Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

Association Of Induction Of Labor And Uterine Rupture In


Women Attempting Vaginal Birth After Cesarean: A
Survival Analysis

Dokter Pembimbing :
dr. Abdul Rauf, Sp.OG

Willia Putri Erviana


2011730115

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


KEPANITERAAN KLINIK RS. ISLAM JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
Hubungan Induksi Persalinan Dan Ruptur Uteri Pada Wanita
Mencoba Kelahiran Normal Setelah Sesar: Analisis Survival

Tujuan: Kami berusaha untuk memperkirakan risiko ruptur uteri yang berhubungan dengan
induksi persalinan pada wanita yang mencoba melakukan percobaan persalinan setelah sesar
(TOLAC= trial of labor after cesarean) dengan memperhitungkan panjang persalinan.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian case control yang dilakukan pada perempuan
mencoba (TOLAC= trial of labor afer cesarean) di dalam penelitian kohort retrospektif dan
multisenter pada perempuan dengan riwayat sesar sebelumnya. Analysis time-to-event (analisis
antar kejadian) dilakukan dengan “waktu nol” didefinisikan sebagai pemeriksaan serviks
pertama dari 4 cm. Subjek mengalami peristiwa (ruptur uteri) atau disensor (melahirkan).
Hasil: Secara keseluruhan, 111 kasus ruptur uteri dibandingkan dengan 607 kontrol. Ketika
memperhitungkan panjang persalinan, risiko ruptur uterus dalam persalinan yang diinduksi mirip
dengan risiko dalam permulaan persalinan spontan (rasio hazard, 1,52; 95% confidence interval,
0,97-2,36). Pemeriksaan serviks yang tidak baik di awal dikaitkan dengan peningkatan risiko
ruptur uteri dibandingkan dengan rupture spontan (rasio hazard, 4,09; 95% confidence interval,
1,82-9,17).
Kesimpulan: Setelah menghitung durasi (lamanya) persalinan, induksi tidak berhubungan
dengan peningkatan risiko ruptur uteri pada wanita yang menjalani (TOLAC= trial of labor after
cesarean).

Dengan tingkat kelahiran sesar dan induksi persalinan yang meningkat, dokter sering
menghadapi dilema apakah boleh atau tidak untuk menginduksi persalinan pada pasien dengan
riwayat sesar sebelumnya. Meskipun percobaan persalinan setelah sesar (TOLAC= trial of labor
after cesarean)pada wanita dengan 1 riwayat sesar pada bagian rendah melintang (LTCS)
dianggap aman, risiko ruptur uteri berhubungan dengan induksi persalinan dapat ditingkatkan.
Kebanyakan memperkirakan risiko ruptur uteri pada wanita dengan sebelumnya riwayat 1 LTCS
selama percobaan persalinan sebanyak 1%, tapi risiko ini dapat ditingkatkan sampai 2-3%
dengan induksi persalinan. Peningkatan risiko belum dikaitkan dengan agen induksi tunggal.
Bahkan, studi yang saling bertentangan pada apakah atau tidak prostaglandin dan oksitosin
secara independen berhubungan dengan ruptur uteri. Karena kekhawatiran mengenai
peningkatan risiko ruptur uteri, dokter mungkin memilih untuk melakukan pengulangan sesar
elektif daripada menginduksi persalinan pada pasien dengan riwayat LTCS sebelumnya.
Namun, wanita yang menjalani induksi persalinan mungkin memiliki waktu lebih lama
menghabiskan persalinan fase aktif, terutama jika mereka membutuhkan pematangan serviks.
waktu yang lebih lama menghabiskan persalinan aktif dapat diterjemahkan ke dalam sejumlah
besar waktu berisiko dibandingkan wanita yang melakukan persalinan spontan. Peningkatan
risiko ruptur uteri dihubungkan dengan induksi persalinan mungkin pengganti untuk persalinan
yang panjang dan sulit. Oleh karena itu kami berusaha untuk memperkirakan hubungan
independen dari induksi persalinan pada risiko ruptur uterus sambil memperhitungkan waktu
yang dihabiskan pada waktu persalinan.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini adalah penelitian case-control yang dilakukan dari tahun 1996 hingga tahun
2000 dalam sebuah penelitian retrospektif kohort pada ibu hamil dengan setidaknya
terdapat 1 riwayat sesar sebelumnya. Untuk mengidentifikasi faktor yang terkait dengan
ruptur uteri, semua kasus (wanita yang mencoba lahir normal setelah sesar (TOLAC= trial of
labor after cesarean) dan pernah mengalami ruptur uteri) yang cocok dengan 5 peserta control di
lokasi rumah sakit, yang dipilih secara acak, dan yang mencoba (TOLAC= trial of labor after
cesarean) tetapi tidak memiliki riwayat ruptur uteri. Persetujuan institusi dewan peninjau
diperoleh dari semua lokasi penelitian. Sebuah penjelasan rinci dari penelitian induk telah
dipublikasikan sebelumnya, tapi berikut penjelasan singkat.
International Classification of Disease, Ninth Revision codes pada "riwayat kelahiran sesar
sebelumnya," yang digunakan untuk mengidentifikasi subjek pada setiap lokasi dan data diambil
dari grafik medis oleh perawat penelitian terlatih menggunakan standarisasi, bentuk
pengumpulan closed-end data. Tiga persen dari grafik yang diekstraksi ulang untuk pengendalian
kualitas. Data yang dikumpulkan termasuk salah satunya yaitu demografi ibu, riwayat medis dan
kebidanan, antepartum, persalinan dan kelahiran , komplikasi, dan maternal outcome. Data untuk
pasien yang dipilih untuk penelitian case control yang diesktraksi ulang lebih lanjut secara rinci,
termasuk semua prosedur, obat-obatan, dan pemeriksaan yang rinci dalam kelipatan waktu 15
menit selama persalinan. Hanya perempuan dengan riwayat 1 LTCS (low transverse cesarean
section) termasuk dalam kohort induk; pasien dieksklusi jika riwayat sesar mereka
sebelumnya bukan transversal rendah.
Ruptur uteri secara eksplisit didefinisikan priori sebagai gangguan pada seluruh lapisan dari
dinding rahim disertai dengan setidaknya satu dari tanda-tanda klinis berikut: menelusuri detak
jantung janin yang tidak meyakinkan segera sebelum operasi, hemoperitoneum, atau tanda-tanda
perdarahan maternal (tanda-tanda sistolik perdarahan maternal (tekanan darah sistolik 70 mmHg,
tekanan darah diastolik 40 mmHg, atau detak jantung 120 kali / menit). definisi ini digunakan
untuk membedakan ruptur uteri klinis yang signifikan dari asimtomatik atau temuan insidentil
dari pemisahan bekas luka uterus atau “uterine window”.
Untuk analisis ini, wanita yang mencoba (TOLAC= trial of labor afer cesarean) diidentifikasi
melakukan persalinan dengan induksi sebagai variabel dikotomis yang langsung diekstrak untuk
"induksi." Subyek dieksklusi jika memiliki riwayat 1 LTCS. Kasus (ruptur uteri) yang
dibandingkan dengan subyek kontrol (tanpa ruptur uteri) sehubungan dengan karakteristik awal:
2 atau Fisher tes yang tepat, yang sesuai, untuk variabel dikotomis dan student t-test atau Mann-
Whitney U test, yang sesuai, untuk variabel kontinyu . Selain itu, analisis sensitivitas faktor
sosiodemografi yang dilakukan, membandingkan kontrol yang digunakan untuk analisis ini
dengan kelompok pasien yang tidak mengalami ruptur uteri dalam kelompok yang lebih besar
untuk memastikan bahwa kontrol yang dipilih secara acak telah mewakili (data tersedia atas
permintaan). Karena kontrol untuk analisis ini adalah perwakilan dari kelompok yang lebih
besar, bobot untuk kovariat akhir tidak digunakan.
Untuk analisis time-to-avent, pasien diklasifikasikan sebagai memiliki kejadian yang menarik
(ruptur uteri) atau disensor (melahirkan). nilai yang diperhitungkan tidak digunakan karena data
hampir lengkap; 2% dari poin data yang hilang untuk setiap variable yang diberikan. Subyek
dikelompokkan menurut induksi persalinan (exposure) atau onset persalinan spontan. Kami
mengantisipasi bahwa pada pemeriksaan dalam biasanya dilatasi serviks lebih kecil pada subjek
yang mendapat induksi dibandingkan dengan mereka yang menerima pada saat persalinan,
dengan left censoring bagi mereka melakukan persalinan spontan. Oleh karena itu, waktu nol
didefinisikan sebagai pemeriksaan pertama pada 4 cm untuk meminimalkan left censoring.
Pemeriksaan dari 4 cm terpilih sebagai cut off, bukan sebagai penanda pengganti pada
persalinan, tetapi karena sebagian besar subjek yang melahirkan menerima pemeriksaan awal 4
cm. Dalam penelitian ini ruptur uteri terjadi sebelum 4 cm: 7 pada kelompok induksi dan 5 pada
kelompok persalinan spontan. Dan ruptur uteri ini terbagi merata antara kelompok terpajan dan
tidak terpajan, kami percaya bahwa eksklusi pada subjek ini tidak akan membiaskan hasil kami
secara signifikan.
Karena beberapa wanita yang hadir dalam persalinan spontan akhirnya memerlukan tambahan
oksitosin dan karena oksitosin telah dikaitkan dalam beberapa penelitian untuk peningkatan
risiko ruptur uteri, analisis sekunder dilakukan mendefinisikan persalinan karena Induksi,
penambahan, atau spontan. Sebuah analisis sekunder tambahan dilakukan untuk menguji
pengaruh dilatasi serviks (tingkat pematangan serviks) pada inisiasi induksi. karena skor Bishop
tidak secara rutin tersedia untuk semua subjek, dilatasi serviks dimulai pada saat oksitosin
digunakan sebagai penanda. dilatasi serviks pada saat oksitosin dimulai dikategorikan sebagai 2
cm, 2-3,9 cm, 4-5,9 cm, dan 6 cm.
Plot Kaplan-Meier digunakan untuk menggambarkan grafis risiko ruptur uteri dari waktu ke
waktu dengan melihat apakah persalinan tersebut dinduksi atau tidak. Tes Log rank digunakan
untuk membandingkan plot. analisis univariat digunakan untuk mengidentifikasi faktor pembaur
dalam hubungan risiko rupture uteri pada persalinan yang diinduksi. Cox proportional hazard
regression digunakan sebagai model dari efek induksi persalinan dengan risiko ruptur uteri;
penyesuaian dibuat untuk efek pembaur yang diidentifikasi dalam analisis univariat dan mereka
yang diusulkan secara historis, seperti persalinan pervaginam, ras, dan dosis oksitosin. Asumsi
bahaya proporsional diuji menggunakan residu martingale kumulatif dan the Kolmogorov-based
supremum test. Semua analisa statistik dilakukan dengan SAS (versi 9.2; SAS Institute Inc,
Cary, NC) dan STATA (versi 10 Edisi Khusus; StataCorp, College Station , TX).

HASIL
Dalam analisa kohort retrospektif dari 25.005 pasien dengan riwayat minimal 1 sesar
sebelumnya, 13.706 mencoba (TOLAC= trial of labor afer cesarean), dan dari orang-orang yang
berusaha (TOLAC= trial of labor after cesarean), 134 mengalami ruptur uteri (kasus). Secara
acak, 670 dari 13.572 pasien yang berusaha (TOLAC= trial of labor afer cesarean) tetapi tidak
mengalami ruptur uterus dipilih sebagai kontrol. Untuk analisis ini pasien dengan riwayat
minimal 1 sesar sebelumnya, 111 kasus dan 612 kontrol yang disertakan. Kasus dan kontrol yang
sama sehubungan dengan usia ibu, graviditas, usia kehamilan saat melahirkan, berat lahir,
adanya gangguan hipertensi atau diabetes, dan jenis rumah sakit bersalin (Tabel 1). Pada kasus
lebih sedikit atau jarang yang memiliki ras kulit hitam, atau riwayat persalinan pervaginam dan
lebih banyak yang menerima induksi atau terekspos pada oksitosin atau protaglandin. Juga, kasus
lebih banyak yang mengalami persalinan lebih lama atau pemeriksaan serviks diawal yang
kurang baik (2 cm).

Plot Kaplan-Meier menampilkan kurva survival untuk resiko ruptur uteri pada wanita yang
menjalani induksi persalinan dan orang dengan persalinan secara spontan (Gambar 1). Dalam
analisis yang disesuaikan, perbedaan antara 2 kurva tidak signifikan secara statistik (log rank, P
0,06). Sebuah model Cox proportional hazard yang dibuat untuk lebih memperkirakan risiko
ruptur uteri yang berhubungan dengan induksi persalinan. Setelah menyesuaikan pada faktor
pembaur penting (riwayat persalinan pervaginam sebelumnya dan ras ibu), risiko ruptur uteri
secara statistik tidak berbeda antara perempuan yang berusaha (TOLAC= trial of labor after
cesarean) dengan induksi persalinan dibandingkan dengan mereka yang dilakukan persalinan
spontan (hazard ratio [HR], 1,52; 95 % confidence interval [CI], 0,97 2,36) (Tabel 2).
Dalam analisis subkelompok, analisis time-to-event yang disesuaikan menunjukkan bahwa risiko
ruptur uteri pada kelompok persalinan spontan berbeda secara signifikan dibandingkan kelompok
yang melahirkan dengan induksi atau dengan kelompok penambahan (log rank, P 01 dan P 0,03,
masing-masing) (Gambar 2). Namun, kurva survival untuk kelompok diinduksi vs kelompok
yang diberikan tambahan tidak berbeda secara signifikan (log rank, P 0,45). Setelah disesuaikan
dengan riwayat persalinan pervaginam dan ras ibu (Tabel 3), risiko ruptur uteri tetap sama antara
kelompok yang melahirkan dengan induksi atau dengan kelompok penambahan (HR, 1,24; 95%
CI, 0,78-1,99). Dibandingkan dengan perempuan yang melahirkan tanpa oksitosin, wanita
dengan induksi persalinan(HR, 2,63; 95% CI, 1,33-5,78) dan penambahan pada saat
persalinan(HR, 2,12; 95% CI, 1,05-4,76) terjadi peningkatan risiko rupture uteri.

Sebuah analisis sekunder dilakukan untuk memperkirakan efek dilatasi serviks pada saat
oksitosin dimulai (Tabel 4). Risiko terbesar terlihat pada wanita dengan pemeriksaan serviks dari
2 cm dan 2-3,9 cm pada inisiasi oksitosin. Wanita yang menerima oksitosin mulai 4 cm memiliki
risiko ruptur uteri yang sama pada wanita yang melahirkan secara spontan.
Komentar
Ketika mempertimbangkan lamanya persalinan, kami memutuskan bahwa wanita dengan riwayat
1 LTCS yang menjalani induksi persalinan berada pada risiko ruptur uteri yang sama
dibandingkan dengan wanita yang dengan persalinan spontan. Ketika paparan atau eksposur dari
oksitosin dipertimbangkan, induksi persalinan dan augmentasi atau penambahan oksitosin pada
persalinan memiliki risiko ruptur uteri yang sama, meskipun keduanya baik induksi dan
augmentasi persalinan berhubungan dengan peningkatan risiko ruptur uteri dibandingkan dengan
wanita yang melahirkan spontan. Pada pemeriksaan serviks awal berdampak temuan ini;
pemeriksaan serviks awal yang tidak baik (4-cm pelebaran) menghasilkan peningkatan risiko
ruptur uteri dibandingkan dengan persalinan spontan.
Sebelum ini, beberapa peneliti telah meneliti dampak dari induksi persalinan pada ruptur uteri.
Landon et al menyelidiki risiko ruptur uteri pada induksi persalinan vs persalinan spontan
menggunakan studi kohort prospektif dan menemukan bahwa induksi persalinan dikaitkan
dengan peningkatan hampir 3 kali lipat kemungkinan ruptur uteri. Peningkatan ini terlihat pada
wanita yang menerima prostaglandin dengan atau tanpa oksitosin dan pada wanita yang
menerima oksitosin saja. Sebuah kohort retrospektif dari 2500 pasien diperiksa oleh Zelop et al
dan induksi persalinan juga ditemukan terkait dengan peningkatan risiko ruptur uteri pada wanita
dengan tidak ada pengiriman vagina sebelumnya. Weimar et al melakukan studi kasus-kontrol
dan menyimpulkan bahwa 44% dari ruptur uteri dapat dijelaskan karena induksi persalinan.
Ketika paparan oksitosin dan prostaglandin diperiksa secara individual, risiko ruptur uteri
dibandingkan dengan persalinan spontan secara statistik tidak signifikan. Sebaliknya, Grobman
et al menetapkan bahwa wanita dengan persalinan pervaginam sebelum dan 1 sesar tidak pada
peningkatan risiko ruptur uterus saat persalinan mereka diinduksi.
Penelitian sebelumnya tidak memperhitungkan jumlah waktu subjek pada persalinan normal atau
pada subjek yang diinduksi. Karena induksi persalinan dapat berlangsung beberapa hari,
terutama pada mereka dengan serviks tidak baik, subyek yang menerima induksi persalinan
dapat mengalami peningkatan risiko terjadinya ruptur uteri karena mereka beresiko untuk jangka
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan mereka yang melahirkan dengan cepat. Dengan
menggunakan analisis time-to-event, kami mampu menguji pengaruh induksi sementara
mengontrol panjang waktu dari fase aktif persalinan. Dan hasilnya, kami mampu lebih tepat
memperkirakan hubungan antara induksi pada persalinan dengan risiko ruptur uteri.
Penelitian kami adalah unik tersedia data pasien dalam tingkatan rinci yang memungkinkan kita
untuk melakukan analisis waktu dependen yang diperlukan untuk memperkirakan hubungan
antara induksi persalinan dan rupture uteri. Metode case control memungkinkan kita untuk
memeriksa risiko hasil yang langka (ruptur uterus), yang secara ketat didefinisikan apriori
sebagai peristiwa klinis yang signifikan. Sebuah analisis kekuatan menunjukkan bahwa kami
memiliki 90% kekuatan untuk mendeteksi peningkatan 2 kali lipat dalam kemungkinan
terjadiinya ruptur uteri, perbedaan itu akan menjadi signifikan secara klinis. Risiko bias dalam
seleksi, yang melekat dalam penelitian case control, diminimalkan dengan secara acak memilih
kontrol bersarang di dalam besar, karakteristik yang baik kohort retrospektif, sumber kohort yang
sama seperti kasus kami. Selain itu, analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa
pasien kontrol kami tidak berbeda dari kelompok yang lebih besar dalam karakteristik demografi
dasar.
Salah satu keterbatasan penting untuk dipertimbangkan ketika menafsirkan hasil ini adalah
dengan left censoring. Pasien menerima induks padai persalinan diamati untuk selama waktu
risiko rupture uteri, sedangkan pasien dalam persalinan aktif mungkin berada pada risiko untuk
beberapa waktu yang tidak ditentukan sebelum nya. Lamanya waktu subjek dalam persalinan
spontan yang tidak teramati cenderung pendek karena kebanyakan orang tidak suka untuk
bersalin di rumah untuk jangka waktu yang lama, terutama karena pasien dengan histerotomi
sebelumnya biasanya dinasehati untuk melakukan persalinan yang lebih cepat. Kami berusaha
untuk meminimalkan left censoring dengan mendefinisikan waktu nol pada analisis dari 4 cm
karena mayoritas pasien yang melahirkan dirawat dengan pemeriksaan serviks 4 cm; 12 ruptur
uteri yang terjadi dalam penelitian kami sebelum dilatasi ini didistribusikan secara merata antara
subjek yang melahirkan dengan diinduksi dan melahirkan dengan spontan. Namun, beberapa
subjek di persalinan spontan dirawat dengan awal pemeriksaan serviks 4 cm. Perbedaan ini
kemungkinan akan membiaskan penemuan kami terhadap hipotesis nol.
Juga, karena skor Bishop tidak rutin didokumentasikan sebelum induksi, pengganti dari dilatasi
serviks digunakan untuk menentukan serviks yang baik vs serviks yang tidak baik. Dilatasi
serviks dari 2 cm didefinisikan sebagai dilatasi yang tidak baik karena pasien ini cenderung lebih
memerlukan pematangan serviks n (prostaglandin, transervikal Foley kateter) dibandingkan
dengan wanita dengan pemeriksaan serviks lebih dari 2 cm. Penggunaan hanya dengan dilatasi
serviks lebih mungkin mengalami kesalahan klasifikasi pada beberapa pasien daripada dengan
menggunakan skor Bishop, namun, kesalahan klasifikasi ini kemungkinan acak dan akan
membiaskan temuan kami terhadap nol. Metode induksi tidak termasuk dalam model untuk
beberapa alasan. Pertama, relatif sedikit subjek mendapat prostaglandin, dan hanya 1 subjek
yang ikut mendapat Foley balon. Selain itu, semua agen induksi telah dihubungkan dengan
ruptur uteri untuk beberapa derajat, meskipun mekanismenya belum jelas. Akibatnya,
pemeriksaan serviks awal dianggap sebagai penanda untuk kebutuhan pematangan serviks.
Meskipun keterbatasan ini, kami percaya bahwa kesimpulan yang berguna secara klinis dapat
ditarik. Ketika mempertimbangkan waktu risiko, induksi persalinan tampaknya tidak
meningkatkan risiko ruptur uteri dibandingkan dengan wanita yang memasuki persalinan secara
spontan. Selain itu, ketika persalinan diinduksi dengan pemeriksaan serviks awal yang baik,
risiko ruptur uterus tidak meningkat dibandingkan persalinan spontan. Pasien dapat dinasihati
bahwa induksi persalinan dari serviks yang baik membawa risiko ruptur uteri yang sama dengan
persalinan spontan; induksi persalinan dari serviks yang tidak baik sedikit meningkatkan risiko
ruptur uteri dibandingkan dengan persalinan spontan. Daripada benar-benar menghindari induksi
persalinan pada umumnya, dokter dapat memilih untuk membatasi induksi persalinan untuk
pasien dengan pemeriksaan serviks yang lebih baik untuk meminimalkan risiko ruptur uteri.
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai terjadi persalinan spontan,
dengan atau tanpa rupture membrane. Induksi Persalinan adalah upaya memulai persalinan
dengan cara buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his.
Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban pecah dini, kehamilan lewat waktu,
oligohidroamnion, korioamnionitis, preeklampsia berat, hipertensi akibat kehamilan, IUFD dan
pertumbuhan janin terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, persarahan antepartum.
Ini adalah studi kasus-kontrol bersarang yang dilakukan dari 1996 hingga 2000 dalam penelitian
kohort retrospektif 17-pusat dari wanita hamil dengan setidaknya 1 kelahiran sesar sebelumnya.
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan ruptur uterus, semua kasus (wanita
yang mencoba TOLAC dan mengalami ruptur uterus) dicocokkan di situs rumah sakit dengan 5
subjek kontrol, dipilih oleh generator nomor acak, yang mencoba TOLAC tetapi tidak memiliki
ruptur uterus. Persetujuan dewan peninjau institusional diperoleh dari semua lokasi penelitian.
Sebuah deskripsi rinci dari studi orang tua telah dipublikasikan sebelumnya, 4 tetapi uraian
singkat berikut.

Anda mungkin juga menyukai