BAB I
PERKEMBANGBIAKAN TANAMAN
1.1 Pengertian
Penyerbukan sendiri adalah penyatuan sel telur dengan sel sperma yang
berasal dari suatu tanaman. Jika persentase penyerbukan sendiri lebih dari 95%
maka tanaman tersebut dikelompokkan dalam tanaman menyerbuk sendiri. Dengan
penyerbukan ini akan dapat dipertahankan homozigositas tanaman yang sudah
homozigot atau dapat diperoleh proporsi homozigot yang makin tinggi bila
dilakukan penyerbukan sendiri terus – menerus dari tanaman hererozigot. Tujuan
akhir tanaman menyerbuk sendiri umumnya untuk memperoleh tanaman
homozigot yang unggul berupa varietas galur murni.
benang sari. Contoh bunga tanaman menyerbuk sendiri adalah cabai dan kacang
tanah.
Bunga sempurna menjadi putik dan benang sari dalam satu bunga, disebut
juga berkelamin dua (hermaphrodite). Sementara itu , bunga tidak sempurna hanya
mempunyai salah satunya (putik atau benang sari saja) dalam satu bunga.
Kelopak atau tajuk disebut perhiasan bunga. Akibat warna dan bunganya
yang indah maka dapat menarik perhatian dari berbagai jenis serangga. Bunga yang
tidak mempunyai perhiasan disebut bunga telanjang.
Selain bunga hermaprodit, dikenal juga bunga jantan (masculus) dan bunga
betina (femineus). Bunga jantan, mempunyai polen dan tidak membentuk putik.
Akibat tidak mempunyai putik, bunga jantan tidak tumbuh menjadi buah.
Sementara itu, bunga betina mempunyai putik, tetapi tidak membentuk polen.
Bunga tersebut dapat tumbuh menjadi buah jika mengalami penyerbukan dengan
polen dari bunga jantan.
6
Bunga jantan dan bunga betina dapat terbentuk pada satu tanaman atau
pada batang yang sama, misalnya pada tanaman jagung (Zea mays L), Kelapa
(Cocos nucifera L), Mentimun (Cucumis sativus L). Tanaman yang membentuk
bunga jantan dan bunga betina pada satu pohon disebut berumah satu atau serumah
(monocious). Jika bunga jantan dan bunga betina terdapat pada dua tanaman, yaitu
bunga jantan terdapat pada tanaman yang satu dan bunga betina pada tanaman yang
lain, maka tanaman ini disebut berumah dua (diocious). Contoh tanaman berumah
dua adalah salak (Salacca edulis Reinw).
Seringkali pada suatu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina
bersama-sama dengan bunga hermaprodit. Dalam hal ini dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Jika pada suatu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga hermaprrodit maka
tanaman tersebut disebut andromonocious.
2. Jika bunga jantan dan bunga hermaprodit terdapat terpisah pada dua tanaman,
artinya pada tanaman yang satu hanya terdapat bunga hermaprodit, maka
tanaman itu disebut androdiocious.
3. Jika pada satu tanaman terdapat bunga betina dan bunga hermaprodit maka
tanaman itu disebut gynomonocious.
4. Jika bunga betina dan bunga hermaprodit terdapat terpisah pada dua tanaman,
artinya pada tanaman yang satu hanya terdapat bunga betina, dan pada
tanaman yang kedua hanya terdapat bunga hermaprodit, maka tanaman itu
disebut gynodiocious.
5. Jika tanaman terdapat ke tiga tipe bunga (hermaprodit, jantan, dan betina) maka
disebut trimonocious.
1.6 Penyerbukan
Penyerbukan adalah jatuhnya polen dikepala putik. Kepala putik yang telah
masak biasanya mengeluarkan lendir yang mengandung larutan gula dan zat-zat
lain yang diperlukan untuk perkecambahan polen. Jika polen jatuh diatas kepala
7
putik maka dalam keadaan normal ia akan menyerap cairan yang dihasilkan oleh
putik, kemudian akan menggembung dan berkecambah. Pada saat itulah, salah
satu pori dari dinding luar polen akan pecah. Oleh karena butir polen terus menerus
menyerap cairan dari kepala putik maka volumenya makin bertambah besar dan
isi polen (protoplasma + dua buah inti) yang terbungkus oleh selaput yang tipis dan
lunak dapat keluar melalui pori yang pecah sebagai tabung polen (pollen tube).
Sebelum berkecambah, tiap butir polen mengandung dua buah inti yang
disebut inti vegetatif dan inti generatif. Pada waktu mulai berkecambah, inti
generatif disebut (inti sperma) membelah diri sehingga dalam tabung polen terdapat
dua buah inti sperma (sperm nuclei) dan sebuah inti vegetatif (tube nucleus).
Pertumbuhan tabung polen diatur sepenuhnya oleh inti vegetatif, sedangkan tugas
dari ke dua inti sperma adalah melakukan pembuahan didalam bakal biji.
1.7 Pembuahan
Pembuahan terjadi didalam kandung embrio dari bakal biji yang telah
masak, yaitu telah mengandung delapan buah inti (nuclei), yang letaknya telah
teratur dalam tiga kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok I, terdiri atas 1 inti sel telur + 2 inti sinergid, yang di dalam kandung
embrio terletak di bagian ujung dekat mikropile.
2. Kelompok II, terdiri atas 2 inti polar, terletak di bagian tengah dari kandung
embrio.
8
3. Kelompok III, terdiri atas 3 inti antipodal, terletak dibagian ujung lainnya dari
kandung embrio, yaitu pada jarak yang paling jauh dari inti sel telur atau
mikropile (dekat chalaza)
Setelah dapat masuk ke dalam ruang bakal buah, bagian ujung tabung polen
bergerak menuju ke arah salah satu bakal biji. Tabung polen dapat menyentuh
nucellus melalui mikropile, kemudian masuk kedalam jaringan tersebut sampai
ujung kandung embrio. Setelah menyelesaikan tugasnya, inti vegetatif kemudian
mati bersama protoplasma yang berada dalam tabung polen. Sementara itu, kedua
inti sperma telah masuk kedalam kandung embrio untuk melakukan pembuahan.
Salah satu inti sperma meleburkan diri dengan inti sel telur dan menjadi sebuah
zigot, sedangkan inti sperma yang kedua bergabung dengan dua inti polar untuk
kemudian membangun jaringan endosperm. Peleburan diri antara inti sperma
dengan inti sel telur disebut pembuahan (fertilization). Peristiwa ini disebut
pembuahan ganda karena didalam kandung embrio terjadi dua macam
pembuahan, yaitu antara inti sperma dengan inti sel telur dan inti sperma dengan
kedua inti polar. Tiap butir serbuk hanya dapat membuahi satu bakal biji. Dengan
demikian, bakal buah yang berisi banyak bakal biji memerlukan banyak butir
polen untuk pembuahan.
Pembuahan akan berjalan lancer bila polen dan inti sel telur dalam keadaan
sehat dan subur (fertile). Polen harus mempunyai daya tumbuh yang tinggi,
sedangkan kepala putik harus mempunyai medium yang baik untuk
perkecambahan dan pertumbuhan polen selanjutnya. Gagalnya pembuahan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karena polen dan sel telurnya mandul
(sterile) atau polennya tidak sesuai untuk bergabung dengan sel telur
(ketakserasian/incompatible).
Dalam kandung embrio, hanya tiga buah inti yang mengambil bagian dalam
pembuahan. Lima inti lainnya, yang tidak mengalami pembuahan, akan segera mati
setelah proses pembuahan berakhir. Setelah terjadi pembuahan, bakal buah
bersama dengan bagian-bagian lainnya akan tumbuh menjadi besar sambil
9
Zigot yang terjadi sebagai hasil peleburan diri antara sel telur dengan inti
sperma, kemudian akan tumbuh menjadi embrio. Embrio adalah calon tanaman
yang masih kecil didalam biji dan mempunyai bakal akar (radicula), bakal batang
(caucaliculus), serta bakal tunas (plumula).
Embrio yang terbentuk dapat mempunyai satu atau dua helai keping
(cotyledon), tergantung jenis tanaman. Pada tanaman yang berkeping dua
(dicotyledon), bakal akarnya dapat tumbuh menjadi akar tunggang. Pada tanaman
yang berkeping satu (monocotyledoneae) akarnya mati pada waktu perkecambahan
biji dan sebagai gantinya terbentuklah sejumlah akar-akar serabut yang tumbuh
pada pangkal batang.
Endosperm yang terjadi karena penggabungan diri antara inti sperma dan
dua inti polar. Kemudian akan membelah berulang kali dan tumbuh menjadi
jaringan besar. Emdosperm berisi zat makanan untuk pertumbuhan embrio.
10
Penyerbukan sendiri akan mudah terjadi bila putik dan benang sari masak
pada saat yang sama (homogamie). Jika benang sari dan putik nasak pada saat yang
sama dalam kuncup bunga yang belum membuka atau masih menutup maka
bunganya disebut cleistogam. proses penyerbukannya disebut penyerbukan tertutup
atau kleistogami (cleistogamie). Jika penyerbukan itu terjadi pada bunga yang
telah mekar maka disebut penyerbukan terbuka atau kasmogami (chasmogamie).
BAB II
PEMBUDIDAYAAN TANAMAN DAN KOLEKSI PLASMA NUTFAH
Budidaya tanaman memiliki dua ciri penting yaitu selalu melibatkan barang
dalam volume besar, dan proses produksinya memiliki risiko yang relatif tinggi.
Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu
atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka
waktu tertentu dalam proses produksi.
tersebut. Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa danAfrika Utara,
pada saat itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke Timur (hingga Asia
Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidaya
jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia
Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun
SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua
Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama
sekali berbeda. Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia
telah lama. Masyarakat Mesir Kuno (4000 tahun SM) dan Yunani Kuno (3000
tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.Teknik budidaya
tanaman pada zaman dahulu tidak dikelompokkan kedalam teknik budidaya, karena
pada saat itu belum melakukan tindak budidaya tanaman, karena sifatnya masih
mengumpulkan dan mencari bahan pangan. Suatu kegiatan dimasukkan ke dalam
tindak budidaya dikatakan apabila telah melakukan 3 hal pokok yaitu melakukan
pengolahan tanah, pemeliharaan untuk mencapai produksi maksimum dan tidak
berpindah-pindah.
Aspek budidaya meliputi tiga aspek pokok, yaitu aspek pemuliaan tanaman,
aspek fisiologi tanaman, aspek ekologi tanaman. Ketiga aspek ini merupakan suatu
gugus ilmu tanaman (crop science) yang langsung berperan terhadap budidaya
tanaman dan sekaligus terlihat pada produksi tanaman.
Produk tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu produk dari
teknik budidaya yang dapat digunakan langsung dan benih atau bibit yang
merupakan produk pertanian untuk mempertahankan kelangsungan budidaya.
Selain itu plasma nutfah juga merupakan sumber gen yang dimanfaatkan
untuk peningkatan kualitas hasil tanaman seperti kandungfan nutrisi yang lebih
baik. Keberhasilan program pengelolaan plasma nutfah sangat ditentukan oleh
tingkat pemanfaatan plasma nutfah. Pemanfaatan plasma nutfah dalam program
pemuliaan yang sangat intensif telah dilakukan pada tanaman pangan dan
hortikultura. Hal ini terlihat dari jumlah varietas unggul yang telah dihasilkan.
Sementara pada tanaman perkebunan masih terbatas pada tanaman tertentu.
keragaman genetik. Tersedianya SDG yang didukung oleh sistem pengelolaan yang
kuat akan memacu percepatan perakitan tanaman unggul.
Mengingat bahwa plasma nutfah adalah salah satu sumber daya alam yang
sangat penting, karena tanpa plasma nutfah kita tidak dapat memuliakan tanaman,
membentuk kultivar baru/ras baru. Dengan adanya penanganan plasma nutfah
diharapkan dapat memberikan dorongan kepada berbagai pihak di daerah untuk
mengelola plasma nutfah sebaik-baiknya dalam upaya pelestarian dan
pemanfaatannya, baik itu instansi pemerintah, swasta, maupun lembaga
masyarakat. Dengan terpeliharanya keragaman genetik maka pada akhirnya akan
menunjang program pemuliaan tanaman kearah yang lebih maju.
BAB III
INTRODUKSI TANAMAN
3.1 Pengertian
Introduksi Tanaman merupakan suatu proses memperkenalkan tanaman dari
tempat asal tumbuhnya ke suatu daerah baru. Introduksi tanaman dimaksudkan
mendatangkan/memasukkan varietas-varietas tanaman dari luar negeri ke suatu
negeri.
Introduksi spesies adalah usaha sadar atau tidak sadar memasukkan suatu jenis
hewan atau tumbuhan ke dalam satu habitat yang baru. Masuknya jenis tersebut
melalui alat transportasi antar pulau, akibat adanya hobi/kegemaran beberapa orang
membawa jenis-jenis baru, ataupun sengaja dibiakkan karena alasan praktis seperti
penanganan hama penyakit.
contoh tanaman introduksi: bunga garbera yang merupakan bunga hias berupa
herba tidak berbatang. tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang diduga
berasal dari Afrika selatan, utara,dan rusia. penemunya Traug Gerber.
·Untuk mempelajari asal, distribusi, klasifikasi dan evolusi dari tanaman dengan
jalan memelihara tanaman yang diintroduksi di tempat tertentu kemudian
dipelejari data-datanya secara mendetail.
BAB IV
SIFAT TANAMAN
4.1 Pengertian
Pada suatu populasi tanaman setiap individu memiliki tampilan sifat
(fenotipe) yang berbeda antar satu sama lainnya. Fenotipe dari setiap organisme
merupakan ekspresi yang dapat diamati secara langsung pada sifat-sifat tertentu
yang tampak (Finkeldey, 2005). Perbedaan dari penampakan sifat yang terdapat
pada setiap individu dalam suatu populasi ini disebabkan karena tampilan suatu
karakter (fenotip) ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan serta adanya
interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berdasarkan pengaruh
genetik dan pengaruh lingkungan yang ada akan memberikan bentuk keragaman
sifat dari individu yang dibedakan menjadi dua yaitu, keragaman sifat kuantitatif
dan keragaman sifat kualitiatif. Pengamatan pada karakter kualitatif dilakukan
secara visual sedangkan pada karakter kuantitatif dilakukan dengan pengukuran
(Sobir, 2015).
Dalam tahap seleksi tetua yang akan disilangkan merupakan salah satu
keputusan terpenting serta tahap yang krusial. Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan tetua meliputi karakter atau sifat yang unggul, informasi tentang
pewarisan karakter, dan sumber plasma nutfah. Adapun cara dalam pemilihan tetua
persilangan yaitu secara acak, konvesional (good by good), keragaman eko-
geografi, dan analisis multi-variasi untuk mengetahui jarak genetik antarcalon tetua
(Utomo, 2015) Keragaman sifat juga dibedakan atas sifat kualitatif dan sifat
kuantitatif. Sifat kualitatif yaitu variasi yang langsung dapat diamati, misalnya:
perbedaan warna bunga (merah, hijau, kuning, putih, oranye, ungu), dan perbedaan
bentuk bunga, buah, biji (bulat, oval, lonjong, bergerigi dan lain-lain). Sifat
kuantitatif yaitu variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran,
misalnya tinggi tanaman (cm), produksi (kg), jumlah anakan (batang), luas daun
dan lain-lain. Pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif lebih mudah karena
sebarannya discrete dan dapat dilakukan dengan melihat apa yang tampak.
Sebaliknya untuk sifat kuantitatif dengan sebaran continue, pengelompokannya
relatif lebih sulit karena dengan kisaran-kisaran tetentu (Sudarka, 2009). Pewarisan
23
4.2 Keragaman
bunga panca warna yang di tanam pada tanah yang bersifat basa akan memunculkan
warna bunga merah,sedangkan yang di tanam pada tanah yang memiliki pH netral
berwarna putih kebiru – biruan (Mangoendidjojo,2008).
Pada dasarnya fenotipe tanaman dapat dikategorikan atas dua bentuk karakter
yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.
Besar kecilnya keragaman genetik plasma nutfah asam gelugur berdasarkan sifat-
sifat morfologi dapat mendukung program pemuliaan. Berdasarkan hal tersebut
maka perlu dilakukan identifikasi terhadap karakter-karakter morfologis dan
hubungan kekerabatan tanaman.
27
BAB V
HIBRIDISASI
5.1 Pengertian
5.2 Tujuan
1. Menggabungkan semua sifat baik ke dalam satu genotipe baru
2. Memperluas keragaman genetik
3. Memanfaatkan vigor hibrida atau
4. Menguji potensi tetua (uji turunan).
Dari keempat tujuan utama ini dapat disimpulkan bahwa hibridisasi memiliki
peranan penting dalam pemuliaan tanaman, terutama dalam hal memperluas
keragaman dan mendapatkan varietas unggul yang diinginkan. Seleksi akan efektif
apabila populasi yang diseleksi mempunyai keragaman genetik yang luas.
Beberapa sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan sumber antara lain:
28
1. Varietaskomersial
2. Galurelitpemuliaan
3. Galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior
4. Spesiesintroduksi
5. Spesies liar
Berikut beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menentukan tetua dalam
hibridisasi:
1. Pemilihan tetua berdasarkan data fenotip
2. Pemilihan tetua berdasarkan kombinasi data morfologi dan analisis molekuler
1. Persiapan
- Menyiapkan seluruh peralatan yang dibutuhkan untuk persilangan
- Menentukan induk/tetua jantan dan betina
- Mengidentifikasi bunga betina
- Menentukan waktu penyerbukan
- Emaskulasi
- Emaskulasi adalah kegiatan membuang alat kelamin jantan (stamen) pada
tetua betina, sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan
sendiri. Emaskulasi terutamadilakukan pada tanaman berumah satu yang
hermaprodit dan fertil. Cara emaskulasitergantung pada morfologi
bunganya.
Pada tanaman menyerbuk silang proses emaskulasi tidak perlu dilakukan. Hal
tersebut berhubungan dengan karakter organ reproduksi dari tanaman menyerbuk
silang. Misalnya letak organ jantan dan organ betina yang terpisah, masaknya polen
tidak sama dengan kepala putik. Sehingga kontrol persilangan menjadi semakin
lebih mudah jika dibandingkan tanaman menyerbuk sendiri.
29
2. Isolasi
Isolasi dilakukan agar bunga yang telah diemaskulasi tidak terserbuki oleh serbuk
sari asing. Dengan demikian baik bunga jantan maupun betina harus dikerudungi
dengan kantung.
3. Pengumpulan Serbuk Sari
Pengumpulan serbuk sari dari pohon tetua jantan dapat dimulai beberapa jam
sebelumkuncup-kuncup bunga itu mekar. Bila letak pohon tetua betina jauh dari
pohon tetua jantan,maka pengangkutan kuncup-kuncup bunga dari tetua jantan ke
tetua betina akan memakan waktu yang lama. Agar kuncup bunga itu tidak lekas
layu dan tahan lama dalam keadaan segar, hendaknya kuncup bunga itu dipetik dan
diangkut pada pagi hari sebelum matahari terbit atau pada sore hari setelah matahari
terbenam.
4. Penyerbukan
Penyerbukan buatan dilakukan antara tanaman yang berbeda genetiknya.
Pelaksanaannya terdiri dari pengumpulan polen (serbuk sari) yang viabel atau anter
dari tanaman tetua jantan yang sehat, kemudian menyerbukannya ke stigma tetua
betina yang telah dilakukan emaskulasi dengan cara mengguncangkan bunga
jantannya.
5. Penutupan bunga
Penutupan ini agar tanaman jagung tidak diserbuki oleh serbuk sari tanaman jagung
lainnya.
6. Pelabelan
Ukuran dan bentuk label berbeda-beda. Pada dasarnya label harus tahan air dapat
terbuat dari kertas atau plastik.
30
BAB VI
POLIPLOIDI
6.1 Pengertian
Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki set kromosom
(genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan demikian disebut
sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk
menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi.
diploid dan haploid. Individu triploid memiliki sifat steril dan individu tetraploid
bersifat fertil (SISTINA, 2000). Poliploidi terbentuk dalam dua kelompok, yaitu :
Kelompok pertama autopoliploidi yaitu penggandaan ploidi melalui penggabungan
genom-genom yang sama. Ploid yang dihasilkan dari proses ini adalah aneuploid
(kromosom abnormal) yakni dalam bentuk triploid, tetraploid dan pentaploid.
Kelompok kedua alopoliploidi adalah penggandaan kromosom yang terjadi melalui
penggabungan genom-genom yang berbeda. Manipulasi ini banyak dilakukan pada
tanaman, dari dua jenis tanaman berbeda digabungkan, keduanya menghasilkan
organisme alopoliploid dengan jumlah kromosom 2 x + 2 y.
1. Jika kromosom di dalam telur yang dibuahi hadir dalam bentuk triplikat
(rangkap tiga), sehingga sel mempunyai jumlah total kromosom 2n + 1 = 3
set kromosom maka sel aneuploid yang terbentuk (sel abnormal) disebut
trisomik.
2. Jika satu kromosom hilang dan sel memiliki jumlah kromosom 2n - 1 = 1 set
kromosom maka sel aneuploid yang terbentuk haploid dan disebut
monosomik.
3. Jika nondisjungsi (gagal berpisah) terjadi selama mitosis, kesalahan
berlangsung di awal perkembangan embrionik, kondisi aneuploid ini
33
diteruskan di fase mitosis untuk sebagian besar sel dan ini bisa berdampak
besar pada organisme tersebut.
4. Organisme yang memiliki dua set kromosom lengkap, didalam sel telur yang
telah dibuahi secara umum dapat berubah sehingga terbentuk kromosom
poliploidi, dengan istilah spesifik triploid (3n) dan tetraploid (4n), masing-
masing menunjukkan 3 atau 4 set kromosom.
5. Organisme triploid bisa dihasilkan dari fertilisasi telur diploid abnormal yang
mengalami nondisjungsi (gagal berpisah) pada semua kromosomnya.
Kecelakaan berikutnya menghasilkan kromosom tetraploid yang tebentuk
akibat kegagalan zigot 2n dalam membelah diri setelah replikasi kromosom-
kromosomnya pada pembelahan mitosis berikutnya. Proses ini akan
menghasilkan embrio yang memiliki kromosom 4n.
Menurut Poehlman dan Sleper (1995) tiga hal dasar sebagai petunjuk untuk
memproduksi dan memanfaatkan autoploidi dalam program pemuliaan tanaman
yaitu : (1) autoploidi cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif lebih besar
sedangkan biji yang dihasilkan sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk pemuliaan
tanaman yang bagian vegetatifnya dipanen, (2) lebih berhasil untuk mendapatkan
autoploidi yang jagur dan fertil melalui penggandaan diploid yang jumlah
kromosom sedikit, (3) autoploidi yang berasal dari spesies menyerbuk silang lebih
baik dari pada autoploidi dari spesies menyerbuk sendiri, sebab penyerbukan silang
membantu secara luas rekombinasi gen dan kesempatan untuk memperoleh
keseimbangan genotip pada poliploidi.
Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih genom
dari genom normal 2n =2x, dimana pasangan kromosomnya tidak homolog.
Allopoliploid terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus yang berlainan
genom (hibridisasi interspesies). Tanaman F1-nya akan steril karena tidak ada atau
hanya beberapa kromosom homolog. Bila terjadi penggandaan kromosom spontan
atau diinduksi maka tanaman menjadi fertil. Beberapa tanaman yang termasuk
alloploidi alami adalah gandum, terigu, kapas, tembakau, tebu dan beberapa spesies
kubis.
37
daya efektifitas dari colchicine yang berubah disebabkan oleh sinar matahari,
penyiraman yang kurang teratur, serta adanya faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan.
40
BAB VII
MUTASI
1. Gen yang mengalami mutasi dalam suatu individu, tidak menonjolkan diri.
41
2. Gen yang mengalami mutasi pada umumnya bersifat letal, sehingga tidak dapat
diamati. Biasanya individu akan mati sebelum dilahirkan atau sebelum dewasa.
3. Gen yang mengalami mutasi pada umumnya bersifat resesif, sehingga dalam
keadaan heterozigot belum dapat terlihat.
berubah pula. Peristiwa ini dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen. Berdasarkan
basa nitrogen yang digantikan, mutasi secara subtitusi ini dibedakan menjadi dua.
1) Tranversi
Misalnya:
DNA induk
123456789
STGGTASTG
GASSATGAS
123456789
SASGTAGTG
GTGSATSAS
2) Transisi
Transisi merupakan peristiwa pergantian basa nitrogen yang sejenis. Transisi
terjadi bila terdapat pergantian basa purin dari satu mutasi DNA dengan purin
lainnya atau basa pirimidin dengan pirimidin lainnya.
Misalnya:
43
DNA induk
123456789
STGGTASTG
GASSATGAS
2) Delesi, dapat terjadi karena pengurangan satu atau lebih pasangan basa nitrogen
pada rantai DNA. Peristiwa ini dapat disebabkan karena radiasi sinar radioaktif
dan infeksi suatu virus.
44
Misalnya:
DNA induk
123456789
STGGTASTG
GASSATGAS
Apabila terjadi transisi nukleotida 2 dan 7 menjadi seperti berikut.
12345678
STGGTAST
GASSATGA
Mutasi bisu (silent mutation) dapat terjadi jika perubahan basa nitrogen pada
rantai DNA tidak mempengaruhi hasil produksi protein atau gejala fenotip yang
lain. Mutasi gen dapat terjadi pada peristiwa pembentukan anemia sel sabit (sickle
cell anemia) atau pada peristiwa HNO2 yang bereaksi dengan adenin.
1. Eploidi
Euploidi merupakan mutasi yang melibatkan pengurangan atau penambahan
dalam perangkat kromosom (genom). Jumlah kromosom di dalam genom pada
masing-masing jenis organisme berbeda-beda, misalnya pada tumbuhan kentang
adalah 12, apel adalah 17, dan gandum adalah 7.
Proses euploid terjadi karena faktor-faktor yang dapat mempengaruhi antara lain
pemberian zat kimia, misalnya kolkisin, penggunaan suhu tinggi dan dekapitasi.
Penggunaan kolkisin dapat mempengaruhi pembelahan sel, khususnya
menghalangi pembentukan gelendong pembelahan dan menghambat terjadinya
anafase. Karena hal tersebut maka kromatid tidak terpisah ke kutub yang
bersebelahan. Dekapitasi merupakan pemotongan tunas tanaman sehingga tunas
baru yang muncul adalah tetraploid (4n).
2. Aneuploid
Aneuploid merupakan mutasi kromosom yang tidak melibatkan perubahan pada
seluruh genom, tetapi terjadi hanya pada salah satu kromosom dari genom.
Pada pembelahan sel, kadang-kadang terjadi gagal berpisah (nondisjunction).
Gagal berpisah dapat terjadi pada meiosis yaitu pada saat anafase. Gagal berpisah
pada meiosis I ditandai dengan peristiwa yaitu bagian-bagian dari sepasang
kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya.
Gagal berpisah juga dapat terjadi pada pasangan kromatid selama anafase meiosis
II.
2. Sindrom Klinefelter
Sindrom ini ditemukan oleh Klinefelter pada tahun 1942. Sindrom klinefelter
merupakan suatu keadaan pada individu yang mempunyai kelebihan satu
kromosom, sehingga susunan kromosomnya adalah 22AA + AAY atau 47,XXY.
Sindrom klinefelter terjadi pada seorang laki-laki. Penderita ini memiliki 47
kromosom, termasuk satu kromosom Y dan dua kromosom X. Penderita sindrom
klinefelter memiliki ciri-ciri antara lain:
(1) memiliki ukuran tubuh yang tinggi;
(2) memiliki tangan dan kaki yang lebih panjang;
47
3. Sindrom edwards
Sindrom edwards ditemukan oleh I.H. Edwards. Penderita sindrom ini mengalami
peristiwa trisomi pada kromosom ke-16, 17, dan 18. Sindrom edwards memiliki
ciri-ciri antara lain:
(1) berumur pendek, usia rata-rata hanya 6 bulan;
(2) tengkorak berbentuk agak lonjong;
(3) memiliki bentuk mulut yang lebih kecil;
(4) bentuk dada pendek dan lebar;
(5) memiliki letak telinga yang lebih rendah.
4. Sindrom down
Sindrom down ini mula-mula diteliti oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Kondisi ini diberi istilah idiot mongoloid. Keadaan yang terjadi penderita pada
sindrom down disebabkan karena adanya suatu ekstra kopi salah satu kromosom
yang terkecil pada trisomi 21. Penderita sindrom down akan memiliki
karakteristik seperti berikut:
(1) Pada bayi yang baru lahir terdapat garis-garis pada kedua telapak tangannya
yang disebut dengan sidik dermatoglifik.
(2) Memiliki badan yang pendek.
(3) Memiliki bentuk wajah agak bulat.
(4) Memiliki bentuk mata yang sipit.
(5) Keadaan mulut sering terbuka.
(6) Memiliki kelainan pada jantung.
(7) Biasanya memiliki IQ rendah yaitu di bawah 75.
(8) Aktivitas geraknya lamban.
(9) Memiliki hidup yang lebih pendek daripada individu yang normal, yaitu
sekitar 16 tahun.
Keterangan:
A. Ciri-ciri wajah yang khas
B. Lipatan simia pada telapak tangan
C. Kelemahan otoT
6. Sindrom patau
Sindrom patau merupakan suatu keadaan pada individu yang mengalami trisomi
pada kromosom ke-13, 14, dan 15. Penderita sindrom patau memiliki karakteristik
sebagai berikut.
(1) Berumur pendek, umumnya meninggal pada usia 3 bulan.
(2) Memiliki polidaktili.
(3) Ukuran struktur otak lebih kecil.
1. Inversi
Inversi merupakan mutasi yang terjadi karena perubahan letak gen akibat
terpilinnya kromosom pada saat meiosis sehingga terbentuk kiasma. Tipe kelainan
kromosom ini sulit diidentifikasi secara visual. Pada peristiwa inversi, urutan gen
menjadi terbalik yang disebabkan karena kromosom pecah menjadi dua bagian,
49
bagian tengahnya menyisip kembali dalam urutan terbalik. Proses inverse Dari
Gambar di atas terlihat hasilnya adalah kromosom yang urutannya terbalik.
Kromosom-kromosom homolog kadang-kadang akan menunjukkan pembentukan
gelang pada waktu sinapsis bila salah satu kromosom mengandung urutan yang
terbalik, seperti yang terlihat pada Gambar di bawah ini Homolog-homolog yang
menunjukkan pembentukan gelang pada waktu sinapsis. Berdasarkan letak
sentromernya, inversi dapat dibedakan seperti berikut.
a. Inverse Perisentrik
Inversi ini terjadi karena dua bagian yang patah terletak pada lengan kromosom
yang berlainan sehingga sentromer terdapat di antara dua bagian yang patah.
b. Inverse Parasentrik
Inversi ini terjadi karena dua bagian yang patah terletak pada satu lengan
kromosom.
2. Translokasi
Translokasi adalah peristiwa perpindahan potongan kromosom menuju kromosom
lain yang bukan homolognya. Translokasi dapat menyebabkan kromosom yang
terjadi lebih panjang atau lebih pendek dari sebelumnya. proses translokasi Proses
tersebut menunjukkan peristiwa translokasi yang melibatkan kromosom 15 dan
21. Suatu bagian dari kromosom 21 bertaut pada Kromosom pembawa translokasi
dan gamet-gamet yang diperolehnya. kromosom 15. Pada waktu meiosis, salah
satu gamet dapat menerima sepotong kromosom ekstra (tambahan). Jika gamet ini
terlibat dalam fertilisasi, maka zigot akan memiliki sepotong kromosom ekstra
seperti pada trisomi. Gamet yang dihasilkan dari meiosis dalam sel pada Gambar.
ada kemungkinan dapat hidup meskipun mengandung kromosom translokasi.
Seseorang yang tumbuh dari gamet tersebut disebut pembawa (carrier) translokasi
Ada beberapa macam peristiwa translokasi antara lain:
a) Translokasi Homozigot
Translokasi homozigot adalah pertukaran segmen kedua kromosom homolog
dengan segmen kedua kromosom yang bukan homolognya.
50
b) Translokasi Heterozigot
Pada translokasi ini terjadi pertukaran satu segmen kromosom ke satu segmen
kromosom yang bukan homolognya.
c) Translokasi Resiprok
Translokasi resiprok terjadi apabila terdapat dua patahan pada dua ujung yang
bukan homolognya masing-masing di satu tempat. Patahan kromosom akan
menyambung kembali tapi bertukar tempatnya.
d) Translokasi Robertson
Translokasi Robertson terjadi apabila kromosom-kromosom akrosentris yaitu
kromosom-kromosom dengan sentromer pada satu ujung sehingga kromosom
yang sesungguhnya hanya mempunyai satu tangan, menyatu pada sentromer
membentuk kromosom-kromosom metasentris.
3. Duplikasi
Duplikasi merupakan peristiwa penambahan dan penggandaan patahan kromosom
dari kromosom lain yang sehomolog, Peristiwa duplikasi ini dapat dijumpai pada
kehidupan di antaranya dapat ditemukan pada fragile X sindrom yang
menyebabkan kemunduran pada mental. Selain itu dapat ditemukan pula pada
mutasimutasi bar dalam Drosophilla melanogaster yang mengakibatkan kelainan
struktur mata yang disebabkan oleh duplikasi suatu daerah dalam kromosom X
yang diperlihatkan oleh pola barik dari kromosom politen,
4. Delesi
Delesi merupakan peristiwa pengurangan suatu kromosom akibat sebagian
kromosom pindah pada kromosom lain, karena adanya patahan. Salah satu
sindrom pada manusia yang disebabkan oleh delesi yaitu sindrom cri-du-chat.
5. Katenasi
Katenasi merupakan peristiwa saling menempelnya ujung-ujung kromosom yang
saling berdekatan sehingga membentuk lingkaran. Hal ini dimulai dari patahnya
kromosom di dua tempat, kemudian bagian yang patah tersebut lepas dan saling
mendekat. Peristiwa katenasi ini biasanya didahului dengan translokasi.
51
c. Macam-macam mutasi
1. Berdasarkan tempat terjadinya
a. Mutasi somatic
Mutasi ini terjadi pada sel-sel tubuh dan dampaknya hanya dirasakan pada
individu tersebut dan tidak diturunkan. Faktor-faktor yang menyebabkan mutasi
somatik, antara lain sinar radioaktif, sinar ultraviolet, dan obat-obatan atau zat-zat
yang bersifat mutagenik.
b. Mutasi germinal
Mutasi ini terjadi pada sel-sel gamet dan memiliki sifat dapat diwariskan. Mutasi
germinal dapat dialami oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosomal
yang disebut dengan mutasi autosomal. Hasil mutasi autosomal dapat berupa
mutasi dominan atau mutasi resesif. Mutasi germinal juga dapat terjadi pada
kromosom kelamin yang disebut dengan mutasi tertaut kelamin.
2. Berdasarkan sifat genetiknya
a. Mutasi dominan, Mutasi ini memperlihatkan pengaruhnya pada kondisi
heterozigot
b. Mutasi resesif, Mutasi ini terjadi pada organisme diploid (misalnya manusia)
dan tidak diketahui dalam keadaan heterozigot, kecuali resesif pautan seks.
3. Berdasarkan sumbernya
a. Mutasi Alam
Mutasi alam adalah mutasi yang terjadi dengan sendirinya atau penyebabnya tidak
diketahui secara pasti sehingga mutasi ini terjadi secara spontan. Mutasi alam ini
diduga disebabkan oleh sinar kosmis (proton, positron, photon), sinar radioaktif
(uranium), sinar ultraviolet, dan radiasi ionisasi internal, yaitu bahan radioaktif
dalam suatu jaringan tubuh yang berpindah masuk ke jaringan lainnya.
Mutasi alami ini dampaknya dapat terjadi pada kehidupan baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan, antara lain seperti berikut.
1) Anemia sel sabit (anemia sickle sel)
Pada penyakit ini terlihat bahwa homozigot-homozigot resesif mengandung sel-
sel darah abnormal yang pada kondisi tertentu misalnya tekanan oksigen rendah
maka sel darah ini akan kehilangan bentuknya yang normal dan berubah menjadi
bentuk sabit.
52
Konsumsi minuman teh, kopi, maupun coklat juga dapat menyebabkan adiksi
fisiologis. Penggunaan MSG pada makanan juga menjadikan kerusakan pada
kromosom manusia.
4. Mutagen Fisika
Mutagen fisika terdiri atas bahan-bahan berikut.
a. Radiasi Peng-ion
terlihat hilangnya suatu elektron yang menyebabkan atom menjadi bermuatan
listrik. Atom demikian dikenal sebagai ion. Atom-atom yang mengambil electron
juga akan menjadi ion-ion. Radiasi pengion terdiri atas unsur-unsur berikut.
1) Zat radioaktif
Zat radioaktif ini secara alami dapat berasal dari kerak bumi. Zat-zat tersebut
adalah uranium, thorium, dan radium.
2) Sinar X
54
Sinar X biasa digunakan di rumah sakit. Radiasi sinar X yang berasal dari
peralatan diagnostik medis bertujuan untuk pengobatan, tetapi pada dosis yang
berlebih sinar X dapat mengakibatkan kerugian. Kerugian yang terjadi misalnya
kanker dan dampak yang dapat diwariskan.
3) Sinar kosmis
Sinar kosmis berasal dari matahari dan dalam jangka waktu tertentu dapat bersifat
merugikan.
4) Proton dan netron b
dijadikan sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Varietas baru ini dapat
dihasilkan dengan pemberian kolkisin pada tanaman.
3. Mutasi dapat meningkatkan hasil produksi pertanian, di antaranya gandum,
tomat, kelapa poliploidi, kol poliploidi, dan sebagainya.
4. Hasil antibiotik, seperti mutan Penicillium akan lebih meningkat lagi.
5. Mutasi merupakan proses yang sangat berguna untuk evolusi dan variasi
genetic.
Selain memiliki nilai manfaat, ternyata mutasi juga memiliki nilai negative dan
menyebabkan kerugian pada manusia.
Beberapa kerugian yang disebabkan karena proses mutasi adalah sebagai berikut.
1. Terjadinya mutasi gen menyebabkan beberapa kelainan pada manusia antara
lain sindrom turner, sindrom down, albino, anemia sel sabit, dan sebagainya.
2. Penemuan buah tanpa biji dapat mengakibatkan tanaman mengalami kesulitan
untuk mendapatkan generasi penerusnya.
3. Pemberian insektisida yang tidak sesuai dosisnya dapat mengakibatkan mutasi
pada hama sehingga akan menjadi resisten terhadap jenis insektisida yang sama.
Hama yang resisten akan mengalami peledakan jumlah sehingga akan merusak
tanaman budidaya.
4. Penggunaan sinar radioaktif pada proses mutasi dapat mengakibatkan
tumbuhnya sel kanker dan cacat bawaan pada janin dalam rahim.
56
BAB VIII
STERILITAS TEPUNG SARI/MANDUL JANTAN (MALE STERILITY)
Mandul jantan genik (MJG) terjadi pada banyak spesies tanaman, baik
tanaman menyerbuk sendiri maupun tanaman menyerbuk silang. MJG umumnya
dikendalikan oleh lokus tunggal dengan dua alel (Ms, ms). Genotype ms/ms
umunya mandul, sedangkan Ms/ms dan Ms/Ms adalah
57
fertil (roy.2000). MJG dapat muncul secara spontan atau diinduksi secara buatan
dengan mutagen fisik atau kimia.
Pada tanaman jagung, paling sedikit terdapat tiga sitoplasma steril yang telah
diidentifikasi. Dua diantaranya, yaitu sitoplasma T dan C yang merupakan sistem
mandul jantan sitoplasmik-genik sporofit. Sitoplasma T dapat dipulihkan menjadi
fertil oleh dua gen dominan dari dua lokus berbeda Rf1 dan Rf2. Aksi kedua gen
tersebut bersifat komplementer, artinya agar sterilitas sitoplasma dapat
dipulihkan,kedua gen tersebut harus dalam kondisi dominan.
Mandul jantan dapat dibuat dengan diinduksi bahan kimia. Sterilisasi polen
dengan bahan kimia akan berguna dalam menggantikan prosedur emaskulasi
sebelum melakukan penyerbukan tangan pada program hibridisasi. Prosedur umum
adalah penyemprotan pada daun sebelum pembungaan, yang menghambat produksi
polen yang viable, tetapi tidak melukai pistil, atau menurunkan hasil benih. Jika
perlakuanya berhasil dan semua polen mati, penyerbukan sendiri tidak akan
berlangsung pada tanaman yang diberi perlakuan, tetapi bunga akan membentuk
benih secara bebas dari penyerbukan silang.
60
Sterilitas sitoplasma lebih luas digunakan untuk komersial karena jauh lebih
mudah mempertahankan persediaan steriliras polen, terutama untuk tanaman
menyerbuk sendiri. Sterilitas ini mempunyai arti penting karena memungkinkan
terjadi persilangan secara masal untuk memperoleh biji hibrida.
Polen sepeti ini tergantung dari interaksi antara gen dengan sitoplasma, yang
kemungkinannya adalah sebagai berikut.
jumlah penyerbukan silang yang dapat dibuatnya pada satu musim. Dengan
menggunakan gen mandul jantan, kemampuan untuk mendapatkan kombinasi
persilangan akan sangat meningkat, terutama untuk penyerbukan silang di antara
generasi-generasi yang bersegregasi.
BAB 1X
HETEROSIS
Untuk mendapatkan hibrida dengan hasil yang tinggi, galur murni perlu
dibentuk dari dua atau lebih populasi dasar yang berbeda secara genetik sehingga
memberikan tingkat heterosis yang tinggi pada F1 hasil persilangan (Singh 1987).
atau vigor menjadi lemah, mulai dari ukuran, produksi tepung sari, tinggi tanaman
yang disebabkan munculnya gen - gen resesif yang tidak menguntungkan. Batasan
dari heterosis dapat berbeda - beda tergantung dari pembanding yang digunakan
(Welsh 1981). Heterosis dapat berarti perbaikan karakter F1 dibandingkan dengan
karakter induk terbaiknya. Batasan lainnya adalah membandingkan F1 dengan rata
- rata karakter induknya.
Crowder (1986) menyatakan dua teori yang menjadi dasar genetis heterosis
yaitu teori dominansi (dominant) dan teori lewat dominansi (over dominant). Pada
teori dominansi diduga adanya peran dari faktor - faktor dominan dari banyak gen
yang menimbulkan efek heterosis, sedangkan pada teori lewat dominansi, heterosis
terjadi karena adanya tanggapan dan interaksi dari keadan heterozigot. Informasi
mengenai pengaruh heterosis dalam persilangan galur inbrida menentukan dalam
pemilihan galur sebagai tetua yang potensial untuk memperoleh hibrida berdaya
hasil tinggi. Salah satu acuan dalam menentukan matrik persilangan galur inbrida
adalah asal-usul tetuanya (Moentono 1997). Heterosis yang tinggi diduga diperoleh
dari tetua hibrida yang berbeda secara genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi
(Virmani et. al. 1981).
khusus yang besar. Daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilai
daya gabung khusus yang tinggi (Silitonga et. al. 1993)
Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua, yang
bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilan
superior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan
prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya.
Nilai masing-masing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan
keturunan unggul bila dikombinasikan dengan galur - galur lain (Allard 1960).
Daya gabung umum relatif lebih penting dari daya gabung khusus untuk
galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih
penting dari daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksi
sebelumnya terhadap peningkatan hasil (Sprague dan Tatum 1942).
Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan metode diallel cross, yakni
evaluasi terhadap seluruh kombinasi hibrida silang tunggal dari sejumlah galur
murni (Stoskopf et al., 1993).
66
Daya gabung umum (DGU) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebut
memiliki daya gabung yang baik. Sedangkan nilai DGU yang rendah, berarti tetua
yang bersangkutan mempunyai daya gabung rata-rata yang lebih rendah
dibandingkan dengan tetua - tetua yang lain. Nilai positif atau negatif dari DGU
tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya. Daya
gabung khusus (DGK) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebut memiliki
kombinasi persilangan yang tinggi dengan salah satu dari tetua - tetua yang
digunakan (Sutjahjo 1987).
Informasi yang diperoleh dari pendugaan nilai DGU dan DGK sangat
penting dalam suatu program pemuliaan. Sesuai dengan pendapat dari Soewarso
(1982) bahwa informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK dan
resiprokalnya akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan yang
sesuai dalam rangka perbaikan sifat - sifat tanaman. Daya gabung yang didapat dari
persilangan antar seluruh tetua dapat memberikan informasi tentang kombinasi -
kombinasi yang dapat memberikan turunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang
tinggi dapat diperoleh pada kombinasi yang memiliki efek heterosis dan daya
gabung khusus yang besar. Galur yang memiliki nilai daya gabung umum yang
tinggi tidak selalu memberikan nilai daya gabung khusus yang tinggi pula (Silitonga
et. al. 1993).
Menurut Setiyono dan Subandi (1996), hasil pipilan suatu hibrida F1 akan
tinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek
67
DGU dan DGK tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat
bermanfaat untuk merakit varietas berumur genjah.
Dalam penentuan tetua - tetua yang akan dipakai dalam persilangan, interpretasi
hasil analisis dialel dibagi ke dalam dua kelompok model (Griffing, 1956), yaitu :
1. Model tetap (fixed model), dengan menggunakan tetua - tetua tertentu yang
merupakan genotipe yang dimaksud. Estimasi yang diperoleh hanya berlaku untuk
genotipe yang dimasukkan ke dalam pengujian, tidak berlaku untuk populasi lain.
Dalam analisis dialel, dapat diperoleh berbagai informasi yang berguna bagi
pemulia untuk menentukan bahan dan metode untuk program pemuliaannya. Salah
satu cara peningkatan produksi jagung nasional adalah penggunaan varietas unggul.
Jagung hibrida salah satu varietas unggul yang dianjurkan pemerintah untuk
68
ditanam, terutama untuk lahan beririgasi. Pada saat ini, jagung hibrida sudah
banyak ditanam petani. Di Jawa Barat, luas penanaman jagung hibrida 44,9% dari
luas pertanaman jagung (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 1998).
Gejala heterosis dan daya hasil tinggi pada F1 mempunyai arti yang sangat
penting dalam pembentukan varietas hibrida. Heterosis adalah peningkatan nilai
suatu karakter dari hibrida F1 dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua tetuanya
(Fehr, 1987; Matzinger et al., 1962; Crowder, 1986; Hallauer dan Miranda, 1981).
69
BAB X
PERSILANGAN ANTAR SPESIES TANAMAN
10.1 Pengertian
Persilangan (hybridization atau crossing) dalam biologi adalah perkawinan
antar individu ataupun populasi yang berbeda secara genetik untuk menghasilkan
gabungan sifat dari tetua ataupun rekombinasi gen-gen pada keturunannya. Dalam
ilmu biologi molekuler persilangan diartikan sebagai teknik berikatannya suatu
untaian tunggal DNA atau RNA dengan untaian komplemen yang berasal dari RNA
atau DNA yang berbeda. Persilangan dapat terjadi di antara individu yang berbeda
spesies (persilangan interspesifik) maupun antar individu dalam satu spesies
(persilangan intraspesifik) yang umumnya dikenal sebagai persilangan antar galur
(untuk tanaman) atau antar aksesi. Perkembangbiakan manusia melalui perkawinan
adalah contoh persilangan dalam satu spesies. Dalam ilmu peternakan istilah
persilangan lebih sering disebut dengan perkawinan. Individu keturunan hasil
proses persilangan dapat bersifat subur, mandul, maupun mandul sebagian.
tentang sistem reproduksi dan alat kelamin pada tumbuhan membuat persilangan
menjadi suatu agenda yang efektif untuk memperbaiki penampilan tanaman.
Berlandaskan kejadiannya, persilangan pada tanaman dapat terjadi dengan dua
agenda yaitu persialangan alami dan persilangan hasil pekerjaan. Pada tanaman
menyerbuk terbuka, persilangan tanaman terjadi secara alami patut dengan bantuan
angin maupun serangga, dan bantuan manusia untuk tujuan tertentu. Pada tanaman
menyerbuk sendiri persilangan tanaman umumnya dilakukan oleh manusia
(persilangan buatan) untuk menggabungkan sifat atau watak yang berlainan dari
dua atau kultivar tanaman. Persilangan hasil pekerjaan pada tanaman dilakukan
dengan mengumpulkan abuk sari dengan agenda memotong benang sari beserta
kepala sari (kastrasi) dari tetua jantan dan menyerbukkannya ke putik bunga yang
belum diserbukki yang dipergunakan sebagai tetua betina.
2. Kastrasi
Kastrasi adalah proses pembersihan/pembuangan bagian bunga betina yang
akan diemaskulasi meliputi alat kelamin jantan (stamen), bagian kuncup-kuncup
bunga, mahkota dan kelopak bunga serta organ tanaman lain yang menggangu
persilangan.
Bunga yang telah bersih dari alat kelamin jantan ditutup dengan kertas sungkup
agar tidak terserbuki oleh tepung sari yang tidak dikehendaki.
Kastrasi dilakukan sehari sebelum penyerbukan agar putik menjadi masak
sempurna saat penyerbukan sehingga keberhasilan penyilangan lebih tinggi. Waktu
yang baik untuk melakukan kastrasi adalah setelah pukul 15: 00 sore. Alat yang
dapat digunakan pada tahap ini adalah pinset.
72
3. Emaskulasi
Emaskulasi adalah kegiatan membuang alat kelamin jantan (stamen) pada tetua
betina, sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri. Emaskulasi
terutama dilakukan pada tanaman berumah satu yang hermaprodit dan fertil. Cara
emaskulasi tergantung pada morfologi bunganya.
4. Isolasi
Isolasi adalah kegiatan menutup bunga indukan betina yang telah dilakukan
persilangan dengan menggunakan kertas sungkup dan selotip, dengan tujuan agar
serbuk sari dari tanaman yang lain tidak menempel pada putik indukan betina yang
disilangkan.
Berbagai tanaman sejenis yang dapat dilakukan persilangan di antaranya adalah
padi, cabai, terong, jagung, tomat, paprika, kacang kapri dsb.
Tanaman sejenis yang dapat disilangkan contohnya adalah cabai merah keriting
dapat disilangkan dengan cabai rawit, cabai dapat disilangkan dengan paprika,
tomat lokal bisa disilangkan dengan tomat hibrida.
Keberhasilan persilangan sangat ditentukan oleh pengetahuan si pemulia terkait
struktur bunga, waktu mulai berbunga, waktu bunga mekar, kapan bunga betina
siap menerima bunga jantan (tepung sari), dan tipe penyerbukannya (sendiri atau
silang).
5. Pengumpulan serbuk sari
Pengumpulan serbuk sari Pengumpulan serbuk sari dari pohon tetua jantan dapat
dimulai beberapa jam sebelum kuncup-kuncup bunga itu mekar. Bila letak pohon
tetua betina jauh dari pohon tetua jantan, maka pengangkutan kuncup-kuncup
bunga dari tetua jantan ke tetua betina akan memakan waktu yang lama. Agar
kuncup bunga itu tidak lekas layu dan tahan lama dalam keadaan segar, hendaknya
kuncup bunga itu dipetik dan diangkut pada pagi hari sebelum matahari terbit atau
pada sore hari setelah matahari terbenam.
6. Penyerbukan
Penyerbukan buatan dilakukan antara tanaman yang berbeda genetiknya.
Pelaksanaannya terdiri dari pengumpulan polen (serbuk sari) yang viabel atau anter
73
dari tanaman tetua jantan yang sehat, kemudian menyerbukannya ke stigma tetua
betina yang telah dilakukan emaskulasi. Cara melakukan penyerbukan :
Menggunakan kuas, pinset, tusuk gigi yang steril, yaitu dengan
mencelupkan alat-alattersebut ke alkohol pekat, biarkan kering kemudian
celupkan ke polen dan oleskan kestigma.
Mengguncangkan bunga jantan di atas bunga betina, sehingga polen jantan
jatuh ke stigma bunga tetua betina yang telah diemaskulasi. Cara ini
biasanya digunakan untuk persilangan padi dan jagung
7. Pelabelan
Pelabelan Ukuran dan bentuk label berbeda-beda. Pada dasarnya label terbuat dari
kertas keras tahan air, atau plastik.
dipergunakan untuk mengganti hibrida silang tunggal pada jagung yang pada masa
itu produksi dan penampilan tanamannya kurang patut.
Silang tiga jalur
Silang tiga jalur (three-way crosses) yaitu persilangan sela hibrida F1 hasil silang
tunggal dengan satu galur inbred. Keragaman genetik hibrida silang tiga jalur lebih
akbar daripada hibrida silang tunggal karena menggunakan tiga macam galur inbred
yang berlainan. Kala ini dalam praktik pembuatan kultivar hibrida jagung, silang
tiga jalur mulai dibiarkan lepas dan digantikan oleh hibrida silang tunggal.
Persilangan dua tetua
Rancangan persilangan dua tetua (biparental mating) yaitu rancangan yang paling
sederhana dalam menduga varians genetik dari suatu populasi. Rancangan ini
pertama kali dipandukan oleh Mather pada tahun 1948 dengan memainkan
persilangan pada sejumlah “n” tanaman yang diambil secara tanpa pola dari suatu
populasi.
penyerbukan harus tepat ketika stigma reseptif. Jika antara waktu antesis bunga
jantan dan waktu reseptif bunga betina tidak bersamaan, maka perlu dilakukan
singkronisasi. Caranya dengan membedakan waktu penanaman antara kedua tetua,
sehingga nantinya kedua tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Untuk
tujuan sinkronisasi ini diperlukan informasi tentang umur tanaman berbunga.
Cuaca
Cuaca Saat Penyerbukan Cuaca sangat besar peranannya dalam menentukan
keberhasilan persilangan buatan. Kondisi panas dengan suhu tinggi dan
kelembaban udara terlalu rendah menyebabkan bunga rontok. Demikian pula jika
ada angin kencang dan hujan yang terlalu lebat. Cuaca lebih ditekankan pada saat
hari cerah karena bila persilangan dilakukan pada saat mendung atau menandakan
akan hujan, kemungkinan besar persilangan tersebut tidak akan berhasil melainkan
busuk.
Suhu dan Kelembaban
Menurut Darjanto dan Satifah (1990) suhu yang cocok untuk perkecambahan polen
sekitar 15 - 35oC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25oC. Pada suhu
sekitar 40 - 50o C polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi
penguapan sehingga polen akan mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah,
misalnya di bawah 10o C polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu ini
polen dehidrasi dan akan mengerut. Kelembaban yang terlalu rendah atau kurang
air juga dapat menyebabkan gagalnya persilangan karena bunga yang gugur atau
anther yang tidak segar sehingga tidak berkecambah.
Ketelitian peletakan serbuk di atas putik.
Dalam meletakkan serbuk sari di atas kepala putuk haruslah sesuai dan tepat.
Kebanyakan terjadi keidakberhasilan persilangan karena para pemulia tidak tepat
dalam meletakkan serbuk sari dari bunga jantan.
menyebabkan sulitnya persilangan interspesifik terjadi pada pra dan pasca fetilisasi
( Khush dan Brar, 1988 )
Keberhasilan fertilisasi pada perkawinan interspesifik tidak diikuti oleh
perkembangan embrio dan endosperm yang tidak normal, antara lain : (a) interaksi
yang tidak baik antara generasi dna spesies berhubungan dengan pembelahan sel
dan diferensiasi, (b) interaksi dalam sel sigotik antara sitoplasma dan gen inti, (c)
Hubungan genetic antara embrio, endosperm dan jaringan maternal tidak
favorable, (d) Sejumlah ovul yang difertilisasi tidak mencukupi untuk mencegah
aborsi bunga dan buah.
Persilangan antar spesies ini memiliki hambatan dan peluang yang sama-
sama besar. Keberhasilan persilangan antar spesies jauh lebih rendah daripada
keberhasilan persilangan antar tanaman dalam satu spesies. Beberapa hambatan
persilangan antar spesies, diantaranya:
1. Jauhnya jarak hubungan kekerabatan antar spesies. Semakin jauh
hubungan kekerabatan antar spesies, maka peluang kegagalan untuk
mendapatkan tanaman F1 (keturunan pertama) semakin besar.
Kegagalan ini disebabkan oleh ketidakmampuan bersatunya genetic
atau plasma sel pada pembentukan zigot.
2. Hambatan lain dapat juga disebabkan oleh ketidaksesuaian antara
perkembangan embrio dan endosperma.
3. Interaksi antara genotip hasil persilangan dengan plasma sel yang
berasal dari salah satu tetua berpeluang menghasilkan keturunan
tidak normal tumbuhnya atau sama sekali gagal.
4. Rendahnya biji yang dihasilkan, hibrida yang lemah, hibrida
mandul, dan kurangnya rekombinasi kromosom
77
BAB XI
HERITABILITAS
Arti : Heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari
keragaman total (yang diukur dengan raga) dari suatu sifat yang diakibatkan
oleh pengaruh genetik. Secara statisitik merupakan reaksi observed fenotifik
variance, yang disebabkan perbadaan hariditas diantara gen dan kombinasi
gen genotype individu-individu sebagai suatu unit.
78
Nilai duga Heritabilitas berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga Heritabilitas
sebesar 1,0 menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang
ditimbulkan disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga Heritabilitas 0,0
menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam
populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Knight, 1979).
79
BAB XII
SELEKSI PADA PEMULIAAN TANAMAN
12.1 Seleksi
Seleksi dapat terjadi secara alami dan secara buatan. Seleksi merupakan suatu
proses individu atau kelompok tanaman dipisahkan dari populasi campuran.
Kemajuan seleksi sangat tergantung dari adanya keragaman genetik dan
penggunaan metode seleksi yang tepat.
a. Seleksi berurutan
b. Seleksi simultan
Dua atau lebih karakter yang mempunyai korelasi positif akan mempermudah
penyeleksian karena peningkatan karakter yang satu diikuti karakter lainnya.
Sebaliknya, bila korelasinya negatif maka seleksi Sulit memperoleh tanaman yang
dimaksud. Intensitas seleksi satu karakter mempengaruhi sejumlah karakter yang
lain. Oleh karena ada pengaruh ini, seleksi beberapa karakter sekaligus mengurangi
nilai intensitas seleksi karena persentase tanaman yang diambil untuk masing-
masing karakter makin tinggi. Akibatnya, seleksi kurang efektif.
c. Seleksi indeks
Hanya individu atau populasi yang berindeks tertinggi yang dipilih untuk
diteruskan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Batas-batas minimum untuk
tiap karakter adalah bebas dari satu ke yang lainnya. Individu atau populasi yang
mungkin harus dibuang menurut metode simultan, mungkin masih bisa
dipergunakan dalam metode seleksi indeks. Jadi, metode ini lebih efisien
dibandingkan dengan dua metode terdahulu.
TABEL 9.2. NILAI Z1, Z2, Z3, DAN I SEPULUH GENOTIPE CABAI
Genotipe Z1 Z2 Z3 I
1x2 -0,26 1,42 -0,20 0,56
1x3 0,61 -0,18 1,44 4,74
1x7 1,51 -0,31 0,18 1,73
1x8 1,26 -0,80 -2,47 -6,96
1x9 -0,10 0,19 -0,38 -1,04
2x1 -1,76 0,19 0,41 -0,35
2x3 -1,09 -0,06 1,45 3,21
2x7 0,78 0,43 1,52 5,76
2x8 0,28 -0,56 -1,43 -4,57
2x9 -1,24 -0,31 -0,51 -3,09
diaMati adalah fenotipenya. Dalam hal ini pemulia berusaha untuk memperoleh alat
bantu agar mampu memperkirakan seberapa tinggi nilai genotipe yaitu dengan
meminimalisasi kesalahan akibat pengaruh lingkungan.
Keadaan tanah pada petak yang ditanami bahan seleksi biasanya tidak
homogen. Semakin luas areal tanah akan heterogen keadaan tanahnya. Kesuburan
dapat berbeda antara bagian-bagian kecil dari petak itu. Keadaan ini tentunya dapat
menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan hasil masing-masing tanaman. Tanaman
yang dianggap jelek di suatu bagian kecil petak belum tentu nilai genotipenya lebih
jelek dari yang terbaik di bagian lain. Jeleknya tanaman tadi mungkin ia tumbuh
pada bagian yang kondisi tanahnya memang jelek. Untuk memperkecil kesalahan
semacam ini maka dalam seleksi pada populasi tanaman heterozigot atau
bersegregasi perlu membagi dahulu petak seleksi menjadi petak-petak kecil yang
cukup untuk t 40 tanaman. Dengan demikian, tanaman-tanaman terseleksi mewakili
baik bagian petak yang jelek maupun yang baik, sehingga pengaburan karena
pengaruh tanah dapat diperkecil.
a. Pertama kali tanaman bahan seleksi ditanam pada jarak tertentu, lebih baik
bila lebar dan panjangnya sama.
b. Masing-masing tanaman diberi nomor urut mulai nomor 1 sampai banyaknya
tanaman, untuk mempermudah perhitungannya nanti.
c. Setelah itu dilakukan pengamatan karakter yang akan diperbaiki dan akan
diperoleh data sejumlah tanaman yang ada.
d. Tanaman yang akan dicari nilai relatifnya disebut tanaman sasaran.
Kemudian untuk setiap tanaman sasaran, dihitung rata-rata beberapa tanaman
di sekitarnya dan diperoleh satu angka.
e. Selisih antara nilai pengamatan tanaman sasaran dan rata-rata ini merupakan
nilai relatif yang dapat negatif atau posistif. Jumlah tanaman di sekitar
tanaman target, yang dihitung rata-rata, tergantung pada pertimbangan
pemulia. Penjelasan tentang cara ini dapat dilihat pada Gambar 9.1.
Dari Gambar 9.1 terlihat bahwa yang diambil sebagai contoh tanaman sasaran
adalah nomor 34, sedang tanaman yang dihitung rata-ratanya ada empat, yakni
nomor 24, 33, 35, dan 44. Selanjutnya setiap tanaman yang dijadikan tanaman
sasaran dan tanaman untuk rata-rata ditentukan nilainya.
85
Cara ini lebih efektif dibanding kan dengan penggunaan petak kecil terdahulu
karena setiap tanaman mewakili lingkungan mikro kecil. Pelaksanaannya akan
lebih mudah apabila digunakan alat bantu komputer untuk perhitungannya, karena
langsung diperoleh hasil nilai relatifnya. Cara ini tentunya masih mempunyai
kelemahan sehingga masih diperluka penelitian untuk masing-masing jenis
tanaman.
Cara menanam dan seleksi adalah sebagai berikut: tanaman yang akan
diseleksi ditanam dalam barisan dan disampingnya, dengan jarak tertentu,ditanam
barisan tanaman pembanding, berarti polanya 1:1. Dapat pula dengan pola lain
misalnya 2: 1, artinya setiap baris tanaman yang akan diseleksi diselingi 1 baris
tanaman pembanding. Dengan mendasarkan pada penampakkan tanaman
pembanding maka dari masing-masing barisan bahan seleksi dipilih tanaman yang
menunjukkan karakter lebih baik. Cara ini cocok untuk generasi awal pada
pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dengan menggunakan metode pedigree.
Biasanya untuk menyeleksi tanaman generasi F3.
Ada dua macam pengaturan jarak tanam, yakni jarak tanam lebar dan sempit.
Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan jarak tanam lebar,
setiap tanaman dapat tumbuh secara normal karena kurang adanya persaingan
sehingga dapat menunjukkan pertumbuhan maksimal. Pengamatan juga dapat
dilakukan lebih mudah. Kekurangan cara ini adalah 1) tanaman baik yang terpilih
dari jarak tanaman lebar belum tentu tetap menunjukkan karakter baiknya bila
ditanam dengan jarak sempit atau jarak tanam komersial karena tanaman ini dapat
menjadi lemah akibat adanya kompetisi; 2) dibutuhkan petak lebih lebar sehingga
tanahnya makin beragam.
Jarak tanam sempit dimaksudkan agar tanaman berada pada situasi kompetisi
sehingga tanaman yang terpilih nanti tetap menunjukkan karakter baiknya bila
dijadikan varietas yang akan ditanam dengan jarak komersial. Di samping itu, petak
yang digunakan untuk menanam bahan seleksi menjadi relatif sempit sehingga
keragamannya pun relatif kecil. Namun, kelemahannya adalah lebih sulit
melakukan pengamatan untuk masing-masing individu tanaman. Walaupun ada
kelemahannya, namun pemulia lebih menyukai penggunaan jarak tanam lebar,
dengan pertimbangan bahwa secara praktis jauh lebih mudah dilaksanakan.
Pembakuan diferensial seleksi ini disebut intensitas seleksi (i) dan dinyatakan
dalam persamaan: i = S/σp. Di mana i merupakan intensitas seleksi; S merupakan
diferensial seleksi yaitu selisih antara nilai tengah tanaman terseleksi dengan nilai
tengah populasinya; σp adalah simpangan baku fenotipe populasi.
I (%) i (%)
3,00 0,30 1,80 9,00
2,80 0,70 1,76 10,00
2,64 1,00 1,60 14,00
2,60 1,20 1,40 20,00
2,42 2,00 1,20 28,00
2,40 2,10 1,16 30,00
2,20 3,60 1,00 38,00
2,06 5,00 0,80 50,00
2,00 5,80
Hal ini berarti bahwa makin kecil persentase yang diseleksi makin tinggi intensitas
seleksi (Tabel 9.3)
Gambar 9.2. Seleksi dan kemajuan seleksi. Kemajuan seleksi ditunjukkan oleh
selisih diantara nilai tengah turunan dengan nilai tengah tetua
Nilai intensitas seleksi (i} sangat tergantung pada jumlah individu yang
terpilih dari populasi awal. Perbandingan antara jumlah individu yang terseleksi
dengan jumlah individu awal dinamakan persentase seleksi. Besarnya nilai
intensitas seleksi akan menurun seiring dengan meningkatnya persentase seleksi.
Contoh 9.1. Jika nilai heritabilitas 48,81% dengan σ2p sebesar 0,84 (σp =0,92)
dan jika dilakukan seleksi sebesar 10% pada populasi (i=1,76) tersebut maka:
Perkiraan pertambahan untuk satu siklus seleksi adalah sebesar 0,79. Apabila
nilai tengah awal pada F2 sebesar 3,3 maka setelah 1 siklus selebes diperoleh
sebesar 4,09. Untukn seleksi dapat diperkirakan dengan rumus
Xn = nG + Xn
Akan tetapi, perkiraan tersebut dengan asumsi model linier, jika kuadratik
akan mempunyai pola yang berbeda. Satu siklus seleksi meliputi. pembentukan
90
1. Kemajuan yang cepat pada permulaan, diikuti oleh kemajuan yang lambat
pada siklus-siklus berikutnya.
2. Kemajuan yang lambat dari permulaan, tetapi mantap sampai siklus-siklus
lanjut.
3. Kemajuan yang lambat dan disusul oleh suatu periode kehilangan kemajuan
4. Sangat sedikit atau tidak ada respon sama sekali.
5. penambahan yang cepat pada permulaan seleksi, diikuti oleh periode tak ada
kemajuan disambung dengan kemajuan yang cepat berikutnya, dan disusul
oleh periode tak ada kemajuan lagi, dan seterusnya.
Pada umumnya kemajuan seleksi adalah linier, terutama kalau ditinjau dari
kemajuan jangka pendek. Kemajuan yang cepat pada generasi permulaan (seperti
seleksi terhadap tinggi tanaman) menunjukkan suatu perubahan yang besar dari
91
frekuensi mayor gen. Jadi, pada populasi dasar dengan frekuensi alel yang agak
rendah, telah memberikan kemajuan seleksi yang cukup besar oleh seleksi. Pada
saat-saat frekuensi gen mendekati fiksasi, jauh lebih sulit untuk mendapatkan
kemajun yang cukup besar. Apalagi bila dibandingkan dengan keadaan di mana
frekuensi alel berkenan masih sekitar pertengahan, mungkin memperlihatkan
penurunan kemajuan seleksi.
BAB XIII
UJI KETURUNAN
kombinasi, bila diketahui tidak ada pengaruh resiprok atau tetuanya. Untuk analisis
diallel dapat digunakan analisis ragam dari rancangan acak kelompok. Dengan
rancangan ini, perlakuannya adalah macam tetua. Sedang ulangannya juga 2
sejumlah macam tetua itu. Dengan demikian yang di tanam pada petak percobaan
adalah hasil persilangan antar tetua termasuk tetuanya sendiri. Kemudian diamati
sifatnya, biasanya sifat kuantitatifnya misalnya produksi. Hasil pengamatan ini
diplot dalam tabel dua jalur, dan dihitung jumlah rata-rata baris serta jalur. Rata-
rata pengamatan keturunan persamaanya sbb:
BAB XIV
INTERAKSI ANTAR GENOTIPE DAN LINGKUNGAN
14.1 Pengertian
Pengembangan varietas unggul tanaman ditentukan oleh banyak faktor dan
tujuan yang ingin dicapai dalam suatu program produksi pertanian. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah factor lingkungan makro tempat tumbuh varietas yang
bersangkutan dan varietas unggul tanaman yang bagaimana yang akan
dikembangkan. Pengambilan kebijakan dalam pengembangan varietas unggul
tanaman menentukan keberhasilan pembangunan pertanian secara sinambung yang
mampu memanfaatkan potensi wilayah tumbuh tanaman setempat. (Muhammad
Azrai 2009)
Pilihan pertama telah lama dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan telah
banyak varietas berbagai komoditi, terutama tanaman semusim seperti padi, jagung,
dan kedelai, dilepas melalui prosedur pelepasan berdasar konsep wide adaptability,
seperti diatur dalam peraturan Menteri Pertanian. Keuntungan dengan melepas
varietas unggul beradaptasi luas bagi negara yang sedang berkembang adalah
mudah dalam pengadaan varietas tersebut dan pengendaliannya secara nasional.
Namun prosedur ini memiliki kelemahan fundamental dalam menghadapi
gangguan hama dan penyakit, serta kurang mampu memanfaatkan potensi-potensi
sumberdaya alami lokal. Pilihan kedua adalah melepas varietas unggul beradaptasi
sempit (specific adaptability) yang selama ini tidak tercantum dalam peraturan yang
99
memperbolehkannya dilepas. Varietas ini memiliki potensi hasil yang tinggi pada
lingkungan tumbuh tertentu dan mampu memanfaatkan potensi-potensi
sumberdaya alam lokal. Namun varietas semacam ini tersingkir dalam proses uji
multilokasi dan tidak pernah termanfaatkan serta terbuang untuk selamanya,
kecuali untuk koleksi para pemulia. Penelitian ini bertujuan mengkonfirmasi bahwa
melepas varietas unggul spesifik wilayah yang memberikan tambahan keuntungan
dalam pelepasan varietas unggul baru. Selain itu bertujuan untuk memanfaatkan
informasi hasil penelitian lain yang telah dilakukan di Indonesia yang berkaitan
dengan interaksi genotip dengan lingkungan.( Achmad Baihaki dan Noladhi
Wicaksana 2009).
Analisis gabungan karakter hasil untuk delapan lokasi tanam terlihat adanya
interaksi yang nyata antara genotip kedelai yang diuji dengan lokasi (lingkungan).
Hal ini menunjukkan bahwa di antara keenam genotip kedelai yang diuji,
tanggapnya terhadap delapan lingkungan tumbuh (lokasi) untuk karakter hasil,
tidak sama dan dapat diartikan diantara genotip tersebut terdapat genotip yang
tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Data yang
dihasilkan dari penelitianpenelitian Djaelani et al. (2001) pada 43 galur kedelai,
Harsanti et al. (2003) dalam Achmad Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009) pada
100
10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi, dan Makulawu et al. (1999) dalam Achmad
Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009) pada jagung hibrida harapan di sembilan
lokasi, juga dengan jelas memperlihatkan adanya interaksi antara genotip dengan
lokasi (lingkungan) yang nyata. terlihat jelas bahwa adanya keberagaman
lingkungan tumbuh (lokasi) menyebabkan terjadinya penampilan yang beragam
dari genotip tanaman dalam berbagai lingkungan tumbuh (Baihaki dan Wicaksana,
2009)
Hal tersebut terungkap dari besaran nilai intraksi G × E yang nyata atau sangat
nyata. Penelitian yang dilakukan oleh Djaelani et al. (2001) dalam Wardjodjo
(2009) pada 43 galur kedelai di lima lingkungan (lokasi) saja telah mampu
memperlihatkan adanya interaksi G × E yang nyata. Demikian pula penelitian
Harsanti et al. (2003) dalam Wardjodjo (2009) pada 10 galur padi sawah yang diuji
multilokasi pada 20 lingkungan, menunjukkan adanya interaksi G × E. Hal yang
sama yang dilakukan oleh Makulawu et al. (1999) dalam Wardjodjo (2009) pada
12 genotip jagung hibrida di sembilan lingkungan tumbuh, memberikan petunjuk
yang sama pula.
multilokasi tahun 1995/ 1996 untuk jagung dan kedelai berturut-turut berjumlah 33
dan 77 nomor genotip (diolah dari data Diretorat Perbenihan, Dirjen Bina Produksi
Tanaman Pangan, Deptan, 2003). Akan tetapi jumlah varietasunggul yang dilepas
oleh Menteri Pertanian untuk tahun tersebut hanya 13 genotip jagung dan delapan
genotip kedelai (termasuk di dalamnya tahun 1998, tahun 1997 tidak ada genotip
yang dilepas). Dengan demikian jumlah varietas jagung yang dilepas 39.4 % dan
kedelai 10.4 %. Jumlah tersebut tentu cukup rendah, sekalipun belum dapat
menggambarkan keseluruhan pelepasan varietas, apabila dibandingkan dengan
keragaman dan luasnya agroekosistem di Indonesia. Rendahnya jumlah varietas
yang beradaptasi luas dan terabaikannya varietas yang beradaptasi sempit, serta
rendahnya jumlah varietas unggul baru yang dilepas, dapat menggambarkan
rendahnya tingkat efisiensi dan efektivitas proses pelepasan varietas unggul di
tanah air. Hal ini akan dapat diatasi apabila varietas unggul spesifik wilayah juga
diperhitungkan dalam kebijakan pelepasan varietas, sehingga dapat menekan biaya
dan waktu yang selama ini terbuang percuma. Keuntungan yang akan diperoleh
apabila varietas unggul spesifik wilayah dapat dilepas, antara lain : (1) efisiensi
pengggunaan dana dan waktu, (2) memperbanyak varietas unggul baru yang
dilepas, (3) secara nasional produktivitas akan meningkat dan dengan sendirinya
produksi akan meningkat pula, (4) akan menekan harga benih/ bibit, (5) akan
terbentuk “regional buffering” yang sangat diperlukan untuk meredam meluasnya
hama atau penyakit tanaman, (6) memberikan pilihan alternatif varietas yang cukup
bagi petani, (7) memanfaatkan potensi kekayaan alam dengan baik, dan (8)
mendorong terselenggaranya pembangunan pertanian yang sinambung. Ada
beberapa pihak yang meragukan dilepasnya varietas unggul spesifik wilayah,
dengan alasan bahwa varietas semacam ini tidak akan menarik industri perbenihan
untuk memproduksinya, karena wilayah pemasarannya menjadi terbatas. Hal ini
dapat diatasi dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri wilayah yang serupa dengan
wilayah pelepasan utama yang teridentifikasi dari uji multilokasi. (Achmad Baihaki
dan Noladhi Wicaksana 2009).
14.3 PENUTUP
Interaksi genotip dengan lingkungan pada tanaman merupakan fenomena
yang nyata. nVarietas adaptasi luas (wide adaptability) yang unggul dan dilepas
103
jumlahnya sedikit dibandingkan dengan jumlah genotip yang diuji. Selain varietas
adaptasi luas, varietas unggul spesifik wilayah dianjurkan untuk dilepas untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pelepasan varietas unggul baru,
membentuk regional buffering, serta memperbanyak jumlah varietas unggul
tanaman sehingga petani akan mendapat altenatif pilihan dan menurunkan harga
benih.
BAB XV
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI
15.1 Pembahasan
Penyerbukan sendiri (bahasa inggris: self-pollination) adalah proses
penyerbukan (berpindahnya serbuk sari dari kepala sari ke kepala putik) yang
secara khusus terjadi pada bunga yang sama atau antar bunga yang berbeda tetapi
dalam satu tanaman atau di antara bunga pada klon tanaman yang sama.[1][2]
Penyerbukan di antara tanaman-tanaman yang berasal dari perkembangbiakan
suatu tanaman yang sama secara aseksual ataupun di antara tanaman dalam
kelompok galur murni dengan komposisi genetik yang sama akan menghasilkan
hasil yang sama dengan penyerbukan pada bunga dalam satu tanaman.[1] Tanaman
yang melakukan penyerbukan sendiri disebut tanaman menyerbuk sendiri,
umumnya penyerbukan terjadi ketika bunga belum mekar atau dalam kondisi
tertutup yang disebut juga penyerbuk.
Introduksi
Seleksi
Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan :
Metode silsilah (pedigree)
Metode curah (bulk)
Metode silang balik (back cross)
Single seed descent (SSD)
15.1.1 Introduksi
1. New crops
Mendatangkan spesies baru kesuatu daerah untuk pertama kalinya.
Tanaman ini belum pernah ditanam sebelumnya di areal atau negara tersebut.
2. New varieties of crops
Introduksi varietas baru yang lebih baik sifat-sifatnya (misalnya dari negara
yang telah maju program pemuliaan tanamannya).
3. New characteristics of a variety
Mengintrodusir varietas yang mempunyai sifat baik yang dimilikinya.
Misalnya karena ketahanan terhadap hama/penyakit, warna, mutu dan umur
genjah.
15.1.2 Seleksi
Terjadi secara alami atau buatan, individu atau kelompok• Efektivitas
tergantung keragaman genetik
1. Seleksi massa
Dilakukan thd populasi yang penampakannya sama• Penilaian pada
penotipaà dicampur, dan tanpa uji keturunan• Dapat untuk memurnikan
varietas• Hasil seleksi terdiri campuran geotipa, lebih beragam dariseleksi
galur murni, tetapi lebih tahan thd lingkungan
• Seleksi pada famili terbaik, barisan terbaik dan Tanaman terbaik.•Seleksi dapat
dilakukan pada generasi F2.• Famili adalah kelompok galur yang berasal dari satu
tanaman terseleksi pada generasi sebelumnya
• Generasi F6- F7 dilakukan uji daya hasil dengan varietas pembanding• Generasi
F8 dilakukan uji multilokasi ( pada beberapa lokasi dan musim)• Pelepasan varietas
dan perbanyakan benih sebar.
Metode ini banyak diterapkan pada tanaman berpolong• Pada metode ini panen
dilakukan satu biji dari setiap tanaman mulai F2 – F5, kemudian setiap biji tersebut
dicampur untuk ditanam pada generasi berikutnya
• Tersedia tetua donor• Tersedia tetua timbal balik (recurrent parent)• Untuk
mempertahankan sifat-sifat baik pada tetua recurrent, maka diperlukan beberapa
kali silang balik.
• Silang balik ketiga, BC2 disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC3.
Tetua BC2 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan.• Silang balik keempat, BC3
disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC4. Tetua BC3 sebagai betina dan
R sebagai tetua jantan.• Populasi BC4 sudah mengandung kembali 93,75% gen R.
• Pada akhir kegiatan, BC4 dikawinkan sendiri sehingga terjadi segregasi dan
diseleksi untuk mendapatkan galur harapan baru.
109
BAB XVI
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG
semuanya dapat menariki binatang untuk menghampirinya. Bunga jenis ini pada
umumnya memiliki serbuk sari yang menggumpal dan lengket sehingga mudah
menempel pada hewan (terutama pada kaki-kaki serangga). Contoh hewan yang
biasanya membantu penyerbukan adalah kupu-kupu, lebah madu, kelelawar dan
lain sebagainya.
putik harus di serbuki oleh serbuk sari dari bunga lain yang memiliki
kesesuaian (kompatibel).
Bunga bertipe monoeceous atau bunga jantan dan bunga betina berpisah
dalam satu tanaman. Contoh tanaman yang memiliki bunga bertipe
monoeceous ini adalah tanaman jagung. Tanaman jagung memiliki bunga
jantan di ujung batang dan bunga betina di ujung ketiak daun (batang).
Tepung sari dapat tersebar dengan bantuan angin, sehingga berpotensi besar
melakukan penyerbukan silang.
Bunga yang bertipe dioeceous atau bunga jantan dan betina terpisah dan
berada pada tanaman yang berbeda. Contoh mudah untuk jenis tanaman
yang memiliki tipe bunga seperti itu adalah tanaman pepaya. Tanaman
pepaya pada umumnya memiliki satu jenis bunga pada satu tanaman. Bunga
betina saja/bunga jantan saja, meskipun ada juga yang memiliki bunga
jantan dan betina dalam satu tanaman, akan tetapi sangat jarang sehingga
tanaman yang memiliki bunga bertipe dieoceous umumnya merupakan
spesies tanaman yang menyerbuk silang.
1. Seleksi Reccurent
2. Seleksi Massa
dapat dilihat dari fenotip dan menggunakan esensi pemuliaan tanaman sebagai seni
dalam seleksi massa.
Konsekuensi genetik dari seleksi massa adalah seleksi massa akan cepat
memberikan hasil jika gen yang terlibat dalam pengontrolan karakter yang
diinginkan bersifat aditif. Karakter yang diperbaiki memiliki heritabilitas yang
tinggi, sedangkan karakter yang ingin dibuang bersifat resesif.
1 baris untuk di tester dan diseleksi kembali. Lalu pada musim ketiga, seleksi
kembali dilakukan pada tanaman superior dari barisan terbaik. Konsekuensi genetik
dari seleksi ini hanya mengontrol jenis kelamin bunga dan dapat mengakibatkan
penyerbukan yang terbatas karena tidak mengontrol variasi genetik lainnya.
Kelebihan seleksi ini adalah mudah, cepat dan efektif untuk dilakukan
penyerbukan silang sedangkan kelemahannya adalah penanaman hanya dilakukan
pada satu baris.
5. Synthetic Kultivar
Konsekuensi genetik pada metode ini adalah hasil yang tinggi menyebabkan
penurunan kualtias vigor benih pada generasi selanjutnya. Kelebihan dari synthetic
kultivar adalah metode yang mudah, menghasilkan variasi tanaman dan
kelemahannya adalah jika benih tidak memadai di syn 1 maka akan gagal pada
tahap selanjutnya, dan seleksi alam dapat mengubah genotip menjadi genotip yang
tidak diinginkan.
Ada lima kelompok sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan tetua
persilangan yaitu: (a) varietas komersial, (b) galur-galur elit pemuliaan, (c)
galur-galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior, (d) spesies
introduksi tanaman dan (e) spesies liar. Peluang menghasilkan varietas unggul
yang dituju akan menjadi besar bila tetua yang digunakan merupakan varietas-
116
varietas komersial yang unggul yang sedang beredar, galur-galur murni tetua
hibrida, dan tetua-tetua varietas sintetik.
2. Faktor eksternal
a. Pengetahuan tentang organ reproduksi dan tipe penyerbukan
Untuk dapat melakukan penyerbukan silang secara buatan, hal yang paling
mendasar dan yang paling penting diketahui adalah organ reproduksi dan tipe
penyerbukan. Dengan mengetahui organ reproduksi, kita dapat menduga tipe
penyerbukannya, apakah tanaman tersebut menyerbuk silang atau menyerbuk
sendiri.
c. Pelaksana
117
DAFTAR PUSTAKA
Kalloo. 1986. Vegetable Breeding Volume 1. Boca Raton, Florida: CRC press
Mangoendijdojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius
Moentono, M.D. 1997. Daya hasil dan tingkat tanggapan heterosis hibrida
jagung yang melibatkan galur inbrida eksotik. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 16(1):33-40.
Muhammad Azrai (2006) Analisis varians dan heritabilitas ketahanan galur-
galur jagung rekombinan terhadap penyakit bulai
Poehlman, J.M. 1979. Breeding field crops. 2nd ed. AVI Publishing Company,
Inc., Westport, Conn.
Roy, D. 2000. Plant Breeding, Analysis, and Exploitation of Variation. New
Delhi, Chennai, Mumbai, Calcutta: Narosa Publishing House
Setiyono, R.T. dan Subandi. 1996. Analisis heterosis dan daya gabung pada
jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 15(1):30-34.
Silitonga, T.S., Minantyorini, L. Cholisoh, Warsono, dan Indarjo. 1993. Evaluasi
daya gabung padi bulu dan cere. Penelitian Pertanian 1:6-14.
LAMPIRAN
TUGAS PEMBAGIAN MATERI
Yang Sudah Word+Ppt
Namalengkap Nim
Word
1. Larasati 1703015056
2. Desiria Stevany A.S 1703015096
3. Intan Rahmadani 1703015104
4. Yangke Mardianto 1703015094
5. Amrina Rosyada 1703015032
6.Sopiah Amanda 1703015014
7. Taufik Setyawan 1703015024
8. Muhammad Ali Hussain 1703015045
9. Muhammad Ali Hussain 1703015045
10. Fitrianto Andi Escal 1703015015
11. Yusuf Setia Budi 1703015105
12. Muhammad Ali Hussain 1703015045
13. Idwan Jul Ulum 1703015092
14. Taufik Setyawan 1703015024
15. Arpan Supandi 1703015002
16. Yangke Mardianto 1703015094