POSKESDES
PUSKESMAS KLAKAH
PERIODE TANGGAL TANGGAL 06 MEI – 19 MEI 2019
Disusun Oleh:
ENO APRILYA WATI 162303101039
B. Konsep Poskesdes
Pos Kesehatan Desa, selanjutnya disingkat dengan Poskesdes, adalah
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa. Poskesdes dibentuk sebagai upaya untuk mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar setiap hari bagi masyarakat di desa serta sebagai sarana
untuk mempertemukan upaya masyarakat dan dukungan Pemerintah.
Pelayanannya meliputi upaya-upaya promotif, preventif, dan kuratif yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader
atau tenaga sukarela Iainnya Adanya Poskesdes merupakan salah satusyarat desa
disebut Desa Siaga. Terkait dengan kriteria desa siaga dimana disebutkan bahwa
sebuah desa siaga telah menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah memiliki
sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (POSKESDES), jalan dengan
reformasi dibidang kesehatan melalui paradigma sehat baru, yaitu lebih
difocuskan pada pelayanan kesehatan dasar berupa upaya promosi kesehatan
(Promotif), dan upaya pencegahan (Preventif) dengan tidak mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader kesehatan.
Pentingnya peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesehatan tercermin
dalam strategi dan sasaran utama Renstra Kementrian Kesehatan. Program-
program pembangunan kesehatan yang akan diselenggarakan oleh Kementrian
Kesehatan diarahkan untuk pengembangan Desa Siaga dalam rangka mewujudkan
desa sehat. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang diharapkan
mampu menanggulangi faktor resiko masalah setempat. Pada saat ini, kegiatan di
pos kesehatan desa, kegiatan masih terbatas pada upaya pengobatan tingkat dasar
dan persalinan, sedangkan bila ditinjau dari tujuan dan fungsi poskesdes kegiatan
promotif mempunyai peranan yang besar. Kegiatan promotif di sini artinya
menurut Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi Kesehatan. Pelaksanaan kegiatan poskesdes sudah
dimulai sejak tahun 2007. Kegiatan utama Poskesdes adalah pengamatan dan
kewaspadaan dini (surveilanspenyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku
berisikodan surveilans lingkungan, serta masalah kesehatanlainnya), penanganan
kegawatdaruratan kesehatandan kesiapsiagaan terhadap bencana, serta pelayanan
kesehatan dasar. Pelayanan Poskesdes menuju MDGs 2015 dalam meningkatkan
Human Develop- mant Indeks Pengembangan Masyarakat, Indonesia mendapat
point 117. Peringkat ini merupakan peringkat skala international untuk
menggambarkan perkembangan masyarakat suatu negara. Banyak indikator yang
mempengaruhi nilai ini,diantaranya angka kematian ibu melahirkan (AKI), dan
angka kematian Bayi (AKB). Untuk mencapai MDGs pada 2015 mendatang salah
satunya dengan adanya poskesdes maka ada beberapa indikator yang harus
dicapai Pada tahun 2015. Keberhasilan pembangunan kesehatan yang salah
satunya ditandai dengan ketersediaan sarana kesehatan salah satunya adalah
poskesdes belum dirasakan oleh seluruh masyarakat. Oleh karenanya perlu
dilakukan upaya untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan pada masyarakat
berupa fasilitas pelayanan. Pos Kesehatan Desa adalah Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat yang melakukan pelayanan kesehatan sesuai standar
pelayanan minimal kesehatan yang dibentuk di desa dalam rangka
mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan
standar pelayanan minimal kesehatan, penyelenggaraan poskesdes perlu ditunjang
oleh manajemen Poskesdes yang baik. Manajemen Poskesdes merupakan
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistemik untuk menghasilkan luaran
Poskesdes yang efektif dan efisien, sehingga dalam pelayanannya dicapai
efektivitas. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Poskesdes
membentuk fungsi- fungsi manajemen. Ada tiga fungsi manajemen Poskesdes
yakni perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban. Semua fungsi tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan
berkesinambungan (Ulumuddin, 2010).Pembentukan POSKESDES didahulukan
pada desa yang tidak memiliki rumah sakit, Pusekesmas, Puskesmas Pembantu
(PUSTU) dan bukan ibu kota kecamatan atau ibu kota kabupaten. POSKESDES
diharapkan sebagai pusat pengembangan dan korinator berbagai UKBM yang
dibutuhkan masyarakat desa, misalnya POS pelayanan terpadu atau POSYANDU
dan warung obat desa (WOD). Puskesmas sebagai salah satu unit pelaksana teknis
Dinas kabupaten/kota berperan di dalam menyelenggarakan pelayanan publik
yang berkualitas kepada masyarakat dengan melakukan berbagai upaya untuk
memenuhi segala harapan, keinginan, dan kebutuhan serta mampu memberikan
kepuasan bagi masyarakat.
Istilah kualitas pelayanan memiliki berbagai definisi yang berbeda, dan
bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Kualitas terdiri dari
sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun
keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian
memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu atau dapat dikatakan bahwa
kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan
(Gasperz, 2005).
C. Tujuan Poskesdes
Tujuan Poskesdes terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
1). Tujuan Umum
Terwujudnya masyarakat sehat yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali,
mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi.
2) Tujuan Khusus
a. Terselenggaranya upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya di bidang
kesehatan.
b. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan (bidan) dan kader kesehatan.
c. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan, dan pelaporan dalam rangka
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap risiko
dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama
penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar
biasa (KLB) serta faktor- faktor risikonya (termasuk status gizi dan ibu
hamil yang berisiko).
d. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
e. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa.
2. Preventif
Ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit, dan gangguan terhadap individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Contoh kegiatan preventif, antara lain:
a. Imunisasi masal terhadap bayi dan balita, serta bumil.
b. Pemberian vitamin A dan yodium pada balita dan anak sekolah.
3. Kuratif
Ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok dan yang
menderita penyakit atau masalah kegiatan.
Contoh kegiatan preventif, antara lain:
a. Perawatan bumil dengan kondisi patologis.
b. Pengobatan pada balita sakit.
4. Rehabilitatif
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita.
Contoh kegiatan rehabilitative, antara lain:
a. Pada balita yang sakit, setelah di obati, maka bidan akan memberikan KIE
tentang pencegahan agar tidak terjadi diare lagi, KIE tentang diit anak. Serta
bidan melakukan pemantauan terhadap pemulihan kesehatan anak tersebut.
Kegiatan di atas merupakan contoh kegiatan rehabilitatif.
E. Fungsi Poskesdes
1. Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan guna lebih mendekatkan pelayanan
kesehatan dasar kepada masyarakat.
2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai risiko dan masalah
kesehatan.
3. Sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
4. Sebagai Wahana pembentukan jaringan berbagai UKBM yang ada di desa.
F. Manfaat Poskesdes
1. Bagi masyarakat desa
a) Permasalahan kesehatan di desa dapat dideteksi secara dini, sehingga bisa
ditangani dengan cepat dan diselesaikan, sesuai kondisi, potensi dan
kemampuan yang ada.
b) Masyarakat desa dapat memperoleh pelayanan kesehatan dasar (KIA/KB,
peningkatan gizi masyarakat khususnya balita dan maternal, imunisasi
termasuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular,
upaya mewujudkan lingkungan sehat, dan pengobatan sederhana termasuk
trauma, didukung dengan penyediaan obat-obat esensial) serta pengetahuan
dan keterampilan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
kesiapsiagaan serta penanggulangan masalah kesehatan.
c) Masyarakat dapat mengaktualisasikan diri dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan.
4. Bagi Puskesmas
a) Memperluas jangkauan pelayanan Puskesmas dengan mengoptimalkan sumber
daya yang ada.
b) Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan yang
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan
kesehatan strata pertama, yang meliputi pelayanan kesehatan perseorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
c) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan sesuai kondisi setempat.
G. Organisasi Poskesdes
1. Tenaga Poskesdes
Agar poskesdes dapat terselenggara maka perlu didukung dengan tenaga sebagai
berikut :
a. Tenaga Masyarakat :
• Kader
• Tenaga sukarela lainnya tenaga masyarakat minimal 2 orang yang telah
mendapatkan pelatihan khusus.
b. Tenaga kesehatan minimal terdapat seorang bidan yang menyelenggarakan
pelayanan di poskesdes minimal seorang bidan.
2. Langkah Pengembangan
a. Persiapan Internal : Sosialisasi, pertemuan & pelatihan yg bersifat konsolidasi
b. Persiapan Eksternal : Kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan
c. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri
d. Musyawarah Masyarakat Desa
e. Pembentukan Poskesdes
Pemilihan Pengurus & Kader Poskesdes
Orientasi/Pelatihan Kader Poskesdes
Pemenuhan/penempatan & Pelatihan Nakes
3. Kepengurusan
Kepengurusan dipilih melalui musyawarah mufakat desa, serta ditetapkan oleh
kepala desa. Struktur minimal terdiri dari Pembina ketua, sekretaris, bendahara
dan anggota. Susunan pengurus poskesdes bersifat fleksibel, sehingga dapat
dikembangkan sesuai kebutuhan, kondisi dan permasalahan setempat.
PUSKESMAS
PUSTU PUSTU
POSKESDES
KELUARGA/MASYARAKAT
Keterangan :
1. Poskesdes merupakan coordinator dari UKBM yang ada ( Misalnya :
Posyandu, poskestren, ambulan desa). Dengan demikian maka poskesdes
bertugas pula membina kelestarian UKBM lain tersebut.
2. Poskesdes dibawah pengawasan dan bimbingan puskesamas setempat.
Pelaksanaan poskesdes wajib melaporkan kegiatannya kepada puskesamas,
adapun pelaporan yang menyangkut pertanggung jwaban keuangan
disampaikan kepada kepala desa.
3. Jika wilayah tersebut terdapat puskesmas pembantu maka poskesdes
berkoordinasi dengan puskesamas pembantu yang ada tersebut.
4. Poskesdes di bawah pimpinan kabupaten/kota melalu puskesmas. Pembinaan
dalam aspek upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan
perorangan, apabila poskesdes tidak mampu memberikan pelayanan maka
perlu melakukan rujukan ke puskesmas antara lain pelayanan ke gawat
daruratan pada keadaan tertentu poskesdes dapat melakukan rujukan langsung
ke rumah sakit dengan sepengetahuan rumah sakit.
H. Desa Siaga
Pengembangan Desa Siaga sebenarnya upaya merajut berbagai upaya
kesehatan berbasis masyarakat, dan membangun kembali kegotong-royongan
kesehatan yang ada di desa. Serta membangun jejaring (networking) berbagai
UKBM yang ada di desa. Kegiatan inti dari desa siaga yaitu memberdayakan
masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat serta berperan aktif dalam
menghidupkan fasilitas kesehatan untuk desa mereka. Untuk menggerakkan
masyarakat agar dapat berdaya diperlukan berbagai pendekatan berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan dalam UKBM diantaranya adalah posyandu, polindes, pos
obat, dan lain – lain (Rosdiana, 2017). Pendekatan yang pertama adalah
pendekatan edukatif yaitu pendekatan dengan pemberian proses pembelajaran
mengenai permasalahan kesehatan. Pendekatan kedua adalah dengan pendekatan
partisipatif. Salah satu bentuk partisipatif masyarakat dalam pemberdayaan adalah
dengan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dimana terdapat
Desa Siaga yang menjadi embrio Desa sehat nantinya diharapkan dapat
melengkapi komponen-komponennya yang terdiri dari adanya Pos Kesehatan
Desa (poskesdes) atau UKBM lainnya yang akan mendekatkan akses pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, penerapan PHBS oleh masyarakat, kesiap- siagaan
masyarakat dalam Safe Community, Survailans kesehatan berbasis masyarakat,
serta pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat. Sehubungan dengan
pengertian tersebut, maka ciri-ciri desa siaga adalah :
1) Memiliki pemimpin dan atau tokoh masyarakat yang peduli kepada kesehatan
2) Memiliki organisasi kemasyarakatan yang peduli kepada kesehatan masyarakat
desa
3) Memiliki berbagai upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM)
4) Memiliki Poskesdes yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dasar
5) Memiliki sistem surveilans (penyakit, gizi, kesling dan PHBS) yang berbasis
masyarakat
6) Memiliki sistem pelayanan kegawat-daruratan (safe community) yang
berfungsi dengan baik
7) Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat (mandiri dalam
pembiayaan kesehatan seperti adanya Tabulin, Dasolin, Dana Sehat, dana
Sosial Keagamaan dan lain-lain)
8) Masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
a. Perawat Dalam Pelaksanaan Desa Siaga
Perawat sebagai ujung tombak tenaga kesehatan dimasyarakat tentu harus juga
dipersiapkan dalam pelaksanaan Desa Siaga ini. Adapun peran perawat di sini
antara lain (Old, London, & Ladewig, 2000):
(1)Sebagai pemberi pelayanan dimana perawat akan memberikan pelayanan
keperawatan langsung dan tidak langsung kepada klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
(2)Sebagai pendidik, perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien
dengan resiko tinggi atau dan kader kesehatan.
(3)Sebagai pengelola perawat akan merencanakan, mengorganisasi,
menggerakkan dan mengevaluasi pelayanan keperawatan baik langsung
maupun tidak langsung dan menggunakan peran serta aktif masyarakat dalam
kegiatan keperawatan komunitas.
(4)Sebagai konselor, perawat akan memberikan konseling atau bimbingan kepada
kader, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan komunitas dan
kesehan ibu dan anak.
(5)Sebagai pembela klien (advokator) perawat ahrus melindungi dan
memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan
komunitas.
(6)Sebagai peneliti perawat melkaukan penelitian untuk mengembangkan
keperawatn komunitas dalam rangka mengefektifkan desa siaga.
c. Membangun baru, yaitu dengan pendanaa dari Pemerintah (Pusat atau Daerah),
donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.
3. Outcome, hasil akhir dari derajat kesehatan atau kepuasan, baik positif
maupun negative, termasuk terpenuhinya pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan pelanggan
2. Indikator Proses
Indikator proses adalah indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang
dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengambangan Desa Siaga. Indikator
proses terdiri atas hal-hal berikut: Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa,
Berfungsi atau tidaknya Poskesdes, Berfungsi atau tidaknya UKBM yang ada.
Berfungsi atau tidaknya sistem kegawatdaruratan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana, Berfungsi/tidaknya sistem surveilans berbasis
masyarakat, Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
3. Indikator keluaran
Adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di
suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri
atas hal-hal berikut: Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes, Cakupan
pelayanan UKBM-UKBM lainnya, Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB
yang dilaporkan, Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk
kadarzi dan PHBS.
4. Indikator Dampak
Adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di
Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator dampak terdiri atas hal-
hal berikut: jumlah penduduk yang menderita sakit, jumlah penduduk yang
menderita gangguan jiwa, jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia, jumlah
bayi dan balita yang meninggal dunia, dan jumlah balita dengan gizi buruk.
K. Pembentukan Poskesdes
Secara operasional pembentukan Poskesdes dilakukan dengan kegiatan sebagai
berikut:
1. Pemilihan Pengurus dan Kader kesehatan Poskesdes. Pemilihan pengurus dan
kader kesehatan Poskesdes dilakukan melalui pertemuan khusus para
pimpinan, pengelola, dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat.
Pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat, sesuai dengan tata cara dan
kriteria yang disepakati, dengan fasilitasi Puskesmas. Jumlah kader kesehatan
untuk setiap Poskesdes minimal 2 (dua) orang atau disesuaikan dengan
kegiatan yang dilaksanakan dan kemampuan serta potensi desa setempat.
2. Pelatihan/Orientasi Kader Kesehatan. Pengelola dan kader kesehatan terpilih
sebelum melaksanakan tugasnya, perlu diberikan pelatihan atau orientasi
tentang pengelolaan Poskesdes. Pelatihan/orientasi dilaksanakan oleh
Puskesmas sesuai dengan pedoman pelatihan/orientasi yang berlaku. Pada
waktu menyelenggarakan pelatihan/orientasi, sekaligus disusun rencana kerja
(Plan of Action) Poskesdes yang akan dibentuk, lengkap dengan waktu dan
tempat penyelenggaraan, para pelaksana dan pembagian tugas serta sarana dan
prasarana yang diperlukan. Materi pelatihan/orientasi antara lain mencakup
kegiatan yang akan dilaksanakan di Poskesdes, meliputi:
a) Pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kompetensinya, yaitu layanan
kesehatan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan kesehatan anak.
b) Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama
penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB), penyakit tidak menular dan faktor risikonya (termasuk
status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang berisiko.
c) Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, penyakit tidak menular serta faktor-faktor
risikonya (termasuk kurang gizi).
d) Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawat- daruratan
kesehatan melalui metode simulasi.
3. Pemenuhan/Penempatan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
a) Pemenuhan/penempatan tenaga kesehatan, terutama Bidan sebagai
penyelenggara Poskesdes awalnya dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten dan untuk pengembangan selanjutnya, pemenuhan dapat
dilakukan oleh masyarakat.
L. Kegiatan Pelayanan
POSKESDES adalah suatu upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal pengamatan
epidemiologis penyakit menular & yg berpotensi menjadi KLB serta factor-faktor
risikonya penanggulangan penyakit menular & yg berpotensi menjadi KLB serta
kekurangan gizi kesiapsiagaan & penanggulangan bencana & kegawatdaruratan
kesehatan pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya Kegiatan
Rutin Poskesdes Kegiatan rutin Poskesdes di selenggarkan dan dimotori oleh
tenaga kesehatan yang ada di desa tersebut dan Kader Poskesdes dengan
bimbingan Puskesmas setempat dan sektor terkait. Pelayanan kesehatan yang di
selenggarakan oleh poskesdes meliputi promotif, preventif dan kuratif
(pengobatan) sesuai dengan kompetensi.Kegiatan pelayanan kesehatan tersebut di
kelompokkan menjadi kegiatan utama dan kegiatan pengembangan. Kegiatan
utama pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa, adalah :
1. Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB), dan faktor resikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil
yang beresiko.
2. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, serta faktor-faktor resikonya (termasuk kurang
gizi).
3. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
4. Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensi. Pelayanan tersebut di
laksananakan baik di dalam poskesdes maupun di luar poskesdes (dalam
gedung maupun luar gedung).
Hasil kerja yang ditunjukkan oleh Poskesdes akan sangat menentukan keberadaan
tingkat kesehatan dan upaya pencegahan atas masalah kesehatan yang dihadapi
oleh masyarakat disekitarnya. Pada kenyataannya masih ada masyarakat yang
belum menyadari fungsi keberadaan Poskesdes serta mafaat adanya Poskesdes.
Kualitas pelayanan kesehatan di Poskesdes merupakan aspek yang menjadi fokus
permasalahan peningkatan pelayanan kesehatan yang perlu diperbincangkan dan
diupayakan untuk mendapatkan solusi. Kualitas pelayanan kesehatan dapat diukur
dari perspektif penguna layanan yaitu dengan mengetahui tingkat kepuasaan
pasien yang adalah pengguna layanan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kurangnya petugas kesehatan (Bidan) mengakibatkan perencanaan yang
dihasilkan kurang bermutu, sehingga wilayah yang seharusnya mendapat prioritas
penanggulangan tidak tercakup, dan akhirnya kegiatan program yang
dilaksanakan tidak sesuai dengan permasalahan yang ada.
Ovreveit dalam Saranga (2000) menyatakan bahwa kualitas dalam jasa pelayanan
kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah
pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas
professional (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi
kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh para professional), dan
kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan
tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi
peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya).
Pendapat lain dikemukakan oleh Gronroos dalam Muninjaya (2012), faktor lain
yang juga dapat digunakan oleh konsumen untuk mengukur kualitas jasa adalah:
1. Professionalism and skills
Kriteria ini berhubungan dengan outcome yaitu tingkat kesembuhan pasien.
Pelanggan menyadari bahwa jasa pelayanan kesehatan dihasilkan oleh SDM yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan professional yang berbeda.
2. Attitudes and behaviour
Kriteria sikap dan perilaku staf akan berhubungan dengan proses pelayanan.
Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan merasakan kalau petugas
kesehatan sudah melayani mereka dengan baik sesuai SOP pelayanan.
3. Accessibility and flexibility
Kriteria penilaian ini berhubungan dengan proses pelayanan. Pengguna jasa
pelayanan akan merasakan bahwa institusi penyedia pelayanan jasa, lokasi, jam
kerja, dan sistemnya dirancang dengan baik untuk memudahkan para pengguna
mengakses pelayanan sesuai dengan kondisi pengguna jasa (fleksibilitas), yaitu
disesuaikan dengan keadaan sakit pasien, jarak yang harus ditempuh, tarif
pelayanan, dan kemampuan ekonomi pasien atau keluarga untuk membayar
tarif pelayanan.
4. Reliability and trustworthiness
Kriteria penilaian ini juga berhubungan dengan proses pelayanan.Pengguna
jasa pelayanan kesehatan memahami risiko yang mereka hadapi jika memilih
jasa pelayanan yang ditawarkan oleh dokter.
Contoh, operasi Caesar yang ditawarkan oleh dokter kepada ibu bersalin dan
suaminya tetap dapat diterima meskipun pasien dan suaminya mengetahui
risiko yang akan dihadapi.
5. Recovery
Pelanggan memang menyadari kalau ada kesalahan atau risiko akibat tindakan
medis yang diambil, tetapi para pengguna jasa pelayanan mempercayai bahwa
institusi penyedia jasa pelayanan sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap
kualitas pelayanan yang ditawarkan kepada publik untuk mengurangi risiko medis
yang akan diterima pasien.
6. Reputation and credibility
Kriteria ini berhubungan dengan image. Pelanggan akan meyakini benar bahwa
institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan memang memiliki reputasi baik,
dapat dipercaya, dan mempunyai nilai (rating) tinggi di bidang pelayanan
kesehatan.
Pohan (2007) menjelaskan bahwa keberhasilan penerapan terhadap
jaminan mutu akan memberi dampak terhadap kualitas pelayanan kesehatan,
dimana penyelenggaraan kesehatan pasti akan mengurangi atau menghindari
terjadinya keluhan atau kritikan pasien dan sebaiknya akan mengubah keluhan
pasien menjadi kepuasan pasien, sedangkan bagi penyelenggara kesehatan akan
menimbulkan suatu kepuasan kerja yang muncul tanpa terduga. Dapat dianggap
bahwa jaminan mutu leyanan kesehatan merupakan penjabaran pelaksanaan etika
profesi dalam berinteraksi dengan pasien. jaminan mutu pelayanan kesehatan
mengajarkan agar selalu berupaya memberikan yang terbaik kepa pasien tanpa
kecuali. Pendekatan itu akan mendorong petugas kesehatan untuk selalu
meningkatkan kinerjanya dan selalu berupaya bekerja lebih baik dari sebelumnya.
Pelayanan yang diberikan Poskesdes dari segi kecepatan dan ketepatan pelayanan
belum baik. Kadangkala cepat dan tepat namun kadang kala lambat. Seperti
dikatakan informan: “pelayanan berupa pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
yang diberikan petugas, kadangkala cepat.
Dari segi administrasi maka dapat dikatakan belum rapih, tertib. Nampak
belum ada buku pencatatan pasien yang lengkap.
Dari segi keutuhan pasien dalam pelayanan poskesdes belum terpenuhi. Seperti
jenis obat yang diberikan serta pemeriksaan penyakit yang tidak lengkap. Hal ini
disebabkan keterbatasan peralatan dan obat-obatan. Apabila penyakit dari pasien,
membutuhkan perawatan dan pemeriksaan lanjutan, maka dirujuk ke puskesmas
atau rumah sakit.
Dalam hal jaminan bila terjadi kesalahan pemeriksaan dan pengobatan penyakit
pada pasien, belum adanya jaminan yang pasti. Bila terjadi kesalahan
pemeriksaan dan pengobatan, maka petugas merujuk ke puskesmas dan dokter.
Dari segi kecakapan dalam pekerjaaan termasuk pada kategori cukup cakap
seperti pemeriksaan pengkuran tekanan darah, pengukuran panas badan,
pengukuran berat badan, pemeriksaan nadi dan denyut jantung, pemberian obat.
Keramahan dalam pelayanan oleh petugas kepada pasien cukup tinggi dengan
menyapa, memberi salam dan hormat, ramah dalam bertutur kata.
e). Dimensi bukti langsung (tangibles) berfokus pada penampilan fisik dari
fasilitas, peralatan dan sarana.
Kebersihan gedung dan ruang yang ada belum begitu baik seperti dinding
bangunan yang nampak sebagian cat sudah mulai kotor dan memudar, adanya
sebagian sampah yang tidak dibersihkan, sampah dihalaman yang tidak diangkut.
DAFTAR PUSTAKA
Ridwan, M., 2015. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Promotif Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) Dari Desa Siaga, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo
Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Versi Sains, 17.