Disusun oleh:
Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan pratikum Ekologi Tanaman yang berjudul ‘’ANALYSIS
GROWTH Zea mays’’
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan pratikum ini, baik dari segi
tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.
Penyusun
ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays. L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok.
Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa
daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya
jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini
dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai
daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik
menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan
langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya,
yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk
gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte
sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genusZea,
kecuali Zea mays ssp. mays.
Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies
tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000
kultivar jagung, baik yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui
pemuliaan tanaman. Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi
kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat
kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak
(hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari
bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri
(dari tepung bulir dan tepung tongkolnya).Tongkol jagung kaya akan pentosa,
yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah
direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
1.2.TujuanPraktikum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisi pertumbuhan pada tanaman jagung
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin)
dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas
bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh
sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak
tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning
dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari
buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya
dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga
betina.
Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol
produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung
siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri)
3
yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah. Genotipe
jagung yang mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan
sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles
vaskuler (Paliwal 2000). Terdapat variasi ketebalan kulit antargenotipe yang dapat
digunakan untuk seleksi toleransi tanaman terhadap rebah batang. Sesudah
koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai terbuka. Setiap
daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat pada
batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya
berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna
adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah
daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate)
(Paliwal 2000). Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar,
tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai
dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11
cm), hingga sangat lebar (>11 cm). Besar sudut daun mempengaruhi tipe daun.
Sudut daun jagung juga beragam, mulai dari sangat kecil hingga sangat besar
(Gambar 1). Beberapa genotipe jagung memiliki antocyanin pada helai daunnya,
yang bisa terdapat pada pinggir daun atau tulang daun. Intensitas warna
antocyanin pada pelepah daun bervariasi, dari sangat lemah hingga sangat kuat.
Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat
agak tumpul, dan tumpul (Gambar 2). Berdasarkan letak posisi daun (sudut daun)
terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant).
Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun
bisa lurus atau bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan
pola daun bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun
erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi.
Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi
pula.
3. Bunga
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga
jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul
dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh
apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga
biseksual. Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga
tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia
ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan
(Palliwal 2000). Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel
vegetatif, dua gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding
tebalnya terbentuk dari dua lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena
adanya perbedaan perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas
dan bawah dan ketidaksinkronan matangnya spike, maka pollen pecah secara
kontinu dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih.Rambut jagung (silk)
adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut
jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari
ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan
kelobot. Tanaman jagung adalah protandry, di mana pada sebagian besar varietas,
bunga jantannya, bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut
4
bunga betina muncul (silking). Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet
yang terletak pada spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel),
kemudian turun ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari.
Serbuk sari sangat ringan dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin sehingga
terjadi penyerbukan silang. Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan
air, keluarnya rambut tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai
tidak terpengaruh. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan
(anthesis silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang kecil
menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya
penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil
sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil.
Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman
kekeringan dan temperatur tinggi. Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk
sari dari bunga jantan menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian
tersebut berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari
serbuk sari tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung disebut tanaman
bersari silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar dari serbuk sari
berasal dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari,
bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif
dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah
terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai
terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol
berubah menjadi coklat dan kemudian kering.
5
2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan
lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan
pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya,
jagung menghendaki beberapa persyaratan.
a) Iklim
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah
daerahdaerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang
basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga
0-40 derajat LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini
memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada
fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup
air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim
kemarau.Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari.
Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat Celcius, akan tetapi
bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27
derajat Celcius. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang
cocok sekitar 30 derajat Celcius. Saat panen jagung yang jatuh pada musim
kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap
waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.
b) Media Tanam
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya
dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.
Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung
berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat
(grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan
pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat
(latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Keasaman tanah
yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5.
Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air
dalam kondisi baik. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami
jagung, karena disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil.
Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan
pembentukan teras dahulu.
c) Ketinggian Tempat
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di
daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah
dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik
bagi pertumbuhan tanaman jagung.
6
2.2 Pengaruh Populasi
2.2.1 Pembibitan
1. Persyaratan Benih
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik,
fisik maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak
tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama
dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih
bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada
kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih. Penggunaan benih
jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Tetapi
jagung hibrida mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan varietas bersari
bebas yaitu harga benihnya yang lebih mahal dan hanya dapat digunakan
maksimal 2 kali turunan dan tersedia dalam jumlah terbatas.
Beberapa varietas unggul jagung untuk dipilih sebagai benih adalah:
Hibrida C1, Hibrida C2, Hibrida Pioneer 1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga,
Wiyasa, Arjuna, Baster kuning, Kania Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi,
Bogor Composite, Parikesit, Sadewa, Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang
belum lama dikembangkan adalah: CPI-2, BISI-1, BISI-2, P-3, P-4, P-5, C-3,
Semar 1 dan Semar 2 (semuanya jenis Hibrida).
2. Penyiapan Benih
Benih dapat diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa
tanaman jagung yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil yang
tongkolnya besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh klobot, dan tidak
terserang oleh hama penyakit. Tongkol dipetik pada saat lewat fase matang
fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras dan sebagian besar daun menguning.
Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga kering betul. Apabila benih akan
disimpan dalam jangka lama, setelah dikeringkan tongkol dibungkus dan
disimpan dan disimpan di tempat kering. Dari tongkol yang sudah kering, diambil
biji bagian tengah sebagai benih. Biji yang terdapat di bagian ujung dan pangkal
tidak digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90%, jika
kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan adalah sebanyak
20-30 kg untuk setiap hektar.Sebelum benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu
dengan fungisida seperti Benlate, terutama apabila diduga akan ada serangan
jamur. Sedangkan bila diduga akan ada serangan lalat bibit dan ulat agrotis,
sebaiknya benih dimasukkan ke dalam lubang bersama-sama dengan insektisida
butiran dan sistemik seperti Furadan 3 G.
7
1. Pembukaan Lahan
Pengolahan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa
tanaman sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya
dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan dan
pengolahan tanah dengan bajak.
2. Persiapan
Dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar
diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan
ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian
diratakan. Tanah yang keras memerlukan pengolahan yang lebih banyak. Pertama-
tama tanah dicangkul/dibajak lalu dihaluskan dan diratakan.
3. Pembentukan Bedengan
Setelah tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang
barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini
dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.
4. Pengapuran
Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur. Jumlah kapur
yang diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian
dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada barisan tanaman,
sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan dosis 300 kg/ha per musim
tanam dengan cara disebar pada barisan tanaman.
5. Pemupukan
Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang
cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman
sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran
dosis rata-rata adalah: Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha dan KCl=50-100
kg/ha.
Adapun cara dan dosis pemupukan untuk setiap hektar:
a. Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk TSP diberikan
saat tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu
ditutup tanah.
b. Susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl diberikan
setelah tanaman berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam
sedalam 10 cm lalu di tutup tanah.
c. Susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 45 hari.
8
2.2.3 Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan
pola tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang
tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial
ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun
selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan
yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang
ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah
hujan. Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
a. Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman
(umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung
dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang
tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat
keuntunganmaksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi
kayu.
c. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping), pola tanam dengan cara menyisipkan
satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam
yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang
tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d. Tanaman Campuran (Mixed Cropping), penanaman terdiri atas beberapa
tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua
tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan
penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu
2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu di
perhatikan agar benih tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang
tanam antara: 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih.
Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang
umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih
luas. Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen ≥ 100 hari sejak
penanaman, jarak tanamnya dibuat 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung
berumur sedang (panen 80-100 hari), jarak tanamnya 25x75 cm (1
tanaman/lubang). Sedangkan jagung berumur pendek (panen < 80 hari), jarak
tanamnya 20x50 cm (1 tanaman/lubang). Kedalaman lubang tanam yaitu
antara 3-5 cm.
3. Cara Penanaman
Pada jarak tanam 75 x 25 cm setiap lubang ditanam satu tanaman.
Dapat juga digunakan jarak tanam 75 x 50 cm, setiap lubang ditanam dua
tanaman. Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada saat air kurang
atau saat air berlebihan. Pada waktu musim penghujan atau waktu musim
hujan hampir berakhir, benih jagung ini dapat ditanam. Tetapi air hendaknya
cukup tersedia selama pertumbuhan tanaman jagung. Pada saat penanaman
sebaiknya tanah dalam keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila tanah
kering, perlu diairi dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun.
9
Pembuatan lubang tanaman dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2
orang membuat lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi
memasukkan pupuk dasar dan menutup lubang). Jumlah benih yang
dimasukkan per lubang tergantung yang dikehendaki, bila dikehendaki 2
tanaman per lubang maka benih yang dimasukkan 3 biji per lubang, bila
dikehendaki 1 tanaman per lubang, maka benih yang dimasukkan 2 butir
benih per lubang.
2.2.4 Pemeliharaan Tanaman Jagung
1. Penjarangan dan Penyulaman
Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per
lubang sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3
tanaman, sedangkan yang dikehendaki hanya 2 atau 1, maka tanaman tersebut
harus dikurangi. Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong
dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah.
Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan
melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman
bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati.
Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta
perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman
hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman
paling lambat dua minggu setelah tanam.
2. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman
pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan
pada tanaman jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau cangkul
kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak
mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup
kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah tanaman
berumur 15 hari.
3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan
bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah
rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas
permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada saat
tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya,
tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul,
kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk
guludan yang memanjang. Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan
dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu setelah tanaman berumur
1 bulan.
4. Pemupukan
Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea
sebanyak 200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl
sebanyak 50- 100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada
tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu
tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman
jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan
10
II), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah
malai keluar.
5. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali
bila tanah telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan
tujuan menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman
berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada
parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penggunaan pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya
hama yang dapat membahayakan proses produksi jagung. Adapun pestisida
yang digunakan yaitu pestisida yang dipakai untuk mengendalikan ulat.
Pelaksanaan penyemprotan hendaknya memperlihatkan kelestarian musuh
alami dan tingkat populasi hama yang menyerang, sehingga perlakuan ini
akan lebih efisien.
2.2.5 Pengendalian Gulma
Teknik pengendalian gulma pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai
teknik seperti secara manual, mekanis, teknik budidaya maupun dengan
penggunaan bahan kimia
(herbisida). Bahkan penggunaan herbisida ternyata mampu menaikkan
produktivitas petani
seperti penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit, waktu pelaksanaan
pengendalian gulma
relatif singkat serta biaya yang lebih murah. Berdasarkan karakteristik herbisida,
umumnya dikenal tiga macam saat pengaplikasiannya yaitu :
Selain itu dalam penggunaan herbisida, ada istilah herbisida selektif yaitu
herbisida yang mampu mengendalikan gulma sasaran tanpa meracuni tanaman
pokoknya. Contohnya yang berbahan aktif atrazin, ametrin yang selektif terhadap
tanaman jagung. Sedangkan herbisida yang non selektif adalah herbisida yang
meracuni hampir semua jenis tumbuhan, terutama yang masih hijau, termasuk
tanaman pokoknya. Contohnya bahan aktif Gliposat, sulfosat dan paraquat.
Menurut gerakannya pada gulma sasaran, herbisida dibagi menjadi dua yaitu
herbisida kontak dimana herbisida ini membunuh jaringan gulma yang terkena
langsung oleh herbisida tersebut,seperti paraquat,diquat dan propanil. Sedangkan
satu lagi jenis herbisida berdasarkan gerakannya yaitu herbisida sistemik dimana
herbisida ini bisa masuk ke dalam jaringan tumbuhan dan ditranslokasikan ke
bagian tumbuhan lainnya, seperti 2,4-D dan glifosat. Pemanfaatan pengetahuan
tentang teknik aplikasi, herbisida non-selektif bisa digunakan untuk
mengendalikan gulma pada tanaman jagung, khususnya herbisida kontak seperti
11
paraquat. Teknik pengaplikasiannya dapat dilakukan dengan teknik direct spray
yang menggunakan sungkup atau corong agar tidak mengenai tanaman jagung.
Namun dewasa ini telah ada beberapa jenis herbisida yang bisa diaplikasikan
langsung keatas tanaman jagung . Herbisida selektif ini mempunyai bahan aktif
campuran atrazin dan mesotrion serta berbahan aktif tunggal ametrin yang dapat
diaplikasikan pada saat jagung berumur 7 sampai 14 hari dengan kondisi tanah
yang lembab, dan jagung mempunyai 3-4 helai daun. Keuntungan lainnya
herbisida ini selektif dan tidak meracuni tanaman jagung, dengan dosis 1,5 liter/ha
dan volume semprot 400-600 liter per hektar. Penggunaan herbisida selektif pada
tanaman jagung memberi keuntungan kepada petani secara ekonomis sekitar Rp.
1.500.000/ha dibandingkan dengan penyiangan secara manual. Sedangkan
keuntungan lainnya adalah hemat waktu, tenaga serta hasil panen yang lebih
baikdikarenakan tidak terjadi persaingan kebutuhan unsur hara antara tanaman
jagung dengan gulma.
12
Analisis pertumbuhan tanaman dipertimbangkan menjadi pendekatan
standar untukmempelajari pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pada tanaman
budidaya, aprameter pertumbuhan seperti LAI dan CGR optimum pada saat
pembungaan telah diidentifikasi sebagai determinan utama pada hasil tanaman.
Proses pertumbuhan seperti CGR, RGR, dan NAR secara langsung
mempengaruhi hasil ekonomis tanaman jeruk. Nilai CGR yang lebih tinggi
ditemukan pada periode pengisian polong dibandingkan pada periode
pertumbuhan awal tanaman pada varietas yang berbeda (Pirzad et al., 2012).
Luas daun merupakan salah satu parameter penting dalam analisis
pertumbuhantanaman. Indeks luas daun, laju tumbuh relatif, dan laju fotosintesis
merupakan parameter yang erat terkait dengan luas daun. Faktor yang penting
untuk diperhatikan dalam mengukur luas daun adalah ketepatan hasil pengukuran
dan kecepatan pengukuran. Masing-masing faktor tersebut memiliki kepentingan
sendiri dalam penggunaannya, seperti pada pengukuran laju fotosintesis dan
proses metabolisme lain tentunya ketepatan pengukuran yang diperlukan. Pada
pengukuran indeks luas daun (ILD), tentunya kecepatan pengukuran yang
diperlukan. Namun demikian, ketepatan dan kecepatan pengukuran sangat
tergantung pada alat dan cara atau teknik pengukuran (Santoso dan Hariyadi,
2008).
Pertumbuhan tanaman adalah sesuatu yang penting karena kemampuan
bertahan hidup dan reproduksi tergantung kepada ukuran tanaman dan juga pada
laju pertumbuhannya sendiri. Laju pertumbuhan nisbi (LPN) adalah variabel
kunci pada model influensial dalam ekologi tanaman. Mengingat pentingnya hal
tersebut, LPN adalah fenomena kompleks yang mendeterminasi perbedaan pada
partisioning morfologi dan biomassa. Kontribusi relatif dari ketiga faktor ini
biasanya dievaluasi dengan mendekomposi LPN ke dalam komponen
pertumbuhan klasik (NAR/ net assimilation rate, SLA/ specific leaf area, dan
LMR/ leaf mass ratio) (Shipley, 2006).
13
III. METODELOGI PRAKTIKUM
Alat
1. cangkul
2. ember
3. milimeter blok
4. tali rafia
5. skop
6. kamera
7. alat tulis
14
3.3.1.1.6 Keberhasilan budidaya jagung sangat ditentukan oleh tindakan
pembumbunan agar akar selalu tertanam.
3.3.1.2 Pemupukan
3.3.1.2.1 Pemupukan Bersamaan Waktu Tanam (Pupuk Dasar)
Pemupukan bersamaan tanam (pupuk dasar) dapat membantu
meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap serangan hama lalat
bibit dan penyakit bulai. Pupuk dasaryang diberikan : NPK 15:15:15 = 200kg/ha
saat tanam. Pupuk dengan jarak 5 cm disamping lubang benih.
3.3.1.2.2 Pemupukan Susulan Pertama
Dilakukan saat tanaman berumur 25-30 HST.
3.3.1.2.2.1 Digunakan pupuk urea dengan dosis 150 kg/ha.
3.3.1.2.2.2 Pupuk diletakkan dengan jarak 10 cm disamping tanaman dan
tutup dengan tanah.
3.3.1.2.2.3 Lakukan penyiangan dan pembumbunan.
3.3.1.2.2.4 Irigasi secukupnya.
3.3.1.2.2.5 Apabila terlihat gejala hama atau penyakit, segera kendalikan
dengan pestisida menurut anjuran.
3.3.2 Analisis
3.3.2.1 Pengaruh Faktor G, E, dan interaksi GE
Dalam praktikum ini dicobakan dua varietas yang berbeda, maka perlu
dilakukan penyilangan sendiri (self polination) untuk masing-masing varietas
dengan cara penyungkupan serbuk sari (polen) dan tongkol (tassel). Dalam hal
ini, penyungkupan cukup dilakukan hanya pada tanaman sampel yang sudah
ditentukan sejak awal untuk menghindari subjektifitas dalam pemilihan tanaman
(penentuan tanaman sampel dilakukan sejak awal).
3.3.2.2 Analisis Pertumbuhan
3.3.2.2.1 Ditentukan tanaman yang akan dicari BKO sejak awal sehingga
mengeliminir faktor subjektifitas.
3.3.2.2.2 Destruktif tanaman akan dilakukan dua kali dengan pada saat tanaman
berumur 3 MST dan 5 MST,
3.3.2.2.3 Analisis pertumbuhan dilakukan pada setiap plot (1 atatu 2 tanaman),
3.3.2.3 Pengukuran Luas Daun Berdasarkan Metode Konstanta
Luas daun yang sebenarnya diukur dengan menggunakan kerta millimeter
block dengan pendekatan : jika <1/2 mm dapat dieliminir dan >1/2mm dibulatkan
keatas (missal luas = X cm2)
Ukur panjang dan lebar daun yang diperoleh dengan formula : X = P x L x
K (konstanta). Nilai K yang diperoleh dapat digunakan sebagai faktor pengali
untuk mencari luas daun yang lain setelah mengalikan dengan panjang dan lebar
(sesuai dengan jumlah daun sampel pada setiap perlakukan sampel).
3.3.2.4 Komponen hasil yang diamati adalah populasi tanaman per satuan
luas.
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
16
Berat Kering Oven Ke-3
A B C D
Jagung manis Jagung manis Jagung ketan Jagung ketan
jarwo tegel jarwo tegel
46.32 84.35 41.93 84.35
83.78 7.98 3.36 22.98
3.76 19.77 11.54 15.13
54.26 7.43 29.36 23.79
4.55 5.97 109.44 40.78
41.20 10.64 11.67 43.76
RATA-RATA
38.97 22.67 34.55 38.46
Untuk menghitung GE efek data yang digunakan adalah BKO. Dimana
BKO yang digunakan adalah BKO destruktif ke-3.
= 0,0034 g/mm2/minggu
4.2 Pembahasan
Dari data pengamatan destruktif pertama didapatkan nilai konstanta 0,54
dari sampel daun yang pertama dengan panjang daun 375 mm dan lebar daun 20
mm, sehingga didapatkan hasil luas daun 4050 mm2.
17
Dari data pengamatan destruktif kedua didapatkan nilai konstanta 0,64 dari
sampel daun pertama dengan panjang daun 495 mm dan lebar daun 40 mm,
sehingga didapatkan hasil luas daun 12672 mm2.
Dari data pengamatan destruktif ketiga didapatkan nilai konstanta 0,75
dari sampel daun pertama dengan panjang daun 520 mm dan lebar daun 45 mm,
sehingga didapatkan hasil luas daun 17550 mm2.
Untuk mendapatkan GE Effect digunakan data BKO destruktif ke – 3.
Dengan pengambilan rata-rata data dari masing-masing kelas dan didapatkan hasil
rata-rata kelas A 38,97 ; kelas B 22,67 ; kelas C 34,55 ; kelas D 38,46. Dengan
rumus mencari GE Effect yang diberikan ialah Δ4 22,69 – 38,46 = -15,77 ; Δ3
38,91 – 34,55 = 4,36. Sehingga hasil GE Effect didapatkan dari selisih dari Δ4 –
Δ3 = - 20,13.
Untuk mencari NAR dibutuhkan data W (berat kering total), T (waktu), La
(luas daun). Data berat kring total didapatkan dari data jumlah BKO destruktif 2
kelas B yaitu 33,5 dan BKO destruktif 3 yaitu 136,14. Waktu yang digunakan
ialah pengamatan ke 2 yaitu 5 minggu setelah tanam dan pengamatan ke 3 yaitu 7
minggu setelah tanam. Luas daun yang digunakan ialah pengamatan ke 2 yaitu
12672 dan luas daun pengamatan ke 3 yaitu 17550.
Dari hasil pengurangan brat kering total dibagi selisih waktu dan dikali
dengan selisih logaritma alami dari luas daun dibagi selisih luas daun, sehingga
didapatkan hasil NAR 0,0034 g/mm2/minggu.
18
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kesimpulan dari praktikum ini adalah tanaman jagung dipengaruhi oleh
interaksi GE.
2. Pengaruh GE Effect yang didapat ialah – 20,13
3. NAR (Net Asimilation Rate) yang diperoleh adalah 0,0034 gr/cm2/minggu
5.2 Saran
Agar dalam pelaksanaan pengamatan lebih diarahkan kepada seluruh mahasiswa
sehingga tidak hanya perorangan saja yang mendapat info dan pengumpulan data
dilakukan lebih akurat untuk memperoleh data yang lengkap.
19
20