Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap pemikiran, sikap, dan tindakan berbangsa dan bernegara


haruslah berlandaskanazas-azas Negara. Kita sebagai warga Negara
Indonesia yang taat azas harus mampu memahami dan menjiwai serta
mampu mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sosial politik
dimanapun dan kapanpun. Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan
nyata dalam membangun Negara Republik Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil serta makmur. Maka dari itu setiap warga Negara
harus memahami dan menerapkan nilai-nilai landasan Negara secara
nyata, terutama Pancasila.
Pada zaman modern ini, banyak ditemukan masyarakat yang tidak
begitu memahami makna dan hakekat Pancasila. Masyarakat mengaku
telah menerapkan nilai-nilai Pancasila. Namun secara kasat mata masih
ditemukan banyak sikap dan tindakan yang menyimpang jauh dari dasar
ideologi bangsa ini. Terjadinya kasus HAMBALANG, kasus
penyalahgunaan pengadaan haji, dan kasus simulator SIM yang
merupakan contoh kongkrit kejahatan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
terjadi di Negara kita menjadi salah satu bukti bahwa ideologi Pancasila
tidak dimaknai dengan hati dan tidak diterapkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik rakyat kecil maupun pejabat tinggi
Negara. Penyimpangan dasar ideologi Pancasila juga seringkali terjadi
dalam lingkup terkecil masyarakat, hal-hal sepele yang dilakukan generasi
muda seperti mencontek dalam ujian, pelanggaran lalu lintas, tawuran
antar pelajar, dan konvoi rusuh yang mengganggu ketertiban umum ikut
menjadi bukti bahwa ideologi Pancasila tidak benar-benar dikenal oleh
masyarakat.
Pengenalan dan penanaman nilai-nilai Pancasila secara perlahan
dan konsisten dapat meminimalisir tindakan penyimpangan dan kejahatan
ideologi dalam masyarakat. Tidak hanya isi atau butir-butir, sangat
diperlukan pula pengenalan sejarah terbentuknya Pancasila baik dari segi
proses perumusan hingga pengesahan agar masyarakat terutama
generasi muda dapat benar-benar memahami, menghargai,dan
mengamalkan Pancasila yang disusun tidak hanya dengan tinta, namun
dengan darah dan keringat para pahlawan pendiri tanah air Indonesia.
Proses perumusan Pancasila memiliki alur yang panjang dan rumit, begitu
pula proses pengesahannya. Oleh sebab itu, sudah selayaknya sebagai
warga Negara Republik Indonesia untuk mengetahui dan mempelajari
sejarah perumusan serta pengesahan Pancasila sebagai bentuk
penghargaan kepada para penyusun Pancasila dan kepada ideologi
Pancasila itu sendiri.
Tujuan
Mengetahui dan memahami proses perumusan, pengesahan dan
perkembangan Pancasila.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perumusan pancasila?
2. Bagaimana pengesahan pancasila?
3. Bagaimana perkembangan pancasila?
BAB II
PEMBAHASA
N

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sejak awal kelahirannya (1 Juni 1945), Pancasila dimaksudkan


sebagai dasar falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau lebih
dikenal sebagai Dasar Negara (Philosofische grondslag). Hal ini dapat
diketahui pada saat Soekarno diminta oleh ketua Dokuritsu Zyunbu
Tyoosakai untuk berbicara didepan sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 1 Juni 1945, menegaskan
bahwa beliau akan memaparkan dasar Indonesia Merdeka, sesuai
dengan permintaan ketua. Menurut Soekarno, pembicara-pembicara
terdahulu belum menyampaikan dasar Indonesia Merdeka. Bahkan
Soekarno menyatakan:
“Maaf, beribu maaf! Banyak anggota yang telah berpidato, dan
dalam berpidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan
permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya
Indonesia Merdeka. Menururt anggapan saya yang diminta oleh Paduka
Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische
gronslag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah
pundamental, filsafat, pemikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat,
yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia
Merdeka yang kekal dan abadi” (Sekretariat Negara, 1995:63)
Pada bagian pidato berikutnya, Soekarno menyatakan, bahwa
philosofische grondslag diatas mana kita mendirikan negara Indonesia,
tidak lain adalah Weltanschauung. Bahkan Soekarno lebih menegaskan
lagi Weltanschauung yang kita harapkan tidak lain adalah Persatuan
Philosofisce grondslag.
Pada paparan berikutnya Soekarno menyatakan filosofisch
prinscipe yang kedua adalah Internasionalisme. Soekarno menyatakan
bahwa internasionalisme bukanlah berarti kosmopolitisme, yang menolak
adanya kebangsaan. Pada saat menjelaskan prinsip yang dasar ketiga,
Soekarno menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara “semua
buat semua, satu buat semua, semua buat satu”, oleh karenanya “saya
yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah
permusyawaratan-perwakilan”. Demikian berikutnya untuk prinsip dasar
negara yang keempat Soekarno mengusulkan prinsip kessejahteraan
ialah prinsip tidak akan ada kemiskina didalam Indonesia Merdeka.
Prinsip dasar kelima adalah prinsip Indonesia Merdeka dengan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip-prinsisp filsafati yang
dijelaskan oleh Soekarno tersebut di atas merupakan Dasar Negara.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa-namanya ialah Panca Sila. Sila artinya
asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara
Indonesia, kekal dan abadi. (Sekretariat Negara 1995:81).
Prinsip-prinsip filsafati pancasila sejak awal kelahirannya diusulkan
sebagai Dasar Negara (Philosofische grondslag, Weltanschauung)
Republik Indonesia, yang kemudian diberi status (kedudukan) yang tegas
dan jelas dalam alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
(18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Hal ini mengandung konsekuensi dalam bidang hukum
negara, bahwa Pancasila merupakan Dasar Hukum, Dasar Moral, Kaidah
Fundamental bagi peri kehidupan bernegara di Indonesia dari tingkat
pusat sampai ke tingkat daerah. (Notonagoro, tt, Dardjidarmodihardjo, tt,
Soegito A.T., 1978: 16; Soegito A.T., 1982: 4).
Pancasila dalam pengertiannya yang umum, abstrak atau
universal, mempunyai hakekat isi yang mutlak, bersifat tetap dan tidak
berubah. Oleh karena itu untuk merealisasikan pelaksanaannya
memerlukan pengkhususan, dengan cara mentrasformasikan pengertian
umum, abstrak atau universal menjadi pengertian umum kolektif dan
khusus konkrit. Adapun proses transformasi itu adalah sebagai berikut
Pancasila
Dasar Falsafah Negara

Hakekat isi Umum


abstrak/Universal Pancasila sebagai Dasar Falsafah Nggara Mutlak dan Obyektif

Realisasi dalam Bentuk dan Isi

Pancasila sebagai pedoman penyelenggara negara


Umum Kolektif

Pancasila sebagai pelaksana politik negara


Khusus Konkrit

Pendidikan Pancasila ( A.T.Soegito, dkk, 2015:53)

Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi


pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah
negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu
landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur
negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya
yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya
seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan
seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan
Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan.
Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang
berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya
semua peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia
bersumber pada Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu
kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal,
dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan
tersebut terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan
Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan
lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti
misalnya ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain
sebagainya.
Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. (Suwarno,P.J,hlm. 12)

Kedudukan dan fungsi Pancasila yang pokok yaitu sebagai dasar


negara Indonesia dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia (nasional). Pandangan hidup bangsa
Indonesia dilembagakan menjadi pandangan hidup negara Indonesia.
Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta ideologi
negara nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dan menjelma
menjadi pandangan hidup bangsa yang telah dirintis sejak zaman
sriwijaya, majapahit, kemudian Sumpah Pemuda.lalu diangkat dan
dirumuskan oleh para pendiri Negara dalam siding-sidang, BPUPKI,
Panitia Sembilan, serta siding PPKI dan disepakati sebagai dasar negara
dan dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai pandangan hidup
negara sekaligus sebagai ideology negara. Pancasila sebagai ideologi
yang bersifat dinamis, terbuka, dan reformatif.
Suatu ideologi suatu bangsa memiliki ciri khas masing-masing. Namun
ada juga yang dipaksakan ideologinya sehingga tak mencerminkan
kepribadian dan karakteristik bangsa tersebut. Negara Indonesia
berdasarkan filsafat pancasila yaitu suatu Negara persatuan,kebangsaan
serta bersifat integralistik. Negara Pancasila adalah Negara kebangsaan
yang berketuhanan Yang Maha Esa dan berkedailan sosial
Pendidikan Pancasila (Dr.H.Kaelan,M.S, 2004:16)

A. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Sebuah bangunan negara agar tetap bereksistensi, maka bangunan tersebut


membutuhkan suatu dasar yang kuat dan kokoh. Pengertian dasar, merujuk
penjelasan Heuken (1988) adalah alas, fundamen, atau suatu bagian yang paling
bawah yang menjadi tumpuan dan memberikan kekuatan kepada semua yang
berdiri di atasnya (Suhadi, 1998: 96). Jadi, pengertian dasar negara adalah suatu
alas atau fundamen yang menjadi tumpuan dan memberikan kekuatan kepada
berdirinya sebuah negara. Dasar negara ini terdiri atas prinsip-prinsip dasar yang
menjadi induk, pangkal tolak dan pengontrol jalannya pemerintahan dan
kehidupan negara serta kehidupan warga negaranya.
Bangsa Indonesia mempunyai dasar negara yang digali dari pandangan hidup
bangsa Indonesia sendiri dan bersumber dari kepribadian bangsa Indonesia,
yakni Pancasila. Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara inilah
yang sering disebut sebagai Dasar Falsafah Negara (Philosofiche Grondslag).
Pancasila dalam pengertian ini merupakan suatu dasar, nilai serta norma untuk
mengatur pemerintahan suatu negara. Konsekuensi dari kedudukan Pancasila
ini, maka seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama semua
peraturan perundang-undangan diderivasikan dan dijabarkan dari nilai-nilai
Pancasila. Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara ini berarti pula
sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi negara Indonesia yang
mengatur secara konstitusional negara Republik Indonesia tersebut beserta
seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintahan.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian
yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan
suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan
menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar, maupun
yang tidak tertulis atau Konvensi. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini
memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia, tak
terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia, tercantum
dalam ketentuan perundangan tertinggi yakni Pembukaan Undang-Undang
Dasar NRI Tahun 1945 yang dijelmakan di dalam pokok-pokok pikiran, yang
meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945, yang pada
akhirnya dikonkretisasikan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar NRI Tahun
1945 maupun dalam hukum positif lainnya.
Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat
dirinci sebagai berikut: pertama; Pancasila sebagai dasar negara merupakan
sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia. Kedua;
Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan (Geistlichen-
hintergrund) dari UUD NRI Tahun 1945. Ketiga; Pancasila sebagai dasar negara
mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara Indonesia (baik hukum
dasar tertulis/tidak tertulis). Keempat; Pancasila sebagai dasar negara
mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung
isi yang mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat
yang luhur.
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia memiliki dasar
kedudukan formal seperti tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea IV, yang berbunyi:
"...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia".

Berdasarkan pada kalimat tersebut di atas, maka menjadi jelas bahwa


Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia merupakan dasar yang
paling fundamental dari negara Republik Indonesia atau merupakan pokok
kaidah fundamental negara Indonesia. Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H.
sehubungan dengan hal ini, dalam tulisannya berjudul “Berita Pikiran Ilmiah
tentang jalan ke luar dari kesulitan mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia” antara lain menyatakan bahwa di antara unsur-unsur pokok
kaidah negara yang fundamental, maka asas kerohanian Pancasila mempunyai
kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia.
Norma hukum pokok tersebut yang disebut pokok kaidah fundamental negara di
dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang sifatnya tetap, kuat dan
tidak berubah bagi negara yang dibentuk.
Pengertian kata "...dengan berdasar kepada..." di dalam kalimat terakhir
Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, meskipun tidak tersurat kata Pancasila namun memiliki makna bahwa
dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila. Pancasila seperti termuat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 ini mempunyai kedudukan dan peranan yang pokok bagi penyelenggaraan
hidup Negara Republik Indonesia. Jadi, Pancasila secara formal dan material
termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berlaku pula
bagi Pancasila. Pancasila secara singkat merupakan dasar, rangka serta
suasana, sehingga merupakan sendi-sendi pokok bagi negara. Pancasila juga
mempunyai kedudukan mutlak bagi bangsa dan negara, sehingga darinya
terletak kelangsungan dasar hidup negara. Pokok-pokok pikiran Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang tidak lain
adalah perwujudan sila-sila Pancasila, merupakan suasana kebatinan bagi pasal-
pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau
sebaliknya pasal-pasal Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 merupakan
perwujudan atau penjelmaan pokok-pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Sri Soeprapto, 1997).
Pancasila sebagai dasar negara dengan demikian mempunyai kedudukan
yang mutlak, terlekat pada kelangsungan hidup negara hasil Proklamasi 17
Agustus 1945, dengan jalan hukum tidak dapat diubah (Notonagoro, 1980).
Pancasila dengan sifat yang dimilikinya ini maka memungkinkan Pancasila dalam
isi dan artinya sama dan mutlak bagi seluruh warga bangsa Indonesia. Pancasila
dengan sifat yang melekatinya tersebut memungkinkan juga sebagai sumber
yang tak terhingga dalam dan luasnya bagi perkembangan hidup kenegaraan,
kebangsaan, dan juga kemanusiaan untuk menciptakan kesejahteraan nasional
maupun internasional (Sri Soeprapto, 1997).
Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat, yang dipilih
secara kolektif oleh para individu dan golongan-golongan dalam masyarakat
(Koentjaraningrat, 1980). Pandangan hidup terdiri dari cita-cita, kebajikan dan
sikap hidup. Ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Manusia dalam mengadapi segala macam problem hidupnya akan selalu
berpegang pada sikap dan pandangan hidupnya. Manusia dalam masalah ini
haruslah memiliki prinsip-prinsip sebagai suatu sikap dan pegangan hidup agar di
dalam hidupnya tidak terombang-ambing. Bagaimanapun sulit dan rumitnya
problem dalam hidup, manusia hendaknya menghadapinya dengan sikap yang
kritis dan terbuka. Manusia dengan demikian akan menumbuhkan dan memiliki
keseimbangan pribadi, ketenangan, dan pengendalian diri.
Sistem nilai budaya sering juga menjadi pandangan hidup bagi sekelompok
manusia yang menganutnya. Apabila ‘sistem nilai’ ini merupakan pedoman hidup
yang dianut sebagian besar warga masyarakat, maka pandangan hidup
merupakan sistem pedoman yang dianut oleh individu-individu khusus
masyarakat tersebut. Jadi, hanya ada pandangan hidup golongan saja atau
individu tertentu saja tetapi tidak ada pandangan hidup seluruh masyarakat
dunia. Contoh, “pandangan dunia”, maksudnya adalah keseluruhan semua
keyakinan deskriptif tentang realitas sejauh merupakan suatu kesatuan. Manusia
memberikan struktur yang bermakna kepada alam pengalaman. Suatu
pandangan dunia merupakan kerangka acuan bagi manusia untuk dapat
mengerti masing-masing unsur pengalamannya. Contoh lain misalnya adalah
pandangan dunia Jawa. Yang khas bagi pandangan dunia Jawa adalah realitas
tidak dibagi dalam berbagai bidang yang terpisah dan tanpa hubungan satu
sama lain melainkan suatu realitas dipahami sebagai kesatuan yang menyeluruh.
Pandangan hidup merupakan bagian hidup manusia dan tidak ada seorang
pun yang hidup tanpa mempunyai pandangan hidup, meskipun tingkatannya
berbeda-beda. Pandangan hidup adalah cita-cita atau aspirasi seseorang atau
masyarakat, karena itu pandangan hidup itu mencerminkan citra diri seseorang
(Manuel Kaisiepo, 1982). Sesuatu cita-cita atau aspirasi yang dikatakan oleh
seseorang adalah pandangan hidup, karena dipengaruhi oleh pola berpikir
tertentu. Pandangan hidup harus dibedakan dengan idealisasi atau angan-
angan, sebab suatu idealisasi hanya mengikuti kecenderungan kebiasaan hidup
yang sedang berlangsung di dalam masyarakat yang belum tentu diinginkannya.
Pandangan hidup dengan demikian adalah suatu wawasan menyeluruh
terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Nilai
luhur adalah tolok ukur bagi kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang
bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia (Suhadi, 1995). Jadi,
pandangan hidup mempunyai fungsi sebagai kerangka acuan untuk menata
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sesamanya, dan dengan alam
sekitarnya maupun dengan Tuhannya. Pandangan hidup masyarakat ini
berproses secara dinamis sehingga menghasilkan suatu pandangan hidup
sebuah bangsa.
Pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki
oleh suatu bangsa dan diyakini kebenarannya sehingga menumbuhkan tekad
untuk mewujudkannya. Konsekuensi pemahaman terhadap pandangan hidup
bangsa ini adalah bahwa di dalam pandangan hidup suatu bangsa itu terkandung
konsepsi dasar tentang suatu kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa yang
bersangkutan.
Bangsa Indonesia mempunyai pandangan hidup yang sudah lama tumbuh
bersama perkembangan masyarakatnya, yaitu Pancasila. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat Indonesia (inti sari dari nilai budaya masyarakat
Indonesia) yang sudah diyakini kebenarannya, sehingga mampu menumbuhkan
tekad untuk mewujudkannya. Pancasila dalam pengertian ini sering disebut
sebagai way of life, weltanschauung, pandangan dunia, pandangan hidup,
pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup. Pemahaman tentang
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia berarti nilai-nilainya
dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Pancasila digunakan sebagai
penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam
segala bidang kehidupan. Hal ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak
perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari
nilai-nilai semua sila Pancasila karena sebagai weltanschauung, Pancasila tidak
bisa dipisah-pisahkan satu sila dengan sila yang lainnya.
Pancasila yang harus dihayati oleh bangsa Indonesia adalah Pancasila
sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar` Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Konskuensinya nilai-nilai yang terkandung di
dalam sila kesatu sampai sila kelima Pancasila selalu terpancar dalam semua
tingkah laku dan perbuatan maupun sikap hidup bangsa Indonesia. Misalnya,
nilai keagamaan sebagai perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai
berperikemanusiaan yang terkandung di dalam sila dua, nilai kebangsaan
sebagai manifestasi sila Persatuan Indonesia, nilai kerakyatan sebagai
perwujudan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan nilai yang menjunjung tinggi keadilan sosial
sebagai manifestasi sila kelima, semuanya selalu tercermin dalam setiap tingkah
laku dan sikap hidup bangsa Indonesia.
Pancasila dengan demikian sebagai norma fundamental berfungsi sebagai
suatu cita-cita moral atau ide yang harus direalisasikan menjadi suatu kenyataan.
Wujud jiwa atau pribadi Pancasila tersebut tercermin dalam setiap tingkah laku,
setiap perbuatan maupun sikap hidup sehari-hari bangsa Indonesia.
Konskwensinya, Pancasila dalam kedudukannya sebagai pegangan hidup
bangsa Indonesia, maka di dalam pelaksanaan hidup sehari-hari bangsa
Indonesia tidak boleh bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma
kesusilaan, norma-norma sopan santun, dan tidak bertentangan dengan norma-
norma hukum yang berlaku (Kaelan, 1996).
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan cita-cita
moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa
untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pengertian moral adalah norma adat atau cara hidup. Setiap bangsa
di dunia ini memiliki adat atau cara hidup sendiri yang dirasa paling sesuai bagi
bangsanya, tak terkecuali bagi bangsa Indonesia. Norma adat atau cara hidup
yang sudah disepakati bersama oleh rakyat Indonesia adalah Pancasila. Kelima
sila di dalam Pancasila secara keseluruhan merupakan inti sari nilai-nilai budaya
masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai intisari dari nilai-nilai budaya,
merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan
rokhaniah bagi bangsa untuk berperilaku dengan baik dan benar.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan perjanjian
luhur bangsa Indonesia. Perjanjian luhur yang dimaksud adalah suatu
kesepakatan yang memiliki makna dan nilai yang sangat tinggi, oleh karenanya
senantiasa dihormati dan dijunjung tinggi. Pancasila sebagaimana tercantum
dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 merupakan hasil kesepakatan PPKI yang mewakili seluruh bangsa
Indonesia dan merupakan suatu konsensus nasional, sehingga Pancasila
merupakan perjanjian luhur bangsa Indonesia (Suhadi, 1998).

Isi Piagam Jakarta 22 Juni 1945:


“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.

isi piagam jakarta


Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Alas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan
rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Berikut Isi Piagam Jakarta Yang Diubah


1. Kata “Mukaddimah” di Piagam Jakarta diganti dengan kata
“Pembukaan”.
2. Sila pertama Piagam Jakarta, yang berbunyi “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” telah diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha
Esa.”
3. Perubahan kaliamat pada Piagam Jakarta yang berbunyi
“Presiden ialah orang asli Indonesia asli dengan beragama
Islam” berubah menjadi “Presiden ialah orang Indonesia asli.”
4. Perubahan kalimat Piagam Jakarta yang berbunyi “Negara
berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi
pasal 29 UUD 1945 dengan bunyi yang diubah menjadi “Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Berikut Intisari Piagam Jakarta:


1. Kebebasan Beragama
Piagam Jakarta mengakui dan mempromosikan kebebasan
beragama dan berkeyakinan sebagai hak asasi manusia
yang fundamental. Setiap individu memiliki hak untuk
memilih, memeluk, dan menjalankan agama atau keyakinan
sesuai dengan kepercayaan pribadinya.

2. Kerukunan Antarumat Beragama


Piagam Jakarta mendorong terciptanya kerukunan
antarumat beragama di Indonesia. Hal ini mencakup
penghormatan, saling pengertian, dan kerjasama antara
pemeluk agama yang berbeda-beda.

3. Toleransi dan Dialog Antaragama


Piagam Jakarta menganjurkan pentingnya menjaga dan
mempromosikan toleransi antaragama. Ini melibatkan
dialog yang terbuka dan konstruktif antara pemimpin
agama, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak terkait untuk
membangun pemahaman yang lebih baik, menghormati
perbedaan, dan mencari kesamaan dalam nilai-nilai
kemanusiaan.

4. Penolakan Terhadap Diskriminasi


Piagam Jakarta menolak segala bentuk diskriminasi
berbasis agama atau keyakinan. Piagam ini
mempromosikan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi, di
mana setiap individu memiliki hak yang sama dalam
menjalankan agama dan keyakinannya tanpa adanya
perlakuan yang tidak adil.

5. Perlindungan Hukum
Piagam Jakarta mengadvokasi perlindungan hukum
terhadap kebebasan beragama dan pluralisme. Piagam ini
mendorong adopsi kebijakan dan regulasi yang melindungi
hak-hak individu dalam menjalankan agama atau keyakinan
mereka serta mencegah adanya tindakan diskriminatif atau
kekerasan berbasis agama.

Berikut Tujuan Piagam Jakarta:


1. Memperkuat nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika
Piagam Jakarta bertujuan untuk memperkuat prinsip
persatuan dalam keragaman, yang diwujudkan dalam moto
nasional Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti
“Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Dengan mempromosikan
toleransi dan kerukunan antarumat beragama, piagam ini
ingin memastikan bahwa warga Indonesia dapat hidup
bersama secara harmonis meskipun memiliki perbedaan
agama dan kepercayaan.

2. Mempromosikan kebebasan beragama


Piagam Jakarta menekankan pentingnya menghormati dan
melindungi hak asasi manusia, termasuk kebebasan
beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Tujuannya adalah
untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki
kebebasan untuk menjalankan keyakinan dan beribadah
sesuai dengan agamanya, tanpa adanya diskriminasi atau
tekanan dari pihak manapun.

3. Membangun dialog antaragama


Piagam Jakarta mendorong dialog dan kerjasama
antarumat beragama. Dengan mengadakan diskusi dan
pertemuan antara pemimpin agama dan masyarakat dari
berbagai latar belakang keagamaan, piagam ini berusaha
untuk membangun pemahaman, menghormati perbedaan,
dan mencari kesamaan dalam nilai-nilai kemanusiaan yang
mendasar.

4. Menolak diskriminasi dan kekerasan berbasis agama


Salah satu tujuan utama Piagam Jakarta adalah menolak
segala bentuk diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan
berdasarkan agama atau keyakinan. Piagam ini ingin
menciptakan masyarakat yang adil, di mana semua individu
diperlakukan dengan kesetaraan dan dihormati tanpa
memandang latar belakang agama atau keyakinan mereka.

5. Mempromosikan inklusi sosial dan partisipasi masyarakat


beragama
Piagam Jakarta berupaya untuk memastikan partisipasi
masyarakat beragama dalam kehidupan sosial, budaya, dan
politik. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan
yang inklusif, di mana semua warga negara Indonesia dapat
berkontribusi dan memiliki kesempatan yang sama dalam
berbagai bidang kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai