Anda di halaman 1dari 3

Analisis Puisi “ MAKNA SEBUAH TITIPAN” Karya W.S Rendra.

Makna Sebuah Titipan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku


bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
bahwa mobiku hanya titipan-Nya
bahwa rumahku hanya titipan-Nya
bahwa hartaku hanya titipan-Nya
bahwa putraku hanya titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah, maka selayaknya derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai
keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

Karya: W.S. Rendra


Tema : Ketuhanan.
Nada : Sendu, suara tinggi dan agak lantang.
Rasa : Sendu, sedih dan sedikit kecewa.
Makna: Penyair yang mencurahkan rasa sedihnya terhadap Tuhan, karena telah mengambil
titipan-Nya, meski ia rajin beribadah.
Amanat: 1. Sebagai manusia, sudah selayaknya kita bersyukur akan segala nikmat/
pemberian yang diberikan Tuhan kepada kita.
2. Kita harus menyadari bahwa, semua yang kita miliki saat ini, haanyalah sebuah
titipan dari Tuhan yang kapan pun dapat diambil-Nya kembali.
3. Kita harus berlapang dada, saat mendapatkan ujian dari Tuhan.
4. Kita harus berbaik sangka terhadap Tuhan.
5. Kita harus beribadah dengan yang tulus dan ikhlas.

Tipografi : Pada puisi “ Makna Sebuah Puisi” menggunakan rata kiri dan tidak memedulikan
keindahan puisi, melainkan lebih menekankan pada maksud dari puisi tersebut.
Diksi : Dalam puisi “ Makna Sebuah Titipan” Penyair menggunakan kata-kata yang
sederhana dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Gaya Bahasa : Dalam Puisi “ Makna sebuah Titipan” penyair menggunakan gaya bahasa
metafora. Contohnya pada baris kedelapan bait kedua.
“Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.”
Penyair membandingkan derita dengan hukuman.
Imaji : Dalam puisi “ Makna Sebuah Titipan” terdapat beberapa imaji, yaitu :
1. pendengaran :
 Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku
 Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan
padaku?
 kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah
derita.
 Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
 Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah
2. Penglihatan :
 bahwa mobiku hanya titipan-Nya
 bahwa rumahku hanya titipan-Nya
 bahwa hartaku hanya titipan-Nya
 bahwa putraku hanya titipan-Nya

3. Perasa :
 Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali
oleh-Nya?
 Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.

Kata Konkret : Pada puisi “ Makna Sebuah Titipan” tidak menggunakan kata konkret,
penyair lebih menggunakan kata denotasi.
Rima : Puisi “ Makna Sebuah titipan” dominan menggunakan huruf vokal diakhir suku kata.
Latar Belakang : Pada saat W.S Rendra sedang merasakan kesedihan yang luar biasa, karena
ditinggalkan orang yang Ia sayangi, meskipun Ia tahu semua yang Ia miliki
hanyalah sebuah titipan dari Tuhan.Dari puisi ini, Ia mengungkapkan
sebuah rasa ketidak terimaannya terhadap Tuhan akan apa yang telah
dideritanya. Pada puisi ini pula W.S Rendra menyampaikan amanat yang
amanat yang amat mendalam untuk pembaca, agar selalu ikhlas dan
menyadari bahwa semua yang ada didunia hanyalah sementara.

Nama: Andini Febbyani


Kelas: XII. IPA.2

Anda mungkin juga menyukai