Anda di halaman 1dari 98

PERANCANGAN SUPERBLOCK SEBAGAI MODEL

PENGEMBANGAN PEMBANGUNAN ZONA EKONOMI


TERPADU KOTA TERNATE

PRA TUGAS AKHIR

OLEH:
IRYANTO SLAHE
072 612 036

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2019
LEMBAR PENGESAHAN

I
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

II
KATA PENGANTAR

III
ABSTRAK

IV
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ I

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................ II

KATA PENGANTAR ...................................................................... III

ABSTRAK ...................................................................................... IV

DAFTAR ISI .................................................................................... V

DAFTAR TABEL ........................................................................... VII

DAFTAR GAMBAR ..................................................................... VIII

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... X

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ........................................... XI

BAB I1 PENDAHULUAN ................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 3

1.3. Tujuan dan Manfaat Perancangan ...................................... 3

1.4. Batasan Perancangan ........................................................ 4

1.5. Sistematika Penulisan ......................................................... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 5
BAB II

2.1. Tinjauan Umum Konsep Superblock ................................... 5

2.2. Tinjauan Umum Smart Grid Energy (SG)............................ 8

2.3. Tinjauan Umum Bangunan Pintar ..................................... 14

3 METODE PERANCANGAN ........................................... 26


BAB III

3.1. Lokasi Perancangan ......................................................... 26

3.2. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 27

3.3. Sumber Data ..................................................................... 27

3.4. Analisa .............................................................................. 27

3.5. Konsep Perancangan ....................................................... 28

3.6. Desain ............................................................................... 29

V
IV TINJAUAN OBJEK PERANCANGAN ........................... 31
BAB 4

4.1. Tinjauan Umum Lokasi Perancangan ............................... 31

4.2. Aspek Kependudukan Sosial dan Budaya ........................ 41

4.3. Tinjauan Tata Ruang Wilayah Kota .................................. 62

4.4. Tinjauan Khusus Lokasi Perancangan .............................. 73

V ANALISA DAN KONSEP PERANCANGAN .................... 82


BAB 5

5.1. Analisis Perancangan ....................................................... 82

BAB VI
6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 85

VI
DAFTAR TABEL

VII
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Diagram penyusun sistem penyedia layanan Smart Grid. .............. 10


Gambar 2.2. Smart Grid Pada Level Konsumen. ............................................... 11
Gambar 2.3. Smart Grid dapat menghubungkan masyarakat, keuangan, teknologi,
dengan regulasi dan kebijakan .......................................................................... 13
Gambar 2.4. The Edge Amsterdam Belanda ..................................................... 22
Gambar 2.5. Employee Device .......................................................................... 23
Gambar 2.6. 122 Leadenhall Street, London, Inggris ......................................... 23
Gambar 2.7. Port of Portland, Oregon ............................................................... 24
Gambar 2.8. Wisma 46 Jakarta Indonesia ......................................................... 24
Gambar 3.1. Peta Administrasi .......................................................................... 26
Gambar 3.2, Zoom-Aut Lokasi Perancangan ..................................................... 26
Gambar 4.1, Peta Rencana Kawasan Sempadan (Pantai, Kali Mati, Mata Air Dan
Danau) Wilayah Kota Ternate ........................................................................... 34
Gambar 4.2. Peta Administrasi Kota Ternate ..................................................... 40
Gambar 4.3. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori A (%), 2011-2016 ......... 46
Gambar 4.4. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori B (%), 2011-2016 ......... 47
Gambar 4.5. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori C (%), 2011-2016 ......... 48
Gambar 4.6. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori D (%), 2011-2016 ......... 49
Gambar 4.7. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori E (%), 2011-2016 ......... 49
Gambar 4.8. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori F (%), 2011-2016 ......... 50
Gambar 4.9. Peranan Subkategori G (%), 2011-2016 ....................................... 51
Gambar 4.10. Peranan Subkategori G (%), 2011-2016...................................... 52
Gambar 4.11. Peranan Subkategori H (%), 2011-2016 ...................................... 53
Gambar 4.12. Laju Pertumbuhan Subkategori H (%), 2011-2016 ...................... 53
Gambar 4.13. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori I (%), 2011-2016 ........ 54
Gambar 4.14. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori J (%), 2011-2016........ 55
Gambar 4.15. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori K (%), 2011-2016 ....... 56
Gambar 4.16. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori L (%), 2011-2016 ....... 57
Gambar 4.17. . Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori M,N (%), 2011-2016 . 58
Gambar 4.18. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori O (%), 2011-2016....... 59
Gambar 4.19. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori P (%), 2011-2016 ....... 60
Gambar 4.20. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori Q (%), 2011-2016....... 61
Gambar 4.21. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori R,S,T,U (%) Tahun..... 61
VIII
Gambar 4.22. Rencana Struktur Ruang Kota Ternate ....................................... 67
Gambar 4.23. Rencana Pola Ruang Kota Ternate ............................................. 72
Gambar 4.24. Peta Wilayah Kota Ternate.......................................................... 75
Gambar 4.25. Zoom-Aut, Lokasi Perancangan .................................................. 75

IX
DAFTAR LAMPIRAN

X
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

XI
BAB I1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kota Ternate secara geografis terletak pada posisi 0º-2º lintang utara
dan 126º-128º bujur timur, dengan ketinggian rata-rata dari permukaan laut
yang beragam (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014). Kota Ternate
merupakan kota yang awalnya dikenal dalam sejarah dunia sebagai pusat
perdagangan rempah-rempah skala internasional pada abad ke-15 (Heru
dkk, 2015). Jika melihat perekonomian global yang sudah berjalan, cepat
atau lambat Kota Ternate akan menjadi salah satu kota metropolis di
Indonesia.
Kinerja perekonomian Kota Ternate terus menununjukan
peningkatan dari tahun ke tahun dibanding tahun-tahun sebelumnya, hal ini
diperlihatkan dengan adanya peningkatan nilai pendapatan domestik
regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2016 yang
mencapai 7,87 triliun rupiah dibanding tahun 2015 yang hanya mencapai
7,08 triliun rupiah, dengan didominasi oleh tiga sektor utama, yakni sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor,
administrasi pemerintahan pertahanan dan jaminan sosial wajib serta
trasnsportasi dan pergudangan. (BPS Kota Ternate, 2016).
Perkembangan yang diikuti dengan pembangunan pusat-pusat
perbelanjaan seperti pasar, Mall ruko dan pergudangan, dibangun untuk
menunjang aktifitas dan produktifitas perekonomian warga kota yang
semakin meningkat. namun pada kenyataannya perkembangan dan
pembangunan tersebut tidak berbanding lurus dengan kesadaran
masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan disekitarnya, hal
ini dapat dilihat dari kualitas lingkungan yang semakin rusak, mulai dari
penataan ligkungan yang kurang baik, berjualan tidak pada tempatnya,
parkir kendaraan di tepi jalan, sampai pada berbagai pelangaran-
pelangaran lingkungan seperti membuang sampah kelaut, aliran sungai,
selokan dan lain sebagainya. Peningkatan aktifitas manusia yang tidak
terkontrol dalam suatau kawasan ini dapat menyebabkan penigkatan
penggunaan energi yang menyebabkan meningkatnya kadar karbon

1
dioksida (CO²) dalam udara, meningkatnya hasil produksi sampah limbah
cair dan gas buangan yang dapat berujung pada kerusakan lingkungan
kawasan itu sendiri. Semakin meningkatnya sumber kerusakan lingkungan
tersebut tentu tidak hanya berdampak pada lingkungan tersebut saja, tetapi
akan berdampak terhadap lingkungan sekitar kawasan dan manusia yang
beraktifitas didalam maupun disekelilingnya tanpa disadari.
Menurut “World Meteorological Organization” (WMO), 2016 telah
teridentifikasi kenaikan CO² sebesar 50% lebih tinggi dari rata-rata kadar
CO² dalam sepuluh tahu terakhir disebakan oleh aktivitas manusia dalam
penggunaan energi terutama energi listrik yang sudah menjadi kebutuhan
primer sehari-hari dan munculnya fenomena cuaca “El Niño”. Dua hal ini
yang mendorong peningkatan emisi CO² yang belum pernah terjadi dalam
80 tahun terakhir.
Hal ini diperkuat dengan semakin tingginya ketegantungan pusat
perekonomian terhadap ketersediaan energi listrik yang sangat vital.
Kehidupan masyarakat urban modern memiliki mobilitas tinggi, efisiensi
waktu, dan kemudahan aksesibilitas, mengakibatkan banyak pusat
perekonomian tidak merencanakan penghematan energi listrik, sistem
pengolahan limbah dan pembuangan sampah yang ramah lingkungan.
Sehingga menimbulkan peningkatan konsumsi energi yang ikut berdampak
terhadap konsentrasi CO² di atmosfir, selanjutnya meningkatkan evek
pemanasan global. Penghematan energi kini menjadi sangat penting dan
sudah menjadi slogan yang akhir-akhir ini muncul dalam setiap segi
kehidupan, hal ini diakibatkan karena semakin menipisnya stok bahan
bakar minyak bumi, Issue ini juga didorong dengan timbulnya fenomena
cuaca El Niño serta harga minyak yang cenderung fluktuatif.
Terobosan baru dalam penghematan energi dan pelestarian
lingkungan sangat diperlukan, maka perlu adanya penataan kembali
“kawasan ekonomi terpadu kota ternate” menjadi sebuah kawasan
Superblock menggunakan pendekatan “smart energy solution (SG)”
dengan konsep smart building.
Superblock merupakan deretan bangunan dalam kawasan dengan
fungsi yang berbeda-beda seperti pusat hunian, perkantoran, hotel, pusat
perbelanjaan, sekolah, pusat kesehatan, tempat olahraga, bahkan tempat

2
rekreasi yang terintegrasi antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, (Heri
Siswanto, 2009). Kawasan ini mungkin sudah banyak ditemui di kota besar
sebagai tuntutan dari kehidupan masyarakat urban yang sangat
menghargai efisiensi, efektifitas, dan fleksibel dalam setiap aspek
kehidupan. Selain itu, dalam menanggapi efek pemanasan global dan krisis
sumber daya energi, maka penekana desain “Smart Grid Energy Solution
(SG)” yang difokuskan pada Smart Building, agar bangunan dapat
menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana merancang kawasan Superblock dengan pendekatan
Smart Energy Solution (SG) yang difokuskan pada konsep Smart
Building.
2. Bagaimana merancang kawasan Superblock yang efisien, efektif,
fleksibel, hemat energi dan ramah lingkungan dalam setiap aspek
kehidupan penghuni maupun masyarakat disekitar kawasan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Perancangan

1.3.1. Tujuan Perancangan


1. Merancang Superblock dengan pendekatan Smart Energy Solution
(SG) yang difokuskan pada konsep Smart Building.
2. Merancang kawasan Superblock yang efisien, efektif, fleksibel, hemat
energi dan ramah lingkungan dalam setiap aspek kehidupan penghuni
maupun masyarakat disekitar kawasan.

1.3.2. Manfaat Perancangan


Meningkatkan produktifitas perekonomian, kualitas kesehatan
lingkungan dan masyarakat yang tinggal didalam maupun disekitaran
kawasan Superblock tanpa menambah penggunaan energy fosil dan
mengurangi produksi limbah. Menjadi bahan masukan dan alternatif
penataan kawasan ekonomi terpadu Kota Ternate dan bahan tambahan
pengetahuan bagi mahasiswa yang mengajukan Proposal Tugas Akhir,
Seminar atau mata kuliah lainnya.

3
1.4. Batasan Perancangan
Lingkup perancangan kawasan Ekonomi Terpadu Kota Ternate
dfifokuskan pada penataan bangunan dan kawasan Ekonomi Terpadu Kota
Ternate yang lebih efisien, efektif, fleksibel, dan hemat energi. Dengan
konsep perancangan yang ditekankan pada konsep Smart building dan
smart energi dalam bentuk Superblock.

1.5. Sistematika Penulisan


BAB I. Pendahuluan: berisikan tentang latar belakang perancangan,
rumusan masalah, tujuan serta manfaat perancangan, dan sistematika
penulisan.
BAB II. Tinjauan pustaka: menguraikan tinjauan umum yang berhubungan
dengan perancangan Superblock, pengertian dan konsep awal Superblock,
strategi perancangan Superblock, sejarah Superblock dll. Bab ini juga
menguraikan tentang teori Smart Grid Energy (SG), smart building, dan
contoh-contoh penerapan teori Smart Grid energy dan Smart building pada
bangunan dan kawasan.
BAB III. Metode perancangan: menguraikan tentang proses perancangan,
metode-metode perancangan yang digunakan, teknik pengumpulan data,
sumber data, analisis data, dan kerangka pikir.
BAB IV. Tinjauan objek perancangan: memuat tentang tinjauan terkait
dengan lokasi perancangan, tinjauan objek perancangan, aspek
kependudukan, sosial, budaya, dan tinjauan tata ruang wilayah kota (BWK)
serta peraturan teknis bangunan.
BAB V. Analisis dan konsep perancangan: menguraikan tentang tahapan-
tahapan dalam menganalisis data hingga menghasilkan konsep desain
yang sesuai dengan tujuan perancangan.
BAB VI. Kesimpulan dan saran: memuat kesimpulan dan saran dari hasil
perancangan yang telah dibuat.

4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Konsep Superblock


Konsep Superblock awalnya muncul dari ide para developer gerakan
arsitektur dan urban planning modern. Superblock memaksimalkan fungsi
pada lahan yang terbatas dan merupakan salah satu solusi dalam
mengembangkan tata kota dengan lebih efisien, dan konsep penataan
ruang kota dengan semua fungsi pemenuhan kebutuhan manusia yang
disediakan dalam satu kawasan kecil, (Arudam, 2015).
Superblock sudah muncul sejak tahun 1960-an dengan adanya
gerakan redevelopment planning dengan konsep Superblock di Amerika
Serikat, namun di Indonesia Superblock mulai dikenal pada tahun 1990
dengan dikembangannya kawasan Sudirman Central Business District.
Saat ini Superblock sudah ada hampir de semua kota besar di seluruh
dunia, contohnya:
 Manhattan Superblock di New York.
 Champs de Ellyse di paris.
 kawasan The Bund dan Pudong di shanghai.
 Ngee Ann City (Takashimaya), Orchard Road di singapura.
 Roppongi Hill di jepang.
 Mega Kuningan di Jakarta.
Konsep Superblock merupakan lingkungan binaan dengan upaya
menciptakan kualitas kota yang lebih baik yang dapat diwujudkan melalui
suatu proses perencanaan yang terintegrasi dimana semua fungsi dan
pengelolaan dimulai dari kawasan yang direncanakan dijadikan sebagai
sebuah kesatuan yang besar dan tunggal. Superblock mempunyai peran
yang penting dalam meningkatkan mutu lingkungan perkotaan di dalam
kawasannya, maupun lingkungan lain di sekitar kawasan Superblock itu
sendiri. Superblock juga dapat bertindak sebagai katalisator untuk memicu
perkembangan kawasan-kawasan tersebut. (Arudam, 2015).

5
2.1.1. Pengertian Superblock
Menurut Daisworo, Suerblock merupakan deretan bangunan dalam
kawasan dengan fungsi yang berbeda-beda seperti pusat hunian,
perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, sekolah, pusat kesehatan, tempat
olahraga, bahkan tempat rekreasi yang terintegrasi antara satu fungsi
dengan rungsi lainnya.
Menurut Hidayat dan Siagian, Superblock adalah kawasan dengan
luas rata-rata diatas 100.000 meter persegi yang menjadi gabungan dari
perkantoran, pusat hunian, (apartemen dan kondominium), pusat
perbelanjaan, hotel, tempat rekreasi, tempat olahraga, sekolah, pusat
kesehatan dan bahkan tempat ibadah.
Menurut Purbo, Superblock adalah istilah untuk sebuah blok
biasanya berupa gedung perkantoran yang tinggi dalam wilayah blok yang
agak besar, biasanya di pusat bisnis / kota, (Heri Siswanto, 2009).

2.1.2. Konsep Awal Superblock


Menurut kostof, 1991. dan Breheny, 1996, Superblock mulai
dikembangkan sejak awal abad ke-19 yaitu dengan konsep dasar adalah
mengatasi kemacetan dan kepadatan lalulintas. LeCorbuiser adalah
seorang arsitek dan urbanis beraliran sentris yang mengemukakan konsep
awal Superblock. Pada tahun (1935), LeCorbuiser mengembangkan
konsep Superblock pada La Ville Radiuse atau Radian City, yang
merupakan sebuah rancangan kota dengan model partical dengan
menggunakan analogi City as Machine yang terdiri dari komponen-
komponen dengan fungsi yang jelas dan saling terkait untuk menghasilkan
suatu kinerja tertentu. Rancangan ini diusulkan untuk dibangun dipusat
Kota Paris, untuk meningkatkan kapasitas perkotaan dalam rangka
memperbaiki kualitas lingkungan dan efisiensi kota. Namun gagasan ini
memang tidak pernah direalisasikan, akan tetapi konsep ini telah
mengilhami dan menginspirasi pengembangan dan perkembangan
Superblock lain diberbagai kota dan negara, (Arudam, 2015).

2.1.3. Urgensi Adanya Superblock


Superblock muncul sebagai penyelesaian dari berbagai
permasalahan di perkotaan moderen saat ini seperti:
1. Jumlah publik space dan green space sangat terbatas di perkotaan.

6
2. Manusia moderen selalu menuntut sesuatu yang serba praktis, cepat,
mudah, dan efisien.
3. Pengembangan jalan atau jalur transportasi tidak seimbang dengan laju
pertumbuhan jumlah kendaraan sehingga menimbulkan kemacetan dan
crowded dijalan.
4. Pencemaran udara akibat pergerakan kendaraan menempati posisi
pertama penyebab polusi udara di dunia.
5. Semakin berkurangnya lahan yang memicu munculnya lokasi
pemukiman yang padat dan kumuh, (Heri Siswanto, 2009, Green Solo
Superblock).

2.1.4. Fungsi Superblock


Superblok mempunyai cakupan fungsi yang sangat luas, dalam
sebuah superblok yang super lengkap bisa terintegrasi hampir semua
fungsi yang dibutuhkan user dalam superblok tersebut, sehingga seseorang
tidak perlu pergi keluar area superblok untuk memenuhi kebutuhannya.
Tetapi pada skala yang lebih kecil superblok hanya mewadahi fungsi-fungsi
yang merupakan kebutuhan utama dari user yang ada didalamnya,
biasanya berupa: hunian (residensial), pusat perbelanjaan, perkantoran,
publik space dan fungsi-fungsi lain yang menunjang fungsi utama tersebut,
seperti: tempat peribadatan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, parkir,
dsb, (Heri Siswanto, 2009).

2.1.5. Pengguna dan Kegiatan Dalam Kawasa Superblock


Superblock merupakan sebuah kompleks bangunan dengan multi
user dan multi aktifitas.
Pengguna dan kegiatannya meliputi:
1. Penghuni residensial, tinggal di hunian dalam superblok.
2. Pebisnis dan pegawai kantor, bekerja di perkantoran.
3. Pengunjung, berekreasi dan berbelanja.
4. Pengelola Superblock, mengelola kawasan superblok.
5. Pengguna fasilitas-fasilitas lain dalam superblok.

2.1.6. Fasilitas-Fasilitas Dalam Kawasan Superblock


Fasilitas-fasilitas yang ada dalam kawasan Superblock meliputi:
1. Fasilitas utama yang terdiri dari: fasilitas hunian, fasilitas perkantoran,
fasilitas perbelanjaan
7
2. Fasilitas penunjang yang terdiri dari: fasilitas pendidikan, fasilitas
peribadatan, fasilitas prasarana dan sarana kesehatan, fasilitas
prasarana dan sarana transportasi publik, fasilitas publik / publik space
fasilias keamanan

2.1.7. Strategi Perancangan Kawasa Superblock


1. Mix of Uses
Kawasan Superblock yang mandiri harus memiliki tataguna lahan yang
bersifat campuran, (Mixed-Use). Peruntukan lantai dasar harus digunakan
untuk kegiatan retail atau fungsi publik aktif yang secara fisik transparan
untuk Menjamin hadirnya aktifitas Publik dari pagi hingga Malam hari.
2. Missing Framework
Tata bangun dalam superblok harus memiliki kepekaan terhadap
konteks urban. Konsep ”Street Wall” dimana deretan bangunan harus
sejajar mendefenisikan ruang jalan disarankan agar dikombinasikan
dengan penggunaan ruang dizona garis sempadan bangunan (GSB)
sebagai jalur publik aktif.
3. Efficient Vehicular Circulation
Konsep sirkulasi kendaraan dirancang se-efisien mungkin. Strategi
yang terbaik adalah dengan menyediakan transportasi publik internal yang
terhubung dengan jaringan transportasi publik kota.
4. Multy-Layers Pedistrian Lingkage
Pada dasarnya superblok harus menjadi kawasan yang aman dan
nyaman bagi pejalan kaki. Untuk itu, jalur pejalan kaki tidak hanya
disediakan dilantai dasar, melainkan juga dilantai-lantai atas yang
menghubungkan dan menembus gedung-gedung yang berada disekitar
kawasan tersebut.

2.2. Tinjauan Umum Smart Grid Energy (SG)

2.2.1. Pengertian Smart Grid Energy (SG)


Smart Grid, adalah jaringan listrik pintar yang mampu
mengintegrasikan aksi-aksi atau kegiatan dari semua pengguna mulai dari
pembangkit sampai ke konsumen dengan tujuan agar efisien,
berkelanjutan, ekonomis, dengan suply listrik yang aman, (Fachri, 2016).

8
Smart Grid merupakan konsep grid modern yang menggunakan
teknologi digital sebagai dasarnya. Teknologi digital memungkinkan
produsen untuk mentransmisikan listrik dan berkomunikasi dengan
konsumen secara dua arah. Hal ini mengubah dasar-dasar pemikiran
distribusi listrik secara radikal dalam hal paradigma pola berpikir para
insinyur ketenagalistrikan. Dalam alam paradigma tradisional sistem
ketenaga listrikan, listrik hanya dapat dihantarkan secara satu arah dari
perusahaan penyedia listrik kepada konsumennya. pembangkit-
pembangkit besar dibangun di suatu daerah yang biasanya jauh dari daerah
konsumennya, dan setelah itu listrik ditransmisikan melalu jaringan
transmisi yang akhirnya didistribusikan kepada konsumen melalui gardu-
gardu distribusi yang biasanya dibangun dekat atau didalam kota-kota yang
dipenuhi konsumen, (Fachri, 2016).
Dalam paradigma sistem ketenaga listrikan modern yang
menggunakan konsep Smart Grid, jaringan listrik dapat secara cerdas
mengintegrasikan aksi-aksi dari seluruh komponen yang tersambung
didalamnya mulai dari pembangkit, perangkat transmisi, distribusi, serta
konsumennya sehingga dapat menghantarkan listrik dengan lebih efisien,
berkelanjutan, ekonomis, dan aman.
Pada sistem tenaga modern, beberapa hal baru harus bisa dipenuhi
lebih dari sistem tenaga yang ada sebelumnya, diantaranya:
1. Sistem tenaga modern harus lebih mengakomodasi partisipasi dari para
konsumen, terutama dengan mulai berkembangnya sumber-sumber
energi alternatif terdistribusi, partisipasi aktif dari para konsumen juga
harus diperhatikan sekaligus sistem tenaga lebih mengakomodasi
bentuk-bentuk sumber energi yang tersedia dan tersebar di
jaringannya.
2. Teknologi digital yang berkembang pesat, memaksa semua aspek
kehidupan bergantung pada TIK (teknologi informasi dan komuikasi)
akibatnya sistem tenaga yang modern juga dituntut untuk bisa
memberikan suplai energi dengan kualitas daya yang baik untuk
mendukung kondisi digital ini.
3. Investasi yang dibuat di bidang sistem tenaga ini akan menuntut utilisasi
aset yang lebih baik dengan esiensi yang tinggi, sehingga investasi

9
yang besar tidak akan terbuang sia-sia akibat terlalu over-capacity
untuk mengantisipasi beban dan menjamin kelangsungan pelayanan.
4. Berhentinya suplai kepada konsumen merupakan sesuatu yang sebisa
mungkin harus dihindari, sehingga sistem tenaga yang modern
semaksimal mungkin harus bisa melakukan tindakan preventif dan
kuratif terhadap gangguan yang terjadi pada dirinya.
5. Sistem tenaga modern merupakan sesuatu yang “kokoh” dalam artian
bisa bertahan terhadap force majeur, bisa bencana, serangan fisik
maupun serangan cyber.

2.2.2. Sistm Penyusun Smart Grid Energy (SG)


Untuk dapat mewujudkan smartgrid sebagai sistem tenaga modern
sehingga dapat memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya,
diperlukan peran dari dua aspek utama yaitu infrastruktur kelistrikan dan
infrastruktur telekomunikasi. Perbedaan mendasar dengan sistem tenaga
konvensional yang hanya terdapat satu arah aliran dari penyedia sumber
ke konsumen, pada sistem ini terdapat dua arah aliran dari penyedia ke
konsumen dan sebaliknya dengan dukungan infrastruktur telekomunikasi.
Akibat langsung dari adanya aliran dua arah ini adalah akan muncul
hubungan antara penyedia dengan konsumen yang jumlahnya banyak
sekali, yang tidak akan mungkin bisa ditangani sendiri oleh perusahaan
penyedia energi, karena itulah menurut National Institute of Standard and
Technology (NIST) US, pada sistem tenaga modern dimunculkan satu lagi
blok penyusun baru yang disebut sebagai “penyedia layanan” (Gambar
2.1).

Gambar 2.1.Diagram penyusun sistem penyedia layanan Smart Grid.


Sumber, (Fachri, 2016)
10
Penyedia layanan ini yang akan berhubungan secara langsung
dengan konsumen di tingkat paling bawah dan berhubungan ke atas
dengan perusahaan penyedia energi, perusahaan penyedia energi sendiri
hanya akan berkoordinasi dengan beberapa perusahaan penyedia layanan
yang bertugas, (Fachri, 2016).

2.2.3. Sistem Operasi Smart Grid Energy (SG)


Sistem tenaga yang sudah mengaplikasikan secara penuh konsep
Smart Grid, seperti ditunjukkan pada (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Smart Grid Pada Level Konsumen.


Sumber, (Fachri, 2016)

Adanya dukungan infrastruktur komunikasi, dan juga dukungan dari


peralatan rumah tangga yang juga “cerdas” maka setiap saat perusahaan
penyedia akan dapat memonitor beban-beban listrik apa yang tersambung
kepadanya. Hal ini sangat dimungkinkan karena konsep ini memungkinkan
setiap sambungan beban dapat dimonitor bahkan sampai ke setiap titik
sambungan beban dengan IP-address untuk setiap colokan listrik,
ditambah dengan peralatan rumah tangga itu sendiri yang dapat mengirim
informasi diri kepada perusahaan penyedia, apakah dia adalah mesin cuci,
penyejuk udara, televisi, bahkan sampai ke mobil listrik.
Adanya sistem komunikasi dua arah ini maka apabila pada suatu
saat penyedia listrik mengalami desit suplai listrik, penyedia bisa
menentukan beban-beban mana saja yang bisa ditunda pemakaiannya
untuk waktu yang singkat, misal selama lima menit ternyata mobil listrik kita
dihentikan pengisian baterainya akibat saat itu desit sedang terjadi.
Pengisian dilanjutkan kembali setelah 5 menit selesai, bisa karena desit
telah terlewati atau bergiliran ke beban yang lain yang ditunda operasinya
yang juga tersambung ke sistem tenaga tersebut.
11
Pola ini membuat penyedia energi bisa memaksimalkan semua aset
kelistrikannya pada rating yang sesuai tanpa harus melakukan over-rating
supaya aman. Dengan pengaturan beban yang sangat fleksibel, penyedia
dapat menjaga peralatannya untuk bekerja pada tingkat utilisasi yang
terbaik, arah yang sebaliknya juga bisa terjadi, konsumen dapat
berpartisipasi aktif dalam menyuplai energi ke sistem tenaga yang dimiliki
oleh penyedia. Contoh kasus apabila konsumen memiliki mobil listrik yang
baterainya masih memiliki simpanan energi, maka konsumen dapat
memberikan energi yang tersimpan di baterainya pada waktu-waktu
tertentu dan berganti mengisi baterai mobilnya pada waktu yang lain. Hal
yang sama bisa juga untuk kasus konsumen yang memiliki sumber energi
sendiri, seperti panel surya, turbin angin, dan pembangkit listrik terbarukan
lainnya, (Fachri, 2016).

2.2.4. Implementasi Sistem Smart Grid Energy (SG)


Smart Grid bukanlah barang baru didunia ketenagalistrikan.
Komunikasi dua arah antara produsen listrik serta konsumennya telah
diimplementasikan menggunakan teknologi analog bertahun-tahun
lamanya. Namun dengan meningkat dan semakin canggihnya komunikasi
digital yang menggunakan internet, telah membuka jalan untuk
mengembangkan konsep Smart Grid yang lebih canggih dan modern.
Meningkatnya kapasitas transmisi data digital, memungkinkan kita
untuk melakukan sensing, pengukuran dan kontrol dua arah terhadap
devais-devais yang berhubungan dengan pembangkitan, transmisi dan
distribusi dalam tingkat partisi data yang lebih nyata. Hal ini memungkinkan
devais-devais tersebut untuk memberikan informasi tentang keadaan
sistem tenaga listrik kepada seluruh konsumen yang ada secara realtime.
Dari sini diharapkan seluruh pelanggan dapat diajak secara dinamis untuk
mengatur penggunaan listriknya sendiri agar lebih efisien.
Tidak hanya terbatas kepada pelanggan-pelanggan berdaya besar,
namun juga pelanggan-pelanggan rumah tangga yang menggunakan daya
kecil. Tidak hanya itu Smart Grid juga memberikan kesempatan untuk
menghubungkan masyarakat, keuangan, teknologi dengan regulasi dan
tujuan kebijakan seperti yang ditunjukan pada (gambar 2.3).

12
Gambar 2.3. Smart Grid dapat menghubungkan masyarakat,
keuangan, teknologi, dengan regulasi dan kebijakan
Sumber, (Fachri, 2016)

Pengaturan penggunaan energi listrik yang dapat dilakukan


konsumen rumah tangga adalah pada saat musim panas berlangsung dan
beban sistem berada pada puncaknya pada siang hari akibat pendingin
ruangan yang dinyalakan di hampir seluruh konsumen rumah tangga.
Secara realtime konsumen dapat melihat berapa harga listrik dan
pemakaian listrik mereka, sehingga memungkinkan mereka untuk memilih
prioritas penggunaan peralatan elektronik mereka agar lebih efisien dan
tagihan biaya penggunaan listrik mereka tidak membludak di akhir bulan,
(Fachri, 2016).

2.2.5. Keuntungan Sistem Smart Grid Energy (SG)


(Fachri, 2016), Secara unum keuntungan dari penggunaan Smart
Grid adalah sebagai berikut:
1. Self healing
Istilah self healing, sebenarnya hanya mengacu pada kemampuan
Smart Grid untuk mengantisipasi, mendeteksi dan merespon terhadap
masalah atau gangguan yang terjadi pada sistem. Menggunakan informasi
yang dikirim secara realtime oleh sensor-sensor yang dipasang di seluruh
sistem, Smart Grid dapat secara cepat bereaksi untuk mengatasi gangguan
yang terjadi. Contohnya bila terjadi gangguan pada suatu sistem distribusi
di suatu daerah yang mengakibatkan padamnya listrik di daerah tersebut,
maka alat-alat proteksi yang dipasang di daerah tersebut akan mengisolasi
sumber gangguan sehingga tidak mengakibatkan pemadaman yang lebih
luas ke daerah yang jauh dari sumber gangguan.
13
2. Costumer Participation
Smart Grid memungkinkan pelanggan untuk mengatur pemakaian
listriknya sendiri dengan pertimbangan informasi real time tentang keadaan
sistem. Lebih jauh lagi, bila pelanggan memiliki panel surya atau turbin
angin, mereka dapat menggunakan sendiri, menyimpan, atau menjual listrik
yang dihasilkan kepada produsen. Hal ini dimungkinkan karena tiap-tiap
rumah sudah terkoneksi ke dalam sistem secara dua arah, sehingga listrik
tidak hanya mengalir dari sistem ke rumah, tapi juga dari rumah ke sistem.
3. High quality power
Menggnakan konsep Smart Grid diharapkan dapat diperoleh sistem
yang lebih stabil dimana losses atau rugi-rugi yang terjadi di dalam sistem
bisa diminimalisir.
4. Accommodate generation option
Sumber-sumber listrik yang menggunakan energi terbarukan seperti
angin, sinar matahari, dan microhydro dapat masuk kedalam sistem
pembangkit sehingga pilihan pembangkitan dan sumber-sumbernya lebih
beragam. Hal ini menyebabkan sistem menjadi lebih andal karena
diversifikasi oleh sumber energi listrik yang lebih banyak dan dengan
konsep ini memungkinkan konsumen-konsumen menggantikan listriknya
sendiri dan membayar serta dibayar sesuai dengan marjin yang terjadi
antara pembangkitan dan pemakaian listriknya sendiri.

2.3. Tinjauan Umum Bangunan Pintar

2.3.1. Pengertian Bangunan Pintar (Smart Building)


Smart building adalah bangunan yang menggunakan Building
Automation System (BAS) atau disebut juga dengan Intelligent Building
System (IBS). IBS adalah teknologi dengan instalasi yang memungkinkan
seluruh perangkat fasilitas gedung untuk dapat dirancang dan diprogram
sesuai kebutuhan, keinginan dan kontrol otomatis terpusat. Penggunaan
sistem ini dapat menghemat banyak energi karena seluruh peralatan
dirancang agar dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien juga
meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi penghuninya
Intelligent building terkait dengan kemampuan building dalam hal
pengelolaan dan pengontrolan operasional infrastruktur elektronik building
secara terotomatisasi dan terintegrasi termasuk ketersediaan layanan ICT
14
seperti telekomunikasi, internet, Pay-TV, dan layanan lainnya kepada para
tenant. Kemudian melalui penambahan BEMS (Building Energy
Management System) yang merupakan aplikasi value added building dalam
hal pengontrolan konsumsi energy building, akan memudahkan sebuah
intelligent building menjadi green building.
Infrastruktur Smart building dirancang untuk men-deliver layanan
multiservices (voice, video, data, picture, building automation and
management system) dalam suatu jaringan yang terintegrasi. Jaringan
terintegrasi berbasis IP memungkinkan aplikasi pengelolaan building yang
terintegrasi pula (Integrated Building Management System) dengan mudah
dapat dijalankan, (Kumala, Sutrisno, & Ferdiansyah, 2016)

2.3.2. Sistem Bangunan Pintar (Smart Building)


1. Performance Based Definitions
Mengoptimalkan performa bangunan yang dibuat untuk efisiensi
lingkungan dan mampu menggunakan sekaligus mengatur sumber energi
bangunan meminimalkan life cost perangkat dan utilitas bangunan. Smart
building menyediakan efisiensi tinggi, kenyamanan dan kesesuaian dengan
lingkungan dengan mengoptimalkan penerapan struktur, sistem, servis dan
manajemen. Smart building juga mampu beradaptasi dan memberikan
respon cepat dalam berbagai perubahan kondisi internal maupun external
dari alam dan menghadapi tuntutan users.
2. Services Based Definitions
Tujuan utamanya bangunan harus mampu menyediakan kualitas servis
bagi user. Japanese Intelligent Building Institute (JIBI) mendefinisikan
Smart building atau intelligent building adalah sebuah bangunan dengan
fungsi servis komunikasi, otomatisasi bangunan dan mampu menyesuaikan
dengan aktivitas user. Di Jepang aspek layanan servis dibagi menjadi 4
sesuai dengan key issue Smart building yaitu:
Layanan dalam menerima dan menghubungkan informasi serta
mendukung efisiensi control manajemen.
Menjamin kepuasan dan kenyamanan user yang bekerja atau berada
di dalamnya.
Merasionalkan manajemen bangunan dalam menyediakan layanan
administrasi yang murah.

15
Perubahan yang cepat, fleksibel dan ekonomis dalam responnya
terhadap sosiologi lingkungan, komplektivitas dan bermacam-
macamnya tuntutan pekerjaan serta strategi bisnis.
3. System Based Definitions
Smart building harus memiliki sebuah teknologi dan system teknologi
yang digabungkan. Chinese Intelligent Building Design Standard
mengeluarkan standar yang harus dimiliki Smart building yaitu
menyediakan otomatisasi bangunan, system jaringan komunikasi,
optimalisasi integrasi komposisi dalam struktur sitem servis manajemen,
dalam menyediakan efisiensi tinggi, kenyamanan dan ketenangan bagi
users.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan Smart building
atau intelligent building haruslah memenuhi aspek-aspek perancangan
seperti:
Menyediakan informasi dan mengoptimalkan performa building system
dan fasilitas.
Aktif dalam memonitor dan mendeteksi kesalahan dan kekurangan
dalam building systems.
Mengintegrasikan system untuk dalam kegiatan bisnis, real time report
dan manajemen operasi utilitas, energy dan kenyamanan users.
Menggabungkan tools, teknologi, sumber energy dan layanan dalam
mengkontribusikan konservasi energy dan sustainability atau
keberlanjutan lingkungan.

2.3.3. Detail Konsep Bangunan Pintar (Smart Building)


1. FTTH (Fiber To The home) GPON
FTTH GPON merupakan jaringan fiber optik yang menjadikan single
patform network akan mendeliver semua layanan didalam kawasan seperti
layanan telepon, internet, TV/Video, dan termasuk aplikasi pengontrolan
dan pengelolaan gedung dikawasan yang telah terintegrasi yaitu BAS,
CCTV, Acces Control, BEMS, IBMS dll. Melalui teknologi FTTH, maka
dapat menghemat dan mengurangi biaya operasional serta memberikan
pelayanan yang maksimal.

16
2. BAS (Building Automation System)
Building Automation System (BAS) adalah sebuah pemograman
komputerisasi intelegent network dari peralatan elektronik yang memonitor
dan mengontrol sistem dalam sebuah gedung. BAS, berbasis kontroler
berupa komputer untuk melakukan koordinasi dan mengorganisasi serta
mengoptimalisasi kontrol subsistem dalam gedung atau kawasan berupa
keamanan, alaram kebakaran, keselamatan elevator dan lain-lain.
Proses pengontrolan dan monitoring terhadap peralatan dapat
dilakukan secara otomatis dan sistematis bersifat real time. Dengan BAS
membuat pengelolaan bangunan menjadi efektif, cepat tanggap, mudah
dikontrol dan hemat energi
3. IP-PBX (Internet Protocol Private Branch Exchange)
Internet Protocol Private Branch Exchange (IP-PBX) adalah PABX yang
menggunakan teknologi IP (Internet Protocol) yang merupakan perangkat
switching komunikasi telepon dan data berbasis teknologi IP yang
mengendalikan extension telepon analog (TDM) maupun extension IP
Phone. Fungsi-fungsi yang dapat dilakukan antara lain penyambungan,
pengendalian, dan pemutusan sambungan telepon, translasi protokol
komunikasi, translasi media komunikasi atau transcoding, serta
pengendalian perangkat-perangkat IP telepon seperti VoIP Gatewai,
Access Gateway, dan Trunk Gateway.
IP-PBX juga mendukung multi layanan seperti Voicemail dan Voice
Converence, Interactive Voice Response (IVR), Automatic Call Distribution
(ACD), Computer Telephony Integration (CTI), Unified Messaging System
(UMS), Fax Server dan Fax on Demand, Call Recording System, Billing
System, serta Web-based Management System.
4. IBS (Cellular Repeater Solution)
Sebuah tempat sebagai kawasan bisnis membutuhkan infrastruktur
penguat signal cellular (indoor dan outdoor) yang dapat mengakomodasi
berbagai platform operator. Untuk memenuhi requirement tersebut akan
disediakan Infrastruktur penguat signal. Infrastruktur dibangun dengan
teknologi single infrastructure multi operator, artinya repeater antena selular
(GSM, 3G, HSDPA) dan antena CDMA akan dilayani dengan menggunakan
single infrastructure. Hal ini tentu akan sangat cost efficient pada investasi,
dan memudahkan operasi maintenance,
17
Layanan Penguat Signal mencakup elemen pelayanan sebagai berikut:
Coverage and Signal Quality, menyediakan layanan perluasan
coverage dengan signal quality yang sesuai dengan SLA yang telah
disepakati.
Preventive Maintenance, berupa perawatan sederhana dengan
melakukan kunjungan rutin untuk memeriksa kondisi power supply
(battery back up), cabling, grounding system, dan supporting facilities
yang lain.
Network Management System (NMS), yang berfungsi sebagai sistem
untuk memantau setiap gangguan yang terjadi pada setiap site secara
terus-menerus, 24 jam sehari 7 hari seminggu.
Trouble Shooting, memastikan bahwa setiap gangguan yang terjadi
dapat segera teratasi melalui mekanisme Complaint Handling dan
Problem Solving.
Upgrade dan Reinstall, meliputi updating software dan penggantian
hardware yang telah keluar release / versi terbarunya.
5. IP-CCTV (Internet Protocol Closed Circuit Television)
Merupakan teknologi CCTV baru untuk keamanan dan pengawasan
yang memiliki banyak keuntungan yang unik. Dengan teknologi IP maka
kamera CCTV mengirim rekaman video langsung dari link Ethernet.
Dengan IP-CCTV maka pengguna tidak perlu memberikan space dan
mengeluarkan budget tertentu untuk instalasi kabel. Pengguna dapat
meletakkan kamera di lokasi strategis dan tersembunyi.
IP-CCTV yang memiliki fitur lain seperti VoIP yang memungkinkan
perangkat untuk mengirim dan menerima panggilan telepon, misalnya
menelepon otoritas atau badan keamanan. Hal-hal tersebut di atas yang
menjadikan IP-CCTV sebagai perangkat favorit sejumlah perusahaan atau
individu, dalam rangka meningkatkan keamanan.
6. Fire Alarm System
Merupakan suatu sistem terintegrasi yang didesain dan dibangun untuk
mendeteksi adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberi peringatan
(warning) dalam sistem evakuasi dan ditindak lanjuti secara otomatis
maupun manual dengan sistem instalasi pemadam kebakaran (fire fighting
System). Sistem ini adalah suatu sistem wajib untuk perkantoran, gedung

18
bertingkat maupun area publik lainnya yang mana sistem ini adalah
indikator penyelamat awal dari terjadinya kebakaran. Dengan
menggunakan sistem ini dapat mencegah kebakaran yang dapat
menghilangkan asset materi maupun nyawa seseorang dengan
mengetahui potensi kebakaran sejak dini.
7. Public Announcement (PA)
Merupakan infrastruktur sound system di gedung/kawasan yang
terdeliver dalam bentuk speaker yang tersebar pada setiap sudut gedung
di kawasan.
8. Access Control
Merupakan infrastruktur untuk mengontrol jalur keluar masuk gedung
pada pintu masuk gedung, pintu pada ruangan-ruangan di dalam gedung,
dan pengaturan kontrol akses di elevator dan lokasi-lokasi kritikal lainnya.
9. E-Office
Merupakan layanan Office Automation yang disediakan bagi pelanggan
korporasi melalui konsep Software as a Service (SaaS) sebagai layanan
nilai tambah dari akses jaringan. Software as a Service (SaaS) adalah
metode pengiriman aplikasi yang menggunakan skema pembayaran
bulanan/berlangganan seperti berlangganan jasa telekomunikasi atau jasa
lainnya.
10. Hosted Contact Center
Produk layanan Hosted Contact Center (HCC) adalah produk yang
memberikan solusi dinamis outsourcing teknologi Contact Center dengan
ber-basis IP yang memungkinkan suatu perusahaan/klien dapat
membangun dan mengoperasikan unit call centernya dengan investasi
yang relatif minim dan melakukan layanan dimanapun dia berada.
11. Digital Signage
Ditampilkan di public area di kawasan dalam bentuk Digital signs
seperti LCD, LED, plasma display atau projector. Manfaat dari digital
signage dibanding media promosi tradisional yang bersifat static (traditional
static signs) adalah kontennya dapat diupdate secara mudah, real time dan
animasi aplikasi multimedia dapat ditampilkan.
Digital Signage akan menyajikan berbagai konten yang terdiri dari :

19
 Information: Menyediakan infrormasi yang diperlukan tenant dan
penumpang seperti promosi, location guide, breaking news, Flight
Schedule, take off / departure, announcement dsb.
 Entertainment: Sarana hiburan untuk penumpang seperti video on
demand, movie trailers, Music Juke Box dsb.
 Branding: Media ini dapat digunakan untuk meningkatkan loyalitas
pelanggan dengan mengirimkan pesan-pesan branding (branding
messages).
 Advertisement: Menampilkan content komersial seperti advertorial
content.
 Live feed: menyajikan berita terkini dan berita yang terkait dengan
informasi.
Manfaat Layanan Digital Signage:
 Menyajikan content yang informatif, inovatif dan dapat menjadi media
hiburan (edutainment) bagi penumpang.
 Mendapatkan revenue tambahan dari periklanan dan content komersial
karena lokasi dan penumpang merupakan target market premium .
Perangkat yang diperlukan:
 Streaming Multimedia Server.
 Content Server.
 Controlling dan Programing Server.
 Network 5. LCD TV.
12. BEMS (Building Energy Management System)
Building Energy Manajement System merupakan pemenuhan secara
bersamaan Intelligent Building dan Green Building. Dengan BEMS akan
meningkatkan efisiensi pemakaian dan cost pengeluaran energi building
menuju Green Building.
BEMS Solution terdiri dari dua bagian yaitu Facility dan Energy
Management Solution. Energy Management Solution meliputi Manajement
Portal, Control Meter, Data Manager, Analyzing, Service, Tenant
Management.
13. IBMS (Integrated Building Manajement System)
Menghubungkan perangkat-perangkat electronic dalam satu system
utuk dapat berkomunikasi satu sama lain secara fungsi. Misal ketika fire
20
alarm mendeteksi adanya kebakaran akan menginstruksikan IP-CCTV
untuk merekam kejadian, memerintahkan Acces Control mengatur jalur
evakuasi, dan menginstruksikan IP PBX untuk menghubungi pihak-pihak
terkait.

2.3.4. Keuntungan Penerapan (Smart Building)


1. Cost Savings dan Reduced Lifecycle Costs: Single IP Network dapat
menghemat cost baik dari sisi Capex (pembangunan infrastruktur)
maupun pemeliharaan.
2. Generate Revenue Stream: Single IP Network dapat menjadi generator
revenue dengan memberikan layanan ICT kepada tenant, seperti
telepon, layanan komunikasi data/internet dan layanan TV/video.
3. Improved Health, Safety and Security: Semua pihak yang berada pada
gedung di kawasan seperti karyawan, penghuni atau tenant akan
merasakan perasaan yang aman karena seluruh lingkungan mereka
termonitor dan terkontrol selama 24 jam.
4. Enabling Workplace Productivity: Personil manajeman gedung dapat
dihemat dan berfokus pada pekerjaan-pekerjaan lain karena
kemampuan monitoring dan control dilakukan oleh sistem dan dapat
dipantau dari lokasi manapun.
5. Environmentally Responsible: Ketersedian teknologi integrated building
management system yang berbasis IP, dapat melakukan optimalisasi
pengelolaan lighting dan HVAC system sehingga lingkungan bisnis di
kawasan menjadi hemat energi dan mengurangi emisi karbon.

2.3.5. Penerapan Sistem Bangunan Pintar (Smart Building)


1. The Edge, Amsterdam, Belanda
Bangunan perkantoran di Amsterdam, perusahaan Deloitte Konsultan
(The Edge), telah diakui sebagai Smart building paling ramah lingkungan
dan berkelanjutan sejak dibuka pada tahun 2014. Deloitte mengoleksi
banyak data harian untuk melihat betapa canggihnya bangunan
berinteraksi dan beradaptasi dengan pekerja. Perusahaan konsultan ini
menggunakan data-filled dashboards untuk mengetahui segalanya mulai
dari penggunaan energi hingga persediaan makanan yang perlu disetok
ulang. Bangunan ini memiliki teknologi yang tak tertandingi dan kecerdasan

21
yang tak terhingga seperti kemampuan untuk menyediakan apapun yang
dibutuhkan pekerja ketika dibutuhkan.

Gambar 2.4. The Edge Amsterdam Belanda,


Sumber, (Kumala, Sutrisno, & Ferdiansyah, 2016)

Bangunan ini menggunakan applikasi mobile yang mengetahui ketika


pekerja meninggalkan rumah untuk pergi bekerja, sehingga ketika sampai
di kantor mereka dapat langsung menuju lahan parkir yang kosong. Dan
dapat terlihat juga kecanggihannya ketika terdapat sedikit pekerja pada
suatu ruang maka secara otomatis pencahayaan akan diredupkan atau
bahkan dimatikan jika kosong.
Setiap lokasi di bangunan akan menyesuaikan lampu dan suhu udara
dengan perseorangan. Contohnya, jika seseorang yang lebih sensitif
dengan terang pencahayaan, maka bangunan akan otomatis meredupkan
pencahayaan untuk mengantisipasi ketika ia memasuki lokasi baru.
Bangunan ini memancarkan 6000 lampu panel dioda, dari Philips yang
dibuat khusus, dijalankan menggunakan Ethernet-powered sistem.
Pada panel terdapat sensor -gerakan, cahaya, suhu, kelembaban,
infrared sebagai plafond/langit-langit digital. Philips LoE-LED. Sistem ini
telah digunakan di seluruh bagian bangunan untuk mengurangi energi yang
dibutuhkan sebesar 50% dibanding lampu konvesional TL. Selain itu
applikasi dari bangunan ini juga dapat memastikan jadwal setiap pekerja,
yang dapat memastikan bahwa pekerja itu berada pada tempat yang tepat
pada waktu yang tepat pertemuan, rapat, dan sebagainya Karna pada
kantor ini semua orang tidak memiliki ruang pribadi.

22
Gambar 2.5. Employee Device
Sumber, (Kumala, Sutrisno, & Ferdiansyah, 2016)

Applikasi ini menghubungkan antara pekerja dengan bangunan/kantor,


pekerja dapat menggunakannya untuk mencari kolega, menyesuaikan
rutinitas olahraga mereka dengan perubahan iklim. Penerapan ramah
lingkungan pada bangunan diantaranya bangunan menggunakan atap
solar panel dan ventilasi udara alami, dan pengolahan air hujan sebagai
sumber air pengganti air tanah.
“The Edge” dipertimbangkan sebagai Smart building ter-ramah
lingkungan di dunia, berdasarkan U.K.-based Building Research
Establishment Environmental Assessment Method yang memberikan nilai
berkelanjutan tertinggi yakni 98,4%. Secara keseluruhan bangunan ini
memproduksi 102% dari energinya.
2. 122 Leadenhall Street, London, Inggris
Gedung yang juga dikenal dengan nama Cheesegrater ini memiliki
tinggi 225 meter. Memiliki spesifikasi Smart building dengan penggunaan
sistem canggih guna memantau penggunaan lampu. Begitu pul pada tiap
tujuh lantai yang telah terpasang sistem yang mengtur agar tiap sudut
memiliki sirkulasi udara tanpa hambatan. Hal ini mengurangi kebutuhan
sistem pendingi sehingga lebih hemat energi dan ramah lingkungan.

Gambar 2.6. 122 Leadenhall Street, London, Inggris


Sumber, (Kumala, Sutrisno, & Ferdiansyah, 2016)

23
3. Port of Portland, Oregon

Gambar 2.7. Port of Portland, Oregon


Sumber, (Kumala, Sutrisno, & Ferdiansyah, 2016)

Merupakan pelabuhan yang memiliki pengelolaan sistem air limbah


kelas dunia yang canggih, Port of Portland memiliki sistem teknologi The
Living Machine yang telah mendapatkan sertifikasi LEED Platinum berkat
kemampuannya dalam menghasilkan air berkualitas tinggi yang bisa
digunakan kembali untuk memenuhi kebutuhan air bagi pelabuhan
tersebut. Teknologi ini mampu menghemat penggunaan air bersih hingga
75% dengan memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh karyawan mereka.
4. Wisma 46, Jakarta, Indonesia

Gambar 2.8. Wisma 46 Jakarta Indonesia


Sumber, (Kumala, Sutrisno, & Ferdiansyah, 2016)

Dibuka pada tahun 1995 Wisma 46 adalah sebuah bangunan tertinggi


di Indonesia setinggi 262 m (hingga pucuk antena) yang terletak di komplek
Kota BNI di Jakarta Pusat, Indonesia. Selesai dibangun tahun 1996 yang
dirancang oleh Zeidler Roberts Partnership (Zeidler Partnership Architects)
dan DP Architects Private Ltd. Bangunan World Class Standard ini telah
24
tersertifikasi ISO 9001/2000 pada kepuasan pelanggan dan manajemen tim
mengenai pelayanan berstandard internasional.
Berlokasi sangat strategis, yakni 45 menit dari bandara, 10 menit dari
stasiun kereta api dan 5 menit dari terminal bus. Menggunakan CCTV yang
aktif 24 jam serta tim keamanan yang selalu siaga. Wisma 46 telah
dilengkapi dengan sistem Fire Alarm, floor-to-floor tahan api, alat pemadam
api, dan pendeteksi asap yang sesuai aturan NFPA dan undang-undang.
Alat ini diperbaiki dan diuji secara rutin. Para staff Wisma 46 terlatih untuk
cepat tanggap pada keadaan darurat. Bangunan ini juga dilengkapi flexible
air-conditioning, akses jaringan bawah tanah dan 100% back-up elektrik
generator.

25
3
BAB III
METODE PERANCANGAN

3.1. Lokasi Perancangan


Fokus perancangan berada pada kawasan Ekonomi Terpadu kota
Ternate yang dimulai dari Kawasan Hyper Mart, samapai pada kawasan
Taman Nukila.

LOKASI
PERANCAN
GAN

Gambar 3.1. Peta Administrasi


Sumber, (BPS kota Ternate, 2016)

Gambar 3.2, Zoom-Aut Lokasi Perancangan


Sumber, (Penulis, 2018)
26
3.2. Teknik Pengumpulan Data

3.2.1. Obserfasi Lapangan


Obserfasi lapangan merupakan salah satu metode penyaringan data
yang dilakukan melaui pengamatan langsung yang ditujukan pada objek
perancangan untuk memahami kondisi dan potensi yang dapat di
kembangkan.

3.2.2. Interview
Interview merupakan metode dialog secara indifidu dan kelompok
menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

3.2.3. Studi Pustaka


Studi pustaka merupakan pengumpulan data yang berdasarkan
catatan tertulis/referensial, baik berupa petunjuk, metode, artikel, buku teks,
dan penelusuran melalui media internet/website.

3.3. Sumber Data

3.3.1. Data Primer


1. Jaringan jalan
2. Utilitas umum
3. sistem pengolahan limbah
4. kondisi tapak

3.3.2. Data Sekunder


1. Latak geografis
2. Kondisi hidrologi
3. Kondisi topografis
4. Kondisi geologi
5. Konsidi sarana-prasarana kawasan
6. Jumah penduduk

3.4. Analisa
Dalam melakukan analisa terhadap data-data yang berhubngan
dengan perancangan kawasan, berdasarkan pada konsep dasar
rancangan, maka analisa-analisa yang diperlukan adalah sebagai berikut:

3.4.1. Analisa Aspek Manusia


1. Analisa aktifitas pelaku kegiatan
27
2. Analisa pengelompokan kegiatan
3. Analisa kebutuhan ruang
4. Analisa besaran ruang
5. Analisa skema organisasi ruang
6. Analisa kapabilitas site

3.4.2. Analisa Aspek Lingkungan


1. Analisa tapak, (Topografi, Klimatologi, View, dan Vegetasi).
2. Analisa penzoningan
3. Analisa kebisingan
4. Analisa orientasi masa bangunan
5. Analisa tampilan dan bentuk bangunan
6. Analisa ruang luar
7. Analisa sirkulasi luar bangunan
8. Analisa parkir

3.4.3. Analisa Aspek Bangunan


1. Analisa struktur bangunan
2. Analisa penggunaan material bangunan
3. Analisa utilitas bangunan
4. Analisa sirkulasi dalam bangunan
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa melalui pendekantan-
pendekatan arsitektur dalam perancangan bangunan dengan menerapkan
konsep Smart building dan Smart Energy.

3.5. Konsep Perancangan


Konsep perancangan didsarkan pada hasi analisa, tinjauan, dan
pendekantan masalah serta kesimpulan yang berkaitan dengan objek
perancangan yang meliputi:

3.5.1. Konsep Orientasi Masa Bangunan


Konsep ini menjelaskan mengenai dudukan dan orientasi masing-
masing bangunan terhadap orintasi maatahari, dan arah angin pada lokasi
perancangan.

28
3.5.2. Konsep Gumabah Bentuk
Konsep ini mengambarkan gubahan bentuk dan tampilan bangunan
setelah dilakukan analisa gubahan bentuk yang disesuaikan dengan
konsep awal perancangan.

3.5.3. Konsep Pengelolaan Ruang Luar


Konsep ini menerangkan tentang pengelolaan dan penataan ruang
luar setalah dilakukana analisa tapak yang disesuaikan denagan konsep
perancangan ruang luar pada kawasan.

3.5.4. Konsep Penzoningan


Konsep ini menjelaskan tentang pembagian zonasi dalam kawasan
dan zonasi pada bangunan yang memiliki lebih dari satu fungsi yang
desesuaikan dengan kegiatan dari penghuni maupun pengunjung pada
bangunan dan kawasan.

3.5.5. Konsep Struktur Bangunan


Konsep struktur bangunan menjelaskan tentang penggunaan
struktur pada bangunan dan kawasan yang dimuali dari struktur pondasi
sampai pada struktur atap bangunan.

3.5.6. Konsep Utilitas


Konsep utilitas menjelaskan tentang bagaimana pengeloaan dan
penggunaan sistem utilitas pada bangunan yang dumulai dari sumber
energi dan air bersih pada bangunan dan kawasan, sistem instalasi jaringan
listrik, air bersih, air kotor, limbah rumah tangga, limbah industri, limbah
lingkungan, dan proses pengelolaannya. Serta bagaimana penerapan
sistem keamanan pada bangunan yang dimulai dari sistem instalasi CCTV,
sistem pengamanan dari bahya kebakaran, sistem instalasi sirkulasi udara
secara alami dan buatan, serta sistem transportasi vertikal maupun
horizontal didalam maupun diluar bangunan.

3.6. Desain
Ide desain awal adalah bagaimana menciptakan kawasan
Superblock yang efektif, fleksibel, hemat energi dan ramah lingkungan
dalam setiap aspek kehidupan penghuni maupun masyarakat disekitar
kawasan dengan memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan yang
dipadukan dengan teknologi-teknologi terbatu tanpa menambah
29
pengunaan sumber energi tidak terbarukan/fosil. Yang diharapkan dapat
menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi di lokasi perancangan
maupun yang terjdadi di luar lokasi perancangan khususnya di Kota
Ternate, dan di Indonesia pada umumnya.

30
BAB IV
BAB 4
TINJAUAN OBJEK PERANCANGAN

4.1. Tinjauan Umum Lokasi Perancangan

4.1.1. Gambaran Umum Kota Ternate


1. Sejarah Kota Ternate
Berdirinya ibu kota pertama “Ternate” (Sampalo) di Tahun 1250
merupakan sebuah tatanan awal dalam proses perkembangan kota tua dan
bersejarah ini. Ternate, dengan ciri khas sebagai pusat perdagangan
rempah-rempah dan kota dagang serta letak strategisnya diwilayah Maluku
Utara merupakan sebuah catatan sejarah yang melekat dalam
perkembangan Ternate sejak dulu. Dalam sejarah Kesultanan sejak
kepemimpinan Sultan Khairun (1522) merupakan tonggak awal
berkembangnya Tahta Kesultanan Ternate, fenomena bersejarah yang
menjadi simbol kebangkitan dan kekuatan dari semangat patriotisme dan
identitas diri ”Masyarakat Ternate” ketika Sultan Babullah (1575) berhasil
merebut benteng Gamlamo dan peristiwa ini merupakan awal dari proses
pemerintahan kerajaan Kesultanan Ternate. dengan demikian hal tersebut
menjadi referensi dasar dari penetapan lahirnya Kota Ternate yaitu 29
Desember tahun 1250, dan hingga kini (2016) memasuki usia yang ke 765
Tahun.
2. Letak Geografis
Kota Ternate merupakan daerah otonomi bagian dari provinsi Maluku
Utara, terdiri dari 8 (delapan) pulau, yakni : pulau Ternate, pulau Moti, pulau
Hiri, pulau Tifure, pulau Mayau, pulau Gurida, pulau Makka dan pulau
Mano. Kota Ternate mempunyai potensi strategis sebagai kota
perdagangan yang dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Secara
geografis Kota Ternate terletak pada posisi 0o-2o Lintang Utara dan 126o-
128o Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata dari permukaan laut yang
beragam dan disederhanakan/dikelompokan dalam 3 kategori, yaitu :
Rendah (0 - 499 M), Sedang (500699 M), Tinggi (lebih dari 700 M). Luas
wilayah Kota Ternate adalah 5.795,4 Km2 dan lebih didominasi oleh wilayah
laut 5.633,34 Km2 sedangkan luas daratan 162,069 Km2. Wilayah Kota
Ternate di batasi oleh:

31
 Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Maluku.
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku.
 Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Halmahera.
 Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku.
Permukiman masyarakat secara intensif berkembang di sepanjang
garis pantai kepulauan.umumnya masyarakat mengolah lahan perkebunan
dengan produksi rempahrempah sebagai produk unggulan dan perikanan
laut yang diperoleh disekitar perairan pantai. Pulau Ternate memiliki
kelerengan fisik terbesar diatas 40 % yang mengerucut kearah puncak
gunung Gamalama terletak ditengah-tengah Pulau.Didaerah pesisir rata-
rata kemiringan adalah sekitar 2% sampai 8%.
3. Kondisi Fisik Kota Ternate
Hidrologi (Sumber daya Air)
Pemanfaatan sumber daya air adalah prasarana pengembangan
sumberdaya air untuk memenuhi berbagai kepentingan. Pemenuhan
kebutuhan air bersih masyarakat Kota Ternate diperoleh dari PDAM
(Sambungan Rumah dan Hidran Umum), Sumur Gali (SG), Penampung Air
Hujan (PAH) dan Mata Air. Sementara Pemanfaatan sumber daya air bersih
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan wilayah Kota Ternate saat ini
masih bersumber dari air permukaan dan air tanah melalui sumur dalam
dan sumur dangkal yang terdapat di wilayah Kota Ternate.
KotaTernate memiliki beberapa sumber air baku yang dapat
dikembangkan untuk kebutuhan air bersih masyarakat. Sumber air baku
tersebut meliputi:
1). Danau yang terdapat di Kota Ternate yaitu Danau Laguna dan Danau
Tolire.
2). Mata air yang terdapat di Kota Ternate yaitu mata air Tege - Tege di
Kelurahan Marikurubu, mata air Ake ga’ale di Kelurahan Sangadji, mata
air Santosa di Kelurahan Salero, dan mata air Akerica di Kelurahan Rua,
mata air Jebubu di Kelurahan Tafaga, mata air Ake boki dan Ake Hula
Kelurahan Tadenas (Moti).
3). Sumur dalam sebagai sumber air baku untuk air minum.
4). Sumur dangkal, lokasinya tersebar di kawasan permukiman dan
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air baku.

32
Kota Ternate tidak memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS), meskipun
secara fisik menyerupai sungai, namun tidak dialiri air terus menerus atau
memiliki mata air sehingga dalam istilah lokal disebut Kali Mati/Barangka.
Perbedaannya dengan sungai, barangka/kali mati tidak memiliki komponen
mata air dan volume air hanya berasal dari air hujan serta air buangan dari
limbah cair rumah tangga. Dengan demikian maka barangka/kali mati dapat
didefenisikan sebagai saluran drainase primer sehingga perlakuan teknis
dan administrasi meyangkut sempadannya berbeda dengan sempadan
sungai pada umumnya. Sementara itu pengertian sungai adalah tempat-
tempat dan wadah serta jaringan air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh
garis sempadan (PP 35 Tahun 1991 Tentang Sungai). Sedangkan defenisi
sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Dengan melihat kondisi eksisting di Kota Ternate maka jelas bahwa kali
mati/barangka bukanlah sungai, saluran irigasi primer maupun kanal.
Melainkan lebih tergolong pada jenis saluran drainase primer. Dengan
demikian maka arahan sempadan yang diberlakukan pada kali
mati/barangka lebih ditujukan untuk pemeliharaan fungsi saluran drainase
primer dan memberi perlindungan terhadap permukiman disekitar kali
mati/barangka.Hal ini juga sudah sesuai dengan arah penataan ruang di
Kota Ternate, sebagaimana yang terdapat di dalam dokumen Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ternate Tahun 2012-2032. Berikut
adalah Peta Rencana Kawasan Sempadan (Pantai, Kali Mati, mata air dan
Danau) di Kota Ternate.

33
Gambar 4.1, Peta Rencana Kawasan Sempadan (Pantai, Kali Mati,
Mata Air Dan Danau) Wilayah Kota Ternate
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

Geologi
Jenis tanah yang berada di Wilayah Kota Ternate mayoritas adalah
tanah regosol di P. Ternate, P. Moti dan P. Hiri.Sedangkan jenis tanah
rensina ada di P. Mayau, P. Tifure, P. Maka dan P. Gurida.Kondisi tersebut
merupakan ciri tanah Pulau vulkanis dan pulau karang. Pulau Ternate
sebuah pulau yang terbentuk karena proses pembentukan gunung api yang
muncul dari dasar laut, sebagian berada di bawah muka laut dan sebagian
lagi muncul di permukaan laut. Pulau-pulau lain yang merupakan bagian
dari gunung ini adalah Pulau Hiri, terletak di sebelah utara, Pulau Tidore

34
dan Pulau Maitara, terletak bagian selatan. Bentuk Pulau Ternate yang
merupakan bagian dari sebuah gunung, maka secara umum morfologinya
dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi. Pembagian satuan morfologi
tersebut sebagai berikut:
1). Morfologi Kaki Gunung Gamalama Merupakan daerah kaki gunung api
yang datar sehingga hampir datar, terletak di kaki timur, utara dan
selatan dari gunung Gamalama dan terhampar memanjang sejajar
pantai. Dilihat dari bentuk pendataran pantai ini, proses awalnya adalah
adanya proses erosi yang terjadi di permukaan tubuh gunung api
tersebut, kemudian material yang tererosi diendapkan ke tempat yang
kemiringan lerengnya agak landai, pada bagian tubuh gunung terjal
material erosi akan masuk ke dalam laut sehingga terbentuk endapan.
Kemiringan lereng gunung api ini sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya pedataran di pulau Ternate yaitu yang paling luas adalah
pedataran Timur sekarang menjadi pusat Kota Ternate, pedataran
Selatan dan Utara yang relatif kecil.
2). Morfologi Tubuh Gunung Gamalama Satuan ini merupakan bagian
terbesar dari morfologi gunung api di pulau Ternate, mulai dari kaki
hingga tubuh pada elevasi 1000 meter, dengan kemiringan lereng
antara 8% - 40%. Di bagian Timur – Utara tubuh gunung Gamalama
kemiringan lereng relatif lebih landai dibandingkan di bagian Barat.Pada
morfologi ini dijumpai 2 buah kaldera yang dikenal dengan danau Tolire
dan Laguna, hal ini menunjukan bahwa gunung Gamalama pernah
terbentuk kawah-kawah lain selain di puncak gunung. Batuan
pembentuk morfologi ini adalah endapan vulkanik yang berasal dari
gunung api itu sendiri, yang terdiri dari breksi vulkanik, stufa dan pasir.
Antara ketiga batuan tersebut dijumpai dalam keadaan selang seling.
3). Morfologi Puncak Gunung Gamalama Satuan ini merupakan bagian
paling atas puncak gunung, pada elevasi di atas 1.000 meter dengan
kemiringan lereng > 40%, di daerah puncak memperlihatkan
perpindahan titik kegiatan dari Selatan ke Utara. Menurut Bronto S,
1990, sejarah gunung Gamalama awalnya dimulai terbentuknya
pematang kawah terluar (tertua) berada di bagian tenggara disebut
Bukit Melayu. Kemudian pematang kawah tengah membuka ke arah
utara dikenal dengan nama Bukit Keramat atau Bukit Mediana
35
(+1.669m), selanjutnya terbentuk kawah baru berada dibagian Utara
berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 300 meter, puncak
setinggi +1.715 m dikenal dengan nama Gunung Arfat atau Piek van
Ternate. Pulau ternate dilihat dari statigrafinya, tersusun oleh Gunung
Api Holosen terdiri dari breksi vulkanik, lava andesit, pasir dan stufa.
Topografi
Kondisi topografi lahan kepulauan Ternate adalah berbukit - bukit
dengan sebuah gunung berapi yang masih aktif dan terletak ditengah pulau
Ternate. Permukiman masyarakat secara intensif berkembang di
sepanjang garis pantai kepulauan. Dari 5 (lima) pulau besar yang ada,
umumnya masyarakat mengolah lahan perkebunan dengan produksi
rempah-rempah sebagai produk unggulan dan perikanan laut yang
diperoleh disekitar perairan pantai. Pulau Ternate memiliki kelerengan fisik
terbesar diatas 40% yang mengerucut kearah puncak gunung Gamalama
terletak ditengah - tengah Pulau. Didaerah pesisir rata-rata kemiringan
adalah sekitar 2% sampai 8%. Kedalaman laut adalah bervariasi, pada
beberapa lokasi disekitar Pulau Ternate, terdapat tingkat kedalaman yang
tidak terlalu dalam, sekitar 10 meter sampai pada jarak sekitar 100 m dari
garis pantai sehingga memungkinkan adanya peluang reklamasi.
Tetapi pada bagian lain terdapat tingkat kedalaman yang cukup dalam
dan berjarak tidak jauh dari garis pantai yang ada. Selanjutnya dijelaskan
bahwa kondisi topografi Kota Ternate juga ditandai dengan keberagaman
ketinggian dari permukaan laut (Rendah: 0-499 M, Sedang: 500-699 M, dan
Tinggi: lebih dari 700 M). Dengan kondisi tersebut, ciri Kota Ternate
merupakan wilayah kepulauan, lima diantaranya didiami penduduk (Pulau
Ternate, Hiri, Moti, Mayau, dan Tifure), sedangkan untuk tiga pulau yang
berukuran kecil tidak dihuni (Pulau Maka, Mano dan Gurida).

36
Table 4.1. Ketinggian dari Permukaan Laut (DPL) serta Banyaknya
Desa Pantai dan Desa Bukan Pantai di Kota Ternate
DESA BUKAN KETINGGIAN
NO NAMA PULAU
PANTAI PANTAI 0-400 500-699 700+
2 Pulau Ternate 12 1 13 - -
3 Pulau Moti 6 - 6 - -
Pulau Batang
4 6 - 6 - -
Dua
5 Ternate Selatan 11 6 17 - -
6 Ternate Tengah 4 11 15 - -
7 Ternate Utara 11 3 14 - -
8 Pulau Hiri 6 - 6 - -
Jumlah 56 21 77 0 0
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

Kemiringan lereng dan garis kontur merupakan kondisi fisik topografi


suatu wilayah yang sangat berpengaruh dalam kesesuaian lahan dan
banyak mempengaruhi penataan lingkungan alami. Untuk kawasan
terbangun, kondisi topografi berpengaruh terhadap terjadinya longsor dan
terhadap konstruksi bangunan.
Karakteristik Fisik Pantai
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem dan
sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir ada yang secara terus menerus
tergenangi air dan ada pula yang tergenangi air sesaat. Sedangkan
berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat dibedakan atas ekosistem
yang bersifat alamiah dan ekosistem buatan. Yang termasuk dalam
ekosistem alamiah adalah hutan mangrove, terumbu karang, padang
lamun, pantai berpasir, pantai berbatu, estuaria. Sedangkan ekosistem
buatan terdiri dari tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata,
kawasan industri dan kawasan pemukiman.
Tinggi Gelombang
Gelombang merupakan salah satu parameter oceanografi fisika yang
sangat mempengaruhi kondisi pantai. Gelombang sebagai parameter yang
sangat penting dalam suatu survey pantai dimana penyebab pembentuknya
adalah akibat angin, letusan gunung api bawah laut, peristiwa tsunami dan
akibat pergerakan tata surya. Tinggi gelombang pada wilayah pesisir Kota
Ternate yaitu berkisar antara 1, 5 m – 2, 5 m/det.

37
Klimatologi
Berdasarkan data yang ada, suhu udara rata – rata harian (tahun 2013)
berkisar antara 24°C – 31°C.Kondisi suhu tertinggi hampir merata pada
setiap bulannya, saat terjadi musim panas dan penghujan. Suhu terendah
terjadi pada bulan November saat terjadi musim penghujan.
Table 4.2. Suhu Udara Rata – Rata, Maksimum dan Minimum Kota
Ternate selama tahun 2013
Temperatur
NO Bulan
Rata-Rata Maksimum Minimum
1 Januari 27 30 25
2 Ferbruari 27 31 24
3 Maret 28 32 25
4 April 27 31 25
5 Mei 27 32 24
6 Juni 28 32 25
7 Juli 26 30 24
8 Agustus 26 31 24
9 September 27 31 24
10 Oktober 27 31 24
11 November 27 31 23
12 Desember 27 31 25
Rata-Rata 27 31 24
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

Jumlah hari hujan yang terjadi setiap bulannya di Kota ternate (tahun
2013) paling bnyak terjadi pada bulan Juli 2013, sementara untuk curah
hujan yang cukup besar berada pada bulan April, Mei dan Juli dengan
tingkat curah hujan mencapai 300mm/bulan. Banyaknya.
Table 4.3. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di KotaTernate
selama tahun 2013
Jumlah Hari Hujan Curah Hujan
NO Bulan
(Hari) (mm)

1 Januari 21 178
2 Ferbruari 18 203
3 Maret 12 91
4 April 19 243
5 Mei 17 367
6 Juni 19 211
7 Juli 23 478
8 Agustus 22 291
9 September 9 43
10 Oktober 14 72
11 November 21 193
12 Desember 20 244
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

38
Wilayah Administrasi

Table 4.4. Luas Wilayah Per Kecamatan di Kota Ternate


Luas Wilayah (HA)
N Data Selisih
Kecamatan
O Digitasi (%) Data BPS (%) (HA)
Peta Citra
Kec. Pulau
1 4.946,60 30,52 6.588,00 26,26 1.641,40
Ternate
2 Kec. Moti 2.478,70 15,29 2.460,00 9,81 18,70
Kec. Gugus
10.155,0
3 Pulau Batang 2.900,40 17,9 40,48 7.254,60
0
Dua
Kec. Ternate
4 2.100,20 12,96 1.944,00 7,75 156,20
Selatan
Kec. Ternate
5 1.196,60 7,38 1.852,00 7,38 655,40
Tengah
Kec. Ternate
6 1.913,90 11,81 1.416,00 5,64 497,90
Utara
7 Kec. Hiri 670,5 4,14 670 2,67 0,50
Jumlah 16.207 100 25.085 100 10.225
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

Secara administratif Kota Ternate memiliki Luas wilayah 5.795,4 Km²


dan lebih didominasi oleh wilayah laut 5.633,34 Km² sedangkan luas
daratan 162,069 Km². dibagi atas 7 (Tujuh) kecamatan dan 77 (tujuh puluh
tujuh) Kelurahan. terdiri dari 8 (delapan) buah pulau, 5 (lima) diantaranya
berukuran sedang merupakan pulau yang dihuni penduduk sedangkan 3
(tiga) lainnya berukuran kecil dan hingga saat ini belum berpenghuni.
Table 4.5. Luas Wilayah Pualu yang Berada Di Kota Ternate
Luas Wilayah (HA)
Data Selisih
NO Kecamatan Digitasi
(%) Data BPS (%) (HA)
Peta
Citra
1 P. Gurida 22,43 0,14 55,00 0,22 32,57
2 P. Hiri 669,16 4,13 1.240,00 4,93 570,84
3 P. Maka 1,30 0,01 50,00 0,20 48,70
4 P. Mano 0,04 0,00 50,00 0,20 49,96
5 P. Mayau 2.417,49 14,92 7.840,00 31,19 5.422,51
6 P. Moti 2.478,70 15,29 2.460,00 9,79 18,70
7 P. Ternate 10157,3 62,67 11180,00 44,48 1.022,70
8 P. Tifure 460,44 2,84 2260,00 8,99 1.799,56
Jumlah 16.207 100 25.135 100 7.166
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

39
Table 4.6. Nama, luas wilayah per-Kecamatan dan jumlah kelurahan
di Kota Ternate

Luas Wilayah
Jumlah
NO Nama Kecamatan Administrasi Terbangun
Kelurahan
(Ha) (%) Thd (Ha) (%) Thd
Total Total
1 Pulau Ternate 13 3.632 26,88 998 26,76
2 Pulau Moti 6 2.088 15,45 35 0,94
3 Pulau Batang Dua 6 2.903 21,48 44 1,18
4 Pulau Hiri 6 670 4,96 273 7,32
5 Ternate Selatan 17 1.698 12,57 975 26,14
6 Ternate Tengah 15 1.084 8,02 705 18,90
7 Ternate Utara 14 1.438 10,64 700 18,77
Total Ternate 77 13.513 100,00 3.730 100,00
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

Gambar 4.2. Peta Administrasi Kota Ternate


Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

40
4.2. Aspek Kependudukan Sosial dan Budaya

4.2.1. Kependudukan
Penduduk diartikan sebagai jumlah orang dan menjadi salah satu
populasi atau unsur yang mendiami di suatu wilayah tertentu. Penduduk
pada hakekatnya selain sebagai objek juga sebagai subjek yang
merupakan instrumen untuk mencapai pembangunan, selaku makhluk
hidup sosial yang selalu berkembang secara dinamis di dalam
melangsungkan kehidupannya yang serba kompleks membutuhkan suatu
ruang tertentu sebagai wadah untuk beraktivitas. Penduduk merupakan
salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu
wilayah, dalam konteks Kota Ternate, tinjauan terhadap kondisi sosial dan
kependudukan dilakukan secara internal dan eksternal. Faktor perubahan
penduduk perlu mendapat perhatian karena memegang peranan penting
dalam perencanaan pengembangan suatu wilayah. Perubahan penduduk
ini antara lain:
1. Pertambahan penduduk alamiah dan pengurangan penduduk alamiah
(perubahan penduduk alamiah), yaitu selisih antara jumlah angka
kelahiran dengan jumlah angka kematian.
2. Migrasi masuk (imigrasi) dan migrasi keluar (emigrasi), yaitu
pertambahan jumlah penduduk dengan menghitung banyaknya migrasi
masuk (jumlah penduduk yang datang dari luar daerah dan menetap di
daerah yang didatangi) dikurangi migrasi keluar (jumlah penduduk yang
keluar).
3. Jumlah Sebaran dan Kepadatan Penduduk
Distribusi atau tingkat persebaran penduduk hingga akhir tahun
perencanaan diperkirakan akan masih sama dengan pola perkembangan
penduduk eksisting. di mana jumlah konsentrasi penduduk akan relatif
terkonsentrasi pada pusat-pusat aktivitas ekonomi dengan kelengkapan
sarana dan infrastruktur yang pada umumnya terletak di kawasan
perkotaan (ibukota kecamatan, kabupaten dan ibukota provinsi). selain itu
analisis distribusi penduduk akan berpengaruh pula terhadap rencana
kebutuhan sarana dan prasarana pendukung di kemudian hari.
Angka kepadatan penduduk suatu daerah sangat dipengaruhi oleh
jumlah pertumbuhan penduduk dan luas wilayah daerah tersebut. Angka

41
kepadatan penduduk ini bermanfaat untuk mengetahui daya tampung dari
suatu daerah dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakatnya serta
untuk menentukan strategi pembangunan yang dapat dikembangkan di
masa datang.
Jumlah penduduk Kota Ternate pada akhir tahun 2013 berjumlah
202.728 jiwa yang terditribusi pada 7 (tujuh) kecamatan, dengan tingkat
persebaran yang tidak merata pada setiap kecamatan. Distribusi jumlah
penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Ternate Selatan dengan
jumlah sebesar 69.589 jiwa atau sekitar 34,33% dari jumlah penduduk Kota
Ternate, sedangkan distribusi penduduk terkecil adalah Kecamatan Pulau
Batang Dua dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.715 jiwa atau sekitar
1,34% dan Kecamatan Pulau Hiri dengan jumlah penduduk sekitar 2.986
jiwa atau sekitar 1,47% dari jumlah penduduk Kota Ternate, secara rinci
pada tabel berikut.
Table 4.7.Distribusi dan kepadatan penduduk Kota Ternate

Luas Jumlah Kepadatan


Distribusi
NO Nama Kecamatan Wilayah Penduduk (Jiwa /
(%)
(Km2) (Jiwa) Km2)

1 Pulau Ternate 37,23 16.039 7,91 431


2 Pulau Moti 24,8 4.803 2,37 194
3 Pulau Batang Dua 29,04 2.715 1,34 93
4 Pulau Hiri 6,7 2.986 1,47 446
5 Ternate Selatan 16,98 69.589 34,33 4.098
6 Ternate Tengah 10,85 56.844 28,04 5.239
7 Ternate Utara 14,38 49.752 24,54 3.460
Jumlah 139,98 202.728 100,00 13.961
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

1. Pertumbuhan Penduduk
Perkembangan jumlah penduduk dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh
faktor kelahiran dan kematian (pertambahan alami), selain itu juga
dipengaruhi adanya faktor migrasi penduduk yaitu perpindahan keluar dan
masuk. Pada dasarnya tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dapat
digunakan untuk mengasumsikan prediksi atau meramalkan perkiraan
jumlah penduduk dimasa yang akan datang.
Data jumlah penduduk Kota Ternate 4 (empat) tahun terakhir
menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 185.705 jiwa,
sedangkan pada tahun 2013 mencapai 202.728 jiwa. Hal tersebut
42
memperlihatkan adanya pertambahan jumlah penduduk sekitar 17.023 jiwa
selama kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir. Indeks pertumbuhan jumlah
penduduk Kota Ternate pada setiap kecamatan selama waktu tahun 2010
hingga 2013, diuraikan pada Tabel berikut.
Table 4.8. Perkembangan Jumalh Penduduk Kota Ternate Tahun
2010-2013
Tahun Perkembangan
NO Nama Kecamatan
2010 2012 2013 2014
1 Pulau Ternate 15.116 16.039
2 Pulau Moti 4.526 4.803
3 Pulau Batang Dua 2.559 2.715
4 Pulau Hiri 185.705 190.184 2.813 2.986
5 Ternate Selatan 65.582 69.589
6 Ternate Tengah 53.571 56.844
7 Ternate Utara 46.886 49.752
Jumlah 185.705 190.184 191.053 202.728
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

4.2.2. Sosial Budaya


Kondisi sosial masyarakat Kota Ternate pada umumnya masih sangat
dipengaruhi Kesultanan Ternate dan Budaya Islam yang telah mengalami
akulturasi. akulturasi budaya yang telah tertanam dengan kuat pada
masyarakat Kota Ternate dapat dilihat dalam berbagai segi kehidupan
bermasyarakat, misalnya pergaulan antara masyarakat hingga budaya
yang dihasilkan berupa tari-tarian dan karya-karya yang merupakan hasil
dari kebudayaan yang kental dengan budaya islami dan keratonan
(kesultanan). Sistim kekerabatan masyarakat Kota Ternate adalah sistim
kekerabatan patrilineal yakni sistem kekerabatan yang mana laki-laki
merupakan tokoh sentral dalam keluarga dalam mengambil berbagai
kebijakan keluarga. Sedangkan pada kehidupan bermasyarakat tokoh-
tokoh adat dan tokoh-tokoh agama yang merupakan panutan masyarakat
dalam berbagai keputusan dalam masyarakat.
Potensi sosial budaya diarahkan untuk mengetahui pengaruh norma-
norma sosial budaya atau sistem nilai yang dianut terhadap pola pikir dan
pola perilaku masyarakat, baik dalam arti positif maupun negatif. Pengaruh
sistem nilai ini akan mempengaruhi dinamika sosial masyarakat secara
keseluruhan dan pada gilirannya akan mendorong atau menghambat
usaha-usaha peningkatan produktivitas masyarakat.

43
Pada umumnya wilayah Maluku Utara pada masa sebelum bangsa-
bangsa Eropa datang di sekitar abad ke-16 telah mempunyai sistem
pemerintahan kesultanan yang mengatur kehidupan politik, pemerintahan,
sosial-ekonomi dan sosial-budaya. Sistem pemerintahan Moloku Kie Raha
(Ternate, Jailolo, Bacan dan Tidore) terdiri dari bobato ngaruha atau dewan
empat sebagai pemegang kewenangan eksekutif dan bobato nyagimoi
setufkange atau dewan delapan belas sebagai unsur perwakilan atau
legislatif. Hal ini menunjukan bahwa demokrasi telah mengakar dalam
kehidupan masyarakat Maluku Utara.
Masyarakat Maluku Utara memiliki tata cara, adat-istiadat yang
merupakan identitas kesatuan tersendiri,. Hal ini dapat dilihat dari 3 (tiga)
wilayah kultural yaitu:
1. Wilayah kultur Ternate yang meliputi Kepulauan Ternate, Halmahera
Utara dan Kepulauan Sula.
2. Wilayah kultur Tidore yang mencakupi Kepulauan Tidore dan
Halmahera Tengah/Timur.
3. Wilayah Kultur Bacan yang meliputi Kepulauan Bacan dan Obi.
Dalam menelusuri situs-situs Sejarah Kota Ternate yang merupakan
tonggak awal untuk melestarikan nilai-nilai luhur budaya dan sejarah dalam
konteks upaya pelestarian Sejarah Ternate sebagai wujud dari
implementasi/pelaksanaan Misi Ternate menuju Kota Budaya, maka
melalui pembentukan dan proses penelusuran oleh Tim Peneliti Sejarah
Ternate telah ditetapkan Hari Jadi Kota Ternate pada Tanggal 29
Desember, yang selama 4 (empat) tahun terakhir ini telah dirayakan yang
diselingi dengan Prolog dan Napak tilas peristiwa masa lalu. Dan ditahun
ini (Desember, 2017) memasuki usianya yang ke 767 tahun.
Proses penentuan hari jadi Ternate didasari pada pelaksanaan Seminar
Sejarah yang merupakan forum kajian dan pemaparan makalah dari para
Peneliti, selanjutnya melalui beberapa usul, pandangan dan tanggapan dari
para peneliti tersebut, maka disepakati hari lahir Ternate ditetapkan pada
tanggal 29 Desember tahun 1250, dengan asumsi Bahwa pada Tanggal 29
Desember adalah hari kemenangan Sultan Babullah atas Portugis
(diusirnya Portugis dari benteng Gamlamo). Dimana peristiwa ini telah
membangkitkan semangat patriotisme dan identitas diri “Masyarakat
Ternate”. Selanjutnya Ditetapkannya Tahun 1250 sebagai tahun lahirnya
44
Kota Ternate, karena ditahun itulah awal dari proses menuju berdirinya Kota
Sampalo sebagai Ibukota pertama dari ”Ternate”.

4.2.3. Kinerja Perekonomian Daerah


Kinerja perekonomian Kota Ternate pada tahun 2016 menunjukkan
peningkatan dibanding tahun sebelumnya, ini diperlihatkan dengan adanya
peningkatan nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2016 yang
mencapai 7,87 triliun rupiah dibanding tahun 2015 yang hanya mencapai
7,08 triliun rupiah.
Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan, dapat diketahui bahwa
perekonomian Ternate pada tahun 2016 tumbuh sebesar 8,02 persen. Jika
dibandingkan dengan tahun 2015, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2016
lebih lambat dimana laju pertumbuhan pada tahun 2015 tercatat sebesar
8,10 persen. Hal ini tak lepas dari pengaruh berbagai faktor yang terjadi di
dalam maupun luar wilayah Ternate yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi aktivitas produksi baik barang dan jasa di Kota
Ternate.
Pada tahun 2016, perekonomian Kota Ternate didominasi oleh tiga
sektor utama yakni sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil
dan sepeda motor; administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan
sosial wajib; trasnsportasi dan pergudangan. Kontribusi dari ketiga sektor
ini mencapai 58,28 persen terhadap pembentukan PDRB Kota Ternate atas
dasar harga berlaku, dengan kontribusi masing-masing sebesar 25,93
persen; 16,45 persen; serta 16,30 persen. Secara keseluruhan struktur
perekonomian Kota Ternate selama kurun waktu 2010-2016 tidak
mengalami perubahan dan masih didominasi oleh ketiga sektor dalam
kelompok tersier tersebut.
1. Perkembangan Ekonomi Sektoral
Mengacu pada BPS, klasifikasi lapangan usaha PDRB terbagi dalam 17
kategori, dimana setiap kategori dirinci lagi menjadi beberapa subkategori.
Pengklasifikasian ini merupakan klasifikasi terbaru yang mengacu pada
Social National Account (SNA) 2008.b
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (Kategori A)
Selama tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar 316,83

45
miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 212,81 miliar
rupiah. Bila dilihat dari sisi perkembangan kontribusinya, peran kategori
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami penurunan selama enam
tahun terakhir, yaitu 4,92 persen pada tahun 2011 menjadi 4,02 persen
pada tahun 2016.
Laju pertumbuhan kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
melambat sejak tahun 2012, yaitu 3,81 persen pada tahun 2012, menjadi
3,32 persen pada periode setelahnya, kemudian turun cukup signifikan
menjadi 1,05 persen pada tahun 2015. Perlambatan ini diantaranya
disebabkan oleh berubahnya fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman
khususnya di Pulau Ternate dan penurunan produktivitas hasil pertanian.
Kemudian pada tahun 2016, laju pertumbuhan kategori ini meningkat
dibanding tahun sebelumnya dimana tercatat 3,24 persen pada tahun 2016.

Gambar 4.3. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori A (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Pertambangan dan Penggalian (Kategori B)


Kegiatan kategori Pertambangan dan Penggalian di Ternate hanya
terdiri dari subkategori Penggalian. Pada tahun 2016, nilai tambah bruto
atas dasar harga berlaku yang diciptakan kategori Pertambangan dan
Penggalian sebesar 5,38 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga
konstan sebesar 3,70 miliar rupiah. Selama kurun waktu 2011-2014
kontribusi kategori ini terhadap pembentukan PDRB Ternate sangat
rendah, rata-rata hanya sebesar 0,063 persen. Pada tahun 2015 dan 2016
ada sedikit kenaikan dimana kontribusi kategori ini diatas 0,065 persen.

46
Laju pertumbuhan kategori Pertambangan dan Penggalian berfluktuasi.
Sejak tahun 2013 terus mengalami peningkatan yaitu dari 5,60 persen pada
tahun 2013, menjadi 7,31 persen pada tahun 2014, dan meningkat cukup
signifikan pada 2015. Peningkatan nilai tambah yang dihasilkan kategori ini
pada tahun 2015 mampu mencatatkan nilai pertumbuhan sebesar 12,40
persen. Kemudian laju pertumbuhan kembali melambat pada tahun 2016
yakni sebesar 11,32 persen. Meskipun laju pertumbuhan kategori ini cukup
tinggi, namun tingginya pertumbuhan tersebut relatif tidak mempengaruhi
pembentukan PDRB Kota Ternate karena peranannya terlalu kecil.

Gambar 4.4. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori B (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Industri Pengolahan (Kategori C)


Kategori Industri Pengolahan didominasi oleh industri mikro dan kecil.
Pada tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Industri Pengolahan sebesar 276,96 miliar rupiah,
sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 213,04 miliar rupiah. Bila
dilihat dari sisi perkembangan kontribusinya, peran kategori Industri
Pengolahan mengalami penurunan selama enam tahun terakhir, yaitu 3,94
persen pada tahun 2011 menjadi 3,52 persen pada tahun 2016.
Laju pertumbuhan kategori Industri Pengolahan selama enam tahun
terakhir cenderung fluktuatif. Nilai pertumbuhan yang cukup tinggi pada
tahun 2014 yaitu 9,26 persen dan sedikit menurun pada tahun 2015
menjadi 8,05 persen dan kembali naik pada tahun 2016 menjadi 8,56
persen. Meskipun laju pertumbuhan kategori ini terbilang tinggi, namun hal
ini memiliki pengaruh relatif kecil untuk meningkatkan peranan kategori ini
47
dikarenakan nilainya yang relatif kecil terhadap pembentukan PDRB secara
keseluruhan dimana perannya masih dibawah lima persen.

Gambar 4.5. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori C (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Pengadaan Listrik dan Gas (Kategori D)


Penyediaan listrik merupakan penunjang dari seluruh kegiatan ekonomi
dan sebagai infrastruktur yang mendorong aktivitas produksi dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga keberadaannya relatif stabil.
Pada tahun 2016 nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 11,13 miliar rupiah,
sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 9,76 miliar rupiah. Selama
kurun waktu 2011-2016 kontribusi kategori ini terhadap pembentukan
PDRB Kota Ternate rendah, rata-rata hanya sebesar 0,10 persen.
Laju pertumbuhan kategori Pengadaan Listrik dan Gas selama enam
tahun terakhir sangat berfluktuatif. Tahun 2011-2013 laju pertumbuhan
masih dibawah 10 persen, namun pada tahun 2014 meningkat sangat tinggi
hingga mencapai 30,14 persen. Pada tahun 2015 mengalami penurunan
sehingga pada posisi 14,71 persen, dan pada tahun 2016 laju pertumbuhan
kategori ini sebesar 17,02 persen. Meskipun terjadi peningkatan
pertumbuhan yang sangat tinggi dari tahun 2013 sebesar 4 persen menjadi
30,14 persen di tahun 2014, namun peningkatan tersebut hanya mampu
meningkatkan peran kategori D sebesar 0,08 persen pada tahun 2013
menjadi 0,10 persen pada tahun 2014. Kemudian mulai tahun 2015 sampai
2016, laju pertumbuhan dan peranan kategori D sama-sama mengalami
peningkatan.
48
Gambar 4.6. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori D (%), 2011-
2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang


(Kategori E)
Kategori ini mencakup kegiatan ekonomi pengumpulan, pengolahan
dan pendistribusian air melalui berbagai saluran pipa untuk kebutuhan
rumah tangga dan industri. Termasuk juga kegiatan pengumpulan,
penjernihan dan pengolahan air dan sungai, danau, mata air, hujan dll.
Tidak termasuk pengoperasian peralatan irigasi untuk keperluan pertanian.

Gambar 4.7. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori E (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Pada tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang sebesar 5,98 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan
sebesar 4,78 miliar rupiah. Selama kurun waktu 2011-2016 kontribusi
kategori ini terhadap pembentukan PDRB Kota Ternate rendah, rata-rata
hanya sebesar 0,08 persen.
Laju pertumbuhan kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang mengalami peningkatan dari 5,70 persen pada

49
tahun 2011 menjadi 9,89 persen pada tahun 2014. Namun pada tahun 2015
sedikit melambat menjadi 8,28 persen dan kembali naik menjadi 8,73
persen di tahun 2016. Nilai pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut pada
tahun 2014 sampai 2016, nyatanya belum dapat meningkatkan peranan
kategori ini secara signifikan.
Konstruksi (Kategori F)
Pembangunan sarana dan prasarana fisik yang dilakukan oleh
pemerintah dan swasta menyebabkan kategori Konstruksi mampu tumbuh
sebesar 6,29 persen pada tahun 2016 atau mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 8,66 persen. Bila dilihat
kontribusi kategori Konstruksi terhadap pembentukan PDRB Kota Ternate,
pada tahun 2016 kategori ini mencatatkan kontribusinya sebesar 6,54
persen dengan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang sebesar
515,23 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 390,56
miliar rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi
penurunan kontribusi dimana kontribusi tahun sebelumnya sebesar 6,77
persen.
Pada Gambar 4.8 memberikan gambaran bahwa terjadi kenaikan dan
penurunan pada nilai peranan/kontribusi maupun laju pertumbuhan
kategori ini. Terlihat bahwa dari tahun 2011 sampai 2016 perubahan nilai
peranan/kontribusi dan laju pertumbuhannya berjalan beriringan. Ketika
terjadi kenaikan laju pertumbuhan, maka besaran peranan juga ikut
meningkat. Sebaliknya, jika laju pertumbuhan mengalami penurunan, maka
kontribusi kategori ini juga mengalami penurunan.

Gambar 4.8. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori F (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor


(Kategori G)

50
Kategori ini mencakup subkategori Perdagangan Mobil, Sepeda Motor
dan Reparasinya dan subkategori Perdagangan Besar dan Eceran.
Kategori ini merupakan kategori terbesar pertama penyumbang
perekonomian di Kota Ternate. Tercatat kontribusi kategori ini pada tahun
2016 adalah sebesar 25,93 persen.
Besarnya peranan PDRB kategori lapangan usaha perdagangan
selama periode tahun 2011-2016, didominasi oleh sub kategori
Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor, yang
menyumbang rata-rata 93,58 persen per tahun terhadap pembentukan nilai
tambah bruto kategori G. Sedangkan sisanya sebesar 6,42 persen
merupakan peranan sub kategori Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan
Reparasinya.

Gambar 4.9. Peranan Sub kategori G (%), 2011-2016


Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Laju pertumbuhan kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi


Mobil dan Sepeda Motor sejak tahun 2012 terus mengalami penurunan dari
tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2012 kategori ini tumbuh sebesar
10,70 persen dan terus melambat hingga di tahun 2016 menjadi 8,26
persen. Meskipun kategori ini mengalami perlambatan laju pertumbuhan
selama lima tahun terakhir, namun kategori ini masih menunjukkan
eksistensinya dalam menyumbang perekonomian Kota Ternate. Kategori
ini pada tahun 2012 mencatatkan nilai kontribusinya terhadap
perekonomian Kota Ternate sebesar 24,30 persen, sedangkan pada tahun
2016 kategori ini mampu mencatatkan kontribusinya sebesar 25,93 persen.
Pada Gambar 4.10 juga memberikan informasi bahwa laju pertumbuhan
sub kategori perdagangan besar dan eceran bukan mobil dan sepeda motor
51
secara umum lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan sub kategori
perdagangan besar dan eceran reparasi mobil dan sepeda motor. Pada
tahun 2011-2013 dan 2015, laju pertumbuhan sub kategori perdagangan
besar dan eceran bukan mobil dan sepeda motor lebih tinggi dibanding laju
pertumbuhan sub kategori perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil
dan sepeda motor.

Gambar 4.10. Peranan Sub kategori G (%), 2011-2016


Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Transportasi dan Pergudangan (Kategori H)


Tingginya arus mobilisasi baik manusia maupun barang di Kota Ternate
menyebabkan kategori Transportasi dan Pergudangan mampu tumbuh
sebesar 9,25 persen pada tahun 2016 atau mengalami kenaikan dibanding
tahun sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 7,88 persen. Secara rata-
rata, pertumbuhan kategori ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
hal ini disebabkan Kota Ternate merupakan pintu gerbang utama untuk
masuk ke Provinsi Maluku Utara. Hal ini juga menyebabkan kategori
Transportasi dan Pergudangan menjadi salah satu kategori penyumbang
nilai tambah terbesar ketiga terhadap perekonomian Kota Ternate. Bila
dilihat kontribusi kategori ini terhadap pembentukan PDRB Kota Ternate,
pada tahun 2016 kategori ini mencatatkan kontribusinya sebesar 16,30
persen dengan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang sebesar
1.284,32 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar
877,99 miliar rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
Kategori transportasi dan pergudangan mengalami peningkatan kontribusi
dimana kontribusi tahun sebelumnya sebesar 16,15 persen.

52
Gambar 4.11. Peranan Sub kategori H (%), 2011-2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Kategori Transportasi dan Pergudangan terdiri dari enam sub kategori,


yaitu sub kategori Angkutan Rel, sub kategori Angkutan Darat, sub kategori
Angkutan Laut, sub kategori Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan, sub kategori Angkutan Udara, serta sub kategori
Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan. Semua sub kategori terdapat
di Kota Ternate, kecuali sub kategori Angkutan Rel.
Bila dirinci per subkategori, Angkutan Udara memberikan kontribusi
terbesar terhadap kategori Transportasi dan Pergudangan, dengan nilai
kontribusi terhadap kategori ini sebesar 38,38 persen pada tahun 2016.
Sedangkan penyumbang terbesar berikutnya adalah Angkutan Darat
sebesar 33,58 persen dan Angkutan Laut sebesar 13,31 persen.

Gambar 4.12. Laju Pertumbuhan Sub kategori H (%), 2011-2016


Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Bila dilihat berdasarkan sub kategori, hampir semua sub kategori


mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Sub kategori angkutan laut
merupakan sub kategori yang paling berfluktuatif di Kota Ternate.
Sementara sub kategori yang pertumbuhannya konsisten dan cenderung
53
naik adalah sub kategori angkutan darat. Pada tahun 2016, sub kategori
pergudangan dan jasa penunjang angkutan, pos dan kurir memiliki
pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 13,02 persen. Sementara, sub
kategori angkutan laut merupakan sub kategori dengan laju pertumbuhan
terendah yakni sebesar 8,13 persen.
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Kategori I)
Pada tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar
87,86 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 65,36
miliar rupiah. Bila dilihat dari sisi perkembangan kontribusinya, peran
kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum cenderung mengalami
penurunan selama tahun 2011 sampai 2015, yaitu 1,18 persen pada tahun
2011 menjadi 1,08 persen pada tahun 2015. Kemudian, kembali meningkat
pada tahun 2016 menjadi 1,12 persen.

Gambar 4.13. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori I (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Laju pertumbuhan kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum


selama tahun 2011 sampai 2015 cenderung berfluktuatif di bawah sembilan
persen. Kemudian, pada tahun 2016 laju pertumbuhan meningkat tajam
menjadi 12,70 persen. Peningkatan ini disebabkan meningkatnya aktivitas
pemerintahan menggunakan fasilitas perhotelan di tahun 2016 dibanding
tahun sebelumnya. Peningkatan laju pertumbuhan di tahun 2016 juga
memicu peningkatan kontribusi kategori ini terhadap pembentukan nilai
tambah bruto Kota Ternate.

54
Informasi dan Komunikasi (Kategori J)
Kategori Informasi dan Komunikasi memiliki peranan penting sebagai
penunjang kegiatan di setiap aktivitas ekonomi. Dalam era globalisasi,
peranan kategori ini sangat vital dan menjadi indikator kemajuan suatu
bangsa, terutama jasa telekomunikasi. Pada tahun 2016, nilai tambah bruto
atas dasar harga berlaku yang diciptakan kategori Informasi dan
Komunikasi sebesar 612,29 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga
konstan sebesar 547,35 miliar rupiah.
Bila dilihat dari sisi perkembangan kontribusinya, peran kategori
Informasi dan Komunikasi relatif mengalami fluktuasi selama enam tahun
terakhir, yaitu 7,98 persen pada tahun 2011 menjadi 7,77 persen pada
tahun 2016. Jika diamati, sejak tahun 2011 sampai 2013 kontribusi kategori
ini mengalami penurunan. Kemudian kembali naik pada tahun 2014 dan
kembali turun secara perlahan sampai tahun 2016.
Meskipun kontribusi relatif tidak stabil, namun laju pertumbuhan
kategori ini menunjukkan kondisi lebih baik. Laju pertumbuhan kategori
Informasi dan Komunikasi meningkat sejak tahun 2011 sebesar 8,90 persen
menjadi 14,30 persen pada tahun 2014. Kemudian pada tahun 2015 sampai
2016, kategori ini menunjukkan perlambatan laju pertumbuhan yakni
sebesar 11,02 persen pada tahun 2015 dan 10,53 persen pada tahun 2016.

Gambar 4.14. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori J (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Jasa Keuangan dan Asuransi (Kategori K)


Pada tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 551,56 miliar

55
rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 400,09 miliar rupiah.
Bila dilihat dari sisi perkembangan kontribusinya, peran kategori Jasa
Keuangan dan Asuransi berada di kisaran 6 persen dan kurang dari 7
persen. Selama kurun waktu enam tahun terakhir, kategori ini juga
mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Kontribusi kategori ini
mengalami 2 (dua) kali tren naik selama enam tahun terakhir yakni pada
periode 2011-2012 dan periode 2014-2016. Selain itu, kategori ini juga
mengalami tren menurun selama periode 2012-2014.

Gambar 4.15. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori K (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Tidak hanya kontribusi yang mengalami naik turun, melainkan juga laju
pertumbuhannya. Laju pertumbuhan kategori Jasa Keuangan dan Asuransi
selama kurun waktu enam tahun terakhir mengalami kenaikan dan
penurunan. Pada periode 2011-2014, laju pertumbuhan mengalami
perlambatan sangat drastis yakni dari 47,55 persen menjadi 3,82 persen.
Pada periode tersebut, perkonomian nasional yang tidak stabil
menyebabkan perlambatan di kategori Jasa Keuangan dan Asuransi di
Kota Ternate. Selanjutnya, pada periode 2014-2016 perekonomian kembali
stabil dan berdampak pada peningkatan laju pertumbuhan kategori ini di
Kota Ternate. Tercatat pada tahun 2014 laju pertumbuhan kategori K
sebesar 3,82 persen menjadi 15,44 persen di tahun 2016.
Real Estate (Kategori L)
Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk di Kota Ternate semakin
meningkat. Secara tidak langsung peningkatan ini menyebabkan
peningkatan kebutuhan dasar penduduk, salah satunya adalah papan
(rumah). Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan peningkatan
56
kebutuhan rumah (real estate) di Kota Tenate. Selama tahun 2016, nilai
tambah bruto atas dasar harga berlaku yang diciptakan kategori Real Estate
sebesar 17,65 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar
13,85 miliar rupiah. Nilai tambah yang diciptakan oleh kategori ini hanya
menyumbang kurang dari 1 persen terhadap pembentukan PDRB Kota
Ternate.
Bila dilihat dari sisi perkembangan kontribusinya, kontribusi kategori
Real Estat mengalami penurunan selama periode 2011-2015, yaitu 0,24
persen pada tahun 2011 menjadi 0,21 persen pada tahun 2015. Kemudian
kembali naik menjadi 0,22 persen pada tahun 2016. Bila ditinjau dari laju
pertumbuhannya, selama enam tahun terakhir kategori ini memiliki laju
pertumbuhan cukup baik dimana angka terendah yang pernah dicapai
sebesar 4,60 persen pada tahun 2013 dan mencapai angka tertinggi pada
tahun 2016 sebesar 12,02 persen. Jika dilihat trennya, pada periode 2011-
2013, kategori ini mengalami tren menurun, dan pada periode 2013-2016
mengalami tren naik.

Gambar 4.16. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori L (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS kota Ternate, 2016)

Jasa Perusahaan (Kategori M,N)


Kategori Jasa Perusahaan memiliki cakupan kegiatan yang luas dan
beragam. Kegiatan profesional, ilmu pengetahuan dan teknik; dan kegiatan
jasa persewaan dan sewa guna usaha tanpa hak opsi, jasa
ketenagakerjaan, agen penunjang perjalanan dan penunjang usaha lainnya
dicakup dalam kategori ini. Pada tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar
harga berlaku yang diciptakan kategori Jasa Perusahaan sebesar 58,32
miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 46,18 miliar

57
rupiah. Sejak tahun 2011 sampai 2016, kategori ini hanya menyumbang
terhadap pembentukan PDRB Kota Ternate kurang dari 1 persen saja
Bila dilihat dari sisi perkembangan kontribusinya, peran kategori Jasa
Perusahaan relatif mengalami penurunan selama enam tahun terakhir,
yaitu 0,82 persen pada tahun 2011 dan terus mengalami penurunan hingga
menjadi 0,74 persen pada tahun 2016. Sementara, grafik laju
pertumbuhannya menunjukkan adanya tren naik dan turun selama enam
tahun terakhir. Tercatat pada tahun 2011, laju pertumbuhan kategori ini
sebesar 6,80 persen, kemudian meningkat hingga tahun 2013 sebesar 8,08
persen. Kemudian kembali turun hingga mencapai 5,23 persen di tahun
2015, dan kembali naik menjadi 9,23 persen pada tahun 2016.

Gambar 4.17. . Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori M,N (%),


2011-2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib


(Kategori O)
Kategori ini meliputi kegiatan yang sifatnya pemerintahan, yang
umumnya dilakukan oleh administrasi pemerintahan termasuk juga
perundang-undangan dan penterjemahan hukum yang berkaitan dengan
pengadilan dan menurut peraturannya. Kategori ini merupakan penopang
perekonomian kedua di Ternate setelah kategori Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Peranannya dalam
pembentukan PDRB Kota Ternate tahun 2016 tercatat sebesar 16,45
persen.
Pada tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib sebesar 1.295,95 milliar rupiah, sedangkan atas dasar harga

58
konstan sebesar 928,91 miliar rupiah. Gambar 4.16 menunjukkan bahwa
selama tahun 2011 sampai 2016, peranan kategori ini mengalami naik
turun. Pada tahun 2011 kategori ini memiliki peranan sebesar 17,39 persen,
kemudian meningkat menjadi 18,00 persen pada tahun 2013 dan kembali
turun menjadi 16,45 persen pada tahun 2016.

Gambar 4.18. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori O (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS kota Ternate, 2016)

Jika dilihat berdasarkan laju pertumbuhan, kategori ini mengalami


perlambatan laju pertumbuhan sejak tahun 2011 sampai 2016. Pada tahun
2011 laju pertumbuhan kategori ini sebesar 10,84 persen, kemudian
melambat menjadi 7,50 persen pada tahun 2013. Setelah itu, pada tahun
2014 laju pertumbuhannya kembali meningkat menjadi 9,50 persen.
Kemudian laju pertumbuhan kembali melambat hingga mencapai posisi
3,96 persen pada tahun 2016.
Jasa Pendidikan (Kategori P)
Aktivitas perekonomian pada kegiatan jasa pendidikan tercermin dari
nilai PDRB kategori Jasa Pendidikan. Pada tahun 2016, nilai tambah bruto
atas dasar harga berlaku yang diciptakan kategori Jasa Pendidikan sebesar
397,68 miliar rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 275,96
miliar rupiah. Secara rata-rata selama tahun 2011-2016, kategori Jasa
Pendidikan menyumbang sebesar 4,89 persen terhadap total
perekonomian Kota Ternate.
Bila dilihat laju pertumbuhannya, kategori ini juga mengalami laju
pertumbuhan yang berfluktuatif sama seperti halnya kategori-kategori
sebelumnya. Pada tahun 2011, kategori ini mampu tumbuh sebesar 7,80
persen, namun terjadi perlambatan hingga tahun 2013 dengan laju

59
pertumbuhan menjadi 4,80 persen. Kemudian, kategori ini mampu bangkit
kembali sehingga laju pertumbuhannya meningkat hingga menjadi 8,26
persen pada tahun 2015. Sementara, pada tahun 2016 kembali melambat
menjadi 6,58 persen. Selama kurun waktu enam tahun terakhir, kategori ini
memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 6,81 persen per tahunnya.

Gambar 4.19. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori P (%), 2011-


2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (Kategori Q)


Kategori ini mencakup kegiatan penyediaan jasa kesehatan dan
kegiatan sosial yang cukup luas cakupannya. Pada tahun 2015, nilai
tambah bruto atas dasar harga berlaku yang diciptakan kategori Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 247,48 miliar rupiah, sedangkan
atas dasar harga konstan sebesar 187,75 miliar rupiah.
Berdasarkan Gambar 4.20 menunjukkan bahwa perkembangan
peranan dan laju pertumbuhan kategori ini cukup dinamis. Secara ratarata
selama tahun 2011-2016, kategori Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
menyumbang sebesar 3,24 persen terhadap total perekonomian Kota
Ternate. Bila dilihat laju pertumbuhannya, kategori ini mengalami
peningkatan laju pertumbuhan pada periode 2012-2013. Sedangkan pada
periode 2013-2016, kategori ini mengalami perlambatan sehingga
menyebabkan laju pertumbuhan kategori Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial sebesar 5,39 persen di tahun 2016. Rata-rata pertumbuhan kategori
ini adalah 7,62 persen per tahun selama periode tahun 20112016.

60
Gambar 4.20. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori Q (%), 2011-
2016
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Jasa lainnya (Kategori R,S,T,U)


Selama tahun 2016, nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang
diciptakan kategori Jasa Lainnya sebesar 149,65 miliar rupiah, sedangkan
atas dasar harga konstan sebesar 119,21 miliar rupiah. Kategoi Jasa
Lainnya memiliki sumbangan terhadap pembentukan PDRB Kota Ternate
sebesar 1,90 persen pada tahun 2016. Bila dilihat dari sisi perkembangan
kontribusinya, peran kategori Jasa Lainnya mengalami penurunan pada
periode 2011-2014 dan kembali naik pada periode 20142016. Selama
enam tahun terakhir, kategori Jasa Lainnya menjadi penyumbang tertinggi
pada yakni sebesar 2,07 persen pada tahun 2011. Sementara, pada tahun
2014 kategori ini memiliki sumbangan terendah yakni sebesar 1,80 persen.
Bila ditinjau dari laju pertumbuhannya, Gambar 4.21 menunjukkan
bahwa kategori ini mengalami peningkatan laju pertumbuhan setiap
tahunnya. Tahun 2011 mencatat laju pertumbuhan kategori ini sebesar 3,80
persen. Pada tahun 2016, laju pertumbuhannya menjadi 11,50 persen. Hal
ini menunjukkan bahwa kategori Jasa Lainnya merupakan salah satu
kategori lapangan usaha yang dapat berkembang dengan baik di Kota
Ternate.

Gambar 4.21. Peranan dan Laju Pertumbuhan Kategori R,S,T,U (%)


Tahun
Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)
61
4.3. Tinjauan Tata Ruang Wilayah Kota

4.3.1. Arah Pengembangan Struktur Ruang Kota Ternate


Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem
pusat-pusat pelayan kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain
dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota. Kota Ternate
dalam kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ditetapkan
sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang terletak di wilayah
Indonesia Bagian Timur. Hal ini menujukkan bahwa Kota Ternate
mengemban fungsi pengembangan regional yang luas, dan diarahkan agar
memiliki fungsi-fungsi pengembangan sebagai pusat kegiatan jasa dan
perdagangan skala nasional dan regional, sebagai pintu gerbang eksport
dan import lewat Pelabuhan Laut Ahmad Yani Ternate dan sebagai simpul
transportasi dalam rangka mendukung daerah hinterland serta membuka
jalur lintas transportasi antar regional, nasional dan internasional.
Rencana sistem dan fungsi perwilayahan Kota Ternate dibagi
menjadi 7 Bagian Wilayah Kota (BWK) didasarkan pada batas administrasi
wilayah kecamatan. Setiap BWK direncanakan mempunyai pusat
pelayanan BWK dan fungsi perwilayahan yang berfungsi sebagai:
1. Pusat Pelayanan Kota
Pusat pelayanan kota melayani seluruh wilayah kota dan/atau
regional dengan pusat pelayanan meliputi:
 BWKI, BWK II, BWK III yang meliputi Kelurahan Salero, Soa, Kampung
Makassar Timur, Kampung Makassar Barat, Gamalama, Muhajirin,
Tanah Raja, Takoma, Kota Baru, Maliaro, Stadion, Tanah Tinggi,
Kalumpang, Santiong dan Kelurahan Salahuddin.
 Skala pelayanan yang di arahkan di pusat pelayanan kota adalah
skala pelayanan untuk seluruhan Kota Ternate dan merupakan hirarki
tertinggi.
 Berfungsi sebagai pusat pelayanan skala kota yang meliputi pusat
pelayanan pemerintahan kota, pendidikan olahraga, perdagangan dan
jasa, pusat pelayanan transportasi, pusat pelayanan kesehatan, pusat
keamanan dan keselamatan dan pusat sejarah dan kebudayaan.
Kegiatan Pemerintahan Kota Ternate menyebar di jalan Yos Sudarso,
jalan Cengkeh Afo, jalan Pemuda, jalan Ahmad Yani, jalan Hasan Esa, jalan

62
Satelit, jalan Kapitan Patimura, jalan Batu Angus, jalan Arnold Mononutu,
jalan Jati Lurus, Jalan Stadion dan jalan Pahlawan Revolusi. serta arahan
pengembangan pemusatan perkantoran pemerintah Kota Ternate di jalan
Kapitan Patimura, Yos Sudarso, jalan Cengkeh Afo dan Jalan Stadion.
Pusat pelayanan kegiatan pemerintahan yang dilengkapi dengan
pengembangan fasilitas meliputi perkantoran pemerintahan kota fasilitas
kantor pemerintahan pendukung dan pelayanan publik lainnya.
kegiatan Perdagangan dan Jasa sebagai pusat pelayanan Kota Ternate
dan regional perdagangan pusat perbelanjaan Mall/plaza/shopping center
terpusat di kelurahan Gamalama, serta arahan pengembangannya
dikawasan rencana reklamasi pantai kelurahan Salero – Dufa - Dufa. Pasar
Modern Higienis, pasar Grosir, pasar Tradisional, di kawasan reklamasi
pantai tapak 1 kelurahan Gamalama. Pertokoan/Ruko /Perdagangan
modern (supermarket dan minimarket) memusat di Kelurahan Gamalama,
Muhajirin, Tanah Raja, Santiong, Makassar Timur, Soasio, kawasan
rencana reklamasi pantai kelurahan Salero sampai Dufa - dufa. Arahan
pengembangan pasar Wisata/Pasar seni/kerajinan, pusat wisata kuliner
seafood/makanan khas daerah memusat di kawasan rencana reklamasi
pantai kelurahan Salero sampai Dufa-dufa. Pasar hewan direncanakan di
Kelurahan Sasa dan Dufa-dufa. Pusat pelayanan perdagangan modern dan
jasa komersial skala kota dilengkapi dengan Kawasan perbelanjaan
moderen skala kota, hotel dan penginapan, perkantoran swasta dan jasa
akomodasi pariwisata lainnya.
Sebagai pusat pelayanan umum dan sosial meliputi kesehatan,
pendidikan, rekreasi, peribadatan dan olahraga skala pelayanan Kota
Ternate terdapat secara menyebar di Kelurahan Kelurahan Salero, Soa,
Kampung Makassar Timur,Kampung Makassar Barat, Gamalama,
Muhajirin, Tanah Raja, Takoma, Kota Baru, Maliaro, Stadion, Tanah Tinggi,
Kalumpang, Santiong dan Kelurahan Salahuddin.
2. Sub Pusat Pelayanan Kota
Sub Pusat Pelayanan Kota Ternate terdapat di sebagian BWK I,
BWK II, BWK III dan Keseluruhan BWK IV, BWK V, BWK VI dan BWK VII.
Pembentukan sub pusat pelayanan kota dikaitkan juga dengan fungsi dan
peran sub pusat pelayanan kota di Kota Ternate dalam melayani skala
bagian wilayah lokal atau skala kecamatan.
63
Sub Pusat pelayanan Kota Ternate di BWK I terdapat di kelurahan
Dufa-dufa yang memiliki peran sebagai:
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan
pemerintahan skala kecamatan dan kelurahan yaitu : kantor Camat
Kecamatan Ternate Utara dan kelurahan Dufa-dufa.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan jasa
perdagangan skala kecamatan yaitu : Pasar Tradisional Dufa-dufa dan
pertokoan skala lokal serta rencana pengembangan jasa perdagangan
skala lokal kecamatan yaitu : pembangunan pasar hewan di kelurahan
Dufa-dufa.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan kategori
fasilitas pelayanan umum skala kecamatan dan lingkungan yaitu :
Terminal Dufa-dufa, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,
puskesmas pembantu.
 Fungsi untuk pendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan dan
pelayanan umum skala Kota dan Regional yaitu : Pelabuhan Dufa-dufa,
Pelabuhan PPI, STAIN, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Kantor-kantor
Pemerintah Kota.
Sub Pusat pelayanan Kota Ternate di BWK III terdapat di kelurahan
Bastiong Talangame dan Bastiong Karance yang memiliki peran sebagai:
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan jasa dan
perdagangan skala kecamatan yaitu : Pasar Tradisional Bastiong, Pasar
Ikan Bastiong, pertokoan skala lokal dan Jasa lembaga Keuangan Bank
BRI, Danamon dan Pegadaian, Jasa Perhotelan dan Sport Center.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan fasilitas
umum, pendidikan dan kesehatan skala kecamatan dan kelurahan yaitu:
Sekolah dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, apotik dan praktek
dokter dan Terminal Bastiong.
 Fungsi untuk pendukung kegiatan jasa dan perdagangan ,kegiatan
pemerintahan dan pelayanan umum skala Kota dan Regional yaitu :
Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pelabuhan Feri, Pabrik Es, Kantor Pos
Pemerintah dan pusat penjualan kendaraan bermotor (Dialer), dan
kawasan Pergudangan.

64
Sub Pusat pelayanan Kota Ternate di BWK IV terdapat di kelurahan
Jambula dan Sasayang memiliki peran sebagai:
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan
pemerintahan skala kecamatan dan kelurahan yaitu : kantor Camat
Kecamatan Pulau Ternate dan kantor kelurahan Sasa dan Jambula.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan jasa dan
perdagangan dan fasilitas umum skala kecamatan yaitu : Pasar
Tradisional Sasa, pertokoan skala lokal, Puskud, Terminal Sasa dan
Polsek.
Rencana pengembangan fasilitas umum untuk melayani kegiatan sub
pusat pelayanan skala lokal kecamatan dan Kota yaitu: Pengembangan
pasar tradisional di Sasa, Pembangunan pasar Hewan, pembangunan
Dermaga Sasa.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan fasilitas
pendidikan dan kesehatan skala kecamatan dan kelurahan yaitu :
Sekolah dasar, puskesmas pembantu.
 Rencana pengembangan fasilitas kesehatan yaitu : Pembangunan
Rumah sakit Tipe C.
 Fungsi untuk pendukung kegiatan jasa dan perdagangan, kantor
pemerintahan, fasilitas pendidikan dan pelayanan umum skala Kota dan
Regional yaitu : Pendidikan Tinggi STIKIP, Universitas Muhammadiyah,
Depo Pertamina, Lembaga Permasyarakatan.
Sub Pusat pelayanan Kota Ternate di BWK V terdapat di kelurahan
Faudu dan Togolobe yang memiliki peran sebagai:
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan
pemerintahan skala kecamatan dan kelurahan yaitu : kantor Camat
Kecamatan Pulau Hiri dan kantor kelurahan Faudu danTogolobe.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan jasa dan
perdagangan dan fasilitas umum skala kecamatan yaitu : pertokoan
skala lokal.
Rencana pengembangan jasa dan perdagangan skala kecamatan
yaitu: Pembangunan pasar tradisional dan Pembangunan Terminal di
kelurahan Togolobe.

65
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan fasilitas
pendidikan dan kesehatan skala kecamatan dan kelurahan yaitu:
Sekolah dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan puskesmas
pembantu.
 Rencana pengembangan pendidikan yaitu: Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas kelurahan Faudu.
Sub Pusat pelayanan Kota Ternate di BWK VI terdapat di kelurahan
Moti Kotayang memiliki peran sebagai:
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan
pemerintahan skala kecamatan dan kelurahan yaitu: kantor Camat
Kecamatan Pulau Moti dan kantor Lurah Moti Kota, Polsek Moti, Koramil,
UPTD Diknas dan KUAKecamatan.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan jasa dan
perdagangan dan fasilitas umum skala kecamatan yaitu: pertokoan
skala lokal.
Rencana pengembangan jasa dan perdagangan dan fasilitas umum
skala kecamatan yaitu: Pembangunan Terminal di kelurahan Moti Kota dan
pembangunan Dermaga Feri Moti Kota.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan fasilitas
pendidikan dan kesehatan skala kecamatan dan kelurahan yaitu:
Sekolah dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas dan puskesmas Moti Kota.
Sub Pusat pelayanan Kota Ternate di BWK VII terdapat di kelurahan
Mayauyang memiliki peran sebagai:
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan
pemerintahan skala kecamatan dan kelurahan yaitu: kantor Camat
Kecamatan Batang Dua dan kantor Lurah Mayau.
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan jasa dan
perdagangan dan fasilitas umum skala kecamatan yaitu : pertokoan
skala lokal dan Polsek Batang Dua.
Rencana pengembangan jasa dan perdagangan dan fasilitas umum
skala kecamatan yaitu: Pembangunan pasar tradisional dan Pembangunan
Terminal di kelurahan Mayau, pembangunan Pos pantau AL.

66
 Fungsi utama untuk melayani kegiatan sub pusat pelayanan fasilitas
pendidikan dan kesehatan skala kecamatan dan kelurahan yaitu :
Sekolah dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas dan puskesmas Mayau.
 Pusat Lingkungan merupakan pusat pelayanan kegiatan dengan skala
pelayanan lingkungan yang tersebar di setiap Bagian Wilayah Kota
Kegiatan dan kelengkapan fasilitas pada Pusat Lingkungan dapat dalam
bentuk pusat pelayanan pemerintahan tingkat kelurahan, perdagangan
tingkat lingkungan atau kegiatan pendidikan skala lingkungan seperti
sekolah taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Konsep dasar struktur
tata ruang ditetapkan setelah mencermati hasil analisis keterhubungan
antara pusat-pusat pertumbuhan perkotaan serta keterhubungan antar
Pulau-pulau, baik keterhubungan internal maupun eksternal.

Gambar 4.22. Rencana Struktur Ruang Kota Ternate


Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

67
3. Arah Pengembangan Pola Ruang Kota Ternate
Rencana pola pemanfaatan ruang diarahkan untuk mengumpulkan
informasi yang dibutuhkan dalam proses alokasi pemanfaatan ruang untuk
memperoleh manfaat optimal bagi pengembangan wilayah Kota Ternate
dengan tetap memperhatikan kepentingan masa depan.Rencana pola
ruang wilayah Kota Ternate meliputi Rencana kawasan lindung dan
Kawasan budidaya.
Kawasan Lindung
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa, guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan ini dipertahankan
sebagai kawasan lindung sesuai fungsinya untuk menjaga tata air kawasan
bawahnya terutama hutan lindung di Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti,
Pulau Mayau dan Pulau Tifure. Kawasan lindung di Kota Ternate, terdiri
atas:
1). Kawasan Hutan Lindung
Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan
memelihara kesuburan tanah (UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang
kehutanan).
 Kawasan hutan lindung di Pulau Ternate dengan luas kurang lebih
1.932,19 Ha.
 Kawasan hutan lindung di Pulau Hiri dengan luas kurang lebih 346,73
Ha.
 Kawasan hutan lindung di Pulau Moti dengan luas kurang lebih 459,15
Ha.
 Kawasan hutan lindung di Pulau Mayau dengan luas kurang lebih 838,56
Ha.
Berdasarkan Pengelolaan pada kawasan hutan lindung dimaksudkan
untuk membatasi beberapa kegiatan budidaya yang sudah terlanjur
dilakukan di kawasan hutan lindung, seperti permukiman masyarakat dan
kegiatan pariwisata agar tidak merusak kawasan lindung.

68
2). Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya.
Upaya Pengelolaan kawasan berfungsi lindung untuk kawasan yang
memberikan perlindungan kawasan bawahannya berupa Kawasan
Resapan Air yang terdapat di Kecamatan Pulau Ternate kurang lebih
1810,72 Ha, Kecamatan Ternate Utara kurang lebih 1180,42 Ha,
Kecamatan Ternate Selatan kurang lebih 1133,17 Ha, Kecamatan Ternate
Tengah kurang lebih 646,45 Ha, Kecamatan Pulau Hiri kurang lebih 58,48
Ha, Kecamatan Moti kurang lebih 546,99 Ha dan Kecamatan Pulau Batang
Dua kurang lebih 1365,62 Ha.
3). Kawasan perlindungan setempat
Kawasan perlindungan setempat berfungsi untuk melindungi
kelestarian suatu manfaat atau suatu fungsi tertentu, baik yang merupakan
bentuk alami maupun buatan, disekitar wilayah perairan yaitu meliputi:
 Kawasan sempadan pantai.
 Kawasan sempadan sungai/kali mati/barangka.
 Kawasan sekitar danau.
 Kawasan sekitar mata air.
 Ruang Terbuka Hujau (RTH)
Luas RTH eksisting adalah kurang lebih 146, 53 (seratus empat puluh
enam koma lima puluh tiga) Ha atau 5,44% dari luas wilayah Kota Ternate
dan luas RTH di akhir tahun perencanaan adalah kurang lebih 1.503,13
(seribu lima ratus tiga koma tiga belas) Ha atau 55,83% dari luas kawasan
terbangun.
Rencana pengembangan RTH Kota Ternate diarahkan, meliputi:
 Pengembangan jalur hijau di Kota Ternate pada jalan kolektor dan jalan
lokal.
 Ruang untuk pejalan kaki/pedestrian yang memilikiRTH diarahkan untuk
peningkatan kenyamanan bagi pejalan kaki.
 Kawasan konservasi yang ada di sempadan Kalimati/Barangka,
sempadan danau, sempadan pantai, pengamanan sumber air baku/mata
air.
 Pengembangan kawasan-kawasan yang merupakan tangkapan air
hujan.

69
 Lapangan olah raga direncanakan penyebarannya ke tiap Sub Pusat
Pelayanan Kota/BWK, mempertahankan keberadaan lapangan olahraga
yang sudah ada agar tidak terjadi peralihan fungsi lahan.
 Tempat pemakaman difungsikan sebagai RTH untuk resapan air.
 Pembuatan buffer zone (kawasan penyangga) di kawasan TPA.
 Pengembangan hutan kota, hutan wisata dan agrowisata sebagai RTH.
 Pengendalian kawasan konservasi dan resapan air pada lahan dengan
kemiringan lereng > 25%.
 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
KawasanSuaka Alam dan Cagar Budaya di Kota Ternate meliputi
Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya, Pelestarian Alam dan
cagar budaya.
4). Kawasan rawan bencana alam
a). Kawasan rawan bencana gempa terdapat di seluruh wilayah Kota
Ternate yaitu Kecamatan Ternate Utara, Kecamatan Ternate Tengah,
Kecamatan Ternate Selatan, Kecamatan Pulau Ternate, Kecamatan
Pulau Hiri, Kecamatan Moti dan Kecamatan Pulau Batang Dua.
b). Kawasan rawan tanah longsor terdapat di Pulau Ternate dengan luas
total 40,58 Ha yaitu di Kelurahan Afetaduma, Dorpedu, Togafu,
Kalumata, Ngade, Dufa-dufa, Akehuda dan Tobona. Untuk Pulau Hiri
dengan luas total 6,4Ha di Kelurahan Tafraka, Mado, Faudu dan
Kelurahan Tomajiko.
c). Kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami terdapat di Kecamatan
Ternate Utara, Kecamatan Ternate Tengah, Kecamatan Ternate
Selatan, Kecamatan Pulau Ternate, Kecamatan Pulau Hiri, Kecamatan
Moti dan Kecamatan Pulau Batang Dua.
d). Kawasan rawan banjir terdapat di Kelurahan Mangga Dua yaitu jalan
raya Mangga Dua kurang lebih 0,11 Ha, Kelurahan Bastiong Talangame
yaitu Kawasan Terminal dan Pasar Bastiong kurang lebih 0,21 Ha,
Kelurahan Bastiong Karance yaitu jalan Raya Bastiong dan jalan
Pelabuhan Fery kurang lebih 0,45 Ha, Kelurahan Gamalama yaitu jalan
Pahlawan Revolusi dan jalan Boesori kurang lebih 1,25 Ha, Kelurahan
Jati yaitu jalan depan Hotel Bela kurang lebih 0,24 Ha, Kelurahan

70
Santiong yaitu di kawasan Kuburan Cina kurang lebih 0,12 Ha dan
Kelurahan Mangga Dua kurang lebih 0,04 Ha.
e). Kawasan rawan bencana gunung api, terdiri atas Kawasan rawan
bencana gunung berapi meliputi daerah rawan Tipe I, rawan Tipe II dan
rawan Tipe III.
 Kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan I dengan
luas total 1028,29 Ha terdapat di Kelurahan Dufa-dufa, Tabam,Tubo
dan Togafo, di kawasan aliran Barangka/kali mati di Kelurahan
Kulaba, Bula, Tobololo, Takome, Loto, Taduma, Dorpedu, Kastela
dan Toboko serta kawasan pada radius 4,5 Km dari kawah Gunung
Gamalama.
 Kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan II dengan
total luas 1525,18 Ha terdapat di sungai/barangka tepatnya di
Kelurahan Sulamadaha, Sungai Togorara, Sungai Kulaba, Sungai
Sosoma, Sungai Ruba, Sungai Telawa, Sungai Toreba, Sugai
Piatoe, Sungai Taduma dan Sungai Kastela, Kelurahan Tubo,
Tafure, Kulaba, Tobololo, Takome, Loto, Foramadiahi, Marikurubu
(lingkungan air tege-tege dan Tongole) dan Buku Bendera Kelurahan
Moya, serta kawasan pada radius 3,5 Km dari kawah Gunung
Gamalama.
 Kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan III dengan
total luas kurang lebih 1121,58 Ha terdapat di sebagian sungai Fitu,
sungai Piatoe, Sungai Toreba, Sungai Takome, sungai Sosoma,
Sungai Ruba, Sungai Kulaba, sungai Togorara serta kawasan pada
radius2,5 Km dari kawah Gunung Gamalama.
Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya Kota Ternate sebagaimana dimaksud terdiri atas
kawasan hutan produksi, kawasan permukiman, kawasan jasa dan
perdagangan, kawasan perkantoran, kawasan industri, kawasan pariwisat,
kawasan perikanan, kawasan pertanian, kawasan ruang evakuasi bencan,
kawasan terbuka non hijau, kawasan peruntukan lainnya

71
Gambar 4.23. Rencana Pola Ruang Kota Ternate
Sumber, (Pokja Sanitasi Kota Ternate, 2014)

72
4.4. Tinjauan Khusus Lokasi Perancangan

4.4.1. Pengertian Objek Perancangan


Peracangan Superblock sebagai model pengembangan Zona
Ekonomi Terpadu Kota Ternate memiliki arti sebagai berikut:
1. Perancangan
Perancangan adalah merumuskan suatu konsep dan ide yang baru
atau memodifikasi konsep dan ide yang sudah ada dengan metoda yang
baru dalam usaha memenuhi kebutuhan manusia, (lubis, 2016).
2. Superblock
Menurut guru besar ITB, Prof. Dr. Ir. Moh Diasworo, Superblock
merupakan deretan bangunan dalam kawasan dengan fungsi yang
berbeda-beda seperti pusat hunian, perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan,
sekolah, pusat kesehatan, tempat olahraga, bahkan tempat rekreasi yang
terintegrasi antara satu fungsi dengan rungsi lainnya, (Heri Siswanto, 2009).
3. Model
Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan
suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan
atau idealisasi. Bentukya dapat berupa model fisik (maket, bentuk
prototipe), mdel citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan
matematis, (Wikipedia, 2017).
4. pengembangan
Merupakan proses, cara, pembuatan dan mengembangkan,
(Wikipedia, 2017).
5. Zona
Zona adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa yunani (bahasa
yunani ζωνη) yang berarti sabuk, digaunakan untuk berbagai keperluan
dalam bahasa yunani kuno/ortokoks digunakan untuk menjelaskan
kawasan untuk pria dan kawasan untuk wanita yang kemudian digunakan
untuk menjelaskan wilayah, daera, dan bagian, (Wikipedia, 2017).
6. Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktifitas
manusia yang berhubngan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi
terhadap barang dan jasa. Istilah ekonomi sendiri berasal dari bahasa
yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος

73
(monos) yang berarti “peraturan, aturan, hukum”. Secara garis besar
ekonomi diartikan sebagai “aturan rumah tangga atau manajemen rumah
tangga”. (Wikipedia, 2017).
7. Terpadu
Terpadu memiliki arti disatukan, dilebur menjadi satu, atau
menggabungkan antara beberapa unsur atau beberapa objek menjadi satu
kesatuan, (Wikipedia, 2017).
8. Kota Ternate
Kota Ternate merupakan daerah otonomi bagian dari provinsi Maluku
Utara, terdiri dari 5 pulau, yakni : pulau Ternate, pulau Moti, pulau Hiri, pulau
Tifure dan pulau Mayau/ Batang Dua. Kota Ternate mempunyai potensi
strategis sebagai kota perdagangan yang dikenal sejak zaman penjajahan
Belanda.
Dari beberapa kajian definisi diatas, secara arsitektural dapat di
simpulkan bahwa “Perancangan Superblock Sebagai Model
Pengembangan Zona Ekonomi Terpadu Kota Ternate” dapat diartikan
sebagai: “Perancangan kawasan pusat perekonomian dengan berbagai
fungsi yang berbeda beda, namun dapat terpadu dan terintegrasi antar satu
fungsi dengan funsi lainnya, sebagai rencana untuk mengembangkan
perekonomian daerah Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan, dan
masyarakat yang tinggal didalam maupun disekitaran kawasan tanpa
menambah penggunaan energy fosil dan mengurangi produksi limbah.

74
4.4.2. Letak dan Batas Wilayah

LOKASI
PERANCAN
GAN

Gambar 4.24. Peta Wilayah Kota Ternate


Sumber, (BPS Kota Ternate, 2016)

Gambar 4.25. Zoom-Aut, Lokasi Perancangan


Sumber, (Penulis, 2018)
75
Lokasi perancangan berada di wilayah Kecamatan Ternate Tengah
memiliki luas wilayah 373.187,85 Km². Secara astronomis terletak antara
0,46º sampai 0,48º Lintang Utara dan, 127,20º sampai 127,23º Bujur Timur.
Secara geografis, wilayah ini memiliki batas-batas sebagai berikut:
 Sebelah Utara: Berbatasan dengan dengan Kecamatan Ternate Utara.
 Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kecamatan Tenate Selatan.
 Sebelah Timur: Berbatasan dengan Laut Halmahera.
 Sebelah Barat: Berbatasan dengan Hutan Lindung.
Kecamatan Ternate Tengah terdiri dari 15 kelurahan dengan 11
kelurahan diantaranya adalah kelurahan bukan pantai sedangkan 4 sisanya
merupakan kelurahan pantai. Kondisi topografi Kecamatan Ternate Tengah
ditandai dengan ketinggian dari permukaan laut yang seragam, yaitu antara
0 – 499 M (rendah) sebanyak 15 kelurahan.

4.4.3. Tinjauan Objek Sejenis


1. K2 Park Superblock:
Berdiri di atas lahan seluas 3 hektar, K2 Park berada di area lokasi
emas di antara Lippo Karawaci, Gading Serpong BSD, Alam Sutera dan
Modernland. Dari peta satelit yang diperoleh dari google, terlihat bahwa
akses jalan dari dan menuju K2 Park sangat mudah, hanya perlu hitungan
menit menuju pintu tol Jakarta dan Merak dan 15 menit menuju pintu JORR
Jakarta-Serpong.

Gambar 4.26 Lokasi K2 Park


Sumber, (Superblck, 2018)
76
K2 Park dikelilingi oleh sejumlah tempat perbelanjaan, diantaranya
adalah Lippo Supermall Karawaci, Summarecon Mall Serpong, Mall of Alam
Sutera, BSD Square, Teras Kota, BSD Plaza, dan Living World, di dekat K2
Park juga terdapat sejumlah rumah sakit, seperti Siloam Hospital Karawaci,
Rumah Sakit St. Carolous, Rumah Sakit Awal Bros, Eka Hospital BSD, dan
Rumah Sakit Mayapada.

Gambar 4.27. Pusat perbelanjaan di sekitar K2 Park


Sumber, (Superblck, 2018)

Selain itu, kawasan mixed-use development K2 Park juga dapat di


tempuh hanya beberapa menit dari rencana pembangunan Indonesia
International Expo Convention Center BSD City (IIECC), Convention and
Exhibition Hall terbesar di Indonesia dan bertaraf internasional.

Gambar 4.28. Lokasi K2 Park


Sumber, (Superblck, 2018)
77
Desain K2 Parik Superblok mengadopsi keindahan gunung zhang jia jie
hunan di cina, big hole di kimberly south africa, dan pergeseran lempeng
bumi akibat gerakan tektonik yang digabungkan dan menghadirkan desain
bangunan yang megah, modern dan selaras dengan suasana alam pada
k2 park seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4.29. Desain Awal K2 Park


Sumber, (Superblck, 2018)

K2 Park hadir dengan konsep sunken plaza dengan pusat perbelanjaan


bawah tanah. Fasilitas yang tersedia di K2 Park mempermudah penghuni
apartemen melakukan berbagai aktivitas. Selain itu, peruntukan lantai
dasar (ground floor use) haruslah digunakan untuk kegiatan retail atau
fungsi publik aktif yang secara fisik transparan untuk menjamin hadirnya
aktifitas publik dari pagi sampai malam.

Gambar 4.30. Sumber Inspirasi K2 Park


Sumber, (Superblck, 2018)

78
K2 Park berbeda dengan kawasan superblok lain yang sudah ada.
Kebanyakan superblok yang dikembangkan kurang memperhatikan aspek
lingkungan. Berbeda dengan K2 Park yang sama sekali tidak
mengesampingkan pentingnya ruang hijau terbuka yang bisa diakses oleh
publik. Di K2 Park terdapat taman terbuka hijau dengan konsep landscape
di antara bangunan utama. Selain itu, juga ada water pods yang berfungsi
sebagai pohon buatan. Gunanya untuk menampung air hujan juga menjadi
peneduh dari sinar matahari. Lahan hijau ini menghadirkan suasana yang
rindang, teduh, dan hijau yang nyaman buat penghuninya.

Gambar 4.31. Ruang Terbuka Hijau K2 Park


Sumber, (Superblck, 2018)

Meski lokasinya sangat strategis dan dekat dengan berbagai pusat


perbelanjaan, perkantoran dan pendidikan, namun K2 Park harus bisa
memenuhi syarat superblok seperti, memiliki fungsi hunian, publik,
komersial dan rekreasi bisa hadir dalam satu kawasan. Tentu saja K2 Park
memiliki semuanya. Sebagai kawasan mixed-use yang terintegrasi, K2 Park
memiliki:
 4 Apartment Buildings
 1 Hotel Building
 1 Office Building
 Educational complex,Lifestyle Mall
2. Roppongi hills tokyo
Roppongi Hills mulai dibuka untuk publik pada bulan April 2002 dan
menjadi bangunan termodern kota metropolitan Tokyo. Roppongi Hills
terdiri dari apartemen residensial, hotel, restoran, toko, bioskop, museum,
stasiun televisi swasta dan nasional Jepang, dan beberapa tempat
pertunjukan maupun hiburan indoor dan outdoor. Roppongi Hills
79
merupakan magnet baru kota Tokyo, Orang akan dengan mudah bekerja,
bermain, berbelanja, dan tinggal di suatu tempat, tanpa perlu pusing
bermacet-macet ria.
Desainnya yang modern, letaknya yang strategis, dan konsep all in one
apartemennya membuat banyak orang menetap di sini. Bagi para
pengunjung lokal maupun wisatawan asing, Roppongi Hill adalah “surga
kecil” di tengah-tengah padatnya kehidupan Tokyo. Kita bisa berbelanja,
menyantap makan siang, menikmati hiburan dan menonton bioskop,
sekaligus melihat pemandangan kota Tokyo dari tempat ini. (Christian,
2018).
Letaknya yang berada di tengah-tengah Kota Tokyo membuat
Roppongi Hills tempat yang sangat baik untuk melihat panorama kota
Tokyo. Kita dapat naik ke dek observasi Mori Tower lantai 54 setinggi 238
meter dan melihat keindahan kota Tokyo baik di siang ataupun malam hari.
Di lantai paling atas, ada Sky Deck Observation, di mana kita bisa berjalan-
jalan dan melihat keindahan kota di atas kaca yang menjorok ke luar.

Gambar 4.32. Melihat Tokyo dari Mori Tower Observation Deck


Sumber, (Christian, 2018)

Gambar 4.33. Iluminasi Musinm Dingin


Sumber, (Christian, 2018)

Letaknya yang strategis dan menjadi tempat tinggal banyak warga


asing membuat iluminasi Natal di Roppongi Hills satu level di atas iluminasi
80
Natal lain di Tokyo. Kita dapat melihat perpaduan serasi warna lampu-
lampu Natal dengan warna lampu jalan dan Tokyo Tower di depan mata.
Selain itu di Roppongi Hills juga terdapat Aquarium, Di sini kita bisa
menikmati sensasi berbeda dibanding akuarium biasanya. Perpaduan dan
tata atur cahaya di akuarium Roppongi Hills ini menambah kesan lautan
dalam.

Gambar 4.34. Aquarium Ropping Hills


Sumber, (Christian, 2018)

Roppongi Hills mempunyai pencapaian yang sangat mudah melalui rute


kereta subwai Oedo Line atau Hibiya Line dari seluruh area kota Tokyo
(Shinjuku, Shibuya, Tokyo).dan bisa naik bus kota nomor 01 dengan rute
Stasiun Shibuya-Stasiun Shimbashi. Melalui Stasiun Roppongi Station-
mae. Lama perjalanan sekitar 15 menit.

81
BAB 5
V
ANALISA DAN KONSEP PERANCANGAN

5.1. Analisis Perancangan

5.1.1. Analisis Aspek Manusia


1. Analisis Pelaku
Pelaku adalah semua orang baik pengelola maupun pengunjung yang
akan diwadahi kegiatannya, serta menggunakan seluruh fasilitas-fasilitas di
dalam bangunan dan kawasan Super Block yang dibagi menjadi pelaku
internal (prifat) dan pelaku eksternal (publik).
Pelaku Internal (Privat)
Pelaku internal/privat adalah pelaku individu maupun kelompok yang
berhubungan langsung dengan aktifitas, pemilikan serta pengelolaan suatu
ruang, gedung, maupun kawasan. Kelompok ini pula yang secara legalitas
formal berhak menggunakannya. Pelaku internal/privat inipun dapat dibagi
atas hirarki/tingkatan privasinya, dari suatu tingkat privasi rendah hingga
tinggi. Pelaku internal (prifat) ini yang selanjutnya disebut sebagai pengelola
dan pemilik bangnan dengan pembagian berdasarkan fasilitas sebagai
berikut:
1). Fasilitas Utama
a). Fasilitas hunian (hotel dan apartement)
 General manager
 Asisten manager
 Sekretaris
 Sales manager
 Service manager
 Accounting manager
 Staf karyawan penjualan
 Staf karyawan service
 Staf karyawan acounting
 Kepala bagian security
 Kepala bagian maintenance
 Staf mekanikal elektrikal

82
 Operator
 Receptionist
b). Fasilitas Perkantoran (Kantor Sewa)
 General manager
 Asisten manager
 Sekretaris
 Sales manager
 Service manager
 Accounting manager
 Staf karyawan penjualan
 Staf karyawan service
 Staf karyawan acounting
 Kepala bagian security
 Kepala bagian maintenance
 Staf mekanikal elektrikal
 Operator
 Receptionist
c). Fasilitas Perbelanjaan (Mall, Super Market)
 General manager
 Asisten manager
 Sekretaris
 Sales manager
 Service manager
 Accounting manager
 Staf karyawan penjualan
 Staf karyawan service
 Staf karyawan acounting
 Kepala bagian security
 Kepala bagian maintenance
 Staf mekanikal elektrikal
 Operator
 Receptionist

83
2). Fasilitas Penunjang
a). Fasilitas Pendidikan

Pelaku Eksternal (Publik)
Pelaku eksternal/publik adalah pelaku individu maupun kelompok yang
berhubungan langsung dengan aktifitas suatu ruang, namun tidak secara
langsung berhubungan dengan kepemilikan maupun pengelolaan ruang
tersebut.
Penetapan pelaku mengandung makna bahwa hanya pelaku-pelaku
inilah yang nantinya akan menggunakan ruang yang direncanakan. Jenis
pelaku, disis lain adalah penggolongan pelaku-pelaku yang telah ditetapkan
dalam dua kelompok (internal/privat dan eksternal/publik) yang telah
disebutkan diatas. Selain itu, jumlah masing-masing pelaku-pun harus pula
ditetapkan, karena akan mempengaruhi besar area ruang yang akan
direncanakan.

84
BAB 6
VI
KESIMPULAN DAN SARAN

85
DAFTAR PUSTAKA

86

Anda mungkin juga menyukai