Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan refreshing dengan judul “perdarahan pada kehamilan

lanjut”. Refreshing ini penulis ajukan sebagai salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan kepanitraan klinik stase Obstetri dan Ginekologi di Program Studi

Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah

Jakarta.

Penulis menyadari refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan laporan kasus selanjutnya. Atas

selesainya laporan kasus ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada dr. Sukardi, Sp. OG yang telah memberikan

persetujuan dan pembimbingan. Semoga laporan ini dapat menambah ilmu

pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.

Cianjur, 08 Mei 2019

Penulis

1
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT

1. Plasenta Previa
A. Definisi
Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(OUI).
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas permbukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh terhadap derajat atau klasifikasi dari
plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal
maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital.

B. Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan
pada usia diatas 35 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
daripada kehamilan tunggal. Pada beberapa Rumah Sakit Umum
Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di
negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%. Dengan
meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih
tinggi.

C. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim
belumlah diketahui dengan pasti, dapat disebabkan karena blastokista
menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebab adalah vaskularisasi desidua
yang tidak memadai, dan juga sebagai akibat radang atau atrofi. Paritas
tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan,
miomektomi dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan
kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai
faktor risiko bagi terjadinya plasenta previa. Plasenta yang terlalu besar

2
seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh OUI.

D. Klasifikasi
1) Plasenta previa totalis atau komplit : plasenta yang menutupi seluruh
osteum uteri internum (OUI)
2) Plasenta previa partialis : plasenta yang menutupi sebagian osteum
uteri internum (OUI)
3) Plasenta previa marginalis : Plasenta yang tepinya berada pada pinggir
osteum uteri internum
4) Plasenta letak rendah : Plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah Rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada
jarak lebih kurang 2 cm dari OUI. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal.

E. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui
tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya ismus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta.

3
Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka ada bagian
tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus plasenta. Perdarahan ditempat tersebut relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat
minimal dan akibatnya pembuluh darah pada tempat tersebut tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi proses
pembekuan kecuali jika ada laserasi dari plasenta yang menyebabkan
perdarahan berlangsung lebih banyak dan lebih lama.
Pembentukan segmen bawah rahim berlangsung secara progresif dan
bertahap yang akan menyebabkan perdarahan berulang tanpa sebab yang
lain. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada
plasenta yang menutupi seluruh OUI perdarahan lebih awal terjadi oleh
karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu pada OUI. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan OUI, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematomaretroplasenta. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh
mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang ada disana. Kedua
kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan
pada plasenta previa.

F. Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis
a) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa
rasa nyeri, pada usia kehamilan >22 minggu
b) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan
tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,
sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan
berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
c) Darah segar yang keluar dan tanpa sesuatu sebab yang jelas dan
berulang
d) Bagian terdepan janin tinggi, sering dijumpai kelainan letak janin.
(biasanya tidak masuk pintu atas panggul)
e) Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mulai persalinan

4
2) Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina.
Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya
plasenta harus dicurigai. Tetapi pemeriksaan ini tidak dianjurkan
sebelum tersedia kesiapan untuk section ceasareae.
3) Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio sotop dan
ultrasonografi. Akan tetapi pada pemerikasaan radiografi clan
radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga
cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya
radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk
menentukan letak plasenta.
4) Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi dan
lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT). Perabaan forniks posterior
untuk mendapat kesan ada tidaknya bantalan antara jari dengan bagian
terbawah janin. Perlahan jari-jari digerakkan menuju pembukaan
serviks untuk meraba jaringan palsenta. Kemudaian jari-jari
digerakkan mengikuti seluruh pembukaan untuk mengetahui
klasifikasi plasenta.

G. Penanganan
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester
kedua atau ketiga harus dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Psien
diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap
termasuk golongan darah dan faktor Rh.
Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang banyak,
harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau
tranfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada
:
 Keadaan umum pasien, kadar hb.
 Jumlah perdarahan yang terjadi.
 Umur kehamilan/taksiran BB janin.
 Jenis plasenta previa.
 Paritas clan kemajuan persalinan.

5
Tatalaksana Umum

1) Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena


(Nacl 0,9% atau Ringer laktat
2) Lakukan penilaian jumlah perdarahan :
 Jika perdarahan banyak dan berlangsung terus menerus,
persiapkan sectio caesareae tanpa memperhitungkan usia
kehamilan
 Jika Perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
premature, pertimbangkan terapi ekpektatif

Tatalaksana Khusus

1) Terapi Konservatif (Agar janin tidak terlahir premature dan upaya


diagnosis dilakukan secara noninvasive. Penanganan Ekspektif Kriteria
antara lain sebagai berikut:
 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti dengan atau tanpa pengobatan tokolitik
 Janin masih hidup dan kondisi janin baik
 Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
 Belum ada tanda-tanda persalinan
 Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
2) Rencana Penanganan :
 Rawat inap,tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis .
 Infus D 5% dan elektrolit
 Bethamentason 12 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
paru janin
 Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah
 Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferrous fumarat
peroral 60 mg selama 1 bulan.
 Pastikan tersedianya sarana transfusi .
 Pemeriksaan USG
 Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan
denyut jantung janin
 Jika perdarahan berhenti, dan waktu untuk mencapai 37 minggu
masih lama, ibu dapat rawat jalan dengan syarat jika ada
perdarahan, segera kembali ke rumah sakit.

6
Penanganan aktif dengan kriteria sebagai berikut:

1) Umur kehamilan > 37 minggu, BB janin > 2500 gram.


2) Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
3) Janinmati atau menderita anomali janin atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya
4) Ada tanda-tanda persalinan
5) Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.

Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan


pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang. Indikasi
Seksio Sesarea :

1) Plasenta previa totalis


2) Plasenta previa pada primigravida
3) Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4) Anak berharga dan fetal distress
5) Plasenta previa lateralis jika :
 Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak
 Sebagian besar OUI ditutupi plasenta
6) Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat
7) Jika pada saat section ceasareae dan terjadi perdarahan dari tempat plasenta
 Jahit lokasi perdarahan dengan benang
 Pasang infus oksitoksin 10 unit dalam 500 ml cairan IV ( Nacl 0,9%
atau Ringer latat) dengan kecepatan 60 tetes/menit.
 Jika perdarahan terjadi pasca persalinan, segera lakukan penangan
sesuai, seperti ligase dan histerektomi.
 Partus per vaginam. Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau
lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau premature
8) Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah
(amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
9) Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.

H. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karana plasenta
rendah sekali atau tak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif
pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun
demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap
memegang peranan utama.

7
2. VASA PREVIA
A. Definisi
Vasa previa adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin
melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) .
Pembuluh darah tersebut berada didalam selaput ketuban ( tidak
terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah
bila selaput ketuban pecah.

B. Patofisiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput
ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah
tersebut dapat berasal dari insersio velamentosa dari talipusat atau bagian
dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut
pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi
eksanguisasi dan kematian janin.

8
C. Faktor Resiko
Vasa previa lebih sering terlihat pada insersio velamentosa atau lobus aksesorius
dan kehamilan kembar, tetapi belum jelas.

D. Diagnosis

• Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput


ketuban.Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut
jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila
perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.

• Dapat diduga bila usg antenatal dengan Coolor Doppler memperlihatkan


adanya pembuluh darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri internum.
• Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 – 3 tetes larutan basa
kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran
akan tetap berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan
segera pecah dan campuran berubah warna menjadi coklat.
• Diagnosa dipastikan pasca persalinan dengan pemeriksaan selaput ketuban
dan plasenta
• Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa
sedikit perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin.

E. Terapi
Tergantung pada status janin.
• Bila ada keraguan tentang maturitas janin tentukan lebih dahulu
umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan
kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi.

9
• Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera
namun bila janin sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan
pervaginam.

3. Solusio Plasenta
A. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan
plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20
minggu dan sebelum janin lahir. Cunningham dalam bukunya
mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta
dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir .Solusio
plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya
sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada
kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.

B. Klasifikasi
1) Solusio plasenta totalis, seluruh permukaan maternal plasenta terlepas
2) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian
3) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas
atau plasenta terlepas pada pinggirnya saja.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya


mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya,
yaitu:

1) Ringan
Luas plasenta yang lepas <25% atau 1/6 bagian
 Jumlah darah yang keluar <250 ml
 Hematom ukuran beberapa cm pada permukaan maternal
plasenta
 Nyeri perut ringan
 Perdarahan masih sedikit dan belum keluar dari vagina
 Tanda vital dan keadaan umum ibu dan janin baik
 Perut sedikit tegang tetapi bagian-bagian janin masih dapat
dikenali
 Belum membutuhkan intervensi segera namun perlu dimonitor
untuk mendeteksi keadaan yang berat
2) Sedang 
 Luas plasenta yang terlepas >25% tapi belum mencapai 50%

10
 Jumlah darah yang keluar >250 ml tapi belum mencapai 1000
ml (darah keluar berwarna merah tua) dan pasien anemis
 Nyeri perut terus-menerus
 Ada tanda-tanda gawat janin
 Perut tegang dan nyeri sehingga ketika palpasi bagian tubuh
janin sulit dikenali
 Tanda-tanda syok mulai muncul; takikardi, hipotensi, kulit
dingin, berkeringat, oliguria, dan kelainan fungsi ginjal
3) Berat 
 Luas plasenta darah yang terlepas sudah melebihi 50%
 Jumlah darah yang keluar telah mencapai > 1000 ml
 Perdarahan berwarna hitam
 Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan
(defance musculaire) sehingga palpasi bagian janin tidak dapat
dilakukan
 Kulit dinding perut kencang dan berkilat
 Fundus uteri lebih tinggi daripada usia kehamilan karena
penumpukan darah dalam Rahim (concealed hemorrhage)
 DJJ tidak terdengar
 Keadaan umum ibu buruk disertai syok

C. Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang
menjadi predisposisi, yaitu antara lain
1) Faktor kardio-reno-vaskuler

11
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan
bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat,
dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2) Faktor trauma
 Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
 Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin
yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan
persalinan
 Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3) Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa
penelitian menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang
baik keadaan endometrium
4) Faktor usia ibu seperti usia muda, prematuritas, single parent
5) Kelainan Rahim seperti mioma submukosum di belakang plasenta,
uterus berseptum.
6) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan
riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini
pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta

D. Gambaran Klinis
1) Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus
marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang
tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam,
warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak
sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun
demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak
tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung.
2) Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4  bagian, tetapi
belum 2/3 luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-
lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama

12
kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun
perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya
mungkin telah mencapai 1000 ml atau kurang dari 1000 ml tetapi
lebih dari 250 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian
pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam
keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri
tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin
masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut
lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
3) Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan
janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan
sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsiginjal

E. Diagnosis 
1) Anamnesis
 Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut.
 Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan
sekonyong-konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan
bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman.
 Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan
akhirnya berhenti.
 Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-
kunang.
 Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang
lain.
2) Inspeksi
 Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan
 Pucat, sianosis dan berkeringat dingin
 Terdapat perdarahan
3) Palpasi
 Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan

13
 Uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in  bois  (wooden uterus) baik waktu his
maupun di luar his
 Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas
 Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus)
tegang.
4) Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di
atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila
plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
5) Pemeriksaan dalam
 Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
 Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan
tegang
 Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapses placenta.
6) Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam
keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
7) Pemeriksaan laboratorium
 Urin : serum beta HCG, alfa feto protein, albumin (+), pada
pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
 Pemeriksaan darah rutin : Hb menurun, periksa golongan
darah, lakukan cross-match test.  Karena pada solusio
plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia
8) Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang
terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter.
9) Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat
daerah terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah,
Tepian plasenta.
F. Terapi

14
Solusio plasenta tidak boleh ditatalaksana pada fasilitas kesehatan
dasar, harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Tatalaksana
berikut ini adalah hanya boleh dilakukan di fasilitas kesehatan yang
lengkap
1) Jika terjadi perdarahan hebat(nyata atau tersembunyi) dengan tanda-
tanda awal syok pada ibu, lakukan persalinan segera
 Jika pembukaan serviks lengkap, lakukan persalinan dengan
ekstraksi vakum
 Jika pembukaan serviks belum lengkap, lakukan persalinan
dengan section ceasareae
2) Waspada terhadap kemungkinan perdarahan pada pasca persalinan
3) Jika perdarahan ringan atau sedang dan belum terdapat tanda-tanda
syok, tindakan bergantung pada denyut jantung janin (DJJ)
 DJJ normal, lakukan section ceasareae
 DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan ibu normal :
pertimbangkan persalinan pervaginam
 DJJ tidak terdengar , nadi dan tekanan darah ibu bermasalah,
pecahkan ketuban dengan kokher. Jika kontraksi jelek, perbaiki
dengan pemberian oksitoksin. Jika serviks kenyal, tebal, dan
tertutup, lakukan section ceasareae
 DJJ abnormal (< 100 atau >180 x/ menit) : lakukan persalinan
pervaginam segera, atay sectio ceasareae bila persalinan
pevaginam tidak memungkinkan

a) Solusio plasenta ringan


Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang,
janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian
tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala
solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati
lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat
persalinan
b) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria

15
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi
darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan
dan mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah
dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan
terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika
tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria.
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi.
Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio
sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.

G. Komplikasi pada Ibu


1) Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita
belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III . Pada
solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terlihat
2) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis
tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
dengan penanganan yang baik.
3) Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-
otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam
ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu
yang biasa disebut Uterus  couvelaire.
H. Komplikasi pada janin  
• Fetal distress,
• Gangguan pertumbuhan/perkembangan,
• Hipoksia,

16
• Anemia,
• Kematian
4. Ruptura Uteri
A. Definisi
Ruptur uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan peritoneum.
Peritoneum viseral dan kantong ketuban keduanya ikut rupture dengan
demikian sebagian atau seluruh tubuh janin telah keluar oleh kontraksi
terakhir Rahim dan berada pada kavum peritonei atau rongga abdomen.
Ruptur uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi
oleh peritoneum viseral. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk
ke dalam rongga peritoneum.
Pada dehisens dari parut bekas bedah sesar kantung ketuban juga
belum robek, tetapi jika kantung ketuban ikut robek maka disebut telah
terjadi rupture uteri pada parut. Dehisens bisa berubah menjadi ruptura
pada waktu partus atau akibat manipulasi lain pada rahim yang berparut
biasanya bekas bedah sesar pada persalinan yang lalu. Dehisens terjadi
perlahan, sedangkan rptura uteri terjadi sangat dramatis. Pada dehisens
perdarahan minimal atau tidak berdarah, tapi pada rupture uteri terjadi
perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir paru atau robekan baru
yang meluas.

B. Etiologi
Etiologi dari ruptur uteri adalah sebagai berikut
1) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2) Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
3) Presentasi abnormal (terutama terjadi penipisan pada segmen bawah
uterus)

Menurut sumber lain, penyebabnya dibagi menjadi 2:

 Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta
secara manual.
 Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada
panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin
penderita DM, hidrops fetalis, post maturitas dan grande multipara.

17
C. Patofisiologi
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan
servik uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak
hamil. Bila kehamilan kira-kira kurang lebih 20 minggu, dimana ukuran
janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk
SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif
disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila
terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus
waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM).
Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa dari
uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, lebih mudah ruptur, karena
adanya lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri
mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak
(efacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat
maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya
(his kuat) maka SBR yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi
bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga
sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya
rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk
memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina dan
jaringan parametra.

D.   Tanda–tanda dan Gejala


1) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat
2) Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura))
3) His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus
4) Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal
dan keras terutama sebelah kiri atau keduannya
5) Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik)
sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan
6) Penilaian korpus dan SBR nampak lingkaran bandl sebagai lekukan
melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr
yang semakin tipis dan teregang.sering lingkaran bandl ini dikelirukan
dengan kandung kemih yang penuh untuk itu lakukan kateterisasi
kandung kemih.
7) Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)

18
8) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi,
seperti edema portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

E. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu
dan janin adalah ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat
dijumpai secara jelas atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri
dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic rupture) dan dehisens
(asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi diskontinuitas
dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran
khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan
parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi
perdarahan.
Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif,
asfiksia neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri
yang paling sering terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak
menjamin, dengan deselerasi memanjang. Deselerasi lambat, variabel,
bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi.
Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion
bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, dan hipotensi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Umum. Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari
kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan
intra abdomen
2) Pemeriksaan Abdomen. Sewaktu persalinan, kontur uterus yang
abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat
menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi
dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding
abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat
berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba
menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat
lunak, disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahan
intraperitoneum
3) Pemeriksaan Pelvis. Menjelang kelahiran, bagian presentasi
mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin
telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum. Perdarahan
pervaginam mungkin hebat.

19
G. Penatalaksanaan
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh
karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu
bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak
janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio
sesarea, memektomi dan lain-lain. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan
dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri,

1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi


sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya
infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah
terjadinnya syok hipovolemik.
2. Umumnya histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam
rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan
pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan
rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat
jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang
sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan pula
tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang
belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya
dianjurkan untuk persalinan berikutnya dengan seksio sesaria primer.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2015. Obstetri Williams. Jakarta : EGC Hartono E.

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka sarwono


Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2017. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

20

Anda mungkin juga menyukai