Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN MATERI

HEMATOLOGI

Disusun oleh:

Dita Paramita 22030119120004


Febea Farhan 22030119120036
Sherly Canely 22030119130052
Clarissa Ardiana Eka Suci 22030119130058
Dyah Pawening Rarasati 22030119140148
Nabiila Rizqi Firsandia 22030119140164

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
A. Pendahuluan
1. Pengertian
Hematologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang sel darah, organ
pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan denga sel serta organ pembentuk
darah.

2. Karakteristik darah
Darah merupakan bagian dari sistem regulasi yang sangat penting bagi tubuh
manusia. Setiap manusia umumnya terdiri dari 4 hingga 6 liter darah yang mengandung
38-48% sel darah dan 52-62% plasma darah. Darah memiliki warna merah muda
apabila mengalir di arteri dan berwarna lebih gelap apabila darah tersebut mengalir di
vena. Manusia yang normal memiliki pH darah yang netral (sedikit basa), yaitu sekitar
7,35-7,45 dan biasanya darah pada vena memiliki pH lebih rendah karena kandungan
CO2 pada darah tersebut. Darah juga memiliki viskositas 3-5 kali lebih besar dari air
yang dipengaruhi oleh jumlah sel darah dan plasma.

3. Organ Pembentuk Darah


Sumsum tulang adalah tempat pembentukan sel darah. Semua sel darah yang
beredar didalam tubuh berasal dari satu sel induk yang pluripoten ( poliferasi,
diferensiasi dan maturasi). Sel Induk mampu menjadi sel apa saja setelah melalui
diferensiasi menjadi sel progenitor / bakal sel darah merah, bakal sel darah putih
(granulosit dan non granulosit, dan bakal sel trombosit. Selain itu terdapat juga limpa
yang merupakan organ limfoi yang terbesar, terletak dibelakang lambung. Fungsi limpa
antara lain :
1. Pembentukan leukosit
2. Pembentukan imunoglobulin (anti bodi)
3. Menghancurkan sel darah merah yang sudah tua
4. Pembentukan eritrosit (hanya pada janin)

B. Sel Darah Merah (Eritrosit)


1. Karakteristik
Sel darah merah atau eritrosit merupakan cakram bikonkaf, tidak mempunyai
nukleus, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping terlihat seperti dua
buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Permukaan yang cekung bisa
memperbesar volume sehingga pertukaran gas lebih mudah. Sel darah merah berukuran
o,oo7 mm. Bersifat kenyal, sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan pembuluh
darah yang dilalui. Eritrosit adalah sel darah yang jumlahnya paling banyak
dibandingkan dengan sel darah lain. Pada pria dewasa, jumlah eritrosit 4,1 juta-6 juta
sel/L, sedangkan pada wanita dewasa 3,9 juta- 5,5 juta sel/L. Warna nya kuning tua
pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah dan memberi warna pada darah.
Warna merah tersebut disebabkan oleh adanya hemoglobin yang berfungsi mengikat
oksigen. Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi yang berkombinasi
dengan zat hemin. Kadar hemoglobin pada eritrosit sekitar 33%. Eritrosit membawa
oksigen dari paru ke jaringan dan karbondioksida dibawa dari jaringan ke paru untuk
dikeluarkan melalui jalan pernapasan. Darah akan berwarna merah terang jika
hemoglobin banyak mengikat oksigen. Jika darah berwarna merah gelap berarti
hemoglobin tidak banyak mengikat oksigen. Struktur sel darah merah terbentuk dari
asam amino, maka dari itu eritrosit memerlukan protein. Sel darah merah dibentuk
dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan, dari
jaringan kanselus pada ujung tulang pipa, dari sumsum dalam batang iga-iga, dan dari
sternum. Eritrosit berumur kurang lebih 120 hari. Setelah 120 hari sel darah merah akan
mengalami kerusakan, lalu dirombak dalam hati dan limpa. Hasil perombakan
hemoglobin akan digunakan dalam pembentukan bilirubin, yaitu zat warna empedu
yang memberi warna pada feses, sedangkan Fe hasil perombakan hemoglobin akan
digunakan pada pembentukan hemoglobin yang baru. Pada janin, eritrosit dibentuk
oleh hati dan limpa.

2. Pembentukan Eritrosit (Eritropoisis)


Proses pembentukan eritrosis di dalam sumsum tulang berawal dari
pronormoblas. Pronormoblas membelah diri beberapa kali, kemudian akan membentuk
banyak sel darah merah yang matang. Sel-sel generasi pertama disebut basophil
normoblast, karena mereka diwarnai dengan pewarna dasar atau basic dyes. Pada tahap
ini sel telah membentuk sedikit hemoglobin. Pada generasi selanjutnya, yaitu
polikromatofil normoblas dan ortokromatik normoblast, sel-sel menjadi penuh dengan
hemoglobin hingga konsentrasi hemoglobin sekitar 34 persen. Selanjutnya inti sel
berkondensasi atau menjadi ukuran kecil, dan sisa inti sel akhirnya diserap atau
diekstrusi dari sel. Pada saat yang sama, reticulum endoplasma juga diserap. Sel-sel
pada tahap ini disebut retikulosit, karena masih mengandung sejumlah kecil bahan
basofilik, yang terdiri dari sisa-sisa alat golgi, mitokondria, dan beberapa organel
sitoplasma lainnya. Selama tahap retikulosit, sel-sel berpindah dari sumsum tulang
masuk ke dalam pembuluh darah kapiler dengan cara diapedesis (meremas melalui
pori-pori membran kapiler). Bahan basofilik yang tersisa di retikulosit biasanya
menghilang dalam 1 hingga 2 hari, dan sel kemudian menjadi eritrosit yang matang.
Karena singkatnya usia retikulosit maka konsentrasi retikulosit di antara semua sel
darah merah biasanya sedikit, yaitu kurang 1%. Pada tahap akhir, sel sudah tidak
mengandung inti sel yang disebut eritrosit.

3. Perombakan eritrosit
Setelah 120 hari, sel menjadi rusak dan dihancurkan dalam system retikulo-
endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi
asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan. Zat besi dalam
hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah
merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan
biliverdin yang berwarna kehijau-hijauan dan dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar.

C. Sel Darah Putih (Leukosit)


1. Karakteristik
Jumlah sel darah putih, lebih sedikit dibanding sel darah merah. Di dalam darah
manusia normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3. Jumlah sel
darah putih dapat bertambah atau berkurang. Bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan
ini disebut leukositosis. Keadaan ini akan merugikan tubuh karena sel darah putih akan
memakan sel darah merah. Sebaliknya, bila sel darah putih jumlahnya kurang dari 5000
disebut leukopenia. Penurunan jumlah sel darah putih dapat terjadi karena adanya
infeksi kuman tifus, sehingga sel darah putih sampai tiga ribu butir setiap mililiter
darah. Penurunan jumlah sel darah putih juga disebabkan karena penyinaran radiasi
yang kuat sehingga menyebabkan produksi sel darah putih terganggu. Apabila jumlah
leukosit menurun maka tubuh tidak lagi terlindungi dari infeksi kuman penyakit.
Sel darah putih tidak berwarna atau bening, bentuknya lebih besar dari sel darah
merah, dan tidak memiliki bentuk yang tetap atau disebut dengan amuboid. Inti sel
berbentuk bulat dan cekung. Leukosit memiliki sifat diapedesis, yaitu kemampuan
untuk menembus pori-pori membran kapilar dan masuk ke dalam jaringan. Pembuatan
leukosit terjadi di sumsum merah, limpa, dan kelenjar getah bening.

2. Fungsi
Fungsi utama dari sel darah putih yaitu memakan kuman-kuman penyakit atau
benda asing lain yang masuk ke dalam tubuh atau disebut dengan kemampuan
fagositosis. Granulosit dan monosit memiliki peranan penting dalam peristiwa ini.
Dengan kekuatan gerakan amuboidnya, sel darah itu dapat bergerak bebas di dalam dan
dapat keluar pembuluh darah serta berjalan mengitari seluruh bagian tubuh.
Dengan kemampuan diapedesis, leukosit mampu menjalankan perannya,
yaitu:
a. Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cedera
b. Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya
c. Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran.
Granulosit memiliki enzim yang dapat memecah protein, yang memungkinkan
merusak jaringan hidup, menghancurkan, dan membuangnya. Dengan cara ini jaringan
yang sakit atau terluka dapat dibuang dan penyembuhan dimungkinkan. Selain yang
berhubungan dengan fagositosis, sel darah putih juga berperan dalam pengangkutan
lemak.
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan
sama sekali. Bila usaha menghalau peradangan tidak berhasil, maka akan terbentuk
nanah. Nanah berisi jenazah dari kawan dan lawan---fagosit yang mati saat melawan
bakteri atau kuman yang menyerbu masuk ke dalam tubuh, dan ditambah lagi dengan
sejumlah besar jaringan yang sudah mencair. Tetapi, apabila sel darah putih dapat
mengalahkan serangan bakteri yang masuk ke dalam tubuh, semua berkas kerusakan,
bakteri-bakteri yang hidup maupun mati, sel nanah dan jaringaan yang meleleh, akan
disingkirkan granulosit sehat yang bekerja sebagai fagosit.

3. Klasifikasi leukosit

Leukosit memiliki lima jenis yang dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk


nucleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang memiliki granula disebut
granulosit, sedangakn sel an tidak memiliki granula disebut agranulosit.

a. Granulosit
Berdasarkan warna granula sitoplasmanya saat dilakukan pewarnaa dengan zat
warna darah Wright, granulosit terbagi menjadi neutrophil, eosinofil, dan
basofil.
 Neutrofil
Memiliki diameter 9 μm sampai 12μm dan terdapat mencapai 60% dari
jumlah sel darah putih. Dalam sitoplasmanya terdapat granula kecil
berwarna merah muda. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus
yang terhubungan dengan benang kromatin tipis. Bersifat sangat
fagositik. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan
mampu melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob.
 Eosinofil
Jumlah eosinofil hanya 1sampai 4 % jumlah sel darah putih. Nucleus
berlobus dua dan berdiameter 12μm sampai 15μm. Memiliki granula
sitoplasma besar dan kasar yang berwarna oranye kemerahan.
Merupakan fagositik lemah, dan menunjukkan kemotaksis, serta
memiliki kecenderungan untuk berkumpul pada tempat reaksi antigen-
antibodi dalam jaringan. Eosinophil mengandung profibrinolisin,
diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya
bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi. Berfungsi
dalam detoksifikasi histamin yang diproduksi sel mast dan jaringan
yang cedera saat inflamasi berlangsung.
 Basofil
Dalam sirkulasi darah, basofil sangat mirip dengan sel mast yang
jumlahnya kurang dari 1% dalam sel darah putih. Diameternya berkisar
antara 12 μm sampai 15μm. Memiliki nucleus yang umumnya
berbentuk S. granula sitoplasma besar yang memiliki bentuk tidak
beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam. Mengandung
histamin. Basofil mengeluarkan heparin ke dalam darah, yaitu zat yang
dapat mencegah koagulasi darah.
b. Agranulosit
Merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma, yaitu limfosit dan monosit.
 Limfosit
Jumlahnya terdapat mencapai 30% jumlah total leukosit yang sebagian
besar terdapat di jaringan limfatik. Limfosit dapat hidup hingga
beberapa tahun. Mengandung nucleus yang berbentuk bulat dan
berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. limfosit
memiliki ukuran yang bervariasi, ukuran yang terkecil adalah 5 μm
sampai 8 μm dan yang terbesar 15 μm. Berasal dari sel-sel batang
sumsum tulang merah, berdiferensiasi dan poliferasinya dalam organ
lain dan berfungsi dalam reaksi imunologis.
 Monosit
Sel darah terbesar yang dibentuk hanya dalam sumsum tulang, rata-rata
berukuran 12 μm sampai 18 μm terdapat 3 sampai 8% jumlah total
leukosit. Nukleusnnya berbentuk seperti ginjal yang dikelilingi
sitoplasma berwarna biru keabuan pucat. Monosit terdapat dalam darah,
jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit bersifat sangat
fagositik dan sangat aktif. Monosit mengalir melalui aliran darah dan
menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap) setelah meninggalkan aliran
darah.
D. Trombosit
1. Karakteristik dan Fungsi

Gambar 1.1 Sebuah megakarosit yang sedang membentuk trombosit.

Platelet (disebut juga trombosit) berbentuk cakram kecil dengan diameter 1 sampai
4 gm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dan megakariosit, yaitu sel yang sangat besar
dalam susunan hematopoietik dalam sumsum; megakariosit pecah menjadi trombosit kecil,
baik di sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah, khususnya ketika memasuki
kapiler. Konsentrasi normal trombosit dalam darah ialah antara 150.000 dan 300.000 per
mikroliter.

Trombosit tetap berfungsi selama rerata 10 hari, setelah itu keping darah ini
dibersihkan dari sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama yang terdapat di limpa dan hati,
dan diganti oleh trombo-sit baru yang dibebaskan dari sumsum tulang. Hormon
trombopoietin, yang dihasilkan oleh hati, meningkatkan jumlah megakariosit di sumsum
tulang dan merangsang tiap-tiap megakariosit untuk menghasilkan lebih banyak trombosit
sesuai yang diperlukan.

Karena trombosit merupakan potongan sel maka trombosit tidak memiliki nukleus.
Namun, trombosit memiliki organel dan enzim sitosol untuk menghasilkan energi dan
membentuk produk sekretorik, yang disimpan di banyak granula yang tersebar di seluruh
sitosol. Selain itu, trombosit mengandung banyak aktin dan miosin, yang menyebabkan
keping darah ini mampu berkontraksi. Kemampuan sekretorik dan kontraksi ini penting
dalam hemostasis.

Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sel lengkap, walaupun tidak
mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi. Di dalam sitoplasmanya terdapat faktor-
faktor aktif seperti :

(1) molekul aktin dan miosin, yang merupakan protein kontraktil sama seperti yang
terdapat dalam sel-sel otot, dan juga protein kontraktil lainnya, yaitu trombostenin,
yang dapat menyebabkan trombosit berkontraksi;

(2) sisa-sisa retikulum endoplasma dan aparatus Golgi yang menyintesis berbagai
enzim dan terutama menyimpan sejumlah besar ion kalsium;

(3) mitokondria dan sistem enzim yang mampu membentuk adenosin trifosfat
(ATP) dan adenosit difosfat (ADP);

(4) sistem enzim yang menyintesis prostaglandin, yaitu hormon lokal yang
menyebabkan berbagai reaksi pembuluh darah dan reaksi jaringan lokal lainnya;

(5) suatu protein penting yang disebut faktor stabilisasi fibrin, yang akan kita bahas
nanti sehubungan dengan pembekuan darah; dan

(6) faktor pertumbuhan (growth factor) yang menyebabkan penggandaan dan


pertumbuhan sel endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah, dan
fibroblas, sehingga menimbulkan pertumbuhan selular yang akhirnya memperbaiki
dinding pembuluh yang rusak.

Membran sel trombosit juga penting. Di permukaannya terdapat lapisan


glikoprotein yang mencegah pelekatan dengan endotel normal dan justru menyebabkan
pelekatan dengan daerah dinding pembuluh yang cedera, terutama pada sel-sel endotel
yang cedera, dan bahkan melekat pada jaringan kolagen yang terbuka di bagian dalam
pembuluh. Selain itu, membran mengandung banyak fosfolipid yang mengaktifkan
berbagai tingkat dalam proses pembekuan darah, yang akan kita bahas nanti.

2. Hemostatis
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pem-buluh darah yang
rusak—yaitu, penghentian hemoragia (hemo berarti "darah"; stasis berarti
"mempertahankan"). Untuk terjadinya perdarahan dari suatu pembuluh, dinding pembuluh
harus mengalami kerusakan dan tekanan di bagian dalam pembuluh harus lebih besar
daripada tekanan di luarnya untuk memaksa darah keluar dari kerusakan tersebut.

Hemostasis melibatkan tiga langkah utama: (1) spasme vaskular, (2) pembentukan
sumbat trombosit, dan (3) koagulasi darah (pembentukan bekuan darah).

1. Spasme Vaskular
Pembuluh darah yang tersayat atau robek akan segera berkonstriksi.
Konstriksi ini, atau spasme vaskular, memperlambat aliran darah melalui
kerusakan dan memperkecil kehilangan darah. Permukaan-permukaan endotel
yang saling berhadapan juga saling menekan oleh spasme vaskular awal ini
sehingga permukaan tersebut menjadi lekat satu sama lain dan semakin
menambal pembuluh yang rusak. Tindakan-tindakan fisik ini tidak cukup untuk
mencegah secara sempurna pengeluaran darah lebih lanjut, tetapi dapat
meminimalkan aliran darah yang melalui pembuluh yang robek hingga
tindakan hemostatik lain dapat benar-benar menyumbat lubang tersebut.
2. Mekanisme Sumbat Trombosit
Gambar 1.2 Proses pembekuan darah pada pembuluh darah yang cedera.

Gambar 1.3 Pembentukan sumbat trombosit.

Trombosit melakukan perbaikan terhadap pembuluh yang rusak didasarkan


pada beberapa fungsi penting dari trombosit. Pada waktu trombosit bersinggungan
dengan permukaan pembuluh yang rusak, terutama dengan serabut kolagen di dinding
pembuluh, sifat-sifat trombosit segera berubah secara dratis. Trombosit mulai
membengkak; bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari
permukaannya; protein kontraktilnya berkonstraksi dengan kuat dan menyebabkan
pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif; trombosit itu menjadi
lengket sehingga melekat pada kolagen dalam jaringan dan pada protein yang disebut
faktor von willebrand yang bocor dari plasma menuju ke jaringan yang trauma;
trombosit menyekresi sejumlah besar ADP; dan enzim-enzimnya membentuk
tromboksan A2 ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang
berdekatan, dan sifat lengket trombosit tambahan ini akan menyebabkan melekat pada
trombosit semula yang sudah aktif.
Dengan demikian, pada setiap lokasi dinding pembuluh darah yang luka,
dinding pembuluh yang rusak mengakifkan berturut-turut trombosit yang jumlahnya
terus meningkat yang menyebabkannya menarik lebih banyak lagi trombosit tambahan,
sehingga membentuk sumbat trombosit. Sumbat ini pada mulanya longgar, namun
biasanya berhasil menghalangi hilangnya darah bila luka di pembuluh ukurannya kecil.
Setelah itu, selama proses pembekuan darah selanjutnya, benang-benang fibrin
terbentuk. Benang fibrin ini melekat erat pada trombosit, sehingga terbentuklah sumbat
yang kuat.

Mekanisme sumbat trombosit sangat penting untuk menutup ruptur-ruptur kecil


pada pembuluh darah yang sangat kecil, yang terjadi ribuan kali setiap hari. Berbagai
lubang kecil pada sel endotel itu sendiri sering kali ditutupi oleh trombosit yang
sebenarnya bergabung dengan sel endotel untuk membentuk membran sel endotel
tambahan. Orang yang mempunyal trombosit darah sedikit sekali, setiap hari
mengalami ribuan perdarahan kecil di bawah kulit dan di seluruh jaringan bagian
dalam; pada orang normal hal ini tidak terjadi.

Mekanisme ketiga untuk hemostasis ialah pembentukan bekuan darah. Bekuan


mulai terbentuk dalam waktu 15 sampai 20 detik bila trauma pada dinding pembuluh
sangat hebat, dan dalam 1 sampai 2 menit bila traumanya kecil. Zatzat aktivator dari
dinding pembuluh darah yang rusak, dari trombosit, dan dari protein-protein darah yang
melekat pada dinding pembuluh darah yang rusak, akan mengawali proses pembekuan
darah. Dalam waktu 3 sampai 6 menit setelah pembuluh ruptur, bila luka pada
pembuluh tidak terlalu besar, seluruh bagian pembuluh yang terluka atau ujung
pembuluh yang terbuka akan diisi oleh bekuan darah. Setelah 20 menit sampai satu
jam, bekuan akan mengalami retraksi; ini akan menutup tempat luka.

3. Koagulasi Darah
Koagulasi darah, atau pembekuan darah, adalah transformasi darah dari cairan
menjadi gel padat. Pembentukan bekuan di atas sumbat trombosit memperkuat dan
menopang sumbat, meningkatkan tambalan yang menutupi kerusakan pembuluh.
Selain itu, sewaktu darah di sekitar kerusakan pembuluh memadat, darah tidak lagi
dapat mengalir. Pembekuan darah adalah mekanisme hemostatik tubuh yang paling
kuat. Mekanisme ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan dari semua kecuali
kerusakan-kerusakan yang paling kecil.2
a) Perubahan Protombin menjadi Trombin

Gambar 1.4 Skema perubahan protrombin menjadi trombin dan polimerisasi


fibrinogen untuk membentuk benang fibrin.
Pertama, aktivator protrombin terbentuk sebagai akibat rupturnya
pembuluh darah atau sebagai akibat kerusakan pada zat-zat khusus dalam
darah. Kedua, aktivator protrombin, dengan adanya ion Ca+- dalam jumlah
yang mencukupi, akan menyebabkan perubahan protrombin menjadi trombin
(Gambar 36-2). Ketiga, trombin menyebabkan polimerisasi molekul-molekul
fibrinogen menjadi benang-benang benang fibrin dalam waktu 10 sampai 15
detik berikutnya. Jadi, faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah
biasanya adalah pembentukan aktivator protrombin dan bukan reaksi-reaksi
berikutnya, karena langkah akhir biasanya terjadi sangat cepat untuk
membentuk bekuan itu sendiri.
Protrombin adalah suatu protein plasma, yaitu alfa2-globulin, yang
mempunyai berat molekul 68.700. Protrombin terdapat dalam plasma normal
dengan konsentrasi kira-kira 15 mg/d1. Protrombin merupakan protein tidak
stabil yang dengan mudah dapat pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih
kecil, satu di antaranya ialah trombin, yang mempunyai berat molekul 33.700,
hampir tepat separuh dari berat molekul protrombin.
b) Perubahan Fibrinogen menjadi Fibrin
Fibrinogen adalah protein dengan berat molekul yang besar (BM =
340.000) yang terdapat dalam plasma dengan kadar 100 sampai 700 mg/d1.
Fibrinogen dibentuk dalam hati, dan penyakit hati dapat menurunkan kadar
fibrinogen yang bersirkulasi, juga konsentrasi protrombin, yang pernah
diuraikan sebelumnya.
Trombin adalah enzim protein dengan kemampuan proteolitik yang
lemah. Ia bekerja pada fibrinogen dengan cara melepaskan empat peptida
dengan berat molekul rendah dari setiap molekul fibrinogen, membentuk satu
molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis untuk
berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer yang lain untuk membentuk
benang-benang fibrin. Dengan cara demikian, dalam beberapa detik banyak
molekul monomer fibrin berpolimerisasi menjadi benang-benang fibrin yang
panjang, yang merupakan retikulum bekuan darah.
Pada tingkat awal polimerisasi, molekul fibrin monomer saling
berikatan melalui ikatan hidrogen nonkovalen yang lemah, dan benang-benang
yang baru terbentuk ini tidak berikatan silang yang kuat antara satu dengan
lainnya; oleh karena itu, beluan yang dihasilkan tidaklah kuat dan mudah di
cerai-beraikan. Tetapi proses lain terjadi dalam beberapa menit berikutnya yang
akan sangat memperkuat jalinan fibrin tersebut. Proses ini melibatkan suatu zat
yang disebut faktor stabilisasi fibrin, yang terdapat dalam jumlah kecil di
globulin plasma yang normal, tetapi juga dilepaskan oleh trombosit yang
terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor stabilisasi fibrin ini dapat bekerja
terhadap benang-benang fibrin, ia sendiri harus diaktifkan terlebih dahulu.
Trombin yang sama yang menyebabkan pembentukan fibrin juga mengaktifkan
faktor stabilisasi fibrin. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim
untuk menimbulkan ikatan kovalen antara molekul fibrin monomer yang
semakin banyak, dan juga ikatan silang antara benang-benang fibrin yang
berdekatan, sehingga sangat menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga
dimensi.

E. Plasma Darah
Plasma merupakan cairan berwarna kuning yang mengandung air dan zat terlarut
lainnya. Sebagian besar dari zat tersebut adalah ion Na+ namun terdapat juga zat-zat lain
seperti ion dan senyawa organik seperti hormon, enzim, dan antibodi. Sebagian besar
karbon dioksida yang di produksi oleh sel juga diangkut oleh plasma dalam bentuk ion
bikarbonat (HCO3-). Dalam plasma juga terdapat sekitar 7-9% protein yang terdiri dari
albumin, globulin, dan fibrinogen. Albumin merupakan protein dengan konsentrasi
terbanyak pada plasma. Albumin diproduksi oleh hati dan berperan untuk mengatur
kapilaritas cairan tubuh yang akan mempengaruhi volume dan tekanan darah. Globulin
merupakan protein yang dibagi menjadi tiga tipe, yaitu alfa globulin, beta globulin, dan
gamma globulin. Alfa dan beta globulin diproduksi oleh hati dan berfungsi sebagai
pengangkut lemak, sedangkan gamma globulin diproduksi oleh limfosit yang berperan
sebagai antibodi. Terdapat juga fibrinogen yang merupakan protein yang hanya terdapat
sebesar 4% dari sejumlah protein plasma. Fibrinogen sangat berperan dalam proses
pembekuan darah. Plasma darah juga mengangkut panas tubuh yang terkandung pada
darah. Panas tubuh ini ada ketika darah mengalir melalui organ yang selnya aktif
berespirasi atau membentuk ATP seperti hati dan otot.
Daftar Pustaka

Effendi, Zukesti. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh.
Era Dorihi Kale. Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi pdf. Poltekkes Kupang.
Firani, Novi Khila. 2018. Mengenali Sel-sel Darah dan Kelainan Darah. Malang: UB
Press

Hall, John E. 2011. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Amerika Serikat :
Saunders Elsevier
Mikrajudin, Saktiyono, dan Lutfi. IPA Terpadu. 2007. Surabaya : Erlangga.
Pearce, Evelyn C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Setiadi. 2016. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Teori & Aplikasi Praktek bagi
Mahasiswa dan Perawat Klinis, ed 1.
Sherwood, Lauralee. 2013. Introduction to Human Physiology. China : Yolanda Cossio.
Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. 2003. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan
dan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai