Anda di halaman 1dari 3

Pertanyaan #1 dan #2 : Apa yang disebut listrik surya dan bagaimana listrik surya dihasilkan?

Energi dari matahari telah digunakan sejak peradaban manusia muncul dengan memanfaatkan panasnya secara
langsung. Perkembangan teknologi modern memungkinkan pengubahan (konversi) cahaya matahari menjadi
listrik, dengan perangkat sel surya atau sel fotovoltaik. Sel-sel surya dapat dirangkai/ dihubungkan menjadi
sebuah panel surya dalam berbagai ukuran dan kapasitas sebanding dengan daya keluaran listrik arus searah
(directcurrent) dari panel tersebut. Kapasitas daya keluaran panel surya diukur dalam satuan wattpeak (Wp). Sel
surya memanfaatkan sifat semikonduktor. Cahaya matahari yang terdiri dari foton mengandung nilai energi
tertentu. Ketika foton diserap oleh material semikonduktor, maka elektron mendapat tambahan energi untuk
“melompat” ke conduction band. Jika energi foton yang diserap cukup besar, maka elektron dapat memasuki
conduction band dan selanjutnya dialirkan ke rangkaian luar sebagai listrik untuk kemudian bekerja sebelum
kembali ke keadaan awal. Teknologi sel surya komersial saat ini memanfaatkan semikonduktor silikon yang di-
doping dengan atom positif (boron) membentuk p-type semiconductor dan doping dengan atom negatif (pospor)
membentuk n-type semiconductor. Selanjutnya semikonduktor tersebut disusun dalam rangkaian p-n junction. P-
N junction ini berfungsi untuk membentuk space charge region antara kedua semikonduktor yang akan membantu
dalam memisahkan elektron yang tereksitasi pada saat menyerap foton agar tidak kembali ke tempat awal (proses
ini disebut charge separation) sehingga dapat dialirkan ke rangkaian luar sebagai energi listrik. Serangkaian sel
surya tersebut kemudian dihubungakan ke terminal + (positif) dan terminal – (negatif) dalam satu papan panel
surya. Umumnya panel surya terdiri dari 28-72 sel surya yang menghasilkan listrik sebesar 12- 38 V. Selanjutnya
panel surya tersebut dapat disusun secara seri maupun paralel untuk memperbesar tegangan maupun arusnya.
Listrik yang dihasilkan dari rangkaian sel surya tersebut merupakan listrik arus DC (direct current) atau arus
searah yang dapat digunakan langsung pada alat dengan beban arus DC seperti lampu. Sedangkan untuk alat
dengan beban arus AC (alternating current) atau arus bolak-balik, diperlukan bantuan komponen lain dalam
sistem panel surya berupa inverter. Panel surya bersifat panelar, artinya kapasitas panel yang dipasang dapat
disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhan listrik kita. Pemasangan sistem pembangkit listrik tenaga surya
dapat dilakukan di atas tanah (ground-mounted), di atas atap (sering disebut rooftop solar), dan ditempelkan pada
dinding (wall-mounted). Ketiganya dapat dipasang kaku (hanya menghadap ke satu arah) atau dengan muka yang
mengikuti pergerakan matahari (dari timur ke barat) menggunakan solar tracker. Teknologi fotovoltaik tidak
menghasilkan polusi dan emisi gas rumah kaca (GRK) ketika menghasilkan listrik, dan karena sumber energi
adalah cahaya matahari maka dikategorikan sebagai energi terbarukan dan berkelanjutan. Pemanfaatan energi
surya untuk memenuhi kebutuhan energi manusia berperan penting untuk mengurangi penggunaan energi fosil
(batu bara, gas bumi, dan minyak bumi) yang menyebabkan kerusakan ekosistem dan perubahan iklim. Panel
surya adalah teknologi yang dapat dimanfaatkan di manapun karena sumber energinya berasal dari cahaya
matahari yang tersedia di belahan bumi. Silikon sebagai bahan penyusun utama panel surya pun jumlahnya sangat
melimpah tersebar di bumi. Namun mengingat terbatasnya waktu penyinaran matahari dan perbedaan intensitas
energi matahari di tiap lokasi, panel surya tidak dapat bekerja secara terus menerus dan konstan setiap waktu.
Kondisi iklim, tampilan muka bumi, vegetasi, dan polusi udara juga mempengaruhi produksi energi listrik dari
panel surya. Di Indonesia, rata-rata lama penyinaran puncak (peak sun hour/PSH) untuk menghasilkan daya
maksimal dari kapasitas panel surya adalah pada pukul 10 - 14 (± 4 jam). Di jam-jam lain, panel surya masih
dapat memroduksi energi listrik namun tidak maksimal.
Pertanyaan #3 : Dimana letak posisi sel surya yang efektif?
Umumnya panel surya dipasang secara tetap (fixed) pada dudukannya. Untuk negara-negara 4 musim teknik yang
diadopsi umumnya adalah dengan menghadapkan panel tersebut kearah selatan (bagi negara-negara di belahan
bumi utara) atau ke arah utara (bagi negaranegara di belahan bumi selatan) seperti dalam penelitian Tackle and
Shaw (2007). Panel surya diposisikan tegak lurus terhadap arah datangnya matahari tepat di siang hari seperti
yang bisa dilihat pada Gambar 1.

Keadaan sedikit berbeda untuk negara-negara tropis (letak geografisnya berada dekat garis khatulistiwa). Untuk
negara-negara ini, cara pemasangan yang dilakukan cenderung lebih datar seperti yang terlihat pada Gambar 2
dibawah ini. Teknik-teknik pemasangan seperti ini akan menyebabkan cahaya matahari pagi hari dan sore hari
tidak berada pada posisi yang tepat terhadap arah datangnya sinar matahari. Akibatnya jumlah energi listrik yang
bisa dibangkitkan menjadi lebih sedikit daripada seharusnya seperti diklaim oleh Cheng et. al. (2007).

Pertanyaan #4 : Mengapa menggunakan material semikonduktor pada pembuatan sel volta ?


Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang biasanya mempunyai tebal sampai beberapa
ratus mikrometer untuk sel surya generasi pertama (silikon), dan 1-3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis.
Material semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus gambar diatas,
semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang umum diaplikasikan di industri elektronik.
Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran
yaitu contohnya material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan amorphous silikon, disamping
material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam penelitian intensif
seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide).
Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material semikonduktor yaitu
semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas) dan tipe-n (silikon tipe-n, CdS,dll) yang
membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi kunci dari prinsip kerja sel surya.
Pertanyaan #5 dan #6 : Kapan dan siapa penemu sel surya dan bagaimana perkembangan sel surya tiap
tahun ke tahun ?
Pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi perhatian banyak warga dunia beberapa tahun terakhir. Ini
kemudian membuat pencarian dan penggunaan energi terbarukan terus dicanangkan. Salah satu dari metode
pencarian energi terbarukan adalah penggunaan panel surya atau juga kerap disebut solar panel. Tujuannya adalah
menggunakan cahaya matahari untuk membuat energi yang lebih bersih. Dalam beberapa tahun belakangan, solar
panel banyak digunakan oleh berbagai negara. Namun, tahukah Anda sejak kapan solar panel dibuat dan
digunakan? Untuk menjawab hal tersebut, kita kembali pada tahun 1839 ketika fisikawan muda Edmond
Becquerel menemukan efek fotovoltaik. Efek ini adalah proses yang menghasilkan tegangan atau arus listrik
ketika terkena cahaya atau energi radiasi. Terinspirasi dari karya ini, ahli matematika Peracis bernama Augustin
Mouchot mulai membuat mesin bertenaga surya pada 1860-an. Tapi, ini jauh dari bayangan panel surya yang kita
ketahui saat ini. Tahun 1883, Charles Fritts dari New York menciptakan panel surya pertama dengan melapisi
selenium dengan lapisan tipis emas. Menurut Fritts, modul buatannya menghasilkan arus yang kontinyu, konstan,
dan berkekuatan cukup besar. Tapi pada kenyataanny, panel surya buatan Fritts berdampak rendah. 1888, Edward
Weston menerima paten dari solar panel buatannya. Dia membalikkan cara kerja bola lampu pijar. Dengan kata
lain, panel surya buatan Weston bekerja dengan mengubah panas menjadi listrik. Hampir satu dekade kemusian,
Harry Reagan dari Amerika menerima paten untuk baterai termal. Alat ini berfungsi untuk menyimpan dan
melepaskan energi panas. Jika panel surya yang kita kenal sekarang menyimpan energi listrik, buatan Reagan
justru menyimpan energi panas sebelum nantinya diubah. Tahun 1913, William Coblentz di Amerika Serikat
yang membuat generator termal. Benda yang paling mendekati panel surya modern. Alat ini menggunakan cahaya
untuk menghasilkan arus listrik. Konstruksi generator termal ini cukup murah tapi kuat. Meski begitu, ini
bukanlah panel surya yang kita kenal. Generator termal ini diciptakan untuk mengubah panas langsung menjadi
listrik tapi tidak dapat menyimpannya. Baca juga: Berbagai Manfaat Panel Surya, dari Ramah Lingkungan sampai
Hemat Panel surya yang kita kenal baru dibuat sekitar tahun 1950-an oleh Bell Laboratories. Pemikir di balik
kesuksesan penemuan ini adalah Daryl Chapin, Calvin Fuler, dan Gerald Pearson. Alat ini ciptaan mereka itu
dianggap sebagai perangkat praktis pertama yang bisa mengubah energi matahari menjadi listrik. Sayangnya,
panel surya pertama ini dianggap sangat mahal bagi kebanyakan orang. Demi memecahkan masalah itu,
University of Delaware menciptakan satu bangunan panel surya pertama yang disebut Solar One pada 1973.
Bangunan ini dibuat dengan mengombinasikan tenaga termal dan fotovoltaik dari matahari. Bangunan ini tidak
menggunakan panel surya, tetapi justru mengintegrasikan sinar matahari langsung ke dalam atap. Debut Solar
One ini mulai membuat pemerintah AS melirik tenaga surya sebagai jawaban krisis energi. Untuk itu, pembuatan
panel surya yang lebih terjangkau publik perlu dilakukan. Selanjutnya, pemerintah AS memfasilitasi berbagai
penelitian untuk menghasilkan panel surya dengan harga terjangkau. Hingga kini, penelitian terkait panel surya
murah dan dapat diakses masyarakat terus dilakukan. Beberapa negara juga telah menerapkan panel surya massal.
Di Indonesia, sejak September 2017, digalakkan Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) untuk
penggunaan energi yang lebih bersih.

Anda mungkin juga menyukai