Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

FLUOR ALBUS

Oleh :
Fadhil Mayudha (2015730041)

Pembimbing:
dr. Hera Hermawan, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehinnga saya dapat merampungkan tugas dengan judul “Fluor Albus”.

Makalah ini membahas mengenai fluor albus. Tujuan dibuatnya makalah ini untuk
memenuhi tugas kepaniteraan di Stase Obstetri dan Ginekologi.

Saya sadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Terakhir saya ucapkan terima kasih kepada semua yang telah berperan dalam penyusunan
makalah ini. Semoga Allah membalas segala kebaikan kita dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Cianjur, 29 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 2

2.1. Definisi ............................................................................................................................. 2

2.2. Etiologi ............................................................................................................................. 2

2.3. Diagnosis .......................................................................................................................... 4

2.4. Tatalaksana ....................................................................................................................... 7

2.5. Komplikasi ....................................................................................................................... 8

SIMPULAN .................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Fluor albus atau leukorea adalah pengeluaran cairan dari alat genitalia yang bukan berupa
darah. Leukorea fisiologis dijumpai pada keadaan menjelang menstruasi, karena rangsangan
seksual, dan saat hamil. Leukorea patologis ditandai dengan jumlahnya yang sangat banyak,
berwarna, berbau, dan disertai keluhan-keluhan seperti gatal, panas, pedih ketika buang air kecil,
atau nyeri di perut bagian bawah.

Fluor albus patologis dapat menyerang wanita mulai dari usia muda, usia reproduktif,
maupun usia tua, dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya, meskipun
kasus ini lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang
rendah. Fluor albus patologis sering disebabkan oleh infeksi, salah satunya bakteri vaginosis yang
merupakan penyebab tersering (40%-50% kasus), vulvovaginal candidiasis (80%-90%)
disebabkan oleh candida albicans, Trichomoniasis disebabkan oleh Trichomoniasis vaginalis,
angka kejadiannya sekitar 5%-20% dari kasus infeksi vagina.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Leukorea (fluor albus/white discharge/keputihan/vaginal discharge/duh tubuh
vagina) adalah pengeluaran cairan dari alat genitalia yang bukan berupa darah. Leukorea
fisiologis dijumpai pada keadaan menjelang menstruasi, karena rangsangan seksual, dan
saat hamil. Leukorea patologis ditandai dengan jumlahnya yang sangat banyak, berwarna,
berbau, dan disertai keluhan-keluhan seperti gatal, panas, pedih ketika buang air kecil, atau
nyeri di perut bagian bawah.

2.2. Etiologi

Secara fisiologis, leukorea dapat dijumpai saat ovulasi, menjelang dan setelah haid,
saat ada rangsangan seksual, dan dalam kehamilan.
Sekret vagina secara normal mengandung sel epitel vagina, terutama yang paling luar
(superfisial) yang terkelupas dan dilepaskan ke dalam rongga vagina. Bakteri-bakteri yang
normal terdapat dalam vagina antara lain basil doderlein yang berbentuk batang-batang gram
positif dan merupakan flora vagina yang terbanyak. Basil doderlein mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menjaga suasana vagina dengan menekan pertumbuhan
mikroorganisme patologis karena basil doderlein mempunyai kemampuan mengubah
glikogen dari epitel vagina yang terlepas menjadi asam laktat, sehingga vagina tetap dalam
keadaan asam dengan pH 3,0 – 4,5 pada wanita dalam masa reproduksi. Suasana asam inilah
yang mencegah tumbuhnya mikroorganisme patologis.
Apabila terjadi suatu ketidakseimbangan suasana flora vagina yang disebabkan oleh
beberapa faktor maka terjadi penurunan fungsi basil doderlein dengan berkurangnya jumlah
glikogen karena fungsi proteksi basil doderlein berkurang maka terjadi aktivitas dari
mikroorganisme patologis yang selama ini ditekan oleh flora normal vagina. Progresivitas
mikroorganisme patologis secara kinis akan memberikan suatu reaksi inflamasi di daerah
vagina. Sistem imun tubuh akan bekerja membantu fungsi dari basil doderlein sehingga
terjadi pengeluaran lekosit PMN maka terjadilah leukorea.

2
Leukorea patologis disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, virus, benda asing,
dan neoplasma/keganasan pada alat genitalia. Infeksi oleh bakteri diantaranya gonokokkus,
klamidia trakomatis, gardnerella vaginalis, treponema pallidum. Leukorea patologis oleh
jamur biasanya disebabkan oleh spesies kandida, cairan yang keluar dari vagina biasanya
kental, berwarna putih susu, dan sering disertai rasa gatal, vagina tampak kemerahan akibat
peradangan. Etiologi terbanyak leukorea karena parasit biasanya disebabkan Trichomonas
vaginalis. Cara penularan penyakit ini melalui senggama, walaupun jarang dapat juga
ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset. Cairan yang keluar
dari vagina biasanya banyak, berbuih, menyerupai air sabun dan berbau. Leukorea oleh
parasit ini tidak selalu gatal, tetapi vagina tampak kemerahan dan timbul rasa nyeri bila
ditekan atau perih bila berkemih. Leukorea akibat infeksi virus sering disebabkan oleh
kondiloma akuminata dan herpes simpleks tipe 2. Cairan di vagina sering berbau, tanpa rasa
gatal.
Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang dipakai
pada waktu senggama, adanya cincin pesarium yang digunakan wanita dengan prolapsus
uteri dapat merangsang pengeluaran cairan vagina yang berlebihan. Jika rangsangan ini
menimbulkan luka akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari flora normal yang
berada di dalam vagina sehingga timbul keputihan.
Keganasan akan menyebabkan leukorea patologis akibat gangguan pertumbuhan sel
normal yang berlebihan sehingga menyebabkan sel bertumbuh sangat cepat secara abnormal
dan mudah rusak, akibatnya terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh
darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan oksigen pada sel kanker tersebut.
Pada keadaan seperti ini akan terjadi pengeluaran cairan yang banyak disertai bau busuk
akibat terjadinya proses pembusukan tadi dan seringkali disertai oleh adanya darah yang
tidak segar.

3
2.3. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Usia. Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Pada bayi dan wanita
dewasa, leukorea yang terjadi mungkin karena pengaruh estrogen yang tinggi dan
merupakan leukorea yang fisiologis. Wanita dalam usia reproduksi harus dipikirkan
kemungkinan suatu penyakit hubungan seksual (PHS) dan penyakit infeksi lainnya.
Pada wanita dengan usia yang lebih tua harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
keganasan terutama kanker serviks.
b. Metode kontrasepsi yang dipakai. Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat
meningkatkan sekresi kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya
infeksi jamur. Pemakaian IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada
serviks yang meragsang sekresi kelenjar serviks menjadi meningkat.
c. Kontak seksual. Untuk mengantisipasi leukorea akibat PHS seperti gonorea,
kondiloma akuminata, herpes genitalis, dan sebagainya. Hal yang perlu ditanyakan
adalah kontak seksual terakhir dan dengan siapa dilakukan.
d. Perilaku. Pasien yang tinggal di asrama atau bersama dengan teman-temannya
kemungkinan tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya leukorea cukup
besar. Contoh kebiasaan yang kurang baik adalah tukar menukar peralatan mandi
atau handuk.
e. Sifat leukorea. Hal yang harus ditanyakan adalah jumlah, bau, warna, dan
konsistensinya, keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan telah berapa lama
kejadian tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail karena dengan
mengetahui hal – hal tersebut dapat diperkirakan kemungkinan etiologinya.
f. Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi. Pada kedua
keadaan ini leukorea yang terjadi biasanya merupakan hal yang fisiologis.

2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam


Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan
penyakit kronis, gagal ginjal, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya yang mungkin
berkaitan dengan leukorea. Pemeriksaan yang kusus harus dilakukan adalah pemeriksaan
genitalia yang meliputi: inspeksi dan palpasi genitalia eksterna; pemeriksaan spekulum

4
untuk melihat vagina dan serviks; pemeriksaan pelvis bimanual. Untuk menilai cairan
dinding vagina, hindari kontaminasi dengan lendir serviks.
Pada infeksi karena gonokokkus, kelainan yang dapat ditemui adalah orifisium uretra
eksternum merah, edema dan sekret yang mukopurulen, labio mayora dapat bengkak,
merah, dan nyeri tekan. Kadang-kadang kelenjar Bartolini ikut meradang dan terasa nyeri
ketika berjalan atau duduk. Pada pemeriksaan melalui spekulum terlihat serviks merah
dengan sekret mukopurulen.
Pada Trichomonas vaginalis dinding vagina tampak merah dan sembab. Kadang
terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi
berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance. Bila sekret banyak
dikeluarkan dapat menimbulkan iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna.
Infeksi Gardnerella vaginalis memberikan gambaran vulva dan vagina yang berwarna
hiperemis, sekret yang melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau
berkilau. Pada pemeriksaan serviks dapat ditemukan erosi yang disertai lendir bercampur
darah yang keluar dari ostium uteri internum.
Pada kandidiasis vagina dapat ditemukan peradangan pada vulva dan vagina, pada
dinding vagina sering terdapat membran-membran kecil berwarna putih, yang jika
diangkat meninggalkan bekas yang agak berdarah.
Pada kanker serviks awal akan terlihat bercak berwarna merah dengan permukaan yang
tidak licin. Gambaran ini dapat berkembang menjadi granuler, berbenjol-benjol dan
ulseratif disertai adanya jaringan nekrotik. Disamping itu tampak sekret yang kental
berwarna coklat dan berbau busuk. Pada kanker serviks lanjut, serviks menjadi nekrosis,
berbenjol-benjol, ulseratif dan permukaannya bergranuler, memberikan gambaran seperti
bunga kol.
Adanya benda asing dapat dilihat dengan adanya benda yang mengiritasi seperti IUD,
tampon vagina, pesarium, kondom yang tertinggal dan sebagainya.

5
3. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
a. Penilaian sediaan basah (swab)
Swab diambil untuk pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% dan garam
fisiologis. Trichomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan garam fisiologis sebagai
parasit berbentuk lonjong dengan flagela dan gerakannya yang cepat. Sedangkan
Candida albicans dapat dilihat jelas dengan KOH 10% tampak sel ragi (blastospora)
atau hifa semu. Vaginitis nonspesifik yang disebabkan Gardnerella vaginalis pada
sediaan dapat ditemukan beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak seberapa
banyak, dan banyak sel-sel epitel yang sebagian besar permukaannya berbintik-
bintik. Sel-sel ini disebut clue cell yang merupakan ciri khas infeksi Gardnerella
vaginalis.
b. Pewarnaan gram
Neisseria gonorrhea memberikan gambaran adanya gonokokkus intra dan
ekstraseluler. Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang berukuran
kecil gram negatif yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel dengan
kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil.
c. Kultur
Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi seringkali
kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran.
d. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi herpes genitalis dan human
papiloma virus dengan pemeriksaan ELISA.
e. Pap Smear
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada serviks.

6
2.4. Tatalaksana
Penatalaksanaan keputihan dilakukan tergantung pada penyebabnya. Umumnya obat-
obatan untuk mengatasi penyebab dan mengurangi keluhan. Misalnya diberikan obat
golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi jamur dan golongan metronidazol untuk
mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat yang diberikan dapat berupa sediaan oral
(berupa pil, tablet, kapsul), sediaan topikal seperti krim yang dioleskan, atau uvula yang
dimasukkan ke dalam liang vagina. Pada penderita yang sudah memiliki pasangan,
pasangannya juga diberi pengobatan, serta diberikan penyuluhan/konseling untuk tidak
berhubungan seksual selama dalam pengobatan, dan melakukan pemeriksaan ulang sesuai
anjuran.
1. Trikomoniasis
Pada infeksi Trichomonas vaginalis diberikan metronidazol 3 x 250 mg/hari per oral
selama 7 hari. Selain itu dapat juga digunakan klotrimazol 1 x 100 mg/hari intravagina
selama 7 hari.
2. Vaginosis
Dapat diberikan klindamisin 2 x 300 mg/hari per oral selama 7 hari. Selain itu dapat juga
menggunakan metronidazole 3 x 250 mg/hari per oral selama 7 hari, atau amoksisilin 3
x 500 mg/hari per oral selama 7 hari.
3. Kandidiasis
Pada infeksi Candida albicans dapat diberikan klotrimazol 100 mg/hari secara
intravaginal selama 7 hari atau nistatin 100.000 – 200.000 unit/hari secara intravaginal
selama 14 hari. Selain itu dapat juga diberikan trikonazol 300 mg/hari per oral dosis
tunggal atau 100 mg/hari selama 3 hari. Mikonazol juga dapat diberikan sebanyak 100
mg/hari intravaginal selama 7 hari.
4. Gonore
Untuk gonore dapat diberikan cefixime 400 mg per oral dosis tunggal, atau
spectinomycin 2 gr intramuscular dosis tunggal. Dapat pula diberikan azithromycin 1 gr
per oral dosis tunggal, ceftriakson 250 mg intramuskular dosis tunggal, atau doksisiklin
2 x 100 mg per oral selama 7 hari.

7
5. Klamidiasis
Pada klamidiasis dapat diberikan azithromycin 1 gr per oral dosis tunggal, atau
amoksisilin 3 x 500 mg per oral selama 7 hari. Selain itu juga dapat diberikan eritromisin
4 x 500 mg per oral selama 7 hari.

2.5. Komplikasi
1. Pada kasus yang tidak diobati, infeksi vagina sederhana dapat menyebar ke traktus
reproduksi bagian atas dan menyebabkan penyakit lain yang lebih serius, dan dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan infertilitas
2. Seperti halnya apabila benda asing bertahan di dalam tubuh dapat terjadi toxic shock
syndrome
3. Adanya komplikasi yang spesifik berhubungan dengan leukorea pada kehamilan seperti
kelahiran prematur, ruptur membrane yang prematur, berat badan bayi lahir rendah, dan
endometritis paska kelahiran.

8
BAB III

SIMPULAN

Fluor albus atau leukorea adalah pengeluaran cairan dari alat genitalia yang bukan berupa
darah. Leukorea patologis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, virus, benda asing,
dan neoplasma/keganasan pada alat genitalia. Leukorea patologis ditandai dengan jumlahnya yang
sangat banyak, berwarna, berbau, dan disertai keluhan-keluhan seperti gatal, panas, pedih ketika
buang air kecil, atau nyeri di perut bagian bawah.

Pengobatan fluor albus tergantung kepada penyebabnya, selain itu jika penderita memiliki
pasangan, maka pasangan penderita juga harus diterapi untuk mencegah infeksi kembali.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSUP


Dr. Hasan Sadikin. Panduan Praktis Klinis Obstetri & Ginekologi. Bandung: 2015.
2. Lippincott and Wilkins. Glass' Office Gynecology. Vulvovaginitis. Editors: Curtis, Michele G,
Overholt, Shelley, Hopkins, Michael P. 6th Ed. 2006.
3. Nduru, Leo Marthin. Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian
Keputihan pada Ibu-ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
Universitas Sumatera Utara. Medan: 2016
4. Wiknjosastro H, editor. Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Cetakan ke-6. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2008.

10

Anda mungkin juga menyukai