HIDUP MAHASISWA
A. MENIMBANG :
B. MEMPERHATIKAN
1 1 Kepala Instalasi
4 1 Apoteker logistik
5 1 Apioteker IGD
6 1 Apoteker ICU
7 1 Apoteker PIO
Catatan :
• Jenis pelayanan tidak dibahas dan dijelaskan secara lengkap di pasal peraturannya.
• Pelayanan Kefarmasian pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 dimasukan ke
pelayanan penunjang medis lain, seharusnya pelayanan kefarmasian berdiri sendiri sebagai
pelayanan khusus sama dengan pelayanan medis dan lainnya.
• Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut pelayanan farmasi klinik juga tidak
dibahas, berbanding terbalik dengan PERMENKES sebelumnya No. 56 Tahun 2014.
3. Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut pada lampiran sumber daya manusia
bagian tenaga kefarmasian hanya menjelaskan jumlah apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian. sedangkan pada PERMENKES RI No. 56 Tahun 2014 pada lampiran
sumber daya manusia dijelaskan secara rinci jumlah apoteker dengan pembagian tuganya
yaitu seperti Apoteker Rawat Inap, Apoteker Rawat Jalan, Apoteker Gawat Darurat dll.
Catatan :
• Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut tidak dijelaskan secara rinci jumlah
apoteker sesuai pembagian tugasnya.
• Ini membuktikan bahwa PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 esensinya kembali bersifat
lebih general berbanding terbalik dengan PERMENKES RI No. 56 Tahun 2014 yang
menjelaskan secara rinci dan bersifat spesifik. Sedangkan seharusnya menurut asas hukum
PERMENKES merupakan salah satu peraturan yang berasas lex specialis.
4. Perbandingan Jumlah Tenaga Kefarmasian pada PERMENKES lama dan baru
Menurut PERMENKES RI Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah
Sakit :
1 Tenaga Kefarmasian
A. Apoteker 15 13 7 3
Menurut PERMENKES RI Nomor 30 TAHUN 2019 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah
Sakit :
Pasal 12 Ayat (9) Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, serta kebutuhan dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit.
1 Tenaga Kefarmasian
B. Apoteker 11 8 6 2
Dilihat dari perbandingan jumlah minimal antara PERMENKES lama dan baru tersebut
cukup signifikan menurun . Dan terdapat kerancuan antara pasal 12 ayat (9) dimana Jumlah dan
Kualifikasi sumber daya manusia disesuaikan dengan analisa beban kerja, namun di lampiran
sudah ditetapkan jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan. Hal ini bisa mengakibatkan
perbedaan intepretasi dari maksud PERMENKES tersebut.
Karena jika pemerintah memang serius meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga seharusnya mempertimbangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung
jawabnya. Jumlah sumber daya Tenaga Kefarmasian pada lampiran B Sumber Daya Manusia
tersebut belum cukup dan tidaklah rasional.
D. HARMONISASI PERATURAN
Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
Terbukti :
1) Tidak harmonis dengan PANCASILA sila ke 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2) Tidak harmonis dengan UUD 1945 pasal 28d ayat 2 Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3) Tidak harmonis dengan UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 3 Bagian Tujuan Poin D : mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan .
Catatan : Dari dasar hukum diatas menjelaskan bahwa PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019
tersebut tidak harmonis dengan peraturan diatasnya serta tidak mengimplementasikan
peraturan diatasnya sehingga kami menilai tenaga kefarmasian dengan ini profesi apoteker
tidak mendapat perlakuan yang adil jika dibandingkan dengan profesi lainnya karena
memperkecil peluang bekerja di pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Dan
penyelenggaraan upaya kesehatan tidak akan mampu berjalan baik jika jumlah tenaga
kesehatannya di kurangi sehingga mengakibatkan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
menjadi tidak optimal.
F. DAMPAK KESELURUHAN
1. Berbagai pasal yang bermasalah diatas membuktikan sebuah pelecehan dan pencorengan
nama baik pelayanan kefarmasian dan citra tenaga kefarmasian dengan ini profesi
Apoteker.
2. Jika jumlah minimal apoteker di kurangi membuat beban kerja apoteker yang bekerja
tersebut semakin bertambah dengan perbandingan jumlah pasien dan Analisa Beban Kerja
Kesehatan (ABK Kes).
3. Memperkecil peluang Apoteker baru bekerja di dalam pelayanan kefarmasian Rumah
Sakit.
4. Penerapan praktik pelayanan farmasi klinis di rumah sakit menjadi semakin minim
bahkan terhambat, yang seharusnya praktik pelayanan farmasi klinis di rumah sakit
diharapkan semakin membaik dan meningkat, menjadikan ini suatu pemunduran bagi
pelayanan farmasi klinis di rumah sakit.
G. KESIMPULAN
Dari segala permasalahan PERMENKES RI No. 30 tahun 2019 menyimpulkan bahwa
permenkes baru substansinya tidak harmonis dengan peraturan diatasnya yaitu UUD 1945,
UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan peraturan lainnya yaitu PP No. 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, PERMENKES RI No. 56 tahun 2014 Klasifikasi Dan
Perizinan Rumah SAKIT dan PERMENKES RI No. 72 tahun 2016 Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.
Pada PERMENKES baru ini juga terlihat jelas ada pasal karet yang esensinya nya
lemah dan merugikan beberapa profesi dengan ini juga merugikan profesi kefarmasian
dengan beberapa upaya pencorengan nama baik dan pelemahan akan eksistensi kinerja tenaga
kefarmasian.
Dalam penentuan kebutuhan sumber daya manusia tenaga kefarmasian juga tidak
mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi,
wewenang dan tanggung jawabnya. Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia yang
harusnya disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, serta kebutuhan dan kemampuan
pelayanan Rumah Sakit.
Perhitungan Sumber Daya Kefarmasian juga harusnya didasarkan pada Manual
Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan Metoda Analisa Beban Kerja
Kesehatan (ABK Kes) menurut Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI. Karena jika
beban kerja semakin berat maka pelayanan akan tidak efektif bahkan ditakutkan akan banyak
permasalahan nantinya sedangkan jika tenaga Apoteker nya banyak dan beban kerja tidak
berat maka akan meminimalisir terjadinya kesalahan pada pelayanan dan akan memberikan
pelayanan yang efektif yang berdampak pada teraturnya pelayanan kesehatan keseluruhan di
Rumah Sakit.
Sehingga dari hasil kajian dan analisis diatas, solusi yang dapat kami rekomendasikan
kepada pihak terkait yaitu dengan merevisi beberapa pasal yang bermasalah tersebut,
melakukan pembahasan dan rapat dengan pendapat ulang bersama berbagai pihak stakeholder
dengan ini organisasi profesi kesehatan terkait dengan berbagai pertimbangan,masukan dan
analisa yang lebih matang dan adil.
Sehingga diharapkan dapat benar-benar diimplementasikan secara baik dan teratur
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Dari beberapa analisis di atas, kami dari ISMAFARSI harus menyikapi permasalahan
regulasi ini karena kami mahasiswa farmasi sebagai calon profesi Apoteker juga tidak mau
masa depan profesi di tindas karena adanya PERMENKES RI No. 30 tahun 2019 menjadi
pukulan keras bagi keberadaan tenaga kefarmasian khususnya profesi Apoteker, membuat
para Apoteker harus merenung hanya berdiam diri menerima kenyataan walau pahit atau
berdiri kompak menyatakan penolakan ,karena jelas sekali ini seakan menindas keberadaan
apoteker .
ISMAFARSI menyanyangkan pembuatan PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019
tersebut perancangan dan pembuatannya dilakukan sepihak tidak melibatkan semua
stakeholder terkait dengan ini organisasi profesi kesehatan sehingga tidak melakukan dengar
pendapat sebagai bahan masukan dan rekomendasi dengan semua organisasi profesi
kesehatan.
ISMAFARSI juga menyanyangkan sikap organisasi profesi Pengurus Pusat Ikatan
Apoteker Indonesia (PP IAI) selaku pemangku kepentingan dan kebijakan tertinggi apoteker
hanya berdiam diri seakan kebijakan PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut tidak
terjadi permasalahan yang berarti . seharusnya sebagai representatif apoteker seluruh
indonesia PP IAI harusnya juga ikut dalam memperjuangkan hak profesi Apoteker , dan
seharusnya juga dapat berkaca dengan organisasi profesi kesehatan lainnya yang memprotes
dan menginginkan revisi ulang terhadap PERMENKES RI No. 30 tahun 2019.
Maka dari itu ISMAFARSI sebagai representatif mahasiswa farmasi seluruh
Indonesia dengan ini menyatakan sikap , sebagai berikut :
1. Menolak dengan tegas PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut karena dinilai
mempersempit peluang berpraktik dalam pelayanan farmasi rumah sakit dan melemahkan
pelayanan farmasi klinis di rumah sakit.
2. Menuntut pemerintah dengan ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk merevisi
isi dan pasal bermasalah serta merugikan dalam PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019
tersebut dan melakukan pembahasan ulang dengan melibatkan semua stakeholder terkait.
3. Menuntut Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) dan Himpunan Seminat
Farmasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia (HISFARSI) untuk ikut memprotes kebijakan
PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 dan menuntut lebih serius dalam memenuhi,
melindungi, dan memperjuangkan hak Profesi Apoteker Indonesia.
4. Menuntut Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) untuk menyegerakan
Rancangan Undang-Undang Kefarmasian (RUU KEFARMASIAN) sebagai solusi terbaik
dalam menjaga marwah Profesi Apoteker agar tidak muncul kembali peraturan lain yang
merugikan tenaga kefarmasian dengan ini profesi Apoteker.
5. Mengajak seluruh sejawat kefarmasian di seluruh indonesia untuk ikut melayangkan protes
terhadap PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut yang dinilai merugikan Tenaga
Kefarmasian.
Demikian Press Release ini kami buat sedemikian rupa, besar harapan kami PERMENKES RI
No. 30 Tahun 2019 2019 ini dapat ditinjau oleh pihak terkait agar tidak ada pihak yang merasa
dirugikan . Hal ini karena tujuan semua sama, yaitu untuk menciptakan pelayanan kesehatan
yang prima dan optimal.