Anda di halaman 1dari 11

KONSIPIRASI BANK DENGAN NASABAH

PIERCING THE CORPORATE VEIL

KASUS POSISI:

 Sebuah PT. Djaya Tunggal, berkedudukan di Kota Bogor, yang


pengurusnya terdiri dari:
- Pres. Direktur : Tan Sri Junaida
- Direktur : Koesnaen
- Pres. Komisaris : Lee Darmawan
- Komisaris : Herry Kianto
 Bank Perkembangan Asia memberikan pinjaman kredit keapda
PT. Djaya Tunggal:
I Perjanjian kredit No. 58A/KR/BPA/VI/1983 sebesar Rp 300
juta. Jangka waktu 1 tahun: 1-6-1983 s/d 1-6-1984 dengan
bunga 2,1%
Kredit ini jangka waktunya diperpanjang 1 tahun lagi
sehingga jatuh tempo 1-6-1885
II Perjanjian kredit No. 60A/KR/BPA/VI/1983 sebesar Rp 550
juta.
Jangka waktu 1 tahun: 1-6-1883 s/d 5-6-1984 bunga 2,1%.
III Perjanjian Kredit No. 06A/KR/BPA/I/1984. Jangka waktu 1
tahun: 16-1-1984 s/d 16-1-1985
 Perjanjian kredit tersebut diatas diberikan jaminan tanah HGB
No. 39 dan tanah HGB No. 40 berikut bangunan pabrik atas
nama PT. Djaya Tunggal.
 Pada saat semua pinjaman kredit tersebut jatuh tempo,
ternyata debitur PT. Djaya Tunggal, tidak dapat membayar
semua pinjamannya kepada kreditur Bank tersebut, dengan
alasan perusahaan PT. Djaya Tunggal menyatakan dirinya tidak
mampu lagi membayar hutangnya kepada Bank tersebut
debitur dalam keadaan insolvensi.
 Kemudian ternyata bahwa Pengurus Bank, pemberi kredit
(Kreditur) adalah sama dengan Pengurus PT. Djaya Tunggal
sebagai penerima kredit (Debitur).
 Dengan secara diam-diam, Pres. Kom PT. Djaya Tunggal telah
mengalihkan hak kepemilikan dua bidang tanah yang dijadikan
jaminan kredit tersebut kepada pihak ketiga Jahya
Paedjokerto dengan Akta Notaris/PPAT Samadi No. 12, tanggal
5 Maret 1986.
 Kemudian ternyata, bahwa Notaris/PPAT Samadi tersebut telah
berakhir masa jabatannya, sehingga akta pemilikan hak
tersebut menjadi persoalan keabsahannya.
 Bank kemudian meminta kepada Kantor Agraria di Bogor agar
memblokir pengeluaran sertifikat kedua bidang tanah, HGB
No. 39 dan HGB No. 40 yang telah menjadi jaminan kredit Bank
yang hutangnya belum dibayar oleh debitur PT. Djaya Tunggal
tersebut.
 Setelah diteliti, ternyata, kedua sertifikat tanah HGB No. 39
dan HGB No. 40 tersebut, telah habis masa berlakunya.
 Pada saat itu, atas permohonan pihak ketiga (Jahya) yang
memperoleh hak dari Lee Darmawan, Pres. Kom., ternyata
pihak Kantor Agraria sedang memproses penerbitan sertifikat
baru kedua bidang tanah HGB No. 39 dan HGB No. 40 yang
habis masa berlakunya dan masih terikat sebagai jaminan
hutang PT. Djaya Tunggal kepada Bank Perkembangan Asia.
 Kekalutan yang melanda Bank Perkembangan Asia
menyebabkan persoalannya ditangani oleh Bank Indonesia
dengan mengubah susunan Pengurus Bank Perkembangan
Asia tersebut.
 Karena merasa dirugikan dalam masalah:
- Pinjaman kredit belum dibayar oleh debitur PT. Djaya
Tunggal (wanprestasi)
- Pelepasan dua bidang tanah sertifikat HGB No. 39 dan No.
40, yang terikat sebagai jaminan kreditnya PT. Djaya
Tunggal oleh salah seorang pengurusnya (Lee Darmawan) –
(perbuatan melawan hukum).
Maka pihak Bank Pengembangan Asia mengajukan gugatan
perdata di Pengadilan Negeri terhadap para Tergugat:
I. PT. Djaya Tunggal
II. Tan Sri Junaida
III. Koesnaen
IV. Lee Darmawan
V. Hery Kianto
VI. Jahya
VII. Samadi. Ex Notaris PPAT Bogor
VIII. Walikota Bogor/Kepala Kantor Agraria Bogor.
 Penggugat, Bank Pembangunan Asia, dalam gugatan tersebut
mengajukan tuntutan (petitum) yang pokoknya sebagai
berikut:

I. Dalam Provisi:
1. Melarang Tergugat VIII Kantor Agraria menerbitkan
sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat HGB No. 39
dan 40 yang telah berakhir masa berlakunya.
2. Menghukum Tergugat/siapapun saja yang, mendapat hak,
membayar denda Rp. 100 ribu perhari, bila lalai
memenuhi putusan ini.
3. Meletakkan sita jaminan kepada dua bidang tanah atas
nama PT. Djaya Tunggal tersebut diatas.
4. Putusan ini dapat dijalankan lebih dulu, meskipun ada
banding/kasasi.

II. Dalam Pokok Perkara:


1. Mengabulkan seluruh gugatan.
2. Meletakkan sita atas tanah-tanah sengketa.
3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas tanah-
tanah tersebut.
4. Menyatakan Tergugat I s/d V telah melakukan “Perbuatan
Melawan Hukum”.
5. Menghukum Tergugat I s/d Tergugat V, bertanggungjawab
secara tanggung renteng, mengembalikan seluruh
pinjamannya Tergugat (PT. Djaya Tunggal) berdasar
Perjanjian Kredit No. 058, No. 60, No. 06 (baik pokok
maupun bunganya) sebesar Rp.5.502.2.93.038,84,-
6. Menyatakan batal Akta No. 12 (pelepasan hak tanah)
yang dibuat oleh Notaris/PPAT Samadi.
7. Dst ……………………. dst …………….. dst
8. Atau mohon putusan lain yang adil (ex aequo et bono)

PENGADILAN NEGERI:

 Atas gugatan Bank tersebut diatas, pihak tergugat


mengajukan eksepsi yang menyatakan bahwa pihak
Penggugat dalam gugatannya telah mencampur adukkan
antara tuntutan wanprestasi dengan tuntutan “Perbuatan
Melawan Hukum”.
 Eksepsi ini ditolak oleh Majelis hakim dengan alasan bahwa
tidak ada larangan dalam hukum Acara Perdata – H.I.R.
untuk mengajukan dua macam tuntutan: wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum dalam satu surat gugatan.
 Tentang materi pokok gugatan para Tergugat I s/d V
memberi tanggapannya yang pokoknya sebagi berikut:
1. Diakui bahwa Tergugat I, PT. Djaya Tunggal mempunyai
hutang kepada Penggugat seperti yang disebut dalam
Surat Gugatan.
2. PT. Djaya Tunggal telah tidak aktip lagi, menderita
kerugian 75% dari jumlah modal dan tidak mampu lagi
membayar hutangnya kepada Bank (insolvensi)
perusahaan telah bubar.
 Hutang tersebut adalah hutangnya PT. Djaya Tunggal, dan
menjadi tanggungjawab PT. Djaya Tunggal, dan menjadi
tanggungjawab PT. Djaya Tunggal tersebut, sebatas harta
kekayaan yang dimiliki oleh PT tersebut. Para Tergugat II s/d V
secara pribadi tidak harus dimintai tanggungjawab untuk
membayar secara tanggung renteng terhadap hutangnya PT.
Djaya Tunggal tersebut.
 Dengan alasan tersebut, para Tergugat menolak gugatan yang
diajukan oleh Penggugat tersebut.
 Selanjutnya para Tergugat VI mengajukan gugatan rekonpensi
dengan dalil:
 bahwa Penggugat Rekonpensi (Tergugat asal VI) telah
mengajukan permohonan sertifikat baru atas tanah negara
sesuai dengan prosedurnya.
 bahwa akibat perbuatan “Penggugat asal” (Bank), maka
Penggugat Rekonpensi menderita kerugian keuntungan yang
diharapkan dari partner dagangnya.
 Dengan dalil ini Penggugat Rekonpensi menuntut agar
diberikan putusan Hakim sebagai berikut:
1. Menyatakan sita jaminan atas tanah dan gedung Jl.
Batutulis 30 A Bogor tidak sah.
2. Menghukum Tergugat Rekonpensi membayar uang Rp 300
juta kepada Asal VI (Penggugat Rekonpensi).
3. Menghukum Tergugat membayar keuntungan yang
diharapkan Rp 3 juta per bulan s/d 17 Desember 1987
sampai putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
 Hakim Pertama yang mengadili perkara ini dalam putusannya
memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya sebagai
berikut:

I. Tentang eksepsi, Hakim Pertama telah menolak eksepsi
yang diajukan oleh Tergugat, seperti yang sudah
disebutkan diatas.

II. Tentang provisi:


Tuntutan ini belum memenuhi syarat hukum pasal 180 HIR
jo SEMA No. 3/1978, sehingga permohonan provisi harus
dinyatakan ditolak.

III. Tentang materi pokok perkara:


1. Tergugat I, PT. Djaya Tunggal mengakui meminjam uang
pada Penggugat yang dituangkan dalam Perjanjian
kredit seluruhnya berjumlah Rp.5.502.2.93.038,84
2. Tergugat I tidak membayar hutangnya tersebut kepada
Penggugat. Hal ini membuktikan bahwa PT. Djaya
Tunggal telah wanprestasi.
3. PT. Djaya Tunggal menderita kerugian 75% dari
modalnya dan tidak mampu lagi membayar hutangnya
(insolvensi). Menurut pasal 47 (2) KUH Dagang,
perusahaan ini menurut hukum menjadi bubar.
4. PT. Djaya Tunggal, merupakan suatu Badan Hukum
diatur dalam pasal 36 s/d 56 KUH Dagang.
Perusahaan yang dinyatakan insolvensi seharusnya
melalui prosedur hukum yang ditentukan dalam Undang-
undang Kapailitan (Faillessement Verardening) Prosedur
hukum tersebut tidak pernah ditempuh oleh PT. Djaya
Tunggal.

 Berdasarkan pada pasal 45 (1) KUH Dagang, para Pengurus


Perseroan Terbatas, tidak bertanggungjawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat oleh Perseroan Terbatas tersebut.
 Tergugat IV, Lee Darmawan selaku Presiden Komisaris PT.
Djaya Tunggal tidak mempunyai wewenang untuk melepaskan
dua bidang tanah milik PT. Djaya Tunggal kepada pihak ketiga
(Yahya). Hal ini merupakan pelanggaran pasal 12 Akta
Pendirian PT. Djaya Tunggal.
 Pelepasan dan pelimpahan tanah-tanah tersebut melalui Akta
No. 12, yang dibuat oleh Notaris/PPAT Samadi, (Tergugat VII),
adalah tidak syah, karena dilakukan oleh orang yang tidak
berwenang. Karena itu syarat pasal 1365 BW (onrechtmatige
daad) telah dapat dipenuhi.
 Tentang gugatan Rekonpensi Hakim Pertama berpendirian,
bahwa Penggugat Rekonpensi terbukti bersama-sama dengan
Tergugat Konpensi melakukan perbuatan hukum terhadap
Penggugat Konpensi dan menimbulkan kerugian bagi
Penggugat Konpensi (Bank). Karena itu gugatan Rekonpensi
tersebut harus ditolak.
 Akhirnya Hakim Pengadilan Negeri memberi putusan sebagai
berikut:

I. Dalam Konpensi:
Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi Tergugat I, IV, VIII
Dalam Provisi:
Menolak guigatan Provisi Penggugat
Dalam Pokok Perkara:
1. Menolak gugatan dalam petitum Primair
2. Mengabulkan gugatan dalam petitum Subsidair.
3. Menyatakan sita jaminan tanah sertifikat HGB No. 39
dan HGB No. 40 atas nama PT. Djaya Tunggal, adalah
sah dan berharga.
4. Menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pinjam Uang
No. 058, No. 060/KR/BPA/84.
5. Menyatakan Tergugat I, PT. Djaya Tunggal berhutang
kepada Penggugat Rp.5.502.2.93.038,84.
6. Menyatakan PT. Djaya Tunggal telah “ingkar janji”
(wanprestasi) kepada Penggugat.
7. Menyatakan Tergugat II-III-IV-V-VI-VII melakukan
Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige daad) dan
menyatakan Tergugat VIII melakukan perbuatan
melawan hukum oleh Penguasa (onrechtmatige
overheids daad).
8. Menyatakan batal Akta No. 12 yang dibuat oleh Tergugat
VII Samadi.
9. Menghukum Tergugat I, PT. Djaya Tunggal untuk
mengembalikan seluruh pinjamannya berikut bunganya
Rp.5.502.2.93.038,84.
10. Menghukum Tergugat II-III-IV-V-VI-VII untuk membayar
ganti kerugian Rp. 100.000.000,- secara tunai kepada
Penggugat. Menghukum Tergugat VIII untuk mematuhi
putusan ini.

II. Dalam Rekonpensi:


- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.
- Dst ……………….. dst ……………….

PENGADILAN TINGGI

 Para Tergugat menolak putusan Pengadilan Negeri tersebut


diatas dan mengajukan pemeriksaan banding ke Pengadilan
Tinggi.
 Hakim Banding dalam putusannya memberi putusannya
memberi pertimbangan hukum yang pokoknya sebagai berikut:
 Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1960 jo KEPPRES No.
32/Thn 1979, sertifikat tanah HGB No. 39 dan HGB No. 40,
keduanya atas nama PT. Djaya Tunggal, terbukti sudah
berakhir masa berlakunya, sehingga statusnya menjadi “tanah
Negara” sejak tanggal 24 September 1980.
Dengan demikian Tergugat I, sudah tidak mempunyai hubungan
hukum dengan tanah-tanah sengketa tersebut. Karena itu
sertifikat tahan HGB No. 39 dan HGB No. 40 tersebut sudah
tidak dapat digunakan sebagai jaminan hutang.
 Menurut Hakim Banding, setiap perjanjian pinjam-meminjam
uang dengan jaminan hak atas tanah, maka perjanjian
tersebut harus dibuktikan dengan suatu akta hipotik yang
dibuat dihadapan PPAT dan berdasar PP No. 10/Thn 1961 pasal
19 jo PMA No. 15/thn 1961, harus didaftarkan pada Kantor
Agraria.
 Oleh karena Perjanjian pinjam-meminjam uang dengan
jaminan tanah tersebut tidak berdasar pada ketentuan hukum
yang berlaku, maka harus dinyatakan batal demi hukum,
sehingga permohonan Tergugat VI/Yahya Paedjokerto untuk
memperbaharui sertifikat HGB tersebut sudah memenuhi
persyaratan hukum yang berlaku.
 Dalam gugatan rekonpensi, pertimbangan dan putusan Hakim
Pertama sudah benar dan tepat dan harus dikuatkan.
 Akhirnya Pengadilan Tinggi memberi putusan yang pokoknya
sebagai berikut:

Mengadili:
Dalam Konpensi
- Menolak eksepsi Tergugat
- Menolak gugatan provisi Penggugat
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bogor.

Mengadili Sendiri:
- Menolak gugatan Penggugat
- Memerintahkan Juru sita Pengadilan Negeri Bogor untuk
mengangkat sita jaminan tanah sengketa karena
dinyatakan tidak sah dan tidak berharga.
- Dalam Rekonpensi:
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bogor
- Dst ……………………. dst …………………. dst
MAKAMAH AGUNG RI:

 Bank Perkembangan Asia menolak putusan Pengadilan Tinggi


tersebut diatas dan mengajukan pemeriksaan kasasi dengan
mengemukakan beberapa keberatan kasasi yang pokoknya
sebagai berikut:
 Pertimbangan putusan Pengadilan Tinggi adalah bertentangan
dengan hukum Pengadilan Tinggi tidak perlu menyatakan
perjanjian batal demi hukum Perjanjian harus dinyatakan tetap
sah dan mengikat kedua belah pihak, hanya Bank (Pemohon
kasasi) telah kehilangan tanah yang dijadikan jaminan
sehingga dapat dinyatakan Perjanjian Pinjam-meminjam uang
antara para pihak adalah tanpa jaminan tanah.
 Majelis Makamah Agung setelah memeriksa perkara ini dalam
tingkat kasasi, dalam putusannya berpendapat bahwa putusan
Judex facti Pengadilan Tinggi-salah menerapkan hukum,
sehingga putusannya Pengadilan Tinggi tersebut harus
dibatalkan, selanjutnya Makamah Agung akan mengadili
sendiri perkara ini.
 Pendirian Makamah Agung tersebut didasari oleh alasan
Juridis yang intisarinya sebagai berikut:
 Telah terbukti oleh Judex facti, bahwa pengurus PT. Djaya
Tunggal (Tergugat I) adalah sama dengan pengurus PT. Bank
Perkembangan Asia (Penggugat) sebelum Bank ini diambil alih
oleh Bank Indonesia, karena kalah dalam kliring.
 Pemberian kredit oleh Bank Perkembangan Asia (Penggugat)
kepada PT. Djaya Tunggal (Tergugat) tersebut, merupakan
kredit yang diberikan kepada Perusahaan yang didirikan dan
termasuk dalam grup Bank Perkembangan Asia itu sendiri.
 Dengan demikian pada diri Tergugat I, (PT. Djaya Tunggal) dan
Penggugat (Bank), pada saat terjadi pemberian kredit, pada
saat terjadi pemberian kredit, bersatu pada diri para Tergugat
II s/d V.
 Pemberian kredit dari Penggugat Bank kepada PT. Djaya
Tunggal, suatu perusahaan yang dimiliki oleh Bank tersebut,
menimbulkan dugaan adanya persengkongkolan dan itikad
buruk pada diri para Tergugat I-II-III-IV-V dengan pengugat
(Bank). Kasus yang demikian itu, menurut ajaran hukum
termasuk sebagai: extension de passip atau “Piercing the
Corporate” (Lefting The Corporate Veil) yakni: Pembatalan
pertanggungjawaban (limited liability) dari suatu Perseroan
Terbatas (PT) dapat dibebankan kepada para pengurusnya,
apabila tindakan hukum yang mereka lakukan untuk dan atas
nama PT tersebut mengandung persengkongkolan secara
itikad buruk yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain.
 Dalam kasus perkara ini, para Tergugat II s/d V sebagai
Pengurus PT. Djaya Tunggal (Tergugat I) dengan bersekongkol
dengan beritikat buruk, meminjamkan uang kepada
perusahaannya sendiri tanpa credit analysis dan benda
jaminannya (tanah HGB No. 39 dan 40) yang diketahui sudah
habis masa waktunya. Kerugian yang diderita oleh Bank
(Penggugat), tidak hanya dibebankan kepada PT. Djaya Tunggal
(Tergugat I) saja, akan tetapi juga meliputi para pengurusnya –
Tergugat 1 s/d V secara tanggung renteng.
 Tanah HGB No. 39 dan HGB No. 40 yang sudah berakhir masa
berlakunya itu sudah menjadi tanah Negara. Jauh hari
sebelum perjanjian kredit ditanda tangani. Tanah ini menjadi
tidak sah sebagai barang jaminan.
 Tindakan pemberian hak baru oleh Tergugat VIII (Kantor
Agraria) kepada Tergugat VI (Jahya) atas tanah ex HGB No. 39
adalah sah, karena Kantor Agraria dalam memberikan hak
atas tanah tersebut. Tanah tersebut telah menjadi tanah
Negara (KEPPRES No. 32/1979) dan sesuai dengan fungsi dan
kewenangan Pejabat Agraria tersebut.
 Tentang gugatan Rekonpensi yang ternyata tidak memenuhi
syarat formil gugatan, yaitu karena petitumnya tidak terinci
dan hanya berbentuk “ex quo et bono”, sehingga gugatan ini
harus dinyatakan tidak dapat diterima”.
 Akhirnya Makamah Agung memberikan putusan:

Mengadili:
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung

Mengadili Sendiri:

I. Dalam Konpensi:
- Dalam eksepsi: menolak eksepsi Tergugat
- Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan sebagian.
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan tanah HBG
182.
- Menyatakan tidak sah dan tidak berharga sita
jaminan:
Tanah HGB No. 39 dan HGB No. 40 atas nama PT.
Djaya Tunggal
- Menyatakan sah dan mengikat perjanjian pinjam uang
No. 058, No. 060 dan No. 06/Kr/BAP/I/1983
- Menyatakan Tergugat I-II-III-IV-V berhutang kepada
Penggugat Rp.5.502.2.93.038,84,
- Menghukum Tergugat I s/d V untuk membayar hutang
tersebut diatas secara tanggung renteng.
- Menolak gugatan selebihnya.

II. Dalam Rekonpensi:


- Menyatakan gugatan Rekonpensi tidak dapat diterima.
- Dst …………………. dst ……………

CATATAN:
 Dari putusan Makamah Agung tersebut diatas, dapat diangkat
“Abstrak Hukum” sebagai berikut:
 Bank memberikan pinjaman kredit dalam jumlah besar kepada
Perusahaan Dagang (PT) yang termasuk dalam group Bank
tersebut, dimana proses pemberian kredit ini ternyata:
- tanpa analisa kredit
- tanah yang menjadi barang jaminan, masa berlakunya
HGBnya diketahui telah berakhir
- jajaran pengurus Bank tersebut adalah sama orangnya
dengan jajaran Pengurus Perusahaan Dagang (PT) yang
menerima kredit tersebut.
 Pemberian kredit dengan cara yang demikian itu ada dugaan
kuat telah terjadi persengkongkolan dan beritikat buruk
merugikan pihak ketiga.
 Kredit tersebut kemudian macet, karena Perusahaan Dagang
(PT) tersebut, tidak mampu membayar hutangnya.
 Dalam menghadapi kasus ini, dianut ajaran hukum: Piercing
the Corporate atau Extension de passip (lefting the Corporate
veil), yaitu kerugian itu tidak terbatas menjadi tanggung
jawab. Perseroan Terbatas itu sendiri saja, melainkan juga
melebar meliputi juga menjadi tanggung jawab pribadi dari
pengurusnya secara tanggung renteng.
 Demikian Catatan Kasus ini.

(Ali Boediarto)

 Pengadilan Negeri di Bandung:


No. 136/Pdt.G/1987/PN.Bdg – tanggal 24 Oktober 1988
 Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung:
No. 431/Pdt./1989/PT.Bdg. – tanggal 12 Februari 1990
 Makamah Agung RI:
No. 1916.K/Pdt/1991 – tanggal 28 Agustus 1996

Majelis terdiri: H. SOERJONO, SH, Ketua Makamah Agung


selaku Ketua Sidang, didampingi para Ketua Muda M. YAHYA
HARAPAH, SH. dan H. YAHYA, SH selaku Anggota serta
Panitera Pengganti : Hj. NILNA ISMAIL, SH.

Anda mungkin juga menyukai