Sebelumnya, pertemuan
Sieg!
Aku mendengar suara.
Suara yang kudengar setiap hari.
“Sampai kapan kau mau tidur! Bangunlah!"
Aku pun bangun.
Aku meregangkan tubuhku sembari menguap, lalu kulihat keluar jendela. Matahari sudah
naik jauh di langit.
Saat aku menoleh pada orang yang membangunkanku, kudapati sosok wanita berambut putih
yang sedang memegang pinggulnya. Dia ibuku.
“Cepatlah makan, nanti sarapanmu bisa basi!”
"… Ah."
Aku pun menuruti kata ibu, lalu meninggalkan tempat tidur tanpa bersalin.
“Dan jangan membersihkan kamarmu kalau lagi mood saja!”
"B-baik ma...."
Sembari membalas ceramah ibu, aku menuruni tangga menuju meja makan.
"Selamat pagi."
“… Pagi.”
Di meja makan sudah ada Mama Merah.
Saat melihat penampilanku yang masih acak-acakan, dia melirik tajam.
“Cepat makan!”
“… Ya.”
Di meja makan ada sebuah keranjang yang ditutupi kain.
Kubuka kain itu, dan kudapati sarapan yang biasa kumakan setiap hari, seperti roti, sup, dan
salad.
Tentu saja, semuanya sudah dingin.
Aku pun makan sembari dipelototi Mama Merah.
Bukannya aku tidak suka makanan yang sudah dingin, tapi tatapan tajam Mama Merah
membuatnya semakin sulit dimakan.
“Jadi, hari ini kau mau ke mana?”
"… tidak ke mana-mana.”
“Mengapa kamu tidak pergi mencari pekerjaan!!?”
“Meski Mama Merah memaksaku, aku sudah puas dengan kehidupanku sekarang.”
Saat kukatakan itu, aura Mama Merah berubah menjadi semakin gelap.
Ibuku yang berambut merah ini memang mengerikan.
Waktu kecil dulu, saat aku dan saudaraku berbuat kesalahan, Mama Merah akan langsung
menangkap kami, lalu menampar pantat kami sampai semerah rambutnya.
Setelah kami tumbuh dewasa, Mama Merah sudah jarang melakukan itu, tapi bukannya tidak
pernah. Itulah yang membuat kami masih takut padanya.
“Apa yang membuatmu puas dengan kehidupanmu sekarang?”
“Puas ya puas. Saat ini, aku sangat bangga dengan hidup yang kujalani."
"Aku tidak melihat suatu hal pun yang bisa kau banggakan!!"
“Itu karena Mama Merah tidak memahami hal yang kurasakan.”
“……”
Mama Merah tidak bisa berbicara manis dan bertele-tele.
Dalam hal berdebat, hanya sedikit orang yang bisa menjinakkannya.
Begitu pun dalam hal bertarung, di dunia ini tidak banyak orang yang bisa mengalahkan
Mama Merah dalam pertarungan pedang.
Saat kalah debat, dia akan menggunakan kekerasan untuk membalas.
Itulah sebabnya dia pernah dijuluki Mad Dog.
Tapi dia tidak pernah serius memukul keluarganya.
Maksudku, selama aku tidak melakukan kesalahan ‘parah’, dia tidak akan serius memukulku.
Mulutnya manyun, dan dia terus menatapku tanpa kata.
“……”
Supaya lepas dari tajamnya tatapan Mama Merah, aku harus cepat-cepat menyelesaikan
sarapan ini.
Aku pun tidak ingin dia meledak.
"Terimakasih atas makanannya yang lezat...."
“Kalau hari ini kau tidak ada kerjaan, mengapa tidak kau antarkan saja Bento itu. Lagi-lagi
Roxy lupa membawanya.”
Sembari mengatakan itu, dia menuntuk kotak makan yang diletakkan di sudut meja.
“Mama Biru, masih saja lupa membawa Bento.....”
“Kau tidak keberatan, kan?”
"Tentu saja tidak, biar aku yang urus."
Setelah selesai mencuci piring, sembari membawa Bento di tangan, aku bergegas keluar
seperti anak yang kabur dari rumah.
“Ah, Sieg… Bento itu..... jadi kau yang mengirimnya? Terima kasih ya......"
Saat aku hendak keluar, Mama Putih baru saja melihatku, lalu dia katakan itu.
“Tunggu dulu... kalau mau keluar, bukankah kau harus ganti baju dulu?”
"O ~ kay."
“Jangan lupa menyikat gigi juga…”
“Aku mengerti, aku mengerti!!”
Agar Mama Putih tidak banyak ceramah, aku segera melaksanakan perintahnya.
"Ugh!"
Aku masih bisa mendengar desahan jengkel ibuku di belakang.
♦
Namaku Sieg.
Lengkapnya, Sieghardt Saladin Greyrat.
Tapi semua orang memanggilku Sieg.
Aku anak kedua dari Keluarga Greyrat yang tinggal di Kota Sihir Sharia, Kerajaan Ranoa.
Aku anak keempat dari enam bersaudara.
Aku memiliki dua kakak perempuan, satu kakak laki-laki, dan dua adik perempuan.
Saat ini aku tidak punya pekerjaan.
Kakak laki-lakiku bekerja membantu ayah di perusahaan bosnya, tapi aku tidak
melakukannya. Aku belum menikah, seperti kakak tertuaku. Aku juga belum melanjutkan
sekolah seperti kakak tertuaku kedua. Aku juga tidak bekerja seperti adik perempuanku yang
pertama. Dan aku tidak bekerja setelah sekolah, seperti adik perempuanku yang paling
bungsu. Setelah lulus, aku hanya menganggur.
Tapi, dengan keadaan seperti ini, aku tidak merasa terganggu atau ingin berubah.
Sebaliknya, aku sangat bangga menjadi pengangguran.
Semua orang terikat oleh obsesi mereka.
Seperti uang, reputasi, kemuliaan.
Demi memperoleh semua itu, mereka rela menghamba pada atasan, ikut tertawa meskipun
tidak lucu, korupsi, atau bahkan menindas yang lemah.
Enaknya, pengangguran tidak melakukan itu semua.
Namun, karena itu juga pengangguran tidak dihargai.
Menurutku pengangguran itu keren. Hanya pengangguran lah yang bisa mencela atasan,
tertawa tanpa dipaksa, memberantas korupsi, dan membela yang lemah.
Pengangguran adalah pekerjaan mulia.
Maka dari itu, aku tidak mau mencari kerja.
Yang kumaksud pekerjaan adalah tugas yang dibayar.
Seperti, petualang, pengrajin, pedagang, dan profesi berkomisi lainnya. Mereka tidak pernah
berubah.
Saat kau menerima kompensasi, saat itulah kau disebut kerja.
Aku tidak bilang semua orang yang bekerja jelek, hanya saja mereka tidak mulia.
Saat bekerja sebagai pengangguran, aku tidak pernah meminta imbalan dalam bentuk apapun.
Jangan salah.
Meskipun aku tidak minta kompensasi, bukan berarti aku menolak semua tugas yang
diberikan padaku.
Bisa dibilang, aku membantu orang dengan gratis.
Itulah salah satu alasanku mengatakan pengangguran adalah pekerjaan mulia.
“Ah, Sieg. Terima kasih banyak. Aku hampir saja tidak makan apapun saat makan siang.”
"Sama-sama."
Semenjak meninggalkan rumah, sudah sejam berlalu.
Aku pergi ke Akademi Sihir, dengan tugas mengantarkan Bento pada Mama Biru.
Bagi pengangguran, ini tugas yang mudah.
“Sebagai hadiah, maukah kuberi uang saku?”
“Aku tidak butuh imbalan untuk hal sepele seperti ini.”
"Begitu ya…"
Sudah kubilang, aku tidak menerima kompensasi apapun.
Pengangguran tidak boleh digaji.
Tidak ada yang lebih murah daripada gratis.
“Tapi, bukankah kau perlu uang untuk menjadi kerja?”
“Ahahahahaha. Ah sudah waktunya, maaf mama.... aku pergi dulu.”
“Ah, hei, Sieg…”
Dengan tawa palsu yang keren, aku pun meninggalkan tempat itu.
Sepertinya Mama Biru ingin bicara lebih banyak lagi, tapi aku hanya mengakhirinya dengan
“Terimakasih...” lalu pergi.
Kalau kalian belum tahu..... jadi aku punya tiga mama.
Mama berambut putih, biru, dan merah.
Ayah adalah orang yang sangat termasyur. Karena dia bukan pengikut ajaran Millish, maka
dia menikah lebih dari sekali.
Ibu kandungku adalah Mama Putih, tapi dalam keluarga kami semuanya sama. Mama Merah
dan Mama Biru juga kuanggap ibu kandung.
Mereka pun memperlakukan kami tanpa pilih kasih, meskipun melahirkan anak yang
berbeda.
Aku pernah menjelaskan keadaan keluarga kami pada temanku yang mengikuti ajaran
Millish. Dia tidak bisa memahaminya, karena menurutnya kita hanya perlu menghormati ibu
kandung, yaitu ibu yang melahirkan kita. Meskipun aneh, itu adalah hal biasa di keluarga
kami.
Kami juga tidak pilih kasih pada setiap ibu.
Tentu saja, ketiga ibuku mengatakan hal yang sama padaku belakangan ini, yaitu “Carilah
kerja!!”
Yahh, tidak persis seperti itu sih, tapi inti nasehat mereka sama.
Tak peduli seberapa banyak kujelaskan bahwa pengangguran adalah pekerjaan mulia, mereka
tidak mendengarnya.
Ya sudahlah, sepertinya aku memang tidak bisa meyakinkan mereka.
Meskipun aku banyak membantu mereka, sepertinya mereka belum puas jika aku tidak dapat
kerja.
Andaikan saja keluarga kami tidak berkecukupan, mungkin sudah lama aku diusir dari
rumah.
Ya.
Aku tahu itu.
Alasan aku masih bisa tenang-tenang saja meskipun tidak bekerja adalah.... keluargaku yang
kaya.
Meskipun demikian, aku menghargai kesabaran ibu-ibuku terhadapku.
Nah, sekarang kita bicara ayahku.
Kalau ayah.......... aku menghindarinya.
Jujur saja, aku agak takut pada orang itu.
Dia juga sibuk, jadi kami jarang bertemu.
Kalau dia tahu aku masih menganggur, entah apa yang akan dia katakan.
Jangan salah, aku sangat menghormati ayahku sejak kecil, tapi.... itulah yang membuat kami
tidak begitu dekat.
Aku menunggu siang, sembari jalan-jalan di kota.
Kota ini, Sharia, menurutku cukup luas, namun juga sempit.
Selama aku tidak menuju tempat yang sering didatangi ayah, sepertinya kami tidak banyak
bertemu.
Ayah sering lalu-lalang di Akademi Sihir, jadi aku tidak mau dekat-dekat sekolah. Tapi,
katanya hari ini dia pergi ke Asura untuk keperluan kerja.
Meskipun tiba-tiba dia bisa pulang, tapi sepertinya hari ini dia tidak berkunjung ke Akademi
Sihir.
Jadi, jangan pulang ke rumah dulu.
Kalau pulang, paling-paling ibu akan ngomel, belum lagi bertemu ayah. Jangan menambah
masalah.
Maka, aku kembali ke sekolah, menuju ke suatu ruang penelitian.
“Lara-nee, kau di sini.....?”
Sebelum membuka pintu, aku mengetuknya beberapa kali saja sebagai syarat. Ruangan itu
penuh dengan barang.
Aku sampai tidak bisa membedakan mana yang sampah, mana yang alat. Ada juga
berlembar-lembar kertas yang berserakan di sana-sini. Sebagian besar yang tertulis di kertas-
kertas itu adalah lingkaran sihir.
Aku masuk ke ruangan itu dengan hati-hati, agar tidak menginjak selembar kertas pun.
Kemudian, dari sisi lain ruangan, munculah dengan santai seekor anjing besar.
Anjing itu begitu besar, kira-kira ukurannya 3 meter.
Inilah kakak perempuanku.
Namanya Lara Greyrat.
Dia tampak seperti manusia biasa, setidaknya sebelum dewasa.
Setelah menginjak usia dewasa, dia dibawa kembali ke sukunya untuk menjalani upacara
tertentu. Setelah itulah, rambut mulai tumbuh lebat, sampai akhirnya dia jadi anjing.
"Guk!"
“…”
Ah, tidak.... hanya bercanda....
Iin anjing peliharaan keluarga kami, Leo.
Menurut kakak perempuanku yang selalu bersamanya, Leo adalah hewan penjaganya.
Leo adalah pelindung sekaligus pengawalnya.
Tapi menurutku, dia adalah hewan yang malang karena terus bersama kakak perempuanku
yang aneh dan nakal.
“Lara-nee ada?”
Leo menganggukkan kepalanya, kemudian dia membawaku ke ruangan sebelah.
Di sana ada tempat tidur, lengkap dengan aromanya yang aneh. Dan di atas ranjang itu,
tidurlah seorang gadis berambut biru yang umurnya tampak sekitar 14 tahunan.
Rambut birunya dia warisi dari ibunya yang berasal dari Ras Iblis. Tidak hanya itu, alasan
yang sama membuat penampilannya seperti bocah berumur 14 tahun, padahal dia sudah
berumur 20 tahun lebih. Kebetulan, dia masih single.
“Gogah ~… gogah ~…”
Oh, ternyata dia sedang berolahraga. Dia hanya memakai kaus dan celana dalam. Tampaknya
dia sedang melakukan peregangan, tubuhnya berkeringat, tapi sepertinya masih mengantuk.
Tidak... tidak... dia masih tertidur, tapi posenya aneh sekali seperti orang sedang berolahraga.
Gadis ini.... sama sekali tidak anggun.
Daya tariknya hampir nol.
Meski begitu.... adakah pria yang mau menikahi gadis seperti ini?
Aku menutup pintu dengan pelan, lalu kembali ke ruang sebelah yang merupakan ruangan
penelitian.
Hanya ada satu kursi yang bisa kududuki.
Kursinya sangat lembut dan nyaman seperti kursi para bangsawan. Ini pasti kursi khusus.
Aku melihat selembar kertas yang kebetulan berada di dekatku.
Seperti yang kubilang tadi, kertas itu juga bergambarkan lingkaran sihir.
Apakah ini lingkaran sihir pemanggilan? Ada bentuk kotak pada formasi sihirnya.
Setelah kakakku lulus dari Akademi Kerajaan Asura, dia bekerja sebagai peneliti di Akademi
Sihir Ranoa.
Subyek penelitiannya adalah sihir pemanggilan dan sihir peramal.
Sihir pemanggilan adalah sihir yang bisa memanggil apapun dari manapun. Sihir itu bahkan
bisa memanggil hewan magis dari dunia lain. Biasanya, hewan magis digunakan sebagai
pendamping atau penjaga.
Sedangkan sihir peramal adalah sihir yang bisa menampakkan berbagai pilihan yang
mengakibatkan kejadian-kejadian tertentu di masa depan.
Ah, sebenarnya aku tidak begitu tahu kedua sihir itu.
Tapi, penelitian inilah yang menyebabkan kakak tidak tidur di rumah hampir setiap hari.
Sayangnya.... lihatlah, jam segini dia masih tidur. Penelitiannya dibiayai oleh sekolah, tapi
hanya ini yang dia berikan.
Sudah kubilang, orang bekerja tidaklah mulia.
Meski begitu, orang-orang lebih menghargai kakakku daripada diriku. Memang, mereka tidak
paham pola pikirku.
“Tapi.... meskipun menganggur.... aku juga melakukan beberapa penelitian, lho.”
Kalau kuamati, kertas-kertas ini semakin banyak sejak terakhir kali aku berkunjung.
Tampaknya teori yang dia tulis semakin banyak.
Oh, jadi begitu.... dia bekerja sampai larut malam, sehingga sekarang masih tidur.
"Guk."
Sementara aku melihat kertas itu, Leo mendekat lalu merebahkan kepalanya di lututku.
Leo si anjing, dulu dia tinggal bersama di rumah kami.
Ayahlah yang memanggil hewan ini dengan sihir pemanggilannya, entah apapun alasannya.
Harusnya anjing ini melindungi kami sekeluarga, tapi kenyataannya dia lebih dekat pada
kakakku saja.
Aku pun tidak tahu mengapa kakakku begitu spesial bagi Leo.
“……”
Aku menepuk kepalanya dengan ringan, lalu dia balas menjilati tanganku.
Leo begitu menyukai kakakku.
Aku tahu, bukan berarti Leo benci pada kami.
Seperti sekarang, lihatlah dia begitu jinak padaku. Mungkin.... dia mengkhawatirkan diriku
yang tak kunjung dapat pekerjaan.
“Apakah kau juga mengkhawatirkanku?”
"Tidak juga."
Tiba-tiba, aku mendengarkan jawaban.
Pastinya, bukan Leo yang mengatakannya.
Saat aku menoleh ke arah suara itu, kudapati kakakku yang sudah bangun.
Seperti biasa, dia hanya pakai kaos dan sempak. Sungguh tidak anggun gadis ini.
“Apa kau tahu memasuki kamar gadis tanpa ijin adalah tindakan tidak sopan?”
“Eh? Tapi aku tadi sudah mengetuk pintu kok....”
"Baiklah kalau begitu ... Leo."
Ketika kakak memanggil Leo, dia berdiri, mendekatinya, lalu meringkuk di kakinya.
Kakak pun duduk di tengah-tengah Leo yang melingkarkan tubuhnya.
Kau sekarang jadi sofa, Leo?
“Ngapain datang ke sini?”
"Iseng saja."
"Oh ya? Kalau begitu, santai saja...."
Diminta rileks, aku pun menyandarkan tubuhku ke kursi.
Kursi ini nyaman sekali, aku hampir ngantuk dibuatnya.
Aku bisa saja tiba-tiba tertidur di kursi senyaman ini.
“Sieg, apakah kau masih ingin menjadi itu.”
“Itu?”
"Cheddarman."
“Um-… ya.”
Inilah kehebatan kakakku, meskipun aku menyembunyikan sesuatu, dia pasti bisa
mengetahuinya.
Dia selalu bisa mengungkap rahasia orang.
Entah kenapa, kurasa kakakku punya kemampuan khusus membaca pikiran orang.
"Sampai kapan kau mau terus begitu?"
“Gak tahu.”
“Hmm…”
Meskipun mengetahui rahasiaku, kakak tidak mengatakannya pada orang lain.
Dia juga tidak pernah mengancamku membongkar rahasia.
Itulah yang membuatku nyaman menghabiskan waktu dengannya.
“…”
Saat suasana semakin senyap, kakak mengambil bola kristal di dekatnya, lalu memainkannya.
Sebenarnya itu bukan bola kristal biasa, melainkan alat sihir yang digunakan sebagai media
sihir peramal. Terlihat ada gambar lingkaran sihir komplek di dalamnya.
Aku tahu kristal itu merupakan pemberian ayah. Dia tidak pernah mengatakan apapun soal
kristal itu, tapi sepertinya itu barang mahal, dan dibeli secara khusus.
Agak miris rasanya melihat barang istimewa seperti itu tergeletak di sudut ruangan, tanpa
perawatan.
Kakak duduk dengan menyilangkan kaki, sembari memegang kristal itu.
Mungkinkah.... dia sedang melakukan ritual?
Jika dialirkan Mana pada kristal itu, sepertinya ada suatu sistem yang bekerja di dalamnya.
Entah apa itu....
“Sieg.”
"Apa?"
“Papa pulang hari ini.”
“Eh? Bukankah seharusnya dia pergi ke Asura selama 3 hari...?”
Inilah sihir peramal.
Sihir ini jarang digunakan sekarang. Tapi, konon katanya pada jaman perang besar manusia –
iblis, sihir ini banyak digunakan, dan termasuk sihir terkenal saat itu.
Dulu, setidaknya setiap negara memiliki seorang penyihir yang mahir menggunakan sihir
peramal. Namun, sekarang tidak lagi.
Sebab, tak peduli betapa mahir penggunanya, sihir peramal hanya akan menampakkan masa
depan dengan samar.
Katanya, keakuratan masa depan yang diramal hanya sekitar 20%.
Itulah mengapa, para pengguna sihir peramal biasa menggunakan kata manis dan rayuan
untuk membuat orang lain percaya akan ramalannya. Menurutku, itu sungguh tidak pasti.
Di masa lalu, penyihir peramal sering menggunakan sihirnya untuk meramal masa depan
negaranya. Namun, karena penggunanya semakin sedikit, praktik itu sudah tidak lagi
dilakukan.
Kalau tidak salah, menurut guru sejarah, pemakaian sihir peramal mulai menurun seiring
berkembangnya alat-alat sihir lainnya. Orang-orang semakin tidak percaya pada ramalan
yang tipis kemungkinan benarnya.
Sebenarnya mata kuliah sihir peramal masih bisa dipelajari di Akademi Sihir Ranoa, tapi
kudengar peminatnya nol, sampai akhirnya kakakku kembali mendaftar.
Sejujurnya, aku sendiri tidak begitu percaya pada sihir peramal.
Tapi, karena memang dasarnya kakakku aneh, maka dia mengambil subyek itu sebagai
penelitian.
Aku tidak tahu apa alasan kakak mengambilnya, apakah dia punya tujuan tertentu, atau hanya
iseng saja.
“Aku baru saja melihat Mama Putih dengan riang mengambil sepasang sempak. Sepertinya
papa akan pulang cepat. Mungkin kerjaannya selesai lebih awal.”
Aku ingat guru sejarah pernah bilang bahwa para penyihir peramal biasanya berkarisma dan
berwibawa. Sayangnya, kakakku bukan orang seperti itu. Tampaknya, dia sering
menggunakan kristal itu untuk melihat hal-hal yang tidak senonoh.
Sayangnya, aku tidak tertarik menggunakan sihir peramal. Tidak ada hal khusus di masa
depan yang ingin kuamati.
Menurutku, para peramal bisa saja berbuat curang. Dengan potongan masa depan yang dia
lihat, ditambahi beberapa informasi yang salah, mereka bisa saja menyesatkan seseorang.
Tentu saja, kakakku bukan orang seburuk itu, tapi yang dia lakukan tidaklah mulia di mataku.
Hmmm, tunggu dulu..... ibu sedang memilih celana dalam, dan ayah pulang cepat....
bukankah itu berarti....
Dasar, kenapa aku baru menyadarinya. Kakak sungguh mesum.
Harusnya, seorang peramal lebih hati-hati dalam memilih kata. Jangan mengungkapkan hal
yang terjadi di masa depan apa adanya. Anggaplah setiap potongan informasi dari masa
depan sangat penting, maka jangan sembarangan mengungkapkannya.
Mungkin kau bisa memilih kalimat seperti ini :
’Jauh di dalam hutan yang lebat, hiduplah seekor gajah kesepian. Gajah ini suka
menyemburkan air dari belalainya. Suatu saat, dia bertemu dengan seekor kura-kura yang
jarang mandi, lalu dia ingin menyemburkan air padanya sampai bersih, dan.......’
Uhh... ya... semacam itulah.
Tapi kakakku bukan orang yang suka berbicara berbelit-belit. Jadi, dia memang tidak cocok
menjadi penyihir peramal.
“Kalau begitu, aku tidak akan pulang hari ini.”
“Kau menghindari papa?”
“Mm… yahh…”
"Kau selalu begitu, Sieg. Kau memang bodoh...”
Kakak sering mengatakan itu padaku.
Dia selalu mengataiku bodoh.
Tentu, itu perkataan jelek, tapi aku tidak tahu apa maksudnya. Apakah itu hanya kebiasaan
buruk saja?
“Aku senang jadi orang bodoh.”
"Begitu ya....."
Kakak dengan santai melempar bola kristal mahal itu entah ke mana. Setelah terdengar bunyi
*klontang* beberapa kali, dia hanya mengabaikannya, lalu bermain-main dengan Leo
sebentar, sembari menguap.
Sepertinya dia masih ngantuk.
Apakah dia akan tidur lagi? Ah tidak, kurasa dia hanya akan malas-malasan sampai sore.
♦
Sorenya.
Aku pamit pada kakak, lalu berjalan-jalan di sekitar kota tanpa tujuan.
Masih ada waktu sampai toko yang ingin kukunjungi buka.
Sembari menunggu, aku akan melihat-lihat hal menarik apa yang terjadi di kota.
Kebetulan, aku mendapati kereta di hadapanku.
Roda kereta itu rusak, sehingga menumpahkan isinya ke jalanan.
Si pemilik kereta beserta anak buahnya tampak kebingungan memungut paket-paket yang
berserekan di jalan.
Tak lama berselang, keduanya sudah mengembalikan semua paket itu ke kereta.
Sebenarnya aku tidak ingin menolong mereka memperbaiki kereta, tapi aku juga tidak ingin
pergi begitu saja, karena bisa saja datang penjahat yang menjarah paket mereka. Jadi.... ahh....
baiklah..... baiklah.... sepertinya mereka sangat kesusahan......
“Kalian perlu bantuan?”
“Oh, kau ternyata, Sieg… Untunglah! Kami benar-benar kerepotan. Kami hampir saja sampai
tujuan, tapi...”
“Kau ingin aku memperbaiki rodanya?”
Aku pun mengangkat kereta itu, sembari menyelip masuk di bawahnya. Lalu, kubenarkan
poros roda dengan sihir bumi.
“Aku tidak jamin rodanya kuat, tapi setidaknya bisa bertahan sejam kemudian.”
“Luar biasa… kami sangat tertolong, Sieg....”
Pedagang itu tampak kagum melihatku membenarkan rodanya.
Aku pernah belajar membenarkan kereta di Akademi Kerajaan Asura dulu.
Kenapa di Asura? Karena di sana banyak prajurit dan ksatria yang bepergian menggunakan
kereta. Itulah kenapa diajarkan teknik membenarkan kereta di sekolah.
Aneh juga, padahal seorang bangsawan tidak akan pernah memperbaiki keretanya kalau
rusak.
Lalu, perlahan-lahan aku menurunkan keretanya, menata paket, dan membantu si pedagang
naik.
“Ah, kami benar-benar tertolong. Hey, biarkan kami membayarmu. Sayangnya, aku tidak
membawa banyak uang tunai...”
“Tidak, terima kasih, semuanya gratis. Hanya karena membantumu, bukan berarti aku
mengharapkan imbalan.”
“Begitukah? … keluarga Greyrat memang hebat. Kau sehebat ayahmu, Sieg.”
Aku merasa begitu puas mendengar pujian itu. Lalu, aku pun meninggalkan si pedagang.
“Yo ~ Sieg-kun, kerja bagus!”
“Oh, Ossan, terima kasih!”
Tiba-tiba, pak tua penjual buah melemparkan salah satu dagangannya padaku.
Sepertinya dia melihat aku membantu si pedagang tadi, dan buah merah inilah hadiahnya.
Aku mengambil buahnya, mendekatkannya ke mulut, lalu menggigitnya.
Rasa manis dan segar meluap di mulutku.
“Kalau ada masalah, kami akan memanggilmu.”
“Silahkan saja, selama aku tidak ada kerjaan.”
"Ha ha ha."
Buah ini bukanlah imbalan.
Karena si penjual buah tidak ada hubungannya dengan si pedagang di kereta.
Kalau si penjual buah punya masalah, tentu saja aku akan menolongnya tanpa mengharap
buahnya.
Jadi, buah ini hanyalah pemberian.
“Ou ~, Sieg-kun! Karena bantuanmu tempo hari, aku berhasil mendapatkan stok daging
berkualitas bagus, terimakasih banyak!”
"Sama-sama."
“Yo, Sieg-kun. Terima kasih atas bantuanmu kemarin! Berkatmu, anakku lahir dengan
selamat!”
"Tidak, tidak, aku hanya kebetulan lewat."
“Sieg! Habis ini kami mau main petak umpet, ikut yuk!”
“Tidak, aku harus pulang sebelum gelap.”
Sembari berjalan melewati kota, orang-orang terus memanggilku.
Mulai dari pemilik toko dagimg, istri seorang prajurit yang bekerja di pinggir jalan, bahkan
bocah-bocah desa.
Bagi mereka, aku adalah orang baik.
Aku terus berjalan untuk menghabiskan waktu, sembari memikirkan berbagai hal. Tak terasa,
matahari sudah terbenam. Sepertinya, sudah saatnya ke tempat itu.
♦
- Goblin Mabuk -
Di kota ini, kedai ini adalah yang paling sederhana.
Mirasnya tidak begitu enak, dan makanannya biasa-biasa saja.
Tapi, karena suasananya yang sunyi dan gelap, pelanggan pun berdatangan.
Namun, para pelanggannya adalah pria-pria sangar dengan bekas luka di sekujur tubuhnya.
Begitu memasuki kedai itu, aku langsung mengenali seseorang.
Seorang pria kecil yang ujung kepalanya botak, namanya George.
Aku duduk di depannya.
"Yo, George, bagaimana bisnisnya?"
“Sieg… hari cukup bagus. Pemasukannya banyak!”
Dia bekerja di pasar sebagai buruh harian, tentu saja bayarannya juga per hari.
Orang-orang menyebutnya bajingan tengik, tapi aku tidak begitu terganggu dengan nama itu.
Mungkin dia sering melakukan kesalahan, tapi kurasa dia bukan orang jahat.
Kalau dia jahat, maka aku harus menghajarnya bersama puluhan orang sejenis di pinggiran
kota. Tapi itu tidak benar.
Pekerjaannya selalu berjalan lancar, dan dia memperoleh sejumlah uang tiap hari. Dia selalu
tampak bahagia, itu terlihat dari caranya menenggak bir dengan puas.
Anehnya, tidak terlihat tanda-tanda dia menjadi kaya.
Mungkinkah dia tipe orang sederhana?
“George, apakah ada rumor menarik belakangan ini?”
“Rumor menarik? Maksudmu menarik seperti apa?”
“Ya, menarik seperti biasa.”
George adalah seorang informan.
Dia menjual segala macam informasi yang didapatnya di pasar, pada kedai ini.
Jadi, kedai ini juga merupakan tempat bagiku mencari informasi.
“Coba kita lihat… ini mungkin sedikit berbahaya.”
"Kalau cuma sedikit, tidak masalah.”
“Belakangan ini, sepertinya ada obat aneh yang beredar di kota ini.”
"… Obat?"
“Saat menghirupnya, semua orang merasa seperti melayang-layang ke surga.”
Itu narkoba.
Aku pernah mendengarnya, itu adalah obat iblis yang bisa membuat orang tidak sadarkan
diri.
Kudengar juga, ayah sedang berusaha mencegah obat-obatan itu masuk ke kota.
"Dimana?"
“Aku tidak tahu. Tapi katanya, kepala pegawai Toko Reiji sering keluar malam ke suatu
gudang yang sepi. Sepertinya, orang ini tahu banyak.”
Belum tentu dia pelakunya.
Namun, ada kemungkinan kepala pegawai Toko Reiji terlibat dalam kasus ini.
"Dimana gudangnya?"
“Aku tidak tahu persis lokasinya. Sayangnya, Toko Reiji memiliki begitu banyak gudang.
Jadi.... kalau gudang yang sepi.........”
Aku pun mendapatkan informasi dugaan di mana gudang itu berada.
Aku sering jalan-jalan keliling kota karena punya begitu banyak waktu luang.
Memang ada suatu gudang yang di saat siang pun tidak banyak orang yang berlalu-lalang di
sekitarnya.
Tentu saja, tempat seperti itu akan semakin sepi di malam hari.
“Terima kasih, yo.”
“Ya, sama-sama. Oh iya, aku ingin dengar tentang kakak perempuanmu.”
"Yang mana?"
"Kau punya kakak bernama Lara, kan?”
“Ah, ya.”
George adalah pria yang murah hati, jadi dia tidak akan meminta uang dariku.
Tapi, sebagai imbalannya, dia juga meminta informasi.
Aku pun mengatakan informasi yang kutahu saja.
Jadi, ini bukan kompensasi.
Meskipun aku tidak punya informasi baru untuknya, George tetap akan memberitahu apa
yang kubutuhkan, dan begitupun sebaliknya.
Jadi, kami tidak perlu saling menipu.
Dengan kata lain, ini hanya timbal-balik sesama teman.
“Aku dengar dia tidak pernah keluar dari laboratoriumnya, apakah dia sedang meneliti
sesuatu yang berbahaya di sana?”
“Setahuku, dia sedang berusaha meneliti sihir pemanggilan dan sihir peramal.”
“Sihir peramal? Apakah seperti.... melihat masa depan?”
"Mungkin. Aku tidak banyak tahu tentang itu. Kakakku adalah orang yang aneh, jadi
sepertinya dia melakukannya hanya karena iseng saja.”
“Ah ~”
George tidak ingin uang.
Tapi, karena dia seorang informan, maka berita dariku akan diolahnya menjadi uang.
Dia boleh saja melakukan itu, karena dia bukan pengangguran mulia sepertiku.
Aku juga tidak bertanggungjawab jika dia terjebak dalam masalah karena pekerjaannya itu.
♦
Malam semakin larut. Toko-toko tutup, dan para pelanggan kembali ke rumahnya masing-
masing. Bagi para pekerja, malam berarti berakhirnya hari.
Tapi tidak untuk seorang pengangguran.
Bab 3
Sekarang, pembela kebenaran
“Sieg!”
Aku mendengar suara di tengah tidurku.
Setiap kali mendengar suara itu, aku merasakan deja vu.
“Mau tidur sampai kapan!? Bangun!"
Aku pun membuka mata.
Aku bangkit dari tempat tidur, lalu saat kulihat ke luar jendela, matahari sudah melayang
tinggi di langit.
Saat melihat ke arah datangnya suara.... seperti biasa, kudapati Mama Putih sedang
memegang pinggang dengan wajah cemberut.
Hari ini juga..... aku harus segera bangun.
Aku tidak masalah sih dibangunkan seperti ini tiap hari, tapi mama pasti kerepotan.
"Hari ini aku akan menjemur kasur, jadi cepat bangunlah."
"……baik."
Aku segera menuruti katanya, lalu meninggalkan kamar tanpa bersalin.
“Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu, jadi cepat ke bawah dan makanlah!!”
"Baik...."
Sembari memberikan jawaban setengah hati, aku berjalan menyusuri lorong dan menuruni
tangga.
Kemudian, masih di tengah tangga, aku melihat seorang gadis berambut biru sedang duduk di
sana.
Itu adalah adik perempuanku, Lily.
Aku penasaran saat melirik tangannya. Apa yang sedang dia lakukan? Dia mengutak-atik
benda mirip cangkang yang terdapat beberapa benjolan di permukaannya.
Mungkinkah itu semacam alat sihir?
Aku tidak begitu paham fungsi alat itu.
Tapi dia memang biasa melakukan itu.
Hobinya adalah merakit dan membongkar alat sihir.
Jadi, kalau punya waktu luang, dia pasti bermain-main dengan alat sihir.
Itu bukanlah hobi yang jelek, tapi seorang pengrajin sepertinya butuh inspirasi. Sayangnya,
kita tidak pernah tahu kapan datangnya inspirasi.
Akibatnya, kau akan terus mengutak-atik alat sihir, tak peduli kapan dan dimana pun kau
berada.
Baik itu tengah makan, sedang mandi, di bengkel, di trotoar, bahkan di belakang gang.... dia
akan terus bekerja.
Hari ini pun sama.
“Lily, apa hari ini kau libur?”
Ketika aku menyodok punggungnya dengan kaki, dia tampak terkejut, lalu menoleh padaku.
Setelah beberapa detik kami saling pandang, akhirnya dia merespon dengan menggelengkan
kepala.
“Jadi kau sedang sibuk?”
“Gak juga. Tapi aku belum terlambat, kan?”
"Ya. Cepatlah bersalin, nanti kuantar ke kantor.”
“Baik. Terimakasih ya."
Aku tahu sekarang. Rupanya dia berusaha bolos kerja, tapi ketahuan.
Aku mengantarkannya ke kamar, lalu kembali turun.
Aku tidak yakin, apakah Lily memang membenci sekolah, atau aku saja yang terlalu sering
diabaikan di sekolah, tapi yang jelas..... dari semua saudaraku, hanya Lily yang tidak
meneruskan sekolah di Asura.
Sejak kecil dia menolak sekolah di Asura, malahan dia bekerja di perusahaan milik sahabat
ayah, yaitu PT. Zanoba. Itu adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi dan
penjualan alat sihir.
Lily ditempatkan pada divisi pengembangan dan perbaikan alat sihir.
Sepertinya dia cukup diandalkan oleh perusahaan itu, buktinya dia diberi bengkel pribadi.
Karena adikku memang suka alat sihir sejak kecil, maka bengkel itu seperti surga baginya.
Harusnya sih begitu..... tapi anehnya, dia sering terlambat, bahkan membolos kerja.
Contohnya hari ini, dia tidak masuk kerja, tapi di rumah dia tetap mengutak-atik alat sihir.
Kalau di rumah masih saja kerja, mengapa tidak kau lakukan saja di bengkel? Aneh kan....
Sepertinya dia tidak paham posisinya sebagai karyawan.
Yahh, aku tidak berhak mengkritiknya tentang pekerjaan, toh aku sendiri nganggur.
Sebaliknya, adik perempuanku Chris sudah bersekolah di Akademi Kerajaan Asura.
Warna rambut Chris tidak biru ataupun hijau. Sejak kecil dia memang sudah berminat
sekolah di Asura. Jadi, ayah dan ibu tidak menentangnya, karena pada dasarnya mereka ingin
kami semua sekolah.
Meskipun Chris sudah cukup dewasa, dia masih mendambakan kehidupan bak putri di cerita
dongeng. Maka dari itu, Asura adalah tempat yang tepat baginya. Tapi, apakah dia tahu
kehidupan sebenarnya di sana? Apakah dia sudah punya pacar sekarang? Apakah dia baik-
baik saja?
“Mama Merah! Aku akan mengantar Lily pergi ke kantor! Bolehkah aku pinjam kuda!?”
“Jadi hari ini bukan hari libur, ya.... baiklah, hati-hati di jalan.”
Setelah meminta ijin pada Mama Merah di ruang makan, aku segera menyelesaikan
sarapanku, lalu pergi menyiapkan kuda.
♦
Setelah membantu Lily naik ke pelana di belakangku, kami bersama-sama menuju ke PT.
Zanoba.
Ngomong-ngomong, kuda ini milik Mama Merah.
Tidak hanya terampil berpedang, Mama Merah juga mahir berkuda. Saat kecil dulu, kami
sering berkuda bersama sampai jauh.
Kebetulan, aku juga mahir berkuda.
Seperti Mama Merah, aku bisa menjinakkan kuda dengan mudah saat menungganginya.
Mama Merah juga sering mengajarkan bagaimana teknik menunggangi kuda yang benar.
Dan nama kuda ini adalah Caravaggio.
Ayah sendiri yang menamakannya.
Sepertinya, nama itu berasal dari kuda kakek dulu.
Aku tidak mengerti alasannya, tapi setiap ayah memelihara binatang, pasti dia beri nama.
Mungkin sudah seperti itu sifatnya.
Sembari bersandar padaku, Lily masih saja mengutak-atik alat sihir.
Tak peduli sedang bepergian atau apapun, dia tetap saja sibuk dengan alat sihirnya.
Jadi, aku harus berhati-hati mengendalikan kuda agar Lily tidak terjatuh.
Aku sudah terbiasa seperti ini.
“Alat sihir apa itu?”
“…… ini adalah alat sihir yang bisa menyirami ladang. Jika kau memegang batangnya, lalu
mengalirkan Mana, ujungnya akan berputar, lalu..... klak, klak, klak, air akan menyembur ke
segala arah.”
“Whoa… sepertinya itu juga akan menyemprotkan air ke orang yang menggunakannya."
“Memang itu yang sedang kuperbaiki.”
Sementara Lily mengatakan itu, mulai terdengar bunyi 'klak, klak, klak, klak'.
Kami semua belajar berkuda, tapi Lily tidak begitu terampil melakukannya.
Dia bisa saja menunggangi kuda, tapi saat menggerakkannya dia akan kebingungan, dan kuda
pun bergerak liar.
Saat berkuda seperti ini, jika ada hal menarik di jalan, Lily akan segera melompat dan
menghampirinya.
Dia sangat aneh.
Karena tubuhnya pendek, dia akan kesulitan naik kuda lagi.
Selain itu, Lily juga buta arah.
Saat pergi ke sekolah atau tempat kerjanya, dia bisa saja tersesat.
Untungnya, dia tidak pernah hilang saat masih kecil dulu.
Katanya, orang yang sering tersesat tidak begitu peka.
Aku selalu mencari Lily jika dia tersesat. Dan saat menemukannya, dia hanya pasang wajah
bengong tanpa daya.
Mungkin, itulah alasan mengapa ayah dan ibu mengijinkannya tidak bersekolah di Asura.
Yang jelas, aku harus menemaninya saat pergi kerja.
“Hiiiii ~!”
Lalu tiba-tiba, bulu kudukku berdiri.
“Kyaa !?”
“Uwah ~”
"Dingin!"
Kebetulan, jeritan serupa terdengar dari orang-orang di sekitar kami.
"Lily, aku membeku!"
“…… uh, aku benar-benar minta maaf.”
“Sudah kubilang, jangan mengaktifkan alat sihir di belakangku!”
Ternyata dia baru saja menggunakan alat sihirnya dari belakangku.
Ini pun sudah biasa.
Setidaknya kali ini aku masih beruntung, karena dia tidak memegang alat sihir penyembur
api.
"Ah."
Beberapa saat berselang, aku tidak lagi merasakan keberadaan Lily di belakangku.
Apakah dia jatuh dari kuda?
Sembari memikirkan berbagai hal, aku segera menoleh ke belakang, dan kudapati Lily
sedang berlari entah ke mana.
Dia menyeberang jalan utama, dan terus berlari dengan langkah mungilnya.
Rupanya, dia sedang menuju suatu toko di pinggir jalan.
“Caravaggio!”
Aku membalik kuda, lalu segera menuju toko yang sedang didekati Lily.
Kalau kulihat sekilas, sepertinya toko itu menjual beberapa jenis benda sihir.
Ingat, alat sihir dan benda sihir berbeda. Alat sihir dibuat oleh manusia, sedangkan benda
sihir kebanyakan terbentuk di alam.
Namun, Lily menyukai keduanya. Tak peduli alat sihir atau benda sihir, dia selalu tertarik
pada benda-benda seperti itu.
Seperti yang kubilang tadi, saat menemukan hal menarik di jalan, dia akan langsung
melompat dan menghampirinya.
Akhirnya, dia pun sampai di toko itu, dan langsung bertanya-tanya.
“… apa efeknya benda ini?”
“Kalau kau memukul orang dengan tongkat ini, otaknya akan serasa membeku. Dia akan
merasa seperti minum bergalon-galon air es.”
"Berapa harganya?"
“Kau ingin membelinya? Nona muda, sepertinya kau bukan petualang atau prajurit bayaran.”
“Aku membelinya untuk penelitian, supaya aku bisa membuat alat sihir serupa.“
“Oh! Kota Sihir Sharia memang beda, di sini banyak orang yang membeli benda sihir untuk
diteliti! Jadi, Anda punya uang?”
Lily mengeluarkan karung berat dari sakunya, lalu menyodorkan lima koin pada pedagang
itu.
Harga yang cocok.
Meskipun Lily tidak pandai berkuda, tapi dia cekatan dalam menghitung dan menggambar
lingkaran sihir.
“Hm, nih.....”
“Hoh, nona muda.... uangmu banyak sekali, Anda pasti orang kaya.”
“Aku selalu membawa uang sebanyak ini.”
"Begitukah? Hati-hati nona, pencopet bisa saja mencurinya. Itukah kenapa Anda menyewa
pengawal?”
Pedagang itu menatapku, sembari tersenyum dan tertawa.
Jadi aku tampak seperti pengawal?
“Dia bukan pengawal. Dia adalah kakakku.”
“Begitukah? Kurasa kalian cukup mirip.... kecuali rambutnya.”
“Tidak, kau hanya… Ah!”
Sebelum mengoceh lebih banyak, aku segera meraih Lily, lalu kutempatkan kembali ke
pelana.
“Kau bisa terlambat bekerja..... ayo cepat.”
"Baiklah kalau begitu.... selamat tinggal, om penjaga toko.”
“Terimakasih telah membeli barang kami, hati-hati pencuri ya....”
Lily benar-benar diperlakukan seperti anak kecil.
Padahal, Lily sudah cukup dewasa. Penampilannya seperti bocah karena dia anak Mama
Biru.
Tapi, perilaku dan ucapan Lily memang seperti anak kecil.
Meskipun begitu, di antara saudara kami, mungkin dia lah yang paling suka bekerja.
Dia salah. Pekerjaan terbaik di dunia adalah pengangguran.
“Nii-san, bolehkah aku memukul kepalamu dengan benda ini untuk melihat efeknya?”
"Jangan harap."
“Eh… nn, aaaah-!”
Saat aku menoleh ke belakang, Lily sedang memegangi kepalanya dengan menderita.
Sepertinya dia baru saja menguji efek benda itu pada kepalanya sendiri.
Kalau saja Lara-nee memintanya, aku tidak akan menolak.
Tapi Lily tidak akan puas kalau belum mencobanya sendiri.
“Ternayat benar....rasanya otak seperti membeku.... Nii-san mau coba?”
"Ogah. Kalau aku pusing, siapa yang mengendalikan kudanya."
"…baik."
Lily, yang tampak sedikit kecewa, memasukkan tongkat itu ke dalam yang melingkar di
pinggangnya, lalu dia meraba-raba alat lainnya.
Setelah berkuda selama beberapa saat, akhirnya tempat tujuan kami tampak.
Itu adalah bengkel milik Zanoba-san.
Aku menghentikan kudanya di depan bengkel, lalu Lily turun.
“Kita sudah sampai.”
“Terima kasih, Nii-san.”
"Gak masalah. Kapan kau pulang?”
"Aku bisa pulang sendiri."
"Begitu ya.... hati-hati saja....”
"Ya."
Lily hendak masuk bengkel, namun berhenti sejenak, lalu kembali melihatku.
“Ah, Nii-san.....”
“Hm? Ada apa? Kau lupa sesuatu?"
“Kalau Nii-san ingin bekerja, aku bisa memberimu posisi, lho....”
“Posisi apa? Sopir?”
“Tidak, membantu tugasku. Nii-san pasti bisa, karena paham sedikit-banyak tentang alat
sihir.”
"Nanti kupikir lagi."
"'Baiklah."
Setelah mengangguk pelan, akhirnya Lily masuk ke bengkelnya. Kali ini, dia tidak keluar
lagi.
Sepertinya adikku mulai prihatin denganku, itulah kenapa dia menawariku pekerjaan.
Dia juga mengerti bahwa aku hanyalah seorang pengangguran, tapi dia tidak tahu bahwa aku
baik-baik saja.
“……”
Himbauan pedagang sebelumnya membuatku khawatir tentang pencuri.
Bagaimana kalau tiba-tiba dia diculik, lalu suatu hari nanti aku menemukannya di pasar
budak..... aku harap hal mengerikan seperti itu tidak akan terjadi.
Yahh, meski penampilannya seperti itu, dia tetaplah putri Keluarga Greyrat.
Untungnya, meskipun kemampuan berkudanya buruk, Lily cukup mahir menggunakan sihir
bahkan berpedang.
Lagipula, Keluarga Greyrat mempunyai pengaruh besar di kota ini.
Kurasa tidak banyak orang jahat yang berani berurusan dengan keluarga kami.
"Aku tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya, kan?”
Sembari meyakinkan itu pada diriku sendiri, aku pun pergi.
♦
Setelah seharian berkeliling kota tanpa tujuan, akhirnya aku mengunjungi kedai biasanya.
Goblin Mabuk.
Lokasi kedai itu sungguh tidak mencolok di kota.
Mungkin, bisa kau sebut ‘bar yang tenggelam’ di pinggir kota.
Itu bukanlah tempat yang tepat untuk berkumpul orang-orang terkenal, melainkan cocok
untuk nongkrong penjahat-penjahat kelas teri.
Mungkin kau bertanya-tanya, mengapa orang hebat sepertiku mau berkunjung ke kedai itu.
Jawabannya, seperti kata Cheddarman, tidak ada kejahatan yang mudah dipahami.
Dengan kata lain, semua jenis kejahatan tidak nampak begitu saja di sekitar kita.
Kejahatan selalu licik dan tersembunyi.
Kejahatan selalu terbungkus di balik tabir yang remang-remang.
Jika seseorang ingin membasmi kejahatan, maka dia harus mengejarnya ke tempat remang-
remang itu.
Dengan nongkrong di sarang kejahatan, maka aku bisa mendapat banyak informasi tentang
penjahat.
“Oh.”
Aku memikirkan itu sembari masuk ke kedai, lalu kulihat wajah yang kukenal.
Pria kecil dengan kepala setengah botak. Itu George, atau sebut saja makelar informasi.
"Yo, George, bagaimana kabarmu?"
“Oh, Sieg rupanya… Yah, tidak terlalu buruk. Hari ini penjualan miras tidak terlalu bagus.
Tapi jangan salah, aku masih mampu mentraktirmu minum kalau mau.”
“Benarkah? Terima kasih ~ ah, gak deh, aku gak suka alkohol.”
"Sudahlah....."
George meminta pelayan menyajikan minuman.
Ini bukan kompensasi, dan aku tidak membayar, jadi anggap saja gratisan.
Inilah enaknya pembela kebenaran!
“Kalau kau bagaimana, Sieg? Ceritakan pekerjaanmu....”
“Kau mau mendengar kisah seorang pengangguran? Yahh, kadang-kadang enak, terkadang
tidak enak.”
“Ha ha, melihatnya saja aku sudah tahu. Apakah belakangan ini tidak ada hal yang menarik?”
Inilah yang sering kami lakukan.... mengobrol ringan.
Sebenarnya, kami saling bertukar gosip dan rumor.
Ini adalah tempat yang baik untuk memulai itu semua.
“Tidak ada yang benar-benar menarik. Aku mengantarkan adikku ke kantornya di pagi hari,
lalu siang tadi ada anak yang terjatuh di dekat gang. Dia menangis kencang sekali, jadi aku
merapalkan sihir penyembuhan pada lukanya. Oh iya, ada juga pencopet di pasar. Aku
menjegalnya, dan dia pun jatuh terkapar.”
“Adikmu? Maksudmu, yang bernama Lily?”
“Ya Lily. Adikku yang masih di kota ini hanya Lily.”
“Ah, begitu ya. Maaf, maaf, aku ingatnya Lara. Nama keduanya hampir sama.”
Kalau Lara kakakku kan.... tampaknya hari ini George tertarik membahas Lily.
Orang ini tertarik sekali saat membicarakan keluargaku.
Sepertinya, informasi tentang Keluarga Greyrat banyak diminati.
Terlebih lagi, narasumbernya aku, jadi infromasinya cukup terpercaya.
“Aku pernah mendengar kabar bahwa dia sering memborong alat sihir di jalanan, apakah itu
betul?”
“Itu… yahh, memang benar dia gemar membeli alat dan benda sihir di jalanan, tapi itu hanya
hobinya. Seperti itulah adikku, dia sangat tertarik dengan benda atau alat sihir, dan dia juga
gila kerja. Lagipula, dia sedang mengembangkan alat baru PT. Zanoba.”
“Alat baru? Apakah itu sesuatu yang populer?“
"Yah, aku tidak begitu tahu."
Sayangnya, aku tidak tahu di mana George menjual informasi tentang kakak dan adikku.
Oleh karena itu, aku tidak mau memberinya informasi yang paling vital.
Tapi itu benar, aku tidak tahu apa yang sedang Lily coba buat.
"Bagaimana denganmu? Ada informasi menarik apa?”
“Menarik ya …… maksudmu, yang seperti biasa?”
“Ya, yang biasa saja.”
Kebetulan, George mulai curiga akan peranku sebagai pembela kebenaran.
Mungkin karena semakin banyak penjahat yang gagal melakukan aksinya, setelah dia
membocorkan informasinya padaku.
Aku duga para penjahat juga punya hubungan baik dengan makelar informasi seperti George.
“Tidak ada yang benar-benar menarik, tapi aku mendengar rumor aneh belakangan ini.”
“Rumor aneh?”
“Sekelompok perampok sering muncul di jalan utama sebelah barat.”
“… itu bukan hal yang aneh, kan?”
Kota Sihir Sharia terkenal dengan ketertiban umumnya yang baik, namun area di luar kota
masih tanpa aturan.
Munculnya perampok adalah hal yang wajar terjadi tiap hari.
Cepat atau lambat, negara akan mengirimkan ksatria atau prajurit untuk menekan mereka.
Masalahnya, jika aku pergi ke sana untuk memberantas kejahatan..... setidaknya akan
memakan waktu seharian.
Selama ini aku hanya beraksi saat malam, lalu pulang hampir subuh.
Dan itu hanya mungkin dilakukan di dalam kota.
Jadi, kejahatan di luar kota sudah berada di luar kewenangan Ksatria Bulan.
“Yah, sangat disayangkan. Katanya, para perampok itu menjual wanita dan anak-anak ke
pasar budak tiap malam.”
Pasar budak?
Maksudmu pasar budak di dekat kota?
“Apakah ada ciri-ciri khusus dari gerombolan perampok ini?”
“Aku tidak begitu tahu detailnya, tapi… katanya pemimpinnya suka mengenakan ikat kepala
merah. Selain itu.......”
Seperti biasa, George terus mengungkapkan berbagai informasi tentang penjahat ini.
Setelah itu, kami melanjutkan obrolan ringan seperti sebelumnya.
Aku hanya mendengar bualan George tentang hal-hal jorok, seperti bokong gadis-gadis
sebelah yang indah, atau semacamnya.
Tentu saja, tidak hanya George yang kuajak bicara.
Aku juga menghabiskan waktu mengobrol dengan kenalan-kenalan lainku di kedai.
♦
Larut malam.
Setelah meninggalkan bar, aku menuju ke lahan kosong di pusat kota.
Kemudian, di tengah-tengah tanah kosong itu, aku menarik seutas tali.
Setelah terdengar suara gebrakan, pintu rahasia pun terbuka di sana.
Saat kami masih kecil, kakak laki-laki dan perempuanku membuat tempat ini bersama.
Kami membawa meja, lemari, karpet dan bantal dari rumah, lalu menjadikan tempat ini
markas rahasia.
Saat itu, kami bersenang-senang bermain bersama di sini.
Kami tidak memberitahu siapapun, termasuk adik kami, jadi akulah yang terakhir menempati
markas ini.
Tempat tidur kecil dan lemari masih tetap seperti semula.
Atau mungkin.... aku saja yang tidak berubah sejak saat itu.
“Hanya bercanda ~”
Setelah membuat lelucon itu, aku mengeluarkan suatu benda dari lemari.
Itu adalah helm hitam.
Helm itu menutupi seluruh bagian kepala. Aku menemukannya di kastil Dewa Naga Orsted-
sama, saat berkunjung bersama ayah.
Meskipun kusebut kastil, sebenarnya tempat itu tidak begitu besar.
Bahkan, kastil itu lebih kecil daripada rumah kami, dan ayah menyebutnya kantor.
Tapi, tidak hanya aku, semua orang di kota juga menyebutnya kastil. Mungkin, mereka
menganggap sopan bila menyebut kediaman Orsted-sama, dengan nama ‘kastil’.
Mungkin aku terpengaruh dengan orang-orang di kota, sehingga ikut-ikutan menyebutnya
‘kastil’.
Yahh, terserah lah.....
Ada banyak helm ditempatkan di ruang bawah tanah kastil Orsted-sama.
Mungkin ada sekitar 20 buah, atau bahkan 30 buah?
Semuanya berjajar pada rak. Disainnya hampir sama, namun ada sedikit perbedaan.
Helm-helm itu mirip alat sihir yang dipajang di toko.
Setelah mengamati semuanya, ada satu yang kusukai.
Helm itu sangat keren menurutku.
Tentu saja, meskipun aku menyukainya, bukan berarti boleh kuambil tanpa ijin.
Tak peduli sebodoh apapun saat kecil, aku tidak akan mencuri di tempat ayah bekerja.
Dengan mata berbinar-binar, aku mengambil helm itu.
Tanpa kusadari, Orsted-sama sudah berdiri di belakangku, kemudian beliau berkata, “Kau
boleh mengambilnya.”
Sejak saat itulah, helm ini menjadi milikku.
Entah kenapa, Orsted-sama selalu mengenakan helm serupa bila bepergian ke luar kastil.
Untuk menandakan milikku, aku mengukir simbol bulan sabit pada dahi helm ini. Simbol
itulah yang kemudian menjadi logo Ksatria Bulan.
“……”
Aku bersalin pakaian hitam, mulai ujung kaki, sampai ujung kepala.
Setelah melengkapi kostumku dengan jubah gelap, maka sosok yang terpantul di cermin
adalah Ksatria Bulan, sang pembela kebenaran.
Seperti biasanya, malam ini aku juga akan memberantas kejahatan.
Bab 6
Sekarang, di pasar budak
Larut malam.
Aku mengikuti seorang gadis yang sedang dibawa oleh kereta kuda. Aku menyelinap di
bagasi belakang kereta yang sama.
Umumnya, Teknik Dewa Utara berhubungan dengan jurus-jurus pedang, tapi sebagian orang
menggunakannya untuk teknik menyelinap dan membuntuti.
Tidak hanya membuntuti target yang terlihat, tapi juga sisa-sisa jejaknya.
Banyak sekali penggunaan Teknik Dewa Utara lainnya, seperti bersembunyi, melancarkan
serangan tiba-tiba, bahkan berjalan di dinding.
Shishou-ku tidak setuju dengan penggunaan lain Teknik Dewa Utara seperti itu, tapi dia telah
menguasai semuanya.
Awalnya, Shishou membenci teknik-teknik itu, tapi dia berubah pikiran setelah bertarung
melawan ayah. Dia pun mengajari semuanya padaku.
Yang jelas, kereta kuda itu bergerak mengelilingi Akademi Sihir selama beberapa saat, lalu
berhenti di depan sebuah rumah mewah.
Rumah itu sungguh megah.
Mungkin ayah kenal pemilik rumah sebesar ini.
Aku memutuskan untuk keluar dari bagasi kereta, lalu menyusup ke dalam rumah tersebut.
Rumah besar itu dijaga ketat.
Mungkin karena rumah semewah ini menyimpan begitu banyak barang berharga yang rawan
dicuri.
Untungnya, aku cukup mampu menggunakan teknik penyelinapan Dewa Utara.
Aku tidak tahu bagaimana bisa jurus pedang beralih fungsi menjadi teknik menyelinap, tapi
aku sudah mempelajarinya, dan sekarang siap mempraktekkannya.
Aku jadi kangen saat-saat itu. Shishou pernah mengajakku menyelinap ke berbagai tempat.
Seperti : rumah bangsawan, rumah pedagang, gudang prajurit, dll.
Dengan bantuan dari ksatria Ranoa, kami bahkan bisa menyelinap ke rumah petinggi.
Oh ya, ngomong-ngomong, tempat ini adalah area paling terjaga di distrik asrama siswi
Akademi Sihir Ranoa.
Tempat ini dijaga oleh orang-orang dari PT. Rudo milik ayah. Ras Hewan dan Ras Iblis yang
menghuni asrama ini juga sering berpatroli.
Mereka bukanlah penjaga profesional, tapi Ras Hewan selalu memiliki indra penciuman yang
tajam, dan Ras Iblis juga mahir melacak keberadaan orang.
Bahkan, bukannya mustahil beberapa dari mereka mempunyai mata iblis seperti ayah.
Singkatnya, penjagaan tempat ini sungguh ketat.
Tapi, selalu ada cara menghadapi ras-ras khusus itu. Jika kau tahu karakteristik mereka, maka
selalu ada cara menipunya.
Itulah kenapa aku bisa menyelinap masuk dengan melewati saluran air.
Saat melihat bagian dalam rumah itu, kudapati orang-orang sedang sibuk berlalu-lalang
mempersiapkan pernikahan.
Sepertinya akan digelar pesta besar, bisa dilihat dari para pelayan yang berpakaian mewah,
dan hidangan kelas tinggi.
Sudah pasti, penyelenggaranya orang kaya.
Aku telah mengumpulkan banyak informasi sebelumnya. Katanya, pemilik tempat ini adalah
keluarga bangsawan yang sudah lama menjadi pemberi pinjaman uang selama bergenerasi-
generasi.
Mereka mengeruk banyak untung dari pinjaman ke Guild Sihir, dan bengkel-bengkel alat
sihir. Bahkan, mereka juga sering mendanai kebutuhan kota.
Mereka adalah bagian dari orang-orang terkaya di kota ini.
Biasanya sih.... orang kaya itu tamak dan serakah.
Bagi mereka yang tidak bisa mengembalikan pinjaman uang, tentu selalu ada
konsekuensinya, seperti : menikahi paksa putri-putri mereka.
Licik sekali.
Tentu saja, mereka tidak meminta putri tertua.
Begitu pun dengan putri kedua, ketiga, keempat, dst. Mereka hanya mau bunga muda yang
paling segar, yaitu putri bungsu.
Bagi si korban, mereka tidak punya banyak pilihan.
Mereka pun berpikir, putri termudanya akan hidup bahagia bersama orang kaya.
Sekilas, tidak ada yang salah dengan pemikiran macam itu.
Tidak ada pelanggaran hukum di sini.
Bahkan, bisa dibilang, pernikahan seperti itu untuk membantu ekonomi keluarga yang tidak
mampu.
Nyatanya, banyak pernikahan seperti itu di dunia ini.
Tapi........ si pria ini sudah menikah tujuh kali.
Dia tidak mencintai mereka. Dia hanya mengumpulkan dan bermain-main dengan mereka.
Di situlah letak kejahatannya.
♦
Aku menemukan si bajingan itu di ruang tidur.
Aku langsung mengenalinya.
Umurnya sekitar 40 – 50 tahun.
Tubuhnya gemuk dan lebar.
Kalau di buku cerita, orang seperti ini pasti penjahatnya.
Tidak salah lagi.
Pembela kebenaran harusnya tidak menilai seseorang dari penampilannya.
Tapi, di utara makanan cukup mahal. Hanya orang kaya yang bisa bertubuh segemuk itu.
Menurut informanku, keluarga ini tidak punya anak lelaki.
Aku masih menemukan beberapa pria di kediaman ini, tapi yang paling gemuk dan subur
hanya orang itu.
Jika aku salah, mungkin aku harus merubah perspektifku akan uang.
“Huff ~, ini adalah hari pernikahanku. Bawakan pakaian yang paling mewah dan mahal...”
Sembari berkeringat meskipun tidak banyak gerak, dia memerintahkan itu pada seorang pria
yang tampaknya penjaga.
Di ruangan ini tersedia begitu banyak pakaian, yang mungkin cukup untuk membungkus
sebuah pohon besar. Para pelayan melipatnya satu per satu.
“Tuan, daripada memilih pakaian mahal, bukankah sebaiknya Anda kecilkan perut Anda
terlebih dahulu?”
“Kau mau kupecat!!?”
“Tapi Tuan, tak peduli semahal apapun pakaiannya, kalau Tuan segemuk ini.......”
“Dengar..... huff.... biar kukatakan lagi. Ini hari pernikahanku. Kau boleh mengatakan calon
istriku hanyalah jaminan. Tapi pengantin tetaplah pengantin. Kita harus menyambutnya
dengan pesta mewah. Sediakan makanan mahal dan pakaian mewah. Itulah tugasmu sebagai
pelayan. Jadi..... hufff... jangan sok menasehatiku mengurangi berat badan.”
"Baik Tuan....."
Kata-katanya angkuh, tapi benar.
Mungkin dia tidak seburuk yang kukira?
Tidak... penjahat tetaplah penjahat.
“Huff ~, pokoknya aku sangat menantikan pernikahan ini. Calon istriku masih muda dan
cantik. Dia begitu polos. Mungkin dia masih belum tahu cara bercinta, jadi.... beri obat
perangsang banyak-banyak pada makanannya.”
“Obat perangsang lagi....?”
“Sebagai sepasang suami-istri kami harus bercinta, kan? Jadi, malam ini harus panas.”
Nah.... benar, kan? Penjahat tetaplah penjahat. Mulai keluar sifat iblisnya. Aku muak
mendengarnya.
Sudah jelas bahwa si gadis hanyalah alat pelampiasan nafsunya.
Dia membuat pesta mewah bukan untuk membahagiakan calon istrinya, melainkan hanya
menjebaknya.
“…”
Tiba-tiba, aku memikirkan hal lain.
Andaikan aku menikahi Sariel, apakah ada pihak tertentu yang diuntungkan?
Apakah Sariel benar-benar mencintaiku? Benarkah tak seorang pun memaksanya?
Inilah kenapa.... aku tidak pernah setuju dengan perjodohan.
..... ah, sudahlah.... tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang....
Ayo.... kita tangani penjahat ini.....
"Hentikan sekarang juga!!”
Suaraku menggema di seluruh ruangan.
Terkejut dengan suara itu, bangsawan gendut dan pelayannya mulai tolah-toleh dengan
kebingungan.
“Yo, muka babi! Dasar penjahat gila seks! Kau bisa menyembunyikan kejahatanmu dari sinar
matahari, tapi tidak dari sinar rembulan!!”
Muka babi.
Saat mendengar itu, para pelayan mulai mengamati wajah tuannya dengan penasaran.
Si gembrot hanya bisa mengatupkan mulutnya, sembari membalas tatapan para pelayan
dengan bingung.
"Ada apa, Tuan?”
“Aku yang harusnya berkata begitu!”
“Barusan aku mendengar seseorang memanggil muka babi. Tapi..... sepertinya bukan aku
yang dia maksud.”
Ah.
Kenapa jadi begitu reaksinya....
Ah.... terserahlah.....
“Brak!”
Aku menendang papan plafon, lalu terjun bebas sembari berputar beberapa kali di udara,
kemudian mendarat pada lemari yang cukup tinggi di ruangan itu.
Dan.... berpose.
Si gembrot hanya bisa tercengang, tapi para pelayan mulai memasang kuda-kuda.
Si kepala pelayannya terlihat cukup tangguh.
"Siapa kau? Siapa yang mengirimmu kemari?”
Si gemuk mulai merespon, lalu dia menanyakan beberapa pertanyaan. Sepertinya dia sudah
terbiasa dengan penyusupan seperti ini.
Dilihat dari pertanyaannya, sepertinya dia sudah biasa menjadi target pembunuhan.
Tapi, itu pertanyaan yang bagus.
Tadinya kukira dia tidak akan menanyakan itu padaku.
“Haha, aku!? Aku adalah ksatria bulan perak yang bersinar dalam kegelapan.”
Aku menjawabnya sambil berpose.
“Ksatria Bulan, si pembela kebenaran, sudah tiba!”
Si gembrot dan pelayan saling tukar pandang dengan bingung.
Mengapa semua orang bereaksi kebingungan saat kunyatakan identitasku.
Kemudian, si gemuk menghela napas capek. Hmm, reaksi yang aneh.
“Ksatria Bulan? Huuuffff.... kau pasti disuruh orang itu ya.... tapi, aku yakin kau tidak akan
menyebutkan nama asli dan juga bosmu.”
Hei... aku tidak punya bos.
Ah, sudahlah....
"Wahai penjahat! Di kota yang kusayangi ini, kau tidak bisa memaksakan pernikahan atas
dasar uang dan nafsu!”
“Memaksakan pernikahan? Kau ini musuh keluarga kami, atau sekutu keluarga mereka?”
“Tuan, jadi dia salah satu musuhmu?”
“Jangan bilang begitu! Kayak aku banyak musuh saja!”
“Dasar penjahat.”
“Baiklah.... baiklah... kau tadi mengaku pembela kebenaran, kan? Hey pembela kebenaran!
Kusarankan kau segera angkat kaki dari rumahku! Aku tidak akan mengejarmu kali ini! Tapi,
kalau kau sampai menyentuhku sedikit saja, maka kau akan menyesal!”
Lho, kok tiba-tiba menceramahiku, ah gak tau lah....
Yang pasti, penjahat manapun tidak berhak menceramahi pahlawan pembela kebenaran.
Aku tidak akan mendengarnya!
"Diam! Bersiaplah! Aku datang!"
Aku melompat dari lemari.
Pada saat yang sama, kepala pelayan menarik dua belati tipis dan panjang dari pinggangnya.
Dia menempatkan dirinya di depan bangsawan gemuk untuk melindunginya.
Rupanya, dia bukan hanya seorang kepala pelayan, tapi juga pengawal.
Aku bisa merasakan kehebatan orang ini.
Sayangnya, pembela kebenaran tidak pernah takut pada musuh-musuhnya!
“Haa! MOONLIGHT PUNCH!"
“Mysterio.”
Oww.
Seketika mendengar gumaman itu, aku segera menarik tangan, lalu mundur selangkah.
Lalu, kepala pelayan itu segera mendekat.
Saat aku mundur, rasa sakit merambat di pahaku.
Pisau di tangan kanan kepala pelayan meneteskan sedikit darah.
Beberapa detik berselang, barulah terlihat sayatan tipis di pahaku.
“Ah, kau berhasil menghindar ya.... sayang sekali, belati ini sudah dilumuri racun.”
Keringat dingin mulai menetes dari dahiku saat mendengar itu.
Kena aku........
Mysterio adalah salah satu jurus Dewa Air.
Hampir semua jenis serangan balasan adalah Teknik Dewa Air.
Karena kita tidak tahu kapan lawan akan melancarkan serangan balik, maka jurus tersebut
diberi nama Mysterio, atau misterius.
Inilah berbahayanya Teknik Dewa Air.
Tapi.... jurus pria ini sedikit berbeda.
Ah, aku paham.
Dia membuatku waspada dengan kata-katanya, lalu menyerang saat aku ragu.
“Jangan bunuh dia, Laurus. Ini hari pernikahanku, jadi jangan kotori tempat ini dengan darah.
Tangkap saja dia, lalu paksa dia bicara siapakah bosnya. Kalau sudah tahu bosnya, sisanya
akan diselesaikan dengan uang.”
“Tapi orang ini cukup jago.... aku tidak yakin bisa menangkapnya hidup-hidup.”
“... jarang kau memuji lawan seperti itu.”
“Buktinya, dia bisa menghindari tebasanku barusan. Tidak banyak orang yang bisa
melakukannya.”
Dia begitu percaya diri.
Tapi, tebasan barusan sudah cukup menjadi bukti.
Aku pernah berlatih melawan guru-guru dari berbagai teknik pedang.
Mulai dari Teknik Dewa Pedang, Dewa Utara, Dewa Air, bahkan teknik pedang Ras Iblis
yang cukup khas.
Lawan yang menggunakan dua senjata cukup sulit dikalahkan.
Lagipula, kecepatan serangan belati berbeda dengan pedang.
Waktu dan lintasan tebasannya berbeda.
Karena jangkauan belati tidak sepanjang pedang, maka pertahanannya cukup sulit ditembus.
Umumnya, seorang pendekar lebih suka menggunakan pedang, sedangkan belati hanya
digunakan sebagai senjata serep.
Teknik Dewa Utara juga mempelajari bagaimana menggunakan belati, tapi tidak seperti yang
dilakukan pria ini.
Pengguna belati ya…
Jangan-jangan..... dia anggota Guild Pembunuh.
“Sial..... kau berasal dari Guild Pembunuh, ya?”
“Sudah jelas, kan..... tapi itu dulu.”
Tidak seperti tuannya, perkataan pria ini lebih lugas.
Mirip seperti belatinya.
“Hanya penjahat yang beraninya menyerang dari kegelapan...... Moonlight Kick!!”
Tanpa kusadari, kepala pelayan itu sudah mendekat.
Licik sekali.
Aku berhasil menghindarinya lagi, lalu melancarkan balasan.
“Moonlight Punch!”
Dengan cepat dia menghindarinya, lalu mengayunkan belatinya lagi.
Gerakan yang begitu halus, seolah-olah kakinya tidak bergerak.
Inilah gerakan orang yang sudah lama berada di Guild Pembunuh.
Lagi-lagi, tanpa kusadari, aku sudah berada dalam jangkauan serangnya.
Dia tidak berhenti sedetik pun.
Sungguh gerakan yang mengerikan.
“Moonlight Kick! Moonlight Punch! Moonlight Flip!”
Untungnya ini bukan kali pertama aku menghadapi orang dari Guild Pembunuh.
Karena pengalaman itulah, aku bisa bertahan sampai detik ini.
“Moonlight… uh!”
Tapi aku mentok.
Seranganku tidak ada yang masuk.
Orang ini sangat baik menjaga jarak.
Dia berada pada jarak yang tidak bisa dijangkau tinjuku, sedangkan belatinya bisa
mengenaiku.
Sedikit demi sedikit, belatinya terus menggoresku.
Artinya, dia sengaja tidak memotongku. Yang dia lakukan hanyalah menyayat, kemudian
biarkan racun di belatinya mematikan pergerakanku.
Meskipun aku belum menggunakan pedang, setidaknya aku tahu orang ini sudah selevel
Raja.
Beberapa kali aku lebih ingin menggunakan sihir penyembuhan daripada menyerang, tapi aku
tidak punya kesempatan.
Untungnya, aku tidak merasa nyawaku terancam.
"Kau kuat sekali.... tapi mengapa kau membela penjahat!?”
Tanyaku sambil menjaga jarak.
Anggota Guild Pembunuh jarang muncul di depan umum.
Begitupun dengan pria ini.
Tapi dia sekarang bekerja sebagai penjaga pribadi. Artinya, dia harus ikut kemanapun
tuannya pergi.
“Mmm?”
Kepala pelayan itu berhenti dengan wajah kaku, lalu memandang ke arah si bangsawan
gembrot.
"Yahh, sebenarnya orang ini tidak begitu jahat.”
"Apa!?"
"Aku tidak tahu siapa bosmu, tapi aku yakin apa yang kukatakan.”
“Aku tidak punya bos! Aku bertindak sendiri atas nama keadilan!”
“Terserah....!”
Sembari menyerukan itu dia melesat ke arahku.
Saking cepatnya sampai gerakan kakinya seolah kabur, lalu belatinya melayang-layang di
udara.
Dalam sekejap, kulitku robek, dan rasa sakit menjalar di seluruh badanku.
Dia kuat sekali!
Apakah si gemuk itu tidak melarikan diri karena begitu percaya pada kekuatan pengawalnya
ini?
“Moon… ugh, moonlight… ?!”
Bahkan aku tidak bisa mengucapkan nama jurusku lagi.
Sedikit demi sedikit, sedikit demi sedikit, aku semakin terpojok.
Gerakanku semakin melambat, dan aku sadar peluang menangku semakin tipis.
Harusnya aku tadi bawa pedang...........
"Matilah...."
Sebilah belati mendekat.
Apa boleh buat. Dia bukan lawan biasa.
Aku segera membuat keputusan untuk mengorbankan tangan kiriku.
“Jurus Dewa Utara! Swallow!!”
Belati itu memotong beberapa jari tangan kiriku.
Tapi pukulanku masih melesat.
"!?"
Kali ini.... pukulanku mendarat tepat di genggaman tangannya.
Dia terkejut, telapak tangannya patah, dan tentu saja dia menjatuhkan belatinya.
Ini adalah Swallow, jurus menghancurkan telapak tangan lawan dengan beradu pukulan.
Dia pikir sudah menang saat memotong jari tangan kiriku. Tapi jangan senang dulu, inilah
jurus serangan balik Dewa Utara. Bagi mereka yang tidak terbiasa menghadapi pendekar
beraliran Dewa Utara, pasti kebingungan menangani jurus ini.
Pertahanannya mulai terbuka, dan gerakannya sempoyongan.
"Apa…?"
“Inilah saatnya!”
Saatnya serangan berikutnya.
Dengan menghimpun segenap tenaga pada tangan kanan, aku meluncur padanya.
"MOOOONNNLLLLIIIGHHHTTT! Sere ~ nade!”
Kepala pelayan mencoba menghindar, tetapi Serenade adalah jurus yang tidak bisa dihindari.
Mustahil dia bertahan.
Aku meninju telak tubuhnya.
Dia terpental sampai membentur langit-langit, lalu jatuh terhempas ke lantai.
Aku tidak membunuhnya.
Pembela kebenaran mengalahkan kejahatan, tetapi tidak pernah membunuh lawannya.
Kau boleh benci pada kejahatan, tapi jangan membenci pelakunya.
"Nah…"
Aku melihat ke arah si gembrot yang mulai menggigil ketakutan.
Dia tercengang melihat bawahan andalannya tumbang.
"Jangan bodoh…"
"Bersiaplah....”
Si gemuk itu balas menatapku.
“… jika kau membunuhku, maka keluarga yang berhutang padaku akan bangkrut! Keluarga
gadis itu akan hancur! Semuanya akan susah! Kumohon, pertimbangkanlah kembali!”
Aku mengacungkan tinju ke bangsawan gemuk itu.
Dia benar, meskipun kulenyapkan bajingan ini, si gadis tidak akan bahagia.
Seperti itulah kebenarannya.
“Aku tidak akan membunuhmu, tapi kau harus tobat. Jangan lagi menindas orang-orang yang
tidak mampu!”
Aku menahan tinjuku, dengan pose bersiap melepaskan Serenade.
Kalau kalian masih bingung apa itu Moonlight Serenade. Itu adalah teknik menghantam
dengan menumpukan segenap bobot tubuhmu pada lawan. Teknik itu hampir mustahil
dihindari. Itu adalah pukulan tunggal yang melenyapkan semua kejahatan.
Lalu.......
"Tunggu!"
Tiba-tiba, sebuah suara bergema di ruangan itu.
Aku berhenti bergerak, lalu menoleh ke arah datangnya suara.
Ada jendela.
Jendela yang terbuka.
Ada orang aneh sedang duduk di sana.
Tubuhnya berotot. Pakaiannya serba hitam.
Dia juga mengenakan helm hitam.
Helm hitam yang tampak kokoh.
Tapi, ada corak seperti halilintar kuning pada helm itu.
“S-siapa kau… !?”
Dia langsung tertawa.
"Siapa aku? Aku adalah seberkas cahaya yang jatuh dalam kegelapan, mereka
memanggilku… Lightning!”
Aku tak asing dengan suara itu.
Mendengar perkenalan singkatnya saja, aku sudah tahu siapa dia........
Yang aku tidak tahu, mengapa dia di sini, berpakaian seperti itu, dan memakai identitas palsu.
"Apa?”
“Seberkas cahaya yang jatuh dalam kegelapan, mereka memanggilku… Lightning!”
Dia mengulangi perkenalan dirinya.
Kalau aku sih malu mengulangi kalimat itu dua kali, tapi hebatnya dia tidak.
"Tidak, tidak, maksudku.... kenapa harus di sini....”
"Lightning!”
Ketiga kali.
Dia sungguh percaya diri.
Rupanya, dia tidak berniat menjawab dengan serius.
“Apakah kau temannya??”
Giliran si gembrot yang bertanya dengan membentak.
Dia coba berdiri dengan tergesa-gesa, lalu berusaha kabur.
Tapi Lightning menghentikannya dengan gestur tangannya
’Jangan bergerak! Kau duduk saja, dan lihat!’
Kurang-lebih begitulah yang ingin dia katakan.
Gestur itu juga terasa mengancam, seolah-olah akan terjadi hal yang buruk jika si gemuk
tidak menurutinya.
“Hah, oh…”
Dia pun segera duduk di kursi terdekat dengan pasrah.
Kemudian, Lightning menoleh padaku.
“Kukukuku, jadi kau si pembela kebenaran yang akhir-akhir ini sering menghajar para
penjahat? Julukanmu.... Ksatria Bulan, kan?”
“…”
“Selama ini masih kubiarkan. Aku sih orangnya penyabar. Tapi, lama-lama kau merepotkan
kami juga.”
“Kami?”
“Kami adalah organisasi kejahatan rahasia, Shadow Corps.”
"Shadow Corps? Hah? Tidak, tunggu, tunggu sebentar....”
Aku bingung.
Harusnya tidak begitu.
Ada yang membingungkan di sini. Apa yang dia bicarakan? Aku sama sekali tidak paham.
Apa itu Shadow Corps?
Sejak kapan aku menghalangi mereka?
"Diam!"
Lighting berteriak, pada saat yang sama dia menghentak kusen jendela, lalu meluncur ke
arahku.
Aku langsung meresponnya.
Dengan kecepatan yang bahkan membuat diriku sendiri mengaguminya, aku menghantam
Lighting yang sedng mendekat.
“Moonlight Punch!”
“Lightning Kick!”
Tapi Lightning lebih cepat.
Tinjuku dan tinju Lightning saling berbenturan.
Hey.... dia tadi bilang ‘kick’, tapi kenapa malah memukul!?
“…!”
Telapak tanganku patah.
Jariku sudah putus, sekarang telapak tangan patah.
Pergelangan tanganku membengkok aneh.
Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku.
Aku masih bisa menahannya, tapi dengan kondisi seperti ini.....
Aku pun melompat mundur, dan saat masih melayang di udara.....
Lightning mengambil ancang-ancang, dia akan melakukan sesuatu.
“Haaaaaa! Lightning Kick! Lightning Kick! Lightning Kick! Lightning Kick! Lightning,
lightning, lightning, lightning, lightning puuunchhh!!”
Lima serangannya mengenai telak tubuhku.
Empat pukulan dan satu tendangan.
Semuanya mengenai titik vitalku.
Aku terpental beberapa meter, sampai akhirnya menabrak dinding bata. Tubrukan itu
membuat dindingnya jebol, dan aku menembusnya.
Bahkan di luar, aku masih melayang di udara selama beberapa saat, sampai akhirnya
terbanting di tanah.
“Guh…”
Aku berdiri dengan cepat setelah melihat gumpalan darah tersembur dari bibirku.
Aku mengaktifkan sihir penyembuhan pada tubuhku sendiri, lalu bersiap melanjutkan
pertarungan.
Tapi dia tidak datang.
Aku pun mencari ke dalam rumah dengan bingung.
Itu dia..... di atas.
Dari atas, dia melihatku dengan sinis.
"Hahahaha! Cuma ini kemampuanmu, Ksatria Bulan?”
“…”
“Kau tidak akan bisa mengalahkanku! Hari ini kulepaskan kau, jadi pulanglah, dan berlatih
lebih banyak lagi! Ha ha ha ha ha ha ha ha ha!"
Tentu saja.... aku tidak akan mungkin bisa mengalahkannya kali ini.
Aku tahu betul hal itu.
Setelah itu, seisi rumah menjadi gaduh.
Para pengawal bangsawan gemuk lainnya segera datang, lalu mengepungku.
Kalau berlama-lama di sini, bisa runyam urusannya.
Bukannya aku takut melawan mereka.
Penjaga sebanyak ini bukan masalah bagiku.
Hanya saja, beberapa dari mereka cuma orang baru.
Dengan kata lain, mereka hanyalah warga sipil tak berdosa. Aku tidak boleh menghajar
mereka.
“…”
Aku pun segera kabur.
Inilah kekalahan pertama sang pembela keadilan.
♦
Aku terus berlari......
...... melewati distrik bangsawan, distrik niaga, gudang-gudang penyimpanan, dan setelah
memastikan tidak ada yang mengikutiku.... aku segera masuk ke markas rahasia.
“Yahh…”
Aku melepas helm, kemudian menarik napas panjang.
Lalu, melihat jariku yang terpotong.
Aku berjalan menuju kotak kayu yang terletak di sudut ruangan, kemudian mengeluarkan
kertas dari sana.
Itu adalah gulungan sihir penyembuhan.
Sihir penyembuhan yang kugunakan sepanjang pertarungan hanyalah tingkat lanjut. Sihir
penyembuhan tingkat lanjut tidak bisa mengembalikan bagian tubuh yang terpotong. Jadi,
aku butuh sihir yang lebih sakti.
Aku sudah menyiapkan sihir penyembuhan di atas tingkat lanjut pada gulungan ini. Dan
ketika membukanya, jari-jariku pun kembali utuh.
Sudah lama aku tidak menyembuhkan luka dengan cara ini.
Saat berlatih dengan Shishou dulu.... luka seperti ini sudah biasa.
“…”
Masih terngiang di pikiranku si pria berhelm itu.
Lightning.
Siapa kau sebe....... tidak..... tidak..... aku tidak perlu mempertanyakan itu.
Karena aku sudah tahu identitas aslinya.
Dia menggunakan Teknik Dewa Utara yang bahkan lebih baik dariku.
Lebih kuat, lebih cepat.
Tidak banyak orang di dunia ini yang menguasai Teknik Dewa Utara sebaik itu.
Belum lagi, nama yang cukup singkat, Lightning…
Tidak salah lagi.......
Dialah Tangan Kiri Dewa Naga Orsted.
Dialah rekan ayahku, Rudeus Greyrat.
Pemimpin tertinggi Teknik Dewa Utara.
Alexander Ryback, atau yang lebih dikenal dengan, Dewa Utara Kalman III.
Atau..... sebut saja, Shishou-ku.
Bab 10
Sebelumnya, kelulusan
1. Kalau kalian lupa, Cheddarman adalah cerita karangan Rudeus yang diparodikan dari
Anpanman.
2. Nekodamashi (猫 騙 し, ね こ だ ま し) adalah teknik gulat sumo yang tidak biasa, yang
melibatkan pegulat yang bertepuk tangan di depan wajah lawannya di tachi-ai (awal
pertarungan). Tujuan dari teknik ini adalah untuk membuat lawan memejamkan mata
sebentar, sehingga penghasut mendapatkan keuntungan.
3. Bagi yang gak paham, choke point adalah wilayah terbatas yang sangat strategis secara
geografis.