SKRIPSI
Pembimbing:
Dr. Muh. Tamar, M. Psi. (Pembimbing I)
Dra. Dyah Kusmarini, Psych (Pembimbing II)
Oleh:
Nur Aminah Gamardin
Q11113019
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI
1. Maksud Penelitian..................................................................................... 10
BAB II ......................................................................................................................... 13
A. Guru.................................................................................................................. 13
B. Kinerja .............................................................................................................. 15
C. Evaluasi ............................................................................................................ 20
D. GRIT ................................................................................................................. 22
i
D.3 Grit Scale .................................................................................................. 27
BAB III........................................................................................................................ 34
A. Materi ............................................................................................................... 34
B. Metode.............................................................................................................. 34
BAB IV ....................................................................................................................... 44
ii
A.8 Profil Responden Berdasarkan Agama ..................................................... 49
F. Diskusi.............................................................................................................. 65
G. Limitasi Penelitian............................................................................................ 75
BAB V ......................................................................................................................... 76
A. Kesimpulan....................................................................................................... 76
B. Saran ................................................................................................................. 76
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia yang berkualitas adalah faktor penting dalam menentukan
kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu aspek penting yang harus
diperhatikan. Kehidupan dapat menjadi lebih baik apabila sumber daya manusianya
berkualitas (Dewi, 2017). Sejalan dengan hal tersebut, Habibie meminta kepada
Presiden Jokowi untuk menekankan bahwa Indonesia harus mengandalkan SDM dan
Pendidikan formal merupakan salah satu yang dapat memberikan kontribusi terkait
kebutuhan suatu negara (Muhardi, 2004). Sebagai bagian dari sistem pendidikan
memasuki angkatan kerja, dapat melihat peluang kerja, dan dapat mengembangkan
Melihat hal tersebut, untuk mendapatkan keluaran dari tingkat Sekolah Menengah
Kejuruan yang berkualitas maka diperlukan juga guru yang professional dan juga
1
berkualitas (Mulyasa, 2005). Guru yang profesional dan berkualitas akan memberikan
peserta didik yang juga berkualitas (Suharini, 2009). Sejalan dengan hal tersebut,
kinerja positif atau negatif dari seorang guru mencerminkan secara langsung atau
mengevaluasi hasil pembelajaran (UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 20 ayat a).
Selain itu, guru juga wajib menjalankan seluruh beban kerja minimal 24 jam dan 40
jam tatap muka dalam setiap minggu (Pasal 52 Ayat 2 PP No.74 Tahun 2008).
Berbagai tugas dan tanggung jawab yang diembannya, seorang guru dituntut untuk
menjalankan tugas dan kewajiban tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang
tingkah laku yang dimaksudkan ialah yang sejalan dengan tujuan dari organisasi
(Sonnentag & Frese, 2002). Kinerja guru yang baik akan berdampak pada proses
pembelajaran bagi peserta didik dan akan memberikan sumbangsih yang besar
2
Namun pada kenyataannya, ada indikasi kinerja dari seorang guru butuh untuk
lebih dioptimalkan. Hal ini dijelaskan oleh Sudarwan (2002) bahwa salah satu ciri krisis
pendidikan di Indonesia ialah masih ada guru yang belum sepenuhnya menunjukkan
kinerjanya (work performance) secara optimal. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Saputra (2011) terkait kinerja guru SMA XXX di Indramayu, dimana memperlihatkan
hasil 60% atau dengan jumlah sampel sebanyak 30 guru memiliki kinerja yang kurang
optimal. Sejalan dengan hal tersebut, dilapangan masih ada guru merasa kesulitan
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya (Sulistyo &
Wijayanto, 2016). Hasil wawancara juga diperoleh informasi bahwa ada indikasi pada
menjalankan tugas sesuai dengan tujuan pendidikan yang digambarkan dalam kinerja
guru guna menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun pada
indikasi guru belum secara optimal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
Ketika standar dalam dunia pendidikan telah ditentukan, guru dituntut untuk
diskusi bersama teman kerja, bacaan ilmiah, evaluasi diri, refleksi, serta
pengembangan ide-ide kreatif (Wilson, 2000). Evaluasi diri saat ini dipandang salah
satu hal yang penting didalam dunia kerja, dimana evaluasi diri merupakan
3
pengidentifikasian terkait tugas-tugas yang telah dijalankan, terkait kompetensi serta
kemampuan yang dimiliki, dan terkait dengan bagaimana individu melihat dirinya
sendiri (Kecmar, dkk., 2009). Pengelolaan dari evaluasi diri terkait dengan kinerja
kemampuan diri (Koopmans, 2015). Evaluasi diri guru digunakan sebagai sarana
(Firyomanto, Wibawanto, & Syamwil, 2016). Lebih lanjut bahwa, guru merupakan
hakim terbaik terkait tugas dan tanggung jawab yang telah dijalankan dalam
pengembangan profesional mereka serta sumber daya mereka sendiri (Peterson &
Comeaux, 1990).
Sistem evaluasi dapat didasarkan pada penilaian dari diri sendiri dan penilaian
dari eksternal. Dimana sumber data yang diperoleh dapat berfungsi dengan baik untuk
diperoleh bagi orang yang dituju serta bagi pengembangan terhadap dunia pendidikan
Namun yang terjadi dilapangan, dari hasil obeservasi pada penelitian yang
dilakukan di SMKN 4, 5, dan 8 di Kota Semarang bahwa penilaian kinerja guru selama
ini masih menggunakan satu komponen penilaian yaitu dari pihak sekolah
sebagaimana yang telah disusun dalam Penilaian Kinerja Guru (PKG) dari
komponen penilai dalam PKG yaitu pengawas, kepala sekolah, siswa SMK, dan
4
komite sekolah (Surapranata dalam Firyomanto, Wibawanto & Syamwil, 2016) . Lebih
lanjut, penilaian yang dilakukan kepala sekolah cenderung kurang tegas terhadap
guru yang dievaluasi (Peterson dalam Akram & Zepeda, 2015) serta cenderung
memberi penilaian hanya pada pengamatan terbatas dan dengan durasi waktu yang
pendek (Zepeda, 2014). Berdasarkan data yang ada bahwa nampaknya ada
kecenderungan penilaian kinerja guru yang dilakukan masih terfokus pada satu
komponen saja yaitu dari kepala sekolah maupun pengawas. Hal tersebut dapat
pengembangan pada lingkungan sekolah, tetapi juga perlu untuk pengembangan diri
Standar kinerja yang optimal dari seorang guru dapat tergambar dengan
kompetensi yang seharusnya dimiliki. Guru dituntut untuk terlibat langsung dalam
proses pembelajaran, oleh karena itu guru dituntut memiliki kompetensi untuk
memberikan kinerja yang optimal dan efektif (Mulyasa, 2005). Kompetensi guru
merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki dari seorang guru dalam
melaksanakan berbagai tugas sebagai tenaga pengajar dan pendidik serta dalam
dengan pasal 10 ayat 1 UU No.14 Tahun 2005 bahwa ada empat kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
professional. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru ialah untuk
5
fungsi dan tujuan dari sebuah instansi pendidikan (sekolah) (Gunawan, 2002).
yang dimana guru harus bisa mengkritisi kurikulum secara mandiri, dapat mengelola
kelas dan bahan ajar, serta dapat meningkatkan cara mengajar secara efisien
(Sergiovanni dalam Pupuh, 2012). Mengacu dari hal tersebut seyogiyanya seorang
secara umum kompetensi pedagogik dan kompetensi profesi guru pada SMA Negeri
di Kabupaten Pati berada pada kriteria baik. Namun dianatara beberapa kompetensi
yang harus dipenuhi oleh seorang profesi guru, ada satu indikator yang termasuk pada
indikator yang perlu untuk di optimalkan yaitu pada ketepatan dalam memberi umpan
balik. Ada beberapa guru masih kurang dalam memberikan umpan balik dan
dilakukan oleh Sukandi (2011) menyatakan bahwa siswa SMK Negeri di Kabupaten
Indramayu memilih untuk tidak mesuk kelas untuk mengikuti proses belajar-mengajar
yang dilakukan oleh Amin & Thamrin menyatakan dari hasil penelitian diperoleh data
bahwa kompetensi mengajar guru pada SDN Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Kubu Raya tergolong cukup, dimana kompetensi tersebut perlu untuk ditingkatkan.
Hasil wawancara kepada tiga kepala sekolah pada tingkat SMK Negeri di Kota
terkait pencapaian kompetensi pada sebagian guru terbilang perlu untuk ditingkatkan
6
lagi dengan melihat keadaan dari beberapa guru yang ada. Masih dijumpai ada
beberapa guru yang belum mampu menarasikan kemampuan atau pencapaian siswa
satu per satu, terdapat beberapa guru yang masih melakukan copy-paste pada
kompetensi tersebut. Namun masih ada juga guru yang memiliki kemampuan minim
atau dalam hal ini sangat perlu untuk ditingkatkan terkait dalam penyediaan perangkat
pembelajaran yang inovatif yang dimana merupakan kompetensi yang harus dimiliki
seorang guru harus memiliki kompetensi dalam pemenuhan standar kinerja yang
Namun dari penelitian menunjukkan bahwa nampaknya ada indikasi sebagian guru
dinilai belum mampu mencapai standar kinerja dengan kompetensi yang harus dimiliki
Efektifitas kinerja seorang guru merupakan faktor penting khususnya pada proses
pembelajaran di kelas, dimana kinerja guru dapat mempengaruhi tingkat belajar para
murid (Rivkin, dkk, 2005). Tugas dari profesi seorang guru dituntut sama seperti para
veteran yaitu untuk lebih sering menerima beban mengajar yang lebih menantang dan
kondisi yang tidak pasti (Lostie, 1975). Mengajar adalah pekerjaan yang sangat
menantang (Maurer, 2012), karena menjadi seorang guru dengan tugas utama
7
dapat menjadi demoralisasi bagi seorang guru (Maurer, 2012). Disisi lain, guru
merujuk pada sifat positif yaitu grit yang dimana hal tersebut memainkan peran
penting dalam menentukan keefektifan kinerja seorang guru (Stanford, 2001). Dalam
konsistensi serta ketekunan usaha yang lebih besar untuk dapat sukses (Robertsoon-
menyatakan bahwa grit merupakan salah satu sifat positif yang memainkan peranan
Merujuk dari bebebrapa pernyataan diatas, pada penelitian yang telah dilakukan
oleh Stanford & Duckworth, dkk (2001; 2010) menyatakan sifat psikologis positif yaitu
grit sebagai salah satu sifat yang dapat memprediksi kinerja seorang guru. Grit
membantu guru dalam mengatasi kerasnya dunia pengajaran, membantu guru dalam
menghadapi situasi yang tidak pasti dan menantang, serta membantu guru untuk tetap
fokus pada tugas utamanya sebagai tenaga profesi pendidik dalam menciptakan
proses belajar-mengajar yang baik bagi peserta didiknya (Stanford, 2001; Duckworth
2016). Adapun perilaku yang digambarkan dengan bekerja keras ketika menghadapi
(Duckworth, 2007).
8
Grit dapat membantu individu untuk tetap bertahan pada apa yang menjadi
mengajar yang merupakan dedikasi seorang guru terhadap pekerjaan mereka terkait
dengan kinerjanya yaitu menjalankan tugas dan tanggung jawab dan daya tahan
Duckworth, 2014). Lebih lanjut, dijelaskan bahwa diantara guru-guru yang mengajar
di sekolah, guru “grittier” lebih efektif di kelas dan cenderung untuk tidak
memiliki sifat positif grit yang dapat memberikan dampak postif dalam pengajaran
menunjukkan tingkat daya tahan yang dimiliki oleh guru belum sepenuhnya nampak
dalam pemberian pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Johnson & Birkeland
(2003) bahwa guru kerap meninggalkan kelas di pertengahan tahun karena merasa
terbebani tanggung jawab dan berbagai tantangan yang dihadapi di kelas. Penelitian
melaksanakan kinerja yang kurang efektif dan lebih muda meninggalkan tugasnya
dalam mengajar (Ingersoll & Smith, 2003). Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat
menunjukkan indikasi daya tahan profesi seorang guru masih kurang nampak, dimana
dapat berujung pada efektivitas kinerja yang dilihat dari evaluasi diri seorang guru. Hal
9
tersebut menggambarkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari profesi
seorang guru perlu untuk lebih dioptimalkan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
B. Rumusan Persoalan
Berdasarkan kajian teoritik yang telah disusun, maka peneliti membatasi rumusan
persoalan, yaitu:
1. Bagaimana gamabaran kadar grit pada guru SMK Negeri di Kota Makassar ?
2. Bagaimana gamabran evaluasi diri kinerja pada guru SMK Negeri di Kota
Makassar ?
3. Sejauh mana kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri kinerja pada guru SMK
1. Maksud Penelitian
Makassar.
b) Memperoleh gambaran evaluasi diri kinerja pada guru SMK Negeri di Kota
Makassar.
c) Memperoleh kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri kinerja pada guru
10
2. Tujuan Penelitian
a) Mengetahui gambaran kadar grit pada guru SMK Negeri di Kota Makassar.
b) Mengetahui gambaran evaluasi diri kinerja pada guru SMK Negeri di Kota
Makassar
c) Mengetahui kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri kinerja pada guru
3. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Teoritis
b) Manfaat Praktis
(1) Hasil dari peelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi tenaga
(2) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga
11
menjalankan tugas dan tangung jawabnya lebih optimal sebagaimana
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan pada bagian ini akan diuraikan lebih mendalam terkait teori-teori
yang relevan untuk menjelaskan secara teoritik persoalan penelitian yang akan diteliti.
Bagian pertama akan dijelaskan tentang teori guru. Berikutnya, peneliti akan
menjelaskan tentang kinerja, lalu tentang evaluasi diri, kemudian akan menjelaskan
teori grit, dan hubungan antara grit dengan kinerja guru. Pada bagian akhir, terdapat
kerangka konseptual yang menggambarkan alur pikir peneliti serta sebagian besar
A. Guru
Guru adalah komponen yang paling menentukan terhadap terciptanya proses dan
hasil mutu pendidikan, dimana seorang guru sebagai ujung tombak yang memiliki
peran dalam memajukan pendidikan serta menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas (Suharini, 2009). Guru memiliki tugas serta tanggung jawab yaitu
(UU Sisdiknas). Guru merupakan tenaga pendidik dengan tugas pokok melaksanakan
Profesi seorang guru memiliki tugas pokok dan fungsi untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan, skill, mental, serta akhlak bagi peserta didik sebagai aset
bangsa (Sagala, 2009). Guru memiliki banyak tugas dan tanggung jawab yang harus
mengavaluasi peserta didik pada pendidikan formal dimulai dari pendidikan anak usia
13
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1 UU No.14 Tahun 2005).
Guru adalah salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi
Lebih lanjut bahwa menjadi seorang guru harus memiliki kualifikasi sesuai dengan
ketentuan yang telah dituliskan pada pasal 8 UU No.14 bahwa seorang guru wajib
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan Nasional. Jadi, profesi
seorang guru dituntut harus memiliki kompetensi guna mencapai keberhasilan dalam
dunia pendidikan serta mencapai keefektifan kinerja dalam berbagai tugas dan
seorang yang memiliki peran penting terutama pada pendidikan formal dalam
daya manusia berkualitas maka dapat tercipta pula kesejahteraan dari suatu negara.
Guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dicapai oleh guru sebagaimana
yang telah ditetapkan oleh peraturan pendidikan formal. Guru juga harus memiliki
kompetensi yang akan menjadi tolak ukur dalam menjalankan tugas profesionalnya
peserta didik khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas. Dalam hal ini,
mengingat bahwa tingkat Sekolah Menengah Atas salah satu tempat bagi peserta
didik untuk mempersiapkan diri dalam menetapkan tujuan ke suatu jenjang yang baru.
14
Oleh karenanya, profesi guru khususunya yang mengajar di tingkatan menengah atas
sebaiknya menjalankan tugas dan tanggung jawab yang telah diemban sebagai
B. Kinerja
nilai ekspektasi dari seluruh tingkah laku yang individu tunjukkan yang relevan
dengan tugas serta tanggung jawab dari organisasi yang bersangkutan (Schmitt,
2012). Tingkah laku disini merupakan tujuan yang akan dicapai dari suatu
dengan apa yang dilakukan individu saat bekerja (Sonnentag & Frase, 2003).
Sejalan degan hal tersebut, kinerja adalah suatu tugas yang akan dicapai oleh
suatu individu atau kelompok dalam sebuah organisasi yang dimana didalamnya
1997).
Kinerja guru merupakan bentuk tugas yang harus dilaksanakan dari seorang
guru, dimana tugas yang dijalankan memiliki spesifikasi tertentu (Morgan dalam
guna melahirkan peserta didik yang berkualitas (Supardi, 2013). Kinerja dari
15
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai, dan
mengevaluasi hasil pembelajaran (UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 20 ayat
a).
a) Task Peformance
kerja.
b) Contextual Peformance
bantuan terhadap rekan atau tim, serta membina pendatang baru pada
16
menggambarkan perilaku kerja yang kontaproduktif, misalnya
zat berbahaya.
(Perilaku Individu)
Kinerja
Berdasarkan pemaparan ditas, kinerja merupakan suatu wujud dari tingkah laku
individu dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya. Adapun tugas yang
dijalannya akan memiliki batas waktu sesuai ketentun dan yang terpenting bahwa
tugas yang dilaksanakan merupakan tugas yang relevan dengan tujuan dari suatu
organisasi tersebut. Diakhir pelaksanaan tugas akan ada evaluasi untuk mengetahui
17
sejauh mana tugas yang telah dilakukan dan telah sesuai dengan tujuannya. Sejalan
dengan hal tersebut, guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya
sebagai tenaga pendidik dengan salah satu tujuannya ialah menghasilkan peserta
didik yang berkualitas. Tugas dan tanggung jawab yang dijalankan merupakan wujud
dari kinerja. Dalam hal ini, kinerja tidak hanya dapat dilihat dari tingkah laku melainkan
juga dari evaluasi kinerja untuk melihat apakah individu sukses dalam menjalankan
tugas. Tingkah laku produktif yang dimaksudkan ialah tingkah laku yang dapat
kemampuan yang harus dimiliki. Lebih lanjut, gambaran dari dimensi contextual
performance ialah tingkah laku tambahan yang juga mendukung hal-hal teknis yang
menggambarkan tingkah laku yang dapat merugikan bagi individu itu sendiri maupun
seorang profesi guru, dimana terdiri atas 2 bagian, yaitu (Kartono dalam
Srinalia, 2015):
18
2. Keterampilan dan kecakapan, keterampilan dan kecakapan dapat
dimiliki.
Individu yang memiliki integritas tinggi akan bertahan pada nilai-nilai yang
8. Cita-cita dan tujuan dalam bekerja, ketika individu menjalani tugas dan
sepenuh hati.
kinerja individu.
19
2. Lingkungan kerja, situasi kerja yang menyenangkan dapat mendorong
dimaksudkan ialah situasi kerja, rasa aman, gaji yang sesuai dengan
yang kologial.
C. Evaluasi
Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 45). Proses dari sebuah evaluasi diri guru
Proses evaluasi diri seorang guru akan berkaitan dengan pengetahuan yang
didapatkan dalam prses pengajaran dan akan tersimpan dalam kerangka acuan
kognitif (F.O.R) yang ada di dalam diri individu. Namun sebelumnya, akan ada
20
proses dalam diri individu yang terjadi ketika menjalankan tugasnya yang akan
mempengaruhi persepsi individu, hasil dari persepsi kemudian akan diolah dan
(F.O.R) yang ada pada kognisi. Kognisi juga dapat kembali memengaruhi
kognisi baru yang diintegrasikan oleh guru. F.O.R juga secara bersamaan
psikologik akan memberi arah kepada motive dan bahkan kepada keputusan
(judgement) tingkah laku apa yang akan dihasilkan, yakni hasil keputusannya
yang akan keluar dalam bentuk tingkah laku. Tingkah laku individu senantiasa
yang dipengaruhi oleh integrasi dari kebutuhan (need), sikap (attitude), nilai-nilai
(value) dan perasaan (Feeling) dan aspek psikologi lainnya. Dalam penelitian ini,
kinerja yang telah dijalankan dilihat dari evaluasi oleh dirinya sendiri terkait
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki sebagai seorang guru.
dan secara akurat melaporkan dampak dan faktor-faktor dari kinerja yang telah
umpan balik berbasis kuesioner berupa refleksi diri (Wubbels, Brekelmans, &
21
Hooymayers, 1992). Sejalan dengan hal tersebut, evaluasi dari diri sendiri berupa
refleksi terkait dengan kuantitas dan kualitas dari individu itu sendiri (Koopmans,
2015).
mereka sendiri (Stronge, 2010). Evaluasi diri sebagai alat yang paling kuat untuk
mengukur kualitas dari seorang guru (Danielson & McGreal, 2000). Evaluasi diri
kinerja pada guru merupaka laporan diri guru terkait dengan perilaku mereka yang
dimana merupakan hasil dari perilaku yang sebenarnya. Evaluasi diri kinerja pada
guru dapat didefinisikan sebagai penilaian mendasar terkait cerminan diri dan
tugas, nilai, kompetensi, serta kemampuan yang dimiliki (Judge, Bono, Erez, &
Locke, 2005). Evaluasi diri guru dapat dilihat dari keefektifan yang mengarahkan
penyediaan strategi pengajaran yang efektif, menilai kinerja siswa, serta memiliki
komunikasi yang efektif dengan siswa dari kinerja yang dijalankan (Peterson &
Comeaux, 1990).
D. GRIT
tujuan dalam jangka panjang yang sifatnya menantang, dalam artiannya bahwa
individu akan bertahan dengan hal-hal yang menjadi tujuannya (Duckworth, 2007).
Passion dan ketangguhan hal penting dalam grit, dimana passion diartikan sebagai
22
seberapa konsisten usaha individu untuk menuju suatu arah dan ketangguhan
(Duckworth, 2016).
Lebih lanjut, pada saat individu lainnya merasa kecewa dan bosan saat itu akan
membawa individu untuk memilih berubah haluan bahkan mundur, namun inidividu
yang memiliki grit akan tetap berusaha pada jalan yang dipilihnya. Grit akan
membantu individu untuk bertahan pada komitmen yang dipilihnya serta mampu
arah serta untuk mencapai tujuan dalam jangka panjang. Individu yang memiliki
grit akan tetap bertahan pada komitmen dan percaya bahwa akan mampu melalui
Grit sebagian dipengaruhi secara genetik (berasal dari DNA) dan sebagian
menjadi diri sendiri. Jadi, pada dasarnya setiap sifat individu dipengaruhi oleh gen
23
dan pengalaman, begitu pula dengan grit yang juga bagian dari DNA dalam tubuh
yaitu mekanisme pengembangan grit dari luar masuk ke dalam diri individu. Hal ini
dapat melalui dari lingkungan, orang-orang disekitar seperti orang tua, guru,
dirinya. Kedua yaitu mekanisme pengembangan kadar grit dari dalam ke luar diri.
hal ini dilakukan dengan cara individu dapat mengembangkan minat dimana
sehingga dapat menjadi mahir. Hal ini dapat mengantarkan individu untuk lebih
mampu dalam mengatasi kelemahan atau tantangan dengan cara berlatih secara
grit.
grit dalam diri inidividu. Dimana pengasuhan dari orang tua dapat membantu
24
akurat kebutuhan psikologis anak. Pengasuhan dengan bijaksana dapat
lanjut bahwa terdapat “tough love”, dimana orang tua tidak hanya memberikan
untuk membantu anak menjadi lebih kuat dan tangguh (Duckworth, 2016).
Ekstra kurikuler atau kurusus merupakan salah satu wadah bagi individu
Jika individu ingin menjadi gritty, maka individu perlu menemukan budaya
grit di dalam suatu organisasi yang terdiri dari individu-individu yang memiliki
grit tinggi, lalu bergabung dalam organisasi itu. Hal tersebut dapat membantu
25
b) Mekanisme Pengembangan Kadar Grit dari Dalam Diri Ke Luar
(1) Interest
Individu yang belum menemukan minat harus siap untuk menghabiskan waktu
memicu dan menarik kembali minat. Saat individu telah menemukan area yang
mencintai terkait apa yang dijalankan dan akan berkomitmen terhadap area
tersebut.
(2) Practice
minat pada area tertentu, maka individu perlu mencurahkan diri sepenuhnya
cara terus berlatih dalam waktu satu jam sehari, seminggu, sebulan, dan
akan terus melatih dirinya untuk terus meningkatkan mutu dalam dirinya
dengan cara berlatih dan menolak untuk merasa cepat puas dengan apa yang
telah diperoleh.
26
(3) Purpose
adalah suatu hal yang penting. Minat tanpa tujuan akan sedikit sulit untuk
dipertahankan dalam kurun waktu yang lama. Oleh karena itu, individu perlu
beberapa individu, tujuan datang lebih awal, namun bagi banyak individu
(4) Hope
meningkat meskipun hope tidak menentukan tahap terakhir dari grit. Hal ini
akan membuat individu terus belajar dan berjalan bahkan ketika berada pada
kondisi yang sulit dan memiliki keraguan. Pada berbagai titik dengan cara yang
besar dan kecil, individu terjatuh. Namun jika individu terus dibawah, maka grit
akan kalah dan jika individu bangkit, maka grit akan menang.
Grit scale merupakan suatu alat ukur untuk mengetahui semangat serta
Namun, secara khsus grit lebih dari sekedar pengendalian diri atau kesadaran, grit
27
Di dalam grit scale terdapat dua dimensi, yaitu consistency of interst dan
perseverance of effort. Dimana kedua dimensi tersebut untuk melihat trait stamina
yang didasari dari semangat individu untuk mencapai tujuan jangka panjang serta
motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuan. Berikut penjelasan dari dua dimensi
a) Consistency of interest
panjang serta menunjukkan bahwa grit mampu untuk memprediksi prestsi pada
area yang menantang tanpa melihat talenta dari suatu individu. Dimana individu
yang memiliki konsistensi minat yang tinggi tidak akan mengubah tujuan yang
b) Perseverance of effort
yang stabil dalam melihat perbedaan diri suatu individu. Dimana individu yang
gigih dan tekun dalam berusaha dapat mencapai tujuan jangka panjang dan akan
yang sedang dikerjakan. Individu yang tekun dalam berusaha akan tidak takut
Sumber daya manusia yang berkualitas adalah faktor penting dalam menentukan
28
Development Report, 2010). Human Capital Theory menyatakan bahwa pemberian
dalam Purba, 2017). Guru yang professional dan berkualitas akan memberikan
dari peserta didik yang juga berkualitas (Suharini, 2009). Merujuk hal tersebut, sudah
sebagai seorang profesi guru dengan tugas utama dan tanggung jawab yang
diembannya (UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 20 ayat a). Tugas dan tanggung
jawab yang yang dijalankan merupakan wujud kinerja dari seorang guru. Kinerja yang
dimaksudkan adalah tugas-tugas yang dijalankan berbentuk tingkah laku, tingkah laku
yang dimaksudkan ialah yang sejalan dengan tujuan dari organisasi (Sonnentag &
Frese, 2002). Lebih lanjut, kinerja pada penelitian ini dilihat dari hasil akhir
jawabnya kemudian diakhir pelaksanaan guru akan mengevaluasi kinerja yang telah
Sejalan dengan kinerja yang harus dijalankan oleh seorang profesi guru secara
optimal, maka seorang guru juga dituntut harus memiliki standar kinerja yang
pengoptimalan kinerjanya (Robbins dalam Sobandi, 2010). Melihat hal tersebut, dari
pemenuhan yang harus terpenuhi dan dimiliki oleh seorang guru merupakan hal
29
dimana kinerja guru dapat mempengaruhi tingkat belajar para murid (Rivkin, dkk.,
2005).
Disisi lain, tugas dari profesi seorang guru dituntut sama seperti para veteran yaitu
untuk lebih sering menerima beban mengajar yang lebih menantang dan kondisi yang
tidak pasti (Lostie, 1975), dimana menjadi seorang guru dengan tugas utama
dapat menjadi demoralisasi bagi seorang guru (Maurer, 2012). Lebih lanjut, guru
dari seorang guru yang merujuk pada sifat positif yaitu grit yang dimana hal tersebut
merupakan salah satu sifat positif yang memainkan peranan penting dimana
merupakan prediktor terhadap keefektifan kinerja guru (Duckworth, dkk & Seligman,
2010). Grit membantu guru dalam mengatasi kerasnya pengajaran, membantu guru
dalam menghadapi situasi yang terkekang dan menantang, serta membantu guru
untuk tetap fokus pada tugas utamanya sebagai tenaga profesi pendidik dalam
2016). Adapun perilaku yang digambarkan dengan bekerja keras ketika menghadapi
30
dalamnya pernah mengalami kegagalan serta kesulitan selama dalam prosesnya
F. Kerangka Konseptual
Penelitian ini berfokusi pada sekolah formal khususnya pada tingkat Sekolah
banyak komponen yang ada di dalamnya, seperti kepala sekolah, guru, murid, serta
staff sekolah. Adapun interaksi yang cukup intens dijalankan dalam lingkungan
sekolah ialah antara guru dengan murid, salah satunya melalui proses belajar-
mengajar. Guru sebagai salah satu komponen didalam lingkungan sekolah yang
memiliki peran dalan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai tenaga
pendidik. Proses pelaksanaan tugas guru dapat ditunjang dengan atribut psikologis
yang seyogiayanya dimiliki seorang guru untuk efektifitas kinerjanya. Atribut psikologis
antara persepsi dengan FOR dari seorang guru. Selanjutnya, dari berbagai
pengalaman yang telah terbentuk dan dialami oleh guru diasumsikan akan
idealisme untuk tetap bertahan dan konsisten terhadap guru yang sebagaimana
perangkat psikologik lainnya diantaranya values, attitudes, need, dan feeling. Adapun
31
perangkat psikologik yang lain ialah grit, yang dimana grit juga saling berpengaruh
dengan perangkat psikologik lainnya. Grit akan membantu individu untuk dapat
konsisten pada apa yang telah dipilih dan ketangguhan dalam mencapai tujuan. Grit
Kinerja guru pada penelitan ini merupakan kinerja yang berupa evaluasi diri yang
dimana guru menilai kinerjanya sendiri pada akhir pelaksanaan tugas yang telah
dijalankan. Guru akan mengevaluasi dirinya sendiri terkait dengan bagaimana tingkah
Proses pelaksanaan tugas guru dapat ditunjang dengan spesifikasi yang harus
dipenuhi sebagai seorang tenaga pendidik professional yaitu kompetensi yang harus
dimiliki. Tugas dan tanggung jawab yang telah dijalankan yang berwujud kinerja
32
Keterangan:
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Materi
penelitian ini, yatu kinerja guru sebagai variabel dependen dan grit sebagai variabel
1. Kinerja dalam penelitian ini adalah evaluasi dari penilaian diri guru terkait tugas
yang telah dijalankan yang relevan dengan tujuan dan visi misi sekolah.
Penelitian yang dimaksudkan kinerja adalah skor yang didapatkan dari skala
2. Grit dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran kekuatan passion dan
ketangguhan dalam mencapai tujuan jangka panjang pada diri guru. Hasil ini
diperoleh berdasarkan skor melalui skala grit oleh Duckworth (2007), yang
effort.
B. Metode
data berupa angka sebagai alat untuk menganalisis mengenai apa yang ingin
diketahui oleh peneliti (Kasiram dalam Kuntjojo, 2009). Desain penelitian ini
34
digunakan dengan tujuan untuk mengetahu kontribusi kadar grit terhadap
evaluasi diri kinerja pada guru SMK Negeri di Kota Makassar. Populasi dalam
penelitian ini adalah guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berstatus
merupakan salah satu yang dapat memberikan kontribusi terkait kebutuhan suatu
pendidik, dimana tenaga pendidik yaitu guru sangat berperan dalam peningkatan
Block yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah block kategori sekolah,
yaitu SMK Negeri. Selanjutnya, penentuan guru pada setiap sekolah yang telah
diblock dilakukan dengan cara simple random sampling. Total SMK Negeri di Kota
Makassar berjumlah 10 sekolah, adapun data yang telah didapatkan dari Dinas
Slovin. Kemudian peneliti melakukan teknik random sampling dengan teknik one
35
million random table untuk memilih subjek yang digunakan dalam pengolahan
data dalam penelitian secara acak dan diperoleh 158 guru SMK Negeri sebagai
subjek keseluruhan dalam penelitian ini. Berikut tabel daftar sekolah dan jumlah
subjek dalam penelitian ini. Adapun Kriteria subjek pada penelitian ini, yaitu guru
PNS dan Kontrak dengan masa kerja diatas 2 tahu. Dimana individu yang telah
memiliki masa kerja di atas 2 telah dapat dilihat hasil kineja yang telah dijalankan.
H0 : Tidak ada kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri kinerja pada guru
H1 : Ada kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri kinerja pada guru SMK di
Kota Makassar.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang
berbentu skala. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
36
skala Individual Work Performance Questionnaire (IWPQ) yang disusun oleh
Koopmans (2015) dan skala Grit yang yang disusun oleh Duckworth (2007).
Adapun pejelasan lebih lanjut mengenai kedua alat ukur, sebagai berikut
evaluasi diri dari guru terkait tugas yang telah dijalankan yang relevan dengan
tujuan dan visi misi sekolah (Koopmans, 2015). IWPQ (Individual Work
Performance Questionnare) memiliki 18 aitem yang terdiri atas tiga dimensi, yaitu
behavior. Alat ukur ini memiliki 5 pilihan respon yang menunjukkan frekuensi
waktu. Pilihan respon untuk kategori favorable dimulai dari jarang, kadang-
kadang, biasanya, sering, dan selalu. Adapun pemberian skornya diberi angka 0
biasanya, dan sering. Adapun pemberian skornya diberi angka 4 untuk “tidak
pernah” hingga 0 untuk “sering”. Berikut merupakan blue print dari Individual
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
skor 2 3 4 4 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 0 1 1 0
Alat ukur ini diadaptasi pada peneliti sebelumnya yang telah pernah
melakukan penelitian dengan menggunakan skala yang sama yaitu skala (IWPQ)
37
di Kota Makassar. Pertama peneliti meminta izin kepada peneliti sebelumnya.
pembimbing yakini Ibu Dr. Arlina Gunarya, M.Sc dan Dra. Dyah Kusmarini, Psych.
Hal ini dilakukan agar terjemahan yang dilakukan oleh peneliti tidak membuat
adanya perubahan makna dari alat ukur, dan juga agar tiap aitemnya memang
sejauh mana tiap aitem dapat dipahami oleh subjek penelitian. Uji keterbacaan
Hasanuddin, dengan melihat setiap bagian dari alat ukur tersebut, mulai dari
petunjuk pengisian hingga tiap aitemnya. Hasil dari uji keterbacaan ini kemudian
Hasil dari uji reliabilitas diambil pada peneliti sebelumnya, dimana dijelaskan
bahwa instrumen ini telah dibagikan kepada 1.424 pekerja, yang terdiri atas
pekerja level atas (white collar), pekerja level menengah (pink collar), dan pekerja
level bawah (blue collar). Uji reliabilitasnya menggunaka cronbach alfa, dan
didapatkan nilai reliabilitas sebesar 0,78 untuk dimensi task performance, 0,85
untuk dimensi contextual performance, dan 0,79 untuk dimensi contextual work
behavior. Nilai tersebut menunjukkan alat ukur IWPQ reliabel. Lebih lanjut, hasil
dari uji realibilitas peneliti mengutip dari peneliti sebelumnya (Dewi & Rostiana,
38
2018) yang telah melakukan uji coba pada instrumen IWPQ dengan
b) Grit Scale
minat atau semangat dan ketekunan usaha untuk mencapai tujuan jangka
panjang. Skala ini terdiri dari 2 dimensi yang diukur, yaitu consistency of interest
dan perseverance of effort. Grit Scale terdiri dari 12 aitem dengan masing-
masing terbagi menjadi 6 aitem pada setiap dimensi. Pada setiap aitem dalam
setuju, tidak setuju, agak tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Pilihan jawaban
tersebut menghasilkan skor 1 untuk “sangat tidak setuju” hingga skor 5 untuk
Alat ukur ini diadaptasi pada penelitian sebelumnya yang juga telah
sebelumnya telah melakukan uji coba dan juga telah melakukan expert
judgment oleh pembimbing terhadap skala grit sebagai salah satu prosedur
pada validitas isi. Kemudian peneliti sebelumnya menelaah kembali setiap aitem
39
dan mengubah stuktur kalimat dan kosa kata beberapa kalimat yang memiliki
daya diskriminasi rendah yaitu (<.200). Pada beberapa aitem yang memiliki
tersebut dan mengganti struktur kalimat menjadi ke struktur kalimat yang lebih
0,618. Selanjutnya peneliti juga mengutip hasil uji coba yang telah dilakukan
oleh peneliti lainnya (Tiara & Rostiana, 2018), dimana hasil uji reliabilitas skala
Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian
ini yaitu teknik analisis regresi linier sederhana. Analisis regresi linier sederhana
variabel independen dengan satu variabel dependen (Sugiyono, 2014). Selain itu,
variabel yang sedang diteliti saling berhubungan. Dimana keadaan satu variabel
dapat memperkirakan tentang nilai suatu variabel. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini dianalisis menggunakan SPSS for Windows versi 23. Sebelum
dahulu atau yang biasa dikenal dengan uji asumsi. Adapun uji prasyarat atau uji
40
a) Uji Normalitas
yang digunakan yaitu uji Kolmogorov Smirnov dengan bantuan SPSS 23 for
windows.
b) Uji Linearitas
linear atau tidak secara signifikan (Widhiarso, 2010). Pengujian ini dilakukan
laporan hasil penelitian. Adapun penjelasan lebih lanjut terkait prosedur dalam
a) Persiapan Pengambilan
yang telah diberikan pada saat seminar proposal. Selanjutnya peneliti melakukan
kemudian berdiskusi kepada pembimbing terkait alat ukur yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Setelah memutuskan untuk mengadaptasi kedua alat ukur
yang nantinya akan di gunakan dengan pertimbangan kedua alat ukur tersebut
telah pernah digunakan pada penelitian sebelumnya di kota yang sama yaitu di
41
Kota Makassar. Kemudian peneliti membuat surat perizinan terlebih dahulu
kepada dua orang peneliti sebelumnya untuk peneliti menggunakan skala yang
Lebih lanjut, peneliti menetapkan populasi pada penelitian ini dan setelah
untuk meminta izin sebagai tempat pengambilan subjek pada penelitian ini.
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri. Pengambilan data grit dengan evaluasi diri
c) Analisis Data
Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis data berdasarkan data yang telah
profil responden berdasarkan kadar grit dan evaluasi diri kinerja. Kemudian
42
d) Penyusunan Laporan Hasil Penelitian
Pada tahap ini peneliti menyusun laporan hasil penelitian dan tetap di bawah
bimbingan dari dosen pembimbing. Dari hasil analisis data yang didapatkan,
langkah di ataa:
Septem Oktober
April Mei Juni Juli Agustus
ber
No Kegiatan
Pekan Pekan Pekan Pekan Pekan Pekan Pekan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
a) Persiapan
Pengambilan
Data
Revisi proposal
pasca seminar
dan konsultasi
pembimbing
Penyusunan
Instrumen
Penelitian
Penyelesaian
administrasi
perizinan
penelitian
b) Pelaksanaan
Pengambilan
Data
c) Analisis Data
Analisis data
d) Penyusunan
Laporan
Penyusunan
laporan hasil
penelitian
43
BAB IV
Pada bagian ini diuraikan sejumlah hasil temuan yang didapatkan dari penelitian,
meliputi:
E. Hasil Uji
F. Diskusi
G. Limitasi Penelitian
Pada bagian ini dipaparkan data berdasarkan profil umum responden secara
keseluruhan dan pada responden yang telah melewati tahap sampling dalam
penelitian ini. Berikut uraian profil responden secaraumum berdasarkan jenis kelamin,
tenaga pendidik, pendidikan terakhir, latar belakang budaya, agama, dan status
pernikahan.
44
A.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
PROFIL RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN
(N = 158)
58%
42%
LA K I-LA K I P E RE M P UA N
permpuan hamper memiliki jumlah persentase yang sama, namun dapat dilihat
bahwa pada penelitian ini responden yang mendominasi ialah jenis kelamin
46%
TAHAP PERSIAPAN MENUJU PENSIUN (> 50 TAHUN)
responden berada pada usia diatas 50 tahun dengan persentase 46%, yang
45
A.3 Profil Nama Sekolah/Instansi
PROFIL RESPONDEN BERDASARKAN ASAL (N = 158)
SEKOLAH/INSTANSI
SMK NEGERI 1 MAKASSAR SMK NEGERI 2 MAKASSAR
SMK NEGERI 3 MAKASSAR SMK NEGERI 4 MAKASSAR
SMK NEGERI 5 MAKASSAR SMK NEGERI 6 MAKASSAR
SMK NEGERI 7 MAKASSAR SMK NEGERI 8 MAKASSAR
SMK NEGERI 9 MAKASSAR SMK NEGERI 10 MAKASSSAR
22
19
18
17
16
16
16
15
11
8
berasal dari SMK Negeri 2 Makassar dengan persentase 14%. Nilai persentase
dari penyebaran di sembilan sekolah lainnya dapat dilihat tidak begitu berbeda
jauh.
22%
78%
46
nilai persentase 78% dan selebihnya merupakan responden dengan status
44%
42%
3% 5%
Gambar 4. 5 Profil Responden Berdasarkan Penghasilan
penghasilan dari responden ada pada responden yang tidak menjawab dengan
N = 158
1% 3%
21%
75%
47
Berdasarkan diagram gambar 4.6 diperoleh hasil bahwa sebagian besar
persentase 75%.
20%
7%
2% 1% 1% 3% 1% 1% 1% 1%
48
A.8 Profil Responden Berdasarkan Agama
PROFIL RESPONDEN BERDASARKAN AGAMA
(N = 158)
ISLAM PROTESTAN KATOLIK
K A TO L I K 0.63%
P R O TE S TA N 2%
ISLAM 97%
artiannya bahwa individu akan bertahan dengan hal-hal yang menjadi tujuannya.
Terdapat 2 dimensi yang ada pada grit, yaitu konsistensi minat dan ketekunan
usaha. Adapun untuk melihat dimensi konsistensi minat dan ketekunan usaha di
49
Profil responden berdasarkan grit keseluruhan diperoleh berdasarkan skor
total kadar grit keseluruhan, dimana telah mencakup dimensi konsistensi minat
dan ketekunan usaha. Adapun nilai mean dari kadar grit keseluruhan ialah 42.65
dan nilai dari standar deviasi ialah 4,64. Selanjutnya diperoleh nilai untuk
pengkategorian yaitu > 79, 50 untuk kategori “tinggi”, 71,29 – 79,50 untuk kategori
“sedang”, dan < 71,29 untuk kategori “rendah”. Berdasarkan pembagian kategori
tinggi, sedang, dan rendah pada kadar grit keseluruhan, maka diperoleh diagram
29% 39%
32%
jumlah 61, kategori sedang memiliki persentase 32% dengan jumlah 51, dan
50
B.1.1 Profil Responden Berdasarkan Konsitensi Minat
total dimensi konsistensi minat. Adapun nilai mean dari dimensi konsistensi minat
ialah 19,5 dan nilai standar deviasi ialah 3,86. Selanjutnya diperoleh nilai untuk
pengkategorian yaitu > 68,95 untuk kategori “tinggi”, 56,53 – 68,95 untuk kategori
“sedang”, dan < 56.53 untuk kategori “rendah”. Berdasarkan pembagian kategori
tinggi, sedang, dan rendah dari dimensi konsistensi minat, maka diperoleh
26% 35%
39%
kategori tinggi memiliki nilai persentase 35% dengan jumlah 56, untuk kategori
rendah memiliki nilai persentase 26% dengan jumlah 41. Sementara untuk
kategori sedang memiliki nilai persentase yang cukup besar yaitu 39% dengan
jumlah 61.
51
B.1.2 Profil Responden Berdasarkan Ketekunan Usaha
total dimensi ketekunan usaha. Adapun nilai mean dari dimensi ketekunan usaha
ialah 23,15 dan nilai standar deviasi ialah 2,46. Selanjutnya diperoleh nilai untuk
pengkategorian yaitu > 79,84 untuk kategori “tinggi”, 71,77 – 79,84 untuk kategori
“sedang”, dan < 71,77 untuk kategori “rendah”. Berdasarkan pembagian kategori
tinggi, sedang, dan rendah dari dimensi ketekunan usaha, maka diperoleh diagram
22% 26%
52%
kategori tinggi memiliki nilai persentase 26% dengan jumlah 41 dan untuk kategori
rendah memiliki nilai persentase 22% dengan jumlah 35. Adapun untuk kategori
sedang memiliki nilai persentase yang paling tinggi yaitu 52% dengan jumlah 82.
52
B.2 Profil Responden Berdasarkan Klasifikasi Kadar Grit
Pada skala grit memberikan informasi mengenai kadar grit tinggi dan kadar
grit rendah. Informasi responden yang memiliki kadar grit tinggi dan kadar grit
tinggi memiliki nilai persentase 38.61% dengan jumlah 61 responden dan pada
kategori kadar grit rendah memiliki nilai persentase 29.11% dengan jumlah 46
responden.
Laki-Laki Perempuan
Gambar 4. 12 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Kadar Grit Tinggi-
Rendah
berdasarkan jenis kelamin pada kadar grit tinggi ada pada perempuan dengan
nilai persentase sebesar 59% dan pada kadar grit rendah ada pada laki-laki
53
B.2.2. Profil Responden Berdasarkan Usia Pada Kadar Grit Tinggi-
Rendah
PROFIL RESPONDEN BERDASARKAN USIA PADA
KADAR GRIT TINGGI-RENDAH
Rendah Tinggi
N = 46 N = 61
Tidak Menjawab 2%
TAHAP PERSIAPAN MENUJU PENSIUN 52%
(> 50 TAHUN) 52%
39%
TAHAP KONSOLIDASI (36 - 49 TAHUN) 31%
4%
TAHAP STABILITAS (26 - 35 TAHUN) 13%
TAHAP IMPLEMENTASI (22 - 25 4%
TAHUN) 2%
Gambar 4. 13 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Kadar Grit Rendah
menuju pensiun, yaitu di atas usia 50 tahun dengan nilai persentase 52%.
usianya juga ada pada tahap persiapan pensiun yaitu diatas 50 tahun dengan
B.3 Simpulan
lebih besar pada kategori tinggi dengan nilai persentase 39%. Adapun pada
ketekunan usaha, kedua dimensi memilki nilai yang paling besar ada pada
kategori sedang. Selanjutnya, responden pada kadar grit tinggi sebagian besar
54
besar responden ada pada usia di atas 50 tahun dengan masa kerja menjadi
tenaga pendidik di atas 3 tahun. Sementara responden pada kadar grit rendah
sebagian besar merupakan jenis kelamin laki-laki. Kemudian ada pada usia
diatas 50 tahun dengan masa kerja menjadi tenaga pendidik diatas 3 tahun.
Kinerja merupakan hasil akhir dari serangkaian wujud tingkah laku yang
telah dijalankan yang sejalan dengan tujuan dari suatu organisasi atau sebuah
instansi. Tingkah laku disini merupakan tujuan yang akan dicapai dari suatu
organisasi. Adapun tingkah laku tersebut dapat berupa tingkah laku produktif
konsep kinerja, tetapi hanya tingkah laku yang relevan dengan tujuan-tujuan
organisasi. Oleh karena itu, kinerja tidak hanya ditentukan oleh tindakan saja,
tetapi juga oleh proses-proses penilaian dan evaluasi. Kinerja diukur melalui
Terdapat 3 dimensi kinerja yang juga diukur di dalam IWPQ yaitu, task
yang dikerjakan, seperti kuantitas kerja, kualitas kerja, dan pengetahuan kerja.
55
membahayakan kesejahteraan organisasi, seperti keterlambatan masuk kerja,
investasi.
36%
33%
31%
mengevaluasi diri pada kinerja rendah dengan nilai persentase 36% degan jumlah
57 orang, meskipun pada nilai persentase kategori lainnya tidak begitu berbeda
sangat jauh. Dimana, pada kategori sedang memiliki nilai persentase 33% dan
skor total. Adapun nilai mean dari dimensi task performance ialah 14,10 dan
pembagian kategori tinggi, sedang, dan rendah dari dimensi task performance,
dari pengkategorian.
56
PROFIL RESPONDEN BERDASARKAN TASK
PERFORMACE PADA KINERJA (N = 158)
TINGGI SEDANG RENDAH
RENDAH 30%
SEDANG 37%
TINGGI 33%
pada dimensi task performance atau pelaksanaan tugas utama ada pada
total. Adapun nilai mean dari dimensi contextual performance ialah 20,66 dan
57
PROFIL RESPONDEN BERDASARKAN
CONTEXTUAL PERFORM ANCE PADA KINERJA
(N = 158)
TINGGI SEDANG RENDAH
41%
32%
28%
sedang dengan nilai persentase 41%. Meskipun pada kategori tinggi tidak
begitu beda jauh dengan kategori sedang, dimana nilai persentase pada
dari skor total. Adapun nilai mean dari dimensi counterproductive work
behavior ialah 16,20 dan nilai standar deviasi ialah 3,84. Kemudian diperoleh
nilai pengkategorian yaitu >65,38 untuk kategori “tinggi”, 51,53 – 65,38 untuk
58
PROFIL RESPONDEN BERDASARKAN
COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR
PADA KINERJA (N = 158)
TINGGI SEDANG RENDAH
42%
34%
24%
2%
TIDAK MENJAWAB 2%
TAHAP PERSIAPAN MENUJU PENSIUN 44%
(> 50 TAHUN) 44%
41%
TAHAP KONSOLIDASI (36 - 49 TAHUN) 34%
6%
TAHAP STABILITAS (26 - 35 TAHUN) 16%
TAHAP IMPLEMENTASI (22 - 25 7%
TAHUN) 4%
59
Berdasarkan gambar diatas, dapa dilihat bahwa sebagian besar
responden pada kinerja tinggi ada pada tahap persiapan menuju masa
pensiun dengan usia diatas 50 tahun dengan nilai persentase sebesar 44%.
juga ada pada tahap persiapan pensiun yaitu diatas 50 tahun dengan nilai
persentase 44%.
C.3 Simpulan
keseluruhan sebagian besar responden ada pada kategori rendah dengan nilai
ada pada kategeori sedang dengan nilai persentase 37%, contextual performance
ada pada kategori sedang dengan nilai persentase 41%, dan counterproductive
work behavior sebagian besar ada pada kategori sedang dengan nilai 42%.
responden ada pada kategori sedang yang dimana hal tersebut menggambarkan
organisasi yaitu pada dimensi counterproductive work behavior juga dapat dilihat
ada pada kategori sedang yang dimana hal tersebut kadang terjadi.
diatas 50 tahun dengan nilai persentase 44%. Kemudia responden pada kinerja
rendah sebagian besar berusia diatas 50 tahun dengan nilai persentase 44%. Hal
60
ini tidak begitu berbeda jauh dengan tahap konsolidasi yaitu pada usia 38 – 49
Pada bagian ini terdapat matriks yang akan menggambarkan proporsi kategori
keseluruhan kadar grit dan kinerja. Adapun tabel matriks sebagai berikut:
Berdasarkan matriks diatas, dapat dilihat pada kadar grit tinggi dan kinerja tinggi
memiliki nilai persentase sebesar 9%, kadar grit tinggi dengan kinerja sedang memiliki
nilai persentase 12%, serta kadar grit tinggi dengan kinerja rendah memiliki nilai
persentase 18%. Kemudian pada kadar grit sedang dengan kinerja tinggi memiliki nilai
persentase 10%, kadar grit sedang dengan kinerja sedang memiliki nilai persentase
12%, dan pada kadar grit sedang dengan kinerja rendah memiliki nilai persentase
10%. Selanjutnya pada kadar grit rendah dengan kinerja rendah memiliki nilai
persentase 11%, pada kadar grit rendah dengan kinerja sedang memiliki nilai
persentase 9%, dan pada kadar grit rendah kinerja rendah memiliki nilai persentase
9%. Adapun jumlah subjek keseluruhan pada penelitian ini sebesar 158 subjek (guru).
61
E. Hasil Uji
atau asumsi yang perlu untuk dipenuhi. Adapun uji prasyarat atau uji asumsi dapat
Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,200. Artinya nilai tersebut lebih besar dari 0,05
62
sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi secara normal. Selain
itu, data tersebut juga dapat dilihat dari gambar yang menunjukkan adanya
signifikasi yang terdapat pada kolom linearity dengan hasil 0,000 dimana nilai
yang didapatkan lebih kecil dari 0,05 (<0,05). Melihat hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai tersebut memenuhi syarat linearitas yang dimana nilai
Hasil uji asumsi yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa uji
asumsi dalam ini telah memenuhi syarat, dengan demikian dapat dilakukan uji
sederhana pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan IBM SPSS 23 for
Ho : Tidak ada kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri kinerja pada guru SMK
H1 : Ada kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri kinerja pada guru SMK Negeri
di Kota Makassar.
63
Berdasarkan hipotesis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, hasil
yang diteliti. Indek korelasi (R) sebesar 0,417 dimana nilai korelasi tersebut
termasuk ke dalam kategori sedang dan nilai dari R Square sebesar 0,174. hasil
(Ho) ditolak apabila nilai sig < 0,05. Nilai F yang diperoleh dari uji nilai Freg sebesar
32,751 dengan nilai sig. sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai
sig. tersebut kurang dari 0,05 (p<0,05). Hal tersebut menandakan bahwa
hipotesis nol (Ho) dalam penelitian ini ditolak atau dengan kata lain H1 diterima,
sehingga dapat dikatakan bahwa ada kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri
64
F. Diskusi
Pada penelitian ini, dipaparkan penggambaran dari data profil responden yang
dapat dibahas pada penelitian ini. Profil responden pada kadar grit keseluruhan ada
pada kategori tinggi. Hal ini dijelaskan bahwasanya profesi mengajar sebagai profesi
yang sangat menantang dan telah menekankan bahwa para guru harus tahan
kinerja yang optimal pada proses pembelajaran di kelas dan untuk keberhasilan para
murid (Roberts, 2009). Situasi tersebut penting dalam pengembangan sifat positif para
Quinn, 2009). Sementara itu, profesi seorang guru merupakan titik tumpuh pada
kemajuan kualitas suatu bangsa (Baedhowi, 2008). Searah dengan hal tersebut, grit
guru juga sebagai kompetensi yang seyogiayanya dimiliki dalam hal beradaptasi
dengan kondisi yang berbeda hingga pada kondisi yang merugikan (Bobek, 2002).
Berdasaran penjelasan tersebut, diasumsikan bahwa sifat grit dapat membawa guru
dalam menjalani proses belajar-mengajar dan akan membawa guru pada refleksi
Ketika guru melihat bahwa murid yang telah diajarkan sukses atas dasar kerja
kerasnya dan komitmen dalam mengajar maka guru akan belajar atas
terhadap lingkungan sekolah serta keberhasilan para murid tidak terlepas dari
perannya, maka akan memberikan kontribusi positif bagi para guru untuk terbuka
terhadap berbagai pembaruan dalam peningkatan kinerja guru serta akan tetatp fokus
65
(Duckworth, 2016). Hal tersebut telah memberikan penjelasan bahwa pada kadar grit
secara keseluruhan guru ada pada kategori tinggi, karena seorang guru harus
memiliki komitmen serta daya tahan dalam menciptakan peserta didik yang
berkualitas dan juga searah dengan tuntutan bahwasanya seorang guru merupakan
Data pengkategorian berdasarkan kadar grit yang didapatkan dari klasifikasi profil
pada jenis kelamin perempuan dengan laki-laki. Dimana, perempuan memiliki nilai
persentase yang lebih besar dibandingkan laki-laki. Nilai peresentase pada jenis
kelamin perempuan sebesar 59% sedangkan nilai persentase pada laki-laki sebesar
41%. Searah dengan hasil yang didapatkan pada pengolahan data pengkategorian
pada kadar grit rendah berdasarkan jenis kelamin. Dimana jenis kelamin perempuan
memikili nilai persentase lebih kecil dibandingkan laki-laki. Perempuan memiliki nilai
persentase sebesar 36% dan nilai persentase pada laki-laki sebesar 52%. Berdsarkan
data tersebut dapat dilihat bahwa guru perempuan memiliki kadar grit yang tinggi
Berdasarkan data diatas, diketahui ada perbedaan kadar grit yang dimiliki oleh
jenis kelamin perempuan dengan laki-laki. Hal ini didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Argon & Kaya (2018) bahwa salah satu variabel dalam penelitiannya
yaitu jenis kelamin memiliki perbedaan yang signifikan terhadap salah satu dimensi
pada grit yaitu ketekunan usaha. Guru perempuan lebih antusias serta memiliki tekad
yang lebih tinggi. Merujuk hal tersebut, studi tersebut memberikan asumsi terkait
perbedaan dalam peran perempuan dan laki-laki di masyarakat. Laki-laki merasa lebih
kuat karena adanya label yang diberikan dan mereka akan menjadi individu yang
66
mandiri serta bertahan untuk tidak meminta bantuan ketika menghadapi masalah
dalam lingkungan kerja. Situasi tersebut dapat membuat laki-laki akan terus terbiasa
dan dapat mengurangi usaha mereka yang dapat berdampak pada penurunan
ketahanan psikologis (Ülker Tümlü & Recepoğlu dalam Argon & Kaya, 2018). Lebih
lanjut, fakta yang terjadi di negara Turki bahwa masyarakat yang ada di negara
tersebut lebih didominasi oleh laki-laki. Sehingga perempuan perlu melakukan lebih
banyak upaya untuk mengeluarkan usaha yang lebih besar agar dapat bertahan
mereka (Bozgeyikli & Şat dalam Argon & Kaya, 2018). Terkait pemaparan tersebut
telah menjelaskan bahwa nilai persentase pada jenis kelamin perempuan ada pada
kategori tinggi berdasarkan kadar grit tinggi, dikarenakan perempuan dalam dunia
kerja memiliki daya tahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Kemudian hasil pemaparan terkait dengan usia berdasarkan kadar grit tinggi
maupun rendah sama-sama berada pada tahap usia diatas 50 tahun. Hal tersebut
dapat dijelaskan berdasarkan pada penelitian yang juga telah dilakukan oleh sama,
Argon & Kaya (2018) bahwa usia, lama bekerja, tingkat pendidikan, serta jenis
menggambarkan bahwa seorang guru memiliki tingkat ketelitian yang sama terkait
dengan semangat dan ketekunan usaha dalam mencapai tujuan jangka panjang.
Lebih lanjut, pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa guru menunjukkan perspektif
yang sama dalam mencapai tujuan, terlepas dari variabel-variabel pribadi yang ada di
usia, tingkat pendidikan serta masa kerja, individu dapat lebih mudah dalam
67
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi untuk peningkatan pengetahuan serta
pengalaman yang diperoleh pada profesi sebagai guru (Argon & Kaya, 2018).
Pada variabel kinerja, usia merupakan salah satu faktor yang mempunyai
pengaruh terhadap kinerja. Dimana individu yang memiliki usia yang masih dalam
masa produktif memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga
kerja yang sudah berusia tua dikarenakan fisik yang dimiliki berangsur kian menurun,
menjadi lemah, serta terbatas (Tanto, dkk., 2012; Mahendra & Woyanti, 2014). Hal ini
berbeda dari data yang didapatkan pada profil responden, diketahui bahwa sebagian
besar usia pada kinerja tinggi ada di atas 50 tahun dengan nilai persentase 44%.
juga ada pada usia diatas 50 tahun dengan nilai persentase sebesar 44%. Melihat
data tersebut bahwa usia bukanlah faktor penentu utama terkait optimal atau tidaknya
kinerja dari suatu individu. Dimana baik pada kinerja tinggi maupun kinerja rendah
Melihat hal tersebut, bahwa usia bukanlah faktor utama dalam penentu efektifitas
kinerja individu. Hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa usia bukanlah faktor
penentu utama terkait optimal atau tidaknya kinerja dari suatu individu. Penelitian yang
telah dilakukan oleh Apriyanti (2017) menyatakan bahwa faktor usia pada individu
atau karyawan tidak mempengaruhi tingkat produktifitas kerja suatu individu itu
sendiri. Lebih lanjut hal serupa diketahui dari penelitian Fitriantoro (2009) yang
menyatakan bahwa faktor usia tidak memiliki hubungan yang signifikan pada kinerja.
kadar grit secara keseluruhan berada pada kategori tinggi dengan nilai persentase
68
39% dan pada kinerja secara keseluruhan berada pada kategori rendah dengan nilai
persentase 36%. Melihat matriks pada data, didapatkan jumlah responden yang
terbesar ada pada grit tinggi-kinerja rendah dengan jumlah 28 subjek. Hal ini dapat
dijelaskan bahwasanya didalam grit terdapat dua dimensi, yaitu konsistensi minat atau
komitmen dan usaha. Kedua hal tersebut saling berhubungan. Hal ini sejalan dengan
penelitin yang dilakukan oleh Accepftto (2018) yang menyatakan bahwa Individu yang
memiliki konsistensi minat yang tinggi memiliki ketekunan usaha yang tinggi pula.
Lebih lanjut bahwa Individu memiliki konsistensi minat yang kuat terhadap pencapaian
tujuan maka akan diikuti dengan besarnya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai
tujuan tersebut (Duckworth, 2016). Konsistensi minat dan ketekunan usaha inilah
yang disebut baik secara positif maupun negatif dapat membawa dampak bagi
individu. Berdasarkan data diatas bahwa individu memiliki grit yang tinggi namun
kinerja yang rendah. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan salah satu dimensi dari
grit tidak secara optimal terpenuhi sehingga output yang dihasilkan juga tidak dapat
optimal. Dimana, data tersebut menampilkan bahwa adanya perbedaan dengan yang
dikemukakan oleh Duckworth (2016) bahwa ketika grit yang digambarkan sebagai
konsistensi minat atau komitmen dan usaha meningkat, maka juga akan berdampak
pada peningkatan kinerja secara positif. Melihat hal tersebut lebih jauh, bahwasanya
individu yang memiliki grit tinggi hanya ada pada dimensi konsistensi minat atau
komitmen yang tinggi tanpa dibarengi dengan dimensi usaha. Dimana pada dimensi
Berbagai situasi serta keadaan akan terus dialami dalam dunia kerja. Sifat
69
formal memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas
sumber daya manusia, dimana hal tersebut merupakan suatu kebutuhan bagi suatu
Negara maupun suatu organisasi (Sutermeister dalam Purba, 2017). Terkait keluaran
sumber daya manusia yang berkualitas, maka sangat dibutuhkan pula tenaga
pendidik yang berkualitas (Mulyasa, 2005). Sudah sewajarnya guru memiliki kualitas
dengan tuntutan yang diembannya. Berbagai tugas dan tanggung jawab yang harus
dijalankan merupakan bentuk dari kinerja dari profesi seorang guru (UU No.14 Tahun
Sejalan dengan hal tersebut bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi,
dimana standar keefektifan dari sebuah kinerja sejalan dengan kompetensi yang
dituntut harus dimiliki dari seorang profesi guru atau tenaga pendidik (pasal 10 ayat 1
UU No.14 Tahun 2005). Melihat hal tersebut, disisi lain tuntutan dan ketidakpastian
juga sering terjadi dalam dunia pendidikan yang dapat menjadi demoralisasi bagi guru
atau tenaga pendidik (Maurer, 2012). Sifat positif grit merupakan salah satu sifat yang
dibutuhkan oleh profesi seorang guru untuk dapat sukses dan efektif dalam
Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar grit berkontribusi
terhadap kinerja pada guru SMKN di Kota Makassar. Dapat dilihat dari tabel korelasi,
diketahui nilai korelasi atau nilai R diperoleh sebesar 0.417 yang menunjukkan
berkorelasi positif dan signifikan yang dimana nilai signifikasinya sebesar 0.000. Hal
tersebut menunjukkan bahwa 0.000 < 0,05. Lebih lanjut diketahui bahwa korelasi
antara variabel kadar grit dengan evaluasi diri kinerja berada pada kategori sedang
(Sugiyono, 2011). Selanjutnya, melihat hasil yang diperoleh pada nilai F sebesar
70
32.751 dengan nilai signifikasi 0.000 dimana lebih kecil dari 0.05. Hal ini menunjukkan
bahwa Ho dalam penelitian ini ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat dikatan bahwa
pada penelitian ini terdapat kontribusi kadar grit terhadap kinerja guru SMK Negeri di
Kota Makassar. Selanjutnya, nilai R 2 yang diperoleh yaitu sebesar 0.174 atau 17.4%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar grit dapat memprediksi kinerja sebesar
17.4%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang peneliti tidak teliti
Hasil penelitian ini diperoleh sejalan dengan penelitian dari Duckworth, dkk., &
Seligman (2010), dimana hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa grit memainkan
peran penting dan sebagai prediktor terhadap keefektifan kinerja guru. Dimana sifat
grit merupakan kontributor proksiman terhadap efektifitas seorang guru. Merujuk dari
penelitian tersebut, hasil yang sama juga ditemukan oleh Stanford & Duckworth, dkk
(2001;2010) bahwa salah satu sifat psikologis positif yaitu grit merupakan sifat yang
dapat memprediksi kinerja seorang guru. Dimana sifat grit dapat membantu guru
yang terkekang dan menantang, membantu guru untuk tetap fokus pada tugas
Studi yang telah dilakukan oleh Robertson-Kraft & Duckworth (2014) juga
dan seorang guru harus bertahan dalam menghadapi dunia pengajaran sehingga
dapat tetap optimal dalam memberikan pengajaran terhadap peserta didik di kelas.
Studi tersebut memberikan hasil bahwa guru-guru yang mengajar di sekolah, guru
71
“grittier” lebih efektif di kelas dan cenderung untuk tidak mengundurkan diri. Pada studi
sebelumnya dijelaskan bahwa sifat grit sangat memberi efek atau keuntungan bagi
kinerja. Dimana individu akan lebih giat, lebih keras, dan lebih bertahan lama dalam
sebuah peraturan serta kondisi yang menantang bila dibandingkan dengan rekan-
rekan kerja lainnya (Duckworth dkk., 2007; Duckworth & Quinn, 2009).
kadar grit terhadap kinerja. Hal ini juga menunjukkan bahwa grit merupakan salah satu
sifat positif yang berperan terhadap keefektifan kinerja guru. Dimana, konsistensi dan
usaha meningkatkan grit, situasi tersebut juga secara langsung dapat meningkatkan
kinerja secara positif. Hal ini ditunjukkan dalam literatur bahwa guru yang memiliki grit
tinggi bersedia menggunakan metode dengan berbagai model untuk siswa mereka
dan akan memberikan usaha yang lebih besar dalam proses pemberian pengajaran
(Sparks, 1988). Sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Sifat positif grit
menjadi kontributor pada kinerja, karena grit dapat membantu individu untuk tetap
bertahan pada komitmen atau pada tujuan jangka panjang mereka (Duckworth, 2016).
Komitmen untuk mengajar dalam hal ini didefinisikan sebagai dedikasi guru terhadap
pekerjaan mereka terkait dengan kinerjanya yaitu menjalankan tugas dan tanggung
tantangan (Robertson-Kraft & Duckworth, 2014). Sifat grit yang dimiliki individu akan
menjelaskan bahwa ketika individu memiliki konsistensi minat yang kuat maka akan
sejalan dengan usaha yang dikeluarkan dalam pencapaian tujuan jangka panjang dan
72
hal tesebut yang dapat mengantarkan pada keefektifan mengajar dari seorang guru
(Duckworth, 2016).
Sifat grit merupakan daya tahan bagi individu dalam menghadapi kondisi-kondisi
yang tidak menentu (Bobek, 2002). Sifat grit yang ada dalam diri individu dapat terus
diupdate, semakin tinggi grit yang ada didalam diri maka akan berkorelasi dengan
kinerja secara positif (Madden, 2015). Merujuk hal tersebut bahwa sifat grit dapat
mengantarkan individu pada efektifitas pengajaran di kelas. Beberapa studi yang juga
telah membahas grit, dimana hampir semua hasil studi tersebut menekankan
pentingnya sifat positif grit pada guru dalam pekerjaan (dalam Argon & Kaya, 2018).
Grit sangat penting bagi para profesi guru dalam melakukan pekerjaannya
mencapai tujuan jangka panjang yang mengarah pada kinerja serta akan mengarah
pada siswa dalam proses pendidikan (Datu, dkk, 2016). Hal tersebut juga mendukung
yang dikemukakan oleh Hill, dkk (2014) bahwa individu dengan sifat grit dapat lebih
berkomitmen pada tujuan mereka. Guru yang memiliki sifat grit akan menunjukkan
sikap yang lebih rajin, lebih tangguh, serta secara positif memberikan sumbangsih
pada proses pendidikan khususnya dikelas bagi peserta didik (Yilmaz, 2007). Grit
dapat meningkatkan kualitas dari seorang guru dan akan memberikan dampak pada
proses pengajaran di kelas dan akan mengantarkan pada keefektifan kinerja dari
seorang guru. Lebih lanjut bahwa konsep grit didasarkan pada teori Kognitif Sosial
Bandura (Dobbins, 2016), dimana teori ini menekankan pada pentingnya pemodelan
dengan mengamati perilaku dan sikap orang lain dalam memberikan situasi terhadap
inidivdu (murid) untuk menerapkan perilaku yang telah diamati (Roberts, 2009). Oleh
73
karena itu, seorang guru harus menjadi individu yang dapat menjadi contoh yang baik
bagi peserta didiknya guna menciptakan peseta didik yang berkualitas. Dimana hal
tersebut dapat membuat struktur kognitif bagi peserta didik dengan mengamati
gurunya melalui pemodelan (Bandura dalam Duckworth, Gendler & Gross, 2016).
ketahanan psikologis yang sangat memberi kontribusi positif dalam dunia kerja.
menjadi lebih sukses dan lebih efektif (Madden, dkk, 2006) dan dinyatakan bahwa
(Sezgin, 2012). Guru dengan tingkat ketahanan yang tinggi dapat bertahan pada
profesi mereka dengan berfokus pada pekerjaannya. Hal ini menggambarkan bahwa
guru dengan tingkat grit yang tinggi dapat mengatasi permasalahan yang ada dalam
dunia pendidikan maupun pengajaran dan hal tersebut akan memberikan kontribusi
pada keefektian kinerja guru. Dimana hal tersebut dapat membawa guru untuk
Grit sangat penting bagi profesi seorang guru dengan melihat adanya pengaruh
tanggung jawab untuk pengembangan sekolah dan keberhasilan peserta didik. Guru
akan lebih terbuka terhadap berbagai perubahan serta ide baru, untuk meningkatkan
kinerja, untuk mengatasi berbagai hambatan tanpa menyerah, membantu untuk tetap
fokus pada pekerjaan tanpa kehilangan minat ajar, serta membantu dalam
menyelesaikan tugas serta tanggung jawab yang individu tersebut telah mulai dan
akan melakukan upaya dalam mencapai tujuannya (Argon & Kaya, 2018).
74
G. Limitasi Penelitian
kekurangan, yang penulis sebut sebagai limitasi penelitian. Adapun limitasi dari
penelitian ini yaitu subjek dalam penelitian ini tidak di kontrol berdasarkan kriteria
memunkinkan terjadinya penyebaran data pada subjek yang tidak merata. Penleiti
75
BAB V
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat
1. Gambaran terkait kadar grit secara keseluruhan pada guru SMK Negeri di Kota
3. Hasil uji hipotesis diperoleh bahwa ada kontribusi kadar grit terhadap evaluasi diri
kinerja pada guru SMK Negeri di Kota Makassar. Guru yang memiliki kadar grit
yang tinggi akan menjalankan tugas dan tanggung jawab secara optimal yang
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan kepada beberapa pihak terkait hasil dari
1. Kinerja pada penelitian ini diukur secara subjektif, dimana guru mengevaluasi
kinerjanya sendiri terkait tugas-tugas yang telah dijalankan yang disebut dengan
kinerja. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti dapat melihat kinerja secara objektif
dilaksanakan.
2. Pada penelitian ini didapatkan hasil dari penelitian terdahulu bahwa terdapat
perbedaan kadar grit pada perempuan dan laki-laki. Studi kualitatif dapat
76
dilakukan lebih lanjut untuk melihat penyebab dari situasi tersebut serta dapat
mengetahui lebih dalam terkait faktor-faktor apa saja yang ada dalam
peningkatan kadar grit pada profesi seorang guru. Melihat bahwa, grit atau daya
tahan dari seorang guru memiliki kontribusi terhadap keefektifan kinerja dan akan
3. Pada penelitian ini, didapatkan bahwa kadar grit secara keseluruhan berada pada
kategori tinggi sedangkan pada kinerja berada pada kategori rendah. Saran untuk
77
DAFTAR PUSTAKA
Accepftto, I.N. (2018). Pembandingan Proporsi Kelekatan Ayah Dan Kelekatan Bunda
(Father & Mother Attachment) Pada Remaja Yang Memiliki Kadar Grit Tinggi
Dengan Remaja Yang Memiliki Kadar Grit Rendah (Studi Pada 10 SMA Di Kota
Makassar). Skripsi: Universitas Hasanuddin.
Akram, M., & Zepeda, S. J. (2015). Development and Validation of a Teacher Self-
assessment Instrument. Journal of Research & Reflections in Education (JRRE),
9(2).
Amin, M., & Thamrin, M. (____). Hubungan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi
Kepribadian dengan Kinerja Guru. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 2(7).
Aprilyanti, S. (2017). Pengaruh Usia Dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
(Studi Kasus: PT. OASIS Water International Cabang Palembang). Jurnal Sistem
Dan Manajemen Industri Vol, 1(2), 68-72.
Argon, T., & Kaya, A. (2018). Examination Of Grit Levels Of Teachers According To
Personal Variables. Journal Of Education And Training Studies, 6(N3a), 45-53.
Aydin, I.P. (2001). Yönetsel Meslekî Ve Örgütsel Etik. Ankara: Pegem Yayıncılık.
Baedhowi. (2008). Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Peningkatan
Profesionalisme Guru. Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume 1 Nomor 1. Hal 1-11.
Purwokerto: Universitas Muhammadiyah.
Bandura, A. (2004). Swimming Against The Mainstream: The Early Years From Chilly
Tributary To Transformative Mainstream. Behaviorresearch And Therapy, 42,
613-630.
Bobek, B. L. (2002). Teacher resiliency: A key to career longevity. The Clearing
House, 75(4), 202-205.
Danielson, C., & McGreal, T. L. (2000). Teacher evaluation to enhance professional
practice. Ascd.
Datu, J. A. D., Valdez, J. P. M., & King, R. B. (2016). Perseverance counts but
consistency does not! Validating the short grit scale in a collectivist setting. Current
Psychology, 35(1), 121-130.
Dewi, M. K., & Rostiana, R. (2018). Peran Persepsi Dukungan Atasan Terhadap
Kinerja Individual Karyawan Dengan Self-Efficacy Sebagai Mediator. Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 2(1).
Dewi, N. W.E.P. (2017). Meningkatkan Kualitas Guru Untuk Pendidikan Yang Lebih
Baik. Universitas Ganesha.
Dobbins, D. M. (2016). Teacher effectiveness: Examining the relationship between
teacher grit and teacher self-efficacy (Doctoral dissertation, Oklahoma State
University).
78
Duckworth, A. L, & Quinn, P.D. (2009) Develepment And Validation Of The Short Grit
Scale (Grit-S). Journal Of Personality Assessement. 91, 166-174.
Duckworth, A. L. (2016). Grit The Power Of Passion And Perseverance. Vermilion:
London.
Duckworth, A. L., Gendler, T. S., & Gross, J. J. (2016). Situational strategies for self-
control.Perspectives on Psychological Science,11(1).
Duckworth, A. L., Peterson, C., Matthews, M. D., & Kelly, D. R. (2007). Grit:
Perseverance And Passion For Long-Term Goals. Journal Of Personality And
Social Psychology, 92(6), 1087.
Duckworth, A. L., Quinn, P. D., & Seligman, M. E. (2010). Positive Predictors Of
Teacher Effectiveness. The Journal Of Positive Psychology, 4(6), 540-547.
Field, Andy. (2009). Discovering Statistics Using Spss Third Edition. SAGE: British
Library.
Firyomanto, F., Wibawanto, H., & Syamwil, R. (2016). Pengembangan Instrumen
Penilaian Kinerja Guru Menggunakan Penilaian Diri, Teman Sejawat, Dan
Penilaian Oleh Siswa. Journal of Educational Research and Evaluation, 5(1), 32-
40.
Fitriantoro, Arhizarizki. 2009. Hubungan Antara Usia Dan Masa Kerja Dengan Kinerja
Dosen. Skripsi: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Government-of-Pakistan. (2009b). National professional standards for Teachers in
Pakistan. Islamabad: Policy and Planning Wing.
Gunarya, A. (1984). Dinamika Tingkah Laku Individu. Diktat Kuliah Psikologi Sosial,
Universitas Padjajaran Bandung.
Gunawan. 2002. Profesionalisme Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Heidemeier, H. (2005). Self and supervisor ratings of job-performance: Meta-analyses
and a process model of rater convergence (Doctoral dissertation, Verlag nicht
ermittelbar).
Hill, P. L., Burrow, A. L., & Bronk, K. C. (2016). Persevering with positivity and purpose:
An examination of purpose commitment and positive affect as predictors of
grit.Journal of Happiness Studies,17(1), 257-269.
Human Development Report. (2010). The Real Wealth Of Nations: Pathways To
Human Development.
Ichwan, A. (2018). Habibie: Indonesia Harus Andalkan SDM. [Online]. Diakse Pada
Tanggal: 16 November 2018. Melalui:
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/10/16345851/habibie-indonesia-
harus-andalkan-sdm.
Ingersoll, R.M., & Smith, T.M. (2003). The Wrong Solution To The Teacher Shortage.
Educational Leadership; 60(8):30–33.
79
Johnson, Susan Moore, and Sarah E. Birkeland. "Pursuing a “sense of success”: New
teachers explain their career decisions." American Educational Research Journal
40.3 (2003): 581-617.
Judge, T. A., Bono, J. E., Erez, A., & Locke, E. A. (2005). Core self-evaluations and
job and life satisfaction: the role of self-concordance and goal attainment. Journal
of applied psychology, 90(2), 257.
Kacmar, K. M., Collins, B. J., Harris, K. J., & Judge, T. A. (2009). Core self-evaluations
and job performance: the role of the perceived work environment. Journal of
Applied Psychology, 94(6), 1572.
Koopmans, L. (2015). Measuring Individual Work Performance.
Kuntjojo, K, D. (2009). Metodologi Penelitian. [Online]. Diakses Pada 1 Maret 2018.
Loekmono, J. T. (2011). Hubungan Antara Tingkat Stres Kerja Guru dengan Kinerja
Guru di SMK Kristen 2 Klaten. _____.
Mahendra, A. D., & Woyanti, N. (2014). Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah, Jenis
Kelamin, Usia Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja (Studi
Di Industri Kecil Tempe Di Kota Semarang). Doctoral Dissertation, Fakultas
Ekonomika Dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Maurer, A.B. (2012). The Impact Of Positive Traits On Teacher Performance Within A
Systems Driven Charter School Management Organization. Master Of Applied
Positive Psychology (MAPP) Capstone Projects. 34.
Muhardi, M. (2004). Kontribusi Pendidikan Dalam Meningkatkan Kualitas Bangsa
Indonesia. Mimbar: Jurnal Sosial Dan Pembangunan, 20(4), 478-492.
Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ngoma, S. (2011). Improving Teacher Effectiveness: An Examination of a Pay for
Performance Plan for Boosting Student Academic Achievement in Charlotte-
Mecklenburg Schools. Online Submission.
Peterson, P. L., & Comeaux, M. A. (1990). Evaluating the systems: Teachers’
perspectives on teacher evaluation. Educational Evaluation and Policy
Analysis, 12(1), 3-24.
Pupuh, F. (2012). Guru Profesional. Bandung: Refika Aditama.
Purba, S. (2017). Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Sektor
Pendidikan. Generasi Kampus, 3(1). Pustaka Pelajar. Jakarta.
Rivkin, S.G., Hanushek, E.A., & Kain, J.F. (2005). Teachers, Schools, And Academic
Achievement. Econometrica, 73(2):417–458.
Roberts, Y. (2009). Grit: The Skills For Success And How They Are Grown.Young
Foundation.
80
Robertson-Kraft, C., & Duckworth, A. L. (2014). True Grit: Trait-Level Perseverance
And Passion For Long-Term Goals Predicts Effectiveness And Retention Among
Novice Teachers. Teachers College Record (1970), 116(3).
Sagala, S. (2009). Kemampuan Profesional Guru Dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta.
Saputra, D. S. (2011). Hubungan Antara Kompetensi Profesionalisme Guru Dan
Kinerja Guru Di SMA XXX Tangerang. Jurnal Psikologi, 9(02).
Sari, Z. I., & Noe, W. (2014). Hubungan Kompetensi Pedagogik Guru Dengan Kinerja
Mengajar Guru Di SDIT Nurul Falah Kec. Tambun Utara Kab. Bekasi. Pedagogik
(Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar), 2(01).
Schmitt, N. (Ed.). (2012). The Oxford Handbook Of Personnel Assessment And
Selection. Oxford University Pres.e
Sobandi, A. (2010). Pengaruh Kompetensi Guru terhadap Kinerja Mengajar Guru
SMKN Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung. manajerial,
9(17), 25-34.
Sonnentag, S., & Frese, M. (2002). Performance Concepts And Performance
Theory. Psychological Management Of Individual Performance, 23(1), 3-25.
Stanford, B.H. (2001). Reflections Of Resilient, Persevering Urban Teachers. Teacher
Education Quarterly, 28, 75-87.
Stronge, J. H., Ward, T. J., & Grant, L. W. (2011). What makes good teachers good?
A cross-case analysis of the connection between teacher effectiveness and
student achievement. Journal of teacher Education, 62(4), 339-355.
Sudarwan, D. (2002). Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. (2014). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharini, E. (2009). Studi Tentang Kompetensi Pedagogik Dan Profesional Bagi Guru
Geografi Di SMA Negeri Kpurbaabupaten Pati. Jurnal Geografi, 6(2).
Sukandi. (2011). Pengaruh Kemampuan Mengajar Guru Terhadap Motivasi Belajar
Siswa SMK Negeri Di Kabupaten Indramayu. Tesis: Universitas Indonesia.
Sulistyo, A., & Wijayanto, W. (2016). Meningkatkan Kinerja Guru Ditinjau Dari
Kedisiplinan Dan Motivasi Kerja Guru Di SD Negeri X Kecamatan Tanggungharjo
Kabupaten Grobogan. Prosiding Ilmu Pendidikan, 1(2).
Supardi. (2013). Kinerja Guru. Rajawali Pers: Jakarta.
Suparlan. (2005). Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Susanto, H. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru Sekolah
Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(2).
81
Tanto, D., Dewi, S. M., & Budio, S. P. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Produktivitas Pekerja Pada Pengerjaan Atap Baja Ringan Di Perumahan Green
Hills Malang. Rekayasa Sipil, 6(1), 69–82.
Tiara, S., & Rostiana, R. (2018). Peran Kualitas Kehidupan Kerja Dan Grit Terhadap
Keterikatan Kerja Pada Generasi Millenial Di Industri Perbankan. Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 2(1).
UU Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen.
Wilson, A.L. (2000). Place Matter: Producing Power and Identity. Cornell University:
USA.
Wubbels, T., Brekelmans, M., & Hooymayers, H. P. (1992). Do teacher ideals distort
the self-reports of their interpersonal behavior?. Teaching and Teacher Education,
8(1), 47-58.
Zepeda, S. J. (2014). The principal as instructional leader: A handbook for supervisors.
New York: Routledge.
Zuharyadi, A. (2016). Kontribusi Kompetensi Sosial Dan Kemampuan Tangguh
Lentur-Adversity-Dalam Membedakan Kinerja Guru Di Kabupaten Bone. Skripsi:
Universitas Hasanuddin Makassar.
82