Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

POSKESDES
PUSKESMAS KLAKAH
PERIODE TANGGAL TANGGAL 06 MEI – 19 MEI 2019

Disusun Oleh:
ENO APRILYA WATI 162303101039

PROGRAM STUDI D 3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
A. Sejarah Poskesdes
Melalui paradigma sehat dimana pelayanan kesehatan yang dijalankan
oleh pemerintah, lebih berfokus pada pelayanan kesehatan dasar dan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Hal ini ditempuh melalui
pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) seperti
pondok persalinan desa (Polindes) dan pos pelayanan terpadu (Posyandu) yang
dikembangkan sejak tahun 1984. Tujuan pengembangan UKBM adalah agar
semua masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu,
terutama untuk mempercepat penurunan kematian ibu, bayi, dan balita (Depkes,
2001). Paradigma sehat yakni suatu pola pikir dan pola aksi yang lebih
mengutamakan upaya-upaya promotf dan preventif tanpa meninggalkan uoaya
kuratif dan rehabilitatif. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia
(Susilo Bambang Yodhoyono), telah mempertegas pentingnya dikembangkan
UKBM, terutama Posyandu. Hal ini tercermin dari sambutan yang disampaikan
pada peringatan Hari Kesehatan Nasional di Karang Anyar pada tahun 2005,
menyerukan revitalisasi Posyandu dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pesan ini selanjutnya direspon oleh menteri kesehatan dengan mengeluarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 564/2006, tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, dengan mengambil kebijakan
bahwa pengembangan Desa Siaga, yang mempunyai ciri dimana desa yang sudah
menjadi Desa Siaga dilanjutkan dengan revitalisasi Polindes menjadi Poskesdes,
tetapi bila di desa tersebut belum ada Polindes dengan partisipasi masyarakat dan
sarana prasarananya sebagian dibantu oleh pemerintah segera mendirikan
Poskesdes (Depkes, 2006). Berdasarkan Kepmenkes No. 564/2006 tersebut
ditargetkan pada akhir tahun 2006, 12.000 desa telah menjadi Desa Siaga, dan
pada akhir tahun 2008 telah dicapai 70.000 Desa Siaga. Pada setiap desa siaga
dibentuk minimal 1 pos kesehatan desa (Poskesdes) sebagai UKBM yang
bertujuan mendekatkan/ menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat
desa. Kegiatannya meliputi peningkatan hidup sehat (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan dua orang kader atau tenaga
sukarela dari masyarakat (Depkes, 2006).

Dukungan pemerintah dalam pendirian Poskesdes berupa pemberian


stimulus melalui Dana Bantuan Sosial Operasional Poskesdes. Hal ini sejalan
dengan kebijakan penganggaran kesehatan pemerintah yang mengutamakan aspek
upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Proporsi anggaran kesehatan untuk
upaya pencegahan dan promosi kesehatan mengalami peningkatan sekurang-
kurangnya 5% dari alokasi 30%. Selain stimulan dari pemerintah pusat, dana
pengembangan Desa Siaga juga diharapkan berasal dari pemerintah daerah, lintas
sektor dan dana masyarakat, sehingga diharapkan pengembangan dan
operasionalnya Poskesdes /Desa Siaga dapat berkelanjutan (Depkes, 2006). Selain
kontribusi dalam bentuk dana, partisipasi masyarakat juga diharapkan melalui
pemanfaatan Poskesdes. Jika pemanfataan Poskesdes berjalan optimal, dapat
diharapkan akan membantu mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI)
dan angka kematian bayi (AKB). Kondisi ini dapat meningkatkan pelayanan dan
mendekatkan keterjangkauan kepada masyarakat yang memerlukan pelayanan
kesehatan, dapat dibuktikan sebagai berikut; 1). Pelayanan keluarga berencana,
termasuk penanggulangan aborsi. Upaya ini memberikan kontribusi 13% untuk
penurunan AKI, 2). Perbaikan kualitas pelayanan antenatal termasuk deteksi dan
manajemen anemia, pencegahan malaria, pengobatan infeksi cacing, penanganan
hipertensi, skrining infeksi menular seksual dan HIV/AIDS serta pemberian
imunisasi tetanus toxoid. Upaya ini dapat memberikan kontribusi penurunan AKI
dan AKB lebih kurang 10%. 3). Perbaikan manajement persalinan, pasca
persalinan, pelayanan obsterik emergensi dasar dan komprehensif akan
memberikan kontribusi penurunan AKI dan AKB sebanyak 30 - 40%. 4). Promosi
petolongan persalinan oleh tenaga profesional di fasilitas pelayanan kesehatan
(Poskesdes), 5). Perbaikan sistem rujukan, 6). Peningkatan koordinasi pelayanan
kesehatan reproduksi dan manajemen infeksi menular seksual, HIV/AIDS. Dan
pelayanan esensial neonatal yaitu: 1). Pemberian ASI dini dan eksklusif, 2).
Menjaga suhu tubuh neonatus tetap hangat, mencegah infeksi, pemberian
imunisasi dan manajemen neonatus yang sakit. 3). Manajemen terpadu balita
muda (MTBM). Upaya tersebut dapat menurunkan angka kematian bayi sampai
50% (Depkes, 2005). Penurunan angka kematian ibu dan bayi, merupakan sasaran
pembangunan kesehatan, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
PP) No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004 – 2009 dengan sasaran yang harus dicapai sebagai berikut : (1)
Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun, (2)
Menurunnya angka kematian bayi dari 37 menjadi 26/1000 kelahiran hidup, (3)
Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226/100.000
kelahiran hidup, (4) Menurunnya prevalensi gizi kurang anak balita dari 25,8 %
menjadi 20% (Depkes, 2006). Ini berkaitan dengan visi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia “Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”, visi ini
akan dicapai melalui misi: (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, (2)
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan
yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, (3) Menjamin ketersediaan dan
pemerataan sumberdaya kesehatan, serta (4) Menciptakan tata kelola
kepemerintahan yang baik, maka optimalisasi pemanfaatan Poskesdes merupakan
langkah strategis karena merupakan manifestasi dari pemberdayaan masyarakat,
sebagaimana dituangkan pada misi pertama di atas (Depkes, 2010). Partisipasi
masyarakat dalam pengembangan Desa Siaga bukan hanya berarti ikut
menyumbangkan sesuatu input ke dalam proses pengembangan, tetapi termasuk
ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pengembangan Desa Siaga. Apabila
pelaku atau pelaksana program pembangunan di daerahnya adalah orang-orang,
organisasi, atau lembaga yang telah mereka percaya integritasnya, serta apabila
program tersebut menyentuh inti masalah yang mereka rasakan, dan dapat
memberikan manfaat terhadap kesejahteraan hidupnya (Depkes, 2010). Menurut,
prinsip-prinsip partisipasi masyarakat antara lain adalah program harus
ditentukan oleh masyarakat dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Selain
itu, harus selalu dilakukan pendampingan dan pemberian bimbingan kepada
masyarakat baik dalam persiapan, perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan
(Depkes, 2010). Yang mengutip pendapat Awang, partisipasi mempunyai arti
keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap fase kegiatan mulai dari perencanaan
dan pengambilan keputusan, implementasi, evaluasi dan pemanfaatan atas
inisiatif sendiri berdasarkan kearifan-kearifan lokal yang ada pada mereka untuk
menyelesaikan hal-hal yang dianggap sebagai hambatan dan merupakan bentuk
inovatif dalam melihat peluang atas kebutuhan-kebutuhannya (Depkes, 2010).
Menurut FAO dalam Chambers (1996), menegaskan bahwa partisipasi
masyarakat adalah hak asasi, sehingga masyarakat harus diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan. Kesempatan tersebut perlu
diberikan karena tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat sesuai dengan yang mereka inginkan. Masyarakat sendiri yang akan
merasakan dan menilai apakah pembangunan tersebut berhasil atau tidak.
Pembangunan di Indonesia terus dilakukan melalui berbagai program, namun
keberhasilannya belum sepadan dengan investasi. Hal ini antara lain karena
kurang memperhatikan partisipasi masyarakat mulai dari perencanaan dan
pelaksanaan. Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa partisipasi berhasil
diterapkan dalam berbagai jenis kegiatan bila masyarakat dilibatkan dalam
pengambilan keputusan teknis, operasional, dan strategis. Mengutip pendapat
Adisasmita, khususnya kaum ibu yang mempunyai balita bila sudah dilibatkan
sejak perencanaan, hasil pembangunan akan dimanfaatkan secara maksimal
(Dinkes, 2009). Fakta di atas dapat disimpulkan, bahwa belum memberikan hasil
yang memuaskan karena dalam implementasinya di beberapa desa, masih ada
yang belum melibatkan masyarakat khususnya kaum ibu. Masyarakat cenderung
diposisikan sebagai obyek/sasaran dan bukan subyek (Dinkes, 2009).

B. Konsep Poskesdes
Pos Kesehatan Desa, selanjutnya disingkat dengan Poskesdes, adalah
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa. Poskesdes dibentuk sebagai upaya untuk mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar setiap hari bagi masyarakat di desa serta sebagai sarana
untuk mempertemukan upaya masyarakat dan dukungan Pemerintah.
Pelayanannya meliputi upaya-upaya promotif, preventif, dan kuratif yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader
atau tenaga sukarela Iainnya Adanya Poskesdes merupakan salah satusyarat desa
disebut Desa Siaga. Terkait dengan kriteria desa siaga dimana disebutkan bahwa
sebuah desa siaga telah menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah memiliki
sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (POSKESDES), jalan dengan
reformasi dibidang kesehatan melalui paradigma sehat baru, yaitu lebih
difocuskan pada pelayanan kesehatan dasar berupa upaya promosi kesehatan
(Promotif), dan upaya pencegahan (Preventif) dengan tidak mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader kesehatan.
Pentingnya peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesehatan tercermin
dalam strategi dan sasaran utama Renstra Kementrian Kesehatan. Program-
program pembangunan kesehatan yang akan diselenggarakan oleh Kementrian
Kesehatan diarahkan untuk pengembangan Desa Siaga dalam rangka mewujudkan
desa sehat. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang diharapkan
mampu menanggulangi faktor resiko masalah setempat. Pada saat ini, kegiatan di
pos kesehatan desa, kegiatan masih terbatas pada upaya pengobatan tingkat dasar
dan persalinan, sedangkan bila ditinjau dari tujuan dan fungsi poskesdes kegiatan
promotif mempunyai peranan yang besar. Kegiatan promotif di sini artinya
menurut Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi Kesehatan. Pelaksanaan kegiatan poskesdes sudah
dimulai sejak tahun 2007. Kegiatan utama Poskesdes adalah pengamatan dan
kewaspadaan dini (surveilanspenyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku
berisikodan surveilans lingkungan, serta masalah kesehatanlainnya), penanganan
kegawatdaruratan kesehatandan kesiapsiagaan terhadap bencana, serta pelayanan
kesehatan dasar. Pelayanan Poskesdes menuju MDGs 2015 dalam meningkatkan
Human Develop- mant Indeks Pengembangan Masyarakat, Indonesia mendapat
point 117. Peringkat ini merupakan peringkat skala international untuk
menggambarkan perkembangan masyarakat suatu negara. Banyak indikator yang
mempengaruhi nilai ini,diantaranya angka kematian ibu melahirkan (AKI), dan
angka kematian Bayi (AKB). Untuk mencapai MDGs pada 2015 mendatang salah
satunya dengan adanya poskesdes maka ada beberapa indikator yang harus
dicapai Pada tahun 2015. Keberhasilan pembangunan kesehatan yang salah
satunya ditandai dengan ketersediaan sarana kesehatan salah satunya adalah
poskesdes belum dirasakan oleh seluruh masyarakat. Oleh karenanya perlu
dilakukan upaya untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan pada masyarakat
berupa fasilitas pelayanan. Pos Kesehatan Desa adalah Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat yang melakukan pelayanan kesehatan sesuai standar
pelayanan minimal kesehatan yang dibentuk di desa dalam rangka
mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan
standar pelayanan minimal kesehatan, penyelenggaraan poskesdes perlu ditunjang
oleh manajemen Poskesdes yang baik. Manajemen Poskesdes merupakan
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistemik untuk menghasilkan luaran
Poskesdes yang efektif dan efisien, sehingga dalam pelayanannya dicapai
efektivitas. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Poskesdes
membentuk fungsi- fungsi manajemen. Ada tiga fungsi manajemen Poskesdes
yakni perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban. Semua fungsi tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan
berkesinambungan (Ulumuddin, 2010).Pembentukan POSKESDES didahulukan
pada desa yang tidak memiliki rumah sakit, Pusekesmas, Puskesmas Pembantu
(PUSTU) dan bukan ibu kota kecamatan atau ibu kota kabupaten. POSKESDES
diharapkan sebagai pusat pengembangan dan korinator berbagai UKBM yang
dibutuhkan masyarakat desa, misalnya POS pelayanan terpadu atau POSYANDU
dan warung obat desa (WOD). Puskesmas sebagai salah satu unit pelaksana teknis
Dinas kabupaten/kota berperan di dalam menyelenggarakan pelayanan publik
yang berkualitas kepada masyarakat dengan melakukan berbagai upaya untuk
memenuhi segala harapan, keinginan, dan kebutuhan serta mampu memberikan
kepuasan bagi masyarakat.
Istilah kualitas pelayanan memiliki berbagai definisi yang berbeda, dan
bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Kualitas terdiri dari
sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun
keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian
memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu atau dapat dikatakan bahwa
kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan
(Gasperz, 2005).

C. Tujuan Poskesdes
Tujuan Poskesdes terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
1). Tujuan Umum
Terwujudnya masyarakat sehat yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali,
mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi.

2) Tujuan Khusus
a. Terselenggaranya upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya di bidang
kesehatan.
b. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan (bidan) dan kader kesehatan.
c. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan, dan pelaporan dalam rangka
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap risiko
dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama
penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar
biasa (KLB) serta faktor- faktor risikonya (termasuk status gizi dan ibu
hamil yang berisiko).
d. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
e. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa.

Pembangunan Poskesdes di maksudkan untuk lebih mendekatkan pelayanan


kesehatan pada masyarakat yang tinggal jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan.
Poskesdes dibangun dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar,
meyeluruh dan terpadu dan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di tingkat
desa/kecamatan. Program Kesehatan yang diselenggarakan oleh Poskesdes
merupakan program Desa siaga untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masayarakat sebagai upaya
membangun masyarakat mandiri. Banyak yang menjadi tujuan dalam
pembentukan pembinaan poskesdes di desa – desa, antara lain :
1. Meningkatkan sistem surveilans, monitoring & informasi kesehatan
2. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas
4. Terwujudnya masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalahan kesehatan di
wilayah desanya
5. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan
6. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan dan pelaporan dalam rangka
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap resiko dan
bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa atau
KLB serta factor- factor resikonya
7. Tersedianya upaya pemerdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya di bidang kesehatan
8. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh
masyarakat dan tenaga professional kesehatan
9. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa
Pembangunan Poskesdes di maksudkan untuk lebih mendekatkan pelayanan
kesehatan pada masyarakat yang tinggal jauh dari jangkauan pelayanan
kesehatan, Poskesdes dibangun dalam rangka menyelenggarakan pelayanan
Kesehatan dasar ,menyeluruh dan terpadu dan sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan di tingkat desa/Kecamatan .
Program Kesehatan yang diselenggarakan oleh Poskesdes merupakan
program Desa Siaga untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat sebagai upaya membangun
masyarakat mandiri.

D. Ruang Lingkup Kegiatan


Ruang lingkup kegiatan Poskesdes meliputi upaya kesehatan yang
mencakup upaya promotif, preventif, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader kesehatan.Kegiatan
Poskesdes, utamanya adalah pelayanan kesehatan dasar yaitu layanan kesehatan
untuk ibu hamil, ibu menyusui, kesehatan anak dan pengamatan dan kewaspadaan
dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku berisiko, surveilans
lingkungan, dan masalah kesehatan lainnya), penanganan kegawatdaruratan
kesehatan, serta kesiapsiagaan terhadap bencana, penemuan serta penanganan
penderita penyakit sementara kegiatan promosi kesehatan dan penyehatan
lingkungan dijadikan sebagai kegiatan pengembangan Poskesdes.Sebagai bentuk
pertanggungjawaban maka kegiatan di Poskesdes didukung dengan pencatatan
dan pelaporan.Poskesdes merupakan pendorong dalam menumbuhkembangkan
terbentuknya UKBM lain di masyarakat serta meningkatkan partisipasi
masyarakat dan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan terkait.
Kegiatan dilakukan berdasarkan pendekatan edukatif atau kemasyarakatan yang
dilakukan melalui musyawarah dan mufakat oleh forum desa siaga aktif atau
forum kesehatan lainnya yang sudah ada, yang disesuaikan dengan kondisi dan
potensi masyarakat setempat. Kegiatan utama pelayanan kesehatan bagi
masyarakat desa,adalah :
1. Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (
KLB ) dan faktor resikonya ( termasuk status gizi ) serta kesehatan ibu hamil
yang beresiko.
2. Penaggulangan penyakit,terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB , serta faktor-faktor resikonya ( termasuk
kurang gizi )
3. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawat daruratan
kesehatan.
4. Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensi.

Pelayanan tersebut dilaksanakan baik didalam poskesdes maupun di luar


poskesdes (dalam gedung maupun luar gedung). Adapun kegiatan pengembangan
meliputi promosi kesehatan untuk :
1. Peningkatan keluarga sadar gizi
2. Peningkatan prilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS )
3. Penyehatan lingkungan

Poskesdes juga merupakan pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai


UKBM lain yang dibutuhkan oleh masyarakat desa, antara lain warung obat desa,
kelompok pemakai air, arisan jamban keluarga.

a. Pemanfaatan Poskesdes pada Aspek Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari oleh dan bersama masyarakat,agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri,serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat
sesuai dengan aspek sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public
yang berwawasan kesehatan. Setiap masalah kesehatan,pada umumnya
disebabkan tiga faktor yang timbul secara bersamaan,yaitu :
(1) Adanya bibit penyakit atau penganggu lainnya.
(2) Adanya lingkungan yang memungkinkan berkembang biaknya bibit penyakit
(3) Adanya perilaku hidup manusia yang tidak peduli terhadap bibit penyakit dan
lingkungannya. Oleh sebab itu sehat dan sakitnya seseorang sangat ditentukan
oleh perilaku hidup manusia itu sendiri. Karena masalah perubahan perilaku
sangat terkait dengan promosi kesehatan maka dengan demikian peran
promosi kesehatan sangat diperlukan dalam meningkatkan perilaku
masyarakat agar terbebas dari masalah-masalah kesehatan.

Pelaksanaan promosi kesehatan dalam rangka penggerakan dan


pemberdayaan masyarakat yaitu pemberian informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, agar sasaran tersebut
berubah dan tidak tahu menjadi tahu atau sadar dari tahu menjadi mau dan dari
mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan. Dalam
mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar kuncinya terletak pada keberhasilan
membuat orang tersebut memahami apa yang menjadi masalah baginya dan bagi
masyarakatnya. apabila masyarakat telah menyadari masalah yang dihadapinya
maka perlu diberikan informasi umum lebih lanjut tentang permasalahan
poskesdes. Sebagai salah satu upaya agar pelaksanaan promosi kesehatan dapat
terlaksana dengan baik maka perlu kita membuat suatu strategi dasar utama dalam
promosi kesehatan didaerah tidak terkecuali di poskesdes. Adapun strategi
dimaksud adalah pemberdayaan, bina suasana, advokasi serta dijiwai semangat
kemitraaan sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang kebijakan nasional promosi
kesehatan.Disamping itu pula kegiatan promosi kesehatan hendaknya dilakukan
pula diluar gedung poskesdes. Artinya promosi kesehatan dilakukan untuk
masyarakat yang berada diwilayah kerja poskesdes.

Kegiatan promosi kesehatan diluar gedung yang dilakukan adalah sebagai


salah satu upaya untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui
pengorganisasian masyarakat sehingga terbentuk suatu pemahaman dari
masyarakat akan pentingnya promosi kesehatan dalam menunjang kegiatan
operasional dari suatu poskesdes.

Ruang lingkup poskesdes meliputi upaya kesehatan yang menyeluruh mencakup


upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela. Contoh
kegiatan, antara lain:
1. Promotif
Dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Contoh kegiatan promotif, antara lain:
a. Penyuluhan tentang peningkatan gizi bayi dan balita, terutama pada bayi dan
balita yang mengalami masalah kurang gizi.
Dalam penyuluhan tersebut bidan sangat berperan, kader kesehatan juga akan
berperan dalam kegiatan tersebut.
b. Penyuluhan tentang kesehatan masyarakat.
Dalam kegiatan ini, bukan hanya bidan yang berperan, namun kader
kesehatan dan tokoh masyarakat juga berperan penting.

2. Preventif
Ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit, dan gangguan terhadap individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Contoh kegiatan preventif, antara lain:
a. Imunisasi masal terhadap bayi dan balita, serta bumil.
b. Pemberian vitamin A dan yodium pada balita dan anak sekolah.

3. Kuratif
Ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok dan yang
menderita penyakit atau masalah kegiatan.
Contoh kegiatan preventif, antara lain:
a. Perawatan bumil dengan kondisi patologis.
b. Pengobatan pada balita sakit.

4. Rehabilitatif
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita.
Contoh kegiatan rehabilitative, antara lain:
a. Pada balita yang sakit, setelah di obati, maka bidan akan memberikan KIE
tentang pencegahan agar tidak terjadi diare lagi, KIE tentang diit anak. Serta
bidan melakukan pemantauan terhadap pemulihan kesehatan anak tersebut.
Kegiatan di atas merupakan contoh kegiatan rehabilitatif.
E. Fungsi Poskesdes
1. Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan guna lebih mendekatkan pelayanan
kesehatan dasar kepada masyarakat.
2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai risiko dan masalah
kesehatan.
3. Sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
4. Sebagai Wahana pembentukan jaringan berbagai UKBM yang ada di desa.

F. Manfaat Poskesdes
1. Bagi masyarakat desa
a) Permasalahan kesehatan di desa dapat dideteksi secara dini, sehingga bisa
ditangani dengan cepat dan diselesaikan, sesuai kondisi, potensi dan
kemampuan yang ada.
b) Masyarakat desa dapat memperoleh pelayanan kesehatan dasar (KIA/KB,
peningkatan gizi masyarakat khususnya balita dan maternal, imunisasi
termasuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular,
upaya mewujudkan lingkungan sehat, dan pengobatan sederhana termasuk
trauma, didukung dengan penyediaan obat-obat esensial) serta pengetahuan
dan keterampilan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
kesiapsiagaan serta penanggulangan masalah kesehatan.
c) Masyarakat dapat mengaktualisasikan diri dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan.

2. Bagi tenaga kesehatan (bidan)


a) Tenaga kesehatan (bidan) dapat mengaktualisasikan dirinya dalam membantu
masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di wilayahnya.
b) Tenaga kesehatan (bidan) dapat lebih mudah memberikan pelayanan kesehatan
dasar kepada masyarakat.
c) Tenaga kesehatan (bidan) mendapatkan informasi secara cepat tentang
permasalahan kesehatan di masyarakat dan upaya kesehatan bagi masyarakat.
3. Bagi kader kesehatan
a) Kader kesehatan mendapatkan informasi lebih awal di bidang kesehatan.
b) Kader kesehatan dapat mengaktualisasikan dirinya dalam membantu
masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di wilayahnya.
c) Kader dapat menjadi teladan bagi masyarakat desanya.

4. Bagi Puskesmas
a) Memperluas jangkauan pelayanan Puskesmas dengan mengoptimalkan sumber
daya yang ada.
b) Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan yang
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan
kesehatan strata pertama, yang meliputi pelayanan kesehatan perseorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
c) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan sesuai kondisi setempat.

5. Bagi sektor lain


Dapat memadukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan secara
efektif dan efisien.

G. Organisasi Poskesdes
1. Tenaga Poskesdes
Agar poskesdes dapat terselenggara maka perlu didukung dengan tenaga sebagai
berikut :
a. Tenaga Masyarakat :
• Kader
• Tenaga sukarela lainnya tenaga masyarakat minimal 2 orang yang telah
mendapatkan pelatihan khusus.
b. Tenaga kesehatan minimal terdapat seorang bidan yang menyelenggarakan
pelayanan di poskesdes minimal seorang bidan.

2. Langkah Pengembangan
a. Persiapan Internal : Sosialisasi, pertemuan & pelatihan yg bersifat konsolidasi
b. Persiapan Eksternal : Kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan
c. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri
d. Musyawarah Masyarakat Desa
e. Pembentukan Poskesdes
 Pemilihan Pengurus & Kader Poskesdes
 Orientasi/Pelatihan Kader Poskesdes
 Pemenuhan/penempatan & Pelatihan Nakes

3. Kepengurusan
Kepengurusan dipilih melalui musyawarah mufakat desa, serta ditetapkan oleh
kepala desa. Struktur minimal terdiri dari Pembina ketua, sekretaris, bendahara
dan anggota. Susunan pengurus poskesdes bersifat fleksibel, sehingga dapat
dikembangkan sesuai kebutuhan, kondisi dan permasalahan setempat.

4. Keduduakan dan Hubungan kerja


Kedudukan dan hubungan kerja antar poskesdes dengan unit-unit serta
masyarakat, dapata di gambarkan sebagai berikut :

DINAS KAB/KOTA RSUD KOTA/KAB

PUSKESMAS

PUSTU PUSTU

POSKESDES

POSYANDU UKMB LAIN

KELUARGA/MASYARAKAT

Keterangan :
1. Poskesdes merupakan coordinator dari UKBM yang ada ( Misalnya :
Posyandu, poskestren, ambulan desa). Dengan demikian maka poskesdes
bertugas pula membina kelestarian UKBM lain tersebut.
2. Poskesdes dibawah pengawasan dan bimbingan puskesamas setempat.
Pelaksanaan poskesdes wajib melaporkan kegiatannya kepada puskesamas,
adapun pelaporan yang menyangkut pertanggung jwaban keuangan
disampaikan kepada kepala desa.
3. Jika wilayah tersebut terdapat puskesmas pembantu maka poskesdes
berkoordinasi dengan puskesamas pembantu yang ada tersebut.
4. Poskesdes di bawah pimpinan kabupaten/kota melalu puskesmas. Pembinaan
dalam aspek upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan
perorangan, apabila poskesdes tidak mampu memberikan pelayanan maka
perlu melakukan rujukan ke puskesmas antara lain pelayanan ke gawat
daruratan pada keadaan tertentu poskesdes dapat melakukan rujukan langsung
ke rumah sakit dengan sepengetahuan rumah sakit.

Jenis pencacatan dan pelaporan di Poskesdes


a. SOAP
Metode SOAP merupakan catatan yang bersifat sederhana , jelas, logis dan
singkat. Prinsif dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran
penatalaksanaan manajemen kebidanan.
b. Buku register
Buku register berisi tentang identitas pasien, keluhan dan tindakan yang dilakukan
bidan. Prosedur pelayanan pancatan dan pelaporan
Bidan setiap memberikan pelayan kebidanan harus sesuai dengan paraturan yang
berlaku .
Informasi yang dibuat dalam rekam medis sekurang-kurangnya :
a. Identitas pasien
b. Anamnesa
c. Pemeriksaan fisik ( TTV, Status Obstetrik, pemeriksaan tambahan/penunjang)
d. Diagnose
e. Tindakan/ terapi
f. SOAP/ catatan perkembangan
g. Lembar persetujuan / imform consent
h. Data persalinan
i. Data bayi
Pelaporan yang dilakukan dengan mengikuti ketentuan program p-emerintah
khususnya dalam pelayanan KIA dan KB . Pelaporan ditujukan kepada
Puskesmas setempat satu bulan sekali. Adapun laporan yang dibuat meliputi :
1. Jumlah ibu hamil ( K1, K4)
2. Detekti resiko ibu hamil
3. Komplikasi maternal dan neonatal
4. Ibu hamil yang resiko ( Anamia, KEK )
5. Persalinan ( normal dan abnormal )
6. Kunjungan nifas dan neonatal
7. Kunjungan akseptor KB ( Ulang dan baru )
8. Kunjungan bayi dan balita
9. Bayi dengan resiko
10. Jumlah kematian ibu
11. Jumlah kematian bayi ( LM atau bayi meninggal )
12. Jumlah kematian balita
13. Jumlah rujukan bayi dan ibu ke fasilitas yang lebih mampu ( Puskesmas,
RSU )
14. Jumlah PUS yang dilayani berKB
15. Laporan penggunaan obat

H. Desa Siaga
Pengembangan Desa Siaga sebenarnya upaya merajut berbagai upaya
kesehatan berbasis masyarakat, dan membangun kembali kegotong-royongan
kesehatan yang ada di desa. Serta membangun jejaring (networking) berbagai
UKBM yang ada di desa. Kegiatan inti dari desa siaga yaitu memberdayakan
masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat serta berperan aktif dalam
menghidupkan fasilitas kesehatan untuk desa mereka. Untuk menggerakkan
masyarakat agar dapat berdaya diperlukan berbagai pendekatan berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan dalam UKBM diantaranya adalah posyandu, polindes, pos
obat, dan lain – lain (Rosdiana, 2017). Pendekatan yang pertama adalah
pendekatan edukatif yaitu pendekatan dengan pemberian proses pembelajaran
mengenai permasalahan kesehatan. Pendekatan kedua adalah dengan pendekatan
partisipatif. Salah satu bentuk partisipatif masyarakat dalam pemberdayaan adalah
dengan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dimana terdapat
Desa Siaga yang menjadi embrio Desa sehat nantinya diharapkan dapat
melengkapi komponen-komponennya yang terdiri dari adanya Pos Kesehatan
Desa (poskesdes) atau UKBM lainnya yang akan mendekatkan akses pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, penerapan PHBS oleh masyarakat, kesiap- siagaan
masyarakat dalam Safe Community, Survailans kesehatan berbasis masyarakat,
serta pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat. Sehubungan dengan
pengertian tersebut, maka ciri-ciri desa siaga adalah :
1) Memiliki pemimpin dan atau tokoh masyarakat yang peduli kepada kesehatan
2) Memiliki organisasi kemasyarakatan yang peduli kepada kesehatan masyarakat
desa
3) Memiliki berbagai upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM)
4) Memiliki Poskesdes yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dasar
5) Memiliki sistem surveilans (penyakit, gizi, kesling dan PHBS) yang berbasis
masyarakat
6) Memiliki sistem pelayanan kegawat-daruratan (safe community) yang
berfungsi dengan baik
7) Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat (mandiri dalam
pembiayaan kesehatan seperti adanya Tabulin, Dasolin, Dana Sehat, dana
Sosial Keagamaan dan lain-lain)
8) Masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
a. Perawat Dalam Pelaksanaan Desa Siaga
Perawat sebagai ujung tombak tenaga kesehatan dimasyarakat tentu harus juga
dipersiapkan dalam pelaksanaan Desa Siaga ini. Adapun peran perawat di sini
antara lain (Old, London, & Ladewig, 2000):
(1)Sebagai pemberi pelayanan dimana perawat akan memberikan pelayanan
keperawatan langsung dan tidak langsung kepada klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
(2)Sebagai pendidik, perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien
dengan resiko tinggi atau dan kader kesehatan.
(3)Sebagai pengelola perawat akan merencanakan, mengorganisasi,
menggerakkan dan mengevaluasi pelayanan keperawatan baik langsung
maupun tidak langsung dan menggunakan peran serta aktif masyarakat dalam
kegiatan keperawatan komunitas.
(4)Sebagai konselor, perawat akan memberikan konseling atau bimbingan kepada
kader, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan komunitas dan
kesehan ibu dan anak.
(5)Sebagai pembela klien (advokator) perawat ahrus melindungi dan
memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan
komunitas.
(6)Sebagai peneliti perawat melkaukan penelitian untuk mengembangkan
keperawatn komunitas dalam rangka mengefektifkan desa siaga.

Masalah pemberdayaan masyarakat pada bidang kesehatan pada program desa


siaga telah dirumuskan, namun belum di-pahami dan diaplikasi semua pihak.
Kedua, undang-un-dang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah
menetapkan daerah (kabupaten/kota) memegangkewenangan penuh dalam bidang
kesehatan, namunkewenangan tersebut belum berjalan optimal. Ketiga,revitalisasi
puskesmas dan posyandu hanya diartikandengan pemenuhan fasilitas sarana.
Keempat, dinas ke-sehatan kabupaten/kota lebih banyak melakukan tugas-tugas
administratif. Kelima, keterlibatan masyarakatbersifat semu yang lebih
berkonotasi kepatuhan daripa-da partisipasi dan bukan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan mengemuka sejak dideklarasikannya
Piagam Ottawa. PiagamOttawa menegaskan bahwa partisipasi masyarakat meru-
pakan elemen utama dalam pemberdayaan masyarakatbidang kesehatan.
Selanjutnya, Konferensi InternasionalPromosi Kesehatan ke-7 di Nairobi, Kenya,
menegaskankembali pentingnya pemberdayaan masyarakat bidangkesehatan
dengan menyepakati perlunya: membangunkapasitas promosi kesehatan,
penguatan sistem kese-hatan, kemitraan dan kerjasama lintas sektor, pember-
dayaan masyarakat, serta sadar sehat dan perilaku sehat.Pemberdayaan
didefinisikan sebagai suatu proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol
atas keputusan dan tindakan yang memngaruhi masyarakat. Sepuluh model
pemberdayaan masyarakat dengan model pengembangan lokal sebagai
upayapemecahan masalah masyarakat melalui partisipasimasyarakat dengan
pengembangan potensi dan sumberdaya lokal.8Kedua, model promosi kesehatan
dilakukanmelalui empat pendekatan, yaitu persuasi (bujukan/kepercayaan)
kesehatan, konseling personal dalam kese-hatan, aksi legislatif, dan
pemberdayaan masyarakat.Ketiga, model promosi kesehatan perspektif multi
disiplin mempertimbangkan lima pendekatan meliputi medis,perilaku, pendidikan,
pemberdayaan, dan perubahan sosial. Keempat, model pelayanan kesehatan
primer berbasis layanan masyarakat menurut Ife, masyarakat harus bertanggung
jawab dalam mengidentifikasi kebutuhan.Menetapkan prioritas, merencanakan
dan memberikan layanan kesehatan, serta memantau dan mengevaluasi layanan
kesehatan. Kelima, model pem-berdayaan masyarakat meliputi partisipasi,
kepemim-pinan, keterampilan, sumber daya, nilai-nilai, sejarah,jaringan, dan
pengetahuan masyarakat. Keenam, model pengorganisasian masyarakat yaitu
hubungan antara pemberdayaan, kemitraan, partisipasi,responsitas budaya, dan
kompetensi komunitas. Ketujuh,model determinan sosial ekonomi terhadap
kesehatan meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan modal atau kekayaan
yang berhubungan satu sama lain dengan kesehatan. Kedelapan, model kesehatan
dan ekosistem masyarakat interaksi antara masyarakat, lingkungan, danekonomi
dengan kesehatan. Kesembilan, model deter-minan lingkungan kesehatan
individual dan masyarakat determinan lingkungan kesehatan individual
meliputilingkungan psikososial, lingkungan mikrofisik, lingku-ngan
ras/kelas/gender, lingkungan perilaku, dan lingku-ngan kerja.13Sementara itu,
determinan lingkungan ke-sehatan masyarakat meliputi lingkungan politik/ekono-
mi, lingkungan makrofisik, tingkat keadilan sosial dankeadilan dalam masyarakat,
serta perluasan kontrol dankeeratan masyarakat. Kesembilan, model
penanggulang-an penyakit berbasis keluarga yaitu pemeliharaan kese-hatan
dilakukan secara swadaya dan mandiri oleh kelu-arga melalui penumbuhan
kesadaran, peningkatanpengetahuan, dan keterampilan memelihara kesehatan.
Kesepuluh, model pembangunan kesehatan masyarakatdesa (PKMD).

I. Sumber Daya Poskesdes


Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang
bidan), dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang kader. Untuk
penyelenggaraan pelayanan Poskesdes harus tersedia sarana fisik bangunan,
perlengkapan, dan peralatan kesehatan.Guna kelancaran kornunikasi dengan
masyarakat dan dengan sarana kesehatan (khususnya, Puskesmas), Poskesdes
seyogianya memiliki juga sarana komunikasi (telepon, ponsel, atau kurir).
Pembangunan sarana fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai
cara, yaitu dengan urutan alternatif sebagai berikut:
1. Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada menjadi
Poskesdes,
2. Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW, Balai
Desa, Balai Pertemuan Desa, dan lain-lain.
3. Membangun baru, yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau
Daerah), donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.

1. Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan atau


perawat), dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya dua orang kader.
2. Penyelenggaraan pelayanan Poskesdes harus tersedia sarana fisik bangunan,
perlengkapan, dan peralatan kesehatan.

3. Guna kelancaran komunikasi dengan masyarakat dan dengan sarana kesehatan


(khususnya Puskesmas), Poskesdes juga memiliki sarana komunikasi (telepon,
ponsel, atau kurir). Pembangunan sarana fisik Poskesdes dapat dilaksanakan
mellaui berbagai cara, yaitu dengan alternatif sebagai berikut :
a. Mengembangkan pondok bersalin desa ( polindes ) yang telah ada menjadi
poskesdes

b. Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada menjadi


Poskesdes, memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW,
Balai Desa, Balai Pertemuan Desa, dan lain-lain.

c. Membangun baru, yaitu dengan pendanaa dari Pemerintah (Pusat atau Daerah),
donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.

Pembentukan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)


bertujuan untuk membantu masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan. UKBM dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh dari,
untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas
sector dan lembaga terkait lainnya. Upaya untuk lebih memantapkan
penyelenggaraan berbagai UKMBM yang ada di desa, perlu dikembangkan suatu
bentuk UKBM yang dapat mengkoordinasikan seluruh UKBM yang ada. Fungsi
koordinasi ini diperlukan agar penyelenggaraan UKMBM tersebut dapat sinergis
dalam upaya mewujudkan desa siaga. Perwujudan Desa Siaga ini adalah untuk
mempercepat pencapaian desa sehat. UKBM yang berfungsi koordinatif di desa
tersebut adalah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) sesuai dengan Kepmenkes No.
564 Th.2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Desa Siaga.
Poskesdes dikelola oleh seorang bidan dan minimal seorang kader.
Kegiatan yang dilakukan di Poskesdes meliputi promotif, preventif dan kuratif
antara lain pengamatan epiemiologis sederhana terhadap penyakit terutama
penyakit menular dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), status
gizi serta kesehatan ibu hamil, penanggulangan penyakit, kesiapsiagaan dan
penanggulangan bencana dan kegawatdarurata kesehatan, dan pelayanan medis
dasar, sesuai dengan kompetensi. Pendapat Miller (1999) dalam Henniwati (2008)
yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang semakin banyak fungsi
organ tubuh yang mengalami gangguan berdampak pada keterbatasan ruang gerak
seseotrang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Siregar (2012) dalam
penelitiannya menyebutkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur
dengan pemanfaatan pelayanan antenatal. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa
semakin tua usia seseorang cenderung tidak memanfaatkan poskesdes. Hal ini
disebabkan karena pelayanan Poskesdes yang kurang lengkap dan mampu
menangani penyakit-penyakit yang seriud di rasakan usia lanjut, sehingga mereka
memilih pelayanan kesehatan yang lebih baik. Faktor predisposisi, yang memiliki
hubungan paling tinggiterhadap pemanfaatan adalah pengetahuan. Artinya,
semakin tinggi pengetahuan maka pemanfaatan semakin meningkat.
Faktor pemungkin, yang paling tinggi nilai hubungan dengan pemanfaatan
adalah jarak. Semakin dekat jarak tempuh dari rumah responden ke Poskesdes,
maka masyarakat cenderung memanfaatkan Poskesdes.
Faktor kebutuhan berhubungan denganpemanfaatan. Semakin tinggi
tingkat kebutuhan seseorang, maka akan meningkatkan pemanfaatan Poskesdes
(Zuhrina Aidha, 2016)
Pada saat ini, kegiatan di Pos Kesehatan Desa, kegiatan masih terbatas
pada upaya pengobatan tingkat dasar dan persalinan, sedangkan bila ditinjau dari
tujuan dan fungsi poskesdes kegiatan promotif mempunyai peranan yang besar.
Kegiatan promotes disini artinya menurut Undang-undang Kesehatan nomor 36
tahun 2009 adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat Promosi Kesehatan.
Pelaksanaan kegiatan Poskesdes sudah dimulai sejak tahun 2007. Untuk itu perlu
dilakukan evaluasi pada saat program masih berjalan. Evaluasi adalah suatu
kegiatan yang dilaksanakan menilai suatu kualitas, rasional efektivitas, efisiensi,
dan equity pada pelayanan kesehatan. Menurut Donabedian, evaluasi dapat
dilakukan melalui pendekatan 3 aspek, yaitu
1. Struktur, meliputi sarana fisik, peralatan medis maupun non medis termasuk
obat-obatan, struktur organisasi dan manajemen, sistem keuangan, jumlah
dan kualifikasi staf dan metode termasuk adanya standard operating
procedure (SOP) masing-masing unit.
2. Proses, meliputi semua pelaksanaan kegiatan pelayanan yang dilakukan
secara professional oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien,
termasuk juga aktivitas pasien dalam mencari pengobatan dan pelayanan.

3. Outcome, hasil akhir dari derajat kesehatan atau kepuasan, baik positif
maupun negative, termasuk terpenuhinya pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan pelanggan

Pelaksanaan kegiatan promotif di poskesdes dengan cara


menumbuhkembangkan peran aktif masyarakat, kegiatan merupakankegiatan
yang tidak akan mampu meningkatkan kerjasama yang baik dan menimbulkan
dampak terhadap kesadaran masyarakat dalam mengatasi permasalahan
kesehatan.
Dalam mendukung kegiatan yang ada di desa siaga selanjutnya berdampak
pada kegiatan di poskesdes. Untuk itu upaya dukungan kebijakan dalam upaya
pengembangan poskesdes perlu dilakukan dalam mendukung kegiatan promotif di
poskesdes. Upaya kedua yang dapat dilakukan kewaspadaan dini terhadap
penyakit dan kegiatan membentuk jejaring yang dibangun di poskesdes. Pada
pelaksanaannyakegiatan promotif di poskesdes dipengaruhi oleh keaktifan bidan,
kader, peran kepala desa, tokoh masyarakat. Menggerakkan masyarakat
diperlukan kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan, organisasi yang
mempunyai kesamaan tujuan dan instansi pemerintah diantaranya pertanian,
BKKBN dan peternakan (Ridwan, 2015).

J. Indikator Keberhasilan Poskesdes


Guna mengukur keberhasilan pelaksanaan Poskesdes dapat dilihat dari
komponen keberhasilan pelaksanaan Poskesdes, dapat dilihat dari komponen
sistem Poskesdes, yaitu: input, dan output menurut tujuan, sasaran, fungsi, dan
pelayanan yang diberikan. Ada empat indikator yang diterapkan harus mempunyai
daya ungkit terhadap pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya. Adapun
indikator tersebut adalah :
1. Indikator Masukan
Indikator masukan adalah indicator untuk mengukur seberapa besar masukan
telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan
terdiri atas hal-hal berikut: Ada atau tidaknya Forum Masyarakat Desa, Ada atau
tidaknya Poskesdes dan sarana bengunan serta pelengkapan atau peralatannya,
Ada atau tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat, Ada atau tidaknya tenaga
kesehatan (minimal bidan).

2. Indikator Proses
Indikator proses adalah indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang
dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengambangan Desa Siaga. Indikator
proses terdiri atas hal-hal berikut: Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa,
Berfungsi atau tidaknya Poskesdes, Berfungsi atau tidaknya UKBM yang ada.
Berfungsi atau tidaknya sistem kegawatdaruratan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana, Berfungsi/tidaknya sistem surveilans berbasis
masyarakat, Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

3. Indikator keluaran
Adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di
suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri
atas hal-hal berikut: Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes, Cakupan
pelayanan UKBM-UKBM lainnya, Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB
yang dilaporkan, Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk
kadarzi dan PHBS.

4. Indikator Dampak
Adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di
Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator dampak terdiri atas hal-
hal berikut: jumlah penduduk yang menderita sakit, jumlah penduduk yang
menderita gangguan jiwa, jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia, jumlah
bayi dan balita yang meninggal dunia, dan jumlah balita dengan gizi buruk.
K. Pembentukan Poskesdes
Secara operasional pembentukan Poskesdes dilakukan dengan kegiatan sebagai
berikut:
1. Pemilihan Pengurus dan Kader kesehatan Poskesdes. Pemilihan pengurus dan
kader kesehatan Poskesdes dilakukan melalui pertemuan khusus para
pimpinan, pengelola, dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat.
Pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat, sesuai dengan tata cara dan
kriteria yang disepakati, dengan fasilitasi Puskesmas. Jumlah kader kesehatan
untuk setiap Poskesdes minimal 2 (dua) orang atau disesuaikan dengan
kegiatan yang dilaksanakan dan kemampuan serta potensi desa setempat.
2. Pelatihan/Orientasi Kader Kesehatan. Pengelola dan kader kesehatan terpilih
sebelum melaksanakan tugasnya, perlu diberikan pelatihan atau orientasi
tentang pengelolaan Poskesdes. Pelatihan/orientasi dilaksanakan oleh
Puskesmas sesuai dengan pedoman pelatihan/orientasi yang berlaku. Pada
waktu menyelenggarakan pelatihan/orientasi, sekaligus disusun rencana kerja
(Plan of Action) Poskesdes yang akan dibentuk, lengkap dengan waktu dan
tempat penyelenggaraan, para pelaksana dan pembagian tugas serta sarana dan
prasarana yang diperlukan. Materi pelatihan/orientasi antara lain mencakup
kegiatan yang akan dilaksanakan di Poskesdes, meliputi:
a) Pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kompetensinya, yaitu layanan
kesehatan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan kesehatan anak.
b) Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama
penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB), penyakit tidak menular dan faktor risikonya (termasuk
status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang berisiko.
c) Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, penyakit tidak menular serta faktor-faktor
risikonya (termasuk kurang gizi).
d) Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawat- daruratan
kesehatan melalui metode simulasi.
3. Pemenuhan/Penempatan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
a) Pemenuhan/penempatan tenaga kesehatan, terutama Bidan sebagai
penyelenggara Poskesdes awalnya dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten dan untuk pengembangan selanjutnya, pemenuhan dapat
dilakukan oleh masyarakat.

b) Pelatihan tenaga kesehatan Sebelum melaksanakan tugasnya, tenaga


kesehatan diberi pelatihan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan
yang harus dimiliki serta tugas yang menjadi tanggung jawabnya oleh
institusi yang berwenang di wilayahnya.

4. Peran Kepala Desa dalam Kegiatan Poskesdes


Peran kepala desa yang diharapkan adalah memberikan dukungan terhadap
kebijakan di desa sehingga mampu menggerakkan masyarakat. Kewenangan
kabupaten yang diserahkan kepada desa adalah urusan pemerintahan yang
secara langsung untuk meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat, termasuk kewenangan di bidang kesehatan. Untuk menyelesaikan
permasalahan kesehatan, khususnya di poskesdes, seharusnya, di bahas pada
musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) tingkat desa maupun
kecamatan. Dengan adanya pembahasan permasalahan kesehatan tersebut pada
tingkat musrenbang, diharapkan biaya operasional poskesdes dapat
dianggarkan melalui anggaran dana desa (ADD). Hal ini didukung hasil
penelitian bahwa, kesehatan tingkat desa pada program promosi kesehatan
didasarkan pada partisipasi lokal, pendekatan masyarakat dan kerjasama lintas-
sektoral antara pemerintahan di desa, pelayanan kesehatan dasar dan lembaga
pendidikan untuk bekerjasama. Hal ini akan menunjukkan dampak signifikan
terhadap kesehatan individu (Ridwan, 2015).

L. Kegiatan Pelayanan
POSKESDES adalah suatu upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal pengamatan
epidemiologis penyakit menular & yg berpotensi menjadi KLB serta factor-faktor
risikonya penanggulangan penyakit menular & yg berpotensi menjadi KLB serta
kekurangan gizi kesiapsiagaan & penanggulangan bencana & kegawatdaruratan
kesehatan pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya Kegiatan
Rutin Poskesdes Kegiatan rutin Poskesdes di selenggarkan dan dimotori oleh
tenaga kesehatan yang ada di desa tersebut dan Kader Poskesdes dengan
bimbingan Puskesmas setempat dan sektor terkait. Pelayanan kesehatan yang di
selenggarakan oleh poskesdes meliputi promotif, preventif dan kuratif
(pengobatan) sesuai dengan kompetensi.Kegiatan pelayanan kesehatan tersebut di
kelompokkan menjadi kegiatan utama dan kegiatan pengembangan. Kegiatan
utama pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa, adalah :
1. Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB), dan faktor resikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil
yang beresiko.
2. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, serta faktor-faktor resikonya (termasuk kurang
gizi).
3. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
4. Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensi. Pelayanan tersebut di
laksananakan baik di dalam poskesdes maupun di luar poskesdes (dalam
gedung maupun luar gedung).

Adapun kegiatan pengembangan meliputi promosi kesehatan untuk :


1. Peningkatan keluarga sadargizi,
2. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS),
3. Penyehatan Lingkungan. Poskesdes juga merupakan pusat pengemb
4. angan atau revitalisasi berbagai UKBM lain yang di butuhkan oleh
masyarakat desa, antara lain Warung Obat Desa, Kelompok Pemakai Air,
Arisan Jamban Keluarga. Dengan demikian Poskesdes juga berperan sebagai
koordinator dari berbagai UKBM yang ada di wilayah desa.
5. Waktu Penyelenggaraan Peyananan Poskesdes di laksanakan secara rutin
setiap hari.

Tempat Penyelenggaraan Poskesdes perlu memiliki tempat pelayanan.


dalam pelaksanaan kesehatan di dalam Poskesdes, diperlukan ruangan yang dapat
berfungsi sebagai :
1. Ruang pendaftaran.
2. Ruang tunggu.
3. Ruang pemeriksaan.
4. Ruang tindakan (Persalinan).
5. Ruang rawat inap persalinan.
6. Ruang petugas.
7. Ruang konsultasi (gizi, sanitasi, dll).
8. Ruang obat.
9. Kamar mandi dan toilet

Kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa yang dilaksanakan di


Poskesdes adalah:
1. Pelayanan kesehatan untuk ibu hamil, bersalin, dan nifas
a) Pemeriksaan kehamilan, meliputi pemeriksaan tinggi fundus uteri, pengukuran
lingkar lengan atas, pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan,
pengukuran tekanan darah serta pendeteksian dini tanda-tanda bahaya pada
kehamilan melalui Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan
Komplikasi (P4K).
b) Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) untuk mencegah tetanus pada saat
proses persalinan.
c) Pemberian tablet tambah darah (Fe) untuk mencegah timbulnya anemia/kurang
darah.
d) Penyuluhan atau konseling tentang gizi dan kehamilan serta KB setelah
persalinan.
e) Penyelenggaraan kelas ibu hamil.
f) Pertolongan persalinan aman, termasuk pencegahan infeksi.
g) Kunjungan ibu nifas.
h) Rujukan ke Puskemas/rumah sakit untuk kasus kehamilan/ persalinan/nifas
yang tidak dapat ditangani di Poskesdes.
2. Pelayanan kesehatan untuk ibu menyusui
a) Penyuluhan tentang cara menyusui dan perawatan bayi yang benar.
b) Penyuluhan tentang gizi bagi ibu menyusui dan KB setelah persalinan.
c) Penyuluhan tentang penanganan permasalahan kesehatan bayi dan anak balita.
3. Pelayanan kesehatan untuk anak
a) Perawatan bayi baru lahir.
b) Pemeriksaan kesehatan anak.
c) Pemantauan tumbuh kembang bayi dan anak balita.
d) Pemberian lima imunisasi dasar lengkap.
e) Penyuluhan gizi pada anak.
f) Penanganan permasalahan kesehatan pada anak.
4. Penemuan dan penanganan penderita penyakit
a) Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB), serta penyakit tidak menular dan faktor risikonya (termasuk status gizi)
serta kesehatan ibu hamil yang berisiko.
b) Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, penyakit tidak menular serta faktor-faktor
risikonya (termasuk kurang gizi).
c) Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan
melalui metode simulasi.
5. Kegaiatan di Poskesdes
Kegiatan utama poskesdes yaitu, promotif, preventif, dan kuratif.Pembentukan
poskesdes ini sebagai upaya menekan AKB, AKI, dan AKABA yang pada tahun
2012, Padang Lawas Utara menempati posisi ke-6 dari 33 kabupaten/kota di
Sumatra Utara. Poskesdes yang di bentuk tidak menunjukkan hasil yang
signifikan dalam menekan AKI, AKB, dan AKABA di daerah ini. Hal ini
disebabkan banyak faktor, diantaranya ketiadaan tenaga kesehatan, kekurang
aktifan kader, bidan desa, dan perawat komunitas, ketidak lengkapan fasilitas,
serta kurang percayanya masyarkat terhadap pelayanan petugas. Rendahnya
partisipasi masyarakat dalam kegiatan poskesdes merupakan jawaban bahwa
kurang maksimalnya fasilitas yang disediakan, hal ini terbukti dari poskesdes
yang belum memiliki tempat khusus dalam menjalankan fungsinya,sehingga
setiap ada kegiatan masih sering dilaksanakan di rum ah-rumah warga.Disamping
fasilitas yang kurang memadai, kurang kompetennya petugas dalam melayani
masyarkat menjadi faktor pendukung rendahnya partisipasi masyarkat dalam
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan poskesdes.
Pelaksanaan kegiatan menumbuh kembangkan peran aktif masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bidan sebagai penggerak utama
di poskesdes mengkoordinasikan kegiatan kepada kepala desa, tokoh masyarakat.
Pertemuan kader secara rutin dapat memberikan motivasi kader untuk selalu
bekerjasama dengan tenaga kesehatan untuk menyelesaikan permasalahan di desa.
Pembahasan masalah dilakukan dengan musyawarah masyarakat desa yang
dihadiri oleh PLKB, PKK, dan pemerintahan desa. Hasil dari peran aktif
masyarakat ditunjukkan dengan adanya kegiatan ambulan desa, donor darah,
satuan tugas desa siaga, jaminan pemeliharaan mandiri dan tabungan bagi ibu
bersalin Kegiatan di poskesdes sudah berjalan, namun ada beberapa kendala.
Kader mempunyai peran dan tugas yang cukup berat, kendala yang yang dihadapi
adalah, menyeimbangkan kesibukan pribadi untuk mencari kebutuhan pokok dan
kehidupan sosial rumah tangga dengan, membantu program kesehatan di
poskesdes

M. Waktu Penyelenggaraan Poskesdes


Sesuai dengan fungsi Poskesdes sebagai fasilitas pelayanan kesehatan guna lebih
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat maka pelayanan
dilaksanakan setiap hari.
Strategi Kegiatan Poskesdes :
1. Menjalin kerjasama Lintas Sektor Dan swasta dengan strategi jemput bola
dengan pemaparan data masalah kesehatan yang ada.
2. Memberikan Pelayanan Kesehatan Dasar Yang bermutu Dan berorientasi
Pada Aspek Promotif,Preventif Tanpa mengesampingkan Aspek Kuratif dan
Rehabilitatif dengan pendekatan kekeluargaan.
3. Meningkatkan Profesionalisme Petugas Poskesdes dan kader desa siaga
dengan mengikuti pelatihan, seminar dan pendidikan kesehatan.
4. Meningkatkan peran serta Masyarakat (PKK,TOGA,TOMA, kader) dalam
Pelayanan Kesehatan Dasar dan pengetahuan berwawasan lingkungan dengan
mengadakan penyuluhan dan promosi kesehatan.
5. Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kesehatan sehingga masyarakat
sadar akan pentingnya masalah kesehatan sehingga masyarakat diharapkan
dapat mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan dan masalah
lingkungannya.

N. Tempat Penyelenggaraan Poskesdes


Poskesdes perlu memiliki tempat pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan
kegiatan Poskesdes dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan: 1. Gedung
Polindes yang ada, yang dikembangkan menjadi Poskesdes. 2. Sarana gedung
yang tersedia, seperti Balai Desa, Balai Pertemuan Desa, dan lain-lain.
Selain memanfaatkan gedung tersebut, pengadaan tempat dan
pembangunan Poskesdes dapat diupayakan dengan alternatif pembiayaan melalui
swadaya masyarakat, donatur/ dunia usaha/swasta, dan fasilitasi Pemerintah
(Pusat atau Daerah).
a. Peralatan Poskesdes
Poskesdes perlu dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut.
1) Peralatan Medis disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang
disediakan.
2) Peralatan non medis disesuaikan kebutuhan, seperti meubelair, sarana
pencatatan, sarana komunikasi, sarana transportasi, media Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE), dan lain-lain.
3) Membuat surat pernyataan untuk tidak mengalihfungsikan peralatan yang
juga ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan dan diketahui oleh
Bupati/Walikota.
Pemenuhan peralatan Poskesdes dapat dilaksanakan melalui:
1) Pemanfaatan alat yang telah ada di Polindes.
2) Swadaya masyarakat di bawah pengawasan dan pembinaan Puskesmas.
3) Bantuan donatur/dunia usaha/swasta di bawah koordinasi Dinas Kesehatan
setempat.
4) Pengadaan alat Poskesdes dengan fasilitasi Pemerintah (Pusat atau Daerah).
b. Obat-obatan
Jenis dan jumlah obat-obatan yang perlu disediakan Poskesdes sesuai dengan jenis
pelayanan yang diselenggarakan, yang penetapannya berkoordinasi dengan
Puskesmas setempat. Penyediaan obat Poskesdes dapat dilaksanakan dengan:
1) Swadaya masyarakat di bawah pengawasan dan pembinaan Puskesmas.
2) Bantuan donatur/dunia usaha/swasta dengan pengawasan dan pembinaan
Dinas Kesehatan setempat.
3) Fasilitasi pemerintah (Pusat atau Daerah) melalui Puskesmas.

O. Kepuasan Pasien pada Pelayanan di Poskesdes


Kepuasan pasien saat ini menjadi tolak ukur keberhasilan dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Saat ini, harapan pasien terhadap pelayanan
medis semakin meningkat sehingga menyebabkan tuntutan pelayanan medis yang
lebih baik. (Ware, Devies - Avery dan Stjohn wareewart). Menurut Gronross
dalam Kadir (2003), menjelaskan bahwa harapan pasien terhadap pelayanan
berasal dari gambaran tentang pemberi pelayanan kesehatan. Gambaran
terhadappemberi pelayanan kesehatan ini secara umum dilandasi oleh kualitas
pemberi pelayanan kesehatan yang dirasakan pasien, sehingga yang
mempengaruhi harapan ditentukan oleh kepuasan terhadap pengalamannnya
tentang pemberi pelayanan kesehatan sebelumnya sehingga masyarakat
termotivasi untuk menggunakan kembali layanan kesehatan tersebut(Tomayahu,
2011). Kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain :
1. Pendekatan dan perilaku petugas
2. Perasaan klien terutama saat pertama kali datang
3. Mutu informasi yang diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang
diterima
4. Prosedur perjanjian
5. Waktu tunggu

Kualitas pelayanan kesehatan di Poskesdes merupakan aspek yang menjadi


fokus permasalahan peningkatan pelayanan kesehatan yang perlu diperbincangkan
dan diupayakan untuk mendapatkan solusi.Oleh karena itu, kepuasan pasien
merupakan respon kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk
jasa atau pelayanan. Ada lima faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan yaitu :
1) Kehandalan (reliability)
Kemampuan petugas memberikan pelayanan dengan segera, tepat waktu dan
benar misalnya penerimaan yang cepat, pelayanan pemeriksaan dan perawatan
yang cepat dan tepat. Kehandalan juga merupakan kemampuan bidan dalam
pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan.
Ini adalah faktor yang sangat penting, penanganan secara tepat tentunya sudah
menjadi SOP yang harus dipenuhi oleh setiap petugas. Pengurangan resiko
kesalahan penanganan harus menjadi perhatian utama sebagai tanggung jawab
moral petugas kepada klien dan juga sebagai abdi masyarakat didunia
kesehatan. Kemampuan petugas dalam hal penanganan secara tepat terhadap
setiap kasus menjadi modal yang sangat mendasar bagi semua insan kesehatan.
2) Ketanggapan (responsivenes)
Kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan pasien termasuk kemampuan
petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat
pada saat dibutuhkan
3) Jaminan (assurance)
Kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan sehingga
akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan termasuk pengetahuan
petugas kesehatan dalam memberikan tindakan pelayanan nifas. Aspek ini juga
mencakup kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas,
bebas dari bahaya, resiko, keragu – raguan
4) Empati (empathy)
Kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami
kebutuhan klien yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap pasien.
Empati yang terjalin antara petugas dan klien bisa menciptakan sebuah
kepercayaan yang memudahkan setiap proses penanganan.
Pemahaman petugas terhadap klien yang mendalam akan menjadi sebuah
modal sosial untuk menciptakan komunikasi yang baik. Tentu dengan
demikian, setiap kebutuhan ataupun tindakan yang diperlukan dalam setiap
tindakan lebih mudah karena sudah ada kepercayaan satu sama yang lain.
Empati petugas juga memiliki pengaruh dalam pelayanan kepada pasien,
pasien akan merasa nyaman ketika komunikasi yang dibangun oleh petugas
juga berdasarkan perasaan empati. Klien akan merasa sangat diperhatikan jika
petugas juga memberikan kesan yang baik. Kepercayaan akan timbul sehingga
klien dapat mengutarakan semua yang dikeluhkan untuk mendapatkan
penanganan yang tepat.
5) Tangible
Kualitas jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh
para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang
memadai. Para penyedia layanan kesehatan akan mampu bekerja secara
optimal sesuai dengan keterampilan masing – masing. Perlu adanya perbaikan
sarana komunikasi dan perlengkapan pelayanan yang tidak langsung seperti
tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu. Sifat produk jasa tidak bisa
dilihat, dipegang, atau dirasakan, maka perlu ada ukuran lain yang bisa
dirasakan lebih nyata oleh para pengguna pelayanan, misalnya ruang
penerimaan pasien yang bersih, nyaman, dilengkapi dengan kursi, lantai
berkeramik, TV, peralatan kantor yang lengkap, seragam staf yang rapi,
menarik dan bersih.Persepsi tentang mutu yang buruk akan sangat
mempengaruhi keputusan dalam kunjungan berikutnya dan pasien biasanya
akan mencari bidan atau perawat lain. Mutu pelayanan kesehatan disebutkan
faktor yang menentukan kualitas jasa pelayanan, yaitu kemampuan,
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki petugas harus sesuai dengan
pemberi pelayanan. Standar kualitas pelayanan kesehatan yang baik dari suatu
Pos Kesehatan Desa (POSKESDES) salah satunya berasal dari outcome
pelayanan. Pengukuran outcome dilakukan dengan melihat indikator –
indicator klinik yang ditetapkan sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas
pelayanan dan sebagai tolok ukur dalam benchmarking antar rumah sakit.
Tanggungjawab yang besar mengakibatkan resiko yang akan dihadapi akan
sangat besar apabila terjadi kesalahan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Setiap penyediaan pelayanan kesehatan tentu saja akan menimbulkan keluhan
dari pelanggan. Keluhan pasien harus diterima karena dapat menjadi feedback
bagi perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Upaya
responsive diperlukan untuk menangani dan menindaklanjuti keluhan
pelanggan. Keluhan pelanggan yang tertangani dengan baik dapat memberikan
manfaat, yaitu memperbaiki hubungannya dengan pelanggan yang kecewa,
terhindar dari publisitas yang negatif, mengetahui aspek-aspek yang perlu
dibenahi dalam pelayanan saat ini, mengetahui sumber masalahnya, dan staf
dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Penanganan
keluhan yang baik memberikan peluang mengubah seorang pelanggan yang
tidak puas menjadi pelanggan yang puas terhadap kualitas pelayanan kesehatan
di Pos Kesehatan Desa (POSKESDES). Ternyata, masih ditemukan di
masyarakat yang belum menyadari bahwa Poskesdes adalah milik masyarakat,
bukan pemerintah. Titik persoalan adalah mengapa sampai sekarang masih ada
masyarakat yang belum mengoptimalkan dan memanfaatkan poskesdes dengan
baik. Kesadaran masayarakat sangatlah rendah mengenai kesehetan. Tingkat
pendidikan juga memengaruhi tingkat kesadaran seseorang dalam dunia
kesehatan. Banyak masyarakat masih percaya ke dukun atau pengobatan
tradisional lainnya yang tidak terpercaya. Meskipun di lingkungan mereka
sudah ada ponkesdes agar memudahkan akses mereka berobat tetapi
masyarakat tetap saja tidak mau berobat ke fasilitas kesehatan. Perlu berbagai
macam promosi kesehatan mengenai pentingnya menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada. Promosi kesehatan tidak hanya dilakukan di Puskesmas
atau Poskesdes saja. Promosi kesehatan bisa dilakukan apabila ada masyarakat
yang mengikuti kegiatan rutin pengajian atau arisan. Indikator keberhasilan
poskesdes juga berpengaruh terhadap perilaku masyarakatnya. Indikator
tercapai apabila masyarakat sudah bisa memanfaatkan fasilits kesehatan
dengan baik.
Keberhasilan pelayanan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu
dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan
dalam pembangunan dibidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai
upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas
sebagai pusat layanan kesehatan dasar tingkat pertama, mempunyai tugas dan
peran melakukan layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang di wilayah kerjanya. Dalam pelayanan Puskesmas sebagai
Unit Pelaksana Teknis Dinas kesehatan merupakan penanggung jawab
penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama di wilayah kerjanya
masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya berkewajiban
mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan Nasional
yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.
Upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat, maka dibentuk
POSKESDES (Pos Kesehatan Desa) yang merupakan upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka
menekan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
Meskipun POSKESDES merupakan UKBM, tetapi sumber daya yang
memberikan pelayanan kesehatan adalah bidan yang dibantu oleh sekurang-
kurangnya 2 kader kesehatan. Jenis pelayanan kesehatan di Poskesdes sebagai
berikut,
1. Pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas.
2. Pelayanan kesehatan untuk ibu menyusui.
3. Pelayanan kesehatan untuk pelayanan kesehatan untuk anak,
4. Penemuan dan penanganan penemuan dan penanganan penderita penyakit.

Hasil kerja yang ditunjukkan oleh Poskesdes akan sangat menentukan keberadaan
tingkat kesehatan dan upaya pencegahan atas masalah kesehatan yang dihadapi
oleh masyarakat disekitarnya. Pada kenyataannya masih ada masyarakat yang
belum menyadari fungsi keberadaan Poskesdes serta mafaat adanya Poskesdes.
Kualitas pelayanan kesehatan di Poskesdes merupakan aspek yang menjadi fokus
permasalahan peningkatan pelayanan kesehatan yang perlu diperbincangkan dan
diupayakan untuk mendapatkan solusi. Kualitas pelayanan kesehatan dapat diukur
dari perspektif penguna layanan yaitu dengan mengetahui tingkat kepuasaan
pasien yang adalah pengguna layanan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kurangnya petugas kesehatan (Bidan) mengakibatkan perencanaan yang
dihasilkan kurang bermutu, sehingga wilayah yang seharusnya mendapat prioritas
penanggulangan tidak tercakup, dan akhirnya kegiatan program yang
dilaksanakan tidak sesuai dengan permasalahan yang ada.
Ovreveit dalam Saranga (2000) menyatakan bahwa kualitas dalam jasa pelayanan
kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah
pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas
professional (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi
kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh para professional), dan
kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan
tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi
peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya).
Pendapat lain dikemukakan oleh Gronroos dalam Muninjaya (2012), faktor lain
yang juga dapat digunakan oleh konsumen untuk mengukur kualitas jasa adalah:
1. Professionalism and skills
Kriteria ini berhubungan dengan outcome yaitu tingkat kesembuhan pasien.
Pelanggan menyadari bahwa jasa pelayanan kesehatan dihasilkan oleh SDM yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan professional yang berbeda.
2. Attitudes and behaviour
Kriteria sikap dan perilaku staf akan berhubungan dengan proses pelayanan.
Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan merasakan kalau petugas
kesehatan sudah melayani mereka dengan baik sesuai SOP pelayanan.
3. Accessibility and flexibility
Kriteria penilaian ini berhubungan dengan proses pelayanan. Pengguna jasa
pelayanan akan merasakan bahwa institusi penyedia pelayanan jasa, lokasi, jam
kerja, dan sistemnya dirancang dengan baik untuk memudahkan para pengguna
mengakses pelayanan sesuai dengan kondisi pengguna jasa (fleksibilitas), yaitu
disesuaikan dengan keadaan sakit pasien, jarak yang harus ditempuh, tarif
pelayanan, dan kemampuan ekonomi pasien atau keluarga untuk membayar
tarif pelayanan.
4. Reliability and trustworthiness
Kriteria penilaian ini juga berhubungan dengan proses pelayanan.Pengguna
jasa pelayanan kesehatan memahami risiko yang mereka hadapi jika memilih
jasa pelayanan yang ditawarkan oleh dokter.
Contoh, operasi Caesar yang ditawarkan oleh dokter kepada ibu bersalin dan
suaminya tetap dapat diterima meskipun pasien dan suaminya mengetahui
risiko yang akan dihadapi.
5. Recovery
Pelanggan memang menyadari kalau ada kesalahan atau risiko akibat tindakan
medis yang diambil, tetapi para pengguna jasa pelayanan mempercayai bahwa
institusi penyedia jasa pelayanan sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap
kualitas pelayanan yang ditawarkan kepada publik untuk mengurangi risiko medis
yang akan diterima pasien.
6. Reputation and credibility
Kriteria ini berhubungan dengan image. Pelanggan akan meyakini benar bahwa
institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan memang memiliki reputasi baik,
dapat dipercaya, dan mempunyai nilai (rating) tinggi di bidang pelayanan
kesehatan.
Pohan (2007) menjelaskan bahwa keberhasilan penerapan terhadap
jaminan mutu akan memberi dampak terhadap kualitas pelayanan kesehatan,
dimana penyelenggaraan kesehatan pasti akan mengurangi atau menghindari
terjadinya keluhan atau kritikan pasien dan sebaiknya akan mengubah keluhan
pasien menjadi kepuasan pasien, sedangkan bagi penyelenggara kesehatan akan
menimbulkan suatu kepuasan kerja yang muncul tanpa terduga. Dapat dianggap
bahwa jaminan mutu leyanan kesehatan merupakan penjabaran pelaksanaan etika
profesi dalam berinteraksi dengan pasien. jaminan mutu pelayanan kesehatan
mengajarkan agar selalu berupaya memberikan yang terbaik kepa pasien tanpa
kecuali. Pendekatan itu akan mendorong petugas kesehatan untuk selalu
meningkatkan kinerjanya dan selalu berupaya bekerja lebih baik dari sebelumnya.

Tjiptono (1997 : 2) mengatakan bahwa kualitas memiliki makna banyak


seperti kesesuaian dengan tuntutan atau persyaratan, kecocokan untuk pemakaian,
penyempurnaan berkelanjutan, pemenuhan kebutuhan, melakukan sesuatu secara
benar semenjak awal dan aktivitas yang membahagiakan didalam melakukan
pelayanan. Menurut Heizer dan Reder (1993 : 734), kualitas adalah derajat sejauh
mana produk memenuhi spesifikasi-spesifikasinya.

Kualitas pelayanan dapat diukur dari perspektif pengguna layanan yaitu


dengan mengetahui tingkat kepuasan pengguna layanan dalam mendapatkan
pelayanan. Kualitas pelayanan merupakan bagaimana proses pelayanan dalam
upaya memenuhi kebutuhan masyarakat. Tolak ukur tinggi rendahnya kualitas
pelayanan, tergantung masyarakat, apakah telah sesuai dengan harapannya dan
mencermin dalam kepuasan masyarakat. Konsep kualitas pelayanan dapat
dipahami melalui perilaku pengguna layanan, yaitu perilaku yang dimainkan oleh
pengguna layanan dalam menceri, memberli, menggunakan, mengevaluasi suatu
produk maupun pelayanan yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka.
Pada dasarnya, definisi kualitas pelayanan terfokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pengguna layanan serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pengguna layanan.
Pasuraman (2001: 165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan adalah
suatu pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau tidak
memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan yang
diharapkan lebih kecil dari pada pelayanan yang dirasakan (bermutu). Dikatakan
konsep kualitas layanan memenuhi harapan. Apabila pelayanan yang diharapkan
sama dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula dikatakan persepsi
tidak memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan lebih besar daripada
pelayanan yang dirasakan (tidak bermutu). Konsep kualitas layanan dari harapan
diharapkan seperti dikemukakan diatas, ditentukan oleh empat faktor, yang terkait
dalam memberikan suatu persepsi yang jelas dari harapan pelanggan dalam
mendapatkan pelayanan. Aspek kesatuan sangat berperan dalam mencapai
konsistensi, keefektifan dan efisiensi pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan Desa
(POSKESDES).

Kualitas pelayanan kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan sebaiknya


sesuai dengan standar. Sebagian besar informan menyatakan bahwa kualitas
pelayanan kesehatan belum sesuai dengan standar pelayanan. Adanya perbedaan
standar untuk hal – hal yang sama dalam negara atau tempat yang berbeda dapat
mengakibatkan rintangan dalam menjalin hubungan di masing-masing pihak.
Standar kualitas pelayanan kesehatan yang baik dari suatu Pos Kesehatan Desa
(POSKESDES) salah satunya berasal dari outcome pelayanan. Pengukuran
outcome dilakukan dengan melihat indikator – indicator klinik yang ditetapkan
sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan dan sebagai tolok ukur
dalam benchmarking antar rumah sakit (Dwiprahasto Pengelolah sebagai pihak
yang menyediakan japelayanan kesehatan memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan Desa (POSKESDES),
2001). Tanggungjawab yang besar mengakibatkan resiko yang akan dihadapi akan
sangat besar apabila terjadi kesalahan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Sebagian besar informan berpendapat bahwa kesan yang dirasakan dalam
melayani pasien di Pos Kesehatan Desa (POSKESDES). Standar pelayanan
kesehatan sangat diperlukan sebagai pelindung staf dan Pos Kesehatan Desa
(POSKESDES) dalam menghadapi tuntutan hukum dari pasien sebagai pengguna
jasa pelayanan kesehatan. Kesan yang dirasakan oleh pengelolah dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar adalah adanya
keamanan dan kenyamanan dalam pelayanan kesehatan serta menghindarkan staf
dari tuntutan hukum akibat kesalahan dalam pelayanan kesehatan. Setiap
penyediaan pelayanan kesehatan tentu saja akan menimbulkan keluhan dari
pelanggan. Semua informan menyatakan bahwa keluhan pasien belum ditangani
secara responsif dan belum sesuai jalur di Pos Kesehatan Desa (POSKESDES).
Keluhan pasien harus diterima karena dapat menjadi feedback bagi perbaikan dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Upaya responsive diperlukan untuk
menangani dan menindaklanjuti keluhan pelanggan. Keluhan pelanggan yang
tertangani dengan baik dapat memberikan manfaat, yaitu memperbaiki
hubungannya dengan pelanggan yang kecewa, terhindar dari publisitas yang
negatif, mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanan saat ini,
mengetahui sumber masalahnya, dan staf dapat termotivasi untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas. Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang
mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas
terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan Desa (POSKESDES).

Hambatan dalam implementasi standar kualitas pelayanan kesehatan pada


umumnya diakibatkan oleh proses penerimaan dan penyesuaian terhadap standar
kualitas pelayanan kesehatan. Informan menyatakan bahwa hambatan yang
dihadapi dalam implementasi standar kualitas pelayanan kesehatan disebabkan
oleh budaya kerja, keterbatasan sumber daya dan alur pelayanan. Budaya kerja
yang dikembangkan merupakan salah satu tantangan yang harus terus menerus
dilakukan peningkatan (continuous improvement). Salah satu hal yang seharusnya
menjadi motivasi bagi staf untuk tetap bekerja secara optimal di tengah beban
kerja yang tinggi adalah adanya imbalan finansial yang cukup bagi para staf.
Imbalan finansial bukan merupakan motivasi tertinggi bagi staf dan bukan berarti
bahwa staf tidak membutuhkan imbalan finansial. Namun demikian jika ada
imbalan yang disiapan oleh pasien maka digunakn oleh petugas. Dukungan
internal sangat diperlukan dalam mengoptimalkan kualitas pelayanan kesehatan
terhadap pasien. Informan menyatakan bahwa pelaksanaan fungsi pokok
manajemen belum baik. Salah satu dukungan internal yang sangat dibutuhkan
adalah dukungan dari manajemen Pos Kesehatan Desa (POSKESDES). Tanpa
dukungan manajemen yang baik, maka pelayanan kesehatan tidak dapat berjalan
dengan optimal. Fungsi-fungsi pokok manajemen meliputi planning, organizing,
actuating, dan controlling.

Kualitas pelayanan dari perspektif pengguna dengan menggunakan lima dimensi


kualitas pelayanan, yaitu dimensi kehandalan (reliability), dimensi daya tanggap
(responsiveness), dimensi jaminan (assurance), dimensi perhatian (empathy), dan
dimensi bukti langsung (tangibles).

a). Dimensi kehandalan (reliability) berfokus pada kemampuan untuk


menampilkan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan akurat.

Pelayanan yang diberikan Poskesdes dari segi kecepatan dan ketepatan pelayanan
belum baik. Kadangkala cepat dan tepat namun kadang kala lambat. Seperti
dikatakan informan: “pelayanan berupa pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
yang diberikan petugas, kadangkala cepat.

Dari segi administrasi maka dapat dikatakan belum rapih, tertib. Nampak
belum ada buku pencatatan pasien yang lengkap.

Dari segi keutuhan pasien dalam pelayanan poskesdes belum terpenuhi. Seperti
jenis obat yang diberikan serta pemeriksaan penyakit yang tidak lengkap. Hal ini
disebabkan keterbatasan peralatan dan obat-obatan. Apabila penyakit dari pasien,
membutuhkan perawatan dan pemeriksaan lanjutan, maka dirujuk ke puskesmas
atau rumah sakit.

b). Dimensi daya tanggap (responsiveness) berfokus pada kemampuan untuk


membantu konsumen dan meningkatkan kecepatan pelayanan. Dari segi waktu
pelayanan poskesdes, banyak kali tidak tepat waktu. Petugas sering datang
terlambat dan pulang lebih cepat, terutama poskesdes yang petugasnya tinggal
diluar kelurahan. Kehadiran petugas poskesdes, seringkali datang terlambat atau
tidak tepat waktu. Pasien sudah ada tapi belum ada petugas poskesdes, sehingga
pasien harus menuggu sampai 2 jam. Apabila petugas belum ada, maka ada pasien
yang kembali kerumah dan datang lagi apabila sudah ada petugas. Mereka
mencek kalau sudah ada petugas maka mereka datang lagi. Seperti dikatakan
informan “Dari pada menunggu lama di poskesdes dan petugas belum datang,
maka kembali kerumah melakukan pekerjaan”

Dalam komunikasi dengan pasien, informasi mengenai penyakit, obat


yang harus digunakan, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan yang
disampaikan oleh petugas kepada pasien cukup jelas dan mudah dimengerti.

c). Dimensi Jaminan (assurance) berfokus pada kompetensi yang dimiliki


sehingga memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, risiko atau keraguan dan
kepastian yang mencakup pengetahuan, perilaku, dan sifat yang dapat dipercaya.

Dalam hal jaminan bila terjadi kesalahan pemeriksaan dan pengobatan penyakit
pada pasien, belum adanya jaminan yang pasti. Bila terjadi kesalahan
pemeriksaan dan pengobatan, maka petugas merujuk ke puskesmas dan dokter.

Sikap petugas dalam pelayanan kepada pasien berkaitan dengan keramahan,


sopan, jujur, serta dapat dipercaya pada kategori cukup baik. Seperti dikatakan
oleh informan “ Petugas poskesdes dalam melayanan pasien cukup ramah, dan
suka bercerita. Ini juga karena petugas tersebut sudah kami kenal dekat “

Dari segi kecakapan dalam pekerjaaan termasuk pada kategori cukup cakap
seperti pemeriksaan pengkuran tekanan darah, pengukuran panas badan,
pengukuran berat badan, pemeriksaan nadi dan denyut jantung, pemberian obat.

d).Dimensi perhatian (empathy) berfokus pada sifat dan kemampuan untuk


memberikan perhatian penuh kepada pasien, kemudian melakukan kontak dan
komunikasi yang baik.

Kepedulian petugas poskeswdes pada pasien cukup tinggi dengan


memberikan perhatian, menanyakan mengenai keadaan penyakit. Demikain
halnya dengan keluhan-keluhan pasien, petugas mendengar, memperhatikan dan
memberikan respons dengan baik.

Keramahan dalam pelayanan oleh petugas kepada pasien cukup tinggi dengan
menyapa, memberi salam dan hormat, ramah dalam bertutur kata.

e). Dimensi bukti langsung (tangibles) berfokus pada penampilan fisik dari
fasilitas, peralatan dan sarana.

Bangunan poskesdes yang ada pada umumnya cukup baik untuk


melakukan pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini terlihat dari adanya ruang
tunggu, ruang pemeriksaan pasien, wc. Fasiltas yang tersedia tersedia seperti
meja, kursi bagi pasien tidak lengkap dalam arti sangat terbatas. Apabila
pasiennya cukup banyak maka sebagian harus berdiri.

Kebersihan gedung dan ruang yang ada belum begitu baik seperti dinding
bangunan yang nampak sebagian cat sudah mulai kotor dan memudar, adanya
sebagian sampah yang tidak dibersihkan, sampah dihalaman yang tidak diangkut.
DAFTAR PUSTAKA

Dummilah Ayuningtyas, J.A., 2008. Analisis Kesiapan Pos Kesehatan Desa


Dalam Pengembangan Desa Siaga Di Kabupaten Kepualauan Mentawai
Provinsi Sumatra Barat Pada Tahun 2008. Jurnal Manajemen Pelayanna
Kesehatan, 11.

Muharnadiah, A.I.H., 2017. Pengaruh Pengetahuan dan Job Description Terhadap


Kinerja Bidan Desa pada Penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
(Studi Observasional di Tanah Bumbu). Journal Pharmascience, 04.

RI, K.K., 2012. Petunjuk Teknis Pengembangan Dan Penyelenggaraan Pos


Kesehatan Desa. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Ridwan, M., 2015. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Promotif Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) Dari Desa Siaga, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo
Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Versi Sains, 17.

Ulumuddin, A., 2010. Pengaruh Pelaksanaan Kebijakan Standart Pelayanan


Minimal Kesehatan dan Pengembangan Desa Siaga terhadap Kinerja Pos
Kesehatan Desa dalam Mewujudkan Efektifitas Pelayanan Pos Kesehatan
Desa dan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Garut. Jurnal Pembangunan
dan Kebijakan Publik, 02.

Yunitasari, S.S.E., 2016. Studi Kinerja Perawat Menggunakan Pendekatan


Organisasi. NurseLineJournal, 1, pp.36-43.

Zuhrina Aida, E.S.S., 2016. Determinan Pemanfaatan Pos Kesehatan Desa


(POSKESDES) Pada Keluarga Di Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli
Serdang. Global Health Science, 1

Anda mungkin juga menyukai