Anda di halaman 1dari 36

Teknik Menulis "Best Practice" bagi

Pendidik dan Tenaga Kependidikan


5 April 2018 13:27 Diperbarui: 6 April 2018 03:45 1 5 3

ilustrasi. (gillbergcentre.gu.se)

Salah satu jenis karya tulis yang disarankan untuk dibuat oleh pendidik dan tenaga kependidikan
adalah praktik terbaik (best practice). Best Practice adalah sebuah karya tulis yang menceritakan
pengalaman terbaik dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pendidik dan
tenaga kependidikan sehingga mampu memperbaiki mutu layanan pendidikan dan pembelajaran.

Best Practice tidak selalu identik dengan langkah yang besar dan "revolusioner" yang dilakukan oleh
pendidik dan tenaga kependidikan dalam menyelesaikan masalah, tetapi bisa juga melalui sebuah
langkah kecil, penerapan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang sederhana, tetapi efektif dan
dampaknya terasa oleh sekolah.

Karakter utama best practice adalah tindakan-tindakan taktis dan praktis untuk mengatasi masalah
yang dihadapi dalam mengatasi masalah. Misalnya, meningkatkan kedisiplinan warga sekolah melalui
penerapan budaya malu, peningkatan kesadaran warga sekolah dalam memelihara kebersihan
lingkungan sekolah melalui Gerakan Pungut Sampah, peningkatan kemampuan guru dalam menyusun
administrasi pembelajaran dan mengelola pembelajaran melalui diskusi grup terfokus KKG sekolah,
dan sebagainya.

Sistematika Best Practice

Sepanjang yang saya ketahui, sistematika Best Practice beragam, tergantung latar belakang atau
pengalaman penulisnya, institusi yang menerbitkan, atau panitia lomba yang menyusun, karena Best
Practice juga suka dilombakan.

Walau berbeda dari sisi sistematika, tetapi substansinya sama, yaitu menceritakan tentang pengalaman
terbaik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran atau pengelolaan layanan
pendidikan di sebuah satuan pendidikan.

Secara umum, sistematika best practice sebagai berikut: A. Latar Belakang Masalah, B. Identifikasi
Masalah, C. Tujuan, D. Hasil yang Diharapkan, E. Pelaksanaan dan Hasil Penyelesaian Masalah, dan
F. Simpulan dan Saran.

A. Latar Belakang

Bagian latar belakang berisi deskripsi tentang kondisi ideal yang diharapkan muncul dari sebuah
pembelajaran atau layanan pendidikan yang berkualitas. Biasanya dengan mengutip definisi dari
peraturan perundang-undangan, teori, pendapat ahli yang diambil dari referensi yang sesuai dan
sebagainya.

Lalu munculkan munculkan berbagai masalah yang terjadi sebagai bentuk kesenjangan antara harapan
dan kenyataan, penyebab masalah tersebut terjadi, dampaknya jika tidak segera diselesaikan, serta
alternatif pemecahan masalah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang dihadapi oleh pendidik atau tenaga kependidikan tentunya cukup banyak dan beragam.
Oleh karena itu, perlu diidentifikasi satu per satu, lalu diambil mana salah satu masalah yang akan
fokus untuk diselesaikan.

C. Tujuan

Pada bagian ini disebutkan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan best practice. Secara umum
untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, dan secara khusus misalnya
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan aktivitas
belajar siswa baik secara individual maupun secara kelompok, meningkatkan kedisiplinan siswa,
meningkatkan kesadaran hidup bersih, kesadaran cinta lingkungan, dan sebagainya.

D. Hasil yang Diharapkan

Pada bagian ini disebutkan hasil yang diharapkan dari kegiatan best practice yang dilakukan mengacu
kepada tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya, jika tujuannya adalah "meningkatkan kesadaran cinta
lingkungan di lingkungan siswa", maka hasil yang diharapkannya adalah "meningkatnya kesadaran
cinta lingkungan di lingkungan siswa."

E. Pelaksanaan dan Hasil Penyelesaian Masalah


Pada bagian ini dijelaskan secara rinci langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Cantumkan sasaran, tempat dan waktu kegiatan, alat/bahan, strategi, dan metode yang
digunakan untuk menyelesaian masalah.

Pada bagian awal dideskripsikan masalah yang dihadapi disertai kondisi dan data-data awal,
selanjutnya dijelaskan tahapan-tahapan, strategi pelaksanaan, serta progres penyelesaian masalah
hingga masalah dapat diatasi dengan baik. Kondisi atau data awal lalu dibandingkan dengan data atau
kondisi akhir.

Pada bagian ini boleh disajikan foto kegiatan, grafik, atau tabel data yang kemudian dideskripsikan
dan dianalisis. Intinya pada bagian ini digambarkan perubahan antara kondisi awal dan kondisi akhir
hingga perubahan tampak secara nyata.

F. Simpulan dan Saran

Simpulan berisi hal substansial dan pelajaran penting yang didapatkan dari pelaksanaan best practice
sehingga berdampak terhadap peningkatan mutu pembelajaran atau layanan pendidikan, dan saran-
saran yang diberikan kepada pihak-pihak terkait, misalnya kepada siswa, guru, kepala sekolah, dinas
pendidikan, dan sebagainya.

Best practice selain ditulis jadi sebuah laporan, biasanya dipresentasikan, diseminarkan,
disosialisasikan, bahkan diterbitkan menjadi buku. Tujuannya agar lebih banyak memberikan
manfaat. Semakin banyak yang membaca, diharapkan semakin banyak yang termotivasi, dan
terinspirasi untuk melakukan hal yang sama sehingga kinerja dan mutunya pun ikut meningkat.

Penyelesaian masalah melalui best practice menuntut kreativitas dan inovasi pendidik dan tenaga
kependidikan. Ide-ide unik, menarik, dan nyeleneh secara spontan bisa muncul untuk menyelesaikan
masalah.

Misalnya penggunaan barang-barang bekas untuk media pembelajaran/alat peraga, meningkatkan


kedisiplinan warga sekolah melalui penerapan budaya malu, pengumpulan beras atau pakaian bekas
untuk melatih kepedulian sosial siswa, sebagainya.

Manfaat best practice disamping dapat menjadi salah satu jenis karya tulis pengembangan profesi
pendidik dan tenaga kependidikan, juga dapat menjadi salah satu sumber belajar bagi pendidik dan
tenaga kependidikan lainnya. Semakin sering seorang pendidik atau tenaga kependidikan membuat
best practice, maka kreativitas dan inovasinya semakin meningkat. Kemampuan menulisnya pun
semakin terasah.

Model pendidik dan tenaga kependidikan seperti inilah yang diperlukan sebagai ujung tombak dalam
peningkatan mutu pendidikan dalam mempersiapkan generasi bangsa masa depan yang berkualitas
dan kompetitif. Wallaahu a'lam.

Oleh: IDRIS APANDI (Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)

Apa yang dimaksud dengan “best practices”?


February 10, 2006 by Achmad Mardiansyah
Sering kita dengar istilah “best practices” ketika mendengar orang2 bicara, saya pun
demikian. ini istilah maksudnya apa yah? saya pun jadi bertanya2. hehehe

setelah tanya sana-sini, yang dimaksud dengan best practices adalah implementasi suatu
konsep/teknologi yang banyak dipakai oleh indvidual maupun organisasi. jadi untuk
memahami best practices, memang harus banyak showan (berkunjung) ke organisasi atau
memperhatikan apa yang banyak dilakukan orang2.

Hal menarik yang perlu diketahui adalah, best practices tidak selalu identik dengan
teknologi terkini, konsep tercanggih, maupun peralatan mahal. tetapi kembali ke
definisinya, sesuatu yang banyak dipakai oleh masyarakat.

saya ambil contoh:

Teknologi selinux, adalah sebuah teknologi security yang canggih di linux, yang
mendefinisikan akses ke object unix dan authorisasinya, langsung dari kernel. selinux juga
menjadi salah satu materi yang diujikan ketika mengambil sertifikasi redhat. lalu, apakah ini
menjadikan selinux diadopsi oleh banyak organisasi? hmm… tidak juga. ternyata banyak
server yang tidak mengimplementasikan selinux. database oracle juga merekomendasikan
untuk men-disable selinux ketika menjalankan oracle. setelah dipikir2, selinux memang ribet
dalam konfigurasinya, dan lebih menantang untuk dipelajari. mungkin karena hal inilah yang
membuat banyak orang tidak prefer selinux. lagipula semakin banyak alternatif
mengamankan server selain selinux. misal: apparmor, dan virtualisasi.

contoh lain adalah keyboard dengan susunan QWERTY. sebenernya ada juga susunan
keyboard lain yaitu DVORAK, yang berdasarkan pengujian ilmiah mempunyai performance
lebih baik dari qwerty (orang lebih cepat mengetik di keyboard DVORAK). namun apakah
ini menjadi DROVAK di adopsi menjadi standard keyboard? tidak juga. bisa jadi, ini karena
orang sudah biasa dengan keyboard qwerty, dan sudah banyak devices yang menggunakan
keyboard qwerty.

begitulah sekelumit cerita tentang best practices. ada yang mau nyumbang contoh lain?

PENERAPAN PERMAINAN MONOPOLI SEDERHANA

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN

CIRI-CIRI TUMBUHAN ATAU BINATANG

PADA SISWA LAMBAT BELAJAR DI KELAS II SDN CIBALA

BEST PRACTICES
OLEH :

NENI WINARNI, S.Pd.

NIP. 198610202009022003

SEKOLAH DASAR NEGERI CIBALA

UPTD TK-SD DAN PNF KECAMATAN JATINUNGGAL

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUMEDANG

PROPINSI JAWA BARAT

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Best Practices dengan
judul “Penerapan Permainan Monopoli Sederhana untuk Meningkatkan Kemampuan
Mendeskripsikan Ciri-Ciri Tumbuhan atau Binatang pada Siswa Lambat Belajar di Kelas II SDN
Cibala”.

Makalah ini berisi deskripsi mengenai penerapan metode permainan yang diberi nama
”Monopoli Sederhana” dalam proses pembelajaran tematik sebagai salah satu alternatif
pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa Lambat Belajar.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih terdapat berbagai
kelemahanan, baik dari segi isi maupun penggunaan kebahasaannya, sehingga masih begitu jauh
dari kesempurnaan.

Akhirnya, apapun yang penulis sajikan dalam makalah sederhana ini, semoga dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi siapa saja yang berkepentingan.

Semoga Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan petunjuk yang terbaik bagi kita semua.
Aamiin.

Cibala, Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Permasalahan ....................................................................... 5

C. Strategi Pemecahan Masalah ............................................... 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah................... 8

B. Hasil yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih...................... 9

C. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih 11

D. Faktor-faktor Pendukung....................................................... 11

E. Alternatif Pengembangan ...................................................... 12

BAB III SIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

A. Simpulan .............................................................................. 13

B. Rekomendasi Operasional.................................................... 14

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak


berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama-sama teman
seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil,1994). Mengacu pada definisi tersebut, pendidikan inklusif
dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus
belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Secara yuridis formal, pendidikan inklusif di Indonesia juga memiliki landasan hukum yang
kuat. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal. 5 dinyatakan
sebagai berikut.

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’.
Ayat (2): Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3) ‘Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang
serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus’. Ayat (4)
‘Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus.

Sejalan dengan Pasal 5 di atas, dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) juga dinyatakan bahwa
‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi’.

Selain itu, pasal 3 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 menyatakan
bahwa :

Setiap siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan
pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Berdasarkan landasan-landasan hukum yang dinyatakan di atas, jelas bahwa


penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya harus dapat memfasilitasi siswa yang
berkebutuhan khusus, seperti lambat belajar untuk dapat memperoleh pengalaman belajar yang
bermakna bersama-sama dengan siswa lain yang normal tanpa adanya diskriminasi.

Implikasi dari landasan hukum tersebut, penyelenggaraan pendidikan inklusif dalam wujud
sekolah inklusif menuntut pihak sekolah untuk melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum,
sarana-prasarana, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa.
Sehingga, melalui pendidikan inklusi, siswa yangberkebutuhan khusus memiliki kesempatan yang
sama dengan siswa lain yang normal untuk dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini
dilandasi oleh suatu kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak tidak
normal (berkebutuhan khusus) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas sosial.
Sebagaimana asumsi yang diungkapkan dalam Teori Piaget bahwa seluruh siswa tumbuh dan
melewati urutan perkembangan yang sama, namun perkembangan itu berlangsung pada kecepatan
berbeda.

Bertitik tolak dari hal itu, penyelenggaraan pendidikan inklusif dalam wujud sekolah inklusif
baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut guru untuk mampu mengemas setiap proses
pembelajaran sedemikian rupa agar sesuai dengan prinsip PAIKEM dan dapat mengakomodasi
pemenuhan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus yang ada di kelas tersebut. Karena, apabila
pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas mentransfer ilmu pengetahuan, siswa yang
berkebutuhan khusus tidak dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Hal itu juga dialami dalam
kegiatan pembelajaran di kelas II SDN Cibala. Ketika proses pembelajaran dilaksanakan secara
konvensional, hasil belajar siswa berkebutuhan khusus masih jauh dari KKM yang ditentukan.
Sebagai dasar pengembangan proses pembelajaran, berikut akan dipaparkan proses pembelajaran
sebelum diterapkannya tindakan perbaikan yang difokuskan pada siswa berkebutuhan khusus. Siswa
berkebutuhan khusus yang terdapat di kelas II SDN Cibala termasuk pada kategori lambat belajar
(slow learner). Menurut John David (2009 : 68) :

Istilah lambat belajar (Slow Learner) seringkali dipakai untuk seorang anak yang tidak dapat belajar
dengan baik di sekolah. Anak yang termasuk Slow Learner ditandai dengan skor IQ yang rendah dan
memiliki ketidakstabilan emosional.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap pembelajaran tematik di kelas II
SDN Cibala pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 yang memuat mata pelajaran Bahasa Indonesia
dan Penjasorkes dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa lambat belajar masih belum mencapai
target yang ditentukan. Siswa tersebut mendapat nilai paling rendah diantara teman-temannya,
yaitu 33, sedangkan KKM yang harus dicapai adalah 65. Secara lebih lengkap, data mengenai
perolehan nilai kemampuan berbicara siswa Lambat belajar dapat dilihat pada tabel 1.1 (terlampir)

Setelah diidentifikasi, diketahui bahwa ketidaktercapaian target hasil belajar tersebut


dikarenakan proses pembelajaran yang dilaksanakan kurang menyentuh sisi kebutuhan khusus siswa
yang bersangkutan. Siswa tersebut motivasi belajarnya tergolong sangat kurang. Dalam kegiatan
pembelajaran sehari-hari, siswa tersebut pasif dan tidak mau berpartisipasi. Siswa kurang
berani untuk tampil di depan teman-temannya. Kemudian, dia tidak pernah mau bertanya atau
mengajukan pendapat ketika proses pembelajaran berlangsung. Sehingga hal itu berdampak pada
rendahnya kemampuan berbicara siswa, khususnya pada materi pokok mendeskripsikan ciri-ciri
tumbuhan atau binatang secara lisan.

Rendahnya hasil belajar siswa tersebut juga disebabkan oleh proses pembelajaran yang
bersifat konvensional, yaitu pembelajaran masih bersifat teacher centered. Metode pembelajaran
didominasi oleh metode ceramah dan kurang melibatkan keaktifan siswa.

Mengacu pada permasalahan-permasalahan di atas, maka diperlukan adanya suatu


alternatif pemecahan masalah yang dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dalam
proses pembelajaran, sehingga hasil belajar seluruh siswa terutama siswa lambat belajar dapat lebih
meningkat dari sebelumnya. Sebagai salah satu solusi yang dapat dilakukan berkaitan dengan
permasalahan di atas adalah dengan menerapkan suatu metode pembelajaran yang lebih menarik
bagi siswa dan dapat memfasilitasi siswa lambat belajar untuk lebih aktif dan termotivasi untuk
meningkatkan kemampuannya, terutama kemampuan berbicara yang dijadikan sebagai fokus kajian.
Metode yang akan diterapkan yaitu metode bermain dengan jenis permainan “Monopoli
Sederhana”.

Dengan demikian, penulis mendokumentasikan deskripsi praktik pembelajaran yang telah


dilaksanakan sebagai upaya pengembangan pembelajaran dalam setting pendidikan inklusif untuk
meningkatkan kemampuan siswa lambat belajar dalam sebuahBest Practices yang
berjudul “Penerapan Permainan Monopoli Sederhana untuk Meningkatkan Kemampuan
Mendeskripsikan Ciri-Ciri Tumbuhan atau Binatang pada Siswa Lambat belajar di Kelas II SDN
Cibala”.

B. Permasalahan

Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan terhadap pembelajaran di kelas II
yang difokuskan pada siswa lambat belajar, diperoleh temuan-temuan permasalahan sebagai
berikut.

1. Aktivitas Siswa

a. Siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran.

b. Siswa kurang konsentrasi terhadap materi pembelajaran yang disampaikan.

c. Siswa kurang mendapatkan stimulus yang menarik untuk membangkitkan motivasi belajarnya.

d. Siswa kurang menguasai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dalam kegiatan pembelajaran.

e. Siswa kurang memiliki keberanian untuk tampil di depan teman-temannya.

2. Kinerja Guru

a. Guru lebih dominan menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran.

b. Guru kurang melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

c. Penggunaan media pembelajaran masih kurang optimal.

d. Upaya untuk membangkitkan motivasi belajar siswa masih kurang.

C. Strategi Pemecahan Masalah

Mengacu pada permasalahan yang muncul dalam pembelajaran siswa lambat belajar yang
telah diuraikan pada latar belakang di atas, penulis memilih suatu alternatif pemecahan masalah
yang dianggap dapat mengatasi permasalahan dengan hasil yang baik yaitu dengan menerapkan
metode permainan “Monopoli Sederhana”.

Permainan “Monopoli Sederhana” ini merupakan penyederhanaan dari permainan monopoli


yang sudah dikenal pada umumnya. Adapun prosedur permainan Monopoli Sederhana ini adalah
sebagai berikut.

a. Siswa dikondisikan ke dalam 3 kelompok yang terdiri dari 10 orang setiap kelompoknya.
b. Siswa dari setiap kelompok secara bergantian mendapat giliran bermain.

c. Siswa yang mendapat giliran harus melempar dadu terlebih dahulu untuk mengetahui banyaknya
lompatan yang harus dilakukan pada petak-petak yang telah disediakan.

d. Siswa mengambil kartu yang berisi soal sesuai dengan warna petak tempat mereka berhenti
melompat.

e. Siswa mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan/ binatang yang terdapat pada kartu yang mereka ambil.

f. Demikian seterusnya, sampai semua anggota mendapat giliran, dan kelompok yang paling cepat
mencapai petak juara, maka kelompok itulah yang menjadi pemenangnya.

Berikut ini disajikan gambar bentuk permainan Monopoli Sederhana yang akan diterapkan.

“PETAK MONOPOLI”

“DADU”
“KARTU”

BAB II

PEMBAHASAN

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Metode permainan “Monopoli Sederhana” ini dipilih sebagai strategi pemecahan masalah
dengan dasar pertimbangan bahwa pada hakikatnya dunia anak-anak adalah bermain. Bermain
merupakan satu kegiatan yang sangat disukai anak bahkan orang dewasa. Dengan bermain akan
dapat menumbuhkan kreativitas siswa.

Bermain juga bisa digunakan sebagai media untuk mengeksplorasi keinginan dan cita-cita
yang diidam-idamkan anak. Bermain dapat digunakan sebagai wahana untuk mentransfer ilmu
pengetahuan. Bermain dapat menimbulkan semangat dan motivasi.

Dalam pembelajaran di sekolah dasar yang dihadapi guru adalah anak-anak dengan berbagai
karakter dan keinginan yang selalu ingin bermain. Minat anak terhadap segala bentuk permainan
sangat tinggi.

Selain dasar pertimbangan di atas, penerapan metode permainan dalam pembelajaran juga
sesuai dengan tahapan perkembangan anak usia sekolah dasar yang sangat erat dengan benda-
benda konkrit di sekitarnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Piaget bahwasannya anak usia
sekolah dasar berada pada tahap operasional konkrit, yang mana pada tahap ini mereka akan lebih
mudah memahami suatu konsep melalui penggunaan benda-benda konkrit yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari mereka.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, penulis yakin bahwa dengan diterapkannya


permainan Monopoli Sederhana dalam pembelajaran mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan atau
binatang, siswa Lambat belajar dapat lebih termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. Sehingga, kemampuan siswa tersebut dalam mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan atau
binatang dapat mengalami peningkatan dari pembelajaran sebelumnya.

B. Hasil yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih

Penerapan strategi yang dipilih, yaitu permainan “Monopoli Sederhana” dilakukan dalam
pembelajaran tematik yang memadukan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Penjasorkes.
Pembelajaran tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 26 April 2014 Selama proses
pembelajaran berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa yang lebih difokuskan
pada siswa lambat belajar sebagai sasaran utama penerapan strategi yang dipilih. Untuk lebih jelas,
berikut ini akan dipaparkan secara rinci proses pembelajaran yang dilaksanakan beserta hasilnya.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran diawali dengan kegiatan appersepsi yang dilakukan


dengan mengajak seluruh siswa bernyanyi bersama lagu yang berjudul “Orang Berjalan” sambil
memeragakan gerakannya. Pada saat bernyanyi, tampak siswa lambat belajar ikut bernyanyi dan
memeragakan gerakan. Dari hal itu dapat diketahui bahwa siswa tersebut sudah mulai menunjukkan
suatu perkembangan yang baik, karena pada waktu-waktu sebelumnya dia tidak pernah mau
berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya, memasuki kegiatan inti siswa dikondisikan ke dalam 3 kelompok yang masing-
masing terdiri dari 10 orang untuk melakukan permainan sesuai dengan prosedur yang telah
direncanakan. Setelah guru menjelaskan aturan permainan yang harus dijalankan, permainan pun
dimulai. Semua siswa tampak semangat dan bermain dengan gembira, begitupun dengan siswa
lambat belajar. Siswa tersebut mulai termotivasi untuk ikut serta dalam permainan itu. Namun,
ketika tiba gilirannya, dia masih terlihat ragu untuk tampil ke depan, karena tidak terbiasa. Melihat
kondisi seperti itu, teman-temannya yang lain memberinya semangat agar siswa tersebut berani dan
mau tampil ke depan. Akhirnya, dia beranjak dari tempat duduknya dan mau ke depan dengan
ditemani oleh seorang temannya. Walaupun belum berani tampil sendiri, perubahan yang baik
sudah terjadi pada siswa tersebut.

Ketika melakukan permainan, tampak keceriaan di wajah siswa tersebut. Dia melemparkan
dadu dengan semangat dan dia mampu melakukan gerakan melompat pada petak-petak monopoli
sederhana yang disediakan. Setelah itu, dia mengambil kartu soal pada kotak yang telah disediakan.
Dengan bimbingan guru, dia mampu menyebutkan 3 ciri dari tumbuhan yang ada pada gambar.

Dari segi kelancaran dalam menyebutkan ciri-ciri binatang, siswa tersebut sudah lebih lancar
dari sebelumnya, intonasinya pun sudah lebih nyaring. Namun, dalam penggunaan bahasa, dia masih
dominan menggunakan bahasa daerah.

Meskipun demikian, secara keseluruhan hasil yang diperoleh siswa lambat belajar sudah
jauh lebih baik. Nilai yang diperoleh siswa meningkat 42% dari 33 menjadi 75, dan nilai tersebut di
atas KKM, sehingga siswa dinyatakan tuntas. Perubahan yang terjadi pada aktivitas siswa tersebut
sudah dapat membuktikan bahwa permainan “Monopoli Sederhana” ini cukup efektif dalam
meningkatkan keaktifan siswa, terutama siswa lambat belajar. Sehingga kemampuan siswa dalam
mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan/ binatang pun mengalami peningkatan.

C. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih

Pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan permainan “Monopoli Sederhana” telah


menciptakan suatu perubahan positif, baik pada proses maupun hasil belajar siswa lambat belajar
yang terdapat di kelas II SDN Cibala. Namun, tidak dapat dipungkiri adanya kendala-kendala yang
dihadapi ketika proses pembelajaran berlangsung. Adapun kendala-kendala yang dihadapi adalah
sebagai berikut.

1. Ketika siswa yang lambat belajar melakukan permainan dibantu oleh siswa lain, ada saja siswa yang
normal yang merasa diperlakukan secara tidak adil.

2. Dalam pelaksanaan permainan, siswa lambat belajar menghabiskan waktu yang cukup lama
dibandingkan dengan siswa yang normal, dan hal itu menimbulkan adanya protes dari beberapa
siswa yang lain karena menunggu giliran terlalu lama.

3. Pelaksanakan pembelajaran melalui permainan memerlukan waktu yang lebih banyak dari
pembelajaran yang biasa dilakukan.

D. Faktor-faktor Pendukung

Keberhasilan penerapan strategi yang dipilih dalam mengatasi permasalahan yang muncul,
khususnya dalam meningkatkan kemampuan siswa lambat belajar, tentunya tidak lepas dari adanya
faktor-faktor pendukung. Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Antusiasme siswa yang besar terhadap pembelajaran yang dilaksanakan melalui permainan.

2. Pemberian reward terhadap keberhasilan siswa, baik secara verbal maupun non-verbal.
3. Pengemasan pembelajaran yang dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa merasaenjoy dan tidak
terbebani seperti ketika pembelajaran dilakukan secara konvensional.

4. Kerja sama dan respon yang baik dari kepala sekolah dan dari guru-guru lain, terutama dari guru
mata pelajaran Penjasorkes.

E. Alternatif Pengembangan

Berdasarkan pengalaman dari pembelajaran yang telah dilaksanakan, agar hasil yang dicapai
lebih optimal dan kendala yang dihadapi dapat lebih diminimalisir, untuk ke depannya dapat
dilakukan pengembangan terhadap strategi yang telah diterapkan dengan alternatif sebagai berikut.

1. Memodifikasi permainan, misalnya dengan menambah jumlah petak monopoli dan mengubah
aturan permainan menjadi sedikit lebih kompleks agar kemampuan berpikir siswa semakin
berkembang.

2. Menggunakan permainan “Monopoli Sederhana” ini dalam pembelajaran yang lain, misalnya dalam
mata pelajaran Matematika, yaitu dengan membubuhkan angka-angka pada petak-petak monopoli
dan menambahkan soal-soal operasi hitung bilangan pada kartu soal yang disediakan.
BAB III

SIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang upaya meningkatkan kemampuan


mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan atau binatang pada siswa lambat belajar di kelas II SDN Cibala
dengan menerapkan permainan “Monopoli Sederhana” dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Melalui permainan “Monopoli Sederhana”, motivasi siswa lambat belajar untuk mengikuti proses
pembelajaran menjadi lebih meningkat, sehingga siswa menjadi lebih aktif, berani tampil ke depan
dan partisipatif dalam setiap tahapan kegiatan yang dilaksanakan.

2. Permainan dapat membuat suasana lingkungan belajar menjadi lebih menyenangkan, segar, hidup,
bahagia, dan santai namun tetap memiliki suasana belajar yang kondusif. Hal itu menyebabkan siswa
lambat belajar menjadi lebih mudah menyerap dan memahami materi pembelajaran yang
disampaikan.

3. Melalui diterapkannya aturan dalam permainan “Monopoli Sederhana”, kondisi emosional siswa
lambat belajar menjadi lebih terkendali. Sehingga, siswa bersangkutan yang tadinya mudah
tersinggung dan cepat marah menjadi lebih tenang.

4. Dengan dikondisikannya siswa menjadi beberapa kelompok dalam permainan Monopoli Sederhana,
semua siswa berbaur dan bekerja sama dengan baik, sehingga tidak terdapat kesenjangan anatara
siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus.

B. REKOMENDASI OPERASIONAL
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari diterapkannya permainan “Monopoli Sederhana”
dalam pembelajaran di kelas inklusif, ternyata permainan tersebut telah memberikan kontribusi
yang cukup berarti terhadap peningkatan motivasi belajar siswa lambat belajar, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan atau binatang. Dengan demikian,
metode permainan tersebut seyogyanya dapat digunakan oleh guru-guru yang lain, terutama di
sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif sebagai salah satu alternatif dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran.

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh
dari pembelajaran dengan menerapkan permainan “Monopoli Sederhana” untuk perbaikan
pembelajaran pada waktu yang akan datang adalah sebagai berikut.

1. Pendekatan dan bimbingan terhadap siswa Lambat belajar hendaknya dilakukan secara lebih intensif
agar kebutuhan siswa dapat terpenuhi dengan baik, sehingga hasil belajar yang dicapai dapat lebih
optimal.

2. Nilai-nilai kebersamaan harus senantiasa ditanamkan pada semua siswa dalam setiap pelaksanaan
pembelajaran di kelas inklusif agar tidak ada diskriminasi antara siswa normal dan siswa
berkebutuhan khusus sesuai dengan salah satu dari empat pilar pendidikan yaitu learning to live
together.

DAFTAR PUSTAKA

Smith, J. David. 2009. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Nuansa: Bandung.

Nur’aini Umri dan Indriyani. 2008. Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas II. Depdiknas : Pusat
Perbukuan.

http://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com/2013/01/11/landasan-pendidikan-inklusif/ [diunduh 5/6/2014]

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus [diunduh 5/6/2014]

http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/27/permainan-menjadikan-suasana-pembelajaran- kondusif/ [
diunduh 5/6/2014]

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif [diunduh 5/6/2014]

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2295385-contoh-kerangka-penulisan-best-
practices/ [diunduh 5/6/2014]

Sunanto,J. 2002. Mengharap Pendidikan Inklusif-Makalah. Bandung: Program Pascasarjana UPI


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Guru merupakan profesi yang memiliki kedudukan dan peranan strategis dalam
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagi modal utama
pembangunan bangsa. Tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang meraih kemajuan
dan kemakmuran tanpa diciptakan dari otak dan tangan-tangan guru, baik melalui
sebuah jalur pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.

Tugas seorang guru sangat mulia. Mereka mengajari anak-anak bangsa supaya bisa
membaca dan menulis serta memperoleh ilmu pengetahuan, kemudian mendidik
anak-anak bangsa supaya menjadi manusia yang baik dan bermartabat untuk orang
banyak. Guru mengajar dan mendidik siswa dalam rangka mencetak generasi
penerus bangsa yang berkualitas, berakhlak mulia, serta mampu melakukan
perubahan-perubahan di tengah kehidupan bermasyarakat.

Selain itu, seorang guru juga harus mengembangkan diri, memacu diri,
meningkatkan kualitas, dan kemampuannya. Dalam pengembangan diri tersebut,
guru tidak bisa hanya sekedar belajar teori-teori dalam ruangan kelas, melainkan
guru harus berpikir tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, dan yang terpenting adalah bagaimana seorang guru harus
berpikir secara mandiri, kreatif, inovatif dan berkualitas.

Guru adalah cermin keteladanan bagi anak didiknya. Segala bentuk kemampuan,
kecerdasan, kebijaksanaan, kasih sayang, kerendahan hati, ketulusan, kelebihan,
dan segala prestasi akan diteladani oleh anak didiknya. Inilah salah satu hal yang
memotivasi penulis untuk mengikuti ajang pemilihan guru berprestasi ini. Penulis
berharap dengan menjadi guru berprestasi secara tidak langsung akan memotivasi
dan menginspirasi anak didik untuk berprestasi.

Menjadi guru bukan sebuah proses yang hanya dapat dilalui, diselesaikan, dan
ditentukan dengan melalui uji kompetensi atau sertifikasi. Karena menjadi guru
menyangkut perkara hati. Hati harus banyak berperan atau lebih daripada budi.
Penulis akui bahwa menjadi guru bukan sekedar menyampaikan materi di depan
kelas, mengajari hitungan, mendikte atau menceramahi anak didik. Kurang lebih 22
tahun penulis menjadi guru di SMA Negeri 1 Matauli Pandan, mendapatkan
kepribadian anak didik yang beragam. Dengan demikian, cara menghadapinya pun
dengan gaya yang beragam pula.

Sebagai sekolah unggul, SMA Negeri 1 Matauli Pandan menuntut para siswanya
belajar dengan tekun. Siswa wajib untuk menguasai materi dari yang diajarkan
gurunya di kelas. Para guru pun memberikan tambahan pengetahuan kepada siswa
sebagai unsur pengayaan dan latihan diluar jam sekolah.

Guru dituntut untuk mencari tahu secara terus menerus bagaimana seharusnya
anak didik belajar. Maka apabila ada kegagalan anak didik, guru merasa terpanggil
untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan
anak didik, dan bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Dengan
demikian, penulis menyadari bahwa beban guru tidak sebatas transfer pengetahuan,
namun penguatan terhadap karakter anak didik jauh lebih penting. Mengapa
demikian?

Tantangan yang dihadapi guru pada jaman sekarang cukup berat. Dalam kehidupan
sebagian masyarakat sekarang, muncul budaya untuk mendapatkan sesuatu tanpa
mempertimbangkan lagi pada norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Pendek
kata, tujuan untuk mendapatkan kepuasan, baik berupa nilai atau materi lainnya,
tidak lagi memikirkan bagaimana caranya atau prosesnya. Yang paling pokok dan
terpenting adalah nilai akhir. Sedangkan proses untuk mendapatkannya adalah
persoalan dengan nomor urut paling belakang.

Ada rasa kekhawatiran pada diri penulis, di tengah kehidupan yang serba gampang
dan instan seperti sekarang ini cenderung memengaruhi pola pikir dan karakter
anak didik yang tumbuh dan berkembang dengan tidak lagi memliki komitmen
kemanusiaan serta etos keilmuan yang kuat.

1. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimana mendidik anak didik
agar memiliki semangat kerja keras dan etos belajar yang tinggi.

2. Strategi Pemecahan Masalah


Tanpa disadari bahwa cara pandang kehidupan masyarakat yang serba gampang
telah menjadi bagian budaya kehidupan masyarakat sekarang ini. Realitas ini
mengindikasikan bahwa proses pendidikan baik di lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat dapat dikatakan telah gagal untuk melahirkan dan menciptakan
generasi yang memiliki karakter, visi dan komitmen yang kelak akan mampu
mengangkat bangsa dari jurang keterpurukan.

Fenomena yang muncul pada saat ini cukup memprihatinkan, khususnya yang
terjadi dengan prilaku dan karakter anak didik, mulai dari kejadian tawuran pelajar,
pergaulan bebas, narkoba, pornografi, rendahnya kesadaran mencintai lingkungan,
saling ejek suku, merendahkan nilai-nilai keagamaan, malas belajar serta hidup
kotor. Fenomena tersebut menggugah kesadaran para pelaku pendidikan, apakah
sekolah telah gagal mendidik siswa dalam hal membentuk kepribadian dan akhlak
mulia?

Sehubungan dengan hal tersebut di atas menghadapkan penulis pada kerinduan


untuk mendesain ulang sistem pembelajaran yang berlandaskan pada keluhuran
akhlak, etika dan moralitas. Sebagai upaya solusi dalam pembentukan karakter
siswa, penulis mencoba dengan menerapkankan nilai-nilai kearifan lokal “Poda Na
Lima” yang melandasi dan menyentuh hati serta kesadaran para siswa di sekolah.
Harapannya adalah nilai yang diambil dari filosofi kearifan lokal tersebut dapat
menjadi pendorong dan pemicu perubahan pada kehidupan masyarakat akademisi
yang jujur dan berintegritas.

Poda Na Lima adalah filosofi kearifan lokal dari Tapanuli yang sudah turun-temurun
berlaku di masyarakat Batak, namun belakangan ini sudah mulai luntur di kalangan
kaum muda. Secara gramatikal Poda Na Lima berasal dari kata: Poda yang berarti
nasehat, Na berarti yang, dan Lima berarti lima. Jadi Poda Na Lima dapat diartikan
sebagai Nasehat yang Lima. Adapun isi Poda Na Lima adalah:

1. Paias Rohamu (bersihkan hati/jiwamu)


2. Paias Pamatangmu (bersihkan badan/ragamu)
3. Paias Parabitonmu (bersihkan pakaianmu)
4. Paias Bagasmu (bersihkan rumahmu)
5. Paias Pakaranganmu ( bersihkan halamanmu)
Bagi masyarakat Tapanuli, Poda Na Lima menjadi sumber nasehat yang sangat
mengilhami sendi kehidupan, dan yang penulis terapkan sebagai dasar penumbuhan
karakter siswa dalam proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Matauli Pandan.

BAB II

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

1. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Masalah yang berkaitan dengan budaya instan dan rendahnya semangat belajar
para siswa adalah hal yang mendesak untuk dicarikan solusi dengan segera.
Masalah ini tidak main-main. Bila tidak segera diambil jalan keluar, yang
dikhawatirkan adalah wibawa guru akan dilecehkan siswa.

Anak didik sudah keletihan dan kelelahan memamah ilmu dari sejumlah pelajaran.
Ditambah juga dengan rentang panjangnya waktu belajar, sedari pagi hingga
ditambah senja. Sambil bawa beban buku di pundaknya dan jalan tertatih-tatih, apa
kita masih yakin bahwa sekolahnya dapat menyenangkan? Kehadiran guru yang
menyejukan adalah sebuah keniscayaan yang menghantarkan mereka pada
kesalehan. Mengajar dengan cinta dari seorang guru akan membawa kekuatan para
anak didik untuk mengenali dirinya, intelektualnya, bahkan mengobati kegersangan
jiwanya. Dani Ronnie M (2009) dalam bukunya The Power of Emotional and
Adversity Quotient for Teacher menuliskan bahwa kasih sayang yang ikhlas dari
sang guru kepada para anak didiknya akan menyebar dan gaungnya akan terasa
sampai ke jiwa. Kekuatan kasih sayang dan cinta guru, sungguh akan mampu
meluluhkan segala kebekuan, sanggup menyembuhkan semua rasa sakit serta ia
akan menyejukan rongga-rongga kegersangan rohaniah anak didik.

Hal di atas, alasan yang dianggap tepat oleh penulis adalah dengan jalan mengetuk
pintu hatinya, dengan cara menanamkan filosofi kearifan lokal sekaligus menggali
nilai-nilai yang hampir tidak dikenal para siswa.
1. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah

Nilai-nilai Poda Na Lima merupakan cerminan perilaku kehidupan, sikap, toleransi


hidup dalam satu komunitas yang ditandai dengan munculnya bias-bias perilaku
berdasarkan pemahaman seseorang terhadap sila demi sila Poda Na Lima, yakni:

1. Paias Rohamu (bersihkan hati/jiwamu)

Artinya setiap manusia diwajibkan untuk membersihkan hati ataupun jiwanya


masing-masing, karena hanya dengan jiwa yang bersih, manusia bisa saling
menerima dan saling memberi.

Kebersihan hati merupakan pangkal dari segala perbuatan dalam kehidupan. Nilai-
nilai karakter yang terkandung dalam nasehat ini yaitu sikap religius, jujur,
keikhlasan, rela berkorban, rela membantu, rasa kasih sayang, dan menghindari
segala perbuatan buruk.

2. Paias Pamatangmu (bersihkan badan/ragamu)

Poda (nasehat) ini manyarankan untuk selalu membersihkan badan ataupun raga.
Maksudnya adalah agar senantiasa bersih jasmani ataupun fisik secara keseluruhan.
Pamatang (badan/raga/fisik) dapat diartikan meliputi pemeliharaan seluruh
badan/raga maupun panca indra.

Jadi setiap warga sekolah wajib menjaga kebersihan badan/raga/fisik masing-


masing yang berarti juga mengandung nilai karakter seperti disiplin, mandiri,
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.

3. Paias Parabitonmu (bersihkan pakaianmu)

Poda tentang pakaian ini menganjurkan agar selalu bersih pakaian, baik itu pakaian
dalam arti yang sebenarnya maupun pakaian dalam arti yang lebih luas. Pakaian
sebenarnya adalah baju ataupun celana yang dipakai, dalam pengertian lain pakaian
bisa juga simbol-simbol yang sering digunakan di masyarakat seperti marga, jadi
harus selalu menjaga nama baik dari marga keturunan. Yang berarti juga harus
menjaga nama baik sekolah, agama, bangsa dan negara.
Nilai karakter yang terdapat dalam poda yang ketiga ini adalah menjaga nama baik,
kreatif, percaya diri dan .menghargai orang lain.

4. Paias Bagasmu (bersihkan rumahmu)

Bagas berarti rumah, rumah harus bersih baik secara fisik maupun keseluruhan isi
rumah itu sendiri. Artinya setiap warga diwajibkan untuk selalu membersihkan
ruang belajar, atau ruangan ibadah.

Poda ini yang mengharapkan agar semua warga yang berada di lingkungan sekolah,
bersih secara fisik dan dapat memelihara kebersihan tersebut, yang juga berarti
harus dapat merawat dan menjaga nama baik sekolah, agama, bangsa dan negara.

Nilai karakter yang terkandung dalam poda keempat ini adalah keikhlasan,
keteladanan, kerja keras, dan kepedulian sosial.

5. Paias Alamanmu (bersihkan pekaranganmu)

Pakarangan bisa diartikan sebagai lingkungan sekitar kita. Poda atau nasehat yang
kelima ini mengunci semua poda sebelumnya. Lingkungan sekitar harus bersih
secara fisik, dan juga harus bersih secara kekerabatan. Di Tapanuli masyarakatnya
hidup secara sosial dan dalam adat budayanya ada yang disebut dengan dalihan
natolu, begitu juga di sekolah setiap warga sekolah dianjurkan untuk selalu
menjunjung tinggi budaya dalihan natolu. Sehingga muncul sifat menghargai dan
mengayomi. Hubungan kekerabatan harus tetap dipelihara dengan baik.

Upaya penerapkan nilai-nilai Poda Na Lima yang dapat diterjemahkan sebagai model
kegiatan dan program pembelajaran di sekolah dijelaskan dalam tabel berikut:

Model Kegiatan Luar


Poda Na
Maknawi Filosofi Program Nyata di
Lima
Sekolah an

1. Pembinaan Prestssi
Paias Keagamaan siswa akademik
Rohamu Bersih kan Pembenahan/pening sesuai dengan siswa
hati/jiwamu katan bidang Kurikulum
2013:Rohis dan
spiritual dan Rokris.
keagamaan 2. Pembinaan Sikap
Religius Siswa

1. Penekanan Disiplin
Pembenahan/pening Cinta Lingkungan.
katan bidang
akademis dan non 2. Pembinaan Peserta
Paias
Bersih kan akademis yang Lomba dan Bakat
Pamatangmu
badan/ berhubungan Prestasi siswa
ragamu dengan kemampuan
diri 3. Pola Pengasuhan
Siswa dan Orangtua

1. Duta Pariwisatadan
Lingkungan

2. Pemilihan Miss/Mas
Paias Pembenahan/pening sebagai Duta Matauli
Parabitonmu Bersih kan katan bidang
pakaianmu penampilan 3. Pengadaan Media
diri/sosial Sekolah

Paias Bersih kan


Pembenahan/pening
Bagasmu rumah mu 1. Program Undang
katan kepedulian
dan pengembangan Tokoh Lingkungan
sekolah
2. Penetapan hari
“Hias Beriman”

3. Pembenahan
Teknologi Informasi
sekolah

4. Aksi penanaman
seribu pohon

1. Program
Pengabdian dan Bakti
Pembenahan/pening Masyarakat
Paias katan kepercayaan
Alaman mu Bersih kan masyarakat dan 2. Kerja sama dengan
pekaranganmu orang tua lembaga lain.

3. Pertukaran pelajar.

Berikut penjelasan implementasi nilai kearifan lokal Poda Na Lima di SMA Negeri 1
Matauli Pandan dalam model program kegiatan di sekolah:

1. Paias Rohamu (bersihkan hati/jiwamu)

Memelihara kebersihan dan kesucian jiwa adalah nasehat baik yang diambil dari
Poda pertama agar siswa selalu menjadikan hubungan Tuhan dengan manusia,
hubungan antara manusia dengan manusia, maupun hubungan antara manusia
dengan lingkungannya. Model Program sekolah yang merupakan contoh dalam nilai
pertama ini adalah:

1. Mengadakan kegiatan Rohis maupun Rokris

Rohis merupakan Kegiatan Rohani Islam sedangkan Rokris merupakan kegiatan


Rohani Kristen. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat pukul 12.30 sampai dengan
pukul 14.00. Putera yang beragama Islam ke masjid sedangkan yang puteri
melakukan pengajian di sekolah. Para siswa yang beragama Kristen melakukan
kebaktian mingguan di AULA sekolah.

Para siswa dibimbing oleh guru agama dengan pemberian ceramah tentang
bagaimana pendalaman bidang keagamaan. Kegiatan ini diharapkan dapat
membatasi dan antisipasi prilaku siswa yang menyimpang dari kebenaran.

1. Pembinaan Sikap Religius Siswa

Pembinaan ini dilakukan kepada para siswa untuk lebih mengilhami Kompetensi
Religius dan keagamaan dalam penerapan kurikulum 2013. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam kegiatan:

1. Jumat Sedekah, dengan mengumpulkan koin Rp. 500 atau sukarela tiap
siswa
2. Santunan Anak Yatim Piatu, berupa pengumpulan botol bekas, buku atau
pakaian bekas.

2. Paias Pamatangmu (bersihkan badan/ragamu)

Paias Pamatangmu (bersihkan badanmu/ragamu) menasehatkan pada siswa selalu


memelihara kebersihan badan/raga siswa baik secara fisik maupun kebersihan
tingkah laku siswa dari berbagai perbuatan yang tidak baik. Untuk pembentukan
raga yang baik tentu manusia membutuhkan asupan yang baik dan pola hidup yang
baik pula. Pamatang (badan/raga) ini bisa diartikan meliputi pemeliharaan yang
meliputi seluruh badan/raga juga panca indra yang mendorong manusia untuk
berbuat baik atau buruk. Hal ini akan berdampak menciptakan konsep diri seperti
yang diinginkan. Program yang menyangkut hal adalah seperti yang dijelaskan di
bawah ini.

1. a) Penekanan disiplin dan karakter cinta lingkungan ketika apel pagi


Apel ini merupakan persiapan sebelum belajar di mulai. Para siswa mendengarkan
dari pembina apel yang terkait dengan pemberian nasihat-nasihat dalam belajar
sehari-hari. Mengajak para siswa agar memiliki kesadaran untuk menjaga
keharmonisan warga sekolah dan lingkungan sekitar sekolah. Sebagai pembina apel
biasanya mengundang tokoh masyarakat dan alumni. Tujuannya adalah melatih
disiplin diri dengan pengecekan kesiapan sebelum belajar, mendengarkan berbagai
informasi, misalnya: 1). Membuang sampah bekas jajan ke tempat sampah. 2)
Membersihkan ruangan kelas sebelum dan sesudah proses belajar dan mengajar. 3)
Menerapkan komando 3 S (Salam, Sapa, dan Senyum)

1. b) Pola Pengasuhan (Adik/Kakak dan Orang tua Asuh)

Sejak awal masuk, para siswa dianjurkan memiliki adik/kakak asuh serta
mengangkat guru sebagai orang tua asuh. Hal ini dikondisikan karena sebagian
siswa berasal dari daerah-daerah luar Pandan, Tapanuli Tengah. Maksudnya agar
para siswa merasa memiliki saudara serta orang tua di sekolah yang dapat
memberikan rasa aman dan nyaman dalam belajar. Pola pengasuhan ini para siswa
diajarkan saling tegur sapa, saling menghormati, memahami dan peduli tehadap
sesama kawan. Pola kehidupan siswa yang dibingkai dengan cara-cara pengasuhan
ini diharapkan terjadi kasih sayang sesama.

1. c) Pembinaan peserta lomba dan kompetisi lain.

Pembinaan peserta diberbagai Olimpiade/event sengaja diintensifkan guna


mendorong dan menyiapkan siswa dalam meraih berbagai prestasi. Setiap seleksi
dan kompetisi maupun berbagai olimpiade, pembinaan tetap dilakukan secara
khusus.

3. Paias Parabitonmu (bersihkan pakaianmu)

Paias Parabitonmu (bersihkan pakaianmu) menasehatkan siswa untuk selalu


memelihara kebersihan pakaian, baik itu secara fisik berupa pakaian penutup aurat
maupun pakaian yang berarti simbol-simbol yang siswa kenakan yang menyertai
kehidupan siswa sehingga tercipta lingkungan yang indah dan nyaman. Dalam hal
ini, pakaian merupakan penampilan diri dan konsep diri siswa yang modern dan
berwibawa. Penampilan diri menjadi bagian penting untuk menciptakan kerapian,
kebersihan dan kenyamanan diri dalam menuntut ilmu. Program-program yang
menyangkut dengan hal ini adalah sebagai berikut.
1. Penyiapan peserta Duta Pariwisata.

Duta pariwisata Tapanuli Tengah berasal dari SMA Negeri 1 Pandan. Sebelumnya
telah dilakukan seleksi sebagai penilaian penampilan para siswa-siswi.

1. Mengadakan kegiatan pemilihan MISS dan MAS Matauli.

MISS dan MAS SMA Negeri 1 Matauli Pandan dipilih setiap tahunnya. Kegiatan ini
mendorong dan meningkatkan kepedulian terhadap penampilan serta pemberian
penghargaan terhadap orang-orang yang mempu menjadi teladan dalam
penampilan.

1. c) Pengadaan Media Penerbitan sekolah seperti poster, majalah dan buku

Matriks adalah nama majalah sekolah yang diterbitkan dalam kurun waktu 3 bulan
sekali. Selain itu, pembuatan poster dan penerbitan buku tahunan selalu diadakan
guna memberikan informasi kepada siswa dan masyarakat. Penerbitan ini juga
merupakan sebuah program yang memberikan kontribusi terhadap ‘pembangunan
rumah’ di mata eksternal.

4. Paias Bagasmu (bersihkan rumahmu)

Paias Bagasmu (bersihkan rumahmu) menasehatkan kepada para siswa senantiasa


memelihara kebersihan rumah secara fisik maupun sekolah (rumah) yang diartikan
sebagai keluarga siswa. Sekolah merupakan tempat menimba ilmu yang harus
dijaga. Sekolahku adalah rumahku. Slogan ini sangat cocok diterapkan dalam
nilai Poda Na Lima yang keempat ini. Filosofi sekolah sebagai rumah merupakan nilai
yang bisa diterapkan agar menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa di sekolah
ketika menuntut ilmu. Berikut program yang telah dilakukan:

1. Program Mengundang Tokoh Lingkungan

Program ini mempunyai makna sebagai sarana yang baik dan ideal dimana dapat
diperoleh ilmu pengetahuan dan cara pandang dari para tokoh yang diundang yang
berbicara tentang makna pelestarian lingkungan dan keseimbangnnya. Diantara
tokoh yang pernah diundang adalah Koordinator YEL, Ka Bapedalda, Manusia Rimba,
Ketua Kampung Adat.

1. Penetapan Hari “Hias Beriman”


Hari Sabtu merupakan hari “Hias Berriman” kepada civitas akademika SMA Negeri 1
Matauli Pandan. Hari ini sebagai hari pemaksimalan dan perwujudan lingkungan
“Hias Beriman” dengan melakukan kegiatan rutin seperti kurve kebersihan
lingkungan, hemat energi dan air, dan kerja bakti.

1. Pembenahan teknologi informasi di sekolah

Pembenahan Teknologi informasi dilakukan dalam memberikan totalitas pelayanan


kepada civitas akademika dalam melakukan aktivitas. Sarana ini juga merupakan
bagian dari ‘rumah’ yang harus dikembangkan guna meningkatkan kineja yang lebih
maksimal.

1. Penanaman Seribu Pohon

Program ini merupakan kegiatan rutin semesteran yang melibatkan siswa secara
langsung dalam cinta dan lestarikan pohon untuk hijau lingkungan. Dengan kegiatan
ini, diharapkan siswa merasa memiliki lingkungan sehingga suasana “Hias Beriman”
bisa tercipta dan tetap terjaga.

5. Paias Pakaranganmu ( bersihkan halamanmu)

Paias Pakaranganmu (bersihkan halamanmu) artinya siswa harus senantiasa


menjaga kebersihan lingkungan dimana tempat siswa tinggal. Dalam arti sempit
pekarangan bisa diartikan pekarangan rumah tapi bisa juga lingkungan dimana
siswa tinggal. Jika dikaitkan dengan sekolah, maka lingkungan pekarangan yang
dimaksudkan dapat berupa lingkungan kerja sama sekolah dengan berbagai
stakehorlder pendidikan. Berikut ini program-program yang sesuai dengan hal
tersebut.

1. Program pengabdian kepada masyarakat

Peduli Sinabung adalah salah satu program yang telah dilaksanakan ketika letusan
gunung sinabung melanda sebagian besar Kabupaten Karo. SMA Negeri 1 Matauli
Pandan ikut berpartisipasi sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

1. Kerja sama dengan lembaga lain

Guna mengembangkan relasi dan keberlanjutan studi para lulusan, telah dilakukan
kerja sama dalam bidang pendidikan dan pertukaran informasi dengan beberapa
universitas dan sekolah kedinasan seperti: USU, Unimed, UI, ITB, STAN, STIN dan
lain-lain.

1. Pertukaran pelajar

SMA Negeri 1 Matauli Pandan selalu mengadakan pertukaran pelajar dengan


beberapa negara. Ini merupakan sebuah kepercayaan dunia terhadap pengelolaan
yang telah dilakukan selama ini.

1. Hasil Yang Dicapai


2. Adanya kesadaran yang terlahir dan tercipta dari dalam diri para siswa
akan pentingnya makna dan kebutuhan belajar.
3. Menanamkan nilai-nilai luhur tentang semangat hidup, kejujuran dan
integritas tinggi di kalangan siswa.
4. Menghargai jerih payah bagaimana mendapatkan sesuatu, bukan
mengharap hasil dengan mudah.
5. Prestasi akademik siswa yang tinggi.

1. Kendala-kendala Yang Dihadapi

SMA Negeri 1 Matauli Pandan merupakan miniatur kehidupan keberagaman di


sekolah khususnya di wilayah Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan terdapat 60%
dari jumlah siswa beragama Islam, 30% agama Kristen Protestan, 8% Kristen
Katolik dan sisanya agama Budha. Kemudian terdapat kurang lebih 13 beragam
suku dan ras, mulai dari Batak Mandailing, Batak Toba, Batak Simalungun, Batak
Karo, Padang, Nias, Batak Pesisir, Aceh, Jawa, Madura, Sunda, Melayu, dan Bali.

Perlu waktu untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada anak didik agar tidak
mendapatkan perlawanan sikap remajanya yang egois dan ingin menang sendiri.
Dan dibutuhkan kesabaran penulis untuk menyampaikan nilai-nilai ini.

1. Faktor-faktor Pendukung
Sarana pendukung belajar di SMA Negeri 1 Matauli Pandan cukup lengkap. Begitu
pula dengan prasarana gedung sekolah yang berlantai dua dan berasrama dengan
empat lantai. Sarana pendukung akademik misalnya laboratorium IPA, Bahasa,
Matematika, Agama dan Sport. Terdapat juga kolam renang ukuran olympik,
poliklinik, perpustakaan dua lantai, gymnasium, tribun dan lapangan olahraga serta
asrama siswa.

1. Alternatif Pengembangan

Berbagai program di sekolah bisa dijadikan program untuk membangun karakter


peserta didik peduli lingkungan. Karena itu langkah-langkah yang dapat dilakukan
semua warga sekolah dan menjadi pembiasaan adalah:

1. i) Konsep karakter peduli lingkungan pada kegiatan pembelajaran, dengan


cara:

(a) Menanamkan nilai kebaikan/manfaat bagi kehidupan apabila lingkungan hidup


tetap terjaga kelestariannya. Sebagai contoh fungsi pohon adalah untuk menahan
laju air. Hutan mampu membuat lebih banyak air yang terserap ke dalam tanah 60-
80 persen. Dengan kemampuan ini, keberadaan pohon dapat meningkatkan
cadangan air tanah. Selain dapat menahan laju air, akar pohon berfungsi erosi
tanah. Tanah yang terkikis akan masuk ke aliran sungai dan menyebabkan
terjadinya endapan. Dengan memasukan konsep fungsi pohon diharapkan peserta
didik memiliki kesadaran bahwa pohon memiliki nilai penting bagi lingkungan;

(b) Menggunakan cara yang membuat peserta didik memiliki alasan atau keinginan
untuk berbuat baik bagi lingkungan hidup;

(c) Mengembangkan sikap mencintai lingkungan hidup; dan

(d) Melaksanakan kegiatan-kegiatan melestarikan lingkungan hidup.

1. ii) Membuat slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam


mengelola lingkungan hidup dalam segala tingkah laku siswa. Beberapa
slogan untuk membangun kepedulian lingkungan misalnya kebiasaan
memilah sampah, menjaga kebersihan, mendaur ulang sampah, dan
menghemat kertas air, dan listrik.
iii) Pemantauan kontinu. Beberapa hal yang selalu dipantau antara lain: kedisiplinan
membuang sampah sesuai dengan tempatnya, kebiasaan merawat tanaman yang
ada di taman sekolah, dan kebiasaan menghemat kertas dan listrik, dan kebiasaan
lainnya.

Sebuah kata bijak menyatakan bahwa menabur kebiasaan akan menuai karakter.
Indahnya kehidupan yang diwarnai dengan bentuk pribadi yang peduli lingkungan
tak lepas dari kebiasaan yang dibangun. Beberapa landasan yang harus dimiliki
sekolah yakni landasan visi, misi, dan tujuan sekolah dalam pengelolaan lingkungan.
Landasan kedua adalah komitmen, motivasi, dan kebersamaan dan landasan ketiga
adalah kontrol, evaluasi dan perbaikan berkelanjutan. Dan yang membingkai
landasan-landasan tersebut adalah nilai kearifan lokal Poda Na Lima atau Lima
Nasehat yang memberikan benang merah kegiatan sekolah yang dilaksanakan untuk
mewujudkan lingkungan sekolah yang Hias Beriman.

BAB III

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Simpulan

Melalui semangat falsafah Poda Na Lima mampu mengilhami dan menumbuhkan


kesadaran para siswa SMA Negeri 1 Matauli Pandan untuk memahami dirinya
dengan baik. Siswa menyadari arti penting kejujuran, integritas, semangat belajar
dan etos kerja yang tinggi serta peduli terhadap sesama dengan jiwa yang
dipancarkan Poda Na Lima. Juga karakter siswa yang mencintai lingkungan sangat
diperlukan pada masa kini agar terwujud lingkungan sekolah yang “Hias Berriman –
Hijau, Asri, Bersih, Indah, dan Nyaman.”

Aplikasi pendidikan karakter yang dapat diterapkan di SMA Negeri 1 Matauli Pandan
yang dilandasi dengan nilai luhur Poda Na Lima dengan cara membangun karakter
dengan keteladanan dan pembiasaan yang dilakukan oleh semua komponen, dimulai
dari pimpinan, guru, pegawai, siswa dan keterlibatan orang tua.
Falsafah Poda Na Lima menjadi model penumbuhan karakter peserta didik sekaligus
pilar yang dapat menggerakan kesadaran anak didik tentang pentingnya makna
belajar dan kerja keras, khususnya siswa SMA Negeri 1 Matauli Pandan.

1. Rekomendasi

Penulis merekomendasikan beberapa hal:

1. Poda Na Lima menjadi salah satu panduan/nilai yang patut digugu dalam
membentuk karakter siswa, harapannya tidak hanya Poda Na Lima sebagai
sumber referensi tetapi juga kearifan lokal lain yang dapat mengilhami
penumbuhan karakter anak didik.
2. Filosofis Poda Na Lima tidak hanya diterapkan dalam pembentukan
karakter siswa pada proses pembelajaran, namun dapat dikembangkan
pada bidang lain.
3. Nasehat Poda Na Lima dapat menjadi sumur yang tak kunjung kering di
musim kemarau panjang, namun dapat berfungsi juga sebagai peredam
gejolak anak didik yang menyimpang atau hal lain.

Nuraeni
Nuraeni, Lahir di Bandung, 8 Oktober 1961, Pengawas SMP di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Cianjur. Alumni FPOK IKIP Bandung Jurusan Pendidikan Olahra...
Selengkapnya
164 Following 98 Follower
Follow

Penulisan Laporan Best Practice


07 Mar @Kolom

Setiap kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah dapat


digunakan sebagai bahan penulisan laporan best practice. Asalkan pengawas
sekolah mampu menjelaskan cara pemecahan masalah, cara peningkatan
kualitas pembelajaran, atau cara peningkatan mutu pendidikan secara
keseluruhan melalui tindakan yang dipandang inovatif, efektif, dan kreatif.
Langkah-langkah yang dipilih oleh pengawas sekolah harus tertulis secara rinci.
Penulisan laporan best practice berisi bagian awal, bagian isi, dan bagian
penunjang. Bagian isi perlu menjelaskan tindakan yang digunakan pengawas
sekolah dalam pemecahan masalah, peningkatan kualitas pembelajaran, atau
peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Bagian penunjang perlu
melampirkan beberapa dokumen yang mendukung kegiatan tersebut.

Laporan best practice ditulis dengan sistematika penulisan baku. Sistematika


laporan best practice wajib memuat bagian awal, bagian isi, dan bagian
penunjang yang dilengkapi dengan bukti fisik pendukung kegiatan tersebut.

Kerangka/sistematika Laporan Best Practice pada umumnya adalah sebagai


berikut:

Bagian Awal terdiri atas:

1. halaman judul;

2. lembaran persetujuan;

3. lembaran keaslian karya;

4. kata pengantar;

5. daftar isi,

6. abstrak atau ringkasan,

7. daftar tabel,

8. daftar gambar, dan

9. daftar lampiran (bila ada).

Lembar persetujuan ditandatangani disahkan dan oleh Koordinator Pengawas.


Namun apabila penulisnya adalah koordinator pengawas, maka lembar
pengesahan disahkan dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani bidang pendidikan.

Bagian isi terdiri atas:

A. Bab I Pendahuluan:

Menjelaskan tentang latar belakang timbulnya cara peningkatan kualitas


pembelajaran dan/atau mutu pendidikan secera keseluruhan, rumusan dan
pendekatan masalah, tujuan, dan manfaat.

1. Latar belakang menguraikan mengapa dan bagaimana peningkatan kualitas


pembelajaran dan/atau mutu pendidikan itu terjadi serta justifikasi bahwa
peningkatan kualitas pembelajaran dan/atau mutu pendidikan tersebut sangat
penting untuk dipecahkan, mengingat dampak terhadap proses
pengawasan/pendidikan sangat signifikan.

2. Pendekatan yang digunakan menguraikan berbagai cara dalam meningkatkan


kualitas pembelajaran dan/atau mutu pendidikan, jelaskan bahwa cara yang
dipilih adalah yang terbaik (inovatif, ekonomis, lestari).

3. Tujuan dan manfaat menguraikan identifikasi masalah, proses pemecahan dan


manfaat hasil yang diperoleh.

B. Bab II Kajian Teori/ Kajian Pustaka

Bab ini berisi tentang teori-teori/konsep-konsep yang digunakan untuk


menganalisis hasil peningkatan kualitas pembelajaran dan/atau mutu pendidikan
yang dilakukan dalam pengawasan/pendidikan. Kajian teori/kajian pustaka dapat
berupa laporan hasil penelitian/best practice terdahulu yang relevan dengan
tema best practice yang sedang dilakukan baik dalam artikel dalam jurnal ilmiah
maupun dalam bentuk buku.

C. Bab III Pembahasan

Pembahasan yang digunakan harus didukung data yang ada di sekolah. Pada
Bab ini harus ada kejelasan ide atau gagasan asli penulis yang terkait dengan
upaya pemecahan masalah dan sudah berhasil diterapkan. Langkah-langkah
pembahasan masalah antara

lain:

1. menjelaskan cara pemecahan masalah dengan menguraikan langkah-langkah


atau cara-cara dalam memecahkan masalah, termasuk hambatan-hambatan
yang harus diatasi yang dituangkan secara rinci. seperti: (1) melakukan evaluasi
diri tentang cara dan strategi apa yang selama ini telah dilaksanakan; dan (2)
melakukan evaluasi terhadap output dan outcome (dampak). Dengan melakukan
evaluasi diri tersebut dapat ditemukan gap (kesenjangan) antara teori atau
regulasi dengan pelaksanaan dan/atau hasil pengawasan sekolah sehingga
muncul ide dan motivasi untuk mengatasi kesenjangan tersebut demi
memecahkan masalah yang dihadapi dalam pengawasan sekolah, sehingga
meningkatkan kualitas pelaksanaan dan hasil pengawasan.

2. menuliskan bagaimana, langkah/metode yang dilakukan oleh pengawas


sekolah, tentang alat dan atau instrumen yangdigunakan, tempat dan waktu,
lembaga mana yang menunjang pelaksanaan sehingga kegiatan tersebut
dinyatakan sebagai pengalaman terbaiknya dalam memecahkan masalah dan
juga dihubungkan dengan kajian teori/tinjauan pustaka yang menunjang.

3. menunjukkan keaslian, kejelasan, dan kecermelangan ide/gagasan terkait


dengan upaya pemecahan masalah. Uraian ini merupakan inti tulisan Best
Practice.
4. menguraikan hasil yang dicapai dan indikator berikut harus dijelaskan agar
laporannya dikatagorikan sebagai best practice.

5. menjelaskan bahwa hasilnya luar biasa (outstanding) dengan membanding


data-data yang ada baik disekolah sendiri maupun sekolah lain.

6. menjelaskan bahwa langkah yang ditempuh cukup inovatif (aspek apanya).


Inovatif berarti langkah yang diambil tidak sepertibiasanya yang dilakukan
orang.

7. menguraikan bahwa hasilnya dikatagorikan lestari/tidak sesaat. Contoh:


keberhasilan yang dicapai atas usahanya telah berlangsung beberapa tahun
bahkan semakin meningkat

8. menjelaskan bahwa langkah langkah yang diambil sangat efisien dan


ekonomis. Menguraikan tentang hasil pemecahan masalah yang telah dilakukan,
dan harus didukung dengan data yang benar (lampirkan).

D. Bab IV Simpulan, Rekomendasi, dan Tindak Lanjut

Bab ini berisi uraian tentang hal-hal yang dapat disarikan dari pengalaman terbaik
tersebut. Simpulan diikuti dengan rekomendasi dan tindak lanjut ditujukan kepada
pihak-pihak terkait dengan pemecahan masalah.

E. Bagian Penunjang

Bagian ini berisi daftar pustaka dan semua data lampiran yang dipakai untuk
menunjang tulisan. Bagian penunjang antara lain memuat.

1) Surat Keterangan diseminarkan (Daftar Hadir, Notula, Berita Acara)

2) Foto kegiatan

3) Contoh instrumen yang telah diisi

4) Media/alat yang digunakan

5) Hasil Best Practice (antara lain: hasil kerja, bukti yang menggambarkan
perubahan setelah melaksanakan best practice.)

Sumber: Kemdikbud. 2015. Kegiatan Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah,


Apa dan Bagaimana Menilainya. Jakarta: Dirjend GTK

Anda mungkin juga menyukai