Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ALGORITMA “HIPERTENSI EMERGENCY”

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat dan Bencana

Dosen Pembimbing Ns. Arista Maisyaroh, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Chrisinta Yuli Rahmawati

172303101003

PROGAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih-Nya,
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul
Makalah Algoritma “Hipertensi Emergency”
Makalah ini tidak akan dapat selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terimakasih
kepada:
1. Ibu Ns. Arista Maisyaroh, S.Kep., M.Kep Selaku Dosen Pembimbing
mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
Penyusunan makalah ini pasti masih ada kekurangan baik dari segi
penyusunan, bahasa, maupun segi lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat diambil manfaatnya sehingga bisa memberikan inspirasi kepada
pembaca.

Lumajang, 03 Oktober 2019

Penyusun
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
berbagai kalangan. Hipertensi juga merupakan faktor risiko dari penyakit jantung
iskemik dan stroke yang termasuk lima posisi tertinggi dalam penyebab kematian
terbanyak di dunia (Benjamin et al., 2017). Selain itu, hipertensi juga menempati
urutan pertama sebagai penyakit terbanyak pada kelompok lanjut usia berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan menjadi salah satu dari lima penyebab
kematian ibu terbesar di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, jumlah penderita
hipertensi akan terus meningkat seiring dengan meledaknya jumlah penduduk.
WHO meramalkan bahwa pada tahun 2025 mendatang, 29 persen warga dunia
akan terkena hipertensi (dhartikasari&purhadi,2014). hipertensi merupakan salah
satu penyebab utama kesakitan dan kematian di indonesia. data riset kesehatan
dasar (Riskedes) tahun 2013 menunjukkan bahwa hipertensi merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, mencapai 25,8%. Hipertensi sendiri di
Provinsi Jawa Timur sebesar 13,47% aatau sekitar 935.736 penduduk, dengan
proporsi laki-laki seebesar 13,78% (3387.913 penduduk) dan perempuan sebesar
13.25% (547.823 penduduk).(kemenkes,2016). menurut catatan rekam medik
yang terdapat di ruang melati RSUD dr Haryoto lumajang didapatkan penderita
hipertensi tahun 2018 mulai bulan januari hingga desember didapatkan 154 orang
(data di ambil dari RSUD dr haryoto lumajang dalam Yanuar Horisotul
Rukmana,2019)

Dalam pengobatan hipertensi ada dua terapi yang dilakukan isalah terapi
farmakologi dan non farmakologi, dimana terapi farmakologi yaitu dengan
menggunakan obat-obatan antihipertensi sedangkan terapi non farmakologis yaitu
modifikasi gaya hidup. Contoh terapi non farmakologi yaitu terapi yang mmebuat
klien merasa nyaman atau relaks. dan dalam keadaan relaks tubuh mampu
merelaksasi tubuh dengan sendirinya dan dapat meredamkan nyeri.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana mengetahui alur algoritma Hipertensi Emergency?

1.3 Tujuan Penulisan

Mengeksplorasi alur algoritma Hipertensi Emergency?

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
berbagai kalangan. Hipertensi juga merupakan faktor risiko dari penyakit jantung
iskemik dan stroke yang termasuk lima posisi tertinggi dalam penyebab kematian
terbanyak di dunia (Benjamin et al., 2017). Selain itu, hipertensi juga menempati
urutan pertama sebagai penyakit terbanyak pada kelompok lanjut usia berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan menjadi salah satu dari lima penyebab
kematian ibu terbesar di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).

Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah utama dan sering


mendadak, terkait dengan disfungsi organ target progresif dan akut. Hal ini dapat
terjadi sebagai kejadian serebrovaskular akut atau fungsi serebral yang tidak
teratur, sindrom koroner akut dengan iskemia atau infark, edema paru akut, atau
disfungsi ginjal akut. Tekanan darah sangat tinggi pada pasien dengan kerusakan
organ target akut yang sedang berlangsung, dan merupakan keadaan gawat medis
yang sebenarnya, yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (walaupun
jarang ke kisaran normal). Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan
tekanan darah sistolik atau diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau
gejala kerusakan organ akut (yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi
ini memerlukan pengurangan tekanan darah segera (tidak harus normalisasi),
untuk melindungi fungsi organ vital dengan pemberian obat antihipertensi secara
intravena (Cuspidi and Pessina, 2014).
2.2 Etilogi hipertensi emergency
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat
pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi
organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat
mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid,
perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark
miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem
organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi:
1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)
2.3 Manifestasi Klinis Hipertensi Emergency
Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5
Tekana Fundusko Status Jantung Ginjal Gastrointestin

n pi neurolog al

darah i
> Perdaraha Sakit Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah

220/140 n, kepala, membesar, proteinur

mmHg eksudat, kacau, dekompensa ia

edema ganggua si, oliguria

papilla n

kesadara

n,

kejang.

2.4 Ciri-Ciri Hipertensi Emergency


1. Keadaan gawat medis
Hipertensi emergensi merupakan keadaan gawat medis yang memerlukan
penangan secara serius dan segera. Penurunan tekanan darah perlu
dilakukan segera dalam hitungan menit atau jam dari onset, walaupun
penurunan tekanan darah jarang sampai keadaan normotensi untuk
mencegah atau membatasi kerusakan organ target lebih lanjut. Tingkat
kematian yang berkaitan hipertensi emergensi dalam 1 tahun adalah >
79%, dan kelangsungan hidup rata-rata adalah 10,4 bulan jika tidak
diobati. Tetapi apabila segera dilakukan perawatan di rumah sakit maka
angka kematian dapat diturunkan secara bermakna. Tingkat kelangsungan
hidup 1 tahun (survival rate) meningkat dari 20% tahun 1950 menjadi 90%
dengan perawatan yang bagus.
2. Tekanan darah sangat tinggi
Tekanan darah pada hipertensi emergensi sangat tinggi biasanya mencapai
> 220/140 mmHg, ada pula yang menyebutkan > 180/120 mmHg sudah
termasuk hipertensi emergensi.
3. Peningkatan tekanan darah yang berat
Peningkatan tekanan darah yang terjadi secara signifikan dapat
menyebabkan hipertensi emergensi, tetapi pada pasien dengan hipertensi
kronis sering dapat mentolerir tingkat tekanan darah yang lebih tinggi
daripada individu normotensi
4. Peningkatan tekanan darah
terjadi secara mendadak Peningkatan tekanan darah yang terjadi secara
mendadak dapat menimbulkan hipertensi emergensi.
5. Terjadi kerusakan organ target
Contoh kerusakan organ target meliputi ensefalopati hipertensi,
Intracranial Hemorrhage (ICH), stroke iskemik akut, myocardial infarction
akut, gagal ventrikel akut dengan edema paru, angina pektoris tidak stabil,
pembedahan aorta aneurisma, gagal ginjal akut, dan eklampsia.
6. Gambaran klinik
kejadian serebrovaskular akut, sindrom koroner akut, edema paru akut,
disfungsi ginjal akut, hipertensif ensefalopati, infark serebri, pendarahan
intrakranial, iskemi miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut,
diseksi aorta, atau eklampsia. (Whelton et al., 2017).
2.5 Karakteristik Hipertensi Emergency
1. Tekanan darah
Tekanan hipertensi emergensi sangat tinggi, biasanya mencapai > 220/140
mmHg , ada pula yang menyebutkan > 180/120 mmHg sudah termasuk
hipertensi emergensi. Hipertensi emergensi bukan hanya tergantung
tingginya tekanan darah tetapi juga kecepatan peningkatan tekanan darah.
Biasanya pasien dengan hipertensi kronis dapat mentolerir tingkat tekanan
darah yang lebih tinggi daripada individu normotensi (Elliott et al., 2013;
Whelton et al., 2017).
2. Temuan funduscopy
Pada hipertensi emergensi dapat ditemukan pendarahan, eksudat dan
edema papil
3. Status neurologi
Status neurologis pada hipertensi emergensi adalah rasa sakit di kepala,
terjadi kebingungan, mengantuk, pingsan, gangguan pada penglihatan,
kejang, gangguan neurologi fokal, koma.
4. Gejala ginjal
Terdapat gejala gangguan ginjal pada hipertensi emergensi seperti
azotemia, proteinuria, oliguria, AKI.
5. Gejala saluran cerna
Terjadi gejala saluran cerna sepert mual, muntah pada pasien dengan
tekanan darah tinggi merupakan karakteristik dari hipertensi emergensi.
Hipertensi emergensi termasuk salah satu kelompok krisis hipertensi.
Sindroma klinis krisis hipertensi meliputi (Alwi et al., 2016):
1. Hipertensi gawat (hypertensive emergency): peningkatan tekanan darah yang
disertai kerusakan organ akut.
2. Hipertensi mendesak (hypertensive urgency): peningkatan tekanan darah
tanpa disertai kerusakan organ akut. (> 180/110 mmHg)
3. Hipertensi akselerasi (accelerated hypertension): peningkatan tekanan darah
yang berhubungan dengan pendarahan retina atau eksudat.
4. Hipertensi maligna (malignant hypertension): peningkatan tekanan darah
yang berkaitan dengan edema papil.
2.6 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme patofisiologi hipertensi sangat kompleks yang melibatkan
berbagai sistem tubuh. Sistem organ tubuh yang terlibat adalah sistem saraf dan
endokrin, sistem kardiovaskular, dan sistem urinaria (Kotchen, 2010). Preload
meningkat Kontraktilitas meningkat Kontriksi fungsional Hipertrofi struktural
Tekanan darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer Kontriksi vena Volume cairan
meningkat Penurunan permukaan filtrasi Retensi natrium ginjal Aktivitas berlebih
saraf simpatis Renin angiotensin berlebih Perubahan membran sel
Hiperinsulinemia Bahanbahan yang berasal dari endotel Perubahan Obesitas
genetik Jumlah nefron berkurang Asupan garam berlebih Stress 10 Pada sistem
saraf dan endokrin terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf dan jumlah hormon
yang disekresikan. Aktivitas sistem saraf simpatis meningkat pada hipertensi.
Penyebab aktivasi sistem saraf simpatis masih belum jelas. Selain itu, peningkatan
mineralokortikoid atau aldosteron serta kortisol yang disekresikan oleh kelenjar
adrenal juga dapat meningkatkan tekanan arteri dengan mengaktivasi reseptor
mineralokortikoid. Aktivasi sistem renin angiotensin juga berperan dalam
terjadinya hipertensi. Aktivitas renin plasma dan konsentrasi angiotensin II plasma
meningkat pada hipertensi. Pada keadaan resistensi insulin juga dapat terjadi
gangguan kapasitas hiperinsulinemia postpandrial dengan menekan lipolisis yang
menyebabkan pelepasan asam lemak bebas lebih banyak. Pelepasan asam lemak
bebas ini menyebabkan terjadinya disfungsi endotel hingga pada akhirnya
menyebabkan hipertensi (Kotchen, 2010).
Pada sistem kardiovaskular terjadi gangguan fungsi endotel yang dapat
menyebabkan hipertensi. Endotel vaskular berperan dalam regulasi resistensi
vaskular. Aktivasi nitrit oksida yang berasal dari endotel berperan dalam relaksasi
vaskular. Disfungsi endotel vaskular menyebabkan konstriksi pembuluh darah
sehingga resistensi perifer meningkat (Kotchen, 2010). Pada sistem urinaria,
mekanisme sistem renal terkait dengan retensi sodium renal dan gangguan
tekanan natriuresis dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi. Peningkatan
reabsorbsi sodium tubular terkait 11 dengan peningkatan aliran ke ginjal. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Kotchen, 2010).
HIPERTENSI

peningkatan afterload kerusakan arteri

disfungsi hipertrofi peningkatan percepatan melemahnya


sistolik ventrikel permintaan atheroskeloris dinding
kiri o2 miokard pembuluh

disfungsi pembuluh pembuluh aorta


sistolik koronaria serebral

penurunan
suplai o2
miokard
gagal
jantung
iskemik stroke aneurism,
dan infark iskemik diseksi
miokard

pembuluh pembuluh pembuluh


serebral renal oftalmika

stroke nefrosklerosi retinopati


hemoragik s dan gagal
ginjal

(hammer & Mcphee,2014)


2.7 Diagnosis Hipertensi

Evaluasi tekanan darah dan diagnosis hipertensi termasuk pengukuran


tekanan darah, anamnesis, pemeriksaan fisik, penilaian risiko penyakit
kardiovaskular absolut, pemeriksaan laboratorium, dan uji diagnostik lainnya jika
dibutuhkan. Diagnosis hipertensi bertujuan untuk mengidentifikasi semua faktor
risiko kardiovaskular, mendeteksi kerusakan organ target dan kondisi klinis yang
berkaitan, mencari penyebab hipertensi sekunder, dan mengetahui apa terapi yang
digunakan dan kapan terapi tersebut dimulai (Medley & Wilson, 2016). Untuk
menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil diperlukan penegakkan
diagnosis melalui beberapa tahapan yang harus dijalani (Soenarta et al., 2015).

SBP >180mmHg dan atau


DBP >120 mmHg

kerusakan target organ,


baru terjadi/progresif/
perburukan.

IYA TIDAK

Hipertensi emergency peningkatan TD yang


signifikan.

rawat ICU

berikan antihipertensi
dengn dosis intensif dan
kondisi:
jadwalkan follow up
 diseksi aorta
 preeklampsia berat
atau eklampsia.
 krisis
phekromositoma
jika ada: jika tidak ada:
turunkan tekanan darah turunkan tekanan darah
hingga <140 mmHg maksimal 25% dalam 1 jam
dalam 1 jam pertama pertama, kemudian turunkan
atau <120 mmHg pada hingga 160/100 – 110 mmHg
diseksi aorta dalam 2-6 jam berikutnya,
kemudian hingga normal
dalam 21-48 jam.

2.8 Penatalaksanaan Hipertensi emergency

A. Secara non farmakologis tekanan darah turun melalui modifikasi gaya


hidup:
1. Mempertahankan berat badan sehat/normal
Berat badan dijaga dalam taraf normal. Bila perlu penurunan berat,
dilakukan dengan menjaga pola makan dan melakukan aktivitas fisik
seperti olahraga. Berat badan ideal/normal akan mengontrol tekanan
darah.
2. Aktif bergerak/olah tubuh
Melakukan gerakan olah tubuh seperti senam, jalan sehat, setiap hari
minimal 30 menit dapat menurunkan tekanan darah
3. Mengikuti rencana makan sehat
Membuat rencana makan sehat dengan makanan rendah lemak jenuh,
lemak total, dan kolesterol. Memperbanyak makan buah, sayuran, dan
susu rendah lemak seperti rencana makan DASH (dietary approaches to
stop hypertension). Jika ingin menurunkan berat badan, perlu dipilih
makanan rendah kalori.
4. Mengurangi konsumsi sodium
Memilih makanan rendah garam (sodium) dapat membantu penurunan
tekanan darah.
5. Mengurangi konsumsi alkohol
Alkohol yang terlalu banyak akan menambah kalori dan akan
meningkatkan berat badan sehingga berakibat tekanan darah naik.
B. Secara pengobatan Farmakologis:

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial


maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat
yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah,
keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi
bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of
action 2 – 5 menit, duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug /
menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah,
hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan
secara i. V bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5
menit, duration of action 4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus,
dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang
diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah,
distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action :
oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.
Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m Pemberiannya bersama
dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi
refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke
volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on
action 15 – 60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic
blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan
ketekholamin. Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of
action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan
menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg /
menit secara infus i.v. Onset of action : 1 – 5 menit. Duration of
action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine,
respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis :
20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara
infus i.v. Onset of action 5 – 10 menit Efek samping : hipotensi
orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga
tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan
sistem syaraf simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
Onset of action : 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino,
with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga
dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi
awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg
i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100
cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan
mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping :
rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis.
Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus
obat.
2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh


2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan

2.10 ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI EMERGENCY.


1. PENGKAJIAN

A. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
B. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
C. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
D. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.)
E. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
F. Neurosensori
Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
G. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
H. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
I. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
J. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM. Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia
Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan
alcohol/obat. Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri
TD/perubahan dalam terapi obat.

2. DIAGNOSA, KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosa 1 . (Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi pembuluh darah).
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.
Intervensi
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah
vaskuler).
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena).
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler. (adanya
pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu
untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi)
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti hipertensi,deuritik.
(menurunkan tekanan darah).
2. Diagnosa 2 (Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja /
jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat penting
untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen
miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen
yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba
pada kerja jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik
penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas. (Seperti
jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan).
3. Diagnosa 3 (Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan
dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.)
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi
yang diresepkan.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi
/meningkatkan relaksasi)
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta
teknik relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral
dengan menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya)
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan
membungkuk. (Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler
serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan
penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat
kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan).
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunka rangsangan
saraf simpatis).

3. EVALUASI
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat teratasi,
rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat mengontrol
pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan mekanisme koping
yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi penyakitnya
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hipetensi emergensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Keadaan gawat


medis, Tekanan darah sangat tinggi, Peningkatan tekanan darah yang berat dan
mendadak, Terjadi kerusakan organ target (baru, progresif, memburuk, akut),
Kejadian serebrovaskular akut, sindrom koroner akut, edema paru akut, disfungsi
ginjal akut, hipertensi ensefalopati, infark serebri, pendarahan intrakranial, iskemi
miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, diseksi aorta, atau eklampsia.
Memerlukan penurunan tekanan darah segera (dalam waktu menit-jam).
Faktor risiko krisis hipertensi adalah jenis kelamin wanita, obesitas,
hipertensi, penyakit jantung koroner, gangguan somatoform, banyaknya obat
antihipertensi, dan ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan, rendahnya status
sosial ekonomi, lemahnya akses terhadap perawatan kesehatan. Pengobatan
hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Secara umum,
penggunaan terapi oral tidak disarankan untuk hipertensi emergensi sebaiknya
menggunakan parenteral dan dirawat di ICU.
3.2 Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang akan datang, diantaranya :

1. Bagi perawat dan tenaga medis


Askep hipertensi emergency ini bisa sebagai acuan dalam melakukan
peraktek pada rumah sakit supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya Askep hipertensi emergency ini masyarakat dapat
mengetahui tindakan hemodialisa.
3. Bagi mahasiswa
Dengan adanya Askep hipertensi emergency ini dapat digunakan sebagai
pembanding oleh mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., 2016. Krisis Hipertensi,
dalam Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan praktis
klinis cetakan ketiga. InternaPublishing. Jakarta. Hal 426-432.
Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, Cushman M, Das SR, Deo R, et al. 2017
Heart disease and stroke statistics 2017 update: a report from the American
Heart Association. Vol. 135.
Cuspidi C, Tadic M, Grassi G, Mancia G. 2017. Treatment of hypertension: The
ESH/ESC guidelines recommendations. Pharmacol Res.
Kemenkes,R.,2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015. Surabaya.
Kemenkes RI. 2015. Profil kesehatan Indonesia. 1(70): 1-15
Hammer GD, McPhee SJ. 2014. Pathophysiology of Disease: An Introduction to
Clinical Medicine. 7th Edition. New York: McGraw Hill Medical
Kotchen TA. 2010. Obesity-related hypertension: Epidemiology, pathophysiology,
and clinical management. Am J Hypertens. 23(11):1170- 8.
Medley T, Wilson J. 2016. Guideline for the Diagnosis and Management of
Hypertension in Adults. Melbourne: National Heart Foundation of
Australia
Soenarta AA, Erwinanto, Mumpuni ASS, Barack R, Lukito AA, Hersunarti N, et
al. 2015. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular.
Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskuler. 1(1):1-2.
Whelton, P.K., Carey, R.M., Aronow, W.S., et al., 2017. 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA
Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of
High Blood Pressure in Adults: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice
Guidelines. Hypertension 2017.

Anda mungkin juga menyukai