Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PANCASILA

A. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Pancasila ialah sebagai dasar negara sering juga disebut dengan dasar
falsafah negara (dasar filsafat negara atau philosophische grondslag) dari negara,
ideologi negara (staatsidee). Dalam hal tersebut Pancasila dipergunakan sebagai
dasar untuk mengatur pemerintahan negara.
Pengertian Pancasila ialah sebagai dasar negara seperti dimaksud
dalam bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV (4) yang secara jelas menyatakan ,
ialah kurang lebih sebagai berikut :
“Kemudian dari pada itu untuk dapat membentuk suatu pemerintahan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut dalam melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang suatu Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil serta beradab,
Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta untuk mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Norma hukum pokok serta disebut pokok kaidah fundamental daripada
suatu negara itu dalam hukum mempunyai hakikat serta kedudukan yang tetap,
kuat, dan tidak berubah bagi negara yang dibentuk. Dengan kata lain, dengan
jalan hukum tidak dapat diubah. Fungsi serta kedudukan Pancasila sebagai pokok
kaidah yang fundamental. Hal tersebut penting sekali dikarenakan UUD harus
bersumber serta berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu.
1. Sejarah Pancasila
Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari melalui
pembentukan BPUPKI dan PPKI. Generasi Soekarno-Hatta menunjukan
ketajaman intelektual dengan merumuskan gagasan vital seperti yang tercantum di
Pembukaan UUD 1045 dimana Pancasila ditegaskan sebagai kesatuan integral
dan integratif. Prof. Notonagoro sampai menyatakan Pembukaan UUD 1945
adalah dokomen kemanusiaan terbesar setelah American Declaratiom of
Independence (1776).
Sejak kelahirannya (1 Juni 1945) Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, atau lebih dikenal sebagai Dasar Negara
(Philosofische groundslag). Hal ini, dapat diketahui pada saat Soekarno diminta
ketua Dokuritsu zyunbi Tyoosakai untuk berbicara di depan sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 1 Juni 1945,
menegaskan bahwa beliau akan memaparkan dasar negara merdeka, sesuai
dengan permintaan ketua. Menurut Soekarno, pembicaraan-pembicaraan
terdahulu belum menyampaikan dasar Indonesia Merdeka.
Pada bagian pidato berikutnya, Soekarno menyatakan, bahwa
Philosofische Groundslag diatas mana kita mendirikan negara Indonesia, tidak
lain adalah Waltanschauung. Bahkan Soekarno lebih menegaskan lagi
Waltanschauung yang kita harapkan tidak lain adalah persatuan philosofische
graoundslag. Untuk itu Soekarno menegaskan sebagai berikut :

“Apakah itu ? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya :


apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk
sesuatu golongan ? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja
Indonesia Merdeka, tetapi hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk
memberi kekuasaan pada satu golongan yang kaya, untuk memberi pada satu
golongan bangsawan ?

Apakah maksud kita begitu ? Sudah tentu ! Baik saudara –saudara yang
bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang
dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang
demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendidikan suatu negara “semua
buat semua”

Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan
bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi “semau buat semua”. Inilah
salah satu dasar pikiran yang akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu
mendengung di salam saya punya jiwa, bukan saja didalam beberapa hari
didalam sidang Dokuritsu zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1981, 25
tahun lebih, ialah : dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara
Indonesia, ialah dasar kebangsaan”. (Sekretariat Negara, 1995 : 71)”

Paparan berikut Soekarno menyatakan Filosofische Principe yang kedua


adalah Internasionalisme. Pada saat menegaskan pengertian Internasionalisme,
Soekarno menyatakan bahwa Internasionalisme bukanlah berarti kosmopolitisme,
yang menolak adanya kebangsaan, bahkan beliau menegaskan :
“Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar didalam
buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup
dalam taman sarinya internasionalisme.”
Seraya mengutip ucapan Gandhi, beliau menegaskan “My Nasionalisme
is Humanity”. Pada saat menjelaskan prinsip dasar ketiga, Soekarno menyatakan
bahwa negara Indonesia adalah negara “Semua buat semua, Satu buat Semua,
Semua buat Satu”, oleh karenanya saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk
kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan.
Demikian berikutnya untuk prinsip dasar yang keempat Soekarno
mengusulkan prinsip kesejahteraan ialah prinsip tidak akan ada kemiskinan
didalam Indonesia merdeka. Prinsip dasar kelima adalah prinsip Indonesia
merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan itu,
Soekarno menjelaskan :
Prinsip-prinsip filsafati Pancasila sejak awal kelahirannya diusulkan
sebagai dasar negara (philosofische grondslag, Weltanschauung) Republik
Indonesia, yang kemudian diberi status (kedudukan) yang tegas dan jelas dalam
alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945
dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

2. Arti Pancasila sebagai Dasar Negara


Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa nilai nilai
yang terkandung dalam pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi masyarakat
Indonesia. Nilai pancasila dasarnya adalah nilai nilai filsafat yang mendasar yang
d jadikan peraturan dan dasar dari norma norma yang berlaku dalam Indonesia.
Nilai dasar pancasila bersifat normatif dan abstrak yang bisa d jadikan landasan
dalam kegiatan bernegara. Pancasila sebagai dasar Negara berarti pancasila di
jadikan sebagai pedoman dalam penyelenggarakan segala norma norma hokum
dan dalam penyelenggarakan Negara.
Pada masa sekarang perlu di adakan tentang penegasan dan mengembalikan
kembali kedudukan pancasila sebagai dasar negara,dan ini merupakan hal yang
sangat penting karena sudah terlalu banyak terjadi kesalahan penafsiran tentang
pancasila sebagai dasar Negara.dan penafsiran itu menyatakan bahwa pancasila
bukan sebagai dasar Negara tetapi pancasila sebagai alat kekuasaan yang dapat
mengendalikan semua apapun yang d lakukan di negara Indonesia.
Menurut Dr.Koentowijoyo dalam tulisannya mengenai radikalisasi
pancasila (1998) bahwasanya pancasila perlu diberikan ruh yang baru sehingga
pancasila dapat bergerak menjadi kekuatan yang menggerakkan sejarah.dari hal
ini kita sudah membawa bahwasanya telah banyaknya penyelewengan terhadap
makna dan tujuan pancasila sebagai dasar Negara dalam masa Orde baru maupun
Orde lama.
Nilai - nilai dasar pancasila di Indonesia belum bersifat yang kongkrit
sesuai dengan keinginan kita bersama.sebagai nilai yang bersifat abstrak pancasila
harus bersifat kongkrit dan upaya pancasila agar bersifat kongkrit yaitu
menjadikan nilai nilai dasar pancasila sebagai norma dasar dan sumber normative
bagi penyusunan hukum Negara Indonesia yang positive bagi Negara.
Menurut Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang di kemukakan
dalam pembukaan, bahwasanya pancasila dapat di jadikan sebagai dasar dasar
Negara yang melingkup :
 Norma dasar Negara
 Staatfundamentalnorm
 Norma pertama
 Pokok kaidah Negara yang fundamental
 Cita hokum (Rechtsidee)
Dalam Undang Undang sudah menjelaskan bahwsanya pancasila sebagai
dasar Negara yang dapat di simpulkan bahwasanya pancasila berkedudukan
sebagai dasar Negara yang menjadi sumber, landasan norma, serta member fungsi
konstitutif dan regulative bagi penyusunan hukum - hukum Negara.

3. Pancasila sebagai Idiologi


Idiologi sendiri dapat di artika sebagai gagasan atau konsep tujuan suatu
Negara. Pada Undang Undang dasar dalam pembukaan dinyatakan bahwa
pancasila di nyatakan sebagai dasar Negara tapi dari penjelasan itu juga
penjelasan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan bahwa dasar Negara
yang di maksud dalam ketapan yang ada di dalamnya mengandung makna
idiologi nasional sebagai cita cita dan tujuan Negara Indonesia.
Pancasila sebagai idiologi nasional mempunyai wewenang dan fungsi
utama yaitu sebagai cita cita atau tujuan yang harus di capai secara bersama
saama,yang kedua sebagai pemersatu masyarakat sehingga dapat di jadikan solusi
dalm konflik,dalam pernyataan funsi idiologi tujuan suatu mayarakat adalah untuk
mencapai tujuan dari idiologi itu sendiri. Pancasila sebagai idiologi mempunyai
tujuan yang sama dan harus bekerja sama dengan pancasila sebagai dasar Negara
karena kedua duanya sama mempunyai tujuan dan maksud dalam mepersatukan
Negara dan menegakkan suatu Negara.dan keduanya ini di jadikan seuatu dasar
dalam suatu Negara yang harus d tegakkan oleh masyarakat Indonesia. Pancasila
sebagai idiologi nasional yang berarti pancasila sebagai cita cita negara dan saran
ayang mempersatukan masyarakat yang perlu perwujudan yang kongkrit dan
operasional aplikatif demi mengembang kan masyarakat Indonesia.
Jadi kesimpulanya bahwasanya pancasila sebagai idiologi yaitu
mempunyai tujuan atau cita cita bagi masyarakat Indonesia dan sebagai solusi dari
sgala konflik yang ada di Indonesia.
Dasar negara Pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh
tatanan kehidupan bangsa serta negara Indonesia, dalam artian , segala sesuatu
yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu sistem ketatanegaraan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) haruslah berdasarkan Pancasila. Hal
tersebut berarti juga bahwa semua peraturan yang ada dan berlaku di negara
Republik Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila.

4. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara


Indonesia memiliki dasar negara yang sangat kuat sebagai filosofi
bangsa, dimana Indonesia memiliki pancasila sebagai dasar negara. Pengertian
pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat pembukaan UUD
1945 dan sebagaimana tertuang dalam Momerandum DPR-GR 9 juni 1966 yang
menandaskan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah di murnikan
dan di padatkan oleh PPKI atas nama rakyat indonesia menjadi dasar negara
Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR disahkan pula oleh MPRS dengan
ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan ketetapan
MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum atau sumber dari tertip hukum di Indonesia.
Pancasila memiliki sifat dasar yang pertama dan utama yakni sebagai
dasar negara (philosophische grondslaag)Republik Indonesia. Pancasila yang
terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan
sebagai dasar negara pada tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI yang dapat
dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Pancasila merupakan intelligent choice kerena mengetasi
keanekaragaman dalam masyarakat indonesia dengan tetap toleran terhadap
adanya perbedaan. Penetapan pancasila sebagai dasar negara tak hendak
menghapuskan perbedaan ( indifferentism ), tetapi merangkum semuanya dalam
satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka“bhineka
tunggal ika”.

Penetapan pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian


bahwa negara Indonesia adalah negara pancasila. Hal tu mengandung arti bahwa
harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakan dalam seluruh perundang-
undangan. Mengenai hal itu, pandangan tersebut melukiskan pancasila secara
integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh
terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan
dengan tujuan untuk melndungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi
semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat
kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang
manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-
nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan
ditegaskan keseragaman sistematkanya melalui Intruksi Presiden No. 12 Tahun
1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. “Setiap sila (dasar/azaz) memiliki
hubungan yang salng mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa
hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenaran
pada sila lainnya adalah tindakan yang sia-sia”, oleh karena itu, pancasila pun
harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Usaha memisah-misahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh
dari pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan eksistensinya sebaga dasar
negara.

5. Implementasi Pancasila sebagai Dasar Negara


Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberikan
kekuatan serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang baik.
Pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang
telah diuji kebenaran dan kesaktiannya, sehingga tidak ada satu kekuatanpun yang
mampu memisahkan pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia pada
zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa dari ancaman disintegrasi selama
lebih dari puluhan tahun. Sejarah implementasi pancasila memang tidak
menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansial, tetapi
dalam konteks implementasinya.
Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa
dan bernegara bukan hanya berasal dari faktor domestik, tetapi juga faktor
internasional. Saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa
indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
Implementasi pancasila dalam kehidupan bermasyarakat pada hakikatnya
merupakan suatu realisasi praktis untuk mencapai tujuan bangsa.
Pengimplementasian pancasila sebagai dasar negara pada dasarnya dapat
diwujudkan dengan pembentukan sistim hukum nasional dalam sistem tertib
hukum dimana pancasila sebagai norma dasarnya.

B. PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA


1. Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Dalam pandangan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, terkandung pikiran yang dianggap baik
atau nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenaranya, yang
berdasarkan pengalaman sejarah dan yang telah menimbulkan tekad pada bangsa
itu untuk mewujudkanya dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah yang
sangat asasi bagi kekokohan dan kelestarian suatu bangsa. Negara Republik
Indonesia memang tergolong muda dalam barisan Negara-negara lain di dunia.
Tetapi bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui
gemilangnya Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Kemudian mengalami
penderitaan penjajahan sepanjang tiga setengah abad, sampai akhirnya bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kembali
kemerdekaan nasionalnya sama tuanya dengan sejarah penjajahan itu sendiri.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang
merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan
cita-cita hidup di masa yang akan datang, yang secara keseluruhan membentuk
kepribadianya sendiri. Oleh karena itu bangsa Indonesia lahir dengan
kepribadianya sendiri, yang bersamaan dengan lahirnya bangsa dan Negara itu,
kepribadian itu ditekankan sebagai pandangan hidup dan dasar Negara Pancasila.
Bangsa Indonesia lahir dengan kekuatan sendiri, maka percaya pada diri sendiri
juga merupakan salah satu ciri kepribadian bangsa Indonesia. Karena itulah,
Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui
proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjungan bangsa kita sendiri,
dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh bangsa kita
dan gagasan-gagasan besar bangsa kita sendiri. Karena pancasila sudah
merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia
diterima sebagai Dasar Negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini
tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak
berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam
pembukaan UUD 1945, Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan
UUD sementara Republik Indonesia Tahun 1950, Pancasila itu tetap tercantum di
dalamnya.
Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional kita,
Pancasila selalu menjadi pegangan bersama pada saat terjadi krisis nasional dan
ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa
Pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar
kerohanian bangsa, dikehendaki sebagai Dasar Negara.
2. Hakikat Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia
Setiap bangsa di dunia yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan
jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan
hidup. Dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa akan memandang persoalan
yang dihadapinya sehingga dapat memecahkannya secara tepat. Tanpa memiliki
pandangan hidup, suatu bangsa akan merasa terombang – ambing dalam
menghadapi persoalan yang timbul, baik persoalan masyarakatnya sendiri maupun
persoalan dunia.
Pancasila sebagai pandangan hidup sering juga disebut way of life,
pegangan hidup, pedoman hidup, pandangan dunia atau petunjuk hidup.
Walaupun ada banyak istilah mengenai pengertian pandangan hidup tetapi pada
dasarnya memiliki makna yang sama. Lebih lanjut Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa dipergunakan sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari – hari
masyarakat Indonesia baik dari segi sikap maupun prilaku haruslah selalu dijiwai
oleh nilai – nilai luhur pancasila. Hal ini sangat penting karena dengan
menerapkan nilai – nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari – hari maka tata
kehidupan yang harmonis diantara masyarakat Indonesia dapat terwujud. Untuk
dapat mewujudkan semua itu maka masyarakat Indonesia tidak bisa hidup sendiri,
mereka harus tetap mengadakan hubungan dengan masyarakat lain. Dengan
begitu masing – masing pandangan hidup dapat beradaptasi artinya pandangan
hidup perorangan / individu dapat beradaptasi dengan pandangan hidup kelompok
karena pada dasarnya pancasila mengakui adanya kehidupan individu maupun
kehidupan kelompok.
Selain sebagai dasar Negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti
konsepsi dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia
dalam menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani hidup. Dalam konsepsi
dasar itu terkandung gagasan dan pikiran tentang kehidupan yang dianggap baik
dan benar bagi bangsa Indonesia yang bersifat majemuk.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan
perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa Indonesia sendiri yang diyakini
kebaikan dan kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa sendiri yang
sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karna itu,
Pancasila adalah khas milik bangsa Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah
bangsa. Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung dalam adat-
istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang ada di Indonesia. Dengan demikian,
Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia.
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila juga berperan sebagai
pedoman dan penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dengan demikian, ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang
diterima dan berlaku untuk semua pihak Secara sederhana, ideologi dipahami
sebagai gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang tersusun secara sistematis yang
diyakini kebenarannya oleh suatu masyarakat dan diwujudkan di dalam kehidupan
nyata. Nilai-nilai yang tercermin di dalam pandangan hidup ditempatkan secara
sistematis kedalam seluruh aspek kehidupan yang mencakup aspek politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan didalam upaya mewujudkan
cita-citanya. Jadi, dengan kata lain ideologi berisi pandangan hidup suatu bangsa
yang menyentuh segala segi kehidupan bangsa. Setiap bangsa yang ingin berdiri
kokoh dan mengetahui dengan jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapainya
sangat membutuhkan pandangan hidup.
Dengan pandangan hidup yang jelas, suatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana mereka memecahkan masalah-masalah politik,
ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin
maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup sebagai ideologi, sebuah
bangsa akan membangun diri dan negerinya.
C. PANCASILA SEBAGAI KEPRIBADIAN BANGSA INDONESIA
1. Kepribadian Bangsa
Yang dimaksud dengan kepribadian ialah setiap sifat yang terlihat dalam
perilaku seseorang atau sebuah bangsa yang membuatnya berbeda dari seseorang
atau bangsa lainnya. Setiap orang memiliki orientasi berbeda dalam menghadapi
sebuah kondisi tertentu, sehingga tercipta sebuah pola perilaku yang baku dan
konsisten. Dengan begitu hal ini menjadi karakteristik pribadinya. Sedangkan
bangsa merupakan sebuah perhimpunan yang terdiri dari masyarakat yang saling
memiliki keterkaitan dan saling berhubungan untuk mencapai sebuah harapan
yang dijadikan sebagi tujuan bersama di sebuah wilayah tertentu. Disebuah
kehidupan bermasyarakat tercipta dari kelompok mayoritas dan juga minoritas
yang membentuk suatu harmoni kehidupan. Bila ditilik dari sisi sosiologis
antropologis, bangsa merupakan sesuatu yang diikat oleh suatu ikatan, dapat
berupa ras, suku, sejarah, adat budaya dan juga agama atau sebuah keyakinan,
bahasa juga daerah. Dan ikatn tersebut dinamakan ikatan primordial. Kepribadian
bangsa merupakan ciri-ciri perilaku maupun karakteristik yang terlihat dalam
kehidupan suatu masyarakat dalam sebuah kesatuan nasional. Dewan Perancang
Nasional menyatakan bahwa kepribadian Indonesia adalah karakteristik yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia dan berbeda secara menyeluruh dengan keribadian
bangsa-bangsa yang lain. Hal tersebut merupakan refleksi dari perubahan dan
perkembangan bangsa Indonesia dari masa ke masa. Perubahan yang dialami
bangsa Indonesia dipengaruhi dengan segala hal yang terjadi didalam mayarakat,
adat budaya serta lingkungan didalam masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila
sebagai Ideologi Terbuka memiliki peranan penting dalam membentuk
kepribadian bangsa Indonesia. Membuat karakteristik bangsa menjadi terbuka
terhadap segala perubahan yang terjadi baik didalam maupun diluar negeri.
Terbuka dengan kebudayaan maupun warga asing yang masuk ke Indonesia,
dengan tidak meninggalkan kebudayaan asli milik bangsa Indonesia sendiri.
Terutama dalam hal berdemokrasi, Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa sangat
penting untuk menyelesaikan masalah dengan jalan musyawarah tanpa adanya
kekerasan.
Dari hal tersebut terlihat manfaat musyawarah yang merupakan dasar
dalam berpendapat tanpa melakukan pelanggaran hak warga negara. Pancasila
sendiri merupakan dasar negara yang berasal dari cerminan kehidupan
masyarakatnya jadi merupakan milik bangsa Indonesia seluruhnya dan bukan
merupakan milik seseorang maupun golongan tertentu.

2. Kepribadian Bangsa Indonesia dalam era Globalisasi


Globalisasi secara umum merupakan sebuah proses dalam sistem
masyarakat secara global yang tidak terpengaruh dengan batas wilayah. Pada
hakikatnya sebuah globalisasi menurut Edison A. Jamli dkk
(Kewarganegaraan.2005) ialah sebuah mekanisme yang muncul dari sebuah
pemikiran yang dibentuk yang lantas diperkenalkan pada bangsa lain, hingga
sampai pada sebuah titik dimana hal tersebut lantas disepakati dan dijadikan
sebagai dasar untuk melaksanakan sebuah sistem tersebut oleh masyarakat dunia.
Dan Kirsna berpendapat di dalam jurnalnya Pengaruh Globalisasi
Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang (internet
public jurnal september 2005) bahwa sebagai sebuah mekanisme proses,
globalisasi terjadi dengan melalui dua dimensi sudut pandang dalam hubungan
antar bangsa, yakni dalam sudut pandang ruang serta waktu. Ruang yang semakin
terbatas dan juga waktu semakin berkurang dalam sebuah korelasi dan hubungan
komunikasi dalam lingkup dunia.
Globalisasi terjadi hampir di segala segi kehidupan misalnya saja dalam
bidang ideologi politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan juga
yang lainnya. Perkembangam teknologi informatika dan komunikasi dalam skala
dunia merupakan sebuah aspek yang menjadi pendorong utama dalam terjadinya
globalisasi. Pendidikan karakter bangsa Indonesia di era globalisasi saat ini sangat
penting demi memperlihatkan karakter bangsa didalam kehidupan gobal.
Sekarang ini, pertumbuhan teknologi yang terjadi begitu cepat membuat semua
informasi dapat dengan mudah dan dalam berbagai bentuk dan kepentingan dapat
dengan cepat tersebar luas ke seluruh antero dunia. Oleh sebab itulah tidak ada
yang dapat terhindar dari kehadiran sebuah globalisasi. Peran Globalisasi di
Indonesia sudah tentu akan memberikan pengaruh terhadap nilai- nilai siemangat
kebangsaan (nasionalism) terhadap bangsa Indonesia. Dampak positif dari adanya
globalisasi pada sebuah arti nasionalisme, ialah diantaranya sebagai berikut:
Ditinjau dari politik secara global, sebuah pemerintahan yang
diopersaikan dengan cara yang terbuka, transparan dan juga demokratis. Sebab
sebuah pemerintahan merupakan satu kesatuan dari sebuah negara, yang bila
pemerintahan berjalan dengan cara yang jujur, bersih serta dinamis sudah dapat
dipastikan akan membuat rakyat memberi tanggapan yang baik dan positif.
Tanggapan yang positif dapat berwujudupaya menjaga keutuhan NKRI.
Ditinjau dari segi ekonomi secara global, pasar internasional yang kian
hari kian terbuka lebar meningkatkan peluang dan juga kesempatan kerja yang
dapat membantu meningkatkan pendapatan devisa negara. Dengan begitu pula
akan dapat meubah serta meningkatkan taraf ekonomi bangsa yang turut serta
mendukung kehidupan nasional dalam berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya sebuah globalisasi sudah barang tentu memberikan
sebuah pengaruh dalam kehidupan sebuah negara terutama Indonesia. Imbas dari
hal tersebut mencakup dua hal mendasar yakni membawa imbas positif serta
imbas yang negatif. Membangun karakter bangsa di era globalisasi mnjadi sebuah
hal yang penting demi mengurangi dampak yang dapat merugikan bangsa dan
negara secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan dengan meliputi berbagai
aspek kehidupan misalnya dalam aspek kehidupan politik, ideologi, sosial budaya
dan ekonomi juga yang lainnya.

3. Penerapan Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa


Pancasila sebagai kepribadian bangsa berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari di keluarga dan masyarakat. Secara sederhana dalam penerapan Pancasila
sebagai kepribadian bangsa bagi pribadi setiap orang adalah dengan berperilaku
ramah, kesopanan, kemajemukan dan suku budayanya sebagai manifestasi dalam
pandangan hidup bangsa.
Bahkan sejak sebelumnya berdirinya bangsa Indonesia, terdapat nilai
yang terkandung dalam pancasila yang telah melekat dalam kehidupan
bermasyarakat Indonesia. Yang melekat ini bias dilihat dari pondasi atau dasar
dari perilaku bangsa sebagaimana yang tertera dalam nilai-nilai dari kelima sila
dalam Pancasila.

D. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA


1. Sejarah dan Perkembangan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Pengertian Pancasila sebagai ‘ideologi negara’ adalah nilai-nilai yang
terkandung di dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam
penyelenggaraan negara. Secara luas, pengertian Pancasila sebagai ideologi
Negara Indonesia adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia, yaitu terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi
ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan, serta
menjunjung tinggi nilai keadilan.
Keputusan bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai ideologi negara
tercantum dalam Ketetapan MPR Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pencabutan dari
Ketetapan MPR Nomor 2 Tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Pada Pasal 1 Ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah
dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari ketetapan MPR
tersebut dapat diketahui bahwa di Indonesia kedudukan Pancasila adalah sebagai
ideologi negara, selain kedudukannya sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita bernegara
dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret dan
operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka. Dalam
Ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa Pancasila perlu diamalkan dalam
bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pada awalnya, konsep Pancasila dapat dipahami sebagai common
platform atau platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang
saat itu di Indonesia. Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatani
perbedaan ideologis di kalangan anggota BPUPKI. Pancasila dimaksudkan oleh
Soekarno pada waktu itu yaitu sebagai asas bersama agar dengan asas itu seluruh
kelompok yang terdapat di Indonesia dapat bersatu dan menerima asas tersebut.
Menurut Adnan Buyung Nasution, telah terjadi perubahan fungsi
Pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila sebenarnya dimaksudkan sebagai
platform demokratis bagi semua golongan di Indonesia. Perkembangan doktrinal
Pancasila telah mengubahnya dari fungsi awal Pancasila sebagai platform
bersama bagi ideologi politik dan aliran pemikiran sesuai dengan rumusan
pertama yang disampaikan oleh Soekarno menjadi ideologi yang komprehensif
integral. Ideologi Pancasila menjadi ideologi yang khas, berbeda dengan ideologi
lain.
Pernyataan Soekarno ini menjadi jauh berkembang dan berbeda dengan
pernyataan yang disampaikan oleh Notonagoro. Beliau melalui interpretasi
filosofis memberi status ilmiah dan resmi tentang ideologi bagi masyarakat
Indonesia, yang pada mulanya Pancasila sebagai ideologi terbuka sebuah
konsensus politik menjadi ideologi yang benar-benar komprehensif. Interpretasi
ini berkembang luas, masif, dan bahkan monolitik pada masa pemerintahan Orde
Baru.
Pancasila dilihat dari sudut pandang politik merupakan sebuah konsensus
politik, yaitu suatu persetujuan politik yang disepakati bersama oleh berbagai
golongan masyarakat di Negara Indonesia. Dengan diterimanya Pancasila oleh
berbagai golongan dan aliran pemikiran, maka mereka bersedia bersatu dalam
negara kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan
common platform masyarakat Indonesia yang plural. Sudut pandang politik ini
teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi, sebenarnya
perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang khas tidak
menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.
Banyak para pihak yang sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi negara
merupakan kesepakatan bersama, common platform, dan nilai integratif bagi
bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa pancasila sebagai ideologi negara
inilah yang harus kita pertahankan dan ditumbuhkembangkan dalam kehidupan
bangsa yang plural ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka makna Pancasila sebagai ideologi
bangsa dan Negara Indonesia yaitu:
1. Nilai-nilai dalam Pancasila dijadikan sebagai cita-cita normatif dari
penyelenggaraan bernegara di Indonesia.
2. Nilai-nilai dalam Pancasila merupakan nilai yang telah disepakati bersama
dan oleh karenanya menjadi salah satu sarana untuk menyatukan masyarakat
Indonesia.
Perwujudan Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti menjadi cita-
cita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui Ketetapan MPR Nomor 7 Tahun
2001 mengenai Visi Indonesia Masa Depan. Dalam Ketetapan MPR tersebut
menyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri atas tiga visi, yaitu:
1. Visi ideal, yaitu cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea kedua dan alinea keempat.
2. Visi antara, yaitu visi bangsa Indonesia yang berlaku sampai dengan tahun
2020.
3. Visi lima tahunan, yaitu sebagaimana dimaksudkan dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang religius,
manusiawi, demokratis, bersatu, adil dan sejahtera pada dasarnya merupakan
upaya menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai cita-cita bersama. Bangsa yang
demikian merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai suatu cita-
cita, nilai-nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai ideal,
penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana menjadikan kehidupan
bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai ideal tersebut.
Nilai integratif Pancasila mengandung makna bahwa Pancasila dijadikan
sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik.
Masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai sarana pemersatu, yang
artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya disetujui sebagai milik bersama. Pancasila dijadikan semacam social
ethic dalam masyarakat yang heterogen.

2. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama


Pada masa Orde Lama, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soekarno,
Pancasila mengalami ideologisasi. Artinya, Pancasila berusaha untuk dibangun,
dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Presiden
Soekarno menyampaikan bahwa ideologi Pancasila berangkat dari mitologi yang
belum jelas bahwa Pancasila itu dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke arah
kesejahteraan, tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini untuk
dijadikan ideologi bangsa Indonesia.
Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi
sosial-budaya berada di dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah
menjadi masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian bentuk
implementasi Pancasila, terutama dalam sistem kenegaraan. Maka dari itu,
Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda.
Pada periode tahun 1945 sampai dengan 1950, nilai persatuan dan
kesatuan rakyat Indonesia masih tinggi karena menghadapi Belanda yang masih
ingin mempertahankan daerah jajahannya di Indonesia. Namun, setelah penjajah
dapat diusir, bangsa Indonesia mulai mendapat tantangan dari dalam. Dalam
kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat
tidak dapat dilaksanakan karena demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi
parlementer. Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Sistem ini menyebabkan tidak
adanya stabilitas pemerintahan.
Padahal dasar negara yang digunakan adalah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang presidensil, namun dalam praktiknya sistem ini tidak
dapat terwujud. Persatuan rakyat Indonesia mulai mendapatkan tantangan dengan
munculnya upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan
paham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun pada tahun 1948.
Selain itu, ada juga DI/TII yang ingin mendirikan negara berdasarkan ajaran
Islam.
Pada periode tahun 1950 sampai dengan 1955, penerapan Pancasila
diarahkan sebagai ideologi liberal, yang pada kenyataannya tidak dapat menjamin
stabilitas pemerintahan. Walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan
sila keempat tidak berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak.
Sistem pemerintahannya yang liberal lebih menekankan hak-hak individual. Pada
periode ini, persatuan dan kesatuan bangsa mendapat tantangan yang berat dengan
munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh RMS, PRRI, dan
Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan
terlaksananya pemilihan umum tahun 1955 yang dianggap sebagai pemilihan
umum yang paling demokratis. Akan tetapi, anggota Konstituante hasil pemilihan
umum tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal
ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan.
Pada periode tahun 1956 sampai dengan 1965, dikenal sebagai demokrasi
terpimpin. Akan tetapi, demokrasi justru tidak berada pada kekuasaan rakyat yang
merupakan amanah nilai-nilai Pancasila, kepemimpinan berada pada kekuasaan
pribadi Presiden Soekarno melalui ‘Dekrit Presiden’. Oleh karena itu, terjadilah
berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya, Presiden Soekarno menjadi presiden yang otoriter, mengangkat
dirinya menjadi presiden dengan masa jabatan seumur hidup. Selain itu, terjadinya
politik konfrontasi karena digabungkannya nasionalis, agama, dan komunis, yang
ternyata tidak cocok dengan konsep Negara Indonesia. Terbukti bahwa pada masa
ini adanya kemerosotan moral di masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan
nilai-nilai Pancasila, serta berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan
ideologi lain.
Dalam mengimplementasikan Pancasila, Presiden Soekarno
melaksanakan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut dengan
USDEK. Untuk mengarahkan perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya
memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme ala Indonesia,
demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian nasional. Akan tetapi,
hasilnya adalah terjadinya rencana kudeta oleh PKI dan lengsernya Presiden
Soekarno dari jabatannya.
Dinamika perdebatan ideologi antara kelompok Islam dengan Pancasila
adalah wajah dominan perpolitikan nasional pada masa Orde Lama. Pada
dasarnya, hal ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan kelompok Islam atas
penghapusan Piagam Jakarta dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Apalagi ketika penguasa menggunakan Pancasila sebagai alat untuk menekan dan
mengekang kelompok Islam.
Hal ini tampak jelas ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah bukan
merupakan titik pertemuan bagi semua ideologi sebagaimana yang dimaksud oleh
Soekarno dahulu. Pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata ideologis untuk
mendelegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara atas Islam. Bahkan, secara
terang-terangan pada tahun 1953 Presiden Soekarno mengungkapkan
kekhawatirannya tentang implikasi-implikasi negatif terhadap kesatuan nasional
jika kelompok Islam di Indonesia masih memaksakan tuntutan mereka untuk
sebuah negara Islam.
Pada masa ini juga, Presiden Soekarno membubarkan partai Islam
terbesar di Indonesia, Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam
pemberontakan regional berideologi Islam.
Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling berlawanan
antara Presiden Soekarno, militer, Partai Kominis Indonesia (PKI), serta
kelompok Islam telah menimbulkan struktur politik yang sangat labil pada awal
tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan Gerakan G 30 S/PKI yang berakhir
pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.

3. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru


Meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 telah meruntuhkan konfigurasi
politik era demokrasi terpimpin yang bercorak otoritarian. Pengkhianatan tersebut
mengakhiri tolak-tarik di antara tiga kekuatan politik -Soekarno, Angkatan Darat,
dan PKI- dalam dinamika era demokrasi terpimpin yang ditandai dengan
tampilnya militer sebagai pemenang. Tarik-menarik antara Soekarno, militer, dan
PKI pada era demokrasi terpimpin mencapai titik puncaknya pada bulan
September 1965, menyusul kudeta PKI yang gagal, yang kemudian dikenal
sebagai G 30 S/PKI. Setelah kudeta yang gagal itu, kekuasaan Soekarno dan PKI
merosot tajam.
Merosotnya kekuatan Soekarno dan PKI secara drastis setelah G 30
S/PKI disebabkan oleh peran-peran yang dimainkan oleh keduanya sebelumnya.
Seperti diketahui, Soekarno bersikap sangat otoriter, sehingga banyak yang
menunggu momentum untuk melakukan penantangan secara terbuka tanpa risiko
masuk penjara. Sementara PKI sejak tahun 1963 (ketika UU Darurat dicabut oleh
Soekarno) tidak lagi memilih jalan damai dalam berpolitik.
Akhirnya Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar) 1966 yang ditujukan kepada Soeharto untuk:
1. Pertama, mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya
keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan
jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan
pimpinan/presiden/panglima tertinggi/pemimpin besar revolusi/mandataris
MPRS demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia, dan
melaksanakan dengan pasti segala ajaran pemimpin besar revolusi.
2. Kedua, mengadakan koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan panglima-
panglima angkatan-angkatan lain dengan sebaik-baiknya.
3. Ketiga, supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam
tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.
Surat perintah tersebut telah menjadi alat legitimasi yang sangat efektif
bagi Angkatan Darat untuk melangkah lebih jauh dalam panggung politik. Sehari
setelah surat perintah itu diterima, Soeharto membubarkan PKI, sesuatu yang
sudah lama dituntut oleh masyarakat melalui demonstrasi-demonstrasi. Presiden
Soekarno sendiri praktis kehilangan kekuasaannya setelah mengeluarkan
Supersemar, kendati secara resmi masih menjabat Presiden dalam status ‘Presiden
Konstitusional’.
Setelah dibersihkan dari unsur PKI dan pendukung Soekarno, DPR-GR
dan MPRS mulai mengadakan sidang-sidangnya sebagai lembaga negara. Pada
tahun 1967, MPRS mencabut mandat Soekarno sebagai Presiden. Soekarno
kehilangan jabatannya berdasarkan TAP No. XXXIII/MPRS/1967, yang sekaligus
mendudukkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Setahun kemudian, melalui
TAP No. XLIII/MPRS/1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden definitif.
Rezim baru yang tampil di atas keruntuhan demokrasi terpimpin
menamakan diri sebagai ‘Orde Baru’. Yang muncul sebagai pemeran utama Orde
Baru adalah Angkatan Darat. Ada landasan konstitusional mengenai masuknya
militer ke dalam politik, yakni Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan
adanya golongan ABRI dalam anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Untuk mendapatkan dominasi di DPR, pemerintah mengusulkan adanya
pengangkatan sebagian anggota DPR oleh pemerintah. Di samping itu,
pemerintah menghendaki pemilu sistem distrik. Partai-partai yang ikut membahas
rancangan undang-undang itu di DPR menolak usul pemerintah, baik yang
menyangkut pengangkatan anggota DPR maupun yang menyangkut sistem
pemilihan.
Satu model yang dianggap dapat menjelaskan realitas politik Orde Baru
adalah rezim otoriter birokratis, yang melenceng jauh dari nilai-nilai luhur
Pancasila. Dalam rezim seperti ini, keputusan dibuat melalui cara sederhana,
tepat, tidak bertele-tele, efisien, dan tidak memungkinkan adanya proses
bergaining yang lama. Munculnya rezim ini disebabkan adanya semacam
delayed-dependent development syndrome di kalangan elite politik, seperti
ketergantungan pada sistem internasional dan kericuhan-kericuhan politik dalam
negeri. Rezim ini didukung oleh kelompok-kelompok yang paling dapat
mendukung proses pembangunan yang efisien, yaitu militer, teknokrat sipil, dan
pemilik modal.
Tekad Orde Baru menjamin stabilitas politik dalam rangka pembangunan
ekonomi mempunyai implikasi tersendiri pada kehidupan partai-partai dan
peranan lembaga perwakilan rakyat. Pemerintah Orde Baru bertekad untuk
mengoreksi penyimpangan politik yang terjadi pada era Orde Lama dengan
memulihkan tertib politik berdasarkan Pancasila. Penegasan bahwa stabilitas
politik menjadi prasyarat pembangunan ekonomi secara tidak langsung dapat
berimplikasi pada pengurangan pluralisme kehidupan politik atau pembatasan
pada sistem politik yang demokratis.
Pada awal kehadirannya, Orde Baru memulai langkah pemerintahannya
dengan langgam libertarian. Orde Baru telah menggeser sistem politik Indonesia
dari titik ekstrim otoriter pada zaman demokrasi terpimpin ke sistem demokrasi
liberal. Akan tetapi, kenyataannya langgam libertarian tidak berlangsung lama,
sebab di samping merupakan reaksi terhadap sistem otoriter yang hidup
sebelumnya, sistem ini hanya ditolerir selama pemerintah mencari format baru
politik Indonesia. Segera setelah format baru terbentuk, sistem liberal bergeser
lagi ke sistem otoriter.
Setelah format baru politik Indonesia dikristalisasikan melalui Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1969 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969, yang
memberi landasan bagi pemerintah untuk mengangkat 1/3 anggota MPR dan lebih
dari 1/5 anggota DPR, langgam sistem politik mulai bergeser lagi ke arah yang
otoritarian. Gagasan demokrasi liberal dicap sebagai gagasan yang bertentangan
dengan demokrasi Pancasila dan karenanya harus ditolak. Hasil Pemilu 1971 yang
memberikan 62,8% kursi DPR kepada Golkar semakin memberi jalan bagi
tampilnya eksekutif yang kuat.
Rezim Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde
Baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap Orde
Lama yang menyimpang dari Pancasila, melalui program P4 (Pedoman
Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila).
Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil memberantas paham komunis di
Indonesia. Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan.
Beberapa tahun kemudian, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan
pemerintah sehingga tertutup bagi tafsiran lain. Pancasila justru dijadikan sebagai
indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasila sebagai alat untuk
melanggengkan kekuasaannya.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila.
Pertama, melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui
pembekalan. Kedua, Presiden Soeharto membolehkan rakyat untuk membentuk
organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan Pancasila, atau yang disebut
sebagai asas tunggal. Ketiga, Presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan
yang dapat menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas, karena Presiden
Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah menyebabkan
ketidakstabilan di dalam negeri. Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas negara,
Presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer sehingga tidak ada pihak-pihak
yang berani untuk mengkritik pemerintah.
Dalam sistem pemerintahannya, Presiden Soeharto melakukan beberapa
penyelewengan dalam penerapan Pancasila, yaitu dengan diterapkannya
demokrasi sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah. Selain itu,
Presiden Soeharto juga memegang kendali terhadap lembaga eksekutif, legislatif,
dan yudikatif sehingga peraturan yang dibuat harus sesuai dengan persetujuannya.
Presiden Soeharto juga melemahkan aspek-aspek demokrasi, terutama
pers, karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka, Presiden Soeharto
membentuk Departemen Penerangan sebagai lembaga sensor secara besar-besaran
agar setiap berita yang dimuat di media tidak ada menjatuhkan pemerintah.
Penyelewengan lainnya yang sangat buruk dan menyimpang dari nilai-
nilai luhur Pancasila adalah bahwa Presiden Soeharto melanggengkan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sehingga pada masa ini dikenal sebagai rezim
terkorup di Indonesia.
Puncaknya adalah saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di tahun
1997 yang menyebabkan perekonomian Indonesia anjlok sehingga memicu
gerakan besar-besaran untuk menggulingkan rezim Orde Baru di bawah
kepemimpinan Presiden Soeharto.
Selama rezim Orde Baru berkuasa, terdapat beberapa tindakan penguasa
yang melenceng dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:
1. Melanggengkan Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.
2. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila melalui program P4.
3. Adanya penindasan ideologis sehingga orang-orang yang mempunyai
gagasan kreatif dan kritis menjadi takut bersuara.
4. Adanya penindasan secara fisik, seperti pembunuhan di Timor Timur, Aceh,
Irian Jaya, kasus di Tanjung Priok, kasus pengrusakan pada 27 Juli, dan lain
sebagainya.
5. Perlakuan diskriminasi oleh negara terhadap masyarakat non pribumi
(keturunan) dan golongan minoritas.

4. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Era Reformasi


Kata ‘reformasi’ secara etimologis berasal dari kata reform, sedangkan
secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat
ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang
dicita-citakan rakyat. Reformasi juga diartikan pembaruan dari paradigma pola
lama ke paradigma pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai
dengan harapan.
Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi,
antara lain yaitu:
1. Adanya suatu penyimpangan.
2. Berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara
demokrasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang
lebih baik.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan
kesatuan bangsa.
Reformasi memiliki beberapa tujuan, antara lain yaitu:
1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-
nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk konstitusi dan
perundang-undangan yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita
seluruh rakyat.
3. Melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan, baik di bidang politik,
ekonomi, sosial-budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam
masyarakat yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN,
kekuasaan yang otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan lainnya.
Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja
bangsa dan negara di masa lampau, mengoreksi segala kekurangannya, sambil
merintis pembaruan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan
kehidupan berbangsa dan bernegara di masa lalu memerlukan identifikasi, mana
yang masih perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pada awal reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah,
sama dengan konfigurasi politik yang dihasilkan melalui pemilu 1997, yang tetap
didominasi oleh Golkar dan ABRI. Tetapi, karena adanya reformasi disertai
penggantian Presiden, maka merubah sifat lama anggota MPR dan DPR tersebut
dan mengikuti tuntutan reformasi, antara lain keterbukaan, demokratisasi,
peningkatan perlindungan HAM, pemeberantasan KKN, reformasi sistem politik
dan ketatanegaraan, termasuk amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945.
Pascapemilu 1999, peranan partai politik di Indonesia kembali menguat,
karena tidak adanya satu partaipun yang menguasai suara mayoritas di parlemen
yakni MPR dan DPR, dan juga karena iklim demokrasi sudah menyelimuti
kehidupan politik di Indonesia sejak Era Reformasi bergulir di Indonesia. Tatanan
politikpun berubah seiring dengan semakin berkurangnya peran dan dwifungsi
ABRI dalam ketatanegaraan. Pengangkatan anggota ABRI yang terdiri dari TNI
dan Polri sudah kurang dari periode sebelumnya. Dari 75 kursi yang tersedia
menjadi 38 kursi di parlemen. Di MPR tidak ada lagi pengangkatan tambahan
selain yang berasal dari DPR, yaitu melalui utusan daerah. Jumlah anggota DPR
pascapemilu 1999 sebanyak 500 orang, 462 orang duduk melalui pemilihan
umum sedangkan 38 orang merupakan pengangkatan wakil ABRI. Sedangkan,
anggota MPR berjumlah 700 orang, 500 orang dari anggota DPR, 125 orang
utusan daerah, dan 75 orang utusan golongan.
Dari konfigurasi politik yang demokratis tetapi tidak ada satu partai yang
menguasai mayoritas di parlemen (dalam DPR), seperti yang telah diuraikan di
atas, maka akan sulit bagi suatu fraksi untuk menggolkan programnya tanpa
berkoalisi dengan fraksi-fraksi lainnya sampai tercapai mayoritas di kedua
lembaga negara tersebut. Demikian juga halnya dengan eksekutif adalah sulit bagi
presiden untuk menggolkan rancangan undang-undang yang diajukan ke DPR.
Dan di sisi lain, demikian pula terjadi dalam setiap sidang tahunan MPR, presiden
harus dapat pula menampung aspirasi-aspirasi fraksi-fraksi di MPR agar ia tidak
kesulitan dalam meloloskan program dan pertanggungjawabannya.
Sesudah tahun 2002, presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR
seperti pada masa sebelumnya. Presiden dapat diberhentikan MPR hanya bila
melanggar hukum, bukan karena masalah politik.
Dengan konfigurasi politik seperti itu, peranan partai politik menguat
kembali seperti pada masa liberal dulu. DPR dan pemerintah telah menetapkan
undang-undang tentang pemilu dan susunan DPR, DPRD, DPD dan pemilu
langsung sebagaimana pada masa terpilihnya Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi
negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik.
Semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya
tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila. Klimaks
dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga
muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan,
dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi di
segala bidang, terutama di bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan reformasi bangsa Indonesia yakni ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian
digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna
dari sebuah kata ‘reformasi’, yang saat ini menimbulkan gerakan yang
mengatasnamakan reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan
pengertian dari reformasi itu sendiri. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa
menuntut dengan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah
pengrusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah.
Oleh karena itu, dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan
paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan
reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.
Pancasila merupakan dasar filsafat Negara Indonesia, sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada
kedudukan dan fungsinya. Pada masa Orde Lama, pelaksanaan negara mengalami
penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden diangkat
seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa Orde Baru, Pancasila hanya
dijadikan sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga negara yang tidak
mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila. Oleh
karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka Pancasila,
sebagai landasan cita-cita dan ideologi bangsa agar tidak terjadi anarkisme yang
menyebabkan hancurnya bangsa dan negara.
Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik
yang substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum
berlangsung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal
sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi
belum memahami makna yang sesungguhnya.
Pada Era Reformasi, Pancasila sebagai re-interpretasi, yaitu Pancasila
harus selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman,
berarti dalam menginterpretasikannya harus relevan dan kontekstual, serta harus
sinkron atau sesuai dengan kenyataan pada zaman saat itu.
Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya
masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan
peranan Pancasila dalam reformasipun dipertanyakan. Pancasila di Era Reformasi
tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa Orde Lama dan Orde Baru, karena
saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan ideologi
masih kerap terjadi.
Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Pancasila banyak
diselewengkan dan dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di masa lalu,
dan bahkan ikut disalahkan menjadi sebab kehancuran.
Pancasila pada Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila
pada masa Orde Lama dan Orde Baru, yaitu tetap ada tantangan yang harus di
hadapi. Tantangan itu adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang
sampai hari ini tidak ada habisnya. Pada masa ini, korupsi benar-benar merajalela.
Para pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru
merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan
melambaikan tangan serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal.
Selain itu, globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia
karena semakin lama ideologi Pancasila semakin tergerus oleh liberalisme dan
kapitalisme. Apalagi tantangan pada saat ini bersifat terbuka, bebas, dan nyata.

5. Reformasi dengan Paradigma Pancasila


Setiap sila pada Pancasila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi,
antara lain yaitu:
1. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi
berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan
yang baik bahwa manusia adalah makhluk Tuhan.
2. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya,
gerakan reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya
penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat
manusia.
3. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan Indonesia. Artinya, gerakan
reformasi harus menjamin tetap tegaknya bangsa dan negara Indonesia
sebagai satu kesatuan.
4. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat
menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan. Kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat Indonesia.
5. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu
demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Selama Era Reformasi berjalan, terdapat beberapa kelemahan yang
melenceng dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:
1. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa tanpa memperhatikan
relevansinya dengan perkembangan zaman.
2. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini
guna meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan apabila banyak
terjadi benturan kepentingan politik.
3. Pemerintah kurang konsisten dalam menegakkan hukum.
4. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan yang ditandai dengan adanya
konflik di beberapa daerah.
5. Korupsi yang semakin terbuka dan membudaya.
BABI II
TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Pengertian kewarganegaraan adalah sebuah ilmu atau studi mengenai
tugas dan kewajiban pemerintahan serta hak dan kewajiban seorang warga negara.
Definisi kewarganegaraan pun bisa diartikan lebih luas yaitu mencakup sesuatu
yang memiliki keterkaitan atau hubungan antara manusia sebagai individu di
dalam suatu perkumpulan yang tertata dan terorganisir dalam hubungannya
dengan negara yang bersangkutan.
Sementara pengertian pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu
pendidikan yang bertujuan untuk memdidikan para generasi muda dan mahasiswa
agar mampu menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif dalam
pembelaan negara. Dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu
alat pasif untuk membangun dan memajukan sistem demokrasi suatu bangsa.

B. TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN\


Pendidikan kewarganegaraan tentu memiliki fungsi, peranan dan tujuan
yang dihasilkan. Terdapat tujuan pendidikan kewarganegaraan secara umum yaitu
fungsi dan tujuan dengan hasil dan output yang umum dirasakan. Selain itu juga
ada tujuan pendidikan kewarganegaraan secara khusus dengan mengkhususkan
tujuan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi atau sekolah.
1. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan secara Umum
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta
tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta
ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang sedang dan
mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan dan teknologi serta seni.
Selain itu tujuan mempelajari pendidikan kewarganegaraan lainnya yaitu
untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia yang berbudi luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional, bertanggung jawab dan
produktif serta sehat jasmani dan rohani. Peran kewarganegaraan pun cukup
penting untuk keberlangsungan bangsa dengan menambah wawasan dan
pengetahuan kewarganegaraan.
2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan secara Khusus
Secara khusus, terdapat beberapa tujuan kewarganegaraan yang
diperuntukkan untuk membentuk moral dan perilaku siswa. Pentingnya
mempelajari kewarganegaraan memang juga berperan pada moral dan perilaku
para siswa. Inilah beberapa tujuan pendidikan kewarganegaraan di sekolah secara
rinci :
 Mendorong siswa supaya mempunyai kemampuan serta kecakapan dalam
mengenali berbagai macam permasalahan hidup dan kesejahteraan maupun
cara-cara penyelesaiannya.
 Mendorong siswa agar mendapatkan kemampuan dalam memutuskan sikap
yang penuh tanggung jawab sesuai moral yang telah tertanam didalam diri.
 Mendorong siswa agar dapat mengenali serta memahami segala bentuk
perubahan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.
 Mendorong siswa agar mempunyai kemampuan dalam memaknai segala
peristiwa sejarah juga nilai-nilai budaya dalam upaya menggalang semangat
Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman ersatuan Indonesia.

C. TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BAGI


MAHASISWA
Berikut merupakan tujuan pendidikan kewarganegaraan bagi mahasiswa
menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Landasan
pendidikan kewarganegaraan ini diambil dari Keputusan Dirjen Dikti No.
267/Dikti/2000 yang mencakup tiga poin tujuan utama sebagai berikut :
 Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban
secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik
dan bertanggung jawab.
 Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat
mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang
berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
 Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

BAB III
JENIS IDEOLOGI

BAB IV
HUBUNGAN SILA-SILA PANCASILA

BAB V

DAFTAR PUSTAKA
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari. 2011. Dasar-dasar Politik Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kokom Komalasari. 2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendikia.
Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra. 2012. Pancasila Demokrasi, HAM,
dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.
Moh. Mahfud M.D. 2012. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Oetojo Oesman. 1993. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa. Surabaya: Karya
Anda.
R. Warsito. 2012. Pendidikan Pancasila Era Reformasi. Banten: Ombak.
Salam. 1996. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta.
Subandi Al Marsudi. 2003. Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma
Reformasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Syahrial Syarbani. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
https://www.zonareferensi.com/tujuan-pendidikan-kewarganegaraan/
https://www.gurupendidikan.co.id/pancasila-sebagai-dasar-negara/
https://www.artikelsiana.com/2019/09/pancasila-sebagai-kepribadian-bangsa-
adalah-ini-penjelasannya.html
https://guruppkn.com/pancasila-sebagai-kepribadian-bangsa

Anda mungkin juga menyukai