Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi dari 500 ml.
perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian
atau kain alas tidur. Oleh sebab itu operasional untuk periode pasca persalinan adalah
perdarahan yang lebih dari normal dimana dapat menyebabkan perubahan tanda
hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, dan kadar Hb <8 g% (Saifuddin,
2001).
lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan
perdarahan pasca persalinan dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000
perdarahan pasca persalinan. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau
terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta
persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam
masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan
bagian, yaitu:
utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta,
2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau
perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca persalinan
sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
persalinan adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, dan
persalinan yang dilakukan dengan tindakan yakni; pertolongan kala uri sebelum
waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa dan
dan vena desidua yang sebelumnya dipasok dan didrainase ruang intervilus plasenta.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan
ditandai dengan :
tekanan darah, nadi, dan napas cepat, pucat, ekstremitas dingin sampai
terjadi syok.
nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut.
10
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta
menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah
kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit
dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium
akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
e) Infeksi intrapartum.
f) Multiparitas tinggi.
11
waktu kurang dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan
pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (JNPK, 2007).
a) Partus lama.
c) Multiparitas.
e) Anestesi lumbal.
Atonia uteri juga dapat terjadi karena salah dalam penanganan kala III
persalinan, dengan cara memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
2002).
a. Diagnosis
banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi
serta pernapasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita
hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa
mengalami gejala-gejala klinik, gejala tersebut baru tampak pada kehilangan darah
12
persalinan - setelah anak lahir, secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III
Apabila terjadi perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera. Jikalau plasenta sudah lahir,
perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan akibat
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek
dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut
Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan
dicegah. Tetapi kematian tidak selalu dapat dihindarkan, terutama apabila penderita
masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan darah banyak.
(Wiknjosastro, 2002).
persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada
perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta (Wiknjosastro,
2002).
13
2) Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan dengan
memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian
klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva. Saat uterus kontraksi,
menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan
plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk
meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada
vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas
plasenta manual.
Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-
hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
3) Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus
jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan jalan lahir
(Hadijono, 2006).
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan taktil (masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan langkah-
langkah berikut :
a. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
b. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,
tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang
15
eksternal.
atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus
akan berkontraksi.
i. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit,
bimanual internal.
menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/ jam (JNPK, 2007).
16
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
terbanyak ditemukan. Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina
dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep
dan dapat terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi terutama cenderung terjadi pada t
posterolateral vagina. Serviks dapat menyebabkan laserasi pada dua sudut lateral
sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan (Hacker, 2001).
a. Klasifikasi Klinis
1. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala
janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan
terlalu kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan
17
di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa
lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosa
vagina, komisura posterior. Kulit perineum dan otot perineum. dan pada
robekan tingkat tiga sampai pada otot spinter Sedangkan robekan tingkat
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
3. Robekan serviks
18
i
pada persalinan buatan; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang,
4. Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya,
tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian
bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula.
Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas,
ruptura uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada
permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika
tidak disebut ruptura uteri inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata,
letaknya pada uterus melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri
atau ke kanan. Menurut cara terjadinya ruptura uteri terbagi atas; 1) Ruptur
uteri spontan, 2) Ruptur uteri traumatik, 3) Ruptur uteri pada parut uterus
(Wiknjosastro, 2002).
19
Berikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan robekan
jalan lahir atau episiotomi. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu
merasa santai.
1) Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika
4) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek
5) Tutup Mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah kearah cincin
himen.
6) Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu
ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian
20
7) Teruskan kearah bawah tapi tepat pada luka, menggunakan jahit jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan
sama dan otot yang terluka telah di jahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot,
mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus
efektif.
Jahitan ini akan menjadi jahitan lapisan kedua. Periksa lubang bekas jarum
tetap terbuka berukuran 0,5 cm dan kurang. Luka ini akan menutup dengan
9) Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
10) Ikat benag dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang
11) Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
12) Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rektum. Jika ada jahitan teraba, ulangi periksa rektum enam
21
13) Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.
- Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika
3. Retensio Plasenta
a. Plasenta adhesiva, yaitu implantasi yang kuat dari jojot korion plasenta
22
a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih
dalam.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III,
23
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, maka harus
Setelah bayi lahir dilakukan dengan segera manajemen aktif kala III yaitu:
Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi
Teruskan melakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika
Bila terjadi perdarahan, maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual.
1) Berikan cairan IV : Nacl 0,9% atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang
besar (16 atau 18G) untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan
secara aseptik.
3) Baringkan ibu telentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki ditempat tidur.
24
mg IM.
5) Cuci tangan sampai kebagian siku dengan sabun, air bersih mengalir dan
7) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan
memegang klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan
fundus uteri.
10) Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga kekavum uteri
11) Bentangkan tanga obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari
atas dan disisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding
Bila di korpus depan maka pindahkan tangan kesebalah atas tali pusat
dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus
25
kiri sambil digeser keatas (kranial ibu) hingga semua perleketan plasenta
14) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk
15) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah
digunakan.
18) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan
23) Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih di perlukan dan asuhan
lanjutan.
26
25) Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan (JNPK, 2007).
2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak
nyaman karena tindakan yang di berikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas
3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
utuh:
5) Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi . Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus
27
mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
6) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan (JNPK,
2007).
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak lain. Menurut Skiner
(1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Meskipun perilaku adalah
bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus yang berasal dari luar organisme,
namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-
faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun
stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda.
determinan perilaku dan terdiri atas dua bagian yaitu; 1) Faktor internal, merupakan
baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Faktor lingkungan
(Notoatmodjo, 2003).
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
28
mencakup:
dibuatnya.
kebidanan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
29
lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan oleh
tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan, sehingga dapat
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
tertentu.
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat
seseorang setuju (mendekat) tidak setuju (menjauhi) suatu hal tetapi ada kalanya
sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu
tindakan nyata.
30
sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap
31
i
faktor internal dan eksternal individu yang didukung dengan kondisi yang
atau kemampuan yang dimiliki yang diperoleh dari pengalaman dan pelatihan yang
dilakukan.
mempunyai beberapa tingkatan, antara lain; 1) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih
terpimpin, yakni melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan contoh; 3)
Mekanisme, yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan; 4) Adopsi, merupakan
praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan
(Notoatmodjo, 2003).
32
Pengetahuan
Penanganan Perdarahan
Sikap Pasca Persalinan
Tindakan
33