Anda di halaman 1dari 13

Teori belajar dan pembelajaran

Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk
memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan,
atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah
pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya.
Kegiatan dari proses belajar itu dinamakan pembelajaran. Supaya kegiatan belajar dan pembelajaran itu
dapat terealisasi sesuai dengan tujuan yang dikehendaki maka diperlukan suatu pengetahuan yang
harus dimiliki oleh calon-calon para pendidik, yaitu pemgetahuan mengenai teori-teori pembelajaran.
Berikut ini akan dibahas mengenai teori -teori balajar dan pembelajaran:
1. Teori Behavioristik

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek - aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-
mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori
belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus
dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan
respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun
akan tetap dikuatkan.

2. Teori Belajar Kognitif

Psikologi kognitif dianggap sebagai perpaduan antara Psikologi Gestalt dan psikologi behaviorisme.
Menurut teori kognitif belajar adalah suatu proses perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak
selalu berbentuk tingkah lakuyang dapat diukur dan diamati. Dalam teori ini lebih menekankan
bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasionalyang dimiliki oleh
orang lain. Teori ini tentunya sangat berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada
aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespon terhadap stimulus
yang datang kepada dirinya.

Teori kognitif memandang bahwa proses belajar akan dapat nerjalan dengan baik jika materi pelajaran
atau informasi baru dapat beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh seseorang.
Dengan kata lain teori belajar kognitif mengemukakan bahwa belajar merupakan proses dimana seorang
manusia yang memiliki otak dengan dilengkapi akal pikirannya dapat memproses suatu pemahaman dan
persepsi tentang suatu informasi. Secara umun teori belajar kognitif adalah suatu proses yang lebih
menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek
intelektual lainnya. Oleh sebab itu belajar dapat dikatakan suatu proses berpikir yang kompleks dan
komprehensisif. Sehingga sebagai seorang pendidik dalam menciptakan suatu pembelajaran harus
memperhatikan aspek-aspek kognitif yang dimiliki oleh siswanya. Sehingga pembelajaran yang telah
diterima oleh siswa dapat dicerna oleh alat-alat kognisi mereka. Informasipun diharapkan dapat
tersimpan dengan baik di dalam memori anak dan dapat digunakan sebagai modal untuk menerima
informasi selanjutnya.

3. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial atau sering juga disebut teori observational learning adalah suatu teori belajar yang
masih relative baru jika dibandingkan dengan teori-teori belajar yang lainnya. Pelopor atau tokoh dari
pengembangan teori belajar ini adalah Albert Bandura. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya,
Bandura memandang perilaku individu tidak semata-mata reflex otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori, bahwa yang dipelajari individu terutama
dalam belajar social dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu diharapkan akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang akan
dilakukannya.

Jadi dalam kaitannya dengan pembelajaran seorang guru harus mampu mengadakan pendekatan
"permodelan dan juga peniruan (imitation) agar pembelajaran yang disampaikannya lebih berkesan dan
menarik untuk dipelajari oleh siswa. Sehingga seorang siswa dapat dengan mudah memahami materi
yang disampaikan gurunya dengan baik. Dalam kegiatan pembelajaran seorang guru harus memberikan
contoh-contoh yang baik kepada siswannya, sehingga mereka bisa meiru hal yang positif dari gurunya.
Interaksi antar siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru harus selalu terjadi dan selalu meningkat
karena dengan interaksi tersebut siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk berkolaborasi (bersosial)
dan untuk memutuska mana yang terbaik dan sesuai untuk dirinya sendiri.

4. Teori Belajar Humanisme

Teori belajar humanisme menjelaskan bahwa proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Oleh sebab itu teori humanisme lebih
menekankan pada bagimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi yang dimilikinya, baik
dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Teori ini lebih banyak membahas mengenai konsep-konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal.

Dengan kata lain, teori lebih tertarik kepada pengertian belajar dalam bentuknya paling ideal daripada
pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-
teori belajar lainnya. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun sarana dan prasarana
apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manuasia yaitu mencapai
kesempurnaan hidup bagi manusia dengan indikasi (a) kemampuan aktualisasi diri (b) kualitas
pemahaman diri (c) kemampuan merealisasikan diri dalam kehidupan yang nyata. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran harus mampu menciptakan situasi dan kondisi yang menyebabkan manusia
memiliki kebebasan untuk berfikir alternative dan kebebasan untuk menemukan konsep dan prinsip.

Konsekuensi yang mutlak yang perlu dimiliki oleh seorang pendidik dalam kontek teori humanistik ini
adalah guru harus mampu memiliki sifat, karakter dan tampilan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi. Menurut Oliva F. Peter dalam buku Pendidik Profesional (dalam saekhan:2008) dinyatakan
bahwa guru harus memiliki sifat sebagai berikut:

a. Guru harus berperan sebagai seorang kakek, yang lebih menekankan kemampuan menceritakan
hubungan kekerabatan

b. Guru harus mampu berperan sebagai seorang nenek, yang lebih senang bercerita dan memberi
nasehat kepada para cucunya.

c. Guru harus mampu berperan sebagai seorang bapak/atau ayah, yang lebih berperan sebagai sosok
orang yag paling bertanggung jawab atas segala hal yang ada dalam rumah tangga. Guru juga harus
menampilkan sosok pribadinya di mata murid adalah sosok manusia yang paling bertanggung jawab
dalam proses pembelajaran.

d. Guru harus mamou berperan sebagai seorang ibu, yang lebih menekankan kemampuan menampilkan
sifat atau karakter membimbing, mengasuh dengan penuh kesabaran.

e. Guru harus mampu berperan sebagi seorang kakak, yang lebih menekankan sifat kemampuan
melindungi. Guru juga harus mampu menamplikan sosok manusia yang melindungi para siswanya.y

f. Guru harus mampu berperan sebagai seorang kakak ipar, yang lebih cenderung menampilkan karakter
tidak mau ikut campur dengan urusan orang lain. Guru dalam waktu tertentu tidak boleh selalu
mengintervensi terhadap urusan siswa.

g. Guru harus mampu berperan sebagai sersan mayor yang lebih menampilkan sosok manusia yang
memiliki kedisiplinan tinggi.

h. Guru harus mampu berperan sebagai seorang editor buku, yang lebih cenderung menampilkan sosok
manusia yang mampu memberikan koreksi atau mengedit tentang berbagai ilmu pengetahuan atau
informasi.

Dengan memiliki karakteristik di atas diharapkan seorang guru bisa menjadi sosok yang paling ideal
menurut mereka. Sehingga dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa dapat benar-benar
menghargai dan menghormati gurunya. Menurut teori ini seorang guru juga harus memiliki kemampuan
untuk tetap memiliki sifat yang dapat memanusiakan manusia (manghargai siswa sebagai manusia).
Dalam kegaiatan pembelajaran guru harus bisa mengaktualisasikan dirinya untuk kegiatan
pembelajaran. Serta guru harus memiliki kemampuan untuk merealisasikan suatu mata pelajaran ke
dalam kehidupan nyata peserta didik, sehingga peserta didik tidak merasa bahwa apa yang dipelajarinya
hanyalah suatu keabstrakan belaka.

Tokoh-tokoh yang terkenal dalan teori ini antara lain Carl Rogers menyatakan bahwa setiap individu itu
mempunyai cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain, Kolb dengan pendapatnya yang
terkenal mengenai "Belajar empat tahap"nya, Honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-
macam siswa, Humbermas dengan Tiga macam tipe balajar, dan Bloom dan Krathwohl dengan
taksonomi Bloomnya.

1. Teori belajar Piaget

Piaget adalah seorang tokoh pendidikan yang terkenal karena karya/teori tersohornya"Advance
Organiser"dan teori "appersepsi" adalah seorang tokoh yang mampu mempengaruhi alam pikiran
tokoh-tokoh pendidikan lain pada zamannya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif seorang atau
siswa adalah suatu proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar itu didasarkan atas mekanisme
biologis perkembangan system saraf. Oleh karena itu makin bertambahnya umur seseorang siswa
mengakibatkan kompleksnya susunan sel-sel syaraf dan juga semakin meningkatkan kemampuannya
khususnya dalam bidang intelektual (kognitif). Ketika seorang siswa berkembang dalam proses menuju
kedewasaan diri, mereka pasti melakukan atau mengalami proses adaptasi biologis dengan
lingkungannya sehingga terjadi proses perubahan-perubahan secara kualitatif maupun kuantitatif. Ada
beberapa konsep dalam teori piaget dalam (M.SaekhanMuchtin:2008)

a) Intelegensi

Proses atau kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan. Seorang yang memiliki
intelegensi dari perspektif social adalah orang yang mampu melakukan adaptasi terhadap lingkungan
yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, Piaget menjelaskan bahwa kognitif seseorang akan dapat
dibangun secara optimal jika memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

b) Organisasi

Dalam istilah ilmu manajemen, organisasi diartikan kemampuan untuk memberdayakan segala potensi
untuk mencapai tujuan. Dalam teori Piaget organisasi dimaknai sebagai suatu proses untuk mengadakan
sistematisasi, mengorganisasi berbagai elemen untuk mewujudkan sebuah teori atau pemahaman

c) Skema

Merupakan suatu format atau bentuk dalam realitas miniatur. Artinya kualitas kognitif akan mudah
dibangun jika diawali dari proses secara bertahap terhadap suatu objek tertentu.

d) Asimilasi
Adalah suatu proses pengintegrasian konsep ke dalam pengalaman nyata. Asimilasi dapat dimaksudkan
proses untuk menyesuaikan konsep dengan realitas di lapangan atau penyempurnaan persepsi terhadap
obyek tertentu.

e) Akomodasi

Proses untuk menyempurnakan konsep atau persepsi setelah mencocokkan antara konsep dengan
realitas lapangan. Akomodasi mampu melahirkan teori atau konsep baru (Paul Suparno dalam
M.Saekhan:2007)

Hal di atas merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Dengan mengetahui dan
mamahami hal-hal di atas diharapkan seorang guru mampu memehami siswanya dan mampu
menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswanya. Sehingga
ketercapaian tujuan dari pembelajaran dapat terwujud dengan sempurna.

Beberapa tahapan perkembangan kognitif anak antara lain:

1) Tahap sensori motor (Umur 0-2 tahun)

Tahap ini yang menonjol adalah kegiatan motorik dan persepsi yang sangat sederhana. Secar umum ciri
dalam tahapan ini adalah:

a. Melakukan rangsangan melalui sinar dan suara yang datang ke dalam dirinya

b. Suka memperhatikan sesuatu, kemudian dijadikan idola secara verbalis (membabi buta)

c. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya sesuai dengan persepsinya sendiri

d. Selalu ingin atau segala obyek sehingga memiliki kecenderungan untuk melakukan perubahan
(merubah)

2) Tahap Praoperasional (Umur 2-7/8 tqhun)

Tahap ini lebih ditandai dengan penggunaan simbol atau bahasa tanda. Tahap ini juga dimulai
berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini memiliki dua macam tahapan yaitu: praoperasional
(umur 2-4), tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep
yang dimiliki meskipun konsep itu masih sederhana. Akibatnya, anak sering melakukan kesalahan dalam
memahami objek yang dilihat. Tahap ini memiliki beberapa ciri khusus yaitu:

a. Self counternya sangat dominan

b. Mampu melakukan klasifikasi objek yang bersifat sederhana


c. Belum mampu memusatkan perhatian terhadap berbagai objek yang bervariasi atau berbeda-beda

d. Memiliki kemampuan untuk mengumpulkan benda atau barang menurut criteria yang benar serta
memiliki kemampuan untuk menyusun benda-benda meskipun mereka belum mampu menjelaskan
makna dari benda-benda tersebut

Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun). Pada tahap ini anak mampu memperoleh pengetahuan atau
informasi yang didasarkan terhadap kesan, makna, konsep yang bersifat abstrak. Tahap ini memiliki
karakteristik sebagi berikut:

a. Memiliki kemampuan untuk membentuk kelas-kelas atau kategori dari sebuah objek

b. Memiliki kemampuan mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks

c. Memiliki kemampuan melakukan tindakan terhadap berbagai fenomena atau ide yang komlpeks

d. Memiliki kemampuan memperoleh prinsip-prinsip secara tepat dan benar

3) Tahap Operasional Konkret (Umur 7/8-11/12 tahun)

Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan menggunakan aturan-aturan yang sistematis, logis, dan
empiris. Tahap ini adalah tahap melakukan transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga
tindakannya lebih efektif. Diharapkan dalam tahap ini tidak ada proses trial and error(coba-coba). Dalam
tahap ini anak diasumsikan sudah dapat berfikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam
melakukan kegiatan tertentu. Anak dapat menggunakan atau mengaplikasikan hasil yang telah dicapai
sebelumnya. Dengan kata lain dalam tahap operasional ini anak memilikim kemampuan untuk
menyelesaikan atau menangani suatu system klsifikasi.

4) Tahap Operasional Formal (Umur 11/12-18 tahun )

Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan anak dalam berpikir abstrak dan logis, serta memiliki
kemampuan menggunakan pola berpikir abstrak dan logis serta memiliki kemampuan menggunakan
pola berpikir "kemungkinan" mampu berpikir ilmiah dengan pendekatan hipothetico-deductive dan
inductive. Tahap ini memiliki ciri khusus sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan bekerja secara efektif, sistematis, logis dan realistis.

b. Mampu melakukan analisis secara kombinasi

c. Mampu berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional mengenai C1,C2
dan r misalnya.

d. Mampu menarik generalisasi secara mendasar terhadap suatu objek.


Proses dan realitas pembelajaran anak pada tahap sensorimotor, memiliki perbedaan dengan proses
belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap praoperasional, juga berbeda pula dengan para siswa
yang telah ada pada tahap operasional formal. Artinya tahap perkembangan itu akan berjalan secara
linier atau relevan dengan kualitas berpikir, makin tinggi tahap perkembangan kognitif membawa
implikasi terhadap teraturnya dan semakin abstraknya cara berpikir yang dilakukan oleh seorang anak.
Oleh karena itu konsekuensi bagi para pendidik adalah bahwa mereka harus benar-benar memahami
tahap-tahap perkembangan peserta didik, sehingga dalam merancang kegiatan pembelajaran, sehingga
pembelajaran menjadi efektif dan efisien serta berkesan bagi anak.

2. Teori belajar Vygotsky

Vygotsky adalah salah satu tokoh konstruktivisme. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan
pada hakekatnya pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara
aspek "internal" dan "eksternal" dari pebelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial
pebelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing -
masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa
bekerja menangani tugas - tugas yang belum dipelajari namun tugas- tugas itu berada dalam "zone of
proximal development" mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara
mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Teori Vygotsky yang lain adalah "scaffolding". Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak
sejumlah besar bantuan selama tahap - tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat
berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri.

Oleh karena itu, menurut teori ini kita sebagai seorang pendidik kita harus mampu menciptakan kelas
social dalam pembelajaran. Kelas social disini mengandung makna bahwa seorang guru harus mampu
menciptakan kelas yang bisa menciptakan suatu proses interaksi baik antar guru dengan murid atau
murid dengan murid. Sehingga permasalahan-permasalahan yang ada dalam kegiatan pembelajaran
dapat diselesaikan dengan memunculkan strategi-strategi baru dalam kegiatan pembelajaran dan
strategi tersebut didapat dari hasil interaksi itu. Serta penemuan suatu konsep-konsep baru atau konsep
yang menjadi tujuan utama dari pembelajaran dapat segera ditemukan oleh adanya interaksi sosial
tersebut.

3. Teori belajar Ausubel

Ausubel (dalam Dahar:1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta
didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya (Ausubel dalam Dahar:1988:142). Serta menghubung-hubungkan antara informasi yang akan
diperoleh dengan informasi yang telah telah diperolehnya dilain waktu.
Menurut Ausubel, Novak,dan Hanesian ada dua jenis belajar:

a. Belajar bermakna (meaningful learning)

b. Belajar menghafal (rote learning

Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur
pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar .Belajar bermakna terjadi bila pelajar
mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya. Bila konsep yang
cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara
menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseoarang memperoleh informasi baru dalam dunia
pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahui sebelumnya.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan
dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau
penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa
menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika
siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang
terjadi adalah belajar bermakna.

Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar, kita sebagai seorang pendidik kita harus bisa
merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengantarkan siswa untuk memperoleh informasi yang
dapat diterima oleh alat-alat kognisinya. Sehingga siswa tidak akan melakukan pembelajaran/ belajar
menghafal tetapi belajar yang bermakna bagi dirinya atau belajar yang bisa direspon oleh alat-alat
kognisinya. Penyampaian pelajaran harus selalu mengalami pengembangan dan kolaborasi antar-antar
konsep yang dipelajari.

4. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme juga merupakan bagian dari teori kognitif. Teori konstruktivisme lahir dari ide
Piaget dan Vygotsky. Belajar menurut teori ini adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui
pengalaman nyata di lapangan. Penekanan teori konstruktivisme bukan pada membangun kualitas
kognitif, tetapi lebih pada proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realita lapangan, belajar
bukanlah proses teknologisasi (robotisasi) bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan
terhadap suatu materi yang disampaikan. Konsekuensinya pembelajaran harus mampu memberikan
pangalaman nyata kepada peserta didik. Agar siswa cepat memiliki pengetahuan, jika pengetahuan itu
dibangun atas dasar realitas yang ada dalam masyarakat. Sehingga model pembelajaran yang dilakukan
adalah model pembelajaran secara natural. Dalam teori ini proses belajar tidak hanya menyampaikan
materi yang bersifat normative(tekstual) tetapi harus juga menyampaikan materi yang yang bersifat
konstektual.

Peran guru dalam pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah sebagi fasilitator atau moderator.
Artinya guru bukan satu-satunya sumber belajar yang harus selalu ditirudan segala ucapan dan
tindakannya selalu benar, sedangkan murid adalah sosok manusia yang bodoh, yang segala ucapan dan
tindakannya tidak selalu dapat dipercaya atau salah. Proses pembelajaran yang seperti ini cenderung
menempatkan siswa sebagai sosok manusia yang pasif, statis, dan tidak memiliki kepekaan dalam
memahami persoalan. Posisi siswa dalam pembelajaran menurut teori ini adalah siswa yang harus aktif,
kreatif, dan kritis.

Paul Suparno Sj (dalam M.Saekhan:2008) menyatakan bahwa model pembelajaran dianggap tepat
menurut teori konstruktivisme adalah model pembelajaran yang demokratis dan dialogis. Pembelajaran
harus memberikan ruang kebebasan untuk siswa melakukan kritik, memiliki peluang yang luas untuk
mengungkapkan idea tau gagasannya, guru tidak memiliki jiwa otoriter dan diktator.

Pembelajaran akan efektif jika didasarkan pada empat komponen dasar antara lain(a) pengetahuan
(knowledge) yaitu pembelajaran harus mampu dijadikan sarana untuk tumbuh kembangnya
pengetahuan bagi siswa (b) ketrampilan (skill), pembelajaran harus benar-benar memberikan
ketrampilan bagi siswa baik ketrampilan kognitif, afektif maupun psikomotorik (c) sifat alamiah
(disposisions), proses pembelajaran harus benar-benar berjalan secara alamiah, tanpa adanya paksaan
dan tidak semata-mata rutinitas belaka.(d) Perasaan (feeling), perasaan ini bermakna perasaan atau
emosi atau kepekaan, pembelajaran harus mampu menumbuhkan kepekaan social terhadap dinamika
dan problematika kehidupan masyarakat.

Guru adalah seorang yang bertanggung jawab atas jalannnya suatu proses pembelajaran. Oleh sebab itu
sebagai seorang pendidik harus bisa merancanng suatu pembelajaran yang mampu mengaktifkan
siswanya Serta dalam konteks ini guru harus memiliki kesadaran penuh bahwa guna pembelajaran
adalah untuk siswa bukan untuk gurunya. Sehingga seorang guru pastinya akan memiliki trik-trik khusus
untuk merancang pembelajaran yang bisa membuat siswanya aktif dan selalu antusias untuk mengikuti
pelajaran yang ada

5. Teori Belajar pada Masa yang akan Datang

Belajar dan pembelajaran adalah suatu proses yang kan selalu dialami oleh manusia. Akantetapi
kemungkinan besar proses pelaksanaan belajar dan pembelajaran akan sangat berbeda dengan masa
sekarang. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk revolusioner yang akan selalu berevolusi dan
juga berinovasi. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi akan adanya teori belajar adalah faktor
kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat di era yang akan datang.

Persaingan di era globalisasi semakin berat menuntut kita sebagai orang yang berkecimpung didunia
pendidikan untuk mengadakan suatu inovasi pembelajaran. Era globalisasi akan merubah seluruh
tatanan kehidupan manusia. Di era ini juga berlaku hukum persaingan murni, dimana mereka-mereka
yang tak mempunyai kemampuan lebih akan tersingkir atau tereliminir. Oleh sebab itu untuk
mengantisipasi diri dari persaingan tersebut, kita sebagi seorang guru harus bisa memberikan bekal yang
cukup kepada peserta didik supaya mereka bisa bersaing di era globalisasi.

Untuk bisa memberikan modal yang cukup kepada para siswanya, kita harus bisa memberikan suatu
inivasi atau perubahan dalam bidang pendidikan baik dari strategi, atau model-model pembelajaran.
Daya kreasi dan kemauan untuk berkreatifitas dalam bidang pendidikan sangat diperlukan guna
kemajuan pendidikan. Oleh karena itu diharapkan kita mampu menciptakan uatu teori baru, teori yang
sesuai dengan kebutuhan zaman.

Teori belajar

1. Teori belajar Behavioristik

Teori Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang


belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Contoh aplikasi teori belajar behavioristik:

1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional


2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi “entry
behavior” Peserta Didik (pengetahuan awal Peserta Didik)
3. Menentukan materi pelajaran (pokok bahasan, topik)
4. Memecah materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil ( sub bahasan pokok, sub topik)
5. Menyajikan materi pelajaran
6. Memberikan stimulus berupa pertanyaan, latihan, tugas-tugas
7. Mengamati dan mengkaji respon yang di berikan
8. Memberikan penguatan/ reinforcement (positif ataupun negatif)
9. Memberikan stimulus baru
10. Mengamati dan mengkaji respon yang di berikan (mengevaluasi hasil belajar)
11. Memberikan penguatan
12. Dan seterusnya.

1. Teori belajar Kognitivisme


Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori
perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa
para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir,
menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Piaget. Dari ketiga
peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek
pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada
pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta
didik memperoleh informasi dari lingkungan.

Contoh aplikasi teori belajar kognitif menurut Piaget:

1. Menentukan tujuan instruksional


2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik yang mungkin dipelajari swcara aktif oleh Peserta Didik
4. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topik yang akan dipelajari
oleh Peserta Didik
5. Mempersiapkan pertanyaan yang dapat memacu kreativitas Peserta Didik untuk
berdiskusi atau bertanya

Contoh aplikasi teori belajar kognitif menurut Bruner:

1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional


2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik yang bisa dipelajari oleh Peserta Didik secara induktif
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi yang dapat digunakan Peserta Didik ubtuk belajar
5. Mengatur topik-topik pelajaran
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Contoh aplikasi teori belajar kognitif menurut Ausubel:

1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional


2. Mengukur kesiapan Peserta Didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yamg harus dikuasai Peserta Didik dalam materi
tersebut
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
6. Membuat dan menggunakan “advanced organizer”

Memberi focus pada hubungan yang terjalin antara konsep-konsep yang ada
7. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

1. Teori belajar Humanistik

Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
Teori belajar humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Tokoh dalam teori
ini adalah C. Roger dan Arthur Comb.

Contoh aplikasi teori belajar humanistik:

1. Menentukan tujuan instruksional


2. Menentukan materi pelajaran
3. Menhidentivikasi “entry behavior” Peserta Didik
4. Mengidentifikasi topik-topik yang memungkinkan Peserta Didik mempelajarinya secara
aktif (mengalami)
5. Mendesain wahana (lingkungan, media, fasilitas, dsb) yanga akan digunakan Peserta
Didik untuk belajar

1. Teori belajar Konstruktifistik

Konstruktifistik merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan


kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Kontruksi berarti bersifat membangun,
dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea
dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua
situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama
semua konsep.

Strategi belajar yang di gunakan teori ini adalah SCL (Student Center Learning) seperti :

 Belajar aktif
 Mandiri
 Kooperatif-kolaboratif
 Self-regulated learning
 Generative learning
 Model pembelajaran:>Problem based learning>Discovery learning>Cognitive
strategis>Project based learning

Anda mungkin juga menyukai