Anda di halaman 1dari 13

JTM Vol. XVI No.

3/2009

HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI


DALAM DISTRIBUSI KETEBALAN HORIZON LATERIT PADA
ENDAPAN NIKEL LATERIT : STUDI KASUS ENDAPAN NIKEL
LATERIT DI PULAU GEE DAN PULAU PAKAL, HALMAHERA
TIMUR, MALUKU UTARA
Syafrizal1, M. Nur Heriawan1, Sudarto Notosiswoyo1, Komang Anggayana1, Jogi F. Samosir2
Sari
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat, dan umumnya
terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Proses pembentukan endapan nikel laterit
dikendalikan oleh beberapa faktor, antara lain jenis batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral,
mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Untuk dapat
memberikan kontribusi yang lebih berarti dalam kegiatan eksplorasi maka dilakukan pemodelan dari data
eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang
kondisi yang paling ideal sebagai tempat pembentukan endapan nikel laterit. Pada studi ini digunakan data hasil
pemboran Pulau Gee dan Pulau Pakal. Dari sisi geomorfologi dan geologi struktur terlihat bahwa pada daerah
dengan kemiringan yang sangat landai, horizon yang akan terbentuk adalah top soil serta dijumpai perulangan
profil. Pada daerah dengan kondisi topografi yang sangat terjal, sedikit sekali ditemukan keberadaan laterit yang
disebabkan oleh intensifnya pengikisan profil laterit oleh erosi air. Morfologi daerah yang paling ideal sebagai
tempat pembentukan endapan nikel laterit adalah daerah dengan kondisi kemiringan topografi antara 35%
sampai 52%.

Kata Kunci : nikel laterit, morfologi, kemiringan topografi, profil laterit.

Abstract
Laterite nickel deposit is the product of advance weathering of Ni-silicate bearing ultramafic rocks, where in
general deposited within the tropical to sub-tropical area. The process on laterite nickel deposition involved some
factors, i.e. type of bedrock, climate, topographic, groundwater, mineral stability, element mobility, and the
environmental condition which influenced the rate of mineral solubility. In order to give more significant
contribution to the exploration activity, then a hypothesis about the most ideal condition of the deposition place of
nickel laterite is discussed, with the case study for nickel laterite deposit at Pakal and Gee Islands, East
Halmahera. The result on exploration drilling from both locations is used for this study. The aspects on
geomorphology and structural geology showed that at the particularly flat area, the produced horizon was top soil
followed by profile recurrence. At the area with extremely steep slope, the laterite layer did not exist due to
intensive water erosion. The most ideal morphology for the depositional of nickel laterite was the area with
topographical slope about 35% to 52%.

Keywords: laterite nickel, morphology, topographic slope, laterite profile.

1)
Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi (KK-ESDB), FTTM ITB
E_mail : syafrizal@mining.itb.ac.id
2)
Program Studi Teknik Pertambangan, FTTM ITB

I. PENDAHULUAN dilaksanakan kegiatan eksplorasi terdapat di


Endapan nikel laterit merupakan produk dari pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Halmahera,
proses pelapukan lanjut pada batuan ultramafik antara lain Pulau Obi, Pulau Gee, dan Pulau
pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada Pakal.
daerah dengan iklim tropis sampai dengan
subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah satu Penelitian ini dilakukan berdasarkan data-data
negara utama penghasil bahan galian di dunia, eksplorasi dan data-data pengamatan lapangan
termasuk nikel. Berdasarkan karakteristik yang diperoleh dari Pulau Gee dan Pulau
geologi dan tatanan tektoniknya, beberapa Pakal, Halmahera Timur, Propinsi Maluku
lokasi endapan nikel laterit yang potensial di Utara (Gambar 1). Daerah penelitian ini
Indonesia umumnya tersebar di wilayah merupakan bagian dari Kuasa Pertambangan
Indonesia bagian timur, antara lain : Pomalaa (KP) Eksplorasi PT. Aneka Tambang. Tbk.
(Sulawesi Tenggara), Sorowako (Sulawesi
Selatan), Gebe (Halmahera), Tanjung Buli Pada saat ini, aktivitas penambangan di Pulau
(Halmahera), dan Tapunopaka (Sulawesi Gee masih terus berlangsung, dimana kegiatan
Tenggara). Sedangkan beberapa lokasi yang eksplorasi telah selesai dilakukan sejak
diperkirakan juga memiliki potensi endapan beberapa tahun yang lalu. Sementara itu,
nikel laterit dan hingga saat ini sedang
149
Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

kegiatan eksplorasi di Pulau Pakal masih terus struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin
dilaksanakan secara intensif dengan aktivitas. terlihat pada Formasi Weda (Tmpw) yang
utama berupa pemboran eksplorasi dengan berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal.
spasi 25 x 25 meter. Struktur sesar yang terdiri dari sesar normal
dan sesar naik, umumnya berarah utara-selatan
Fokus utama dalam penelitian ini adalah dan barat laut-tenggara. Kegiatan tektonik
identifikasi keberadaan profil umum (zona) kemungkinan dimulai pada Kapur Akhir dan
endapan laterit, yaitu zona top soil, zona Tersier Awal, ditandai dengan adanya
limonit, zona low saprolit ore zone (LSOZ), komponen batulempung yang berumur Kapur,
zona high saprolit ore zone (HSOZ) dan zona serta batuan ultrabasa di dalam konglomerat
bedrock. Selanjutnya dilakukan analisis untuk yang membentuk Formasi Dorosagu (Tped).
mengetahui pola hubungan antar parameter
utama yang mempengaruhi pembentukan III. PENENTUAN HORIZON LATERIT
endapan nikel laterit khususnya morfologi Pada penelitian ini, penentuan zona laterit pada
(pola topografi), struktur lokal (dalam hal ini endapan nikel laterit didasarkan atas komposisi
rekahan), iklim, vegetasi dan yang tidak kalah kadar Ni dan Fe dengan asumsi sebagai
pentingnya adalah pola hubungan kadar. berikut: top soil (kadar Ni < 1% dan Fe <
Masing-masing parameter tersebut 30%), zona limonit (kadar 1,0% < Ni < 1,4%
diperkirakan berkaitan erat satu sama lain dan dan Fe > 40%), low saprolit ore zone (LSOZ,
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, kadar 1,4% < Ni < 1,8% dan Fe < 40%) serta
sehingga dengan mempelajari pola hubungan high saprolit ore zone (HSOZ, kadar Ni >
antar elemen ini diharapkan dapat diketahui 1,8% dan Fe < 30%).
kontrol utama pembentukan nikel laterit
sehingga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan Basis data yang digunakan dalam studi ini
eksplorasi. adalah data-data pemboran eksplorasi yang
telah diverifikasi dan diolah dengan
II. KONDISI GEOLOGI menggunakan teknik komposit. Distribusi data
Sebagian Halmahera Timur merupakan batuan kadar Ni dan Fe pada masing-masing lokasi
ultrabasa yang merupakan batuan asal (bed studi dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.
rock) yang kemudian mengalami pelapukan
dan terakumulasi menjadi endapan nikel Histogram kadar Ni terhadap semua data assay
laterit. Komplek batuan ultrabasa ini terdiri memperlihatkan distribusi data kadar pada
dari serpentinit, piroksen, dan dunit (Apandi & Pulau Gee dan Pulau Pakal yang mengumpul
Sudana, 1980). pada kadar kecil dari 4% Ni.

Mendala geologi Halmahera Timur terutama Histogram kadar Fe secara umum terlihat
dibentuk oleh satuan batuan ultrabasa (Ub). adanya 2 populasi, yaitu populasi kadar Fe
Batuan sedimen berumur Kapur (Kd) dan rendah dan populasi kadar Fe tinggi. Populasi
Paleosen-Eosen (Tped, Tpec, dan Tpel) Fe kadar tinggi diinterpretasikan merupakan
diendapkan tidak selaras di atas batuan zona limonit yang didominasi oleh mineral-
ultrabasa. Sejak Eosen Akhir hingga Oligosen mineral yang kaya akan Fe, misalnya goethite,
Awal terjadi aktivitas gunung api dan hematite, dan magnetit. Berdasarkan
membentuk material-material vulkanik sebagai karakteristik endapan nikel laterit tipe Mg-
Formasi Bacan (Tomb). Bersamaan dengan itu silicate, kadar Fe akan semakin berkurang pada
terbentuk batugamping Formasi Tutuli (Tomt). zona saprolit.
Setelah itu terbentuk cekungan yang luas yang
berkembang sejak Miosen Atas sampai Pembuatan komposit kadar dilakukan terhadap
Pliosen. Di dalam cekungan tersebut, data awal yang berupa data individual dengan
diendapkan batupasir berselingan dengan interval 1 meter, yang kemudian dilakukan
napal, tufa, konglomerat sebagai Formasi konstruksi zona-zona laterit berdasarkan
Weda (Tmpw), batuan konglomerat (Tmpc), optimasi komposit data secara sistematik.
dan batugamping Formasi Tingteng (Tmpt).
Ketebalan zona top soil di Pulau Pakal
Pada bagian barat Halmahera, terendapkan mencapai hingga lebih dari 30 m dan
batuan gunungapi Oligo-Miosen Formasi terdistribusi baik hingga ketebalan top soil
Bacan (Tomb). Batuan sedimen dan karbonat mencapai 17 m. Zona top soil di Pulau Pakal
berumur Miosen-Pliosen tersebar luas, dimana lebih tebal daripada zona top soil di Pulau Gee
kebanyakan batuan sedimen tersebut bersifat yang hanya mencapai ketebalan maksimum 9
tufaan. Selain itu, pada bagian utaranya m.
ditemukan batuan gunungapi Kuarter (Qpk dan
Qht). Menurut Apandi & Suandi (1980),
150
Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit
pada Endapan Nikel Laterit

Sedangkan pada zona limonit, zona LSOZ dan kondisi lingkungan pembentukan yang berbeda
zona HSOZ secara umum kedua pulau akibat perbedaan kemiringan topografi.
memiliki distribusi ketebalan yang mirip. Pada
zona limonit dan LSOZ tebalnya berkisar Hubungan persen lereng dengan ketebalan
antara 1 m hingga 10 m dengan data zona endapan laterit memperlihatkan bahwa
mengelompok pada ketebalan rendah. ketebalan zona limonit akan berbanding
Sedangkan zona HSOZ data terdistribusi terbalik dengan kondisi kemiringan topografi.
secara merata hingga ketebalan 20 m untuk
Pulau Gee dan 25 m untuk Pulau Pakal. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas utama yang
terjadi pada daerah dengan kemiringan
Distribusi kadar Ni pada zona top soil menjadi topografi terjal adalah pengikisan (erosi)
sangat rendah akibat mengalami mobilisasi dan sehingga unsur-unsur penyusun limonit tidak
berpindah pada zona dibawahnya. Distribusi akan terakumulasi melainkan tererosi sehingga
kadar Ni pada zona bedrock terkumpul pada zona limonit tidak akan terbentuk. Kondisi
kadar 0,6% - 1% untuk Pulau Gee dan 0,4% - yang sama terjadi pada LSOZ dan HSOZ
1% untuk Pulau Pakal. Sedangkan populasi dimana ketebalan zona ini akan berbanding
kadar Ni yang tinggi (Ni > 1%) terjadi akibat terbalik dengan kondisi kemiringan topografi.
batas antara zona saprolit dengan zona bedrock
yang eratik dan perubahannya terjadi secara Pembentukan masing-masing zona pada
gradual. Distribusi kadar Fe pada masing- endapan nikel laterit berada pada daerah
masing zona akan mengalami pergeseran dengan kemiringan lereng yang moderat.
dimana pada zona top soil kadar Fe akan lebih Histogram persen lereng (Gambar 9 dan
tinggi dari pada kadar Fe di zona limonit dan Gambar 10) memperlihatkan bahwa pada
demikian seterusnya hingga pada zona bedrock daerah dengan kemiringan lereng yang sangat
akan memiliki kadar Fe paling rendah landai (0% - 35%) besar kemungkinan tidak
dibandingkan dengan zona lainnya. akan terbentuk zona yang umum terdapat pada
endapan nikel laterit, walau tidak menutup
IV. PROFIL HORIZON LATERIT kemungkinan terbentuknya horizon ini.
Profil nikel laterit Pulau Pakal memiliki tebal
zona top soil hampir 3 kali lipat ketebalan zona Artinya pada daerah dengan kemiringan lereng
top soil Pulau Gee, dan bedrock Pulau Pakal yang berkisar antara 0% sampai 35% dapat
juga lebih dalam dibandingkan dengan di terbentuk masing-masing zona namun dapat
Pulau Gee, hal ini disebabkan tingkat pula tidak ditemukan adanya zona-zona umum
pelapukan yang lebih tinggi di Pulau Pakal. yang berada pada endapan nikel laterit.
Profil nikel laterit ini dapat dilihat pada Sementara untuk daerah dengan kemiringan
Gambar 6. yang berkisar antara 18% sampai 52% maka
sangat besar kemungkinan terbentuknya zona-
Selain itu kadar Fe pada endapan nikel laterit zona yang terdapat pada endapan nikel laterit
di Pulau Gee lebih tingggi daripada kandungan (Gambar 9 dan Gambar 10).
Fe di Pulau Pakal. Model kadar nikel laterit
untuk Pulau Gee memperlihatkan bahwa Fe Sehingga untuk dapat menentukan kemiringan
lebih banyak terakumulasi pada lapisan topografi yang paling prospek sebagai tempat
limonit. Hal ini kemungkinan disebabkan pembentukan endapan nikel maka dilakukan
karena zona top soil yang tipis sehingga iron dengan cara mengiriskan batasan kemiringan
cap terletak di daerah perbatasan zona top soil dimana zona endapan nikel laterit tidak
dengan limonit. Pada zona limonit ini terbentuk dan kemiringan dimana zona
terakumulasi mineral-mineral yang kaya akan endapan nikel laterit akan terbentuk.
Fe, misalnya magnetit, goethite, dan hematite,
sehingga secara kuantitatif menyebabkan zona Hal ini dilakukan sebagai solusi yang diambil
limonit menjadi kaya akan Fe. mengingat ditemukannya kenyataan bahwa
pada kemiringan yang berkisar antara 0%
Model distribusi kadar pada masing-masing sampai 35% dapat terbentuk endapan nikel
horizon laterit ini dapat dilihat pada Gambar 7 laterit, namun dapat pula tidak ditemukan
dan Gambar 8. endapan nikel laterit. Sebagai hasil dari irisan
ini maka didapatkan suatu kemiringan
V. HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG topografi sebagai tempat yang paling ideal
DENGAN PROFIL HORIZON untuk terbentuknya suatu endapan nikel laterit
LATERIT yakni pada kemiringan antara 35% sampai
Pada kondisi kemiringan topografi berbeda 52%.
akan terbentuk ketebalan endapan yang
berbeda-beda. Perilaku ini disebabkan oleh

151
Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

VI. KONDISI PEMBENTUKAN mungkin terbentuk profil yang berulang.


ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA Sebagai contoh: Pada bagian atas suatu log bor
TOPOGRAFI LANDAI ditemukan profil limonit, selanjutnya pada
Endapan nikel laterit akan terbentuk pada bagian bawah terbentuk profil low saprolit ore
daerah yang pada permukaan tanahnya tidak zone. Namun setelah profil low saprolit ore
mengalir air permukaan yang cukup kencang, zone ini ditemukan kembali profil yang berupa
karena bila hal ini terjadi maka besar limonit.
kemungkinan bahwa air tidak memiliki waktu
yang cukup lama untuk dapat melakukan Berdasarkan proses pembentukannya maka
penetrasi kearah bawah. Penetrasi inilah yang kasus ini tidak mungkin terjadi, karena profil
menyebabkan unsur - unsur mobile akan yang terbentuk pada endapan nikel laterit
terbawa bersama aliran air dan akhirnya akan seharusnya berurut dari top soil sampai
terakumulsi pada suatu tempat yang cukup bedock. Sedangkan pada kenyataanya kondisi
ideal. ideal seperti ini tidak selalu ditemukan di
lapangan. Besar kemungkinan bahwa daerah
Namun bila aliran air permukaan cukup kecil, yang dibor ini merupakan endapan hasil
maka air permukaan yang dapat berasal dari air transportasi dari berbagai tempat. Setelah
hujan akan memiliki waktu yang cukup banyak endapan limonit diendapkan selanjutnya dari
untuk dapat melakukan penetarasi ke arah daerah lain diendapkan pula low saprolit ore
bawah. Bersamaan dengan aktivitas penetrasi zone. Namun setelah endapan low saprolit ore
tersebut maka unsur - unsur mobile yang zone ini diendapkan, limonit yang merupakan
cukup penting sebagai unsur pembentuk hasil transportasi dari daerah lain kembali
endapan nikel laterit dapat terakumulsi pada diendapkan. Hal inilah yang sering membuat
suatu tempat yang cukup ideal. terjadinya kerancuan deskripsi profil pada
endapan nikel laterit dan kasus ini dapat terjadi
Namun dari hasil analisis lainnya diperoleh pada semua profil/ zona yang terdapat pada
suatu kesimpulan bahwa pada daerah dengan endapan nikel laterit.
kemiringan lereng yang cukup kecil/landai
maka endapan nikel laterit juga tidak terbentuk Bila dilihat dari sebaran titik bor dimana
secara optimal. terbentuk perulangan profil maka sebagian
besar sebarannya akan terakumulasi pada
Pada kondisi topografi yang berkisar antara 0 daerah dengan topografi landai di Pulau Gee
% - 35 % endapan nikel laterit tidak dapat dan Pulau Pakal seperti yang ditunjukkan pada
terbentuk. Penyebab utama yang sangat Gambar 12 dan 13.
mempengaruhi adalah bagaimana kemampuan
air untuk dapat melakukan penetrasi kebagian Hal ini disebabkan pada daerah landai
bawahnya. Komposisi tanah penutup (top soil) terakumulasi semua jenis horizon yang berasal
yang sebahagian besar didominasi oleh dari daerah lain melalui proses transportasi.
material berupa lempung mengindikasikan Walaupun berada pada elevasi yang cukup
bahwa proses laterisasi berlangsung intensif tinggi namun daerah tersebut merupakan
pada kuantitas air yang cukup, sehingga daerah dengan kondisi kemiringan topografi
menyebabkan terbentuk akumulasi lempung. yang sangat landai. Kondisi ini akan berlaku
sama baik pada Pulau Gee maupun pada Pulau
Hal ini didukung oleh sebaran titik bor dengan Pakal, sehingga dapat diambil kesimpulan
ketebalan top soil yang beragam yang terdapat bahwa lubang bor yang menunjukkan
pada Pulau Pakal dan Pulau Gee. Dari sebaran perulangan akan terletak pada daerah dengan
titik bor ini didapatkan kenyataan bahwa titik kondisi topografi yang sangat landai dan
bor yang mengandung top soil sebahagian horizon yang terbentuk bukan merupakan
besar tersebar pada daerah yang bertopografi endapan insitu melainkan hasil akumulasi dan
landai sampai sedang di Pulau Gee dan Pulau sedimentasi pada saat proses pembentukannya.
Pakal (Gambar 10 dan 11).
VIII. IDENTIFIKASI KONTROL
VII. PERULANGAN PROFIL LATERIT STRUKTUR
Pada kegiatan eksplorasi di lapangan seringkali Pada beberapa lubang bor ditemukan kadar Ni
ditemukan profil endapan nikel laterit yang yang relatif sangat tinggi dibandingkan dengan
tidak terbentuk secara ideal dan sempurna, kadar Ni yang ada pada lubang bor di
artinya pada satu lubang bor tidak ditemukan sekitarnya. Keberadaan kadar Ni yang relatif
profil yang berurut dari top soil sampai bed sangat tinggi ini diperkirakan akibat intensitas
rock. Pada banyak lubang bor ditemukan suatu keberadaan mineral garnierit.
profil yang berulang, dimana berdasarkan
aktivitas pembentukan yang terjadi maka tidak
152
Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit
pada Endapan Nikel Laterit

Rekahan yang terdapat pada Pulau Gee terbentuk akan semakin tipis, sebaliknya bila
menunjukkan suatu pola kelurusan. Pada zona besar persen lereng suatu daerah lebih kecil
rekahan kadar Ni yang terkandung sangat (landai) maka ketebalan endapan yang
besar karena pada zona ini banyak terdapat terbentuk akan semakin besar (tebal).
garnierit yang memiliki kandungan Ni yang Sementara kondisi kemiringan lereng yang
sangat besar. Rekahan yang terdapat pada paling ideal sebagai tempat pembentukan
Pulau Pakal lebih banyak dibandingkan pada endapan nikel laterit berada pada daerah
Pulau Gee. Tentu saja hal ini akan dengan kemiringan lereng yang sedang, artinya
mengakibatkan kadar Ni yang cukup tinggi tidak terlalu landai dan juga tidak terlalu terjal
akan lebih banyak tersebar pada Pulau Pakal. (antara 35% - 52%).

Seperti telah diketahui bahwa batuan beku Semakin banyak jumlah kekar (baik kecil
memiliki porositas dan permeabilitas yang maupun besar) maka sebaran kadar dan
kecil sekali sehingga penetrasi air akan sangat ketebalan endapan yang terbentuk pada daerah
sulit. Oleh karena itu dengan hadirnya tersebut akan semakin besar, karena pada
rekahan-rekahan akan lebih memudahkan daerah kekar maka mineral-mineral garnierit
masuknya air dan mengakibatkan proses yang memiliki unsur Ni yang sangat tinggi
pelapukan akan lebih intensif. Selain itu akan banyak terendapkan.
struktur yang ada (terutama rekahan) akan
menjadi tempat terakumulasinya unsur-unsur Profil berulang yang banyak ditemukan pada
Ni sehingga akan mengakibatkan terbentuknya daerah penelitian merupakan lokasi dimana
mineral-mineral garnierit. terjadi pengendapan secara silih berganti oleh
profil laterit yang sebelumnya sudah terbentuk
Unsur-unsur Ni yang mengalami pencucian pada tempat lain, sehingga sering muncul
(leaching) akan bergerak dari atas menuju arah urutan yang berulang (tidak sesuai dengan
bawah sampai pada suatu kondisi yang paling proses pembentukan endapan nikel laterit yang
ideal dimana unsur-unsur Ni yang tertransport terjadi pada umumnya).
tadi akan terakumulasi membentuk mineral
garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)6]. Selain Perbedaan ketebalan yang paling terlihat antara
garnierit, pada rekahan juga akan terbentuk masing-masing horizon adalah top soil, dimana
banyak mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang perbedaan ketebalan top soil antara Pulau
mengalami sedikit pencucian dari atas Pakal dan top soil Pulau Gee menunjukkan
kebawah akan terendapkan berupa Si dengan perbedaan yang cukup signifikan. Sementara
ukuran yang sangat halus dan membentuk horizon lainnya tidak memiliki perbedaan
mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang ketebalan yang cukup signifikan (kurang dari
mengalami pelarutan akan kembali satu meter). Hal ini juga dapat merefleksikan
terakumulasi pada rekahan berupa material intensitas pelapukan yang lebih intensif dan
pengisi (filling material) dan selanjutnya didukung oleh keberadaan kelurusan-kelurusan
membentuk krisopras. anomali kadar Ni yang tinggi.

Secara umum, bila pada suatu daerah UCAPAN TERIMA KASIH


ditemukan mineral dengan kadar unsur Ni Tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada
yang sangat tinggi maka kemungkinan besar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
mineral tersebut adalah garnierit, karena (LPPM) atas dukungan dana untuk pelaksanaan
kandungan unsur Ni yang terdapat pada kegiatan Riset KK No.: 044/K01.08/SPK/2008 ini.
Juga penghargaan kami sampaikan kepada Unit
mineral garnierit bisa mencapai 10%. Geomin PT. Aneka Tambang, Tbk. atas dukungan
Sementara mineral-mineral pembawa unsur Ni yang diberikan selama anggota tim peneliti
yang berupa hasil leaching dari mineral- melaksanaan kegiatan lapangan serta izin yang
mineral serpentin dan peridotit tidak akan diberikan kepada kami untuk menggunakan salah
memiliki kandungan unsur Ni yang sangat satu wilayah eksplorasi sebagai daerah studi dalam
besar seperti yang terdapat pada garnierit. Riset KK ini. Juga terimakasih kami sampaikan
Dengan kata lain kehadiran mineral garnierit kepada seluruh pihak-pihak lain yang telah
akan membuat rentang kadar Ni yang terdapat memungkinkan terlaksananya aktivitas penelitian
pada daerah penelitian akan semakin besar, ini dengan lancar.
sehingga bila rekahan ini terdapat pada suatu
lubang bor maka akan mengakibatkan data DAFTAR PUSTAKA
yang muncul/diperoleh akan menjadi sangat 1. Apandi, T. dan Sudana, D., 1980. Peta
eratik. Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
IX. KESIMPULAN Geologi, Bandung.
Semakin besar persen lereng (kemiringan) 2. Ashock, 2004. The Past and Future of
suatu daerah maka ketebalan endapan yang Nickel Laterites, PDAC International
Convention.
153
Syafrizal,, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

3. Freyssinet, Ph.,
., Butt, C.R.M., Morris, 6. Guilbert, J.M. and Park, C.F.,., 1986. The
R.C. and Piantone, P., 2005. Ore Forming Geology of Ore Deposit, W.H. Freeman
Processes Related to Lateritic and Company.
Weathering, Economic Geology 100th 7. Mackenzie, W.S. and Guilford, C., 1994.
Anniversary Volume. Atlas of Rock Forming Mineral in Thin
4. Gleeson,, S.A., Butt, C.R.M. and Elias, Section, Longman Scientific and
M., 2003. Nickel Laterites: A Review, Technical.
Society Economic Geologist (SEG) 8. Heinrich, E.W., 1975. Microscopic
Newletter Number 54. Identification of Mineral, McGraw Hill
5. Golightly, J.P., 1981. Nickeliferous
N Book Company.
Laterite Deposits, Economic Geology
75th Anniversary Volume.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 2.. Distribusi kadar Ni pada keseluruhan data Pulau Gee.

154
Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit
pada Endapan Nikel Laterit

Gambar 3. Distribusi kadar Ni pada keseluruhan data Pulau Pakal.

Gambar 4. Distribusi kadar Fe pada keseluruhan data Pulau Gee.

Gambar 5. Distribusi kadar Fe pada keseluruhan data Pulau Pakal.

155
Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

Gambar 6. Perbandingan profil laterit Pulau Gee (kiri) dan Pulau Pakal (kanan).

Gambar 7. Model distribusi kadar Ni dan Fe pada masing-masing horizon laterit


di Pulau Gee.

156
Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit
pada Endapan Nikel Laterit

Gambar 8. Model distribusi kadar Ni dan Fe pada masing-masing horizon laterit


di Pulau Pakal.

Gambar 9. Histogram yang memperlihatkan frekuensi kemunculan horizon High Saprolit (HSOZ) di
Pulau Gee.

157
Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

Gambar 10. Histogram yang memperlihatkan frekuensi kemunculan horizon High Saprolit (HSOZ) di
Pulau Pakal.

Gambar 11. Distribusi titik bor dengan ketebalan horizon top soil > 2 di Pulau Gee.

158
Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit
pada Endapan Nikel Laterit

Gambar 12. Distribusi titik bor dengan ketebalan horizon top soil > 2
di Pulau Pakal.

Gambar 13. Distribusi titik bor dengan indikasi perulangan profil laterit di Pulau Gee.

159
Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

Gambar 14. Distribusi titik bor dengan indikasi perulangan profil laterit di Pulau Gee.

160
Studi Distribusi Ukuran Butir Elektrum dan Asosiasi Mineralisasi Emas pada
Urat Ciurug, Pongkor, Indoensia

161

Anda mungkin juga menyukai