Anda di halaman 1dari 118

The Rocker That Hold Me

by

TerryAnne Browning
Sinopsis:

Ikut tur keliling dengan empat rocker mungkin adalah impian...

Setidaknya itulah yang orang-orang katakan padaku. Bagiku empat


rocker itu adalah keluargaku. Mereka mengawasiku dari waktu aku
berumur lima tahun. Melindungi dari amukan ibuku saat ia
terpengaruh alkohol dan narkoba. Ketika mereka telah berhasil
menjadi band besar mereka masih mengawasiku. Dan ketika ibuku
meninggal mereka mengambil alih tugasnya sebagai waliku.

Dalam enam tahun sejak saat itu, aku telah mengawasi keempat pria
yang berarti segalanya bagiku. Aku mengurus mereka seperti yang
pernah mereka lakukan padaku. Aku menangani semua pekerjaan
kotor di balik layar kehidupan para rocker.

Ini tidak selalu menyenangkan. Beberapa kali nyaris menjijikkan,


terutama ketika aku harus menyingkirkan bekas one night stands
mereka. Ugh!

Namun mengurusi mereka tidaklah menggangguku. Maksudku aku


kan tidak jatuh cinta dengan salah satu dari mereka. Itu pasti gila.
Jatuh cinta pada seorang rocker tidaklah cerdas.

Oke, jadi aku tidaklah cerdas. Aku menyayangi mereka, dan salah
satu dari mereka menggenggam hatiku di tangannya. Tapi aku bisa
mengatasinya. Aku telah mampu menyimpan rahasia kecilku selama
bertahun-tahun sekarang.

Bagaimanapun, aku tak mampu menghadapi gangguan yang


tampaknya telah kuderita. Ini sungguh membuatku takut. Aku benci
dokter, tapi aku tiba-tiba lebih khawatir mengetahui apa yang salah
denganku daripada apa yang dokter mungkin lakukan padaku.

Ketika aku memperoleh hasil pemeriksaanku, hidupku tak akan


pernah seperti dulu lagi...

So if you like rockstars, romance, friendships and twists and turns,


then The Rockstar That Holds Me is definitely the book for you. It’s
a short read but it holds so much in the plot. We definitely
recommend it to all of you!

Genre: Novella, Roman

Copyright© 2013 by The Rocker That Holds Me

Prolog

Saat itu hujan. Aku suka hujan, tapi tidak dengan guntur dan kilat.
Cahaya kilat tidaklah seburuk guntur yang menggemuruh. Itu
mengingatkanku pada Ibuku ketika dia sedang murka, melayang
karena obat terlarang, minuman beralkohol, dan laki-laki. Hari ini
aku mendapat dosis ganda amukan karena ada badai yang
mengamuk di luar dan monster Ibuku yang mengamuk dalam
kemarahannya.

Aku berharap dan berdoa pada Tuhan bahwa dia hanya akan pergi
tidur seperti yang biasa dilakukannya. Tapi sepertinya Tuhan tidak
mendengarkan doaku saat ini. Tampaknya Tuhan tidak pernah
mendengar doaku di setiap aku berdoa kepada-Nya. Aku mulai
bertanya-tanya apakah Dia benar ada?? Seperti yang selalu di
sampaikan pendeta yang selalu singgah berulang-ulang kali bahwa
Dia ada. Ibuku sering mengutuk Tuhan, jadi aku pikir dia percaya
kepadaNya.

Hujan membasahi baju kaus tipis dan celana leggingku. Aku


menyelinap keluar jendela sesaat setelah ibuku selesai denganku.
Hujan menyapu airmataku dan darah yang mengalir dari luka yang
ditinggalkan ibuku setelah dia mengejarku dengan sebuah cambuk
dan tinjunya. Air dingin menyengat tubuh berbilur dan memarku,
tapi aku telah terbiasa dengan rasa sakitnya.

Secepatnya setelah kaki telanjangku menginjak tanah di luar


trailerku, aku berlari dengan cepat ke arah celah kecil berumput yang
membatasi trailer dimana aku tinggal dengan trailer yang dianggap
Nik sebagai rumah. Aku berdoa semoga ibunya belum memutuskan
untuk membersihkan kamarnya, semoga beliau tidak mengunci
jendela kamar seperti yang selalu dibiarkan Nik tidak terkunci
untukku, sekedar untuk berjaga-jaga.

Ketika aku naik pada ember tua berukuran lima galon yang
kugunakan sebagai tangga, aku merintih saat menemukan bahwa
benar ibunya telah berada dikamarnya. Jendela terkunci. Aku
menggigil sekarang karena hujan bertambah deras, dan aku tak
punya sepatu, jas bahkan tempat hangat untuk berlindung. Aku tahu
tidak ada gunanya untuk mencoba berkeliling di trailer-trailer
sekitar. Ayah Jesse ada dirumah dan aku tak akan pernah masuk
kesana ketika ada kesempatan Mr.Thornton bisa menemukanku.
Trailer Drake & Shane hanya punya jendela kecil yang terlalu tinggi
untuk dinaiki oleh kaki kecilku, kecuali salah satu dari mereka
membantuku.

Sebuah isakan kecil keluar dari bibirku saat aku menyibakkan


rambut basah dan kusutku dari wajahku, hanya untuk berjengit
ketika aku menyentuh pipiku yang bengkak. Ibuku seorang yang ahli
dalam menampar wajahku. Dan hari ini dia tepat pada sasarannya,
mengingat jumlah obat yang dipakainya dan minuman keras yang
habis ditenggaknya.

Terdengar suara berisik dari seberang halaman rumput kecil. Ibuku


telah kembali untuk ronde kedua dan dia telah mengetahui
ketidakberadaanku. Jantungku berpacu, aku melakukan hal yang
hanya bisa aku pikirkan. Aku menarik drum yang menopang trailer
Nik. Aku menarik dan menarik, mengiris tanganku saat aku
melakukannya. Tapi, akhirnya dengan rintihan kemenangan aku
berhasil menariknya cukup kebelakang sehingga aku bisa merangkak
bersembunyi di bawah trailer.

Begitu aku sudah dibawah, aku mendorong drum itu kembali ke


tempatnya setelah itu. Aku menahan jeritan saat aku bersandar dan
tanganku menyentuh bangkai tikus. Aku mengelap tanganku di
celana lembabku dan memeluk tubuhku agar aku tidak bersentuhan
dengan tikus itu lagi. Kepalaku bersandar pada pondasi dan
kupejamkan mata, berdoa semoga Ibuku tidak akan berpikir untuk
mencariku disini.

Aku pasti tertidur. Ketika aku bangun, aku mendengar Nik dan Jesse
memanggil namaku. mereka terdengar panik. "Emmie??" Nik tepat
disampingku di sisi lain dari drum. "Em?"

Aku meraih drum dan menariknya kebelakang cukup untuk melihat


keluar. Pada awalnya mereka tidak memperhatikanku. Nik berdiri
bersama Jesse, keduanya memakai baju band mereka yang aku bantu
untuk mendesainnya. Jesse memegang stik drum di tangan kirinya
sementara yang satunya terkepal. Nik terlihat khawatir. "Dia tidak
akan pergi jauh".
"Dasar pelacur sialan! Jika saja mereka tidak akan membawa Emmie
dari kita seperti yang kupikirkan, aku akan segera langsung
menelpon polisi," omel Jesse.

"Tapi mereka akan melakukannya, Jess. Dan kemudian dia akan


berada di tempat yang lebih buruk dari sebelumnya. Setidaknya kita
bisa menjaganya," ujar Nik padanya

Ini adalah topik pembicaraan yang sama yang selalu mereka bahas
setelah kejadian penganiayaan. Jika mereka menelpon polisi, dinas
sosial akan membawaku pergi. Tempat penampungan tidak lebih
aman dari Ibuku. Mungkin lebih buruk. Aku berumur 7 tahun dan
aku mengerti maksudnya. Nik dan yang lainnya telah menjelaskan
padaku berulang kali.

Aku menarik drum itu lebih mundur lagi dan perlahan merangkak
keluar. Aku kaku dan terluka. Lumpur menempel di bekas luka
cambukan dan goresan di tanganku dari pondasi. Aku lebam dan
memar. Dan aku mulai merasakan gatal di tenggorokanku yang akan
berakhir dengan radang tenggorokan. Tiba-tiba ada lengan kuat yang
menarikku keluar. Begitu ujung kakiku terlihat, aku segera dipeluk
Nik.

"Sial!" seru Jesse.

"Diam, Jess," Nik membentaknya sembari mempererat pelukannya


padaku. Aku bisa melihatnya berpikir keras. Dia sedang berpikir
kemana harus membawaku, menyembunyikanku. Aku mendengar
suara tawa dari trailerku—Ibuku pasti sedang kedatangan salah satu
teman lelakinya, dan terdengar suara televisi dari trailernya—jika
Ibunya melihatku seperti ini, beliau akan langsung menelpon polisi,
tidak ada pilihan lain.

"Ayahku sudah pergi," Jesse telah mulai berjalan menuju trailernya.


"Ayo Nik!"

Aku menggigil sesampainya kami di kamar Jesse. Aku kedinginan,


sungguh kedinginan dan terluka parah. "Kita harus membuatnya
hangat," ujar Nik. "Mulailah menyalakan air panas supaya aku bisa
memandikannya".

Jesse tidak berkata apa-apa saat dia meninggalkan kamar dan aku
mendengar bunyi air menyala dari ruangan sebelah. Nik mengajakku
berdiri di kakiku dan mulai melepaskan baju basahku. Aku tidak
membantah saat dia melepaskan celana leggingku bersama dengan
celana dalamku. Dia menarik napas panjang saat dia melihat memar;
luka yang menganga di kaki dan tanganku, satu dipunggung dan
sepanjang perutku.

"Maafkan aku, Emmie," bisiknya. "Aku sangat menyesal."

Aku terdiam sebab aku tak mengerti mengapa dia meminta maaf.
Bukan dia yang memukulku. Ini bukan salahnya. Aku mungkin
seorang gadis kecil, namun aku tahu dia takkan bisa selalu
melindungiku. Dia punya band, dan hari ini mereka bermain musik
di sebuah pesta untuk beberapa orang anak dari sekolahnya. Aku
berharap dia mengajakku, tapi aku sadar seorang anak berumur 7
tahun di pesta anak SMA bukanlah ide yang bagus. Shane mencoba
menjelaskannya padaku dan aku hampir yakin aku mengerti alasan
tersebut.

"Nik!" Jesse memanggil dari kamar mandi. "Aku kurang yakin


apakah ini terlalu panas atau tidak. Kemarilah dan periksa ini."
Nik menuntunku dengan tangannya ke kamar mandi kemudian
membungkuk untuk mengetes suhu air. "Ini kelihatannya sudah pas,"
dia mengangkatku dan menempatkanku di air.

Aku merengek ketika air menyentuh lukaku. Itu sakit namun panas
dari air terasa enak di kakiku yang dingin. Tak lama kemudian aku
berhenti menggigil. Nik membersihkanku, berusaha bersikap lembut
sat dia membersihkan luka di tubuhku. Rahangnya mengeras dan
kurasa ada air mata menggenang di matanya.

Kemudian setelah rambutku bersih dan wangi, dia mengangkatku


keluar dari air, membungkusku dengan handuk. Jesse memegang
sekotak plester luka dengan gambar putri kecil di atasnya yang
sangat kusukai. Tapi ada juga sebuah salep lengket di tangannya
yang lain dan aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, itu sangat
perih."

Nik menggosokkan handuk ke seluruh tubuh basahku, masih


berusaha untuk lembut. Beberapa luka berdarah lagi dan perih saat
terkena gosokan handuk. Ketika dia selesai dia mengambil salep
dariku dan aku menjauh "Tidak, Nik," rengekku. "Aku tidak mau
itu."

"Aku tahu, Emmie. Aku tahu ini pasti sakit, tapi kau tidak mau
terinfeksi, kan?" Dia berkedip-kedip dan kurasa dia sedang menahan
diri untuk tidak menangis. "Jika kau terinfeksi, maka kau harus ke
dokter dan mereka akan menyuntikmu."

Itu kata-kata ajaibnya. Aku benci disuntik ! Aku benci dokter ! Jadi
aku duduk di bak cuci kecil dan membiarkannya mengoleskan salep
ke seluruh tubuhku, mencoba bertahan untuk tidak merintih karena
sakit ini. Tak lama setelah dia selesai, salep itu hampir habis. Jesse
menolongnya memasang plester luka. Setelah selesai, mereka
mencium luka itu dan mengatakan hal yang selalu mereka katakan.
"Semoga lekas sembuh."

Jesse memakaikan salah satu kemejanya untukku. Tapi karena


kebesaran mereka menyimpulnya, sehingga aku tidak akan jatuh
terjerembab saat berjalan. Ketika aku telah berpakaian, Nik
mengangkatku dan membawaku kembali ke kamar Jesse. Mereka
menempatkanku di tempat tidur kecil yang berlawanan dengan
dinding dan memakaikan selimut yang beraromakan seperti Jesse.

Shane dan Drake memasuki ruangan. Shane menjinjing tas dari Wal-
Mart dan mengeluarkan sekotak obat-obatan. Mereka memberiku
sedosis besar Tylenol dan kemudian menyuapiku. Drake telah
mampir di McDonalds dan membelikanku paket chicken nugget.
Perutku berbunyi dan aku sadar aku belum makan sejak kemarin.

Perutku sakit saat kunyahan pertama. Aku duduk dan memegang


perutku hingga sakitnya hilang kemudian melahap habis sisa nugget
dan kentang goreng. Aku tidak minum Sprite yang mereka beli
sampai aku selesai makan. Ini sungguh enak. Akhirnya aku meraih
mainanku, boneka binatang dengan rambut aneh dan baju kaus. Aku
mendekapnya erat di dadaku saat Nik menyisir rambut kusutku.
Rambutku saling menarik, karena jarang disisir, tapi aku tak
mengeluh dan dia berlaku lembut.

Selama sisir itu bekerja di rambutku, mataku semakin berat. Tak


lama aku pun tertidur...
***
Bab 1

Aku membuka mata begitu bus berhenti. Sambil meringis, aku


mendorong diri untuk bangun dari sofa dan melihat sekilas keluar.
Bus wisata terparkir di parkiran sebuah hotel. Bus lainnya penuh
dengan para kru dan dua trailer beroda delapan belas di tarik
dibelakangnya, penuh dengan segala perlengkapan panggung dan
band. Aku ingin mandi dan tidur sepanjang malam yang benar-benar
penuh, tapi aku masih punya banyak hal yang harus dilakukan.

Berdiri, aku berjalan menuju bagian belakang bus untuk


membangunkan yang lain. Drake tengkurap di tempat tidur paling
bawah. Dia memegang sebotol Jack Daniel's di tangannya, setengah
botolny telah kosong. Di atasnya Shane sedang mendengkur,
bassnya di dekap erat ke dadanya. Di sisi lain Jesse sedang
mengigau, bergumam tentang beberapa "pengacau".

Sambil mendesah, aku mengguncang bahunya terlebih dahulu.


"Jess," aku harus mendekat ke telinganya dan meneriakkan
namanya. Mereka semua tukang tidur yang parah, tapi Jesselah yang
terparah. "Jess! Ayolah, mari kita pergi tidur di tempat tidur yang
sebenarnya."

Jesse menguap kemudian membuka matanya. "Em??"

Aku menyeringai ke arahnya. "Siapa lagi??" aku mencium pipinya


dan menarik lengannya. "Bangunlah, kita sudah sampai."

Ketika dia sudah duduk, aku pindah ke Shane. Yang harus aku
lakukan hanyalah mengambil bassnya. Dia mengencangkan
tangannya di sekitar bassnya dan bangun. "Aku sudah bangun,"
gerutunya.
"Drake." Aku mengambil botol Jack Daniel's dari tangannya dan
menutupnya kembali. Punggungnya telanjang dan tato Demon's
Wings sepanjang punggungnya itu menekuk saat aku
membangunkannya. "Ugh, kau benar-benar harus mandi." Aku
hampir muntah mencium bau minuman keras di napasnya saat dia
berbalik dan menarikku ke arahnya. "Bangun kau, Pemabuk."

Dia mencium pipiku sebekum dia melepaskanku dan aku berdiri,


bergerak maju menuju akhir bus. "Kalian semua segera berpakaian.
Setelah aku membangunkan Nik, aku akan mengurus masalah kamar
kita... Jangan kembali tidur, Jesse," aku memperingatkannya.
Mengetahui dia akan melakukannya. "Aku punya seember air es
untukmu jika kau melakukannya."

Dia menggumam mengutukku, tapi aku hanya menyeringai.

Televisi menyala. Aku mematikannya dan menjatuhkan diri di sofa


di samping Nik. Dia tidak memakai apa - apa kecuali celana
boxernya.

Aku tidak berhenti untuk mengerlingkan mataku pada dadanya yang


keras dan perutnya yang kencang. Aku sudah melakukannya
berulang kali sebelumnya. Malahan aku membungkam mulutnya dan
mencubit hidungnya. butuh beberapa detik saat sebelum dia
tersentak dan mendorongku jatuh. "Sialan!" Dia menggerutu tapi
membantuku untuk bangun dari tempat aku terjatuh.

Aku berdiri sambil tertawa dan meraih kaus Demon's Wingsnya.


"Apakah tidurmu nyenyak?"

"Aku baru saja tertidur beberapa jam lalu," dia mengambil kaus yang
aku berikan padanya dan memakainya. "Banyak hal yang aku
pikirkan. Lagu-agu yang ingin keluar tapi terkunci di otakku.

"Aku bermimpi," curhatku.

Dia menegang, mengetahui bahwa mimpi-mimpiku tidak pernah


menyenangkan. "Kau baik-baik saja?" tanyanya sembari meraih
tanganku dan menarikku ke pangkuannya. "Mau
membicarakannya?"

Menenangkanku, dia menyisir rambutku dengan jari- jarinya. Aku


memejamkan mata dan mengubur wajahku di lehernya. "Oh Tuhan,
dia begitu harum! Seperti biasa, kalian semua menjagaku. Itu salah
satu dari sekian banyak mimpi ketika Ibuku mencambukku."

Lengannya yang keras memelukku dengan erat. Jari-jarinya


mengencang di ikatan rambutku, tapi aku tak protes. "Aku benci
wanita sialan itu," ucapnya. "Semoga dia membusuk di neraka sana."

Aku sangat setuju. Ibuku meninggal 6 tahun yang silam akibat


overdosis obat-obatan terlarang. Untuk berkata aku merasakan
kasihan rasanya merupakan pernyataan yang berlebihan. Semua
yang aku rasakan ketika aku menemukan tubuh dinginya terbujur
kaku saat aku pulang dari sekolah hari itu hanyalah kelegaan yang
sangat luar biasa. Aku 15 tahun dan aku bebas dari penyakit yaitu
Ibuku.

"Aku butuh kopi," Nik berdiri dengan aku masih dalam pelukannya.

Aku memeluknya dengan erat untuk beberapa detik kemudian


melepaskannya. "Aku pastikan kau akan mendapatkannya," aku
berbicara dari balik bahuku saat aku melangkah menuju bagian
depan bus.

"Itu bukan tugasmu untuk mendapatkannya!" Dia berteriak


kepadaku.

Tapi memang iya. Sepanjang hidupku, Nik dan lainnya telah


merawatku. Bahkan ketika mereka harus meninggalkanku setelah
mendapatkan tawaran kontrak sepuluh tahun silam, mereka masih
memperhatikanku. Mengirimkan aku uang dan hadiah-hadiah.
Memastikan seseorang mengecekku setiap hari. Mereka tengah
mengadakan tour, melakukan apa yang harus dilakukan oleh para
rocker, tetapi mereka tetap menelponku setiap hari. Ponsel yang
mereka berikan padaku adalah satu-satunya penghubungku ke
mereka. Aku bisa menelpon, mengirim pesan singkat, mengirim
surel atau apapun yang aku inginkan atau butuhkan, sehingga aku
bisa berbicara dengan mereka setiap hari.

Kemudian ketika Ibuku meninggal, mereka kembali, meninggalkan


segalanya segera setelah aku menelpon Nik. Mereka mengurus
pemakaman. Dan disaat petugas Dinas Sosial datang mencoba
membawaku, mereka membelaku dengan mengatakan bahwa aku
adalah bagian dari mereka. Mereka membawaku jauh dari kehidupan
gelap trailer dimana selama ini kami dibesarkan. Mereka
membelikanku laptop, mengatur agar aku mengikuti kelas online
sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku dari balik bus.

Para priaku takkan pernah meninggalkanku lagi.

Dan aku berhutang pada mereka untuk selalu merawatku.


Menjemputku, memulihkanku. Menjaga kewarasanku. Memberiku
makan. Memberiku pakaian. Menyayangiku. Tidak semua orang bisa
melakukannya. Tapi Nik, Drake, Shane dan Jesse berbeda. Mereka
mengenalku sejak aku berumur 5 tahun. Membawaku di bawah
sayap-sayap gelap mereka, melindungiku meskipun mereka 10 tahun
di atasku. Mereka adalah keluargaku dan kini adalah saatnya aku
untuk merawat mereka.

Jadi aku mengurus semuanya. Mereka ingin kopi, aku bawakan


mereka kopi. Jika Drake ingin sekotak Scotch berumur 50 tahun
yang baru, yang sangat mustahil untuk di dapat, aku pastikan dia
akan mendapatkannya. Aku mengurus semuanya, dari pemesanan
kamar hingga perempuan. Yeah, aku telah menjadi seorang
profesional yang mampu menyingkirkan wanita-wanita manapun
yang telah lewat masa keberadaannya. Dan itu biasanya terjadi di
pagi hari berikutnya.

Dua jam kemudian, aku telah mengatur mereka berempat masing-


masing di kamarnya. Aku menghabiskan waktu lebih lama di kamar
Drake, untuk memastikan dia mandi dan menggosok giginya.
Memberikannya sepasang pakaian bersih dan menyuruhnya tidur.
Ketika aku menuju kamarku, aku merasa melayang. Aku mandi
dengan cepat dan hampir terlelap sebelum kepalaku menyentuh
bantal.

"Em!"

Jesse menggedor pintu kamarku membangunkanku beberapa jam


kemudian. Aku menatap jam, melihat bahwa sudah saatnya menuju
Civic Center untuk mempersiapkan konser malam ini dan bangun
dari tempat tidur. Aku membuka pintu untuk Jesse supaya dia tidak
merubuhkannya. Dia berjalan masuk saat aku mengganti baju
tidurku.

"Kau baik- baik saja, Em?" tanyanya bahkan tidak pusing untuk
mengalihkan pandangannya saat aku memakai bra dan memasang
kaus Demon's Wings dari atas kepalaku. “Kau tidak pernah lewat
tertidur sebelumnya.”

Kenyataannya aku merasa tidak enak badan untuk akhir-akhir ini.


Tapi, aku tak berniat untuk memberitahukannya. Dia akan
memberitahu ke yang lain dan mereka akan mengerumuniku,
memaksaku untuk pergi ke dokter. Aku benci dokter! "Baru saja
mengalami malam yang sulit kemarin.”Elakku. “Mimpi buruk."

Aku menarik celana dalam baru dan kemudian memasang celana jins
ketat. Sepatu bot selutut dengan hak 3 inci dan aku siap. Aku
mengikat rambut berantakanku menjadi ekor kuda. Tidak perlu
berdandan, lalu berputar dengan dia masih menatapku. "Aku baik-
baik saja, Jess." Aku memeluknya erat dan berjinjit untuk mencium
pipinya. "Tenang." Aku menarik satu tanganku ke atas dan
mengusap kepala botaknya. Dia ingin itu tetap licin. Itu sangat seksi
dan semua orang sangat ingin mengusap kepalanya. Tetapi dia hanya
menyukainya jika aku yang melakukannya.

"Aku pikir kita perlu sebuah liburan," ujarnya saat mengikutiku


keluar dari kamar. "Mungkin kita harus kembali ke rumah untuk
beberapa saat.

Aku meliriknya melalui bahuku saat aku memencet tombol lift. "Dan
dimana tepatnya rumah itu? Kita telah tinggal di bus selama 6 tahun
ini."

"Nik berbicara tentang membeli rumah. Tapi kita tidak bisa


memutuskan dimana kita akan menetap. Drake menyarankan di
California, Shane ingin ke Boston." Dia mengangkat bahunya sambil
melangkah masuk bersamaku ke dalam lift. "Bagaimana
menurutmu?"

Sejujurnya, aku tak tahu apa yang aku pikirkan. Aku akan mengikuti
kemanapun mereka pergi asalkan kami tetap bersama. Aku tidak
perduli. Tapi aku tidak menyangka mereka akan secepat ini menetap,
bahkan di saat kita telah lelah untuk pindah dari satu tempat ke
tempat lain. "Aku tak pernah memikirkannya," ucapku padanya.

"Well, kau harus memikirkannya. Kami ingin tahu dimana kau ingin
tinggal dan menetap. Kau tahu kemanapun kau pergi, kami akan
mengikutimu."

Kata-katanya menghangatkan hatiku dan aku memeluknya erat. Dia


mencium puncak kepalaku dan kami keluar dari lift di lantai dasar.
Nik, Drake, dan Shane sudah menunggu kami. Mereka semua
memberiku tatapan khwatir, tapi aku hanya melewati mereka menuju
ke limo yang sudah menunggu di luar.
***

Bab 2

Menyiapkan peralatan dan melakukan cek suara adalah hal-hal yang


tidak mampu aku lakukan. Jadi, aku memilih untuk berurusan
dengan urusan dibelakang panggung. Aku memastikan buffet makan
malam telah tersaji rapi sehingga para priaku dapat makan sebelum
mereka tampil malam ini. Kemudian aku mengecek daftarku tentang
apa yang harus dilakukan untuk menyiapkan diri menghadapi grup
fans belakang panggung.

Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, yang semuanya


berharap untuk dapat berakhir di ranjang setidaknya salah satu
anggota band Demon’s Wings. Aku membenci satu persatu dari
mereka, namun aku hanya memberi tatapan dingin meremehkan ke
arah mereka sebagai gantinya. Mereka juga membenciku, karena
siapapun yang menjadi penggemar Demon's Wings pasti tahu bahwa
hanya aku perempuan yang berarti bagi semua anggota band.

Aku memastikan fans setia belakang panggung tetap menempati area


yang disediakan untuk mereka dimana para keamanan mengawasi
mereka laksana elang- untuk menghindari salah satunya masuk ke
ruang ganti untuk sebuah 'seks kilat' atau lebih parahnya untuk
mencari ketenaran karena telah berhasil membunuh seorang rocker
terkenal- sementara aku memastikan para priaku sudah diurus
dengan baik. Aku lega ketika melihat mereka makan di kamar
gantinya. Begitu pula dengan Drake, walau dia tetap membuatku
menggelengkan kepalaku saat aku melihat dia lebih memilih minum
Jack Daniels dibanding soda ataupun air putih.

Aku mengambil botol itu dari tangannya dan menggantinya dengan


sebotol air dingin dan berbalik untuk melihat apakah yang lain
membutuhkan sesuatu. Ketika mereka telah selesai makan, aku
membuang piring mereka ke tempat sampah dan memastikan bahwa
mereka telah memegang sebotol Air ataupun Gatorade. Mereka
butuh cairan karena sebuah konser selalu menghabiskanya. Terutama
Nik yang bernyanyi sambil berlari di atas panggung.

Aku menatap mereka satu persatu, menikmati ketampanan sejati


mereka masing-masing. Drake dan Shane dengan rambut gondrong
gelapnya dan mata biru abu-abu besarnya. Kedua saudara ini begitu
tampan dengan struktur wajah yang tegas dan tubuh langsing berotot
yang ditutupi tato. Jesse dengan kepala botaknya dan mata besar
coklatnya yang bisa berubah sesuai emosinya. Dia besar, dengan
semua ototnya yang membuncah keluar, membuat orang terkagum-
kagum akan dirinya yang entah bagaimana dapat memainkan drum
dengan begitu lancar dengan ukuran tubuhnya.

Untuk beberapa detik lebih lama aku membiarkan mataku menatap


Nik. Dengan suaranya yang mampu mengacaukan wanita luar dalam
dan sepasang mata biru esnya yang sebagian tersembunyi di balik
tirai lembut bulu mata hitam dan tebal, tidak banyak wanita yang
mampu untuk mengatakan bahwa seorang Nikolas Armstrong tidak
mempengaruhi gairah mereka bahkan hanya secuil sekalipun. Tubuh
langsing berotot dengan wajah yang membuat para Dewa menangisi
hari kelahirannya dan tubuh setinggi dengan para saudara band yang
lainnya, dia telah membuat seluruh penggemar yang mengikuti
Demon's Wings karena cinta, nafsu maupun iri kepadanya.

"Jadi yang mana malam ini? Pirang, coklat atau rambut merah?" aku
bertanya sambil menaikkan alisku dan senyuman tipis dibibirku.

Shane menyeringai ke arahku dari sofa tempat dia berbaring. "Aku


akan mengambil salah satu dari masing-masing mereka."

Aku memutar mataku padanya. Dari mereka berempat, Shane adalah


playboy terbesar. Membawa satu persatu dari tiap tipe wanita
menurutnya "ringan". "Hmm...ada banyak pilihan sih, tapi seperti
biasa pasti yang pirang yang lebih banyak. Tolong berhati-hatilah."
Aku menatap Drake penuh arti. "Kau sudah bersiap, kan?"

"Emmie!" nampak sedikit rona merah dipipinya. Aku terus


menatapnya sambil mengangkat alis. Akhirnya dia membuang muka.
"Aku punya kondom," gumamnya.

Yang lain hanya tertawa mengejek. Aku mengabaikan mereka ketika


berbalik ke pintu. "Kalian punya wawancara jam 9 pagi besok. Aku
telah mengatur agar kita dapat menggunakan salah satu ruang
pertemuan sesampainya kita di hotel. Jadi, kumohon bawa badanmu
keluar dari kamarmu sebelum aku menggedor pintu kamar kalian."
Aku tahu aku harus memperingatkannya sekarang sebab aku takkan
bisa membayangkan akan dapat bertemu mereka lagi setelah konser
hingga pagi menjelang. "Drake, jangan buat aku memandikanmu di
pagi hari. Secepatnya bersihkan badanmu dari aroma pelacur dan
minuman."

"Oh Tuhan, Emmie!" Dia berteriak kepadaku. "Kenapa kau hanya


memarahiku hari ini?"

Aku berhenti sejenak di pintu dan berbalik untuk melotot padanya.


"Tolong lakukan saja, Drake."

Dia menggerutu dan aku merasa sedikit buruk karena


memperlakukannya begitu kejam. Tapi dia seorang pria dewasa dan
lebih sering daripada tidak aku memandikannya karena dia terlalu
mabuk atau terlalu melayang untuk melakukannya sendiri.

Konser hampir selesai ketika aku merasakan ponselku bergetar. Aku


mengambilnya dari kantong belakang celanaku dan melihat nama
manajer Demon's Wings. Dia menyukaiku karena aku melakukan
apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Sementara dia
enak-enakan tidur di rumahnya di ranjang besarnya yang nyaman,
aku disini bekerja keras untuk para priaku. "Apa yang kau
inginkan?" Bentakku sambil mendekatkan ponsel ke telingaku,
berjalan menjauh dari panggung sehingga aku bisa lebih jelas
mendengarkannya daripada suara band.

Rich Branson tertawa, membuatku ingin menampar wajah


tampannya. "Siapa yang mengencingi cherrio-mu?”

"Aku sedang kesal," sungutku padanya, tidak yakin mengapa aku


jadi pemarah sore ini. Tapi dia seharusnya sduah terbiasa dengan
sifatku ini. Aku benci dia ! "Apa yang kau inginkan?"

"Seperti biasa...Dominasi dunia...Miliaran Dollar. Dan sebuah band


yang membuatku terlihat bagus. Aku punya beberapa dari hal yang
terakhir aku sebutkan tadi." Aku memutar mataku. Demon's Wings
adalah band paling keren yang ditanganinya. Mereka lebih dari
membuatnya tampak bagus. Mereka membuat orang-orang berpikir
betapa jeniusnya dia "menemukan" mereka. "Nik mengatakan bahwa
dia ingin mengambil waktu liburan musim panas, jadi aku hanya
ingin memberitahumu bahwa Tur “Other World Demon's Wings'
telah aku pindahkan ke bulan September."

Ini mengejutkanku. Nik tidak pernah menyebut apapun tentang


liburan musim panas. Kenapa dia tidak memberitahuku?. Aku
menatap tajam ke belakangku, berharap aku bisa mendapatkan
jawaban dari Nik sekarang. Tapi sepertinya hal itu harus menunggu.
Semenjak tur musim panas dipindahkan, kami hanya memiliki waktu
beberapa minggu ke depan untuk menyelesaikan tur di Gulf Coast.

"Oke," jawabku pada Rich. "Kirimkan padaku rincian jadwal


barunya. Aku akan memastikan semuanya diurus dengan baik."

"Aku tahu kau bisa. Karena itu aku sangat menyayangimu, Tuan
Putri. Kau membuat hidupku lebih mudah."

Aku menggertakan gigi. "Jangan panggil aku Tuan Putri!", aku


berteriak padanya dan mengakhiri pembicaraan. Aku sangat tidak
menyukai si brengsek itu. Dan aku tidak suka dipanggil Tuan Putri.
Si brengsek itu tahu, tapi dia selalu melakukannya setiap kali ada
kesempatan.

Suara Nik di panggung menyadarkanku dari kebencianku kepada


Rich dan aku mengalihkan perhatianku kembali kepada para priaku.
Suara Nik sungguh membuat populasi para wanita mabuk kepayang.

Ketika salah satu speaker berdentum keras tak sengaja di dekatku,


aku segera tersentak sadar dari lamunan penuh hasratku dan segera
mencari kesibukan. Aku tidak bisa membiarkan orang lain
mengetahui bagaimana Nik mempengaruhiku. Aku tahu bahwa dia
tidak merasakan hal yang sama. Untuknya dan para pria yang lain
aku adalah adik kecil perempuan mereka. Mereka akan menyerahkan
nyawanya untukku, sama seperti yang akan kulakukan untuk
mereka.

Perpaduan antara parau dengan serak dan rayuan merupakan belaian


pada tempat kegelapan diantara kedua kaki wanita. Aku jauh
daripada kebal pada suara itu dan malah menemukan diriku
membiarkan hasratku padanya terlihat saat aku berdiri disana
menonton pertunjukan band mereka.

Dan bila pada Nik aku tidak lain hanyalah gadis kecil yang telah dia
rawat sepanjang 17 tahun masa hidupnya. Aku mengabaikan
perasaanku karena aku tahu bahwa bukan aku yang diinginkannya.
Kebahagiaannya lebih penting daripada kebahagianku.

Dengan bibir gemetar, aku meyakinkan diriku untuk tidak


mendengarkannya bernyanyi lagi di sisa malam ini.
***
Bab 3

Aku tidak pernah menjadi penyuka muntah. Aku telah


membersihkan lebih banyak muntahan orang lain daripada diriku
sendiri selama bertahun-tahun. Sebagian besar muntahan ibuku,
dalam beberapa tahun terakhir ini para priaku – terutama Drake. Tapi
aku sendiri? Aku hanya melakukannya beberapa kali seumur
hidupku.

Pagi ini adalah salah satunya.

Aku tahu bahwa aku takkan bisa menahannya secepat mungkin saat
aku turun dari tempat tidur. Perutku memberiku peringatan dua detik
sebelum aku mencoba untuk melompat dari tempat tidur. Aku
melakukannya di ujung tempat tidur sebelum aku membersihkan
semua sedikit makanan yang aku paksakan untuk ditelan sehari
sebelumnya. Baunya sangat tidak mengenakan daripada melihatnya.

Secepatnya ketika aku bisa sedikit menguasai refleks mualku aku


berlari ke dalam toilet sehingga aku bisa menyelesaikannya.
Rambutku menghalangi pandanganku dan aku memuntahi rambutku
juga sebelum aku bisa menyingkirkannya dari wajahku. Baunya
membuatku mual dan aku muntah sampai aku kehabisan nafas. Air
mata bercucuran di wajahku, alisku berkeringat dan perutku terasa
bergulung.

Aku berdoa kepada setiap Tuhan yang kuketahui dan memohon


ampun. Tidak ada yang terjadi. Bahkan aku harus memaksa diriku
untuk berdiri sendiri pada kakiku yang goyah dan memegang
mulutku dibawah kran air sampai aku bisa menghilangkan sebagian
besar rasa pahit di dalam mulutku. Aku ingin mandi tetapi pertama
aku harus membersihkan kekacauan di kamar tidur sebelum aku
melakukannya.

Ketika akhirnya aku mandi aku merasa lebih baik setelahnya. Tetapi
aku terlambat sehingga tetap membiarkan rambutku basah dan
tergesa-gesa berpakaian sebelum membangunkan para priaku.

Aku tidak terkejut ketika menemukan Shane masih diselimuti gadis-


gadis ketika aku membuka pintu kamar hotelnya. Aroma seks
didalam ruangan sangat kental membuat perutku protes, tetapi aku
menelan rasa pahit di mulutku dan menyeretnya keluar dari bawah
ketiga gadis. Tanganku mengepal di rambutnya dan aku
menyentakknya sampai ia berdiri. "Cepat mandi!" perintahku,
sedang tidak ingin berurusan dengan para gadis nakal setelah
mengalami pagi seperti tadi. "Aku memberikan ceramah pada
adikmu tentang hal ini, tetapi ternyata kau yang harus aku urus pagi
ini."

"Emmie!" Shane protes ketika aku memaksanya berjalan pancuran


air berdiri dan memutar air dingin dengan kekuatan penuh. "Sialan!"

"Turun ke lantai bawah dalam sepuluh menit!" Aku berteriak


padanya sebelum membanting pintu kamar mandi di belakangku.
Para pelacur di tempat tidur terbangun dan aku membelalak jijik
pada mereka. "Ambil baju kalian dan keluar. Kalian mempunyai
waktu dua menit sebelum keamanan melemparkanmu keluar,
berpakaian atau telanjang. Aku tidak perduli."

Jesse masih tidur ketika aku berjalan ke dalam kamarnya. Aroma


seks masih tertinggal di dalam kamar tetapi dia sendirian di tempat
tidur. Aku bahkan tidak mencoba membangunkannya dengan
lembut. Aku mengisi air ke dalam gelas dan membuangnya ke
kepalanya. "Aku bangun. Aku bangun." Dia megap-megap.
"Bagus." Aku membentak lalu meninggalkannya untuk bersiap.

Aku terkejut menemukan Nik sudah bangun. Ketika aku meletakkan


kunciku di pintunya ternyata sudah terbuka. Dia sudah berpakaian.
Rambutnya tebal sudah tertata. Seperti biasa melihatnya aku
merasakan sakit di tempat yang tidak seharusnya sakit. Dahinya
berkerut khawatir saat melihatku."Emmie. Merasa lebih baik, baby
girl?"

Berlari kesana kemari membuatku pusing dan perutku masih protes.


Tetapi aku tidak ingin berdebat dengannya. Jika dia tahu aku sakit
dia akan memaksaku untuk pergi ke dokter. Tidak akan terjadi.
"Terimakasih sudah bangun." Gumamku.

"Em..." Dia memanggil pelan ketika aku meninggalkannya.

Aku mengabaikannya dan melangkah ke lift dan pergi ke lantai atas.


Kamar Drake berbau keringat, minuman keras dan seks. Tapi
untungnya gadis atau beberapa gadis mengingat jumlah bungkus
kondom di atas lantai di samping tempat tidur lenyap. Dia sepertinya
sudah bangun ketika aku masuk ke dalam. Tentu saja karena
kepalanya ada di dalam toilet. Suara muntahannya membuat reflek
muntahku bereaksi dan aku muntah ke dalam wastafel. Cairan pahit
hijau adalah semua yang dapat kuhasilkan dan aku memutar keran
air sehingga aku dapat menelan beberapa tegukan air. Setidaknya
sekarang aku mempunyai sesuatu untuk di keluarkan.

Tangan Drake yang berkeringat menyentuh punggungku. "Em?"


Suaranya parau memanggil namaku dan aku melihat sekilas
kepadanya, menyeka keringat dari atas bibirku. "Kau tidak apa-apa?"
Aku memberinya senyum lemah. "Sepertinya kita berdua mengalami
pagi yang buruk." Gumamku.

Dia mengerang saat berdiri. Pantatnya telanjang tapi tak ada satupun
dari kami perduli. Aku telah melihat setiap inci dari tubuh para
priaku. Tidak ada yang memalukan dari bagian tubuh kami.… Tidak
ada satupun yang mengedipkan mata ketika kami melihat satu sama
lain telanjang. Oke mungkin aku mengedipkan mata sekali atau dua
ketika aku melihat Nik telanjang, tapi aku tidak akan membiarkan
mereka tahu. "Kau tidak pernah sakit."

Aku mengangkat bahu. "Aku baik-baik saja. Tidak ada yang perlu
dikhawatikan. Pergi mandi, oke?" Dia mengangguk dan aku berbalik
pergi. "Sikat gigimu." Aku mengingatkannya.
***

Sepuluh menit kemudian mereka telah duduk di sofa panjang di


ruang pertemuan. Hidangan makanan pagi telah disiapkan. Aku
mencoba bernafas melalui mulutku untuk mengatasi aroma yang
tidak mengenakan. Biasanya aku akan menyiapkan sepiring
makanan dan secangkir kopi, tetapi pagi ini aku rasa aku tidak bisa
berurusan dengan itu dan tidak muntah. Untungnya tidak ada
satupun dari mereka perduli bahwa aku tidak menyiapkan segala
kebutuhan mereka.

Wartawan dari majalah Rock America telah mulai mengajukan


pertanyaan pada mereka. Kurus dengan kacamata tebal dan suara
sengau membuatku saraf bawahku merinding mendengar setiap
perkataan yang diucapkan dari mulutnya, aku heran bagaimana laki-
laki seperti ini bisa menjadi wartawan di dunia musik rock. Mungkin
mempunyai seseorang ayah orang penting. Aku tidak yakin dan aku
tidak perduli.

Dia seseorang yang ingin mengetahui apa yang juga ingin diketahui
semua fans Demon Wings. Bagaimana mereka bertemu? Apa makna
signifikan dari nama band? Apa yang mereka lakukan saat musim
panas? Kapan mereka akan membuat album baru?

Seperti yang selalu mereka lakukan mereka tidak pernah menjawab


dua pertanyaan pertama dari orang tersebut-tidak ada yang tahu dari
mana mereka berasal atau bagaimana kehidupan mereka sebelum
terkenal; kebanyakan merupakan bentuk perlindungan mereka
padaku karena gaya hidup ibuku yang tidak menyenangkan
walaupun kehidupan masa kecil mereka juga tidak begitu bahagia.
Tetapi mereka selalu menceritakan secara detil tentang musim panas
dan lagu-lagu baru yang Nik sedang kerjakan untuk album mereka
selanjutnya. Sejam kemudian lelaki itu berdiri dan pergi. Setelah
berjabat tangan dengan semua orang dia berbalik padaku. "Jadi
bagaimana rasanya kamu bekerja untuk Demon Wings?"

"Emmie bukan pembantu." Jesse memberitahu pria itu, yang mana


kami semua sudah tahu bahwa pria itu sudah mengetahuinya.

"Wawancaramu telah selesai."

Nada peringatan tegas dan jelas dari suara sang drumer dan
membuat wartawan itu segera kabur. Jesse bisa mejadi si ’kepala
panas’, mudah marah dalam satu waktu dan cepat melayangkan
sebuah tinju. Aku harus menjamin dia untuk keluar beberapa kali
dari penjara karena ia terlibat perkelahian.

Aku menunggu beberapa saat untuk memastikan pria itu pergi


sebelum aku berhadapan dengan mereka. "Aku ingin meminta maaf
karena bersikap mengesalkan kemarin dan pagi ini." Aku
mengatakan pada mereka, penuh penyesalan. Aku tidak sering
bersikap mengesalkan pada para priaku. Sejujurnya aku bisa menjadi
seorang ratu jahat jika aku mau, tetapi bukan pada mereka.

"Duduk, Em." Jesse memerintahkan padaku. Ketika aku hanya


berdiri, dia menarik tanganku dan mendorongku ke sofa diantara dia
dan Nik. "Kita perlu bicara."

Aku menggigit bibirku, takut jika mereka membuatku pergi ke


dokter. Atau berteriak padaku. Dari kedua pilihan aku pikir aku
memilih diteriaki, tapi keduanya tetap akan membuatku menangis.
Tangan Nik membungkus disekitar pundakku, jarinya bermain di
ujung rambutku yang masih basah. Ini menenangkan dan hanya
dengan berada didekatnya membuatku aman dan dicintai. "Emmie,
kami bisa melihat jika kau mulai lelah. Ini tidak apa-apa. Kita semua
seperti itu. Itu sebabnya kami memutuskan berlibur di musim
panas."

"Aku sudah tahu bahwa kau merencanakan liburan musim panas


ini." Aku memutar mataku padanya. "Rich menelponku kemarin
malam." Aku mengatakan padanya ketika ia terlihat bingung. "Kita
akan tur bersama Axton dan tur Otherworld dimulai bulan
September."

"Rich sialan." Jesse bergumam. "Kami ingin mengejutkanmu."

"Ngomong-ngomong...Kami berfikir untung menyewa sebuah rumah


di suatu tempat. Tetapi kami pikir kau yang ingin memilihnya." Nik
tersenyum padaku, senyumnya selalu membuatku hatiku nyeri untuk
sesuatu yang tidak mungkin aku miliki. "Dimanapun di dunia ini
yang kamu inginkan, Em. Pilih sebuah tempat, temukan sebuah
rumah untuk kita dan dimana kami bisa menghabiskan musim panas
kita."

Daguku bergetar. Aku lega mereka tidak berteriak, bahwa aku tidak
dikhianati Drake mengadukan keadaanku tadi pada yang lain dan
mereka tidak memaksaku untuk pergi ke dokter. Jadi kenapa tiba-
tiba aku terisak-isak?
***

Bab 4

Satu konser lagi dan kemudian kembali ke jalanan.

Apakah kalian tahu seberapa sulitnya menyembunyikan muntah


ketika kamu berada dalam bus wisata? Itu hampir tidak mungkin.
Tetapi entah bagaimana aku bisa melakukannya. Untuk tiga minggu
berikutnya aku merahasiakannya dari mereka. Dengan alarm bangun
pagi yang aku dapatkan setiap pagi hari dimana aku tergesa-gesa
untuk mencari kamar mandi, aku tidak pernah begitu senang para
pria itu bisa tidur dengan nyenyak di dalam hidupku.

Setelah muntah-muntah setiap pagi aku biasanya bisa melalui sisa


hari tanpa mengulanginya lagi. Walaupun perutku masih mual
sepanjang hari dan aku kehilangan berat badan karena aku tidak
dapat memaksa diriku sendiri untuk makan. Hal ini mulai disadari
mereka, bahkan Drake dalam keadaan hampir selalu mabuknya.
Mereka mulai melihatku lebih dekat dan aku tahu bahwa mereka
akan mulai mengeroyokku.

Dan sesungguhnya aku lebih khawatir apa yang salah dengan diriku
daripada pergi ke dokter sekarang. Tetapi aku menundanya selama
mungkin.

Aku menemukan rumah untuk kami secara online. Ini sempurna.


Pantai pribadi, tak seorangpun dalam satu mil dapat mengganggu
kami. Dan jika para lelaki merasa gelisah mereka hanya perlu
mengemudi empat puluh lima menit untuk menemukan sebuah klub
atau bar. Harga untuk sebuah rumah sewa di musim panas membuat
perutku mengepal. Bahkan setelah bertahun-tahun dan gaya hidup
yang kami jalani aku merasa ngeri untuk menghabiskan begitu
banyak uang. Tetapi hal ini bahkan tidak akan membuat lekukan
kecil di seluruh dompet kami sekarang.

Bahkan dompetku sendiri. Rich membayarku dengan bagus untuk


mengurus para priaku, sesuatu yang aku akan lakukan secara gratis.
Tetapi Nik dan Jesse menyuruhnya untuk memasukkan aku di daftar
gajinya ketika aku berusia delapan belas tahun. Aku belum
mempunyai keperluan untuk menyentuh uang yang aku peroleh. Jika
ada sesuatu yang mereka pikir aku inginkan mereka hanya perlu
membelinya untukku. Jika aku memerlukan sesuatu mereka
menyerahkan kartu kredit mereka ke tanganku dan memastikan aku
menggunakannya.

Pada saat semua rincian telah selesai diurus hanya ada beberapa hari
yang tersisa hingga akhir tur. Satu pemberhentian, dua kali konser
lagi dan kemudian kami akan naik pesawat. Aku sangat
bersemangat. Kami tidak pernah liburan musim panas. Aku ingin
tidur selama tiga bulan! Memikirkan itu sendiri membuat aku
mendesah.

"Aku rasa kau harus pergi ke dokter."


Kepalaku tersentak saat mendengar suara Nik. Dia dan Jesse telah
duduk di bagian belakang bis denganku melihat TV untuk sejam
terakhir. Aku merasa lebih baik setelah pagi penuh muntah yang
menyenangkan. "Tidak."

Dia duduk tepat disampingku jadi aku tidak punya waktu untuk
pindah ketika dia meraih dan menarikku di atas pangkuannya. "Ya,
Emmie. Kamu hanya tinggal tulang sekarang. Kamu tidak makan.
Dan aku mendengarmu pagi ini di kamar mandi. Kau tidur sepanjang
waktu, dan suasana hatimu sering berubah-ubah menjadi cerewet.
Ada yang salah."

"Aku tidak ingin pergi ke dokter." Oke, mungkin aku akan pergi.
Aku takut jika ada sesuatu yang salah denganku, seperti ulcer atau
sesuatu. Aku tidak pernah merasa begitu sakit dalam hidupku.
Membutuhkan semua tenaga yang aku miliki untuk tidak
memuntahkan lagi air yang aku telan akhir-akhir ini. Tetapi aku
masih takut dokter.

"Kami akan pergi denganmu, Em." Janji Jesse, memutar-mutar stick


drum di jarinya dengan ahli. "Kami tidak akan membiarkan mereka
menyakitimu."

Aku menatapnya lebih tajam. Dia benar-benar mengkhawatirkanku.


Aku dapat melihat dari cara dia menatap padaku bahwa dia telah
sedikit takut juga. Aku tidak bisa menahannya. Jadi aku mengalah.
"Okey." Aku berbisik. "Aku akan menemui dokter ketika kita sampai
di rumah pantai."

Mereka berdua tampak sedikit santai. "Apapun itu, kita akan


melewati itu." Saat itu aku menyadari bahwa Jesse berfikir bahwa
ada sesuatu yang buruk denganku. Aku turun dari pangkuan Nik dan
naik ke pangkuan sang drum. Tangannya mengepal di sekitar
tubuhku dan aku membiarkannya memelukku. Tidak ada yang
berbicara sepatah katapun ketika kami melewati malam,
kedekatanku tampaknya menenangkan sesuatu dalam pikiran pria
besar ini.
***

Aku bangun dengan tubuh hangat menyelimutiku. Ini sudah biasa


bagiku untuk tidur di tempat tidur yang sama dengan salah satu dari
mereka. Ketika kau hidup di dalam bis kau tidur dimanapun kau
bisa. Aku tahu siapa itu dengan cara dia bernapas di belakang
leherku. Jess si Napas Bau. Menguap aku bergerak hingga aku
duduk. Jesse bahkan tidak bergerak. Tangannya jatuh kembali di sofa
di sampingnya dan aku berdiri, mencoba untuk merenggangkan
beberapa kekakuan dari otot-ototku yang lelah.

Ketika aku melirik ke arah temanku hatiku sedikit meleleh. Dia,


seperti para priaku lainnya, mencintaiku lebih dari apapun di dunia
ini. Dan aku mencintainya sama banyaknya. Tersenyum aku
mengambil selimut dari kursi di seberang dinding dan
menutupkannya padanya sebelum membungkuk untuk menciumnya
singkat di alisnya.

Bis masih tetap bergerak dan aku tahu aku harus tidur. Tidak akan
ada waktu untuk tidur ketika kami sampai di Galveston. Tidak aka
nada hal lain kecuali bergerak cepat ketika kami telah berhenti.
Perutku untungnya bekerjasama denganku dan aku tidak harus
berjuang dengan keinginan untuk muntah. Jadi aku masuk melewati
ruang tempat tidur, dimana ada dua set tempat tidur yang saling
berlawanan di tepi setiap dinding.

Shane bergumam dalam tidurnya, Gibson favoritnya dicengkram


dalam pelukannya seperti anak kecil dengan boneka hewannya. Di
tempat tidur bawah adikknya sudah tidur. Aku memastikan bahwa
dia tidak memiliki botol minuman keras yang terbuka tutupnya dan
kemudian menarik selimut untuk menutupi punggung telanjang
Drake. Aku paling mengkhawatirkan Drake. Tidak ada seorangpun
yang pernah membicarakan tentang alasannya membutuhkan
minuman untuk melupakan masa lalu. Kami semua tahu setan apa
dalam dirinya. Dan kami semua tahu sampai dia telah siap tidak ada
yang bisa kamu lakukan selain melihatnya. Dua kali kami
membujuknya untuk ke rehabilitasi berakhir dengan tidak baik.

Aku menemukan Nik tertidur di tempat biasa aku tidur di bagian


depan bis. Dia terbaring tengkurap dengan memeluk erat bantalku
dan selimut kesukaanku di pinggangnya. Kenapa dia tidur disini?
Dia benci bagian depan bis karena jendela-jendelanya tidak
berwarna dan membiarkan masuk cahaya matahari terlalu banyak
saat siang hari. Tetapi disinilah dia, air liur di seluruh bantalku dan
memonopoli sofaku.

Sambil mendesah aku mendorong pundaknya, membuatnya berputar


sehingga aku bisa naik di sampingnya. Dia bahkan tidak protes saat
aku meringkuk dekat dengan dadanya yang telanjang dan
berbantalkan kepalaku di dadanya. Aku menghirup aroma Nik yang
bersih, dan benar-benar unik dan aku memejamkan mata. Ini hampir
mendekati surga yang hanya bisa aku dapatkan.

Bibir lembut yang hangat menyapu dahiku dan tangannya yang kuat
melingkar di sekitarku menarikku lebih dekat lagi ke dadanya. "Kau
tidak tahu betapa bahagianya aku karenamu saat ini." Gumamnya.

Tetapi aku sudah setengah tertidur, aman dalam pelukan pria yang
memiliki tubuh dan jiwaku.
***

Bab 5

Malam ini adalah konser terakhir. Aku sudah tidak sabar untuk
mengakhirinya. Aku merasa sangat sakit dan hari ini aku telah
menjadi jalang terbesar dengan perubahan suasana hati yang hampir
mendekati pengidap kepribadian ganda. Setelah melihat semua
gejalanya aku yakin bahwa aku mempunyai kanker otak. Hal itu
hanya menambahkan kecemasanku yang bergolak.

Para priaku semua keluar di panggung dengan lampu-lampu yang


memantul dan berkedip seirama dengan hentakan musik. Penonton
masih menggila. Saat pembukaan konser Nik berjanji pada mereka
satu lagu baru yang dia kerjakan. Salah satu janjinya adalah lagu itu
ada di dalam album mereka selanjutnya. Itu mengejutkanku setengah
mati dan para priaku yang lain, tentu saja. Aku yakin bahwa jika
Rich ada disini dia akan mendapatkan serangan jantung...Tetapi aku
tidak masalah jika hal itu terjadi.

Aku berdiri dari jarak yang aman di atas panggung, menyiksa diri
dengan melihat para gadis melemparkan celana dan bra mereka ke
Nik. Dia menangani semua itu seperti biasanya, dengan senyuman
dan melihat dengan tatapan menggoda ke penonton. Aku hanya ingin
malam ini cepat berakhir!

Seseorang menabrak bahunya kepadaku dan aku berbalik untuk


memeloti orang tersebut, bersiap untuk menggigit kepala mereka dan
memasukkannya ke dalam tenggorokannya sendiri. Kemudian aku
melihat siapa orang itu aku memutar mataku. "Hei. Apa yang kau
lakukan disini?"

Axton Cage mengangkat bahunya yang ramping. Aku perhatikan dia


punya tato baru, di bagian dalam tangan kirinya. Aku hampir
tersedak ketika aku melihat apa yang tertulis. Brie. "Jadi kalian
berdua telah resmi?" Aku menganggukan kepalaku ke pergelangan
tangannya dan dia mengangkat bahu.

"Masih berusaha." Dia memberitahuku. Dia tahu aku bukan


penggemar berat Gabriella Morietti. Benar-benar membenci pelacur
itu. Nona sok alim. Dia juga sangat tidak menyukaiku. Shane bilang
itu karena kami sangat mirip. Aku berfikir itu karena pelacur tersebut
telah tidur dengan Nik saat kami sedang tur di Australia dan
kemudian dengan bangga dia memberitahuku tentang hal itu. Tentu
saja itu sudah lebih dari setahun yang lalu dan dia sudah bersama
Axton sekarang. Setidaknya mereka putus dan sambung lagi.

"Aku kebetulan berada di daerah sini." Axton akhirnya menjawab


pertanyaanku di awal. "Sebenarnya aku merasa bosan sekali di
California dan berfikir aku ingin melihat kekacauan macam apa yang
aku bisa lakukan bersama dengan teman-teman tololmu."

"Dengan segala cara, masuklah ke dalam semua masalah sesuai


dengan hasrat hati kecilmu. Tetapi kami memiliki jadwal tiket
pesawat penerbangan pertama di pagi hari. Membuat aku terlambat
untuk liburanku dan mereka akan menggores isi perutmu dari
trotoar."

Tangannya memeluk pinggangku dan aku bersandar kepadanya.


"Ah, ayolah cantik. Kau tahu kau ingin menyebabkan beberapa
masalah denganku." Dia menggosok hidungnya dengan hidungku
membuatku terkikik. "Kau menyukaiku. Akui saja."
Aku mendengus. "Aku membencimu." Tetapi aku harus mengakui
bahwa walaupun perasaanku untuk Nik, Axton Cage bisa
membuatku terengah-engah. Jadi aku membiarkan Axton
menciumku. Dia beraroma mint dan sedikit kopi. Bibirku tergelitik
dan aku membuka mulutku sedikit untuk membiarkannya mencicipi
rasaku. Aku tidak bisa jujur mengatakan bahwa aku tidak
terpengaruh, tapi aku tidak terburu-buru untuk mendapatkan dia
telanjang. Ketika dia melangkah mundur sedikit aku mendesah.
"Okey, jadi aku tidak kebal." Tetapi aku meragukan setiap wanita
dengan libido yang masih bekerja juga akan kebal.

Dia terkekeh dan melepaskanku. "Tur bersamamu akan menjadi


sangat menyenangkan."

Aku meringis. "Apakah jalang troll itu juga ikut?"

"Kemungkinan besar. Tergantung pada bagaimana keadaan dia


dengan keluarganya. Alexis mengalami masa yang sulit sekarang."

Hatiku sedikit miris memikirkan sepupu Gabriella, Alexis.


Perempuan itu telah melalui banyak hal selama setahun atau lebih.
Dia telah mengalami kecelakaan mobil yang hampir
menghancurkannya. Tetapi dia sangat kuat. Dia berjuang untuk bisa
berjalan kembali. Kemudian melewati cobaan yang sangat besar
dengan pacarnya, yang mana tabloid-tabloid menggila karena Jared
Giordano dan masa lalunya hubungannya dengan istri adiknya.
"Bagaimana dia?" tanyaku, karena sementara aku membenci
Gabriella, aku bisa akrab dengan Alexis saat aku bertemu dengannya
beberapa kali.

"Dia hamil."
Mengatakan bahwa aku terkejut adalah sebuah pernyataan
meremehkan. Setelah kecelakaan dokter mengatakan bahwa Alexis
tidak akan pernah memiliki bayi. "Bagaimana itu mungkin terjadi?"

Axton mengangkat bahu. "Aku tidak benar-benar yakin.Tapi Brie


mengatakan bahwa mereka melakukan USG dan sepertinya mereka
hanya mengambil sebagian dari rahimnya.Kau bisa membayangkan
betapa bahagia dan tertekannya gadis itu. Dokternya menyuruhnya
istirahat total karena dia mulai sedikit pendarahan pekan lalu. Brie
tidak ingin meninggalkannya. "

"Sampaikan salamku padanya. Aku sangat senang untuknya." Di atas


panggung kerumunan penonton di bawah hening dan aku berpaling
untuk menemukan Nik sedang duduk di atas bangku. Drake menarik
satu kursi juga dan mengeluarkan gitar akustiknya.

"Oke. Seperti yang dijanjikan lagu ini aku telah bekerja keras untuk
lagu ini selama beberapa minggu. Semoga kalian menyukainya."
Apakah hanya perasaanku atau dia terlihat sedikit gugup? Meskipun
pikiran itu gila. Nik telah menyanyikan lagunya sendiri sejak album
kedua Demon’s Wing saat dia telah menulis setiap lagu dan
mendapatkan platinum dalam waktu kurang dari seminggu.
Perusahan rekaman telah memberikannya kekuasaan penuh saat itu.
Tidak ada alasan baginya untuk gugup tentang lagu-lagunya

Demon's Wing tidak dikenal karena lagu-lagu cintanya. Bukan


mengatakan bahwa beberapa hits mereka bukan tentang cinta, tetapi
biasanya lagu-lagu tersebut lebih tentang seks daripada cinta sejati.
Jadi kau tidak bisa mengerti bagaimana terkejutnya aku saat Nik
mulai bernyanyi.
Aku pikir hatiku akan hancur. Nik menulis lagunya dari pengalaman.
Ada banyak masa kecilnya di dalam lagunya. Masa kecil dia, para
priaku, dan juga aku. Musiknya selalu dekat dengan kami semua.
Kegelapan, penderitaan, obat-obatan dan bahkan pemukulan. Tetapi
saat Nik bernyanyi tentang bagaimana hatinya telah dingin untuk
waktu yang lama, tetapi sekarang ada sebuah bara membakar disana
menangkap api, membawa dia kembali ke kehidupan aku pikir aku
akan mati.

Nik sedang jatuh cinta? Aku tidak berpikir aku bisa mengatasinya.
Tidak. Tidak, aku tahu bahwa aku tidak bisa mengatasinya. Nik bisa
berbuat apa saja yang dia inginkan. Nik bisa melakukan semua
kencan satu malam, seks tanpa bermakna dengan siapapun. Aku bisa
menghadapi itu...Okey, jadi aku berusaha dengan sekuat tenaga
menahan diri untuk mencoba berurusan dengan itu.

Tetapi jika Nik sedang jatuh cinta itu akan menghancurkanku. Aku
tidak dapat menghadapi dia dengan seseorang pelacur sepanjang
waktu. Dan mengetahi bahwa hatinya milik pelacur itu?

Aku limbung. Lengan Axton mengelilingi tubuhku, menahanku."


Pelan-pelan, babe."

Rasa pahit meningkat di belakang tenggorokanku. Memutar tubuh,


aku berlari. Aku tahu aku tidak akan bisa sampai ke kamar mandi,
jadi dengan aku putus asa mencari tempat sampah. Untungnya ada
salah satunya yang dekat atau aku harus membersihkan tubuhku lagi.
Aku mengosongkan perutku, lagipula isinya tidak banyak.
Untungnya rambutku di ikat ekor kuda.

Sebuah tangan hangat mengusap punggungku menenangkan. Air


mata mengalir di pipiku. Sampai sekarang aku berpikir bahwa aku
sedang sekarat. Sekarang...Sekarang aku berharap aku akan sekarat!

"Ya Tuhan!" Gumam Axton. "Kau baik-baik saja, babe?"

"Aku hanya ingin berbaring." Bisikku." Aku tidak merasa baik akhir-
akhir ini."

"Ayo." Dia mendesak." Aku akan membawamu kembali ke


hotelmu."

Dunia berputar. Begitu mobil berhenti di depan hotel tempat kami


menginap aku tahu aku dalam masalah. Masalah besar. Aku
membanting pintu dan muntah sampai aku pikir perutku akan keluar
dari mulutku. Tubuhku mandi keringat dan aku tidak tahu apakah
aku bisa berjalan tanpa tertelungkup.

Axton bergumam rangkaian kutukan kotor dan meneriakkan sesuatu


ke penjaga pintu yang sedang menahan pintu terbuka untukku. Aku
butuh waktu satu detik untuk menyadari bahwa pria malang itu
mendorongku kembali ke mobil sewaan Axton dan menutup
pintunya. Aku hampir tidak punya energi untuk membuka mataku
ketika aku melihat si rocker meninju sesuatu pada GPS dan
kemudian dia segera bergerak cepat.

Ban berdecit saat ia masuk ke lalu lintas. Bunyi klakson yang marah
di belakang kami, tapi aku tidak melihat ke belakang. Pada
kecepatan kami aku yakin bahwa dia akan dihentikan ke tepi oleh
polisi, tetapi dia tetap saja menabrak lampu tanda bahaya dan
melewati peliut peringatan polisi saat berkelok-kelok masuk dan
keluar dari lalu lintas. "Tunggu, Em." Gumamnya.

Aku tidak dapat menjawab. Dunia terasa kabur sekarang. Pada saat
dia membanting rem untuk berhenti di depan UGD aku hampir tidak
bisa berfungsi. Aku merasa dia mengangkatku keluar dari mobil,
tahu bahwa dia praktis berlari dengan aku dalam pelukannya. Aku
merasa dadanya bergemuruh ketika dia berteriak, tetapi tidak bisa
cukup fokus untuk memahami apa yang dia katakan.
***

Rasa dingin tempat tidur dipunggungku cukup membangkitkanku


untuk membuka mataku untuk sesaat. Aku melihat lampu terang, bau
antiseptik. "Dehidrasi berat." Suara seorang pria mengatakan."
Sudah berapa lama muntah-muntah?"

"Tidak tahu." Axton terdengar stress.

"Tunggu disini." Suara itu memerintahkan. Aku merasa diriku


mengambang, berasumsi itu adalah tim medis mendorong tempat
tidur untuk menjauh. Jarum disuntikkan ke lenganku, tetapi aku
tidak mempunyai energi sangat banyak untuk merintih. "Emmie?"
Suara itu memanggilku dengan nada memerintah. "Kami
memberimu cairan."

Ada jarum lain di lenganku. "Hanya mengambil sedikit darah,


sayang." Suara seorang perempuan kali ini. lembut dan ramah. Aku
tidak pernah berhubungan dengan wanita lain yang sangat baik
padaku. Aku yakin bahwa jika aku memiliki cadangan air aku akan
menangis.

Pria dengan suara berwibawa meletakkan tangannya di pergelangan


tanganku. Dia memegang disana beberapa menit lamanya. Tak
berapa lama kemudian cairan yang mereka pompakan ke aku mulai
menghidupkanku kembali. Perlahan-lahan aku mengerjapkan
membuka mataku. "Aku benci dokter." Bisikku.
Dokter, seorang pria berwajah tampan dengan rambut hitam pendek
dan mata coklat yang besar menyeringai ke arahku. "Sayang sekali.
Aku sebenarnya seorang pria yang lumayan."

Meskipun begitu mengerikan perasaanku saat ini, aku merasakan


senyuman menggoda di bibirku. "Aku memegang kata-katamu itu."

Dokter melepaskan tanganku. "Kau sangat sakit, wanita muda.


Berapa lama kau telah muntah-muntah?"

Pikiranku masih berkabut, tetapi aku mencoba untuk menentukan


berapa lama itu terjadi. "Sebulan, aku fikir."

Mata dokter itu melebar. "Apakah kau pernah menemui seorang


dokter sebelumnya?" Aku menggelengkan kepala dan melihat dia
menggelengkan kepalanya yang lucu dengan putus asa. "Tidak heran
kau begitu dehidrasi. Apakah kau bisa makan sama sekali? "

"Tidak terlalu."

"Bagaimana dengan minuman? Air, Gatorade?" Aku menggelengkan


kepalaku lagi. Dia menghela nafas. "Kau benar-benar benci dokter,
ya? Jika kau sesakit ini dan menolak untuk mencari bantuan. Ini
adalah hal yang sangat bagus pacarmu membawamu masuk saat dia
menyadarinya. Terlambat sedikit saja dan kau bisa meninggal karena
dehidrasi."

"Pacar?" Siapa pacarku? Apakah dokter ini gila? Jika para priaku
tahu bahwa aku mempunyai pacar mereka akan mengamuk. Seorang
pria harus memiliki lebih banyak keberanian daripada otak jika dia
berfikir ada anggota dari Demon’s Wings yang akan membiarkan
mereka dekat denganku. Kadang kau akan berfikir jika aku berumur
enam belas dan bukan dua puluh satu dengan cara perlakukan
mereka jika ada pria lain yang memandangku dua kali.

"Pria menyeramkan dengan tato." Dia mengangguk di atas


kepalanya dan aku melihat Axton berdiri di pintu, mencoba untuk
mengintip. Teleponnya ada di telinganya dan dia mengerutkan
dahinya.

Sebuah senyum lagi menggoda mulutku. "Ax, bukan pacarku. Para


priaku akan mematahkan kakinya jika mereka berfikir dia pacarku."

"Para priamu?" dokter memiringkan alisnya.

"Jangan dipikirkan." Gumamku. Sangat sulit untuk menjelaskan


tentang para priaku dan aku tidak mempunyai energi bahkan untuk
mencoba menjelaskannya. Mataku terasa berat. "Cepatlah dan buat
aku lebih baik jadi aku bisa kembali ke hotel. Aku ingin pergi tidur."

Kau tidak akan kemana-mana setidaknya sampai besok, Em. Kami


harus melakukan beberapa tes, memasukkan lebih banyak lagi cairan
ke dalam tubuhmu –dan mungkin sangat banyak- kau akan bisa
pulang di pagi hari. Sampai saat itu biarkan aku mengambil darahmu
lagi dan menemukan sebuah kamar untukmu."

Kepalaku tersentak. "Tetapi aku sudah pesan pesawat untuk


membawaku ke Florida di pagi hari. Aku akan pergi berlibur."

Sekali lagi dengan alis terangkat terkutuk itu. "Kelihatannya kau


akan sangat terlambat untuk berlibur, sayang. Sekarang santailah.
Monitor jantungmu akan gila." Saat itulah aku merasakan bantalan
lengket menempel ke dadaku dan menyadari suara bip bip yang
konstan berbunyi.

Axton masuk kembali ke dalam ruangan. "Aku tidak mendapat


jawaban dari siapapun dari telepon sialan mereka." Dia menggeram.
"Konser sialan itu harusnya sudah selesai."

Aku tertawa kecut. "Kau seorang bintang rock Axton. Apa hal
pertama yang ingin kau lakukan ketika kau turun panggung, mabuk
dalam egomu sendiri?" Ekspresi di wajahnya menjelaskan padaku
itu adalah jawabannya. "Jangan khawatirkan itu. Mereka akan
kembali ke hotel dan menikmati malam gila mereka. Ketika mereka
bangun di siang hari dan bertanya-tanya mengapa aku tidak datang
untuk menyeret pantat mereka dari tempat tidur, mereka akan datang
mencariku."

Matanya menggelap karena marah. "Jadi kau hanya menjadi yang


kedua?"

Aku mengangkat bahuku. "Setelah konser, biasanya." Itu tidak


menggangguku... terlalu. Tapi aku tidak akan mengeluh. Aku tahu
bahwa mereka mencintaiku. Aku melirik ke dokter. "Bagaimana
hasil pemeriksaan tes tersebut?"

Dokter melirik ke Axton. "Apakah dia selalu ingin menang sendiri?"

Axton mendengus. "Jika anda tahu orang-orang yang harus dia urus
setiap hari Anda akan mengerti bahwa Anda mendapatkan versi yang
baik dari tukang perintah."
***
Bab 6

Dokter sangat lama!

Dengan cairan yang terus bergerak masuk ke sistem tubuhku, aku


mulai merasa lebih baik daripada yang telah aku rasakan dalam
waktu yang lama. Tapi perutku masih terasa bergulung. Aku ingin
tahu apa yang membuat dokter begitu lama, dan khawatir bahwa hal
ini adalah sesuatu yang melampaui imajinasi terliarku tentang apa
yang salah denganku.

Axton masih mencoba untuk menelepon para priaku. Tapi sejauh ini
belum mampu menjangkau salah satu dari mereka. Seorang perawat
telah mengatakan kepadanya bahwa dia harus pergi ke luar untuk
menggunakan ponsel, dan aku belum melihat dia lagi lebih dari
sepuluh menit. Pantatku mati rasa sejak duduk terus selama satu jam
tanpa bergerak dan meskipun aku sangat ingin tidur, aku tidak bisa
membawa diriku cukup santai untuk melakukannya.

Pintu ke ruang pemeriksaanku dibuka dan masuklah dokter. Ada


seorang teknisi di belakangnya mendorong sebuah mesin besar dan
aku bertanya-tanya apa sih yang akan mereka lakukan padaku.
Melihat ketakutan di mataku dokter dengan cepat menjelaskan.

"Tidak apa-apa. Ini hanya mesin untuk melakukan USG."

"Mengapa aku membutuhkan USG? Bukankah itu bagi wanita


hamil?"

Dokter mengangguk. "Sebagian besar, ya. Tapi ini juga digunakan


untuk hal-hal lain. Namun, setelah mendapatkan hasil pemeriksaan
darah kami telah menemukan alasan untuk penyakit Anda dan
dibutuhkan sedikit eksplorasi."

Darahku tampaknya membeku di pembuluh darahku. Dia tahu apa


yang salah denganku. Aku takut jawabannya tapi perlu tahu. "Jadi
apa yang terjadi? Apa yang salah denganku?"

Dia mengangkat bahu. "Tidak ada yang tidak akan jelas dengan
sendirinya sampai pada waktunya." Dia tersenyum. "Tampaknya
bahwa Anda sedang hamil."

Aku yakin bahwa aku berhalusinasi. Dia tidak bisa hanya


mengatakan bahwa aku hamil. Tidak tidak TIDAK! Aku menggeleng
panik. "Hal itu tidak bisa terjadi. Periksa lagi. Tes-tes tersebut salah."

Dokter mengerutkan dahi melihat reaksiku tapi dia berbicara dengan


suara menenangkan. "Mari kita lakukan USG. Dengan begitu kita
dapat menentukan apakah hasil pemeriksaan darah yang salah. Dan
jika itu tidak salah kita bisa memberikanmu waktu kelahirannya."

Monitor jantung yang melekat pada dadaku mengamuk. Jantungku


berlomba dengan rasa ngeri, ketakutan, khawatir. Ini seharusnya
salah. harus. Tolonglah, biarkan ini salah. Karena jika itu tidak salah
hidupku dengan para priaku akan hancur. Mereka tidak akan pernah
percaya padaku lagi. "Oke." Suaraku keluar dengan goyah, dan aku
tidak bisa berbuat apa-apa tentang ini.

Tekhnisi bergerak ke sisi kanan tempat tidur dan tersenyum ke


arahku sementara dokter meredupkan lampu. "Kapan periode
terakhirmu, sayang?" Tanya dia lembut. Dia cantik, mungkin di usia
akhir tiga puluhannya. Ada sebuah cincin berbatu besar di jari
manisnya dan sedikit benjolan kecil dibalik seragam perawat
mengatakan bahwa dia juga hamil.
Aku mencoba mengingat kapan periode terakhirku. Aku bukan
perempuan yang paling teratur. Dan aku tidak benar-benar peduli
untuk mengingatnya. Hidupku begitu sibuk sehingga ketika haidku
muncul aku hanya mengangkat bahu dan melanjutkan hidupku. Jika
tidak itu bukan masalah besar. Akhirnya aku menyerah. "Aku tidak
pernah teratur." Kataku jujur. "Aku tidak ingat kapan terakhir kali
aku mengalaminya."

Dia mengangguk. "Tidak apa-apa." Dia mengetik sesuatu ke dalam


mesin besar itu dan kemudian dia menarik bajuku dan menarik
celana jins dan celana dalamku turun sedikit. Dia menuangkan gel di
perutku yang secara mengejutkan terasa hangat. Lalu ia menekan
sebuah tongkat ke perut bawahku dan aku meringis kesakitan. Aku
merasa kembung dan tidak nyaman saat ia menggerakkan tongkat
itu.

Aku menatapnya dari dekat, mengalihkan pandanganku dari apa


yang dia lakukan pada tubuhku kepada apa yang dia lakukan di
layar. Dokter mengawasinya lewat bahunya, mengangguk.

"Oke." Kata teknisi dengan senyum kecil. "Kita bisa melihat detak
jantung. Lengan, kaki. Tulang belakang terlihat baik "Dia memutar
sebuah nob dan suara berderap memenuhi ruangan. "Detak jantung
yang kuat…bagaimana menurut Anda dokter?"

"Sepertinya dia berumur tepat delapan belas minggu...Bisakah Anda


memberitahu jenis kelaminnya?"

Aku berhenti mendengarkan mereka sejenak. Tatapanku


terperangkap di layar. Garis besar dari makhluk kecil itu menatapku.
Sebuah tangan melambai, kaki menendang. Napasku terperangkap
dalam dadaku dan aku tidak bisa bernapas. Di suatu tempat jauh di
dalam dadaku hatiku meleleh dan aku jatuh jungkir balik pada cinta
dengan makhluk di layar.

"Well..." Dokter dan teknisi terkekeh.

Kepalaku tersentak ke arah mereka. "Apa?" Bisikku.

"Bayi Anda ingin memastikan bahwa Anda tahu persis apa jenis
kelaminnya." Dokter menyenyuh layar dan saya melihat bahwa dua
kaki yang terbuka lebar. "Selamat. Anda memiliki seorang anak
perempuan."

Air mata membakar mataku dan aku berkedip cepat untuk


menahannya. "Seorang anak perempuan." Aku menarik napas.

Si Teknisi mengambil beberapa gambar lagi, kemudian mencetak


selembar dan

menyerahkannya kepadaku. "Untuk buku bayi Anda. Gambar


pertama bayimu." Dia tersenyum dan meninggalkan ruangan tanpa
mesinnya.

"Yah Anda memang hamil, Em." Dokter, yang aku yakini telah
mengatakan kepadaku namanya, tapi aku telah lupa untuk
mengingatnya, memberiku tatapan bertanya. "Delapan belas minggu
dan tiga hari dari pengukuran. Itu menunjukkan tanggal kelahirannya
pada tanggal enam November." Dia menuliskan sesuatu di iPad dia
di tangannya.

"Apakah dia baik-baik saja?" Aku tidak bisa tidak berpikir tentang
bagaimana sakitnya aku selama satu bulan terakhir. "Apakah aku
menyakitinya?"

Dia cepat meyakinkanku. "Tidak. Cairan ketubannya sempurna,


sehingga dehidrasimu tidak mempengaruhi si bayi. Ini mungkin saja
alasan kenapa kau begitu sakit. Segala sesuatu yang kau mampu
makan akan langsung masuk kepadanya. Detak jantungnya bagus,
dia bergerak...kau tidak merasakannya?"

Tanganku menyentuh perutku lebih rendah. Ada makhluk hidup


kecil dalam diriku. Sebuah air mata lolos dan turun ke pipiku.
"Tidak" bisikku. "Apakah itu normal?"

Dokter mengangkat bahu. "Setiap wanita berbeda. Beberapa tidak


merasakan bayinya hingga memasuki bulan kelima. Kehamilan
kedua kalinya biasanya ibu merasakan lebih cepat. Anda tampaknya
sesuai jadwal...Jadi bagaimana perasaanmu secara emosional tentang
bayi. Reaksimu ketika Saya katakan tentang hasil pemeriksaan darah
tidak benar-benar..."

Aku menggeleng. "Aku takut. Masih ketakutan aku tidak tahu


apakah ini mimpi buruk atau tidak. Tapi melihat dia..." Aku
mencengkeram foto USG di dadaku. "Itu mengubah segalanya."

"Itu secara normal terjadi." Dia menarik kursi dan duduk di


sampingku. "Oke. Jadi kita telah menetapkan bahwa ini adalah
kejutan, tapi sekarang bahwa kau telah melihatnya kau...bahagia?"

Aku mendengus. "Aku tidak senang tentang hal ini, dokter. Tapi..."
Aku menarik napas dalam-dalam. "Tapi bukannya aku tak bahagia
tentang hal itu. Jika itu masuk akal."

"Masuk akal." Dia mengetuk sesuatu ke iPad. "Mengapa ini seperti


kejutan, Em? Kamu tidak punya pacar?”

"Ini adalah kejutan karena aku telah melakukan hubungan seks total
hanya sekali dalam hidupku." Jawabku jujur. "Dan orang itu...Dia
bahkan tidak ingat hal itu terjadi. Ketika aku mengatakan kepadanya
bahwa aku hamil." Aku menutup mataku. "Dia akan menjadi gila."

"Apakah dia masih menjadi bagian dari kehidupanmu?"

"Dia bagian dari segalanya bagiku." Aku memandang dinding


seberang. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan."

Dokter membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, aku tidak


tahu apa itu karena tiba-tiba pintu pemeriksaan itu terdorong terbuka
dan menyerbu kedalam keempat priaku. Sebelum aku bahkan bisa
meresapi kabar kehamilanku, Jesse telah berada di sampingku dan
Drake membuat dokter menyingkir keluar dari jalannya untuk
sampai kepadaku.

"Emmie." Jesse menjalankan tangannya di atas rambutku, melihat


tanganku yang terinfus dan monitor jantung. Dia pucat, gemetar, dan
ada air mata di mata besar coklatnya.

"Apakah kau baik-baik saja? Katakan padaku kau baik-baik saja,


Em."

"Kami datang segera setelah kami mendengar." Drake


menggenggam tanganku. "Aku minta maaf kami tidak tiba di sini
lebih cepat."

"Apa yang salah dengan dia?" Nik berdiri di kaki tempat tidur,
perhatiannya pada dokter yang menatap mereka berempat dengan
mulut menganga terbuka. "Apakah dia akan baik-baik saja?"

Dokter akhirnya menjatuhkan tatapannya dan mengangkat alis dalam


penyelidikan. Aku menggeleng, tidak siap untuk memberitahu salah
satu dari mereka apa yang salah denganku, apalagi salah satu dari
mereka akan segera dipanggil ayah. Pria itu berdehem.

"Dia datang menderita dehidrasi parah. Kami tidak tahu persis apa
yang sedang terjadi, tapi kami akan tetap mengawasinya semalaman
untuk observasi."

Jesse mengalihkan pandangannya pada dokter dan aku merasa


kasihan padanya. Jesse, dengan kepalanya yang botak, tato dan
tubuh besarnya sangat menakutkan. "Kau tidak tahu apa yang salah
dengan dia?" Dokter menggelengkan kepalanya. "Pergi bawa
pantatmu dan lakukanlah beberapa tes sialan."

"Jesse." Aku menangkap tangannya dan mengaitkan jari-jari kami


bersama-sama. "Tenang. Dokter melakukan semua yang ia bisa. Dan
aku sudah merasa jauh lebih baik."

Api di matanya redup ketika ia berbalik kembali kepadaku. "Aku


hanya ingin tahu apa yang salah." Katanya kepadaku dalam nada
yang lebih lembut daripada apa yang telah digunakannya kepada
dokter.

"Kami menyiapkan tempat tidurnya sekarang dan dia akan segera


dipindahkan. Saya menyarankan agar Anda sekalian pergi
beristirahat dan Anda dapat melihat wanita muda ini pertama di pagi
hari. Sekarang dia membutuhkan istirahat."

Empat pasang mata berpaling untuk memelototi dokter yang malang.


"Kami tidak akan pergi." Mereka semua mengatakan hal yang sama.
"Emmie adalah milik kami. Kami tinggal dengan dia."
Shane memberitahunya.

Dokter pergi, kesal dan menggerutu pelan. Tapi aku merasa dihargai.
Terutama ketika Drake dan Jesse dengan lembut meremasku diantara
kedua tubuh mereka dalam pelukan. "Aku sangat takut." Jesse
berbisik di rambutku. "Ya Tuhan, Em! Kamu seharusnya
mengunjungi dokter sebelum sekarang."

Aku mencengkeram erat padanya. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik


sekarang."

"Ini bukan tidak apa-apa!"

Kepalaku terangkat mendengar nada berapi-api Nik. Dia biasanya


seorang yang tenang. Salah satu yang tetap tenang ketika tiga
lainnya sudah siap untuk merobek suatu hal menjadi terpisah. Tapi
saat aku melihat ia mendorong kursi dokter begitu keras hingga
meluncur sepanjang ruangan dan jatuh ke samping ketika menabrak
dinding. Jari-jarinya menyapu rambut cokelat pasir tebalnya dan
menarik ujung seperti orang gila.

"Axton bilang kau tidak sadar ketika ia pertama kali kau di sini!
Emmie tidak sadarkan diri! Apakah kau tidak mengerti seberapa
serius ini? Tidakkah menyelinap dalam perhatianmu bahwa orang
terbunuh karena dehidrasi!" Dia berpaling dari kami dan benar-benar
meninju dinding.

Hatiku sedikit hancur karena kemarahannya. Selama beberapa menit


kami semua diam, sementara Nik bersandar di dinding yang baru
saja ditinjunya, terengah-engah. Drake mencoba untuk tetap tenang,
dengan pelan menjalankan jari-jarinya melalui ujung rambutku,
menggosok punggungku. Jesse hanya berdiri di sana, memegang
tanganku. Shane mondar-mandir, seperti biasa saat dia tertekan.

"Nik..." aku membisikkan namanya, tak mampu menjangkau jarak


diantara kami sekarang. Aku tidak bisa pergi kepadanya, selang infus
dan monitor jantung telah menjebakku di tempat tidur. Tapi aku
butuh dia untuk memelukku lebih daripada orang lain.

Dia mengembuskan napas panjang dan berbalik menghadapku.


Tangannya menggosok pipinya, menyatakan padaku bahwa ia telah
menangis. Saat itulah aku melihat darah di buku-buku jarinya.
Jarinya tergores. "Nik." Aku menjauh dari Jesse dan Drake dan
membuka kedua tanganku untuk dia, diam-diam memintanya untuk
datang kepadaku.

Drake menyingkir dari jalan Nik saat dia menyeberang kepadaku.


Dia duduk di tepi tempat tidur dan aku membungkuskan diriku di
sekeliling tubuhnya. Lenganku melilit lehernya dan dia menarik
kepalanya ke dadaku. "Aku baik-baik saja." Bisikku ke telinganya
dan ia gemetar. "Aku di sini."

Lengan yang kuat mengencang di sekitarku hampir menyakitkan.


"Maafkan aku Emmie. Aku sangat menyesal "Aku tidak mengatakan
apa-apa, hanya menggoyang tubuhnya sementara dia menangis.
***

Bab 7

Cahaya temaram di saring melalui jendela dengan tirai plastik. Aku


mengerang pada gangguan untuk tidurku dan berbalik memunggungi
jendela, tak ada yang aku inginkan selain tidur kembali.

Rasa sakit dilenganku karena aku bergerak membuatku membuka


mata lagi. Aku tidak bisa menggerakkan lengan ku karena selang IV
(infus) ku tidak akan mengizinkannya. Peristiwa malam sebelumnya
datang kembali ke dalam pikiran berkabut tidurku dan tanpa berpikir
tanganku menutupi perut bawahku. Bayi perempuanku berada di
sana.

Dengkuran dalam di sekitar ruangan membuatku mengangkat


kepala. Staf keperawatan telah di buat jengkel dan senang oleh
penjagaku ketika aku dimasukkan ke dalam kamar pribadi malam
sebelumnya. Beberapa dari mereka adalah fans Demon’s Wings;
yang lainnya hanya kagum karna ada roker di gedung yang sama
dengan mereka.

Kursi dibawakan tanpa harus meminta, bersama dengan bantal dan


selimut. Sekarang para pria ku tersebar di seluruh ruang tidur seperti
orang mati. Dengan senyum bahagia di bibir aku meraih tangan yang
berbaring paling dekat denganku sendiri di tempat tidur. Jesse benar-
benar tersentak ketika aku menyentuhnya. "Emmie?"

"Aku masih disini." Aku meyakinkannya.

Dia menggosokkan tangan pada wajahnya. "Aku butuh kopi."

"Kita berdua membutuhkannya." Nik bergumam dari kursinya


berjalan ke sisi kananku. Dia menggeliatkan lehernya ke kiri dan
kanan, berusaha untuk memelemaskannya. "Aku akan pergi mencari
kopi untuk kita." Dia berdiri dan mendaratkan sebuah ciuman di
kening ku. "Butuh sesuatu, baby girl?"
"Sesuatu yang dingin dan rasa jeruk?" mulutku terasa lengket.

"Kau mendapatkanya." Dia berjanji dan menciumku lagi.

Aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya sampai dia tak


terlihat. Jesse menggelengkan kepalanya. "Bodoh." Dia bergumam
sambil bernapas.

"Diam, Jess." Terkutuk dia karena melihat semuanya!

"Hanya mengungkapkan kebenaran, Em." Dia berdiri, mengeretakan


leher dan punggungnya sampai ia mampu bergerak dengan mudah.
"Wow, kau terlihat lebih baik. Aku belum melihat warna di pipimu
selama seminggu ini."

Drake dan Shane sudah bangun ketika Nik kembali dengan kopi dan
minuman dingin untuk ku. Rasa lemon soda jeruk itu seperti surga
untuk indra pengecapku dan aku meneguk setengahnya sebelum
berhenti dan bersendawa. Para priaku menertawakanku karena aku
bisa bersendawa lebih baik dari mereka semua.

Seorang perawat dengan rambut abu-abu pendek masuk tanpa


mengetuk. Sebuah papan klip di satu tangan dan sebuah mesin kecil
di tarik bersama dibelakangnya dengan tangan yang lain. Dia
menggelengkan kepalanya kepada para priaku, dan memutar
jalannya melalui mereka untuk sampai padaku. "Kau keliahatannya
sudah boleh pulang, Miss Jameson."

Aku mendesah lega. "Terima kasih Tuhan."

"Biarkan aku memeriksa tekanan darah dan suhu tubuhmu, sayang."


Dia meletakkan sebuah manset pada lengan ku yang tanpa IV (infus)
dan termometer di bawah lidahku. Sambil menunggu untuk mencatat
tanda-tanda vital dia melirik kesekelilingnya. "Kalian tak apa-apa
melihat darah?"

"Ya, ma’am." Jesse meyakinkan perempuan itu. "Tapi memangnya


apa yang akan anda lakukan?"

"Saya harus mengambil selang infus di lengan Miss Jameson. Jika


Anda tidak bisa melihat darah maka saya sarankan Anda keluar
sampai dia selesai dibalut."

Aku memandang cepat pada Shane. "Mungkin kau harus pergi untuk
mendapatkan kopi lagi." usulku. Dia tidak harus di suruh dua kali.
Pria itu bisa melihat darahnya sendiri sepanjang hari, kecuali darah
orang lain dan dia cenderung takut.

Perawat itu tertawa sambil menarik manset dari lengan ku, menulis
beberapa hal di papan klip dan kemudian meraih lenganku yang
berinfus. Benda itu dibalut dengan baik dan ketat dan aku tidak bisa
menahan rengekkan selama perawat menarik perban lepas.
Kemudian ia menggerakkan pelan-pelan jarum dari lenganku dan
menambalku dengan perban kecil.

"Baiklah sayang, ini ada petunjuk dokter. Ikuti dengan dokter


pribadimu minggu depan. Kembalilah jika kau merasa pusing lagi,
tidak bisa menahan muntah, atau demammu parah." Dia merobek
lembaran atas kertas dan menyerahkannya bersama dengan sepotong
kertas kecil. "Dan resep untuk vitamin. Saranku minum itu sebelum
tidur karna vitamin itu cenderung mengacaukan perut."

"Vitamin?" Jesse mengerutkan dahi. "Hanya itu? Hanya vitamin?"


"Tidak banyak yang bisa kita berikan padanya." Perawat itu
mengatakan padanya sambil berputar ke arahnya.

"Kenapa tidak?" Drake menuntut, berdiri di sebelah pemain drum.


"Dia sangat menderita!"

"Guys…"

Perawat itu hanya tertawa dan aku mengerang, tahu hal ini akan jadi
masalah besar. "Seorang bayi tidak benar-benar memenuhi syarat
sebagai penyakit yang serius, sayang."

"Apa…" Jesse.

"…Itu…" Drake.

"SIALAN!" Nik.

"Emmie!?!" Jesse lagi. Dia sudah disampingku seketika. "Hal sialan


apa yang dia bicarakan, seorang bayi?" Matanya terbakar dengan
kemarahan bingung.

Aku menghela napas dan menyibak rambut dari wajahku,


mengetahui bahwa aku harus menghadapi ini. Aku ingin
mengatakannya secara perlahan pada mereka. Tapi, terima kasih
pada perawat itu, aku harus melakukannya sekarang. Aku belum siap
untuk ini! Aku belum siap untuk mengatakan apapun pada mereka.

Tentu saja mereka ingin tahu semuanya.

"Aku hamil." Akhirnya aku memberitahukan padanya dan melihat


mata gelapnya melebar. Hidungnya mengembang dan aku teringat
pada banteng yang mengamuk. Hebat! Aku membelalak pada
perawat itu. Wanita itu bergumam permisi dan pergi keluar. Ya,
kemudian mudah untuk menentukan siapa orang yang paling tidak
aku sukai di dunia ini.

"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?" Drake menuntut.

Walaupun situasi sangat serius aku benar-benar tertawa padanya.


"Maksudmu kau tidak tahu caranya, Drake?"

Dia memberikan tatapan yang meremukkan padaku dan aku


kehilangan senyumanku. "Jangan coba melucu, Em. Kau tahu apa
yang sebenarnya kumaksud."

"Tentang apa semua teriakan-teriakan itu?" Shane menuntut, berjalan


kembali kedalam ruangan.

"Emmie hamil." Jesse membentak.

"Bagaimana mungkin?" dia menuntut, melihat kearahku dengan


terkejut. Ya, kau bisa mengatakan siapa saudara biologis di band ini.

"Siapa?"

Mataku memusatkan perhatian pada Nik dan pertanyaan yang


diucapkanya dengan pelan "Apa?"

Mata dinginnya itu yang selalu bisa melihat kedalam relung jiwaku
sekarang terbakar. "Siapa, Emmie? Siapa ayahnya?" Dan dia
memandang lurus pada Jesse. "Atau apakah aku sudah tahu."
"Apa?" Aku tak percaya bahwa dia berpik itu Jesse…

"Apa maksudmu, Nik!" Jesse marah pada temannya. "Kau pikir aku
akan..? Apa kau sudah gila? Dia mungkin seksi, tapi aku tak pernah
menyentuhnya! Dia seperti saudara bagiku."

"Aku tak percaya padamu." Suara Nik sedingin es dan aku tahu saat
itu juga bahwa ia lebih dari marah. Nik hanya akan sangat dingin
ketika ia benar-benar marah. Aku tidak yakin bagaimana atau bahkan
kenapa dia sangat marah. Para pria lainnya marah, pasti. Tapi tidak
seperti Nik. "Aku melihat cara kau menatapnya. Aku lihat
bagaimana dia selalu menempel padamu."

"Nik…" Aku hancur ketika dia menatap kembali padaku. Untuk


sesaat aku tak mampu bernapas selama aku mendapatkan kegusaran
di mata indahnya. Dia tak pernah melihat ku seperti itu sebelumnya.
"Nik, bukan Jesse ayahnya."

"Lalu siapa, Em?" Dia melintasi ruangan dengan sangat cepat. Dia
menyandarkan tangannya di tempat tidur kedua sisiku dan
mendorong wajahnya sangat dekat bahkan aku bisa merasakan kopi
di napasnya. "Siapa yang menyentuh mu?!"

Aku tak bisa berkata-kata. Tak bisa membentuk kata-kata yang dia
inginkan untuk aku katakan. Bagaimana bisa aku mengatakan
padanya ketika dia berpikiran seperti itu? Kenapa dia menuduh
seperti itu? Laki-laki ini yang telah menyaksikan seluruh
kehidupanku, yang telah menyanyikan lagu tidurku, yang telah
mencintaiku seperti saudara, dan memperlakukanku seolah aku ini
istimewa... Dia terlihat seperti benci padaku sekarang dan aku tak
mengerti itu.
Drake mendorongnya kembali. "Hentikan, Nik. Tak bisakah kau
melihat bahwa dia takut padamu sekarang?"

"Cukup katakan siapa!"

"Kenapa?" Aku berteriak. "Kenapa kau sangat ingin tahu?"

"Supaya aku bisa membunuhnya!" Dia berteriak.

Air mataku mengalir. "Ada apa denganmu, Nik? Kenapa kau


bersikap seperti ini?"

"Axton? Dia mendekatimu beberapa bulan yang lalu. Apakah dia?


Aku melihatnya malam kemarin dan tangannya selalu menyentuh
mu." Dia berjuang membebaskan dirinya dari Drake dan aku takut
jika Drake tak mampu menahannya dia akan memukulku. "Apakah
dia!?"

"Bukan!"

"Siapa!"

Jesse memposisikan dirinya antara aku dan Nik, tapi dia memutar
kearahku dan menggenggam tanganku. "Katakan padanya, Em.
Katakan padanya supaya dia bisa tenang."

"Aku…" Aku menggeleng. Jika aku katakan yang sebenarnya maka


aku harus mengatakan tentang itu juga. Aku tak bisa bersembunyi
lagi. Aku akan sangat malu.

"Seseorang dalam ruangan ini?" Nik bertanya. "Benar?"


"Ya." Aku berbisik dan kepala Jesse tersentak seolah-olah aku
menamparnya. Matanya bertemu dengan mataku dan aku tahu
bahwa dia tahu jadi aku mengalihkan pandangan ke tempat tidur.

Nik mendengar ku. Seperti dia memiliki pendengaran supersonik


karna aku bahkan tak mendengar suaraku sendiri. "Siapa, Em?
Katakan padaku siapa." Apakah suaranya benar-benar pecah?

Aku menelan dengan kuat dan mengerjapkan air mataku, tapi itu tak
mampu untuk mencegahnya. "Nik…"

"SIAPA!"

"KAU!"
***

Bab 8

Jika aku memberitahumu bahwa itu mungkin bagiku melukai orang


yang kucintai apakah kau akan percaya? Itu memang benar. Aku
mengambil sesuatu yang sebenarnya bukan untukku. Aku
mengambilnya dan berpura-pura tidak melakukannya. Aku
mengambilnya dan menghargai setiap detik sialan itu.

Aku adalah orang yang jahat. Aku mengambil keuntungan dari


seorang teman, dari seseorang yang telah menghabiskan masa
hidupnya untuk membuat hidupku lebih baik. Nik mempercayaiku.
Aku satu-satunya orang yang dipercayainya sepanjang hidupnya,
sehingga jika dia tidak percaya lagi maka tidak akan ada orang lain.
Dan aku menghancurkan kepercayaan itu.
Empat bulan yang lalu aku menjadi seorang yang lemah dan egois.
Tapi sampai hari ini, detik ini aku tidak menyesalinya. Aku hanya
membiarkan diriku memikirkannya saat aku berada sendirian
dikamar hotelku. Ketika cinta dan kebutuhanku pada Nik
membuatku kewalahan sampai pada titik dimana aku tahu aku tak
punya pilihan selain mengingat kembali saat malamku bersamanya.
***

Untuk sekali ini kami beristirahat sepanjang hari sebelum konser


dimulai. Aku senang karena ada badai diluar dan aku benci berada di
bus selama hujan badai. Bahkan diumur 21 tahun pun aku masih
takut akan petir.

Aku meringkuk dalam selimutku dan mencoba untuk tidak berpikir


macam-macam tentang badai yang mengamuk diluar. Namun itu tak
ada gunanya. Jadi aku mengambil kunci kamarku dengan kunci
kamar yang lain dan beranjak keluar dari kamar. Lampu berkedap-
kedip kala aku berlari melintasi koridor dan membuka pintu kamar
Nik. Aku tahu seharusnya aku tidak melakukannya, sebab ada
kemungkinan aku tidak sengaja menyaksikan Nik sedang bercinta
dengan salah satu fansnya. Tapi guntur lebih menakutkan bagiku.

Ketika kubuka pintu kamarnya, aku terkejut menemukannya


sendirian dan tak lama merasa senang karena pada kenyataannya dia
tidak sedang bersama seorang pelacur. Lampu dikamar mandi
menyala dan pintunya sedikit terbuka, menjatuhkan cahaya lembut
disekitar ruangan. Dia sedang berbaring dengan satu tangannya
berada dibawah kepalanya sementara yang satunya...

Tangan satunya tengah membelai kejantanannya yang mengeras!


Aku tersentak, melihat untuk pertama kalinya Nik yang sedang
terangsang. Dia sepenuhnya telanjang, dan kejantanannya yang
panjang dengan puncak lebar membentang melewati pusarnya.
Bolanya, bulat sempurna mengetat saat dia melanjutkan gerakan
tangannya naik dan turun di kejantanannya yang berdenyut-denyut.
Mulutku mendadak mengering saat aku tanpa rasa malu melihatnya.

"Akhirnya." Dia melantur dan aku menyadari dia sedang mabuk.

"Akhirnya apa?" Aku menarik napas dalam-dalam, tidak dapat


menemukan suara yang lebih kuat.

"Kau akhirnya datang padaku. Oh Tuhan! Aku sudah nyeri


sepanjang malam hanya untukmu." Dia duduk dan mengulurkan
tangannya yang tidak membelai dirinya, sesuatu yang masih tetap
dilakukannya. Jemarinya bergoyang, menggodaku untuk datang
kepadanya. "Kemarilah, baby!"

Tanpa berpikir, aku maju ke arahnya dan meletakan tanganku


digenggamannya. Dengan sedikit tarikan dia menarikku jatuh ke
sampingnya ditempat tidur. "Sentuhlah!" Masih memegang
tanganku, dia membawanya ke kejantanannya dan menangkupkan
jemariku di sekelilingnya. "Apakah kau merasakan betapa aku
membutuhkanmu?"

"Ya." Bisikku, terpesona akan pemandangan jemariku yang


meluncur naik turun di kejantanannya yang besar.

Aku tahu ini salah. Nik mabuk dan berpikir aku adalah salah satu
dari fansnya yang datang untuk bermain cinta dengannya. Tapi
begitu aku menyentuh benda hidup yang mana itu adalah
kejantanannya, aku tahu bahwa aku tidak perduli. Aku
menginginkannya, sungguh menginginkannya sejak lama. Dan aku
mencintainya dengan cara yang tak bisa dilakukan oleh orang lain.

Tidak masalah aku masih perawan, dia kemungkinan besar tidak


akan mengingatnya begitu pagi menjelang, dimana waktu yang aku
rencanakan untuk telah pergi lama dari tempat tidur ini. Badai yang
mengamuk diluar sudah bukan hal yang penting lagi, pikiranku
teralihkan sepenuhnya ketika aku membungkuk dan mencium Nik.

Suara erangannya dalam, seksi dan membuatku merinding ketika


kurasakan lidahnya menyapu bibir bawahku. "Manisnya! Belum
pernah aku merasakan sesuatu yang semanis ini sebelumnya." Dia
melumat mulutku, membuatku pusing akan hasrat dan membuatku
kehilangan napas. Jemariku saling tertaut di rambut tebalnya,
membutuhkan sesuatu untuk dipegang saat dia memulai petualangan
liar ini yang hanya pernah kuimpikan dengan pria ini.

"Perlahan, baby." Dia terkekeh geli dengan suara yang kaya akan
godaan yang begitu kusukai. "Aku takkan kemana-mana."

"Aku sangat menginginkanmu." Ujarku padanya, tanpa


menghiraukan perasaanku terungkap di pikiran gelapnya yang
berkabut. "Aku membutuhkanmu, Nik."

"Oh Tuhan! Aku juga menginginkanmu, baby." Dia menangkup


wajahku, seakan mengingat setiap detilnya, namun aku juga
bertanya-tanya apakah dia benar mengenaliku. "Begitu cantik."
Bibirnya menyapu di sepanjang rahangku, lidah nakalnya meluncur
di leherku dan menghisap urat yang praktis berdenyut-denyut dari
dasarnya.

Dia menikmati waktunya berlama-lama denganku. Dengan hati-hati


melepas baju kaus & celana pendekku. Dia menjilati setiap inci
tatoku di pinggul, menggigit-gigit di sayap iblis hitam yang
mengelilingi gambar hati berwarna hitam dengan semua nama
mereka tertulis di dalamnya dengan tinta berwarna merah. "Sungguh
seksi sekali." Geramnya sebelum membalik tubuhku sehingga dia
bisa member perhatian lebih jelas tato yang menghiasi sebagian
besar punggungku. Sayap iblis yang berwarna gelap,
menggambarkan aku sebagai iblis bersayap itu dengan penulisan
gaya Gothic yang menyebutku adalah "Milik dari Demon's Wings,"
ditulis dengan huruf Goth.

Kurasakan kejantanannya menyenggolku, meluncur di sepanjang


celah pantatku dan aku melebarkan kakiku tanpa ragu. "Kau belum
siap untuk aku melakukan itu, baby. Pantat perawanmu itu harus
dijinakkan perlahan. Terutama ketika aku keras seperti ini...Belum
pernah aku sekeras ini, baby. Tidak pernah! Semuanya untukmu..."
Dia menggigit bahuku. Aku menjerit dari kenikmatan murni dari
rasa sakit sedikit yang mendalam di antara kakiku.

Ketika dia membalik tubuhku kembali ke punggungku dan


menyerang bibirku lagi, terlihat hilang dalam cecapan rasaku. Dia
menangkup payudara kecilku ditangan besarnya, membuatku
merona. Dia terbiasa dengan payudara yang besar daripada punyaku.
Nik adalah pecinta payudara dan aku tahu bahwa punyaku tidak
memukau dia sebelumnya. Tapi kelihatannya dia menyukainya.

Mulutnya meninggalkan mulutku dan menelan hampir keseluruhan


salah satu payudaraku saat dia mengisap putingku ke dalam mulut
panasanya. Aku menjerit, menyukai sensasi tarikan yang
ditimbulkan saat dia menghisap. Jemarinya menarik putingku yang
lain, tidak mau melewatkannya sedikit pun. Setelah beberapa menit,
mulutnya berpindah ke payudaraku yang lain sementara jemarinya
bergerak meluncur ke bawah, membelai sepanjang pusarku dan
semakin turun.

Ketika dia mencapai kewanitaanku, dia mengangkat kepalanya dan


melihat saat jemarinya membuka lipatanku. Sebuah erangan tersiksa
keluar dari mulutnya. "Sungguh basah untukku." Dia tampak
terpesona dengan rambut pubisku. Aku selalu membersihkannya
dengan waxing kecuali pada bagian yang disebut orang-orang garis
landasan di sepanjang lipatan luarku. Dari cara dia menatapku begitu
intens pada rambut pubis keriting pirangku, aku mengambil
kesimpulan dia menyukainya. "Apakah rasamu sama bagusnya
dengan aromamu, baby?"

Sebelum aku bisa menjawabnya, dia telah pindah dan memposisikan


mulutnya diklitorisku. Aku menjerit saat dia menghisap pusat intiku
dengan mulut panasnya. Punggungku melengkung dari ranjang saat
dia menghisap dan terus menghisap hingga aku tak bisa bertahan
lagi dan akhirnya orgasme dimulutnya. Cairanku melimpah ruah
dipintu kewanitaanku dan dia merintih sambil membersihkanku
hingga tetes terakhir.

Ketika dia mengangkat kepalanya, wajahnya berkilauan dengan


bukti gairahku. Nik tidak bersusah payah untuk mengelapnya ketika
dia menciumku. Rasaku di lidahnya sungguh memalukan pada
awalnya, tapi kemudian aku dapat merasakan seutuhnya hal itu dan
mengerang akan betapa eksotisnya rasa ini.

Dia berbaring terlentang dan membawaku ke atasnya. "Katakan kau


milikku." Tuntutnya.

"Aku milikmu." Jawabku tanpa keraguan. "Semuanya untukmu,


Nik!"
"Bawa aku ke dalam dirimu, baby. Jadikan aku bagian darimu." Jika
aku bisa berhenti berpikir sejenak, aku mungkin akan menyarankan
kondom. Tapi saat ini aku mungkin telah terlalu terangsang.
Pengaman adalah hal paling jauh yang ada di pikiranku saat aku
meluncur turun ke kejantanannya.

Aku menggigit bibirku dan menelan balik tangisan kesakitanku saat


dia mencoba menerobos penghalang keperawananku. Dia terengah-
engah saat aku memulai gerakan turun sampai ke dasar. "Begitu
nikmat. Sungguh sangat ketat." Desisnya. Tangannya dipinggulku
menahanku untuk tetap stabil. "Tahan sebentar, cantik. Jika kau
bergerak sekarang aku akan mempermalukan diriku dan meledak
terlalu cepat di dalammu."

Aku dengan senang hati memberinya semua waktu yang dia


butuhkan karena aku sendiri sedang berjuang untuk menampungnya.
Aku membungkuk ke depan hingga putingku menelusuri dadanya
dan menciumnya. Lidahnya bergelut dengan lidahku dan kurasakan
otot intiku mengendur, membuatnya pas untuk diatur. Aku mulai
bergerak diatasnya tapi tangannya mengencang dipinggulku,
memaksaku untuk tetap diam.

"Belum sekarang." Ucapnya. "Aku terlalu dekat untuk keluar."

"Nik!" Aku perlu bergerak sekarang. Aku terbakar lagi untuknya.

Memahami kebutuhanku, ibu jarinya menggosok klitorisku. Aku


berteriak menikmatinya. "Kumohon. Aku hampir sampai." Dia
melepaskan pegangannya di pinggulku dan aku mulai bergerak maju
dan mundur dengan hati-hati. Otot dalamku menegang saat
pelepasanku mulai dekat. Jempolnya terus menggosok dan memutar
dengan cepat di atas klitorisku, memburuku hingga aku sampai ke
tepian jurang orgasme.

"Nik!" Aku tak bisa bertahan lebih lama. "Sialan, Nik!"

"Baby...!" Punggungnya melengkung saat melepaskan dirinya di


dalam diriku.

Aku jatuh di dada kerasnya, mencoba untuk bernafas. Lengannya


mendekapku erat dan dia mencium bahuku. "Sungguh
menakjubkan." Gumamnya setengah tertidur. Aku tersenyum di atas
dadanya yang berkeringat basah sambil mengangguk setuju.

Pada saat aku telah bisa mengatur napas, Nik telah terlelap. Aku
benci meninggalkannya, tapi aku tahu aku tidak bisa tinggal
sehingga aku turun dari atas tubuhnya. Dia mengigau sesuatu hal
yang tidak bisa kupahami saat dia berguling menjauh dariku. Aku
cepat-cepat berpakaian dan pergi meninggalkannya.

Keesokan harinya ketika berprilaku seperti Nik yang telah lama


kukenal, aku tahu dia tidak mengingat apa-apa. Sebagian kecil diriku
mati perlahan didalam, namun sebagian besarnya terlihat lega. Aku
tak bisa menghadapinya bila dia tiba-tiba memperlakukanku berbeda
karena kejadian spontan dimana aku terlalu lemah untuk berkata
tidak.
***

Bab 9

Sekarang saat aku duduk memakai sebuah baju rumah sakit,


menatap pria yang kucintai setelah sebelumnya berteriak padanya
bahwa ia adalah ayah dari anakku, aku tidak bisa mengatasi rasa
malu yang melandaku. Aku mengambil keuntungan dari seseorang
yang aku cintai, satu-satunya orang yang bisa memilikiku begitu
menyeluruh. Air mata mengalir di wajahku dan aku tak bisa
menahan isakan pelan yang keluar dariku.

Semua kemarahan tampaknya menguap dari Nik. Dia jatuh dalam


pelukan Drake, menyebabkan pria besar itu hampir menjatuhkannya.
"Apa?" Dia berbisik.

"Kau, Nik." Isakku. "Kau adalah ayahnya."

"Tidak...aku..." Dia menggeleng. tidak..."

Hatiku lebih hancur lagi karena aku tahu bahwa dia tak akan pernah
menjadi kekasihku jika dia tidak mabuk, jika ia tidak berpikir bahwa
aku adalah orang lain. Ya Tuhan, aku orang yang hina. Tidak lebih
baik dari seorang pemerkosa yang mengambil keuntungan dari
seorang gadis yang mabuk. Aku menerima dia untuk berkata 'tidak'.
Dan aku tahu bahwa Nik akan berteriak 'tidak' padaku kalau ia tahu
bahwa aku adalah gadis yang berhubungan seks dengannya malam
itu.

Aku menyeka wajahku, membenci air mataku. "Ya, Nik."

"Ini adalah mimpi. Aku memimpikannya." Dia tersentak menjauh


dari Drake, mendorong Jesse yang menghalangi jalannya dan jatuh
berlutut di sampingku. "Benarkah?"

Menolak untuk menatap matanya aku menggeleng. "Maafkan aku,


Nik. Maaf aku mengambil keuntungan darimu. Tolong...tolong
jangan membenciku." Kata yang terakhir keluar berupa bisikan
serak.

Suasana di sekitar ruangan ini begitu hening bahwa kupikir mungkin


yang lain telah meninggalkan kami dan aku tidak
memperhatikannya. Tapi ketika Jesse mulai terkekeh dan para
saudara prianya segera bergabung aku tahu bahwa aku tidak
mendapat keberuntungan. Aku memberikan tatapan paling dinginku
pada mereka. "Hal ini tidak lucu! Aku seperti memperkosanya."

Sekarang ini Nik yang terkekeh dan aku ternganga, tidak dapat
memahami bagaimana ini menjadi sesuatu yang lucu. Ketika ia
melihat betapa kesalnya aku dia berhenti tertawa padaku dan
menggelengkan kepalanya. "Ayolah, Em. Tidak mungkin kau
mengambil keuntungan dariku. Dan ini bukanlah pemerkosaan
ketika itu hubungan suka sama suka, sayang."

"Kau tidak tahu itu aku. Kau berpikir bahwa aku adalah salah satu
dari fans pelacurmu." Air mata lebih banyak lagi mengalir di
wajahku.

Matanya menyipit padaku. "Apa yang kau katakan! Aku mungkin


mabuk, tapi aku tahu siapa dirimu, Emmie. Aku telah bermimpi
tentang hal itu jauh lebih lama dari yang seharusnya. Itu sebabnya
ketika aku terbangun keesokan paginya aku hanya berpikir itu adalah
mimpi. Sebuah mimpi basah, tentu saja, tapi masih hanya sebuah
mimpi."

Para pria yang lain membuat kebisingan dan Jesse memberi Nik
tatapan tajam. "Terlalu banyak info, bung. Terlalu banyak info. Kami
tak perlu tahu apa-apa tentang itu."
Kata-katanya membuat aku syok. Jauh di lubuk hatiku, aku merasa
dinding yang telah kubangun di sekeliling hatiku runtuh perlahan.
Nik tahu bahwa itu aku. Malam itu, malam indah itu yang telah
menghantuiku selama berbulan-bulan saat dia bercinta denganku—
bukan dengan salah satu pelacur yang tak terhitung jumlahnya! Aku
tidak bisa merangkai kata-kata, mulut dan pikiranku tak tahu
bagaimana untuk bekerja sama saat ini. Jadi aku hanya duduk di
sana di tempat tidur rumah sakit dan menatap dengan mata
terbelalak pada ayah dari anakku.

"Emmie..."

Pintu terbuka dan memotong apapun yang hendak ia katakan.


Seorang perawat masuk mendorong kursi roda di depannya. Dia
tidak terlihat senang. Dari kerutan permanen di sekitar bibir dan
matanya kupikir wanita ini jarang tertawa dalam lima puluh tahun
kehidupannya. "Nah, karena semua teriakan telah berhenti saya pikir
aman untuk masuk tanpa takut kehilangan anggota tubuhku. Apakah
Anda membutuhkan bantuan untuk ganti pakaian Nona Jameson?"

Aku menggelengkan kepala dan ia mengalihkan pandangan


tajamnya pada para priaku. "Saya sarankan menempatkan mobil
Anda di sekitar pintu masuk utama sehingga kita bisa memulangkan
wanita muda ini."

Shane meringis. "Aku akan pergi memanggil taksi." Aku


memberinya senyuman. "Terima kasih."

Perawat itu, aku menjulukinya Si Galak karena dia mengingatkanku


pada kurcaci dari Kisah Putih Salju dengan rambut abu-abu dan
perawakan pendeknya, mengusir yang lain keluar dari ruangan. "Dia
perlu berpakaian. Saya tidak peduli apa hubungan kalian dengan, dia
tidak mengganti pakaian dengan adanya kalian di sini."

Nik memelototi wanita tua kecil itu dan aku tahu bahwa dia akan
mungkin menggeram pada wanita itu jadi aku meraih tangannya dan
sedikit meremasnya. "Tidak apa-apa. Aku akan keluar dalam
beberapa menit."

Jesse meletakkan tangannya di bahu Nik. "Mari kita pergi, bung.


Ada banyak waktu untuk bicara nanti. Dia tidak akan ke mana-
mana."

Nik dengan bahu tegang mengikuti Drake keluar pintu dengan Jesse
mengikuti tepat di belakangnya. Di pintu Jesse berhenti dan melirik
ke arahku. "Kami akan berada di luar. Oke?"

Aku mengangguk dan menunggu sampai pintu ditutup di belakang


mereka sebelum meraih pakaian yang kukenakan malam
sebelumnya. Pakaianku terlipat rapi di lemari kecil yang juga sebuah
nakas disamping tempat tidur kecil yang tidak nyaman. Perawat
membantuku karena kakiku masih gemetar. "Kamu perlu banyak
istirahat, sayang."

Kekasaran dalam suara Galaknya sudah hilang sekarang.

"Aku akan pergi untuk liburan hari ini. Aku berencana untuk tidak
melakukan apapun selain berbaring di pantai di bawah sinar
matahari yang hangat."

Perawat itu mengangguk. "Hanya saja jangan terlalu banyak terkena


sinar matahari. Itu tidak baik untuk bayinya."

Aku terhuyung, menyadari bahwa aku tak tahu apa yang baik atau
tidak untuk bayiku. Air mata segar menusuk di mataku. Aku tak
ingin menyakiti bayi perempuanku dengan cara apapun, sama sekali.
Setelah masa kecil yang aku alami di mana ibuku bertindak kejam
padaku, aku bersumpah untuk memastikan bahwa anakku hanya tahu
cinta dan kasih sayang. Aku menarik keluar foto yang teknisi berikan
padaku malam sebelumnya dari saku celana jeansku di mana aku
menyembunyikannya sehingga para priaku tidak akan melihatnya
dan merapikan tepian foto itu.

"Ada situs web yang tak terhitung jumlahnya yang dapat kau
kunjungi untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan pada kehamilan pada setiap tahap." Perawat
menyarankannya saat dia membantuku duduk ke kursi roda. Entah
bagaimana dia berhasil menahan pintu terbuka dan mendorongku
keluar tanpa kesulitan apapun.

Aku mengeluarkan ponselku dan membuka internet, sudah mengetik


kata kunci di mesin pencari sehingga aku bisa melihatnya nanti.

Para pria bersandar di dinding ketika kami keluar. Jesse


mengerutkan dahi ke arahku ketika ia melihat ponselku. "Sialan,
jangan! Kau akan beristirahat, bukan bekerja." Dia merebut telepon
dari tanganku sebelum aku bisa mengatakan apa-apa dan
mematikannya.

"Tapi aku tidak..."

"Apa itu?" Nik mengangguk ke gambar yang telah tergenggam di


tanganku.

Aku menyodorkannya pada Nik saat yang lain melangkah ke sisiku


sementara perawat mendorongku menuju lift. "Ini gambar USG si
bayi." Aku menggigit bibir saat ia meraih foto mengkilap itu dengan
tangan sedikit gemetar.

Saat ia menatap untuk pertama kalinya gambar anak kami, aku


mengamatinya dengan cermat. Dia tampak pucat, mata biru esnya
berkaca-kaca, tapi aku melihat senyum kecil tersungging dibibirnya
saat ia menatap pada foto di tangannya yang besar. "Indah."
Bisiknya.

Semua orang diam saat lift turun ke bawah. Jesse berdiri sebelah
kiriku, jari-jarinya mengelus leherku untuk menenangkan sementara
Drake menyandarkan kepala di dinding lift dan menutup matanya.
Nik tampak asyik dengan gambar anaknya sambil terus menatap
pada foto itu. Ketika perawat mendorongku keluar Shane sudah
mendapatkan dua taksi yang menunggu kami. Dia menahan pintu
yang pertama terbuka untukku.

Seolah-olah aku orang cacat Nik melangkah maju saat aku mulai
berdiri dan mengangkatku, menempatkanku di taksi dengan lembut
sebelum meluncur di sampingku. Drake membuka pintu dan
meluncur di sisi lainku meninggalkan Shane dan Jesse untuk
mengambil taksi kedua.

Perjalanan menuju hotel tampak seperti memakan waktu lama sekali


dan karena bagi Axton tidak butuh waktu lama untuk
menempatkanku ke ruang gawat darurat malam sebelumnya. aku
bertanya-tanya seberapa cepat dia telah mengemudi. Aku
menggelengkan kepala memikirkan hal itu. "Apa?" Tanya Drake.

"Tidak ada." Aku tahu lebih baik menyembunyikannya daripada


menyuarakan pikiranku. Para priaku secara berlebihan melindungiku
dan akan mengejutkan Axton jika mereka tahu bahwa ia telah
mengemudi seperti dalam balapan Indianapolis 500 sementara aku
berada dalam kendaraan yang sama. Dan mungkin mereka tidak
perduli bahwa aku dalam keadaan setengah sadar pada saat itu.

Tapi memikirkan keterampilan para rocker itu mengemudi


membuatku bertanya-tanya apa yang telah terjadi padanya. Aku
tidak melihat dia bahkan sebelum para pria tiba malam sebelumnya.
"Di mana Axton?"

Nik mengangkat bahu. "Tidak tahu. Jangan pedulikan."

Drake mendesah. "Dia mendapat telepon dari Gabriella dan


mengatakan ia sedang menuju kembali ke California. Dia berpesan
padamu bahwa dia berharap kau segera merasa lebih baik dan
menghubunginya ketika kau sudah mampu."

"Oh." Aku bertanya-tanya apakah Gabriella menghubungi karena


ada sesuatu yang salah dengan Alexis. Aku ingin mengirimi pesan
padanya untuk bertanya tapi tidak bisa karena Jesse masih
menyimpan ponselku. Raut wajahnya mengatakan padaku bahwa
meminta Nik agar aku bisa menggunakan ponselnya hanya akan
membawaku dalam masalah, jadi aku mengepalkan tanganku dan
mendesah.
***

Bab 10

Ini tidak mudah tapi entah bagaimana aku mendapatkan lima tiket
untuk kami semua dalam penerbangan ke Panama City malam itu.
Dari sana perjalanan ke rumah pantai kami memakan waktu satu
jam. Aku menyewa sebuah SUV besar yang bisa menampung kami
semua ditambah koper barang-barang kami kemudian mengatur agar
sisanya dikirim ke rumah. Drake mengemudi sementara Shane dan
Jesse naik di baris ketiga sehingga aku bisa berbaring di kursi
panjang di belakang.

Sudah larut malam dan aku lelah. Kami tidak banyak bepergian
menggunakan pesawat, kecuali para priaku harus berada di sebuah
acara penghargaan atau sesuatu seperti premier film yang hanya
melepaskan kami dari rangkaian tur kami untuk satu atau dua hari.
Aku benci terbang, aku selalu mengalami mual dan menghabiskan
sebagian besar waktu dengan kantong di tanganku atau di kamar
mandi. Itu tidak membuat morning sickness (mual karena hamil)
yang aku alami lebih baik dan pada saat kami telah mendarat para
pria mengancamku dengan mengunjungi rumah sakit lain. Tapi
ketika aku mampu menanggulangi rasa mualku dengan meminum
fizzy lemon lime soda mereka tidak mempermasalahkannya lagi.

Pada saat kami sampai di rumah pantai, yang secara teknis hanya
sebuah pondok besar, aku tertidur. Lengan yang kuat mengangkat
aku dan aku tidak repot-repot untuk membuka mataku saat kau
membungkuskan lenganku di leher Nik dan tertidur lagi.

Cahaya pagi yang cerah membanjiri jendelaku. Aku mengulurkan


tangan untuk tambahan bantal dan menariknya ke atas kepalaku
untuk menghalangi cahaya yang terang. Kandung kemihku
memprotes ketika aku mencoba untuk kembali tidur dan aku duduk
perlahan agar perutku tidak memiliki terlalu banyak alasan untuk
membenciku. Sepintas kamarku itu indah. Langit-langit berkubah,
pintu Prancis yang menuju balkon, dinding krem dengan karpet
cokelat lembut. Sebuah TV enam puluh inci tergantung di dinding di
seberang tempat tidurku, yang terbungkus selimut dan seprai yang
berwana beige dan krem yang nyaman.

Aku berdiri, melangkah ke kamar mandi yang terhubung dengan


kamar. Aksen hijau laut menghiasi dinding, lilin-lilin ada dimana-
mana dengan aroma segar kapas dan bunga melati. Ada bak mandi
jacuzzi dan sebuah shower pribadi. Aku tahu dari perjelajahan di
dunia maya saat online bahwa ini adalah kamar tidur utama dan
kamar mandi karena satu-satunya dengan jacuzzi dan bertanya-tanya
apakah para pria telah menempatkan aku di sini karena kemewahan
itu.

Jika demikian aku benci untuk memberitahu mereka bahwa aku


tidak bisa menggunakan jacuzzi karena aku hamil. Tetapi pikiran
bijaksana mereka menghangatkan hatiku. Tersenyum aku
menggunakan kamar mandi untuk mandi dengan cepat. Perutku
menggerutu untuk makanan dan aku punya keinginan gila ini untuk
bacon (daging babi/sapi asap) dan bubur jagung keju.

Di lantai bawah aku menemukan dapur modern dengan granit cantik


di atas konter dapur dan peralatan dari stainless steel. Sesuai
permintaanku kulkas dan dapur terisi penuh dengan makanan dan
minuman ringan. Tapi aku tidak bisa menemukan bacon atau bubur
jagung dimanapun. Aku tidak meminta barang-barang itu, aku
bahkan tidak memakan bubur jagung sejak aku masih kecil.

Perutku menggeram dan aku mendesah. Tidak ada lagi yang


terdengar menarik. Aku tidak tahu apakah aku bisa memakan
makanan yang lain jika aku tidak bisa mendapatkan bacon dan bubur
jagung keju. Menarik keluar Sprite aku membuka botol itu dan
meneguknya sedikit.

"Pagi, Em." Shane datang melalui pintu geser yang mengarah luar.
Dia penuh keringat karena baru saja selesai berjalan di pantai.
"Bagaimana perasaanmu?" Dia bertanya sambil membuka lemari es
dan mengeluarkan sebotol air.

"Aku lapar." Kataku dengan sedikit cemberut.

"Itu kabar baik." Dia terduduk di kursi di meja dapur. "Dapatkah


kamu membuatkan aku sesuatu juga?"

"Kita tidak punya bubur jagung." Ada getaran dalam suaraku dan
gilanya sebuah air mata lolos dari mata kiriku. Aku akan menangis
jika tidak mendapatkan bubur jagung? Apa-apaan ini!

Shane, melihat air mataku cepat untuk menenangkanku. Dia


mengambil tanganku dan memberinya sedikit remasan. "Jadi buatlah
sesuatu yang lain, sayang."

Aku menggeleng. "Aku ingin bubur jagung." Bisikku. "Aku kira ini
semacam keinginan gila dalam kehamilan karena aku tidak berpikir
aku bisa makan apa pun. Aku ingin bacon dan bubur jagung
keju...Sama seperti yang dibuat oleh ibuku ketika dia benar-benar
sadar." Dadaku sakit hanya karena berpikir tentang ibuku,
menyebabkan rasa sakit yang mendalam menyeruak keluar dan aku
mulai tersedu-sedu.

Shane yang malang kebingungan. Aku mendengar langkah kaki yang


bergegas ke dapur. Suara marah Jesse menuntut untuk mengetahui
apa yang sedang terjadi dan kemudian lengan yang kuat melilitku.
"Em? Apa yang salah sayang?"

Tapi aku tidak bisa menjawabnya jadi aku hanya membenamkan


wajahku di lehernya dan terus menangis. Aku tidak menangis untuk
ibu aku ketika dia meninggal. Pada waktu itu aku sudah sangat lega.
Dia adalah mosnter dari jenis terburuk. Aku menjadi sasaran
pukulannya secara teratur. Tumbuh di sebuah trailer yang selalu ada
setengah botol-botol minuman kosong tergeletak di sekeliling
dengan pipa ganja dan jarum heroin, mengherankan bahwa aku
ternyata tumbuh setengah normal.

"Dia ingin bubur jagung." Aku mendengar Shane menjelaskan


kepada Jesse. "Dengan bacon dan keju seperti yang dulu dibuat oleh
ibunya."

"Jadi pergilah dapatkan dia bubur jagung terkutuk dan bacon itu,
Shane!" Teriak Jesse, putus asa. Dia mengangkatku dan kemudian
duduk dan menempatkanku di pangkuannya. Aku mendengar Shane
bergerak cepat kemudian membanting pintu belakang saat ia berlari
keluar.

"Emmie, tidak apa-apa. Kami akan membuatkanmu bubur jagung,


sayang " Dia mengoyangku sekarang, suaranya yang ia digunakan
untuk menyakiti hal-hal kecil.

Aku menggeleng. "Ini tidak akan sama. Ini tidak akan terasa sama.
Dia membuatnya begitu baik. Aku menyukai bubur jagung itu. Itu
adalah favoritku."

"Oh, Emmie." Dia menghembuskan napas frustrasi. "Sayang, dia


hampir tidak ingat jelas sembilan puluh lima persen dari waktunya.
Mengapa kamu bahkan berpikir tentang dia sekarang?"

"Aku tidak tahu." Aku terisak lebih kencang. "Dia jahat dan aku
seharusnya tidak membiarkan dia masuk dalam pikiranku. Tapi...dia
adalah ibuku, Jesse." Hidungku berair. Dan tanpa berpikir aku
menyekanya di bahunya sambil dia terus menggoyangkan tubuhku
yang gemetar. "Yang bisa aku pikirkan adalah betapa aku ingin
semangkuk bacon dan bubur jagung dengan keju buatannya."

"Oke, sayang. Aku bersumpah kita akan mendapatkannya, dan aku


akan bekerja keras hingga rasanya sama seperti yang kau
inginkan...Hanya tolonglah berhenti menangis. Kau membuatku
bersedih." Ada sedikit getaran dalam suaranya dan aku mengangkat
kepalaku untuk melihat mata cokelat besarnya yang basah.

Tangisanku berhenti. Aku tidak menyadari bahwa rasa sakitku ini


rasa sakitnya juga. "M-m-maaf."

"Apakah ini bagian dari hormon-hormon kehamilan yang aku


dengar?" Dia bertanya sambil menjalankan tangan di atas kepala
botaknya. "Karena jika hal itu penyebabnya aku tidak berpikir aku
akan bertahan lama dengan omong kosong ini."

Aku tertawa. "Aku rasa begitu...Aku tidak pernah berpikir tentang


ibuku. Hal ini begitu kacau."

Aku tidak suka ini. Benci bahwa aku telah menghabiskan waktu
meski cuma sedetik menangisi si jalang yang jahat itu. Aku meringis
mengusap mataku dengan punggung tanganku dan menyadari bahwa
kemeja Jesse basah oleh air mata dan ingusku. "Oh. Maaf tentang
kemejamu."

Dia menariknya di atas kepalanya dan menggunakannya untuk


mengeringkan wajahku. "Ini hanya kemeja, sayang. Lihat, sekarang
lebih baik. Emmie-ku yang cantik kembali lagi." Dia mengecup
keningku dan bergerak sehingga aku kembali duduk sendiri dan dia
berdiri. "Aku butuh kopi."
Nik baru saja bergabung dengan kami, sepasang celana tidur
menggantung di pinggul rampingnya, ketika Shane datang dengan
dua kantong belanja. Dia tampak lebih dari sekedar kehabisan napas
sekarang setelah berlari. "Aku membeli semua bubur jagung yang
mereka punya, Em. Masing-masing satu jenis. Aku tidak tahu
apakah kita mendapatkan keju atau apapun yang kamu inginkan.
Jadi aku membeli jenis yang berbeda. Dan aku berharap bacon-nya
cukup."

Aku melemparkan tanganku di sekelilingnya, tidak peduli bahwa ia


masih bermandi keringat. "Terima kasih, Shane." Dia benar-benar
berlebihan tapi dia begitu manis, mendapatkan apa yang aku
inginkan karena aku telah begitu sedih.

Dia mencium pipiku. "Apa pun asalkan kau senang, sayang."

"Ada apa tentang bubur jagung?" Tanya Nik, menambahkan gula ke


cangkir kopinya. "Aku kelaparan."

"Em ingin bacon dan bubur jagung dengan keju." Kata Jesse sambil
membuka sebungkus bacon dan melemparkannya ke dalam panci di
atas kompor. "Jadi Em akan mendapatkan bacon dan bubur jagung
keju." Dia mengedipkan mata padaku saat ia mulai menempatkan
sisa belanjaan. "Seperti yang ibunya buat."
***

Bab 11

Dengan perutku yang kenyang karena bubur jagung buatan Jesse,


yang ternyata cukup spektakuler walaupun rasanya tidak menyerupai
buatan ibuku, aku memutuskan untuk menghabiskan sisa pagiku
berbaring di pantai. Kami mendapatkan pantai pribadi sekitar
seperempat mil luasnya dan aku mengambil keuntungan dari hal itu.

Drake membawakan kursi panjang untukku sementara aku


mengambil payung sehingga aku tidak terkena paparan sinar
matahari terlalu banyak. Dengan buku ditanganku dan botol air
minum di tempat minumku, aku siap. Aku mengambil buku What To
Expect When Expecting sehari sebelumnya saat kami di bandara tapi
aku belum bisa membaca melewati beberapa halaman pertama.

Mengatakan bahwa aku merasakan ketakutan tentang janin ini


adalah pernyataan yang meremehkan kenyataan sebenarnya. Tapi
aku berusaha mengatasinya. Setidaknya aku merasa lebih baik hari
ini dibandingkan dengan apa yang kurasakan selama ini. Rasa
mualku kelihatannya mulai mereda dan walaupun aku kelelahan tapi
aku merasa cukup istirahat.

Para priaku meninggalkanku untuk beberapa saat. Drake


menggumamkan sesuatu tentang kembali tidur setelah dia begitu
baik membawakanku kursi panjang yang berat. Aku senang
mendapatkan waktu untukku sendiri, sesuatu yang jarang
kudapatkan. Ini sungguh menyenangkan untuk meluruskan tubuh,
dengan sinar hangat matahari di atasku dan tidak harus khawatir
akan para priaku.

Menjelang siang aku kulemparkan bukuku ke kursi dan berdiri. Aku


merasa kelaparan dan berpikir betapa nikmatnya sandwich (roti
tangkup isi) keju panggang dengan tomat dan bacon. Saat aku
memasuki rumah melalui pintu samping yang langsung mengarah ke
ruang tamu, aku menemukan Shane dan Nik tengah menonton
Sports Center di televisi layar datar 90 inci yang tergantung di
dinding.

"Kalian lapar?" Tanyaku saat aku berjalan melintasi ruang menonton


menuju kamar mandi. Aku harus buang air kecil layaknya...Yah,
layaknya wanita hamil! Kandung kemihku terasa seperti seukuran
semangka karena terasa begitu penuh.

"Aku mau." Jawab Shane padaku. "Apa yang kau buat?"

"Sandwich." Jawabku, bergegas ke kamar mandi. Ketika aku duduk


di tiolet, rasanya sungguh melegakan hingga tak sadar aku
mengerang.

Setelah mencuci tangan, aku langsung menuju dapur dan mulai


menggoreng beberapa bacon. Kurasa ini menjadi makanan idamanku
sekarang, tapi aku tidak masalah. Bacon sungguh enak! Aku
membuat sepiring besar sandwich yang banyak. BLT (sandwich
tanpa isian daging), dengan keju panggang, dan dengan irisan daging
kalkun. Aku sedang memasukkan seiris bacon dimulutku ketika Nik
masuk.

"Oh Tuhan, baunya enak disini." Dia mengambil bir dari kulkas dan
membuka tutupnya. "Angin laut sungguh membuat seorang pria
menjadi lapar.”

Aku memutar mataku padanya, nyengir. "Benarkah? Dan sejak


kapan kau berada diluar untuk menghirup udara laut itu?" Dia
menyeringai malu dan mengambil sepotong BLT. "Rakus."

"Tidak bisakah aku tidak menahannya ketika kau membuat sandwich


terbaik didunia?" Dia menarikku mendekat ke arahnya dengan
tangannya yang bebas. Sepasang mata biru esnya itu menangkap
mataku dan aku terjebak di kedalaman indahnya.

Tangannya mengelus sisi tubuhku, membuat jantungku berhenti


berdetak. Aku tidak terbiasa dengan sentuhan Nik seperti ini. Aku
telah mendambakannya, ya. Tapi hingga saat itu aku tak pernah
berpikir akan menerima belaian kasih sayangnya. Ketika tangannya
menyentuh pinggulku, pinggulku yang ada tatonya dan menarikku
lebih dekat ke sisinya, aku mendekat dengan senang hati.

Aku mengangkat tanganku dan menyentuh dadanya. Jantungnya


berdebar-debar. Panas dari kulitnya membakarku dan aku
menyandarkan diriku padanya, ingin merasakan kulitnya yang
terlihat dari baju kausnya tepat diatas kerah bajunya. Aku ingin
menjilati lehernya dan menggigit kupingnya. Aku ingin...

"Makan siang." Drake masuk ke dapur sambil menggosokan kedua


tangannya, rambutnya berantakan karena tidur siang panjangnya.
"Mengagumkan, aku belum pernah lagi menikmati keju panggang
setelah sekian lama."

Merasa lemah, aku beranjak menjauh dari Nik. Dia menjatuhkan


tangannya di sisi tubuhnya dan rahangnya mengetat. Aku
menyiapkan sepiring sandwich keju panggang untuk Drake dan
menyodorkannya sekantong keripik sebelum menyiapkan sandwich
untukku sendiri.

Jantungku berdetak terasa seperti aku akan mati dan jemariku


gemetar saat aku mulai menyusun bacon dan tomat di atas keju
panggangku.

Yang lainnya turut bergabung dan kami semua duduk untuk


menikmati hidangan bersama. Ini terasa nyaman, sungguh sangat
menyenangkan. Kami jarang makan seperti ini. Biasanya hanya
makanan siap saji dan terburu-buru, tidak pernah masakan buatan
sendiri dan tidak pernah bersama-sama.

Liburan kali ini sungguh senilai dengan setiap sen uang yang aku
benci untuk dihabiskan.
***

Tidur siang sangat menyenangkan. Tidur malam adalah surga.

Aku tidur lebih banyak dalam dua hari terakhir ini daripada minggu-
minggu sebelumnya. Aku tertidur di kursi panjangku setelah makan
siang kemarin. Kemudian pagi ini aku tidur hingga siang setelah
pergi tidur jam 8 malam tadi malam. Dan sekarang sudah hampir
jam 3 sore dan mataku sudah terasa berat lagi.

Menguap, aku melempar bukuku ke handuk pantai di samping


kursiku dan meregangkan lenganku hingga ke atas kepalaku. Ketika
aku melakukan itu, bahan kain dari atasan bikiniku mengencang dan
aku menyadari sesuatu yang tidak aku sadari sebelumnya.
Payudaraku besar! Tampaknya kurang lebih naik satu ukuran lebih
besar dari ukuran normalku. Kabar ini menggembirakan hatiku dan
aku nyengir saat aku menutup mata. Hal kehamilan ini ternyata tidak
begitu buruk juga...

Tetesan air dingin menyentuh kulitku dan aku menjerit ketika aku
tersentak dari kursiku, kaget terbangun dari tidur indahku. Sambil
melotot pada Nik, aku mendorong kacamataku dari wajahku ke
rambutku. "Brengsek kau!"

Dia tertawa kecil dengan suara khasnya yang dalam dan seksi lalu
menjatuhkan diri di samping kursiku. Celana renang basahnya
menekan paha hangatku yang telanjang dan aku memukul perutnya.

"Kau membeku, Nik. Apakah airnya begitu dingin?"

"Tidak. Terasa pas untukku." Dia menarik kacamata dari kepalaku


dan memakainya di matanya. "Ini bagus." Dia memindahkan
lengannya hingga kepalaku berbantalkan bahunya daripada gulungan
handuk pantai yang sebelumnya kupakai. Dadanya sungguh dingin
untukku tapi aku meringkuk mendekatinya hingga kepalaku dapat
bersandar di dadanya. "Ayo kita membeli sebuah rumah di pinggir
pantai. Bukan yang seperti itu, tapi sesuatu yang menyerupainya.
Yang lebih besar."

Kubiarkan lengan hangatku memeluk pinggangnya, merasa nyaman


didalam pelukannya. "Sungguh?"

Dia mengangguk. "Aku suka pantai. Dan kau kelihatannya bahagia


disini. Kita tidak bisa tinggal selamanya di bus tur dan kamar hotel,
Em. Terutama sekarang." Jemarinya mengelusku lenganku naik
turun. "Apakah kau ingin tinggal di Florida atau di California?"

"Aku tak perduli." Dan memang aku tidak perduli. Sepanjang aku
bersama orang-orang yang kucintai, aku yakin aku bisa tinggal
walau itu di kotak kardus.

"Aku akan menelpon Rich nanti dan menyuruhnya mencari seorang


makelar. Aku ingin kita mendapatkan rumah sebelum musim panas
ini berakhir. Dan aku ingin mengatakan padanya bahwa tur untuk
musim gugur ini dibatalkan. Kita tak bisa banyak bepergian dengan
usia 7 bulan kehamilanmu."
Kepalaku mendongak. "Tunggu. APA? Kau tidak bisa membatalkan
tur."

"Tentu aku bisa. Kau tidak bisa ikut tur dengan kami selama hamil,
Em. Dan aku tidak ingin meninggalkanmu seperti itu di rumah. Rich
akan bisa mengatasinya." Dia membuatnya terdengar seperti masuk
akal, tapi itu hanya makin membuatku merasa bersalah. Dia
membatalkan sesuatu yang besar, hanya untukku. Aku tak bisa
membiarkannya berkorban sebesar itu.

"Nik..."

Dia mendorong kacamataku ke rambutnya. "Jangan berdebat


denganku, Emmie. Tidak ada satupun yang kau katakan akan
mengubah pikiranku. Ada hal yang lebih penting dibanding dengan
tur bodoh sialan itu."

Aku rasa aku jatuh cinta sekali lagi padanya saat ini. Aku tak bisa
menahan senyum yang mengembang di wajahku saat aku kembali
bersandar di otot dadanya yang keras. "Terserah apa katamu, Nik."

"Itu benar, sayang." Kami berdua tertawa dan kemudian kurasakan


bibirnya di rambutku. "Mari kita tidur siang. Aku kelelahan."

"Ide yang bagus." Aku bergeser sehingga kakiku terjalin dengan


kakinya.

"Kemudian kita bisa pergi makan malam." Jemarinya tertaut di


rambutku sambil dia memijat kulit kepalaku. "Hanya kau dan aku."

Kepalaku mendongak lagi. "Seperti...kencan?"


Ada sebuah senyuman di bibir 'cium aku' nya yang sempurna. "Sama
seperti sebuah kencan, baby girl."
***

Bab 12

Bagaimana bisa aku tidak punya baju untuk di pakai?

Aku punya celana jins, dan baju, dan pakaian dalam. Tapi aku tidak
punya apa-apa yang dianggap seksi, atau pantas untuk dipakai
berkencan. Celana jinsku mahal tapi sudah usang, dengan robekan
yang tak seharusnya ada disana, dan berjumbai karena sering di cuci.
Semua bajuku adalah baju kaus T-shirt dan sembilan dari sepuluh
dari baju-baju itu memilki logo Demon’s Wings. Bra dan celana
pendekku adalah katun dan merupakan hal yang paling tidak seksi
yang pernah aku lihat.

Dengan tersedu-sedu aku jatuh ke tempat tidur dan memandang ke


kamar berantakanku. Semua pakaianku yang terlempar dari tasku
berserakan di sekitar kamar. Bahkan ada bra yang tergantung di
kepala ranjang. Aku tidak bisa pergi di kencan pertamaku dengan
Nik, Sial, kencan pertamaku satu-satunya dengan jins dan T-shirt!

Ada ketukan tajam di pintu kamarku yang tertutup sebelum itu


terbuka dan Nik menjulurkan kepalanya kedalam. "Hai sayang, kau
siap..?" suaranya mengecil dan matanya melebar ketika melihat
kekacauan yang telah aku lakukan pada kamarku di lima belas menit
terakhir. "Em?"

Isakan lain lolos dari mulutku. "Aku tidak punya apa-apa untuk di
pakai."

Alisan menaik dengan cara yang begitu manis yang sangat aku sukai
dan dia melangkah masuk sepenuhnya ke dalam kamar. "Kamarmu
memberi kesan dengan berbeda, baby. Ada apa?"

"Semua yang aku miliki adalah jins bodoh dan semua bajuku
memiliki logo Demon’s Wings. Aku tak memiliki satupun gaun yang
mengagumkan! Bahkan satu rok pun aku tak punya. Semua celana
dalamku terbuat dari katun dan braku terlihat membosankan." Aku
mengambil gulingku dan memeluknya di dadaku.

Dia memiringkan kepalanya kesamping. "Dan kau menginginkan


kan sebuah gaun dan rok, dan pakaian dalam yang tidak
membosankan? Meskipun aku katakan padamu kenyataan bahwa bra
yang tergantung pada tonggak tempat tidurmu itu sangat sangat
seksi?"

Aku melemparkan sebuah tatapan tajam padanya. "Aku ingin


sesuatu yang bisa aku pakai di kencan kita sehingga kau akan
menginginkan untuk melepaskannya dari tubuhku dengan gigimu.
Aku ingin jadi seksi!"

Cuping hidungnya mengembang dan dia berbalik menjauh. Sebelum


aku bahkan sempat berpikir apa yang sedang dia lakukan, dia
mengunci pintu di belakangnya dan tiba-tiba di depanku. "Berdiri,
Em." Ketika aku tidak bergerak dia mengambil tanganku dan menari
ku agar berdiri. Jari-jari lembut mengangkat daguku, memaksaku
untuk bertemu dengan pandangan intens biru dinginnya. "Pernahkah
aku berbohong padamu, baby girl?"

Menggigit bibirku, aku menggeleng. Nik selalu mengatakan


kebenaran padaku. Mungkin dia menyembunyikan beberapa hal
dariku, tapi dia tidak pernah berbohong padaku. Tidak pernah.

"Jadi dengarkan aku, karena aku tidak mau mengulanginya lagi,


oke?" aku mengangguk, tertawan oleh caranya menatap kebawah
padaku dari tinggi badannya yang 6 kaki 3 inchi. "Kau adalah wanita
paling seksi yang pernah aku temui. Kau tak butuh lebih dari
sepasang jins robek, baju compang camping, dan pakaian dalam
yang kasar dan aku ingin menelanjangimu dengan gigiku. Sial, kau
membuatku keras hanya dengan berada di satu ruangan yang sama.
Jika aku mencium parfummu, atau apapun yang kau pakai itu
membuat arom mu menakjubkan, aku tak bisa berjalan dengan
benar."

Aku lupa cara bernapas. Semua kekuatan otak ku hanya terfokus


pada bibirnya saat mereka membentuk kata-kata gila bermakna
dalam penuh kasih sayang. "Jika kau menginginkan semua itu maka
kita akan mendapatkannya. Malam ini, besok. Kapanpun kau mau.
Namun, jangan membelinya kecuali jika kau menginginkannya,
karena aku lebih menginginkanmu sekarang berdiri disana dalam
kaus kebesaran dan jins pendek itu daripada dalam gaun atau
lingerie."

"Be-benarkah?" Suaraku keluar berupa desahan.

"Sungguh." Jarinya menyusuri pinggang celana jinsku, membuat isi


kepalaku berenang dalam hasrat. "Jadi apa yang kau inginkan, Em?
Mau aku bawa berbelanja?"

"Ya." Karena aku masih merasa tidak seksi meskipun dia berkata
begitu. Lidahku menjilati bibir keringku. "Tapi...besok."
"Besok?" Suaranya merendah, menjadi desahan seduktif yang aku
ingat dari malam kami bersama. "Jadi kencan kita batal?"

Aku menggelengkan kepalaku "Tidak, aku hanya ingin melewati


makan malam dan langsung ke ciuman selamat malam." Dan saat ini
aku ingin berbahagia pada fakta bahwa dia benar-benar tahu bahwa
akulah yang dia cium. "Dan mungkin melihat seberapa hebat kau
menelanjangiku dengan gigimu."

Dia menyeringai dengan ganas, menyebabkanku menggigil nikmat.


"Aku pikir aku bisa bersedia melayanimu Nona."
***

Baiklah, aku akan jadi orang pertama yang mengatakan bercinta


dengan Nik bukanlah sebuah ide bagus. Tapi sial, jika itu bukan ide
terbaik yang pernah aku miliki. Pria itu memiliki talenta, aku tahu ini
di malam pertama kami bersama. Pria bisa menggunakan lidahnya
dalam banyak cara yang membuatku memohon untuk dikasihani.

Malam pertama kami bersama tidak ada apa-apanya dengan tadi


malam. Mungkin karena aku tidak harus merasa bersalah karena
memanfaatkannya. Atau harus menyembunyikan bagaimana semua
perasaanku tentangnya. Mungkin karena saat ini dia sadar dan
meneriakkan namaku ketika dia datang, daripada "baby". Atau
mungkin karena setelah itu, sebagai ganti tertidur dia malah berbalik
padaku sehingga punggungku berada di dadanya dan memelukku
sampai tertidur di lengannya.

Apapun alasannya ini adalah keajaiban dan aku bangun pagi


berikutnya dengan perasaan seperti aku bisa mengapung. Dia masih
menempel di punggungku, dengan satu tangan meraup payudaraky
dan tangan satunya lagi berbaring dengan cara melindungi dimana
anak kami bertumbuh di perutku. Ini adalah cara sempurna untuk
bangun dan aku menginginkan itu setiap pagi selama sisa hidupku.

Bibir hangat membelai leherku. "Pagi, baby." Dia bernapas di


telingaku. "Bagaimana tidurmu?"

"Jika aku katakan ini adalah malam terbaik yang pernah aku rasakan
akankah kau percaya padaku?"

Aku merasakan senyumannya pada bahuku. "Ya, karena ini juga satu
dari malam terbaik yang pernah kurasakan juga."

Aku benar-benar tidak senang dengan jawabannya. Berbalik dalam


lengannya aku memegang dagunya dan bertemu dengan mata
berbinar miliknya "Satu dari yang terbaik?"

Dia mengangguk. "Yup."

Mata hijauku menyipit. "Apa yang lainnya?"

Dia menyeringai. "Coba aku pikir dulu... seminggu yang lalu ketika
kau merayap disampingku dalam bus. Ketika kau tidak bisa tidur
tahun lalu dan menghabiskan malam di kamarku di hotel mengobrol
denganku sampai aku tertidur..." dia mengangkat bahu. "Semua itu
kelihatannya melibatkanmu tidur di lenganku."

Oke, jadi aku dengan jelas lebih bahagia dengan jawaban itu. Tidak
banyak wanita yang bisa, terutama ketika seorang seseksi seperti
Nikolas Armstrong mengatakan semua itu padanya! "Aku tidak tahu
kenapa aku mempertahankanmu kadang-kadang Tuan."

Dia mengerjapkan bulu mata tebal itu padaku dan aku terpaku
sejenak oleh keindahan mendalamnya ketika menggantung di mata
biru esnya. Tuhan, aku akan membunuh untuk bulu mata seperti itu!
Berwarna lebih gelap dari pada rambutnya, bulu matanya
menakjubkan. Ini tidak adil bahwa matanya sangat menawan.

"Ayo mandi, baby. Aku lapar."

Karena saran agar bangun dan makan darinya, perutku berbunyi. Nik
menyeringai padaku.

"Bagaimana dengan beberapa bacon?"

Aku tertawa. "Aku akan membenci bacon setelah semua ini


berakhir."

"Mungkin," dia menciumku, cepat, kuat namun tidak terlalu kuat.


"Sekarang angkat pantatmu yang seksi itu sehingga kita bisa makan.
Aku butuh makanan, wanita. Makanan."
***

Bab 13

Aku tidak mempunyai teman wanita. Aku dibesarkan oleh empat


rocker. Hal ini sedikit tidak mengherankan jika aku tidak tertarik
untuk berbelanja. Kemarin malam untuk pertama kalinya aku ingin
memiliki gaun. Bayi ini begitu membuatku kehilangan pikiranku!

Semua yang aku inginkan adalah untuk merasa cantik, seksi. Tetapi
aku tidak ingin menghilangkan jati diriku. Aku tidak ingin gaun
desainer. Aku mungkin akan muntah jika aku menghabiskan lebih
dari seratus dollar untuk pakaian. Jadi aku berakhir di mall.

Di sebuah mall pada hari Rabu di kota turis? Yeah, ini adalah ide
yang bagus. Tidak!

Apakah kamu punya ide berapa banyak gadis remaja berada di


sebuah mal pada hari Rabu di musim panas? Aku yakin kau tidak
mengetahuinya, dan aku juga yakin bahwa Nik juga tak
mengetahuinya. Jadi ketika kami masuk ke American Eagle dan
gadis pelayan toko berdiri dengan kemeja yang belum selesai di lipat
berada ditangannya menjerit aku hampir melompat keluar dari
kulitku karena aku tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi.

"Oh Tuhanku. Oh Tuhanku. Oh Tuhanku!" Gadis itu berada didepan


Nik bahkan sebelum aku mengetahui darimana teriakan itu berasal.
"Kau Nik Armstrong." Dia berteriak lagi, menyebabkan semua orang
yang berada di dalam dan di luar toko berhenti dan melihat apa yang
sedang terjadi. "Aku ini penggemar beratmu. Aku Meg."

Aku tahu saat itu juga bahwa aku tidak akan berbelanja apapun hari
itu. Sepertinya begitu Meg menyebutkan nama Nik dengan lantang
seketika itu pula Nik dikelilingi oleh gadis-gadis yang terengah-
engah. Salah satu dari mereka benar-benar mendorongku keluar dari
jalannya sehingga dia bisa lebih dekat pada Nik. Berpasang tangan
berada di seluruh tubuhnya, ingin memiliki kenangan menyentuh
rocker yang mungkin menatap dalam mimpi basah mereka.

Aku harus menyembunyikan perasaanku untuk Nik selama setahun


dari sekarang. Walaupun itu membunuhku dari dalam aku tidak akan
membiarkan melihat berapa banyak gadis jalang yang
menyentuhnya-atau lebih buruk, yang tidur dengan Nik-
menggangguku. Tapi hari ini aku tidak bisa bersembunyi di balik
dinding-dinding yang aku bangun untuk saat seperti ini. Aku hamil
dengan bayinya, Sialan! Nik menghabiskan berjam-jam membuatku
datang ke dalam pelukannya semalam sebelumnya.

Jadi sementara dia tersenyum dan tertawa dan membiarkan mereka


menyentuhnya aku berbalik dan pergi. Kecemburuan memakanku
seperti penyakit dan aku begitu marah pada Nik karena membiarkan
mereka menyentuhnya, bahwa dia membiarkan mereka
mendorongku keluar seperti aku tidak berarti. Bagian otakku yang
lebih rasional mencoba untuk memahami hal itu. Berusaha untuk
membuatku melihat bahwa dia hanya memainkan bagiannya,
bermain berlebihan pada penggemarnya. Tetapi sebagian besar
penggemar yang datang lebih banyak penggemar perempuan
Demon’s Wing aku sanksi jika mereka bahkan mendengarkan musik
mereka. Atau apakah itu hanya tentang tidur bersama seorang rocker
seksi? Dari apa yang telah aku saksikan selama bertahun-tahun
alasan yang terakhir lebih mendekati garis kebenaran daripada
alasan yang pertama.

Teleponku mulai memainkan Ashes oleh Demon’s Wing dan aku


mendelik turun pada benda yang berada dalam genggamanku untuk
melihat wajah Nik tersenyum kearahku di layar iPhone. Alih-alih
menjawab aku naik ke eskalator dan pergi ke lantai dua. Aku tidak
dapat menghadapinya sekarang. Tak ada yang tahu apa yang akan
aku lakukan jika aku melihatnya saat ini.

Menampar wajah tampannya? Menendang tepat di bolanya?


Mengakui bahwa aku obsesif jatuh cinta padanya? Aku tidak akan
melakukan itu. Sudah cukup buruk bahwa ia tahu betapa aku
menginginkannya, sejauh aku akan membungkuk hanya untuk
masuk ke dalam celananya.
"Em?" Aku tidak melihat kerel ketika aku mendengar dia panik dan
memanggil namaku dari lantai bawah. Biarkan dia khawatir. Beri
waktu lima menit dan dia akan dikelilingi oleh gadis-gadis lagi dan
aku hanya akan menjadi yang kedua. Persetan dengan itu, dan
setubuhi saja dia!

Sebuah toko menarik perhatianku dan aku pergi tanpa berfikir


tentang hal tersebut. Sekarang, ini adalah toko yang aku inginkan.
Renda kulit hitam, rantai, sutra dan berlubang. Oh, fvck yeah! Ada
seorang gadis yang murung di belakang meja yang cemberut padaku
ketika aku masuk ke dalam. Dia mempunyai semacam majalah rock
di meja yang berada di depannya dan setelah menentukan bahwa aku
tidak layak untuk waktunya, dia kembali ke artikel di depannya.

Aku tersesat dalam membeli pakaian. Celana dalam seksi berwarna


hitam, bra yang cocok. Potongan tinggi dan garter. Gaun hitam
berteriak bahwa itu dibuat untukku. Sebuah rok dengan rantai di
kedua sisinya. Atasan yang memamerkan aset baruku. Sepatu,
sepatu, dan sepatu lagi yang cocok dengan semua pakaian gelapku
yang seksi.

Aku memastikan untuk mendapatkan semuanya dalam ukuran yang


lebih besar jadi aku akan mempunyai sedikit ruang untuk tumbuh
karena kehamilanku akan segera terlihat. Dan saat aku mencoba
sepatu aku menyadari bahwa satu nomor lebih besar dan lebar-lah
yang aku butuhkan, tapi itu tidak mengejutkanku. Aku telah
membaca tentang kaki beberapa wanita tumbuh seperti itu ketika
mereka hamil. Itu aneh tapi nyata.

Gadis di belakang meja menatapku selama aku melemparkan


barang-barangku di atas meja. "Apakah kau menemukan barang
yang kau cari?" tanyanya.
Aku melihat rambutnya di cat hitam, tindikan di hidung dan alisnya,
tato demon di lengan kanannya dan aku merasa menemukan
semacam semangat. Seandainya aku mengenal gadis ini ketika aku
tumbuh dewasa dia akan memiliki kemungkinan besar berakhir
sebagai sahabatku. "Semua yang aku miliki adalah celana jins dan
kemeja Demon’s Wings bodoh itu. Sudah waktunya untuk
perubahan."

Mata gadis itu menyempit padaku. "Kemeja Demon's Wing tidak


bodoh. Aku memiliki enam dari mereka."

"Maka kau memiliki selera yang sangat bagus dalam musik. Tapi
aku butuh sesuatu yang menjeritkan kata seksi, bukan gadis rocker di
pintu sebelah." Dia mulai mengambil pakaianku dan aku berpaling
untuk melihat rak perhiasan dibelakangku. Ada benda-benda kecil,
beberapa dari mereka paling mahal hanya dua puluh dollar. Tetapi
mereka sangat indah. Iblis seksi dengan sayap dan tanduk perak
bernoda menggantung dari mencuri perhatianku dan aku
melemparkan itu ke atas meja dengan barangku yang lainnnya.
Bagian samping dengan cincin pusar yang berikutnya dan aku
menemukan beberapa yang aku suka. Beberapa anting hidung dan
aku selesai.

Ada delapan kantong penuh saat gadis itu telah selesai memindai
barang-barangku ke dalam komputer. Aku menyerahkan kartu kredit
dan melihat mata gadis melotot saat dia melihat nama di kartu kredit.
"Nikolas Amstrong?" Dia tergagap dan melihatku lebih dekat. "Itu
kau. Aku berpikir kau terlihat familiar. Kau adalah Ember Jameson!"

Aku tersenyum pada gadis itu. "Ya."


"Kau adalah gadis terkeren di dunia." Dia menggesek kartunya
sebelum mengembalikannya. "Aku suka poster Demon’s Wings
dengan kau menempel pada Jesse Thornton. Sialan aku akan
membunuh untuk menjadi dirimu."

Itu membuat senyumku menghilang. "Tidak. Kamu tidak akan." Aku


meyakinkannya. Hidupku mungkin terlihat sempurna sekarang,
tetapi tidak ada seorangpun yang berharap untuk hidup seperti ku
saat tumbuh dewasa. Tidak ada yang layak mimpi buruk semacam
itu memenuhi masa kanak-kanak mereka.

Ada keributan di luar toko dan aku berbalik untuk menemukan tiga
penjaga berdiri di luar dengan wajah Nik pucat dan panik. Aku
melirik teleponku dan melihat bahwa aku telah di toko selama lebih
dari satu jam. Sial! "Nik!" Aku memanggilnya saat dia melewati
toko.

Kepalanya tersentak dan dia bergerak lebih cepat daripada yang


pernah kulihat saat dia memasuki toko dan menarikku ke dalam
pelukannya. Seluruh tubuhnya gemetar, jari-jarinya gemetar ketika
mereka menyusup ke dalam rambutku dan menyentak kepalaku ke
belakang untuk bertemu dengan mata birunya. "Jangan pernah
melakukan itu padaku lagi!"

Sebagian besar amarahku pudar saat aku berbelanja, jadi aku berdiri
dan memberinya kecupan di pipi. "Aku pikir kau sedang bersenang-
senang dengan klub penggemarmu jadi kau tidak akan
merindukanku."

Matanya menyipit. "Apakah kau cemburu?"

Aku menjauh darinya dan berpaling pada gadis di belakang meja


yang sedang menatap Nik dengan heran. Itu tidak mengangguku kali
ini, aku tahu gadis itu adalah penggemar sejati dari band, tidak hanya
karena wajah tampan para personelnya. Aku melihat name tagnya
dan memberikan senyum menghargai. "Terima kasih untuk semua
bantuanmu Beth. Nik, Beth telah sangat membantu hari ini. Aku
menghabiskan tiga ribu tanpa menyadarinya."

Nik mengangkat alis tetapi gadis itu mempersembahkan seringai.


"Terima kasih, Beth."

Aku menarik keluar salah satu dari atasan yang baru saja aku beli,
yang abu-abu, dan meraih spidol di atas meja samping komputer.
Aku menuliskan namaku di belakang dan kemudian menyerahkan
spidol ke Nik tanpa melihatnya. "Tuliskan alamatmu untukku dan
aku akan mengirimkanmu poster yang paling kamu suka dengan
tanda tanda tangan semua personel di atasnya."

"Itu..." Dia menggelengkan kepalanya. "Itu sangat luar biasa. Terima


kasih!"

Aku mengangkat bahu menonton coretan tangannya di selembar


kertas kecil. "Tidak apa-apa. Aku suka bertemu dengan penggemar
sejati Demon’s Wing. Terima kasih sekali lagi." Nik mengangkat
delapan tas dan mengikutiku keluar toko dengan mengedipkan mata
pada gadis itu.
***

Bab 14

Aku tidur sendirian malam itu. Panggil aku kekanak-kanakan dan


tidak dewasa, aku tidak peduli. Aku menyebutnya perlindungan.
Setelah peristiwa di mal dan pertempuranku dengan kecemburuan
aku tidak bisa menangani menghabiskan satu malam lagi di lengan
Nik tanpa mengabaikan perasaanku.

Jadi aku mengunci pintuku ketika aku pergi ke tempat tidur malam
itu dan tidak bergerak ketika aku mendengar ketukan Nik. "Em,
jangan lakukan ini." Dia memanggil, tapi aku baru saja menempati
tempat tidurku.

Pagi ini aku sudah mandi dan berpakaian, tapi aku belum siap untuk
turun dan bersikap baik kepada semua orang. Jadi aku duduk di
tempat tidurku dengan rambutku masih basah dan laptopku terbuka.
Ada beberapa email yang aku harus tangani dari Rich. Dia tidak
senang para priaku tidak akan mengikuti tur pada bulan September
dan aku tidak terkejut. Aku tidak tahu seberapa banyak Nik berbicara
kepada manajernya, tapi aku sadar bahwa bajingan itu menyalahkan
aku.

Setelah menangani bisnis pada akhir email-emailku aku menyambar


ponselku, mengambil gambarku dengan memberikannya jari tengah
dan mengirim pesannya ke Rich Branson. Ya, aku benar-benar peduli
soal apa yang dia pikir tentang aku. Terserahlah.

Aku sedang berselancar di dunia maya mencari ulasan ahli


kandungan/kebidanan lokal ketika aku mendapat pesan balasan.

Kehamilan telah benar-benar TIDAK menenangkan kejalanganmu,


Princess.

Alih-alih menelepon untuk berteriak padanya karena memanggil aku


'Princess', aku hanya mengirim kembali gambarku memberinya jari
tengah dan melemparkan teleponku ke samping. Satu jam kemudian
aku keluar dari kamarku dan turun ke bawah. Jesse sedang menonton
film zombie menjijikkan pada layar datar di ruang tamu dan aku
berharap aku punya waktu untuk duduk dan menonton bersamanya.

"Mau ke mana?" Dia bertanya ketika aku mengambil kunci mobil


SUV.

"Aku mendapatkan sebuah janji dengan dokter kandungan yang


bagus." Aku berkata melewati atas bahuku. "Mereka mendapatkan
pembatalan janji kunjungan siang ini dan mampu menyisipkan untuk
masuk. Aku harus segera pergi atau aku akan terlambat."

Dia mengikuti aku keluar pintu. "Dimana Nik? Tidakkah kau pikir
dia harus pergi denganmu? "Aku mengangkat bahu. "Dia tidak ada
di kamarnya dan aku tidak punya waktu untuk khawatir tentang hal
itu." Aku naik ke kursi pengemudi dan mulai mengetuk alamat
kompleks medis ke dalam GPS.

Jesse melompat di sampingku. "Seseorang harus pergi denganmu."


Dia memberiku tatapan taja, yang mengatakan kepadaku untuk tidak
berdebat. Bukan berarti aku akan melakukannya. Aku sangat senang
untuk memiliki teman dan dukungan dari seseorang yang
mencintaiku.

Dengan tersenyum aku mundur dari jalan masuk dan berbalik


menuju Panama City.

Stafnya ramah dan profesional. Aku harus mengisi formulir yang tak
terhitung jumlahnya ketika aku tiba. Asuransi, keluarga dan riwayat
kesehatan pribadi. Ada sebuah halaman seluruhnya tentang periode
haidku. Kapan periode pertamaku? Berapa hari lamanya periode
terakhirku? Seberapa sering siklusku? Di bagian belakang ada lebih
banyak pertanyaan pribadi. Berapa banyak pasangan seksual yang
Anda miliki? Apakah Anda pernah/sedang menderita STD (Sexual
Transmitted Disease = PMS, Penyakit Menular Seksual)?

Jesse duduk dengan sabar di sampingku sementara aku mengisi


semuanya dan masuk denganku ketika perawat memanggil namaku.
Aku tidak melupakan bahwa Nik seharusnya bersamaku hari ini.
Dan aku merasakan kebutuhan untuk kehadiran saat kunjungan ini
melelahkanku.

Aku mencoba menelponnya dua kali sementara kami menunggu


dokter untuk datang, tapi ia tidak menjawab. Aku menyimpulkan dia
membalasku karena tidak membiarkan dia masuk ke kamarku tadi
malam.

Ketika Dr. Morgan melangkah ke ruangan aku terkejut betapa


cantiknya dia. Pada akhir usia tiga puluhan, dia memiliki kecantikan
yang awet. Aku pikir dia akan menjadi secantik ini ketika dia berusia
delapan puluh. Dia memberiku senyum yang menyenangkan dan
menjabat tanganku. "Halo Ember. Senang bertemu Anda." Dia
menawarkan tangannya untuk Jesse. "Apakah kau Ayah si baby?"

"Tidak, Bu. Hanya teman."

Dr. Morgan mengangkat satu alisnya, tapi tidak berkomentar saat ia


duduk dan meletakkan iPad di atas meja kecil di samping kursinya.
"Nah, Ember, ceritakan sedikit tentang kehamilan Anda."

"Aku sembilan belas minggu dan bayi ini perempuan." Aku tidak
yakin apa yang dokter inginkan, tapi itu semua yang aku benar-benar
tahu tentang kehamilanku.
"Dan kau baru-baru ini mengetahuinya?" Aku mengangguk. "Oke.
Nah, biarkan aku memberitahu Anda tentang beberapa hal yang
perlu kita lakukan. Kita harus melakukan beberapa cek darah dan
aku perlu melakukan Pap smear. Ini semua adalah tes rutin untuk
memastikan bahwa Anda dan bayi Anda sehat. Karena Anda sudah
begitu jauh dalam kehamilan Anda, aku ingin melakukan USG lain
untuk mendapatkan beberapa pengukuran dan untuk
mengkonfirmasi tanggal kelahirannya. "

"Oke."

"Bagus." Dia menarik sebuah perangkat kecil dari saku mantelnya.


"Pertama aku ingin mendengarkan detak jantung bayi apakah baik-
baik saja?"

Aku duduk dengan nyaman dan dokter menarik baju kausku ke atas.
Sedikit gel kecil di ujung perangkat dan dia mendorong itu pada
perut bawahku. Dia menggerakkan alat itu beberapa kali dan
kemudian ruangan itu dipenuhi dengan suara yang tidak salah lagi
adalah detak jantung bayiku.

"Itu menakjubkan." Jesse berbisik dari kursinya diseberang dinding.

Aku memberinya senyuman. "Aku tahu."

"Sial, Em. Ini kenyataan, ya? Kau benar-benar memiliki seorang


bayi. "Dia mengusap tangannya di atas kepalanya yang botak.

Dokter tertawa pelan. "Tidak diragukan lagi ada bayi di sana.


Kedengarannya bagus. Sebuah detak jantung yang kuat. "Dia
menjauhkan perangkat itu dan menggunakan kertas tisu untuk
menyeka gel dari kulitku. "Sekarang untuk bagian yang tidak
menyenangkan, Ember." Dia menarik keluar sebuah gaun dan
selimut kertas dari lemari di bawah meja di mana iPad-nya berada.
"Semuanya dilepas. Aku akan melangkah keluar saat Anda melepas
baju. Gaun ini terbuka di depan."

Aku menunggu sampai dia pergi sebelum meraih bajuku. Jesse


berdiri dan berbalik sampai aku memakai baju dan selimut kertas
menutupiku. Aku tidak malu untuk kehadiran Jesse disini. Kami
merasa nyaman dengan tubuh kami dan sifat alamiah hubungan kami
sehingga ia telah melihat aku telanjang lebih dari beberapa kali.

Ketika aku mengalami menstruasi pertamaku Jesse lah yang


membelikanku tampon dan kemudian menunjukkan bagaimana cara
memakainya. Itu mungkin terdengar tidak pantas, tapi tak ada orang
lain untuk membantuku. Ibuku telah pingsan setelah malam dengan
minuman keras, ganja, dan laki-laki, dan aku telah takut apa yang
terjadi dengan tubuhku.

Semenit kemudian dokter kembali dan aku punya pengalaman


pertamaku dengan penyiksaan yang disebut Pap smear. "Ini hanya
untuk memeriksa kanker serviks (leher rahim) dan PMS." Dr.
Morgan menjelaskan saat dia melakukan sesuatu yang membuat aku
merintih. Pada detik berikutnya itu telah selesai. "Terlihat bagus,
Ember. Leher rahim Anda bagus dan tertutup.” Dia melepas sarung
tangan dan melemparkannya ke tempat sampah sebelum mencuci
tangan.

"Perawatku akan datang dan mengambil darah. Jangan panik karena


dia akan mengambil beberapa vial." Dia melirik Jesse. "Pastikan dia
makan dengan segera." Dia mengangguk. "Aku ingin melakukan
USG tapi teknisiku sakit hari ini. Bisakah Anda datang kembali
besok pagi? "

Aku senang untuk penundaan USG. Aku ingin Nik denganku untuk
melakukannya. Dia adalah sang ayah, orang yang aku cintai. Dia
harus denganku untuk melihat sesuatu yang ajaib itu. Kenangan
pertamaku saat USG telah membuatku jatuh cinta dengan makhluk
yang aku tidak tahu ada. Aku yakin bahwa pengalaman itu akan
meninggalkan kesan baginya.

Setelah kami meninggalkan ruangan itu aku merasa sedikit pusing


karena pengambilan darah dan Jesse membantuku menuju ke SUV.
Aku lebih dari senang untuk menyerahkan kunci sehingga ia bisa
mengemudi. Sebuah pemberhentian singkat di McDonalds karena
aku ingin Big Mac dengan bacon dan kami dalam perjalanan
kembali ke rumah pantai.

Aku senang akan pulang rumah. Aku tidak sabar untuk berbicara
dengan Nik tentang pergi ke dokter denganku esok hari. Rasa
antusias melihat anak kami ketika bergerak dalam diriku akan
menjadi sesuatu yang akan menjadi salah satu momen terbesar
dalam hidupnya. Aku yakin akan hal itu.
***

Begitu Jesse memasukkan SUV ke dalam parkiran aku melompat


keluar dari kendaraan dan praktis melesat ke dalam. "Nik?" Aku
meneriakkan namanya, tapi tidak ada orang di rumah. Pergerakan
dari pantai menarik perhatianku dan aku berbalik untuk melihat Nik,
Drake, dan Shane keluar di pantai dengan sekelompok gadis-gadis
berbikini.

Kegembiraanku menguap.
Saat aku mendekati pintu Prancis yang mengarah luar ke pantai
hatiku retak terbuka. Nik memiliki dua dari lima gadis melilit
dirinya. Dia tertawa dan menggelengkan kepalanya pada sesuatu
yang Shane katakan. Buah dada yang ukurannya tiga kali lebih besar
dari punyaku mengusap dada Nik karena terguncang oleh tawa.

"Apakah kita mengadakan pesta?" Tanya Jesse di belakangku.

Aku menelan sebuah ganjalan di tenggorokanku. "Sepertinya


demikian. Tapi aku tidak berpikir kita diundang." Merasa jijik aku
berbalik dan menuju tangga. "Jadi, kau akan pergi denganku besok
pagi?"

"Kupikir kau ingin Nik untuk pergi denganmu."

"Aku tidak ingin apapun dari Nik!" Aku meyakinkannya saat aku
menaiki tangga.
***

Bab 15

Hormon kehamilan adalah hal yang menakutkan. Mereka


meninggalkanmu pada tumpukan tisu bekas ingus dan bantal
lembab. Mereka membuatmu berpikir tentang hal-hal yang kau
secara normal tak akan pernah kau pikirkan sebelumnnya. Seperti
berlari menjauh dari satu-satunya kehidupan yang pernah kau
ketahui, dari orang-orang yang selalu menjaga dan mencintaimu.
Mereka membuatmu marah pada dunia.

Aku mengunci diriku sendiri di kamar dan menyalakan komputer.


Kami hanya berada di liburan bodoh ini kurang dari seminggu dan
aku sudah berharap ini segera berakhir. Aku ingin Nik dan yang
lainnya menghilang. Aku ingin mereka pergi. Aku ingin...

Aku tidak tahu apa yang aku inginkan, oke!

Semenjak aku berumur lima tahun para priaku sudah ada di dalam
hidupku. Ketika aku pergi untuk hidup dengan mereka saat berumur
lima belas tahun aku tahu bahwa akhirnya aku pulang kerumahku
sebenarnya. Mereka pelabuhan amanku. Aku selalu berpikir bahwa
selama aku memiliki empat pria itu denganku, aku tak akan pernah
khawatir tentang apapun lagi. Namun sekarang aku merenungkan
untuk meninggalkan mereka! Itu adalah pikiran paling menakutkan
yang pernah masuk kedalam otakku.

Aku menghabiskan tiga jam mencari apa yang sebenarnya aku


inginkan lalu berhenti untuk mengecek rekeningku untuk melihat
apa yang aku miliki. Aku punya tiga juta dolar di tabunganku dan
sedikit lebih dari sejuta dolar di rekeningku. Ya, Rich membayarku
dengan baik.

Sebut aku pengecut. Aku tak peduli. Tapi aku tidak akan bertahan
dan diperlakukan lebih dari apa yang aku saksikan ketika aku pulang
dari dokter. Aku tidak cukup stabil secara emosional untuk
menyembunyikan perasaanku ke lelaki bodoh itu dan aku tidak jadi
bodoh jika aku membiarkannya memilki jenis kekuatan itu atas
emosiku segera setelah ia menyadari bahwa aku jatuh cinta padanya.

Mengepak barang-barangku adalah sesuatu yang telah aku kuasai.


Hanya kurang dari satu jam untuk memasukkan semua yang aku
butuhkan kedalam koperku. Setelah mandi aku duduk di ujung
tempat tidur dan menunggu sampai rumah menjadi sepi. Disana ada
musik mengalun di pantai tapi aku tidak meninggalkan kamar untuk
melihat apa yang sedang terjadi. Dari suara cekikikan wanita dan
suara tawa serak pria tak sulit menarik kesimpulan bahwa mereka
mengalami waktu yang menyenangkan.

Sekitar jam dua musik berhenti. Sesaat kemudian pintu terbanting


menutup dan akhirnya aku keluar untuk memeriksa semuanya.
Rumah gelap. Semua orang di tempat tidur, atau telah pergi
semenjak mereka memutuskan bahwa wanita-wanita itu tak akan
tinggal di rumah. Aku menolak untuk memeriksa kamar Nik untuk
menemukan dia masuk dalam kategori apa. Jika aku tak
menemukannya di tempat tidur maka aku yakin aku tak akan
bertahan.

Kembali ke kamar, aku menelpon sebuah taksi kemudian mendorong


koperku ke lantai sepelan mungkin. Pengemudi taksi baru saja
sampai di halaman ketika aku melihat lampu menyala di lantai atas.

Jantungku berhenti saat aku menyadari itu adalah kamar Nik.


Gorden tersibak dan aku melihat wajahnya muncul di jendela. Aku
berbalik dan mulai melemparkan barang-barangku ke bagian
belakang taksi sebelum si pengemudi keluar.

Hanya tinggal tas besarku yang tertinggal. Aku dalam keadaan kalut
utuk pergi. Pengemudi baru saja mengangkat itu bersamaan dengan
pintu depan terbuka dan Nik datang berlari. "Em!’

"Tolong cepat." Aku memohon pada lelaki tua kecil itu.

"Berhenti!" Nik berteriak."Apa yang kau lakukan?" aku meraih pintu


belakang taksi tapi dia bisa menjangkauku sebelum aku bisa
membukanya. Jari-jarinya mengunci lenganku dan menyentakku
untuk berhadapan dengannya. "Kau akan kemana?"

"Jauh." Aku meludahkan kata itu padanya.

Sinar lampu jalan cukup memancarkan cahaya sehingga aku mampu


melihat wajahnya pucat karena marah. "Apa-apaan kau! Kau tidak
akan pergi. Kau tidak bisa pergi." Suaranya pecah dan pegangan
tangannya di lenganku mengencang menyebabkan aku meringis
kesakitan, tapi dia tidak melepaskanku. "Masuk kembali ke rumah."

"Kenapa?" Tuntutku. "Kenapa aku harus bertahan disini? Agar kau


bisa menyiksaku dengan semua pelacur itu? Dengan begitu kau bisa
menyombongkan padaku sesuatu yang tak pernah akan aku punyai?"
Tawa kering lolos dari mulutku. "Terima kasih, tapi tidak. Aku lelah
dengan semuanya. Lelah melihat perempuan yang berbeda masuk
dan keluar dari tempat tidurmu. Lelah memimpikan sesuatu yang
aku tahu tidak akan pernah bisa aku miliki."

"Apa yang kau bicarakan?" Dia menuntut. "Tak ada seorangpun di


tempat tidurku selama berbulan-bulan! Demi Tuhan, Emmie. Apa
kau buta? Tak bisakah kau melihat bagaimana perasaanku pada mu?"

Pertanyaannya membingungkanku. Aku tidak menahan kerutan


muncul di keningku. "Perasaan apa?"

Dia menutup matanya dan menggelengkan kepala. "Kumohon, Em.


Kembalilah masuk kerumah dan mari bicara. Jangan pergi, sayang.
Kumohon jangan pergi."

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Otakku berteriak padaku
untuk masuk kedalam taksi dan pergi. Ini bukan kehidupan yang
ingin aku berikan pada anakku.

Bagaimana mungkin aku membawa seorang anak kedalam


kehidupan kami yang tidak ada apa-apa selain pesta dan wanita
untuk para priaku? Namun hatiku bertengkar dengan otakku,
menyuruhku diam dan pergi dengan Nik.

Melihat kebimbangan di wajahku Nik menatap supir taksi dan


menyuruh pria itu membongkar barang-barangku. Dia memberi
banyak uang tip pada supir itu lalu memegang tanganku sampai taksi
itu keluar dari halaman dan menghilang ke dalam malam sebelum
meraih koperku. " ayo, baby." Dia mendorongku pelan.

Dengan diam aku mengikutinya kedalam rumah pantai. Dia


menjatuhkan tas-tasku di ruang masuk dekat pintu kemudian
menggenggam tanganku. Nik menarikku ke lantai atas dan masuk ke
kamarnya dimana ia mengunci pintu dan mendorongku duduk di
ujung tempat tidurnya. Masih menggenggam tanganku dia
membungkuk di depanku, memaksaku untuk melihatnya.

"Kemana kau akan pergi, Em?" dia berbisik dengan suara serak.

Aku mengangkat bahu. "Di suatu tempat disana tidak ada fans
fanatik dan pelacur di semua tempat aku berjalan."

Nik meringis. "Apa mereka benar-benar mengganggu untukmu?


Sekarang, setelah sekian tahun kau hidup bersama kami?"

Aku membelalak padanya. "Apa yang kau pikirkan? Haruskah aku


ingin memiliki bayi ini dan menempatkannya pada pelacur-pelaur itu
di kehidupan sehari-hari? Haruskah aku membiarkannya melihat
seperti apa kau sebenarnya: rocker angkuh yang harus memiliki
semua penggemar yang memujanya bergelayut di lengannya ketika
aku, ibunya, harus melihat dari samping?"

Kepalanya tersentak seolah aku secara fisik menamparnya. "Itu yang


kau rasakan? Seolah kau menonton dari samping?" Dia melepaskan
tanganku dan menangkup wajahku dengan kedua tangannya.
"Tidakkah kau tahu bahwa aku ingin kau disampingku Em? Kau dan
hanya kau?"

Dengusanku suaranya tidak indah. "Itu sungguh sulit untuk


membayangkannya, Nik. Dengan apa yang terjadi kemarin dan
semua pelacur itu memdorongku menjauh darimu begitu cepat. Dan
hari ini dengan dua pelacur yang menempel padamu seperti mereka
sangat kepanasan."

"Jadi kau cemburu!" Dia menyeringai dan aku ingin memukulnya.


Atau bahkan mungkin menendangnya di tempat yang akan sangat
dia rasakan. Aku berdebat antara dua hal itu ketika dia tertawa benar-
benar gembira dan aku memutuskan bahwa tamparan terasa lebih
baik.

Tamparan itu menghilangkan senyuman di wajahnya. Dia menatapku


terkejut sepenuhnya, jari-jarinya menyentuh jejak merah di
wajahnya. "Aku sangat senang bahwa kau menganggap
menyombongkan semua pelacur itu padaku lucu. Siapa yang peduli
jika sekeping demi sekeping hatiku mati setiap aku melihat itu,
benarkan?"

"Oh sweetheart." Dia menggelengkan kepala. "Kau harus benar-


benar membuka mata hijamu indahmu itu."

Dia mengambil tanganku yang memerah berdenyut karena


menamparnya dan mencium bagian pusat yang sakit.

"Satu-satunya alasan semua gadis itu di pelukanku adalah agar aku


bisa menemukan kebenaran. Kemarin aku hanya menduga, tapi hari
ini aku memastikannya."

"Apa yang kau bicarakan?"

Sebuah senyuman miring menghiasi di bibirnya. "Aku harus tahu


untuk meyakinkan. Bahwa perasaanmu sama dalamnya seperti yang
kurasa padamu. Em, kau membuatku gila dengan kecemburuan.
Tahukah kau bahwa aku hampir membunuh sahabat terbaikku
beberapa kali sejak enam bulan yang lalu?"

Mataku melebar terkejut. "Jesse? Kenapa kau melakukan itu?"

"Untuk alasan yang sama kenapa aku menggila ketika kau


mengatakan padaku kau hamil. Aku tidak ingin siapapun bisa
menyentuhmu selain aku. Kau milikku, Em. Butuh waktu selamanya
bagiku untuk mengakui itu pada diriku sendiri, tetapi ketika aku bisa
mengakuinya, aku tak bisa menerima ide bahwa Jesse atau Axton
atau orang lain memegang tanganmu apalagi menyentuhmu." Dia
menggelengkan kepalanya. "Malam saat Ax membawamu ke rumah
sakit? Dia sudah menelponku sepuluh kali sebelum aku
mengangkatnya. Aku harus melihatmu membiarkannya menciummu.
Sial, aku tak bisa memandang lurus aku sangat cemburu. Kemudian
aku menyanyikan lagu itu dan berharap kau melompat ke pelukan ku
ketika aku berjalan turun ke bawah panggung...

"Namun kau menghilang. Aku menggila akan kemarahan. Kabur dan


menolak untuk menjawab telponku ketika pertama kali Axton
menelpon. Aku tak tahu apa yang telah terjadi padamu. Jadi ketika
akhirnya aku mendengar satu pesan yang dia tinggalkan aku..."

Dia tiba-tiba berhenti, menelan ludah dengan susah. "Kau sangat


sakit dan disana aku berakting seperti anak kecil pemarah karena kau
tidak jatuh kepelukanku seperti yang selalu aku mimpikan."

Mengingat lagunya membuat hatiku perih. Aku telah mencoba untuk


melupakan bahwa Nik telah jatuh cinta. "Aku tidak tahan terlalu
lama untuk mendengar lagumu. Aku mulai menjauh ketika aku
menyadari bahwa kau...jatuh cinta." kata terakhir keluar sebagai
sebuah bisikan dan aku menggit bibirku agar tak bergetar.

Nik maju kedepan sambil berlutut sampai aku merasakan napasnya


di leherku. "Sweet, sweet Emmie." Dia bergumam. "Masih saja buta.
Bagaimana bisa aku membuka matamu, baby girl? Kau butuh aku
untuk mengucapkannya? Apakah aku telah menjadi seorang bodoh
untuk tidak menyadari bahwa kau tidak bisa melihat apa yang telah
kau lakukan padaku?" bibirnya menyentuh bagian sensitif di bawah
telingaku, memnyebabkanku menggigil. "Ya, aku jatuh cinta. There
is this Ember in my heart that has hold of me and won’t let go. (Ada
bara api di hatiku yang menggenggamku dan tidak akan terlepas)"
Dia menyanyikan bagian akhir lagu itu dan air mataku tumpah.

Aku menolak untuk melihat itu sementara aku mencoba dengan


putus asa untuk menyembunyikan perasaanku pada Nik, dia sedang
mencoba untuk memperlihatkan perasaannya sendiri padaku. Semua
hal tak pernah sama antara aku dan dia seperti antara aku dengan
Jesse, Drake, atau Shane. Selalu ada benang tak terlihat yang
menghubungkan kami, yang terikat ke dalam hatiku di tempat yang
berbeda dari dimana yang lainnya berada. Aku mengetahui itu ketika
aku ikut hidup dengan mereka saat aku berumur lima belas. Aku
tahu itu dan aku menolak untuk melihatnya karena ketika kau tak
punya apa-apa kau akan berjuang untuk apa saja yang kau punya dan
terlalu takut untuk kehilangan itu.

Itulah kenapa malamku dengan Nik sungguh mudah diterima dan


tersimpan di hatiku. Itulah kenapa begitu mudah untuk mencintai
janin yang sedang tumbuh di tubuhku ini. Nik dan aku ditakdirkan
untuk bersama.

"Aku mencintaimu, Em. Dengan seluruh jiwaku aku mencintaimu.


Kau adalah mimpi terindahku yang menjadi nyata dan aku tak akan
pernah membiarkan kau pergi." Bibirnya membelai mataku,
menghisap air mataku. "Aku membutuhkanmu untuk bernapas. Kau
menjaga duniaku tetap melayang ketika semuanya menjadi gila."

"Aku sudah mencintaimu sejak lama Nik." Aku berbisik. "Kau


adalah pengeran kegelapanku yang berbaju baja ketika aku kecil.
Sekarang kau jadi alasanku untuk bangun setiap pagi. Beberapa
tahun terakhir, melihatmu masuk dalam lingkaran hubungan satu
malam, secara perlahan membunuhku. Aku dengan segera membenci
semua wanita yang memandangmu."

"Oh baby, aku sungguh minta maaf. Aku tak tahu." Dia menangkup
wajahku. "mereka tak berarti untukku, Em. Aku bersumpah. Mereka
hanya sesuatu yang mengalihkanku dari melakukan apa yang
seharusnya tidak aku lakukan. Ketika kau datang untuk hidup
bersama kami, aku telah menginginkanmu. Aku pikir aku berubah
menjadi seorang pedofil yang gila dan aku benci diriku sendiri."

Nik mengeluarkan sebuah desahan frustasi, dan aku mengerti


alasannya benci pada dirinya sendiri untuk semua perasaan itu. Aku
bukanlah satu-satunya yang memiliki masa kecil yang mengerikan...
"Kemudian aku menyadari itu hanya dirimu, namun itu tak
membuatku merasa lebih baik. Jadi aku menggunakan gadis lain
untuk mengambil pikiranku–dan hal lainnya–menjauh dari apa yang
paling aku inginkan."

"Mimpi-mimpi itu dimulai beberapa tahun yang lalu. Aku akan


terbangun tengah malam dengan kejantananku sangat keras dan
membutuhkan segenap kekuatanku untuk bertahan dari mencari
kehangatan dari pelukanmu sehingga aku bisa membuat mimpiku
menjadi nyata." Satu jari panjang mengusap bibir bawahku. "Itulah
kenapa malam kita bersama tidak mengejutkanku. Aku
mengabaikannya sebagai mimpiku yang lainnya."

"Aku pikir kau tidak tahu itu adalah aku. Aku membenci diriku
sendiri karena mengambil keuntungan darimu seperti itu. Tapi aku
hidup oleh kenangan itu." Aku menjalinkan jari-jari ku di rambut
tebalnya. "Malam itu lebih daripada apa yang pernah aku harapkan."
Dan malam ini...malam ini dia membuat semua mimpiku menjadi
kenyataan.

Nik menyapukan sebuah ciuman lembut di bibirku, bertahan untuk


sesaat sebelum menarik diri. "Ketika kau pergi menjauh dariku di
mall itu aku sedikit gila. Aku tak bisa menemukan mu dan itu adalah
perasaan terburuk yang pernah aku alami. Sampai malam ini.
Melihat taksi itu dan menyadari bahwa kau akan
meninggalkanku...Jantungku benar-benar berhenti, Em."

"Aku tak bisa menangani semua gadis itu bergelayut padamu, Nik.
Aku sangat mencintaimu dan aku pikir..." air mata menyumbat
tenggorokanku dan aku tak bisa berbicara.

Dia menciumku lagi. "hanya satu cara untuk melihat bagaimana kau
cemburu, cintaku. Tak lebih. Segera setelah aku melihatmu menjauh
dari pintu aku melepaskan mereka dan mendorong mereka ke Jesse
segera setelah dia keluar. Aku tidak bertahan setelah itu. Aku
menghabiskan sisa malam menonton Sport Center dan meminum bir
di ruang tamu sementara aku merencanakan langkah berikutnya
untuk membuatmu melihat bahwa aku jatuh cinta padamu."

Kata-katanya menyembuhkan setiap retakan dalam hatiku. Tak


pernah terpikir aku akan sebahagia seperti aku di momen ini. Tak
pernah aku bermimpi bahwa Nik dan aku akan bersama, dan disini
dia memberikan ku segalanya yang pernah aku inginkan.

Cintanya!

"Em, kau tidak akan pergi meninggalkan aku, bukan?" Dia berbisik
di bibirku. Dia terasa begitu nikmat aku mengerang.

Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, takkan pernah."

Nik menyentuhkan hidungnya pada hidungku "Dan kau


mencintaiku, iya kan?"

"Ya." Aku mendesah saat dia menangkup payudaraku.

"Maukah kau menikahiku, Ember-ku?" Jari-jarinya bermain dengan


jari-jariku. Terjalin, membelai.

Sebuah sentakan kebahagiaan melalui tubuhku. Napasku tertahan di


dadaku dan aku tak bisa menghentikan air mata yang mengalir dari
mataku. "Ya."
***
Epilog

"Sungguh luar biasa bisa tampil disini untuk kalian, New York!"

Keramaian menggila, berteriak meminta lebih ketika Nik mengakhiri


konser. Ini adalah konser satu hari, yang merupakan tipe konser-
konser Demon’s Wings akhir-akhir ini. Jarang di tur singkat seperti
ini mereka melakukan sebuah pertunjukan malam. Namun para fans
masih tetap kuat. Hanya karena mereka merubah gaya hidup bukan
berarti bahwa Demon’s Wings kehilangan penggemar mereka.

"Kalian tahu bahwa kami mencintai kalian semua dan tidak bisa
melakukan ini tanpa kalian." Itu adalah cara Nik setiap mengakhiri
konser. Menunjukkan penghargaan dan memastikan bahwa seluruh
anggota band mendapat sorotan.

"Jesse Thornton pada drum mencintai kalian, Shane Stevenson pada


bass memuja kalian, saudaraku Drake disini tergila-gila pada
kalian." Nik menyentuhkan sebelah tangan ke dadanya. "Dan kalian
tahu bahwa dengan pengecualian dua perempuan istimewaku di
dunia kalian adalah hidupku."

Aku tersenyum lebar ketika ia berbalik dan meniupkan sebuah


ciuman padaku, cincin perak di tangan kirinya mencerminkan
cahaya matahari. Tuhan, aku jatuh semakin dalam pada lelaki itu
setiap hari! "Maka, dengan satu lagu terakhir kami akan
meninggalkan kalian. Namun ketahuilah bahwa kalian akan selalu
berada di hati kami!"

"Kalian tahu lagu ini. Telah diminati seluruh dunia, menjadikannya


nomor satu selama empat bulan berturut-turut. Bantulah aku,
bernyanyi bersama."
Hatiku luluh saat aku mendengarkan untaian kata-kata yang sudah
menjadi bagian dari rutinitas malam kami selama dua tahun terakhir.
Sleeping Angel adalah lagu pengantar tidur malaikat kecil kami dan
Mia tak bisa tidur tanpa ayahnya menyanyikan lagu itu untuknya.
Tapi jangan berpikir bahwa hanya karena Nik menjadi seorang ayah
sekarang ia berubah menjadi lembut. Beberapa orang bertanya-tanya
apakah dia kehilangan sifat rockernya ketika Sleeping Angel
terkenal. Semua orang gusar karena mereka takut Demon’s Wings
hanya akan menyanyikan semua lagu tentang cinta yang terlalu
sentimentil untuk wanita-wanita di kehidupan mereka.

Mereka tidak perlu khawatir. Nik masih memiliki banyak inspirasi


untuk ditulis. Hanya karena Sleeping Angel menjadi nomor satu
pada daftar lagu rock tidak berarti bahwa itu adalah lagu hits satu-
satunya yang mereka miliki di album terbaru mereka. Musik mereka
bisa menjadi gelap seperti juga sebelumnya yang begitu sentimentil.

Mendengar Nik menyanyikan lagu favoritnya, balita dalam


pelukanku menggeliat dan aku meletakkannya untuk berdiri di
kakinya sendiri.

Sebelum kau panik dan berpikir bahwa aku membawa balitaku pada
sebuah pertunjukkan rock, tenanglah. Kami baru saja meninggalkan
bus pribadi kami – bis yang telah di rancang untuk perjalanan sebuah
keluarga dengan seorang bayi – sesaat yang lalu setelah Mia bangun
dari tidur siangnya. Namun Mia selalu ingin melihat akhir
pertunjukan ayahnya. Untuk mengatakan bahwa dia adalah gadis
ayahnya merupakan pernyataan yang terlalu sepele.

Hal ini sedikit menghancurkan hatiku bahwa dia lebih memilih


ayahnya daripada aku, tapi aku belajar untuk menerimanya. Nik dan
aku telah berbicara tentang memiliki bayi lagi. Namun itu adalah
sesuatu yang ingin aku tunda sedikit lebih lama. Bahkan jika aku
hanya terbaik kedua bagi Mia, aku tak pernah lelah memanjakan
gadis kecilku ini. Memiliki bayi lagi sekarang akan menghilangkan
itu.

Dia bergelung di kakiku, masih sedikit ketakutan dengan keramaian


yang selalu ada di konser Demon’s Wings. Tapi karena ayahnya
duduk disana, di panggung dikelilingi oleh semua lelaki di hidupnya
yang Mia tahu tak akan pernah membiarkan dia tersakiti, dia
melepaskanku. Sebelum aku bisa beranjak dia telah berlari, kaki
kecil montoknya bergerak cepat daripada yang pernah aku lihat
sebelumnya.

"Daddy, Daddy, Daddy!" Mia melemparkan dirinya sendiri ke


lengan terbuka ayahnya dan memeluknya erat sambil melanjutkan
bernyanyi hanya untuknya. "Tidurlah bidadariku." Nada suara Nik
melembut yang hanya dia berikan untuk Mia seorang ketika dia
bernyanyi untuknya saat tidur di pelukannya setiap malam.

Aku menggelengkan kepalaku, tahu bahwa pemandangan seorang


rocker besar dengan replika mungil dariku di dalam pelukannya
telah membuat wanita di keramaian jatuh cinta lebih dalam padanya
dalam sesaat. Namun itu tak masalah untukku.

Karena dengan pengecualian dari putri kami, aku adalah satu-


satunya wanita yang menggenggam hati Nik.
The End

Anda mungkin juga menyukai