Anda di halaman 1dari 23

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

KEANEKARAGAMAN AVES BERDASARKAN PENGGUNAAN STRATA


VERTIKAL DI KAWASAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

BIDANG KEGIATAN:
PKM-ARTIKEL ILMIAH

Diusulkan oleh:

Asep Sumantri 2224141073 2014


Denys Fristian 2224141696 2014
Lia Sulafiani 2224141545 2014

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


SERANG
2017
KEANEKARAGAMAN AVES BERDASARKAN PENGGUNAAN STRATA
VERTIKAL DI KAWASAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Asep Sumantri1, Denys Fristian, Lia Sulafiani

Jurusan Pendidikan Biologi


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Raya Jakarta, Km.4, Pakupatan, Serang-
Banten, Kode Pos: 42118

ABSTRAK
Burung adalah salah satu satwa yang mudah dijumpai keberadaannya di berbagai
kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan akan mempengaruhi jenis burung yang
menempatinya, seperti ketersediaan makanan maupun keberadaan predator yang
mempengaruhi kelangsungan hidupnya yaitu dengan memanfaatkan strata
vertikal. Pengambilan data yang digunakan dengan menggunakan metode jelajah
dan metode point count. Berdasarkan hasil observasi didapatkan 25 jenis burung
dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 36 individu. Jumlah burung
paling banyak di jumpai di daerah strata vertikal 5 dengan ketinggian 4,5-15
meter dari permukaan tanah yaitu sebanyak 27 individu dari 17 jenis burung.
Spesies terbanyak pada lokasi tersebut adalah srigunting hitam (Dicrurus
macrocercus) dan pelatuk sayap merah. Sedangkan jumlah terkecil berada pada
srata 1, yaitu ayam hutan merah dengan jumlah 1 individu.
Kata kunci :Aves, Strata vertikal, Taman Nasional Way Kambas

ABSTRACT
Bird is one of the animals that can be found easily in various environmental
conditions. Environmental conditions will affect the types of birds such as the
availability of food and the presence of predators that affect their survival by
using vertical strata. The data collected using combination of exploration and
point count method. Based on the observation result, there was 25 species of birds
with the number individuals observed was 36 individuals. On vertical stratum 5
with 4.5-15 meters above ground level amounting to 27 individuals from 17
species of birds. Most species in srata 5 are Black drongo (Dicrurus
macrocercus) and Crimson-winged Woodpecker. A red jungle fowl was smallest
distribution was in sratum 1.
Keywords: Aves, Vertical strata, Way Kambas National Park
PENDAHULUAN

Burung adalah salah satu satwa yang mudah dijumpai keberadaannya di


berbagai kondisi lingkungan. Keberadaan burung yang relatif banyak ini juga
menjadikan burung sebagai satwa yang memiliki tingkat keanekaragaman yang
tinggi. Burung merupakan satwa liar pengguna ruang yang cukup baik, yang
terlihat dari penyebarannya, baik secara vertikal ataupun horizontal. Berdasarkan
stratifikasi penggunaan ruang pada profil hutan maupun penyebarannya secara
horizontal pada beberapa habitat, menunjukan adanya kaitan yang erat antara
burung dengan lingkungan hidupnya terutama pola adaptasi dan strategi untuk
memperoleh sumber pakan (Peterson, 1980)
Berdasarkan stratifikasi profil hutan mengenai keadaan burung dapat
digambarkan dalam memanfaatkan ruang secara vertikal. Ada kelompok burung
yang menempati di atas tajuk pohon, dibawah tajuk pohon, semak dan lantai
(tanah) . Penyebaran jenis burung dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti
ketersediaan makanan maupun keberadaan predator yang mempengaruhi
kelangsungan hidupnya. Burung dengan mudah akan berpindah dari satu tempat
ketempat lainnya untuk mencari wilayah yang sesuai dengan kebutuhan hidup.
Penggunaan habitat oleh tiap jenis burung berlangsung pada beberapa titik yang
berkesinambungan, karena itu berubah-ubah tergantung pada penampakan habitat
yang menyediakan kesempatan berkompetisi pada jenis-jenis burung dalam
komunitasnya (Jarulis, 2007:238).
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) berada pada bagian tenggara pulau
Sumatera di Wilayah Propinsi Lampung. Sebagian besar merupakan perwakilan
ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang
alang-alang atau semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Menurut
Mackkinnon, et al (2010) pulau sumatera memiliki 583 jenis burung dan dua
belas diantaranya merupakan burung endemik dataran sumatera. Penelitian
mengenai keanekaragaman burung berdasarkan penggunaan strata vertikal belum
banyak dilakukan oleh peneliti di kawasan Sumatra khususnya Taman Nasional
Way Kambas. Karena itu penelitian keanekaragaman burung berdasarkan
penggunaan strata vertikal di kawasan TNWK perlu dilakukan sebagai bagian
informasi keanekaragaman burung berdasarkan penggunaan starta vertikal.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung


berdasarkan penggunaan strata vertikal vegetasi di kawasan taman nasional
waykambas wilayah 1 way kanan, lampung.
METODE

Waktu dan Lokasi Pengamatan


Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung
pada tanggal 17 Mei 2017 sampai tanggal 19 Mei 2017. Pengamatan dilakukan di
dua titik atau stasiun yang berbeda yaitu di sekitar Guest House pos penjagaan
Way Kanan dan pada daerah yang berjarak sekitar 1 Km dari pos penjagaan Way
Kanan. Pengamatan dilakukan pada tanggal 18 mei 2017 di waktu pagi dan sore
hari. Pada pagi hari, pengamatan dilakukan pada pukul 05:00 - 10:00 WIB dan
pada sore hari pukul 14:30 - 17:00 WIB.

Alat dan Bahan


Beberapa peralatan yang digunakan dalam pengamatan yaitu binokuler,
kamera prosumer, GPS, arloji, serta buku panduan lapangan burung Sumatera,
Jawa, Bali, dan Kalimantan (MacKinnon, et al.2010).

Cara Kerja
Metode yang digunakan dalam pengamatan yaitu kombinasi antara metode
jelajah dengan menjelajahi lokasi yang menjadi titik pengumpulan data dan
metode point count yaitu dengan menentukan titik penghitungan data atau titik
pengamatan. Adapun cara kerja pengamatan yang dilakukan yaitu :
a. Pengamatan Pendahuluan
Pengamatan pendahuluan atau observasi dilakukan sebelum pengamatan
dimulai yaitu pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 14.30 - 17.00 WIB oleh
seluruh tim yang terdiri dari 10 orang mahasiswa, dosen pembimbing dan 2
orang asisten pembimbing ditemani oleh satu orang guide. Observasi
bertujuan untuk mengenal lokasi yang akan menjadi tempat pengamatan dan
penentuan titik pengamatan. Observasi dilakukan dengan berjalan mengikuti
jalur jalan yang telah ada sambil mengamati burung yang melintas dan
keadaan lingkungan. Penentuan titik pengamatan berdasarkan keadaan
lingkungan, lokasi yang paling banyak dijumpai burung dan saran dari guide.
b. Pengamatan
Pengamatan dilakukan keesokan harinya tanggal 18 Mei 2017 pada pagi
hari pukul 05.00 – 10.00 WIB dan pada sore hari pukul 15.00 - 17.00 WiB.
Pengamatan dilakukan di dua titik yang telah ditentukan dengan membagi tim
menjadi 2 kelompok. Sebelum pengamatan dimulai, terlebih dahulu
dilakukan pengukuran suhu, intensitas cahaya, kecepatan angin dan
mengetahui titik kordinat pengamatan. Pengamatan dilakukan menggunakan
binokuler untuk melihat burung yang melintas. Selain menggunakan
binokuler, pengamatan juga dilakukan dengan memotret burung yang terlihat
menggunakan kamera prosumer. Burung yang terlihat kemudian dicatat ciri-
cirinya atau dengan menggambar sketsa burung yang diberi keterangan warna
burung,bentuk paruh,bentuk ekor dan ukuran burung. Gambaran burung
kemudian dicocokkan dengan ilustrasi gambar yang terdapat pada buku
panduan lapangan burung Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (MacKinnon
et all) untuk menentukan spesies dari burung yang dijumpai.
Menurut Van Balen (1984) pengelompokan posisi vertikal burung dilakukan
dengan membuat stratifikasi ketinggian habitat menjadi enam strata yaitu:

Strata Ketinggian

Strata 1 0 – 0,15 meter

Strata 2 0,15 – 0,6 meter

Strata 3 0,6 - 1,8 meter

Strata 4 1,8 - 4,5 meter

Strata 5 4,5 - 15 meter

Strata 6 >15 meter


Tabel 1 Pengelompokkan posisi vertikal burung

Beberapa pola aktivitas burung yang dicatat yaitu :


a. Makan ; mengumpulkan, mengambil atau memakan makanan di atas
tanah, di batang pohon, cabang atau ranting, dan daun.
b. Bergerak ; terbang diantara cabang pohon atau di atas pohon.
c. Istirahat ; berdiam diri atau bertengger.

Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif,
metode deskriptif merupakan suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan
atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pulau Sumatra sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia memilki


keanekaragaman hayati yang tinggi salah satu keanekargaman hayati yang ada di
Sumatra adalah burung. Pulau sumatera memiliki 583 jenis burung dan dua belas
diantaranya merupakan burung endemik dataran sumatera (Mackkinnon, et al.
2010). Sementara itu persebaran jenis burung juga banyak macamnya salah
satunya penyebaran burung berdasarkan vertikal. Menurut Hughes et al (2002)
penyebaran burung secara vertikal lebih digunakan untuk mengetahui komposisi
berbagai burung dalam memanfaatkan suatu pohon secara utuh. Menurut Peterson
(1980) menyatakan bahwa berdasarkan pola stratifikasi penggunaan ruang pada
profil hutan maupun penyebaran pada berbagai tipe habitat di alam menunjukkan
adanya kaitan sangat erat antara burung dengan lingkungan hidupnya terutama
dalam pola adaptasi dan starategi untuk mendapatkan sumber daya. Taman
Nasional Way Kambas memilki 5 daerah starata vertikal dengan jumlah burung
yang beragam. Berikut adalah perbandingan jumlah burung pada strata di hutan
Way kambas.

Perbandingan Pengunaan Strata Pada


Jenis dan Individu Burung
30
25
20
Jumlah

15
10 Jenis
5
individu
0
Strata 1 Strata 2 Strata 3 Strata 4 Strata 5
Strata

Gambar 1 Perbandingan Penggunaan Strata Vertikal Burung

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan 25 jenis burung dengan jumlah


36 individu. Jumlah individu terbanyak terdapat pada strata lima dengan
ketinggian 4,5-15 meter. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa pada strata 5
terdapat 17 jenis burung dengan jumlah sebanyak 27 individu. Jenis burung yang
ditemukan banyak ditemukan pada strata 5 yaitu Srigunting hitam (Dichurus
macrocercus) dan pelatuk sayap merah (Picus puniceus) yang masing-masing
ditemukan sebanyak empat individu. Keberadaan dua jenis burung tersebut
karena pada lokasi yang diamati terdapat banyak pohon yang berbunga dan
berbuah yang dapat mengundang insekta, sehingga burung tersebut datang
mengunjunginya. Jenis burung terbanyak kedua yang ditemukan adalah srindit
melayu (Lariculus galgulus), kadalan biran (Phoenicophaetus curvirostris), cicah
daun sumatra (Cholopsis venusta), kadalan salaya (Phaenicophaeous
chlorophaeus) dan cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) ditemukan sebanyak
dua individu. Sedangkan jenis burung yang paling sedikit pada strata 5 adalah
sempidan biru (Lophura ignita), tapekong jambul (Hemiprocne longipennis),
pergam hijau(Ducula aenea), cipoh jantung (jantan) (Aregithina viridissima),
cucak rumbai tungging (Pycnonotus eutilotus), sepah hutan (betina)
(Pericrocotus flammeus), takur tenggeret (Megalaima australis), takur amphis
jantan (Calorhamphus fuliginosus), merbah curukcuk (Pycnonotus solavier) dan
merpati (Columbidae sp. ) ditemukan sebanyak satu individu.
Banyak burung teramati pada strata lima dimungkinkan karena pohon
dibawah tajuk memiliki ketingian 4,5-15 meter. Pohon yang berada di bawah
tajuk relatif memiliki kerapatan yang rendah dan tutupan kanopi tidak terlalu
rapat. Burung membutuhkan ruang yang cukup untuk melakukan berbagai
aktifitas. Pada strata lima juga banyak terdapat pohon yang sedang berbuah.
Secara umum, faktor yang mempengaruhi penggunaan strata vertikal vegetasi
oleh burung adalah sumber (resource) baik makanan maupun ruang serta
karakteristik biologi (bioekologi) burung itu sendiri. Sementara, pada jarak 1-2
meter dari atas tanah, tumbuhan sangat rindang. Hal tersebut menyebabkan
pergerakan dan jarak pandang burung lebih terbatas. Burung-burung cenderung
akan berada pada ketinggian diatas 2 meter baik untuk bertengger maupun
mobilisasi pergerakan terbang sehingga akan lebih mudah untuk diamati.Hal ini
didukung oleh Mac Arthur(1972) yang menyatakan bahwa keanekaragaman jenis
burung dapat pula dipengaruhi oleh distribusi vertikal dari dedaunan atau
keanekaan tinggi tajuk.
Dari data hasil pengamatan pada strata 1-3 yang hanya ditemukan sedikit
jenis burung. Pada strata 1 hanya ditemukan satu jenis burung yaitu jenis ayam
hutan merah (Gallus gallus). Pada strata 2 ditemukan dua jenis burung yaitu
srigunting hitam (Dichurus macrocercus) dan murai batu (Monticola solitarius).
Pada strata 3 ditemukan tiga jenis burung yaitu kapasan kemiri (Lalega nigra),
srigunting bukit (Dicrurus remifer) dan tukik tikus (Sasia abnormis).

Gambar 2 Vegetasi pada lokasi pengamatan pertama (point 1) (Dokumen pribadi)

Vegetasi yang semakin rapat akan membuat pergerakan burung menjadi


statis sehingga menganggu jarak pandang burung untuk mencari makanan ataupun
waspada dalam menghindari predator yang ada seperti ular (Martin, 1986). Pada
titik pengamatan secara umum, meski kerapatan tumbuhan terjadi pada ketinggian
1-2 meter, bukan berarti tidak ada pohon yang memiliki ketinggian diatas 2 meter.
Terdapat pula pepohonan yang tinggi namun tutupan kanopinya tidak serapat pada
tumbuhan setinggi 1-2 meter. Dalam hal ini pohon sangat berperan sebagai tempat
berlindung dari cuaca dan predator bersarang, bermain, berkicau dan beristirahat
(Hadinoto et al,2012). Selain sebagai tempat berlindung pohon juga memiliki
fungsi penting dalam menyediakan sumber pakan. Pada lokasi pengamatan
banyak terdapat pepohonan rimbun yang berbuah, pohon dengan banyak buah
akan mengundang burung-burung untuk datang mengunjunginya.
Pada strata satu hanya ditemukan satu jenis aves yaitu jenis ayam hutan
merah (Gallus gallus spadiseus). Ayam hutan merah merupakan jenis burung
yang hidup secara terestrial untuk mencari makan dan berkembang biak. Namun
pada dasarnya ayam hutan juga memerlukan pohon yang yang digunakannya
untuk bertengger ketika beristirahat dan membuat sarang di atas pohon ( Rahayu,
2001 : 47).
Menurut Fadrikal (2015) indeks keanekaragaman burung lebih
dipengaruhi oleh keragaman jenis pohon yang ada di wilayah tersebut
dibandingkan luas wilayah. Meskipun memilki wilayah yang luas belum tentu
memiliki kepadatan dan keanekaragaman jenis burung yang tinggi apabila
ketersediaan sumber pakan rendah. Potensi tumbuhan, seperti ketersediaan pakan
dan pohon untuk sarang dihabitat yang ditempatinya sangat berkaitan dengan
kemampuan burung untuk berkembang biak.
Penggunaan strata yang kami gunakan bukan tanpa faktor yang dapat
mempengaruhinya. Menurut Jarulis (2007 : 240) ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pemilihan tempat beraktivitas sesuai ketinggian, diantaranya
adalah ketersediaan sumber makanan, tingkat gangguan yang diterima, ruang
untuk berlindung dari musuh dan berbagai faktor iklim. Jenis Aves pemakan
serangga biasanya lebih cenderung memilih beraktifitas pada canopy pohon.
Burung-burung yang termasuk kedalam kelompok Nectariniidae sering ditemukan
di daerah hutan sekunder dengan aktivitas lebih suka pada canopy pohon dan
bagian tengah canopy. Sedangkan burung-burung yang termasuk yang tergabung
dalam kelompok pemakan buah dan biji cenderung beraktivitas pada bagian
tengah pohon. Pada kelompok Ploceidae lebih cenderung memilih strata
ketinggian bawah untuk beraktivitas yaitu sekitar 0-2 meter.
Banyaknya burung yang teramati di strata V bukanlah hal yang mutlak
selalu terjadi disetiap daerah. Penelitian sebelumnya yang dikemukakan Dewi
(2007) yaitu persebaran burung yang berdasarkan penggunaan starta vertikal di
Taman Nasional Gunung Ceremai didapatkan hasil bahwa penggunaan starta
tertinggi yaitu pada starta III dan IV. Hal ini didasari pada strata vegetasi III dan
IV, pakan burung (buah, bunga, serangga) terdapatdalam jumlah melimpah,
sehingga banyak jenis burung yangmemanfaatkan strata tersebut. Selain itu, strata
vegetasi III dan IVmerupakan strata vegetasi yang memiliki ruang lebih banyak
yangdapat digunakan oleh burung, seperti adanya batang dan cabangyang tertutup
tajuk. Dengan demikian pengaruh utama penggunaan starta vertikal berkaitan
dengan pakan yang melimpah serta prilaku dan jenis burung yang mendukung.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa burung Srigunting hitam
(Dicrurus macrocercus) dan pelatuk sayap merah (Picus puniceus) adalah
individu yang paling banyak diamati pada starta V. Habitat yang asri dengan
jumlah pohon diatas tajuk yang masih banyak menyebabkan persebaran kedua
jenis ini melimpah. Dengan demikian menjaga kelastarian pohon besar diatas
tajuk membantu juga dalaam pelestariaan 2 jenis burung tersebut agar dapat terus
berkicau riang di rimbunnya hutan way kambas

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan didapatkan bahwa terdapat 25


jenis burung dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 36 individu.
Persebaran terbesar berada pada strata 5 dengan jumlah indivu 27 individu dari 17
jenis burung. Spesies terbanyak pada srata 5 adalah srigunting hitam (Dichurus
macrocercus) dan pelatuk sayap merah (Picus puniceus). Sedangkan persebaran
terkecil berada pada srata 1, yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus spadiseus)
dengan jumlah 1 individu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Najmi Firdaus, M,Si


selaku dosen pengampu mata kuliah ekologi umum serta dosen-dosen pendidikan
biologi, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk
melakukan penelitian dalam kegiatan kuliah lapangan di Taman Nasional Way
Kambas. Selain itu penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Dr. Rida
Oktorida Khastini, M.Si selaku dosen pembimbing PKM yang telah membimbing
penulis dalam kegiatan PKM, juga kepada teman-teman yang senantiasa
memberikan dukungan dan motivasi dalam melaksanakan kegiatan PKM ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, R. S., Yeni M. and Yanto S. 2007. Keanekaragaman Jenis Burung Di


Beberapa Tipe Habitat Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi
12 (3) : 45—48
Fadrikal, R., Evi F. and Juliadi N. Komunitas Burung Urban: Pengaruh luas
wilayah dan jenis pohon terhadap keanekaragaman jenis pohon. Prosiding
Seminar Nasional: Masyarakat Biodiversitas Indonesia 1(8) : 1842—1846
Hughes, J. B, G. Daily. C and Ehrlich P. R. 2002. Conservation of Tropical Forest
Birds In Countryside Habitats. Ecology Letters. 5:121--129
Jarulis.2007. Pemanfaatan Ruang Secara Vertikal Oleh Burung-Burung Di Hutan
Kampus Kandang Liman Universitas Bengkulu. Jurnal Graadien. 3(1)237--
242
Mack Arthur RH. 1972. Geographical Ecology: Patterns In Distribution Of
Species. Harper and Row. New York.
Mackinnon, J., Karen, P. dan Bas Van Balen. 2010. Burung-Burung di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Partasasmita, R. 1998. Ekologi Makan Burung Betet, Psittachula alexandri(L.) Di
Kawasan Kampus IPB Dermaga. Institut Pertanian Bogor,Bogor
Peterson RT. 1980. Pustaka Life. Tira Pustaka. Jakarta.
Rahayu, I. 2001. Karakteristik dan Tingkah Laku Ayam Hutan Merah (Gallus
gallus spadiseus) didalam kurungan. Media Peternakan 24 (2) : 45--50
Tortosa FS. 2000. Habitat Selection by Flocking Wintering Common Cranes
(Grus grus) at Los Pedroches Valley, Spain. Etologia 8 (21):21-24.
Van Balen S. 1984. Compaeasons of birds count and bird observation in
neightbour-hood of bogor(Indonesia). Student report, Departement
Agricultural Univ. Wageningen. The Netherlands.
LAMPIRAN PENUNJANG

Tabel Keanekaragaman burung di TN Way Kambas


Nama Status
No Nama ilmiah Jumlah Strata Aktivitas Waktu
daerah Konservasi
1 Sempidan Lophura 1 5 Tidur 05.37 Near
biru ignita Treatened
(NT)
2 Srigunting Dicrurus 4 2 dan Bertengger 06:14 Least
hitam macrocercus 5 dan terbang Concern
3 Ayam Gallus 1 1 Mencari 06:15 Least
hutan gallus makan Concern
merah
4 Srindit Loriculus 2 5 Terbang 06:21 Least
melayu galgulus Concern
5 Kadalan Phaenicopha 2 5 Bertengger 06:23 Least
birah eus Concern
curvirostris
6 Cica daun Cholopsis 2 5 Terbang 06:29 Near
sumatera venusta Treatened
(NT)
7 Kadalan Phaenicopha 2 5 Bersih- 06:31 Near
Salaya eus bersih bulu Treatened
chlorophaeu dan terbang (NT)
s
8 Tapekong Hemiprocne 1 5 Terbang 06:30 Least
jambul longipennis Concern
(LC)
9 Kapasan Lalega nigra 1 3 Bertengger 06:35 Least
Concern
kemiri
(LC)
10 Pergam Ducula 1 5 Bertengger 06.37 Least
hijau aenea Concern
(LC)
11 Kacemban Irena puella 1 4 Bertengger 0651 Least
g gadung Concern
(LC)
12 Srigunting Dicrurus 1 3 Bertengger 06:55 Least
bukit remifer Concern
(LC)
13 Punai Treron sp. 1 4 Bertengger 07.06 Least
Concern
(LC)
14 Tukik Sasia 1 3 Bertengger 07:43 Least
tikus abnormis Concern
(LC)
15 Murai batu Monticola 1 2 Bertengger 08:05 Least
solitarius Concern
(LC)
16 Cipoh Aegithina 1 5 Terbang 08:28 Near
jantung viridissima Treatened
(jantan) (NT)
17 Platuk Picus 4 5 Terbang 08:35 Least
sayap puniceus Concern
merah (LC)
18 Cucak Pycnonotus 1 5 Terbang 08:40 Near
rumbai eutilotus Treatened
tungging (NT)
19 Sepah Pericrocotus 1 5 Bertengger, 13.35 Least
hutan flammeus mencari Concern
(betina) makan (LC)
20 Takur Megalaima 1 5 Bertengger 13.43 Least
tenggeret australis Concern
(LC)
21 Takur Calorhamph 1 5 Sedang 13.45 Least
amphis us makan Concern
/(jantan) fuliginosus (LC)
22 Merebah Pycnonotus 1 5 Bertengger 15.07 Least
curukcuk goiavier Concern
(LC)
23 Cucak Pycnonotus 2 5 Bertengger 15.07 Least
kutilang aurigaster Concern
(LC)
24 Merpati Columbidae 1 5 Terbang 15.31 Least
Sp. Concern
(LC)
25 Pelatuk Celeus 1 4 Mencari 15.31 Least
kijang brachyurus makan Concern
(LC)
LAMPIRAN GAMBAR

Simpedan Biru Merpati


Lophura ignita Columbidae Sp.
Status Konservasi : Status Konservasi :
Near Treatened (NT) Least Concern (LC)

Sri Gunting Hitam Murai Batu


Dicrurus macrocercus Monticola solitarius
Status Konservasi : Status Konservasi :
Least Concern (LC) Least Concern (LC)
Pelatuk Sayap Merah Sepah hutan (betina)
Picus puniceus Pericrocotus flammeus
Status Konservasi : Least Concern (LC) Status Konservasi : Least Concern (LC)

Takur Tenggeret Takur Ampis


Megalaima australis Calorhamphus fuliginosus
Status Konservasi : Least Concern (LC) Status Konservasi : Least Concern (LC)

Proses Pengamatan Proses Menjelajah

Anda mungkin juga menyukai