Anda di halaman 1dari 121

1

BAB I
PERKEMBANGBIAKAN TANAMAN

1.1 Pengertian

Perkembangbiakan tanaman adalah suatu proses dimana tanaman


memperbanyak diri. Perkembangbiakan tanaman secara garis besar dapat dibagi
menjadi 2 yaitu perkembangbiakan secara alami dan juga buatan.

Tanaman berkembangbiak secara alami melalui berbagai macam cara.


Tanaman berkembangbiak secara alami dengan 2 cara yaitu generatif dan vegetatif.
Generatif adalah bahwa tanaman tersebut berkembang biak secar kawin, yaitu
bertemunya sel jantan yang terdapat pada benang sari dan sel betina yang terdapat
pada putik. Bertemunya 2 sel ini nantinya akan menghasilkan buah yang berbiji 2
yaitu dikotil. Tanaman yang dikembangbiakkan melalui cara ini biasanya memiliki
sifat genetis yang berbeda dari tanaman induk dan biasanya mengalami
kemunduran.

Perkembangbiakan secara vegetative dapat terbentuk dari sel jaringan


nucellus, serta terbentuknya tanaman dari bagian bagian khusus yaitu umbi,
rhizome, runner dan anakan. Perkembangbiakan dengan terbentuknya umbi juga
terbagi menjadi beberapa cara yaitu umbi lapis seperti terbentuknya bawang dan
bunga tulip, umbi sisik seperti terbentuknya bunga gladiol, umbi batang seperti
terbentuknya kentang dan umbi akar seperti terbentuknya ubi jalar. Namun, satu hal
yang perlu diingat bahwa setiap cara baik itu generatif maupun vegetatif memiliki
keuntungan dan kekurangan masing ̶ masing.

Pengetahuan tentang cara perkembangbiakan tanaman sangat penting bagi


pemulia tanaman karena perkembangbiakan tanaman menentukam metode seleksi.
Perkembangbiakan tanaman dibagi menjadi dua kelompok, yakni :

1. Aseksual, yaitu perkembangbiakan tanaman meenggunakan bagian


vegetatif tanaman, tanpa penyatuan gamet jantan dan betina.
2

2. Seksual, yaitu perkembangbiakan tanaman menggunakan biji yang


berisi embrio dari penyatuan gamet jantan dan betina

1.2 Kelompok Aseksual

Berdasarkan pola perbanyakan, tanaman membiak aseksual (vegetatif)


dibedakan menjadi tanaman membiak vegetatif obligat dan tanaman membiak
vegetatif fakultatif. Tanaman tidak berfungsi, atau tidak lengkap. Contohnya adalah
pisang (triploid) tidak menghasilkan polen sehingga perbanyakannya hanya bisa
dilakukan secara vegetative. Contoh lainnya adalah manggis.

Tanaman membiak vegetatif fakultatif masih mampu melakukan


perbanyakan secara seksual, tetapi sistem perbanyakan aseksual menjadi lebih baik
karena alasan berikut :

a. Tanaman lebih mudah terbentuk melalui pembiakan vegetatif . Misalnya,


nanas membiak dengan crown, slip, shoot, dan sucker. Biji nanas sulit
terbentuk karena adanya ketakserasian sendiri (self-incompability)

b. Perbanyakan vegetatif menghasilkan populasi yang seragam . Perbanyakan


bawang menggunakan umbi lapis lebih disukai daripada biji karena
keseragaman populasinya.

Berbagai macam contoh perbanyakan aseksual dapat diringkas sebagai


berikut :

1. Penggunaan biji apomiksis (manggis)


2. Penggunaan struktur vegetative khusus : sulur atau runner stroberi) , umbi
lapis (tulip , lily , bawang) , umbi sisik atau corm (gladiol), akar rimpang
atau rhizome (kunyit , jahe), umbi batang (kentang), umbi akar (ubi jalar ,
dahlia)
3. Akar adventif atau tunas adventif (cocor bebek, cemara, sukun)
4. Vegetatif buatan : cangkok,okulasi, setek, dan sambung.
5. Kultur jaringan
3

Semua keturunan hasil perkembangbiakan aseksual mempunyai


keseragaman genotype. Namun demikian, dapat pula terjadi perbedaan akibat
adanya mutasi, baik mutasi gen maupun kromosom.

1.3 Kelompok Seksual

Perkembangbiakan tanaman secara seksual dibagi menjadi dua, yakni


melalui penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Perbedaan penyerbukan ini
penting artinya bagi proses seleksi untuk memperoleh varietas baru pada program
pemuliaan tanaman. Untuk mengelompokkan tanaman ke dalam dua kelompok
tersebut, perlu dipelajari biologi bunga.

1.3.1 Tanaman menyerbuk sendiri

Penyerbukan sendiri adalah penyatuan sel telur dengan sel sperma yang
berasal dari suatu tanaman. Jika persentase penyerbukan sendiri lebih dari 95%
maka tanaman tersebut dikelompokkan dalam tanaman menyerbuk sendiri. Dengan
penyerbukan ini akan dapat dipertahankan homozigositas tanaman yang sudah
homozigot atau dapat diperoleh proporsi homozigot yang makin tinggi bila
dilakukan penyerbukan sendiri terus – menerus dari tanaman hererozigot. Tujuan
akhir tanaman menyerbuk sendiri umumnya untuk memperoleh tanaman
homozigot yang unggul berupa varietas galur murni.

Penyerbukan sendiri terjadi karena sifat genetik dan susunan morfologi


bunga. Sifat genetic yang dimaksud adalah kemampuan sel kelamin tanaman untuk
dapat bergabung sendiri. Susunan morfologi bunga dikaitkan dengan susunan
bunga tertentu sehingga dapat menghalangi masuknya tepung sari tanaman lain ke
sel telur. Beberapa mekanisme yang dapat menghalangi tepung sari lain, antara lain
bunga tidak membuka butir tepung sari luruh sebelum bunga membuka, benang
sari dan putik ditutup oleh bagian bunga sesudah membuka, serta putik memanjang
segera setelah tepung sari masak. Contohnya pada sorgum, sekam bagian terluar
tetap tertutup sampai anthesis selesai. Pada tanaman kedelai, mahkota tetap tertutup
sampai anthesis selesai. Pada tomat, tangkai putik tersembunyi dan dikelilingi
4

benang sari. Contoh bunga tanaman menyerbuk sendiri adalah cabai dan kacang
tanah.

Spesies tanaman menyerbuk sendiri kadang-kadang dapat mengadakan


penyerbukan silang. Persentase terjadinya penyerbukan silang tergantung dari
spesies, varietas, dan lingkungan. Pada tanaman sorgum dan kapas misalnya,
penyerbukan silang dapat mencapai 50%. Sementara itu, pada tomat kurang dari
1% (Poespodarsono,1988).

Tanaman yang termasuk kelompok tanaman menyerbuk sendiri, antara lain


padi, sorgum, gandum, kacang tanah, kacang panjang, kacang kapri, kacang buncis,
kecipir, kacang merah, kedelai, jeruk aprikot, kapas, terung, lada, tembakau, cabai,
dan tomat.

1.3.2 Tanaman menyerbuk silang

Penyerbukan silang adalah penyerbukan yang terjadi oleh penyatuan sel


seperma dengan sel telur dari tanaman yang berbeda. Jika presentase penyerbukan
silang lebih dari 95% maka tanaman tersebut dikelompokkan sebagai tanaman
menyerbuk silang. Penyerbukan silang terjadi karena terhalangnya tepung sari
untuk dapat membuahi sel telur. Ciri bunga yang melakukan penyerbukan silang
antara lain:
a) Secara morfologi, bunganya mempunyai struktur tertentu. contohnya bunga
anggrek
b) Berbeda waktu masak tepung sari dan sel telur, contohnya bunga alpukat
c) Ketakserasian sendiri (self-incompatibility), contohnya bunga ubi jalar
d) Adanya bunga monocious atau diocious. Sebagai contoh, jagung merupakan
tanaman monocious yang mempunyai bunga jantan diujung batang dan bunga
betina pada batang. Jagung termasuk tanaman menyerbuk silang

Tanaman yang termasuk menyerbuk silang antara lain, jagung, apel,


avokad, pisang, ceri, anggur, mangga, pepaya, asparagus, bit, kubis, wortel, seledri,
sawi, bawang, bunga matahari, ketela pohon, ketela rambat, kakao, mentimun,
oyong, melon, dan semangka.
5

1.4 Struktur bunga

Untuk dapat melakukan penyerbukan silang buatan maka pengetahuan


tentang sifat-sifat bunga tanaman yang akan disilangkan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pembungaan, penyerbukan, dan pembuahan (biologi bunga)
menjadi penting bagi pemulia tanaman. Secara biologi, bunga merupakan alat
perkembangbiakan tanaman karena bunga akan tumbuh menjadi buah yang berisi
biji. Biji tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Berdasarkan kelengkapan
bagian-bagiannya, bunga dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Bunga lengkap (complete) dan bunga tidak lengkap (incomplete)

Bunga lengkap mempunyai 4 bagian, yaitu (calyx), mahkota (corolla),


benang sari (stamen), dan putik (pistil). Apabila bunga tersebut tidak mempunyai
salah satu atau lebih dari empat bagian tersebut maka bunga tersebut dinamakan
bunga tidak lengkap.

2. Bunga sempurna dan bunga tidak sempurna

Bunga sempurna menjadi putik dan benang sari dalam satu bunga, disebut
juga berkelamin dua (hermaphrodite). Sementara itu , bunga tidak sempurna hanya
mempunyai salah satunya (putik atau benang sari saja) dalam satu bunga.

Kelopak atau tajuk disebut perhiasan bunga. Akibat warna dan bunganya
yang indah maka dapat menarik perhatian dari berbagai jenis serangga. Bunga yang
tidak mempunyai perhiasan disebut bunga telanjang.

1.5 Beberapa Tipe Seks Pada Tanaman

Selain bunga hermaprodit, dikenal juga bunga jantan (masculus) dan bunga
betina (femineus). Bunga jantan, mempunyai polen dan tidak membentuk putik.
Akibat tidak mempunyai putik, bunga jantan tidak tumbuh menjadi buah.
Sementara itu, bunga betina mempunyai putik, tetapi tidak membentuk polen.
Bunga tersebut dapat tumbuh menjadi buah jika mengalami penyerbukan dengan
polen dari bunga jantan.
6

Bunga jantan dan bunga betina dapat terbentuk pada satu tanaman atau
pada batang yang sama, misalnya pada tanaman jagung (Zea mays L), Kelapa
(Cocos nucifera L), Mentimun (Cucumis sativus L). Tanaman yang membentuk
bunga jantan dan bunga betina pada satu pohon disebut berumah satu atau serumah
(monocious). Jika bunga jantan dan bunga betina terdapat pada dua tanaman, yaitu
bunga jantan terdapat pada tanaman yang satu dan bunga betina pada tanaman yang
lain, maka tanaman ini disebut berumah dua (diocious). Contoh tanaman berumah
dua adalah salak (Salacca edulis Reinw).

Seringkali pada suatu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina
bersama-sama dengan bunga hermaprodit. Dalam hal ini dapat dibedakan sebagai
berikut:

1. Jika pada suatu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga hermaprrodit maka
tanaman tersebut disebut andromonocious.

2. Jika bunga jantan dan bunga hermaprodit terdapat terpisah pada dua tanaman,
artinya pada tanaman yang satu hanya terdapat bunga hermaprodit, maka
tanaman itu disebut androdiocious.

3. Jika pada satu tanaman terdapat bunga betina dan bunga hermaprodit maka
tanaman itu disebut gynomonocious.

4. Jika bunga betina dan bunga hermaprodit terdapat terpisah pada dua tanaman,
artinya pada tanaman yang satu hanya terdapat bunga betina, dan pada
tanaman yang kedua hanya terdapat bunga hermaprodit, maka tanaman itu
disebut gynodiocious.

5. Jika tanaman terdapat ke tiga tipe bunga (hermaprodit, jantan, dan betina) maka
disebut trimonocious.

1.6 Penyerbukan

Penyerbukan adalah jatuhnya polen dikepala putik. Kepala putik yang telah
masak biasanya mengeluarkan lendir yang mengandung larutan gula dan zat-zat
lain yang diperlukan untuk perkecambahan polen. Jika polen jatuh diatas kepala
7

putik maka dalam keadaan normal ia akan menyerap cairan yang dihasilkan oleh
putik, kemudian akan menggembung dan berkecambah. Pada saat itulah, salah
satu pori dari dinding luar polen akan pecah. Oleh karena butir polen terus menerus
menyerap cairan dari kepala putik maka volumenya makin bertambah besar dan
isi polen (protoplasma + dua buah inti) yang terbungkus oleh selaput yang tipis dan
lunak dapat keluar melalui pori yang pecah sebagai tabung polen (pollen tube).

Sebelum berkecambah, tiap butir polen mengandung dua buah inti yang
disebut inti vegetatif dan inti generatif. Pada waktu mulai berkecambah, inti
generatif disebut (inti sperma) membelah diri sehingga dalam tabung polen terdapat
dua buah inti sperma (sperm nuclei) dan sebuah inti vegetatif (tube nucleus).
Pertumbuhan tabung polen diatur sepenuhnya oleh inti vegetatif, sedangkan tugas
dari ke dua inti sperma adalah melakukan pembuahan didalam bakal biji.

Polen yang berkecambah diatas kepala putik akan tumbuh memanjang


kebawah dan masuk ke dalam saluran tangkai putik (carnalis stylinus) menuju
keruang bakal buah (ovarium) sampai ujungnya menyentuh kandung embrio
(saccus embrionalis). Dengan demikian, tabung polen harus lebih panjang daripada
tangkai putik. Panjang tangkai putik dari bunga jagung (Zea mays L) kadang-
kadang dapat mencapai 25-40 cm. Pada umumnya pertumbuhan tabung polen
didalam saluran tangkai putik berjalan lambat. Untuk mencapai ruang, bakal buah
biasanya memerlukan waktu 5-60 jam. Akan tetapi, kadang-kadang dapat mencapai
5 hari atau lebih.

1.7 Pembuahan
Pembuahan terjadi didalam kandung embrio dari bakal biji yang telah
masak, yaitu telah mengandung delapan buah inti (nuclei), yang letaknya telah
teratur dalam tiga kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok I, terdiri atas 1 inti sel telur + 2 inti sinergid, yang di dalam kandung
embrio terletak di bagian ujung dekat mikropile.

2. Kelompok II, terdiri atas 2 inti polar, terletak di bagian tengah dari kandung
embrio.
8

3. Kelompok III, terdiri atas 3 inti antipodal, terletak dibagian ujung lainnya dari
kandung embrio, yaitu pada jarak yang paling jauh dari inti sel telur atau
mikropile (dekat chalaza)

Setelah dapat masuk ke dalam ruang bakal buah, bagian ujung tabung polen
bergerak menuju ke arah salah satu bakal biji. Tabung polen dapat menyentuh
nucellus melalui mikropile, kemudian masuk kedalam jaringan tersebut sampai
ujung kandung embrio. Setelah menyelesaikan tugasnya, inti vegetatif kemudian
mati bersama protoplasma yang berada dalam tabung polen. Sementara itu, kedua
inti sperma telah masuk kedalam kandung embrio untuk melakukan pembuahan.
Salah satu inti sperma meleburkan diri dengan inti sel telur dan menjadi sebuah
zigot, sedangkan inti sperma yang kedua bergabung dengan dua inti polar untuk
kemudian membangun jaringan endosperm. Peleburan diri antara inti sperma
dengan inti sel telur disebut pembuahan (fertilization). Peristiwa ini disebut
pembuahan ganda karena didalam kandung embrio terjadi dua macam
pembuahan, yaitu antara inti sperma dengan inti sel telur dan inti sperma dengan
kedua inti polar. Tiap butir serbuk hanya dapat membuahi satu bakal biji. Dengan
demikian, bakal buah yang berisi banyak bakal biji memerlukan banyak butir
polen untuk pembuahan.

Pembuahan akan berjalan lancer bila polen dan inti sel telur dalam keadaan
sehat dan subur (fertile). Polen harus mempunyai daya tumbuh yang tinggi,
sedangkan kepala putik harus mempunyai medium yang baik untuk
perkecambahan dan pertumbuhan polen selanjutnya. Gagalnya pembuahan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karena polen dan sel telurnya mandul
(sterile) atau polennya tidak sesuai untuk bergabung dengan sel telur
(ketakserasian/incompatible).

Dalam kandung embrio, hanya tiga buah inti yang mengambil bagian dalam
pembuahan. Lima inti lainnya, yang tidak mengalami pembuahan, akan segera mati
setelah proses pembuahan berakhir. Setelah terjadi pembuahan, bakal buah
bersama dengan bagian-bagian lainnya akan tumbuh menjadi besar sambil
9

Mengalami perubahan bentuk seperti:

1. Inti sel telur akan menjadi zigot,


2. Dua buah inti polar menjadi endosperm,
3. Inti bakal biji menjadi perisperm (perispermium),
4. Selaput dalam dari bakal biji menjadi kulit biji setelah dalam (tegmen),
5. Selaput luar dari bakal biji menjadi kulit bakal biji sebelah luar (testa)
6. Bakal biji menjadi biji,
7. Daun buah menjadi kulit buah, serta
8. Bakal buah menjadi buah .

Zigot yang terjadi sebagai hasil peleburan diri antara sel telur dengan inti
sperma, kemudian akan tumbuh menjadi embrio. Embrio adalah calon tanaman
yang masih kecil didalam biji dan mempunyai bakal akar (radicula), bakal batang
(caucaliculus), serta bakal tunas (plumula).

Embrio yang terbentuk dapat mempunyai satu atau dua helai keping
(cotyledon), tergantung jenis tanaman. Pada tanaman yang berkeping dua
(dicotyledon), bakal akarnya dapat tumbuh menjadi akar tunggang. Pada tanaman
yang berkeping satu (monocotyledoneae) akarnya mati pada waktu perkecambahan
biji dan sebagai gantinya terbentuklah sejumlah akar-akar serabut yang tumbuh
pada pangkal batang.

Sebelum tumbuh menjadi embrio maka zigot biasanya akan beristirahat


selama beberapa waktu sehingga dalam satu atau dua minggu pertama belum dapat
diketahui dengan pasti apakah pembuahan gagal. Bakal buah yang dalam waktu 3-
4 minggu belum menunjukkan pertumbuhan atau tidak menjadi besar biasanya akan
lekas gugur.

Endosperm yang terjadi karena penggabungan diri antara inti sperma dan
dua inti polar. Kemudian akan membelah berulang kali dan tumbuh menjadi
jaringan besar. Emdosperm berisi zat makanan untuk pertumbuhan embrio.
10

1.8 Penyerbukan di Alam

Diantara berbagai jenis tanaman yang ada yang selalu mengalami


penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang dan ada pula yang sering mengalami
penyerbukan sendiri dan mudah berkawin silang. Penyerbukan sendiri pada putik
yang dilakukan oleh polen dari bunga-bunga yang terdapat pada tanaman yang
sama disebut geitonogami (geitonogamie). Letak bunga tersebut biasanya dibagian
bawah tanaman sehingga mudah kejatuhan polen dari bunga-bunga yang terletak
pada cabang-cabang di atasnya.

Penyerbukan sendiri akan mudah terjadi bila putik dan benang sari masak
pada saat yang sama (homogamie). Jika benang sari dan putik nasak pada saat yang
sama dalam kuncup bunga yang belum membuka atau masih menutup maka
bunganya disebut cleistogam. proses penyerbukannya disebut penyerbukan tertutup
atau kleistogami (cleistogamie). Jika penyerbukan itu terjadi pada bunga yang
telah mekar maka disebut penyerbukan terbuka atau kasmogami (chasmogamie).

Pada tanaman kasmogami dikenal istilah protandri dan protogini. Protandri


adalah bunga yang benang sarinya lebih dulu masak. Dengan demikian, bunga
tersebut tidak akan mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya adalah bunga dari
tanaman seledri (Apium graveolens L), wortel (Daucus corota L.), peterseli
(Petroselium crispum Nym.), dan bawang Bombay (Allium cepa L.). Protogini
adalah bunga yang putiknya lebih dulu masak daripada benang sari. Jika putiknya
masak maka benang sarinya masih sangat muda dan tidak dapat berkecambah.
Dengan demikian, putiknya tidak mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya
adalah bunga kakao (Theobroma cacao L.), kubis (Brassica oleracea L.
var.capitata), bit (Beta vulgaris L.), avokad (Persea Americana Miller).
11

BAB II
PEMBUDIDAYAAN TANAMAN DAN KOLEKSI PLASMA NUTFAH

2.1 Pembudidayaan Tanaman


Istilah budidaya tanaman diturunkan dari pengertian kata budidaya dan
tanaman. Budidaya bermakna usaha yang memberikan hasil. Kata tanaman merujuk
pada pengertian tumbuh tumbuhan yang diusahakan manusia, yang biasanya telah
melampaui proses domestikasi. Budidaya tanaman adalah usaha untuk
menghasilkan bahan pangan serta produk-produk agroindustri dengan
memanfaatkan sumberdaya tumbuhan.

Cakupan obyek budidaya tanaman meliputi tanaman pangan, hortikultura,


dan perkebunan.
Budidaya berdasarkan objek budidayanya:

 Budidaya tanaman, dengan obyek tumbuhan dan diusahakan pada lahan


yang diolah secara intensif
 Kehutanan, dengan obyek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan
pada lahan yang setengah liar.

Budidaya tanaman memiliki dua ciri penting yaitu selalu melibatkan barang
dalam volume besar, dan proses produksinya memiliki risiko yang relatif tinggi.
Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu
atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka
waktu tertentu dalam proses produksi.

2.1.1 Tindak Budidaya Tanaman

Kegiatan pertanian (budidaya tanaman) merupakan salah satu kegiatan yang


paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan.
Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali
berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit
yangsubur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan
Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang.
Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman
biji-bijian (serealia, terutama gandum, kurma dan polong-polongan pada daerah
12

tersebut. Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa danAfrika Utara,
pada saat itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke Timur (hingga Asia
Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidaya
jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia
Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun
SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua
Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama
sekali berbeda. Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia
telah lama. Masyarakat Mesir Kuno (4000 tahun SM) dan Yunani Kuno (3000
tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.Teknik budidaya
tanaman pada zaman dahulu tidak dikelompokkan kedalam teknik budidaya, karena
pada saat itu belum melakukan tindak budidaya tanaman, karena sifatnya masih
mengumpulkan dan mencari bahan pangan. Suatu kegiatan dimasukkan ke dalam
tindak budidaya dikatakan apabila telah melakukan 3 hal pokok yaitu melakukan
pengolahan tanah, pemeliharaan untuk mencapai produksi maksimum dan tidak
berpindah-pindah.

Tindak awal dari dimulainya teknik budidaya dimulai dengan menetapnya


seorang peladang menempati suatu areal pertanaman tertentu. Teknik budidaya
yang sudah maju ditandai oleh adanya lapang produksi, pengelolaan yang
berencana, memiliki minat untuk mencapai produksi maksimum dengan
menerapkan berbagai ilmu dan teknologi.

Aspek budidaya meliputi tiga aspek pokok, yaitu aspek pemuliaan tanaman,
aspek fisiologi tanaman, aspek ekologi tanaman. Ketiga aspek ini merupakan suatu
gugus ilmu tanaman (crop science) yang langsung berperan terhadap budidaya
tanaman dan sekaligus terlihat pada produksi tanaman.

2.1.2 Lingkup Budidaya Tanaman


Lingkup dari budidaya tanaman terdiri dari bidang ilmu pemuliaan tanaman,
teknologi benih, pengolahan, teknik budidaya, pengendalian hama, penyakit dan
gulma, dan pemanenan. Tanaman mengalami dua tahap perkembangan yaitu tahap
perkembangan vegetatif dan reproduktif. Tahap perkembangan vegetatif meliputi
perkecambahan benih, pemunculan dan pertumbuhan bibit dan menjadi tanaman
13

dewasa. Sedangkan tahap perkembangan reproduktif meliputi pembentukan bunga,


pembentukan, pemasakan dan pematangan biji.Lingkungan tumbuh tanaman dapat
digolongkan ke dalam lingkungan abiotik berupa tanah atau medium/substrat
lainnya dan iklim atau cuaca dan lingkungan biotik berupa makhluk hidup lainnya.
Tanah atau medium/substrat merupakan pemasok hara dan air yang diperlukan
tanaman selain sebagai tempat hidup komponen biotik, baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan.Iklim terdiri dari unsur/unsur seperti udara, angin, suhu,
kelembaban udara, cahaya matahari, dan hujan.
Lingkungan biotik meliputi hama, penyakit dan gulma yang merugikan dan
makhluk lainnya yang menguntungkan tanaman. Lingkungan tumbuh yang baik
memungkinkan produksi tanaman yang baik juga. Tanaman dengan lingkungan
tumbuhnya saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain yang merugikan
dan makhluk lainnya yang menguntungkan tanaman. Lingkungan tumbuh yang
baik memungkinkan produksi tanaman yang baik juga. Tanaman dengan
lingkungan tumbuhnya saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.

2.1.3 Produk Budidaya Tanaman

Produk tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu produk dari
teknik budidaya yang dapat digunakan langsung dan benih atau bibit yang
merupakan produk pertanian untuk mempertahankan kelangsungan budidaya.

2.2 Koleksi Plasma Nutfah

Plasma Nutfah merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupan


secara turun termurun, sehingga populasinya mempunyai sifat yang membedakan
dari populasi yang lainnya. Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan, misalnya
dalam ketahanan terhadap penyakit, bentuk fisik, daya adaptasi terhadap
lingkungannya dan sebagainya. Dengan kata lain, plasma nutfah merupakan masa
organisme (flora dan fauna) yang masih membawa sifat-sifat genetik asli.
Sedangkan menurut Pengertian atau Definsi yang terdapat pada Kamus Pertanian
adalah merupakan substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat di dalam
setiap kelompok organisme yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau
dirakit agar tercipta suatu jenis unggul atau kultivar baru. Dari pengertian ini,
14

diketahui bahwa Indonesia memiliki plasma nutfah yang sangat besar,


keanekaragaman jenis yang besar.

Koleksi plasma nutfah merupakan kegiatan penanaman, pemeliharaan,


penyimpanan materi plasma nutfah yang bertujuan untuk melestarikan
ketersediaannya secara hidup tanpa terjadi perubahan komposisi genetik. Untuk
memenuhi persyaratan tersebut, dalam pelestarian plasma nutfah harus dipahami
sifat-sifat biologis suatu tanaman, apakah dapat dibiakkan secara vegetatif, secara
generatif menyerbuk sendiri, secara generatif menyerbuk silang atau apomiktik.

Luasnya daerah wilayah penyebaran spesies, menyebabkan spesies-spesies


tersebut menjadikan keanekaragaman plasma nutfah cukup tinggi. Masing-masing
lokasi dengan spesies-spesies yang khas karena terbentuk dari lingkungan yang
spesifik. Eksistensi beberapa plasma nutfah menjadi rawan dan langka, bahkan ada
yang telah punah akibat pemanfaatan sumber daya hayati dan penggunaan lahan
sebagai habitatnya. Kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan
kelestarian lingkungan dapat berperan dalam proses kepunahan plasma nutfah
tersebut. Contohnya : Plasma nutfah padi, dimana merupakan sumber
keanekaragaman karakter tanaman padi yang memiliki potensi sebagai sumber
keunggulan tertua dalam program perakitan varietas unggul baru. Keragaman
plasma nutfah padi berupa koleksi varietas lokal, ras-ras yang beradaptasi di
lingkungan spesifik, kultivar unggul yang telah lama dilepas dan bertahan di
masyarakat, serta kultivar unggul yang baru dilepas dan galur-galur harapan yang
tidak terpilih dalam pelepasan varietas. Materi tersebut sangat penting dalam
program pemuliaan, karena perakitan dan perbaikan varietas unggul baru yang
memiliki latar belakang genetik luas, akan tergantung dari ketersediaan sumber gen
pada koleksi plasmanutfah (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2003).

Pengelolaan plasma nutfah dinilai berhasil apabila telah mampu


menyediakan aksesi plasma nutfah sebagai sumber gen donor dalam program
pemuliaan, dan pemuliaan tanaman dinilai berhasil apabila telah memanfaatkan
keragaan sifat genetik yang tersedia dalam koleksi plasma nutfah (Sumarno dan
Zuraida, 2008).
15

Pelestarian plasma nutfah sebagai sumber genetik akan menentukan


keberhasilan program pembangunan pangan, dimana kecukupan pangan yang
diidamkan akan tergantung kepada keragaman plasma nutfah yang dimiliki karena
pada kenyataannya varietas unggul yang sudah, sedang dan akan dirakit merupakan
kumpulan dari keragaman genetik spesifik yang terekspresikan pada sifat-sifat
unggul yang diinginkan. Kekayaan plasma nutfah yang terdapat di alam memiliki
potensi untuk dimanfaatkan dalam industri pertanian. Oleh sebab itu, saat ini
plasma nutfah banyak dikaji dan dikoleksi dalam rangka meningkatkan produksi
pertanian dan penyediaan pangan. Hal ini dilakukan karena plasma nutfah
merupakan sumber gen yang berguna bagi perbaikan tanaman seperti gen untuk
ketahanan penyakit, serangga, gulma dan juga gen untuk ketahanan terhadap
cekaman lingkungan abiotik yang kurang menguntungkan seperti kekeringan.

Selain itu plasma nutfah juga merupakan sumber gen yang dimanfaatkan
untuk peningkatan kualitas hasil tanaman seperti kandungfan nutrisi yang lebih
baik. Keberhasilan program pengelolaan plasma nutfah sangat ditentukan oleh
tingkat pemanfaatan plasma nutfah. Pemanfaatan plasma nutfah dalam program
pemuliaan yang sangat intensif telah dilakukan pada tanaman pangan dan
hortikultura. Hal ini terlihat dari jumlah varietas unggul yang telah dihasilkan.
Sementara pada tanaman perkebunan masih terbatas pada tanaman tertentu.

Di masa depan, plasma nutfah akan lebih penting peranannya dalam


pembangunan mengingat kebutuhan dunia akan bahan-bahan hayati untuk obat,
varietas baru tanaman pertanian dan ternak, proses industri, dan pengolahan pangan
semakin meningkat. Tetapi prospek ini tidak akan dapat diraih apabila erosi plasma
nutfah yang diawali dengan kerusakan sebagian ekosistem dan kepunahan beberapa
spesies masih berlanjut seperti yang terjadi sekarang ini apabila tidak dilakukan
usaha pencegahan secara lebih serius. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktifitas dan kualitas hasil pertanian adalah melalui perbaikan genetik bahan
tanaman dengan memanfaatkan Sumber Daya Genetik (SDG) yang berbeda dengan
material yang telah ada. Keanekaragaman genetik dalam plasma nutfah merupakan
bahan dasar yang diperlukan dalam program untuk menghasilkan varietas dan
hibrida unggul serta berbagai penemuan dan inovasi. Untuk itu diperlukan
ketersediaan SDG dengan tingkat keragaman yang tinggi sebagai sumber
16

keragaman genetik. Tersedianya SDG yang didukung oleh sistem pengelolaan yang
kuat akan memacu percepatan perakitan tanaman unggul.

Karakteristik dan evaluasi plasma nutfah merupakan salah satu kegiatan


rutin plasma nutfah yang dilakukan dalam rangka mengetahui potensi sifat-sifat
yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan. Melalui kegiatan
pemuliaan, diharapkan dapat dihasilkan beragam kultivar unggul baru, selain
memiliki produktivitas yang tinggi, juga memiliki beberapa karakter lain yang
mendukung upaya peningkatan kualitas dan daya saing. Teknik persilangan yang
diikuti dengan proses seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam
inovasi perakitan kultivar unggul baru, selanjutnya, diikuti oleh kultivar introduksi,
teknik induksi mutasi dan mutasi spontan yang juga menghasilkan beberapa
kultivar baru. Selain itu banyaknya penggunaan varietas baru oleh pertanian
komersial menggantikan varietas tradisional mengakibatkan berkurangnya
keragaman genetik varietas lokal, sehingga informasi penting seperti produksi hasil
berbagai varietas juga menghilang. Peningkatan diversitas genetik merupakan hal
yang penting untuk dilakukan karena dapat meningkatkan kesempatan untuk
pengembangan spesies lebih lanjut. Karena itu, untuk mengatasi hilangnya
keragaman genetik perlu adanya suatu metode yang tepat agar tidak terjadi
kehilangan maupun penurunan keragaman genetik pada tanaman. Salah satu cara
yang ditempuh adalah dengan melakukan pengumpulan plasma nutfah dan data
koleksi.

Mengingat bahwa plasma nutfah adalah salah satu sumber daya alam yang
sangat penting, karena tanpa plasma nutfah kita tidak dapat memuliakan tanaman,
membentuk kultivar baru/ras baru. Dengan adanya penanganan plasma nutfah
diharapkan dapat memberikan dorongan kepada berbagai pihak di daerah untuk
mengelola plasma nutfah sebaik-baiknya dalam upaya pelestarian dan
pemanfaatannya, baik itu instansi pemerintah, swasta, maupun lembaga
masyarakat. Dengan terpeliharanya keragaman genetik maka pada akhirnya akan
menunjang program pemuliaan tanaman kearah yang lebih maju.

Tahapan pelaksanaan kegiatan pelestarian koleksi plasma nutfah adalah sebagai


berikut:
17

1. Persiapan media tanam. Jika pelestarian dilakukan di lahan, tanah diolah


dan dibentuk guludan-guludan berukuran panjang 5 m, dengan jarak antara
pusat guludan satu dengan lainnya minimal 1 m, sedangkan pada pot media
yang diisikan ke dalamnya berupa campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 2:1
2. Persiapan bibit. Bibit diperoleh dari pertanaman sebelumnya, berupa stek
pucuk. Karena sifat tanaman yang menjalar, ketelitian dalam pengambilan
stek (khususnya yang berasal dari pelestarian di lahan) sangat diperlukan
agar kemurnian genetik setiap aksesi terjamin. Jumlah bibit yang disiapkan
untuk setiap aksesinya, jika di dalam pot membutuhkan sedikitnya 5 stek
dan di lahan 20 stek. Setelah itu bibit dari setiap aksesi diikat dan diberi
label sesuai dengan nomor aksesinya
3. Tanam. Sebelum tanam, media harus sudah diairi. Untuk mengendalikan
serangan hama atau penyakit, sebelum tanam bibit direndam dalam larutan
pestisida atau fungisida selama lima menit. Setiap aksesi ditanam pada satu
pot (5 tanaman/pot) atau satu guludan dengan jarak tanam 25 cm, setiap
lubang tanam satu stek. Penanaman dilakukan dengan cara membenamkan
2-3 ruas stek ke dalam tanah. Jika ada stek tersisa dibenamkan ke dalam
tanah untuk bahan sulaman. Jika diperlukan, setelah stek ditanam dilakukan
penyiraman
4. Penyulaman. Dilakukan pada umur sekitar 7 hari, dilakukan terhadap stek
yang mati atau menunjukkan pertumbuhan yang kurang bagus
5. Pemupukan. Pupuk yang diberikan setara dengan dosis 100 kg Urea, 100
kg SP36, dan 100 kg KC1 per ha. Pemupukan pertama dilakukan pada umur
sekitar 2 minggu. Macam dan takaran pupuk yang diberikan adalah seluruh
SP 36, separuh Urea dan separuh KCl. Sisanya (separuh Urea dan separuh
KCl) diberikan pada umur 1,5 bulan
6. Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan lainnya dilakukan secara insidentil,
meliputi pengendalian gulma, hama, penyakit, pengairan dan pemangkasan
terhadap tajuk tanaman yang tumbuh berlebihan
7. Panen dan rejuvinasi tanaman. Panen dilakukan pada periode tertentu
tergantung pada umur dan kondisi pertanaman, pada umumnya setiap 4-5
18

bulan. Rejuvinasi dilakukan dengan tahapan kegiatan yang sama.


Rejuvinasi harus sudah dilakukan sebelum tanaman memasuki periode
panen atau senescen (mati).
19

BAB III
INTRODUKSI TANAMAN

3.1 Pengertian
Introduksi Tanaman merupakan suatu proses memperkenalkan tanaman dari
tempat asal tumbuhnya ke suatu daerah baru. Introduksi tanaman dimaksudkan
mendatangkan/memasukkan varietas-varietas tanaman dari luar negeri ke suatu
negeri.

Introduksi spesies adalah usaha sadar atau tidak sadar memasukkan suatu jenis
hewan atau tumbuhan ke dalam satu habitat yang baru. Masuknya jenis tersebut
melalui alat transportasi antar pulau, akibat adanya hobi/kegemaran beberapa orang
membawa jenis-jenis baru, ataupun sengaja dibiakkan karena alasan praktis seperti
penanganan hama penyakit.

 Tanaman introduksi dapat dikelompokkan menjadi 3 yakni:

1. Introduksi tanaman yang merupakan tanaman baru disuatu wilayah.


2. Introduksi tanaman yang merupakan suatu varietas baru.
3. Introduksi tanaman karena tanaman atau varietas ini mempunyai
keunggulan tertentu

Tanaman kopi, teh, dan kakao merupakan contoh tanaman introduksi


kelompok pertama karena sebelum di Indonesia tanaman tersebut belum ada.
Masuknya varietas unggul padi IR-5 dan IR-8 merupakan contoh tanaman
introduksi kelompok kedua. Varietas unggul padi di Indonesia pada waktu itu
produksi jauh lebih rendah dibandingkan dengan varietas tersebut. Tanaman
introduksi kelompok ketiga adalah tanaman kopi Arabica yang pada waktu iktu
melambung dan meninggalkan citra kopi Indonesia diluar negri yang dikenal
dengan nama “Java coffe”. Tetapi pada tahun 1900 areal pertanaman kopi Arabica
kita diserang hebat oleh penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawa
Hemievia vastrati. Untuk mengatasi cendawan tersebut didatangkan kopi jenis
robusta yang mempunyai ketahanan lebih baik
20

Introduksi tanaman disuatu wilayah dapat digunakan sebagai usaha


diversifikasi pertanian atau sebagai tanaman pengganti dari tanaman yang sudah
ada, yang dipandang kurang menguntungkan. Perkembangan dan peningkatan
introduksi tanaman dari wilayah yang satu kewilayah yang lain atau dari Negara
satu kenegara yang lain mendorong dibentuknya suatu badan atau lembaga yang
mengonservasi berbagai macam tanaman yang sering disebut “ gene reservoirs/
germ plasm bank” . keberadaan lembaga ini dirasakn makin penting karena
terdesaknya berbagai macam tanaman dari daerah asalnya atau tempat tumbuhnya
akibat bentura-benturan dengan kepentingan yang lain.

contoh tanaman introduksi: bunga garbera yang merupakan bunga hias berupa
herba tidak berbatang. tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang diduga
berasal dari Afrika selatan, utara,dan rusia. penemunya Traug Gerber.

3.2 Tanaman Iintroduksi Sebagai Sumber Keragaman Genetik


Mendatangkan bahan tanam dari tempat lain (introduksi) merupakan cara
paling sederhana untuk meningkatkan keragaman (variabilitas) genetik. Seleksi
penyaringan (screening) dilakukan terhadap koleksi plasma nutfah yang
didatangkan dari berbagai tempat dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda.
Pengetahuan tentang pusat keanekaragaman (diversitas) tumbuhan penting untuk
penerapan cara ini. Keanekaragaman genetik untuk suatu spesies tidaklah sama di
semua tempat di dunia. N.I. Vavilov, ahli botani dari Rusia, memperkenalkan teori
"pusat keanekaragaman" (centers of origin) bagi keanekaragaman tumbuhan karna
itu lah tanaman introduksi disebut juga sebagai sumber keragaman genetic.

3.3 Fungsi Tanaman Introduksi


Introduksi Tanaman merupakan suatu proses memperkenalkan tanaman
dari tempat asal tumbuhnya ke suatu daerah baru. Introduksi tanaman
dimaksudkan mendatangkan/memasukkan varietas-varietas tanaman dari luar
negeri ke suatu negeri. Introduksi tanaman selain menambah keragaman tanaman
mempunyai manfaat lain:

·Memajukan bidang industri,dengan mendatangkan tanaman-tanaman industri


seperti tanaman kehutanan, tanaman obat-obatan dan tanaman industri lainnya,
21

·Memenuhi kebutuhan aestetik dengan mendatangkan tanaman-tanaman


ornamental untuk melengkapi koleksi kebun-kebun, taman-taman, gedung-gedung
sehingga menciptakan keindahan tersendiri.

·Untuk mempelajari asal, distribusi, klasifikasi dan evolusi dari tanaman dengan
jalan memelihara tanaman yang diintroduksi di tempat tertentu kemudian
dipelejari data-datanya secara mendetail.

·Untuk peningkatan mutu tanaman.


22

BAB IV
SIFAT TANAMAN

4.1 Pengertian
Pada suatu populasi tanaman setiap individu memiliki tampilan sifat
(fenotipe) yang berbeda antar satu sama lainnya. Fenotipe dari setiap organisme
merupakan ekspresi yang dapat diamati secara langsung pada sifat-sifat tertentu
yang tampak (Finkeldey, 2005). Perbedaan dari penampakan sifat yang terdapat
pada setiap individu dalam suatu populasi ini disebabkan karena tampilan suatu
karakter (fenotip) ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan serta adanya
interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berdasarkan pengaruh
genetik dan pengaruh lingkungan yang ada akan memberikan bentuk keragaman
sifat dari individu yang dibedakan menjadi dua yaitu, keragaman sifat kuantitatif
dan keragaman sifat kualitiatif. Pengamatan pada karakter kualitatif dilakukan
secara visual sedangkan pada karakter kuantitatif dilakukan dengan pengukuran
(Sobir, 2015).

Dalam tahap seleksi tetua yang akan disilangkan merupakan salah satu
keputusan terpenting serta tahap yang krusial. Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan tetua meliputi karakter atau sifat yang unggul, informasi tentang
pewarisan karakter, dan sumber plasma nutfah. Adapun cara dalam pemilihan tetua
persilangan yaitu secara acak, konvesional (good by good), keragaman eko-
geografi, dan analisis multi-variasi untuk mengetahui jarak genetik antarcalon tetua
(Utomo, 2015) Keragaman sifat juga dibedakan atas sifat kualitatif dan sifat
kuantitatif. Sifat kualitatif yaitu variasi yang langsung dapat diamati, misalnya:
perbedaan warna bunga (merah, hijau, kuning, putih, oranye, ungu), dan perbedaan
bentuk bunga, buah, biji (bulat, oval, lonjong, bergerigi dan lain-lain). Sifat
kuantitatif yaitu variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran,
misalnya tinggi tanaman (cm), produksi (kg), jumlah anakan (batang), luas daun
dan lain-lain. Pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif lebih mudah karena
sebarannya discrete dan dapat dilakukan dengan melihat apa yang tampak.
Sebaliknya untuk sifat kuantitatif dengan sebaran continue, pengelompokannya
relatif lebih sulit karena dengan kisaran-kisaran tetentu (Sudarka, 2009). Pewarisan
23

karakter 16 kuantitatif juga sudah dipahami sebelum periode Mendel berdasarkan


korelasi keragaman fenotipe antarkerabat atau antar tetua keturunanya ( Sobir,
2015).

4.2 Keragaman

Keragaman adalah sifat yang ditunjukkan suatu tanaman namun berbeda-


beda tiap tanaman (Djoemairi, 2008).

 Keragaman merupakan perbedaan antara tanaman satu dengan tanaman


lainnya berdasarkan sifat yang dimiliki dan penampang tanaman
(Mangoendidjojo, 2003).

 Plant diversity is one measure of botanical composition that can provide an


indication of changes in habitat quality (Norton, L. 2009).

 Keragaman tumbuhan merupakan salah satu ukuran dari komposisi botani


yang dapat memberikan indikasi perubahan kualitas habitat

 Plant diversity is important because various species come to depend on each


other; therefore, eliminating one species can cause several other species to
suffer (Gibson, J. Phil, 2007).

 Keragaman tumbuhan ini penting karena berbagai spesies datang


bergantung pada satu sama lain, karena itu, menghilangkan satu spesies
dapat menyebabkan beberapa spesies lain menderita

4.3 Macam Keragaman


4.3.1 Keragaman Yang Timbul Karena Faktor Lingkungan
Variasi ini tidak diwariskan pada keturunannya. Contohnya pada tanaman
mangga yang berasal dari satu pohon induk. Lima pohon dipupuk dan lima pohon
lainnya tidak dipupuk. Tanaman yang dipupuk tentu akan memberikan reaksi
pertumbuhan yang lebih baik dan bagus. Apabila dicermati antara pohon yang satu
dengan yang lain akan tampak perbedaan karena faktor lingkungan. Jadi perbedaan
kondisi lingkungan dapat mempengaruhi tampilan akhir suatu tanaman. Selain itu
24

bunga panca warna yang di tanam pada tanah yang bersifat basa akan memunculkan
warna bunga merah,sedangkan yang di tanam pada tanah yang memiliki pH netral
berwarna putih kebiru – biruan (Mangoendidjojo,2008).

4.3.2 Keragaman Yang Timbul Karena Faktor Genetik


Keragaman ini diwariskan kepada keturunannya. Apabila ada perbedaan
atau variasi yang timbul dalam suatu populasi tanaman yang ditanam dalam
lingkungan yang sama maka keragaman yang muncul merupakan keragaman yang
terjadi karena faktor genetik. Contoh pada tanaman mawar yang di tanam pada
kondisi lingkungan yang sama tetapi menunjukkan adanya keragaman pada warna
bunganya. Pada tanaman anggrek , tanaman yang di tanam pada lahan yang sama
dan lingkungan yang sama menghasilkan warna dan bentuk bunga yang beragam
(Mangoendidjojo,2008).

4.4 Macam – Macam Karakterisasi Sifat Tanaman

Pada dasarnya fenotipe tanaman dapat dikategorikan atas dua bentuk karakter
yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.

4.4.1 Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam


antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing-masing dapat
dikelompokkan dalam bentuk kategori. Karakter kualitatif biasanya dapat diamati
dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat diskret.
Biasanya karakter ini dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Bila karakter ini
dikendalikan oleh satu gen, maka disebut dengan karakter monogenik, dan bila
beberapa gen disebut dengan oligogenik. Di samping itu karena besarnya peranan
satu unit gen dalam mengekspresikan fenotipenya, maka sering juga disebut dengan
gen mayor. Karakter kualitatif meliputi umur tanaman, kandungan minyak, warna,
rasa, ketahanan terhadap organisme pengganggu, kandungan protein dalam biji, dan
lain-lain.

4.4.2 Karakter Kuantitatif


25

Karakter kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan


merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang
berkaitan langsung dengan karakter fisiologi dan morfologis. Diantara kedua
karakter ini, karakter morfologis lebih mudah diamati, misalnya produksi tanaman
sering dijadikan obyek pemuliaan tanaman. Sebagai contoh, komponen hasil
tanaman biji-bijian meliputi jumlah tanaman per satuan luas, jumlah malai per
tanaman, jumlah bulir per malai, berat bulir, berat biji kering, dan lain-lain. Untuk
ubi jalar, komponen hasil meliputi jumlah dan ukuran umbi, ukuran dan efisiensi
kanopi, rasio bagian atas dan umbi, lama masa dormansi, dan lain-lain. Umumnya
dalam mempelajari pewarisan karakter kuantitatif digunakan pendekatan teori
genetika kuantitatif. Sifat kuantitatif yang dipelajari dinyatakan dalam besaran
kuantitatif atau satuan metrik yang selanjutnya digunakan pendekatan analisis
untuk sejumlah ukuran karakter tersebut (Nasir, M. 2001).

4.5 Hubungan Antar Sifat

Informasi mengenai keragaman sangat diperlukan dalam program


pemuliaan tanaman, karena dengan semakin tersedianya informasi tersebut,
semakin mudah dalam menentukan kedudukan atau kekerabatan antar varietas yang
dapat dijadikan sebagai dasar seleksi tanaman. Metode pendekatan kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan dalam studi penelitian ini adalah melakukan
pengamatan langsung berbagai informasi di lapangan mengenai berbagai jenis
tanaman yang dibudidayakan. Menurut Connole (1993) memberikan batasan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang memfokuskan pada kegiatan-kegiatan
mengidentifikasi, mendokumentasi dan mengetahuinya dengan cara interpretasi.
Hubungan kekerabatan genetik antar genotip dalam populasi dapat diukur
berdasarkan kesamaan sejumlah karakter yang berbeda dari suatu individu,
menggambarkan perbedaan susunan genetiknya (Rosmayati, et al., 2012).

Karakterisasi sifat merupakan kegiatan penting dalam pengelolahan plasma


nutfah yang digunakan untuk menyusun deskripsi varietas dalam rangka seleksi
tetua untuk mengidentifikasi jenis atau varietas suatu tanaman, tetapi juga
menentukan hubungan genetik dan kekerabatan diantara aksesi tanaman tersebut.
26

Besar kecilnya keragaman genetik plasma nutfah asam gelugur berdasarkan sifat-
sifat morfologi dapat mendukung program pemuliaan. Berdasarkan hal tersebut
maka perlu dilakukan identifikasi terhadap karakter-karakter morfologis dan
hubungan kekerabatan tanaman.
27

BAB V
HIBRIDISASI

5.1 Pengertian

Hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai jenis


spesies pada setiap tanaman. Yang mempunyai tujuan untuk memperoleh
organisme dengan sifat-sifat yang diinginkan dan dapat berfariasi jenisnya.

5.2 Tujuan
1. Menggabungkan semua sifat baik ke dalam satu genotipe baru
2. Memperluas keragaman genetik
3. Memanfaatkan vigor hibrida atau
4. Menguji potensi tetua (uji turunan).

Dari keempat tujuan utama ini dapat disimpulkan bahwa hibridisasi memiliki
peranan penting dalam pemuliaan tanaman, terutama dalam hal memperluas
keragaman dan mendapatkan varietas unggul yang diinginkan. Seleksi akan efektif
apabila populasi yang diseleksi mempunyai keragaman genetik yang luas.

Varietas unggul baru dari tanaman menyerbuk sendiri biasanya merupakan


hasil seleksi pada populasi keturunan hasil persilangan. Sebaliknya, pembentukan
hibrida unggul pada tanaman menyerbuk silang harus diawali dengan menyerbuk
sendiri secara buatan. Keberhasilan penyerbukan buatan sangat tergantung pada
faktor internal (tanaman) dan faktor eksternal (cuaca). Faktor internal yang
terpenting adalah saat masaknya kelamin. Penyerbukan buatan sebaiknya dilakukan
pada saat serbuk sari (pollen) sudah masak tetapi belum mati dan putik siap untuk
dibuahi (reseptif). Cuaca yang cerah dan tidak ada angin akan mendukung
keberhasilan penyerbukan

5.3 Pemilihan Tetua


Pemilihan tetua baik jantan maupun betina sangatlah penting dalam penentuan
keberhasilan hibridisasi. Dalam pemilihan tetua yang akan digunakan, perlu
menentukan sumber plasma nutfah untuk persilangan.

Beberapa sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan sumber antara lain:
28

1. Varietaskomersial
2. Galurelitpemuliaan
3. Galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior
4. Spesiesintroduksi
5. Spesies liar

Berikut beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menentukan tetua dalam
hibridisasi:
1. Pemilihan tetua berdasarkan data fenotip
2. Pemilihan tetua berdasarkan kombinasi data morfologi dan analisis molekuler

Penentuan tetua berdasarkan data fenotip umumnya dapat menggunakan data


dari penampilan genotipe individu tanaman, adaptabilitas dan stabilitas, persilangan
diallel, persilangan atas, data pedigree, dan penanda DNA.

5.4 Tahapan Hibridisasi

1. Persiapan
- Menyiapkan seluruh peralatan yang dibutuhkan untuk persilangan
- Menentukan induk/tetua jantan dan betina
- Mengidentifikasi bunga betina
- Menentukan waktu penyerbukan
- Emaskulasi
- Emaskulasi adalah kegiatan membuang alat kelamin jantan (stamen) pada
tetua betina, sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan
sendiri. Emaskulasi terutamadilakukan pada tanaman berumah satu yang
hermaprodit dan fertil. Cara emaskulasitergantung pada morfologi
bunganya.

Pada tanaman menyerbuk silang proses emaskulasi tidak perlu dilakukan. Hal
tersebut berhubungan dengan karakter organ reproduksi dari tanaman menyerbuk
silang. Misalnya letak organ jantan dan organ betina yang terpisah, masaknya polen
tidak sama dengan kepala putik. Sehingga kontrol persilangan menjadi semakin
lebih mudah jika dibandingkan tanaman menyerbuk sendiri.
29

2. Isolasi
Isolasi dilakukan agar bunga yang telah diemaskulasi tidak terserbuki oleh serbuk
sari asing. Dengan demikian baik bunga jantan maupun betina harus dikerudungi
dengan kantung.
3. Pengumpulan Serbuk Sari
Pengumpulan serbuk sari dari pohon tetua jantan dapat dimulai beberapa jam
sebelumkuncup-kuncup bunga itu mekar. Bila letak pohon tetua betina jauh dari
pohon tetua jantan,maka pengangkutan kuncup-kuncup bunga dari tetua jantan ke
tetua betina akan memakan waktu yang lama. Agar kuncup bunga itu tidak lekas
layu dan tahan lama dalam keadaan segar, hendaknya kuncup bunga itu dipetik dan
diangkut pada pagi hari sebelum matahari terbit atau pada sore hari setelah matahari
terbenam.
4. Penyerbukan
Penyerbukan buatan dilakukan antara tanaman yang berbeda genetiknya.
Pelaksanaannya terdiri dari pengumpulan polen (serbuk sari) yang viabel atau anter
dari tanaman tetua jantan yang sehat, kemudian menyerbukannya ke stigma tetua
betina yang telah dilakukan emaskulasi dengan cara mengguncangkan bunga
jantannya.
5. Penutupan bunga
Penutupan ini agar tanaman jagung tidak diserbuki oleh serbuk sari tanaman jagung
lainnya.
6. Pelabelan
Ukuran dan bentuk label berbeda-beda. Pada dasarnya label harus tahan air dapat
terbuat dari kertas atau plastik.
30

BAB VI
POLIPLOIDI

6.1 Pengertian

Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki set kromosom
(genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan demikian disebut
sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk
menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi.

Organisme hidup pada umumnya memiliki sepasang set kromosom pada


sebagian besar tahap hidupnya. Organisme ini disebut diploid (disingkat 2n).
Namun, sejumlah organisme pada tahap yang sama memiliki lebih dari sepasang
set. Gejala semacam ini dinamakan poliploidi (dari bahasa Yunani πολλαπλόν,
berganda). Organisme dengan kondisi demikian disebut poliploid. Tipe poliploid
dinamakan tergantung banyaknya set kromosom. Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n),
pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya. Dalam kenyataan,
organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan hidup normal di
alam.

Poliploidi umum terjadi pada tumbuhan. Ia ditemukan pula pada hewan


tingkat rendah (seperti cacing pipih, lintah, atau beberapa jenis udang), dan juga
fungi. Manipulasi poliploidi dilakukan untuk mendapatkan jenis yang mempunyai
lebih dari 2 set kromosom (2n), berdasarkan pertimbangan pemuliaan terhadap flora
dan fauna untuk memperbaiki mutu yang lebih baik dari jenis atau organisme
sebelumnya. Individu normal di alam pada umumnya memiliki 2 set kromosom
yang biasa disebut diploid (2n). Individu diploid yang menghasilkan mutan gamet
haploid (n), biasanya berumur pendek. Apabila telur dari organisme diploid
dirangsang untuk menjalani embriogenesis tanpa fertilisasi oleh sperma, lebih
dahulu akan menghasilkan individu haploid yang menyimpang (ADISOEMARTO,
1988).

Manipulasi poliploidi menghasilkan individu triploid, tetraploid dan ploid


yang lebih tinggi. Poliploid ini dapat tumbuh lebih pesat dibandingkan individu
31

diploid dan haploid. Individu triploid memiliki sifat steril dan individu tetraploid
bersifat fertil (SISTINA, 2000). Poliploidi terbentuk dalam dua kelompok, yaitu :
Kelompok pertama autopoliploidi yaitu penggandaan ploidi melalui penggabungan
genom-genom yang sama. Ploid yang dihasilkan dari proses ini adalah aneuploid
(kromosom abnormal) yakni dalam bentuk triploid, tetraploid dan pentaploid.
Kelompok kedua alopoliploidi adalah penggandaan kromosom yang terjadi melalui
penggabungan genom-genom yang berbeda. Manipulasi ini banyak dilakukan pada
tanaman, dari dua jenis tanaman berbeda digabungkan, keduanya menghasilkan
organisme alopoliploid dengan jumlah kromosom 2 x + 2 y.

Tujuan manipulasi poliploidi adalah pemuliaan pada flora maupun fauna.


Individu poliploidi secara fenotif, berbeda dengan diploid maupun haploid. Sel
darah merah triploid dan tetraploid lebih besar dibandingkan sel darah diploid dan
haploid. Kelebihan individu poliploid adalah tumbuh lebih cepat dan mudah
beradaptasi dengan lingkungan, dibandingkan dengan individu diploid dan haploid.
Individu triploid dan tetraploid dapat berperan mengontrol pertumbuhan organisme
lain di lingkungan habitat yang sama (SISTINA, 2000). perlakuan ini, akan
menyebabkan aktifhya oosit (totipotensi) dalam proses duplikasi kromosom.

Beberapa metoda manipulasi kromosom dengan berbagai perlakuan, seperti


kejutan (shocking) dengan suhu panas, dingin, pemberian tekanan (hydrostatic
pressure) atau menggunakan bahan kimiawi. Bahan kimia yang biasa digunakan
adalah kolkisin atau kolsemid. Kedua zat kimia tersebut, menimbulkan kerusakan
mikrotubula yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan dalam pembentukkan
gelondongan meiosis atau mitosis

6.2 Proses Terjadinya Poliploidi

` Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan


lingkungan ekstrem, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan
sel. Perilaku reproduksi tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya
perbanyakan vegetatif atau partenogenesis, dan menyebar luas.
Poliploidi buatan dapat dilakukan dengan meniru yang terjadi di alam, atau
dengan menggunakan mutagen. Kolkisin adalah mutagen yang umum dipakai
32

untuk keperluan ini. Efeknya cepat diketahui dan aplikasinya mudah.


Penggunaannya beresiko tinggi karena kolkisin sangat karsinogenik.
Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies, karena salah satu sebab di atas,
menggandakan set kromosomnya dan kemudian saling kawin dengan autopoliploid
lain. Pola pembelahan sel autopoliploid rumit karena melibatkan perpasangan
empat, enam, atau delapan set kromosom. Triploid karena autopoliploid dapat
bersifat fertil.
Allopoliploid terjadi karena persilangan antarspesies dengan genom yang
berbeda tanpa diikuti reduksi jumlah sel dalam meiosis. Amfidiploid adalah
allotetraploid yang perilaku pembelahan selnya serupa dengan diploid.
Allopoliploidi segmental terjadi apabila sebagian kromosom berasal dari genom
yang berbeda (tidak semuanya berasal dari set kromosom yang lengkap).
Suatu spesies dapat bersifat diploid, meskipun dalam sejarah perkembangan
evolusinya berasal dari poliploid. Spesies demikian dikenal sebagai paleopoliploid.
Contoh spesies ini misalnya padi. Dengan n=10, padi berasal dari moyang poliploid
dengan n=5.
Polploidi secara alami, terjadi pada saat satu garnet menerima dua jenis
kromosom yang sama dan satu garnet lain tidak mendapat salinan (copy) sama
sekali. Salah satu garnet yang menyimpang ini bersatu dengan garnet normal.
Poliploidi secara alami relatif lebih banyak pada tumbuhan dengan pemunculan
yang spontan. Individu poliploid ini memainkan peran penting dalam evolusi
tumbuhan. Pada hewan poliploidi secara alami jarang terjadi, namun terjadi pada
katak dan ikan. Proses ploidisasi alami terjadi sebagai berikut :

1. Jika kromosom di dalam telur yang dibuahi hadir dalam bentuk triplikat
(rangkap tiga), sehingga sel mempunyai jumlah total kromosom 2n + 1 = 3
set kromosom maka sel aneuploid yang terbentuk (sel abnormal) disebut
trisomik.
2. Jika satu kromosom hilang dan sel memiliki jumlah kromosom 2n - 1 = 1 set
kromosom maka sel aneuploid yang terbentuk haploid dan disebut
monosomik.
3. Jika nondisjungsi (gagal berpisah) terjadi selama mitosis, kesalahan
berlangsung di awal perkembangan embrionik, kondisi aneuploid ini
33

diteruskan di fase mitosis untuk sebagian besar sel dan ini bisa berdampak
besar pada organisme tersebut.
4. Organisme yang memiliki dua set kromosom lengkap, didalam sel telur yang
telah dibuahi secara umum dapat berubah sehingga terbentuk kromosom
poliploidi, dengan istilah spesifik triploid (3n) dan tetraploid (4n), masing-
masing menunjukkan 3 atau 4 set kromosom.
5. Organisme triploid bisa dihasilkan dari fertilisasi telur diploid abnormal yang
mengalami nondisjungsi (gagal berpisah) pada semua kromosomnya.
Kecelakaan berikutnya menghasilkan kromosom tetraploid yang tebentuk
akibat kegagalan zigot 2n dalam membelah diri setelah replikasi kromosom-
kromosomnya pada pembelahan mitosis berikutnya. Proses ini akan
menghasilkan embrio yang memiliki kromosom 4n.

6.3 Pengaruh Poliploidi dan Ciri-Cirinya


Poliploidi seringkali memberikan efek dramatis dalam penampilan atau
pewarisan sifat yang bisa positif atau negatif. Tumbuhan secara umum bereaksi
positif terhadap poliploidi. Tetraploid (misalnya kentang) dan heksaploid (misalnya
gandum) berukuran lebih besar (reaksi "gigas", atau "raksasa") daripada leluhurnya
yang diploid. Karena hasil panen menjadi lebih tinggi, poliploidi dimanfaatkan
dalam pemuliaan tanaman. Berbagai kultivar tanaman hias (misalnya anggrek)
dibuat dengan mengeksploitasi poliploidi.
Reaksi negatif terjadi terhadap kemampuan reproduksi, khususnya pada
poliploidi berbilangan ganjil, meskipun ukurannya membesar. Karena terjadi
ketidakseimbangan pasangan kromosom dalam meiosis, organisme dengan ploidi
ganjil biasanya mandul (steril). Pemuliaan tanaman, sekali lagi, mengeksploitasi
gejala ini. Karena mandul, semangka triploid tidak memiliki biji yang normal
(bijinya tidak berkembang normal atau terdegenerasi) dan dijual sebagai "semangka
tanpa biji". Penangkar tanaman hias menyukai tanaman triploid karena biji tanaman
ini tidak bisa ditumbuhkan sehingga konsumen harus membeli tanaman dari si
penangkar.
Hewan bertulang belakang (vertebrata) bereaksi negatif terhadap poliploidi.
Biasanya yang terjadi adalah kematian pralahir.
34

6.4 Pengaruh Poliploidi Pada Pemuliaan Tanaman


6.4.1 Pemuliaan Tanaman dan Peningkatan Produksi

Pada negara-negara berkembang kebutuhan akan karbohidrat 50 % berasal


dari padi. Sekitar 70 % padi diperlukan untuk mencukupi makanan 5 miliar
konsumer padi di dunia. Selain padi, tanaman gandum, jagung dan sorghum juga
adalah bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia. Peningkatan
produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia merupakan hal yang esensial
saat ini.
Peningkatan produksi tanaman tidak dapat diharapkan melalui perluasan areal
pertanian (ekstensifikasi). Para peneliti berupaya meningkatkan produksi tanaman
secara intensifikasi melalui perbaikan kultur teknis budidaya serta meminimalisasi
pengaruh lingkungan mikro pada tanaman. Disisi lain tanaman mempunyai
kemampuan genetik yang terbatas, meskipun lingkungan tumbuhnya
menguntungkan namun peningkatan produksi tidak dapat diharapkan melebihi
kemampuan tanaman tersebut.
Perbaikan hasil dan kualitas biasanya merupakan tujuan utama pemuliaan
tanaman, baik tanaman yang dipanen dalam bentuk biji maupun seratan, buah,
umbi, bunga atau bagian-bagian tanaman lainnya (Phoelman dan Sleper, 1995).
Produksi suatu tanaman dapat ditingkatkan dengan memodifikasi sifat-sifat
morfologi seperti jumlah biji per polong atau permalai pada serealia, berat biji dan
juga-sifat-sifat fisiologi seperti indeks panen, pemanfaatan unsur hara secara efisien
oleh tanaman. Selain itu sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit serta dapat
beradaptasi dengan suatu lahan yang lebih luas melalui toleransi terhadap
kekeringan, suhu ekstrim, salinitas, keadaan lingkungan yang ekstrim juga menjadi
perhatian pemulia.

6.4.2 Pemuliaan Poliploidi


Poliploidi adalah keadaan sel yang memiliki lebih dari dua genom dasar
(3x, 4x, 5x dan seterusnya), ditemukan banyak pada kingdom tanaman. Poliploidi
dapat berisikan dua atau lebih pasang genom dengan segmen kromosom yang
homolog, keseluruhan kromosom homolog atau keseluruhan kromosom tidak
homolog. Perbedaan satu dengan yang lain pada sejumlah gen atau segmen
35

kromosom yang menyebabkan sterilitas sebagian atau seluruhnya(Stebbins, 1950


dalam Sareen, Chowdhury dan Chowdhury, 1992).
Famili rumput-rumputan (gramineae) adalah famili terbesar dari semua
tanaman berbunga, meliputi 10.000 species. Famili ini dikelompokan dalam 600 -
700 genus yang berasal dari moyang purba sekitar 50-70 juta tahun lalu (Kellogg,
2001; Huang et al, 2002). Famili ini biasanya dipakai sebagai model dalam
mempelajari poliploidi. Sebagian besar tipe poliploidi dari famili gramineae yaitu
autopolyploid, allopolyploid segmental dan allopolyploid (Vandepoele, Simillion
dan Van de Peer, 2003)
Secara alami poliploidi sering lebih besar penampakan morfologi dari spesies
diploid seperti permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih
tebal dan tanaman lebih tinggi. Fenomena ini diistilahkan sebagai gigas atau jagur
(Kuckuck et al., 1991). Populasi poliploidi mempunyai kemampuan berkompetisi
lebih baik dibanding moyang diploid ditunjukkan dengan daerah penyebarannya
yang luas (Karmana, 1989). Menurut Poehlman dan Sleper (1995) poliploidi juga
memberi peluang untuk merubah karakter suatu tanaman melalui perubahan jumlah
genom dan kontribusi gen-gen alelik pada karakter tertentu.
Autopoliploid adalah sel yang mempunyai lebih dari dua genom dimana
genomnya identik atau mempunyai kromosom homolog karena pada umumnya
berasal dari satu spesies. Autopoliploid muncul dari penggandaan kromosom yang
komplemen secara langsung. Autopoliploid dapat diinduksi artifisial melalui
perlakuan kolsisin dan dapat terjadi secara spontan, tetapi yang terakhir ini jarang
ditemukan. Menurut Vandepoele et al, (2003) autopoliploid dapat berasal dari
persilangan intraspesies diikuti dengan penggandaan kromosom dimana gamet
tidak mengalami reduksi dan kromosomnya membentuk multivalent pada saat
miosis, dengan pewarisan yang multisomik Beberapa tanaman yang termasuk
autopoliploid alami adalah kentang, ubi jalar, kacang tanah, alfalfa dan
“orchardgrass”.

Beberapa sifat autopoliploid yang berbeda dengan diploid adalah :


1. Volume sel dan nukleus lebih besar,
2. Bertambah ukuran daun dan bunga serta batang lebih tebal,
36

3. Terjadi perubahan komposisi kimia meliputi peningkatan dan perubahan


karbohidrat, protein, vitamin dan alkaloid,
4. Kecepatan pertumbuhan lebih lambat dibanding diploid, menyebabkan
pembungaannya juga terlambat,
5. Miosis sering tidak teratur dengan terbentuknya multivalen sebagai penyebab
sterilitas,
6. Poliploidi tidak seimbang terutama pada triploid dan pentaploid (Sparrow,
1979). Dikatakan juga oleh Poehlman dan Sleper (1995) bahwa autopoliploid
berperan meningkatkan ukuran sel merismatik tetapi jumlah total sel tidak
bertambah. Menurut Sareen et al. (1992) tanaman autotetraploid mempunyai
bagian vegetatif lebih besar, menyebabkan mereka lebih jagur dibanding
diploidnya. Tetapi efek ini tidak universal karena ada beberapa autotetraploid
yang mirip atau lebih lemah dibandingkan tetua diploid.

Menurut Poehlman dan Sleper (1995) tiga hal dasar sebagai petunjuk untuk
memproduksi dan memanfaatkan autoploidi dalam program pemuliaan tanaman
yaitu : (1) autoploidi cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif lebih besar
sedangkan biji yang dihasilkan sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk pemuliaan
tanaman yang bagian vegetatifnya dipanen, (2) lebih berhasil untuk mendapatkan
autoploidi yang jagur dan fertil melalui penggandaan diploid yang jumlah
kromosom sedikit, (3) autoploidi yang berasal dari spesies menyerbuk silang lebih
baik dari pada autoploidi dari spesies menyerbuk sendiri, sebab penyerbukan silang
membantu secara luas rekombinasi gen dan kesempatan untuk memperoleh
keseimbangan genotip pada poliploidi.
Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih genom
dari genom normal 2n =2x, dimana pasangan kromosomnya tidak homolog.
Allopoliploid terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus yang berlainan
genom (hibridisasi interspesies). Tanaman F1-nya akan steril karena tidak ada atau
hanya beberapa kromosom homolog. Bila terjadi penggandaan kromosom spontan
atau diinduksi maka tanaman menjadi fertil. Beberapa tanaman yang termasuk
alloploidi alami adalah gandum, terigu, kapas, tembakau, tebu dan beberapa spesies
kubis.
37

Allopoliploid ditemukan ada yang allopoliplod segmental (sebagian


kromosom homolog) menyebabkan steril sebagian, dan allopolyploid (semua
kromosom tidak homolog) menyebabkan steril penuh. Allopoliploid segmental
memiliki segmen kromosom homologous dan homoeologus (homolog parsial) yang
selama miosis dapat terjadi bivalen dan multivalen sehingga pewarisannya
campuran disomik-polisomik (Vandepoele et al. 2003). Dikatakan juga bahwa
prototipe poliploidi dari rumput-rumputan seperti gandum adalah allopolyploid,
jagung adalah alloploidi segmental dan padi adalah paleopoliploid.
Tujuan induksi allopoliploid adalah mengkombinasi sifat-sifat yang
diinginkan dari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman (Sparrow, 1979). Menurut
Poehlman dan Sleper (1995) beberapa manfaat alloploidi untuk para pemulia adalah
: (1) dapat mengidentifikasi asal genetik spesies tanaman poliploidi, (2)
menghasilkan genotip tanaman baru, (3) dapat memudahkan transfer gen antar
spesies dan (4) memudahkan transfer atau subtitusi kromosom secara individual
atau pasangan kromosom.
Para pemulia menginduksi poliploidi dengan menyilangkan antara spesies
budidaya tetraploid dengan kerabat liarnya dengan tujuan supaya gen yang
diinginkan dapat ditransfer dari spesies liar ke kultivar budidaya (Sparrow, 1979).
Menurut Poehlman dan Sleper (1995) hampir semua kerabat liar Solanum dapat
disilangkan dengan Solanum tuberosum (interspesies) dengan tujuan untuk
mendapatkan resistensi terhadap stress abiotik maupun biotik serta memperbaiki
heterosigositas tanaman.
Pendekatan pembuatan allopoliploid ini kelihatan kurang berhasil dibanding
induksi autopoliploid. Kesulitan yang ditemui dengan pendekatan ini adalah : (1)
adanya “barier incompatible” antar kedua spesies yang akan disilangkan, (2) terjadi
pembuahan tetapi mengalami aborsi embrio (Karmana, 1989). Kendala dalam
menghasilkan tanaman allopoliploid ini dapat diatasi dengan teknik hibridisasi baru
yaitu fusi protoplas atau hibridisasi somatik.
38

6.5 Pengaruh Colchicine Pada Tanaman


Pengertian dari colchicine itu sendiri adalah suatu alkaloid yang terdapat pada
tanaman Colchicum autumnale yang mempunyai rumus C12H25O6N (Suryo,
1995).
Tanaman yang diberi colchicine akan mengalami polyploidi. Menurut Suryo
(1995), jika konsentrasi larutan colchicine dan lamanya waktu perlakuan kurang
mencapai keadaan yang tepat, maka polyploidi belum dapat diperoleh. Sebaliknya
jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktu perlakuannya terlalu lama, maka
colchicine akan memperlihatkan pengaruh negatif, yaitu penampilan menjadi lebih
jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya tanaman.
Menurut Allard (1989), efek colchicine dapat meningkatkan volume
(ukuran) dari bagian tanaman. Popyploidisasi colchicine mempunyai sel-sel lebih
besar. Selama konsentrasi kritis colchicine dipertahankan dalam sel, pelipatgandaan
diulang berkali-kali setelah 3 sampai 4 hari beberapa ratus kromosom dapat terjadi
dalam beberapa sel. Jika efek colchicine hilang, sel-sel polyploid memproduksi inti
anak seperti mereka sendiri. Hal ini juga sama dengan pendapat Crowder (1988),
yaitu pemberian colchicine pada titik tumbuh dari tanaman akan mencegah
pembentukan serabut gelondong dan pemisahan kromosom pada anafase dari
mitosis, sehingga menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan
dinding sel. Biasanya konsentrasi 0,5 sampai 1 persen colchicine dapat
mengakibatkan polyploidi. Apabila pemberian colchicine hanya sebentar saja,
maka serat panjang akan terbentuk kembali dan sel-sel diploid akan membentuk
dan memproduksi anak inti seperti induk.
Menurut Soepomo (1968), tanaman yang diberi colchicine awalnya
menunjukkan pertumbuhan yang agak lambat, tetapi pertumbuhan melebar lebih
besar sehingga memperlihatkan bentuk yang tidak wajar. Setelah itu tanaman akan
tumbuh normal. Faktor-faktor yang menyebabkan colchicine tidak bekerja dengan
baik adalah perendaman biji yang terlalu lama. Hal ini menyebabkan biji-biji yang
direndam banyak yang mati. Menurut Suryo (1995), sel-sel tumbuhan umumnya
tahan terhadap konsentrasi larutan colchicine yang relatif kuat, tetapi penggunaan
konsentrasi larutan yang terlalu kuat dalam waktu lama akan memberikan hasil
yang kurang baik. Faktor yang lain adalah media tanam yang kurang memadai,
39

daya efektifitas dari colchicine yang berubah disebabkan oleh sinar matahari,
penyiraman yang kurang teratur, serta adanya faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan.
40

BAB VII
MUTASI

7.1 Pengertian Mutasi


Istilah mutasi pertama kali digunakan oleh Hugo de Vries untuk
mengemukakan perubahan fenotipe yang mendadak pada Oenothera lamarckiana.
Perubahan itu bersifat menurun, dan terjadi karena penyimpangan gen.Seth wright
juga melaporkan peristiwa mutasi pada domba jenis Ancon yang berkaki pendek
dan bersifat menurun. Penelitian ilmiah tentang mutasi dilakukan pula oleh Morgan
(1910) menggunakn Drosophila melanogaster (lalat buah). Akhirnya murid Morgan
yang bernama Herman Yoseph Muller berhasil melakukan mutasi dengan
menggunakan sinar X dalam percobaannya dengan lalat buah.

Herman Yoseph Muller (1890 – 1945) berpendapat bahwa mutasi yang


terjadi pada sel-sel somatik (tubuh) tidak akan membawa perubahan pada
keturunannya, sedangkan mutasi yang terjadi pada sel-sel gamet kebanyakan letal
(mati) sebelum dilahirkan atau sebelum dewasa. Peristiwa terjadinya mutasi
dinamakan mutagenesis, sedangkan individu yang mengalami mutasi disebut
mutan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen. Untuk membahas
peristiwa mutasi lebih lanjut, perlu Anda ketahui bahwa mutasi ini memiliki
beberapa karakteristik umum antara lain pada peristiwa mutasi belum dapat
diketahui secara pasti bagian gen yang mengalami mutasi. Mutasi dapat bersifat
menguntungkan atau merugikan. Mutan akan dapat hidup jika dapat beradaptasi
dengan lingkungannya. Mutasi dapat muncul secara bebas. Mutasi merupakan
perubahan organisasi materi genetik yang berupa gen atau kromosom dari suatu
individu dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Mutasi yang terjadi pada sel-
sel gamet (sel kelamin) akan bersifat menurun, tetapi jika mutasi tersebut terjadi
pada sel-sel somatik (sel tubuh) maka perubahan itu hanya terjadi pada individu
tersebut dan tidak bersifat menurun. Hasil dari mutasi sukar untuk diamati karena
sebab-sebab berikut.

1. Gen yang mengalami mutasi dalam suatu individu, tidak menonjolkan diri.
41

2. Gen yang mengalami mutasi pada umumnya bersifat letal, sehingga tidak dapat
diamati. Biasanya individu akan mati sebelum dilahirkan atau sebelum dewasa.

3. Gen yang mengalami mutasi pada umumnya bersifat resesif, sehingga dalam
keadaan heterozigot belum dapat terlihat.

7.2 MACAM-MACAM MUTASI


Mutasi adalah perubahan genetic (gen atau kromosom) dari suatu individu
yang bersifat menurun.
Mutasi dapat terjadi pada tingkat gem maupun kromosom yaitu:

7.2.1 Mutasi Gen


Gen merupakan materi yang mengandung informasi genetik dan
mempunyai tugas khusus sesuai dengan fungsinya. Gen dapat mengalami duplikasi
diri untuk menyampaikan informasi genetika dari generasi ke generasi berikutnya.
Di samping itu, gen juga mampu mengontrol proses metabolism di dalam tubuh.
Mutasi gen merupakan mutasi yang terjadi karena adanya perubahan susunan
molekul gen atau perubahan pada struktur DNA. Perubahan tersebut akan
mempengaruhi sifat kerja dari gen. Mutasi gen disebut juga mutasi titik atau point
mutation. Pada mutasi gen, pengaruh terjadi pada saat terjadinya sintesis DNA
(replikasi). Apabila pada saat sintesis DNA tersebut terjadi mutasi maka mutagen
akan mempengaruhi pemasangan basa nukleotida sehingga tidak berpasangan
dengan basa nukleotida yang seharusnya. Pada mutasi gen tidak terjadi perubahan
lokus, bentuk, dan jumlah kromosom. Pada peristiwa ini yang mengalami
perubahan adalah m-RNA, sehingga dalam sintesis protein akan menghasilkan
perubahan protein, akibatnya menghasilkan fenotipe yang berbeda. Mutasi gen
dapat terjadi karena adanya hal-hal berikut.

a. Pergantian pasangan basa nitrogen

Adanya pergantian pasangan basa nitrogen pada suatu rantai polinukleotida


dapat menyebabkan perubahan pada kodon. Peristiwa ini disebut dengan subtitusi.
Perubahan kodon ini akan menyebabkan perintah pembuatan asam amino menjadi
42

berubah pula. Peristiwa ini dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen. Berdasarkan
basa nitrogen yang digantikan, mutasi secara subtitusi ini dibedakan menjadi dua.
1) Tranversi

Peristiwa tranversi merupakan pergantian basa nitrogen yang tidak sejenis.


Tranversi dapat terjadi bila terdapat pergantian basa purin dengan basa pirimidin
atau basa pirimidin dengan basa purin.

Misalnya:

T-A diganti menjadi A-T

G-S diganti menjadi S-G

DNA induk
123456789
STGGTASTG
GASSATGAS

Apabila terjadi tranversi nukleotida 2, 3 dan 7 menjadi

123456789
SASGTAGTG
GTGSATSAS

2) Transisi
Transisi merupakan peristiwa pergantian basa nitrogen yang sejenis. Transisi
terjadi bila terdapat pergantian basa purin dari satu mutasi DNA dengan purin
lainnya atau basa pirimidin dengan pirimidin lainnya.

Misalnya:
43

A-T diganti menjadi G-S


S-G diganti menjadi T-A

DNA induk
123456789
STGGTASTG
GASSATGAS

Apabila terjadi transisi nukleotida 2 dan 7 menjadi


123456789
SSGGTATTG
GGSSATAAS

b. Penyisipan dan Pengurangan Basa Nitrogen


Peristiwa penyisipan dan pengurangan basa nitrogen meliputi dua hal.
1) Insersimerupakan peristiwa penyisipan satu atau lebih pasangan basa nitrogen
pada rantai DNA. Insersi dapat disebabkan oleh fragmen DNA yang pindah.
Peristiwa ini disebut dengan transposom.
Misalnya:
DNA induk
123456789
STGGTASTG
GASSATGAS
Apabila terjadi insersi nukleotida antara 8 - 9 menjadi
1234567889
STGGTASTAG
GASSATGATS

2) Delesi, dapat terjadi karena pengurangan satu atau lebih pasangan basa nitrogen
pada rantai DNA. Peristiwa ini dapat disebabkan karena radiasi sinar radioaktif
dan infeksi suatu virus.
44

Misalnya:
DNA induk
123456789
STGGTASTG
GASSATGAS
Apabila terjadi transisi nukleotida 2 dan 7 menjadi seperti berikut.

12345678
STGGTAST
GASSATGA

Mutasi bisu (silent mutation) dapat terjadi jika perubahan basa nitrogen pada
rantai DNA tidak mempengaruhi hasil produksi protein atau gejala fenotip yang
lain. Mutasi gen dapat terjadi pada peristiwa pembentukan anemia sel sabit (sickle
cell anemia) atau pada peristiwa HNO2 yang bereaksi dengan adenin.

7.2.2 Mutasi Kromosom


Kromosom merupakan suatu badan yang di dalamnya mengandung banyak gen.
Kromosom dapat mengalami mutasi karena adanya perubahan struktur atau
susunan dan jumlah kromosom. Mutasi kromosom ini disebut juga dengan mutasi
besar (gross mutation). Hal ini disebabkan karena susunan kromosom yang
mengandung banyak gen, sehingga jika terjadi mutasi pada kromosom akan
menimbulkan perubahan fenotipe yang lebih besar, bahkan dapat muncul individu
baru hasil mutan yang betulbetul menyimpang dari aslinya. Penyebab terjadinya
mutasi kromosom antara lain adanya gangguan fisik dan kimia sehingga terjadi
kesalahan di dalam pembelahan sel yang mengakibatkan struktur kromosom rusak
dan jumlah kromosom berubah. Pada prinsipnya mutasi pada kromosom terdiri
atas dua macam.

a. Mutasi karena Perubahan jumlah kromosom


Mutasi yang terjadi karena perubahan jumlah kromosom disebut ploidi, yang
macamnya sebagai berikut.
45

1. Eploidi
Euploidi merupakan mutasi yang melibatkan pengurangan atau penambahan
dalam perangkat kromosom (genom). Jumlah kromosom di dalam genom pada
masing-masing jenis organisme berbeda-beda, misalnya pada tumbuhan kentang
adalah 12, apel adalah 17, dan gandum adalah 7.
Proses euploid terjadi karena faktor-faktor yang dapat mempengaruhi antara lain
pemberian zat kimia, misalnya kolkisin, penggunaan suhu tinggi dan dekapitasi.
Penggunaan kolkisin dapat mempengaruhi pembelahan sel, khususnya
menghalangi pembentukan gelendong pembelahan dan menghambat terjadinya
anafase. Karena hal tersebut maka kromatid tidak terpisah ke kutub yang
bersebelahan. Dekapitasi merupakan pemotongan tunas tanaman sehingga tunas
baru yang muncul adalah tetraploid (4n).

2. Aneuploid
Aneuploid merupakan mutasi kromosom yang tidak melibatkan perubahan pada
seluruh genom, tetapi terjadi hanya pada salah satu kromosom dari genom.
Pada pembelahan sel, kadang-kadang terjadi gagal berpisah (nondisjunction).
Gagal berpisah dapat terjadi pada meiosis yaitu pada saat anafase. Gagal berpisah
pada meiosis I ditandai dengan peristiwa yaitu bagian-bagian dari sepasang
kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya.
Gagal berpisah juga dapat terjadi pada pasangan kromatid selama anafase meiosis
II.

Sel gagal berpisah


Bila diperhatikan, terlihat salah satu gamet menerima dua jenis kromosom yang
sama dari salah satu gamet yang lain. Apabila pada saat pembuahan, gamet-gamet
yang tidak normal bersatu dengan gamet yang normal lainnya maka akan
menghasilkan keturunan aneuploid yang memiliki jumlah kromosom yang tidak
normal. Susunan kromosom tubuh normalnya adalah 2n, namun karena mutasi
maka susunan kromosom menjadi berubah. Pada peristiwa aneuploidi terjadi
pengurangan dan penambahan kromosom. Ada yang kekurangan satu kromosom,
atau dua kromosom. Ada juga yang kelebihan satu kromosom atau dua
46

kromosom. Bentuk-bentuk peristiwa aneuploid berakhiran dengan somi, sehingga


aneuploid disebut juga dengan aneusomi.

Peristiwa aneuploid dapat terjadi karena hal-hal berikut ini.


Pada saat anafase meiosis I, salah satu kromatid tidak melekat padagelendong
sehingga jumlah kromosom ada yang berkurang dan ada yang mengalami
kelebihan. Pada saat terjadinya peristiwa gagal berpisah yaitu tidak terpisahnya
kromosom homolog pada waktu profase meiosis I. Peristiwa aneuploid dapat
terjadi pada manusia, sehingga mengakibatkan
sindrom, di antaranya sebagai berikut:
1. Sindrom turner
Sindrom turner ditemukan oleh H.H. Turner pada tahun 1938. Sindrom ini terjadi
pada individu yang kehilangan kromosom Y sehingga hanya mempunyai
kromosom X. Individu pada penderita sindrom turner berjenis kelamin
perempuan. Sindrom turner memiliki susunan kromosom 22AA + XO atau
45,XO. Penderita sindrom turner memiliki karakteristik antara lain:
(1) gonad abnormal dan steril;
(2) tubuh pendek;
(3) payudara tidak berkembang dengan baik;
(4) memiliki leher yang bersayap;
(5) Terjadi keterbelakangan mental;
(6) Terdapat kelainan kardiovaskuler.

2. Sindrom Klinefelter
Sindrom ini ditemukan oleh Klinefelter pada tahun 1942. Sindrom klinefelter
merupakan suatu keadaan pada individu yang mempunyai kelebihan satu
kromosom, sehingga susunan kromosomnya adalah 22AA + AAY atau 47,XXY.
Sindrom klinefelter terjadi pada seorang laki-laki. Penderita ini memiliki 47
kromosom, termasuk satu kromosom Y dan dua kromosom X. Penderita sindrom
klinefelter memiliki ciri-ciri antara lain:
(1) memiliki ukuran tubuh yang tinggi;
(2) memiliki tangan dan kaki yang lebih panjang;
47

(3) gonad tidak berkembang sehingga bersifat steril;


(4) payudara berkembang;
(5) terjadi keterbelakangan mental.

3. Sindrom edwards
Sindrom edwards ditemukan oleh I.H. Edwards. Penderita sindrom ini mengalami
peristiwa trisomi pada kromosom ke-16, 17, dan 18. Sindrom edwards memiliki
ciri-ciri antara lain:
(1) berumur pendek, usia rata-rata hanya 6 bulan;
(2) tengkorak berbentuk agak lonjong;
(3) memiliki bentuk mulut yang lebih kecil;
(4) bentuk dada pendek dan lebar;
(5) memiliki letak telinga yang lebih rendah.
4. Sindrom down
Sindrom down ini mula-mula diteliti oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Kondisi ini diberi istilah idiot mongoloid. Keadaan yang terjadi penderita pada
sindrom down disebabkan karena adanya suatu ekstra kopi salah satu kromosom
yang terkecil pada trisomi 21. Penderita sindrom down akan memiliki
karakteristik seperti berikut:
(1) Pada bayi yang baru lahir terdapat garis-garis pada kedua telapak tangannya
yang disebut dengan sidik dermatoglifik.
(2) Memiliki badan yang pendek.
(3) Memiliki bentuk wajah agak bulat.
(4) Memiliki bentuk mata yang sipit.
(5) Keadaan mulut sering terbuka.
(6) Memiliki kelainan pada jantung.
(7) Biasanya memiliki IQ rendah yaitu di bawah 75.
(8) Aktivitas geraknya lamban.
(9) Memiliki hidup yang lebih pendek daripada individu yang normal, yaitu
sekitar 16 tahun.

Ciri-ciri penderita sindrom down dapat Anda lihat pada Gambar


48

Keterangan:
A. Ciri-ciri wajah yang khas
B. Lipatan simia pada telapak tangan
C. Kelemahan otoT

Peningkatan umur ibu yang mengandung janin diduga mengakibatkan tendensi


bagi terjadinya penyimpangan ini. Korelasi antara kejadian sindrom down dan
umur bapak adalah kecil. Korelasi antara penderita sindrom down dengan umur
ibu dapat terlihat pada Gambar

6. Sindrom patau
Sindrom patau merupakan suatu keadaan pada individu yang mengalami trisomi
pada kromosom ke-13, 14, dan 15. Penderita sindrom patau memiliki karakteristik
sebagai berikut.
(1) Berumur pendek, umumnya meninggal pada usia 3 bulan.
(2) Memiliki polidaktili.
(3) Ukuran struktur otak lebih kecil.

(4) Mengalami keterbelakangan mental.


(5) Bagian bibir memiliki celah.
(6) Mengalami kelemahan pada jantung dan kelainan pada usus.

b. Mutasi karena Perubahan Struktur Kromosom


Perubahan struktur kromosom mengakibatkan kerusakan bentuk kromosom yang
disebut aberasi. Beberapa peristiwa perubahan struktur kromosom, antara lain
seperti berikut.

1. Inversi
Inversi merupakan mutasi yang terjadi karena perubahan letak gen akibat
terpilinnya kromosom pada saat meiosis sehingga terbentuk kiasma. Tipe kelainan
kromosom ini sulit diidentifikasi secara visual. Pada peristiwa inversi, urutan gen
menjadi terbalik yang disebabkan karena kromosom pecah menjadi dua bagian,
49

bagian tengahnya menyisip kembali dalam urutan terbalik. Proses inverse Dari
Gambar di atas terlihat hasilnya adalah kromosom yang urutannya terbalik.
Kromosom-kromosom homolog kadang-kadang akan menunjukkan pembentukan
gelang pada waktu sinapsis bila salah satu kromosom mengandung urutan yang
terbalik, seperti yang terlihat pada Gambar di bawah ini Homolog-homolog yang
menunjukkan pembentukan gelang pada waktu sinapsis. Berdasarkan letak
sentromernya, inversi dapat dibedakan seperti berikut.

a. Inverse Perisentrik
Inversi ini terjadi karena dua bagian yang patah terletak pada lengan kromosom
yang berlainan sehingga sentromer terdapat di antara dua bagian yang patah.
b. Inverse Parasentrik
Inversi ini terjadi karena dua bagian yang patah terletak pada satu lengan
kromosom.

2. Translokasi
Translokasi adalah peristiwa perpindahan potongan kromosom menuju kromosom
lain yang bukan homolognya. Translokasi dapat menyebabkan kromosom yang
terjadi lebih panjang atau lebih pendek dari sebelumnya. proses translokasi Proses
tersebut menunjukkan peristiwa translokasi yang melibatkan kromosom 15 dan
21. Suatu bagian dari kromosom 21 bertaut pada Kromosom pembawa translokasi
dan gamet-gamet yang diperolehnya. kromosom 15. Pada waktu meiosis, salah
satu gamet dapat menerima sepotong kromosom ekstra (tambahan). Jika gamet ini
terlibat dalam fertilisasi, maka zigot akan memiliki sepotong kromosom ekstra
seperti pada trisomi. Gamet yang dihasilkan dari meiosis dalam sel pada Gambar.
ada kemungkinan dapat hidup meskipun mengandung kromosom translokasi.
Seseorang yang tumbuh dari gamet tersebut disebut pembawa (carrier) translokasi
Ada beberapa macam peristiwa translokasi antara lain:

a) Translokasi Homozigot
Translokasi homozigot adalah pertukaran segmen kedua kromosom homolog
dengan segmen kedua kromosom yang bukan homolognya.
50

b) Translokasi Heterozigot
Pada translokasi ini terjadi pertukaran satu segmen kromosom ke satu segmen
kromosom yang bukan homolognya.

c) Translokasi Resiprok
Translokasi resiprok terjadi apabila terdapat dua patahan pada dua ujung yang
bukan homolognya masing-masing di satu tempat. Patahan kromosom akan
menyambung kembali tapi bertukar tempatnya.
d) Translokasi Robertson
Translokasi Robertson terjadi apabila kromosom-kromosom akrosentris yaitu
kromosom-kromosom dengan sentromer pada satu ujung sehingga kromosom
yang sesungguhnya hanya mempunyai satu tangan, menyatu pada sentromer
membentuk kromosom-kromosom metasentris.
3. Duplikasi
Duplikasi merupakan peristiwa penambahan dan penggandaan patahan kromosom
dari kromosom lain yang sehomolog, Peristiwa duplikasi ini dapat dijumpai pada
kehidupan di antaranya dapat ditemukan pada fragile X sindrom yang
menyebabkan kemunduran pada mental. Selain itu dapat ditemukan pula pada
mutasimutasi bar dalam Drosophilla melanogaster yang mengakibatkan kelainan
struktur mata yang disebabkan oleh duplikasi suatu daerah dalam kromosom X
yang diperlihatkan oleh pola barik dari kromosom politen,

4. Delesi
Delesi merupakan peristiwa pengurangan suatu kromosom akibat sebagian
kromosom pindah pada kromosom lain, karena adanya patahan. Salah satu
sindrom pada manusia yang disebabkan oleh delesi yaitu sindrom cri-du-chat.
5. Katenasi
Katenasi merupakan peristiwa saling menempelnya ujung-ujung kromosom yang
saling berdekatan sehingga membentuk lingkaran. Hal ini dimulai dari patahnya
kromosom di dua tempat, kemudian bagian yang patah tersebut lepas dan saling
mendekat. Peristiwa katenasi ini biasanya didahului dengan translokasi.
51

c. Macam-macam mutasi
1. Berdasarkan tempat terjadinya
a. Mutasi somatic
Mutasi ini terjadi pada sel-sel tubuh dan dampaknya hanya dirasakan pada
individu tersebut dan tidak diturunkan. Faktor-faktor yang menyebabkan mutasi
somatik, antara lain sinar radioaktif, sinar ultraviolet, dan obat-obatan atau zat-zat
yang bersifat mutagenik.
b. Mutasi germinal
Mutasi ini terjadi pada sel-sel gamet dan memiliki sifat dapat diwariskan. Mutasi
germinal dapat dialami oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosomal
yang disebut dengan mutasi autosomal. Hasil mutasi autosomal dapat berupa
mutasi dominan atau mutasi resesif. Mutasi germinal juga dapat terjadi pada
kromosom kelamin yang disebut dengan mutasi tertaut kelamin.
2. Berdasarkan sifat genetiknya
a. Mutasi dominan, Mutasi ini memperlihatkan pengaruhnya pada kondisi
heterozigot
b. Mutasi resesif, Mutasi ini terjadi pada organisme diploid (misalnya manusia)
dan tidak diketahui dalam keadaan heterozigot, kecuali resesif pautan seks.
3. Berdasarkan sumbernya
a. Mutasi Alam
Mutasi alam adalah mutasi yang terjadi dengan sendirinya atau penyebabnya tidak
diketahui secara pasti sehingga mutasi ini terjadi secara spontan. Mutasi alam ini
diduga disebabkan oleh sinar kosmis (proton, positron, photon), sinar radioaktif
(uranium), sinar ultraviolet, dan radiasi ionisasi internal, yaitu bahan radioaktif
dalam suatu jaringan tubuh yang berpindah masuk ke jaringan lainnya.
Mutasi alami ini dampaknya dapat terjadi pada kehidupan baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan, antara lain seperti berikut.
1) Anemia sel sabit (anemia sickle sel)
Pada penyakit ini terlihat bahwa homozigot-homozigot resesif mengandung sel-
sel darah abnormal yang pada kondisi tertentu misalnya tekanan oksigen rendah
maka sel darah ini akan kehilangan bentuknya yang normal dan berubah menjadi
bentuk sabit.
52

2) Kaki pendek pada domba Ancon


Penemuan domba ini dilaporkan oleh Seth Wright. Peristiwa ini bersifat menurun.
3) Albinisme
Albinisme merupakan suatu kondisi pada tubuh seseorang yang kekurangan
pigmen kulit, sehingga kulit menjadi lebih terang.
4) Hidrosefalus
Kelainan ini merupakan pembesaran kepala karena menumpuknya cairan di
bagian kepala.
5) Diabetes melitus (kencing manis)
6) Warna pada mata Drosophilla melanogaster
7) Warna pada biji jagung dan kacang ercis
Apabila diamati, sifat-sifat yang diwariskan oleh mutan alam ini umumnya
bersifat resesif dan merugikan bagi mutan sendiri atau keturunannya. Biasanya
mutan tidak dapat bertahan hidup, tetapi jika ada yang hidup, hal itu disebabkan
mutan dapat beradaptasi dengan lingkungannya kemudian menjadi varietas baru.
b. Mutasi Buatan
Mutasi buatan adalah mutasi yang terjadi akibat campur tangan manusia. Mutasi
buatan ini memang sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu kepentingan tertentu
dan diambil manfaatnya. Mutasi buatan ini merupakan awal dari lahirnya rekayasa
genetika dalam bidang bioteknologi.
Mutasi buatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pemakaian
bahan radioaktif untuk memperoleh bibit unggul, penggunaan radiasi peng-ion,
pemakaian bahan kolkisin, dan penggunaan sinar X. Peristiwa mutasi buatan ini
dapat ditemui pada kehidupan sehari-hari, misalnya:
1) penemuan padi Atomita I dan Atomita II;
2) tanaman gandum dapat berbunga dan berbuah lebih cepat;
3) teknik jantan Mendel dalam metode pemberantasan hama;
4) warna warni pada bunga rose antara lain kuning, ungu, oranye, dan lain-lain;
5) dihasilkannya buah semangka dan tomat tanpa biji.
53

7.3 FAKTOR PENYEBAB MUTASI


Mutagen adalah factor-faktor yang menyebabkan laju mutasi. Mutagen dapat
dibedakan berdasarkan faktor penyebabnya.
1. Bakteri
2. Virus, Virus dapat menyebabkan mutasi dan merugikan pada manusia, di
antaranya virus rubella yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, mata
(katarak), dan telinga (tuli). Selain itu, virus hepatitis juga dapat menyebabkan
aberasi pada darah dan sumsum tulang sehingga dapat menyebabkan terjadinya
peristiwa mutasi.
3. Mutagen Kimia
Mutagen kimia disebabkan oleh bahan kimia, antara lain kolkisin,antibiotik,
alkohol, asam nitrit, aminopurin, alkilase, dan lain-lain. Akibat dari mutagen
kimia dapat dijumpai dalam kehidupan seharihari, antara lain:
a. menyebabkan gangguan mental;
b. terjadinya mikrosefalur (kepala kecil);
c. terganggunya proses replikasi DNA;
d. terjadinya kerusakan kromosom;
e. timbulnya adiksi fisiologis (ketagihan).

Konsumsi minuman teh, kopi, maupun coklat juga dapat menyebabkan adiksi
fisiologis. Penggunaan MSG pada makanan juga menjadikan kerusakan pada
kromosom manusia.
4. Mutagen Fisika
Mutagen fisika terdiri atas bahan-bahan berikut.
a. Radiasi Peng-ion
terlihat hilangnya suatu elektron yang menyebabkan atom menjadi bermuatan
listrik. Atom demikian dikenal sebagai ion. Atom-atom yang mengambil electron
juga akan menjadi ion-ion. Radiasi pengion terdiri atas unsur-unsur berikut.
1) Zat radioaktif
Zat radioaktif ini secara alami dapat berasal dari kerak bumi. Zat-zat tersebut
adalah uranium, thorium, dan radium.
2) Sinar X
54

Sinar X biasa digunakan di rumah sakit. Radiasi sinar X yang berasal dari
peralatan diagnostik medis bertujuan untuk pengobatan, tetapi pada dosis yang
berlebih sinar X dapat mengakibatkan kerugian. Kerugian yang terjadi misalnya
kanker dan dampak yang dapat diwariskan.
3) Sinar kosmis
Sinar kosmis berasal dari matahari dan dalam jangka waktu tertentu dapat bersifat
merugikan.
4) Proton dan netron b

b. Radiasi Bukan Peng-ion


Radiasi bukan peng-ion berasal dari hal-hal berikut.
1) Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet berasal dari matahari. Sinar ultraviolet dapat menyebab kan
terjadinya kanker kulit.
2) Suhu tinggi
Mutasi akan terjadi semakin cepat bila suhu tinggi. Peningkatan suhu sebesar 10o
C akan menambah kecepatan mutasi menjadi 2 – 3 kali lipat.
E. Manfaat dan Kerugian dari Mutasi
Dari semua uraian di depan dapat diketahui bahwa peristiwa mutasi yang terjadi
dalam kehidupan dapat diambil manfaatnya oleh manusia antara lain seperti
berikut.
1. Dihasilkan buah-buahan tanpa biji, seperti semangka. Jika kita akan
membudidayakan semangka maka perlu diperhatikan produksinya. Buah
semangka akan memiliki nilai jual yang lebih baik jika berukuran besar dan tanpa
biji. Untuk itu perlu dilakukan pemberian kolkisin. Kolkisin dapat dibeli di toko
obat-obatan tanaman. Cara pemakaian kolkisin dapat dibaca pada label petunjuk
pemakaian pada tanaman. Dengan penerapan mutasi ini dapat memberikan
peluang usaha yang baik dalam meningkatkan hasil tanaman yang kita tanam,
sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
2. Dengan peristiwa mutasi dapat didapatkan tanaman hias yan memiliki nilai
ekonomi tinggi, misalnya yang populer di masyarakat saat ini adalah tanaman hias
Aglonema. Harga tanaman ini mencapai puluhan juta rupiah. Hal ini bisa
55

dijadikan sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Varietas baru ini dapat
dihasilkan dengan pemberian kolkisin pada tanaman.
3. Mutasi dapat meningkatkan hasil produksi pertanian, di antaranya gandum,
tomat, kelapa poliploidi, kol poliploidi, dan sebagainya.
4. Hasil antibiotik, seperti mutan Penicillium akan lebih meningkat lagi.
5. Mutasi merupakan proses yang sangat berguna untuk evolusi dan variasi
genetic.
Selain memiliki nilai manfaat, ternyata mutasi juga memiliki nilai negative dan
menyebabkan kerugian pada manusia.

Beberapa kerugian yang disebabkan karena proses mutasi adalah sebagai berikut.
1. Terjadinya mutasi gen menyebabkan beberapa kelainan pada manusia antara
lain sindrom turner, sindrom down, albino, anemia sel sabit, dan sebagainya.
2. Penemuan buah tanpa biji dapat mengakibatkan tanaman mengalami kesulitan
untuk mendapatkan generasi penerusnya.
3. Pemberian insektisida yang tidak sesuai dosisnya dapat mengakibatkan mutasi
pada hama sehingga akan menjadi resisten terhadap jenis insektisida yang sama.
Hama yang resisten akan mengalami peledakan jumlah sehingga akan merusak
tanaman budidaya.
4. Penggunaan sinar radioaktif pada proses mutasi dapat mengakibatkan
tumbuhnya sel kanker dan cacat bawaan pada janin dalam rahim.
56

BAB VIII
STERILITAS TEPUNG SARI/MANDUL JANTAN (MALE STERILITY)

8.1 Pengertian Sterilisasi Tepung Sari


Secara umum kemandulan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan tanaman
membentuk biji karena kegagalan polen atau sel telur berfungsi secara normal.
Dengan demikian, ketidaknormalan perkembangbiakan dapat menyebabkan
kemandulan. Misalnya, benang sari atau tangkai putik cacat, atau polen mungkin
rusak, atau sel telur gagal atau abortus. Jadi, yang dimaksud mandul jantan adalah
tidak adanya atau tidak berfungsinya polen.

Kemandulan pada tumbuhan terjadi karena ketidak-setimbangan nucleus atau


sitoplasmaakibat persilangan antarspesies yang berbeda. Kesetimbangan akan pulih
pada generasi berikutnya melalui mutasi dalam nukleus yang menghasilkan alel
pemulih. Melalui pemuliaan tanaman telah berhasil dipindahkan sterilitas antar
spesies melalui persilangan interspesifik. Alel pemulih mungkin dapat dipindahkan
atau mungkin dapat tidak dipindahkan dari spesies donor dalam persilangan
antarspesies tersebut. Berikut beberapa hal yang menyebabkan terjadinya mandul
jantan
 Benang sari tidak ada atau tidak tumbuh
 Kegagalan memproduksi polen disebabkan oleh terganggunya beberapa fase
pertumbuhan.
 Polen terbentuk namun gagal dalam proses pematangan karena adanya
penyimpangan susunan kepala sari.

8.2 Tipe-Tipe Mandul Jantan

8.2.1 Mandul Jantan Genik

Mandul jantan genik (MJG) terjadi pada banyak spesies tanaman, baik
tanaman menyerbuk sendiri maupun tanaman menyerbuk silang. MJG umumnya
dikendalikan oleh lokus tunggal dengan dua alel (Ms, ms). Genotype ms/ms
umunya mandul, sedangkan Ms/ms dan Ms/Ms adalah
57

Tabel 1. Keturunan yang dihasilkan dari berbagai kombinasi persilangan pada


mandul jantan genik
No. Persilangan Keturunan yang dihasilkan
1 ms ms x Ms Ms F1 (Ms ms) fertil
2 Ms Ms x ms ms Tidak ada F1 yang dihasilkan
3 ms ms x Ms ms F1 (Ms ms) fertil

F1 (Ms ms) fertil


4 Ms ms x ms ms Tidak ada F1 yang dihasilkan

fertil (roy.2000). MJG dapat muncul secara spontan atau diinduksi secara buatan
dengan mutagen fisik atau kimia.

Dalam pemuliaan tanaman, mandul jantan genik digunakan untuk


memproduksi benih hibrida. Produksi benih tanaman budi daya yang
memanfaatkan mandul jantan genik adalah kapas, barley, tomat, bunga matahari,
dan jenis cucurbitaceae.

8.2.2 Mandul Jantan Sitoplasmik

Mandul jantan sitoplasmik dikendalikan oleh adanya sitoplasma steril dan


hampir sepenuhnya dikendalikan oleh kegiatan sitoplasma. Mandul jantan
sitoplasmik sama sekali tidak menyangkut factor genetic, kecuali bila sesuatu gen
mempunyai pengaruh pada perubahan kegiatan sitoplasma. Tanaman yang
mempunyai sitoplasma tertentu akan dapat menyebabkan sterilitas bila disilangkan
dengan tanaman lain yang normal. Keturunan hasil persilangan tersebut semuanya
steril karena memiliki sitoplasma dari tetua betinanya. Kebanyakan mandul jantan
sitoplasmik disebabkan oleh hibridisasi antara spesies yang berbeda, antara sub-
spesies, atau kadang-kadang antara varietas berbeda dari spesies sama.

Dalam pemuliaan tanaman, mandul jantan sitoplasmik banyak digunakan


untuk memproduksi benih tanaman hias atau tanaman yang bagian vegetatifnya
memiliki nilai ekonomi. Namun, pada tanaman yang bijinya bernilai ekonomi,
58

mandul jantan sitoplasmik tidak dapat dimanfaatkan karena keturunan yang


dihasilkan akan mandul jantan.

8.2.3 Mandul Jantan Sitoplasmik-Genik

Kebanyakan sterilitas di alam adalah mandul jantan sitoplasmik-genik.


Mandul jantan sitoplasmik-genik dikendalikan oleh interaksi antara sitoplasma dan
gen dalam inti. Berdasarkan penemuan terkini, beberapa kasus yang semula diduga
sebagai mandul jantan sitoplasmik, kemudian dilaporkan sebagai mandul jantan
sitoplasmik-genik. Contohnya pada tanaman jagung, bit-gula, dan petunia.

Pada kasus mandul jantan sitoplasmik-genik, terdapat dua tipe sitoplasma,


yaitu fertile normal (N) dan jantan steril (S), dan inti terdapat gen Ms yang dominan
terhadap ms. Sitoplasma diwariskan kepada keturunan hanya dari tetua betina. Gen
Ms dominan terhadap sitoplasma steril (S). berdasarkan tipe sitoplasma dan gen
yang dimilikinya, tanaman dapat di klasifikasikan menurut tabel 2.

Table 2. klasifikasi tanaman berdasarkan tipe sitoplasma dan gen inti


Inti
Ms Ms Ms ms Ms ms
Sitoplasma
N Fertil Fertil Fertil
S Fertil Fertil Steril

Mandul jantan sitoplasmik-genik pada bawang merah dikendalikan oleh dua


gen yang bersifat komplementer yaitu ms1 ms1 dan ms2 ms2. pada wortel
dikendalikandua gen duplikat dominan yang bersifat komplementer (Kallo,1988).

Sistem mandul jantan sitoplasmik-genik pertama kali digunakan untuk


mempproduksi benih pada bawang bombai. Pada galur bawangn” Italian Red “
ditemukan satu tanaman mandul, kemudian tanaman tersebut diperbanyak
menggunakan umbi lapisnya. Semula dianggap sebagai mandul jantan sitoplasmik,
namun kemudian diketahui sebagai mandul jantan sitoplasmik-genik. Tanaman
59

bawang steril tersebut disilangkan dengan tanaman fertile, keturunan yang


diperoleh semua steril, semua fertile, atau setengah fertile dan setengah steril. Hal
ini sesuai dengan sterilitas yang dipulihkan oleh alel dominan yang terdapat pada
satu lokus gen pemulih( Tabel 3 )

Table 3. hasil persilangan bawang steril dengan bawang fertil


Tetua Betina Tetua Jantan Keturunan
Genotipe Fenotipe Genotipe Fenotipe Genotipe Fenotipe
S rr Steril S atau N RR Fertil S Rr Fertil
S atau N Rr Fertil ½ S Rr Fertil
½ S rr Steril
Nrr Fertil S rr Steril

Pada tanaman jagung, paling sedikit terdapat tiga sitoplasma steril yang telah
diidentifikasi. Dua diantaranya, yaitu sitoplasma T dan C yang merupakan sistem
mandul jantan sitoplasmik-genik sporofit. Sitoplasma T dapat dipulihkan menjadi
fertil oleh dua gen dominan dari dua lokus berbeda Rf1 dan Rf2. Aksi kedua gen
tersebut bersifat komplementer, artinya agar sterilitas sitoplasma dapat
dipulihkan,kedua gen tersebut harus dalam kondisi dominan.

8.3 Mekanisme Pengendalian Sterilitas

Mandul jantan dapat dibuat dengan diinduksi bahan kimia. Sterilisasi polen
dengan bahan kimia akan berguna dalam menggantikan prosedur emaskulasi
sebelum melakukan penyerbukan tangan pada program hibridisasi. Prosedur umum
adalah penyemprotan pada daun sebelum pembungaan, yang menghambat produksi
polen yang viable, tetapi tidak melukai pistil, atau menurunkan hasil benih. Jika
perlakuanya berhasil dan semua polen mati, penyerbukan sendiri tidak akan
berlangsung pada tanaman yang diberi perlakuan, tetapi bunga akan membentuk
benih secara bebas dari penyerbukan silang.
60

Penelitian dalam penggunaan bahan kimia untuk menekan perkembangan


polen telah dilakukan pada kapas, jagung, gandum,sorgum,dan tanaman budidaya
lainnya termasuk sayuran. Perlakuan pada tanaman untuk menginduksi sterilitas
polen memiliki tingkat keberhasilan yang bervariasi. Masalah utama dalam
mendapatkan sterilitas seluruh polen adalah adanya variasi respon pada genotipe-
genotipe tanaman yang berbeda, pengaruh lingkungan pada aksi bahan kimia, atau
efek yang berbeda dari bahan kimia itu sendiri.Sifat bahan kimia antara lain dapat
diabsorbsi dan di translokasikan ke jaringan meristem bunga pada waktu yang tepat
dan pada dosis yang paling efektif.

8.4 Aplikasi Mandul Jantan Pada Pemuliaan Tanaman

a. Sebagai penghasil sterilitas genetic

Sebagaimana telah di utarakan sebelumnya, gen pengendali sterilitas dalam


keadaan homozigot resesif. Untuk memperoleh susunan gen demikian perlu dicari
melalui silang-balik (back-cross) sebagai berikut.

Dengan demikian heterozigot Msms digunakan untuk mempertahankan gen


polen steril. Agar potensi tanaman sebagai penghasil hibrida tidak berubah maka
tanaman heterozigot tersebut harus dari genotipe yang sama
61

b. Sebagai penghasil sterilitas sitoplasma

Sterilitas sitoplasma lebih luas digunakan untuk komersial karena jauh lebih
mudah mempertahankan persediaan steriliras polen, terutama untuk tanaman
menyerbuk sendiri. Sterilitas ini mempunyai arti penting karena memungkinkan
terjadi persilangan secara masal untuk memperoleh biji hibrida.

Polen sepeti ini tergantung dari interaksi antara gen dengan sitoplasma, yang
kemungkinannya adalah sebagai berikut.

Untuk menghasilkan tanaman steril, perlu penyilangan tanaman steril sebagai


betina dan tanaman fertil sebagai jantan, sebagai berikut.

c. Meningkatkan penyerbukan silang alami

Mandul jantan juga dapat meningkatkan penyerbukan silang alami pada


tanaman menyerbuk sendiri. Gen mandul jantan memberikan mekanisme untuk
meningkatkan penyerbukan silang pada tanaman yang secara alami menyerbuk
sendiri. Dengan penyerbukan tangan, seorang pemulia memiliki keterbatasan dalam
62

jumlah penyerbukan silang yang dapat dibuatnya pada satu musim. Dengan
menggunakan gen mandul jantan, kemampuan untuk mendapatkan kombinasi
persilangan akan sangat meningkat, terutama untuk penyerbukan silang di antara
generasi-generasi yang bersegregasi.

d. Sebagai penghasil benih hibrida

Pada persilangan untuk menghasilkan benih hibrida, tanaman A mempunyai


polen steril sehingga polen sepenuhnya berasal dari tanaman B. kedua tanaman ini
dipilih sebagai tetua yang dapat menimbulkan heterosis pada F1.

Pada pemuliaan tanaman, mandul jantan dapat digunakan untuk menghindari


pekerjaan emaskulasi sebelum hibridisasi, emaskulasi pada program pemuliaan
hibridisasi tanaman menyerbuk sendiri membutuhkan tenaga kerja dan waktu.
Selain itu, hal tersebut penting artinya untuk menghasilkan biji hibrida, terutama
untuk tanaman yang dalam sekali persilangan hanya menghasilkan satu atau sedikit
biji.
63

BAB 1X
HETEROSIS

9.1 Pengertian Heterosis


Pemuliaan tanaman menyerbuk silang seperti jagung didasari oleh adanya
efek heterosis atau hibrid vigor (Mohr dan Schopfer 1995). Istilah heterosis
merupakan asal kata dari stimulus of heterozygotis yang pertama kali digunakan
oleh George Harrison Shull pada tahun 1914 (Jones 1952).

Heterosis atau Hybrid Vigor menurut Poehlman (1979) didefinisikan sebagai


peningkatan dalam ukuran atau vigor dari suatu hibrida melebihi rata - rata kedua
tetuanya. Pengaruh dari heterosis pada suatu tanaman dapat dilihat dalam berbagai
bentuk, seperti tinggi tanaman, ukuran daun, ukuran sel, perkembangan akar,
peningkatan hasil dan bentuk lainnya. Chaudhari (1971) mendefinisikan heterosis
sebagai peningkatan vigor, pertumbuhan, hasil atau fungsi dari suatu hibrida
melebihi tetua, yang merupakan hasil persilangan secara genetik suatu individu
yang berbeda. Hayes et. al (1955) menyatakan heterosis menunjukkan hasil
stimulasi perkembangan, melalui mekanisme apapun, hasil penggabungan yang
berbeda. Sedangkan hybrid vigor menunjukkan perwujudan dari efek heterosis.

Untuk mendapatkan hibrida dengan hasil yang tinggi, galur murni perlu
dibentuk dari dua atau lebih populasi dasar yang berbeda secara genetik sehingga
memberikan tingkat heterosis yang tinggi pada F1 hasil persilangan (Singh 1987).

Keturunan hasil persilangan dua galur murni akan menampakkan peningkatan


vigor melampaui galur-galur tetuanya. Namun, dari ribuan galur murni yang diuji
hanya sedikit sekali yang menampakkan heterosis yang menguntungkan secara
ekonomis (Allard 1960).

Lawan dari efek heterosis adalah efek penangkaran dalam (inbreeding


depression) atau hilangnya vigor tanaman setelah perkawinan antar individu yang
berkerabat dekat (Welsh 1981). Crowder (1986) menambahkan bahwa
homosigositas yang dihasilkan oleh penangkaran dalam pada tanaman menyerbuk
silang atau hewan hasil persilangan sering mengakibatkan menurunnya ketegaran
64

atau vigor menjadi lemah, mulai dari ukuran, produksi tepung sari, tinggi tanaman
yang disebabkan munculnya gen - gen resesif yang tidak menguntungkan. Batasan
dari heterosis dapat berbeda - beda tergantung dari pembanding yang digunakan
(Welsh 1981). Heterosis dapat berarti perbaikan karakter F1 dibandingkan dengan
karakter induk terbaiknya. Batasan lainnya adalah membandingkan F1 dengan rata
- rata karakter induknya.

Crowder (1986) menyatakan dua teori yang menjadi dasar genetis heterosis
yaitu teori dominansi (dominant) dan teori lewat dominansi (over dominant). Pada
teori dominansi diduga adanya peran dari faktor - faktor dominan dari banyak gen
yang menimbulkan efek heterosis, sedangkan pada teori lewat dominansi, heterosis
terjadi karena adanya tanggapan dan interaksi dari keadan heterozigot. Informasi
mengenai pengaruh heterosis dalam persilangan galur inbrida menentukan dalam
pemilihan galur sebagai tetua yang potensial untuk memperoleh hibrida berdaya
hasil tinggi. Salah satu acuan dalam menentukan matrik persilangan galur inbrida
adalah asal-usul tetuanya (Moentono 1997). Heterosis yang tinggi diduga diperoleh
dari tetua hibrida yang berbeda secara genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi
(Virmani et. al. 1981).

Konsep heterosis merupakan dasar dalam pembentukan hibrida unggul. Galur


yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida jagung, terlebih dahulu diuji
keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya gabung
(combining ability).

9.2 Daya Gabung


Faktor utama yang menentukan keunggulan hibrida adalah daya gabung
galur murni. Pada awalnya, daya gabung merupakan konsep umum untuk
mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya
(Hallauer dan Miranda 1988).

Melalui persilangan buatan di antara semua pasangan tetuanya, dapat


diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, besarnya nilai heterosis, daya
gabung, dan dugaan besarnya ragam genetik suatu karakter. Hasil tinggi dapat
diperoleh apabila kombinasi antar galur memiliki nilai heterosis dan daya gabung
65

khusus yang besar. Daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilai
daya gabung khusus yang tinggi (Silitonga et. al. 1993)

Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua, yang
bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilan
superior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan
prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya.
Nilai masing-masing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan
keturunan unggul bila dikombinasikan dengan galur - galur lain (Allard 1960).

Poespodarsono (1988) mengartikan daya gabung sebagai kemampuan


genotipe untuk memindahkan sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Daya
gabung terbagi menjadi dua jenis, yaitu daya gabung umum (general combining
abilty) dan daya gabung khusus (spesific combining ability). Daya gabung umum
(DGU) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang
unggul untuk suatu karakter tertentu yang disilangkan dengan sejumlah tetua
lainnya atau rata - rata penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan
sejumleh tetua lainnya. Daya gabung umum yang baik adalah nilai rata – rata
kombinasi mendekati nilai rata – rata keseluruhan persilangan. Daya gabung khusus
(DGK) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang
unggul jika disilangkan dengan kombinasi yang spesifik dengan tetua lainnya atau
penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan tetua lainnya yang lebih
baik dari daya gabung umum untuk tetua tersebut (Poehlman dan Sleeper 1990).

Daya gabung umum relatif lebih penting dari daya gabung khusus untuk
galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih
penting dari daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksi
sebelumnya terhadap peningkatan hasil (Sprague dan Tatum 1942).

Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan metode diallel cross, yakni
evaluasi terhadap seluruh kombinasi hibrida silang tunggal dari sejumlah galur
murni (Stoskopf et al., 1993).
66

Henderson (1952) menyatakan bahwa daya gabung umum tidak memiliki


arti, kecuali bila nilainya dibandingkan pada lebih dari satu individu dan populasi
penguji serta lingkungan yang ditentukan. Chaudhari (1971) menyatakan daya
gabung khusus digunakan untuk menduga suatu persilangan dengan beberapa
kombinasi yang ada relatif lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan dengan
dasar rata – rata penampilan dari galur yang dilibatkan. Secara umum, menurut
Henderson (1952) daya gabung khusus merupakan konsekuensi dari interaksi gen
intra alel (dominan) dan interaksi gen inter alel (epistasis).

Daya gabung umum (DGU) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebut
memiliki daya gabung yang baik. Sedangkan nilai DGU yang rendah, berarti tetua
yang bersangkutan mempunyai daya gabung rata-rata yang lebih rendah
dibandingkan dengan tetua - tetua yang lain. Nilai positif atau negatif dari DGU
tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya. Daya
gabung khusus (DGK) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebut memiliki
kombinasi persilangan yang tinggi dengan salah satu dari tetua - tetua yang
digunakan (Sutjahjo 1987).

Informasi yang diperoleh dari pendugaan nilai DGU dan DGK sangat
penting dalam suatu program pemuliaan. Sesuai dengan pendapat dari Soewarso
(1982) bahwa informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK dan
resiprokalnya akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan yang
sesuai dalam rangka perbaikan sifat - sifat tanaman. Daya gabung yang didapat dari
persilangan antar seluruh tetua dapat memberikan informasi tentang kombinasi -
kombinasi yang dapat memberikan turunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang
tinggi dapat diperoleh pada kombinasi yang memiliki efek heterosis dan daya
gabung khusus yang besar. Galur yang memiliki nilai daya gabung umum yang
tinggi tidak selalu memberikan nilai daya gabung khusus yang tinggi pula (Silitonga
et. al. 1993).

Menurut Setiyono dan Subandi (1996), hasil pipilan suatu hibrida F1 akan
tinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek
67

DGU dan DGK tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat
bermanfaat untuk merakit varietas berumur genjah.

9.3 Persilangan Dialel


Persilangan dialel adalah sebuah set persilangan yang dilakukan melibatkan
sejumlah ”n” galur dalam seluruh kombinasi persilangan yang mungkin (Singh dan
Chaudhary, 1979). Analisis persilangannya disebut analisis dialel yang
menyediakan informasi tentang parameter genetik, DGU dan DGK tetua dan
turunannya. Salah satu metode yang umum digunakan untuk analisis dialel adalah
dengan pendekatan Metode Griffing. Menurut Griffing (1956), terdapat empat
macam metode yang bisa digunakan untuk analisis dialel, yaitu :
1. Metode I : kombinasi lengkap p2, terdiri dari tetua, F1 dan
persilangan resiprokalnya.
2. Metode II : ½ p (p + 1) kombinasi terdiri dari tetua dan F1.
3. Metode III : p (p – 1) kombinasi terdiri dari F1 dan resiprokalnya.
4. Metode IV : ½ p (p – 1) kombinasi terdiri dari F1 saja.

Pemilihan metode yang akan digunakan tergantung dari tujuan analisisnya.

Dalam penentuan tetua - tetua yang akan dipakai dalam persilangan, interpretasi
hasil analisis dialel dibagi ke dalam dua kelompok model (Griffing, 1956), yaitu :
1. Model tetap (fixed model), dengan menggunakan tetua - tetua tertentu yang
merupakan genotipe yang dimaksud. Estimasi yang diperoleh hanya berlaku untuk
genotipe yang dimasukkan ke dalam pengujian, tidak berlaku untuk populasi lain.

2. Model acak (random model), dengan menggunakan tetua - tetua yang


merupakan contoh acak dari populasi tetua yang dimaksud. Estimasi yang diperoleh
diinterpretasikan berkaitan dengan populasi tetua, darimana genotipe diambil
secara acak.

Dalam analisis dialel, dapat diperoleh berbagai informasi yang berguna bagi
pemulia untuk menentukan bahan dan metode untuk program pemuliaannya. Salah
satu cara peningkatan produksi jagung nasional adalah penggunaan varietas unggul.
Jagung hibrida salah satu varietas unggul yang dianjurkan pemerintah untuk
68

ditanam, terutama untuk lahan beririgasi. Pada saat ini, jagung hibrida sudah
banyak ditanam petani. Di Jawa Barat, luas penanaman jagung hibrida 44,9% dari
luas pertanaman jagung (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 1998).

Gejala heterosis dan daya hasil tinggi pada F1 mempunyai arti yang sangat
penting dalam pembentukan varietas hibrida. Heterosis adalah peningkatan nilai
suatu karakter dari hibrida F1 dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua tetuanya
(Fehr, 1987; Matzinger et al., 1962; Crowder, 1986; Hallauer dan Miranda, 1981).
69

BAB X
PERSILANGAN ANTAR SPESIES TANAMAN

10.1 Pengertian
Persilangan (hybridization atau crossing) dalam biologi adalah perkawinan
antar individu ataupun populasi yang berbeda secara genetik untuk menghasilkan
gabungan sifat dari tetua ataupun rekombinasi gen-gen pada keturunannya. Dalam
ilmu biologi molekuler persilangan diartikan sebagai teknik berikatannya suatu
untaian tunggal DNA atau RNA dengan untaian komplemen yang berasal dari RNA
atau DNA yang berbeda. Persilangan dapat terjadi di antara individu yang berbeda
spesies (persilangan interspesifik) maupun antar individu dalam satu spesies
(persilangan intraspesifik) yang umumnya dikenal sebagai persilangan antar galur
(untuk tanaman) atau antar aksesi. Perkembangbiakan manusia melalui perkawinan
adalah contoh persilangan dalam satu spesies. Dalam ilmu peternakan istilah
persilangan lebih sering disebut dengan perkawinan. Individu keturunan hasil
proses persilangan dapat bersifat subur, mandul, maupun mandul sebagian.

10.2 Hibridisasi (Persilangan) pada Tanaman


Perkawinan antar spesies merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
meningkatkan keragaman genetik. Keragaman tersebut nantinya akan diseleksi
untuk mendapatkan varietas yang memiliki sifat unggul.
Sifat unggul pada tanaman dapat timbul secara alami karena adanya seleksi alam
atau dapat juga timbul karena adanya campur tangan manusia melalui pemuliaan
tanaman.
Saat ini telah banyak ditemukan bibit unggul melalui proses hibridisasi atau
persilangan. Persilangan merupakan salah satu cara untuk menghasilkan
rekombinasi gen.
Secara teknis, persilangan dilakukan dengan cara memindahkan tepung sari ke
kepala putik pada tanaman yang diinginkan sebagai indukan, baik pada tanaman
yang menyerbuk sendiri (self polination crop) maupun pada tanaman yang
menyerbuk silang (cross polination crop).
Persilangan pada tanaman dapat diartikan sebagai proses penyerbukan yang
terjadi sela tanaman atau populasi yang berlainan secara genetik. Pengetahuan
70

tentang sistem reproduksi dan alat kelamin pada tumbuhan membuat persilangan
menjadi suatu agenda yang efektif untuk memperbaiki penampilan tanaman.
Berlandaskan kejadiannya, persilangan pada tanaman dapat terjadi dengan dua
agenda yaitu persialangan alami dan persilangan hasil pekerjaan. Pada tanaman
menyerbuk terbuka, persilangan tanaman terjadi secara alami patut dengan bantuan
angin maupun serangga, dan bantuan manusia untuk tujuan tertentu. Pada tanaman
menyerbuk sendiri persilangan tanaman umumnya dilakukan oleh manusia
(persilangan buatan) untuk menggabungkan sifat atau watak yang berlainan dari
dua atau kultivar tanaman. Persilangan hasil pekerjaan pada tanaman dilakukan
dengan mengumpulkan abuk sari dengan agenda memotong benang sari beserta
kepala sari (kastrasi) dari tetua jantan dan menyerbukkannya ke putik bunga yang
belum diserbukki yang dipergunakan sebagai tetua betina.

10.3 Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penyerbukan silang pada tanaman


antara lain:
Pada garis besarnya persilangan mencakup kegiatan (1) persiapan, (2) kastrasi,
(3) emaskulasi, (4) Isolasi, (5) pengumpulan serbuk sari, (6) penyerbukan dan (7)
pelabelan. 1)

1. Pemilihan indukan jantan dan betina


Dalam persilangan ini, dibutuhkan induk betina dan jantan yang unggul.
Sebagai induk betina, dipilih tanaman yang memiliki bunga dengan putik yang
sudah matang yakni mengeluarkan cairan seperti embun dan belum menghasilkan
serbuk sari.
71

Bunga yang sudah menghasilkan serbuk sari dikhawatirkan sudah mengalami


penyerbukan sendiri. Sementara itu, sebagai induk jantan dipilih tanaman yang
bunganya sudah menghasilkan serbuk sari, sebagai tanda kelamin jantannya sudah
matang.

2. Kastrasi
Kastrasi adalah proses pembersihan/pembuangan bagian bunga betina yang
akan diemaskulasi meliputi alat kelamin jantan (stamen), bagian kuncup-kuncup
bunga, mahkota dan kelopak bunga serta organ tanaman lain yang menggangu
persilangan.
Bunga yang telah bersih dari alat kelamin jantan ditutup dengan kertas sungkup
agar tidak terserbuki oleh tepung sari yang tidak dikehendaki.
Kastrasi dilakukan sehari sebelum penyerbukan agar putik menjadi masak
sempurna saat penyerbukan sehingga keberhasilan penyilangan lebih tinggi. Waktu
yang baik untuk melakukan kastrasi adalah setelah pukul 15: 00 sore. Alat yang
dapat digunakan pada tahap ini adalah pinset.
72

3. Emaskulasi
Emaskulasi adalah kegiatan membuang alat kelamin jantan (stamen) pada tetua
betina, sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri. Emaskulasi
terutama dilakukan pada tanaman berumah satu yang hermaprodit dan fertil. Cara
emaskulasi tergantung pada morfologi bunganya.

4. Isolasi
Isolasi adalah kegiatan menutup bunga indukan betina yang telah dilakukan
persilangan dengan menggunakan kertas sungkup dan selotip, dengan tujuan agar
serbuk sari dari tanaman yang lain tidak menempel pada putik indukan betina yang
disilangkan.
Berbagai tanaman sejenis yang dapat dilakukan persilangan di antaranya adalah
padi, cabai, terong, jagung, tomat, paprika, kacang kapri dsb.
Tanaman sejenis yang dapat disilangkan contohnya adalah cabai merah keriting
dapat disilangkan dengan cabai rawit, cabai dapat disilangkan dengan paprika,
tomat lokal bisa disilangkan dengan tomat hibrida.
Keberhasilan persilangan sangat ditentukan oleh pengetahuan si pemulia terkait
struktur bunga, waktu mulai berbunga, waktu bunga mekar, kapan bunga betina
siap menerima bunga jantan (tepung sari), dan tipe penyerbukannya (sendiri atau
silang).
5. Pengumpulan serbuk sari
Pengumpulan serbuk sari Pengumpulan serbuk sari dari pohon tetua jantan dapat
dimulai beberapa jam sebelum kuncup-kuncup bunga itu mekar. Bila letak pohon
tetua betina jauh dari pohon tetua jantan, maka pengangkutan kuncup-kuncup
bunga dari tetua jantan ke tetua betina akan memakan waktu yang lama. Agar
kuncup bunga itu tidak lekas layu dan tahan lama dalam keadaan segar, hendaknya
kuncup bunga itu dipetik dan diangkut pada pagi hari sebelum matahari terbit atau
pada sore hari setelah matahari terbenam.
6. Penyerbukan
Penyerbukan buatan dilakukan antara tanaman yang berbeda genetiknya.
Pelaksanaannya terdiri dari pengumpulan polen (serbuk sari) yang viabel atau anter
73

dari tanaman tetua jantan yang sehat, kemudian menyerbukannya ke stigma tetua
betina yang telah dilakukan emaskulasi. Cara melakukan penyerbukan :
 Menggunakan kuas, pinset, tusuk gigi yang steril, yaitu dengan
mencelupkan alat-alattersebut ke alkohol pekat, biarkan kering kemudian
celupkan ke polen dan oleskan kestigma.
 Mengguncangkan bunga jantan di atas bunga betina, sehingga polen jantan
jatuh ke stigma bunga tetua betina yang telah diemaskulasi. Cara ini
biasanya digunakan untuk persilangan padi dan jagung

7. Pelabelan
Pelabelan Ukuran dan bentuk label berbeda-beda. Pada dasarnya label terbuat dari
kertas keras tahan air, atau plastik.

10.4 Pesilangan dalam Pembentukan Kultivar Hibrida


10.4.1 Silang puncak
Silang puncak (top cross) dalam program pembuatan kultivar hibrida yaitu
persilangan sela galur inbred dengan kultivar bersari lepas. Silang puncak
umumnya dilakukan pada kala pengujian keturunan dalam memainkan seleksi
untuk memilih galur-galur inbred yang dipersiapkan menjadi tetua hibrida. Pada
beberapa rujukan istilah silang puncak disamakan dengan silang tiga jalur dalam
pembuatan hibrida.

10.4.2 Silang tunggal


Silang tunggal (single-cross) yaitu persilangan sela dua galur inbred yang
dipergunakan untuk membuat kultivar hibrida. Hibrida hasil persilangan ini
dinamakan hibrida silang tunggal serta bersifat homogen dan heterozigot.

10.4.3 Silang ganda


Silang ganda (double crosses) yaitu persilangan sela dua hibrida F1 silang
tunggal yang berlainan. Keturunan hasil dari persilangan ini dinamakan hibrida
silang ganda dan bersifat homogen heterozigot. Awal mulanya hibrida silang ganda
74

dipergunakan untuk mengganti hibrida silang tunggal pada jagung yang pada masa
itu produksi dan penampilan tanamannya kurang patut.
 Silang tiga jalur
Silang tiga jalur (three-way crosses) yaitu persilangan sela hibrida F1 hasil silang
tunggal dengan satu galur inbred. Keragaman genetik hibrida silang tiga jalur lebih
akbar daripada hibrida silang tunggal karena menggunakan tiga macam galur inbred
yang berlainan. Kala ini dalam praktik pembuatan kultivar hibrida jagung, silang
tiga jalur mulai dibiarkan lepas dan digantikan oleh hibrida silang tunggal.
 Persilangan dua tetua
Rancangan persilangan dua tetua (biparental mating) yaitu rancangan yang paling
sederhana dalam menduga varians genetik dari suatu populasi. Rancangan ini
pertama kali dipandukan oleh Mather pada tahun 1948 dengan memainkan
persilangan pada sejumlah “n” tanaman yang diambil secara tanpa pola dari suatu
populasi.

10.5 Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan persilangan


 Waktu pelaksanaan.
Waktu melakukan polinasi adalah pagi hari (kira-kira 08.00-09.00 wib) dimana
bunga betina belum mekar sempurna tetapi bunga jantan sudah menunjukkan
kematangan serbuk sari.
 Kondisi bunga jantan dan bunga betina
Yaitu matang atau tidaknya/ siap atau tidaknya dilakukan persilangan. Untuk bunga
jantan dikatakan matang bila bunganya sudah mekar sempurna, dan warna serbuk
sarinya kuning agak jingga sedangkan untuk bunga betina, bunga yang belum
mekar atau masih kuncup. Karena apabila bunga tersebut sudah mekar dapat
dikatakan sudah melakukan polinasi sendiri.
 Waktu Tanaman Berbunga
Dalam persilangan harus diperhatikan: (1) penyesuaian waktu berbunga. Waktu
tanam tetua jantan dan betina harus diperhatikan supaya saat anthesis dan reseptif.
waktunya bersamaan, (2) waktu emaskulasi dan penyerbukan. Pada tetua betina
waktu emaskulasi harus diperhatikan, seperti pada bunga kacang tanah' padi hams
pagi hari, bila melalui waktu tersebut polen telah jatuh ke stigma. Juga waktu
75

penyerbukan harus tepat ketika stigma reseptif. Jika antara waktu antesis bunga
jantan dan waktu reseptif bunga betina tidak bersamaan, maka perlu dilakukan
singkronisasi. Caranya dengan membedakan waktu penanaman antara kedua tetua,
sehingga nantinya kedua tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Untuk
tujuan sinkronisasi ini diperlukan informasi tentang umur tanaman berbunga.
 Cuaca
Cuaca Saat Penyerbukan Cuaca sangat besar peranannya dalam menentukan
keberhasilan persilangan buatan. Kondisi panas dengan suhu tinggi dan
kelembaban udara terlalu rendah menyebabkan bunga rontok. Demikian pula jika
ada angin kencang dan hujan yang terlalu lebat. Cuaca lebih ditekankan pada saat
hari cerah karena bila persilangan dilakukan pada saat mendung atau menandakan
akan hujan, kemungkinan besar persilangan tersebut tidak akan berhasil melainkan
busuk.
 Suhu dan Kelembaban
Menurut Darjanto dan Satifah (1990) suhu yang cocok untuk perkecambahan polen
sekitar 15 - 35oC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25oC. Pada suhu
sekitar 40 - 50o C polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi
penguapan sehingga polen akan mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah,
misalnya di bawah 10o C polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu ini
polen dehidrasi dan akan mengerut. Kelembaban yang terlalu rendah atau kurang
air juga dapat menyebabkan gagalnya persilangan karena bunga yang gugur atau
anther yang tidak segar sehingga tidak berkecambah.
 Ketelitian peletakan serbuk di atas putik.
Dalam meletakkan serbuk sari di atas kepala putuk haruslah sesuai dan tepat.
Kebanyakan terjadi keidakberhasilan persilangan karena para pemulia tidak tepat
dalam meletakkan serbuk sari dari bunga jantan.

10.6 HAMBATAN PERSILANGAN INTERSPESIFIK


Contohnya pada tanaman gandum. Kendala yang ada dalam persilangan gandum,
yaitu adanya inkompabilitas. Inkompabilitas disebabkan oleh perbedaan jumlah dan
jenis genom pada persilangan interspesifik. Pada dasarnya kendala yang
76

menyebabkan sulitnya persilangan interspesifik terjadi pada pra dan pasca fetilisasi
( Khush dan Brar, 1988 )
Keberhasilan fertilisasi pada perkawinan interspesifik tidak diikuti oleh
perkembangan embrio dan endosperm yang tidak normal, antara lain : (a) interaksi
yang tidak baik antara generasi dna spesies berhubungan dengan pembelahan sel
dan diferensiasi, (b) interaksi dalam sel sigotik antara sitoplasma dan gen inti, (c)
Hubungan genetic antara embrio, endosperm dan jaringan maternal tidak
favorable, (d) Sejumlah ovul yang difertilisasi tidak mencukupi untuk mencegah
aborsi bunga dan buah.
Persilangan antar spesies ini memiliki hambatan dan peluang yang sama-
sama besar. Keberhasilan persilangan antar spesies jauh lebih rendah daripada
keberhasilan persilangan antar tanaman dalam satu spesies. Beberapa hambatan
persilangan antar spesies, diantaranya:
1. Jauhnya jarak hubungan kekerabatan antar spesies. Semakin jauh
hubungan kekerabatan antar spesies, maka peluang kegagalan untuk
mendapatkan tanaman F1 (keturunan pertama) semakin besar.
Kegagalan ini disebabkan oleh ketidakmampuan bersatunya genetic
atau plasma sel pada pembentukan zigot.
2. Hambatan lain dapat juga disebabkan oleh ketidaksesuaian antara
perkembangan embrio dan endosperma.
3. Interaksi antara genotip hasil persilangan dengan plasma sel yang
berasal dari salah satu tetua berpeluang menghasilkan keturunan
tidak normal tumbuhnya atau sama sekali gagal.
4. Rendahnya biji yang dihasilkan, hibrida yang lemah, hibrida
mandul, dan kurangnya rekombinasi kromosom
77

BAB XI
HERITABILITAS

11.1 Pengertian Heritabilitas


Terdapat dua pengertian haritabilitas, yaitu heritabilitas dalam arti luas dan
dalam arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara unu adalah dalam arti
sempit. Heritabilitas dalam arti luas adalah total atau penjumlahan antara ragam
genetik, dominantt dan epistasis dibagi dengan total atau penjumlahan antara
ragam genetik, dominant, epistasis, dan lingkungan. Sedangkan heritabilitas
dalam arti sempit yaitu : Ragam genetik per total atau penjumlahan antara ragam
genetik, dominant, epistasis, dan lingkungan (Firman, 2011).

Heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetic terhadap besaran total


ragam genetic ditambah dengan ragam lingkungan. Heritabilitas dalam arti luas
yaitu memperhatikan keragaman genetic total dalam kaitannya dengan keragaman
fenotip. Heritabilaitas dalam arti sempit yaitu merupakan yang menjadi focus
perhatian adalah keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif yang
merupakan bagian dari keragaman genetic total.nilai heritabilitas tergantung
kepada unit referensi yang digunakan. Biasanya dalam pemuliaan tanaman unit
referensi yang digunakan dapat berupa individu tanaman, satu petakan tunggal,
petak berulang dalam lingkungan tunggal. (Allard, 1995)

Heritabilityis aterm usedto refer toa partof thetotaldiversity(as measured


by the body) ofa traitisdue togenetic influences. Inthe
statisticsisobservedphenotypically plasticresponsevariance,
whichcausedperbadaanhariditasbetweengenesandgenecombinations ofgenotypesof
individualsasaunit (Warwick, dkk, 1983)

Arti : Heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari
keragaman total (yang diukur dengan raga) dari suatu sifat yang diakibatkan
oleh pengaruh genetik. Secara statisitik merupakan reaksi observed fenotifik
variance, yang disebabkan perbadaan hariditas diantara gen dan kombinasi
gen genotype individu-individu sebagai suatu unit.
78

11.2 Kegunaan / Manfaat Heretabilitas


Heritabilitas merupakan parameter paling penting dalam pemuliaan.
Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat yang diseleksi, maka semakin tinggi
peningkatan sifat yang diperoleh setelah seleksi. Tingginya nilai heritabiltas suatu
sifat menunjukkan tingginya korelasi ragam fenotipik dan ragam genetik. Pada
kondisi ini seleksi fenotipik individu sangat efektif, sedangkan jika nilai
heritabilitas rendah, maka sebaiknya seleksi dilakukan berdasarkan kelompok.
Manfaat dari heritabilitas ini yaitu menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat yang
baik dan menghasilkan bibit unggul pada tumbuhan (Mangoendijdojo, 2003).

11.3 Faktor yang Mampu Mempengaruhi Heretabilitas


Realized heritability merupakan salah satu cara mengestimasi nilai
heritabilitas. Pengukuran dengan menggunakan metode ini didasarkan pada
respon seleksi, dimana heritabilitas merupakan perbandingan antara respon dan
seleksi (Fehr, 1987). Perbedaan rata-rata populasi dari biji terseleksi dengan
populasi asal disebut respon seleksi (Poespadarsono, 1988).

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas


antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode
perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan
yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian (Fehr, 1987). Nilai duga
heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan
oleh pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya (Poehlman, 1979).

Nilai duga Heritabilitas berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga Heritabilitas
sebesar 1,0 menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang
ditimbulkan disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga Heritabilitas 0,0
menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam
populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Knight, 1979).
79

BAB XII
SELEKSI PADA PEMULIAAN TANAMAN

12.1 Seleksi
Seleksi dapat terjadi secara alami dan secara buatan. Seleksi merupakan suatu
proses individu atau kelompok tanaman dipisahkan dari populasi campuran.
Kemajuan seleksi sangat tergantung dari adanya keragaman genetik dan
penggunaan metode seleksi yang tepat.

Terdapat dua bentuk seleksi untuk meningkatkan karakter tanaman, yaitu


seleksi antara populasi yang sudah ada untuk meningkatkan karakter yang
diinginkan dan seleksi dalam populasi untuk memperoleh tanaman yang digunakan
untuk menciptakan varietas baru, berupa keturunan hasil persilangan yang biasanya
terdiri atas tanaman hasil segregasi.

12.2 Seleksi Satu atau Beberapa Karakter


12.2.1 Seleksi satu karakter
Seleksi satu karakter umumnya lebih mudah dilakukan. Akan tetapi, seleksi
satu karakter dapat mempengaruhi karakter lain. Hal ini terjadi apabila karakter-
karakter itu dikendalikan oleh gen yang sama atau gen-gen dalam keadaan terpaut.
Hal demikian dapat menguntungkan atau merugikan. Menguntungkan apabila
karakter lain yang tidak dituju menunjang peningkatan karakter yang diseleksi.
Sebaliknya, dengan ikut sertanya karakter lain terseleksi mungkin akan
menurunkan karakter yang semula baik. Misalnya, seleksi dilakukan untuk
meningkatkan karakter produksi, tanpa disengaja ikut pula gen pengendali
ketahanan terhadap penyakit. Walaupun dengan seleksi dapat ditingkat kan karakter
produksinya, tetapi ternyata karakter ketahanan berubah menjadi peka. Oleh karena
itu, hal ini perlu diperhitungkan di dalam program seleksi. Sebelum melakukan
seleksi, sebaiknya sudah diketahui hubungan antara karakter yang dituju dengan
karakter-karakter lain yang dianggap penting. Informasi korelasi atau regresi antar
karakter dapat digunakan untuk mencari hubungan antara karakter.
80

12.2.2 Seleksi untuk beberapa karakter

Seringkali pemulia menginginkan beberapa karakter yang diharapkan ada


pada varietas baru yang akan diciptakan. Untuk itu, terdapat tiga metode yang dapat
dipakai, yaitu seleksi berurutan, seleksi simultan, dan seleksi indeks.

a. Seleksi berurutan

Pada seleksi berurutan, program seleksi dikerjakan terhadap satu karakter,


lalu karakter berikutnya. Jadi, seleksi dilakukan terhadap satu karakter pada
generasi awal. Setelah karakter tersebut mantap dilakukan seleksi pada karakter
kedua dan seterusnya, Metode ini memerlukan waku lama.

b. Seleksi simultan

Seleksi simultan dilakukan terhadap beberapa karakter sekaligus. Beberapa


karakter yang diseleksi diharapkan mempunyai tingkat minimal yang ditentukan.
Hanya grup individu yang memiliki nilai di atas semua minimal tersebut yang
dipilih. Seleksi simultan berkaitan dengan korelasi antarkarakter dan intensitas
seleksi.

Dua atau lebih karakter yang mempunyai korelasi positif akan mempermudah
penyeleksian karena peningkatan karakter yang satu diikuti karakter lainnya.
Sebaliknya, bila korelasinya negatif maka seleksi Sulit memperoleh tanaman yang
dimaksud. Intensitas seleksi satu karakter mempengaruhi sejumlah karakter yang
lain. Oleh karena ada pengaruh ini, seleksi beberapa karakter sekaligus mengurangi
nilai intensitas seleksi karena persentase tanaman yang diambil untuk masing-
masing karakter makin tinggi. Akibatnya, seleksi kurang efektif.

c. Seleksi indeks

Dengan indeks seleksi, banyak karakter diperhatikan sekaligus. Untuk itu,


diperlukan penelitian dan analisis masing-masing karakter agar diperoleh informasi
tentang nilai ekonomi, korelasi genotipe dan fenotipe antar karakter, serta nilai
heritabilitasnya. Biasanya seleksi dilakukan pada karakter-karakter penting saja.
81

Hanya individu atau populasi yang berindeks tertinggi yang dipilih untuk
diteruskan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Batas-batas minimum untuk
tiap karakter adalah bebas dari satu ke yang lainnya. Individu atau populasi yang
mungkin harus dibuang menurut metode simultan, mungkin masih bisa
dipergunakan dalam metode seleksi indeks. Jadi, metode ini lebih efisien
dibandingkan dengan dua metode terdahulu.

Indeks seleksi ditentukan berdasarkan rumus: I = a1Z1 + a2Z2 + a3Z3 +…. +


anZn (Falconer, 1960). I adalah indeks seleksi; an adalah bobot dari peubah ke-n; Zn
adalah nilai fenotipe tiap genotipe yang telah distandardisasi untuk peubah ke-n
berdasarkan rumus Zn = (x-x)/ (√σ2e). Dimana x adalah nilai tengah peubah tiap
genotipe; x adalah nilai tengah peubah; σ2e adalah ragam galat.

Contoh 8.1. Sepuluh genotipe cabai ditanam menggunakan rancangan


kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Peubah yang diamati
adalah bobot per tanaman, tinggi dikotomus dan umur berbunga (Yunianti et al.,
2006). Data dapat dilihat pada Tabel 9.1.

Nilai Z dihitung berdasarkan rumus Zn = (x- X) / (√σ2e). Jika bobot per


tanaman diboboti tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan dua peubah lainnya
(sebenarnya bobot dapat dihitung melalui informasi heritabilitas arti sempit dan
informasi kovarian) maka I = Z1 + Z2 + 3Z3, sehingga akan diperoleh nilai I seperti
pada Tabel 9.2. Berdasarkan Tabel 8.2, genotipe 2 x 7 mempunyai nilai I tertinggi
diikuti oleh 1 x 3 dan 2 x 3. Genotipe-genotipe ini merupakan genotipe terpilih.

TABEL 9.1. TINGGI DIKOTOMUS, UMUR BERBUNGA, DAN BOBOT


PER TANAMAN SEPULUH HIBRIDA CABAI

Genotipe Tinggi Dikotomus Umur Berbunga Bobot per Tanaman


(cm) (cm) (g)
1x2 19,72 28,00 491,60
1 21,71 23,67 637,48
1 23,75 23,33 525,11
1 23,18 22,00 289,09
82

1 20,10 24,67 476,01


2 16,32 24,67 546,00
2 17,85 24,00 639,04
2 22,09 25,33 644,47
2 20,96 22,67 381,89
2 17,50 23,33 463,96
Nilai tengah 20,32 24,17 509,47
σ2e 5,14 7,27 7938,76
√σ2e 2,27 2,70 89,10

TABEL 9.2. NILAI Z1, Z2, Z3, DAN I SEPULUH GENOTIPE CABAI

Genotipe Z1 Z2 Z3 I
1x2 -0,26 1,42 -0,20 0,56
1x3 0,61 -0,18 1,44 4,74
1x7 1,51 -0,31 0,18 1,73
1x8 1,26 -0,80 -2,47 -6,96
1x9 -0,10 0,19 -0,38 -1,04
2x1 -1,76 0,19 0,41 -0,35
2x3 -1,09 -0,06 1,45 3,21
2x7 0,78 0,43 1,52 5,76
2x8 0,28 -0,56 -1,43 -4,57
2x9 -1,24 -0,31 -0,51 -3,09

12.3 Seleksi dan Lingkungan Mikro

Seleksi umumnya dilakukan pada individu tanaman. Melalui seleksi


diharapkan diperoleh tanaman yang mempunyai karakter lebih baik daripada yang
sudah ada. Kesulitan utama seleksi adalah pada penilaian genotipenya karena yang
83

diaMati adalah fenotipenya. Dalam hal ini pemulia berusaha untuk memperoleh alat
bantu agar mampu memperkirakan seberapa tinggi nilai genotipe yaitu dengan
meminimalisasi kesalahan akibat pengaruh lingkungan.

Lingkungan yang sering mengganggu pada individu tanaman adalah


lingkungan yang terdapat di sekitar tanaman yang disebut lingkungan mikro. Faktor
ini dapat bervariasi untuk setiap tempat tumbuh tanaman sehingga memberi
pengaruh berbeda pada pertumbuhan tanaman.

12.4 Pembagian Petak Seleksi

Keadaan tanah pada petak yang ditanami bahan seleksi biasanya tidak
homogen. Semakin luas areal tanah akan heterogen keadaan tanahnya. Kesuburan
dapat berbeda antara bagian-bagian kecil dari petak itu. Keadaan ini tentunya dapat
menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan hasil masing-masing tanaman. Tanaman
yang dianggap jelek di suatu bagian kecil petak belum tentu nilai genotipenya lebih
jelek dari yang terbaik di bagian lain. Jeleknya tanaman tadi mungkin ia tumbuh
pada bagian yang kondisi tanahnya memang jelek. Untuk memperkecil kesalahan
semacam ini maka dalam seleksi pada populasi tanaman heterozigot atau
bersegregasi perlu membagi dahulu petak seleksi menjadi petak-petak kecil yang
cukup untuk t 40 tanaman. Dengan demikian, tanaman-tanaman terseleksi mewakili
baik bagian petak yang jelek maupun yang baik, sehingga pengaburan karena
pengaruh tanah dapat diperkecil.

12.5 Seleksi atas dasar rata-rata bergerak (moving average)

Teori ini beranggapan bahwa dengan membandingkan ukuran fenotipe suatu


tanaman dengan rata-rata dari tanaman yang tumbuh di sekitarnya dapat
mengeliminir pengaruh lingkungan mikro tanaman itu. Bila tanaman yang akan
diseleksi dari suatu populasi diperlakukan demikian maka nilai yang diperoleh
dianggap merupakan nilai relatif genotipe. Dengan demikian, tanaman yang
mempunyai nilai relatif tinggi dapat dipilih untuk dimuliakan lebih lanjut.

Cara untuk memperoleh rata-rata bergerak adalah sebagai berikut.


84

a. Pertama kali tanaman bahan seleksi ditanam pada jarak tertentu, lebih baik
bila lebar dan panjangnya sama.
b. Masing-masing tanaman diberi nomor urut mulai nomor 1 sampai banyaknya
tanaman, untuk mempermudah perhitungannya nanti.
c. Setelah itu dilakukan pengamatan karakter yang akan diperbaiki dan akan
diperoleh data sejumlah tanaman yang ada.
d. Tanaman yang akan dicari nilai relatifnya disebut tanaman sasaran.
Kemudian untuk setiap tanaman sasaran, dihitung rata-rata beberapa tanaman
di sekitarnya dan diperoleh satu angka.
e. Selisih antara nilai pengamatan tanaman sasaran dan rata-rata ini merupakan
nilai relatif yang dapat negatif atau posistif. Jumlah tanaman di sekitar
tanaman target, yang dihitung rata-rata, tergantung pada pertimbangan
pemulia. Penjelasan tentang cara ini dapat dilihat pada Gambar 9.1.

Keterangan: z = tanaman sasaran


y = tanaman yang dihitung rata-ratanya

Gambar 9.1. Contoh untuk mencari rata-rata bergerak

Dari Gambar 9.1 terlihat bahwa yang diambil sebagai contoh tanaman sasaran
adalah nomor 34, sedang tanaman yang dihitung rata-ratanya ada empat, yakni
nomor 24, 33, 35, dan 44. Selanjutnya setiap tanaman yang dijadikan tanaman
sasaran dan tanaman untuk rata-rata ditentukan nilainya.
85

Cara ini lebih efektif dibanding kan dengan penggunaan petak kecil terdahulu
karena setiap tanaman mewakili lingkungan mikro kecil. Pelaksanaannya akan
lebih mudah apabila digunakan alat bantu komputer untuk perhitungannya, karena
langsung diperoleh hasil nilai relatifnya. Cara ini tentunya masih mempunyai
kelemahan sehingga masih diperluka penelitian untuk masing-masing jenis
tanaman.

12.6 Penggunaan tanaman pembanding

Cara ini diperuntukkan khususnya tanaman menyerbuk sendiri, karena


tanaman yang diseleksi ditanam berdampingan dengan tanama pembanding
sehingga kecil kemungkinan terjadinya penyerbukan silans Sebagai tanaman
pembanding digunakan tanaman homozigot, dapat berupa galur murni, tetuanya
atau varietas yang sudah ada. Tanaman homozigot akan memberi petunjuk bahwa
variasi fenotipenya semata-mata disebabkan oleh lingkungan.

Cara menanam dan seleksi adalah sebagai berikut: tanaman yang akan
diseleksi ditanam dalam barisan dan disampingnya, dengan jarak tertentu,ditanam
barisan tanaman pembanding, berarti polanya 1:1. Dapat pula dengan pola lain
misalnya 2: 1, artinya setiap baris tanaman yang akan diseleksi diselingi 1 baris
tanaman pembanding. Dengan mendasarkan pada penampakkan tanaman
pembanding maka dari masing-masing barisan bahan seleksi dipilih tanaman yang
menunjukkan karakter lebih baik. Cara ini cocok untuk generasi awal pada
pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dengan menggunakan metode pedigree.
Biasanya untuk menyeleksi tanaman generasi F3.

12.7 Penggunaan analisis ragam

Pada suatu rancangan percobaan, kesalahan (error) dapat diperkecil dengan


menggunakan ulangan. Oleh karena diperlukan adanya ulangan, cara ini hanya
dapat dilakukan apabila masing-masing genotipe dari bahan seleksi dimungkinkan
untuk diulang. Dengan kata lain, benih masing-masing genotipe harus berjumlah
cukup banyak.
86

12.8 Pengaruh Jarak Tanam pada Seleksi


Pengaturan jarak tanam bahan seleksi mempengaruhi penggunaan lahan
sebagai petak seleksi. Makin luas lahan yang digunakan berarti makin beragam
tanahnya sehingga akibat adanya interaksi genotipe x lingkungan makin
mengaburkan penilaian fenotipe tanaman-tanaman dalam petak itu.

Ada dua macam pengaturan jarak tanam, yakni jarak tanam lebar dan sempit.
Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan jarak tanam lebar,
setiap tanaman dapat tumbuh secara normal karena kurang adanya persaingan
sehingga dapat menunjukkan pertumbuhan maksimal. Pengamatan juga dapat
dilakukan lebih mudah. Kekurangan cara ini adalah 1) tanaman baik yang terpilih
dari jarak tanaman lebar belum tentu tetap menunjukkan karakter baiknya bila
ditanam dengan jarak sempit atau jarak tanam komersial karena tanaman ini dapat
menjadi lemah akibat adanya kompetisi; 2) dibutuhkan petak lebih lebar sehingga
tanahnya makin beragam.

Jarak tanam sempit dimaksudkan agar tanaman berada pada situasi kompetisi
sehingga tanaman yang terpilih nanti tetap menunjukkan karakter baiknya bila
dijadikan varietas yang akan ditanam dengan jarak komersial. Di samping itu, petak
yang digunakan untuk menanam bahan seleksi menjadi relatif sempit sehingga
keragamannya pun relatif kecil. Namun, kelemahannya adalah lebih sulit
melakukan pengamatan untuk masing-masing individu tanaman. Walaupun ada
kelemahannya, namun pemulia lebih menyukai penggunaan jarak tanam lebar,
dengan pertimbangan bahwa secara praktis jauh lebih mudah dilaksanakan.

12.9 Intensitas Seleksi


Seleksi dapat diterapkan untuk berbagai macam karakter yang mempunyai
satuan berbeda. Kekuatan sesuatu karakter dapat ditaksir dari diferensial seleksi
yang dinyatakan dalam satuan karakter itu. Dengan perbedaan satuan ini, bila ingin
membandingkan kekuatan seleksi dua atau lebih karakter maka tidak dapat
menggunakan besaran diferensial seleksi Untuk dapat membandingkannya perlu
menggunakan diferensial seleksi yang telah dibakukan terhadap simpangannya.
87

Pembakuan diferensial seleksi ini disebut intensitas seleksi (i) dan dinyatakan
dalam persamaan: i = S/σp. Di mana i merupakan intensitas seleksi; S merupakan
diferensial seleksi yaitu selisih antara nilai tengah tanaman terseleksi dengan nilai
tengah populasinya; σp adalah simpangan baku fenotipe populasi.

Berdasarkan pengertian bahwa populasi yang diseleksi dapat dinyatakan


dengan distribusi normal maka makin tinggi kisaran diferensial seleksi berarti
makin kecil proporsi individu yang termasuk dalam kelompok seleksi.

TABEL 9.3. INTENSITAS SELEKSI DAN PERSENTASE SELEKSI

I (%) i (%)
3,00 0,30 1,80 9,00
2,80 0,70 1,76 10,00
2,64 1,00 1,60 14,00
2,60 1,20 1,40 20,00
2,42 2,00 1,20 28,00
2,40 2,10 1,16 30,00
2,20 3,60 1,00 38,00
2,06 5,00 0,80 50,00
2,00 5,80

Hal ini berarti bahwa makin kecil persentase yang diseleksi makin tinggi intensitas
seleksi (Tabel 9.3)

Intensitas seleksi dipengaruhi oleh keragaman genetik dan jumlah individu


turunan. Seleksi pada populasi dengan keragaman tinggi cenderung memerlukan
intensitas lebih rendah dibandingkan dengan populasi dengan keragaman rendah.
Sementara itu, makin kecil jumlah individu turunan cenderung makin rendah
intensitasnya. Jumlah individu seleksi mempengaruhi intensitas seleksi walau pada
persentase yang sama.
88

12.10 Kemajuan Seleksi

Apabila seleksi telah dilakukan terhadap suatu populasi tanaman, diharapkan


turunan dari tanaman terpilih akan memberikan hasil yang lebih baik atau ada
kemajuan seleksi. Atau dengan kata lain, kemajuan seleksi adalah selisih antara
nilai tengah turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi (G =
x Fn - x F(n-1)) (Gambar 9.2). Misalkan nilai tengah F2 dan F3 sebagai berikut: x F2
= 0,82 kg; dan x F3 = 0,93 kg maka kemajuan seleksinya adalah G = 0,93 - 0,82
0,11.

Besarnya kenaikan hasil yang akan diperoleh dapat diperkirakan dengan


menghitung kemajuan seleksi secara teoritis. Untuk dapat memperkirakan besarnya
kemajuan seleksi, diperlukan pengertian secara baik tentang populasi beserta
keragamannya dan pengetahuan tentang besarnya angka heritabilitas. Perkiraan itu
dapat dihitung dengan rumus:

G = (S) (h2); jika S = (i) (σp) maka

G= (i) (σp) (h2(NS))

Di mana S merupakan diferensial seleksi, yaitu selisih antara nilai tengah


tanaman terseleksi dengan nilai tengah populasinya (xs – x0); i merupakan intensitas
seleksi; σp adalah simpangan baku fenotipe populasi; h2 adalah heritabilitas
populasi tersebut.
89

Gambar 9.2. Seleksi dan kemajuan seleksi. Kemajuan seleksi ditunjukkan oleh
selisih diantara nilai tengah turunan dengan nilai tengah tetua

Nilai intensitas seleksi (i} sangat tergantung pada jumlah individu yang
terpilih dari populasi awal. Perbandingan antara jumlah individu yang terseleksi
dengan jumlah individu awal dinamakan persentase seleksi. Besarnya nilai
intensitas seleksi akan menurun seiring dengan meningkatnya persentase seleksi.

Contoh 9.1. Jika nilai heritabilitas 48,81% dengan σ2p sebesar 0,84 (σp =0,92)
dan jika dilakukan seleksi sebesar 10% pada populasi (i=1,76) tersebut maka:

G = (1,76) (0,92) (0,4881) = 0,79

Perkiraan pertambahan untuk satu siklus seleksi adalah sebesar 0,79. Apabila
nilai tengah awal pada F2 sebesar 3,3 maka setelah 1 siklus selebes diperoleh
sebesar 4,09. Untukn seleksi dapat diperkirakan dengan rumus

Xn = nG + Xn

Akan tetapi, perkiraan tersebut dengan asumsi model linier, jika kuadratik
akan mempunyai pola yang berbeda. Satu siklus seleksi meliputi. pembentukan
90

populasi bersegregasi, pembentukan genotipe-genotipe untuk dievaluasi, evaluasi


genotipe-genotipe, seleksi genotipe-genotipe superior dan pemanfaatan genotipe-
genotipe terseleksi. Penyelesaian satu siklus seleksi akan bervariasi, tergantung
strategi pada metode seleksi.

Perkiraan kemajuan seleksi akan sangat tergantung dari nilai heritabilitas,


simpangan baku fenotipe populasi yang diseleksi dan intensitas seleksi. Jika
heritabilitasnya tinggi maka kemajuan seleksi yang diperoleh akan semakin baik.
Pada heritabilitas dan simpangan baku fenotipe tertentu, kemajuan seleksi dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi (melalui penurunan
persentase seleksi). Misalkan pada contoh 9.1, persentase seleksi diturunkan
menjadi 5% maka intesitas seleksi akan meningkat menjadi 2,06 (Tabel 9.1)
sehingga kemajuan seleksi akan meningkat menjadi G = (2,06) (0,92) (0,4881) =
0,93. Nilai kemajuan seleksi ini meningkat sebesar 0,14 dibandingkan dengan
kemajuan seleksi pada persentase seleksi 10 %. Akan tetapi, persentase seleksi juga
harus memperhatikan jumlah tanaman yang diseleksi. Persentase seleksi yang
rendah akan berpotensi menyebabkan efek inbreeding depression (terutama pada
tanaman menyerbuk silang).

Bentuk-bentuk kemajuan seleksi dapat diuraikan sebagai berikut

1. Kemajuan yang cepat pada permulaan, diikuti oleh kemajuan yang lambat
pada siklus-siklus berikutnya.
2. Kemajuan yang lambat dari permulaan, tetapi mantap sampai siklus-siklus
lanjut.
3. Kemajuan yang lambat dan disusul oleh suatu periode kehilangan kemajuan
4. Sangat sedikit atau tidak ada respon sama sekali.
5. penambahan yang cepat pada permulaan seleksi, diikuti oleh periode tak ada
kemajuan disambung dengan kemajuan yang cepat berikutnya, dan disusul
oleh periode tak ada kemajuan lagi, dan seterusnya.

Pada umumnya kemajuan seleksi adalah linier, terutama kalau ditinjau dari
kemajuan jangka pendek. Kemajuan yang cepat pada generasi permulaan (seperti
seleksi terhadap tinggi tanaman) menunjukkan suatu perubahan yang besar dari
91

frekuensi mayor gen. Jadi, pada populasi dasar dengan frekuensi alel yang agak
rendah, telah memberikan kemajuan seleksi yang cukup besar oleh seleksi. Pada
saat-saat frekuensi gen mendekati fiksasi, jauh lebih sulit untuk mendapatkan
kemajun yang cukup besar. Apalagi bila dibandingkan dengan keadaan di mana
frekuensi alel berkenan masih sekitar pertengahan, mungkin memperlihatkan
penurunan kemajuan seleksi.

12.10.1 Kemajuan jangka pendek

Awalnya, seleksi dapat menghasilkan respon tinggi karena populasi bahan


seleksi biasanya sangat beragam atau diusahakan sangat beragam. Apabila seleksi
selanjutnya pada generasi-generasi berturutan maka ragam populasinya menjadi
kecil sehingga kemajuan seleksi menjadi lambat yang berarti kemajuan seleksi
relatif rendah.

Berdasarkan hasil penelitian Gardner (1977) pada tanaman jagung varietas


"Golden Mays" yang diseleksi selama 10 generasi menunjukkan peningkatan
tanggap seleksi secara linier. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pada masing-
masing generasi setelah generasi pertama, diseleksi sekelompok tanaman dengan
proporsi sama yang berarti nilai diferensial (S) kurang lebih sama pula. Akibatnya
adalah nilai kemajuan (R) diharapkan sama pada beberapa generasi berturutan.
Dengan demikian, rata-rata populasi hasil seleksi akan meningkat secara linier.

12.10.2 Kemajuan jangka panjang

Studi tentang seleksi jangka panjang telah dilaksanakan untuk beberapa


Karakter tanaman jagung. Seleksi ini berlangsung selama 30 atau lebih generasi.
Contoh klasik adalah penelitian kebun percobaan di Illinois (Amerika Serikat)
tentang seleksi untuk karakter kualitatif yakni kandungan minyak dan protein
tanaman jagung. Dari hasil seleksi selama 50 generasi menunjukkan bahwa
kemajuan berjalan lambat, bahkan untuk kadar protein menunjukkan naik-turunnya
tanggap seleksi cukup menyolok, walaupun secara keseluruhannya memperlihatkan
kecenderungan naik.
92

Seleksi jangka panjang untuk karakter kuantitatif, terutama produksi;


menunjukkan tanggap yang lebih unik. Berdasarkan penelitian-penelitian
menghasilkan kesimpulan bahwa tanggap seleksi pada awalnya menunjukkan nilai
menyolok, namun selanjutnya terjadi tanggap mendata atau naik-turun yang tidak
menyolok. Studi tentang kemajuan seleksi jangka panjang dapat disimpulkan
sebagai berikut.

a. Seleksi memperlihatkan peningkatan menyolok selama bahan seleksi


mempunyai keragaman tinggi.
b. Apabila seleksi berlanjut akan menghasilkan tanaman-tanaman yang
mempunyai persamaan tidak hanya fenotipe namun juga genotipenya
sehingga persilangan antarmereka dapat dikategorikan silang dalam.
c. Seleksi alam dapat menentang seleksi buatan dan apabila menentangnya lebih
kuat akan menurunkan rata-rata populasi keturunannya.
93

BAB XIII
UJI KETURUNAN

13.1 Pengertian Uji Keturunan

Uji keturunan adalah penilaian sesuatu genotipa atau tetua berdasarkan


penampilan keturunannya. Pengujian ini dimaksudkan untuk dapat menilai secara
genetik tetua yang akan digunakan dalam program pemuliaan. Nilai tetua yang akan
didasarkan pada pengamatan penotipanya, sering di kaburkan oleh pengaruh
lingkungan sehingga tidak diketahui nilai pemuliaanya.

Bilamana seorang pemulia mempunyai sejumlah genotipa yang dicalonkan


sebagai tetua pada program pemuliannya, maka genotipa-genotipa itu disilangkan
dengan tanaman penguji atau kombinasi persilangan diantara genotipa-genotipa itu.
Genotipa ini biasanya dalam keadaan homozigot, karena peningkstsn genetic
umumya dapat terjadi dari hasil persilangan tetua homozigot. Demikian pula untuk
tanaman penguji, biasanya berupa genotip homozigot. Untuk tanaman tanaman
menyerbuk sendiri relative mudah memperolah tanamana homozigot , namun untuk
tanaman menyerbuk silang perlu dilakukan selfing dengan tanaman selama
beberapa generasi.

Dari penilaian keturunan berdasarkan penotipa diharapkan dapat memilih


tetua yang mempunyai nilai pemuliaan yang diinginkan. Sering terjadi bahwa pada
keturunan terlihat adanya kegiatan gen aditif yang merupakan bahan baik bagi
peningkatan sifat yang dikendalikan. Uji keturunan biasanya dikaitkan dengan
kemampuan suatu tetua dalam suatu persilangan. Kemampuan ini disebut gaya
gabung. Dengan melihat rata-rata pengamatan keturunan dapat ditentukan apakah
suatu tetua mempunyai nilai tinggi bila digabungkan dengan salah satu atau
beberapa tetua lain. Kedua macam kemampuan ini masing-masing mempunyai arti
dalam penciptaan tersendiri dalam penciptaan suatu varietas.
94

13.2 Macam-macam uji keturunan


1. Open-pollinated progency test (uji silang terbuka)
Galur-galur terpilih di tanam bercampur dengan varietas unggul pada suatu
petak tanah dan dibiarkan terjadi penyerbukan silang. Bij dari galur terpilih ditanam
pada generasi berikutnya kemudian diamati dan dinilai daya gabungnya. Cara ini
telah lama digunakan untuk peningkatan peningktana verietas menyerbuk silang.

2. Top-cross test (uji silang puncak)


Galur terpilih ditanam berselang-seling dengan tanaman penguji.
Tanamanpenguji biasanya digunakan varietas, galur atau klon. Tanaman keturunan
dari biji galur terpilih diamati dan dinilai daya gabungnya. Biji ini dihasilkan dari
persilangan dengan tanaman penguji. Agar supaya sebagian besar penyerbukan
terjadi dengan tanaman penguji yang paling dikehendaki adalah tanaman yang
mampu memberikan informasi jelas tentang sifat yang diinginkan bila
dikombinasikan dengan tanaman teruji atau bila ditumbuhkan pada lingkunngan
yang berneda.

3. Polycross test (uji silang banyak)


Galur terpilih ditanam bersama-sama dengan suatu petak terisolir agar
saling terjadi penyerbukan silang. Jadi suatu tanaman mempunyai kesempatan
untuk diserbuki ataupun menyerbuki tanaman lain. Perbedaan dengan nomer satu
disini tidak ada tanaman atau varietas lain, kecuali tanaman tetua yang akan diuji
potensi genetiknya. Istilah polycross diperkenalkan oleh Tysda, Kiesselbach dan
Westover (1942). Sebenarnya cara pengujian ini telah dilaksanakan oleh Frandsen
tahun 1940. Cara ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan varistas sintetis.

4. Diallel cross (silang diallel)

Sejumlah genotipa disilangkan dengan semua kombinasi. Masing-masing


genotipa mempunyai kesempatan untuk disilangkan dengan genotipa lain, bahkan
dapat ditambahkan dengan persilangan sendiri genotipa ini.
95

13.3 Daya gabung( Combining Ability)


Daya gabung dapat diartikan sebagai kempuan genotipa ntuk memindahkan
sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Terdapat 2 daya gabung yaitu daya
gabung umum dan daya gabung khusus.Daya gabung umum artinya sebagi
kemampuan suatu genotipa untuk menunjukan kemampuan rata-rata keturunan bila
disilangkan dengan sejumlah ganotipa lain, dapat termasuk persilangan sendiri
genotipa itu. Bila penampilan rata-rata keturunan tinggi dibandingkan tetua maka
hal ini disebut daya gabung tinggi. Sebaliknya bila rendah dikatakan rendah.
Dengan demikian daya gabung rendah dapat dikatakan bahwa ukuran penamiplan
rata-rata tetua itu.
Daya gabung khusus dapat diartikan sebgai kemampuan sesuatu kombinasi
persilangan untuk menunujukkan penampilan keturunan. Bila keturunan dari
sesuatu kombinasi persilangan menunjukan penampilan tinggi, dikatakan daya
gabung khususya tinggi. Dalam analisisdari rancangan kelompok, daya gabung
khusus dapat disamakan dengan interaksi genotipa ulangan. Daya gabung umum
dalam uji keturunan dapat diperolah dari metode: open-pollinated program test dan
polycross test. Sedang metode diallel dan top cross mendapatkan keduanya yakni
daya gabung umum dan khusus.

13.4 Analisis diallel


Terdapat beberapa macam analisis diallel yang mungkin dilakukan. Hal ini
berkaitan dengan jumlah kombinasi yang tergantug dari macam persilangan tetua
yakni:
a) P kombinasi atau kombinasi lengkap, terdiri dari F1, resiproknya dan
penyerbukan sendiri tetuanya.
b) P (p-1) kombinsi, terdiri dari F1 dan resiproknya
c) 1/2 p (p-1) kombinasi, terdiri dari F1 saja.
d) ½ p (p+1) kombinasi, terdiri dari F1 dan penyerbukan sendiri tetuaya.

Penggunaan salah satu macam diallel tersebut tergantung dari tujuan


analisisnya atau dihubungkan dengan penyederhaan analisisnya. Misalnya untuk
mwnguji tetua sejumlah 20, maka bila digunakan kombinasi lengkap akan diperoleh
400kombinasi. Untuk penyederhanaan cukup dianalisis p(p-1) kombinasi atau 190
96

kombinasi, bila diketahui tidak ada pengaruh resiprok atau tetuanya. Untuk analisis
diallel dapat digunakan analisis ragam dari rancangan acak kelompok. Dengan
rancangan ini, perlakuannya adalah macam tetua. Sedang ulangannya juga 2
sejumlah macam tetua itu. Dengan demikian yang di tanam pada petak percobaan
adalah hasil persilangan antar tetua termasuk tetuanya sendiri. Kemudian diamati
sifatnya, biasanya sifat kuantitatifnya misalnya produksi. Hasil pengamatan ini
diplot dalam tabel dua jalur, dan dihitung jumlah rata-rata baris serta jalur. Rata-
rata pengamatan keturunan persamaanya sbb:

À = rata-rata seluruh pengamatan

gI = daya gabung umum tetua i

gj = daya gabung umum tetua j

s ij = daya gabung umum tetua I dan j

Dari persamaan diatas menunjukkan bahwa dengan analisis dapat diperkirakan


besaran pengaruh daya gabung umum dan khusus, serta resiproknya.
97

BAB XIV
INTERAKSI ANTAR GENOTIPE DAN LINGKUNGAN

14.1 Pengertian
Pengembangan varietas unggul tanaman ditentukan oleh banyak faktor dan
tujuan yang ingin dicapai dalam suatu program produksi pertanian. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah factor lingkungan makro tempat tumbuh varietas yang
bersangkutan dan varietas unggul tanaman yang bagaimana yang akan
dikembangkan. Pengambilan kebijakan dalam pengembangan varietas unggul
tanaman menentukan keberhasilan pembangunan pertanian secara sinambung yang
mampu memanfaatkan potensi wilayah tumbuh tanaman setempat. (Muhammad
Azrai 2009)

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia memiliki variasi


lingkungan makro geofisik yang sangat besar yang memberikan lingkungan tumbuh
bagi tanaman yang sangat besar pula variasinya. Kondisi tersebut memberikan
petunjuk adanya variasi ciri-ciri dan potensi-potensi khusus dari suatu wilayah yang
perlu dimanfaatkan secara baik. Adanya variasi lingkungan tumbuh makro tersebut
tidak akan menjamin suatu genotip/varietas tanaman akan tumbuh baik dan
memberikan hasil panen tinggi di semua wilayah dalam kisaran spatial yang luas,
atau sebaliknya. Hal tersebut terkait dengan kemungkinan adanya atau tidak adanya
interaksi antara genotip atau genotip. genotip tanaman dengan kisaran variasi
lingkungan spatial yang luas. Bagi para pemulia ada atau tidak adanya interaksi
antara genotip atau genotip- genotip tanaman dengan kisaran variasi lingkungan
spatial yang luas, ataupun dengan variasi lingkungan pada suatu wilayah spesifik
merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan pilihan kebijakan genotip
tanaman yang bagaimana yang akan disebarkan atau dilepas, ataupun untuk
digunakan dalam estimasi komponen varians suatu karakter tertentu. Informasi
pustaka pada umumnya menunjukkan adanya interaksi antara genotip dengan
lingkungan (G × E), baik informasi hasil penelitian di luar negeri, maupun hasil
studi di Indonesia. Penelitian-penelitian yang antara lain dilakukan oleh Finlay dan
Wilkinson (1963), Allard dan Bradshaw (1964), Eberhart dan Russell (1966),
Freeman dan Perkins (1971), Baihaki et al. (1976), dan Asay et al. (2001) dalam
98

Achmad Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009) menunjukkan adanya interaksi G


× E. Penelitian- penelitian yang dilakukan di Indonesia pun menunjukkan hal yang
sama, seperti antara lain yang telah dilaporkan oleh Karuniawan et al. (1998),
Makulawu et al. (1999), Kanro et al. (2000), dan Djaelani et al. (2001) dalam
Achmad Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009). (Achmad Baihaki dan Noladhi
Wicaksana 2009)

Interpretasi dan pemanfaatan informasi interaksi G × E bervariasi antar


peneliti. Eberhart dan Russell (1966) dalam Achmad Baihaki dan Noladhi
Wicaksana (2009) menyatakan bahwa interaksi G × E dapat mempengaruhi
kemajuan seleksi dan sering mengganggu dalam seleksi genotipgenotip unggul.
Sedangkan Nasrullah (1981) dalam Achmad Baihaki dan Noladhi Wicaksana
(2009) berpendapat bahwa interaksi G × E sering mempersulit pengambilan pilihan
dari suatu percobaan varietas uji multilokasi yang kisaran lingkungannya luas.
Informasi interaksi G × E sangat penting bagi negara-negara yang variabilitas
biogeofisiknya luas seperti Indonesia. Pemulia dapat memanfaatkan potensi
lingkungan spesifik dalam kebijakanpenentuan penerapan kebijakan wilayah
sebaran suatu varietas unggul baru. Dalam hal ini ada dua alternative pilihan, yaitu
: (1) melepas varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi untuk kisaran spatial
yang luas (wide adaptability), (2) melepas varietas unggul baru dengan potensi hasil
tinggi pada wilayah tumbuh yang spesifik (spesifik lingkungan tumbuh-spesific
adaptability).

Pilihan pertama telah lama dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan telah
banyak varietas berbagai komoditi, terutama tanaman semusim seperti padi, jagung,
dan kedelai, dilepas melalui prosedur pelepasan berdasar konsep wide adaptability,
seperti diatur dalam peraturan Menteri Pertanian. Keuntungan dengan melepas
varietas unggul beradaptasi luas bagi negara yang sedang berkembang adalah
mudah dalam pengadaan varietas tersebut dan pengendaliannya secara nasional.
Namun prosedur ini memiliki kelemahan fundamental dalam menghadapi
gangguan hama dan penyakit, serta kurang mampu memanfaatkan potensi-potensi
sumberdaya alami lokal. Pilihan kedua adalah melepas varietas unggul beradaptasi
sempit (specific adaptability) yang selama ini tidak tercantum dalam peraturan yang
99

memperbolehkannya dilepas. Varietas ini memiliki potensi hasil yang tinggi pada
lingkungan tumbuh tertentu dan mampu memanfaatkan potensi-potensi
sumberdaya alam lokal. Namun varietas semacam ini tersingkir dalam proses uji
multilokasi dan tidak pernah termanfaatkan serta terbuang untuk selamanya,
kecuali untuk koleksi para pemulia. Penelitian ini bertujuan mengkonfirmasi bahwa
melepas varietas unggul spesifik wilayah yang memberikan tambahan keuntungan
dalam pelepasan varietas unggul baru. Selain itu bertujuan untuk memanfaatkan
informasi hasil penelitian lain yang telah dilakukan di Indonesia yang berkaitan
dengan interaksi genotip dengan lingkungan.( Achmad Baihaki dan Noladhi
Wicaksana 2009).

14.2 Isi dan Pembahasan


Telah kita ketahui bahwa setiap fenotipe yang terjadi adalah karena interaksi
yang terjadi antara genotype dan lingkungan. Terjadi saling mempengaruhi yang
selanjutnya akan berpengaruh pada hasil yang di capai. Fenotipe atau sifat yang
tampak tidak akan baik jika tidak didukung genotype dan lingkungan. Oleh sebab
itu dalam pertanian wajib di ketahui hubungan lingkungan dan genotype agar
didapatkan produksi yang maksimum baik kualitas maupun kuantitas. (elin
embarwati 2009)

Pada penelitian Baihaki dan Wicaksana yang dilakukan dengan tanaman


kedelai menunjukan bahwa diantara 6 genotype yang di uji menunjukan hasil yang
berbeda. Di antara genotype tersebut ada yang tumbuh baik pada lingkungan
pengujian tapi ada juga yang tidak.

Analisis gabungan karakter hasil untuk delapan lokasi tanam terlihat adanya
interaksi yang nyata antara genotip kedelai yang diuji dengan lokasi (lingkungan).
Hal ini menunjukkan bahwa di antara keenam genotip kedelai yang diuji,
tanggapnya terhadap delapan lingkungan tumbuh (lokasi) untuk karakter hasil,
tidak sama dan dapat diartikan diantara genotip tersebut terdapat genotip yang
tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Data yang
dihasilkan dari penelitianpenelitian Djaelani et al. (2001) pada 43 galur kedelai,
Harsanti et al. (2003) dalam Achmad Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009) pada
100

10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi, dan Makulawu et al. (1999) dalam Achmad
Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009) pada jagung hibrida harapan di sembilan
lokasi, juga dengan jelas memperlihatkan adanya interaksi antara genotip dengan
lokasi (lingkungan) yang nyata. terlihat jelas bahwa adanya keberagaman
lingkungan tumbuh (lokasi) menyebabkan terjadinya penampilan yang beragam
dari genotip tanaman dalam berbagai lingkungan tumbuh (Baihaki dan Wicaksana,
2009)

Hal tersebut terungkap dari besaran nilai intraksi G × E yang nyata atau sangat
nyata. Penelitian yang dilakukan oleh Djaelani et al. (2001) dalam Wardjodjo
(2009) pada 43 galur kedelai di lima lingkungan (lokasi) saja telah mampu
memperlihatkan adanya interaksi G × E yang nyata. Demikian pula penelitian
Harsanti et al. (2003) dalam Wardjodjo (2009) pada 10 galur padi sawah yang diuji
multilokasi pada 20 lingkungan, menunjukkan adanya interaksi G × E. Hal yang
sama yang dilakukan oleh Makulawu et al. (1999) dalam Wardjodjo (2009) pada
12 genotip jagung hibrida di sembilan lingkungan tumbuh, memberikan petunjuk
yang sama pula.

Pada penelitian wardjono mangundidjodjo yang dilakukan pada tanaman the


di simpulkan bahwa interaksi (G X K) berperan cukup panting sehingga perlu di
jaga dan di perrhatikan. adanya interaksi (G X E) berperanan penting, maka perlu
diperhatikan atau digalakkan bahwa: bilamana suatu varietas/ klon baru sudah
dilepas, perusahaan perkebunan perlu segera merespon dengan menanam
varietas/klon yang dilepas dengan skala kecil di wilayahnya sehingga pada waktu
akan mengadakan peremajaan atau pengembangan sudah dapat diketahui
varietas/klon mana yang sesuai dengan kondisi setempat (Wardjodjo 2009).

Informasi tersebut memberikan keyakinan bahwa pada dasarnya genotip


tanaman akan menunjukkan penampilan sesuai dengan kondisi lingkungan tempat
tumbuhnya. Padahal sangat sulit memperoleh lingkungan tumbuh yang seragam
pada kisaran ruang spatial yang luas. Indonesia sendiri secara alamiah memiliki
ekosistem alami sebanyak kurang lebih 43 ekosistem dan dua ekosistem buatan.
(fuad nur aziz 2009).
101

Masing-masing ekosistem tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri dan makhluk


hidup yang tumbuh di atasnya menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap ekosistem
tersebut. Selain itu, manusia sendiri di atas ekosistem alami tersebut secara aktif
mem bentuk/membuat lima basis agroekosistem (daerah sawah berpengairan
konvensional, daerah tanah pertanian pasang surut, daerah tanah lebak, daerah
pertanian rawa, dan daerah pertanian tadah hujan) yang didasarkan pada
keterkaitannya dengan faktor iklim, tanah, topografi, dan budaya. Apabila lima
basis agroekosistem tersebut dikaitkan dengan ekosistem alami akan membentuk
variasi agroekosistem yang lebih banyak lagi jumlahnya. Analisis adaptabilitas
terhadap data penelitian Baihaki dan Wicaksana, selama musim tanam tahun 2003,
yang didasarkan pada analisis stabilitas Eberhart-Russell (1966) untuk indeks
lingkungan spatial, memperlihatkan dari enam genotip yang diuji tidak satupun
yang beradaptasi luas di delapan lokasi uji. Akan tetapi genotip 3 cenderung
mendekati adaptasi luas dengan nilai koefisien regresi mendekati satu dan standar
deviasi koefisien regresi mendekati nol. Hasil per hektar enam genotip tersebut
cukup tinggi, berkisar antara 2.54 t.ha–1–3.59 t.ha–1. (Achmad Baihaki dan
Noladhi Wicaksana 2009)

Berdasarkan definisi stabilitas dan adaptabilitas suatu genotip yang


digunakan dalam penelitian ini (Eberhart dan Russell, 1966) dalam Achmad
Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009), maka hasil penelitian yang dilakukan oleh
Djaelani et al. (2001) dalam Achmad Baihaki dan Noladhi Wicaksana (2009) pada
43 genotip kedelai dan dilaksanakan di lima lingkungan (lokasi), ternyata hanya
terdapat dua genotip yang mendekati adaptasi luas, berturutturut genotip no. 26 (b
ˆ = 0.9815, b S ˆ = 0.2678) dan genotip no. 29 (b ˆ = 0.9086, b S ˆ = 0.0559). Jadi
hanya 4.65 % saja yang dapat dikatakan sebagai genotip beradaptasi luas. Penelitian
pada 10 galur tanaman padi yang dilakukan oleh Harsanti et al. (2003) di 20
lingkungan (lokasi), hanya terdapat dua galur yang memperlihatkan adaptabilitas
yang luas, yaitu galur S- 3388-Id-PN16-2 (b ˆ = 1.03 b S ˆ = 0.27) dan galur IR 64
(b ˆ = 1.01, b S ˆ = 0.08). Penelitian ini dilakukan dalam kisaran wilayah lokasi
yang amat luas, mulai dari Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel, Banten, Jabar, Jateng,
DIY, Bali, NTT, NTB, Kalsel, Kalbar, dan Sulsel. Ratarata hasil 10 galur tersebut
berkisar antara 5.86 t.ha–1 – 6.62 t.ha–1. Sementara itu jumlah genotip yang diuji
102

multilokasi tahun 1995/ 1996 untuk jagung dan kedelai berturut-turut berjumlah 33
dan 77 nomor genotip (diolah dari data Diretorat Perbenihan, Dirjen Bina Produksi
Tanaman Pangan, Deptan, 2003). Akan tetapi jumlah varietasunggul yang dilepas
oleh Menteri Pertanian untuk tahun tersebut hanya 13 genotip jagung dan delapan
genotip kedelai (termasuk di dalamnya tahun 1998, tahun 1997 tidak ada genotip
yang dilepas). Dengan demikian jumlah varietas jagung yang dilepas 39.4 % dan
kedelai 10.4 %. Jumlah tersebut tentu cukup rendah, sekalipun belum dapat
menggambarkan keseluruhan pelepasan varietas, apabila dibandingkan dengan
keragaman dan luasnya agroekosistem di Indonesia. Rendahnya jumlah varietas
yang beradaptasi luas dan terabaikannya varietas yang beradaptasi sempit, serta
rendahnya jumlah varietas unggul baru yang dilepas, dapat menggambarkan
rendahnya tingkat efisiensi dan efektivitas proses pelepasan varietas unggul di
tanah air. Hal ini akan dapat diatasi apabila varietas unggul spesifik wilayah juga
diperhitungkan dalam kebijakan pelepasan varietas, sehingga dapat menekan biaya
dan waktu yang selama ini terbuang percuma. Keuntungan yang akan diperoleh
apabila varietas unggul spesifik wilayah dapat dilepas, antara lain : (1) efisiensi
pengggunaan dana dan waktu, (2) memperbanyak varietas unggul baru yang
dilepas, (3) secara nasional produktivitas akan meningkat dan dengan sendirinya
produksi akan meningkat pula, (4) akan menekan harga benih/ bibit, (5) akan
terbentuk “regional buffering” yang sangat diperlukan untuk meredam meluasnya
hama atau penyakit tanaman, (6) memberikan pilihan alternatif varietas yang cukup
bagi petani, (7) memanfaatkan potensi kekayaan alam dengan baik, dan (8)
mendorong terselenggaranya pembangunan pertanian yang sinambung. Ada
beberapa pihak yang meragukan dilepasnya varietas unggul spesifik wilayah,
dengan alasan bahwa varietas semacam ini tidak akan menarik industri perbenihan
untuk memproduksinya, karena wilayah pemasarannya menjadi terbatas. Hal ini
dapat diatasi dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri wilayah yang serupa dengan
wilayah pelepasan utama yang teridentifikasi dari uji multilokasi. (Achmad Baihaki
dan Noladhi Wicaksana 2009).

14.3 PENUTUP
Interaksi genotip dengan lingkungan pada tanaman merupakan fenomena
yang nyata. nVarietas adaptasi luas (wide adaptability) yang unggul dan dilepas
103

jumlahnya sedikit dibandingkan dengan jumlah genotip yang diuji. Selain varietas
adaptasi luas, varietas unggul spesifik wilayah dianjurkan untuk dilepas untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pelepasan varietas unggul baru,
membentuk regional buffering, serta memperbanyak jumlah varietas unggul
tanaman sehingga petani akan mendapat altenatif pilihan dan menurunkan harga
benih.

Perlu dilakukannya pemetaan perwilayahan tanam berdasarkan biogeofisik


dan sosial budaya setiap komoditas.
104

BAB XV
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

15.1 Pembahasan
Penyerbukan sendiri (bahasa inggris: self-pollination) adalah proses
penyerbukan (berpindahnya serbuk sari dari kepala sari ke kepala putik) yang
secara khusus terjadi pada bunga yang sama atau antar bunga yang berbeda tetapi
dalam satu tanaman atau di antara bunga pada klon tanaman yang sama.[1][2]
Penyerbukan di antara tanaman-tanaman yang berasal dari perkembangbiakan
suatu tanaman yang sama secara aseksual ataupun di antara tanaman dalam
kelompok galur murni dengan komposisi genetik yang sama akan menghasilkan
hasil yang sama dengan penyerbukan pada bunga dalam satu tanaman.[1] Tanaman
yang melakukan penyerbukan sendiri disebut tanaman menyerbuk sendiri,
umumnya penyerbukan terjadi ketika bunga belum mekar atau dalam kondisi
tertutup yang disebut juga penyerbuk.

Apapun metode metode dalam Penyerbukan sendiri :

Di dalam Metode Pemuliaan Terbagi menjadi :

 Introduksi
 Seleksi
 Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan :
 Metode silsilah (pedigree)
 Metode curah (bulk)
 Metode silang balik (back cross)
 Single seed descent (SSD)

15.1.1 Introduksi

Introduksi adalah memindahkan spesies atau varietas / cultivar tanaman


pertanian dari suatu tempat (biasanya disebut pusat penyebaran) ketempat baru.

Tipe introduksi dibagi menjadi tiga yaitu:


105

1. New crops
Mendatangkan spesies baru kesuatu daerah untuk pertama kalinya.
Tanaman ini belum pernah ditanam sebelumnya di areal atau negara tersebut.
2. New varieties of crops
Introduksi varietas baru yang lebih baik sifat-sifatnya (misalnya dari negara
yang telah maju program pemuliaan tanamannya).
3. New characteristics of a variety
Mengintrodusir varietas yang mempunyai sifat baik yang dimilikinya.
Misalnya karena ketahanan terhadap hama/penyakit, warna, mutu dan umur
genjah.

15.1.2 Seleksi
Terjadi secara alami atau buatan, individu atau kelompok• Efektivitas
tergantung keragaman genetik

Sumber keragaman : varietas lokal, koleksi, populasisegregasi, hasil persilangan

Pada TM sendiri 2 metode : Seleksi massa, Seleksi galur murni

1. Seleksi massa
Dilakukan thd populasi yang penampakannya sama• Penilaian pada
penotipaà dicampur, dan tanpa uji keturunan• Dapat untuk memurnikan
varietas• Hasil seleksi terdiri campuran geotipa, lebih beragam dariseleksi
galur murni, tetapi lebih tahan thd lingkungan

Kelemahan : – Seleksi perlu diulang, untuk tanaman yang masih heterosigot


– Penilaian tanaman sangat dipengaruhi lingkungan

2. Seleksi galur murni


Untuk mendapatkan individu homosigot. Bahan seleksi dipilih dari populasi
yang tanamannya sudah homosigot

- Pemilihan berdasarkan fenotip.


- Keberhasilan tgt ragam tan homosigot
- Hasil seleksi berupa galur murni.
106

Populasi campuran bahan seleksi dapat berupa :


- Varietas lokal
- Populasi tanaman segregasi

Kelebihan dan kelemahan seleksi galur murni :

 Kelebihan populasi campuran : lebih adaptif,produksi stabil, ketahanan


lebih baik
 Kelemahannya : beragam shg kurang menarik,identifikasi benih sulit,
produksi lebih rendah
 Berdasarkan kelebihan dan kekurangan : varietas campuran galur (multi
lini)
15.1.2 Hibridisasi/ Persilangan
Untuk menggabungkan sifat dari sepasang atau lebih tetua
Diawali denga1n pemilihan tetua : ingat bab persilangan
– Didasarkan atas tujuan program,, Hibridisasi = keragaman genetik
– Sepasang tetua
– Lebih sepasang tetua
– Persilangan campuran (composite cross)

Metode seleksi > terhadap hasilhibridisasi


Metode silsilah (pedigree)
Metode curah (bulk)
Metode silang balik (back cross)
Single seed descent (SSD)

15.1.3 Metode Silsilah


Metode ini disebut pedigree atau silsilah karena dilakukan pencatatan pada
setiap anggota populasi bersegregasi dari hasil persilangan.• Seleksi dilakukan pada
karakter yang memiliki heritabilitas tinggi
107

• Seleksi pada famili terbaik, barisan terbaik dan Tanaman terbaik.•Seleksi dapat
dilakukan pada generasi F2.• Famili adalah kelompok galur yang berasal dari satu
tanaman terseleksi pada generasi sebelumnya

prosedurnya sebagai berikut :

Persilangan sepasang tetua homozigot yang berbeda diperoleh F1 seragam• Biji F1


ditanam disesuaikan dengan kebutuhan pertanaman generasi F2,Sebagian benih F1
disimpan• Biji F2 ditanam, jumlah biji yang ditanam tergantung pada banyaknya
famili F3 yang akan ditangani biasanya 10 : 1 atau 100 : 1. Seleksi dilakukanp Pada
individu terbaik.• Tanam biji F3. Pada generasi ini terlihat jelas ada perbedaan antar
famili.Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang terbaik pada barisan yang lebih
seragam.• Generasi F4 – F5 generasi ini banyak famili lebih homozigot. Seleksi di
antara famili, dipilih 2 atau lebih tanaman dari famili terbaik.

• Generasi F6- F7 dilakukan uji daya hasil dengan varietas pembanding• Generasi
F8 dilakukan uji multilokasi ( pada beberapa lokasi dan musim)• Pelepasan varietas
dan perbanyakan benih sebar.

15.1.4 Metode Curah


Metode bulk merupakan metode untuk membentuk galur-galur homozigot dari
populasi bersegregasi melalui selfing selama beberapa generasi tanpa seleksi.•
Seleksi ditunda sampai generasi lanjut biasanya pada generasi F5 dan F6. Dari
generasi F1 sampai F4 benih ditanam secara massa (bulk)• Pada generasi tersebut
adanya seleksi alami

• Seleksi untuk karakter dengan heritabilitas rendah sampai sedang


108

15.1.5 METODE SSD :

Metode ini banyak diterapkan pada tanaman berpolong• Pada metode ini panen
dilakukan satu biji dari setiap tanaman mulai F2 – F5, kemudian setiap biji tersebut
dicampur untuk ditanam pada generasi berikutnya

15.1.6 METODE SILANG BALIK :

Digunakan untuk memperbaiki kultivar-kultivar yang sudah memiliki banyak


karakter baik hanya kekurangan satu atau beberapa karakter

15.1.7 Tiga Syarat utama dalam metode Silang Balik :

• Tersedia tetua donor• Tersedia tetua timbal balik (recurrent parent)• Untuk
mempertahankan sifat-sifat baik pada tetua recurrent, maka diperlukan beberapa
kali silang balik.

15.1.8 Prosedur Silang balik :

• Persilangan pertama antara tetua resipien R dengan donor D menghasilkan F1•


Silang balik pertama, F1 disilangkan dengan R untuk mendapatkan populasi BC1.
F1 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan• Silang balik kedua, BC1 disilangkan
dengan tetua R untuk mendapatkan BC2. Tetua BC1 sebagai betina dan R sebagai
tetua jantan.

• Silang balik ketiga, BC2 disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC3.
Tetua BC2 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan.• Silang balik keempat, BC3
disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC4. Tetua BC3 sebagai betina dan
R sebagai tetua jantan.• Populasi BC4 sudah mengandung kembali 93,75% gen R.
• Pada akhir kegiatan, BC4 dikawinkan sendiri sehingga terjadi segregasi dan
diseleksi untuk mendapatkan galur harapan baru.
109

BAB XVI
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG

16.1 Pengertian Penyerbukan Silang

Penyerbukan silang atau alogami adalah penyerbukan yang terjadi oleh


serbuk sari yang berasal dari tumbuhan lain yang sejenis. Dan apabila serbuk sari
berasal dari bunga lain yang tumbuhannya tidak sejenis dinamakan penyerbukan
bastar.

Penyerbukan silang ialah suatu proses ketika satu tanaman menyerbuki


tanaman dari varietas lain. Dua tanaman mennggabungkan materi genetik dan biji
yang dihasilkan dari penyerbukan yang akan memiliki karakteristik dari kedua
varietas dan merupakan varietas baru. Penyerbukan silang adalah penyerbukan
yang terjadi apabila serbuka sari yang jatuh di kepala putik barasal dari bunga lain
yang sejenis tetapi berbeda pohonnya.

16.2 Faktor Penyerbukan

Berdasarkan dari faktor yang menyebabkan sampainya serbuk sari ke kepala


putik, proses penyerbukan dibedakan menjadi:

1. Penyerbukan oleh angin

Bunga yang penyerbukannya dibantu oleh angin memiliki ciri-ciri antara


lain, memiliki serbuk sari yang banyak, kecil, kering dan ringan sehingga mudah
diterbangkan oleh angin. Pada dasarnya bunganya kecil atau mahkotanya kecil dan
bahkan ada yang tidak memiliki mahkota. Contohnya adalah bunga pada tumbuhan
rerumputan.

2. Penyerbukan oleh hewan

Bunga yang penyerbukannya di bantu oleh hewan memiliki ciri-ciri antara


lain memiliki mahkota bunga yang besar, menarik, memiliki warna warna mahkota
yang mencolok, mengeluarkan bau yang khas serta menghasilkan nektar yang
110

semuanya dapat menariki binatang untuk menghampirinya. Bunga jenis ini pada
umumnya memiliki serbuk sari yang menggumpal dan lengket sehingga mudah
menempel pada hewan (terutama pada kaki-kaki serangga). Contoh hewan yang
biasanya membantu penyerbukan adalah kupu-kupu, lebah madu, kelelawar dan
lain sebagainya.

3. Penyerbukan oleh air

Penyerbukan yang di bantu oleh air biasanya terjadi pada tumbuhan-


tumbuhan air. Hal ini terjadi dikarenakan air hujan yang turun dapat mengenai
serbuk sari. Air yang telah mengandung serbuk sari tersebut kemudian jatuh pada
kepada putik sehingga terjadilah penyerbukan.

4. Penyerbukan oleh manusia

Tumbuhan yang proses penyerbukannya di bantu oleh manusia adalah


tumbuh-tumbuhan yang umumnya berguna bagi kehidupan manusia sehingga
manusia sering melakukan kontak dengan tumbuhan berbunga tersebut. Contohnya
adalah vanili dan bunga anggrek.

16.3 Ciri-ciri penyerbukan silang


Ciri khas bunga atau tanaman yang melakukank penyerbukan silang di antaranya:

 Dilihat secara morfologi bunga, serbuk sari terhalang menyerbuki kepala


putik, misalnya posisi benang sari yang berada di bawah kepala putik atau
berada pada bunga yang berbeda.
 Waktu kematangan kepala putik dan benang sari yang berbeda, sehingga
ketika benang sari jatuh di kepala putik tidak terjadi peleburan antara sel
gamet jantan dan betina. Atau putik matang terlebih dahulu dari pada
benang sari, sehingga serbuk sari bunga dari tanaman lain dapat
menyerbukinya terlebih dahulu.
 Ketidak sesuaian alat kelamin (inkompatabilitas). Penyerbukan oleh serbuk
sari bunga yang sama tidak pernah menghasilkan pembuahan, sehingga
111

putik harus di serbuki oleh serbuk sari dari bunga lain yang memiliki
kesesuaian (kompatibel).
 Bunga bertipe monoeceous atau bunga jantan dan bunga betina berpisah
dalam satu tanaman. Contoh tanaman yang memiliki bunga bertipe
monoeceous ini adalah tanaman jagung. Tanaman jagung memiliki bunga
jantan di ujung batang dan bunga betina di ujung ketiak daun (batang).
Tepung sari dapat tersebar dengan bantuan angin, sehingga berpotensi besar
melakukan penyerbukan silang.
 Bunga yang bertipe dioeceous atau bunga jantan dan betina terpisah dan
berada pada tanaman yang berbeda. Contoh mudah untuk jenis tanaman
yang memiliki tipe bunga seperti itu adalah tanaman pepaya. Tanaman
pepaya pada umumnya memiliki satu jenis bunga pada satu tanaman. Bunga
betina saja/bunga jantan saja, meskipun ada juga yang memiliki bunga
jantan dan betina dalam satu tanaman, akan tetapi sangat jarang sehingga
tanaman yang memiliki bunga bertipe dieoceous umumnya merupakan
spesies tanaman yang menyerbuk silang.

Metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang sedikit berbeda dengan


tanaman menyerbuk sendiri karena pada tanaman menyerbuk silang, dalam
populasi alami terdapat individu-individu yang secara genetik heterozigot untuk
kebanyakan lokus. Secara genotipe juga berbeda dari satu individu ke individu
lainnya, sehingga keragaman genetik dalam populasi sangat besar. Fenomena lain
yang dimanfaatkan dalam tanaman menyerbuk silang adalah ketegaran hibrida atau
heterosis. Heterosis didefinisikan sebagai meningkatnya ketegaran (vigor) dan
besaran F1 melebihi kedua tetuanya. Sebaliknya bila diserbuk sendiri akan terjadi
tekanan inbreeding. Beberapa metode yang populer pada tanaman menyerbuk
silang misalnya pembentukan varietas hibrida, seleksi massa, seleksi daur ulang,
dan dilanjutkan dengan pembentukan varietas bersari bebas atau varietas sintetik.
Untuk tanaman yang membiak secara vegetaif dapat dilakukan seleksi klon,
hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi klon. Cara ini dapat digunakan juga
untuk pemuliaan tanaman tahunan yang biasa dibiakan secara vegetatif.
112

16.4 Metode Seleksi Pada Tanaman Menyerbuk Silang


Dasar–dasar yang dapat membedakan diantara metode :
a. Cara pemotongan populasi dasar
b. Ada tidaknya kontrol terhadap persilangan
c. Model perangen pada populasi bersangkutan
d. Tipe uji keturunan
e. Macam dari varietas komersiil yang akan dibentuk.

Metode penting yang sesuai dengan penyerbukan silang antara lain:

1. Seleksi Reccurent

Seleksi Reccurent adalah metode pemuliaan tanaman dengan tujuan


meningkatkan frekuensi alel sehingga meningkatkan kualitas karakter kuantitatif
pada tanaman.

Penerapan pada seleksi reccurent yaitu pada musim pertama terjadi


penyeleksian pada karakter fenotip populasi tanaman dan penyerbukan secara alami
atau intercross, kemudian pada musim kedua mengulang musim pertama dan
dilakukan seleksi kembali dan terjadi penyerbukan, pada musim ketiga terjadi
penyerbukan silang pada bunga yang berbeda dan pada musim ke empat akan
menghasilkan hasil penyerbukan.

Konsekuensi genetik pada seleksi reccurent adalah tingkat efektif dan


manfaat yang sama baiknya dengan seleksi massa. Kelebihan dari seleksi reccurent
adalah dapat digunakan pada tanaman monokotil dan dikotil dan kelemahannya
dapat terciptanya persaingan antara tanaman monokotil dan tanaman dikotil
sehingga menghambat proses penyilangan tanaman untuk mendapat kultivar baru
yang unggul.

2. Seleksi Massa

Merupakan metode seleksi paling tua untuk mendapatkan generasi


berikutnya yang lebih baik. Seleksi massa merupakan seleksi yang simpel karena
113

dapat dilihat dari fenotip dan menggunakan esensi pemuliaan tanaman sebagai seni
dalam seleksi massa.

Terdapat dua aspek yaitu seleksi individu secara penglihatan pemulia


terhadap ciri-ciri tanaman yang diinginkan dan menyeleksi contoh benih unggul
untuk generasi berikutnya. Seleksi Massa terdiri dari seleksi massa positif dan
seleksi massa negatif. Seleksi massa positif adalah seleksi yang dilakukan pemulia
tanaman berdasarkan fenotip setiap individu dari setiap populasi sedangkan seleksi
massa negatif dilakukan dengan tujuan memelihara kemurnian sifat dari suatu
populasi.

Penerapan pada seleksi massa adalah pada musim pertama menyeleksi


tanaman sebanyak 50-100 tanaman dan pada musim kedua dilakukan penyerbukan
silang untuk mendapatkan hasil 50-180 tanaman yang terseleksi.

Konsekuensi genetik dari seleksi massa adalah seleksi massa akan cepat
memberikan hasil jika gen yang terlibat dalam pengontrolan karakter yang
diinginkan bersifat aditif. Karakter yang diperbaiki memiliki heritabilitas yang
tinggi, sedangkan karakter yang ingin dibuang bersifat resesif.

Kelebihan seleksi massal adalah metode yang cepat,simpel dan langsung,


kemudian adanya kemurnian sifat pada fenotip tanaman dan termasuk metode yang
tidak menggunakan biaya tinggi untuk melakukannya. Sedangkan Kelemahannya
adalah tidak adanya kontrol terhadap gen-gen yang tidak diinginkan yang berasal
dari gamet jantan.

3. Seleksi Ear to row

Merupakan metode yang paling simpel dari penyerbukan silang dan


termasuk half sib selection. Half sib selection dibagi menjadi dua yaitu dengan tes
keturanan dan test cross.

Penerapannya adalah pada musim pertama menumbuhkan populasi


heterozigot tanaman untuk di selesksi yang memiliki heridibilitas tinggi, kemudian
pada musim kedua hasil seleksi masing-masing tanaman terseleksi ditanam dalam
114

1 baris untuk di tester dan diseleksi kembali. Lalu pada musim ketiga, seleksi
kembali dilakukan pada tanaman superior dari barisan terbaik. Konsekuensi genetik
dari seleksi ini hanya mengontrol jenis kelamin bunga dan dapat mengakibatkan
penyerbukan yang terbatas karena tidak mengontrol variasi genetik lainnya.

Kelebihan seleksi ini adalah mudah, cepat dan efektif untuk dilakukan
penyerbukan silang sedangkan kelemahannya adalah penanaman hanya dilakukan
pada satu baris.

4. Full sib Selection

Merupakan penyerbukan silang pada sepasang tanaman dalam suatu


populasi dengan tes keturunan. Penerapannya pada musim pertama terjadi
penyerbukan silang pada bunga jantan dan betina, kemudian pada musim kedua
menyeleksi dari 100-200 tanaman hasil penyerbukan pada musim pertama, dan
pada musim ketiga menyilangkan sisa tanaman yang tidak terseleksi(betina)
terhadap jantan yang terseleksi. Konsekuensi genetiknya adalah akan menyebabkan
variasi genetik yang tinggi. Kelebihannya adalah metode yang lebih baik dari pada
Half sib Selection dan menghasilkan tanaman yang superior dari pemuliaanya.

5. Synthetic Kultivar

Merupakan salah satu metode penyerbukan silang pada tanaman. Dalam


pengembangan metode Synthetic kultivar terdapat beberapa faktor yaitu susunan
populasi tanaman, evaluasi setiap individu tanaman, evaluasi hasil persilangan,
evaluasi percobaan dan persiapan pembentukan benih yang siap untuk dijual.

Penerapannya pada musim pertama mengumpulkan sumber populasi


tanaman 5000-10000 untuk di seleksi, musim kedua terjadi Clonal lines yaitu
pemulia tanaman menyeleksi sebanyak1 00-200 tanaman superior menjadi 25-50
tanaman, musim ketiga terjadi polycross pada pembibitan tanaman, musim keempat
terjadi polycross pada tes keturunan 5-10 tanaman, dan pada musim kelima, enam
dan tujuh terjadi syn-0,1,generasi selanjutnya (Benih yang tersertifikasi).
115

Konsekuensi genetik pada metode ini adalah hasil yang tinggi menyebabkan
penurunan kualtias vigor benih pada generasi selanjutnya. Kelebihan dari synthetic
kultivar adalah metode yang mudah, menghasilkan variasi tanaman dan
kelemahannya adalah jika benih tidak memadai di syn 1 maka akan gagal pada
tahap selanjutnya, dan seleksi alam dapat mengubah genotip menjadi genotip yang
tidak diinginkan.

Dalam melakukan persilangan harus diperhatikan:


1. Penyesuaian waktu berbunga. Waktu tanam tetua jantan dan betina harus
diperhatikan supaya saat anthesis dan reseptif waktunya bersamaan.

2. Waktu emaskulasi dan penyerbukan. Pada tetua betina waktu emaskulasi


harus diperhatikan, padi harus pagi hari, bila melalui waktu tersebut polen
telah jatuh ke stigma. Juga waktu penyerbukan harus tepat ketika stigma
reseptif. Jika antara waktu antesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga
betina tidak bersamaan, maka perlu dilakukan singkronisasi. Caranya dengan
membedakan waktu penanaman antara kedua tetua, sehingga nantinya kedua
tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Untuk tujuan sinkronisasi ini
diperlukan informasi tentang umur tanaman berbunga. (Syukur, 2009)

Pada saat persilangan, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya


apakah persilangan tersebut akan berhasil atau gagal, diantaranya :
1. Faktor internal
a. Pemilihan tetua

Ada lima kelompok sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan tetua
persilangan yaitu: (a) varietas komersial, (b) galur-galur elit pemuliaan, (c)
galur-galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior, (d) spesies
introduksi tanaman dan (e) spesies liar. Peluang menghasilkan varietas unggul
yang dituju akan menjadi besar bila tetua yang digunakan merupakan varietas-
116

varietas komersial yang unggul yang sedang beredar, galur-galur murni tetua
hibrida, dan tetua-tetua varietas sintetik.

b. Waktu tanaman berbunga

Dalam melakukan persilangan harus diperhatikan: (1) penyesuaian waktu


berbunga. Waktu tanam tetua jantan dan betina harus diperhatikan supaya saat
anthesis dan reseptif waktunya bersamaan, (2) waktu emaskulasi dan
penyerbukan. Pada tetua betina waktu emaskulasi harus diperhatikan, seperti
pada bunga kacang tanah, padi harus pagi hari, bila melalui waktu tersebut polen
telah jatuh ke stigma. Juga waktu penyerbukan harus tepat ketika stigma
reseptif. Jika antara waktu antesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga betina
tidak bersamaan, maka perlu dilakukan singkronisasi. Caranya dengan
membedakan waktu penanaman antara kedua tetua, sehingga nantinya kedua
tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Untuk tujuan sinkronisasi ini
diperlukan informasi tentang umur tanaman berbunga. (Syukur, 2009)

2. Faktor eksternal
a. Pengetahuan tentang organ reproduksi dan tipe penyerbukan

Untuk dapat melakukan penyerbukan silang secara buatan, hal yang paling
mendasar dan yang paling penting diketahui adalah organ reproduksi dan tipe
penyerbukan. Dengan mengetahui organ reproduksi, kita dapat menduga tipe
penyerbukannya, apakah tanaman tersebut menyerbuk silang atau menyerbuk
sendiri.

b. Cuaca saat penyerbukan

Cuaca sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan


persilangan buatan. Kondisi panas dengan suhu tinggi dan kelembaban udara
terlalu rendah menyebabkan bunga rontok. Demikian pula jika ada angin
kencang dan hujan yang terlalu lebat.

c. Pelaksana
117

Pemulia yang melaksanakan hibridisasi harus dengan serius dan


bersungguh-sungguh dalam melakukan hibridisasi, karena jika pemulia ceroboh
maka hibridisasi akan gagal. (Syukur, 2009)
118

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Baihaki dan Noladhi Wicaksana ,(2005),Interaksi genotipe dan


lingkungan, aaptabiitas dan stabilitas hasil dalm pengembangan tanaman
varietas unggul di Indonesia
Allard RW.1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons Inc.
University of California. New York. Page 150-165.
Allard, R. W, 1995. Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.
Anonim.2009 http://reensaikoe.wordpress.com/ekofisiologi-benih/resume-dan-
review- tiga-artikel-ilmiah/
Chaudary HK. 1971. Elementary Principles of Plant Breeding 2nd edition.
Oxford and IBH Publishing Co. India
Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press. 449 hlm.
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 1998. Laporan Tahunan Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Tahun 1997.
Emi nurbayanti.2009 http://images.soemarno.multiply.multiplycontent.com
Erlina ambarwati.2009 http://agrisci.ugm.ac.id. Diakses tanggal 10 November
2009 pukul 22.00 wib
Faid nur aziz.2009 http://blog.beswandjarum.com
Falconer, D.S. 1961. Introduction to Quantitative Genetics. Edinburgh: Oliver 7
Boyd
Fehr, W.R. Principles of Cultivar Development. Theory. 137 and Technique;
Macmillan Publishing: New York, 1987;. 138. Vol. 1, 1–536. 139. 2.
Firman, Adi. 2011. “ANALISISHERITABILITAS POLA REGRESI”.
http://adifirman.wordpress.com/2011/01/27/89/.LABORATORIUM
PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR
Gardner, C.O. 1977. Quantitative Genetics Studies and Population in Maize and
Sorghum. Proc. Of. The Int. Conf on. Quantitative Genetics. The Iowa State
University. Press. Ames. P. 475-489.
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian bogor
119

Hermianti. Nani. 2004. Diktat Dasar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian.


Universitas Padjadajran Bandung

Kalloo. 1986. Vegetable Breeding Volume 1. Boca Raton, Florida: CRC press
Mangoendijdojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius
Moentono, M.D. 1997. Daya hasil dan tingkat tanggapan heterosis hibrida
jagung yang melibatkan galur inbrida eksotik. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 16(1):33-40.
Muhammad Azrai (2006) Analisis varians dan heritabilitas ketahanan galur-
galur jagung rekombinan terhadap penyakit bulai
Poehlman, J.M. 1979. Breeding field crops. 2nd ed. AVI Publishing Company,
Inc., Westport, Conn.
Roy, D. 2000. Plant Breeding, Analysis, and Exploitation of Variation. New
Delhi, Chennai, Mumbai, Calcutta: Narosa Publishing House
Setiyono, R.T. dan Subandi. 1996. Analisis heterosis dan daya gabung pada
jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 15(1):30-34.
Silitonga, T.S., Minantyorini, L. Cholisoh, Warsono, dan Indarjo. 1993. Evaluasi
daya gabung padi bulu dan cere. Penelitian Pertanian 1:6-14.

Welsh, James R dan Mogea, Johanis P. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan


Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Erlangga.
Woerjono Mangoendidjojo (2005),Analisis interaksi genatipe dan lingkungan
tanaman perkebunan (studi kasus pada tanaman teh)
Yunianti, R., S. Sujiprihati, dan M. Syukur. 2015. Teknik Pemuliaan Tanaman.
Jakarta: Penebar Swadaya

Yunianti, R., S. Sujiprihati, M. Syukur. 2012. Teknik pemuliaan tanaman. Jakarta


: penebar swadaya.
Yunianti, R., S. Sujiprihati, M. Syukur, dan Undang. 2006. Seleksi Hibrida Cabai
Hasil Persilangan Full Diallel Menggunakan Beberapa Parameter Genetik.
Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman 1-2 Agustus 2006.
120

LAMPIRAN
TUGAS PEMBAGIAN MATERI
Yang Sudah Word+Ppt
Namalengkap Nim
Word
1. Larasati 1703015056
2. Desiria Stevany A.S 1703015096
3. Intan Rahmadani 1703015104
4. Yangke Mardianto 1703015094
5. Amrina Rosyada 1703015032
6.Sopiah Amanda 1703015014
7. Taufik Setyawan 1703015024
8. Muhammad Ali Hussain 1703015045
9. Muhammad Ali Hussain 1703015045
10. Fitrianto Andi Escal 1703015015
11. Yusuf Setia Budi 1703015105
12. Muhammad Ali Hussain 1703015045
13. Idwan Jul Ulum 1703015092
14. Taufik Setyawan 1703015024
15. Arpan Supandi 1703015002
16. Yangke Mardianto 1703015094

PPT (POWER POINT)


1. Larasati 1703015056
2. Desiria Stevany A.S 1703015096
3. Intan Rahmadani 1703015104
4. Yangke Mardianto 1703015094
5. Amrina Rosyada 1703015032
6.Sopiah Amanda 1703015014
7. Yusuf Setia Budi 1703015105
8. Yusuf Setia Budi 1703015105
9. Yusuf Setia Budi 1703015105
121

10. Fitrianto Andi Escal 1703015015


11. Yusuf Setia Budi 1703015105
12. Muhammad Ali Hussain 1703015045
13. Idwan Jul Ulum 1703015092
14. Taufik setyawan 1703015024
15. Arpan supandi 1703015002
16. Yangke Mardianto 1703015094

Anda mungkin juga menyukai