Anda di halaman 1dari 17

Modul Akuntansi Biaya & Lab

PERTEMUAN 10
BIAYA BAHAN BAKU DAN PENGENDALIAN NYA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Biaya Bahan Baku dan Pengendaliannya.
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan:
10.1 Mahasiswa mampu mendefinisikan dan menghitung jumlah pesanan
ekonomis.
10.2 Mahasiswa mampu melakukan pengendalian bahan baku dengan
perhitungan biaya persediaan

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 10.1 dan 10.2 :


10.1 Mahasiswa mampu mendefinisikan dan menghitung jumlah pesanan
ekonomis
10.2 Mahasiswa mampu melakukan pengendalian bahan baku dengan
perhitungan biaya persediaan

1. Biaya Bahan Baku


A. Unsur Biaya yang Membentuk Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi.
Bahan baku yang diolah dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, atau dari
pengolahan sendiri. Dalam pembelian bahan baku, perusahaan tidak hanya
mengeluarkan biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan
biaya-biaya pembelian, pergudangan, dan biaya-biaya perolehan lain. Kemudian
timbul masalah mengenai unsur biaya apa saja yang diperhitungkan sebagai harga
pokok bahan baku yang dibeli.
Namun sebelum membahas tentang unsur-unsur biaya yang membentuk harga
pokok bahan baku yang dibeli, berikut ini diuraikan sistem pembelian lokal bahan
baku.
1. Sistem Pembelian
Transakasi pembelian lokal bahan baku melibatkan bagian-bagian Produksi,
Gudang, Pembelian, Penerimaan Barang, dan Akuntansi. Berikut prosedur-
prosedur dalam pembelian:
a. Prosedur Permintaan Pembelian Bahan Baku
Jika persediaan bahan baku yang ada di gudang sudah mencapai jumlah
minimum pemesanan kembali ( Reorder Point ), Bagian gudang kemudian
membuat surat permintaan pembelian (purchase requisition) untuk
dikirimkan kebagian pembelian.
b. Prosedur Order pembelian
Bagian pembelian melaksanakan pembelian atas dasar surat permintaan
pembeliandari bagain gudang. Untuk pemilihan pemasok, bagian
pembelian mengirimkan surat permintaan penawaran harga (purchase
price quotation) kepada para pemasok, yang berisi permintaan informasi
harga dan syarat-syarat pembelian dari mmasing-masing pemasok
tersebut. Setelah pemasok yang dianggap baik dipilih, bagian pembelian

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 1


Modul Akuntansi Biaya & Lab

kemudian mengirimkan surat order pembelian kepada pemasok yang


dipilih.
c. Prosedur Penerimaan Bahan Baku
Pemasok mengirimkan bahan baku kepada perusahaan sesuai dengan surat
order pembelian yang diterimanya. Bagian penerimaan yang bertugas
menerima barang, mencocokkan kualitas, kuantitas, jenis serta spesifikasi
bahan baku yang diterima dari pemasok dengan tebusan surat order
pembelian. Apabila bahan baku yang diterima telah sesuai dengan surat
order pembelian, bagian penerimaan membuat laporan penerimaan barang
untuk dikirimkan kepada bagian akuntansi.
d. Prosedur Pencatatan Penerimaan Bahan Baku di Bagian Gudang
Bagian penerimaan menyerahkan bahan baku yang diterima dari pemasok
kepada bagian gudang. Bagian gudang menyimpan bahan baku tersebut
dan mencatat jumlah bahan baku yang diterima dalam kartu gudang (Stock
card) pada kolom “ masuk”.
Seringkali didalam pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya
angkutan untuk berbagai macam bahan baku yang dibeli. Hal ini menimbulkan
masalah mengenai pengalokasian biaya tersebut kepada masing-masing jenis bahan
baku yang diangkut. Perlakuan terhadap biaya angkutan ini dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang
dibeli.
Apabila biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok
bahan baku yang dibeli, maka alokasi biaya angkutan kepada masing-masing
jenis bahan baku yang dibeli dapat didasarkan pada:
a. Perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku yang dibeli
Contoh 1:
Perusahaan membeli 3 macam bahan baku dengan jumlah harga dalam
faktur sebesar Rp.500.000. Biaya angkutan yang dibayar untuk ketiga
macam bahan baku tersebut adalah sebesar Rp. 300.000. Kuantitas
masing-masing jenis bahan baku yang tercantum dalam faktur adalah
bahan baku A = 400 kg; bahan baku B = 350 kg; bahan baku C= 50 kg.
Pembagian biaya angkutan kepada tiap-tiap jenis bahan baku disajikan
sbb:
Alokasi biaya angkutan atas dasar perbandingan kuantitas tiap jenis bahan
baku yang dibeli:
Berat Alokasi
Jenis Biaya Angkutan
Kg %
Bahan Baku x Rp 300.000
: 800
A 400 50,00 Rp 150.000
B 350 43,75 Rp 131.000
C 50 6,25 Rp 18.750
JUMLAH 800 100,00 Rp 300.000

b. Perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yag dibeli


Contoh 2:
Perusahaan membeli 4 macam bahan baku dengan harga faktur tiap-tiap
jenis bahan sebagai berikut: bahan baku A Rp. 100.000, bahan baku B Rp.
150.000, bahan baku C Rp.225.000, dan bahan baku D Rp.125.000. Biaya
angkutan yang dikeluarkan untuk keempat jenis bahan baku tersebut
adalah sebesar Rp. 48.000. Jika biaya angkutan tersebut dibagikan atas

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 2


Modul Akuntansi Biaya & Lab

dasar perbandingan harga faktur tiap-tiap jenis bahan baku tersebut, harga
pokok tiap jenis bahan baku akan dibebani dengan tambahan biaya
angkutan sebesar Rp. 0,08 (yaitu Rp. 48.000 : Rp. 600.000). Pembagian
biaya angkutan sebesar Rp. 48.000 tersebut disajikan sbb:
Alokasi biaya angkutan atas dasar perbandingan harga faktur tiap jenis
bahan baku yang dibeli:
Pembagian Biaya
Angkutan Harga Pokok
Jenis Harga Faktur a x Rp. 0,08 Bahan Baku
Bahan Baku a b a+b
A Rp. 100.000 Rp. 8.000 Rp. 108.000
B Rp.150.000 Rp. 12.000 Rp. 162.000
C Rp. 225.000 Rp. 18.000 Rp. 243.000
D Rp.125.000 Rp. 10.000 Rp. 135.000
Jumlah Rp. 600.000 RP. 48.000 Rp. 648.000

c. Biaya angkutan diperhitungkan dalam harga pokok bahan baku yang


dibeli berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka
Contoh 3:
Untuk menyederhanakan perhitungan harga pokok bahan baku, biaya
angkutan dibebankan kepada bahan baku yang dibeli atas dasar tarif yang
ditentukan dimuka (predetermined rate). Perhitungan tarif dilakukan
dengan menaksir biaya angkutan yang akan dikeluarkan dalam tahun
anggaran tertentu. Taksiran biaya angkutan ini kemudian dibagi dengan
dasar yang akan digunakan untuk mengalokasikan biaya angkutan
tersebut. Pada saat terjadi pembelian bahan baku, harga faktur bahan baku
harus ditambah dengan biaya angkutan sebesar tarif yang telah ditentukan.
Biaya angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan dicatat dalam rekening
biaya angkutan. Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya angkutan atas
dasar tarif dan biaya angkutan yang sesungguhnya terjadi adalah sebagai
berikut:
a) Pembebanan biaya angkutan kepada bahan baku yang dibeli atas dasar
tarif yang ditentukan dimuka adalah sebagai berikut:
Persediaan bahan baku xxx
(tarif biaya angkutan x dasar pembebanan)
Biaya angkutan
xxx
b) Pencatatan biaya angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan adalah
sebagai berikut:
Biaya angkutan xxx
Kas
xxx
c) Apabila pada akhir periode akuntansi dalam rekening biaya angkutan
terdapat selisih biaya angkutan yang dibebankan atas dasar tarif
dengan biaya angkutan yang sesungguhnya terjadi, yang jumlahnya
material, maka selisih tersebut dibagikan ke rekening persediaan bahan
baku, persediaan barang dalam proses, persediaan produk jadi, dan
harga pokok penjualan dengan jurnal sbb:
Persediaan bahan baku xxx
Persediaan barang dalam proses xxx
Persediaan produk jadi xxx
Harga pokok penjualan xxx

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 3


Modul Akuntansi Biaya & Lab

Biaya angkutan xxx


(biaya angkutan sesungguhnya lebih besar dari biaya angkutan yang
dibebankan atas dasar tarif)
Apabila saldo rekening biaya angkutan tidak material, selisih tersebut
ditutup langsung ke rekening harga pokok penjualan.
Contoh 4:
Biaya angkutan yang diperkirakan akan dikeluarkan dalam tahun 2001
adalah sebesar Rp. 2.500.000, dan jumlah bahan baku yang diangkut
diperkirakan sebanyak 50.000 kg. Jadi tarif biaya angkutan untuk
tahun 2001 adalah sebesar Rp. 50/kg bahan baku yang diangkut.
Dalam tahun 2001 jumlah bahan baku yang dibeli dan alokasi biaya
angkutan atas dasar tarif disajikan sbb:
Biaya angkutan dibebankan kepada bahan baku atas dasar tarif yang
ditentukan dimuka.

Biaya Angkutan
yang
dibebankan Harga Pokok
Jenis Berat atas dasar tarif Bahan Baku
Bahan Kg Harga Faktur a x Rp. 50 b+c
Baku A B c D
Rp.
A 25.000 Rp. 5.000.000 Rp. 1.250.000 6.250.000
B 15.000 4.500.000 750.000 5.250.000
C 10.000 4.000.000 500.000 4.500.000
Jumlah 13.500.000 Rp. 2.500.000 16.000.000
Jika misalnya biaya angkutan sesungguhnya dibayar dalam tahun 2001
adalah sebesar Rp. 2.400.000, maka jurnal yang dibuat dalam tahun 2001
untuk mencatat bahan baku yang dibeli tersebut sbb:
a) Jurnal Pembelian bahan baku:
Persediaan Bahan Baku Rp. 13.500.000
Utang Dagang Rp.
13.500.000
b) Jurnal pembebanan biaya angkutan atas dasar tarif:
Persediaan Bahan Baku Rp. 2.500.000
Biaya Angkutan Rp.
2.500.000
c) Jurnal pencatatan biaya angkutan yang sesungguhnya terjadi:
Biaya Angkutan Rp. 2.400.000
Kas Rp.
2.400.000
d) Jurnal penutupan saldo rekening biaya angkutan ke rekening Harga
pokok penjualan:
Biaya Angkutan Rp. 100.000
Harga Pokok Penjualan Rp.
100.000

2. Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku
yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur biaya overhead pabrik.
Dengan cara ini, biaya angkutan tidak dieprhitungkan sebagai tambahan
harga pokok bahan baku yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur
biaya overhead pabrik. Pada awal tahun anggaran, jumlah biaya angkutan

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 4


Modul Akuntansi Biaya & Lab

yang akan dikeluarakan selama 1 tahun ditaksir. Jumlah taksiran biaya


angkutan ini diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik dalam
penentuan tarif biaya overhead pabrik.
2. Biaya Unit Organisasi yang Terkait Dalam Perolehan Bahan Baku
Biaya-biaya masing-masing bagian yang terkait dalam pembelian
bahan baku tersebut sebagain besar belum dapat diperhitungkan pada saat
bahan baku yang dibeli diterima digudang. Dengan demikian akan timbul
kesulitan dalam memperhitungkan biaya pembelian sesungguhnya yang harus
dibebankan kepada harga pokok bahan baku yang dibeli. Untuk mengatasi hal
ini perlu dibuat tarif pembebanan biaya pembelian kepada setiap jenis bahan
baku yang dibeli.
Jika biaya pembelian dibebankan kepada bahan baku yang dibeli atas
dasar tarif, maka perhitungan tarif biaya pembelian dilakukan sebagai berikut:
1. Jumlah biaya tiap bagian yang terkait dalam transaksi pembelian bahan
baku tersebut diperkirakan selama 1 tahun anggaran.
2. Ditentukan dasar pembebanan biaya tiap-tiap bagian tersebut dan ditaksir
berapa jumlahnya dalam tahun anggaran.
3. Ditentukan tarif pembebanan biaya tiap-tiap bagian tersebut dengan cara
membagi biaya tiap bagian dengan dasar pembebanan.
3. Unsur Biaya yang Diperhitungkan Dalam Harga Pokok Bahan Baku
yang Diimpor
Apabila bahan baku diimpor, unsur harga pokoknya akan berbeda
dengan apabila bahan baku tersebut dibeli dari dalam negeri. Dalam
perdagangan luar negeri, harga barang yang disetujui bersama antara pembeli
dan penjual akan mempengaruhi biaya-biaya yang menjadi tanggungan
pembeli.

B. Penentuan Harga Pokok Bahan Baku yang Dipakai Dalam Produksi


Dalam satu periode akuntansi seringkali terjadi fluktuasi harga, maka harga beli
bahan baku juga berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang lain. Oleh
karena itu persediaan bahan baku yang ada digudang mempunyai harga pokok per
satuan yang berbeda-beda, meskipun jenisnya sama. Hal ini menimbulkan masalah
dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi.
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan bebagai macam metode penentuan harga
pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi diantaranya adalah
a. Metode Indentifikasi Khusus
Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada digudang
harus diberi tanda pada harga pokok per satuan berapa bahan baku
tersebut dibeli. Setiap pembelian bahan baku yang harga per
satuannya berbeda dengan harga per satuan bahan baku yang sudah
ada digudang, harus dipisahkan penyimpanan-nya dan diberi tanda
pada harga berapa bahan tersebut dibeli. Dalam metode ini, tiap-
tiap jenis bahan baku yang ada digudang jelas identitas harga
pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui
harga pokok persatuannya secara tepat
b. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO)
Metode ini menentukan biaya bahan baku dengan anggapan bahwa
harga pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam
gudang, digunakan untuk menentukan harga bahan baku yang
pertama kali dipakai. Perlu ditekankan disini bahwa unutk
menentukan biaya bahan baku, anggapan aliran biaya tidak harus
sesuai dengan aliran fisik bahan baku dalam produksi.
Contoh 5:

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 5


Modul Akuntansi Biaya & Lab

Persediaan bahan baku A pada tanggal 1 januari 2013 terdiri dari:


600 kg @ Rp2.400 = Rp1.440.000
400 kg @ Rp2.500 = Rp1.000.000
Transaksi pembelian dan pemakaian bahan baku selama bulan
Januari 2013 sbb:
Data Kuantitas dan Harga Bahan Baku yang dibeli :

Tgl Kuantitas Harga Beli Per Kg Jumlah


Transaksi Kg
6/1 Pemakaian 700
15/1 Pembelian 1.200Rp2.750 Rp3.300.000
17/1 Pembelian 500 Rp3.000 1.500.000
21/1 Pemakaian 1.100
Jumlah Rp4.800.000
Pembelian
Kartu Persediaan: Diselenggarakan dengan Metode MPKP

Tgl Keterangan Pembelian Pemakaian Sisa


Kuan Harga Jml Kuan Harga Jml Kuan Harga Jml
titas Per Rp titas Per kg Rp titas Per Rp
kg kg kg Rp kg kg
Rp Rp
1/1 Saldo Awal 600 2.400 1.440.000
400 2.500 1.000.000
6/1 Pemakaian 600 2.400 1.440.000
100 2.500 250.000 300 2.500 750.000
15/1 Pembelian 1.200 2.750 3.300.000 300 2500 750.000
1.200 2.750 3.300.000
17/1 Pembelian 500 3.000 1.500.000 300 2.500 750.000
1.200 2.750 3.300.000
500 3.000 1.500.000
21/1 Pemakaian 300 2.500 750.000
800 2.750 2.200.000 400 2.750 1.100.000
500 3.000 1.500.000
Jml pembelian 1.700 4.800.000
Jml pemakaian 1.800 4.640.000

Sisa Akhir 900 2.600.000

Jika perusahaan menggunakan metode persediaan fisik dalam pencatatan biaya bahan
baku, perhitungan biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi sbb:
Metode MPKP dengan Metode Persediaan Fisik
Persediaan awal 1.000 kg Rp2.440.000
Pembelian 1.700 kg 4.800.000
Jumlah bahan baku yang tersedia untuk diolah Rp7.240.000
Persediaan akhir (dengan MPKP):
400 @ Rp2.750 Rp1.100.000
500 @ Rp3.000 1.500.000
(Rp2.600.000)
Biaya bahan baku bulan januari Rp4.640.000

c. Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO)


Metode MTKP menentukan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam
produksi dengan anggapan bahwa harga pokok persatuan bahan baku yang

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 6


Modul Akuntansi Biaya & Lab

terakhir masuk dalam persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok
bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi.
Kartu Persediaan: Diselenggarakan dengan Metode MTKP(LIFO)
Tgl Keterangan Pembelian Pemakaian Sisa
Kuan Harga Jml Kuan Harga Jml Kuan Harga Jml
titas Per Rp titas Per kg Rp titas Per Rp
kg kg kg Rp kg kg
Rp Rp
1/1 Saldo Awal 600 2.400 1.440.000
400 2.500 1.000.000
6/1 Pemakaian 400 2.500 1.000.000
300 2.400 720.000 300 2.400 720.000
15/1 Pembelian 1.200 2.750 3.300.000 300 2.400 720.000
1.200 2.750 3.300.000
17/1 Pembelian 500 3.000 1.500.000 300 2.400 720.000
1.200 2.750 3.300.000
500 3.000 1.500.000
21/1 Pemakaian 500 3.000 1.500.000
600 2.750 1.650.000 300 2.400 720.000
600 2.750 1.650.000
Jml pembelian 1.700 4.800.000
Jml pemakaian 1.800 4.640.000

Sisa Akhir 900 2.370.000

Jika perusahaan menggunakan metode persediaan fisik dalam pencatatan biaya bahan
baku, perhitungan biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi dengan
menggunakan MTKP sbb:
Metode MTKP dengan Metode Persediaan Fisik
Persediaan awal 1.000 kg Rp2.440.000
Pembelian 1.700 kg 4.800.000
Jumlah bahan baku yang tersedia untuk diolah
Rp7.240.000
Persediaan akhir (dengan MTKP):
300 @ Rp2.400 Rp720.000
600 @ Rp2.500 1.650.000

(Rp2.370.000)
Biaya bahan baku bulan januari
Rp.4.870.000

d. Metode Rata-rata Bergerak(Moving Avarage Method)


Dalam metode ini,persediaan bahan baku hitung berdasarkan harga pokok rata-
ratanya, dengan cara membagi total harga pokok dengan harga satuannya.Setiap
kali pembelian yang harga pokok persatunya berbeda dengan harga pokok rata-
rata persediaan yang ada,harus di lakukan perhitungan harga pokok persatuan
harga yang baru.Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga
pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahan baku yang dipakai dengan
harga pokok rata-rata persatuan bahan baku yang ada di gudang.
e. Metode Biaya Standar
Dalam metode ini, bahan baku yang di beli di catat dalam kartu persedian
sebesar harga standar(standar price) yaitu harga taksiran yang mencerminkan
harga yang di harapkan akan terjadi di masa yang akan datang.Harga standar
merupakan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu.
f. Metode Rata-rata Harga pokok Bahan Baku Pada akhir bulan
Dalam metode ini,pada akhir bulan dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata
persatuan tiap jenis persediaan bahan baku yang ada di gudang.Harga pokok

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 7


Modul Akuntansi Biaya & Lab

rata-rata persatuan ini kemudian digunakan untuk menghitung harga pokok


bahan baku yang dipakai dalam produksi dalam bulan berikutnya.

C. Masalah-Masalah yang Khusus Berhubungan Dengan Bahan Baku


1. Sisa Bahan (Scrap Materials)
Di dalam proses produksi,tidak semua bahan baku dapat menjadi bagian
produk jadi. Bahan yang mengalami kerusakan di dalam proses pengerjaannya
di sebut sisa bahan. Perlakuan terhadap sisa bahan tergantung dari harga jual
sisa bahan itu sendiri.Jika harga jual sisa bahan rendah,biasanya tidak
dilakukan pencatatan jumlah dan harganyasampai saat penjualan.Tapi jika
harga jual sisa bahan tinggi,perlu di catat jumlah dan harga jual sisa bahan
tersebut dalam kartu persediaan pada saat sisa bahan diserahkan oleh bagian
produk ke bagian gudang.
Jika didalam proses produksi terdapat sisa bahan,masalah yang timbul
adalah bagaimana memperlakukan hasil penjualan sisa bahan tersebut.Hasil
penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai:
1. Pengurangan biaya bahan baku yang dipakai dalam pesanan yang
menghasilkan sisa bahan tersebut.
2. Pengurangan terhadap biaya overhead pabrik yang sesungguhnya
terjadi.
3. Penghasilan di luar usaha(other income)
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan SebagaiPengurangan
Biaya Bahan Baku yang dipakai Dalam Pesanan yang Menghasilkan
Sisa Bahan Tersebut.
Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik proses pengolahan
pesanan tertentu,maka hasil penjualan sisa bahan dapat diidentifikasi
dengan pesanan tersebut.Jurnalnya yang dibuat pada saat penjualan sisa
bahan adalah:
Kas/Piutang Dagang xx
Barang Dalam proses-Biaya Bahan Baku
xx
Harga penjualan sisa bahan ini juga dicatat dalam kartu harga pokok
pesanan yang bersangkutan dalam kolom “biaya bahan baku” sebagai
pengurang biaya bahan baku pesanan tersebut.
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang
Terhadap Biaya Overhead Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi.
Jika sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan
tertentu,dan sisa bahan merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses
pengerjaan produk,maka hasil penjualannya dapat diperlakukan
sebagai pengurang biaya operhead pabrik yang sesungguhnya
terjadi.jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan sbb:
Kas/Piutang Dagang xx
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
xx
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Penghasilan Di
Luar Usaha(Other Income)
Dalam dua perlakuan terhadap sisa bahan tersebut di atas,hasil
penjualan sisa bahan digunakan untuk mengurangi biaya
produksi.Hasil penjualan sisa bahan dapat pula diperlakukan sebagai
penghasilan diluar usaha dan tidak sebagai pengurang biaya
produksi.Jurnalnya:
Kas/Piutang Dagang xx

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 8


Modul Akuntansi Biaya & Lab

Hasil Penjualan sisa Bahan


xx

Pencatatan Sisa Bahan


Jika jumlah dan nilai sisa bahan relative tinggi,maka diperlukan
pengawasan terhadap persediaan sisa bahan. Pemegang kartu persediaan di
bagian akuntansi perlu mencatat mutasi persediaan sisa bahan yang ada di
gudang.
Cara pencatatan persediaan sisa bahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Bagian Akuntansin Persediaan menyelenggarakan catatan mutasi
persediaan sisa bahan dalam kartu persediaan.
b. Bagian Akuntansi Persediaan tidak hanya menyelenggarakan pencatatan
mutasi persediaan sisa bahan dalam kuantitasnya saja,tetapi juga nilai
rupiahnya.
Jika bagian akuntansi persediaan menyelenggarakan catatan mutasi sisa
bahan,baik dalam kuantitas maupun nilai rupiahnya,pencatatannya dapat
dilakukan dengan menggunakan salah satu metode dibawah ini:
Contoh soal:
Bagian Produksi menyerahkan 2.000 kg sisa bahan ke bagian gudang.Sisa
bahan tersebut di taksir dapat laku di jual Rp.5.000 per kg.sampai dengan
akhir periode akuntansi sisa bahan tersebut telah laku di jual sebanyak
1.250 kg dengan harga jual Rp.6.000 per kg.
Metode 1
Jurnal Penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang,jika
hasil penjualan sisa bahan di perlakukan sebagai penghasilan di luar
usaha,maka jurnalnya:

Persediaan sisa bahan (2.000 x Rp.5.000)


Rp.10.000.000
Hasil penjualan sisa bahan
Rp.10.000.000

Jika hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang


terhadap biaya bahan baku pesanan tertentu,maka yang di kredit pada
jurnal terdebut adalah rekening Biaya Dalam Proses-Biaya Bahan
Baku.Tapi jika penjualan sisa bahan di perlakukan sebagai pengurang
terhadap biaya overhead pabrik yang sesungguhnya,maka yang dikredit
dalam jurnal tersebut adalah rekening biaya Overhead pabrik yang
sesungguhnya. Jurnal penjualan sisa bahan tersebut adalah:

Kas/Piutang dagang (1.250 x Rp.6.000) Rp.7.500.000


Persediaan sisa bahan
Rp.7.500.00

Pada akhir periode akuntansi perlu dibuat jurnal penyusunan


(adjusting journal entry) karena adanya persediaan sisa bahan yang belum
laku dijual sebanyak 750 kg. Dengan jurnal pertama telah dicatat hasil
penjualan 2.000 kg sisa bahan, padahal kenyataannya yangg telah
direalisasikan baru 1.250 kg. Oleh karena itu hasil penjualan sisa bahan
sebesar Rp10.000.000 tersebut harus dikurangi sebesar Rp3.750.000
(750xRp5.000) yaitu jumlah hasil penjualan yang belum direalisasikan.
Jurnal penyesuaian yang dibuat pada akhir periode akuntansi adalah:

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 9


Modul Akuntansi Biaya & Lab

Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp3.750.000


Penghasilan yang belum direalisasikan
Rp3.750.000

Pada akhir periode akuntansi juga perlu dibuat jurnal penyesuaiannya


apabila terjadi perbedaan antara taksiran harga kual sisa bahan dengan jual
sesungguhnya. Dalam periode akuntansi tersebut terdapat selisih harga
jual taksiran dengan harga jual sesungguhnya sebesar Rp1.000 per kg
(Rp6.000-Rp5.000), padahal jumlah sisa bahan yang telah terjual
sebanyak 1.250 kg. Oleh karena itu jumlah selisih harga jual adalah
sebesar Rp1.250.000 (1.250 kg x Rp1.000). jumlah selisih harga jual yang
terjadi dalam suatu periode akuntansi digunakan unutk menyesuaikan
rekening yang semula dikredit pada jurnal pertama diatas. Jurnal
penyesuaian karena adanya selisih harga jual adalah:

Persediaan Sisa Bahan Rp1.250.000


Hasil Penjualan Sisa Bahan
Rp1.250.000

Untuk menyesuaikan rekening hasil penjualan yang semula dikreditkan


terlalu kecil.
Jurnal pencatatan persediaan dan penjualan sisa bahan serta jurnal
penyesuaian pada akhir periode akuntansi dilukiskan sbb:
Neraca yang disajikan pada akhir periode akuntansi akan berisi
Persediaan Sisa Bahan sebesar Rp3.750.000 di kelompok aktiva dengan
Penghasilan yang belum direalisasikan sebesar Rp3.750.000 dikelompok
utang lancar. Hasil ini berarti bahwa meskipun dalam kelompok aktiva
terdapat kekayaan berupa sisa bahan sebesar Rp3.750.000, namun
kekayaan tersebut belum direalisasikan sampai dengan tangal neraca
tersebut, sehingga dengan kata lain perusahaan pada saat tersebut tidak
mempunyai apa-apa. Laporan rugi laba untuk periode akuntansi tersebut
menyajikan hasil penjualan sisa bahan sebesar Rp7.500.000
(Rp10.000.000 + Rp1.250.00 – Rp3.750.000) yaitu jumlah hasil penjualan
sisa bahan yang sesungguhnya direalisasikan dari penjualan sisa bahan.

Metode 2
Perbedaan antara metode 1 dengan metode 2 terletak pada jurnal pada
saat sisa bahan diserahkan ke gudang dan penjualannya. Jurnal
penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang adalah:

Persediaan Sisa Bahan (2.000 x Rp5.000) Rp10.000.000


Penghasilan yang belum direalisasikan
Rp10.000.000

Jurnal Penjualan Sisa Bahan:


Kas/Piutang Dagang (1.250 x Rp6.000)
Rp.10.000.000
Penghasilan yang belum di realisasikan
Rp.10.000.000

Penghasilan yg blm direalisasikan (1.250 xRp.5.000)


Rp.6.250.000

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 10


Modul Akuntansi Biaya & Lab

Persediaan Sisa Bahan


Rp.6.250.000

Apabila terdapat persediaan sisa bahan yang belumlaku dijual dan


terjadi selisih harga jual,pada akhir periode akuntansi tidak perlu dibuat
jurnal penyesuaian seperyi pada metode 1.
Neraca dan laporan rugi laba yang dibuat pada akhir periode dengan
metode 2 akan menyajikan informasi yang sama dengan yang disajikan
dengan metode 1.

2. PRODUK RUSAK (SPOILED GOODS)


Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan,yang secara otomatis tidak dapat diperbaiki menjadi produk
yang baik.produk rusak berbeda dengan sisa bahan karena sisa bahan
merupakan bahan yang mengalami kerusakan dalam proses produksi,sehingga
belum sempat menjadi produk,sedangkan Produk rusak merupakan produk
yang telah menyerap biaya bahan,biaya tenaga kerja dan biaya overhead
pabrik. Perlakuan terhadap produk rusak adalah tergantung dari sifat dan
sebab terjadinya:
1. jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan tertentu atau factor
luar biasa yang lain,maka harga pokok produk rusak dibebankan sebagai
harga tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang
bersangkutan.Jika produk rusak tersebut masih laku dijual,maka hasil
penjulannya diperlakukan sebagai pengurangan biaya produksi pesanan
yang menghasilkan produk rusak tersebut.
2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses
pengolahan produk,maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya
produk rusak dibebankan kepada produksi secara keseluruhan,dengan cara
menghitung kerugian tersebut dengan tarif biaya overhead
pabrik.Anggaran biaya overhead pabrik yang digunakan untuk
menentukan tarif biaya overhead pabrik terdiri dari elemen-elemen
berikut:

Biaya bahan penolong


xx
BTKL
xx
Biaya reparasi dan pemeliharaan
xx
Biaya asuransi
xx
BOP lain
xx
Rugi produk rusak(hasil penjualan-hrg pokok produk rusak)
xx
BOP yang di anggarkan
xx
Dan tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus berikut ini:

Tarif BOP = BOP yg dianggarkan


Dasar Pembebanan

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 11


Modul Akuntansi Biaya & Lab

Jika terjadi produk rusak maka kerugian sesungguhnya terjadi di


terbitkan dalam rekening BOP sesungguhnya.
a. Pencatatan Produk Rusak-Jika Produk Rusak Dibebankan Kepada
Pesanan Tertentu
Contoh:
PT Eliona sari berproduksi atas dasar pesanan.Dalam bulan januari
2007 perusahaan menerima pesanan pembuatan 1.000 satuan produk
A.Untuk memenuhi pesanan tersebut perusahaan memproduksi 1.100
satuan produk A dengan biaya produksi sebagai berikut: Biaya bahan
Baku Rp.75.000,BTKL Rp.175.000,BOP dibebankan atas dasar tarif
sebesar 150% dari BTKL.Pada saat pesanan tersebut selesai dikerjakan
ternyata terdapat 100 satuan produk yang rusak,yang secara ekonomis
tidak dapat diperbaiki,Produk rusak tersebut diperkirakan laku dijual
Rp.350 per satuan.Jurnal untuk mencatat biaya produksi untuk mengolah
1.100 satuan produk A adalah sebagai berikut:
Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku Rp.75.000
Barang Dalam Proses-BTKL Rp.175.000
Barang Dalam Proses-BOP Rp.262.500
Persediaan Bahan Baku Rp.75.000
Gaji Dan Upah
Rp.175.000
Bop yang Dibebankan
Rp.262.500
Jika produk rusak tersebut masih laku dijual,maka hasil penjualan
produk rusak dikurangkan dari biaya produksi yang seluruhnya telah
dibebankan pada produksi yang baik.Jurnalnya:
Persediaan Produk Rusak (100 x Rp.350) Rp.35.000
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp.5.100
Barang Dalam proses-BTKL
Rp.11.925
Barang dalam proses-BOP
Rp.17.925

b. Pencatatan Produk Rusak-Jika kerugian Produk Rusak Dibebankan


kepada Seliruh Produk
Contoh:
Pada bulan januari 2007 perusahaan menerima pesanan produk B
sebanyak 2.000 kg.Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengerjakan
pesanan tersebut adalah: Biaya bahan Baku Rp.100.000,BTKL
Rp.250.000,dan BOP Rp.400.000(160% x Rp.250.000).Setelah pesanan
ini selesai dip[roduksi,ternyata dari 2.300 kg produk selesai yang
dihasilkan terdapat 300 kg produk rusak,yang diperkirakan masih dapat
laku dijual Rp.200 per kg.Jurnal untuk mencatat biaya produksi
pengolahan produk B adalah:
Barang dalam proses-Biaya bahan baku Rp.100.000
Barang dalm proses-BTKL Rp.250.000
Barang dalam proses-BOP Rp.4.000.000
Persediaan Bahan Baku Rp.100.000
Gaji dan upah
Rp.250.000
BOP yang dibebankan
Rp.400.000

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 12


Modul Akuntansi Biaya & Lab

Kerugian karena adanya produk rusak dihitung dengan cara sebagai berikut:
Nilai jual produk rusak 300 x Rp.200 = Rp.60.000
Harga pokok produksi rusak 300 x Rp.326= Rp.97.800
Kerugian produk rusak Rp.37.800
Elemen Harga pokok Biaya Total Biaya satuan
Biaya Bahan Baku Rp.100.000 Rp.43
(Rp.100.00:2.300)
BTKL 250.000 109
BOP 400.000 174
Rp.750.000 Rp326
Jurnal Pencatatan produk rusak dan kerugiannya adalah sebagai berikut:
Persediaan Produk rusak Rp.60.000
BOP sesungguhnya Rp.37.800
Barang dalam proses-Biaya bahan baku(300 x Rp.43) Rp.12.900
Barang dalam proses-BTKL Rp.32.700
Barang dalam proses-BOP Rp.52.200
Jurnal untuk mencatat produk jadi yang baik adalah sebagai berikut:
Persediaan Produk jadi Rp.652.173
Barang dalam proses- Biaya Bahan baku (2.000 x Rp.43)
Rp.86.000
Barang dalam proses-BTKL
Rp.218.000
Barang dalam proses-BOP
Rp.348.000

3. PRODUK CACAT (DEFECTIVE GOODS)


Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditentukan,tetapi dengan cara mengeluarkan biaya pengerjaan kembali
untuk memberbaikinya,produk tersebutsecara ekonomis dapat disempurnakan
lagi menjadi produk jadi yang baik. Masalah yang timbuldalam produk cacat
adalah bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk penjualan
kembali(rework costs)produk cacat tersebut.perlakuan terhadap biaya
pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan produk rusak (spoiled
goods).
Jika produk cacat bukan merupakan hal yang biasa terjadi dalam
proses produksi,tetapi karena karakteristik pengerjaan tertentu,maka biaya
pengerjaan kembali produk cacat dapat dibebankan sebagai tambahan biaya
produksi pesanan yang bersangkutan.
Jika produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses
pengerjaan produk,maka biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada
seluruh produksi dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali
tersebut ke tarif BOP.Biaya pengerjaan kembali produk cacat sesungguhnya
terjadi diterbitkan dalam rekening BOP sesungguhnya.
a. Pencatatan Biaya Pengerjaan kembali Produk Cacat Jika Biaya
tersebut Dibebankan kepada Pesanan Tertentu.
Contoh:
PT.Rimendi menerima pesanan 100 satuan produk X.Biaya produksi yang
dikeluarkan untukmengolah produk tersebut adalah:Biaya bahan baku
Rp.40.000,BTKL Rp.25.000 dan BOP di bebankan atas dasar tariff sebesar
200% dari BTKL.Setelah pengolahan 100 satuan produk X tersebut,ternyata
terdapat 10 satuan produk cacat yang secara ekonomis masih dapat diperbaiki
lagi.biaya-biaya pengerjaan kembali 10 satuan produk cacat tersebut terdiri
dari BTKL Rp.5.000 dan BOP pada tariff yang biasa dipakai.Jurnal

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 13


Modul Akuntansi Biaya & Lab

pencatatan produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk


cacat tersebut adalah sebagai berikut:
1. JurnalPencatatan biaya produksi100 satuan produk X adalah:
Barang dalam proses-Biaya bahan baku Rp.40.000
Barang dalam proses-BTKL Rp.25.000
Barang dalam proses-BOP Rp.50.000
Persediaan bahan baku Rp.40.000
Gaji dan upah Rp.25.000
BOP yang dibebankan Rp.50.000
2. Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika biaya tersebut
dibebankan
sebagai tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan adalah sebagai
berikut:
Barang dalam proses-BTKL Rp.5.000
Barang dalam proses-BOP Rp.10.000
Gaji dan upah Rp.5.000
BOP yang dibebankan Rp.10.000
3. Jurnal pencatatan harga pokok produk selesai adalah sebagai berikut:
Persediaan produk jadi Rp.130.000
Barang dalam proses-biaya bahan baku Rp.40.000
Biaya dalam proses-BTKL Rp.30.000
Biaya dalam proses-BOP Rp.60.000
b. Pencatatan Biaya Pengerjaan Kembali Produk cacat Jika Biaya
Tersebut dibebankan kepada Produksi Secara keseluruhan.
Contoh:
PT.Eliona menerima pesanan pembuatan 500 satuan produk Y,biaya produksi
yang dikeluarkan untuk mengolah produk trsebut adalah:Biaya bahan baku
Rp.100.000.BTKL Rp.124.000,setelah pengolahan 500 produk Y tersebut
selesai,ternyata terdapat 50 satuan produk tersebut cacat.Biaya pengerjaan
kembali 50 satuan produk yangcacat tersebut terdiri dari:BTKL Rp.10.000
dan BOP pada tariff yang dipakai.Jurnal pencatatan biaya produksi pesanan
tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk cact tersebut adalah:
1. Jurnal pencatatan biaya produksi 500 satuan produk adalah sebagai berikut:
Barang dalam proses-Biaya bahan Baku Rp.100.00
Barang dalam proses-BTKL Rp.125.000
Barang dalam proses-BOP Rp.187.500
Persediaan bahan baku Rp.100.000
Gaji dan upah Rp.125.00
BOP yang dibebankan Rp.187.500
2. Jurnal pencatatan kembali biaya produk cacat,jika biaya tersebut jika biaya
tersebut dibebankan kepada produk secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:
BOP sesungguhnya Rp.25.000
Gaji dan upah Rp.10.000
BOP yang di bebankan Rp.15.000

3. Jurnal pencatatan harga pokok selesai adalah sebagai berikut:


Persediaan produk jadi Rp.412.500
Barang dalam proses-Biaya Bahan baku Rp.100.000
Barang dalam proses-BTKL Rp.125.000
Barang dalam proses-BOP RP.187.500

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 14


Modul Akuntansi Biaya & Lab

2. Biaya Tenaga Kerja


A. Pengertian Biaya Tenaga Kerja dan Cara Penggolongannya
1. Pengertian
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan
karyawan untuk mengolah produk. Sedangkan biaya tenaga kerja adalah
harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut.
2. Penggolongan kegiatan dan biaya tenaga kerja
Dalam perusahaan manufaktur penggolongan kegiatan tenaga kerja
dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan;
- Biaya tenaga kerja produksi
Contoh:
gaji karyawan pabrik
upah lembur karyawan pabrik
upah mandor pabrik
Gaji manajer pabrik
- Biaya tenaga kerja pemasaran
Contoh:
Upah karyawan pemasaran
Biaya komisi peramuniaga
Gaji manajemen pemasaran
- Biaya tenaga kerja administrasi dan umum
Contoh:
Gaji karyawan bagian akuntansi
Gaji karyawan bagian personalia
Gaji karyawan bagian secretariat
b) Penggolongan menurut kegiatan department-departmen dalam
perusahaan
Misalnya department produksi perusahaan kertas terdiri dari
tiga department: bagian plup, bagian kertas, dan bagian
penyempurnaan. Biaya tenaga kerja bagian department produksi
tersebut digolongkan sesuai dengan bagian-bagian yang dibentuk
dalam perusahaan tersebut. Tenaga kerja yang bekerja di department-
departemen non produksi digolongkan pula menurut department yang
menjadi tempat kerja mereka. Dengan demikian biaya tenaga kerja
department-departemen non produksi dapat digolongkan menjadi
biaya tenaga kerja bagian akuntasi, biaya tenaga kerja bagian
personalia, dan lain sebagainya.
c) Penggolongan menurut jenis pekerjaannya
Dalam suatu department, tenaga kerja dapat digolongkan
menurut sipat pekerjaannya. Misalnya dalam suatu departemen
produksi, tenaga kerja digolongkan sebagai berikut: operator, mandor
dan penyelia. Dengan demikian biaya tenaga kerja dapat digolongkan
menjadi: upah operator, upah mandor, dan upah penyelia.
Penggolongan biaya tenaga kerja semacam ini digunakan sebagai
dasar penetapan deferensial upah standar kerja.
d) Penggolongan menurut hubungannya dengan produk
Dalam hubungannya dengan produk, tenaga kerja dibagi
menjadi: tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Tenaga kerja
langsung adalah semua karyawan secara langsung ikut serta
memproduksi barang jadi, yang jasanya dapat diusut secara langsung
pada produk dan yang upahnya merupakan bagian yang besar dalam
memproduksi produk. Tenaga kerja tidak langsung dapat diusut pada

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 15


Modul Akuntansi Biaya & Lab

produk disebut tenaga kerja tidak langsung dan merupakan unsur


biaya overhead pabrik.

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 16


Modul Akuntansi Biaya & Lab

C. DAFTAR PUSTAKA
Akuntansi Biaya : Perencanaan dan Pengendalian, Milton F. Usry & Lawrence
H. Hammer, Jilid I edisi 10, Penerbit Erlangga. 2010
Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat & Rekayasa, Mulyadi-UGM, edisi 3,
Penerbit Salemba empat. 2010
Carter, williem k. 2010. Akuntansi biaya. Jakarta: Salemba Empat
Drs.Mulyadi, M.Sc. 2010. Akuntansi Biaya Edisi 5. Yogyakarta. Unit Penerbit
dan Percetakan Sekolah Tinggi dan Manajemen YKPN.
Dunia, F.A., dan Wasilah. 2009. Akuntansi Biaya, edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat

Prodi Akuntansi S1, FE, Universitas Pamulang 17

Anda mungkin juga menyukai