Anda di halaman 1dari 9

STUDY KEANEKARAGAMAN SATWA DI CAGAR ALAM MANGGIS

GADUNGAN KEDIRI

(maulanaishaqku331221@gmail.com)
MAPALA Cholida Nastaini (cholida09@gmail.com)
Maulana Ishaq HIMALAYA IAIN Tulungagung
Gedung UKM Lt. 1 Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46 Plosokandang
Tulungagung. Telp. 082131031023 Onlyhimalaya2002@gmail.com

ABSTRAK
Kawasan Cagar Alam Manggis Gadungan merupakan kawasan konservasi di bawah
pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur. Kawasan ini
telah ditetapkan sebagai Cagar Alam sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1911.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman dari satwa diurnal,
nokturnal, dan burung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jalur
transek untuk pengamatan satwa diurnal, metode jalur transek titik untuk pengamatan
burung, dan metode pengamatan bebas untuk satwa nokturnal. Hasil dari penelitian ini
adalah nilai indeks keanekaragaman sedang pada satwa diurnal (H’ sebesar 2,813),
keanekaragaman sedang pada satwa nokturnal (H’ sebesar 2,904), dan keanekaragaman
rendah pada satwa burung (H’ sebesar 1,092).

Keyword: Cagar Alam Manggis Gadungan, keanekaragaman, satwa, burung

PENDAHULUAN
IAIN Tulungagung merupakan salah satu perguruan tinggi yang ada di Kota
Marmer di Jawa Timur. Selain aktivitas akademik, IAIN Tulungagung juga melengkapi
sarana berorganisasi untuk membentuk karakter pada setiap mahasiswa/i yang menuntut
ilmu di perguruan tinggi tersebut. Sarana tersebut salah satunya disebut sebagai Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang terbagi menjadi berbagai nama dan jenis sesuai dengan
tujuan masing-masing organisasi. Unit Kegiatan Mahasiswa ini merupakan unit kegiatan
intera kampus yang berarti ruang lingkup dan anggotanya merupakan mahasiswa aktif
kampus dan dinaungi langsung oleh kampus. Salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
yang ada di IAIN Tulungagung adalah MAPALA HIMALAYA yang dideklarasikan sejak
tahun 2002. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ini merupakan unit kegiatan yang
mendasarkan pada tri darma perguruan tinggi dan berpacuan pada Kode Etik Mahasiswa
Pencinta Alam.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) MAPALA HIMALAYA berfokus pada kegiatan
yang bersinggungan secara langsung terhadap fenomena-fenomena alam yang terjadi di
lingkungan sekitar. Dengan adanya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) MAPALA
HIMALAYA IAIN Tulungagung ini diharapkan dapat menjadi wadah dan sarana yang
mumpuni untuk mereka yang mempunyai ketertarikan dan kepedulian terhadap
permasalahan yang terjadi di alam sekitar dan masyarakatnya. Dengan tujuan yang
demikian, maka dalam mewujudkannya tentu dibutuhkan komponen yang mampu
menunjang tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Komponen utama dalam sebuah organisasi
adalah sumber daya manusia. Untuk menciptakan atau mendapatkan sumber daya
manusia yang mumpuni dalam organisasi, maka diperlukan beberapa tindakan baik
sebelum maupun setelah orang tersebut bergabung dalam organisasi tersebut.
Untuk jenjang Anggota Muda, MAPALA HIMALAYA wajib menuntut pendidikan
pada tingkat Ekspedisi Spesialisasi untuk memenuhi kewajiban dan tanggungjawab dalam
organisasi MAPALA HIMALAYA IAIN Tulungagung. Ekspedisi Spesialisasi ini sebagai
syarat bagi setiap Anggota Muda untuk menaikkan status mereka dalam organisasi
menjadi Anggota Biasa. Anggota Muda yang ditetapkan sebagai anggota divisi
konservasi memiliki kewajiban untuk mengembangkan kemampuan diri sebagai
konservator. Penelitian Satwa merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan anggota dalam bidang konservasi.
Kawasan Cagar Alam Manggis Gadungan merupakan kawasan konservasi di bawah
pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur. Kawasan ini
telah ditetapkan sebagai Cagar Alam sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1911.
Karena terbatasnya sarana dan Sumber Daya Alam yang ada, kawasan ini belum
melakukan perbaruan data sejak tahun 2016 yang dilakukan oleh M. Abrori dalam
penelitian skripsi UIN Malang. Penelitian tersebut berfokus pada pendataan jenis
serangga yang ada di Cagar Alam Manggis Gadungan dan Perkebunan Kopi. Dari
penelitian tersebut, menghasilkan kesimpulan bahwa nilai keanekaragaman satwa pada
kawasan tersebut adalah tinggi dengan nilai H’ sebesar 3,27.
Berdasarkan data di atas, maka peneliti memilih untuk melakukan penelitian
mengenai tingkat keanekaragaman jenis satwa yang ada di Cagar Alam Manggis
Gadungan Kediri. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan anggota
MAPALA HIMALAYA mengenai pengamatan satwa..

PERLENGKAPAN DAN PROSEDUR


Perlengkapan yang digunakan untuk melakukan pengamatan burung maupun satwa
adalah sebagai berikut; Pakaian penyamaran, Peta kawasan, Tally sheet, Buku catatan,
Alat tulis, Range finder, Meteran roll, Kompas, GPS, Kamera, peta kawasan, dan tape
recorder, untuk pengamatan burung ditambah dengan buku panduan pengenalan jenis
burung (Field Guide), dan Teropong (binokuler/monokuler). Dari peralatan yang
digunakan tersebut yang paling diprioritaskan jika tidak tersedia seluruhnya adalah tally
sheet, alat tulis, dan kompas. Berikut adalah peta kawasan Cagar Alam Manggis
Gadungan:

Prosedur pengamatan satwa dan burung dengan cara: jalan mengendap-endap,


mencari tempat yang baik untuk bersembunyi, menggunakan atribut/pakaian yang tidak
mencolok, tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu satwa dan burung, untuk
pengamatan burung prosedurnya ditambah tidak melepaskan binokuler sampai deskripsi
jenis burung dapat tergambarkan ketika melakukan identifikasi dan membuat sketsa
burung yang terlihat dan mendeskripsikan ciri-cirinya. Untuk pengamatan burung,
pengamatan dilakukan pada periode pagi pukul 05.30 WITA dan berakhir pukul 09.00
WITA. Pengamatan periode sore hari dilakukan mulai pukul 15.30 WITA sampai pukul
18.00 WITA.
METODE
Untuk pengamatan dan pendataan satwa selain aves, penelitian ini menggunakan
metode Jalur Transek dengan teknik sampling dan metode pengamatan bebas. Untuk
pengamatan bebas, area yang diamati adalah pinggiran kawasan. Berikut adalah gambaran
jalue transek pengamatan satwa:

Untuk pengamatan dan pendataan burung, penelitian ini menggunakan dua metode yaitu
metode jalur transek titik dengan teknik sampling dan metode pengamatan bebas. Jalur
transek titik adalah metode pengamatan dengan membuat jalur pengamatan dengan titik
stasiun pengamatan pada setiap 100 meter. Lebar jalur pada jalur transek titik adalah 50
meter (25 meter kanan dan 50 meter kiri). Untuk satwa jenis aves, penelitian ini
menggunakan metode garis transek titik dengan 4 stasiun pengamatan dan metode
pengamatan bebas. Berikut adalah gambaran dari jalur pengamatan:

Data yang di dapat dilapangan akan dianalisa nilai keanekaragaman jenis, perkiraan
kepadatan populasi, dan perkiraan jumlah populasi satwa menggunakan rumus. Untuk
menghitung nilai keanekaragaman jenis satwa, penelitian ini menggunakan rumus dari
Shannon Wiener (H’) (Ludwig & Reynolds 1988) dengan rumus:
H’ = − ∑ (𝑃𝑖 In 𝑃𝑖)
𝑛𝑖
Pi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus: Pi = dengan ni merupakan jumlah
𝑁

individu per spesies dan N merupakan jumlah seluruh spesies yang tercatat.
Spesies seluruh dari individu total ke spesies individu banyaknya
Indikator dari indeks Shannon Wiener adalah sebagai berikut:
a. Apabila indeks yang diperoleh adalah <1 maka tingkat keanekaragaman jenisnya
rendah
b. Apabila indeks yang diperoleh adalah >1 – 3 maka tingkat keanekaragaman jenisnya
adalah sedang
c. Apabila indeks yang diperoleh adalah > 3 maka tingkat keanekaragaman jenisnya
adalah tinggi.

Sedangkan untuk menghitung perkiraan kepadatan populasi satwa dapat dihitung dengan
𝒏
menggunakan rumus D = 𝟐 𝑳 𝒘 dengan keterangan:

D = Kepadatan populasi (Jumlah individu/ha)


n = jumlah satwa yang teramati
L = panjang total transek
w = lebar transek

Indikator dari kepadatan populasi hewan di suatu kawasan adalah sebagai berikut:
a. Apabila nilai indeks < 0,25 ind/Ha maka tingkat kepadatan populasinya adalah rendah
atau kecil
b. Apabila nilai indeks lebih besar atau sama dengan 0,25 ind/Ha sampai 0,5 ind/Ha maka
tingkat kepadatan populasinya adalah sedang
c. Apabila nilai indeks > 0,5 maka tingkat kepadatan populasinya tinggi.
Untuk menghitung perkiraan jumlah dapat menggunakan dua cara, yaitu dengan
𝑨𝒙𝒏
menggunakan rata-rata jarak dengan pencatat (D), 𝑷𝑫 = 𝟐 𝑳𝑾𝑫 dan menggunakan rata-
𝑨𝒙𝒏
rata jarak dengan garis transek PY = 𝟐 𝑳 𝑾𝒀

Dimana :
n = jumlah satwa yang teramati
L = panjang total transek
w = lebar transek
A = luas kawasan
D = jarak rata-rata hewan dari pengamat
Y = jarak rata-rata hewan dari garis transek.
HASIL PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan selama 4 hari dengan total 12
kali pengamatan dan pendataan satwa. 12 kali pengamatan tersebut terdiri dari 6 kali
pengamatan dan pendataan burung, 2 kali pengamatan dan pendataan satwa dengan jalur
transek, 2 kali pengamatan bebas, dan 2 kali pengamatan malam. Dalam pengambilan
data pengamatan (burung dan satwa selain burung) dengan teknik jalur transek, peneliti
membuat 2 jalur pengamatan yang difungsikan untuk pengamatan satwa burung dan
satwa selain burung. Masing-masing jalur memiliki panjang 400 meter dengan lebar 50
meter (25 meter kanan dan 25 meter kiri). Luas area sampling dalam metode Jalur Transek
dan Jalur Transek Titik adalah 4 Hektar dengan panjang 400 meter dan lebar 100 meter.
Pengamatan dan pendataan burung dilakukan di pagi hari mulai pukul 07.00 WIB
sampai pukul 09.00 WIB dan sore hari mulai pukul 15.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB.
Sedangkan untuk pengamatan satwa selain burung dilakukan dengan pada siang hari
setelah pengamatan burung dan juga malam hari. Untuk pengamatan bebas dilakukan
pada sore hari sebanyak 2 kali dengan tujuan menambah data penelitian. Pengamatan
bebas dilakukan dengan cara menyusuri pinggiran kawasan. Sedangkan pengamatan
malam dilakukan pada pukul 19.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB dengan menyusuri
pinggiran timur dan barat kawasan pada malam kedua dan ketiga.
Dari pengamatan tersebut, peneliti menemukan 83 jenis satwa pada pengamatan
siang, 62 jenis satwa pada pengamatan malam, dan 12 jenis burung pada pengamatan
burung. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian di hitung nilai tingkat
keanekaragaman, perkiraan kepadatan populasi, dan perkiraan jumlah populasi. Berikut
adalah tabel hasil perhitungan data pengamatan:

Tingkat
No. Keterangan Jumlah Ʃ H’
Keanekaragaman
1. Satwa Diurnal 83 2,813 Sedang
2. Satwa Nokturnal 62 2,904 Sedang
3. Satwa Burung 12 1,092 Rendah
Hasil dari analisa data pengamatan tersebut dapat dilihat perbandingan antara
tingkat keanekaragaman satwa diurnal, nokturnal, dan burung pada grafik di bawah ini:

3
Tingkat Keanekaragaman Jenis Satwa

2.5

1.5

0.5
Satwa Diurnal Satwa Nokturnal Satwa Burung

KESIMPULAN
Dari tabel grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat keanekaragaman satwa nokturnal memiliki nilai indeks Shannon (H’) sebesar
2,904 dan merupakan yang tertinggi. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) untuk
satwa diurnal adalah sebesar 2,813 yang termasuk dalam kriteria sedang. Sedangkan
tingkat keanekaragaman satwa jenis burung memiliki kriteria rendah dengan nilai
indeks (H’) 1,092.
2. Peneliti menjumpai 1156 satwa yang tergolong dalam 83 jenis satwa diurnal.
Sedangkan untuk pengamatan malam, peneliti menjumpai 578 satwa yang tergolong
dalam 62 jenis. Untuk pengamatan satwa burung, peneliti menjumpai 225 satwa yang
tergolong dalam 12 jenis.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengamatan dan pendataan satwa di
Cagar Alam Manggis Gadungan Kediri untuk mengetahui perkembangan atau penyusutan
keanekaragaman jenis satwa yang ada di kawasan tersebut secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang RI. 1990. http://www.bphn.go.id/data/documents/90uu005.pdf. Hal. 02

Peraturan Pemerintah. 2011 https://ngada.org/pp28-2011.htm. No. 56. Diakses pada 16


Juli 2019 pukul 13.17 WIB
Undang-undang RI. 1990. http://www.bphn.go.id/data/documents/90uu005.pdf. Hal. 02.
Diakses pada 16 Juli 2019 pukul 14.05 WIB
Samin, Cah. 2017. Penggolongan Jenis Hewan Berdasarkan Cara Berkembangbiaknya.
2017. https://www.artikelmateri.com/2017/05/penggolongan-jenis-hewan-
berdasarkan-cara-berkembangbiaknya.html. Diakses pada 16 Juli 2019 pukul 14.17
WIB
Unknow, 2016. “4 Penggolongan Hewan Berdasarkan Jenis Makanannya”
http://www.ebiologi.net/2016/04/penggolongan-hewan-berdasarkan-jenis-
makanan.html. Diakses pada 16 Juli 2019 pukul 14.17 WIB
Satriyono, Agus. 2008. “Aktivitas Dan Penggunaan Habitat Burung Pengganggu
Penerbangan di Kawasan Bandar Udara Internasional Juanda”. (hlm. 07). Surabaya:
Institute Teknologi Sepuluh November

Tamam, Mh Badrut. 2017. “Ciri dan Struktur Morfologi (Topografi) Kelas Aves,
LENGKAP”. https://www.generasibiologi.com/2017/06/ciri-struktur-morfologi-
topografi-aves-burung.html. Diakses pada 15 Juli 2019 pukul 14.55 WIB
Bitar. 2019. “Makalah Hewan Aves (Burung)”.
https://www.gurupendidikan.co.id/hewan-aves/. Diakses pada 15 Juli 2019 pukul
15.09 WIB

Tanpa Nama. 2011. “Kelas Aves”. http://emge89.blogspot.com/2011/02/kelas-


aves_07.html. Diakses pada 14 Juli 2019 pukul 15.30 WIB
“Klasifikasi burung” 2019. Repository Universitas Jambi. Id Doc:
589c896681944d3210493e9. Diakses pada 14 Juli 2019 pukul 13.44 WIB
Rahmah. 2019. “Berbagai Bentuk Paruh Burung”.
http://asagenerasiku.blogspot.com/2012/06/berbagai-bentuk-paruh-dan-kaki-
unggas.html. Diakses pada 13 Juli 2019 pukul 14.22 WIB

“Metode Penelitian Burung”. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal. 16

Anda mungkin juga menyukai