perlu menemaniku saat melahirkan.”
Eris mengatakan itu dengan yakin.
Entah kenapa, aku jadi merasa agak sedih.
Tapi dengan adanya Lilia dan Aisha, kurasa semuanya akan aman terkendali.
"Asalkan… Saat pulang nanti, Rudeus harus memujiku karena telah berhasil melahirkan anak
laki-laki.”
Hari ini Eris jujur sekali. Mungkin dia sengaja mengatakan itu agar aku bisa menjalankan
misiku tanpa khawatir sama sekali.
Perlahan-lahan, Eris mulai menghargai orang lain. Aku bangga padanya, tapi kangen juga sama
Eris yang egois seperti dulu.

18
’Tugasku kan hanya melahirkan anak…’ kurang-lebih itulah yang dimaksud Eris. Namun,
apakah hanya itu yang ingin didengar seorang suami dari mulut istrinya?
Yah, apapun itu, aku tidak bisa memahami perasaan Eris sekarang, karena bukan aku yang
melahirkan.
"... Oh iya, apakah kau sudah memilih namanya?"
"Tentu saja, aku sudah memilih suatu nama yang hebat! Tunggu saja!”
Tapi, bukankah kau hanya memikirkan nama untuk anak laki-laki?
Bagaimana jika seandainya kau melahirkan seorang bayi perempuan?
Gak papa nih, punya anak perempuan bernamakan lelaki?
"Eris ... Jika ternyata bayinya perempuan, maka namailah dengan nama ibumu, Hilda.”
"Tidak, aku tidak mau memberinya nama wanita tua!”
Ditolak.
Kenapa kau mengaitkan nama Hilda dengan wanita tua ...
Hilda-san mungkin sedang menangis di alam sana….
"Ara….ara… biarkan Eris-ane sendiri yang menentukan namanya. Onii-chan, kau hanya perlu
mendukungnya dari belakang, seperti yang dilakukan Sylphy-ane selama ini.”
Dengan masukan Aisha, diskusi pun berakhir.
Memang, Sylphy selalu mendukungku dari belakang.
Istri tertua memang jempolan.
Aku selalu bisa mengandalkannya.
Sejujurnya, aku masih khawatir meninggalkan Eris yang sedang hamil tua, tapi aku punya
Sylphy, Aisha, dan Lilia yang selalu siap membantunya.
Aku pasti bisa mengandalkan mereka, tidak peduli apapun yang akan terjadi.
"Aku malah mengkhawatirkanmu, Rudeus! Jujur saja, sebenarnya aku ingin ikut!”
Malahan, dia yang mengkhawatirkanku.
Ini memang bukanlah misi yang mudah. Aku tidak tahu muslihat macam apa yang telah
disiapkan Hitogami untuk menjebakku.
Ugh, aku jadi merasa sedikit gelisah.
Akankah aku kembali hidup-hidup kali ini ...
Tidak, khawatir saja tidak akan merubah apapun.
Aku harus berusaha sebaik mungkin untuk tetap hidup, dan mengalahkan musuh-musuhku.
Lakukan saja, dan selesaikan semuanya sampai tuntas.
"Rudi, kau terlihat gelisah."
Roxy menanyakan itu setelah melihat wajahku.

19
Seperti biasanya, dia hanya melihatku dengan tatapan lelah, sembari menggendong Lara di
dadanya.
"Um, yahh… kali ini mungkin aku akan terlibat dalam suatu peperangan antar negara ..."
Kita mulai dari situ.
Roxy segera menatapku dengan serius.
"Mungkin, ini salahku."
"Eh? Kenapa?"
"Karena aku lah yang seharusnya bertanggung jawab mendidik Pangeran Pax."
Oh iya, aku baru ingat, Roxy pernah bekerja di Kerajaan Shirone sebelum memutuskan untuk
mencariku pasca terjadinya insiden metastasis.
"Tugas seorang guru hanyalah mengajari. Kau tidak harus bertanggung jawab atas kesalahan
Pax yang dibuatnya di kemudian hari.”
"Mungkin kau benar, tapi perubahan sikapnya terjadi saat aku masih mendidiknya."
Itu bukan salahmu, Roxy.
Bagaimana mungkin di dunia ini ada orang yang salah menafsirkan ajaran Roxy yang luar
biasa?
Aku bisa menjamin tak ada yang salah dengan ajaranmu.
Itulah yang ingin kukatakan, namun sebenarnya aku tidak tahu apa-apa mengenai pria bernama
Pax ini.
Menurut Orsted, meskipun dia telah mengkudeta pemerintah terdahulu, namun Pax akan
menjadi pemimpin hebat yang mendirikan Republik Shirone. Bisa jadi, kehebatannya itu juga
merupakan hasil didikan Roxy.
Bahkan manusia terburuk di dunia pun bisa menjadi orang hebat setelah dididik Roxy.
Jelas itu bukan salahmu, Roxy.
Ada alasan lain yang tidak kita pahami.
"Sensei, itu bukan salahmu."
"... Rudi, apakah kau pernah menyadari betapa seram dirimu saat memanggilku sensei?”
Eh?
Sungguh?
Tidak mungkin.
Aku hanya memanggil Roxy Sensei karena rasa hormatku.
Kenapa aku tampak menyeramkan?
Beberapa kali kami memainkan peran guru dan murid, namun itu hanya candaan suami-istri.
Aku tidak bermaksud apa-apa, kok.
"Yang pasti, aku merasa bertanggung jawab atas kekacauan yang disebabkan Pax saat ini….
tapi jika aku pergi, mungkin keadaan akan semakin buruk.”

20
Roxy melirik Lara sembari mengatakan itu.
Lara menatapku juga dengan mata mengantuk.
Dia menatap lurus padaku, seolah ingin mengucapkan sesuatu.
Roxy terlihat agak bingung.
Jika tidak terbebani oleh urusan sekolah dan anak, mungkin Roxy akan ikut bersamaku ke
Kerajaan Shirone.
"Tidak, Roxy, ini jelas bukan salahmu."
Hanya itu yang bisa kuyakinkan saat ini.
Aku tidak tahu apakah Roxy pernah menjadi guru privat Pax seperti halnya diriku dulu.
Andaikata aku tidak pernah bereinkarnasi di dunia ini, aku penasaran…. apakah Roxy akan
menjadi milik Pax selamanya.
Lagipula, tinggi kemungkinannya kali ini Hitogami campur tangan.
Menurut Orsted, takdir Pax memanglah mengkudeta raja sebelumnya, kemudian membentuk
Republik Shirone, jadi tak peduli apapun yang Roxy ajarkan padanya dulu, pria itu tetap saja
akan memberontak.
Oleh karena itu, masalah ini jelas-jelas bukan salah Roxy.
"Pax telah dimanipulasi oleh Dewa Manusia."
"Tapi ... Yahh, okelah, aku mengerti."
Roxy tampaknya masih keberatan, namun akhirnya dia ikhlaskan itu.
Dia masih merasa berdosa bahwa salah satu anak didiknya membuat masalah yang begitu
besar.
Kemudian, aku melihat Sylphy.
Dia bukanlah muridku, namun aku telah mengajarkan banyak hal padanya, mulai dari sihir
sampai ilmu pengetahuan. Andaikan Sylphy berbuat buruk, sebagai orang yang pernah
mengajarinya berbagai hal, apakah akan merasa berdosa?
Andaikan insiden metastasis tidak pernah terjadi, sehingga dia tidak bertemu dengan Ariel,
maka Sylphy akan terus bersamaku. Hari demi hari akan kami habiskan dengan berlatih sihir
bersama, dan jika pada suatu saat dia menggunakan sihir itu untuk membunuh atau mencuri,
maka bagaimanakah perasaanku?
Seperti halnya Roxy, mungkin aku akan menyalahkan diri sendiri:
’Aku telah mengajarinya berbuat jahat.’
‘Aku harus menghentikannya.’
‘Aku harus membuatnya mendengarkan perkataanku.’
"Eh, Rudi, ada apa?"
"Tidak, aku hanya baru saja menyadari bahwa Sylphy selalu mendengarkan perkataanku
dengan baik.”

21
"Kenapa tiba-tiba kau memikirkan hal seperti itu, jadi selama ini kau tidak menyadarinya? Aku
pun baru menyadari bahwa akhir-akhir ini Rudi sering memaksaku menuruti kehendaknya….
padahal terkadang aku belum siap….”
"Hei, di sini ada anak-anak."
"Ah, maaf."
Lucy, yang duduk di sebelahnya, menatapku dan Sylphy secara bergiliran.
Seakan wajah polosnya mengatakan, ’Apa sih yang sedang kalian bicarakan?’
Imutnya.
Masih terlalu dini baginya mengetahui kehidupan malam sepasang suami-istri.
Kalau begitu, kita akhiri saja diskusi keluarga ini dengan optimis.
"Baiklah, semuanya, untuk beberapa bulan ke depan aku akan meninggalkan rumah lagi ...
Jadi, kumohon bantuannya untuk saling menjaga diri."
"Ah ah-!"
Tiba-tiba Lara menangis.
Lala yang biasanya tenang di pelukan Roxy, enatah kenapa tiba-tiba menangis kencang.
Dengan tangan terlentang, dia menatapku sembari terus menangis.
"Kya! Aah-!"
"Lara, ada apa? Cup…cup ..."
Dengan panik, Roxy coba menghiburnya, tetapi dia tidak kunjung diam.
Kurasa, baru kali ini kulihat Lara menangis sekencang ini.
Mungkin dia ikutan sedih karena aku harus meninggalkan rumah lagi.
Dia mengulur-ulurkan tangannya padaku, seakan ingin menggapaiku, dan masih saja
menangis.
"Rudi ..."
"Oh."
Aku mengambil Lara dari pelukan Roxy, lalu menggendongnya di lenganku.
Lara langsung berhenti menangis begitu kugendong dia.
Dia menempel erat pada bahuku, seakan tidak mau melepasnya.
Dia tahu bahwa tak lama lagi ayahnya akan pergi jauh.
Aduh, aku jadi punya firasat buruk nih... Aku pun semakin khawatir.
Karena ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
Apakah anak sekecil ini bisa merasakan sesuatu yang tidak kami sadari?
"Iya…iya… maaf ya, papa mau pergi sebentar, Lara jangan nakal ya…”
Harusnya tidak ada yang membuatnya menangis, seperti gigitan nyamuk, atau semacamnya.

22
Dengan ringan aku menepuk-nepuk punggungnya, lalu kukembalikan lagi pada Roxy.
Tapi Lara tidak mau melepaskanku.
Dia terus menempel padaku.
Dia meraih jubahku, dan terus mencengkramnya.
"Kya-! Aah-!"
Saat aku sedikit memaksanya, dia kembali menangis dengan begitu kencang.
Sebenarnya aku sangat senang Lara ingin bersamaku.
Tapi papa harus pergi, ada urusan penting yang harus papa selesaikan. Nanti kalau sudah
pulang, kita mandi bersama ya.
"Yah, Roxy, kuserahkan dia padamu."
"Eh? Ah, baiklah."
Dengan sedikit menggunakan tenaga, akhirnya aku berhasil melepaskan Lara dari jubahku.
Aku pun memberikannya pada Roxy.
"Aah ---! Kya -----!"
Tangisannya makin kencang, seolah-olah ada sesuatu yang menyakitinya.
Hampir sekencang teriakan Eris.
Aku jadi merasa sedikit bersalah padanya.
"Baiklah, saat aku tidak dirumah ..."
"Maa--! Baa ----! Aaa--!"
Oke…oke…papa masih di sini kok.
Papa kan masih perlu mempersiapkan barang-barang.
Tapi papa harus pergi.
Papa tidak bisa meninggalkan Zanoba sendirian.
"Bya--! Aaa--! Aaa--!"
Aku mulai ketakutan, Lara menangis semakin histeris sembari meronta-ronta.
Ada apa dengan anak ini….
Semuanya hanya bisa tercengang melihat sikap aneh Lara.
"Ada apa dengannya? Lilia, apakah kau tahu sesuatu?”
"Tidak, aku juga pertama kalinya melihat ini ..."
Roxy sudah mencoba berbagai cara untuk menenangkannya, tapi Lara masih menangis.
Aku pun merasa semakin cemas.
Pasti ada yang janggal.
Gak papa nih aku pergi?

23
Menurut Leo, Lara bukanlah anak sembarangan. Dia lah sang penyelamat dunia!
Aku tidak tahu bagaimana bisa dia menyelamatkan dunia kelak, tapi yang jelas…. orang seperti
itu pastilah diberkahi kemampuan khusus.
Seperti firasat yang tajam.
Apakah dia bisa melihat nasib buruk seseorang?
Eh ... Jadi, aku akan celaka?
"Aaa ---! Bya ---!"
Tangisannya masih menggema di seluruh penjuru ruangan.
Itu semakin menambah kecemasanku.
"Baiklah, aku mengerti, Lara."
Di tengah-tengah keributan ini, Roxy mengambil keputusan tegas.
Dia angkat Lara sampai ke kepalanya. Lalu, dengan tatapan tajam tepat ke matanya, Roxy
berkata, “Aku akan ikut bersama papa. Akan kulindungi dia dengan tanganku sendiri.”
Bagaikan panas yang menyibak awan mendung, Lala pun berhenti menangis seketika.
Bagian 2
Aku coba menghentikan Roxy.
Misi ini sangat berbahaya.
Kemungkinan besar Hitogami sudah menyiapkan jebakan yang mematikan.
Keberadaan Roxy hanya akan membebaniku saat terjadi pertarungan.
Terlebih lagi, Perugius tidak mengijinkan ras iblis memasuki kastilnya. Maka, bagaimana bisa
kita menggunakan lingkaran sihir teleportasi?
Mengajar adalah pekerjaan impian Roxy, dia tidak boleh mengorbankan kelasnya begitu saja
dengan absen selama berbulan-bulan.
Mungkin dia akan dipecat jika melakukan itu.
Lara juga masih rewel.
Dengan tegas, aku mengatakan berbagai macam dalih agar Roxy mengurungkan niatnya.
Tapi dia tidak bergeming.
"Ini jelas-jelas jebakan. Itulah kenapa Lara menangis dengan begitu histeris.”
"Jika kau harus bertarung, maka aku bisa membantumu! Begini-begini, aku penyihir kelas
raja!”
"Lantas bagaimana dengan kelasmu?”
"Mengajar adalah impianku, tapi bagaimana aku bisa mengajar dengan tenang jika nyawa
suamiku terancam!??”
"Lara masih butuh perhatianmu. Bagaimana kalau dia menangis lagi seperti kemarin?”
“Kau tidak lihat!? Dia malah berhenti menangis saat kubilang akan pergi bersamamu!”

24
Kami sedikit bertengkar.
Roxy terus menjawab pertanyaanku sampai aku tidak tahu harus berkata apa lagi.
Tak satu pun anggota keluargaku memperbolehkan aku pergi sendirian. Mereka setuju dengan
keputusan Roxy.
Tentu saja, mereka juga mengkhawatirkan keselamatan Roxy.
Ingin rasanya kuyakinkan mereka betapa berbahayanya jebakan Hitogami, namun wajah
mereka seakan-akan menjawab, ’Memangnya kenapa kalau jebakan Dewa Manusia!?’
Eris mulai kehilangan kesabaran, dia pun ingin ikut, namun Sylphy segera menghentikannya.
Bahkan Sylphy mulai berpikir untuk ikut juga.
Aku tahu mereka semua khawatir.
Beneran gak papa nih aku pergi sendirian?
Inikah yang disebut dengan pertanda buruk?
Sesuatu yang buruk akan terjadi padaku?
Karena begitu khawatir, Roxy tidak bisa memendam hasratnya untuk ikut bersamaku, sebagai
perwakilan keluarga.
Namun Eris dan Sylphy menolak diwakili, mereka pun ingin ikut bersamaku.
Itulah hebatnya Roxy, namun aku tidak bisa memujinya kali ini.
Sekarang aku tersudutkan.
Aku adalah tipe orang yang selalu ingin melindungi hal-hal yang berharga bagiku.
Roxy adalah salah satu hartaku yang tak ternilai. Aku ingin menjaganya seaman mungkin.
Tapi, kali ini Roxy begitu keras kepala.
Meskipun aku menghentikannya, dia akan pergi ke Kerajaan Shirone sendirian. Itu justru
semakin berbahaya.
Akhirnya aku mengalah. Aku tidak punya pilihan selain membiarkannya ikut.
Lebih mudah melindunginya jika dia selalu di sisiku.
Tapi aku juga merasa cemas.
Karena kali ini aku tidak bisa mengandalkan Orsted untuk mengalahkan bidak-bidaknya
Hitogami. Dia punya misi lain ke Kerajaan Raja Naga.
Aku bahkan tidak tahu seberapa lama Zanoba akan tinggal di Shirone. Apakah dia akan
kembali lagi ke Ranoa?
Hanya awan gelap yang bisa kulihat di jalan yang akan kulalui.
Roxy menawarkan bantuannya untuk menerangi jalanku.
Dia lah orang yang paling kuhormati di dunia ini.
Jadi, aku tidak boleh meragukannya.
Bagian 3

25
Hari berikutnya, kami mulai mempersiapkan berbagai hal sebelum pergi ke Kerajaan Shirone.
Kami harus mempersiapkan semuanya dengan matang.
Pertama, peralatan untuk Zanoba.
Tentu saja aku tidak ingin dia mati.
Oleh karena itu, aku membawakan armor untuknya.
Sebuah armor yang menutupi tubuhnya secara menyeluruh.
Armor itu dilengkapi dengan alat sihir tahan api.
Itu cocok untuk Zanoba yang lemah terhadap serangan berelemen api.
Meskipun Zanoba adalah seorang Miko, bukan berarti dia kebal terhadap segala macam
serangan.
Selanjutnya adalah senjata.
Menurut Orsted, susah mencari senjata yang sesuai dengan kekuatan seorang Miko yang begitu
besar.
Jika aku memberinya sebilah pedang, Zanoba hanya akan mematahkannya bagaikan lidi.
Oleh karena itu, aku pun menciptakan senjata yang jauh lebih tangguh daripada pedang, yaitu
gada.
Gada yang kuperkeras dengan sihir bumiku.
Bentuknya seperti raket.
Itu sungguh berat, sampai-sampai orang dewasa tidak akan sanggup mengangkatnya.
Tapi Zanoba mengangkatnya dengan enteng seperti ranting. Jika dia ayunkan gada itu sekuat
tenaga, maka musuhnya akan tewas dengan sekali tebas.
Ini bagaikan memberikan sayap pada seekor singa.
Meskipun kekuatan fisiknya luar biasa, namun Zanoba punya banyak kelemahan.
Gerakannya lambat.
Tapi aku sudah memikirkan solusinya.
Ada suatu benda sihir yang dinamai “Jala Nelayan”.
Benda sihir ini punya kemampuan, saat dilepaskan, jala itu akan memburu lawan dengan
sendirinya bagaikan peluru kendali, kemudian meringkusnya.
Setelah lawan terjerat, Zanoba akan menariknya dengan kekuatan penuh, dan tamatlah
riwayatnya.
Untuk sekarang, hanya persenjataan ini yang bisa kuberikan pada Zanoba.
Tampaknya dia tidak terlalu menyukai armor itu, namun dia puas dengan senjata lainnya.
Aku juga menyiapkan peralatan untuk Roxy.
Tentu saja keselamatannya adalah prioritas utamaku.
Jadi, aku lebih memilih peralatan yang bisa melindunginya.

26
Berkebalikan dengan Zanoba, fisik Roxy begitu lemah. Jadi aku tidak bisa memberikannya
armor penuh seperti Zanoba. Dia tidak akan bisa berjalan jika mengenakan benda seberat itu.
Dia sudah memiliki banyak pengalaman bertarung, namun dia akan kesulitan jika memakai
senjata yang tidak biasa digunakannya.
Itulah sebabnya, aku memilih cincin penghalang untuk mencegah serangan fisik, dan cincin
pelindung untuk mencegah serangan mematikan.[1]
Dia pun membawa tongkat dan jubahnya yang selalu menemaninya saat masih menjadi seorang
petualang.
Hanya itu peralatan untuk Roxy.
Itu membuatku gelisah.
Tapi, aku lebih percaya pada usahaku sendiri untuk melindunginya, bukannya pada alat-alat
sihir itu.
Kami tidak tahu jebakan macam apa yang sudah disiapkan Hitogami, tapi kami tidak boleh
mundur.
Zanoba mengundurkan diri dari sekolahan, dan Roxy pun meminta cuti.
Aku tidak ingin Roxy dipecat, jadi aku meminta Zanoba menulis surat yang menyatakan bahwa
dia meminta Roxy kembali bertugas sebagai penyihir Kerajaan Shirone.
Tentu saja pihak sekolah menolaknya, karena mereka menganggap bahwa Roxy sudah
mengikat kontrak dengan Akademi Sihir Ranoa. Jadi, pihak Kerajaan Shirone tidak bisa sesuka
hati memintanya kembali bekerja.
Akhirnya, kuminta Zanoba bernegosiasi dengan kepala sekolah.
Posisi Roxy cukup penting di sekolahan ini.
Itu wajar.
Jika aku berada pada posisi kepala sekolah, aku akan melakukan hal yang sama.
"Roxy-dono pernah menjadi penyihir Kerajaan Shirone. Atas alasan tertentu dia berhenti,
namun kemampuannya sudah tidak diragukan lagi. Itulah kenapa aku ingin mempekerjakannya
kembali sebagai penyihir kerajaan.”
Zanoba bernegosiasi dengan agresif, namun Roxy hanya mengeluh, ’Aku tidak ingin menjadi
penyihir kerajaan lagi……’
Kepala sekolah setuju dengan pilihan Roxy, lalu dia bilang, “Roxy sudah dikontrak sebagai
guru di Akademi Sihir Ranoa.”
Setelah sejam bernegosiasi, akhirnya kesepakatan terbentuk.
Zanoba akan membawa Roxy karena dia terlibat dalam masalah ini, namun setelahnya Roxy
akan kembali ke Akademi Sihir…. begitulah perjanjiannya.
Pertama-tama mengajukan permintaan yang mustahil dipenuhi, kemudian mengurangi
tuntutannya. Ya, itulah seninya bernegosiasi. Kau boleh minta 100, jika tidak diijinkan, teruslah
bernegosiasi, setidaknya kau bisa mendapat 50.
Dengan demikian, Roxy diperbolehkan ikut bersama kami ke Shirone, sedangkan posisinya
sebagai guru tetap aman.

27
Dan terkahir, aku harus memilih peralatan yang akan kubawa.
Seperti biasanya, yang kubawa adalah:
Magic Armor Versi I, Magic Armor Versi IIB, dan Gatling Cannon…. sudah, hanya tiga itu.
Sudah lama aku tidak memakai Aqua Hartia.
Aku jadi sedikit merasa bersalah pada Eris, tetapi dia mengatakan, ’Syukurlah kau sudah
menemukan senjata yang lebih baik.’
Kuharap dia lebih menghargai tongkat sihir itu, yang merupakan simbol kebersamaan kita di
masa lalu.
Atau jangan-jangan, dia memang sengaja ingin melupakan masa lalu?
Hmmm, aku sih masih ingat jelas empuknya Oppai Eris saat itu….
Saat ini, teman lamaku, Aqua Hartia, hanya kuletakkan sebagai hiasan di kamarku.
Atau mungkin, sebaiknya kuberikan saja pada Sylphy?
Tidak seperti Eris yang ingin melupakan masa lalu, Sylphy selalu merawat sebaik mungkin
benda-benda yang pernah kuberikan padanya. Salah satunya adalah tongkat sihir itu. Dia
bahkan masih menggunakannya saat berkonfrontasi dengan Luke di Kerajaan Asura tempo
hari.
Jika aku memberikan partnerku, Aqua Hartia, dia pasti akan menggunakannya dengan senang
hati.
Namun, aku tidak yakin bagaimanakah perasaannya jika tahu bahwa Aqua Hartia adalah
pemberian Eris.
Tapi, tongkat sihir yang pernah kuberikan pada Sylphy itu juga kudapat dari Roxy…..
Yang jelas, peralatan utamaku adalah Magic Armor Versi IIB.
Aku hanya akan menggunakan Magic Armor Versi I saat musuh yang kuat muncul.
Tidak apa-apa. Aku sudah merencanakan banyak hal jika musuh yang kuat muncul.
Pasti akan berhasil.
Kubongkar Magic Armor Versi I agar bisa kukemas, lalu kupasang kembali di sana.
Hitogami tahu banyak hal tentang Magic Armor Versi I, karena bagaimanapun juga dia ikut
mendisainnya.
Untuk mencegah dia menyabotasenya, maka lebih baik kusembunyikan dulu.
Tidak seperti Versi IIB yang lebih ringan dan praktis, aku tidak bisa mengenakan Versi I setiap
saat. Sudah sewajarnya aku membongkar senjata sebesar itu, lalu kupasang kembali saat
dibutuhkan.
Setelah semua peralatan siap, maka hal terakhir yang perlu kami pikirkan adalah bagaimana
cara menuju Kerajaan Shirone.
Sepertinya, Zanoba dan aku perlu memohon pada Perugius agar memperbolehkan Roxy
memasuki kastilnya.
Bagian 4

28
Sesampainya di kastil langit, kami dibawa ke suatu tempat khusus.
Aku pelum pernah memasuki ruangan itu sebelumnya.
Itu seperti ruangan privat.
Banyak lukisan yang dipajang sampai menutupi dinding, dan juga patung-patung seukuran
tangan yang berjajar di rak.
Karya-karya seni di sini terlihat lebih bagus bila dibandingkan pada tempat lainnya di kastil
langit ini.
Bukan berarti karya seni lainnya jelek, namun aku yang tidak terlalu paham seni pun tahu
bahwa produk-produk di sini kelasnya lebih tinggi.
Nilainya tidak bisa diukur dengan uang.
"Tempat ini luar biasa."
"Oh, jadi Shisho baru pertama kali ke sini?"
Aku bergumam pada diriku sendiri, namun Zanoba membalasnya seakan tidak percaya pada
perkataanku.
"Ya, biasanya aku hanya memasuki ruang tamu, atau di halaman depan ..."
"Hanya kenalan-kenalan dekat Perugius-sama yang dibolehkan memasuki ruangan ini.”
Sembari berdiri di pintu masuk, Sylvaril mengucapkan itu dengan tegas.
Namun, aku bisa merasakan maksud tersembunyi dari kalimat itu, yang seolah berkata, ’Jadi,
kau bukan kenalan dekatnya…..’
Belakangan ini, entah kenapa aku merasa bahwa Sylvaril semakin membenciku.
Mungkin itu karena aku bersekutu dengan Orsted.
"Sylvaril-dono, kumohon jangan memandang rendah Shisho-ku. Aku sangat
menghormatinya.”
Tanpa menoleh pada si wanita burung, Zanoba mengungkapkan keberatannya.
Hai, setidaknya lihatlah orangnya saat berbicara dengannya.
"Tapi, satu-satunya orang yang Perugius-sama ijinkan untuk memasuki ruangan ini hanyalah
Zanoba-sama. Aku pun tidak paham mengapa Anda bersikeras membawa orang lain ..."
Saat mendengarkan itu dari mulut Sylvaril, Zanoba langsung berbalik padanya.
"Memang, Shisho jarang mendapatkan kesempatan membuat patung di hadapan Perugius-
sama. Jadi, wajar saja beliau tidak tahu kemampuan Shisho. Namun, aku tahu betul betapa
terampil Shisho membuat karya seni. Patung-patung buatannya sungguh menakjubkan.”
"Tapi Perugius-sama ..."
"Rudeus Greyrat adalah Shishou-ku. Kuakui, dia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan
dengan Perugius-sama mu yang begitu kau agung-agungkan itu. Akan tetapi, tanpa
bimbingannya, Zanoba Shirone tidak akan pernah menjadi salah satu dari sedikit orang yang
diperbolehkan Perugius-sama memasuki ruangan istimewa ini.”
"..."

29
Sylvaril terdiam.
Tampaknya dia sudah tidak tertarik menimpalinya.
Yahh, aku tidak tahu pasti, karena aku tidak bisa membaca wajahnya yang tertutup topeng.
Aku sudah biasa mendengar sanjungan dari mulut Zanoba, tapi yang kali ini cukup membuatku
tersentuh.
"Baiklah…. aku mohon maaf, Zanoba-sama."
"Tidak masalah, Sylvaril-dono."
Sylvaril menundukkan kepalanya, lalu Zanoba pun memaafkannya dengan tulus.
Jujur saja, aku tidak peduli bagaimana Sylvaril memperlakukanku.
Setelah masuk lebih dalam, kami mendapati sebuah pintu.
Saat membukanya, Perugius sudah menunggu di dalam.
“Zanoba, kau sudah kembali rupanya.”
Dia bolak-balik melirik Sylvaril dan Zanoba, sepertinya berusaha mencari tahu apa yang telah
terjadi pada mereka berdua.
"... Ada apa ini…. apakah perkataan Sylvaril telah menyinggung perasaanmu, atau
semacamnya?”
"Tidak, kami hanya membicarakan Shisho yang tidak pernah memasuki ruangan istimewa itu.”
Zanoba menjawab terus terang.
Dia tidak mengadu pada Perugius, meskipun perkataan Sylvaril tadi jelas-jelas membuatnya
tersinggung. Dia pria yang baik.
"Rudeus ... aku memang belum pernah mengijinkannya memasuki ruangan itu. Lalu,
menurutmu bagaimana ruanganku yang berisi banyak karya seni berharga itu?”
"Benar-benar mengesankan. Karya seni yang terpajang di sana jauh lebih indah daripada yang
ada di lorong masuk. Meskipun tidak terlalu memahami nilai karya seni, setidaknya aku tahu
bahwa kelasnya lebih tinggi.”
"Oh--?"
Sebenarnya aku tidak tahu harus berkata apa, namun sepertinya pujian-pujianku cukup
membuatnya senang.
"Jika karya seni yang terpajang di lorong masuk adalah yang terbaik, maka yang tersimpan di
ruangan itu adalah yang paling Perugius-sama sukai, kan?”
"Betul."
Dari tempat duduknya, Perugius tersenyum sembari menyeringai.
Aku bingung harus berkata apa.
Tapi setidaknya, pujian-pujianku masih bisa mencuri hatinya.
Bahkan Sylvaril terlihat kaget…. Ya, anggap saja begitu, toh topengnya menutupi hampir
seluruh wajahnya.
Zanoba dan aku segera duduk di kursi yang telah disediakan Perugius.
30
Kami bertiga akan bernegosiasi.
"Baiklah, apa yang ingin kalian bicarakan denganku? Apakah kau ingin membuatkan patung
yang indah untukku?"
Perugius bertanya dengan antusias.
Zanoba pun menjawab dengan riang.
"Mohon maaf, Perugius-sama…. sebenarnya aku harus pulang ke Kerajaan Shirone, jadi aku
datang ke sini untuk mengucapkan salam perpisahan.”
"Oh ..."
Perugius mengerutkan kening, sembari menatap Zanoba.
Lalu, perlahan-lahan wajahnya berubah murung.
Kemudian, Zanoba menjelaskan tentang surat-surat yang diterimanya dari Pax.
Perugius mendengarkan tanpa menyela sedikit pun, dia hanya memandang lurus pada mata
Zanoba.
Zanoba menyelesaikan ceritanya.
Dan setelah hening sejenak, Perugius akhirnya angkat bicara.
"... Zanoba, apakah kau sudah siap mati?"
Perugius menanggapi cerita panjang Zanoba dengan suatu pertanyaan yang begitu mendasar.
Zanoba hanya menatap kosong pada Perugius.
"Kenapa Perugius-sama menanyakan hal seperti itu?"
"Selama hidup ratusan tahun ini, aku sudah sering melihat orang sepertimu.”
Perugius berkata dengan raut wajah sedih.
Dia tahu apa yang akan terjadi pada Zanoba hanya dengan melihat wajahnya. Jika Perugius
ingin menghentikan Zanoba sekarang juga, maka aku setuju dengannya.
Perugius adalah orang yang tepat untuk menghentikan keputusan Zanoba.
Dan aku tidak perlu repot-repot bertarung dengan bidak-bidaknya Hitogami.
"Jika keputusanmu ini membawamu pada kematian, maka apa yang akan kau lakukan?"
Zanoba hanya pasang wajah tanpa ekspresi. Sedangkan, Perugius tersenyum ringan.
"Jika kau ingin mengalahkan seseorang, mungkin aku bisa membantumu. Aku juga tidak ingin
kehilangan teman berdiskusi tentang karya seni. Jadi…. sebutkan saja orang yang ingin kau
habisi. Apakah si raja pemberontak itu?”
"Tidak."
"Kau yakin?"
Perugius tiba-tiba melihat sekelilingnya, sebelum akhirnya menatapku.
Apakah aku harus mengatakan sesuatu?
Inilah yang disebut bertukar pandangan, ya?

31
Sementara aku masih berpikir, Perugius sudah memalingkan wajahnya, dan kembali berbicara
dengan Zanoba.
"Zanoba ... apakah Rudeus tidak mencoba menghentikanmu?"
"Ya, tapi aku sudah membulatkan tekadku. Tapi sebagai gantinya, Shisho ingin ikut bersamaku
ke Kerajaan Shirone."
"Dan kau mengijinkannya?"
"Meskipun aku melarang Shisho ikut, dia pasti akan pergi sendirian.”
Saat kunyatakan niatku ikut dengannya, Zanoba tidak menolaknya.
Aku rasa dia pun tahu bahwa tidak ada gunanya melarangku ikut.
Ya, itu benar. Meskipun kau melarangku, aku tetap akan pergi ke Kerajaan Shirone.
"Rudeus pasti akan melindungimu seperti dia melindungi keluarganya sendiri."
"Haha, apa yang Anda bicarakan, Perugius-sama."
Zanoba tertawa seolah dia mendengarkan suatu lelucon.
Tapi itu bukanlah senyum yang ikhlas.
"Sebentar lagi, istri kedua Shisho akan melahirkan anak. Jika kami berada dalam bahaya, tentu
saja dia lebih mendahulukan keselamatan keluarganya.”
"Apakah gurumu terlihat seperti orang yang akan membiarkan sahabatnya mati begitu saja?”
"Tentu saja tidak! Shisho bukan orang seperti itu! Dia pasti akan berusaha sekuat tenaga
menolongku!”
Tapi aku bukan superman, nak.
Yahh, apapun itu ... meskipun emosi Zanoba sedikit memuncak, secara keseluruhan pertemuan
ini berlangsung dengan lancar.
Perugius pun tidak bisa menghentikan Zanoba.
Tapi, Perugius sepertinya telah menyadari sesuatu.
Tampak sudah bosan, akhirnya Perugius berdiri dan mendesah lelah.
"Kalau begitu, harusnya kau tidak perlu repot-repot datang kemari, toh aku tidak bisa memberi
bantuan apapun.”
Zanoba mengangguk sebelum menjawab.
"Sebenarnya ada suatu hal yang bisa Anda bantu, Perugius-sama. Aku ingin menggunakan
lingkaran sihir teleportasi untuk dikirim langsung ke Kerajaan Shirone. Aku ingin membawa
Shisho, Magic Armor, dan seorang wanita ras iblis, yaitu istri keduanya Shisho yang bernama
Roxy Migurdia.”
"Aku bisa saja mengaktifkan lingkaran sihir teleportasi yang membawamu langsung ke
Kerajaan Shirone. Dan semua yang kau ajak itu bisa pergi bersamamu, kecuali si wanita ras
iblis. Tak seorang ras iblis pun boleh memasuki kastil melayang ini.”
Perugius menjawabnya dengan cemberut.
Pada saat pertama kali ke sini bersama Nanahoshi, Arumanfi juga melarang Roxy ikut.

32
"Kumohon Perugius-sama, ini adalah permintaan terakhirku pada Anda.”
"Zanoba Shirone, aku memang senang berteman denganmu, tapi kau pikir sepenting itukah
dirimu bagiku?”
"Maafkan kelancanganku, Perugius-sama. Tapi, aku yakin tidak banyak orang yang bisa duduk
semeja dengan begitu akrab bersama Anda, sembari membahas berbagai macam hal tentang
karya seni.”
"Jadi, menurutmu Sang Raja Naga Armor Perugius Dola harus menyalahi prinsipnya demi
pangeran dari negara kecil sepertimu?”
"Sekali lagi maafkanlah kelancanganku, Perugius-sama. Tapi, hanya itulah yang bisa
kubanggakan di hadapan sang pahlawan legendaris yang telah menyelamatkan umat manusia
ratusan tahun yang lalu.”
Perugius menatap Zanoba.
Seakan tanpa takut, Zanoba pun balas menatapnya.
Sylvaril juga menatap Zanoba.
Hanya aku yang bolak-balik melihat mereka semua dengan panik.
Situasinya menegang.
Kalau aku berada di posisi Zanoba, pasti aku akan segera bersujud minta maaf. Namun
ternyata, nyali Zanoba jauh lebih besar dariku.
"Hahahahahah!"
Perugius mengangkat dagunya, lalu tertawa.
"Baiklah, aku akan mengijinkan ras iblis itu memasuki kastilku.”
"Terima kasih banyak atas kemurahan hatimu, Perugius-sama.”
"Tapi ada syaratnya.”
Setelah itu, Perugius mengatakan aturan mainnya.
Roxy dilarang berbicara dengan siapapun dan menyentuh apapun di dalam kastil ini.
Pada dasarnya, dia hanya diijinkan menggunakan kastil langit sebagai tempat singgah
sementara untuk menuju ke Shirone, layaknya stasiun.
"Baiklah kalau begitu…. Sylvaril, siapkan lingkaran sihir untuk mereka."
"Baik!"
Setelah memberikan perintah pada Syvaril, Perugius kembali menatap Zanoba dengan tak
acuh.
Tatapan matanya begitu dingin, namun entah kenapa aku merasa bahwa Perugius tidak lagi
memaksakan egonya.
"Zanoba Shirone."
"Ya."
"Sayang sekali kau harus pergi." setelah mengatakan itu, dia memalingkan wajahnya dari kami.
Zanoba pun berdiri.
33
Lalu dia membungkuk serendah-rendahnya pada Perugius, tanpa mengucapkan sepatah kata
pun.
Perugius sangat menyayangkan keputusan Zanoba… dia terlihat begitu kesepian… atau
mungkin hanya imajinasiku saja, ya….
Bagian 5
Setelah Magic Armor dibongkar, kami pun mengirimnya ke Kerajaan Shirone melalui
lingkaran sihir teleportasi.
Setelah itu, Ginger menghubungi seorang pengrajin yang bisa menyamarkan potongan Magic
Armor agar terlihat seperti bongkahan batu. Lalu, kami menyimpannya di gudang dekat
ibukota.
Aku belum berangkat.
Tapi aku meminta mereka menginvestigasi keadaan di sekitar ibukota Kerajaan Shirone.
Jika invasi dari negara-negara utara hanyalah hoax belaka, maka itu akan menjadi alasan yang
bagus untuk membatalkan kepergian Zanoba.
Namun, ternyata ada suatu kerajaan bernama Bista yang benar-benar siap melakukan serangan.
Kerajaan Bista telah siap mengerahkan pasukannya untuk memulai perang, mereka memiliki
sejumlah besar pasukan bayaran, bahkan para perampok yang telah ditempatkan di dalam
perbatasan Kerajaan Shirone.
"Raja Pax sepertinya telah menyewa 10 orang ksatira unggulan dari Kerajaan Raja Naga. Dia
menggunakannya untuk membersihkan para pemberontak di dalam negeri.”
10 ksatria unggulan.
Hanya 10?
Sepertinya aku tidak boleh meremehkan kesepuluh orang ini. Faktanya, kekuatan mereka sudah
cukup mengkudeta, bahkan membunuh raja sebelumnya.
Mungkin, mereka adalah kaki-tangan Hitogami.
"Ginger-san, apakah kau mengetahui nama 10 ksatria ini?"
"Tidak, sayangnya penyelidikanku belum sampai sejauh itu ... namun kabarnya, Raja Pax
selalu ditemani seorang pengawal kepercayaan yang wajahnya kurus-kering bagaikan
tengkorak. Rumor mengatakan, dia lah Dewa Kematian, yang merupakan salah seorang dari
Tujuh Kekuatan Dunia.”
"Aku paham."
Duh, salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia…. Dewa Kematian, kalau tidak salah dia berada di
posisi kelima. Celaka, itu berarti dia lebih kuat daripada Dewa Pedang di posisi keenam, dan
Dewa Utara di posisi ketujuh. Untung Eris tidak ikut, karena dia bakal berhadapan dengan
orang yang bahkan lebih kuat daripada gurunya. Dia hanya satu tingkat di bawah sang
pembawa petaka bagi umat manusia di dunia ini, Dewa Iblis Laplace.
Yahh, kuharap kabar ini tidak benar. Mungkin si pengawal berwajah mirip tengkorak itu bukan
Dewa Kematian. Sepertinya dia juga berasal dari Kerajaan Raja Naga. Akan kulaporkan ini
pada Orsted.
"Oh, jika kerajaan dari utara sudah siap menginvasi, maka kita harus bergegas.”
34
Saat mendengar ini, raut cemas tampak jelas di wajah Zanoba.
Dia sudah siap untuk pergi.
Tidak ada yang berubah pada nada bicaranya, namun aku bisa merasakan kecemasan yang
mendalam.
Dengan begini, habis sudah alasanku untuk menahan Zanoba pergi. Kita akan meninggalkan
Ranoa dalam beberapa hari ke depan.
Kelompok kami hanya terdiri dari 4 orang, yaitu aku, Zanoba, Ginger, dan Roxy.
Untuk sementara waktu, Julie dititipkan pada keluargaku.

35
Bab 3
Kembali Menuju Shirone

Bagian 1
Sebelum keberangkatan kami.
Ia datang.
Setelah bercinta dengan Sylphy, aku segera turun ke lantai satu sebelum tertidur.
Tiba-tiba, Leo mulai menggonggong.
Beberapa saat kemudian, Eris bergegas keluar dari kamarnya. Aku bisa merasakan nafsu
membunuhnya yang pekat.
Apa yang sedang terjadi?
"Serangan musuh!"
"Apa?"
Siapa yang menyerang rumah ini?
Aku segera kembali ke kamar untuk mengambil Aqua Hartia. Kuarahkan lentera ke luar
jendela, dan kutengok apa yang ada di sana.
Dalam kegelapan, sesosok pria yang kukenal sedang berdiri di depan pintu gerbang.
"Eris, dia bukan musuh."
"Oh ... baiklah."
Eris juga melihat keluar jendela, kemudian menjawabku. Dia masih waspada penuh.
Kuletakkan tongkatku, lalu keluar ke pintu gerbang.
Sebelumnya, aku tenangkan dulu semua keluargaku, dan meyakinkan mereka bahwa semuanya
baik-baik saja. Kuminta mereka segera kembali ke kamar masing-masing.
Di luar pintu gerbang, berdirilah Orsted.
Beet si monster Treant menjerat Orsted dengan akar-akarnya. Dia secara refleks melakukan itu
pada orang-orang mencurigakan yang mendekati rumah kami.
"Maaf aku bertamu selarut ini."
"Tidak apa-apa ... Beet, hentikan, dia tidak berbahaya."
"Ini darurat. Apakah kau punya waktu?"
"Ah, iya."
Whuushh….. hanya selang beberapa detik setelahnya, Orsted segera melepaskan diri dari
jeratan akar-akar Beet, lalu menghilang dalam kegelapan malam.
Aku menyembuhkan akar-akar Beet yang terkoyak, lalu memberitahu Eris bahwa aku ada tugas
mendadak. Kemudian, aku segera mengejar Orsted.

36
Di kota ini tidak ada kedai yang buka 24 jam non-stop.
Jadi, kami bertemu di tempat terbuka yang terdekat.
Malam ini begitu gelap tanpa sinar bulan.
Aku hanya membawa lentera dari rumah untuk menerangi jalanku.
Entah kenapa, saat berbicara empat mata dengan Orsted, kami sering melakukannya di tempat
gelap.
Kami sering kali merencanakan sesuatu dalam kegelapan seperti ini.
Mungkin lain waktu aku harus menambahkan lebih banyak lampu di kantor ...
"Jadi, ada apa Orsted-san?"
"Aku ingin membahas bidak yang sudah disiapkan Hitogami kali ini."
Orsted telah mengetahui laporan Ginger.
Dia sudah membaca catatan yang kutinggalkan di kantor. Sebetulnya aku ingin segera
membahas ini bersama Orsted, namun saat itu dia sedang tidak ada di kantor.
"Aku akan memberitahu beberapa ramalanku berdasarkan laporan Ginger York, dan juga
strategi untuk mengatasinya.”
Ramalan?
Kurasa, sebaiknya kita menunggu sedikit lebih lama untuk mengumpulkan beberapa informasi
lagi.
Atau, haruskah aku menghentikan Ginger mengumpulkan informasi untuk sementara waktu?
Tidak… pada saat-saat seperti ini aku tidak boleh menambah beban Zanoba.
Dia pasti akan semakin kesulitan.
"Pertama, tentang sepuluh ksatria yang disewa Pax Shirone. Sembilan dari mereka hanyalah
keroco.”
"Ya."
"Tapi yang terakhir, pria berwajah kurus-kering bagai tengkorak itu…. aku masih
mengingatnya….”
Itu adalah si pengawal kepercayaan Pax.
"Dia lah ksatria dari Kerajaan Raja Naga yang kemampuannya begitu hebat. Tidak salah lagi,
aku kenal si wajah tengkorak ini.”
"Siapakah dia?"
Orsted menatap tajam ke arahku.
"Dia lah peringkat kelima dari Tujuh Kekuatan Dunia, Randolph Marianne Sang Dewa
Kematian."
Aku cukup kaget. Jadi, rumor itu benar……
"Dia lah kartu as dari Kerajaan Raja Naga."

37
"... Kartu as? Tapi, mengapa dia mau terlibat dengan masalah politik negara lain? Apakah
hanya karena uang?”
"Mungkin saja. Tapi…. selama dia sudah dipengaruhi Hitogami, maka semuanya masuk akal.”
Ah iya, tentu saja karena pengaruh Hitogami.
Kenapa aku baru sadar.
"Aku tidak habis pikir mengapa Kerajaan Raja Naga bersedia menyewakan ksatria terbaiknya
pada Pax Shirone ... Untuk sementara waktu, anggap saja Dewa Kematian adalah lawan
terberat yang harus kita kalahkan. Aku tidak menemukan adanya bidak lain yang berpotensi
memberikan ancaman serius pada kita berdua, selain Randolph Marianne. Jadi, mari kita
bicarakan bagaimana caranya berhadapan dengannya.”
Untuk berjaga-jaga, anggaplah si pria berwajah tengkorak itu benar-benar Dewa Kematian.
"Dewa Kematian Randolph adalah seorang pendekar pedang tanpa aliran.”
"Tanpa aliran?"
"Ya, dia tidak menganut aliran pedang manapun, baik itu Teknik Dewa Pedang, Dewa Air,
maupun Dewa Utara. Dia punya cara tersendiri untuk mengalahkan lawan-lawannya.”
Seperti Ruijerd?
Aku lemah terhadap petarung gaya bebas seperti itu.
"Tapi jurus terbaiknya adalah Sword of Bewitching."
Sword of Bewitching.
Dari namanya saja, aku sudah bisa membayangkan jurus seperti Engetsu Sappou. [2]
"Sword of Bewitching adalah perpaduan dua teknik lainnya, yaitu Sword of Luring dan Sword
of Hesitation.”
"Apa kemampuannya?"
"Sword of Luring memaksa lawannya menyerang saat seharusnya sudah menyerah. Dan
sebaliknya, Sword of Hesitation memaksa lawannya menyerah saat seharusnya masih bisa
meyerang.”
Eh?
Aku tidak mengerti.
"Dengan kata lain, dia bisa mengendalikan lawannya dalam suatu pertempuran. Dia bisa
membuatmu menyerang saat sudah kelelahan, atau bertahan saat masih sanggup menyerang.
Dia bisa mengatur timing-nya sesuka hati, jadi waspadalah.”
"Tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan saat menghadapi lawan seperti itu."
"Sederhana saja, serang saat kau pikir harus bertahan, dan bertahanlah saat kau pikir masih
sanggup menyerang. Lakukan sebaliknya. Namun, tentu saja kau juga harus membedakan
kapan saatnya benar-benar bertahan atau menyerang.”
Sederhana katanya….
Itu sih membingungkan sekali!!
"Jangan biarkan dia mengendalikanmu. Terus tekan dia sampai kewalahan.”
38
Kalau begitu, kau saja yang melawannya, bos….
Tidak, kali ini aku tidak bisa mengandalkan si bos.
Orsted punya urusan lain di Kerajaan Raja Naga.
"Bisakah aku mengalahkannya ..."
"Dia adalah peringkat ke lima dari Tujuh Kekuatan Dunia, dia juga punya segudang trik untuk
menangkal sihir. Dia memang lawan yang sulit ... tapi setahuku, dia sudah lama tidak
bertarung. Mungkin saat ini, kemampuannya hanya beda tipis dengan Dewa Pedang, Dewa
Air, ataupun Dewa Utara. Saat kau sadari dia menggunakan teknik Sword of Bewitching,
pahami cara kerjanya, kuatkan tekadmu, dan lawan dia dengan segala yang kau punya.”
Sungguh?
Jujur, aku tidak yakin bisa mengalahkan pendekar tingkat Dewa.
Tapi, aku sudah mengalahkan Kaisar Utara, jadi…. apakah aku masih punya peluang?
"Sepertinya jurus Dewa Kematian ini cukup mirip dengan Teknik Dewa Utara.”
"Memang, sebenarnya pria itu pernah menjadi kandidat kuat Dewa Utara.”
Hah?
Tapi, kalau hanya kandidat…. berarti dia telah gagal menyandang gelar sebagai Dewa Utara?
Padahal, posisinya di Tujuh Kekuatan Dunia lebih tinggi dua tingkat di atas Dewa Utara.
"Lalu kenapa akhirnya dia menjadi Dewa Kematian?"
Orsted pun menceritakan detailnya.
Randolph Marianne.
Dia adalah cucu Dewa Utara kedua. [3]
Semenjak lahir, dia sudah dilatih serius bersama generasi ketiga pengguna Teknik Dewa Utara,
dan diawasi langsung oleh guru-guru dari generasi kedua.
Namun saat beranjak dewasa, dia memutuskan untuk berhenti belajar Teknik Dewa Utara.
Setelah meninggalkan generasi kedua dan ketiga, dia mengembangkan tekniknya sendiri.
Setelah cukup kuat, dia berhasil mengalahkan salah seorang Tujuh Kekuatan Dunia terdahulu
di Benua Iblis.
Randolph akhirnya mendapatkan gelar Dewa Kematian setelah mengalahkan pendahulunya.
Tetapi mulai hari itu, pendekar demi pendekar datang silih berganti untuk menantangnya.
Mereka ingin merebut gelar Tujuh Kekuatan Dunia dari Randolph.
Dia pun meladeni semuanya.
Dia melawan musuh-musuh yang terus berdatangan seakan tidak pernah berakhir.
Setelah menghabiskan sepuluh tahun bertarung dengan para penantangnya, Randolph akhirnya
muak.
Dia memutuskan untuk pensiun.
Dia kembali ke kota asalnya, di Kerajaan Raja Naga, lalu menekuni profesi baru sebagai koki.

39
Kemudian, dia mengambil alih restoran milik salah seorang keluarganya yang hampir
bangkrut.
Dengan demikian, bab baru kehidupan Sang Dewa Kematian pun dimulai.
Tapi, kemalangannya belum berakhir sampai situ.
Restorannya gulung tikar karena masalah finansial.
Dia sangat berbakat sebagai seorang pendekar pedang, namun tidak sebagai koki.
Di saat hidupnya semakin sulit karena terbelit hutang, akhirnya datanglah seorang jenderal dari
Kerajaan Naga Raja, untuk menawarinya pekerjaan sebagai ksatria kerajaan.
Dia masih menekuni pekerjaan itu sampai saat ini, bahkan dia sudah dipercaya sebagai salah
satu ksatria terbaik di negara itu.
Tidak ada yang tahu berapakah usianya saat ini, yahh… itulah kisah hidup Randolph, Sang
Dewa Kematian.
Kisah yang menarik.
"Selama taktikmu bagus, dia pasti kesulitan melawanmu. Dewa Kematian Randolph
menggunakan jurus yang identik dengan Teknik Dewa Utara. Dia menggunakan taktik gerilya
dalam menghadapi musuhnya. Dia akan sesekali menyerang, dan menunggu saat paling tepat
untuk menghabisimu. Salah satu solusinya adalah, serang dia dari kejauhan, seperti yang
pernah kau lakukan padaku.”
"Oke."
Dewa Kematian Randolph.
Kuingat baik-baik nama itu. Lalu, aku membungkuk pada Orsted, dan pamit untuk kembali
pulang.
"Yahh ... jangan mati, ya."
"Oke, terima kasih Orsted-san."
Pertarungan berat telah menantiku.
Kami akan berangkat besok.
Sungguh menyesakkan.
Bagian 2
Hari keberangkatan.
Seluruh keluarga mengantarkan kepergianku sampai pintu gerbang rumah kami.
Sylphy, dengan Lucy di belakangnya, Eris, Aisha, Norn, Lilia, Zenith, Lucy, Leo, dan Jirou.
"Yah, Rudi, hati-hati. Aku yakin Rudi bisa mengatasi semuanya, tapi jangan pernah lengah,
ya. Kembalilah dengan selamat.”
"Sylphy, jaga keluarga."
"Em. Tentu saja."
Aku pun memeluk Sylphy.

40
Sembari kuraba pantatnya.
Apakah aku juga harus mengucapkan salam perpisahan pada pantat yang imut ini?
"Eris, jangan berlatih terlalu keras sampai bayimu lahir."
"Oke."
"Dan jika ternyata bayinya perempuan, kumohon beri dia nama layaknya perempuan pada
umumnya.”
Untuk berjaga-jaga, kuingatkan Eris akan hal itu.
Tapi, Eris orangnya bandel, tak peduli apapun jenis kelamin anaknya, dia pasti akan
memberikan nama lelaki.
Dan juga membesarkannya layaknya lelaki.
Itu pasti mengasyikkan, namun aku jadi kasihan pada putri ketigaku.
"Baiklah, Onii-chan. Berusahalah sebaik mungkin. Semoga PT Rudo semakin besar saat kau
kembali nanti.”
"Ya, tapi jangan rubah perusahaanku menjadi organisasi ilegal, lho.”
"Hei!"
Untuk berjaga-jaga, aku pun mengingatkan Aisha akan hal itu.
PT Rudo sedang berkembang pesat, namun jangan lupa bahwa semua karyawannya adalah
sekumpulan preman. Hal-hal yang tidak diinginkan masih mungkin terjadi.
Sedikit saja terjadi kesalahan, maka akan timbul masalah besar.
Salah satu solusinya adalah, membuka sistem perusahaannya se-transparan mungkin.
"Nii-san, Zanoba-sama banyak membantuku di sekolahan, jadi kumohon jaga dia. Jangan
biarkan hal-hal buruk terjadi padanya.”
"Ya, serahkan saja padaku.”
"Baiklah… berhati-hatilah, Nii-san. Berusahalah sebaik mungkin."
"Terimakasih Norn, kau juga berusahalah sebaik mungkin di Dewan Siswa.”
Tumben hari ini Norn agak comel.
Hari-harinya akan semakin sulit, karena dia sudah menjadi ketua Dewa Siswa sekarang.
"Rudeus-sama, mudah-mudahan Tuhan melindungimu.”
"Ya, aku pasti akan pulang dengan selamat bersama Roxy."
Itulah doa dari Lilia.
Usianya semakin uzur.
Tapi dia masih terlihat muda, kok.
"..."
Zenith membelai kepalaku.
Karena kondisi Zenith yang masih belum ada kemajuan, Lilia tidak bisa meninggalkan rumah.

41
Padahal dia adalah seorang pelayan berbakat yang bisa meniti karir lebih tinggi.
Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa bersalah. Seolah-olah keluarga kami merampas karirnya.
Lilia menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk merawat keluarga kami.
Tapi, mungkin inilah jalan yang telah dipilih Lilia.
"Hei, Lucy, kau juga doakan papa agar selamat sampai pulang.”
"... Semoga papa selamat selalu."
"Terimakasih Lucy, papa pergi dulu ya.”
Lucy masih saja bersembunyi di balik kaki Sylphy.
Dia terlihat gelisah.
Namun, setelah membulatkan tekadnya, akhinya dia melihat ke arahku.
"... Papa, peluk aku."
"! Kemari lah nak ... ! Kalau papa tidak di rumah, jangan nakal ya."
"Mm ..."
Saat diberi kesempatan memeluknya, aku juga memberikan eskimo kiss[4].
Dia mau memelukku mungkin karena aku sudah bercukur bersih kali ini.
Setelah puas mendekapnya, aku pun membiarkannya kembali ke ibunya.
Dan yang terakhir, aku berbicara pada Julie yang kutitipkan pada keluargaku.
"Julie."
"Ya, Master."
"Mungkin statusmu hanya budak, tapi kau adalah orang yang berharga bagi Zanoba, dan kau
juga muridku. Tak seorang pun dari kami memperlakukanmu serendah budak. Tinggalah
senyaman mungkin bersama keluargaku untuk sementara waktu.”
"Ya. Aku akan jaga sikap agar tidak membebani mereka."
Julie selalu mengingat hal-hal yang telah kuajarkan padanya.
Dia sudah fasih berbicara bahasa manusia, bahkan telah banyak mempelajari etiket.
Tanpa terasa, sudah 5 – 6 tahun berlalu semenjak kami membelinya dulu di pasar budak.
Fisiknya tidak banyak berubah, namun Ginger juga sudah mengajarkan banyak hal padanya.
Barusan ini, dia bahkan sudah menstruasi.
Sebentar lagi dia akan menjadi gadis remaja yang anggun.
Bolehkah aku berharap demikian?
"Dan ... tolong jaga Tuan Zanoba."
"Ya, tentu saja."
Julie sangat memperhatikan Zanoba.
Begitulah adanya.

42
Aku pun begitu.
Itu sebabnya aku pergi.
"Leo, seperti biasanya… tolong jaga Lara dan juga semua keluargaku.”
"Ghuk!"
Aku meminta si anjing suci untuk menjaga si anjing gila[5] juga.
"Baiklah, ayo pergi."
"Kami berangkat dulu."
Sembari membawa koper, kami pun keluar rumah.
Roxy tak lupa juga mengucapkan salam perpisahan.
Bagian 3
Setelah itu, kami bertemu dengan Zanoba di gerbang masuk kota.
Sebagian besar barang bawaan kami sudah dikirimkan terlebih dahulu ke Shirone.
Jadi, tinggal barang-barang ringan saja yang perlu kami angkut.
Misalnya, baju ganti.
Untuk meringankan beban Roxy, aku pun membawa barang miliknya..
Dia membawa 7 lembar artefak suci [6].
Benda suci itu harus kujaga sebaik mungkin.
Cliff juga datang untuk mengantar kepergian kami.
"Maaf, Rudeus ... aku benar-benar ingin pergi, tapi ..."
Cliff ingin ikut, tapi dia tidak bisa meninggalkan anaknya yang baru saja lahir.
Aku bisa mengerti itu.
Dia juga mementingkan penelitiannya, tidak sepertiku yang keluyuran kesana-kemari mirip
orang putus sekolah.
"Cliff-senpai ... kumohon bantu keluargaku jika mereka membutuhkan."
"Em ya… jangan khawatir. Kau jaga saja Zanoba.”
"Ya."
Setelah mengatakan itu, Cliff berbalik menghadap Zanoba.
"Zanoba. Aku menghargai semangat patriotismemu.”
"Tidak, aku bukanlah seorang patriot."
"... Tapi Zanoba, tolong dengarkan baik-baik. Milis-sama pernah berkata ..."
Kemudian Cliff pun membekali Zanoba dengan khotbahnya.
Itukah yang disebut khotbah?
Dia juga sering melakukan itu padaku.

43
Tapi, mungkin dia tidak akan bisa melihat Zanoba lagi selamanya, jadi wajahlah jika Cliff
menasehatinya banyak-banyak.
Zanoba hanya bisa mendengarkan dan tersenyum kecut.
Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan, mungkin itulah yang akan terjadi.
Sembari berpura-pura mendengarkan khotbah Cliff, aku melihat sekelilingku. Di sana ada
Roxy dan Elinalise yang sedang membicarakan sesuatu.
"Roxy. Tolong jaga Rudi. Bocah itu masih rentan terhadap tekanan ..."
"Aku tahu."
Si tante girang mengkhawatirkan aku?
Yahh… mungkin misi kali ini memang berbahaya. Tak ayal Lara menangis begitu histeris
tempo hari.
Namun, aku lebih mengkhawatirkan keselamatan keluarga dan teman-temanku.
"Kalau Rudi mengalami depresi berat, hiburlah dia di ranjang seperti saat itu.”
"Yahh…. kurasa Rudi tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
"Payudaramu masih mengeluarkan susu, kan? Kalau begitu, cobalah teknik baru bersama Rudi
saat bermalam dengannya. Pasti mantab.”
"Mungkin Rudi akan menyukainya, tapi aku tidak.”
Saat mendengar itu, aku jadi pengen meminumnya ...
Ah tidak boleh, tidak boleh…. kami pergi ke Shirone bukan untuk bulan madu.
Maaf, tapi aku memang sering mengulangi kesalahan yang sama.
Kalau Zanoba sampai mati, bukannya mustahil aku kembali terpuruk seperti dulu.
Yah, mungkin Elinalise hanya bercanda untuk mengurangi ketegangan Roxy.
Ya, anggap saja begitu.
Tidak terlihat ada perubahan yang signifikan pada Elinalise, meskipun dia sudah melahirkan.
Mulutnya pun masih tetap kotor.
Semoga dia lebih mawas diri saat mendidik anaknya nanti.
"Yah, aku pergi dulu."
"Ah, kembalilah dengan selamat."
Bagian 4
Kami berjalan selama setengah hari untuk mencapai reruntuhan kuno, sebelum akhirnya
diteleport ke kastil langit, Chaos Breaker.
Roxy telah diijinkan memasuki kastil langit.
Arumanfi terlihat jijik saat menjelaskan peraturan yang harus dipatuhi Roxy ketika memasuki
kastil langit.

44
Sylvaril dan dua Tsukkaima Perugius lainnya segera mengelilingi lingkaran sihir tempat kami
muncul.
Rupanya mereka memperketat keamanan hanya untuk menjaga seorang ras iblis, yaitu Roxy.
"Rudeus-sama. Kali ini Perugius-sama sungguh bermurah hati dengan mengijinkan ras iblis
menginjakkan kakinya di kastil langit ... "
"Ya, terima kasih."
"..."
Aku mulai bergerak, namun Roxy hanya bisa menunduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Peraturan #1 : Roxy tidak boleh mengucapkan apapun di dalam kastil.
Peraturan #2 : Tidak boleh menyentuh apapun.
Peraturan #3 : Tidak boleh melihat Perugius sedikit pun.
Kalau ketiga-tiganya dia sanggupi, barulah Roxy boleh masuk lebih dalam.
Roxy pun menyanggupi semuanya.
"..."
Roxy terlihat begitu takjub saat berada di kastil yang luar biasa ini.
Dia seperti orang udik yang baru pertama kali melihat kota.
Roxy menarik-narik lengan bajuku seperti bocah kecil yang takut terpisah dari orang tuanya.
Tanpa sadar, dia mulai berjalan mendekati karya-karya seni indah yang terpajang di sepanjang
gerbang masuk kastil.
Padahal, baru saja dia menyanggupi larangan-larangannya.
Yahh, siapapun pasti ingin melakukan itu saat pertama kali tiba di tempat sehebat ini.
Aku segera menepuk pundak Roxy untuk menghentikannya.
Dari balik topinya, dia hanya melirikku dengan wajah merona.
Benar-benar terlihat seperti orang desa yang barusan masuk kota.
"Uhuk!!"
Sylvaril terbatuk keras untuk menegur Roxy.
Hey…. dia belum menyentuh barang-barang kalian, kan?
Perugius adalah tokoh yang terkenal dengan kemurahan hatinya, kan? Jadi sebagai
bawahannya, kalian tidak boleh begitu dong…
Jangan sampai tersebar rumor buruk tentang bawahan Perugius yang kurang ramah terhadap
tamunya.
Aku punya seekor kucing dan anjing [7] yang jago menyebar luaskan rumor, lho.
"Lewat sini."
Sylvaril mengarahkan kami ke tempat selanjutnya. Sembari diapit oleh dua Tsukkaima lainnya,
kami pun menuju ke ruangan bawah tanah.

45
Tidak ada tur keliling kastil, namun tak apa, karena kami di sini memang bukan untuk
berwisata.
Kalau bukan karena bujukan Zanoba, sang pahlawan legendaris tidak akan pernah mengijinkan
seorang ras iblis pun menginjakkan kaki di kastilnya. Rupanya, dia tidak ingin Zanoba celaka
dalam pertempuran kali ini.
"... Sylvaril-san."
"Ada apa?"
"Tolong sampaikan ucapan terimakasihku sekali lagi pada Perugius-sama.”
"Pasti."
Dia menjawab dengan tak acuh.
Nanahoshi juga menunggu kami di ruangan bawah tanah.
Dia berdiri di belakang lingkaran sihir teleportasi yang sudah diaktifkan.
Oh iya, perasaan aku belum membicarakan kasus ini bersama Nanahoshi.
Tapi, sepertinya dia sudah tahu ke manakah kami akan dikirim. Mungkin seseorang telah
memberitahunya?
"Zanoba ... kudengar kau akan pulang, tapi ..."
Sepertinya Nanahoshi kesulitan mengucapkan kalimatnya.
Sembari bersedekap, wajahnya terlihat bingung.
Perlahan Zanoba mendekatinya.
"Ya, Nanahoshi-dono. Aku pamit duluan. Rasanya baru kemaren kita bertemu."
"..."
Nanahoshi mulai tampak sedih.
Mungkin dia sedikit iri pada Zanoba yang bisa pulang ke tempat asalnya dengan begitu mudah.
"Nanahoshi-dono, aku yakin suatu saat nanti kau pasti menemukan jalan pulang."
Hanya melihat raut wajahnya saja, Zanoba tahu apa yang dipikirkan Nanahoshi.
Sampai sekarang Nanahoshi belum menemukan cara berteleportasi kembali ke dunia asal.
Seolah-olah, jeri payahnya selama ini sia-sia saja.
"Ya, aku pun berharap demikian.”
"Nanahoshi-dono, kau jangan menyerah. Mungkin aku bisa pulang atau pergi dari Kerajaan
Shirone dengan begitu mudah, namun masalahnya adalah, negeri asalku sedang terancam.
Sedangkan kau sebaliknya, aku yakin daerah asalmu masih baik-baik saja, hanya saja kau
belum menemukan jalan kembali ke sana. Maka, tetaplah optimis dan terus berusaha.”
Sembari mengatakan itu, Zanoba memeluk Nanahoshi sebentar, kemudian menepuk pelan
pundaknya.
"Setelah ini kita akan terpisah jauh, namun aku akan tetap berdoa agar semua usahamu segera
membuahkan hasil.”
Main peluk saja, kalau ini di Jepang, kau sudah dituduh melakukan pelecehan seksual.
46
Namun Nanahoshi kelihatannya tidak keberatan, lalu dia pun balas memeluk Zanoba sebentar.
Matanya sedikit berkaca-kaca.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih, Zanoba, errmm maksudku Pangeran Zanoba ..."
"Tidak perlu menyebut gelarku seperti itu, aku sudah menghabiskan banyak waktu melakukan
penelitian bersama Nanahoshi-dono dan Cliff. Itu semua merupakan kenangan yang tak
tergantikan bagiku. Kau tidak perlu mengucapkan terimakasih, justru aku lah yang seharusnya
mengatakan itu.”
Hmmm, kalau dipikir-pikir lagi…. bukankah Zanoba dan Cliff semakin akrab setelah
melakukan penelitian bersama Nanahoshi?
Dengan mengerjakan proyek bersama, ikatan mereka semakin kuat.
Yahh, syukurlah.
"Tidak, bagaimanapun juga aku harus mengucapkan terimakasih, tanpa bantuan Pangeran
Zanoba saat itu, penelitianku tidak akan berkembang sampai sejauh ini.”
"Aku pun begitu, kalau bukan karena Nanahoshi-dono, mana mungkin aku berkenalan dengan
orang sehebat Perugius-sama. Pada dasarnya, kita sama-sama punya masalah yang menyangkut
daerah asal kita. Hahahaha!”
Masih tersenyum, Zanoba akhirnya menjauh dari Nanahoshi.
"Baiklah, Nanahoshi-dono. Hati-hati ya…. mudah-mudahan kita masih bisa bertemu lagi.”
"Ya..."
Lalu, Nanahoshi menatapku dengan cemas.
(Perkataanmu seperti salam terakhir saja, tapi bukankah kalian bisa bertemu lagi dengan
mudah? Kan ada lingkaran sihir teleportasi.)
Kurasa, ini bukanlah perpisahan terakhir mereka.
Zanoba hanya pulang untuk beberapa saat.
Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah mengangguk.
"Yah, Shisho, ayo pergi."
Kemudian, kami pun menginjakkan kaki pada lingkaran sihir itu.
Bagian 5
Seperti biasa, lingkaran sihir itu menuju pada suatu reruntuhan kuno.
Reruntuhan itu berada tepat di pinggiran Kerajaan Shirone, atau lebih tepatnya di hutan sebelah
timur.
Selanjutnya, kami harus berjalan selama lima hari penuh untuk mencapai ibukota.
"Fiuh ..."
Roxy menghela nafas panjang setelah meninggalkan kastil langit.
Dia pun mengamati lingkaran sihir yang barusan kita gunakan dengan begitu skeptis.
"Lingkaran sihir teleportasi selalu membuatku tertarik."

47
"Aku sih sudah biasa menggunakannya."
"Kalau kuhafalkan formasi sihirnya, kurasa aku bisa menggambar lingkaran sihir seperti
ini….”
"... Sungguh?"
Setelah mendengarkan tanggapanku, Roxy hanya menggelengkan kepalanya.
"Ah, kurasa tidak. Perugius-sama jelas-jelas mengatakan bahwa dia tidak ingin seorang ras
iblis pun menginjakkan kaki di kastilnya. Jika Laplace kembali, akan sangat merepotkan bila
kastilnya diserang oleh sekumpulan ras iblis yang bisa menerobos masuk hanya dengan
berteleportasi. Jika aku membuat lingkaran sihir teleportasi baru di suatu tempat, mungkin dia
akan membunuhku.”
Sungguh?
Yahh, memang sangat merepotkan bila kastilnya diserang oleh kawanan musuh yang
menyalahgunakan sihir teleportasi, tapi kurasa itu bukan alasan utamanya.
Menurut Orsted, Laplace sejatinya juga berasal dari ras naga, maka seharusnya dia pun tahu
cara menggunakan sihir teleportasi. Meskipun Perugius melarang ras iblis manapun memasuki
kastilnya, kurasa itu percuma saja, karena Laplace juga bisa menggunakan teknik teleportasi.
"Nanti saja ngobrolnya. Ayo. Kita masih harus mengambil barang bawaan kita."
Zanoba mengatakan itu sembari keluar dari reruntuhan.
Kami menemukan gubuk kecil di dekat hutan, kemudian mengambil barang bawaan yang
sudah disediakan untuk kita di sana.
Lalu, kami segera menuju ibukota.
Bagian 6
Ibukota Kerajaan Shirone bernama Latakia. Sesampainya di sana, matahari sudah terbenam.
Ketika Zanoba melewati gerbang kota, dia terlihat sangat terenyuh.
Sudah lama aku tidak melewati gerbang ini.
Seingatku, pemandangannya saat itu tidak jauh berbeda dengan sekarang.
Ada banyak petualang kami temui di jalanan, yang siap mengeksplorasi dungeon.
Tapi….
Suasana kota ini cukup tegang saat kami datang, dan jalanan pun terlihat tidak terawat.
Selain para petualang, ada juga beberapa orang mencurigakan yang kami duga perampok dan
pasukan bayaran.
"Mm, sepertinya jumlah pasukan bayaran semakin meningkat semenjak aku meninggalkan
kerajaan. Tampaknya mereka sudah siap berperang.”
Entah kenapa, Zanoba mengatakan itu dengan sedikit gembira.
Kenapa perang yang semakin dekat membuatnya gembira?
Wajahnya tampak antusias saat mengawasi keadaan kota ini.
"Zanoba, sepertinya kau cukup bersemangat?”

48
"Shisho, kau harus bersemangat menghadapi pertarungan yang semakin dekat.”
"Ya, kurasa kau benar."
"Itulah jiwa seorang lelaki. Bukankah begitu, Shisho?"
Aku sih tidak terlalu mengerti, mengapa sebagain lelaki begitu semangat menghadapi suatu
pertarungan.
Apakah itu seperti anak kecil yang begitu semangat saat melihat robot?
Apapun itu, kami terus berjalan menuju penginapan yang sudah disiapkan oleh Ginger.
Kami akan tinggal di situ semalam, lalu besok pagi menghadap raja untuk memberitahu bahwa
Zanoba sudah memenuhi panggilannya.
Kami tidak melewati perbatasan kerajaan, jadi kami tidak tahu bagaimana situasinya di sana.
Apakah lawan sudah menyiapkan serdadunya, atau belum.
"Zanoba-sama, aku pergi dulu ke kota untuk mencari informasi lebih banyak."
Ginger pamit, kemudian dia meninggalkan penginapan.
Tapi Zanoba menghentikannya.
"Eh? Ginger, kau juga seorang ksatria. Bukankah seharusnya kau menghadap raja bersamaku
esok hari?”
"... Tidak. Memang benar aku seorang ksatria Kerajaan Shirone. Tapi aku jugalah pengawal
pribadi Zanoba-sama. Aku merasakan ada yang aneh di kota ini, itulah sebabnya aku ingin
segera mencaritahu apa yang salah.”
"Baiklah, kalau begitu silahkan pergi. Hati-hati di jalan."
"Ya!"
Sambil mengambil busurnya, Ginger menatapku sekilas.
Seolah ingin memberitahuku untuk menjaga Zanoba-sama.
Aku membalasnya dengan anggukan.
Baiklah, mulai saat ini pertatungan yang sebenarnya sudah dimulai.
Hanya Zanoba dan aku yang akan menghadap Pax.
Saat itu, aku akan mengorek informasi sebanyak mungkin untuk menduga apakah rencana
Hitogami kali ini.
Aku harus selalu siap menghadapi gangguan dari Dewa Kematian.
Mungkin saja kami akan dijebak saat menghadap raja. Pax mungkin telah menyiapkan Dewa
Kematian untuk membunuh kami di tempat.
Kalau dia benar-benar menyerang, maka aku harus segera membawa Zanoba melarikan diri.
Roxy akan berjaga-jaga di luar istana, kemudian kami akan mundur kembali ke kota.
Jika memungkinkan, aku akan menggunakan Magic Armor untuk menghadapi Dewa
Kematian, jika tidak…. ya lari saja.
Saran Orsted adalah, serang dari jarak jauh.

49
Aku masih bisa mengungguli teknik Sword of Bewitching dengan serangan jarak jauh Magic
Armor.
Namun jika ternyata dia tidak menyerang….
Aku khawatir Pax akan segera memberikan perintah agar Zanoba memimpin pasukan perang.
Dia pasti akan menyanggupinya.
Aku tidak tahu apakah Kerajaan Shirone bisa memenangkan perang melawan ancaman dari
utara, tapi …….
Nyatanya, sampai sekarang pun…. aku tidak tahu apa yang diinginkan Zanoba. Apakah
tujuannya hanya mengalahkan ancaman dari utara? Apakah dia akan kembali ke Ranoa setelah
berhasil memukul mundur pasukan musuh?
Apa yang harus kulakukan untuk membawa Zanoba kembali bersama kami?
Apa yang harus kukatakan untuk membujuknya?
Jika terbukti Pax benar-benar ingin membunuh Zanoba, apakah dia akan segera kembali ke
Ranoa untuk berlindung?
Yahh, kita akan pikirkan lagi semuanya setelah menghadap Pax.
Jujur saja, aku sangat benci datang menghampiri perangkap yang sudah jelas-jelas disiapkan,
karena kami tidak punya pilihan lain.
Sebenarnya, akan lebih mudah jika kita bunuh saja Pax.
Dia lah akar permasalahan ini.
Tapi sayangnya, aku tidak bisa melakukan itu.
Orsted melarangnya, bahkan Zanoba pun akan menghentikanku.
Raja adalah simbol suatu negara, jika sang raja mati, maka negara akan semakin kacau.
Jika negara melemah di tengah-tengah ancaman dari negara lain, maka itu sama saja dengan
bunuh diri.
Terlebih lagi, meskipun orang itu menyebalkan, dia lah yang akan membentuk Republik
Shirone yang menghalangi langkah Hitogami suatu saat nanti.
Takdir Pax juga cukup kuat, sama sepertiku.
Aku hanya bisa menghela napas pasrah.
Kita lihat saja bagaimana perkembangannya nanti.
"Rudi."
Saat sedang duduk memikirkan banyak hal, tiba-tiba seseorang menepuk bahuku.
Saat kutengok, kudapati Roxy sedang berdiri di sampingku.
"Jangan terlalu tegang."
"Apakah aku terlihat tegang?"
"Ya. Bersantailah sedikit. Jika kau terlalu tegang, maka kau tidak akan bisa berpikir jernih
untuk menentukan pilihan.”
Roxy pun sedikit memijit bahuku sembari mengatakan itu.
50
Tangannya begitu mungil, tapi cukup kuat.
Untuk sementara, nikmati saja pijitan tangan ini.
Dia benar.
Aku harus lebih rileks.
Untuk saat ini yang bisa kulakukan hanyalah merencanakan berbagai kemungkinan, kemudian
biarkan semuanya berjalan sesuai alir.
Yang terpenting adalah, jangan biarkan siapapun mati dalam misi kali ini.
Tak peduli apapun yang terjadi, Zanoba dan Roxy harus tetap hidup. Tentu saja, aku juga tidak
boleh mati.
Itulah target minimum yang harus kuwujudkan.
Kemudian, barulah kita memprioritaskan nyawa pengawal kita, yaitu Ginger.
Intinya, kami berempat harus kembali dengan selamat.
Bisakah aku mewujudkannya?
"Terima kasih, Roxy. Aku merasa lebih tenang sekarang."
Setelah mengatakan itu, aku berbalik padanya.
Seperti biasanya, Roxy hanya menatapku dengan matanya yang tampak mengantuk.
Tapi, entah kenapa aku merasa bahwa tatapannya kali ini lebih lembut daripada biasanya.
"Bohong…. Kalau Rudi tenang, kau pasti sudah mengatakan hal-hal mesum padaku.”
"... Seperti apa?"
"Seperti, ’Roxy, tolong pijat juga bagian bawah perutku, lalu buka celanamu.’”
"T-Tapi aku hanya mengatakan itu saat kita di rumah ..."
"Memang, saat di rumah Rudi selalu saja memintaku melakukan hal-hal yang jorok."
Kata Roxy sambil membelai wajahku.
Sepertinya dia sedang menegurku.
Jadi, gak boleh mesum di sini, nih?
Tapi, aku ingin Roxy sedikit memanjakanku sebelum pertarungan dimulai.
"Hanya bercanda. Tapi, bukankah itu sedikit membuatmu rileks?”
"... Ah, ya. Itu benar."
Ya, bahuku terasa lebih lemas.
Aku tidak boleh tegang saat menghadapi mereka.
Santai, tapi tetap fokus.
Itulah yang harus kulakukan.
"Baiklah, aku akan beristirahat agar kondisiku prima saat berhadapan dengan raja besok.
Terima kasih."

51
"Ya, selamat malam, Rudi."
Lakukan yang terbaik.
Sembari mengulang-ulangi kalimat itu di dalam pikiranku, akhirnya aku pun tertidur.

52
Bab 4
Raja Pax

Bagian 1
Kami tiba di gerbang masuk istana kerajaan.
Awalnya, para prajurit yang sedang berjaga melihat Zanoba dengan curiga.
Tampaknya mereka tidak menduga bahwa Zanoba benar-benar datang memenuhi panggilan
sang raja. Zanoba hanya melewati mereka tanpa sedikit pun menyapa.
Setidaknya, seorang pangeran memasuki istana dengan menunggangi kuda.
Tapi dia malah berjalan kaki.
Bahkan satu-satunya pengawal pribadinya, yaitu Ginger, tidak terlihat bersamanya.
Namun setelah para penjaga mengajukan beberapa pertanyaan, dan mengonfirmasi identitas
Zanoba, mereka membuka jalan untuk kami.
Kalau dilihat dari sikapnya, sepertinya mereka masih menaruh hormat pada Zanoba, meskipun
dia adalah keluarga raja terdahulu yang sudah dieksekusi oleh Pax.
Berada di pihak manakah para prajurit ini saat terjadi kudeta? Apakah mereka membela Pax,
atau Raja Shirone terdahulu?
Kami tak perlu tahu, yang penting kami sudah diijinkan masuk ke ruang tunggu, sebelum
menghadap paduka raja.
Di sana, kami menunggu sekitar sejam atau lebih.
Saat semuanya sudah siap, kami pun dibawa menuju ruang pertemuan.
Bagian 2
Istana Kerajaan Shirone.
Ruang pertemuan.
Ada lima orang di sana.
Hanya lima.
Tak ada seorang prajurit penjaga pun yang berbaris di kanan-kiri kami.
Di hadapan kami.
Duduklah seorang pria yang kukenal di singgahsananya.
Setidaknya, penampilan luarnya tidak banyak berubah.
Seolah-olah pria itu tidak tumbuh dewasa.
Dengan tak acuh, dia menatap kami sembari bersandar di kursinya.
Dia lah Pax Shirone.

53
Dia hanya terlihat sedikit lebih tua dan menakutkan, selebihnya…. penampilannya tidak
banyak berubah.
Seorang gadis cantik duduk di sampingnya.
Mungkin dia seumuran anak SMP. Dia mengenakan gaun putih, dan rambutnya berwarna biru
terang.
Saat melihat warna rambut gadis itu, aku jadi teringat suku Migurdia, namun berbeda dengan
Roxy.
Mungkinkah dia bukan berasal dari suku Migurdia?
Tatapan matanya tampak kosong.
Dia juga memakai mahkota kecil di kepalanya, apakah itu berarti dia lah sang ratu?
Tangan Pax bergerak di belakangnya.
Sepintas, sepertinya Pax sedang membelai punggung gadis itu, tapi ...
Aku tahu dia sedang mengelus pantatnya.
Kau pikir aku tidak tahu apa?
Hah, dia hanya memperlakukan gadis itu seperti budak seks.
Aku mengalihkan pandanganku dari gadis itu, menuju seseorang yang sedang berdiri di sebelah
singgahsana Pax.
Pria itu mungkin berumur 40-an atau lebih.
Dia memakai penutup mata, ada sebilah pedang yang dia sarungkan di pinggang, dan dia juga
mengenakan armor ringan.
Dia tidak terlihat begitu kuat atau berbahaya.
Jika aku berpapasan dengan orang seperti itu di jalanan, aku hanya akan mengabaikannya.
Tapi jika wajah pak tua itu diamati lebih seksama…..
Dia terlihat begitu suram, dan tulang pipinya juga terlihat begitu menonjol.
Sorotan matanya yang tidak tertutupi terlihat kosong. Wajahnya begitu mirip zombie.
Dia juga tampak seperti tokoh bajak laut yang biasa kulihat di film-film jadul.
Jika aku harus merangkum semua deskripsi itu menjadi satu kalimat, aku akan katakan….
Dia lah pria berwajah mirip tengkorak.
Maka…. tidak diragukan lagi, dia lah Randolph Marianne Sang Dewa Kematian.
"Yang Mulia. Zanoba Shirone telah kembali dari Kota Sihir Sharia di Kerajaan Ranoa untuk
memenuhi surat panggilanmu.”
Zanoba berjalan menyusuri ruang pertemuan, lalu segera berlutut.
Dengan tulus, dia menundukkan kepalanya pada raja baru yang berkuasa.
Aku meniru gerakannya, tetapi untuk jaga-jaga…. di balik jubahku, aku sudah menyiapkan
sihir yang tepat membidik Pax.

54
Sembari meremas-remas bokong si gadis kecil, Pax mengamati Zanoba yang sedang berlutut.
Kemudian dia tarik tangannya dari pantat gadis berambut biru itu, dan menjilatinya.
"... Kenapa kau cepat sekali pulangnya."
"Aku bergegas karena ini adalah keadaan darurat."
"Atau jangan-jangan, selama ini kau hanya bersembunyi pada suatu tempat di kerajaan ini.
Lagipula, aku tidak mendengar kabar lewatnya Zanoba Shirone di daerah perbatasan.”
Jika lewat rute normal, kami membutuhkan waktu selama setahun penuh untuk pergi ke
Kerajaan Shirone dari Sharia.
Sedangkan surat itu baru datang bulan lalu, maka tentu saja Pax curiga. Perjalanan selama
setahun tidak mungkin bisa ditempuh hanya dalam sebulan, jika tidak menggunakan lingkaran
sihir teleportasi.
"Untuk menghindari serangan dari negara musuh, kami menyembunyikan identitas kami
selama perjalanan menuju ibukota.”
"Jadi kau melintasi perbatasan dengan menyamar?"
"Ya."
"Aku mengerti."
Pax mendesah kesal.
Sepertinya Pax tidak mau repot-repot membahas hal ini. Yahh, kami memang bohong, sih.
Namun, Pax segera mengarahkan tatapannya padaku.
"Lalu, bagaimana dengan dia?"
"Yang Mulia sudah mengenalnya. Dia lah Rudeus Greyrat."
"Kalau itu sih aku tahu."
"Lantas?"
"Yang kutanyakan adalah, mengapa dia di sini?"
"Kita akan segera berperang, maka akan lebih baik bila kita bersekutu dengan penyihir kuat
sepertinya.”
Itu benar. Dalam suatu peperangan, penyihir yang kuat akan menentukan kubu mana yang
menang.
Penyihir tingkat lanjut, atau bahkan tingkat menengah sekalipun, akan sangat berguna
ditempatkan di posisi juru strategi.
Kalau pertarungan satu lawan satu, seorang pendekar pedang lebih diunggulkan daripada
penyihir. Tetapi dalam peperangan berkelompok, dimana pertarungan satu lawan satu tidak
lagi dibutuhkan, maka kunci keberhasilannya terletak pada penyihir.
Penyihir kelas Saint, atau bahkan Raja, adalah tenaga yang mutlak diperlukan oleh suatu
kerajaan selama masa berperang.
Tapi Pax malah mencibirku.
Dengan senyum cemberut, dia bolak-balik menatapku dan Zanoba.

55
"Oh, benarkah? Bukannya dia orang yang kau sewa untuk membunuhku?”
Ketika Pax mengatakan itu, tiba-tiba aku merasakan aura membunuh yang terpancar dari dua
orang yang berdiri di samping Dewa Kematian.
Kurasa, mereka adalah para ksatira dari Kerajaan Raja Naga?
Harusnya jumlahnya ada sepuluh, namun kenapa hanya ada dua di sini?
Termasuk Dewa Kematian, maka totalnya ada tiga orang yang mengawal Pax di ruangan ini.
Di manakah ketujuh lainnya?
Jujur saja, mereka berdua kelihatannya tidak begitu kuat.
"Mengapa Anda mengatakan itu…. aku sama sekali tidak berniat melawan Yang Mulia.”
"Hah!! Jadi kau memaafkan kudeta itu begitu saja!!?"
"Tentu saja. Aku tidak pernah bersumpah setia pada raja terdahulu.”
"Kalau begitu, maukah kau bersumpah setia padaku?”
"..."
Zanoba tidak menjawab.
Pax mendengus, sepertinya mood-nya semakin jelek ketika Zanoba tak kunjung menjawab
pertanyaannya.
Namun akhirnya, dia sendiri yang merubah topik pembicaraan.
"Begini, saudaraku ... ah bukan, kupanggil saja Zanoba. Kau tidak perlu membawa orang
seperti itu ke sini.”
Pax mengangguk ke arah para ksatria yang berdiri di belakangnya.
"Lihat, aku sudah menyewa para ksatria tangguh dari Kerajaan Raja Naga.”
Saat mendengarkan itu, para ksatria langsung menundukkan kepalanya.
Tapi Dewa Kematian hanya menguap.
"Dan dia… dialah peringkat ke lima dari Tujuh Kekuatan Dunia, Randolph Marianne Sang
Dewa Kematian."
Si wajah tengkorak langsung menegakkan badannya saat namanya disebut.
Dia mulai terlihat tidak nyaman.
Beberapa kali dia berdeham untuk membersihkan tenggorokannya.
"Terima kasih atas perkenalannya, Yang Mulia. Namaku Randolph Marianne. Aku terlahir di
Benua Iblis. Aku berdarah campuran ras manusia, Elf, ras iblis abadi, dan beberapa ras lainnya.
Sekarang aku bekerja sebagai ksatria di bawah komando Jenderal Generalissimo Chagall
Gargantis dari Ordo Ksatria Hitam, Kerajaan Raja Naga. Pekerjaan utamaku adalah
membunuh. Aku bisa membunuh siapa saja. Aku tidak mempelajari teknik pedang tertentu,
namun aku pernah mendalami Teknik Dewa Utara dan Teknik Dewa Air. Orang-orang berpikir
bahwa Dewa Kematian hanyalah seorang pembunuh yang sadis. Namun kalian salah, hobiku
adalah memasak. Aku sungguh orang yang baik. Jadi, kuharap kita bisa berteman akrab.”

56
Itu adalah perkenalan diri yang tampaknya sudah berkali-kali dipraktekkannya. Kemudian dia
tersenyum palsu, lalu mundur selangkah.
"Mungkin dia kelihatan sudah tua, namun dia begitu kuat. Selama kudeta, dia membantai para
prajurit kerajaan hanya dalam kejapan mata. Dia lah orang yang membuatku jadi raja.”
Dia bantai semuanya seorang diri?
Tujuh Kekuatan Dunia memang luar biasa.
Kata Orsted dia sudah lama tidak bertarung, sehingga kemampuannya menumpul, namun
sepertinya tidak begitu.
"Zanoba, bagaimana kalau kita adu penyihirmu itu dengan ksatira jagoanku? Kita lihat
siapakah yang terkuat.”
Oh… begitu ya?
Kenapa tiba-tiba kau ingin mencelakaiku? Apakah ada dewa antah-berantah yang menyuruhmu
melakukan ini lewat mimpi?
Jadi Pax benar-benar bidak Hitogami?
Dia langsung menggunakan Dewa Kematian untuk membunuhku ...
Ibarat lubang jebakan, maka pembuatnya sama sekali tidak menutupi lubang tersebut. Ini terlau
terang-terangan.
"Yang Mulia pasti hanya bercanda. Untuk apa kita saling mengadu kekuatan sebelum perang
terjadi….musuh kita bukanlah penyihir ini, Yang Mulia.”
Aku bisa melihat butiran-butiran keringat mulai muncul di dahi Zanoba.
Kurasa dia coba melindungiku.
Sedangkan, Pax hanya melongo melihat tingkah Zanoba.
Sepertinya dia menikmati kepanikan Zanoba, dan terus berusaha menyudutkannya.
Aku jadi teringat saat Pax menangkapku beberapa tahun silam.
Saat itu dia membullyku habis-habisan, dan terlihat sangat puas menikmati penderitaanku.
Akhirnya, raut wajahnya berubah, seolah-olah mengatakan bahwa tantangannya barusan
hanyalah sebuah candaan.
Kalau Hitogami benar-benar menghasut Pax untuk mengaduku dengan Dewa Kematian, maka
aku sudah siap. Aku siap melawannya dengan semua yang kumiliki.
Apakah aku harus menahan diri sampai dia menyerangku?
Sekilas, Dewa Kematian terlihat begitu lengah. Pertahanannya terbuka lebar.
Oh ...
Tidak…. aku harus ingat bahwa lawanku adalah salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia. Orang
sehebat itu tidak mungkin lengah pada saat-saat seperti ini. Itu hanya jebakan.
Jika aku menyerangnya terlebih dahulu, maka dia pasti akan membalasnya secepat kilat. Saat
aku menyadari itu, semuanya sudah terlambat.
Orsted mengatakan itu adalah keahlian Dewa Kematian.

57
Sementara aku masih berpikir, Pax tiba-tiba merentangkan lengannya.
"Ahahaha… Cuma bercanda. Jangan terlalu serius, lah.”
Sebuah candaan murahan.
Hanya itu?
Aku gak jadi melawannya?
Randolph lagi-lagi menguap, sejak awal kelihatannya dia tidak tertarik pada kami.
Dia terus-terusan menguap, seakan-akan hanya tidur dua jam semalam.
Atau mungkin dia hanya bosan.
"Aku sudah mendengar kabar tentangmu, Rudeus Greyrat. Di Kerajaan Asura, kau
mendapatkan bantuan dari Raja Naga Armor Perugius Dola, dan kau bahkan sanggup
mengalahkan Dewa Air Reyda dan Tiga Pedang Dewa Utara. Randolph adalah ksatria terbaik
dari Kerajaan Raja Naga yang telah dipercayakan padaku. Aku tidak yakin kau bisa
mengalahkannya. Namun, jika dia sampai terluka, aku akan kehilangan muka di depan
mereka.”
Pax mengatakan itu sambil mencondongkan tubuhnya padaku.
Kemudian dia kembali duduk tegak, dan melihat ke arah Zanoba.
"Hei Zanoba, tampaknya kau terlalu waspada."
"Mungkin itu karena aku terlalu takut pada Yang Mulia. Hubungan kita dulu tidaklah begitu
akrab."
"Itu benar ... tapi aku tidak berniat terus-terusan bermusuhan denganmu, Zanoba."
Pax menyilangkan kakinya, lalu meletakkan dagunya di tangan.
Dia terlihat angkuh.
"Jadi, yang sudah berlalu biarlah berlalu.”
"Terima kasih atas kemurahan hatimu."
"Ya."
Pax menyeringai pada Zanoba yang masih saja membungkuk.
Seringai puas.
Seringai seorang pemenang.
Bukan pemenang dalam suatu pertarungan, namun pemenang karena dia merasa lebih superior
dari lawan bicaranya.
"Sebaliknya, aku malah harus berterimakasih padamu.”
"?"
"Setelah kau menghajarku dulu, aku mulai berbenah diri, dan sekarang aku telah berubah
menjadi orang yang jauh lebih baik.”
Berubah?
Pax yang dulunya pendek dan gemuk itu tidak terlihat jauh berbeda sekarang.

58
Yahh, kalau diamati dengan lebih seksama, dia memang sedikit langsing, sih.
Sekarang aku bisa melihat lekukan rahangnya. Lehernya juga tampak lebih kekar. Apakah dia
melatih ototnya selama ini?
Yang jelas, dia tidak segemuk dulu.
Ah bukan….. bukan perubahan seperti itu yang dia maksud.
"Tentu saja, aku meratap sedih saat diasingkan ke Kerajaan Raja Naga. Aku terus memendam
kebencian yang begitu besar padamu dan Rudeus Greyrat.”
"..."
"Tapi, akhirnya aku berubah pikiran."
Pax melirik gadis di sebelahnya.
Gadis itu membalas tatapannya.
Saat saling bertukar tatapan, aku merasakan hubungan yang dekat di antara mereka. Seolah-
olah, mereka sudah saling percaya.
"Biarkan aku sedikit bercerita pada kalian."
"..."
"Ketika aku tiba di Kerajaan Raja Naga, tak seorang pun memperdulikanku. Aku terlunta-lunta
tanpa tujuan, sampai akhirnya bertemu dengan seorang gadis."
Pax memulai ceritanya tanpa menunggu persetujuan dari kami.
Yah, kami pun ingin mendengarnya.
Mungkin dia secara tidak sengaja akan membahas dewa aneh yang menemuinya lewat mimpi.
"Gadis itu sendirian di taman, tanpa ditemani siapapun. Dia terlihat bosan, dan tidak tahu ingin
berbuat apa. Tak seorang pun mengajaknya bicara, dan sepertinya dia juga tidak ingin berbicara
pada siapapun. Bahkan saat kudekati dia dan kuajak bicara, dia tidak mengatakan apapun."
Sepertinya Pax tertarik pada gadis itu.
Setiap hari dia mendekatinya di taman untuk mengajaknya ngobrol.
Akhirnya gadis itu sedikit berbicara padanya. Yahh, meskipun sedikit, setidaknya dia
menanggapi Pax.
Gadis ini tampak kikuk, tapi sepertinya dia senang diajak bicara oleh Pax.
Pax juga senang mengobrol dengannya, dia selalu mencari topik pembicaraan baru untuk
dibahas bersama si gadis.
"Tak lama berselang, beredarlah suatu rumor yang mengatakan bahwa pangeran buangan dari
Kerajaan Shirone telah berteman dekat dengan gadis penyendiri dari Kerajaan Raja Naga.”
Sepasang orang tak berguna.
Dan jika mereka menikah, maka anaknya pun tidak berguna.
Betapa mengerikan, suatu hari nanti kota ini akan dipenuhi oleh keluarga tidak berguna.
Seperti itulah rumornya.

59
"Rasanya aku ingin memenggal kepala orang yang menyebarkan rumor itu.”
Kalau saja dia masih tinggal di Kerajaan Shirone, seorang pemabuk pun tidak akan berani
mengatakan fitnah seperti itu padanya.
Tapi kenyataannya, dia sedang diasingkan ke negara orang.
"Karena di Kerajaan Raja Naga, aku tidak punya apa-apa."
Itu sangat membebani dirinya.
Dia ingin mereka membayar semua cacian itu.
Akan tetapi, yang bisa Pax lakukan saat itu hanyalah menangis tersedu-sedu di dalam kamar,
sembari membenamkan wajahnya pada bantal.
Dia pikir setelah puas menangis, dia bisa mengikhlaskan kesalahan orang-orang brengsek itu.
Tapi ternyata tidak.
Sejak hari itu, Pax berubah. Dia tidak lagi manja dan semaunya sendiri. Dia berubah menjadi
orang yang rajin mempelajari segala sesuatu.
"Aku tidak tahu mengapa mereka begitu membenciku, namun aku bukan orang bodoh. Untuk
membalas cacian mereka, mungkin aku harus membuktikan bahwa semua itu salah.”
Dia hidup pada lingkungan baru, bertemu orang baru, mempelajari sikap baru, dan berusaha
menjadi pribadi baru.
Itulah yang dia sebut perubahan.
Aku mengerti.
Aku pun melakukan hal yang sama saat pertama kali datang ke dunia ini.
Bagaimanapun juga, Pax sudah berusaha keras.
Dia rajin mempelajari sihir.
Karena fisiknya yang tidak memadai, dia berhenti berlatih pedang. Satu-satunya peluangnya
berkembang adalah dengan menekuni sihir.
Tapi kalau dilihat dari tubuhnya yang tidak lagi segendut dulu, kurasa dia cukup sering melatih
otot-ototnya.
Satu setengah tahun kemudian.
Kerajaan Raja Naga mencari penyihir-penyihir yang berbakat, dan Pax berhasil menunjukkan
kebolehannya.
Dia langsung menarik perhatian sang raja.
Raja berkata, ’Meskipun dia hanyalah pangeran buangan, tapi kerja kerasnya membuahkan
hasil.’
Bahkan raja hendak memberinya hadiah.
Apapun itu, yang jelas Pax telah diakui sebagai orang yang berprestasi.
Pax dipanggil ke ruang pertemuan, lalu raja menanyakan beberapa hal padanya.
Apakah kau menginginkan kekayaan?

60
Atau mungkin kedudukan?
Jika mau, kau bisa keluar dari Kerajaan Shirone, dan menjadi wargaku.
Namun Pax menginginkan hal lainnya.
"Putri Kedelapan Belas."
Putri Kedelapan Belas, Benedict Kingdragon.
Dia terlahir dari rahim seorang ras iblis yang tidak diketahui asal-muasalnya. Raja hanya
menggunakannya seperti mainan, dan dia memang terlahir sebagai mainan.
Tak ada seorang pria pun yang mau meminangnya, meskipun dia berstatus Putri ke-18.
Dia lah putri yang tidak berguna dan apatis.
Namun Pax memintanya.
Raja ragu-ragu, tetapi Pax terus mendesaknya.
"Padahal masih banyak putri lainnya, mengapa kau harus memilih Benedict. Tapi, kau harus
menyandang status yang tinggi untuk bisa meminang putri Kerajaan Raja Naga. Meskipun
Benedict tidak berguna, dia masihlah seorang putri.”
Maka raja mengizinkan Pax kembali ke Kerajaan Shirone untuk sementara waktu.
Dengan begitu, Pax bisa melamarnya sebagai Pangeran Kerajaan Shirone.
Namun, dia harus mengirimkan pangeran lain ke Kerajaan Raja Naga sebagai pengganti
dirinya. Pangeran itu akan berstatus sebagai orang yang diasingkan, sama sepertinya.
Itu adalah salah satu upaya membersihkan nama baiknya.
Tapi Kerajaan Shirone menolak gagasan itu.
Pax selalu menyebabkan masalah di negeri asalnya.
Itu sebabnya Raja Shirone mengasingkannya ke Kerajaan Raja Naga.
Lagipula, pangeran mana yang mau menggantikannya sebagai orang yang diasingkan?
Ini membuat Kerajaan Raja Naga marah.
Beraninya negara kecil seperti Shirone menolak usulan dari Kerajaan Raja Naga.
Untuk menunjukkan amarahnya, raja mengirim ksatria unggulan ke Kerajaan Shirone, yang
terdiri dari Dewa Kematian Randolph dan Ordo Ksatria Hitam. Saat itulah Pax memulai kudeta.
Mereka membunuh semua anggota keluarga raja terdahulu, lalu mengukuhkan posisi Pax
sebagai raja baru.
"... Dan setelah itu, aku mendapatkan segalanya, mulai dari harta, ketenaran, wanita yang
kucintai, bahkan pengawal terbaik….”
Sembari mengatakan itu, Pax merangkul si gadis berambut biru, dan melirik sekilas Dewa
Kematian di sampingnya.
Gadis itu tersipu malu. Dewa Kematian hanya menanggapinya dengan mengangkat bahu.
Oh, jadi nama gadis itu Benedict?
Eh?

61
Sejauh ini dia belum menyebut Hitogami.
Apakah pernah ada dewa yang muncul di dalam mimpimu, lalu memberikan semacam wahyu?
Hmmm, perubahan tekad itu cukup mencurigakan, sih…. bagaimana bisa Pax yang terbully
tiba-tiba berubah menjadi seorang yang berprestasi.
"Itulah kenapa, aku tidak lagi membenci kalian."
"Aku mengerti, betapa terhormatnya engkau, Yang Mulia."
Zanoba membungkuk dalam-dalam, seolah dia bersyukur telah diampuni Pax.
Lalu dia bertanya.
"Sekarang Yang Mulia sudah memiliki pengawal yang kuat, lalu apakah aku masih dibutuhkan
di sini?”
"Ha, kalau itu…..."
Pax mendengus dan tertawa.
Kali ini, nada bicara Zanoba kurang sopan, itu agak membingungkan.
"Yahh, aku bisa saja menangani serangan dari utara dengan memerintahkan Randolph
membantai mereka semua. Akan tetapi, meskipun dia adalah pengawal terbaikku, sebenarnya
aku hanya menyewanya. Dia bisa kembali ke nagara asalnya kapanpun. Kau tidak bisa
melindungi negara hanya dengan mengandalkan prajurit sewaan. Lagipula, aku tidak boleh
mengecewakan pihak Kerajaan Raja Naga, setelah mendapatkan kepercayaan dari mereka.”
Pax bisa menjadi Raja Shirone setelah mendapatkan kepercayaan dari mereka.
Jadi, dia harus menunjukkan kemampuannya.
"Jika aku tidak menunjukkan kemampuanku, maka bisa-bisa mereka meremehkanku lagi.”
Dia harus membuktikan kemampuannya.
Aku pun begitu, aku selalu ingin menunjukkan kemampuanku di hadapan Orsted.
"Jadi, itulah sebabnya, saudaraku ... ah tidak…. Zanoba, mungkin kau menduga bahwa aku
akan balas dendam dengan memanggilmu ke sini…. namun kau salah besar. Seperti yang sudah
tertulis pada surat itu, pasca kudeta, negara ini melemah, sehingga negara utara datang
menyerang. Saat ini, negara kita membutuhkan prajurit sekuat dirimu, Zanoba. Jadi, bela lah
negaramu, dan pinjamkan kekuatanmu pada kami.”
Ketika dia mengatakan itu, Pax menunduk.
Hanya sedikit menunduk, sih.
Dia tidak meminta bantuan pada Zanoba sebagai saudara, melainkan raja.
"Tentu saja, Yang Mulia. Aku sudah siap mengorbankan jiwa ragaku untuk negara."
Zanoba mengangguk.
Dia terlihat begitu yakin.
Keyakinannya malah membuat Pax sedikit gelisah.
Lantas, dia kembali bertanya.

62
"Saudaraku ... aku telah melakukan makar pada raja terdahulu. Tidakkah kau menyimpan
dendam padaku?"
Mungkinkah Pax khawatir bahwa Zanoba akan melakukan kudeta sekali lagi?
Mungkin dia hanya ingin meyakinkan semuanya terlabih dahulu.
Faktanya, orang inilah yang membantai semua keluarga Zanoba, yang notabene juga
keluarganya sendiri.
Pax bilang dia sudah tidak menyimpan dendam pada Zanoba, namun belum tentu sebaliknya.
Bukannya mustahil Zanoba memendam kebencian pada Pax.
"..."
Zanoba mengangkat kepalanya ketika mendengar kata-kata itu. Dia terlihat kebingungan
sesaat, lalu kembali bersujud.
Saat Zanoba tak kunjung menjawab, Pax mengangkat dagunya dan berbicara lagi.
"Jujurlah padaku."
Semuanya tergantung jawaban Zanoba. Salah sedikit saja, mungkin aku harus menghadapi
Dewa Kematian di tempat ini juga.
Dewa Kematian mungkin terlihat malas-malasan, namun ketika saatnya serius, dia akan
menyerangku dengan kecepatan tak kasat mata.
Aku akan melepaskan sihir pengganggu, lalu menjebol dinding untuk melarikan diri.
Saat aku semakin waspada, akhirnya Zanoba berbicara.
"Tak peduli apapun alasannya, entah itu masalah politik, tahta, ataupun harta. Aku sudah
membulatkan tekadku untuk membela negara.”
Seketika, keheningan membungkus ruangan ini.
Itu bukanlah jawaban dari pertanyaan Pax sebelumnya.
Secara tersirat, Zanoba mengatakan, ’Aku tidak berencana mengkhianatimu.’ Namun, siapapun
tahu bahwa rencana bisa berubah kapanpun.
Pax terlihat bingung.
Mungkin ini adalah keputusan yang sulit baginya.
Apakah dia akan menganggap Zanoba sebagai sekutu atau musuhnya?
"Ha, baiklah, lakukan saja sesukamu.”
Pax menggumamkan itu, seolah tidak mau lagi dipusingkan dengan masalah ini.
Namun, kemudian dia menyatakan sesuatu dengan tegas.
"Zanoba Shirone. Aku memberikanmu komando penuh atas Benteng Karon. Prajuritmu sudah
dikerahkan. Ambil alih tugas komandan di sana, dan hentikan serangan dari utara.”
"Siap!"
Zanoba membungkuk dengan elegan.
Dengan demikian, pertemuan ini berakhir.

63
Aku pun meninggalkan ruangan dengan tenang. Rasanya cukup lega, bagaikan terhindar dari
tembakan peluru yang mematikan.
Bagian 3
Setelah itu, kami dibawa ke sebuah kamar untuk tamu, di Istana Shirone.
Kamar Zanoba sudah tidak ada lagi, jadi kami menggunakan kamar tamu di lantai dua.
Kami dijaga oleh orang yang sepertinya berasal dari Kerajaan Raja Naga.
Alih-alih dijaga, aku malah merasa diawasi.
Pax jelas-jelas masih mencurigai Zanoba.
Besok, kita akan menuju utara ke Benteng Karon.
Aku ingin memberikan perintah para Roxy, tapi kami sedang dijaga ketat.
Lebih baik kami tidak membuat gerakan yang mencurigakan, jadi aku akan bertemu dengannya
besok saat hendak pergi ke Benteng Karon.
Aku dan Zanoba duduk di sofa berdampingan bagaikan sepasang kekasih.
"Ternyata Pax adalah raja yang cukup baik."
Suasana canggung pun lenyap saat Zanoba mengajakku bicara.
Nada bicaranya seperti biasa, namun dia terlihat cukup senang.
"Begitukah?"
"Dia berusaha melindungi Shirone dengan orang-orang kita sendiri. Untuk mewujudkannya,
dia bahkan rela mengikhlaskan dendamnya pada kita. Bukankah itu hebat?"
Em. Yahh, kalau menurutmu begitu, aku sih setuju saja.
Aku pun sedikit mengangguk, tapi ...
"Shisho masih terlihat khawatir. Tetapi percayalah orang bisa berubah. Yang sudah terjadi di
masa lalu, sebaiknya kita lupakan saja.”
"Betul."
"Pax memang banyak membuat kesalahan, bahkan melemahnya negara ini juga karena
ulahnya. Tapi, kurasa dia tengah berusaha sebaik mungkin untuk memulihkan semuanya.”
Aku tidak yakin sekuat apa Pax sekarang. Sampai sejauh mana dia menguasai sihir? Apakah
dia lebih hebat dariku?
Aku bahkan tidak yakin apa yang diusahakan Pax untuk memulihkan semua ini…..
Namun itu bukan urusanku.
"Mungkin dia dikendalikan oleh Dewa Kejahatan."
"Maksud Shisho, Dewa Kejahatan yang menghasut Shisho bertarung melawan Dewa Naga
Orsted?”
Duh… kenapa dia masih mengingat kebohonganku itu? Ini namanya senjata makan tuan.
"Apa? Apakah aku pernah mengatakan hal seperti itu?"

64
"Pernah, waktu kita minum-minum bersama Cliff."
Kukira waktu itu Zanoba sedang mabuk berat, sehingga tidak begitu memperhatikan ucapanku.
Namun ternyata dia mengingatnya sampai sekarang.
"Waktu itu, kukira Sisho hanya bercanda."
"..."
"Akhirnya, Shisho meminta Cliff membuat alat anti-kutukan untuk melemahkan kutukan
Orsted. Bahkan, Shisho bekerjasama dengan Orsted untuk mengalahkannya. Mulai saat itu,
aku selalu menghubung-hubungkan semua yang terjadi pada Shisho dengan Dewa Kejahatan
itu.”
Sungguh?
Jadi kau menganggapnya serius?
Apakah ini saatnya aku membongkar kebohonganku?
Lagipula, Zanoba terlibat langsung pada misi kali ini.
"Baiklah, aku akan menceritakan yang sesungguhnya."
"Kumohon ceritakan apa adanya, Shisho."
Aku pun memberi tahu Zanoba tentang keberadaan Hitogami.
Dan juga hal-hal penting yang terjadi sampai saat ini.
Kemungkinan, Pax sedang dikendalikan oleh makhluk pembawa petaka yang menyebut
dirinya, Hitogami.
"Umm ... Tapi Pax sama sekali tidak menyebut nama Hitogami. Bukankah begitu?”
"Hitogami selalu bergerak di balik layar. Tidak semudah itu kita bisa membongkar kedoknya.
Aku pun tertipu olehnya.”
Jika Pax bukan bidaknya Hitogami, maka kemungkinannya jatuh pada Dewa Kematian, atau
Benedict.
Namun, tersangka utamanya yang sedang diselidiki Orsted adalah Raja dari Kerajaan Raja
Naga.
Sayangnya, Hitogami bisa mengendalikan lebih dari seorang bidak.
Kalau dilihat dari kebiasaan Hitogami, harusnya dia juga menempatkan salah seorang bidak di
Kerajaan Shirone, entah siapa.
"Dia menipu Shisho ... jadi, pertarunganmu melawan Orsted karena tipu muslihatnya?”
"Ya."
"Dengan begitu, jika Hitogami mengendalikan Pax, mungkin dia akan mengadu Shisho
denganku. Kita bisa saja dibuatnya saling bertarung.”
Zanoba memegang dagunya, sembari berpikir sejenak.
Lalu, dia menyatakan sesuatu yang membuatku terkejut.
"Kalau itu yang terjadi, maka aku akan berpihak pada Pax.”
Oh.
65
"... Kalau begitu, mungkin kita akan menjadi musuh?"
"Eh? Tidak, tidak, bukan begitu maksudku. Tidak mungkin aku melawan Shisho. Bukankah
Shisho sendiri yang bilang bahwa Pax tidak boleh mati?”
"Tapi, sekarang ..."
"Aku berpihak padanya…. maksudku, aku akan melindunginya dari ancaman Hitogami.”
Wah.
Sangat mengejutkan.
Aku sempat berpikir bahwa Zanoba berencana tidak memihak kami lagi.
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan jika itu benar-benar terjadi.
Untungnya dia masih setia padaku.
Mengapa tiba-tiba dia ingin melindungi Pax?
"Ternyata kau perhatian juga sama Pax, ya…”
Tanpa pikir panjang, celetukan itu lepas dari mulutku, namun Zanoba hanya menanggapinya
dengan bengong.
Lagi-lagi dia memegang dagunya, sembari berpikir serius.
"Yah, tadinya aku tidak begitu peduli dengannya…..”
Dengan wajah gelisah, dia bergumam.
"... tapi ternyata, Pax benar-benar mengandalkanku untuk melindungi negara. Inilah pertama
kalinya dia begitu mempercayaiku.”
Kata Zanoba dengan senyum cerah di wajahnya.
Menurutku sih, dia tidak mengandalkanmu, melainkan memanfaatkanmu.
Tapi tampaknya Zanoba cukup bangga diberi kepercayaan memimpin Benteng Karon.
Kurasa Otaku ini benar-benar mencintai negaranya.
Tapi, aku masih belum bisa membaca skema Hitogami.
Siapakah bidaknya?
Bahkan aku belum melihat tanda-tanda jebakan yang membahayakan nyawaku. Yahh, kemaren
aku hampir dipaksa bertarung melawan Dewa Kematian sih, tapi itu toh hanya candaan.
Sepertinya aku telah melewatkan sesuatu yang penting.
Mungkin jebakan itu hanyalah kekhawatiran Orsted yang berlebihan, namun lebih baik jangan
terlalu optimis.
Pasti ada sesuatu yang tidak kusadari.
Ya, aku masih ragu…. tapi, saat ini informasinya begitu minim, jadi aku tidak bisa berbuat apa-
apa selain menunggu perkembangan selanjutnya.
Lagipula, sepertinya mustahil meyakinkan Zanoba untuk kembali ke Ranoa.
Seolah-olah, Pax menyambut kepulangannya dengan baik.

66
Kekhawatiranku tentang jebakan yang akan merenggut nyawa Zanoba belum terbukti.
Sepertinya Zanoba sudah nyaman di sini, sehingga kita akan menghabiskan waktu lebih lama
di Shirone untuk melihat perkembangannya.
Jika Pax menunjukkan niat jahatnya pada Zanoba, maka aku masih mungkin membujuknya
kembali ke Ranoa.
Namun jika yang terjadi sebaliknya, maka tidak ada alasan bagi Zanoba untuk kembali bersama
kami. Ini seperti menemukan pekerjaan di daerah asal, maka siapa yang mau merantau jauh-
jauh ke negeri orang.
Meskipun pekerjaan di sini tidak begitu menjanjikan, namuan Zanoba tetap menerimanya
karena di negara inilah dia dilahirkan dan dibesarkan.
Akan tetapi, bukannya mustahil Pax berubah pikiran, lalu coba melenyapkan Zanoba.
Jika aku mengatakannya sekarang, itu hanya akan terdengar seperti prasangka buruk yang
dibuat-buat. Jadi, lebih baik aku diam saja.
Zanoba mulai mempercayai Pax. Itu akan membuatnya lengah. Jika tiba-tiba Pax berusaha
membunuhnya, maka semuanya akan terlambat.
Sebelum itu terjadi, aku harus mencari informasi selengkap mungkin untuk membongkar niat
Pax yang sebenarnya.
Tapi, di manakah aku bisa menemukannya?
Meskipun saat ini Pax mempercayai Zanoba, dia bisa membunuhnya kapan saja, terutama jika
Zanoba lepas kendali dan tidak bisa lagi diatur.
Sial.
Aku hanya berputar-putar.
Kalau terus-terusan berpikir keras seperti ini, lama-lama aku bisa botak ...
Semua kekhawatiranku tidak berujung pada solusi apapun.
Lebih baik aku membahasnya bersama Roxy besok.

67
Bab 5
Benteng Karon

Bagian 1
Sehari setelah pertemuan dengan raja.
Aku meminta Zanoba mempersiapkan semuanya, lalu aku segera kembali ke penginapan.
Aku bertemu dengan Roxy.
Roxy sedang menunggu di kamar dengan gigi gemelatukan.
Dia tampak tegang. Begitu aku masuk, dia langsung menghampiriku.
"Apakah kau baik-baik saja? Aku sungguh khawatir karena kau tidak memberi kabar lagi ..."
"Ya, untungnya tidak terjadi apa-apa."
Karena dia belum sarapan, maka kami makan bersama di lantai pertama penginapan. Aku pun
menceritakan semua yang terjadi sejak kemaren.
Kemungkinan, Pax bukanlah bidaknya Hitogami.
Aku masih kesulitan membaca skema Hitogami.
Kerajaan Raja Naga lah yang patut dicurigai saat ini.
Aku pun menceritakan semua dugaanku.
".... Hmm"
Dengan wajah bingung, dia mendentingkan sendoknya pada mangkuk.
Tampaknya Roxy sedang menganalisis ceritaku.
"Jujur, aku tidak bisa berpikir dengan jernih karena semalam kurang tidur ..."
"Begitu ya."
Aku bisa melihat kantung di bawah kelopak matanya, dan gerakannya pun lemas.
Ini tidak baik, padahal hari ini kita harus segera berangkat ke utara.
Seorang petualang profesional pun akan kelelahan jika dia terjaga semalaman suntuk.
"Tidak ada konfrontasi. Pangeran Pax tidak menyalahi apa yang dia tulis di surat itu. Tidak
sekalipun dia menyebut nama Hitogami. Jadi, aku masih tidak bisa menentukan apapun.”
Roxy juga tidak bisa memikirkan apa-apa, tapi mungkin penjelasanku kurang baik.
"Hmm, kalau keadaan aman-aman saja, harusnya kemaren aku ikut menghadap raja."
"Kenapa?"
"Mungkin aku bisa menyadari sesuatu jika berhadapan langsung dengan Pax.”
Ah, itu benar. Bagaimanapun juga, Pax pernah menjadi muridnya.

68
Selama pertemuan dengan raja, aku hanya memikirkan tentang Hitogami dan Dewa Kematian.
Mungkin aku melewatkan beberapa hal sepele yang semestinya bisa menjadi petunjuk penting.
Jika Roxy ikut menghadap, mungkin ada hal lain yang bisa dia cerna.
Yah, mau bagaimana lagi.
"... Tapi aku masih yakin ada suatu jebakan yang telah Hitogami pasang di kerajaan ini."
"Hmmm, mungkinkah jebakan itu hanya kekhawatiran Orsted yang terlalu besar?”
"Aku lebih suka berpikiran negatif untuk sesuatu yang sangat berbahaya. Mungkin sekarang
belum terjadi apapun, tapi siapa yang tahu nanti.”
Terlebih lagi, Lara telah lahir. Gadis itu akan berpengaruh besar bagi dunia ini. Tentu saja
Hitogami tidak akan tinggal diam begitu saja. Kata Orsted, Lara hanya akan berurusan dengan
Dewa Iblis Laplace yang terlahir kembali, namun kita tidak pernah tahu apa yang telah
direncanakan Hitogami.
Untuk saat ini, aku belum melihat adanya tanda-tanda pergerakan bidaknya Hitogami, tapi
kuyakin hanya melewatkannya saja.
Mereka bisa bergerak kapan pun.
"Yah, mungkin aku terlalu ceroboh."
Roxy menunduk minta maaf.
"Jika Pax memang sudah berniat menjebak kita, kurasa dia akan menyembunyikan
perangkapnya itu serapih mungkin.”
"Perangkap seperti apa misalnya...?"
"Misalnya, pagi ini Ginger menginformasikan padaku bahwa di Benteng Karon ada 500
personil pasukan.”
"Oh? 500?"
Ginger bekerja dari balik layar.
Aku tidak tahu apakah 500 prajurit itu jumlah yang banyak atau sedikit.
Kalau dilihat dari caranya bicara, sepertinya jumlah itu tidak signifikan.
"Sedangkan, pasukan musuh mungkin berjumlah 5000 orang."
Mengerikan.
Jika perbedaannya 10 kali lipat, maka kami tidak punya peluang menang.
"Jadi, kau juga sudah tahu berapa banyak jumlah musuh?”
"... Tidak."
Kami sama sekali tidak diberitahu seberapa besar lawan yang akan kami hadapi. Pax hanya
memerintahkan kami untuk menuju ke Benteng Karon.
"Ginger juga memberitahuku ini: Pangeran Pax melindungi Benteng Karon dengan jumlah
pasukan seminimal mungkin. Rumornya, ada sekumpulan prajurit bayaran yang sudah siap
merebut benteng itu.”
“Apakah kau tidak tahu strategi macam apa yang akan digunakan musuh?”

69
"... Tidak."
Dengan kata lain, mungkin saja sejak awal Pax sudah berniat mengorbankan Benteng Karon.
Seakan-akan dia menyambut baik kedatangan Zanoba, namun ujung-ujungnya tetap saja
saudaranya itu akan dikorbankan.
Zanoba akan kesusahan menahan pasukan musuh di Benteng Karon. Meskipun dia seorang
Miko yang memiliki kelebihan pada kekuatan fisik, tetap saja dia akan kewalahan jika harus
menghadapi musuh yang begitu banyak.
Akhirnya, Zanoba terbunuh dan Benteng Karon akan jatuh ke tangan musuh. Ini seperti
menjatuhkan dua ekor burung hanya dengan sekali melempar batu.
"Lagipula, bukankah seharusnya Pax mengincarmu? Kurasa dia ingin memiliki Rudi.”
"Kenapa kau berpikir begitu?"
"Sebenarnya aku belum pernah terjun langsung dalam suatu peperangan, sih. Tapi setahuku,
pernah ada seorang penyihir kelas Saint yang bisa menahan 1000 pasukan musuh sendirian.”
Benarkah? Sakti bener….
Seorang penyihir yang bisa menangani seribu pasukan musuh sendirian.
Aku tidak pernah mengira penyihir kelas Saint memiliki kemampuan yang begitu besar di
medan pertempuran.
"Sedangkan, aku adalah penyihir kelas Raja, Rudi mungkin sudah mencapai kelas Kaisar.
Harusnya kita berdua bisa menghadapi ribuan pasukan musuh tanpa bantuan siapapun.”
Hmmm.
Setidaknya kami berdua bisa menangani 5000 personil musuh. Tapi kalau semuanya pasukan
profesional, kurasa itu tidak akan mudah.
Namun, seharusnya pihak musuh sudah mengendus informasi bahwa Kerajaan Shirone
didukung oleh 2 penyihir kelas Raja dan Kaisar.
Mereka tidak bodoh, jadi mereka tidak akan menyerang kita tanpa pikir panjang.
Atau mungkin, jika serangan benar-benar datang ...
Kurasa ada banyak penyihir yang disisipkan di antara 5000 pasukan itu.
Jika lawan juga punya penyihir, maka penyihir kelas Saint pasti akan kewalahan dan kalah, tak
peduli seberapa hebat kemampuannya.
"Namun, semua penyihir pasti punya batasan Mana. Jika terlalu lama memakai sihir, kau bisa
kelelahan.”
Mungkin kapasitas Mana-ku besar, namun aku hanyalah manusia biasa yang bisa kelelahan
jika terus-terusan berhadapan dengan musuh.
Aku pun pernah merasakan terkurasnya Mana, saat melawan Orsted. Mana-ku begitu besar,
namun masih ada batasnya.
"Jika Dewa Kematian dikirim untuk membunuh kita saat sudah kelelahan menghadapi pasukan
musuh…. maka habislah semuanya. Bisa jadi, itulah yang diinginkan Pax. Menurutmu, apakah
semacam itu jebakannya?”

70
"Ya, mungkin sekali."
"Betul..."
Roxy memegang sendoknya dengan gerakan seperti seorang guru yang memainkan kapur tulis.
"Jadi, Hitogami hanya bisa mengendalikan 3 orang?"
"Ya"
"Kalau begini terus, kita kesulitan menentukan kapan musuh akan menyerang. Rudi,
menurutmu siapakah bidaknya Hitogami itu?’
Siapa ya ...
Mungkin seseorang dari negara lawan?
Atau seorang petinggi dari Kerajaan Raja Naga.
Mungkin seorang bangsawan…. Ah tidak, mungkin juga seorang jenderal perang.
"Suatu hal yang pasti, bidak Hitogami ini akan memanfaatkan Dewa Kematian untuk
menghabisi kita. Karena, saat ini satu-satunya lawan yang bisa merepotkan kita hanyalah Dewa
Kematian. Yahh, mungkin ada orang kuat lainnya, tapi kurasa kemungkinannya cukup kecil.”
Dengan bantuan analisis dari Roxy, setidaknya kami bisa menyimpulkan di manakah
kemungkinan bersembunyinya bidak-bidak Hitogami itu. Jika totalnya ada 3, maka mungkin
saja masing-masing negara terdapat 1.
Seorang ada di Kerajaan Shirone. Seorang lainnya ada di Kerajaan Raja Naga. Dan yang
terakhir ada di negara utara yang hendak menyerang kita.
Tapi sayangnya, kami sama sekali tidak punya petunjuk siapakah orangnya.
Kalau berkaca pada misiku sebelumnya di Kerajaan Asura, bidak Hitogami bisa saja salah satu
dari teman-temanku. Contohnya Luke.
Maka, apakah aku harus mencurigai Zanoba? Belakangan ini tingkahnya memang aneh, namun
kami sudah membahas tentang Hitogami semalam. Tidak ada tanda-tanda dia mengenalinya.
Kalau begitu, bagaimana dengan Ginger?
Atau mungkin Dewa Kematian sendiri?
Atau mungkin Putri Benedict?
Mencari 3 orang saja sulitnya minta ampun.
Atau jangan-jangan, ketiga-tiganya berada di Kerajaan Shirone?
Tidak, Hitogami tidak akan seceroboh itu menempatkan semua bidaknya dalam satu tempat
saja.
Pasti dia sebar bidak-bidaknya ke tempat yang berbeda agar kami kesulitan menemukannya.
Kalau pun ada lebih dari satu bidak di Kerjaaan Shirone, paling-paling jumlahnya 2 orang.
Hampir mustahil ketiga-tiganya berada di negara ini. Bidak yang ketiga pasti sedang
merencanakan sesuatu di tempat lainnya.
Roxy memang dapat diandalkan.

71
"Lalu, bagaimanakah menurutmu tentang tugas kita ke Benteng Karon? Apakah kita justru
akan menjemput bahaya?”
"Yah ... itu mungkin saja terjadi. Tapi, kita memang harus siap menjemput bahaya, kalau tidak
buat apa kita pergi ke Kerajaan Shirone. Kita tidak boleh meremehkan kekuatan musuh, namun
juga jangan terlalu paranoid pada mereka. Satu-satunya yang bisa kita lakukan saat ini adalah
berpikir positif.”
"Aku punya firasat buruk di Benteng Karon, seharusnya kita tidak pergi ke sana."
Tapi Zanoba sudah bersiap untuk pergi.
Dia akan pergi meskipun kita tidak ikut.
Dia akan pergi sendirian.
Pax hanya menyediakan 500 personel pasukan di Benteng Karon, dan itu bukanlah jumlah yang
signifikan untuk melawan ancaman dari luar. Dengan fakta itu, mungkin kita bisa membujuk
Zanoba untuk mengurungkan niatnya.
Seolah-olah Pax mengatakan, ’Dengan pasukan sebanyak itu kau mau berperang? Betapa
bodohnya kau, matilah saja di sana!’
Tapi, jikalau Zanoba berhasil mengusir musuh dengan pasukan sesedikit itu, Pax tetap saja
diuntungkan.
Zanoba cukup optimis bisa memukul mundur pasukan lawan.
Saat ini, yang ada di kepala Zanoba hanyalah, ’Sudah menjadi tugasku untuk melindungi
negara.’
Itulah kenapa, sebagai Shisho-nya pun aku tidak bisa menghentikannya sekarang.
Tunggu dulu ... jika lawannya benar-benar 5000 pasukan, apakah kekuatan Miko milik Zanoba
bisa mengatasinya? Apakah Pax sengaja menempatkan Zanoba di Benteng Karon yang
kekurangan personel, agar dia bisa menggunakan kekuatan Miko-nya?
Atau jangan-jangan Pax berusaha menghimpun pasukan lebih banyak saat Benteng Karon
menahan serangan musuh?
Kalau begitu, bukankah peran Benteng Karon cukup vital bagi pertahanan kerajaan ini?
Aku masih bingung, apakah Pax benar-benar berniat mencelakakan Zanoba dengan
mengirimnya ke Benteng Karon, ataukah memang dia mempercayainya bisa menahan
serangan musuh? Semuanya masih tidak jelas.
"... Apapun itu, kita harus pergi ke Benteng Karon untuk melindungi Zanoba."
"Aku mengerti."
"Kita juga harus tetap waspada akan jebakan yang sudah Hitogami siapkan."
Roxy memasang wajah pahit saat mengatakan itu.
Kalau begitu, lebih baik aku membawa Magic Armor Versi 1.
Aku penasaran, apakah zirah itu bisa digunakan dalam perang ...
"Yahh, masih ada jeda beberapa saat sebelum kita pergi. Ayo gunakan itu untuk merencanakan
berbagai hal dengan matang.”

72
"Ya, Sensei."
Kemudian, tepat setelah kami selesai membahas berbagai hal, datanglah kereta kuda yang
membawa Zanoba.
Bagian 2
Zanoba tidak terlihat khawatir sedikit pun setelah mendengar hanya 500 prajurit yang
ditempatkan di Benteng Karon.
Malahan, dia mengangguk dengan girang, sembari berkata, “Oh, begitu ya.”
Sikapnya sungguh tak acuh.
Aku tahu, mungkin orang ini sama sekali tidak mempertimbangkan perbedaan kekuatan antara
pasukannya dan lawannya.
"Dengarkan ini, Zanoba. Dalam suatu peperangan yang adil, setidaknya perbandingan jumlah
pasukan kita dan musuh adalah 1 : 5. Itu pun kita masih kewalahan, namun masih ada peluang
melarikan diri jika situasi semakin memburuk. Nah, kalau perbandingannya 1 : 10, itu tidak
lagi bisa disebut peperangan yang adil. Kita sama sekali tidak punya kesempatan melarikan
diri jika jumlah musuh sebanyak itu. Itu bukan peperangan, melainkan pembantaian.”
Mungkin kita masih diuntungkan karena bisa berlindung pada benteng, namun jumlah musuh
tetaplah terlalu banyak.
Setelah aku menjelaskan panjang-lebar, Zanoba hanya menanggapinya dengan memiringkan
kepala sembari menatapku kosong.
"Benarkah kita tidak punya kesempatan melarikan diri?"
"Perbandingan 1 : 10 terlalu banyak, Zanoba. Bahkan mungkin lebiih."
"Shisho, kenapa kau begitu yakin musuh berjumlah sebanyak itu? Mungkin saja
perbandingannya kurang dari 1 : 10.”
Jadi kau meremehkan musuhmu?
Serius nih?
Aku tidak punya bukti sih, tapi bukankah lebih baik kita memikirkan kemungkinan terburuk?
"Kau akan menghadapi 5000 orang, Zanoba! Sedangkan pasukanmu hanya 500! Itulah
kemungkinan terburuknya!”
"Fumu ... Shisho, kau terlalu khawatir."
Zanoba tertawa sedikit, lalu menghela napas.
Tawanya terlihat bodoh.
"Maksudku begini, Shisho. Bukannya aku meremehkan mereka….."
Kemudian, dia mulai menjelaskan.
"Perbandingan 1 : 10 itu hanyalah pasukan vs pasukan. Lalu, bagaimana dengan Shisho dan
Roxy-dono? Seorang penyihir kelas Saint saja mampu menangani 1000 pasukan, padahal
tingkatan kalian jauh lebih tinggi dari itu. Roxy-dono sudah mencapai kelas Raja, sedangkan
Shisho kelas Kaisar. Kalian berdua saja sudah cukup untuk menahan sekitar 3000 pasukan.

73
Belum lagi ditambah kekuatanku sebagai Miko dan kokohnya Benteng Karon sebagai
pertahanan. Kurasa kondisi kita jauh lebih diuntungkan.”
"......"
Aku terdiam.
Aku tidak menyangka Zanoba mampu menganalisis sampai sejauh itu.
Otaku ini benar-benar tak terduga.
"L-luar biasa Zanoba-kun. Perhitunganmu sungguh detail."
"Begini-begini, sejak kecil aku sudah diajari strategi militer. Karena suatu saat nanti, mungkin
aku akan menjadi pemimpin negeri ini.”
Dia memang dididik untuk melindungi negara ini.
Tadinya, kukira yang ada di kepala Zanoba hanyalah patung, figure, dan sejenisnya. Namun,
ternyata aku salah.
Dengan kekuatannya yang besar, biasanya orang seperti Zanoba hanya akan dilepaskan begitu
saja di medan perang, dan dibiarkan mengamuk sesuka hati. Namun, jika diajari dengan baik,
Zanoba bahkan bisa menjabat sebagai jenderal yang mampu meracik strategi.
"Ini adalah pertama kalinya Shisho ikut perang ... tapi, kumohon jangan khawatir. Aku sudah
pernah terlibat langsung dalam suatu peperangan, jadi setidaknya aku lebih berpengalaman.
Aku yakin, selama ada Shisho dan Roxy-dono di sisiku, tak akan ada satu pun musuh yang bisa
menembus benteng kita.”
Dia begitu percaya diri.
Aku masih ragu, apakah semuanya baik-baik saja.
Kurasa tidak.
Tapi tetap saja, aku masih berpendapat bahwa sebaiknya kita tidak pergi ke Benteng Karon.
Aku akan coba sedikit membujuknya lagi.
"Tapi, bukankah Pax tidak tahu kalau Roxy ikut bersama kita? Dia juga tidak tahu kapasitas
Mana-ku yang besar.”
“Bicara apa kau, Shisho? Bukankah itu tidak ada hubungannya?”
Aku capek bertele-tele, akhirnya kuungkapkan langsung apa maksudku.
"Tidakkah kau merasa dimanfaatkan oleh Pax?"
"......"
Zanoba tersentak, wajahnya terlihat seperti merpati yang ditembak senapan angin.
"Mungkin Pax tidak lagi memendam dendam padamu, namun kau tetaplah anggota keluarga
raja terdahulu, sehingga dia pasti menginginkan kematianmu.”
"... Yah, itu mungkin saja."
Zanoba hanya menanggapinya dengan enteng, sembari menggaruk pipi.
"Apakah kau benar-benar ingin memenuhi perintah itu?"
Zanoba menghela nafas sejenak, lalu tertawa.
74
Seolah-olah dia mengatakan padaku, ’Shisho, bukankah itu sudah jelas?’
"Dalam perang, ada kalanya seseorang harus dikorbankan. Biasanya, para prajurit lah yang
harus dikorbankan terlebih dahulu, namun sesekali kaum bangsawan juga harus
mempertaruhkan nyawanya. Tak terkecuali denganku.”
"Zanoba, apakah kau membenci keluargamu? Mengapa seolah-olah kau sama sekali tidak
merasakan kesedihan saat bertemu dengan orang yang membantai semua keluargamu?”
"Yang terpenting sekarang adalah masalah yang sedang kita hadapi. Jadi, lupakan dulu masa
lalu. Bukankah Shisho sendiri yang pernah mengatakan itu padaku?”
Zanoba mengatakannya dengan lancar, namun saat kuamati wajahnya lebih seksama, dia
tampak sedikit gelisah.
Di luar jendela, terlihat tentara bayaran berbaur dengan para pedagang biasa.
Suasana tampak normal, namun di saat yang sama, mereka juga tampak khawatir.
Zanoba sudah membulatkan tekadnya untuk pergi.
Dia yakin betul bahwa melindungi negara adalah tugasnya.
Hubungan Pax dan Zanoba sekarang adalah raja dan hamba, maka dia harus mematuhi semua
titahnya.
... Ahh, sudah kuduga, bujukanku tidak akan berhasil.
"Aku mengerti, Zanoba."
"Aku pun mengerti Shisho, kau berusaha menyelamatkanku, kan…”
"Ya, itulah yang coba kulakukan. Tapi, semuanya terserah padamu, aku hanya bisa mendukung
keputusanmu. Aku tidak pernah ikut perang, maka sebagai orang yang lebih berpengalaman,
aku mohon arahanmu.”
Aku harus mengatakan itu pada Zanoba.
"Ah, terima kasih! Kalau ada Shisho, sih… aku yakin akan menang!”
Baiklah.
Kalau begitu, kami akan pergi ke Benteng Karon.
Jika kami bisa menang dengan mutlak, mungkin musuh akan berpikir ulang untuk melancarkan
serangan-serangan berikutnya.
Dengan begitu, ancaman dari utara akan semakin berkurang.
Negara akan kembali stabil, Zanoba berhasil melindungi tanah airnya, dan semua pun puas.
Kemudian, yang tersisa hanyalah urusan Pax dan Kerajaan Raja Naga.
Tunggu dulu….
Dalam situasi seperti ini, Kerajaan Shirone hanyalah bawahan Kerajaan Raja Naga. Mereka
hanya menganggap Shirone sebagai daerah kekuasaannya. Dengan tekanan seperti itu, lantas
bagaimana Pax bisa membangun republik?
Hmmm....
Tidak, Orsted mengatakan bahwa republik itu akan terbentuk di masa depan.

75
Mungkin akan terjadi beberapa insiden yang menyebabkan Pax tidak lagi tergantung pada
Kerajaan Raja Naga.
Jika ternyata bidak Hitogami adalah sang penguasa Kerjaan Raja Naga, maka Orsted akan
segera membunuhnya.
Untuk sementara, lebih baik kita mengabaikan Kerajaan Raja Naga, toh Orsted sedang berbuat
sesuatu di sana. Fokus saja dulu dengan masalah yang kita hadapi di Kerajaan Shirone.
Setelah kami membawa Zanoba pulang, aku akan berkonsultasi lagi dengan Orsted tentang hal
ini.
Tak akan kubiarkan Zanoba mati.
Itulah alasan kenapa aku di sini.
Camkan itu dalam-dalam di kepalamu
Bagian 3
Aku, Roxy, dan Zanoba… kami bertiga menuju ke Benteng Karon.
Ginger tetap berada di ibukota.
Ketika dia mendengar bahwa Zanoba akan pergi ke benteng, dia tampak sedikit cemas, tapi
akhirnya dia memutuskan untuk tetap tinggal di ibukota, sembari mengumpulkan informasi.
Tampaknya masih ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
Dengan tulus, dia memintaku untuk melindungi pangerannya.
Tapi, bagaimanapun juga, kami hanya bertiga.
Tidak ada pemandu, tidak ada pengawal, yang kau miliki adalah 500 pasukan yang sudah
menunggu di sana.
Yahh, setidaknya kami masih ditemani oleh seorang prajurit Kerajaan Shirone yang bertugas
mengemudi kereta kuda ini.
Aku masih berpikiran negatif bahwa Pax sengaja mengorbankan Zanoba pada pertarungan di
Benteng Karon.
Untungnya aku membawa Magic Armor Versi I. Kami sudah membongkarnya menjadi per
bagian, sehingga lebih mudah dibawa.
Tapi paketnya baru datang setelah kami tiba di tempat tujuan.
Sistem distribusi barang di dunia ini tidaklah secepat Jepang.
Aku takut terjadi apa-apa dengan paket itu sebelum sampai tujuan.
Satu-satunya bagian Magic Armor Versi I yang kubawa adalah Gatling Gun. Aku pernah
menggunakan senjata ini untuk memberondong Stone Cannon pada Orsted.
Tapi, aku akan berpikir berkali-kali untuk menggunakan senjata kelas berat ini.
Salah satu alasannya adalah, senjata ini pernah menguras habis Mana-ku yang katanya hampir
tidak terbatas.
Aku harus menghemat penggunaan Mana seminimal mungkin.
Nah…. sekarang, ayo berangkat.

76
Bagian 4
Tidak ada jalan besar menuju medan perang.
Kami mengendarai kereta kuda melewati jalan-jalan setapak di antara ladang gandum.
Kami terus menuju utara. Kami melewati kota, desa petani, bahkan beberapa kali berkemah di
jalan.
"...."
Aku memikirkan berbagai hal di sepanjang perjalanan, tidak hanya tentang Hitogami saja.
Karena ini pertama kalinya aku terlibat langsung dalam suatu peperangan.
Dan saat itu pun, kecemasan mulai menguasai pikiranku.
Tubuhku menjadi kaku.
Perang.
Kupikir, dosa terberat yang telah kulakukan semenjak datang ke dunia ini adalah, membunuh
orang.
Namun ... peperangan berarti kau harus membunuh lebih dari satu orang.
Kurasakan ketakutan yang dalam saat memikirkan fakta itu.
Ini persoalan membunuh atau dibunuh.
Mendengarnya saja tubuhku mulai menggigil.
Aku hanya bisa berdoa untuk meraih kemenangan.
Berapa orang yang akan kubunuh kali ini?
Aku tidak tahu…..
Aku terlalu takut untuk memikirkannya.
"Shisho, lihatlah…. ada sekelompok petualang, tapi apa yang sedang mereka lakukan di sini.
Sepertinya mereka sedang membawa barang yang berat.”
Meskipun gelisah, Zanoba tampaknya cukup menikmati perjalanan ini.
Setiap kali dia melihat sesuatu yang menarik di jalanan, dia akan segera membahasnya
bersamaku.
Dia sungguh ceria, sampai-sampai kau tidak akan percaya bahwa orang seceria itu tak lama
lagi akan bertarung di medan peperangan yang penuh darah.
"Itu adalah sekelompok petualang yang sudah siap mengeksplorasi dungeon. Sebenarnya di
sekitar sini tidak banyak terdapat dungeon, namun jumlahnya akan meningkat begitu kau
meninggalkan kota. Kelihatannya mereka cukup serius mencoba mengeksplorasi dungeon, itu
bisa dilihat dari barang bawaannya yang banyak.”
Roxy menjawabnya dengan tenang.
Zanoba ceria seperti biasa.
Sedangkan aku ketakutan.
"Oh, Roxy-dono memang berwawasan luas."

77
"Aku pernah mengeksplorasi dungeon di sekitar sini.”
Hanya aku yang berwajah pucat.
Aku pun penasaran, mengapa kedua orang ini begitu santai.
Entah kenapa, kali ini aku tidak bisa mengendalikan pikiranku tetap tenang.
Mungkin karena kecemasanku terlalu besar.
"Oh iya, kalau diingat-ingat lagi, Roxy-dono ditawari pekerjaan sebagai penyihir Kerajaan
Shirone karena berhasil membersihkan dungeon di daerah ini, kan….”
"Ya, itu dulu."
"Itu sungguh luar biasa, Roxy-dono. Jarang ada orang yang bisa membersihkan dungeon
seorang diri. Gurunya Shisho memang luar biasa. Tapi… mengapa kau melakukan hal yang
begitu ekstrim?”
"Eh? A-a-a-anu…. kalau itu…. emmmm….. m-m-m-mungkin karena waktu itu aku masih
muda. Jadi, semangatku begitu menggebu-gebu. Ehehehe…”
"Ho, aku pun penasaran… apa yang Roxy-dono cari di dalam dungeon? Kristal sihir yang
besar? Atau harta karun?”
"I-i-iya… anggap saja begitu. T-tapi saat itu aku tidak menemukannya. Barulah beberapa tahun
kemudian aku mendapatkan yang kuinginkan.”
Dari balik topinya, Roxy menatapku dengan mata berkilauan.
Ahh, aku sudah mendengar cerita ini dari Hitogami.
Roxy mengeksplorasi dungeon karena ingin cari pacar.
"Jadi begini Zanoba…. Penyihir jenius berambut biru ini sebenarnya hanya ingin cari suami.”
"Tolong jangan ceritakan hal memalukan seperti itu.”
"Itu sungguh luar biasa. Shisho pun selalu merindukan Roxy-dono saat awal-awal bersekolah
di Akademi Sihir.”
"Benarkah? Bukannya waktu itu seharusnya dia pacaran sama Sylphy? Kenapa malah
merindukan aku!!?”
"Aku serius. Awalnya aku tidak tahu bahwa Roxy-dono adalah gurunya Shisho.”
Zanoba dan Roxy saling menceritakan kisah lama dengan begitu riang.
Aku cukup iri melihat mereka berdua. Tapi, lama-lama juga biasa.
"Yah Rudi, waktu itu…. Rudi? Ada apa denganmu?”
Tanpa kusadari, tiba-tiba Roxy menatap lurus padaku.
Wajahnya begitu dekat.
Untuk sesaat, muncul hasratku ingin menciumnya. Namun, aku berhasil menahannya.
"Aku tidak apa-apa, tenanglah. Hey Zanoba…. kau cukup rileks ya, padahal kita akan pergi
berperang.”

78
"HAHAHA, begini-begini aku kan juga lelaki! Jadi, buat apa gelisah? Buat apa takut? Aku
malah bersemangat menghadapi peperangan kali ini! Aku siap mempertaruhkan segenap jiwa
dan ragaku.”
"......"
Saat mendengarnya, aku malah semakin cemas.
Bagian 5
Sembilan hari telah berlalu.
Setibanya di Benteng Karon, aku pun tertegun.
Sepertinya, persepsiku selama ini salah.
Sebenarnya, jika dilihat dari kejauhan, benteng itu hanya tampak seperti susunan batu yang
tidak begitu besar.
Karon tampak seperti benteng pada umumnya, dan kesannya tidak begitu tangguh.
Namun lokasinya sangat strategis.
Benteng Karon dibangun di delta antara pertemuan dua aliran sungai.
Bahkan Kastil Sunomata yang katanya dibangun hanya dalam semalam itu terletak pada tempat
seperti ini. [8]
Ada juga hutan yang terhampar di sebelah sungai.
Cukup mudah memasuki atau keluar Kerajaan Shirone melalui hutan itu. Namun, beda
ceritanya jika kau membawa sepeleton prajurit.
Di dunia ini, banyak monster ataupun iblis yang mendiami hutan.
Itulah yang semakin mempersulit para prajurit yang hendak menyerang benteng ini.
Tidak salah jika mereka membangun benteng pada tempat seperti ini.
Ada semacam katapult pelontar yang terpasang di atas menara pengawas.
Menurut kabar, benteng ini hanya berisikan 500 personel pasukan. Kurasa benteng sekecil ini
cukup untuk menampung semuanya.
Akan tetapi, aku jarang melihat para prajurit yang berpatroli keliling. Wajah mereka pun
tampak suram.
Kalau saja mereka tahu bahwa 5000 pasukan akan datang menyerang, kuyakin nyali mereka
akan segera mengkerut.
"Shisho, Roxy-dono, ke sini….."
Kami diarahkan oleh Zanoba untuk menemui prajurit yang bertanggung jawab atas benteng
ini.
Kami menghadap seseorang yang sepertinya berpangkat komandan, pada suatu ruangan yang
mirip ruangan rapat. Dia sedang melihat-lihat peta bersama beberapa prajurit lain yang
tampaknya adalah wakilnya.
"Siapa kau?"
"Aku adalah Pangeran Ketiga Kerajaan Shirone, Zanoba Shirone."

79
"....!"
Ketika kami masuk, mereka hanya menatap kami dengan pandangan kosong bercampur curiga.
Namun ketika Zanoba menyebutkan identitasnya, mereka pun tersentak dan segera berlutut.
"Aku adalah Ksatria Shirone, namaku Garrick Babiliti, jabatanku Kapten Satuan Pertahanan
Benteng Karon."
"Ya, terima kasih atas kerja kerasmu sampai sekarang. Tadinya kukira raja telah
menyampaikan kabar bahwa aku akan datang, tapi ternyata ... "
"Siap! Saya telah menerimanya beberapa hari yang lalu!”
"Jadi intinya, mulai besok akan akan sepenuhnya mengambil alih komando benteng ini,
mengerti?”
"...Siap!"
Aku bisa merasakan sedikit ketidakpuasan pada wajah Garrick.
Apakah dia merasa kesal karena posisinya diambil? Ataukah dia tidak suka diperintah oleh
orang lain?
Aku penasaran, apakah dia sudah bangga menjadi pimpinan Benteng Karon selama ini…..
Selama kami mengambil alih komando, aku tidak ingin ada perselisihan di antara bawahan
kami.
"Namun sayangnya, sudah lama aku tidak memimpin suatu peperangan. Oleh karena itu, aku
mohon bimbinganmu, Garrick. Mengerti?”
"Siap!"
Dan, sebelum aku mengatakan sesuatu, Zanoba melanjutkan.
Yahh, lebih baik kita mengandalkan orang yang lebih berpengalaman.
"Kalau begitu, Garrick, aku ingin meningkatkan mental pasukan. Tolong kumpulkan semua
pasukan di benteng ini."
"Siap!"
Dengan turunnya perintah dari Zanoba, kami pun bersiap bertemu para prajurit yang menjaga
benteng ini.
Sejam kemudian.
Pada sebuah balkon yang sudah disiapkan untuk kami, sekumpulan prajurit berarmor lengkap
yang berjumlah sekitar 400 orang berbaris menghadap kami.
Sedangkan, 50 orang lainnya juga menghadap kami dari puncak menara pengawas. Sepertinya
mereka tidak bisa meninggalkan posnya.
Dan 50 orang sisanya ditugaskan di luar benteng beserta bagian transportasi.
Para prajurit yang sedang berbaris itu wajahnya sangar-sangar.
Begitu dikumpulkan di hadapan pangerannya, mereka mulai menunjukkan semangat tak kenal
takut. Itu sungguh luar biasa.
Tadinya kupikir 500 personil prajurit adalah jumlah yang sedikit. Namun, saat semuanya sudah
berkumpul seperti ini, tampaknya aku salah besar.
80
Dengan petarung sebanyak ini, kurasa kita bisa melakukan sesuatu.
Ah tidak, musuh lebih banyak 10 kali lipat dari jumlah mereka. Aku ragu kita bisa memberikan
perlawanan.
Di balkon, Zanoba berdiri dengan wajah ragu.
Tampaknya dia belum puas dengan pasukannya.
Kudengar mereka saling berbisik-bisik dan mengobrol satu sama lain. Tampaknya mereka
sedang membicarakan pangeran Shirone yang jarang terlihat ini.
"Aku adalah Pangeran Ketiga Kerajaan Shirone, namaku Zanoba Shirone."
"Yang Mulia, kami semua bangga memiliki kesempatan bertarung bersamamu!!"
Para komandan yang berbaris terdepan menyerukan itu dengan bangga.
Teriakannya begitu lantang, padahal mereka terkesan tidak senang dengan kedatangan Zanoba
tadi.
Seolah-olah wajah mereka mempertanyakan, 'Buat apa kau di sini....'
"Ya..."
Zanoba melihat ke bawah pada mereka, lalu mengangguk dalam-dalam.
Hari ini dia terlihat sedikit berbeda, mungkin itu karena armor dan gada yang kuberikan
padanya. Namun, sepertinya ada alasan lain.
"Pertama-tama, laporkan situasinya padaku!"
"Siap!! Musuh terus bergerak! Cepat atau lambat, kita akan berhadapan dengan mereka!"
"Aku paham, berarti kita tidak punya waktu banyak untuk bersiap."
Lagi-lagi Zanoba mengangguk paham.
Wajah para komandan mulai terlihat gelisah.
Itu sangat terlihat.
Lalu, Zanoba menarik napas dalam-dalam, dan mengumumkan sesuatu dengan lantang.
"Baiklah, sekarang saatnya aku memperkenalkan bala bantuan kita!!"
Saat mendengar itu, wajah para prajurit yang tadinya tegang, sekarang sedikit melunak.
Tentu saja keadaan mental mereka membaik setelah mendengar kata 'bala bantuan'.
Tapi, apa yang kau maksud dengan bala bantuan, Zanoba? Yang mana tuh...
Pax tidak membekalimu apapun selain 500 prajurit ini.
Saat aku memikirkan itu, tiba-tiba Zanoba melihat ke arah kami.
Roxy langsung meresponnya dengan mendekati balkon.
"Hai semua......"
Saat melihat penyihir mungil itu, mereka kembali saling berbisik.
"Hah... Siapa itu?"

81
"Kecil sekali..."
"Itukah bala bantuannya?"
Bahkan, ada beberapa orang yang melihat Roxy dengan nafsu. Mungkin itu karena mereka
jarang melihat wanita di medan perang.
Aku tahu kawan, Roxy memang manis dan cantik, tapi....
Ternyata ada juga prajurit wanita yang menatap Roxy.
Hey, jangan melihat Roxy-ku seperti itu.
Umur mereka sepertinya di antara 30-40an tahun.
"Wahai prajurit sekalian, kami sudah memperkirakan bahwa jumlah musuh jauh lebih banyak
daripada pasukan kita. Kalian pasti merasa cemas. Tapi, aku sudah membawa sekutu yang
hebat dari Kota Sihir Sharia."
Zanoba coba memompa semangat pasukannya.
Jadi, kami lah bala bantuan yang dia maksud.
Tidak salah lagi. Zanoba, kau....
Katanya, penyihir kelas Saint saja sudah bisa menangani 1000 pasukan lawan. Yang artinya,
Roxy dan aku mampu mengatasi lebih banyak lagi.
"Terimakasih." kata Roxy sembari melepaskan topinya dan menyapa mereka.
Kegaduhan para prajurit semakin riuh terdengar.
"Ah, sekarang aku ingat!! Dia adalah mantan penyihir kerajaan!!"
"Dia adalah seorang penyihir kelas Raja!”
"Dia juga yang mengajari teknik yang biasa kita gunakan dalam latihan…”
Dengan wajah serius, Zanoba mulai menjelaskan tentang Roxy.
"Dia lah Roxy Migurdia. Dia pernah bekerja sebagai penyihir Kerajaan Shirone. Seperti yang
kalian ketahui, Roxy-dono berkontribusi besar dalam penyembangan teknik latihan para
prajurit yang sampai saat ini masih kita pakai. Dan pria ini adalah muridnya, Rudeus Greyrat.
Mereka berdua adalah para penyihir kelas Raja, atau bahkan lebih tinggi lagi.”
Saat Zanoba mengatakan itu, aku mendengar decak kagum dari mereka, seperti “Oooohhh”
atau “Aaaahhh”.
Aku mengerti.
Dulu Roxy pernah bekerja di negeri ini sebagai penyihir kerajaan.
Di antara orang-orang ini, ada beberapa prajurit yang saat itu pernah dilatihnya.
Tapi, kau salah mengucapkan namanya, Zanoba.
Saat ini, namanya yang benar adalah Roxy Greyrat, bukan Migurdia.
Bagaimana bisa kau membuat kesalahan mendasar seperti itu?
Ah aku tahu… mungkin Zanoba sengaja menyebutnya Migurdia, agar para prajurit teringat
namanya.

82
"Aku yakin, kalian semua pasti tahu bahwa seorang penyihir kelas Saint saja sudah cukup
menangani 1000 pasukan musuh. Maka bayangkanlah berapa banyaknya musuh yang bisa
mereka kalahkan….!! Mungkin kalian banyak yang belum tahu cerita ini, tapi saat kampanye
Laplace berlangsung, ada seorang penyihir kelas Raja yang bisa mengalahkan 100.0000
pasukan sendirian!!”
Mereka semua terdiam.
100.000 pasukan mungkin terlalu berlebihan.
Aku sendiri belum pernah mendengar cerita seperti itu ...
Ada beberapa orang yang mulai menatapku dengan penuh harapan.
Rupanya mereka mempercayai cerita itu begitu saja.
"Selain dua orang penyihir kelas tinggi ini, kalian juga akan didukung oleh seorang Miko, yaitu
aku sendiri!! Aku lah Zanoba Si Penghacur Kepala!”
Setelah menyebut julukannya sendiri, Si Penghancur Kepala, sorak-sorai pasukan segera
pecah.
Di Kerajaan Shirone, hanya ada seorang Miko yang dijuluki Si Penghancur Kepala, dia lah
Zanoba. Meskipun nama itu terdengar menjijikkan, namun terkesan sangat mengerikan bila
dibawa ke medan perang.
"Hai kalian, aku jamin kita pasti menang!!"
Zanoba menyerukan itu sembari mengangkat tinjunya ke langit.
Seketika, para prajurit melakukan hal yang sama, sembari berteriak histeris.
"Whooooooa!"
Mental mereka semakin kuat.
Kurasa itu bukanlah pidato yang buruk.
Aku pun penasaran, apakah Zanoba memang berbakat menjadi jenderal perang?
Jujur, sebelum melihat ini, aku tidak pernah sekali pun memikirkan hal seperti itu.
Mungkin dia tidak berbakat menjadi raja, tapi setidaknya pantas menjadi jenderal.
Dalam kondisi seperti ini, mereka tidak mungkin menyerang. Namun, bertahan bukanlah hal
yang mustahil dilakukan.
Zanoba begitu percaya diri, dan para prajurit bersorak-sorai padanya.
Saat melihat pemandangan ini, kecemasanku mulai pudar.
Selama ini aku sudah banyak berlatih.
Jadi…. ayo berusaha sebaik mungkin.

83
Bab 6
Persiapan Menuju Perang

Bagian 1
Hari berikutnya, aku pergi kencan bersama Zanoba.
Kami berkencan ke sebuah padang rumput di sebelah utara Benteng Karon, sepertinya tempat
itu akan menjadi medan perang nantinya.
Tentu saja itu bukan kencan sungguhan.
Kalau mau kencan, mendingan aku mengajak Roxy.
Aku tidak membencimu Zanoba, tapi aku sudah punya 3 istri.
Aku tidak bisa membalas cintamu, Zanoba.
Sudah cukup bercandanya.
Dini hari tadi, Zanoba datang kepadaku untuk mengatakan, ‘Aku ingin Shisho ikut denganku
sebentar.’ lalu dia pun membawaku ke tempat ini.
Jujur, aku takut.
Ini bukan tempat yang baik.
Kita bisa bertemu musuh kapanpun di sini.
"Hei, apakah aman di sini?"
"Hmmm, Shisho, apakah kau takut?"
"Yah, aku hanya khawatir ... bukankah musuh bisa menyerang kita kapan saja? Karena tempat
ini begitu dekat dengan wilayah musuh.”
"Kalau musuh benar-benar muncul, Shisho hanya perlu mengalahkannya. Mereka bukanlah
tandingan orang yang pernah menantang Dewa Naga Orsted dengan gagah berani.”
Itu terlalu berlebihan.
Eris lah yang lebih pantas disebut gagah berani.
Yahh, dengan Magic Armor Versi II, kurasa aku bisa mengatasi cecumuk dengan mudah.
"Pengintai musuh harusnya tidak berani datang ke sini, karena area ini masuk dalam
pemantauan menara pengawas benteng kita.”
"Bukankah seharusnya sebaliknya? Pengintai musuh harus mengamati benteng sedekat
mungkin untuk mengalasisi situasinya.”
"Itu benar juga, tetapi Komandan Garrick pernah mengatakan bahwa ketika musuh datang,
mereka langsung terpisah dari kelompok utama. Satu atau dua orang mungkin bisa
bersembunyi dari pengawasan menara kita, namun mereka tidak akan mendapatkan informasi
apapun.”
Baiklah kalau begitu, itu bagus.

84
Jika kita bisa mengawasi setiap musuh yang mendekat, maka itu bagus.
"Zanoba, kenapa kau bawa aku ke tempat seperti ini? Mau mengungkapkan cintamu?”
"Haha, aku menyukaimu Shisho, tapi aku bukan homo. Aku bukanlah bangsawan Asura ... Oh
maaf, Shisho kan juga bangsawan Asura. Hanya bercanda, aku tidak bermaksud mengejekmu.”
"... keluarga kami memang terkenal mesum."
Aku juga tidak tertarik pada pria.
Atau, jangan-jangan kau ingin memelukku?
Kita sama-sama masih suka cewek, kan?
"Baiklah, saatnya serius. Kalau nanti musuh menyerang, kita akan menggiring mereka ke
tempat ini.”
"Ooh."
Benar juga, ini adalah tempat yang cocok untuk baku hantam.
Tidak ada apapun di sini selain padang rumput dan beberapa bongkah batu.
Kemudian, tanahnya juga miring.
Kau harus mendongak untuk melihat ke arah Benteng Karon.
Namun, jika kau menjauh, perlahan-lahan kemiringan tanah akan berkurang.
Ada juga sungai yang mengalir dari selatan ke utara.
"Lokasi ini cukup strategis untuk menggelar medan pertempuran, namun tembakan panah
musuh masih bisa mencapai benteng kita."
"Oh ..."
Kurasa jaraknya cukup jauh, tapi ...
Masih ada cara menyerang benteng kita.
Cukup berbahaya jika mereka punya para pemanah ulung.
Jadi, tampaknya kita harus melakukan sesuatu pada medan perang ini.
"Serahkan saja padaku, aku bisa merubah keadaan topografi tempat ini.”
"Baiklah."
Jika kita bisa merubah kondisi tempat ini, posisi kita akan lebih menguntungkan.
Bagaimana caranya agar serangan musuh tidak bisa menjangkau benteng kita.
Jika musuh kesulitan menyerang benteng, maka kita bisa menghabisi mereka bahkan sebelum
melakukan kerusakan.
Ini adalah langkah pencegahan yang penting.
"Baiklah, Shihso. Kuserahkan padamu."
"Siap, topografi seperti apa yang kau inginkan?"
"Bagaimana dengan bukit atau lembah."

85
"Bagaimana kalau jurang saja? Mereka tidak akan bisa melewatinya tanpa membangun
jembatan.”
Kami menghabiskan waktu sepanjang hari mengubah medan perang.
Di tepi padang rumput itu, kami membuat parit sedalam 10 m, lebar 5 m, dan panjang 20 m.
Kami pun menutupinya agar tidak kelihatan dari kejauhan.
Kami juga memperbanyak pelontar agar bisa melakukan serangan jarak jauh.
Belum puas dengan itu, kami menambah dinding batu di depan parit.
Dengan begini, musuh akan semakin kesulitan mendekati benteng.
Meskipun mereka masih bisa menyerang sebelum parit, tapi mereka tidak akan mendekat lebih
jauh.
Selesai sudah.
Menyiapkan semuanya butuh waktu cukup lama, tetapi dengan begini setidaknya kami merasa
lebih aman.
Kami memodifikasi lahannya agar bisa melancarkan serangan sepihak.
“Dengan begini, kecemasanku sedikit berkurang."
"Tapi Shisho, jika mereka membawa penyihir, bukankah mereka bisa menyerang benteng dari
jarak yang begitu jauh?”
"Ya, mungkin saja."
Tapi, jika aku bisa melihat di manakah penyihir itu berada, maka aku dapat mengatasinya.
"Para penyihir bisa melancarkan serangan dengan jangkauan yang begitu jauh. Jadi, kita tidak
akan bisa menjebak mereka dengan perangkap seperti ini.”
Aku tidak tahu seberapa jauh jangkauan serangan yang bisa dilepaskan seorang penyihir biasa.
Tapi jika aku bisa melakukannya, anggap saja orang lain bisa melakukan hal yang sama.
Sangat mungkin Hitogami sudah menyiapkan setidaknya penyihir kelas Saint untuk membantu
pasukan musuh.
"Atau, bisa saja penyihir musuh merusak perangkap yang sudah kita siapkan.”
Jika ada seorang penyihir yang menguasai elemen bumi, maka dia bisa menutup parit itu
dengan begitu mudah.
"Aku harap Shisho dan Roxy-dono bisa mengatasi para penyihir lawan.”
"Aku tahu."
Kalau cuma melawan penyihir kelas Saint, sepertinya aku masih bisa menang. Aku bisa
menggagalkan mantra mereka dengan sihir pengganggu, Ran Ma.
"Kita akan cari tahu besok, tapi untuk saat ini, lebih baik kita fokus untuk menyempurnakan
perangkap.”
Hmmm.
Andaikan aku berada di pihak musuh. Apa yang harus kulakukan untuk menghindari parit itu?

86
Kalau dilihat dari sudut pandang penyihir sih, gampang saja. Aku tinggal menggunakan sihir
bumi untuk menutup kembali parit itu.
Namun kalau dilihat dari sudut pandang prajurit? Aku tidak tahu apa-apa, karena aku belum
pernah bekerja sebagai prajurit.
Harusnya mereka tidak bisa berbuat banyak
Kita lihat saja nanti.
Sekarang, aku cukup yakin kita bisa bertahan.
Bagian 2
Tak terasa, tiga hari sudah berlalu.
Magic Armor Versi I sudah tiba, lalu aku sibuk merangkainya.
Pada dasarnya, Magic Armor dirancang untuk pertarungan jarak dekat, jadi itu belum terlalu
berguna sampai benteng benar-benar ditembus oleh pasukan musuh.
Konsumsi Mana-nya juga besar, jadi aku tidak bisa terus-terusan bertarung dengan
menggunakan armor itu.
Aku pun tidak boleh lupa, bahwa kemungkinan aku akan bertarung dengan salah satu dari
Tujuh Kekuatan Dunia.
Setelah selesai merakit ulang Magic Armor Versi I, aku kembali membantu Zanoba
memperkuat benteng.
Aku menutup semua celah pada pertahanan benteng dan memperkuat dindingnya.
Kalau hanya menggunakan Magic Armor Versi II, aku tidak perlu khawatir kehabisan Mana.
Sementara itu, Roxy menghabiskan waktunya dengan mengajarkan sihir pada para prajurit.
Tidak hanya itu, dia juga memberikan beberapa catatan penting untuk mereka.
Dalam keadaan darurat, sihir tingkat dasar pun bisa menyelamatkan nyawamu.
Mereka cukup menyukai Roxy, tapi entah kenapa tidak denganku.
Mereka juga tidak membenciku, sih. Hanya saja mereka menghindariku.
Mungkin mereka takut pada orang yang bisa mengubah medan perang sesuka hatinya hanya
dalam kurun waktu sehari.
Jika aku bertemu para prajurit, mereka langsung memberiku jalan. Jika aku bertanya sesuatu,
mereka segera menjawabnya dengan sopan dan santun.
Namun, tak ada seorang pun yang berani mendekatiku untuk mengajak ngobrol.
Aku jadi sedikit kesepian.
Padahal Roxy dan Zanoba sudah berbaur begitu akrab dengan mereka ...
Ataukah mungkin mereka lebih pandai berkomunikasi dariku?
Jika aku mengajak ngobrol mereka, apakah mereka mau menanggapi?
Ah tidak… aku datang ke sini tidak untuk mencari teman. Jadi, kurasa tidak apa-apa seperti
ini.

87
Mereka terkesan dingin dan menjauhiku, tapi itu tidak masalah.
Ataukah, aku bisa mendekati mereka dengan memasakkan sesuatu yang enak? Nasi misalnya?
Kerajaan Raja Naga mendukung Kerajaan Shirone pada perang ini.
Mungkin mereka tidak mengirim bantuan, tapi persediaan makanan di sini cukup lengkap.
Itu juga pemberian Kerajaan Raja Naga.
Orang-orang di Kerajaan Raja Naga sudah biasa makan nasi Sanachia. [9]
Penduduk Kerajaan Shirone juga memakannya.
Oleh karena itu, nasi Sanachia juga menjadi makanan pokok di benteng ini.
Rasanya sedikit berbeda dengan nasi yang coba ditanam oleh Aisha di halaman rumahku.
Aisha telah berusaha keras menumbuhkannya.
Dari segi rasa, tentu saja aku lebih memilih nasi masakan Aisha.
Tapi nasi tetaplah nasi.
Andaikan saja aku bisa makan nasi yang enak setiap hari di benteng ini, aku bersedia bergabung
dengan satuan prajurit ini.
Aku membayangkannya dengan bahagia.
Namun, sepertinya itu tidak akan terjadi, karena aku tidak mau bekerja di bawah raja seperti
Pax.
Kemudian pada hari keempat:
Seorang pengintai memberitahu kami bahwa pasukan musuh sudah bergerak.
Bagian 3
Musuh akan segera datang.
Setidaknya musuh memerlukan waktu 5 hari untuk mencapai benteng ini.
Aku tidak tahu bagaimana caranya pengintai itu menyampaikan informasi ini dengan cepat.
Namun yang pasti, dia tidak akan bisa menyingkat 5 hari perjalanan menjadi sehari saja.
Dua – tiga hari juga tidak akan cukup.
Tapi bagi kami, 5 hari itu sangatlah singkat.
Pasukan penghuni benteng ini mulai panik.
Zanoba bersama Garrick mencoba mengatur kembali mereka, sedangkan Roxy menggambar
suatu lingkaran sihir di atas atap.
Para prajurit mulai melakukan persiapan, seperti mengasah senjata, memoles armor, bahkan
ada yang menghitung anak panah.
Ada juga yang menulis surat wasiat.
Aku pun bosan.
Tidak ada yang bisa kulakukan di sini.
Aku sudah menyelesaikan semua persiapanku beberapa hari yang lalu.

88
Paling-paling, aku hanya bisa membantu Roxy menggambar lingkaran sihir.
Menurut Roxy, lingkaran itu berisikan sihir kelas Saint, Flashover.
Roxy tidak mempelajari mantra ini secara formal.
Kau akan kesulitan mengontrol Flashover jika tidak mahir menggunakan sihir api.
Namun, dengan bantuan lingkaran sihir ini, semua orang bisa menggunakannya.
Bukan Roxy yang akan menggunakan lingkaran sihir ini.
Melainkan para prajurit. Mereka bisa mengaktifkannya dengan mengalirkan sejumlah Mana
padanya.
Roxy mungkin akan menggunakan sihir air level Saint yang sudah biasa dipakainya.
Roxy jarang menggunakan sihir api. Itu karena dia sering mengeskplorasi dungeon.
Sihir api memang memiliki kekuatan yang besar, namun jika digunakan di dalam dungeon, kau
bisa kehabisan oksigen. Kau sendiri bisa celaka.
Namun, sihir api sangat efektif melawan manusia.
Tak seorang pun tahan terhadap bakaran api.
Jika musuh sudah terlihat, aku dan Roxy akan segera membombardir mereka dari atas benteng.
Kami sudah menyusun rencana matang, namun pada dasarnya kami hanya perlu menembakkan
sihir secara random pada mereka.
Itulah peranku.
Namun, ada suatu hal yang kukhawatirkan.
Benarkan aku bisa menembaki mereka? Kali ini, lawanku adalah manusia.
Aku selalu ragu saat hendak membunuh manusia.
Tapi aku sudah pernah membunuh orang. Semuanya sudah terlambat, tanganku tidak lagi suci.
Suatu saat nanti, aku tidak ingin menjadi orang sok bijak yang memperingatkan anak kecil
tentang betapa besarnya dosa membunuh.
Ah, aku baru ingat. Aku pernah bilang pada Ruijerd untuk tidak membunuh orang
sembarangan.
Orang pertama yang kubunuh adalah Menteri Senior Darius, dan juga Auber Sang Kaisar
Utara.
Secara teknis, bukan aku yang menghabisi mereka, namun aku ikut memojokkannya.
Sampai sekarang pun aku masih merasa berdosa.
Tapi, mereka pantas mati.
Sedangkan kali ini… lawanku adalah orang-orang yang bisa dibilang tidak bersalah. Para
prajurit, tentara, militer, atau apalah namanya…. mereka tidak bisa disalahkan. Yang layak
disalahkan adalah para pemimpinnya, mereka hanya mengikuti perintah.
Namun, aku harus membantai semuanya.
Ini bukan demi keadilan

89
Kau bisa bilang, ini semua demi Zanoba ...
Apapun itu, aku hanya perlu membantai mereka dengan sihir jarak jauhku.
Tidak seperti saat melawan Auber, ini akan menjadi pertarungan sepihak.
Jika kau bertanya, apakah aku sanggup melakukannya atau tidak, kujawab : harus bisa.
Jika kau bertanya, apakah aku mau melakukannya atau tidak, kujawab : harus mau.
Tetapi, aku tidak tahu apa yang terjadi denganku setelah mereka semua binasa.
Apakah aku akan mual, muntah, atau pusing-pusing?
Jika Dewa Kematian menggunakan kesempatan ini untuk menyerang, maka aku pun harus siap.
"...."
"Bagaimana denganmu, Rudy?"
Roxy menatap wajah cemasku.
Mungkin karena terlalu asyik menggambar, ada sedikit coretan tinta di pipinya.
Sepertinya Roxy cukup tenang, padahal setahuku dia belum pernah terlibat langsung dalam
suatu peperangan.
Selama ini, setahuku Roxy hanya menghabiskan hidupnya sebagai seorang petualang.
Aku jadi penasaran, apakah Roxy pernah membunuh orang di masa lalu?
Aku sama sekali belum pernah mendengar cerita itu darinya.
"Roxy ... yah, aku gak papa kok."
Tapi aku ragu menanyakan itu.
Pernahkah kau membunuh seseorang?
Jika aku mengajukan pertanyaan serupa pada orang di kehidupanku sebelumnya, dia pasti akan
marah sembari membentak, ”Apa yang kau maksud? Mengapa kau menanyakan hal seperti itu
padaku?”
"Yahh, oke…oke…. aku paham. Mau bagaimana lagi ya…”
"Eh?"
"Katanya sih, sebelum bertarung melawan musuh, seorang pria memerlukan kehangatan wanita
untuk menenangkan hatinya. Kalau terus-terusan begitu sih, aku juga yang repot. Tapi karena
Rudi adalah suamiku, yahh….mau bagaimana lagi.”
"Tidak, tidak, tidak…. aku tidak menginginkan hal seperti itu sekarang.”
"Ha? Bukan ya…."
Mana bisa aku bersenang-senang bersama Roxy di saat genting seperti ini.
Maksudku…. oh sayangku, jangan selalu berpikir bahwa suamimu menginginkan hal-hal
mesum begitu.
Tapi kalau kau mau, ya aku tidak menolak sih…
Tidak, tidak, tidak… lupakan sejenak hal seperti itu.

90
Baiklah…. sekarang mohon dengarkan aku.
"Roxy ... pernahkah kau tidak memiliki pilihan selain membunuh lawanmu?”
"Pernah lah."
Dia menjawab dengan jujur.
Aku sedikit terkejut.
Roxy yang begitu supel dan rendah hati, menjawab pertanyaan seberat itu tanpa berpikir sedikit
pun.
"Aku kan sudah bekerja lama sebagai petualang. Jadi, hal seperti itu sudah wajar bagiku.”
"Hah ... tapi, siapakah lawanmu saat itu?"
"Itu terjadi saat aku bergabung dengan kelompok pertamaku ... Waktu itu aku masih muda, dan
menjadi petualang di Benua Iblis. Kami bertengkar karena salah seorang anggota kelompok
hendak mencurangi kami. Terjadilah situasi dimana kami mencoba saling bunuh satu sama
lain.”
Aku bisa membayangkannya, saat itu keadaannya pasti genting.
"Ada lagi?"
"Ketika berpetualang sendirian, aku juga pernah coba membunuh seseorang ... dan beberapa
saat lainnya ... Waktu itu, ada sekumpulan pencuri yang coba menculikku. Mungkin karena
aku terlihat lemah, sehingga mereka mengira aku adalah target empuk. Saat kelompok pencuri
itu mengepungku, kubalikkan keadaan dengan menghabisi mereka semua.”
Oh, begitu.
Memang seperti itulah cara kerja dunia ini.
Di dunia ini, kau tidak bisa hidup tanpa sedikit pun menodai tanganmu dengan darah.
"Roxy terlihat sangat tenang, ya ... tapi, inikah pengalaman pertamamu berperang?”
"Ya, tapi aku sudah sering menghadapi bahaya yang siap merenggut nyawaku kapanpun. Jadi,
apa bedanya…”
Itu jawaban yang tepat.
"Di peperangan ini, tugas kita hanyalah menyerang musuh dari kejauhan. Tidak perlu
menghadapi mereka dari dekat. Lagipula, kita bisa berlindung di benteng. Jadi, kurasa aku bisa
mengatasinya.”
"Kalau situasinya makin gawat, kita harus melarikan diri?”
"Ya. Tapi, jika itu terjadi, aku akan melindungi Rudi dengan apapun yang kumiliki. Itulah
tugasku datang ke sini.”
Roxy mengangkat tangannya yang masih memegang kuas, dan mengacungkannya padaku.
Lengannya terlihat mulus dan lembut.
Namun, juga kuat dan kokoh ...
"Rudy, jadi kau takut membunuh orang?"
"Ya, aku takut."

91
"Kenapa?"
"Aku tidak tahu ..."
Roxy mengangguk seolah mengatakan, ’Aku mengerti’ lalu menyeka keringat di alis dengan
lengan bajunya.
Itu malah membuat dahinya kotor, karena ada sedikit tinta yang menempel di lengan bajunya.
"Waktu masih kecil pun Rudi penakut. Kau bahkan ragu menunggangi kuda bersamaku.”
Ah.
Aku jadi kangen saat-saat itu, 15 tahun yang lalu aku bahkan ketakutan keluar rumah.
"Apakah ada sesuatu yang membuatmu ragu? Ceritakan saja padaku.”
Roxy mengatakan itu saat pertama kali menghiburku.
"Jika kau ragu membunuh orang, maka serahkan saja padaku. Aku akan melakukannya
untukmu.”
"Gak papa tuh? Serius"
Mengapa?
Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, itulah sebabnya aku ragu.
Tapi, jika seseorang sama sekali tidak ragu saat membunuh orang lain, maka itu pun tidak
benar.
Setelah kematian Auber dan Darius, kurasa aku tidak akan membunuh orang lagi. Namun, tentu
saja itu hanya angan-anganku.
"... Semenjak bertarung melawan Atofe di Benua Iblis, aku semakin mahir mengontrol sihirku.
Jadi, aku bisa menentukan kapan harus membunuh orang, atau hanya melumpuhkannya saja.”
Aku juga sudah banyak berlatih mengendalikan Stone Cannon-ku. Itu kulakukan agar Eris bisa
berlatih melawan sihir tingkat tinggi.
Sehingga, aku bisa mengontrol kekuatanku agar tidak sampai membunuh lawan-lawanku.
Ruijerd pun pasti sedang bekerja keras mengontrol dirinya. Dead End tidak boleh sembarangan
membunuh orang.
"Waktu masih berpetualang bersama Eris, kelompok kami sudah berjanji untuk tidak
membunuh orang sembarangan. Aku lah pemimpinnya, jadi aku harus memberikan contoh
yang baik. Meskipun kelompok kami sudah berpisah, tanggung jawab itu masihlah membekas
di dadaku.”
Mungkin sejak saat itulah aku selalu ragu membunuh orang. Itu sudah menjadi kebiasaan
bagiku.
Ini seperti orang yang sudah dilatih dengan disiplin sejak kecil. Ketika sudah besar nanti, orang
itu tidak akan pernah melupakan ajaran-ajaran yang didapatkannya saat berlatih dulu.
Ini juga mirip seperti trauma.
Aku pun tidak perlu menyesalinya, karena itu bukanlah hal yang buruk.
"Aku paham."

92
Roxy mengusap poni pada dahinya.
Bahkan hidungnya pun ternodai oleh tinta.
"Tapi, sebenarnya apa yang kau ragukan? Apakah kau tidak tega menghabisi nyawa
lawanmu?”
".... Tidak. Hanya saja, aku sering memikirkan nasib orang-orang yang kalah dariku. Apakah
mereka tidak lagi punya masa depan hanya karena kalah melawanku? Apakah mereka tidak
berhak diberi kesempatan kedua?”
Di dunia ini, aku diberkahi kekuatan yang melimpah.
Aku bisa membunuh orang hanya dengan menjentikkan jariku.
Aku tidak perlu banyak alasan jika ingin menghabisi nyawa seseorang.
Bahkan, aku bisa membantai sejumlah orang tanpa mendapat perlawanan sedikit pun.
Itu semua bisa kulakukan andaikan aku tidak ragu membunuh.
Menurut buku harian si kakek, di masa depan aku akan menjadi orang yang bahkan tidak
menghargai nyawa orang lain.
Itu sungguh mengerikan……….
"Jadi, bisakah aku melakukannya untukmu?”
Sepertinya, iya.
Akan tetapi, itu bisa menjadi masalah suatu saat nanti.
"Tapi, bagaimana jika orang yang kau beri kesempatan hidup akan mencelakakanmu di lain
kesempatan? Atau mungkin mencelakai teman-temanmu?”
"...."
Aku tidak bisa menjawabnya.
Dalam suatu peperangan, membunuh orang bisa dikenai sangsi.
Tapi, negaramu lah yang akan menanggungnya. [10]
Bukannya kau.
Jadi, tak peduli berapapun banyaknya musuh yang akan kubantai, negara lah yang menanggung
hukumannya.
Dengan kata lain, para petinggi negara seperti Pax atau Zanoba yang akan dikenai sangsi.
"Yahh….. baiklah…. kalau Rudi masih saja ragu-ragu, biar aku yang menggantikan peranmu.
Tapi, kalau aku sampai kehabisan Mana, tolong segera bawa aku melarikan diri bersamamu.”
"... Yah, aku rela melarikan diri kemanapun, asalkan bersama Roxy.”
"Oh ya?"
Sambil menertawakan ucapanku, Roxy mengambil sebotol tinta lagi.
Lalu, dia mengerutkan kening saat menyadari bajunya sudah dipenuhi oleh noda tinta.
"Rudy, apakah ada noda tinta di wajahku?”

93
"Ya, cukup banyak, kalau diteruskan mungkin kau bisa menggambar lingkaran sihir di
wajahmu sendiri.”
Saat aku mengatakan itu, Roxy segera menarik selembar saputangan dari saku dadanya, lalu
menggosok wajahnya sekeras mungkin.
Wajahnya pun merona merah cerah.
Untungnya coretan lingkaran sihir di wajahnya sama sekali tidak mengeluarkan sihir.
"Sudah bersih?"
"Masih ada di ujung hidung, dahi, dan pipimu."
"... Tolong bersihkan. Aku kan juga ingin terlihat seperti istri yang anggun.”
"Baiklah, biar kuusap."
Kuambil saputangan dari tangan Roxy, lalu membasahinya dengan sihir air.
Roxy menyodorkan wajahnya padaku, sembari memejamkan mata.
Aku menyeka dahinya dan ujung hidungnya, tetapi kemudian kucium pipinya.
"..."
"......"
Roxy pun segera membuka matanya, lalu menatapku dengan kesal. Mungkin dia kesal karena
tiba-tiba kucium pipinya.
"Aku masih harus menggambar beberapa lingkaran sihir lagi, jadi nanti saja ciumannya.”
"Ya."
Nanti kalau sudah selesai boleh diteruskan ya…. janji ya….
Aku menunggu seperti seekor anjing sampai Roxy menyelesaikan tugasnya.
Lalu, aku segera mengajaknya masuk kamar, dan kami pun bercinta.
Ini adalah perang.
Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan.
Namun, sepertinya semuanya akan baik-baik saja asalkan ada Roxy di sisiku.
Bagian 4
Keesokan harinya.
Telah tiba laporan yang menyatakan bahwa pasukan musuh akan datang hari ini.
Semua orang di benteng menjadi tegang, dan kami pun meminta mereka bersiap di posnya
masing-masing.
Aku juga bersiap di atas benteng.
Tugasku dan Roxy adalah membombardir pasukan musuh dengan sihir, sembari menunggu
perintah selanjutnya dari satuan pasukan pengguna sihir.
Sekarang, aku hanya perlu menunggu dengan sabar sampai musuh menunjukkan batang
hidungnya.

94
Saat ini, aku mengenakan Magic Armor Versi II
Magic Armor Versi I sudah selesai kurakit, dan saat ini sedang kuistirahatkan di belakang
benteng.
Kalau kami memerlukannya, aku hanya perlu melompat ke belakang, lalu mengenakan zirah
kelas berat itu.
Tapi, sampai sekarang pun, aku belum melihat adanya ancaman dari bidak Hitogami.
Apakah dia baru akan beraksi saat peperangan ini berakhir?
Ataukah dia akan mencuri kesempatan di tengah-tengah peperangan?
Mungkinkah dia berbaur di antara musuh?
Ataukah dia menyelinap di antara sekutu kami pada benteng ini?
Akankah Pax datang menyerang sebagai musuh yang sesungguhnya?
Sementara aku mengkhawatirkan berbagai hal, tiba-tiba kusadari sesuatu di sana.
"Hmn?"
Dari belakang benteng.
Atau, dari arah yang berlawanan dengan serangan musuh.
Ada sekumpulan orang yang mengenakan armor penuh, mereka terpisah dari kerumunan
pasukan musuh. Sepertinya mereka bergerak dengan melintasi hutan di belakang benteng.
Jumlahnya sekitar 100 orang.
Apakah mereka bagian dari pasukan musuh? Ataukah orang-orang Shirone? Ataukah orang-
orang dari Kerajaan Raja Naga?
"Maaf, apakah kau kenal orang-orang berarmor di belakang benteng itu?
"Siap!"
Aku mencoba bertanya kepada Billy-san, sang komandan kompi.
Kemudian, dia mengangguk pada pasukan berzirah itu.
"Mereka adalah unit militer yang dibentuk untuk mendukung Pangeran Zanoba. Tugas mereka
adalah membunuh musuh yang melarikan diri dari benteng. Mereka akan menyerang secara
tiba-tiba dari dalam hutan, dan menghabiskan siapapun yang berhasil lolos.”
"Eh!?"
"Apa!"
"Ya!! .... Oh tidak!! ….. maksudku, dengan kedatangan Rudeus-sama, tugas kami melindungi
benteng akan semakin ringan. Tapi, untuk jaga-jaga, para prajurit berarmor itu tetap
ditugaskan!!”
"Tidak…. Keberadaanku di sini tidak akan berdampak banyak."
"Itu tidak benar!! Kami sangat beruntung dengan kedatangan Rudeus-sama dan Roxy-sama.”
Yahh, terimakasih atas pujiannya. Aku paham apa maksudmu.
Mudah-mudahan saja ini bukan perangkap Hitogami.

95
Roxy pun terkejut dengan kedatangan para pasukan di belakangnya.
Jika ada pasukan musuh yang berhasil melarikan diri ke hutan, kurasa aku juga tidak bisa
melakukan apapun. Jadi, keberadaan mereka memang diperlukan.
Itu cukup masuk akal.
Tapi, pria ini terlalu berharap banyak pada kami.
Tugasku di sini hanyalah untuk melindungi Zanoba. Dengan kata lain, asalkan Zanoba selamat,
aku tidak lagi memperdulikan kalian.
Lagipula, harusnya kau bilang lebih awal jika ada teman-temanmu yang bertugas di belakang
benteng. Hampir saja kuserang mereka dengan sihirku.
"Cih!"
Namun, sebelum aku kembali siap, tiba-tiba atmosfer benteng mulai menegang.
Lonceng penanda dimulainya perang sudah dibunyikan.
Semua mata tertuju pada arah yang sama.
Di hadapan kami, debu mengepul dari cakrawala.
Musuh telah datang.

96
Bab 7
Dimulainya Perang

Bagian 1
Zanoba sudah tidak lagi berada di posnya.
Mungkin dia segera melancarkan serangan pada komandan musuh.
Apakah dia berpikir bahwa serangan pasukan musuh akan berhenti saat komandannya tewas?
Aku tidak tahu.
Apapun itu, aku tidak bisa meninggalkan posku.
Namun Zanoba telah memberikan perintah pada para komandan pasukan kami.
Aku pun tidak bisa meninggalkan Roxy begitu saja di pos ini.
Aku perlu berpikir dengan hati-hati.
Sepertinya Zanoba tadi berlari ke arah hutan. Meskipun aku mengejarnya, tampaknya akan
sulit menemukannya.
Untungnya, dia tidak sendirian. Dia pergi bersama sekitar 100 orang pasukan.
Oleh karena itu, sudah jelas yang perlu kulakukan saat ini hanyalah berkosentrasi pada
pekerjaan di posku.
"... Fiuh ~"
Aku harus tenang.
Zanoba melakukan semua ini sebagai bagian dari strategi perangnya.
Aku juga harus bekerja sesuai rencana awal.
"Wah ... haa ...."
Oke, tenanglah.
Setelah berusaha menenangkan diri, aku pun melihat musuh.
Di sana kulihat pasukan musuh sedang mendirikan pos-pos sementara di dekat parit.
Kami sudah menduga ini akan terjadi.
Posisi mereka berada di dalam jangkauan sihirku.
Sebaliknya, serangan mereka tidak akan mengenai kami.
Saat mereka benar-benar menyerang, harusnya setengahnya akan berkurang karena terperosok
ke dalam parit.
"Seperti yang sudah kita duga, jumlah mereka sangatlah banyak."
"Sepertinya ada sekitar 3000 orang."
"Hanya kurang pasukan penjaga barisan belakang."

97
Itulah yang sedang dibicarakan para prajurit kami.
Untuk menghitung jumlah pasukan lawan, kau hanya perlu melihat banyaknya bendera yang
mereka kibarkan.
"Rudy! Lihatlah!"
"Eeh?"
Tiba-tiba Roxy berteriak.
Aku melihat ke arah musuh.
Di sekitar tengah-tengah barisan musuh, kulihat ada semacam tornado yang membumbung
tinggi ke langit.
"Tornado itu membawa tanah! Rupanya mereka sudah tahu jebakan yang kau pasang! Mereka
akan segera menutup parit itu!”
Ah, mereka menggunakan sihir tanah level Saint, Sandstorm.
Aku mengerti.
Perangkap itu sudah ketahuan oleh pengintai musuh.
Oleh karena itu, mereka coba menutup parit itu dengan tanah.
Namun, kami juga sudah menduganya.
"Baiklah, akan kulawan dengan mantra Hurricane.”
Sembari mengatakan itu, kuangkat kedua tanganku mengarah ke tornado itu, lalu kuaktifkan
sihir angin.
Aku menggunakan sihir angin kelas Saint, Hurricane.
Secara teknis, aku akan menggunakan angin yang lebih kuat untuk menyapu tornado itu.
Akan kutunjukkan bahwa aku sudah jauh melampaui level Saint.
Ada beberapa sihir level Saint yang dapat menghasilkan angin. Contohnya,
Sihir air level Saint, Cumulonimbus.
Sihir tanah level Saint, Sandstorm.
Keduanya adalah sihir kombinasi yang melibatkan angin.
Namun, sihir Hurricane yang kuaktifkan saat ini adalah murni elemen angin. Aku sama sekali
tidak menggunakan konsep sihir kombinasi.
Sehingga, kekuatan angin yang kuciptakan jauh lebih besar daripada Sandstorm yang mereka
buat, meskipun konsumsi Mana-nya relatif sama, dan levelnya juga sama-sama kelas Saint.
Jika angin yang kubuat lebih kuat, maka tentu saja tanah yang dibawa tornado itu akan
terhempaskan.
Kata orang, sihir Hurricane ini juga bisa digunakan untuk menangkal perubahan cuaca yang
disebabkan oleh sihir lainnya pada suatu peperangan.
Sihir ini juga efektif melawan monster-monster yang beterbangan di langit.
Sihir ini sangat kuat di udara, namun melemah di darat.

98
Alasannya adalah, ada banyak pohon lebat yang meredam kekuatan anginnya.
Namun, itu hanya teori.
Meskipun ada banyak pohon yang meredam kekuatan anginnya, aku hanya perlu menuangkan
lebih banyak Mana untuk kembali memperkuat sihirnya.
Meskipun begitu, hampir tidak ada yang bisa menghalangi kekuatan Hurricane di udara.
Bahkan seekor naga pun bisa kuhempaskan dengan sihir ini.
Tapi, perlu kau ketahui bahwa naga juga bisa menggunakan sihir dan Touki. Tidak mungkin
tubuh naga yang sebesar itu bisa terbang di langit tanpa menggunakan sihir angin.
Ada juga yang bilang bahwa kau akan botak bila terlalu kuat menghembuskan anginnya.
Mungkin itu karena rambut di kepalamu bisa rontok akibat tiupan angin yang terlalu kencang.
Rumornya sih, kepala sekolah Akademi Sihir botak karena kasus serupa. Tapi, mungkin saja
berita itu tidak benar.
Oke oke, ayo lakukan ini dengan tenang.
"YEAHH!"
Para prajurit di sekitar kami bersorak gembira.
Namun, karena jarak musuh terlalu jauh, sepertinya sihirku tidak berdampak apapun pada
mereka.
Angin yang menyapu badai pasir biasanya akan meninggalkan semacam jejak di tanah, namun
itu tidak terjadi.
Mungkin karena arahnya salah….
Mungkin karena anginnya berhembus terlalu tinggi dari permukaan tanah….
Atau mungkin, ada sihir lain yang membelokkannya….
Ataukah itu hanya kesalahanku….?
Ah, terserah…. Lupakan itu.
"Rudy, mereka coba membuat tornado lagi!"
"Eh? Lagi?"
Tak peduli berapa kali pun kalian coba, hasilnya akan sama saja.
Itu sia-sia saja.
Malahan, kalian hanya buang-buang Mana.
Kurasa pasukan musuh menggunakan metode yang sama dengan kita, yaitu mereka sudah
menyiapkan lingkaran sihir, lalu para prajurit yang bisa menggunakan Mana akan
mengaktifkan lingkaran sihir itu untuk membuat Sandstorm.
Dengan kata lain, mereka tidak memerlukan penyihir kelas Saint untuk mengaktifkan sihir
kelas Saint.
Namun, jumlah mereka banyak. Jadi, para prajurit yang bisa menggunakan Mana juga lebih
banyak daripada pasukan kita. Itulah kenapa sihir mereka cukup kuat.

99
Mungkin mereka tidak tahu bahwa ada penyihir kelas Raja di Benteng Karon. Mereka hanya
mengira bahwa sihir Hurricane yang barusan kulepaskan berasal dari para prajurit yang bisa
menggunakan Mana seperti mereka. Maka menurut mereka, cara termudah mengalahkan kami
adalah mengaktifkan sihir serupa berkali-kali. Dengan begitu, pasukan kami akan cepat
kehabisan Mana karena jumlahnya lebih sedikit.
Tunggu sebentar…..
Kalau mereka tidak tahu aku ada di sini, bukankah itu berarti bidak Hitogami tidak ada di sana?
Kalau ada bidak Hitogami di sana, dia pasti sudah membocorkan informasi bahwa ada seorang
penyihir kuat di Benteng Karon, sehingga mereka tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Cara itu sama sekali tidak efektif melawan penyihir yang sudah jauh melampaui level Saint.
"Baiklah, untuk sekarang, aku hanya perlu menghempaskan tornado itu sampai mereka
menyerah, bukankah begitu?”
"Ah, ya. Kau tidak apa-apa, kan?”
"Ya, aku baik-baik saja.”
Setelah kukatakan itu, komandan kompi melihatku dengan ketakutan.
Jangan takut kawan, aku bukanlah orang sehebat yang kau kira. Hanya saja, aku terlahir dengan
kapasitas Mana berlebih.
Aku bisa menghentikan 10 kali serangan serupa tanpa kehabisan Mana.
Musuh terus menggunakan Sandstorm 5 kali berturut-turut, dan semuanya kuhempaskan.
Aku bisa saja menggunakan Ran Ma untuk lebih menghemat Mana-ku, tapi…..
Sihir pengganggu tidaklah efektif pada jarak sejauh ini.
"...."
Untuk saat ini, pergerakan musuh telah dihentikan.
Apakah mereka kehabisan bahan bakar?
Atau mungkin lingkaran sihirnya sudah berhenti berfungsi?
Mungkin akhirnya mereka sadar bahwa upayanya sia-sia saja...
"Aku penasaran, apakah mereka akan menyerang….”
“Ya, mereka akan menyerang.”
Dengan wajah tegang, Billy mengatakan itu sembari terpaku ke arah musuh.
"Andaikan aku berada di posisi komandan musuh, aku tidak akan menyerang begitu saja ke
benteng yang berisi penuh dengan pasukan lawan. Jujur saja, dalam situasi seperti ini aku lebih
memilih mundur atau bertahan sementara. Setelah serangan pertama gagal, lebih baik kita
melakukan evaluasi sejenak untuk membaca kembali kekuatan musuh. Ya, itulah yang akan
kulakukan."
"Oh..... Tapi, sepertinya mereka sudah mulai menyerang."
Saat aku melihat ke medan perang, pos-pos sementara musuh memang sudah mulai bergerak.
Mereka maju sembari menyeret persenjataannya sampai meninggalkan bekas di medan perang.

100
Yahh... Mau bagaimana lagi.
Mungkin mereka tidak melakukannya tanpa pikir panjang. Pasti sudah ada rapat strategi
sebelumnya. Setelah menimbang-nimbang banyak pilihan, inilah yang mereka putuskan.
Lagipula, jika mereka mundur sekarang, dan melanjutkan serangan di kemudian hari, itu akan
semakin mengurangi perbekalan. Mental pasukan pun bisa menurun.
Mereka tidak memilih mundur hanya karena serangan pertamanya gagal.
Tampaknya mereka tidak tahu ada penyihir level Raja di pihak lawan. Mereka berpikir bahwa
setidaknya benteng ini hanya memiliki penyihir kelas Saint. Artinya, mungkin penyihir itu
sudah kehabisan Mana setelah menangkal 5 serangan barusan.
Karena penyihir lawan sudah kehabisan Mana, mungkin mereka bisa melewati jebakan parit
tanpa terluka. Seperti itulah asumsi mereka.
"Siapkan para pemanah!!"
Begitu komandan kompi menurunkan perintah, para pemanah segera mengambil posisi.
Musuh yang berusaha melewati parit tidak luput dari jangkauan pemanah kami.
"Tembak!!!"
Saat perintah itu diteriakkan, hujan anak panah pun mulai berhamburan.
Setidaknya kami punya 50 orang pemanah.
Sedangkan jumlah musuh sekitar 5000 orang.
Artinya, akan butuh waktu lama menyiapkan panah untuk melepaskan tembakan-tembakan
selanjutnya. Karena perbandingan jumlah musuh dan pemanah adalah 1 : 100.
Logika ini pasti juga sudah dipahami oleh komandan lawan.
Perlahan-lahan, mereka semakin mendekati benteng. Ada beberapa pasukan yang sibuk
membangun jembatan, ada yang jatuh ke dalam parit, ada yang mencari jalan memutar untuk
menghindari parit RT. Mereka memerlukan waktu untuk melewati jebakan yang kami pasang,
namun cepat-lambat mereka pasti datang.
Ketika melihat para pemanah sudah menyerang, mereka semakin bersemangat maju. Mungkin
mereka berpikir bahwa satuan penyihir telah kehabisan Mana.
Yahh... Maaf telah mengecewakan kalian, tapi Mana-ku masih penuh. Bahkan, satuan pasukan
sihir kami masih segar.
"Siapkan pasukan sihir!!"
Lagi-lagi komandan kompi menyatakan perintahnya. Dan seketika, majulah sejumlah pasukan
yang memegang tongkat sihir.
Totalnya, kami mempunyai 20 orang pasukan sihir.
Delapan di antaranya mendekat ke tepi atap benteng.
Delapan lainnya berdiri di belakang mereka.
Empat sisanya bersiap pada lingkaran sihir yang telah digambar Roxy.
Para prajurit di atap sudah menyiapkan tongkatnya.

101
Tanpa kuperhatikan, Roxy juga sudah mempersiapkan tongkatnya.
Aku juga harus bergabung dengan mereka.
Baiklah.
Kukepalkan tanganku, dan kupompa lagi Mana-ku.
Sebagian besar musuh masih berkutat di area parit.
"Mulai merapal mantra!!"
Delapan orang di tepi atap mulai merapal mantranya secara bersamaan.
Setelah menyelesaikan setengah mantranya, delapan orang di belakang mulai menyusul baca
mantra.
"Fireball!!!"
Delapan orang di barisan terdepan mulai menembakkan bola api dari masing-masing
tongkatnya.
Bongkahan-bongkahan bola api pun beterbangan melengkung di udara, sebelum mendarat
tepat di tengah-tengah pasukan musuh.
Kulihat beberapa orang langsung berubah menjadi arang begitu terkena sihir itu.
Delapan orang di tepi atap segera membaca ulang mantra yang sama.
"Fireball!!"
Namun, delapan orang di belakangnya sudah menyelesaikan mantranya, dan siap
menembakkan sihir serupa.
Begitu seterusnya.
Dengan jeda waktu setengah rapalan mantra, kami terus membombardir musuh dengan hujan
bola api.
Namun, serangan kami bukannya tanpa perlawanan.
Tembakan bola-bola air mulai datang membilas serangan api kami.
Serangan itu tidak bisa mencapai benteng, namun sudah cukup memadamkan Fireball.
Saatnya aku beraksi.
Aku tahu mereka masih menyimpan sejumlah Mana, meskipun sudah melepaskan 5 kali
Sandstorm.
Ya, itu sudah jelas, bagaimanapun juga jumlah mereka 5000 orang. Aku yakin masih banyak
prajurit yang menyimpan Mana-nya.
"Roxy-sama, aku melihat ada orang yang mengibarkan bendera kalajengking di sebelah
kanan!!"
"Ya, aku melihatnya."
Seruan komandan kompi membuat Roxy segera menoleh ke sebelah kanan barisan musuh.
Benar saja, di sana ada orang yang mengangkat bendera bergambarkan kalajengking.
Dari arah itulah, bola-bola air ditembakkan.

102
Sepertinya, bendera kalajengking itu merupakan penanda pasukan-pasukan yang bisa
menggunakan sihir.
Dengan kata lain, jika kita membungkam mereka, maka musuh tidak lagi bisa menggunakan
sihir.
"Um... Rudi, apakah aku yang harus melakukannya?"
"Tidak... Biar aku saja."
"Baiklah..."
Roxy tersenyum tipis sebelum dia merapalkan mantra lagi.
Aku pun mulai mengalirkan Mana pada kedua tanganku.
Lalu......
Kubunuh mereka. Kali ini kuganakan Lightning.
Bagian 2
Setelah satuan pasukan penyihir lawan binasa, maka peperangan ini berjalan berat sebelah.
Mereka tidak lagi bisa menangkal serangan sihir kami.
Banyak pasukan lawan binasa karena tidak punya cara melawan serangan sihir level Saint
kami.
Mereka pun tidak bisa melarikan diri dengan mudah karena terhalang jebakan parit.
Barisan mereka porak-poranda. Ditengah-tengah kekacauan itu, terdengar sahut-sahutan
perintah dari komandan kompi yang tidak lagi diperhatikan oleh anak-anak buahnya.
Roxy dan aku terus membombardir mereka dengan serangan sihir level Saint.
Mereka seperti sekumpulan semut yang dilibas oleh badai.
Mereka berlarian ke segala arah dengan panik.
Di tengah-tengah kepanikan itu, ada yang jatuh ke dalam perangkap, atau terbakar habis oleh
sihir kami.
Satu demi satu lawan berguguran.
Sekarang aku tahu betapa signifikannya peran penyihir dalam suatu peperangan.
Namun, tidak semuanya panik.
Beberapa orang berhasil keluar dari parit, dan beberapa lainnya sudah kabur cukup jauh,
sehingga tidak terjangkau oleh sihir maupun panah kami.
Bahkan, ada beberapa prajurit pengguna sihir yang masih hidup. Mereka cukup dekat dengan
benteng, sehingga bisa menyerang kami dengan sihirnya. Namun, jumlah mereka tidak begitu
banyak.
Kabar buruknya, ada juga beberapa prajurit lawan yang berhasil memasuki wilayah benteng
kami. Beberapa sekutu kami pun terbunuh.
Mereka adalah para pemanah musuh, namun juga bisa menggunakan pedang. Hanya 300 orang
tersisa untuk mempertahankan benteng ini dari serangan musuh.

103
Untungnya, masih ada prajurit sihir yang menyerang musuh dari atas atap.
Akhirnya, kami berhasil mengurangi jumlah petarung-petarung tangguh dari pasukan lawan
itu. Hanya tersisa beberapa orang saja.
Masih ada yang mencoba melawan, namun beberapa diantaranya sudah menyerah kalah.
Orang-orang yang masih beruntung hanya kami tahan sebagai tawanan perang, namun yang
kurang beruntung kami bunuh begitu saja.
Aku tidak tahu berapa jumlahnya.
Tapi nampaknya, jumlah prajurit kami yang mati lebih sedikit dari musuh.
Mungkin kami akan memperoleh kemenangan yang bersejarah dalam peperangan ini.
Setelah barisan musuh semakin memudar, akhirnya komandan Garrick meneriakkan seruan
kemenangan.
Pasukan sihir, pemanah, dan kami semua bersorak histeris.
Aku sampai menangis.
Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku saat ini. Apakah ini kebahagiaan, ataukah
kesedihan..... aku tidak tahu.
Aku tidak merasakan kesedihan mendalam setelah membunuh orang, namun aku juga tidak
merasakan kemenangan yang membanggakan.
Hanya orang-orang di sekitarku yang tenggelam dalam suka cita.
Para prajurit yang tadinya menjauhiku, kini mendekatiku dan menepuk punggungku.
Beberapa orang bahkan memelukku. Salah satunya adalah pemanah cewek.
Terimakasih nona, terimakasih atas pelukannya.
Dan sekarang, giliran Roxy yang mengucapkan selamat.
Dia melompat ke pelukanku.
Dia begitu gembira, sampai-sampai menghadiahiku kecupan. Itu sungguh jarang dia lakukan.
Om-om di sekitarku menyiuli dan bersorak pada kami.
Sekarang aku bahagia.
Bukan bahagia karena dipeluk dan dicium cewek.
Mungkin, inilah yang disebut kebahagiaan tim. Di saat semuanya gembira, maka kau akan
terbawa suasana.
Antusiasme mereka benar-benar mempengaruhi jiwaku.
Tidak buruk.
Ini membuatku melupakan orang-orang yang barusan kubunuh.
Aku baik-baik saja sekarang.
Kami memenangkan peperangan ini tanpa kerugian yang berarti.
Sudah seharusnya aku gembira.

104
Aku tidak perlu menyesali dosa-dosaku.
Memang seperti inilah kehidupan dunia ini.
Aku tidak perlu terlalu terpaku pada norma dari duniaku sebelumnya.
Ada saatnya aku harus membunuh, ada juga saatnya aku harus melepaskan lawanku.
Jadi, aku tidak perlu lagi ragu-ragu membunuh musuhku.
Semuanya terkendali.
“Pangeran Zanoba telah kembali!!”
Prajurit dari lantai bawah meneriakkan itu.
Aku benar-benar lupa mengawasi Zanoba saat terjadi kekacauan tadi.
Aku segera berlari secepat mungkin menuruni tangga untuk menyambutnya di lantai bawah.
Namun, yang kudapati di sana adalah pemandangan yang begitu mengerikan.
Sekelompok orang yang berwarna rambut berbeda sedang dikelilingi oleh sekitar 10 orang
prajurit kami.
Campuran darah, keringat, dan lumpur mengotori tubuh mereka.
Seseorang yang mengenakan armor mewah berseru menyapaku.
"Ah, Shishou!"
Siapa dia?
Tunggu…. aku kenal orang itu.
Kenapa rambutnya ternodai bercak darah?
Armornya juga sudah penyok-penyok.
Bahkan kacamatanya berlumuran darah.
"Zanoba?"
Tak salah lagi, itu Zanoba.
Namun dia tidak tampak seperti Zanoba yang selama ini kukenal.
Aku hampir saja meneriakinya, ’Siapa kau!!?’.
Aku masih tidak percaya bahwa pria yang sedang kulihat ini adalah Zanoba sobatku.
"Kau..."
Ketika aku mendekatinya, para prajurit segera membukakan jalan untukku.
Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku.
Di kaki Zanoba, ada seseorang yang sedang berlutut.
Orang itu terikat oleh semacam jaring, dan tubuhnya tertutupi lumpur.
Aku tahu jaring itu.
Itu adalah benda sihir yang telah kupinjamkan pada Zannoba.

105
"Berkat Shishou, serangan mendadak itu berhasil, kami pun berhasil menangkap komandan
musuh.”
"Ah, ummm ..."
Para prajurit lainnya mengelu-elukan pria yang seharusnya bernama Zanoba itu.
Aku tidak lagi melihat keraguan di mata para prajurit saat mereka menatap Zanoba.
Sekarang, mereka sangat menghormati pangeran itu.
Tapi, kenapa hanya ada 10 orang di sini?
Mengapa jumlahnya sangat sedikit?
Harusnya, Zanoba tadi pergi bersama 100 orang prajurit.
"Um ... dimana yang lainnya?"
"Mereka terbunuh. Mereka mati secara terhormat dalam peperangan."
Oh begitu.
Jika kau menyerang pasukan musuh hanya dengan 100 orang prajurit, maka inilah yang akan
terjadi.
Tapi bukankah ini aneh?
Bukankah seharusnya kita bisa memenangkan peperangan ini tanpa mengorbankan 90 orang?
Harusnya mereka tidak perlu melakukan serangan seperti itu.
"Jadi…. kau menangkap komandan itu dengan mengorbankan 90 orang prajurit?”
"Tentu saja. Orang ini adalah anggota keluarga kerajaan dari negara lawan. Jika kita bisa
bernegosiasi dengannya, mungkin kita bisa mengakhiri perang ini.”
Oh begitu...
Aku mengerti.
Ya.
Aku mengerti sekarang.
Kalau itu alasannya, maka pengorbanan 90 prajurit itu memang diperlukan.
Dengan mendapatkan sandera yang penting, maka lengkaplah sudah kemenangan kami dalam
perang ini.
Zanoba telah berusaha keras menangkap komandan itu.
Kalau dipikir-pikir lagi, memang pantas kita mengorbankan 90 orang untuk menangkap orang
penting ini.
90 prajurit itu hanyalah pengorbanan yang kecil jika dibandingkan dengan berakhirnya
peperangan.
Kami pun berhasil memberikan pukulan telak pada pasukan musuh. Kami telah membantai
1000, 2000, atau bahkan 3000 pasukan sekaligus.
Logikanya, komandan musuh lainnya tidak akan melakukan serangan serupa.

106
"Aku tidak bisa membuat Shisho menunggu terlalu lama di benteng. Maka aku pun langsung
menangkap pemimpinnya.”
Zanoba tersenyum sejenak, lalu tertawa.
Aku berharap musuh tidak lagi datang setelah menderita kekalahan ini.
Namun, jika mereka tidak waras, maka mereka akan membalas dendam dengan serangan yang
bahkan lebih besar lagi.
Bagaimanapun juga, jumlah mereka lebih banyak daripada kita.
Tanpa Roxy dan aku, benteng ini tidak akan bertahan lama dari serangan musuh.
Sayangnya, kami tidak bisa tinggal selamanya di benteng ini.
Jadi, salah satu solusinya adalah negosiasi gencatan senjata dengan memanfaatkan sandera
penting ini.
Tanpa strategi Zanoba, ini tidak akan terjadi.
Keberadaan Roxy juga penting di sini. Berkat dia, keraguanku membunuh orang jadi
berkurang.
"Yahh, tapi aku tidak kaget, sih. Sihir level Saint dari Shishou dan Roxy-dono memang luar
biasa ... Aku pun yakin bahwa komandan musuh bisa kita tangkap, namun aku tidak
menyangka bahwa jaring ini bekerja dengan begitu baik.”
Di tengah kekacauan saat kami beradu sihir, Zanoba berhasil menangkap targetnya.
Sebenarnya itu sangat beresiko.
Bagaimana bisa kau menyusup ke dalam barisan musuh saat mereka dibombardir oleh serangan
sihir dari sekutumu sendiri. Ini seperti mencari berlian di antara tumpukan mawar berduri.
Zanoba pun tahu itu sangat berbahaya, namun akhirnya dia berhasil menangkap targetnya
dengan baik.
"Selama ini aku hanya melihat sihir kelas Saint dari kejauhan. Ternyata sangat berbeda saat
kau lihat dari dekat, bahkan aku juga merasakannya langsung… Ahahah.”
"Ah, uuuh, Ya, kurasa begitu."
Tiba-tiba bulu kudukku berdiri.
Apa yang kau maksud dengan ‘merasakannya langsung’?
“Zanoba ... apakah itu berarti, kau juga terkena sihir kami?"
"Hmmm......"
Zanoba meletakkan tangannya di dagu dan berpose seperti orang yang sedang berpkir keras.
Dia berkata dengan wajah serius, "Shishou ... selalu ada pengorbanan dalam suatu peperangan."
Ternyata benar.
Sihirku dan Roxy mengenainya.
Sedangkan kami aman di benteng.
Bahkan sihir anginku bisa meniupkan mereka dan menjatuhkannya ke dalam parit.

107
Zanoba membawa 100 orang pasukan, 90 diantaranya gugur di medan pedang.
Apakah keseluruhan 90 orang itu mati di tangan musuh? Ataukah ada beberapa orang yang
terbunuh oleh sihirku? Adakah beberapa orang yang terjebak perangkapku?
Dengan kata lain, aku membunuh sekutuku sendiri?
Mungkin salah satu dari mereka adalah orang yang pernah ngobrol denganku.
Mungkin salah satu dari mereka adalah orang yang pernah menyapaku dengan ketakutan.
Mungkin salah satu dari mereka adalah orang yang pernah diajari sihir oleh Roxy.
Meskipun hubungan kami tidak begitu dekat, namun aku mulai terbiasa bekerja bersama
mereka selama beberapa hari terakhir.
"Nasib setiap prajurit adalah tanggung jawab pemimpinnya. Shisho, kau tidak perlu
mengkhawatirkan apapun.”
Meskipun kau bilang begitu, aku tetap saja merasa telah berbuat kesalahan yang tidak
termaafkan.
"Shishou, kau pasti lelah. Beristirahatlah dengan baik selama beberapa hari ke depan.”
Sambil mengatakan itu, Zanoba menepuk ringan bahuku.
Lalu ia membawa sanderanya ke dalam benteng. Sesekali, dia mengatakan sesuatu pada para
prajurit yang dilewatinya.
Aku masih berdiri di sana tanpa mengucap sepatah kata pun.
Mulutku tidak bisa mengatakan apapun.
"...."
Ah…….
Sudahlah…..
Ada hal penting lainnya yang harus kupersiapkan, yaitu serangan dari Dewa Kematian.
Tidak ada waktu untuk berdiam diri.
Bahkan aku tidak punya waktu untuk beristirahat.
Aku harus menggunnakan Magic Armor Versi I.
Biarkan mereka datang.
Bagian 3
Malam itu seorang penyerang datang.
Namun, dia bukan Dewa Kematian.
Sasarannya juga bukan aku.
Dia datang untuk menyelamatkan anggota keluarga raja yang Zanoba sandera.
Aku tidak perlu membunuhnya.
Dia lemah.
Aku hanya melumpuhkannya dengan listrikku, lalu menyerahkannya pada prajurit lain.

108
Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah itu.
Setidaknya dia sudah tidak bisa memberikan perlawanan lagi.
Aku baik-baik saja.
Semuanya terkendali.
Keadaan mentalku masih belum stabil, namun aku baik-baik saja.
Aku pun masih bisa mengendalikan sihirku.
Sepanjang malam aku terus meyakinkan diriku sendiri bahwa semuanya baik-baik saja.
Dewa Kematian belum datang.
Tak seorang pun menyerangku.
Bagian 4
Pagi berikutnya, bersama Zanoba aku menginterogasi sandera.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dia adalah anggota keluarga kerajaan dari utara.
Apakah dia tahu sesuatu tentang Hitogami?
Tidak.
Apakah dia kenal seseorang yang bisa meramalkan masa depan setelah mendapatkan wahyu
lewat mimpi?
Tidak.
Lalu, bagaimana bisa mereka mengumpulkan 5000 pasukan dalam waktu singkat untuk
menyerang?
Mereka telah mengamati Kerajaan Shirone selama beberapa waktu, lalu merencanakan invasi
itu perlahan-lahan.
Jadi, sepertinya negara utara bersih dari pengaruh Hitogami.
Mereka tidak ada hubungannya dengan Hitogami.
Mungkin saja, ide untuk menyerang Kerajaan Shirone berasal dari bidak Hitogami….. namun
bukan dia orangnya.
Orang ini masih kami sandera. Dia hanyalah komandan tolol yang bisa kau temui di mana saja.
Dewa Kematian pun belum menyerang.
Negara utara kuanggap bersih dari pengaruh Hitogami.
Dugaanku salah.
Aku merasa seperti dipermainkan. Yahh, sudah lama aku tidak dipermainkan seperti ini…..
Aku salah paham atas sesuatu yang sangat mendasar.
Sejak awal, tidak ada jebakan apapun di sini.
Mungkin Hitogami tidak ada hubungannya dengan kasus ini.
Meskipun begitu, aku tidak boleh lengah.

109
Meskipun aku salah menduga rencana Hitogami, ada baiknya aku tetap waspada.
Namun, pada hari kesepuluh……….
Situasinya berubah.

110
Bab 8
Situasi Darurat, Tujuan Zanoba Yang Sebenarnya

Bagian 1
Sepuluh hari telah berlalu sejak pertarungan berakhir.
Berkat negosiasi dengan sandera kami, musuh bersedia melakukan gencatan senjata.
Kami mengirimkan pesan kemenangan ini ke ibukota.
Kami melaporkan semuanya, mulai dari kemenangan telak, sandera yang penting, dan
persetujuan gencatan senjata.
Dengan begini, maka Kerajaan Shirone aman dari ancaman negara-negara utara.
Kalau Pax tidak menurunkan titah konyol lainnya, maka semuanya akan baik-baik saja.
Yah, kami belum menerima balasan sih, jadi aku masih merasa sedikit tidak nyaman.
Semua orang di dalam benteng sangat antusias pada peperangan yang barusan kami
menangkan. Mereka terus-terusan membahas pertempuran epik itu.
Mereka terkagum-kagum pada sihirku dan Roxy. Keberanian Zanoba juga sangat luar biasa di
mata mereka.
Benteng Karon masih tenggelam dalam suka cita pasca terjadinya perang.
Mereka pun tidak lagi takut padaku. Mungkin itu karena jasaku mengalahkan musuh, dan
menangkap si pembunuh.
Meski begitu, mereka masih saja terlalu sopan padaku.
Tapi, kurasa mereka tidak melakukannya karena terpaksa.
Akhir-akhir ini, mereka mulai murah senyum padaku, dan sering mengajakku ngobrol.
Setidaknya, tak seorang pun menyalahkanku atas tewasnya 90 orang itu.
Mereka sangat profesional.
Mereka semakin suka berkonsultasi dengan Roxy tentang sihir.
Yahh, sepertinya keadaan mentalku sudah membaik.
Kini aku sudah yakin bahwa aku tidak membuat kesalahan apapun yang merugikan mereka.
Lupakan masa lalu.
Di dunia ini, tujuan hidupku hanya satu, yaitu melindungi keluarga dan teman-temanku.
Aku pun bekerja pada Orsted untuk mengalahkan biang keladi dari semua permasalahan ini,
yaitu Hitogami.
Aku harus siap menghadapi semuanya.
Aku bukanlah orang yang kuat, namun aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi lebih
kuat.

111
Akan tetapi, mungkin aku tidak akan terlibat dalam peperangan lagi di masa depan.
Karena pada saat itu, mungkin aku tidak akan sanggup membunuh orang lagi.
Sungguh merepotkan jika aku selalu merasa berdosa atas setiap nyawa yang kucabut.
Maka, solusi terbaik adalah menghindari peperangan. Ya, itulah keputusanku.
Jika aku terus-terusan dihantui oleh rasa bersalah, maka lama-kelamaan aku bisa gila.
Baiklah, saatnya mengevaluasi kembali apa yang telah terjadi selama 10 hari terakhir.
Aku terus waspada selama 10 hari terakihr, namun tak terjadi apapun.
Kondisi mental dan Mana-ku sudah pulih sepenuhnya.
Aku sudah kembali 100%.
Aku belum membongkar Magic Armor Versi I. Zirah itu masih kuparkir di sana.
Jika Dewa Kematian datang menyerang sekarang, aku pun siap.
Lagipula, Hitogami mungkin tidak ada hubungannya dengan konfrontasi antara Kerajaan
Shirone dan negara utara.
Orsted pun sudah menduga ini.
Mungkin insiden ini benar-benar terjadi di masa depan, namun tidak tercatat di buku harian si
kakek.
Bahkan tanpa aku, mungkin Zanoba bisa memenangkan peperangan tempo hari.
Mungkin dia tak perlu dipanggil.
Mungkin tugas kami di sini hanyalah buang-buang waktu saja.
Namun, aku tidak perlu mengatakan itu semua pada mereka.
Lagipula, belum tentu Zanoba selamat 100%.
Apapun itu, perang telah berakhir.
Tak ada lagi ancaman dari luar negeri yang mengusik Kerajaan Shirone.
Harusnya, Zanoba pun sudah puas dengan hasil ini.
Sekarang, saatnya kubujuk dia kembali ke Sharia.
Aku tak akan membiarkan dia dekat dengan orang seperti Pax.
Bagian 2
"Mmmmm....."
Kurenggangkan tubuhku di bawah siraman matahari pagi.
Aku masih meyakinkan diriku sendiri bahwa Hitogami tidak ada hubungannya dengan insiden
ini.
Oleh karena itu, mungkin tidak ada jebakan di sini yang membahayakan diriku dan keluargaku.
Tadi malam pun aku bisa tidur nyenyak.
Jadi, semuanya baik-baik saja.

112
Dengan ketentraman seperti ini, aku memutuskan untuk menikmati pagi dengan membasuh
muka di sungai terdekat.
Aku bisa saja melakukannya dengan sihir air, namun sensasinya berbeda.
Setibanya di sungai, di sana ada beberapa kelompok prajurit yang terdiri dari 2 atau 3 orang.
Mereka sedang membasuh muka atau menggosok gigi.
"Oh lihat.... Itu Rudeus-sama."
"Terimakasih atas kerja kerasmu tiap malam membantu kami berpatroli."
"Ah... tidak. Zanoba juga membantuku berpatroli. Ternyata dia mahir juga memakai alat sihir,
kukira di kepalanya hanya ada patung saja...."
Mereka segera mengerumuniku.
Ternyata aku populer juga.
Baru kali ini aku begitu dekat dengan banyak orang.
Kalau sedang santai seperti ini, para prajurit Shirone mengenakan kaos dan celana pendek
berwarna coklat muda.
Wanita pun mengenakan baju yang sama.
Sepertinya yang wanita tidak pakai bra saat hendak tidur.
Si gadis pemanah yang memelukku kemaren juga ada di sana. Aku bisa melihat tonjolan
dadanya dengan jelas.
Ahh... pemandangan yang cukup indah.
"Kukira tadi ada apa ribut-ribut, ternyata Shisho di sini."
Itu Zanoba, dia juga di sini.
Dia berpakaian layaknya prajurit pada umumnya.
Dia sama sekali tidak terlihat seperti seorang bangsawan.
Namun, karena tubuhnya yang kurus dan kacamatanya yang mengkilat, dia malah terlihat
seperti NEET bagiku.
"Zanoba-sama."
Beberapa prajurit segera berlutut di hadapan Zanoba.
"Cukup....kembali basuh wajah kalian."
"T...tapi..."
"Kalian tidak perlu seformal itu padaku. Aku ke sini juga untuk membasuh wajah seperti
kalian, agar kantukku hilang."
Sembari mengatakan itu, Zanoba menguap.
Selama beberapa hari terakhir, Zanoba sibuk bersih-bersih pasca peperangan.
Aku tidak tahu rinciannya, tapi setelah perang berskala besar selesai, ada banyak masalah yang
harus kita urus.
Tapi, mayat-mayat di medan perang sudah dilucuti.

113
Beberapa hari yang lalu, datang lah orang-orang yang berpakaian mirip perampok, entah
darimana asalnya. Mereka mengambil semua barang berharga dari tubuh mayat-mayat
tersebut, seperti persenjataan maupun armor, lalu pergi lagi begitu saja.
Rupanya, ada juga pekerjaan seperti itu. Nampaknya, mereka hanya akan datang setelah
peperangan berakhir.
Katakan saja, profesi mereka adalah penjarah.
Aku duduk di tepi sungai bersama Zanoba.
"Jadi.... Bagaimana proses gencatan senjatanya? Apakah semua berjalan lancar?"
Kalau perang berakhir, maka kau tidak lagi punya alasan berada di sini, Zanoba.
"Ya, kemaren kita dapat balasan. Negosiasi masih berlangsung, mereka juga belum
menyebutkan syarat-syaratnya. Tapi, tak lama lagi kesimpulan akan didapat. Jika ini berhasil,
maka tidak akan ada serangan lagi, setidaknya selama 3 tahun mendatang."
Setelah mendengarkan itu, para prajurit terperangah sembari mengatakan, "Ohhh....."
Mungkin mereka tidak menduga mendengarkan kabar seperti itu di tempat ini.
Tapi, itupun kabar yang bagus, jadi kurasa tidak masalah.
Tapi..... Tiga tahun ya.....
Dengan kata lain, negara utara mungkin akan kembali menyerang setelah 3 tahun berselang.
Setelah menderita kekalahan setelak itu, rupanya mereka masih belum menyerah menguasai
Shirone.
Jika pimpinan saat ini dilengserkan karena kekalahan telak ini, maka siapakah yang akan
menggantikannya?
Atau, bagaimana bisa mereka menambah jumlah pasukan lagi?
Ataukah, mereka akan melanggah perjanjian gencatan senjata secara sepihak?
Banyak hal akan terjadi selama tiga tahun ke depan.
Dan selama itu, Kerajaan Shirone belum tentu aman dari ancaman musuh.
Jadi, semuanya masih tanda tanya.
"Tapi, setidaknya itu langkah yang bagus. Selama tiga tahun ke depan Kerajaan Shirone pasti
akan berbenah diri.”
Aku mengerti. Selama tiga tahun ke depan, mereka harus banyak berkembang.
"Bisakah Raja Pax membenahi negara ini hanya dalam kurun waktu 3 tahun?”
"Aku saja bisa melakukannya.”
Zanoba menjawab dengan bangga.
Aku sih tidak yakin, tapi mungkin dia sudah punya rencana.
Aku sudah melihat akhir dari perang ini.
Semuanya tidak memuaskan.
"Pokoknya, kedamaian harus segera terwujudkan."

114
"Ya, harusnya sih begitu."
Zanoba berkata dengan nada riang, tapi wajahnya sedih.
Tapi, selama tidak terjadi perang, maka Otaku ini tidak punya peran apapun di negaranya.
Nah, sekarang bagaimana aku bisa membujuknya kembali ke Sharia?
"Zanoba, kalau peperangan ini sudah selesai, lalu apa yang akan kau lakukan?
Mari kita coba.
Inilah metode mencairkan suasana sebelum melamar pacarmu.
Sudah terlambat memberikan karangan bunga, dan aku pun tidak begitu percaya diri.
"Untuk saat ini, aku akan kembali ke ibukota, dan bersiap untuk menerima perintah selanjutnya
dari Yang Mulia. Aku tidak tahu apakah aku akan tetap ditugaskan di benteng ini….”
"Jadi, kau berencana menetap di Shirone?”
"Haha .. Bukankah itu sudah jelas, Shisho?"
Magic Armor belum selesai.
Penelitian patung hidup juga belum selesai.
Rencana kita memasarkan patung Ruijerd sebentar lagi jadi kenyataan.
Apakah kau tidak sayang meninggalkan itu semua, Zanoba?
Tidak mungkin dia tidak menyesal.
"Zanoba."
"Apa?"
"Setelah gencatan senjata ditandatangani, bagaimana kalau kita kembali lagi ke Sharia untuk
melanjutkan proyek penelitian patung, seperti biasanya?”
Akhirnya aku sampai pada intinya. Ibarat orang pacaran, ini adalah lamaran pernikahan yang
terakhir.
Atau…. haruskah aku menanyakan itu sembari kusodorkan karangan bunga padanya?
Ah lupakan…. emangnya kami mau nikah beneran?
Aku hanya memintanya untuk melupakan negara ini, dan kembali ke rutinitas biasa seperti
sedia kala.
Zanoba pun menatapku tanpa ekspresi.
Sulit dipercaya bahwa atmosfer pembicaraan ini sama sekali tidak tegang.
Ah… gawat nih, sepertinya aku ditolak.
Sejak awal aku tidak mempertimbangkan mood Zanoba.
Aku sungguh menyasal.
Sepertinya dia akan menolakku mentah-mentah.
Ah…

115
"Shishou, jangan-jangan .... ummm ..?"
"Ummm?"
Pada saat itu juga, tiba-tiba terdengar kegaduhan dari arah benteng.
Kami bisa mendengar suara derap langkah kuda.
Padahal kami tidak mempunyai kavaleri di benteng ini.
Siapakah yang membuat suara itu?
Sembari memikirkan itu, kulihat ke arah benteng, lalu kudapati seorang berkuda sedang
menuju ke arah kami.
"Fumu, itu utusan dari ibukota."
Aku langsung berdiri saat mendengar perkataan Zanoba.
"Mungkin Pax mengirimi kita pernyataan gencatan senjata."
"Atau jangan-jangan…. itu surat perintah agar kita menyerbu basis musuh.”
"Oh ya? Kurasa itu mungkin saja terjadi selama Shisho membantu kami.”
Kami menunggu kuda yang mendekat sambil bercanda.
Saat semakin mendekat, akhirnya kusadari bahwa aku mengenal si penunggang kuda.
Zanoba pun mengenalinya.
"Ginger ~?"
Dengan wajah pasrah, Ginger terus melacu kudanya mendekati kami.
Aku jadi penasaran, apa yang telah terjadi.
Saat melihat kami menyadari kedatangannya, Ginger semakin mempercepat laju kudanya.
Sontak, para prajurit membentuk pagar manusia untuk melindungi kami.
Kemudian Zanoba berteriak,
"Buka jalan! Dia adalah pengawal pribadiku!”
Setelah mendengar itu, para prajurit segera memberi jalan.
Sebelum Zanoba bisa bergerak, Ginger melompat turun dari kudanya. Sekarang wajahnya
terlihat lega.
"Ginger, apa yang terjadi!?"
"Ha .... haa ..."
Zanoba pun menyadari bahwa pengawal pribadinya itu sedang mendapati masalah.
Dia tidak terluka, tapi terlihat begitu kelelahan.
Mungkin dia sudah menunggangi kuda selama 24 jam penuh.
"Hah…..Hah….Hah…. Zanoba-sama, ada masalah di ibukota Latakia. Kudeta kembali terjadi,
kali ini yang memimpin adalah mantan panglima perang Jade…. Hah…hah…. Dia
memberontak atas nama pangeran ke-11. Sekarang istana kerajaan sudah mereka kepung!!”

116
Setelah mengatakan itu, Ginger tersedak, lalu pingsan.
"Pangeran ke-11? Konyol, bocah itu harusnya hanya punya 10 orang pengawal pribadi ...
Ginger! Detailkan informasinya…!! Hoi…”
"Tenang Zanoba, biarkan dia istirahat dulu."
Aku meminta Zanoba untuk berhenti mengguncang pundak Ginger.
Kemudian, kami pun membawanya ke ruangan benteng.
Bagian 2
Pangeran ke-11, Haruha Shirone
Usianya baru tiga tahun
Di tahun-tahun terakhirnya, mantan Raja Shirone, Palton Shirone mengangkatnya sebagai
anak.
Ibunya hanyalah anak petani, itulah kenapa dia tidak berhak meneruskan tahta kerajaan.
Bahkan, keberadaan Haruha tidak pernah diakui oleh keluarga kerajaan.
Tapi setidaknya, dia diberi tanah di pojokan Kerajaan Shirone.
Bersama ibunya, dia tinggal di sana dengan tenang di bawah perintah seorang Tuan Tanah.
Tak banyak yang mengetahui keberadaan Pangeran Ke-11.
Kebetulan, Palton mempunyai adik perempuan, yang merupakan ibu dari seorang panglima
perang bernama Jade.
Naas, Palton dan adik perempuannya sama-sama dieksekusi oleh Pax.
Namun Jade masih hidup.
Dia sudah bersumpah setia pada Palton.
Jade hanya mempunyai kenalan para petani, tapi sepertinya dia berhasil menggerakkan mereka.
Itu semua berkat kemampuannya yang dia dapatkan selama menjabat sebagai panglima perang.
Berkat jeri payah Jade, keluarganya terhindar dari kelaparan, dan hidup cukup makmur.
Raja pun telah menjanjikan posisi yang penting untuk adik perempuan Jade.
Pada saat kudeta Pax, Jade ditempatkan di Benteng Karon.
Pada saat itu, Benteng Karon dijaga oleh sekitar 1000 orang prajurit.
Jade memimpin setengahnya untuk bergerak menuju ibukota, Latakia.
Namun, sesampainya di sana, semuanya sudah terlambat…. Palton sudah mati.
Keluarga kerajaan lainnya pun dibantai.
Pasukan yang melindungi ibukota berjumlah 2000 orang.
Namun, saat memberikan perlawanan, pasukan Jade bertambah menjadi 1500 orang oleh
orang-orang dari tuan tanah.
Mengingat Jade cukup ahli dalam strategi bertempur, maka sangatlah memungkinkan dia
mengambil alih ibukota meskipun jumlah pasukannya masih kalah banyak.

117
Namun, kenyataannya tidak begitu ...
Pasukan Jade segera terbagi menjadi dua.
Itu karena Pax menjanjikan posisi yang bagus bagi para tuan tanah.
Beberapa tuan tanah mulai menentukan pilihannya. Ada yang masih memusuhi Pax, ada yang
ketakutan, dan tidak sedikit juga yang beralih membela Pax.
Setelah melihat manuver politik ini, Jade akhirnya sadar bahwa dia tidak akan menang.
Dia menyerah, kemudian bersumpah setia pada Pax.
Tentu saja meskipun Jade mengambil tindakan seperti itu, urusan belum selesai begitu saja.
Anak adik perempuannya, yaitu Pangeran ke-11 sudah mengetahui segalanya. Dia ingin
membalas dendam, namun harus menunggu sampai saat yang tepat.
Jade pun mengetahui bahwa Haruha memiliki tujuan yang sama dengannya.
Mereka sama-sama ingin menggulingkan Pax.
Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya mereka memberanikan diri untuk mengobarkan kudeta
sekali lagi.
Itulah latar belakang terjadinya insiden ini.
Kondisi ini semakin didukung oleh invasi dari negara utara.
Kosentrasi pasukan Pax semakin terpecah. Bahkan, ada beberapa yang dikirim ke utara. Salah
satunya adalah Zanoba.
Dengan keahliannya sebagai mantan panglima perang, Jade mengurangi pasukan Shirone
sedikit demi sedikit.
Sayangnya, Kerajaan Raja Naga tidak memberikan bantuan untuk melenyapkan pemberontak
bernama Jade ini.
Untung saja kami berhasil menahan serangan dari utara di Benteng Karon, kalau tidak kondisi
Kerajaan Shirone semakin parah karena dampak kudeta yang dipimpin oleh Jade.
Namun, bagaimanapun juga Pax masih punya Dewa Kematian. Andaikan saja Benteng Karon
tertembus oleh lawan dari utara, maka Pax pasti akan melepaskan monsternya itu untuk
membantai lawan.
Seperti itulah yang Jade pikirkan.
Namun, dia salah perhitungan. Benteng Karon yang hanya beranggotakan 500 orang ternyata
bisa memukul mundur pasukan utara yang berjumlah 10 kali lipatnya. Lagipula, Pangeran
Zanoba telah kembali.
Zanoba pun tidak sendirian, dia membawa Penyihir Air Kelas Raja, Roxy Migurdia, yang
pernah menjabat sebagai penyihir kerajaan, beserta Rudeus Greyrat yang kabarnya telah
membunuh Raja Air Reyda dan Kaisar Utara Auber.
Sebenarnya Jade sudah berencana merekrut Zanoba untuk bersama-sama membalas dendam
pada Pax.
Namun, Zanoba malah memenuhi perintah Pax untuk melindungi Benteng Karon.
Perhitungan Jade salah.

118
Benteng Karon masih berdiri kokoh, dan monster yang paling dia takuti, yaitu Dewa Kematian,
masih tidak beranjak dari sisi Pax.
Kekuatan militer Kerajaan Shirone juga semakin memulih.
Pasukan yang berkumpul di utara juga kemungkinan akan segera kembali ke ibukota.
Ini mungkin kesempatan terakhirnya.
Namun, setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya Jade nekad mengobarkan kudeta.
Dia mengumpulkan semua prajurit yang dia punya untuk menyerang ibukota.
Dia pun mengepung Latakia.
Itulah ringkasan cerita yang disampaikan Ginger setelah dia siuman beberapa jam kemudian.
Ginger saat itu masih berada di ibukota, namun dia segera melarikan diri ke utara setelah kota
menjadi panik karena pemberontakan Jade.
Dia langsung menuju ke Benteng Karon tanpa beristirahat sejenak pun.
Bagian 3
"Ketika aku meninggalkan ibu kota, raja tampaknya telah menutup diri di istana bersama
banyak penjaga pribadinya ... tapi, aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.”
Dengan suara tenang, Ginger selesai menyampaikan semua yang dia tahu.
Rupanya Pax telah dikepung.
Sudah beberapa hari berlalu sejak pemberontakan terjadi.
Tidak lucu jika saat ini ternyata Pax sudah mati, dan istana sudah diduduki oleh musuh.
Akan tetapi, belum tentu itu terjadi. Karena Pax masih punya kartu asnya, yaitu Dewa
Kematian.
Sebaliknya, bukan mustahil bila pasukan Jade lah yang terbantai habis.
Dengan kata lain, Pax bisa melarikan diri dari istananya dengan mudah. Dewa Kematian akan
menembus blokade pasukan pemberontak untuk memberinya jalan.
Lalu, mengapa dia harus mengurung diri di dalam istana?
Ada banyak hal yang masih belum kumengerti.
Kali ini, aku harus bertindak hati-hati.
"Kita harus segera menuju ibukota untuk melihat semuanya.”
Zanoba langsung berdiri dari tempat duduknya.
Ginger tampak lega.
Namun, setelah mendengar kalimat selanjutnya, ekspresi Ginger kembali mengaku.
"Aku akan menyelamatkan Yang Mulia dan membantunya melarikan diri ke Benteng Karon.
Jika itu tidak mungkin, maka aku akan menyusup masuk ke dalam istana lewat jalan rahasia,
lalu memberikan bantuan pada Yang Mulia.”
"Tunggu….tunggu dulu, Zanoba-sama!!"

119
Sontak, Ginger bangkit dari tempat tidurnya.
Dengan wajah pasrah, dia coba menahan Zanoba.
Sebagai pengawal pribadi, dia ingin tuannya mendengarkan penjelasannya.
"Apa lagi? Jangan khawatir, Ginger. Kau tetaplah tinggal di sini untuk beristirahat.”
"Tidak, maksudku….maksudku…. apakah Anda yakin ingin berpihak pada Yang Mulia
Pax!??”
Baru kali ini aku melihat Ginger begitu menentang keputusan Zanoba.
Zanoba tersentak.
Wajahnya terlihat kacau.
"Tentu saja aku akan berpihak pada Yang Mulia Pax. Aku tidak pernah melihat wajah Pangeran
Ke-11. Aku hanya tahu statusnya sebagai putra raja terdahulu. Namun, aku bahkan meragukan
apakah dia punya hubungan darah dengan ayahku. Jadi, untuk apa aku membelanya?”
Dia benar.
Bahkan, mungkin saja Jade hanya memanfaatkan nama Pangeran Ke-11. Bagaimana bisa
seorang bocah berumur 3 tahun mengobarkan kudeta, jika tidak diperalat oleh orang lain.
Menanggapi perkataan Zanoba, Ginger hanya bisa mengerutkan alisnya.
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan wanita itu sekarang.
"Jika Anda sudah berkomitmen membela Raja Pax, lantas apa yang akan Anda lakukan
selanjutnya?”
"Semuanya akan kuserahkan pada Yang Mulia. Jika beliau memerintahku untuk membasmi
para pemberontak, maka aku siap melakukannya.”
"B…b…bagaimana mungkin Anda membela orang seperti itu………”
Saat mendengar perkataan pasrah dari Ginger, alis Zanoba sedikit berkedut.
Wajahnya terlihat berang.
"'Orang seperti itu'!!? Ginger!! Apa yang kau maksud dengan ‘orang seperti itu’!!?”
“Aku tahu itu tidak sopan… Tapi, Zanoba-sama…. apakah Anda benar-benar mengerti apa
yang telah Pangeran Pax lakukan pada negeri ini?”
"Apa yang dia lakukan!!!?"
"Dia bahkan menyandera seluruh keluargaku!!”
Zanoba kembali mengerutkan dahinya.
Ya, Pax juga pernah melakukan hal yang sama pada Lilia dan Aisha.
Keluargaku pernah disanderanya.
Aku pun dibullynya habis-habisan.
Itu sungguh pengalaman yang mengerikan.
"Dia juga pernah menyandera seluruh keluarga pengawalnya….. A-a-aku tidak mengerti
mengapa orang seperti itu pantas Anda bela sebagai raja….”

120
Penguasa Feodal Jaman Edo dari duniaku sebelumnya perlu mendengar kalimat ini.
Namun yang pasti, di negara ini… siapapun yang memiliki kekuatan terbesar, maka dia lah
yang berhak mengatur semua pengawal kerajaan.
Semakin banyak pengawal kerajaan yang dia punya, maka semakin besar pula peluangnya
menjadi raja…. sperti itulah aturannya.
Dengan kata lain, para pengawal kerajaan hanyalah tumbal.
Tampaknya raja sebelumnya sungguh menentang aturan seperti ini. Itulah kenapa Pax dihukum
berat karena telah melakukan kejahatan serupa beberapa tahun yang lalu.
"Haha, Ginger, izinkan aku menanyakan suatu hal padamu. Jika kau tidak setuju aku membela
Raja Pax…. maka mengapa kau selalu membelaku selama ini…? Hal apakah yang membuatku
begitu pantas kau bela?”
"Itu karena..."
"Dulu… aku bahkan tidak pantas disebut pangeran. Yang bisa kulakukan hanyalah merusak.
Jadi, mengapa kau masih saja mengabdi padaku?”
Padahal, Zanoba pernah menjual Ginger dulu.
Dia menukar Ginger dengan patung Roxy yang Pax miliki.
Lalu, apa yang membuat Ginger begitu setia padanya?
Ah, aku tahu…. mungkin karena janjinya pada ibu Zanoba.
"….karena Zanoba-sama adalah orang yang bijak.”
Namun, Ginger tidak mengungkapkannya.
Yahh, mungkin dia sengaja menutupinya karena kebanggaannya sebagai pengawal keluarga
kerajaan.
Dia tidak mengatakan, 'Aku di sini karena janjiku pada ibumu.'
"Jadi, menurutmu Pax tidak bijak, dan tidak berkompeten menjadi seorang raja?"
"Bukannya tidak kompeten. Aku tahu Yang Mulia Pax adalah orang yang cerdas, hanya saja
dia tidak bijak."
"Berarti masih mending Pax, karena aku sama sekali bukanlah orang yang cerdas. Aku
hanyalah si tolol yang cuma mengerti patung."
"Tidak, Anda lebih baik darinya."
Ginger berlutut, lalu mendongak pada tuannya.
"Anda adalah seorang Miko. Aku tahu Anda pernah membunuh beberapa orang, namun jika
Anda tidak bijak mengendalikan kekuatan Anda, maka harusnya lebih banyak korban
berjatuhan. Namun itu tidak terjadi. Meskipun Anda menganggap diri sendiri bodoh.... namun
kurasa itu tidak benar. Anda hanya berpura-pura bodoh."
Dia benar juga.
Beberapa kali, aku mendapati Zanoba mengatakan hal-hal yang berat.

121
Dia bisa memahami teknik pembuatan patung hidup yang tersisa di rumahku, dia bisa
membantuku mendisain Magic Armor, dia bisa berteman dekat dengan Perugius, dia bahkan
mengerti strategi perang jauh lebih baik dariku...mana mungkin orang seperti itu disebut tolol.
Mungkin Ginger benar, selama ini Zanoba hanya berpura-pura bodoh.
Namun, kecintaannya pada patung memang tidak bisa dipungkiri lagi.
Sayangnya, pangeran otaku ini tidak terlihat bijak sama sekali.
"Tidak... aku memang benar-benar bodoh. Aku hanya fokus pada hobiku, tanpa mempedulikan
hal lainnya."
"Kalau Anda hanya mementingkan hobi, maka kembalilah ke Sharia!! Zanoba-sama bisa
menekuni hobi di sana seumur hidup!!"
"Aku tidak akan kembali. Urusan patung sudah kuserahkan pada orang yang lebih tepat."
"A....apa..."
Kemudian Ginger menoleh padaku.
Matanya seakan berkata, 'Tolong dukung aku....'
Aku memang mendukungmu, nona. Sampai sekarang pun aku masih yakin bahwa Pax
hanyalah seorang bajingan.
Dia melecehkan Roxy.
Dia menyekap Lilia dan Aisha.
Dia menginjak-injak harga diriku.
Dosanya tidak terampunkan lagi.
Saat ini aku masih bisa sabar terhadapnya, namun kalau diingat-ingat lagi dosanya, tentu saja
amarahku kembali mendidih.
"Hey Zanoba, aku juga setuju dengan Ginger."
"Shishou...."
"Mungkin Pax sudah sedikit berubah semenjak pulang dari Kerajaan Raja Naga, tapi bukan
berarti kau harus mengabdi padanya selamanya."
Ternyata teguranku itu cukup membuat Zanoba emosi.
Dengan wajah geram, dia menatapku.
"Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, Shishou.... aku adalah pengabdi Kerajaan Shirone.
Sedangkan kerajaan adalah milik seorang raja. Maka, ketika sang raja berada dalam bahaya,
apakah salah aku menyelamatkannya??"
"Bukankah raja memanggilmu ke sini hanya untuk menangani ancaman dari luar negeri? Dan
tugas itu baru saja kau selesaikan dengan begitu baik."
Zanoba terdiam.
Kubantah idealismenya dengan hal yang sangat logis.
"Tak peduli siapapun rajanya, entah itu Pax atau Pangeran ke-11, tugasmu hanyalah apa yang
tertulis di surat itu. Kau sama sekali tidak diminta meredam ketegangan politik dalam negeri,

122
dan kau bahkan seakan tidak peduli dengan kudeta terdahulu. Itulah kenapa, ketika persetujuan
gencatan senjata telah ditandatangani, maka semua tugasmu sudah usai. Apakah aku salah?"
"Shishou...."
"Bukankah itu pilihan yang baik? Kita akan hidup damai selamanya di Sharia. Jadi, ayo pulang
bersama kami, Zanoba."
"Hmmm...."
Zanoba meletakkan tangan di dagunya, kemudian dia mendongak ke atas.
Dan aku pun melihatnya dari dekat.
"Itu adalah tawaran yang menarik.... tapi sepertinya aku tidak mungkin menerimanya."
"Kenapa?"
Aku terus menekannya.
Harusnya aku lebih tenang membujuknya.
Zanoba bukanlah orang yang akan merubah pendiriannya meskipun kubentak.
Lagipula, argumenku tidaklah sempurna.
Jika seorang bangsawan sangat loyal pada negaranya, tentu saja dia tidak akan meninggalkan
negaranya begitu saja setelah tugas selesai.
Yah, aku juga paham akan hal itu.
Namun, setidaknya alasanku logis.
"Yahh... shishou tidak akan mengerti meskipun kujelaskan panjang lebar."
Tentu saja aku tidak mengerti!!
Tenang.... tenang.... aku harus tenang.
Pasti ada alasan dibalik kekerasan hatinya.
Aku harus tenang sembari memancingnya mengungkapkan apakah alasan itu.
"Zanoba, Pax mungkin takut padamu."
"Kenapa....?"
"Karena kau bisa membalaskan dendam kematian keluargamu kapanpun kau punya
kesempatan."
Meskipun Zanoba tidak punya dendam mendalam pada Pax, belum tentu hal yang sama berlaku
sebaliknya.
Wajar jika Pax ingin menghabisi semua orang yang memusuhinya di masa lalu.
"Dia bisa dengan mudah mengirim Dewa Kematian untuk membantaimu."
"........"
"Lupakan sejenak keinginanmu menyelamatkan Pax. Meskipun kau berbuat baik padanya,
belum tentu dia melakukan hal yang sama denganmu. Orang seperti Pax tidak akan
mempercayaimu. Dia bisa kapan saja mengkhianatimu. Ketika saatnya datang, dia pasti akan
membunuhmu. Kau tidak perlu mengabdi pada orang seperti itu."

123
Zanoba terdiam.
Dia hanya melihatku dengan wajah murung.
"Sebenernya, alasanku datang kemari bukan hanya ingin membela negara. Aku juga ingin
menyelamatka Pax, karena......."
"......"
Zanoba menutup matanya, lalu terdiam sebentar.
Aku bernapas pelan dan bersiap diri mendengarkan perkataan Zanoba selanjutnya.
"...... karena Pax adalah adikku. Dia lah satu-satunya keluargaku yang tersisa."
Adik....
Hubungan darah ...
Seketika, aku kehabisan kata.
Tak ada lagi yang bisa kukatakan.
Namun, Zanoba melanjutkan argumennya.
"Aku ragu Shishou paham apa yang kumaksudkan….. namun, itulah faktanya. Pax adalah
adikku.”
Zanoba menatap kosong ke arahku.
Wajahnya tanpa warna.
Dia tidak coba mengekspresikan apapun, bahkan lewat gestur tubuhnya. Tangannya diam tidak
bergerak, wajahnya kosong, tidak ada tawa, tangisan, atau apapun itu….
Tanpa mengenakan topeng apapun, Zanoba menatap lurus padaku.
"Haa ..."
Tak sengaja, desahan keluar dari bibirku.
Kalau dia melakukan ini semua karena keluarganya, maka bagaimana aku bisa menentangnya?
Aku mengerti kenapa Zanoba begitu keras kepala bertahan di Kerajaan Shirone.
Aku pun akan melakukan hal yang sama jika nyawa Aisha dan Norn terancam.
Tapi, apa yang akan terjadi jika seandainya Aisha bertengkar hebat dengan Norn, sampai
akhirnya membunuhnya?
Tentu saja aku akan menghukumnya…. namun, suatu saat nanti pasti akan kumaafkan. Yahh,
seperti itulah hubungan keluarga.
Meskipun Pax telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan di masa lalu, dia masihlah mau
berubah. Zanoba pun memaafkannya, tak peduli seberapa besar kesalahan itu. Karena dia lah
satu-satunya saudaranya yang tersisa.
"Aku mengerti."
Sejak awal Zanoba memang tidak berniat pulang bersama kami.
Aku bisa memahaminya.

124
Namun, apakah adiknya ingin diselamatkan? Ataukah tidak? Aku tidak tahu…
Tapi setahuku, tekad melindungi keluargamu bukanlah sesuatu yang bisa dipatahkan dengan
begitu mudah.
Maaf, Cliff, Julie.
Sepertinya aku gagal membawa Zanoba kembali bersama kita.
Aku tetap akan mengikuti Zanoba, sampai dia membentuk ikatan yang cukup kuat dengan
adiknya.
Aku tidak punya pilihan selain mendukungnya.
"Jujur saja, tadinya aku ingin berlutut dan bersujud untuk memohonmu pulang bersama kami,
tapi sekarang….. kurasa aku akan mengikutimu.”
"... Terima kasih banyak, Shisho. Shisho memang bisa diandalkan, kalau Shisho sampai
memohon seperti itu, mungkin aku akan berubah pikiran.”
"Baiklah…. kalau begitu, biarkan aku melakukannya.”
"Jangan bercanda.”
Setelah itu, kami berdua tertawa terbahak-bahak.
Aku tidak tahu apa yang akan kukatakan pada Cliff.
Julie ... jika kau masih ingin mendampingi Zanoba, maka akan kubawa kau ke sini.
Bagaimana dengan proyek patung Ruijerd? Yahh, kurasa aku harus mulai lagi dari awal.
Aku akan meminta dukungan sekali lagi pada Perugius dan Ariel, lalu kita cari seorang
pematung berbakat bersama Aisha…..
Padahal, selama beberapa tahun terakhir proyek kami sudah berjalan dengan baik. Kalau mulai
lagi dari awal seperti ini…. rasanya sayang juga.
Tapi tidak apa-apa.
Kalau Zanoba lebih memilih keluarganya, maka aku hanya bisa merelakannya.
Tidak ada lagi yang bisa kukatakan.
Yahh, untuk saat ini, aku tidak tahu apakah Zanoba dan Pax bisa akur. Tapi suatu saat nanti
hubungan mereka pasti membaik.
Meskipun Zanoba sudah tidak bergabung dengan proyek kita, tak ada alasan untuk tidak
berkembang.
Kita hanya bisa memaklumi keputusan yang telah Zanoba ambil.
Bagaimanapun juga, keluarga lebih penting baginya. Meskipun adiknya banyak membuat
kesalahan di masa lampau, selama dia mau berubah, maka hubungan persaudaraan itu pasti
akan membaik lambat laun.
Memang Pax adalah seorang bajingan, namun aku pun tidak berbeda dengannya.
Dan aku bisa berubah.
Semua orang punya hak yang sama untuk berubah dan memperbaiki kesalahannya di masa
lalu.

125
"Jadi begitu ya."
Ginger menjadi pucat.
Ya, benar juga…. Ginger masih saja membenci Pax bahkan sebelum dia naik tahta.
Mungkin baginya, Pax tidak pernah berubah.
"Ginger, aku minta maaf. Kalau ini tentang keluarga, maka kita harus menghormati keputusan
Zanoba.”
Sebagai raja, Pax harus banyak merubah sikapnya. Kalau dia ingin Kerajaan Shirone terus
berkembang, maka dia tidak boleh lagi semena-mena seperti dulu.
Kurasa, kita tidak bisa merubah apapun, kecuali pergi ke ibukota.
Jika Zanoba menyelamatkan Pax, mungkin dia akan merubah persepsinya terhadap kakaknya
itu. Oleh karena itu, kali ini pun kita harus membantu Zanoba.
"Ginger, aku harus ke sana sebelum semuanya terlambat."
Zanoba menepuk bahu Ginger saat melewatinya.
"Ah, oh, tunggu sebentar."
Ginger memaksakan diri beranjak dari ranjangnya.
Namun, dia gagal berdiri, sehingga dia meraih kaki Zanoba dengan merangkak.
Ginger memohon dengan pasrah.
"Zanoba-sama, aku mengerti bahwa aku tidak bisa lagi menghentikanmu. Tapi, tolong
dengarkan satu permintaanku ini!!”
"Apa itu…."
"Kumohon jangan mati!! Meskipun Raja Pax memerintahmu untuk bunuh diri sekalipun!”
Itu adalah permintaan yang sedikit aneh.
Mungkin dia spontan mengucapkannya.
Tapi aku mengerti keinginan Ginger.
Dia hanya ingin Zanoba hidup.
Itu saja.
"Haha, yah tapi ..."
"Aku mengerti Ginger. Aku akan melakukan apapun untuk melindungi Zanoba.”
Aku mewakili Zanoba untuk menjawabnya.
Aku akan membantu Zanoba memenuhi perintah Pax.
Aku tidak akan membiarkannya mati.
Jika Pax tidak menunjukkan niatnya untuk memperbaiki hubungan dengan Zanoba, maka biar
aku sendiri yang membawanya kembali padamu.
Bagaimanapun juga, tujuan awalku datang ke sini adalah menyelamatkan Zanoba.
Aku harus mewujudkan tujuan itu.

126
Dan aku tidak akan melupakannya.
"Terima kasih Rudeus-dono, aku sangat berterima kasih."
Ginger membungkuk serendah-rendahnya padaku.

127
Bab 9
Berpihak Pada Pax

Bagian 1
Aku memutuskan untuk memakai Magic Armor Versi I selama perjalanan kembali ke ibukota.
Sangat merepotkan membongkar-pasang Magic Armor Versi I setiap kali melakukan
perjalanan, jadi mendingan kupakai terus.
Untuk jaga-jaga, siapa tahu kami akan langsung terlibat dalam suatu pertempuran saat
memasuki ibukota.
Aku hanya perlu mengalirkan Mana-ku ke seluruh tubuh untuk mengendalikan zirah ini.
Tadinya, aku ingin memikul Zanoba dan Roxy di pundak Magic Armor Versi I, lalu kami
menuju ibukota dengan cara seperti itu. Namun, mereka menolaknya karena tidak nyaman.
Sepertinya guncangannya terlalu kencang.
Jarak kembali ke ibukota cukup jauh, dan mustahil kami sampai ke sana dalam waktu sehari
perjalanan saja. Jadi, kami harus memikirkan cara lain.
Kami pun memutuskan untuk membeli kereta kuda.
Tapi, kurang tepat jika disebut ‘kereta kuda’ karena kali ini kami tidak menggunakan kuda
untuk menarik keretanya. Melainkan, Magic Armor Versi I itu sendiri.
Sembari mengenakan zirahnya, aku menarik kereta yang membawa Zanoba dan Roxy. Aku
pun menggunakan sihir bumi untuk semakin menstabilkan pijakanku.
Tentu saja akan lebih mudah jika kita menggunakan tenaga kuda seperti biasanya. Tapi seperti
yang sudah kubilang tadi, aku kerepotan jika harus membongkar-pasang Magic Armor Versi
I.
Selama perjalanan, Zanoba muntah-muntah dan Roxy memucat.
Tapi, kami berhasil kembali ke ibukota dalam 5 hari saja.
Aku tidak tahu seberapa banyak sisa Mana-ku.
Tubuhku terasa agak lesu, jadi aku tahu bahwa Mana-ku tinggal sedikit.
Tadinya kupikir aku bisa langsung bertarung saat tiba di Latakia, namun dengan kondisi seperti
ini, tampaknya aku butuh istirahat terlebih dahulu….
Dengan Mana sesedikit ini, mustahil aku bisa melawan musuh yang tangguh.
Mungkin kami harus meminta bantuan Pax.
Jika kami berniat menolong Pax, maka seharusnya Dewa Kematian berpihak pada kami. Tapi,
kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Aku harus selalu siap.
Bagian 2
Ibukota Kerajaan Latakia telah diblokir.

128
Gerbang masuk ibukota tertutup rapat-rapat, dan ada beberapa prajurit yang menjaganya.
Tampaknya mereka adalah para pemberontak.
Ada sejumlah besar orang yang berkerumun di luar dinding. Mereka semua dilarang masuk.
Mereka adalah para pedagang, prajurit bayaran, dan petualang.
Selain itu, ada juga tenda-tenda prajurit kerajaan.
Mungkin mereka berasal dari luar kota, atau berada di pinggiran kota saat kudeta terjadi,
sehingga mereka pun dilarang masuk.
“Sepertinya mereka akan terus menutup kota sampai Raja Pax berhasil digulingkan.”
"Tapi, kalau sampai sekarang belum dibuka, maka itu berarti Raja Pax masih hidup.”
Sepuluh hari sudah berlalu semenjak kudeta terjadi.
Istana Kerajaan belum jatuh ke tangan para pemberontak.
Kurasa jumlah pasukan Pax lebih sedikit daripada para pemberontak. Jadi, kalau sampai saat
ini dia masih hidup, itu pasti karena Dewa Kematian yang melindunginya.
Kalau pun Pax sudah mati, pasti para pemberontak punya alasan tersendiri tetap menutup kota.
"Kita bisa melewati gerbang melalui jalan rahasia di sepanjang tepi sungai."
Kami pun mengikuti arahan Zanoba dengan menyusuri tepi sungai.
Aku sempat berpikir untuk membantai para pemberontak itu dengan sihirku, namun itu terlalu
gegabah.
Tidak baik menggunakan cara paksa seperti itu tanpa memikirkan konsekuensinya.
Lagipula, itu hanya akan menambah panjang daftar orang tak berdosa yang telah kubunuh.
Aku juga ingin tahu mengapa mereka menutup kota rapat-rapat.
Akhirnya, kami pun menghindari orang-orang di pinggiran kota.
Jika mereka mengetahui bahwa Zanoba adalah seorang pangeran, pasti akan timbul kehebohan
di sini.
Lagipula, Jade seharusnya menganggap Zanoba sebagai sekutu Pax.
Lebih baik kami masuk sembunyi-sembunyi.
"...."
Area di sekitar tepi sungai cukup tenang.
Kali ini, aku terpaksa melepas Magic Armor-ku. Siapapun akan kaget melihat robot sebesar
itu.
Bisa-bisa keributan terjadi jika aku terus memakainya.
"Kurasa inilah tempatnya."
Setelah beberapa saat menyusuri sungai, akhirnya kami mendapati sebuah bangunan dan kincir
air.
Aku menempatkan Magic Armor Versi I di sana.

129
Zanoba dan Roxy pun turun dari kereta.
Wajah keduanya pucat pasi. Roxy segera muntah sebanyak-banyaknya di sungai.
Perjalanan kali ini sangatlah berat bagi keduanya.
"Di dekat kincir air itu ada semacam terowongan bawah tanah.”
Zanoba berbicara dengan riang, tetapi wajahnya masih pucat.
Mabuk darat bisa disembuhkan dengan sihir detoksifikasi, namun aku harus menghemat Mana-
ku.
Meskipun sudah muntah berkali-kali, kurasa Zanoba masih sehat.
"Mungkin kita harus istirahat sebentar?"
"Tidak, di saat-saat seperti ini, kita tidak boleh mengulur-ulur waktu. Jadi, ayo segera masuk.”
Kita tidak tahu bagaimana perkembangan situasi di dalam istana.
Kincir air ini mungkin akan menjadi tempat terakhir kami menghela napas.
Sayangnya, lubang bawah tanah itu tidak bisa dilalui Magic Armor Veris I, jadi kali ini aku
hanya bisa mengandalkan Mana-ku.
Mana-ku tidak 100%, tapi seharusnya Zanoba dan Roxy bisa berbuat banyak.
"Zanoba, tenanglah dulu. Kurasa, inilah kesempatan terakhir kita beristirahat. Lihatlah, Roxy
masih mual. Jika kita harus bertarung dalam keadaan seperti ini, kita pasti celaka.”
"Muh ...."
"Kata pepatah, orang yang terlalu terburu-buru lebih mudah membuat kesalahan.”
"Aku belum pernah mendengar pepatah seperti itu….. tapi, baiklah…..”
Zanoba mengangguk dengan enggan.
Bagus.
Kami tidak ingin kelelahan selama perjalanan mempengaruhi stamina kami.
"Untuk sekarang, lebih baik salah satu di antara kita memastikan posisi lubang bawah tanah di
dekat kincir air itu.”
"Oh, tentu saja."
Roxy menyarankan begitu, lalu aku segera mengamati kincir air itu dari dekat.
Aku menemukannya di bawah tumpukan tong dan peti yang bertumpuk di dalam bangunan.
Bangunan ini seperti gudang.
Zanoba dan aku memukul lantai dan dinding untuk mencari lokasinya.
Jika ada ruangan di balik dinding dan lantai, maka suara ketukannya terdengar lebih nyaring.
Setelah kami menyingkirkan kotak-kotak kayu itu, tampaknya ada lorong yang mengarah ke
bawah tanah. Lorong itu ditutupi oleh plat-plat baja.
Ada semacam pintu di lorong tersebut. Itu bisa dilihat dari kenobnya.
"Inikah lorongnya?"

130
"Tunggu, jangan langsung menyimpulkan. Mungkin itu hanya pintu yang mengarah ke suatu
ruangan lain di gudang ini.”
Sebetulnya, aku juga menduga bahwa inilah lorongnya, tapi kewaspadaanku berkata lain. Aku
pun mengamati pintu itu.
Aku penasaran, bagaimana cara membuka pintu ini…..
Kalau lorong ini digunakan untuk melarikan diri oleh orang-orang kerajaan, maka tempat ini
bukanlah pintu masuk, melainkan pintu keluar. Wajar saja bila susah dibuka dari luar.
Apakah hanya bisa dibuka dari dalam?
"Oommphh!!”
Zanoba yang sudah kehabisan kesabaran membuka paksa pintu itu, kemudian terlihat tangga
yang menurun ke bawah.
Ya, jelas ini lorongnya.
Aku menggunakan sihir api tingkat menengah untuk menerangi bagian dalam lorongnya.
Aku bisa melihat dasarnya. Dalamnya hanya beberapa meter.
Sambil memeriksanya, kami memastikan bahwa terowongan itu mengarah ke istana.
Namun, mungkin saja hanya mengarah ke gudang bawah tanah.
Aku turun ke bawah, kemudian kusinari dalamnya.
Bagian dalam tempat ini benar-benar kosong.
Hanya ada lorong sempit yang mengarah ke tempat yang lebih gelap.
Yakk, ini bukan gudang bawah tanah.
"Bagaimana, Shishou?"
"Yakk, tak salah lagi, inilah lorongnya.”
"Jadi, kita istirahat sebentar?”
"Ya."
Setelah itu, aku kembali ke kereta untuk mengenakan Magic Armor Versi IIB.
Dengan begini, aku lebih percaya diri memasuki lorong itu.
Tapi, Magic Armor Versi IIB bukanlah lawan Dewa Kematian. Zirahnya memang lebih ringan,
namun kekuatannya jauh di bawah Versi I.
Setelah Zanoba dan Roxy istirahat sejenak, kami akan mulai menyusup ke dalam istana.
Bagian 3
Lorongnya cukup sempit, sehingga kami terus berdempetan saat melewatinya.
Sepertinya tidak ada pencahayaan sama sekali.
... harusnya siapapun tidak akan menduga ada sekelompok orang yang menyusup ke dalam
istana lewat terowongan ini.
Kami menggunakan gulungan roh cahaya untuk menerangi tempat ini.

131
Seperti biasanya, roh cahaya adalah penerangan paling praktis yang kumiliki.
Terowongan ini kosong melompong dan gelap.
Tampaknya tempat ini sengaja dibuat untuk dilewati secepat mungkin.
Akhirnya kami berjalan sebaris agar tidak desak-desakan. Zanoba berada di barisan paling
depan, kemudian aku, dan yang terakhir Roxy.
Kami tidak perlu mengkhawatirkan serangan dari belakang.
Anggap saja tidak ada orang lain yang menemukan tempat ini.
"Menyusuri terowongan sesempit ini, aku jadi teringat pada sesuatu yang mengerikan.”
Roxy membisikkan itu dari belakangku.
Aku ingin menanggapinya, tapi apa….
Akhirnya aku hanya mengatakan, "Begitukah?"
Setelah itu, pembicaraan berakhir, dan kami lanjut berjalan tanpa mengobrol sedikit pun.
Kami terus berjalan sekitar satu jam.
Kemudian, di ujung lorong, kami mendapati sebuah pintu.
Itu adalah pintu yang terbuat dari lempengan logam.
Tidak ada kenob pintunya, tapi ada suatu jendela kecil yang menempel di sana.
Pintu ini mirip dengan pintu yang ada di gudang tadi.
Sepertinya hanya bisa dibuka dari seberang pintu.
"Muuhn!"
Dengan menyisipkan jari-jarinya ke sela-sela pintu dan dinding, Zanoba pun bisa membukanya
secara paksa.
Untung kami menempatkannya di barisan terdepan.
"Ah ... ini ..."
Namun, setelah membuka pintu, Zanoba mengatakan sesuatu yang membingungkan.
Saat aku melihat apa yang membuat Zanoba tercengang, aku mendapati bahwa jalan di depan
kami sudah terblokir oleh tanah dan bebatuan.
Dengan kata lain, kami terhalang jalan buntu.
Tidak ada percabangan jalan.
Apakah kami telah memasuki terowongan yang salah sejak awal?
"Mungkin langit-langitnya runtuh akibat gempa ... atau Panglima Perang Jade sudah tahu
terowongan ini, sehingga dia sengaja menutupnya.”
Seperti itulah dugaan Roxy.
Ya, mungkin saja benar.
Mungkin langit-langitnya runtuh saat terjadi kekacauan akibat kudeta.

132
Mungkin, inilah salah satu sebabnya mengapa Pax tidak bisa melarikan diri dari istananya
sendiri.
"Shishou, puing-puing ini, bisakah kau menyingkirkannya?"
"... Ya, aku akan mencobanya."
Zanoba dan aku bertukar tempat.
Aku bahkan bisa menggali ruang bawah tanah di dalam kantorku. Jadi, yang kayak gini sih
kecil.
Aku sudah bisa memindahkan bebatuan seperti ini dengan sihir bumiku.
Untungnya, tidak ada jebakan yang bisa menghambat sihirku.
Aku memampatkan tanah untuk mengurangi volumenya, kemudian kukeraskan kembali langit-
langitnya.
Ini seperti membuat pipa melewati bebatuan.
Jujur saja, aku belum pernah membangun kembali lorong yang runtuh, namun aku hanya perlu
memperkuat lorongnya agar tidak kembali runtuh saat kami lewati.
Aku bisa menangani ini.
Akhirnya kami bisa melewatinya, setelah aku bekerja sekitar sejam.
Reruntuhannya hanya sepanjang 5 meter.
Tidak terlalu panjang sih, tapi membetulkannya sangat lama.
Tidak masalah, yang penting beres.
Saat berhasil melewati rintangan itu, sesuatu yang mengejutkan telah menunggu kami.
"Apa-apaan ini."
Ada terowongan lainnya.
Tapi yang ini, lebih mirip seperti gua.
Tingginya sekitar 2 meter, lebarnya 3 meter.
Namun, ada gua serupa di sampingnya. Jadi, ini adalah suatu persimpangan jalan.
Alir mengalir di dasar gua yang dilapisi oleh pasangan batu bata. Namun, sepertinya tempat ini
bukanlah terowongan pembuangan limbah.
Terowongan yang kami lewati sebelumnya tepat berakhir di percabangan jalan ini.
Posisi kami sedikit lebih tinggi, ada sekitar jeda 1 meter terhadap dasar gua.
"Zanoba, taukah kau jalan mana yang harus kita lewati?”
"Yah ... aku pun baru tahu ada percabangan jalan di terowongan ini.”
Saat ini, yang bisa kami lakukan hanyalah turun ke percabangan gua itu.
Kami tidak memerlukan roh cahaya lagi.
Karena ada semacam jamur yang bersinar tumbuh di dinding gua.
Tapi cahayanya cukup redup, sehingga aku merasa tak nyaman.

133
Tempat ini seperti gua buatan, namun terkesan cukup alami juga.
Tempat yang aneh.
Rasa-rasanya, aku pernah melihat gua ini sebelumnya, tapi di mana ya………
"Mungkin kita harus terus saja. Abaikan gua yang di samping itu."
Roxy mengatakan itu sembari memeriksa percabangan jalan di hadapannya.
Dia melompat sambil memegang rok dan topinya.
“Oke, sekarang kita pilih jalan yang lurus dengan terowongan yang kita lewati sebelumnya,
tapi…. Rudi, bisakah kau membuka dinding yang membatasi kedua gua ini?”
"Baik."
Aku tidak menanyakan mengapa Roxy menginginkan itu.
Iya kan saja semua perintah Roxy.
"Roxy-dono, kenapa Shisho harus melakukan itu? Apakah kau menyadari sesuatu?”
Zanoba bertanya mewakiliku.
Yahh, bukannya aku tidak ingin tahu alasannya, sih.
"Gua yang di sebelah itu, sepertinya aku pernah melewatinya. Gua itu mengarah pada dungeon
yang pernah kujelajahi di sekitar Kerajaan Shirone. Tampaknya dungeon itu terus meluas,
sehingga salah satu guanya berpotongan dengan terowongan yang menuju istana kerajaan.
Itulah kenapa lebih baik kita berjalan lurus saja.”
"Aku paham."
"Yahh, itu hanya dugaanku saja, sih. Jika Rudi bisa membuka dinding yang membatasi kedua
gua itu, maka kita hanya perlu berpindah tempat jika jalur yang kita pilih berakhir pada jalan
buntu.”

Sementara aku mendengarkan mereka berbicara, aku pun membuka dinding pemisah antara
kedua gua tersebut.
Gali teruuusss!! Gali terus seperti cacing!!
Tak terasa sejam lagi telah berlalu.
Awalnya, dinding pemisah itu cukup tipis, tapi lama-kelamaan tebal juga. Perlu waktu untuk
menggalinya. Setelah beberapa saat, akhirnya aku berhasil membuka terowongan baru di antara
dinding pemisah tersebut. Rupanya, kedua gua itu sama-sama mengarah ke dungeon,
sedangkan jalur yang asli terkubur di antara keduanya.
Terowongan baru terbuka, dan bentuknya pun mirip seperti terowongan yang kami lewati
sebelumnya. Jadi, tidak salah lagi inilah jalur yang benar.
"Ini dia!! Ini dia terowongannya!”
"Kalau begitu, ayo kita lanjurkan perjalanan."
Aku membuat tangga untuk mereka.
Dan juga tangga untuk kembali.

134
Tapi, jika percabangan jalur tetap dibiarkan terbuka seperti ini, dikhawatirkan ada iblis dari
dungeon yang menyusup masuk ke dalam istana.
Yahh, terserah lah.
Roxy memang hebat.
Hanya beberapa detik Roxy mengamati gua itu, namun dia sudah dapat menyimpulkan bahwa
keduanya sama-sama mengarah ke dungeon.
Guru yang paling kuhormati memang luar biasa.
Bagian 4
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan sekitar sejam lagi.
Total, kami sudah menghabiskan sekitar 4 jam di dalam terowongan ini.
Saat kami mendapati pintu yang sepertinya merupakan pintu keluar, Zanoba sudah kecapekan.
Setelah membuka pintu itu, kami memasuki semacam ruangan bawah tanah.
Ruangan itu hanya berukuran enam Tatami.
Dinding dan langit-langitnya dibangun kokoh dengan pasangan batu bata.
Ada juga lilin yang ditempelkan pada tembok.
Di sudut ruangan, ada tangga yang menuju ke atas.
Pintu keluarnya ada di ujung tangga itu.
Aku langsung tahu bahwa kami sudah memasuki Istana Kerajaan Shirone.
Karena aku mengenal ruangan ini.
Ya, aku pernah disekap di sini beberapa saat.
"... Zanoba, kurasa ruangan ini………”
"Ya, Shishou, di ruangan inilah kita bertemu untuk pertama kalinya.”
Ini adalah tempat yang penuh kenangan.
Namun, ada juga kenangan buruk di sini. Pax menahanku di tempat ini setelah menjebakku.
Lalu, dia membullyku habis-habisan.
Aku pikir ini hanyalah ruangan kosong biasa, tapi ternyata ada jalur tersembunyi di bawahnya
untuk melarikan diri.
Itulah kenapa di sini ada lingkaran sihir.
Mungkin lingkaran sihir itu digunakan untuk menyegel terowongan bawah tanah.
Namun, lingkaran sihir itu sekarang sudah dihancurkan.
"Aku sungguh kangen sama tempat ini. Sudah lama aku mengagumi patung itu, namun tak
disangka-sangka aku bertemu dengan penciptanya di tempat seperti ini. Itu adalah salah satu
momen tak terlupakan dalam hidupku. Jika aku tidak pernah bertemu denganmu, Shisho, maka
aku tidak akan pernah menjalani hidup sebahagia ini.”
"Nanti saja bernostalgianya.”

135
Aku coba menghentikan monolog Zanoba yang bertele-tele, agar kita bisa melanjutkan misi
ini.
Kami pun segera menaiki tangga untuk menuju ke permukaan.
Setelah memasuki istana, yang kami dapati hanyalah kesunyian.
Matahari telah terbenam, di luar jendela hanya tampak gelapnya malam.
Sepertinya tidak ada pelayan yang menyalakan lampu di lorong.
Keheningan ini seperti berada di rumah sakit saat tengah malam.
Aku penasaran… apakah Pax sengaja membiarkan istananya kosong….
"Di manakah Pax berada?"
"Mungkin dia berlindung di kamar ayah dulu."
Di kamar ayahnya ... maksudnya kamar tidur Raja.
Zanoba mengarahkan kami ke kamar tersebut.
Tentu saja Zanoba tahu arahnya, karena istana ini adalah rumahnya dulu.
Dan sekarang rumahnya menjadi sesunyi ini…
Ah, lupakan hal-hal syahdu seperti itu, sekarang saatnya serius.
Kami mengikutinya tanpa mengucap sepatah kata pun.
Bagian 5
".... ah."
Tiba-tiba Roxy berhenti.
Dia terpaku pada suatu ruangan tertentu.
"Ada apa?"
"Tidak, hanya saja….. sepertinya aku pernah tinggal di kamar ini.”
Pintu kamarnya terbuka.
Tidak ada orang di dalam.
Hanya ada meja dan tempat tidur kosong yang belum dirapikan.
Penghuni ruangan ini pasti telah melarikan diri dengan tergesa-gesa. Semuanya berantakan,
baik itu meja, kursi, dan tempat tidur.
Pasti ada orang yang menempati kamar ini setelah Roxy.
Meskipun suasananya sunyi, kamar ini terkesan hidup.
Mungkin karena barusan ditinggal oleh pemiliknya.
Roxy pernah tinggal di sini beberapa saat, mungkin masih ada sisa-sisa kenangannya yang
belum bisa dia lupakan begitu saja.
Sepertinya aku juga akan melakukan hal yang sama saat melihat kamarku di kediaman Boreas
dulu. Di sana lah aku menghabiskan hari-hariku sebagai guru privat Eris.

136
"Shishou, Roxy-dono, ada apa?"
"Tidak. Roxy hanya kangen sama kamarnya dulul.”
"Bukankah Shishou baru saja bilang, nostalgianya nanti saja ..."
Zanoba berjalan kembali pada kami, dengan wajah bingung.
Dia memasuki kamar itu, mengatakan ‘fummu’ sejenak, lalu melihat Roxy.
"Ini bukan kamar Roxy-dono. Kau tinggal di sebelahnya dulu.”
"Ehh?"
Roxy yang kebingungan segera membuka pintu kamar sebelahnya.
Dia membandingkan kedua kamar itu sejenak, lalu wajahnya mulai memerah malu.
"Heh, gelap sih. Aku jadi salah kamar."
Zanoba, beraninya kau mempermalukan dewiku.
Kalau Roxy bilang hitam… meskipun benda itu berwarna putih…. ya anggap saja hitam!!
"Shishou, mengapa kau menginjak kakiku?"
"Gak sengaja.”
"Aku tahu Sishou begitu memuja Roxy-dono, tapi kita harus mengoreksinya jika dia membuat
kesalahan.”
Dasar Otaku!
Hukuman injak kaki itu belum cukup untuk menebus dosamu!
Namun, aku juga merasa syahdu saat Roxy bernostalgia dengan bekas kamarnya.
Jika insiden metastasis tidak pernah terjadi, akankah aku tinggal bersama Roxy di Kerajaan
Shirone?
"Ayo cepat."
Atas desakan Roxy, kami pun kembali berlari.
Bagian 6
Kami masih tidak menemukan siapapun di dalam istana.
Tak seorang pun.
Entah kenapa, bangunan seluas ini begitu sepi.
Itu menyebabkan Zanoba sedikit cerewet.
"Di lantai dua ada juga pintu masuk ke dalam istana. Lorong ini biasa digunakan untuk
menyambut tamu, sedangkan di lantai tiga ada……..”
Dia terus memberikan keterangan tentang rumahnya ini.
Lantai 1: terdapat kamar-kamar untuk para ksatria dan pelayan.
Lantai 2: terdapat ruang pertemuan dan berbagai fasilitas kenegaraan.

137
Lantai 3: terdapat fasilitas lain seperti ruang konferensi, kantor urusan dalam negeri, dan
koridor yang mengarah ke dinding dan menara istana, yang merupakan area pertahanan
prajurit.
Lantai 4: terdapat tempat tinggal para pangeran dan putri, beserta pengawal-pengawalnya.
Lantai 5: terdapat kamar raja.
Ini adalah istana yang aneh.
Keluarga kerajaan tinggal di atas, bukankah itu berarti mereka akan mati jika terjadi kebakaran
di lantai terbawah saat sedang terlelap?
Yah, apapun itu, yang jelas sekarang mereka sudah tiada… Pax membantainya.
Tak ada seorang pun di lantai pertama sampai ketiga.
Nihil.
Saat aku memasuki lantai keempat, kulihat sesuatu melalui jendela.
Ada kobaran api di sekitar istana, itu artinya pasukan pemberontak ada di sana.
Namun, kami masih belum menemukan seorang pun pasukan Pax.
Anehnya, tidak ada tanda-tanda pertempuran terjadi di sini.
Aku tidak melihat seorang pun bukan karena hari sudah gelap. Melainkan, istana ini benar-
benar kosong.
"...."
Zanoba juga menyadari kengerian ini.
Saat tiba di lantai empat, tiba-tiba dia berhenti berbicara.
Wajah kami pun menegang.
Pasti hal yang mengerikan telah terjadi di istana ini.
Sembari memikirkan berbagai kemungkinan, kami pun menaiki tangga menuju lantai terakhir.
Bagian 7
Lalu, kami tiba di lantai kelima.
Lantai teratas istana ini juga biasa disebut menara.
Di lantai teratas inilah tinggal orang teratas dari kerajaan ini.
"...."
Tepat setelah menaiki tangga, kami mendapati seseorang sedang duduk di depan pintu.
Dia lah lelaki berwajah mirip tengkorak.
Dia lah Sang Dewa Kematian.
Dia lah Randolph Marian.
Entah kenapa, dia duduk pada kursi yang disandarkannya ke pintu, seolah-olah dia sedang
istirahat. Saat menyadari kedatangan kami, dia pun menjulurkan kepalanya ke depan.
Dia menyangga dagunya dengan tangan, yang dia letakkan pada lututnya.

138
Kemudian dia menatap kami dengan wajahnya yang mirip zombie bermata satu itu.
"Mengapa raja negara ini harus meletakkan ranjangnya pada tempat setinggi ini?”
Dewa Kematian, Randolph Marian
Setelah melihat kami, dia tiba-tiba mengatakan itu.
"Sangat merepotkan membangun ruang tidur di tempat setinggi ini. Tiap hari dia harus turun
ke bawah untuk bekerja di kantornya…. menurutku itu sangat merepotkan. Bahkan para
pelayan pun akan kesusahan. Bisa-bisa makanan yang diantarnya dingin sebelum tiba di lantai
ini. Saat menua, dia akan kesulitan mendaki anak-anak tangga itu. Belum lagi kalau ada
kebakaran, dia pasti akan mati.”
Dia mengatakan itu semua, sembari menatap kami dan memiringkan wajahnya yang kurus-
kering.
Sikapnya seperti pak tua yang suka protes, tapi saat dia mengatakannya, bulu kudukku berdiri.
"Andaikan ini istanaku, aku akan memindahkan kamarku ke lantai pertama. Aku bisa bekerja
di kantor tanpa kesulitan naik-turun tangga, dan aku juga bisa menyantap nasiku selagi hangat.
Kalau ada masalah pun aku bisa melarikan diri dengan mudah ... yahhh, itulah yang akan
dilakukan orang biasa sepertiku.”
Randolph menyudahi ocehannya dengan tawa, 'haha'.
Roxy menelan ludah karena gugup, saat melihat si kepala tengkorak terkekeh-kekeh.
"Yahh, tapi tentu saja ada juga untungnya mempunyai kamar di tempat setinggi ini. Jika
istanamu sedang diserang, maka lantai teratas adalah tempat terbaik untuk berlindung.
Bagaimanapun juga, istana ini dibangun dengan menggunakan banyak batu bata tahan sihir.
Jadi, sihir jarak jauh tidak akan berdampak pada istana ini. Di setiap lantai juga ada
pertahanannya, sehingga cukup sulit mencapai puncak. Kau boleh bilang, istana ini cukup
cocok digunakan untuk bertahan selama peperangan berlangsung.”
Aku penasaran…. apa yang sebenarnya ingin dibahas Randolph.
Dia hanya duduk di sana.
Bisakah aku lewat sampingnya?
Namun jujur saja, aku tidak ingin seinchi pun mendekati pak tua ini.
"Randolph-dono."
Sementara aku kebingungan, Zanoba mendekatinya tanpa ragu.
Tanpa mengubah sikapnya yang tidak sopan, Randolph tersenyum pada Zanoba.
Sungguh menakutkan melihat si wajah tengkorak tersenyum di malam yang sunyi ini.
"Yang Mulia Zanoba, senang bertemu lagi denganmu."
"Bisakah kau jelaskan apa yang telah terjadi pada istana ini?"
"Ya…. tentu…. tentu saja…. aku akan memberitahumu."
Randolph melepas penutup matanya sambil berkata begitu.
Di baliknya, munculah mata merah bersinar.
Pada pupilnya terlihat pola bintang bersudut enam.
139
Itu mata iblis.
"Demi melindungi Yang Mulia, aku menggunakan salah satu teknikku, Absolute Void Eye,
untuk membentuk penghalang di sekitar istana ini. Dengan teknik itu, aku bisa menahan
pasukan musuh.”
Itu adalah mata iblis mirip punyaku, namun aku tidak tahu apa efeknya.
Orsted belum memberitahuku tentang mata iblisnya.
Dasar si bos, dia selalu saja terlambat memberitahuku hal-hal yang penting.
Tapi, apakah dia memakai penutup mata itu karena dia tidak bisa mengendalikan mata
iblisnya?
"Aku mengerti. Jadi di mana yang lainnya?"
"Semua orang yang belum mati, sudah melarikan diri.”
"Jadi ... di mana Yang Mulia?"
"Di belakangku."
"Jadi, saat ini kau melindungi Yang Mulia."
Zanoba mulai melewati sisi Randolph sambil berkata begitu.
Namun Randolph mengulurkan lengan untuk menahannya.
"Kenapa kau menghentikanku?"
"Yang Mulia telah memerintahkanku untuk tidak membiarkan siapa pun lewat."
"Tapi, aku ada urusan mendesak."
"Yang Mulia sedang sibuk sekarang, dia tidak akan menerimamu meskipun kau punya urusan
penting sekalipun.”
Sepertinya dia sibuk dengan sesuatu.
Kesibukan apa yang dia lakukan tanpa seorang pun asistennya?
"Minggirlah, aku datang jauh-jauh untuk menyelamatkan Yang Mulia dari istana ini."
"Yang Mulia, sepertinya tidak mau meninggalkan istana ini."
"...."
Dia tidak mengijinkannya.
Randolph terus berbicara seolah dia menyembunyikan sesuatu, dan itu jelas membuat Zanoba
semakin frustasi.
"Aku ingin berbicara langsung dengan Yang Mulia!"
Zanoba coba memaksa masuk, dan Randolph pun akhirnya berdiri.
Namun, dia bergerak dengan begitu tenang.
Saking tenangnya, aku tidak menyadari kapan dia berdiri.
"Sekarang beri aku waktu sebentar. Hati Paduka Raja sangat galau karena insiden ini.”
"Galau?"

140
"Coba liiiii……iiiiihatlah keadaan istana ini. Pasukan musuh siap membunuh kami kapanpun.
Sedangkan pasukan kami hanya berdiam diri terjebak di luar kota, tanpa bisa melakukan
apapun…..”
Mata Randolph mengarah ke belakang kami sembari mengatakan itu.
Secara refleks, aku juga melihat ke belakang, di sana ada jendela besar menghadap koridor.
Dari jendela itu, aku bisa melihat keadaan ibukota.
Pemberontak mengelilingi istana.
Di luar kota, para pasukan kerajaan tidak bisa melewati pintu gerbang.
Jika dilihat dari atas sini, tampak pemandangan menyedihkan dimana para pasukan kerajaan
tidak bisa berbuat apa-apa terhadap pasukan pemberontak.
Tapi di antara kerumunan orang di luar dinding kota, sebenarnya hanya sedikit yang merupakan
pasukan kerajaan. Sebagian besarnya hanyalah pelancong, petualang, dan pedagang.
Tentu saja mereka tidak bisa diharapkan melawan para pemberontak.
"Sampai hati Yang Mulia tenang, aku tidak bisa membuka pintu ini."
"Kapan dia tenang?"
"Yahhh…. aku sendiri juga tidak tahu. Mau sehari, seminggu, sebulan, setahun…. itu semua
terserah Yang Mulia.”
"Kalau begitu, tak ada gunanya aku berbicara denganmu."
Bosan bertukar kata dengan Randolph yang bertele-tele, Zanoba pun akhirnya meletakkan
tangannya pada bahu pria itu, lalu mendorongnya.
"Aaaaaaaaaaaaahhhhhhh!?"
Aku tidak melihat apa yang mendorongnya, tapi yang kutahu Zanoba terpental beberapa meter,
berguling-guling menuruni tangga, kemudian menghantam dinding di bawah dengan
tengkuknya.
Harusnya Zanoba tidak bisa dihempaskan semudah itu.
Dinding itu kemudian runtuh setelah berbenturan keras dengan Zanoba.
"Maaf saja ya….. tapi kau tidak akan bisa mengalahku dengan cara seperti itu. Jadi, kumohon
pergilah.”
Randolph menghunuskan pedangnya sambil mengatakan itu.
Dalam kegelapan malam, bilah pedangnya bersinar kehijauan.
Tentunya itu bukan pedang biasa. Itu adalah pedang sihir.
Ah, ini gawat.
Sial….sial…
Tanpa Magic Armor Versi I, tidak mungkin aku bisa menandingi monster ini.
"Zanoba, tenanglah, dia bukan lawanmu. Kau tidak mungkin bisa mengalahkannya."
"Tapi Shishou ..."
Mendengar cerita tadi, jelas bahwa Randolph hanya bermaksud melindungi Pax.
141
Zanoba pun berada di sini dengan tujuan yang sama.
Seharusnya kita bukan musuh, kan?
Tapi, lain lagi ceritanya jika ternyata Randolph adalah bidaknya Hitogami, tapi…. sepertinya
kecil kemungkinannya.
Aku terjebak dalam pilihan yang sulit.
Jika Pax berhasil membentuk Republik Shirone di masa depan, maka tentu saja Hitogami
membencinya, sehingga dia bisa menghasut Dewa Kematian untuk membunuh Pax.
Tapi…. kalau hanya membunuh Pax…. seharusnya Dewa Kematian sudah melakukannya jauh
hari sebelumnya, saat Pax masih diasingkan ke Kerajaan Raja Naga. Itulah yang membuatku
ragu menuduh Dewa Kematian sebagai bidaknya Hitogami.
Namun…. lebih baik kutanya dia untuk jaga-jaga….
"Randolph, jika kau meminta kami untuk menunggu, maka kami bisa melakukannya ... Namun,
ada suatu hal penting yang ingin kutanyakan. Bolehkah aku mengajukan pertanyaan padamu?”
"Apa itu?"
"Apakah kau pernah mendengar nama Hitogami?"
Randolf tertawa saat aku mengungkap nama itu.
Tawanya sungguh cocok dengan keadaan istana malam ini….. sama-sama menakutkan.
"Ya… kalau aku tahu, memangnya kenapa?”
Dengan terkekeh-kekeh, Randolph mengatakan itu.
Positif.
Sekarang aku punya alasan melawannya.
Bidak Hitogami yang kucari-cari sampai Benteng Karon……ternyata ada di sini.
Aku tidak tahu persis apa rencana mereka…… tapi apapun yang dilakukan Dewa Kematian di
sini, pasti akan menguntungkan Hitogami. Selama dewa penipu itu diuntungkan, maka itu
berarti kesengsaraan bagiku.
Dia adalah musuh yang harus kukalahkan.
Aku tahu ini akan terjadi.
Nafsu membunuh dalam diriku bergejolak.
"Ah, begitu ya….."
Randolph sudah menyiapkan pedangnya.
Bilah yang memancarkan cahaya hijau menerangi lorong.
Zanoba berdiri sembari menyiapkan gadanya, Roxy juga sudah menggenggam tongkatnya.
Aku duluan.
Sedikit demi sedikit, tujuan misi kami di Kerajaan Shirone terungkap.
Dengan hanya bermodalkan Magic Armor Versi IIB, aku memberanikan diri melawan posisi
kelima dari Tujuh Kekuatan Dunia.

142
Bab 10
Semuanya Sia-sia Saja

Bagian 1
Pertarungan dimulai dengan perlahan.
Sebenarnya aku ingin mengakhirinya secepat mungkin, namun karena sudah dimulai, maka
aku tidak boleh mundur. Lagipula, aku sudah punya alasan membunuhnya.
"Uhaaaaaa!"
Zanoba lah yang pertama kali bergerak.
Lawan kami adalah salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia, namun Zanoba tidak takut sama
sekali. Tanpa jurus apapun, dia menyerang begitu saja pada lawannya. Jujur saja, serangan itu
cukup ceroboh.
Dia memberikan tekanan pada Dewa Kematian dengan gadanya.
Dewa Kematian menghindarinya dengan mulus.
Tapi, aku pun tahu Zanoba sudah menyadari bahwa serangannya pasti meleset.
Dengan senjata dan kekuatan sebesar itu Zanoba bisa membunuh lawannya dengan sekali
tebas.
Namun sayangnya, serangan Zanoba tidak begitu cepat, sehingga kemungkinan gagalnya
cukup tinggi.
Nah, tugasku adalah memastikan Zanoba bisa mendaratkan serangannya.
Lalu, dengan sihir Quagmire, aku menciptakan kolam lumpur di tempat yang akan dipijak oleh
Dewa Kematian.
"Ups."
Kakinya terjebak di dalam lumpur, sehingga gerakannya terhenti.
"Ice Strike!!"
Kemudian Roxy menembakkan sihirnya untuk melengkapi kombo itu.
Menggunakan pedangnya, Dewa Kematian menangkis serangan es Roxy dengan santai, namun
kuda-kudanya melemah.
Zanoba pun maju.
Dia memiliki kekuatan Miko yang bahkan bisa menahan Raja Iblis Abadi sekalipun.
Dia berhasil mendaratkan hantaman gadanya, sampai lantainya berlubang.
Namun, tentu saja Dewa Kematian berhasil menghindarinya lagi.
Kami terus menekannya dengan serangan sihir, agar gerakannya terganggu.
Dia terhuyung mundur, dan kakinya tidak lagi memijak lantai.

143
Pedangnya bergerak tidak terkendali, tampaknya dia benar-benar kehilangan keseimbangan.
Sekarang saatnya menyerang lagi.
Wajah Dewa Kematian tampak kaget.
"Tidak mungkin, kenapa bisa jadi begini ..."
Itulah yang dia gumamkan…. baiklah, mungkin sekarang adalah saat yang paling tepat untuk
menyerang.
Aku mengedipkan mata pada Roxy, lalu maju selangkah.
Zanoba terus memberikan tekanan pada Dewa Kematian, dia coba menghantamnya dengan
gadanya.
Kuarahkan kedua tanganku pada pak tua itu.
Aku tidak perlu mengalahkannya, aku hanya perlu memberi peluang bagi Zanoba untuk
mendaratkan serangannya.
Jika itu gagal, aku harus memprediksi ke mana dia melangkah dengan mata iblisku, lalu
menyengatnya dengan Electric. Sihir listrik bisa membuat badannya lumpuh.
Setelah gerakannya terhenti, aku bisa menghujaninya dengan peluru batu.
Meskipun belum satu pun serangan kami kena sasaran, namun setidaknya sihirku dan Roxy
bisa mengganggu keseimbangan Dewa Kematian.
Kami belum merencanakan apapun sebelumnya, namun komunikasi kami sangat baik.
Saat ini, pak tua itu bagaikan tikus dalam perangkap.
"Gahh!"
Tanpa kuduga, akhirnya salah satu serangan Zanoba berhasil mengenai targetnya.
Aku hampir tidak mempercayainya, tapi itu benar-benar terjadi.
Apakah gerakan pak tua itu mulai melambat?
Tapi….
Aku lebih tidak mempercayai apa yang kuihat selanjutnya.
Dewa Kematian menahan gada Zanoba dengan hanya menggunakan tangan kosong.
Meskipun sudah tua, kekuatan ototnya begitu menakutkan. Gelarnya sebagai salah satu dari
Tujuh Kekuatan Dunia bukanlah isapan jempol belaka.
Tapi, kurasa dia menahan serangan Zanoba bukannya tanpa luka. Aku bisa melihat lengannya
sedikit terpelintir, mungkin beberapa tulangnya patah.
Kesempatan lagi!
"Zanoba, minggirlah!"
Sontak mendengarkan teriakanku, Zanoba segera menjauh darinya, lalu aku melangkah maju.
Tembakan listrik keunguan meluncur dari tanganku.
Dalam sekejap mata, sihir itu menghantam Dewa Kematian tanpa ampun.

144
Tubuhnya menegang, lalu meringkuk.
Namun, matanya masih menatap tajam padaku.
Wajahnya mengatakan seolah dia tidak memahami apa yang telah terjadi.
Tak peduli sekuat apa Touki-mu, serangan listrik itu pasti bisa melumpuhkan syarafmu.
Kena kau.
Kualirkan sihir ke lengan kiriku, lalu bersiap menembakkan Stone Cannon.
"Stone Cannon!"
Kuberondong dia dengan tembakan Stone Cannon, yang kata orang sudah setara dengan level
Kaisar.
Stone Cannon adalah satu-satunya jurusku yang kehebatannya sudah diakui oleh Orsted.
Orsted bahkan pernah terluka saat bertarung melawan Stone Cannon, dan Mana-nya juga
hampir habis.
Dengan posisi tersudutkan seperti itu, harusnya Dewa Kematian sudah tidak dapat
menghindarinya. Kalau pun dia belum mati, serangan ini setidaknya bisa menyebabkan luka
permanen padanya.
Aku menang.
Atau setidaknya…. itulah yang kukira.
"........ eh?"
Namun, sebelum mengenai targetnya, Stone Cannon lenyap.
Tidak….bukan lenyap…. melainkan berubah kembali menjadi butiran pasir. Sesuatu telah
menggagalkan seranganku.
Aku tidak mengerti.
"Ah, jadi kau datang untuk membantuku! Tuan Dewa Kematian!"
Randolph berkata demikian sembari melirik ke belakangku.
"!!"
Siapakah di belakangku!?
Dewa Kematian?
Lalu….. siapa yang kami lawan sampai sekarang?
Aku pun segera berbalik ke belakang.
Tidak ada seorang pun.
Satu-satunya yang ada di sana adalah tangga yang disinari cahaya bulan.
"Rudi!"
Pada saat aku mendengar Roxy berteriak, sesuatu mendorongku mundur.
Aku melihat rambut biru di pinggangku.
Ternyata aku sedang didorong oleh Roxy.

145
Aku tidak tahu mengapa….aku tidak bisa memikirkan kenapa dia melakukan itu… tapi, secara
refleks aku segera merangkul tubuh mungilnya.
Aku jatuh ke belakang, sampai punggungku menghantam tangga.
Kami berdua merosot bersama-sama pada tangga, lalu jatuh ke lantai bawah. Magic Armor
Versi IIB berderit, ’kreeek’, saat kami terbanting di lantai.
Untungnya aku tidak mendapati luka serius. Ini berkat zirahku.
"Aduh..."
Aku bangkit dan melihat ke atas.
Kulihat Zanoba yang masih tercengang seakan tidak tahu apa yang telah terjadi, sedangkan si
wajah tengkorak itu berdiri sembari mengayunkan pedangnya.
Dia berdiri dengan tenang, seolah tidak melakukan apapun.
Bukankah seharusnya dia tidak bisa lagi bergerak karena sengatan listrikku?
Bukankah aku sudah melumpuhkannya?
Ini aneh…. pasti telah terjadi sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh indra penglihatanku.
"Rudeus-dono, kau harus tahu bahwa Dewa Kematian selalu berdiri di belakangmu.”
Ekspresinya tenang; kata-katanya terucap dengan rapih.
Baru kali ini aku melawan musuh setenang ini. Semua gerakannya tidak ada yang mubazir.
Semuanya terencana, terstruktur, dan rapih.
Aku lah yang salah ...... andaikan saja aku tidak menoleh ke belakang tadi.
Oh sial, ini salahku.
Orsted bahkan sudah memperingatkanku bahwa Randolph akan menggunakan cara apapun
untuk menang.
Padahal aku sudah siaga penuh ...
Tetap saja aku kecolongan……
Tapi, bagaimana bisa dia melenyapkan tembakan Stone Cannon-ku.
Sepertinya aku pernah melihat teknik penangkal itu sebelumnya.
Hydra Manatite.
Ya…. monster yang membunuh Paul itu pernah melakukan hal yang sama dengannya.
Dengan kata lain, dia punya ...
"Batu penyerap sihir."
"Wow, kau bisa langsung tahu ya .... Sungguh luar biasa penyihir terkenal dari Sharia.”
Sembari mengatakan itu, Dewa Kematian menunjukkan telapak tangannya.
Dia mengenakan sarung tangan kulit yang pada bagian tengahnya ditanamkan batu penyerap
sihir.
Aku tidak menyadarinya.

146
Aku belum pernah mendengar dia memiliki sarung tangan seperti itu, tetapi ...
Mungkin batu penyerap sihir itu sama dengan yang kubawa pulang dari Benua Begaritto ...
Wajar saja bila para ksatria dari Kerajaan Raja Naga mengumpulkan benda seperti itu.
Bahkan Orsted tidak tahu tentang itu.
Baiklah…. tidak apa-apa.
Toh aku yang salah…. tidak mungkin salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia bisa kukalahkan
semudah itu.
Namun, bukan berarti aku tidak bisa melakukan apa-apa bila sihirku ditangkal. Bagaimanapun
juga, aku juga punya batu seperti itu, dan sudah kuteliti.
Menurut penelitianku, kau juga memerlukan Mana untuk bisa mengaktifkan batu penyerap
sihir. Bagian depannya bisa menangkal Mana, namun bagian belakangnya justru membutuhkan
Mana.
Dengan kata lain, dia harus mengarahkan telapak tangannya padaku untuk mengaktifkan batu
penyerap sihir itu.
Jika tidak, maka batu itu hanyalah sebuah dekorasi.
Aku masih punya peluang mengalahkannya.
Dengan serangan kami bertiga, harusnya ada celah yang bisa kami manfaatkan.
Jika aku dan Roxy terus membombardirnya dengan sihir beruntun, maka dia harus terus
mengarahkan telapak tangannya pada kami…… nah, disitulah kesempatan Zanoba menyerang.
Ah tidak…. tidak mungkin sesederhana itu.
Namun jika tidak berhasil, kami hanya perlu mencoba metode lain.
Memang kita perlu coba-coba.
Kami akan terus mencobanya sampai dia kalah.
"Roxy, berlindunglah di belakang Zanoba."
"...."
Dia tidak menjawab.
Oh iya… kenapa Roxy belum juga beranjak dari pelukanku….?
Tangannya lemas.
Kemudian…. di sekitar bahunya….
"... hmm?"
Apa ini?
Warnanya merah.
"Roxy ... k-kau….b-berdarah?”
Jubah Roxy terkoyak, dan darah merembes keluar.
Jantungku mulai berdebar kencang.

147
Bayangan-bayangan masa lalu mulai berputar-putar di kepalaku.
Aku mengingat seorang pria tua menyedihkan yang mengorbankan dirinya dengan
mendorongku menjauh dari terkaman naga.
Di saat itu pun dia meregang nyawa.
Paul.
Kenapa ......
Kenapa adegan yang sama terulang lagi…..
Roxy ...-!
Kenapa…..
Tidak mungkin….
Ini mustahil…..
"Roxy! Ohh…ini bohong, kan…."
Kumohon….
Kumohon ini hanyalah mimpi…..
"... Ini nyata!! Aku tertebas pedangnya!! Tapi aku masih hidup!! Jadi tenangkanlah dirimu!!
Jangan panik!! Dan jangan sentuh lukaku!! Itu sakit sekali!!"
Aku baru sadar bahwa Roxy masih hidup.
"O-o-ohh…b-baiklah….”
Sepertinya dia baik-baik saja.
Fyuuhh….hampir saja aku kehilangan kewarasanku….
Roxy akhirnya beranjak dari pelukanku, kemudian dia merapalkan sihir penyembuh untuk
menutup lukanya.
Aku merasa lega.
Duh….aku bisa jantungan.
"Oh, itu seharusnya luka yang fatal tapi ..."
Sembari membelai dagunya, Dewa Kematian memiringkan kepalanya seakan penasaran.
Beraninya kau melakukan itu pada Roxy-ku.
Keparat ini pikir sudah menang.
Dia mengira Roxy terbunuh dengan serangannya, namun ternyata tidak.
Tapi itu cukup membuat jantungku hampir copot.
Baiklah, ronde 2 dimulai sekarang.
"Hmmm?"
Saat semangatku mulai bangkit……terdengar suara ”krak” dari leher Roxy.

148
Aku sempat memberinya benda sihir berupa kalung dan cincin sebelum keberangkatan kami.
Dan sekarang kalung itu pecah berantakan.
Tidak hanya itu, cincin di jarinya juga pecah menjadi serpihan.
"........"
Itulah efeknya.
Cincin dan kalung itu merupakan benda sihir yang bisa mengalihkan luka fatal si pemakainya.
Namun, itu adalah benda sihir sekali pakai. Setelah hancur, maka tentu saja tidak bisa
digunakan lagi efeknya.
"Ah, begitu ya ... ternyata kau memakai benda sihir seperti itu. Pantas saja kau masih hidup."
Saat itu pun aku merasakan ketakutan yang luar biasa.
Nyaliku kembali ciut.
Bulu kudukku berdiri seakan melihat hantu yang begitu menyeramkan.
Aku merasakan aura yang begitu mengerikan terpancar dari Dewa Kematian.
Ah….aku memang pengecut.
Aku juga merasakan ketakutan yang sama saat melawan Orsted.
Aku tidak bisa menghentikan tubuhku yang mulai menggigil.
Tanpa sadar, aku memeluk Roxy dengan erat.
"R-Rudy ...?"
Percuma saja.
Meskipun kami melawannya, hasilnya akan sama saja.
Lagipula, kalung dan cincin itu sudah hancur, jadi tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan
nyawa Roxy.
Aku tidak bisa memprediksi lagi apa yang akan terjadi selanjutnya.
Lawan memiliki senjata yang bisa membunuh kami dengan sekali tebas saja.
Mau coba-coba melawannya?
Itu bodoh sekali.
Apanya yang dicoba…..
Sekali gagal, nyawa taruhannya….
Kita tidak bisa melawan orang seperti ini.
Jikalau kau masih punya kesempatan melawan setelah dilukai musuhmu, maka kau bisa terus
menyerangnya.
Tapi kalau segores luka saja berarti kematian…. maka kau tidak akan punya kesempatan kedua.
Singkatnya, kami tidak akan menang.
Mengapa sebelumnya aku begitu optimis bisa mengalahkan Tujuh Kekuatan Dunia?
Pikiran bodoh macam apa itu….

149
Bagaimana bisa aku menang melawan Tujuh Kekuatan Dunia dengan pertarungan langsung
seperti ini….
Bahkan Orsted pun kuserang secara sembunyi-sembunyi.
Sejak awal kami tidak punya peluang menang.
"Zanoba! Ini bahaya! Mundurlah!"
"Shishou!?"
"Kita tidak akan bisa mengalahkannya! Lebih baik kita mundur sejenak untuk mengambil
Magic Armor Versi I, kemudian menantangnya lagi nanti!”
Sembari masih memegang gadanya, Zanoba mundur dua langkah.
Dia mendekat, lalu menatapku dari balik bahunya.
"Jangan…jangan mundur. Aku lumayan menikmati pertarungan ini. Bahkan seranganmu tadi
hampir membunuhku. Jika kau mengulangi hal yang sama, belum tentu aku bisa bertahan.
Kalian bahkan telah memaksaku menggunakan jurus pamungkasku.” gumam Dewa Kematian.
Aku bisa merasakan kebohongan pada omongannya kali ini.
Orsted juga sudah memperingatkanku.
Orang ini suka memprovokasi lawannya.
Dia akan menghasutmu untuk menyerang saat kau sebaiknya bertahan, dan begitupun
sebaliknya.
Dan saat ini, dia menantang kami untuk menyerang. Maka artinya, lebih baik kami bertahan.
Tapi… mana yang benar…. sebenarnya, aku sungguh bimbang.
Ah!! Aku tak peduli lagi….!!
Jangan percayai apapun yang dikatakan orang ini!
Yang jelas, aku tahu bahwa kondisi kami saat ini tidak memungkinkan mengalahkan Dewa
Kematian.
Setidaknya, aku tahu akan hal itu.
Namun, Zanoba tidak setuju.
"Kalau begitu, Shishou, tolong jaga aku. Aku akan menembus pintu yang dijaga orang ini untuk
menemui adikku.”
Zanoba pun kembali menyerang.
Saat dia melakukannya, entah kenapa seakan-akan aku merasakan waktu melambat.
Waktu melambat, suara lenyap, seolah seluruh dunia memudar.
Zanoba maju selangkah…..dua langkah…..
Di depan sana, Dewa Kematian sudah bergerak….
Kali ini gerakannya jauh lebih cepat.
Kecepatannya tidak biasa.

150
Jadi, selama ini dia sengaja bergerak lebih lambat.
Aku melihat suatu tebasan pedang.
"Zanoba!"
Tebasan pedang Dewa Kematian mengenai telak pundak Zanoba.
Armornya hancur, dan Zanoba terpental sampai ke langit-langit.
Setelah benturan keras di atas, Zanoba jatuh lunglai tepat di depan kakiku.
Dia tidak lagi bersuara.
Ini semua seperti mimpi.
Aku pasti belum bangun pagi ini.
"Ha ha...."
Jantungku kembali berpacu kencang.
Apakah dia baik-baik saja?
Armornya hancur.
Pelat besi yang melindungi pundaknya hancur berkeping-keping bagaikan kaca.
Aku tidak paham, teknik pedang macam apa yang bisa menghancurkan pelat besi bagaikan
kaca.
"Teknik rahasia, Pulverizing Armor Slice, tapi tenang saja ... dia belum mati."
Setelah mendengar perkataan Dewa Kematian, aku kembali tersadar.
Setelah kuamati lebih seksama, ternyata tidak ada luka di pundak Zanoba.
Armornya memang hancur, bajunya pun terkoyak, namun hanya luka lebam yang membekas
di pundaknya.
"Ugh .... guuuu ..."
Akhirnya Zanoba mengerang.
Aku menatap Dewa Kematian yang berdiri di puncak tangga.
"Ternyata daging Miko memang keras, ya. Bahkan teknik rahasiaku belum cukup
menyayatmu."
Dia tersenyum pada kami dari atas dengan wajah zombienya.
Lalu dia perlahan menyarungkan kembali pedangnya.
"Yah aku bukan Dewa Pedang, sih. Jadi, aku tidak begitu terobsesi membunuh lawan-lawanku
dengan tebasan pedang. Ataukah, aku harus menggunakan sihir api? Kata Yang Mulia Pax,
itulah kelemahannya.”
Oh, jadi pak tua ini juga bisa menggunakan sihir?
Namun, armor Zanoba kedap api….
Oh tidak, armor-nya sudah hancur, jadi efeknya pun tidak lagi berfungsi.
"...."

151
Zanoba bangkit.
Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi dia memungut kembali gadanya, lalu menaiki
tangga sekali lagi.
Roxy juga bangkit.
Seolah melindungi kami, dia menyiapkan tongkatnya, lalu melangkah maju di depan Zanoba.
Aku juga berdiri.
Zanoba memang keras kepala.
Dia akan terus bertarung sampai mati.
Aku tidak bisa membiarkannya melakukan itu.
Roxy pun begitu.
Aku bisa gila jika dia mati.
Kewarasanku akan mati.
"Mau coba lagi?"
Randolph menatap kami dengan wajah kosong.
Dia tidak menyiapkan pedangnya, dan juga tidak merapalkan mantra.
Dia hanya berdiri diam.
Sepertinya dia tidak akan memulai serangan terlebih dahulu.
Sial, dia hanya mempermainkan kami.
Dia tidak serius.
Dia bisa menangkal Stone Cannon-ku.
Dia bisa membunuh musuhnya dengan sekali tebas.
Dia begitu mahir memprovokasi lawannya.
Bahkan dia bisa menggunakan sihir.
Lawanku kali ini begitu komplit kemampuannya.
Sedangkan aku tidak punya apa-apa selain sihir.
Dan aku yakin…. dia masih menyimpan kartu asnya.
Ingatlah apa yang telah dikatakan Orsted.
Jika kau yakin bisa menyerangnya, maka bertahanlah. Jika kau yakin bisa bertahan, maka
menyeranglah.
Orang ini bisa membaca petarungan dengan begitu baik, lalu mengacaukannya.
Baru kali ini aku benar-benar tidak tahu harus melakukan apa.
Kalung Roxy telah hancur.
Armor Zanoba juga telah hancur.
Aku tidak tahu harus bagaimana lagi menahan serangan-serangan fatal dari Dewa Kematian.

152
Aku masih mempunyai Magic Armor Versi IIB, namun aku ragu bisa mengandalkannya.
Ini gawat.
Tak peduli selama apapun aku berpikir, tetap saja tidak ada solusi.
Satu-satunya cara adalah mundur.
Tapi bagaimana cara meyakinkan Zanoba?
Kalau dia tidak bisa dipaksa, maka sebaiknya kupukul tengkuknya untuk membuatnya pingsan,
lalu kugotong dia pergi.
Kita kembali ke gudang di dekat sungai, lalu mengambil Magic Armor Versi I.
"Zanoba, sekarang kau sudah paham, kan? Dia tidak bisa dikalahkan dengan serangan langsung
seperti tadi. Kumohon jangan gegabah.”
"Tapi, Shishou, Pax ada di sana ..."
"Aku tahu! Tapi Dewa Kematian tidak akan membiarkanmu melewatinya! Dengan kondisi
seperti ini kita tidak mungkin mengalahkannya! Jadi lebih baik kita mundur sejenak untuk
menyusun strategi, kemudian melawannya lagi saat semuanya sudah siap!”
Aku bisa melihat keraguan pada gerakan Zanoba.
Sepertinya dia mulai sadar bahwa peluang menang kita tipis.
"Jadi kalian mau kabur sekarang? Yahh, siapa tahu Yang Mulia…. akan keluar lebih awal?”
Ini jebakan.
Kita tidak perlu mendengarnya.
"Yahh, kalau memang itu keputusan kalian, pergilah…pergilah. Nanti kita bermain-main lagi
ya….”
Jadi kau membiarkan kami pergi?
"Aku minta maaf karena kami tiba-tiba menyerangmu. Kuharap tidak ada dendam di antara
kita.”
Kami lah yang patut disalahkan karena memaksa masuk. Apakah dia bersedia memaafkan kami
jika aku memintanya dengan sopan?
Jika dia tiba-tiba menyerang kami saat meninggalkan tempat ini, maka habislah semuanya.
Yahh, mudah-mudahan itu tidak terjadi. Toh, dia tidak punya alasan membunuh kami jika kami
sudah minta maaf baik-baik.
"Ya, ya, tidak masalah….. tapi ..."
Benarkah itu?
Entah kenapa, aku merasa bahwa dia tidak akan melepaskan kami semudah itu.
Aku tidak bisa membaca ekspresinya…. Apakah dia ingin membunuhku, ataukah tidak.
Apa sebenarnya tujuan orang ini?
Sungguh sulit diterka.
Mari kita sedikit menginterogasinya.

153
"Tuan Dewa Kematian, apakah Hitogami memintamu melakukan sesuatu?”
"Memintaku melakukan sesuatu? Bertemu saja belum pernah kok….”
Eeh?
"Tapi… tadi kau bilang mengenalnya…”
"Mengenal belum tentu bertemu, kan. Seorang kenalanku pernah bertemu dengannya, jadi aku
mendengar nama Hitogami darinya….. itu saja. Kalau aku sih belum pernah bertemu dengan
Hitogami, apalagi berbicara dengannya.”
Ya ampun, klimaks macam apa ini?
"Jadi, kau bukan bidaknya Hitogami?"
"Bidak? Kenapa aku harus menjadi bidaknya seseorang yang tak pernah kutemui?"
Ah, sial!
Aku terlalu paranoid!
"Jadi, kau tidak berniat membunuh Raja Pax?”
"Apa yang kau bicarakan? Malahan, aku saaaaa…..aaangat mendukung Raja Pax dan Ratu
Benedict. Bagaimanapun juga, hanya mereka lah yang pernah memuji masakanku .... "
"Dengan kata lain, mereka aman-aman saja di dalam ruangan itu? Dan kau menghadang kami,
semata-mata agar tidak mengganggu mereka?”
"Ya, tentu saja aku tidak ingin kalian mengganggu mereka, karena mereka sedang melakukan
suatu ritual khusus yang tidak pantas disaksikan gadis kecil, eheheh….”
Dewa Kematian melirik Roxy sembari mengatakan itu. Dia pikir nona ini gadis kecil. Maaf
pak, dia sudah berusia 50 tahunan.
Roxy pun terlihat sedih.
Yahh, dari penampilannya sih dia memang tidak terlihat seperti ibu-ibu.
Namun, yang terpenting adalah, kami tidak perlu bertarung.
Ini hanyalah suatu kesalahpahaman.
Ya...
Kami harus minta maaf
Ini salahku….. aku terlalu cepat memutuskan.
"Maaf…. kami sangat menyesal. Kami juga bukanlah musuhnya Raja Pax. Sekali lagi,
kumohon maafkan kami yang tiba-tiba menyerangmu.”
"Ah tidak…. aku juga salah karena tidak bisa menjelaskan dengan baik. Maaf ya.”
Dia pun menunduk.
Dengan sangat sopan ...
Oh tunggu.
Sebenarnya, bisa saja dia berbohong. Mungkin, ini semua hanyalah sandiwaranya.

154
Dia bisa saja membunuh kami saat mengira semuanya sudah terselesaikan.
Mana yang benar…. apakah aku harus mempercayainya….
Ah sial… aku sama sekali tidak tahu apa yang harus kuperbuat.
Jika ini perangkap Dewa Kematian, maka kami benar-benar sudah jatuh dalam jebakannya.
Lalu….
"Oh?"
Randolph tertawa terbahak-bahak, sembari melemaskan otot-ototnya.
Tapi aku masih waspada.
Tak peduli sesantai apapun Dewa Kematian, dia tidak akan membuka celah sedikit pun pada
pertahanannya.
"Sepertinya sudah berakhir."
Apanya yang berakhir?
Maksudmu pertarungan kita sudah benar-benar berakhir?
"Ahh…. Sudahlah, jangan setegang itu. Toh sejak awal aku tidak berniat membunuh kalian.”
"... Bohong, tadi kau hampir saja membunuh Roxy.”
"Haha, begitukah? ... Rudeus, kau memang menarik….ahahaha…."
Si wajah tengkorak itu menertawakanku.
Katanya, aku menarik.
"Aku diperintahkan Raja Pax untuk tidak membiarkan siapapun masuk sampai ’ritualnya’
berakhir. Dan sepertinya….sekarang dia sudah selesai. Jadi, kalau kalian mau masuk….ya
silahkan saja.”
Randolph menyarungkan kembali pedangnya sambil mengatakan itu.
Kemudian, dia menghela napas 'phew', lalu duduk kembali di kursinya.
"Ya, baiklah kalau begitu…. kami akan masuk."
Aku masih waspada…. Apakah ini jebakan?
Saat aku mendekat, mungkin dia akan segera menyerangku dengan tebasan pedangnya yang
mematikan.
"Hey, aku bisa menyingkir kalau kalian takut.”
"Tidak perlu, kami sudah mempercayaimu.”
Zanoba maju duluan. Dengan percaya diri, dia menyingkirkan gadanya, kemudian berjalan
mendekati pintu.
Aku pun tidak lagi mengalirkan Mana-ku ke tangan.
Dan ternyata…..
Pertarungan benar-benar berakhir.
Bagian 2

155
Lantai paling atas istana kerajaan.
Di kamar Raja.
Inilah kamar paling mewah nomor 1 seantero Kerajaan Shirone.
Lukisan-lukisan berjejer di dinding, meja dengan patung-patung tersusun dengan indah di
samping.
Di ujung sana ada tempat tempat tidur berukuran 5 x 5 meter yang dilengkapi dengan tirai.
Seorang gadis tergolek di tengah tempat tidur, terbungkus oleh selimut.
Kau bisa mendengarkan dengkuran lembut dari gadis yang sedang terlelap itu.
Dia lah Ratu Benedict.
Pakaiannya yang berserakan di sekitarnya menunjukkan bahwa dia sedang telanjang bulat.
Aku pun mencium aroma khas yang begitu familiar dengan hidungku.
Ini adalah bau cairan yang ditumpahkan pria dan wanita setelah berhubungan intim.
Ada seseorang yang duduk di depan gadis itu.
Itu Pax.
Negara ini sedang dikudeta, namun mereka masih sempat-sempatnya melakukan hal seperti
itu.
Kemudian Pax berjalan ke balkon.
Dari pagar balkon, dia memandang keluar.
Tubuh gemuk berlemak, kepala besar, dan perawakan seperti anak kecil.
Bisa jadi, tubuhnya yang jelek itu bawaan dari ibunya.
Dia hanya memakai celana pendek.
Otot di punggungnya cukup kekar, mungkin dia sudah melatihnya.
Selain itu, ada banyak bekas luka dan memar di punggungnya.
Bekas-bekas luka itu adalah saksi bisu betapa kerasnya hidup yang selama ini dijalani Pax.
"Apakah aku terlalu berisik, sampai-sampai kakakku datang menemuiku?”
Ketika Pax menatap kami, aku lupa harus tersenyum di hadapan sang raja.
Wajahnya letih dan lelah.
Dan juga murung.
Randoph berkata bahwa Yang Mulia memerlukan waktu untuk menenangkan diri.
Mungkin dia benar.
Aku juga pernah mengalami hal yang sama.
Setelah kehilangan Paul, aku begitu galau. Hanya hubungan badan yang bisa meredakan
kegalauan itu.

156
"Yang Mulia, aku datang ingin membantumu. Mari kita tinggalkan istana ini untuk berlindung
di Benteng Karon.”
Zanoba mendekatinya ke depan balkon, lalu mengulurkan tangan pada Pax.
Pax menatap Zanoba, melihat tangannya, lalu tertawa melalui hidungnya.
"Menolongku? Benteng Karon? Apa yang kau katakan?"
"Rencana terbaik saat ini adalah meninggalkan istana, berlindung di Benteng Karon, lalu
menghimpun kekuatan untuk menyerang balik para pemberontak. Setelah kita mengumpulkan
para pasukan, seharusnya tidak sulit merebut istana ini kembali.”
"... kenapa kau masih saja mengatakan omong kosong seperti itu?"
Pax menatap tajam ke arah Zanoba.
Tatapan mata yang dingin itu cukup membuatku merinding.
Dengan tatapan mata seperti itu, jika dia mengaku Malaikat Pencabut Nyawa, maka aku akan
mempercayainya.
"Omong kosong?"
Zanoba mengulanginya dengan pertanyaan.
Lagi-lagi, Pax tertawa melalui hidungnya.
Aku tidak mengerti apa yang dia gumamkan, namun tatapan matanya mengarah jauh ke luar
balkon.
"Aku sudah berusaha yang terbaik. Kuganti menteri-menteri licik peninggalan ayah dengan
orang-orang yang lebih kompeten. Aku menyewa pasukan bayaran untuk persiapan perang.
Tentu saja, dengan kudeta yang kupimpin beberapa waktu yang lalu, kondisi negara semakin
tidak stabil, tapi….. aku telah merubah masa depan Kerajaan Shirone.”
Pax bersandar pada pagar balkon, sembari menatap Zanoba.
"Aku mempersilahkan saudaraku kembali ke rumah, tak peduli apapun alasanmu. Sejujurnya,
aku masih membencimu, kakak. Namun, kekuatanmu sebagai seorang Miko tentu saja
dibutuhkan oleh negara.”
"Aku tahu, selama ini aku telah menyusahkan Anda, Yang Mulia.”
Zanoba mencoba sebaik mungkin tetap tenang dan berbicara lancar.
Dia ingin coba berkomunikasi dengan Pax.
Namun, Pax menatap Zanoba dengan benci, sembari mengepalkan tangannya keras-keras.
"Kau tahu apa!! Kau tidak pernah memahami perasaanku!! Lihatlah apa yang telah terjadi!!”
Pax mengayunkan tangannya ke arah luar balkon.
Terlihat beberapa pasukan pemberontak yang menyalakan api unggun. Dan kota tampak begitu
sepi seperti kota mati.
Namun, di luar tembok penghalang, ada sejumlah besar orang yang berkumpul.
Ada beberapa api unggun terlihat di sana, beserta perkemahan.
Kalau dilihat dari sini, seakan-akan ada begitu banyak pasukan yang mengepung ibukota.

157
"Meskipun pasukan kerajaan begitu banyak!! Tak satu pun dari mereka berusaha mendobrak
gerbang kota untuk menghentikan para pemberontak!!”
"Yang Mulia, mereka bukan prajurit, kebanyakan dari mereka hanyalah warga sipil. Mereka
adalah para petualang, pedagang, dan beberapa profesi lainnya yang sedang berkumpul
bersama menunggu gerbang kota dibuka."
"Begitukah? Lalu, memangnya kenapa!!? Itu tidak mengubah fakta bahwa tak seorang pun
mendukungku sebagai raja negara ini!!”
Pax berteriak sembari menghantam pagar balkon.
Aku tidak bisa mengucapkan apapun.
Aku tidak boleh ikut campur dalam urusan mereka.
Sepertinya, masalah ini harus ditangani oleh Zanoba sendiri.
"Yang Mulia, itu sungguh tidak benar. Tidak semua orang berpikiran demikian.”
"Jika tidak semua orang berpikiran demikian, lalu berapa yang mendukungku!?? Hanya kalian
bertiga!!? Lalu, apa bedanya!!? Harusnya kau membawa lebih banyak pasukan!! Kau sama
sekali tidak membantuku. Dua orang itu hanyalah pengawalmu.”
"Itu…...."
Benar juga, sih.
Aku berada di sini hanya untuk melindungi Zanoba. Aku sama sekali tidak membantumu,
cebol.
Aku hanya tidak ingin Zanoba mati.
"Selalu saja seperti ini. Meskipun aku sudah berusaha keras, tak seorang pun mau mengakuiku.
Meskipun aku sudah membuat sesuatu yang hebat, semuanya hanya sia-sia saja!! Semuanya
hancur!! Ini percuma saja!!”
Sambil berteriak keras, Pax menunjukkan tangannya pada Roxy.
Tubuh Roxy menegang, dia tampak kebingungan.
"Roxy! Apakah kau masih mengingatnya, atau sudah lupa!?”
"Eeh?"
"Saat itu aku bisa menggunakan sihir tingkat menengah untuk yang pertama kalinya!"
Roxy mengalihkan pandangannya dari Pax.
"Aku belajar dengan rajin setiap hari!! Aku selalu giat berlatih! Saat aku berhasil menggunakan
sihir tingkat menengah, bagaimanakah reaksimu waktu itu!!??? Apakah kau masih ingat!!??”
"Um ... Itu .."
Saat kulirik Roxy, dia jelas terlihat panik.
Apakah dia ingat?
Ataukah sudah lupa?
Aku tidak tahu.
"Kau hanya mendesah bosan!!!”
158
"eh ...."
"Aku menghampirimu dengan penuh semangat untuk memamerkan pencapaianku!! Tapi kau
hanya menanggapinya dengan desahan bosan!!”
"Tidak, itu hanya ..."
"Seolah-olah desahan itu berkata, ’Ohh…sudah bisa ya? Yahh, terserah lah….’ Hatiku sakit,
tau!!!”
Sembari menggigit bibir bawahnya, mata Roxy terbelalak lebar.
Benarkah? Roxy-ku yang begitu terhormat itu memperlakukan muridnya seperti itu? Jangan
mengada-ada, cebol.
Padahal, dulu Roxy selalu memujiku saat berhasil menguasai pelajarannya.
"Padahal aku sangat menghormatimu!! Saat itu, kau lah satu-satunya guru di Kerajaan Shirone
yang mau mengajariku!! Jadi, aku berusaha keras untuk mendapatkan perhatianmu!! Tapi,
semuanya sirna!! Kau tidak pernah menganggapku sebagai murid!! Kau sama saja dengan
orang-orang yang selalu meremehkanku!! Itu mengerikan!! Tak peduli sekeras apapun aku
berusaha, tak seorang pun mau menghargai upayaku!! Lalu, untuk apa kau mengajariku!!??
Lalu, begitu aku berhenti belajar, kau langsung mencampakkanku begitu saja!! Kau
meninggalkan kerajaan ini seakan sudah muak dengan segalanya!!”
Pax menjambak rambutnya sendiri.
Saat mengingat masa lalunya yang suram, mata Pax mulai berkaca-kaca.
"M-m-maafkan aku….waktu itu….a-aku hanya……”
"DIAAAAAMMMM!!!! Aku tidak sudi mendengar alasanmu!!!!!!!"
Roxy pun terdiam.
Wajahnya terlihat sangat menyesal.
Harusnya, kau tidak perlu menyalahkan orang lain seperti itu atas semua kemalangan yang kau
alami di masa lalu.
Tapi, aku tidak punya kewajiban mengingatkan Pax. Toh, ini bukan tempat yang tepat untuk
mengguruinya.
Aku juga berusaha keras semenjak datang ke dunia ini, dan sekarang aku sudah memetik
hasilnya.
Namun, nasib Pax memang sedikit berbeda. Dia tidak pernah dihargai meskipun telah meraih
suatu pencapaian. Sedangkan aku, saat melakukan kesalahan pun, orang-orang masih
memperhatikanku.
Jadi, aku memang tidak pantas mengguruinya.
"Aku…….sudah lelah.”
Pax mulai tenang.
"Kerajaan Raja Naga membantuku menjadi pemimpin Kerajaan Shirone. Namun, tak seorang
pun di negara ini mengakuiku sebagai raja. Malahan, mereka membela Pangeran ke-11 yang
belum jelas hubungan darahnya dengan ayah. Ksatria-ksatria yang kusewa dari Kerajaan Raja

159
Naga juga telah terbunuh. Yang tersisa hanyalah Dewa Kematian. Kerajaan Raja Naga pasti
akan kecewa padaku.”
Pax berhenti membentak kami, dan air matanya mulai mengucur.
"Hanya Benedict yang menerimaku apa adanya. Hanya dia yang mencintaiku sepenuh hati. Dia
tidak banyak bicara, namun selalu tersenyum ikhlas padaku.”
Karena kota begitu sunyi, suara Pax terdengar sampai kejauhan.
Bahkan mungkin, para prajurit yang membuat api unggun di sana bisa mendengar suaranya.
Apu penasaran, apakah mereka bisa melihat sosok si cebol ini.
Pax memandang rendah mereka seolah-olah tidak penting.
"Hey saudaraku…. kalau aku boleh bertanya…. dalam keadaan seperti ini, apa yang
seharusnya aku lakukan?”
"Aku tidak tahu. Tapi, saat Anda membunuh orang tua dan keluarga kita, menurutku itu sudah
keterlaluan.”
"... Ya, memang. Tapi….. kau harus tahu bahwa kakak-kakak kita yang lebih tua juga sudah
merencanakan pemberontakan serupa.”
"Ya."
Zanoba hanya menggelengkan kepalanya.
"Namun….yang perlu kita lakukan saat ini adalah meredam kudeta!! Kalahkan Jade, dan bantai
semua pasukannya!!”
Suara keras Zanoba menggema ke setiap sudut ruangan.
Sungguh mengagumkan dia bisa berteriak sekeras itu di saat-saat seperti ini.
"Tidak.... Kurasa aku sudah tidak bisa lagi melakukan pembantaian seperti itu. Meskipun
mereka mati, apa gunanya? Aku hanya akan melakukan kesalahan yang sama. Pasti akan
datang lagi pemberontak-pemberontak lainnya."
Pax menggelengkan kepalanya perlahan.
Dia terlihat sudah pasrah.
Lalu, Pax mengangkat wajahnya, dan melihat ke belakangku.
"Radolph."
"Siap, Yang Mulia."
Aku terkejut.
Sejak kapan Dewa Kematian berada di belakangku....
Kalau sering-sering begini, jantungku bisa copot.
"Kita sudah membicarakan ini sebelumnya...."
"Sesuai perintahmu, Yang Mulia...."
"Bagus...."
Apa yang mereka sudah bicarakan sebelumnya?

160
Waktu terus berlalu sembari aku menebak-nebak.
Tiba-tiba, Pax mendekati ujung pagar balkon.
"Ah...."
Ini adalah lantai 5.
Lalu, dia pun lompat ke bawah.
Hah?
Lompat?
Maksudnya bunuh diri?
Eh?
"WAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!!!!"
Zanoba segera berlari mendekatinya.
Dia merentangkan tangannya sejauh-jauhnya, namun sudah terlambat.
Dia berlari tanpa henti, sampai menembus pagar balkon, dan ikut jatuh ke bawah.
"Za-zanoba!!"
Aku segera berlari ke balkon.
Bagian 3
Pax ditemukan tewas di halaman.
Zanoba berlutut di sebelahnya, sembari memeluk jasad adiknya tanpa bergerak sedikit pun.
"Ah, Shishou, kumohon....... rapalkan sihir penyembuhan."
Zanoba merengek dengan wajah linglung.
Kukeluarkan gulungan sihir penyembuhan dari saku dadaku, lalu kubuka di depan Zanoba.
Tubuhnya memar-memar karena jatuh dari lantai 5.
"Tidak..... bukan padaku, tapi pada Pax."
"....."
Aku hanya menanggapinya dengan menggelengkan kepala tanpa mengucapkan sepatah kata
pun.
Maaf Zanoba, tak peduli setinggi apapun sihir penyembuhan, tidak ada yang bisa
mengembalikan nyawa orang mati.
Pax mati seketika.
Sepertinya kepalanya mendarat duluan.
Ini adalah sebuah tragedi.
Karena kepalanya hancur duluan, kuharap kematian Pax tidak begitu menyakitkan.
"Tidak bisa ya...?"
"Ya, sayang sekali."

161
Aku tidak menduga Pax melompat dari balkon.
Namun, dia mungkin sudah merencanakannya sejak awal.
Dia dikepung oleh musuh.
Salah satu alasannya tidak meninggalkan istana ini, mungkin karena dia tahu bahwa dirinya
tidak punya sekutu di luar sana.
Itulah yang membuatnya resah selama beberapa hari ini.
Dia pun sadar, bahwa dirinya telah gagal sebagai seorang raja.
Sejak awal, dia sudah merencanakan bunuh diri jika keadaan sudah semakin kacau.
"Shishou ..."
Sambil memegangi mayat Pax, Zanoba melihat ke lagit.
Bulan purnama yang indah mengintip dari balik istana.
Istana tanpa Raja…….
…..hanyalah bangunan megah yang kosong.
"Apa yang harus kulakukan ..."
"...."
"Apakah semua usahaku selama ini sia-sia saja?"
"Jangan berkata begitu. Kau sudah berusaha sebaik mungkin, Zanoba.”
Namun, Pax tidak pernah memahami usahamu.
Pax ingin dihargai, namun dia tidak menghargai orang lain.
Dia tidak pernah mengakui kerja keras Zanoba.
Apakah suatu saat nanti Pax akan menghargainya? Sebenarnya, aku ragu…..
Kurasa, Pax hanyalah seorang lelaki yang menyedihkan, tapi……
Mungkinkah dia akan menghargai orang lain….
"Kenapa…kenapa jadi seperti ini?”
"... Aku tidak tahu."
Zanoba terdiam untuk sesaat.
Lalu, dia menatap wajahku, seolah-olah mengingat sesuatu.
"Mungkinkah i…i….ini juga ulah Hitogami?"
Mungkin juga, namun aku belum menemukan satu pun bidak Hitogami di sekitar kita.
Tak seorang pun mengaku pernah menemui Hitogami secara langsung, selain kenalannya
Dewa Kematian.
Tapi, seharusnya Pax berhasil memperkuat negara ini dengan merubahnya menjadi republik.
Harapan itu sudah sirna sekarang.
Dengan kata lain, kami gagal mewujudkan terbentuknya Republik Shirone.

162
Atau…..
Mungkin saja….
Sejak awal, target Hitogami adalah nyawa Pax, bukannya aku.
Ya, kali ini dia tidak mengincarku, melainkan Pax. Bisa jadi….
Dan itu berarti, dengan tewasnya Pax, rencana Hitogami berjalan mulus.
Sial….
Dia bisa melihat masa depan.
Hitogami tahu jika Pax tertekan secara mental, maka dia akan bunuh diri dengan sendirinya.
Tapi, yang membuatku bingung adalah….
Kenapa tidak ada seorang pun bidak Hitogami di sekitar kami.
Kalau diingat-ingat lagi, aku pernah datang ke negara ini juga karena perintah Hitogami.
Orsted mengatakan bahwa di masa depan negara ini akan menjadi masalah bagi Hitogami.
Setelah membuat masalah denganku, Pax diasingkan ke Kerajaan Raja Naga. Dengan kata lain,
akulah yang membuatnya pergi ke Kerajaan Raja Naga.
Mungkin, itu juga sudah termasuk dalam rencana Hitogami.
Yahh, apa boleh buat…. saat itu aku masih menjadi bidaknya.
"Yahh, mungkin saja, Zanoba. Aku juga tidak tahu….”
".... Begitukah?"
Zanoba perlahan-lahan meletakkan mayat adiknya di tanah.
Lalu, dia menghela nafas dengan tenang.
Sepertinya dia ingin menangis, namun tak setetes pun air matanya mengalir.
Andaikan aku berada pada posisinya saat ini, aku akan menangis sekencang mungkin.
Akhirnya, Zanoba berkata dengan bisikan,
"Ayo pulang."
Aku pun mengangguk dengan mantab. Yahh…. hanya itu yang ingin kudengar darinya.

163
Bab 11
Pasca Perang

Bagian 1
Aku mengremasi Pax.
Kubakar dia, lalu kukubur abunya.
Seperti itulah cara memberikan penghormatan terakhir pada seseorang di dunia ini.
Yahh…. harusnya sih begitu, namun Zanoba menghentikanku.
Tanpa tubuh Pax, pemberontakan tidak akan bisa berhenti.
Dengan suara datar, dia memberitahuku bahwa para pengkudeta tidak akan menghentikan
serangannya sebelum melihat jasad Pax.
Namun, kau juga tidak punya kewajiban menyerahkan jasad rajamu ke tangan pemberontak.
Itulah menurutku, namun Zanoba terus memaksa.
Akhirnya, aku membersihkan tubuh Pax dengan sihir air, lalu kami membawanya ke lantai
lima istana.
Ketika kami tiba di lantai lima, kami melihat Randolph sedang menggendong Ratu Benedict
di punggungnya seperti barang bawaan.
Roxy juga ikut membantu.
Randoph tampaknya sangat berterimakasih.
Roxy membantu mendandani Benedict yang telanjang, lalu membuatkan semacam ransel
untuk menggendongnya.
Dia juga mengisi ransel itu dengan beberapa lembar pakaian dari lemari.
"Yang Mulia?" itulah yang pertama kali ditanyakan Randolph.
"Raja sudah mati. Aku akan membawa tubuhnya kepada para pemberontak untuk
menghentikan kekacauan ini."
Zanoba menyatakan itu dengan tak acuh.
Namun, ekspresi wajah Randolph tidak berubah.
Sepertinya dia sudah mengerti.
"Yang Mulia Pax sudah memerintahku untuk membawa Ratu Benedict melarikan diri ke
Kerajaan Raja Naga.”
Itulah wasiat terakhir Pax pada Randolph.
Dia sudah tahu bahwa Pax berencana bunuh diri.
Aku tidak tahu mengapa Randolph sama sekali tidak berniat menghentikannya.
"Kalau memang itu permintaannya, maka laksanakanlah.”

164
"Baiklah Pangeran Zanoba….. terimakasih atas kerjasamanya.”
Di akhir pembicaraan yang sangat singkat itu, Randolph membungkuk.
Randolph yang baru saja coba membunuh kami, sekarang berteman.
Harusnya, aku masih mewaspadainya.
Pertarungan melawan Dewa Kematian, mungkin juga merupakan perangkap Hitogami. Dia
mengadu kami meskipun kami tidak punya alasan saling bunuh.
Untung saja semuanya bisa diselesaikan dengan damai.
Aku pun merasa bahwa Randolph tidak ingin bertarung.
Andaikan saja salah satu di antara kami mati, maka itu adalah perangkap Hitogami terkonyol
yang berhasil menjebak kami.
Peringkat kelima dari Tujuh Kekuatan Dunia, Randolph Marian.
Jika seseorang berkata, ’Lihatlah, Rudeus Greyrat masih hidup setelah melawan Dewa
Kematian! Hebat sekali dia!!’ aku akan segera membantah rumor itu.
Dewa Kematian bisa membunuhku kapanpun dia mau.
Pria yang tak akan pernah bisa kutandingi kemampuannya ini, sekarang terlihat cukup lelah.
Aku dan Roxy pun tampak lelah.
Semuanya lelah.
Bahkan Zanoba terdiam seperti orang bisu.
Kami berempat ... tidak, maksudku berlima, jika termasuk Benedict.
Dengan langkah kaki yang berat, kami berlima meninggalkan istana dengan melewati lorong
bawah tanah.
Kami kembali ke gudang.
Masih ada beberapa saat sebelum fajar menyingsing.
Roh cahaya menyinari Magic Armor Versi I yang kutinggalkan di sana.
Pada akhirnya, aku tidak menggunakan zirah ini selain menarik kereta.
"Ini ... bukankah ini armor Dewa Tempur?"
Randolph tiba-tiba bertanya padaku.
Dia menatap Magic Armor dengan tertegun.
"Bukan…. ini adalah alat sihir yang dibuat Zanoba dan aku untuk melawan musuh yang kuat.
Kami menamainya Magic Armor.”
"Begitu ya ... Jika kalian menggunakan ini untuk melawanku, maka aku akan berada dalam
masalah.”
"Oh ya? Tapi, teknik Sword of Bewitching milikmu membuat kami tidak bisa melakukan
apapun.”
Randolph menanggapinya dengan tawa, 'Hahaha'.

165
"Yahh, tapi aku benar-benar terpojok pada pertarungan tadi.”
"Eh?"
"Aku benar-benar kewalahan menangani formasi kalian, dan aku hampir kehabisan Mana saat
menggagalkan Rock Cannon milikmu.”
Dia memujiku seolah ingin menghibur.
Mungkin saat itu aku terlalu terintimidasi dengan omongannya, jika tidak… sepertinya aku
masih bisa memberikan perlawanan.
Jika kami terus menyerangnya, mungkinkah…… kami bisa menang?
Tidak ... lupakan itu. Semuanya sudah berakhir.
Pertarungan itu hanyalah suatu kesalahpahaman.
Kalah atau menang, keduanya tidak ada artinya.
"Oh ya, Randolph-san, jadi kau benar-benar pernah mendengar nama Hitogami?”
Aku harus memperjelas semuanya.
Seseorang yang tahu tentang Hitogami adalah narasumber yang begitu berharga.
Terlebih lagi, dalam misi ini bisa dibilang kami gagal, karena akhirnya Pax terbunuh.
"Ya, tapi hanya sedikit yang kutahu tentangnya."
"Bisakah kau menceritakan semua yang kau tahu tentang Hitogami?”
"Tentu ... menurut kenalanku, dia pernah melawan musuh yang kuat dengan bantuan
Hitogami.”
"Musuh yang kuat?"
"Untuk melindungi tunangannya, dia mencuri armor milik Dewa Tempur atas saran Hitogami.
Lawannya sungguh hebat, konon katanya dia lah orang terkuat kala itu, yaitu Dewa Naga
Laplace. Namun pada akhirnya dia gagal melindungi tunangannya, dan pertarungan itu
berakhir imbang.”
Randolph menyela ceritanya sendiri dengan mengatakan, "Seperti cerita fiksi, kan?" lalu
tertawa.
Tapi aku pernah mendengar cerita itu sebelumnya.
Orsted dan Kishirika lah yang menceritakan kisah serupa.
Raja Naga dan Dewa Tempur ...
"Ketika aku masih muda, seseorang menceritakan kisah itu sambil minum-minum. Tapi,
mungkin cerita itu hanya mitos, sih ... namun, berkat cerita itulah, aku mengenal nama
Hitogami.”
Tidak, ini informasi yang berharga.
Itu adalah cerita tentang bidak Hitogami sebelumnya.
Yahh, mungkin Orsted sudah mengetahui kisah ini.
Jadi, tidak terlalu penting bagi kami.

166
"Bisakah kau memberitahuku nama orang yang menceritakan kisah itu padamu?”
"Raja Iblis Wilayah Biegoya, Badigadi."
Ah.
Dia kah…..
Kalau begitu, cerita itu mencurigakan.
Badigadi adalah orang yang suka bercanda. Jadi, mungkin saja dia hanya mengarang kisah itu.
Namun, kurasa Orsted tidak berbohong.
Yahh, cerita legenda sih biasanya berversi-versi. Beberapa orang suka menambahi atau
menguranginya.
"Terima kasih banyak, Randolph-san..."
Tiba-tiba aku merasa lelah.
Aku malas berbicara.
Hari ini sangat melelahkan ...
Haa.
Saat ini, aku hanya ingin pulang, lalu tidur di kasurku yang empuk.
Ya, sudah sehari penuh aku tidak istirahat. Bahkan sekarang hampir fajar.
"Randolph, apa yang akan kau lakukan berikutnya?”
Setelah percakapan kami selesai, Zanoba bertanya pada Randolph.
"Aku akan kembali ke Kerajaan Raja Naga."
"Lalu?"
"Aku akan melindungi Ratu Benedict sampai melahirkan, lalu mengajari anaknya berbagai hal
seperti ilmu pedang, pengetahuan, dan masakan.”
Itu berarti Benedict sudah hamil?
Kalau dari penampilan luarnya sih, aku tidak bisa membedakannya, tapi….
"Salah satu wasiat Raja Pax adalah, besarkan anak itu dengan penuh pujian. Jadi, mungkin saja
dia akan tumbuh menjadi anak yang egois.”
"Begitu ya….."
Benedict mengandungnya, dan Randolph akan membesarkannya.
Apakah Benedict sudah tahu sejak awal bahwa Pax berencana bunuh diri?
Randolph tidak pernah berusaha menghentikan keinginan tuannya.
Kalau aku berada di posisinya, aku pasti akan menghentikannya.
Bisa jadi, kedua orang ini adalah yang paling sengsara.
"Randolph, bolehkah aku mengajukan pertanyaan lainnya?”
Zanoba tiba-tiba bertanya lagi.

167
Dalam kegelapan, wajahnya yang seperti tengkorak menoleh ke samping.
"Mengapa kau begitu setia pada Pax? Apakah karena perintah dari Kerajaan Raja Naga?”
Randolph tertawa samar.
"Tidak. Aku hanya menyukai orang itu.”
"Kalau begitu ... aku benar-benar harus berterimakasih padamu."
"Yahh, Pangeran Zanoba juga orang yang menarik, kok….eheheh.”
Aku pun bisa melihat senyum tipis di wajah Randolph yang ditujukan padaku.
"Oh iya, Rudeus."
"Ya?"
"Biar kukatakan suatu hal lagi tentang Hitogami. Menurut kenalanku itu, jangan pernah
memusuhi atau melawan Hitogami. Keduanya sama-sama merugikan.”
Aku mengangguk.
Aku tahu betul akan hal itu.
Namun, semuanya sudah terlambat.
Andaikan saja aku bertemu diriku 10 tahun yang lalu, tentu saja aku akan mengatakan itu
padanya.
"Kenalanku itu sepertinya mengalami sesuatu yang menyedihkan setelah berhubungan dengan
Hitogami.”
Badigadi.
Jadi dia tahu sesuatu tentang Hitogami.
Sekarang aku tidak tahu dimana dia berada, tapi ...
"Baiklah, semuanya, kami pergi dulu… jaga diri kalian masing-masing."
"Kau juga Randolph."
Dia berjabat tangan dengan Zanoba, lalu pergi meninggalkan kami.
Si wajah tengkorak itu menghilang dalam kegelapan malam.
"...."
"...."
Yahh, tidak banyak yang bisa kami bahas bersamanya, lalu kami pun kembali ke gudang kincir
air.
Setelahnya, aku menghabiskan hari dengan tidur pulas seperti mayat.
Bagian 2
Kami baru bangun sekitar tengah hari berikutnya.
Istana kerajaan sudah dikuasai oleh para pemberontak.
Itu karena penghalang yang menyelimuti istana kerajaan sudah dilepas.

168
Absolute Void Eye.
Mata iblis Randolph memiliki kemampuan melindungi sesuatu dari musuh.
Aku tidak mengerti bagaimana cara kerjanya, namun mata iblis itu bisa mencegah pasukan
pemberontak memasuki istana.
Namun, efeknya mungkin memudar seiring berlalunya waktu, atau saat pengguna mata iblis
meninggalkan area yang dilindunginya.
Dari kejauhan, kami bisa melihat semacam asap yang mengepul dari arah istana.
Istana kerajaan kembali berpenghuni.
Para prajurit di Benteng Karon bertanya-tanya, apakah mereka merayakan kemenangan atau
semacamnya?
Yang jelas, kau bisa merasakan istana kerajaan kembali hidup.
Pemerintahan raja yang bodoh telah berakhir, dan sekarang mereka menyongsong masa depan
yang lebih cerah dengan naiknya pemimpin baru.
Semangat perubahan tidak hanya kami rasakan dari istana, namun juga dari warga kota
semuanya.
Namun, hanya ada satu tempat di ibukota yang auranya suram.
Itu adalah alun-alun kota.
Atau, tempat di mana jasad Pax dipajang.
Tak ada seorang pun yang memberikan penghormatan pada jasadnya, dia dibiarkan tergeletak
tanpa busana, dengan luka bekas sayatan di pundaknya.
Saat terakhir kali aku melihatnya, luka sayatan itu tidak ada.
Mungkin para pemberontak sengaja menyayat pundaknya, supaya terlihat seolah-olah mereka
lah yang mengalahkan Raja Pax.
Jade menyebarluaskan cerita seperti: 'Pax adalah raja zolim dan bodoh, aku telah
menumbangkannya dari kursi kerajaan, lalu menggantikannya dengan raja lain yang lebih
baik.’
Itulah propaganda yang dia beritakan pada rakyat.
Aku tidak paham politik macam apa yang coba Jade terapkan, dan aku juga tidak yakin apakah
Pax adalah raja yang zolim.
Pax yang dulu sih memang seorang bajingan, tapi…. kalau Pax yang sekarang?
Pantaskah dia disebut raja yang zolim?
Satu-satunya kezoliman Pax adalah kekejamannya membantai keluarga raja terdahulu. Selain
itu, kita belum melihat kinerjanya sebagai raja baru.
Namun, meskipun beredar rumor yang mencemarkan nama baiknya, sepertinya hanya sedikit
orang yang melempari jasadnya dengan batu.
Dia tidak dicintai, namun juga tidak begitu dibenci.

169
Dia menghabiskan waktu yang begitu lama diasingkan ke negara lain, dan masa
pemerintahannya sebagai raja juga sangat singkat. Mungkin orang-orang hanya berpikir bahwa
Pax adalah korban rezim yang kejam.
Mayoritas warga hanya tak acuh padanya.
Setidaknya, begitulah menurutku.
"...."
Zanoba gemetaran melihat pemandangan ini.
Matanya terbelalak, dan tangannya mengepal erat.
Aku pun merasa risih melihat pemandangan ini.
Harusnya kita kremasi jasadnya sampai habis…. daripada dipermalulan seperti ini.
Menurutku, harusnya kita tidak memberikan jasadnya pada pasukan pemberontak.
Karena mereka akan berpikir bahwa pemberontakan ini sukses besar. Mereka akan berpikir
bahwa ini semua adalah hasil kerja kerasnya.
Tapi… sebenarnya, solusi terbaik adalah mencegah Pax bunuh diri.
Aku tidak pernah menduga dia akan melakukan hal senekad itu. Andaikan saja aku
mengetahuinya lebih awal, aku pasti bisa menghentikan Pax dengan sihirku.
.... tapi aku gagal.
Aku terlambat.
Harusnya kami mempertimbangkan kemungkinan Pax bunuh diri.
Yahh, tidak ada gunanya menyesalinya ... nasi sudah menjadi bubur.
"Mungkin ini salahku."
Zanoba berbisik pada dirinya sendiri.
Aku tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini.
Aku pun tidak mengerti mengapa Zanoba begitu kehilangan Pax. Apakah hanya karena
hubungan saudara?
Jika kau melihat wajah Zanoba, kau pasti tahu seberapa dalam kesedihannya.
Mungkin ada sesuatu yang terjadi di masa lalu mereka, yang tidak pernah aku ketahui.
"Yahh… setidaknya setelah melihat pemberontakan ini, tidak banyak orang yang akan
menentang raja selanjutnya… dan itu berarti, negara akan semakin stabil, kan?”
Pangeran ke-11.
Siapa namanya? Lupa aku…
Tapi yang jelas, umurnya baru 3 tahun.
Tak akan ada orang yang mau mendengar omongan bocah berumur 3 tahun.
Jadi, urusan pemerintahan akan diserahkan pada Jade.
Begitulah seharusnya.

170
Tapi itu hanya dugaanku saja.
"...."
Aku jadi curiga…. siapakah Jade ini? Kalau dilihat dari perannya sebagai pemimpin kudeta,
maka dia menginginkan kematian Pax. Dengan kata lain, mungkin saja dia bidak Hitogami.
Apakah kita harus membunuhnya?
Tapi, meskipun dia mati, Pax tidak akan kembali.
Lagipula, sekarang semuanya sudah berakhir. Mungkin Hitogami sudah tidak lagi
membutuhkan Jade, karena tujuannya telah terpenuhi.
Ahhh……..semuanya percuma saja.
Saat ini, semua yang kulakukan akan sia-sia saja.
Aku sendiri ragu pada analisisku.
Setelah kembali ke Sharia, aku harus segera melapor pada Orsted.
Kematian Pax juga perlu dilaporkan.
Namun, aku tidak bisa kembali tanpa membicarakan ini pada Zanoba.
"Zanoba, aku akan kembali ke Sharia, bagaimana denganmu?"
"........ Shishou. Sebelum kembali, mungkin kita perlu bertemu Ginger lagi.”
"Ah, benar juga. Aku mengerti."
Aku benar-benar melupakan Ginger.
Ya.
Kita juga harus mengajaknya pulang.
Kita akan membahas apa yang harus dilakukan ke depan setelah bertemu kembali dengan
Ginger.
Setelah merenung sejenak, kami pun beranjak.
Bagian 3
Kemudian, kami menyewa penginapan di ibukota untuk tiga orang.
Harusnya, kami segera kembali ke Benteng Karon untuk menjemput Ginger, namun sepertinya
rencana itu harus tertunda beberapa saat.
Sebenarnya aku ingin pulang sesegera mungkin, namun sepertinya kami harus memantai
negara ini sedikit lebih lama.
Dengan berada di ibukota beberapa hari lagi, mungkin kita bisa melihat bagaimanakah
perkembangan Kerajaan Shirone pasca pemberontakan.
Aku pun sering mengumpulkan informasi untuk mengetahui perkembangan situasinya.
Namun, aku masih belum tahu semua perkembangan di negara ini.
Banyak rumor yang berkembang, namun beritanya simpang siur.

171
Ada yang bilang, pasukan pemberontak mengalami pertarungan yang hebat dengan pasukan
kerajaan.
Ada yang bilang, Dewa Kematian Randolph bertarung hebat dengan Panglima Perang Jade.
Ada yang bilang, raja baru lebih bijaksana dan adil.
Semua berita itu terkesan dibuat-buat.
Secara teknis pasukan pemberontak memang menang, namun mereka banyak menyebarkan
berita bohong.
Namun, belum tentu semua berita hoax itu dibuat oleh Jade.
Bisa jadi, ini adalah ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Kalau dilihat dari waktunya, mungkin rumor-rumor ini sudah meluas saat ibukota masih
terkunci. Saat itu, orang-orang yang menunggu di luar ibukota mulai menduga-duga berbagai
kemungkinan, dan akhirnya jadilah rumor yang tidak berdasar.
Namun, fakta jauh lebih kejam daripada cerita karangan.
Tak satu pun yang mereka dengarkan itu benar.
Rumor-rumor itu tersebar melalui pembicaraan di bar, pemandian, pasar, atau pun tempat-
tempat umum lainnya.
Ada pula yang bilang raja telah menjual setengah wilayah Kerajaan Shirone pada negara utara.
Aku pun khawatir, apakah ini akan mempengaruhi upaya gencatan senjata dengan negara
utara?
Apakah itu benar?
Aku tidak tahu.
Meskipun begitu, tampaknya Zanoba tidak terlalu memperdulikan rumor-rumor yang
berkembang.
Semenjak kami menginap di penginapan, Zanoba banyak melamun.
Hari demi hari, dia habiskan dengan duduk linglung di kursi.
Yahh…. pasti sulit baginya, karena Zanoba telah kehilangan rumahnya, ayahnya, keluarganya,
bahkan satu-satunya adik yang tersisa.
Dia bilang bahwa negara ini adalah rumahnya, namun rumah itu sudah tidak lagi layak
dipertahankan karena semua koleganya sudah tiada.
Meskipun demikian, Zanoba berusaha menyembunyikan kesedihannya.
Namun aku tahu banyak hal yang dia pikirkan.
Dia pun mengkhawatirkan masa depannya.
Sayangnya…. bukan hanya Zanoba yang depresi di sini.
Roxy juga.
Belakangan ini dia jarang bicara, makannya juga sedikit.
Saat malam tiba, dia hanya menghabiskan waktunya dengan duduk termenung menghadap
perapian.
172
Aku penasaran, apakah kematian Pax yang membuatnya seperti itu.
Harusnya sih iya.
Pada menit-menit terakhir sebelum lompat dari balkon, Pax memuntahkan segala keluh
kesahnya pada Roxy. Mungkin itu membuat Roxy merasa bersalah.
Kalau aku berada di posisinya, aku pasti akan merasakan hal yang sama.
"Aku kembali."
".... Selamat datang kembali."
Hari ini pun tidak berbeda, Roxy hanya duduk termenung melihat perapian sembari merangkul
lututnya.
Aku duduk menemaninya di sebelah.
Ada banyak hal yang bisa kukatakan untuk menghiburnya, namun itu sudah basi.
Aku ragu perkataanku bisa mengembalikan semangatnya.
Sebenarnya maksudku baik, tapi….
"Memang..."
Dia mulai mengatakan sesuatu dengan berbisik.
"….saat itu aku benar-benar mengabaikannya.”
Roxy mengatakan itu tanpa menatapku.
Namun, dia jelas-jelas berbicara padaku.
Seolah-olah, dia ingin seseorang mendengarkan semua keluh kesahnya.
"Suatu hari Pax berhasil menggunakan sihir kelas menengah. Dengan penuh semangat, dia
datang padaku untuk memamerkannya, namun aku hanya menanggapinya dengan desahan
bosan. Seakan-akan aku mengatakan, ’Ahh, cuma ini toh…’”
"Ya….kurasa itu memang menyakitkan.”
Ketika aku mengatakan itu, Roxy mencengkeram erat ujung jubahku.
"Jujur saja, waktu itu aku terlalu membanding-bandingkan Pax dengan Rudi. Kau jelas lebih
pintar darinya. Jika ada masalah, kau segera menyelesaikannya dengan mudah. Aku sudah
terbiasa mengajar anak cerdas sepertimu, lalu tiba-tiba aku harus mendidik anak yang levelnya
jauh di bawahmu. Itulah yang membuatku meremehkan Pax.”
Ya, aku lebih cepat menguasai sihir level menengah.
Roxy juga mengajariku dengan mudah.
Namun, tidak berarti semua orang bisa menguasai sihir tingkat menengah dengan mudah.
Tentunya, Pax sudah berusaha sebaik mungkin.
Berhari-hari dia mempelajarinya dan melatihnya, sampai akhirnya bisa.
Kemudian, dengan begitu antusias dia ingin menunjukkan hasil kerja kerasnya pada Roxy.
Namun, Roxy hanya meremehkannya.
Jika hal yang sama terjadi padaku saat masih tinggal di Desa Buena…...

173
Mungkin aku tidak akan begitu menghormati Roxy seperti sekarang ini, dan kami tidak akan
menikah…..
"Waktu itu, aku hanya fokus pada targetku yang jauh lebih tinggi. Tiap hari aku hanya
memikirkan sihir kelas Raja, dan berusaha menjadi lebih baik. Mungkin aku terlalu sombong.
Sehingga aku mengabaikan orang-orang yang kurang penting bagi karirku.”
Roxy memeluk erat kakinya sembari menggigit bibir bawahnya.
Aku hanya bisa membelai punggungnya.
Roxy sedikit gemetaran.
"Aku sudah menyesalinya. Aku berniat berubah.”
Mata Roxy mulai berkaca-kaca.
"Tapi, semuanya sudah terlambat. Aku gagal. Sebelum kematian Pax, aku tidak pernah berpikir
bahwa itu adalah suatu kesalahan yang besar. Aku selalu mencari alasan lain, seperti keluarga
kerajaan yang gagal mendidik Pax. Padahal, aku juga patut disalahkan sebagai guru privatnya.”
Air matanya pun mengalir.
"Aku tidak pernah mengira bahwa kelalaianku itu begitu berdampak pada perasaan Pax.
Bahkan sebelum dia mencercaku dengan semua umpatannya itu, aku masih tidak
menyadarinya.”
Dia membenamkan wajahnya di lutut untuk menyembunyikan air matanya yang terus
mengalir.
Aku hanya bisa membelai punggungnya yang mungil.
"Pax tidak pernah punya kesempatan lain ..."
Roxy menangis sedih.
Aku terus membelai punggungnya.
Aku harap itu bisa sedikit meringankan bebannya.
Dia gemetaran selama beberapa saat, sampai akhirnya isakannya berhenti.
Lalu, dia menatapku dengan matanya yang merah dan bengkak.
"Rudy, apakah aku masih layak menjadi seorang guru?”
"...."
Harus bagaimana aku menjawabnya?
Aku tidak tahu
Aku pernah menjadi guru, tapi aku tidak mengalami hal seperti itu.
Namun, aku pernah mendengar suatu ungkapan dulu.
"Sensei"
Sebenarnya ini hanyalah ungkapan murahan yang kudapatkan dari Game dan Manga.
Aku tidak yakin ini bisa menjawab pertanyaan Roxy.
Apalagi meredakan kesedihannya…..

174
"Sensei, meskipun kau gagal, masihlah ada hikmah yang bisa kau petik dari kegagalan itu.”
Nah….suatu ungkapan yang konyol kan…..
"Jika Sensei mengambil hikmahnya, dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan serupa,
maka murid-muridmu di Akademi Sihir pasti akan tumbuh menjadi orang yang hebat, dan
menemukan kebahagiaan sepertiku.”
"...."
Roxy menatapku dengan tajam.
Rambutnya yang biru, bulu matanya, bibirnya yang mungil…semuanya gemetaran.
Jujur saja, aku pun belum tentu bisa mengambil hikmah dari suatu kesalahan.
"Rudy, apakah kau bahagia?"
"Yahh…selalu ada saat-saat yang menyedihkan, namun berkat ajaran Roxy-sensei, aku selalu
bisa menemukan kebahagiaan.”
"Rudy ... selalu saja memujiku.”
Benar sekali.
Aku akan selalu memujimu, karena kau pantas mendapatkannya.
"Aku tidak bisa menjelaskannya dengan baik, namun sejak Roxy-sensei mengajakku berkuda,
aku mulai berani mempelajari hal-hal baru dalam hidupku. Itu semua berkat Roxy-sensei.”
"Kau terlalu berlebihan ... itu sudah lama sekali.”
"Tentu saja itu berlebihan, namun aku ingat benar Roxy-sensei selalu menyemangatiku untuk
mencoba hal yang baru. Itu lah yang merubah hidupku.”
Aku mengatakan itu padanya dengan serius.
Kalau bukan karena Roxy, aku tidak akan bisa menjadi sesukses sekarang ini.
‘Roxy, yakinlah ini bukan salahmu.’ aku tidak akan mengatakan itu untuk menghiburnya.
Dia merasa bertanggung jawab atas kematian Pax.
Namun di sisi lain, ada seseorang yang hidupnya semakin baik karena ajaran-ajarannya.
Yaitu aku.
Memang bukan Roxy saja yang berjasa menumbuhkanku menjadi seorang pria yang hebat.
Namun, andilnya tidak bisa dilupakan begitu saja.
"Kau boleh mengingat kesalahan ini sebagai suatu pengalaman pahit. Namun, kumohon jangan
terus menyalahkan dirimu sendiri. Kau harus tahu, ada orang lain yang hidupnya semakin baik
karena jasa-jasamu.”
Aku tahu bahwa kalimatku itu cukup dalam.
Memang itulah yang ingin kusampaikan padanya.
Jadi….Roxy, kau tidak perlu berhenti menjadi guru.
"...."
Roxy menatapku kosong.

175
Mulutnya sedikit menganga, dan mata merahnya terbuka lebar-lebar.
Ingusnya mulai menetes, saat menyadari itu, dia kembali membenamkan wajahnya pada lutut.
"Rudy….."
"Ya."
"Dengan membesarkan Lara, aku yakin bisa menebus kesalahanku pada Pax….bukankah
begitu?”
Wah, kalau itu….aku tidak tahu apa jawabannya.
Kurasa, hanya Lara yang bisa menjawabnya.
Tapi, mungkin saja Lara punya jawaban lain.
".... yahh, mungkin saja. Aku tidak tahu….."
Setelah itu, Roxy menangis sebentar.
Lalu dia memelukku.
Keeskoan harinya, Roxy sudah kembali seperti biasanya.
Bagian 4
Lima hari berlalu sejak saat itu.
Panglima Perang Jade tampaknya merencanakan penobatan raja baru.
Harusnya ada pesta besar-besaran untuk merayakan kemenangan pemberontak, namun
nyatanya tidak.
Akan tetapi, masihlah penting menunjukkan pada negara lain bahwa pemimpin Kerajaan
Shirone telah kembali berganti.
Aku mendengar rumornya setelah bertemu dengan Ginger.
Setelah staminanya pulih, dia segera meninggalkan Benteng Karon untuk mengejar kami.
Dia datang sedikit terlambat.
Setelah melihat keadaan kota dan mendengar penjelasan kami, dia pun berkata 'Oh, begitu
ya…..' dengan wajah datar.
Namun, begitu mendengar kematian Pax, wajahnya tampak puas sekali. Itu terlihat dengan
jelas, sampai-sampai aku tidak bisa melewatkannya.
Yahh, wajar saja, karena Pax pernah melakukan hal yang tak termaafkan padanya.
Apa boleh buat….tapi, ini tetaplah menyedihkan.
"Zanoba-sama, apakah rencana kita ke depannya?"
"Hmmmm."
"Lalu ... apakah rencana Anda pada negara ini?"
Sepertinya Ginger tidak lagi resah.
Dia sudah kembali bersemangat seperti sedia kala.
Mungkin itu karena kematian Pax.

176
Harusnya, Zanoba sudah tidak lagi mempunyai tanggungan di kerajaan ini.
Raja berikutnya mungkin hanya akan memandang Zanoba sebagai musuh.
Namun, Jade tidak punya alasan membunuh Zanoba.
Tidak seperti Pax, harusnya Jade tidak memendam dendam apapun pada Zanoba.
Mereka pun tahu betapa besar peran Miko dalam pertahanan negara.
Mungkin, mereka masih memandang Zanoba sebagai monster yang berbahaya, namun dia
tetaplah berguna untuk memperkuat kerajaan.
Zanoba hanya menundukkan kepalanya tak berdaya.
"Yahh….sepertinya aku akan kembali ke Kota Sihir Sharia.”
"... siap."
Ginger mengangguk dengan mantab.
Wajahnya terlihat sedikit bahagia.
Kupikir, Ginger ingin Zanoba menjadi seorang bangsawan yang bermartabat, namun….
Yang terpenting adalah….keselamatan tuannya.
Aku pun lega mendengarnya.
Kalau Zanoba tetap berada di negara ini, mungkin dia akan terbunuh.
Namun, saat itu juga, aku merasakan firasat buruk saat melihat wajah Zanoba.
"Ginger,"
Entah kenapa, wajah Zanoba mendadak serius….
Aku melihat ekspresi wajah seperti itu saat kami hendak berangkat ke Kerajaan Shirone.
Dia pasti sedang merencanakan sesuatu.
"Untuk sementara ini…..aku akan mengabaikan negara ini.”
"Me…mengabaikan ...? Ma-maksudnya…Anda akan kembali mengungsi ke negara lain, kan?
Yahh, kurasa itu ide bagus. Ranoa adalah tempat yang cocok, lagipula kita juga bisa pergi ke
Kerajaan Asura dengan rekomendasi dari Rudeus-sama…”
"Tidak, maksudku bukan mengungsi."
Zanoba menggelengkan kepalanya.
Kemudian, dia memandang ke bawah pada Ginger yang berlutut di hadapannya.
"Aku ingin melepaskan statusku sebagai bangsawan Kerajaan Shirone. Saat ini, mereka yakin
bahwa Pangeran Zanoba telah meninggal selama kudeta. Biarkan saja seperti itu. Aku akan
menanggalkan gelar Pangeran Ketiga, dan hidup sebagai orang biasa yang ingin mewujudkan
impiannya.”
Ginger tampak bingung.
Apakah dia tidak menyetujuinya?

177
Melepaskan status sebagai keluarga bangsawan…. hmmm, sepertinya aku kenal dengan
seorang pria yang melakukan hal serupa.
Aku pun pernah diasingkan oleh keluargaku sendiri.
"... Kurasa itu ide yang bagus."
Namun, Ginger tidak menentangnya.
Zanoba hidup berkecukupan di Kerajaan Shirone.
Namun dia selalu membuat masalah karena kekuatannya yang tidak terkendali.
Sehingga, hidup sebagai pengasingan adalah satu-satunya pilihan yang harus dia jalani.
Jika membuang statusnya sebagai bangsawan bisa membuat hidupnya semakin baik….
mengapa tidak?
Tapi, itu berarti dia harus mencukupi kebutuhannya sendiri tanpa fasilitas dari Kerajaan
Shirone. Yahh, kurasa aku bisa memberikan beberapa pekerjaan padanya. Kurasa itu tidak
masalah.
Mungkin dia bisa menjadi juru mekanik Magic Armor. Dengan dana dari perusahaan kami,
aku bisa membayarnya.
Kalau bosan, mungkin dia bisa menjadi prajurit bayaran PT Rudo.
"Ginger, kuucapkan terimakasih atas semua bantuanmu selama ini.”
"Dengan senang hati ..."
Zanoba lalu mengangguk dengan wajah yang tampak puas.
Ginger pun demikian.
"Lalu…apa yang akan kau lakukan setelah ini, Ginger?”
"... Tentu saja, aku akan terus melayanimu, Zanoba-sama, sampai kapanpun.”
Ginger mengatakan itu tanpa beban sedikit pun.
Tapi Zanoba mengerutkan keningnya seakan tidak setuju dengan jawaban Ginger.
"Tapi, aku sudah bukan lagi Pangeran Kerajaan Shirone. Jadi, kau tidak lagi punya kewajiban
melayaniku.”
"Tidak….ini tidak ada hubungannya dengan status Zanoba-sama sebagai bangsawan Kerajaan
Shirone.”
"Hmmm. Tapi, aku tidak lagi bisa memberikan upah padamu. Lantas, bagaimana caramu
menghidupi keluargamu?”
"Mereka semua sudah dewasa, jadi mereka bisa mengurus hidupnya masing-masing.”
Selama beberapa saat, mereka terus melanjutkan pembicaraan dengan tanya-jawab.
Zanoba tampak ragu dengan keputusan Ginger, namun sepertinya wanita itu masih ingin
mengabdi padanya.
Ginger terus menjawab pertanyaan Zanoba, sampai-sampai si Otaku mulai kehabisan argumen.
"Kau adalah wanita yang baik, Ginger. Apakah kau tidak ingin menikah?”

178
Zanoba mempertanyakan hal yang cukup sensitif.
Menikah ...
Ah iya… berapa sih umur Ginger? Sepertinya dia sudah cukup tua.
Kalau dilihat dari usia ideal menikah di dunia ini, harusnya Ginger sudah memiliki anak.
"Menikah ....!!?"
Akhirnya Ginger kelabakan.
Lalu, dia segera membanting wajah dan tangannya ke lantai, dan bersujud di hadapan Zanoba.
Aku penasaran, apakah seperti itu cara seorang pengawal Kerajaan Shirone menunjukkan rasa
hormatnya yang berlebihan pada tuannya?
Kali ini Zanoba yang menang.
"Aku diminta oleh Minerva-sama secara langsung untuk menjaga Zanoba-sama! Meskipun
Zanoba-sama bukan lagi keluarga bangsawan, itu tidak masalah! Jika aku tidak bisa menjaga
Anda sebagai pengawal, maka ijinkan aku mendampingi Anda sebagai istri! Kumohon! Hanya
inilah masa depanku, jadi kumohon ijinkan aku selalu berada di sisi Zanoba-sama!!”
Wajah Zanoba jelas terlihat terkejut.
Minerva…. itukah nama ibu Zanoba ...?
"Hmmmu"
Sembari menempatkan tangannya di dagu, Zanoba berjongkok.
"Ginger, aku mengerti perasaanmu. Angkat lah kepalamu."
"...."
Zanoba membantu Ginger mengangkat wajahnya yang sudah dipenuhi air mata.
"Baiklah, aku tidak lagi meragukan kesetiaanmu. Namun, aku pun tidak lagi menganggapmu
sebagai pengawal. Kau boleh terus mengabdi padaku sebagai seseorang yang memahami
perasaanku, oke?”
Air mata Ginger bercucuran.
"Baiklah!"
Lalu, dia kembali bersujud serendah-rendahnya pada Zanoba.
Ini pemandangan yang indah ... bukankah begitu?
Namun, ini sedikit aneh.
Yahh…..yang penting, Zanoba kembali bersama kami.
Aku tidak bisa bilang misi ini tuntas sepenuhnya.
Masih banyak masalah yang belum terselesaikan.
Dampak kematian Pax akan menimbulkan masalah lainnya.
Aku masih kesal karena semua usahaku berakhir dengan sia-sia.
Tapi….anggap saja urusan kita selesai kali ini. Ayo pulang.

179
Bab 12
Jalan Yang Dipilih Zanoba

Bagian 1
--- Sudut Pandang Zanoba ---
Sebelumnya, aku tidak bisa melihat perbedaan antara manusia dan patung.
Satu-satunya perbedaan yang kutahu adalah, yang satu bisa bicara, sedangkan satunya lagi
tidak.
Namun, saat beranjak dewasa, aku semakin paham perbedaan antara manusia dan patung,
meskipun hanya sedikit.
Tangan dan kepala patung bisa dilepas. Manusia pun demikian, namun mereka bisa mati jika
aku melakukannya.
Tapi, tentu saja aku lebih suka patung.
Ada patung yang indah, ada juga yang cacat. Tapi meskipun cacat, aku masih menyukainya.
Kalau manusia sih…. aku tidak begitu peduli.
Bagiku, manusia adalah patung yang banyak mengeluh dan suka mementingkan diri sendiri.
Mereka adalah patung yang menjijikkan.
Namun, cara pandangku itu berubah saat bertemu Shishou.
Yahh, tidak berubah seketika, sih.
Setelah bertemu dengan Shishou, aku diasingkan ke Kota Sihir Sharia. Beberapa tahun
berselang, akhirnya kami kembali bertemu.
Perlahan-lahan, aku menyadari bahwa aku tidak lagi membenci manusia.
Itu terjadi saat aku bertemu dengan Julie.
Dia adalah seorang budak yang kubeli bersama Shishou dan Sylphy-dono. Kami
membesarkannya karena dia mahir membuat patung.
Awalnya dia tidak bisa berbicara bahasa manusia. Dia hanyalah gadis berumur enam tahun
yang tidak bisa melakukan apa-apa.
Kau boleh bilang, dia sangat merepotkan bagiku.
Namun, aku senang dia menganggapku sebagai tuannya.
Yahh, aku tidak punya pilihan selain membesarkannya. Toh, tanpa dipahat patung tidak bisa
muncul dengan sendirinya dari balok kayu.
Oleh karena itu, aku merawatnya sepenuh hati. Tiap hari aku mengajarinya berbagai hal yang
harus dia lakukan, dan memberikan berbagai macam perintah.
Sampai akhirnya, Julie tumbuh menjadi gadis yang cukup mandiri.
Aku tidak mengerti.

180
Dia akan mendengarkan apapun kataku dengan patuh, dan cepat mempelajari teknik apapun
yang kuajarkan padanya.
Aku belum pernah bertemu orang sepertinya. Aku mulai menyukai gadis itu, dan selalu senang
bersamanya. Dia tidak sama dengan orang-orang yang kukenal selama ini.
Aku pun mulai nyaman berkomunikasi dengan manusia lainnya. Apakah itu semua karena
Julie?
Aku mulai memperhatikan keberadaan Ginger.
Selama ini, aku hanya melihat Ginger sebagai wanita cerewet yang suka mengaturku.
Namun, akhirnya aku bisa melihat sisi baik wanita itu. Dia selalu setia mengawalku ke
manapun aku pergi.
Ini bagaikan melihat pohon yang lebat dari atas. Kau hanya akan melihat daunnya yang hijau
tanpa mengetahui ada akar dan batang pohon yang tersembunyi di baliknya. Padahal, akar dan
batang adalah bagian yang lebih penting daripada daun.
Aku tidak lagi merasa risih saat Ginger menemaniku.
Entah kenapa, aku tidak lagi melihatnya sebagai seorang pengganggu.
Tapi, dia masih saja suka mengomel.
Mengapa?
Mengapa aku berubah seperti ini?
Jelas, selain Julie, Shishou juga membantuku berubah.
Shishou tidak pernah sekali pun mengecewakanku.
Aku hanyalah pria ceroboh yang cuma bisa merusak hasil karya Shishou, karena tidak bisa
mengendalikan kekuatan Miko-ku.
Aku pun tidak berbakat dalam sihir, sehingga Shishou pasti kecewa padaku.
Shishou selalu berusaha sebaik mungkin mengajariku teknik membuat patung, namun
semuanya percuma saja. Aku bahkan tidak punya bakat seni, yang kulakukan selama ini
hanyalah menikmati karya seni tanpa bisa menirunya.
Aku siap untuk menyerah.
Aku tidak bisa membuat patung.
Namun, meskipun begitu………..
Aku senang.
Karena mereka tidak pernah meninggalkanku tak peduli betapa payah diriku.
Tanpa Shishou, Ginger, dan Julie….aku hanyalah seorang pangeran terbuang.
Oleh karena itu, kebodohanku akhirnya bisa membedakan antara patung dan manusia.
Sekarang, aku sudah sepenuhnya paham perbedaan keduanya.
Setidaknya aku paham bahwa manusia lebih penting bagiku daripada patung.
Shishou tidak pernah mengajari itu dengan lisannya, namun dia memberi contoh lewat
perbuatannya.
181
Aku sangat bersyukur punya guru sepertinya.
Itulah kenapa aku selalu berhutang budi padanya dan menghormatinya.
Aku bangga punya teladan sebaik Shishou.
Namun, tidak semua tindakan Shishou kupahami.
Misalnya: hubungannya dengan Nanahoshi-dono.
Silent Seven Star.
Atau, Nanahoshi Shizuka-dono.
Sepertinya gadis itu sedang mempelajari suatu teknik sihir untuk kembali ke tempat asalnya.
Aku tidak tahu darimana dia berasal, tapi yang pasti dia ingin pulang. Aku pun tidak terlalu
tertarik pada gadis itu.
Bagiku, rumah adalah tempat yang penuh dengan kenangan buruk.
Aku sama sekali tidak bersimpati pada Nanahoshi yang begitu ingin pulang.
Namun, entah kenapa Shishou begitu ingin membantu gadis itu, padahal setahuku dia bukan
berasal dari tempat yang sama dengan Nanahoshi. Shishou berasal dari Kerajaan Asura.
Saat Nanahoshi stress, dia merawatnya di rumahnya sampai sembuh.
Ketika Nanahoshi sakit, Shishou bahkan rela pergi ke Benua Iblis untuk mencari obatnya.
Aku juga membantunya.
Entah kenapa, aku tidak keberatan, padahal aku sama sekali tidak tertarik dengan urusan gadis
itu.
Tapi, jika Shishou pergi, maka aku bersedia membantunya. Kurasa itu tidak merepotkanku.
Namun, aku tidak pernah tahu mengapa Shishou begitu serius membantu Nanahoshi-dono.
Karena sering berhubungan dengan Nanahoshi, aku pun mulai memikirkan rumahku, yaitu
Kerajaan Shirone.
Gadis itu berusaha begitu keras menemukan jalan kembali pulang, itulah yang
mempengaruhiku untuk kembali ke Shirone.
Entah kenapa, aku jadi ingin pulang ke istana yang menyebalkan itu.
Hari demi hari berlalu, aku terus memikirkan rumahku.
Istana Kerajaan Shirone.
Suatu hari, datanglah surat dari Pax yang memintaku kembali pulang, aku pun langsung
berpikir, ’Ya, aku akan kembali pulang.’
Sebenarnya, aku masih menyukai negaraku.
Aku berniat ingin membantu negaraku saat dibutuhkan.
Aku harus pulang.
Itulah yang kupikirkan.
Tentu saja, itu artinya aku semakin banyak berubah.

182
Di Benteng Karon, ketika Shishou coba membujukku untuk kembali bersamanya ke Sharia,
hatiku mulai goyah.
Mulai muncul keinginan di hati kecilku untuk kembali ke Sharia.
Aku bisa membuat patung dan bersenang-senang bersama Shishou setiap hari.
Tapi aku tidak boleh kembali sebelum tugasku berakhir.
Aku meyakinkan diri sendiri bahwa aku tidak boleh kembali ke Sharia.
‘Aku ingin membantu Pax karena dia adalah satu-satunya saudaraku.’
Seketika, kebohongan itu muncul di kepalaku.
Namun, jika Shishou terus membujukku, bahkan sampai bersujud padaku, mungkin aku akan
berubah pikiran.
Tapi ternyata itu tidak terjadi.
Seketika, Shishou menyetujui kebohonganku.
Aku tidak tahu kenapa.
Terkadang, kebohongan berubah menjadi sesuatu yang begitu diyakini oleh orang lain, kurasa
itulah yang terjadi pada kami.
Ketika Pax melompat dari balkon, aku melihatnya tewas dengan mata-kepalaku sendiri. Saat
itu juga, bayangan-bayangan masa lalu muncul di kepalaku.
Aku mengingat saat Pax diundang pada suatu pesta yang diselenggarakan Pangeran Kedua.
Namun, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi selama pesta itu berlangsung.
Itu tidak penting.
Aku pun tidak ingat mengapa kami berdua mau menghadiri pesta itu.
Tapi, adegan yang kuingat adalah, saat Pax tanpa sengaja duduk pada kursi di dekatku.
Itu semua terjadi sebelum Roxy-dono datang.
Kurasa, saat itu Pax masih berusia 10 tahun.
Kami tidak ngorbol sedikit pun.
Kami hanya duduk berdampingan dalam diam.
Tapi, sepertinya Pax berusaha mengatakan sesuatu padaku.
Aku tidak menghiraukannya….meliriknya pun tidak.
Sampai pestanya berakhir, Pax tidak mengatakan apapun padaku.
Dia benar-benar kuabaikan.
Ketika aku mengangkat mayat Pax, tiba-tiba aku berpikir….
Mengapa…..saat itu…..aku tidak mengajaknya ngobrol terlebih dahulu……
Akhirnya, semuanya menjadi jelas.
Aku mengerti……

183
Aku mengerti mengapa Shishou begitu serius membantu Nanahoshi-dono….
Itu karena…….
Shishou sudah menganggap Nanahoshi-dono seperti adiknya sendiri.
Kenapa aku baru memahaminya sekarang.
Itulah perasaan Shishou padanya, meskipun dia sudah punya adik kandung.
Hubungan Shishou dengan Nanahoshi-dono mirip seperti hubungannya dengan Norn dan
Aisha.
Ada sih sedikit perbedaan, namun masihlah sangat mirip.
Perhatian dan bantuan yang diberikan Shishou pada Nanahoshi, sangat mirip dengan apa yang
dicurahkannya pada kedua adiknya.
Bagi Shishou, menolong Nanahoshi-dono tidak berbeda dengan membantu adik-adiknya.
Lantas….mengapa aku tidak meniru perbuatan Shishou?
Surat itu jelas-jelas mengatakan bahwa Pax butuh bantuanku, lantas mengapa aku tidak
membantunya?
Setelah peperangan di Benteng Karon berakhir, Ginger datang tergesa-gesa dengan membawa
kabar buruk tentang kudeta, mengapa aku tidak kembali ke ibukota untuk menolongnya?
Mengapa aku harus membuat kebohongan untuk meyakinkan Shishou akan pilihanku?
Sekarang aku sudah mengerti.
Mengerti segalanya.
Semuanya masuk akal.
Tapi, aku sudah terlambat.
Harusnya aku sudah menyadarinya sejak awal.
Pax mati.
Aku tidak bisa meniru Shishou sepenuhnya.
Namun, masih ada yang belum kulakukan.
--- Sudut Pandang Rudeus ---
Kami pun kembali ke Kota Sihir Sharia.
Tenanglah…. ini sudah berakhir, kami akan baik-baik saja.
Seperti saat kembali ke ibukota, aku menarik kereta dengan Magic Armor Versi I untuk pulang
ke Sharia.
Setelah sampai ke reruntuhan kuno, kami berteleport ke kastil langit.
Roxy harus segera pulang, namun aku dan Zanoba mampir sebentar untuk menghadap
Perugius.
Seperti biasa, dia menyapa kami dengan tak acuh. Setelah melaporkan semuanya, dia
membalas dengan, “Oke…bagus lah.” lalu mempersilahkan kami menggunakan kamar tamu

184
yang biasa. Perugius menambahkan wejangannya, “Jangan terlalu setia pada negaramu, itu
adalah suatu tindakan bodoh.”
Zanoba mengangguk patuh, lalu dia menjelaskan telah melepas status kebangsawanannya.
Setelah mendengar itu, Perugius tampak puas.
Perugius bahkan memberiku pujian karena telah membantu Zanoba menyelesaikan
masalahnya.
Sepertinya dia senang karena temannya bertukar pikiran tentang karya seni kembali dengan
selamat.
Oh iya, aku juga mengunjungi Nanahoshi untuk memberitahu bahwa kami telah kembali,
namun dia hanya menanggapi dengan, “Haaa….” seolah tidak tertarik.
Perpisahannya dengan Zanoba tempo hari sudah cukup dramatis, namun ternyata dia kembali
lagi. Pasti itu merusak mood-nya.
Aku mengerti perasaan itu.
Eris juga segera melahirkan, jadi aku harus berada di sisinya.
Aku harus segera pulang ...
Namun, ada sedikit pekerjaan yang perlu kuselesaikan.
Yaitu, melapor pada Orsted.
Bagian 2
Pada pertempuran kali ini, aku sama sekali tidak terluka, namun tampaknya Republik Shirone
tidak akan terbentuk. Padahal, menurut Orsted, negara itu akan menyusahkan Hitogami di masa
depan.
Sepertinya, kami telah gagal mempertahankan salah satu sekutu terkuat untuk melawan
Hitogami.
Mungkin saja, kepulanganku ini terlalu cepat.
Harusnya aku tinggal sementara waktu di sana, untuk mendorong terbentuknya Republik
Shirone.
Ah tidak juga….. perintah Orsted tempo hari sangatlah jelas. Dia memintaku untuk melindungi
Pax, bukannya membantu terbentuknya Republik Shirone. Dengan kata lain, mungkin hanya
Pax yang bisa membentuk republik itu.
Apapun itu, aku harus jujur melaporkan apa yang telah terjadi.
Jika aku bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahan ini, maka aku harus siap
mengerjakannya.
"Roxy, aku ingin mampir ke kantor sebentar untuk menyimpan kembali Magic Armor.”
"... oke. Hati-hati ya. Aku akan pulang untuk memberitahu keluarga bahwa kita sudah pulang
dengan selamat.”
Aku mengucapkan salam perpisahan pada Roxy sebelum menuju ke tempatnya si bos.
Entah kenapa, Zanoba ingin ikut denganku.

185
"Ada apa Zanoba?"
"Aku hanya ingin mengucapkan rasa terimakasihku pada Orsted yang sudah memberikan
armor ini padaku, sekaligus permohonan maaf karena telah merusaknya.”
"Baiklah."
Tumben sekali Zanoba mau berterimakasih pada Orsted.
Tadinya kupikir hal seperti itu mustahil terjadi, karena kutukan Orsted yang terlalu kuat.
Mungkinkah Cliff berhasil mengurangi kutukannya?
Tapi tetap saja…. jika kau terlalu dekat dengan Orsted, kau pasti akan segera merasakan suatu
kebencian yang mendalam.
Namun, aku tidak keberatan mengajak Zanoba ke kantor.
Sesampainya di kantor, aku segera menyimpan kembali Magic Armor di gudang.
Setelah menguncinya, lalu kami menuju ke ruang utama.
Kami melewati lobi yang kosong, lalu menuju ruangan bos besar.
"Suuuu ...."
Sebelum masuk, aku mengambil nafas panjang.
Saatnya melaporkan kegagalan misiku.
Beberapa kali, aku juga pernah mengalami kegagalan ...
Tapi, mungkin inilah yang terparah.
Mungkin dia akan menegurku.
Atau mungkin tidak.
Ah, lebih baik bersiap-siap akan kemungkinan terburuk.
Baiklah.
Pertama-tama, ketuk pintunya.
Supaya lebih sopan.
Aku pun mengetuk pintu ruangan bos dengan pelan.
Tok….tok….tok…
"Rudeus?"
Ah, dia ada di ruangannya.
Aku harus menyampaikan laporan ini dengan runtut.
Sampaikan saja semuanya apa adanya.
"Permisi! Rudeus Greyrat datang untuk melaporkan kejadian-kejadian di Kerajaan Shirone!”
Aku membuka pintu dengan keras, masuk ke dalam, lalu membungkuk.
Begitu aku mengangkat wajahku……
"FuAaah !?"

186
Aku kaget…….mengapa Orsted memakai topeng berwarna hitam pekat?
Mungkinkah itu…..
Alat sihir anti-kutukan buatan Cliff? Jadi, dia sudah menyederhanakan disainnya?
"Sepertinya kau kembali dengan selamat."
"... Y-ya."
Awalnya aku bingung, tapi aku sudah siap.
Aku harus melaporkan dengan jujur bahwa aku telah gagal.
Bahwa aku tidak mendapatkan apapun dalam misiku.
"Laporan……"
Aku pun mulai melaporkan segala yang terjadi di Kerajaan Shirone.
Mulai dari dugaan-dugaanku, sampai fakta yang sebenarnya.
Aku menjelaskan semuanya satu per satu secara jelas dan perlahan. Tidak masalah jika dia
membentakku nanti, yang penting aku telah sampaikan semuanya dengan jujur.
Kusampaikan semua yang kami pikirkan, simpulkan, diskusikan, dan putuskan.
Aku juga mengatakan padanya tentang prediksi kami akan tindakan Hitogami selanjutnya.
Lalu akhirnya, aku menyampaikan hasil akhirnya.
Semuanya kulaporkan selengkap-lengkapnya.
"Aku sangat menyesal. Aku membiarkan Pangeran Pax mati, sehingga bisa dibilang misiku
gagal.”
Aku pun menutup laporanku dengan membungkuk sekali lagi pada si bos.
Apapun alasannya, kegagalan tetaplah kegagalan.
Aku pasrah menerima konsekuensi apapun dari si bos.
"...."
Aku bisa merasakan Orsted sedang menahan sesuatu.
Kali ini aku tidak bisa membaca ekspresinya, dan itu malah membuatnya terlihat semakin
menakutkan.
Jujur saja, topeng itu semakin memperburuk penampilannya.
Sial, kenapa Cliff harus mendisain benda mengerikan seperti itu? Apa tidak ada cara lain?
Lepaskan saja topeng itu ....
"Pemimpin Kerajaan Raja Naga, Leonard Kingdragon, dia lah bidak Hitogami yang
sesungguhnya. Mungkin, panglima perang Jade atau jenderal Kerajaan Shirone juga bidak
Hitogami. Dengan mengendalikan kedua orang ini, Hitogami memojokkan Pax sampai
akhirnya memaksanya bunuh diri.”
Itulah kesimpulan Orsted.
Ada dua orang bidak Hitogami.

187
Yang pertama adalah pemimpin Kerajaan Raja Naga.
Dia terus menuntut Pax untuk memenuhi ekspektasinya, sampai akhirnya Pax tertekan.
Leonard memberinya Putri Benedict dan Dewa Kematian Randolph agar Pax bisa
menyetablikan negaranya…. namun, Hitogami memanipulasi orang lainnya, yaitu Jade untuk
merusak itu semua.
Kira-kira seperti itulah skema Hitogami kali ini.
Karena Hitogami bisa melihat masa depan, maka mudah saja baginya mencari hal-hal yang
bisa membuat Pax stress, sampai akhirnya bunuh diri.
"... lalu, siapakah bidak ketiga?"
"Raja Vista ..... kemungkinannya cukup tinggi."
Siapa itu?
"Oh iya, Orsted-san…. Dewa Kematian sempat menceritakan sebuah kisah padaku tentang
orang yang mengenal Hitogami, dan dia adalah Raja Iblis Abadi Badigadi. Mungkin saja dia
juga bidak Hitogami.”
"...... belum tentu, jika Raja Iblis Abadi Badigadi adalah bidak Hitogami, dia pasti sudah
mengambil tindakan untuk setidaknya mengganggu kita. Namun buktinya, dia menghilang
entah ke mana.”
Ah, tentu saja.
Kami pasti sudah menyadari keberadaan orang itu jika dia berada di sekitar kami ... karena dia
begitu mencolok.
Sayangnya aku tidak begitu peka merasakan siapakah bidak Hitogami. Dan aku juga tidak bisa
membaca rencananya. Aku sungguh menyedihkan.
"Lalu, apakah kita perlu membunuh Jade ...?"
"Sudah terlambat."
Orsted mengatakan itu dengan nada datar.
"Aku sangat menyesal…. ini semua salahku."
"Aku juga salah. Aku sudah membunuh Leonard, tapi aku terlalu mengandalkanmu
menyelesaikan permasalahan di Kerajaan Shirone. Harusnya aku ikut denganmu ke sana…..
tapi…. “
Setelah mengatakan itu, Orsted terdiam.
Sepertinya dia hanya bisa pasrah.
Separah itukah kesalahan ini? Sampai-sampai Sang Dewa Naga hanya bisa pasrah?
"Atau mungkin, ada seseorang yang bisa menggantikan Pax?"
"Tidak."
"Tak seorang pun bisa menggantikannya?"
"...."
"Orsted-sama, benarkah itu?"

188
Kemudian, orang di belakangku mulai bicara.
Zanoba mengintip dari belakang.
Sejak kapan dia ada di sana?
Mungkin sejak awal pembicaraan kami.
Dari tadi dia hanya diam, maka kupikir dia sedang menunggu di luar.
"Zanoba Shirone ...."
Orsted pun tampaknya baru saja menyadari keberadaannya.
Ya… karena harusnya dia tidak bisa melihat apa-apa dengan topeng itu.
... tapi tampaknya dia bisa mendengar semuanya.
Zanoba melangkah maju, lalu membungkuk di hadapan si bos.
Aku tidak tahu seperti apa ekspresi Orsted. Aku hanya bisa membaca nada bicaranya.
Yahh, setidaknya aku tidak melihat tatapan matanya yang tajam karena terhalang oleh topeng
itu.
Atau mungkin….. dia sudah merasakan kedatangan Zanoba bahkan sebelum aku masuk. Oleh
sebab itulah, dia sengaja memakai topengnya, agar kutukannya sedikit melemah. Dia sudah
tahu Zanoba hendak menyampaikan sesuatu padanya.
"Kau tidak perlu berterimakasih padaku. Ucapkan saja itu pada Rudeus, bukankah itu sudah
cukup?”
"Tidak, ada hal lain yang ingin kusampaikan.”
Yahh… aku tahu itu. Zanoba pun melangkah lebih dekat pada Orsted.
Sepertinya kutukan Orsted tidak begitu berpengaruh padanya.
"Kalau boleh aku menyimpulkan percakapan Anda dengan Shishou tadi, sepertinya Pax terlibat
dalam perselisihan antara Orsted-sama dengan lawan yang begitu berbahaya…… bukankah
begitu?”
"Kau tidak salah."
Apakah Zanoba berpikir bahwa kematian Pax adalah salah Orsted?
Waduh, lebih baik aku menghentikannya sekarang….
"Namun, Orsted-sama berusaha menolong adikku…. benarkah itu?”
"Sebenarnya bukan Pax Shirone yang ingin kutolong. Aku memerlukan seorang pria yang akan
lahir di negara yang harusnya didirikan Pax, yaitu Republik Shirone.”
"Seorang pria yang akan lahir di negara yang harusnya didirikan Pax ...?"
"Aku bisa saja menjelaskannya, namun kau tidak akan mengerti…..”
Orsted mengatakan banyak hal penting hari ini.
Aku juga ingin tahu lebih banyak tentang Republik Shirone.
Jika aku tidak tahu detailnya, maka aku tidak akan bisa lepas dari perasaan bersalah ini.

189
"Aku harap Anda menjelaskannya sedetail mungkin, Orsted-sama.”
"...."
Saat Zanoba mengatakan itu, Orsted hanya terdiam.
Ruangan ini begitu hening, sampai-sampai napas Orsted terdengar dari balik topeng itu.
Suara itu membuat suasana semakin tegang.
Tapi, jika didengar dari suara napasnya yang kasar, sepertinya Orsted sedang marah. Aku pun
semakin gelisah.
"... Setelah menjadi raja, Pax akan mengubah Shirone menjadi Republik."
Ya.
Aku sudah tahu itu.
Lalu setelahnya bagaimana?
"Setelah Shirone menjadi republik, seorang pria yang dulunya hanyalah pedagang budak, akan
mendapatkan posisi penting dalam negara itu. Namanya adalah Bolt Macedonia. Pax memberi
orang ini jabatan penting."
Bolt Macedonia.
Jadi, dia kah yang akan menyusahkan Hitogami?
"Bolt Macedonias akan menjadi orang yang penting dalam sejarah Republik Shirone.”
"Apa yang akan dilakukan orang ini?"
"Sebenarnya Bolt Macedonia tidak melakukan apa-apa. Namun, dari keturunannya, lahirlah
Dewa Iblis Laplace yang telah bereinkarnasi.”
Laplace.
Jadi dia akan terlahir kembali sebagai keturunannya Bolt….
"Jika Pax meninggal, aku tidak tahu lagi dimanakah Laplace akan lahir kembali.”
Dengan kata lain, jika Pax tidak mendirikan Republik Shirone, maka kita tidak bisa
memprediksi di manakah Laplace akan bereinkarnasi.
"... tunggu dulu… kalau memang itu masalahnya…. Mengapa tidak kita saja yang mendirikan
Republik Shirone? Lalu kita cari Bolt Macedonias, dan memberinya jabatan yang bagus. Kita
juga akan jodohkan dia dengan wanita yang baik, sehingga Laplace bisa lahir dari
keturunannya di kemudian hari….”
"Percuma. Kau kira aku belum pernah mencoba itu sebelumnya?”
Jadi, dia sudah pernah melakukan rencana serupa di perulangan kehidupan sebelumnya.
Kelahiran Laplace tidak bisa ditentukan semudah itu. Banyak faktor yang tidak kita ketahui
harus dipenuhi, dan salah satunya adalah, Pax harus tetap hidup.
Mungkin faktor pendukungnya bukan hanya Republik Shirone. Kita perlu merencanakan
beberapa ratus tahun sebelumnya, untuk membuat Laplace bereinkarnasi di suatu tempat
tertentu.
Dan mungkin juga, misi yang selama ini kukerjakan juga mengarah pada tujuan ini.

190
Jika satu tahap rusak, maka belum tentu kita bisa memperoleh hasil yang diinginkan, meskipun
tahap itu kita benarkan.
"Untuk mencapai Hitogami, Laplace harus dibunuh. Di masa depan, pria itu akan
mengumpulkan sejumlah pasukan untuk mengobarkan perang. Aku bisa saja membunuh
Laplace dan para pengikutnya, kemudian menuju ke tempat Hitogami berada….. namun, jika
kita tidak tahu dimanakah Laplace akan lahir, maka itu semua percuma saja.”
"Tunggu dulu…. kau akan mengalahkan Dewa Iblis Laplace, lalu menuju ke tempat Hitogami
berada? Bukankah pertarungan melawan Laplace akan menguras Mana-mu? Bagaimana bisa
kau melawan Hitogami dengan kondisi seperti itu?”
"Hanya itu pilihannya. Selama ini, Laplace selalu dilahirkan kembali di pengujung hidupku.
Aku sudah berusaha membuat skenario untuk melahirkan Laplace lebih cepat, namun ternyata
itu mustahil terjadi.”
Setelah menarik napas panjang, Orsted melanjutkan.
"Tentu saja aku tidak akan bisa mengalahkan Hitogami jika kondisi Mana-ku tidak 100%,
namun waktuku semakin pendek. Tampaknya, perulangan kali ini pun akan berakhir dengan
kegagalan.”
Kegagalan.
Kata-kata itu terngiang-ngiang di dalam kepalaku seperti gema.
Lalu kenapa kau tidak datang sendiri ke Shirone??!!
Aku ingin berteriak dan mengumpatkan itu padanya, namun tak seucap pun kata keluar dari
mulutku.
Ternyata misi ke Kerajaan Shirone begitu penting, dan aku telah gagal.
Apakah usaha kita selama ini sia-sia saja? Apakah kita tidak bisa melakukan apapun lagi?
Jadi, aku telah merusak segalanya? Aku telah mengecewakanmu?
Orsted tampaknya sudah pasrah dengan perulangan kali ini.
Lalu….apa yang bisa kulakukan jika Orsted sudah pesimis?
"Jangan berkata begitu, Orsted-sama! Terlalu dini untuk menyerah!”
Kemudian, Zanoba menyerukan itu dengan suara lantang.
Apakah dia sudah memahami apa yang sedang kami hadapi sekarang?
Tiba-tiba kami membicarakan sesuatu yang akan terjadi jauh di masa depan….. apakah itu
tidak membuatmu bingung?
"Jika Anda kesulitan mengalahkan Laplace beserta bawahannya, maka kita hanya perlu
menyiapkan pasukan yang kuat mulai dari sekarang!”
"... Ho?"
"Kita himpun pasukan yang lebih hebat dari mereka! Meskipun peperangan melawan Laplace
masih terjadi jauh di masa depan, kita bisa mengumpulkan pasukan mulai dari sekarang!”
Ah, Zanoba mengatakan sesuatu yang positif.
Dia benar.

191
Jika kita menyiapkan bala bantuan yang hebat, maka Orsted bisa menghemat Mana-nya untuk
melawan Hitogami.
"Orsted-sama, aku tahu kutukan itu membuatmu kesulitan mengumpulkan sekutu, jadi….
serahkan saja semuanya padaku dan Shishou!”
Kemudian Zanoba melangkah maju, berlutut, dan menundukkan kepalanya di hadapan Orsted.
"Aku tahu ide ini tidak sempurna karena pemahamanku yang terbatas, namun kumohon jangan
menyerah….”
Aku juga tidak tahu apakah ide Zanoba bisa berhasil, namun seperti itu tidak buruk juga.
Kebangkitan Laplace ... kalau tidak salah, itu akan terjadi 80 tahun lagi ya….?
Jika itu sudah ditentukan, maka kita bisa memprediksi waktu yang kita miliki untuk bersiap-
siap.
Jika kita bisa mendapatkan dukungan dari orang-orang hebat seperti Perugius dan Dewa
Kematian, maka bukannya mustahil kita bisa menandingi pasukan Dewa Iblis.
Dengan begitu, Orsted bisa menghemat Mana-nya untuk melawan bos terakhir, yaitu Hitogami.
“Aku tidak mengerti bagaimana cerita detailnya… tapi setidaknya aku tahu bahwa lawan yang
akan Anda hadapai itu bernama Hitogami. Dan dia……..”
Tiba-tiba Zanoba menghentikan kalimatnya, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat Orsted.
Setelah itu, dia meletakkan tangannya di lantai.
"…..dia…. dia bertanggung jawab atas kematian adikku."
Suara Zanoba melemah.
Dia sujud tersungkur di lantai.
Aku belum pernah melihat Zanoba bersujud sepasrah ini.
Kali ini dia memohon dengan sangat.
"Jika memungkinkan, kumohon terimalah aku sebagai bawahan Anda, Orsted-sama.”
"...."
"Hitogami harus membayar semua ini!"
Sepertinya Orsted sedang melirik ke arahku.
Aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup topeng ...
Jadi, kau meminta pendapatku?
Bolehkah aku memberi saran?
Baiklah…..
"Yahh… Zanoba cukup berperan dalam pengembangan Magic Armor, dan kurasa idenya itu
tidak buruk. Tanpa bantuannya, mungkin aku akan mendapatkan kesulitan yang lebih besar di
Kerajaan Shirone. Lagipula….”
"Aku mengerti."
Orsted tidak mendengarkan kalimatku sampai selesai.

192
Dia mengangguk, berdiri, lalu menatap Zanoba.
Kemudian dia berkata, "Kalau begitu, aku akan menunjukmu sebagai asistennya Rudeus.
Patuhi semua arahannya. Jika kau mampu menghimpun pasukan yang layak menghadapi Dewa
Iblis dan para pengikutnya, maka tunjukkanlah padaku.”
"... S-siap!"
Orsted masih mengenakan topeng.
Zanoba belum berdiri dari lantai.
Dengan demikian, Zanoba resmi menjadi rekan kerjaku di PT. Orsted.
Bagian 3
Pax meninggal.
Republik Shirone tidak akan terbentuk.
Rencana Orsted semakin kacau.
Ini adalah masalah besar.
Aku layak disalahkan.
Namun, setidaknya kami mendapatkan sekutu baru, yaitu Zanoba.
Kami berusaha memperbaiki semuanya, namun tak seorang pun tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya.
Dengan bergabungnya Zanoba, proyek penyempurnaan Magic Armor akan berjalan semakin
lancar, tapi ...
Apakah kami bisa memperbaiki kesalahan ini?
Seolah-olah semua kerja kerasku selama ini sirna dengan tewasnya Pax.
Semuanya kandas.
Kuharap, misi-misiku selanjutnya bisa merubah keadaan.
Aku harus bekerja lebih keras lagi. Ini seperti mengulangi semuanya dari awal.
Aku tidak tahu sudah berapa kali Orsted mengulangi kehidupannya. Namun sayangnya,
kemungkinan besar perulangan kali ini juga berakhir dengan kegagalan.
Aku tahu dia berusaha melindungiku dan keluargaku, namun aku malah merusak segalanya.
Mungkin Orsted bisa mengulangi kehidupan ini sebanyak yang dia mau, namun bagiku….
inilah satu-satunya kesempatan mengalahkan Hitogami.
Kehadiranku di dunia ini adalah sebuah keajaiban.
Dan keajaiban tidak akan terjadi dua kali.
Aku harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.
Meskipun di perulangan berikutnya muncul Rudeus Greyrat lainnya, sepertinya akulah yang
terburuk. Aku hanya menjadi beban bagi Orsted dan menyebabkan masalah.
Mungkin di perulangan berikutnya Orsted tidak akan bersedia bekerjasama dengan Rudeus
Greyrat lainnya. Dia mungkin akan membunuhnya begitu saja.

193
Jika Orsted tahu bahwa Rudeus Greyrat hanya akan menghalangi rencananya, mungkin di
perulangan berikutnya dia akan membunuhnya saat pertama kali bertemu di Rahang Bawah
Naga Merah.
Atau, mungkin dia akan membunuh Rudeus Greyrat jauh lebih awal. Saat masih menjadi guru
privat Eris mungkin. Atau saat kembali dari Kerajaan Asura.
Nasib-nasib Rudeus Greyrat lainnya ditentukan olehku….
Orsted punya perencanaan yang matang, namun dia tidak pernah segan membunuh orang.
Saat ini, mungkin kami adalah sekutu, akan tetapi jika aku tidak berguna, dia bisa
melenyapkanku kapanpun.
Mungkin dia tidak akan begitu tega membunuhku saat ini, tapi hal yang sama belum tentu
terjadi pada Rudeus Greyrat lainnya.
Namun, aku yakin Orsted adalah orang yang menepati janjinya. Kuharap kesalahanku kali ini
tidak akan merusak persahabatan kami. Aku masih percaya bahwa Orsted akan melindungiku
dan keluargaku.
Jadi, berhentilah berpikiran negatif padanya, dan berusahalah sebaik mungkin untuk
memperbaiki kesalahan ini.

194
Bab 13
Sudah Boleh Bergembira

Bagian 1
Sekarang, saatnya pulang.
Aku dan Zanoba kembali ke rumah.
Julie akan kuserahkan kembali pada Zanoba.
Boleh saja dia tinggal lebih lama di rumahku, namun aku yakin dia lebih senang jika kembali
tinggal bersama tuannya.
Ngomong-ngomong, Ginger sibuk mencari tempat tinggal baru untuk Zanoba.
Mereka bisa saja menggunakan asrama sekolah, tapi ...
Apakah dia masih diperbolehkan tinggal di sana? Bukannya Zanoba sudah menyatakan bahwa
dia berhenti bersekolah?
Sayang sekali, padahal beberapa bulan lagi dia wisuda.
Apakah Jinas bisa melakukan sesuatu?
Zanoba adalah siswa khusus, terlebih lagi dia punya penelitian yang bisa dikembangkan. Jadi,
dia bisa bekerja untuk Guild Sihir.
"Zanoba, jika kau memerlukan sesuatu, jangan sungkan datang padaku."
"Harusnya aku yang mengatakan itu pada Shishou."
Aku senang Zanoba kembali bersama kami.
Proyek Magic Armor bisa terus berjalan, dan proyek patung Ruijerd juga akan terus
berkembang.
Aku pun tidak akan keberatan meminjaminya uang untuk biaya hidup.
Tidak perlu berhutang, kok…. hutang hanya akan membawa masalah di kemudian hari.
Sembari aku memikirkan itu semua, kami pun tiba di rumahku.
Ya… inilah rumahku. Ada akar Treant yang menjalar di pintu gerbang, dan atap rumah yang
berwarna hijau zamrud. Rumah ini terkesan begitu natural.
Saat kami mendekat, Beet membukakan gerbangnya seperti biasa.
"Yah, kuharap Julie tidak mengganggu keluarga Shishou."
"Julie adalah anak yang baik. Aku yakin dia akur dengan Aisha..."
Whooooosh!
Saat memasuki halaman, aku mendengar suara mirip hembusan angin.
Aku mengenali suara itu.
Sudah beribu kali aku mendengar suara itu.

195
Itu adalah suara ayunan pedang.
Apakah Norn sedang berlatih mengayunkan pedang?
Whooooooooshh!!
Tidak, ayunan pedang Norn tidak sekuat itu.
Belakangan ini aku jarang berlatih dengannya sih, tapi aku tahu ayunan pedang itu terlalu kuat
untuk seukuran gadis kecil seperti Norn.
Suara itu terus mendesing berulang kali.
Itu adalah suara tebasan pedang dari seorang pendekar profesional.
Bahkan aku tidak akan bisa meniru tebasan sekuat itu.
Sepertinya Eris lah yang melakukannya…..
Saat menghampiri sumber suara itu, aku tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Ada seorang wanita yang sedang mengayunkan pedang batu yang dulu pernah kubuat.
Rambutnya berwarna merah cerah, seolah-olah tersiram oleh cat basah.
Hanya menggunakan satu tangan, dia mengayunkan pedang batu berat itu dengan begitu
mudahnya.
Persis seperti dugaanku sebelumnya.
Itu Eris.
"Oh, Rudeus, selamat datang kembali. Kau terlambat."
"Tu-tu-tu-tu-tunggu dulu, Eris! Apa yang sedang kau lakukan!?"
Aku buru-buru berlari mendekatinya.
Gawat.
Tidak baik ibu hamil berlatih seberat itu.
Otot-otot di perutmu akan menegang ...
Perutnya.
"Hah?"
Perut Eris sudah ramping.
Bukankah itu berarti…..
Dia sudah melahirkan?
"Hah?"
Aku mencoba menyentuhnya.
Oh, wow, perutnya kembali kekar.
Otot-ototnya pun kencang.
Ini jelas-jelas bukan perut wanita hamil.
"Eh?"

196
Sejak kapan?
Mana mungkin bayi hidup di dalam perut six pack seperti ini ...
Tidak…. aku tidak boleh panik.
Pasti ada penjelasannya.
"Eris….jangan-jangan….?"
"Apa yang sedang kau lakukan!?"
Tanpa sadar, tanganku yang meraba perut Eris terus menjalar sampai pantatnya. Aku pun
dijitaknya sampai roboh.
Lalu, aku menatapnya dari bawah.
Seperti biasa, Eris membuka kakinya lebar-lebar, sembari bersedekap dan menatap padaku.
Kemudian dia mengakuinya…..
"Aku sudah melahirkan!"
"Melahirkan apa?"
Aku segera menimpalinya.
Tapi tentu saja jawabannya sudah jelas.
"Ya anak lah!!!"
"Kau sudah melahirkan bayi kita?"
"Ya!!!"
Eris.
Dia melahirkan….
….anak kami.
"...."
Aku duduk bersimpu.
"Ah, kalau begitu ... ceritakan padaku semuanya ....kapan kau melahirkan?"
"Sepuluh hari yang lalu! Aku melahirkan saat tengah malam! Pokoknya, aku berhasil
melahirkan dengan selamat!”
Sepuluh hari yang lalu.
Tentu saja saat itu aku masih berada di Kerajaan Shirone.
Mungkin saat itu kami sedang menginap di ibukota ...
Tapi….tapi….itu berarti…..
"A-a-aku gagal kembali tepat waktu ..."
"Yah, kau seharusnya pulang lebih awal, harusnya kau malu!"
Eris mengatakan itu sambil nyengir.

197
Ekspresi wajahnya seolah-olah mengatakan, ’Lihat…aku bisa melakukannya sendiri
tanpamu!!’
Dia tampak puas.
Apa yang harus kulakukan?
Apakah aku harus tersenyum lebar?
Ataukah aku harus bersedih?
Tapi, buat apa aku bersedih?
Namun, aku merasa cukup menyesal.
"Hei, kenapa ... kau terlihat tidak senang?"
Eris mengerutkan keningnya dengan wajah bingung.
Dia benar….ini adalah saatnya berbahagia.
"Uuh, aku senang sih….tapi aku juga merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan ..."
"Oh iya!! Aku berhasil melahirkan anak laki-laki!! Kuberi nama dia Arus, dia akan menjadi
pahlawan besar umat manusia suatu saat nanti!!”
Wow… itu luar biasa…. apakah aku harus bahagia? Gak papa nih….?
Aku masih terbayang-bayang kegagalanku dalam misi terakhir.
Pax meninggal.
Rencana kami mengalahkan Hitogami semakin kacau.
Dalam situasi seperti ini, jika aku mendengar kabar baik, bolehkah aku bersuka cita?
"Tuan ~!"
Sementara aku masih tenggelam dalam pikiranku, pintu depan terbuka.
Sosok kecil berambut oranye keluar dari pintu depan.
Dia berlari melewatiku untuk menuju pria di belakangku.
Dia berlari tepat menuju Zanoba.
Saat mencoba melompat ke arah Zanoba, dia tersandung, lalu memegangi kakinya yang tampak
kesakitan.
"Ah, Julie, muridku! Aku kembali!"
Zanoba memegang Julie dengan kedua tangannya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.
Sembari mengalirkan air mata, Julie meremas tangan tuannya.
"Sudah lama Julie menantikan kepulanganmu, Tuan!"
"Ya."
Ini adalah reuni yang mengharukan.
Sepertinya dia baik-baik saja selama tinggal di rumahku.
Sesaat kemudian, Julie mengatakan sesuatu yang mencengangkan.

198
"Julie sangat mengagumimu, Tuan!"
"Ahh, jadi begitu ya… aku baru tahu ..."
"Tolong jangan tinggalkan Julie lagi, Julie ingin bersama Tuan sampai mati!”
Dia pun menangis tersedu-sedu.
Dari tangisan itu, aku bisa tahu betapa khawatirnya dia pada tuannya.
Zanoba diam beberapa saat, lalu tersenyum lembut.
".... Ya, jangan khawatir. Kita akan selamanya bersama."
"Tuaaaaaaaannnnn….."
Saat Julie menangis, Zanoba dengan lembut mendekatkan kepalanya ke bahunya.
Zanoba tampak cukup bahagia.
Yahh…. misi kami berakhir dengan kegagalan. Pax mati. Hitogami menang.
Namun, kami semua kembali dengan selamat.
Zanoba, Roxy, Ginger, aku….semuanya masih hidup.
Kami tidak kehilangan siapapun.
Ayo kita rayakan ini. Tidak perlu ragu.
"Eris!"
Lupakan sejenak kekalahan itu.
Aku pun memeluk Eris, lalu menciumnya.
Meskipun terkejut, Eris tidak melawan.
Dia balas memeluk dan menciumku.
Kuraba pantatnya, lalu punggung, sampai bahunya. Dia semakin brutal menciumku.
Tapi, begitu kuremas Oppainya…. lagi-lagi dia menjitakku sampai tersungkur di tanah.
"Kau kelewatan!"
"Maafkan aku!"
"Whoa!"
Aku segera bangkit, lalu menggendong Eris layaknya putri kerajaan.
Sekarang….aku ingin melihat wajah bayi kami.
"Hei, anakku, di mana dia?"
"Di dalam rumah!"
Tumben Eris begitu nurut padaku. Dia melingkarkan lengannya pada leherku tanpa banyak
bergerak.
Lalu, kami segera masuk ke dalam rumah.
".... Shishou!"

199
"Ada apa Zanoba !?"
"Aku pamit dulu!! Besok aku akan datang lagi untuk berterimakasih pada Roxy-dono!”
"Ya!"
Setelah percakapan singkat itu, Zanoba pun pergi.
Sepertinya dia tahu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk bertamu.
Aku segera masuk ke rumah bersama Eris di pelukanku.
Setelah melewati pintu depan, kami segera menuju ruang keluarga.
Di sana, ada dua gadis sedang duduk di meja sembari menggendong bayi.
"Lihat, Norn-ane, dia tersenyum, barusan saja dia tersenyum!"
"Aisha, Aisha, aku juga ingin memeluknya."
"Ya….tapi pegang kepala dan lehernya dengan lembut, ya."
"Aku sudah tahu! Aku kan pernah menggendong Lucy dan Lara ... Ah, anak ini meraba-raba
dadaku, mungkinkah dia lapar?"
"Wahh, itu berarti dia benar-benar anaknya Onii-chan, ya?"
"Jangan menyamakan bayi dengan ayahnya dalam hal-hal seperti itu!"
Dua orang gadis muda sedang bercengkrama dengan putraku.
Ah…damai sekali melihat adik-adik perempuan dan anakku begitu akur.
Hoi…hoi…apa yang kalian bicarakan…sepertinya mereka sedang membahas hal yang tidak
senonoh.
"... Eris, turunlah."
"Baiklah."
Setelah Eris turun, akhirnya adik-adikku menyadari kedatanganku.
Mereka menatapku dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Oh, nii-san, selamat datang kembali."
"Onii-chan, selamat datang kembali."
Saat melihat senyum itu, aku jadi teringat pada Pax. Di akhir hayatnya, dia sempat tersenyum
sedikit karena menyesali betapa malang hidupnya.
"Roxy-ane bilang, misinya cukup sulit, ya…”
"Norn-ane…lihatlah ke sini."
"Oh, ya ... Nii-san, perkenalkan, inilah Arus-ku, putra pertamamu."
Norn memberikan bayi itu padaku.
Dialah Arus.
Rambutnya merah. Matanya juga terlihat seperti mata Eris.
Ini bagaikan mimpi saja.

200
Seketika, perasaan bersalah memenuhi hatiku. Mungkinkah itu karena aku tidak berada di sisi
Eris saat dia melahirkan anak ini?
Bayi itu memperhatikanku, dan menggerakkan tangan mungilnya untuk meraih dadaku.
Dengan lembut dia meraba-raba dadaku seolah menemukan sesuatu yang nyaman.
Namun, dadaku cukup keras.
"Aaya ~! Agyia ~!"
Tiba-tiba dia menangis.
Namun, saat itu juga aku merasa begitu lega.
Aku tahu, barusan saja dia mencari Oppai, namun tidak menemukannya. Itulah kenapa dia
menangis.
Yak…. tidak salah lagi, dia memang anakku, dan juga cucu Paul.
"Hah? Arus, ini ayahmu….dia bukan orang asing….oke?”
"N-Nii-san, kau baik-baik saja?"
Aisha dan Norn melihatku dengan cemas.
Mereka kembali menggendong anakku dengan gemas.
Mereka memeluknya sambil senyum-senyum.
Mereka mencintainya.
Tentu saja aku juga mencintai mereka sebagai bagian dari keluargaku.
Entah kenapa….pada saat-saat bahagia seperti ini aku masih belum bisa melupakan Pax.
Pax tidak memiliki anak, tetapi dia punya keluaga.
Namun, dia membantai semua keluarganya.
Sekarang, dia sudah tidak bisa mencintai mereka lagi.
Mereka pun tidak bisa mencintai Pax.
Keduanya tidak bisa saling mencintai.
Ah……..
Pax hanya ingin mencintai dan dicintai oleh keluarganya…. seperti yang terjadi padaku saat
ini.
"....!"
Mengapa………
Keinginan sesederhana itu………
Harus berakhir dengan tragis……..
Tanpa kusadari, air mataku mulai mengalir.
"Tunggu! Kenapa kau menangis!?"
"Aku juga tidak tahu….air mataku mengalir begitu saja.”

201
"Kau mau kupeluk ...?"
"Jangan..."
Lalu, kugandong anakku sembari duduk di antara Norn dan Aisha.
Aku dan putraku sama-sama menangis selama beberapa saat.
Kenapa baru sekarang aku menyadari betapa perih perasaan Pax?
Kenapa aku tidak menyadari hal sesederhana itu sebelumnya?
Apakah cinta kasih keluarga sudah menjadi hal yang wajar bagiku?
Sampai-sampai, aku tidak menyadari betapa berharganya rasa cinta itu?
Langkah kaki terdengar dari atas, tampaknya beberapa orang telah menyadari kepulanganku
setelah mendengar suara tangisku.
Lucy dan Sylphy akhirnya masuk ke ruang keluarga, tak lama berselang Roxy juga muncul
sambil menggendong Lara.
Kemudian dari dapur, Zenith dan Lilia juga datang.
Sylphy seharusnya sudah mendengar semua yang terjadi dari Roxy.
Lalu, dia membelai kepalaku tanpa berkata apapun.
Lucy coba meniru apa yang sedang dilakukan ibunya. Dia menaiki lututku, lalu menepuk-
nepuk kepalaku.
"Rudeus masih cengeng, ya ..."
Eris juga melakukan hal yang sama.
Mereka semua sungguh baik.
"Aisha ... Norn ..."
Sambil menangis, aku memanggil nama kedua adik perempuanku.
"Aku akan membantu kalian melakukan apapun ... Jika kalian mendapati masalah, jangan
pernah sungkan untuk mengadukannya padaku ... Mungkin aku terlihat payah, namun aku akan
melakukan apapun yang kubisa untuk membantu kalian ... "
Keduanya saling memandang.
Tampaknya mereka masih bingung mengapa air mataku tak kunjung berhenti.
Aku juga tidak tahu mengapa aku masih saja menangis.
Kalau begini, aku semakin terlihat tidak meyakinkan sebagai seorang kakak.
"Ya, aku tahu."
"Ya, aku mengerti."
Tapi, keduanya mengangguk setuju.
Baguslah.
Semuanya baik-baik saja.
"Hiks…hiks…hiks."

202
Dengan terisak-isak, aku menatap Roxy dan Lara.
Seperti biasanya, wajah Lara tampak datar.
Tenang saja naik, ayahmu sudah pulang dengan selamat, kau tidak perlu menangis lagi seperti
tempo hari.
Namun, tanpa bantuan Roxy, mungkin hal yang mengerikan akan terjadi.
Meskipun aku sudah berusaha keras, aku tetaplah orang yang lemah.
Jika Roxy tidak pergi bersamaku, mungkin aku pulang tinggal nama.
Sekali lagi, aku terselamatkan oleh Roxy.
Aku pun harus berterimakasih pada Lara. Tanpa tangisannya, Roxy tidak akan ikut denganku.
Roxy dan Lara.
Berkat kalian berdualah aku masih bisa duduk di sini bersama keluarga.
"Roxy, ... terima kasih atas kerja kerasmu selama ini."
"Rudi juga sudah bekerja keras."
Apapun itu, yang jelas misi kali ini sudah berakhir.
Ini bukanlah misi yang mudah.
Aku banyak meragukan hal-hal yang tidak penting, sampai akhirnya aku kehilangan hal yang
sangat penting.
Aku gagal memenuhi harapan Orsted.
Aku membiarkan Pax mati.
Itulah yang terburuk.
Tapi sekarang, semuanya sudah berakhir.
Aku harus segera melupakan misi ini, dan melakukan hal yang baru besok pagi.
Sebelum mengerjakan tugas lainnya, ada banyak hal yang perlu dibahas.
"Semuanya, tolong perhatikan apa yang akan kukatakan ini."
Hari ini, di depan semua anggota keluargaku, aku mengungkapkan rahasia-rahasiaku.
Aku menceritakan semua tentang Hitogami, tentang Orsted, tentang pertarungan kami, dan
segalanya.
Aku juga memberitahu mereka bahwa suatu hari nanti, Lara akan menjadi penyelamat dunia
bersama rekan-rekan Orsted.
Setelah selesai mengungkapkan semuanya, aku pun meminta kerjasama mereka.
Mulai sekarang, kami harus mendukung Orsted membentuk pasukan terkuat untuk melawan
Dewa Iblis.
Seluruh keluargaku mengangguk.
Sylphy, Eris, dan juga Roxy.
Meskipun Norn dan Aisha tampak bingung, mereka pun akhirnya mengangguk.

203
Meskipun Lucy belum bisa memahami apapun, dia juga mengangguk dengan wajah serius.
Dengan begini…..satu-satunya rahasia yang masih kusimpan adalah…. aku bukan berasal dari
dunia ini. Hanya Nanahoshi yang tahu bahwa aku adalah makhluk reinkarnasi.
Ayo kita ulangi semua dari awal.
Bagian 2
Ayo kita susun lagi rencananya.
Pertama, bagaimana cara mengalahkan Hitogami.
Untuk mencapai tempat dimana Hitogami berada, diperlukan lima benda pusaka ras naga kuno.
Masing-masing pusaka itu dipegang oleh prajurit naga legendaris, sedangkan Dewa Naga
memiliki kemampuan menggunakan kelimanya untuk membuka portal menuju Dunia Hampa.
Si kakek tidak bisa menemukan salah satu dari kelima pusaka itu, sehingga dia putus asa.
Mungkin, pusaka terakhir dipegang oleh Laplace.
Namun, itu berarti kami harus membunuh Laplace terlebih dahulu. Setidaknya, begitulah yang
bisa kusimpulkan dari perkataan Orsted tempo hari.
Dengan logika yang sama…. mungkin kami juga harus membunuh kelima prajurit naga
legendaris untuk mengumpulkan kelima benda pusaka.
Chaos sudah meninggal.
Mungkin Orsted lah yang membunuhnya, namun Perugius tidak pernah mengetahuinya.
Benda pusaka milik Chaos juga tidak pernah ditemukan. Mungkin Orsted telah
menyimpannya.
Dengan demikian, hanya tersisa 4 prajurit naga legendaris, yaitu :
Kaisar Naga Suci Shilard.
Raja Naga Kegelapan Maxwell.
Raja Naga Armor Perugius.
Dan Raja Naga Iblis Laplace.
Maxwell dan Shilard juga sudah mati.
Orsted belum mengungkapkan apapun tentang keberadaan mereka.
Namun, aku tidak pernah membayangkan harus membunuh Perugius, kemudian merampas
benda pusakanya. Bagaimanapun juga, dia adalah rekanku. Pasti aku akan merasa sangat
berdosa jika melakukan itu.
Mungkin Orsted bisa melakukannya, toh hubungannya dengan Perugius tampaknya tidak
begitu baik…. tapi, saat itu terjadi, aku tidak tahu harus berpihak pada siapa.
Tapi, masalahnya adalah……
Untuk melengkapi kelima benda pusaka itu, Laplace harus dilahirkan kembali melalui
reinkarnasi.
Orsted pernah berusaha mempercepat lahirnya Laplace, namun ternyata itu mustahil.

204
Mungkin dia ingin membunuh Laplace saat masih kecil, agar pekerjaannya lebih mudah.
Namun, Laplace selalu terlahir kembali di tempat yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Kemudian Lapace tumbuh dewasa, menjadi semakin kuat, dan mengumpulkan pasukan yang
siap mengacaukan dunia.
Karena pasukannya begitu besar, maka kami harus mengalahkan Laplace dalam suatu
peperangan.
Sebenarnya, Orsted sudah bisa memprediksi di mana Laplace akan lahir, yaitu di Republik
Shirone. Namun, aku telah merusak segalanya, sehingga Republik Shirone tidak akan pernah
terbentuk.
Tampaknya, Republik Shirone berbeda dengan Kerjaan Shirone. Jadi, meskipun kami
mencarinya di seluruh penjuru Kerajaan Shirone, kami tidak akan pernah menemukan Laplace.
Sebagai Dewa Naga, secara teori Orsted bisa membunuh Raja Naga manapun, namun bukan
berarti dia tidak akan kehabisan Mana. Lagipula, Laplace dikenal sebagai makhluk yang
memiliki kapasitas Mana hampir tidak terbatas.
Jika dia kelelahan, maka dia akan kesulitan melawan Hitogami setelahnya.
Itulah yang membuat Orsted pesimis akan keberhasilannya mengalahkan Hitogami pada
perulangan kehidupan kali ini.
Namun, masih terlalu dini untuk pasrah pada kegagalan.
Meskipun terlihat jelas kecewa, namun aku bisa merasakan bahwa Orsted belum mau
menyerah.
Sepertinya, Orsted juga sudah meramalkan situasi ini.
Hal yang sama juga terjadi pada masa depan Ariel.
Orsted pernah meramalkan bahwa seratus tahun mendatang, Kerajaan Asura akan mengalami
krisis. Sebagai raja, Ariel akan mampu mengatasinya.
Setelah krisis mereda, akan lahir beberapa orang hebat dari Kerajaan Asura.
Bisa jadi, krisis yang dimaksud Orsted adalah peperangan melawan Laplace yang telah terlahir
kembali.
Kerajaan Asura adalah negara terbesar di dunia.
Tak peduli sebesar apapun pasukan Laplace, mereka pasti akan terdesak jika terus-terusan
melawan kerajaan sebesar Asura.
Dengan bantuan Kerajaan Asura, setidaknya Orsted bisa menghemat Mana-nya lebih banyak.
Salah satu alasan mengapa Orsted tidak bisa memprediksi tempat kelahiran Laplace, mungkin
juga karena keberadaanku. Orsted pernah bilang bahwa Rudeus Greyrat yang asli tidak akan
pernah lahir karena tubuhnya tidak mampu menanggung Mana Laplace yang berlebihan. Tapi,
aku datang dari dunia lain, lalu masuk ke dalam jasad Rudeus Greyrat yang asli. Maka lahirlah
Rudeus Greyrat dengan kekuatan mirip Laplace.
Hitogami tidak bisa melihat pergerakan Orsted karena teknik rahasia yang diwariskan ayahnya.
Namun, dia bisa menghentikan segala sesuatu yang berujung pada terbukanya portal menuju
Dunia Hampa. Sejauh ini, hanya ada satu cara membuka portal itu, yaitu dengan

205
mengumpulkan kelima pusaka prajurit naga legendaris. Jika Hitogami bisa menggagalkan
salah satunya saja, maka dia menang.
Sedangkan, untuk mendapatkan satu pusaka saja, diperlukan berbagai syarat, misal : Pax tidak
boleh mati, Republik Shirone harus terbentuk, orang bernama Bolt Macedonia harus diberi
jabatan penting, dan Laplace harus dilahirkan kembali.
Salah satunya saja gagal terjadi, maka pusaka itu tidak akan bisa kami dapatkan.
Inilah yang menyulitkan kami.
Kami harus memenuhi begitu banyak syarat, sedangkan Hitogami hanya perlu menggagalkan
salah satunya saja.
Ah…. ini sungguh tidak adil.
Tapi untuk saat ini, yang pasti Laplace akan terlahir kembali meskipun lokasinya tidak dapat
kami tentukan.
Dan perang besar akan kembali terjadi.
Setidaknya, kami sudah mendapatkan sekutu baru, yaitu Zanoba.
Dia telah menyanggupi bekerja untuk Orsted. Dia berencana akan mengumpulkan pasukan
yang kuat agar meringankan beban Orsted saat berperang melawan Laplace.
Aku pun tidak bisa tinggal diam. Aku juga akan mengumpulkan sekutu sebanyak yang kubisa.
Ini semua adalah persiapan menuju perang besar yang akan terjadi 80 – 100 tahun kemudian.
Aku akan membentuk Fraksi Anti-Hitogami.
Aku akan membuat pasukan pendukung Orsted.
Sayangnya………
Mungkin saja umurku sudah habis sebelum perang itu terjadi.
Tapi dengan pasukan warisanku, Orsted akan semakin mudah mengalahkan Hitogami.
Dengan sisa hidupku ini, aku akan merancang masa depan.

206
KETERANGAN

1. Sepertinya, cincin penghalang ini bisa membentuk suatu perisai (Kekkai) untuk memblokir
serangan musuh. Sedangkan cincin pelindung ini bisa membuat suatu jasad pengganti
(macam jurus bayangannya Naruto) untuk mengalihkan serangan musuh.
2. Engetsu Sappou, atau yang diterjemahkan : Teknik Bulan Sabit Pembunuh, adalah jurus
seorang pendekar pedang bernama Nemuri Kyoushirou, dari sebuah novel Jepang lawas.
Dengan jurus ini, dia bisa membuat lawannya kehilangan kosentrasi, lalu menghabisi
nyawanya saat itu juga.
3. Itu berarti dia adalah keturunan langsung dari Atofe, karena raja iblis itu menikah dengan
Karuman I, yang merupakan Dewa Utara pertama. Mungkinkah wajahnya yang mirip
tengkorak itu karena dia adalah keturunan ras iblis? Masih belum ada penjelasan tentang hal
ini.
4. Eskimo kiss adalah saling menggosokkan ujung hidung
5. Maksudnya Eris si Mad Dog.
6. Sempak maksudnya
7. Maksudnya Rinia dan Pursena.
8. Kastil Sunomata adalah kastil yang berlokasi di Perfektur Gifu, Ogaki, Jepang. Kastil ini
dibangun oleh tokoh terkenal Toyotomi Hideyoshi pada pertengahan abad ke-16. Meskipun
konon katanya kastil ini dibangun hanya dalam waktu semalam, faktanya perlu beberapa
hari untuk menyelesaikannya. Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Sunomata_Castle
9. Sebenarnya Sanachia adalah sejenis biji-bijian. Butirannya kecil dan berwarna hitam,
sungguh berbeda dengan bulir padi yang kita kenal.
10. Ini fakta. Dalam suatu invasi atau peperangan, seorang tentara atau pasukan tidak akan
dihukum jika membunuh lawan-lawannya. Negara lah yang akan menanggung semuanya.
Itulah hak khusus seorang serdadu.

207
STAFF

Penerjemah : Ciu-ciu

Like & share FP kami via facebook → https://www.facebook.com/bakatsukiupdateindo/

208

Anda mungkin juga menyukai