KASUS POSISI:
I. Dalam Provisi:
1. Melarang Tergugat VIII Kantor Agraria menerbitkan
sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat HGB No. 39
dan 40 yang telah berakhir masa berlakunya.
2. Menghukum Tergugat/siapapun saja yang, mendapat hak,
membayar denda Rp. 100 ribu perhari, bila lalai
memenuhi putusan ini.
3. Meletakkan sita jaminan kepada dua bidang tanah atas
nama PT. Djaya Tunggal tersebut diatas.
4. Putusan ini dapat dijalankan lebih dulu, meskipun ada
banding/kasasi.
PENGADILAN NEGERI:
PENGADILAN TINGGI
Mengadili:
Dalam Konpensi
- Menolak eksepsi Tergugat
- Menolak gugatan provisi Penggugat
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bogor.
Mengadili Sendiri:
- Menolak gugatan Penggugat
- Memerintahkan Juru sita Pengadilan Negeri Bogor untuk
mengangkat sita jaminan tanah sengketa karena
dinyatakan tidak sah dan tidak berharga.
- Dalam Rekonpensi:
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bogor
- Dst ……………………. dst …………………. dst
MAKAMAH AGUNG RI:
Mengadili:
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung
Mengadili Sendiri:
I. Dalam Konpensi:
- Dalam eksepsi: menolak eksepsi Tergugat
- Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan sebagian.
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan tanah HBG
182.
- Menyatakan tidak sah dan tidak berharga sita
jaminan:
Tanah HGB No. 39 dan HGB No. 40 atas nama PT.
Djaya Tunggal
- Menyatakan sah dan mengikat perjanjian pinjam uang
No. 058, No. 060 dan No. 06/Kr/BAP/I/1983
- Menyatakan Tergugat I-II-III-IV-V berhutang kepada
Penggugat Rp.5.502.2.93.038,84,
- Menghukum Tergugat I s/d V untuk membayar hutang
tersebut diatas secara tanggung renteng.
- Menolak gugatan selebihnya.
CATATAN:
Dari putusan Makamah Agung tersebut diatas, dapat diangkat
“Abstrak Hukum” sebagai berikut:
Bank memberikan pinjaman kredit dalam jumlah besar kepada
Perusahaan Dagang (PT) yang termasuk dalam group Bank
tersebut, dimana proses pemberian kredit ini ternyata:
- tanpa analisa kredit
- tanah yang menjadi barang jaminan, masa berlakunya
HGBnya diketahui telah berakhir
- jajaran pengurus Bank tersebut adalah sama orangnya
dengan jajaran Pengurus Perusahaan Dagang (PT) yang
menerima kredit tersebut.
Pemberian kredit dengan cara yang demikian itu ada dugaan
kuat telah terjadi persengkongkolan dan beritikat buruk
merugikan pihak ketiga.
Kredit tersebut kemudian macet, karena Perusahaan Dagang
(PT) tersebut, tidak mampu membayar hutangnya.
Dalam menghadapi kasus ini, dianut ajaran hukum: Piercing
the Corporate atau Extension de passip (lefting the Corporate
veil), yaitu kerugian itu tidak terbatas menjadi tanggung
jawab. Perseroan Terbatas itu sendiri saja, melainkan juga
melebar meliputi juga menjadi tanggung jawab pribadi dari
pengurusnya secara tanggung renteng.
Demikian Catatan Kasus ini.
(Ali Boediarto)