Anda di halaman 1dari 10

PRESS RELEASE

PENOLAKAN PERMENKES RI No. 30 TAHUN 2019 TENTANG KLASIFIKASI DAN


PERIZINAN RUMAH SAKIT
Nomor : 404/P-e/ISMAFARSI/X/2019

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

HIDUP MAHASISWA

Pada tanggal 26 September 2019 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah


menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang
Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit yang berlaku mulai berlaku mulai tanggal 26 September
2019 .
Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI) sebagai organisasi
mahasiswa kesehatan yang independen dalam melaksanakan fungsi sebagai mahasiswa yaitu Agent
Of Change, Social Control Dan Moral Force yang selalu aktif dan kontributif dalam pergerakan di
dunia kesehatan khususnya kefarmasian ,tidak luput juga harus ikut responsif dan peduli akan
permasalahan kesehatan dan kefarmasian.
Belakangan ini PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 sedang hangat dibicarakan oleh lintas
profesi kesehatan, salah satunya profesi apoteker sendiri karena dinilai isi dari peraturan tersebut
banyak hal yang mencoreng nama profesi dan melemahkan peluang kinerja pelayanan farmasi di
rumah sakit, sehingga kami selaku representatif mahasiswa farmasi juga ikut menyoroti terhadap
permasalahan kesehatan dan kefarmasian dengan ini permasalahan PERMENKES RI No. 30 Tahun
2019 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit .
Kami percaya setiap tahun seharusnya peningkatan pelayanan kesehatan guna menunjang
derajat kesehatan di indonesia haruslah meningkat, dan dari pada itu kami sangat menyanyangkan
jika pelayanan kesehatan yang harusnya meningkat tetapi mengalami pemunduran, guna menjaga itu
kami selaku mahasiswa menjadi barisan terdepan dalam mengkritisi berbagai kebijakan yang
dianggap merugikan beberapa kalangan bahkan sebagai bentuk pelemahan pelayanan kesehatan,
maka dengan itu ISMAFARSI menyampaikan hasil dari kajian PERMENKES RI No. 30 Tahun
2019 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit dengan sebagai berikut :

A. MENIMBANG :

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi,pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep Dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

4. PERMENKES RI No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di


Rumah Sakit
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

B. MEMPERHATIKAN

1. PERMENKES RI No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di


Rumah Sakit Bab Iv Sumber Daya Kefarmasian
• Bagian Sumber Daya Manusia
Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai
dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi
Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah
Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang
ditetapkan oleh Menteri.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan
Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan
farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat,
rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi
dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan
Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan
farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan
Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker
untuk 50 pasien.
• Beban Kerja Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);
b) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan produksi);
c) Jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari; dan volume Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
• Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan rawat jalan, maka
kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di
unit logistik medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan
informasi Obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan
yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
• Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan,
diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan
Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:
a) Unit Gawat Darurat;
b) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive
Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU);
c) Pelayanan Informasi Obat;
• Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit gawat
darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat
intensif dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
• Dari teori diatas bisa kita buat Contoh Perhitungannya, Rumah Sakit Kelas B dengan jumlah
tempat tidur 400 (BOR 75%) dan kunjungan rawat jalan rata-rata 400 pasien per hari dengan
membuka layanan kefarmasian di IGD, ICU dan melakukan pelayanan dispensing sediaan
steril, maka perhitungannya sebagai berikut :

No Jumlah Apoteker Keterangan

1 1 Kepala Instalasi

2 10 Apoteker Rawat Inap (rasio 1:30 pasien)

3 8 Apoteker Rawat Jalan (rasio 1: 50 pasien)

4 1 Apoteker logistik

5 1 Apioteker IGD

6 1 Apoteker ICU

7 1 Apoteker PIO

8 1 Apoteker Dispensing Sediaan Steril

Total yang dibutuhkan : 24 Apoteker


Catatan : Dari contoh diatas sangatlah menunjukan disparitas dengan pendapat dari
PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019, membuktikan bahwa pembuat atau perancang
PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tidak berdasarkan data analisa perhitungan yang
matang dan pertimbangan dari keadaan lapangan.

2. Jumlah lulusan Apoteker


Setiap tahun ribuan apoteker baru lulus dan telah disumpah dari berbagai perguruan
tinggi, menurut data dari Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia dengan jumlah apoteker
sekarang kurang lebih 76.781 apoteker, dari jumlah sebanyak itu mereka harus mencari
peluang dalam mempraktikan ilmunya dan menyebar ke semua sektor termasuk ke pelayanan
farmasi di rumah sakit.
Menurut UUD 1945 pasal 28d ayat 2 Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Sehingga kami menilai kebijakan PERMENKES No. 30 Tahun 2019 ini seakan
memperkecil harapan bagi para apoteker untuk mendapatkan peluang bekerja dan
mempraktikan ilmunya di Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit.

C. ISI DAN PASAL YANG BERMASALAH


1. Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 Pasal 23 Bagian Kesatu Persyaratan Ayat 2
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi lokasi, bangunan, prasarana, sumber
daya manusia, kefarmasian dan peralatan
Dan pada Pasal 27 Bagian Kesatu Persyaratan
1) Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) harus menjamin
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
2) Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di instalasi
farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Catatan :
• Makna isi dari Pasal 23 dan Pasal 27 tidak selaras pada pasal 23 yang di bahas adalah
persyaratan sedangkan pada pasal 27 yang dibahas adalah pelayanan.
Seharusnya jika pasal 27 merupakan turunan maksud dari pasal 23 persyaratan ,lebih baik
penjelasannya bukan pelayanan karena yang dimaksud dengan Pelayanan Kefarmasian
menurut PERMENKES RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Rumah Sakit Pasal 3 ayat (1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi
standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. Pelayanan farmasi klinik.
• Ini membuktikan bahwa perancang dan pembuat PERMENKES No. 30 tersebut tidak
mengerti pengertian dari pelayanan kefarmasian sehingga ditakutkan mengakibatkan
perbedaan tafsir antar pasal di PERMENKES tersebut.
2. Pada PERMENKES No. 30 Tahun 2019 tersebut tidak menjelaskan secara rinci jenis
pelayanan-pelayanan di setiap tipe rumah sakit, sedangkan pada PERMENKES sebelumnya
Nomor 56 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa :
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum meliputi:
a. Pelayanan Medik;
b. Pelayanan Kefarmasian;
c. Pelayanan Keperawatan Dan Kebidanan;
d. Pelayanan Penunjang Klinik;
e. Pelayanan Penunjang Nonklinik; dan
f. Pelayanan Rawat Inap.
Dan Pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan
farmasi klinik.
Sedangkan pada PERMENKES RI No. 30 tersebut Fungsi pelayanan Kefarmasian masuk ke
pelayanan penunjang medis lain (dilihat di lampiran )

Catatan :
• Jenis pelayanan tidak dibahas dan dijelaskan secara lengkap di pasal peraturannya.
• Pelayanan Kefarmasian pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 dimasukan ke
pelayanan penunjang medis lain, seharusnya pelayanan kefarmasian berdiri sendiri sebagai
pelayanan khusus sama dengan pelayanan medis dan lainnya.
• Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut pelayanan farmasi klinik juga tidak
dibahas, berbanding terbalik dengan PERMENKES sebelumnya No. 56 Tahun 2014.

3. Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut pada lampiran sumber daya manusia
bagian tenaga kefarmasian hanya menjelaskan jumlah apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian. sedangkan pada PERMENKES RI No. 56 Tahun 2014 pada lampiran
sumber daya manusia dijelaskan secara rinci jumlah apoteker dengan pembagian tuganya
yaitu seperti Apoteker Rawat Inap, Apoteker Rawat Jalan, Apoteker Gawat Darurat dll.
Catatan :
• Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut tidak dijelaskan secara rinci jumlah
apoteker sesuai pembagian tugasnya.
• Ini membuktikan bahwa PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 esensinya kembali bersifat
lebih general berbanding terbalik dengan PERMENKES RI No. 56 Tahun 2014 yang
menjelaskan secara rinci dan bersifat spesifik. Sedangkan seharusnya menurut asas hukum
PERMENKES merupakan salah satu peraturan yang berasas lex specialis.
4. Perbandingan Jumlah Tenaga Kefarmasian pada PERMENKES lama dan baru

Menurut PERMENKES RI Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah
Sakit :

No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D

1 Tenaga Kefarmasian

A. Apoteker 15 13 7 3

Menurut PERMENKES RI Nomor 30 TAHUN 2019 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah
Sakit :
Pasal 12 Ayat (9) Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, serta kebutuhan dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit.

Lampiran B Sumber Daya Manusia


No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D

1 Tenaga Kefarmasian

B. Apoteker 11 8 6 2

C. Tenaga Teknis Kefarmasian 15 12 8 4

Dilihat dari perbandingan jumlah minimal antara PERMENKES lama dan baru tersebut
cukup signifikan menurun . Dan terdapat kerancuan antara pasal 12 ayat (9) dimana Jumlah dan
Kualifikasi sumber daya manusia disesuaikan dengan analisa beban kerja, namun di lampiran
sudah ditetapkan jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan. Hal ini bisa mengakibatkan
perbedaan intepretasi dari maksud PERMENKES tersebut.
Karena jika pemerintah memang serius meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga seharusnya mempertimbangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung
jawabnya. Jumlah sumber daya Tenaga Kefarmasian pada lampiran B Sumber Daya Manusia
tersebut belum cukup dan tidaklah rasional.
D. HARMONISASI PERATURAN
Pada PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
Terbukti :
1) Tidak harmonis dengan PANCASILA sila ke 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2) Tidak harmonis dengan UUD 1945 pasal 28d ayat 2 Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3) Tidak harmonis dengan UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 3 Bagian Tujuan Poin D : mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan .

Catatan : Dari dasar hukum diatas menjelaskan bahwa PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019
tersebut tidak harmonis dengan peraturan diatasnya serta tidak mengimplementasikan
peraturan diatasnya sehingga kami menilai tenaga kefarmasian dengan ini profesi apoteker
tidak mendapat perlakuan yang adil jika dibandingkan dengan profesi lainnya karena
memperkecil peluang bekerja di pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Dan
penyelenggaraan upaya kesehatan tidak akan mampu berjalan baik jika jumlah tenaga
kesehatannya di kurangi sehingga mengakibatkan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
menjadi tidak optimal.

E. TIDAK MELIBATKAN STAKEHOLDER


Menurut informasi yang kami dapatkan langsung berkomunikasi dengan Organisasi Profesi
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) bahwa PP IAI dan Himpunan Seminat
Farmasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia (HISFARSI) tidak dilibatkan dalam perancangan
dan pembuatan PERMENKES tersebut . Sehingga kami menilai pembuatan PERMENKES
No. 30 Tahun 2019 tersebut pembuatannya dilakukan sepihak tidak melibatkan stakeholder
terkait dengan ini organisasi profesi kesehatan sehingga tidak semua organisasi profesi
kesehatan memberi masukan dan rekomendasi terhadap PERMENKES tersebut.

F. DAMPAK KESELURUHAN
1. Berbagai pasal yang bermasalah diatas membuktikan sebuah pelecehan dan pencorengan
nama baik pelayanan kefarmasian dan citra tenaga kefarmasian dengan ini profesi
Apoteker.
2. Jika jumlah minimal apoteker di kurangi membuat beban kerja apoteker yang bekerja
tersebut semakin bertambah dengan perbandingan jumlah pasien dan Analisa Beban Kerja
Kesehatan (ABK Kes).
3. Memperkecil peluang Apoteker baru bekerja di dalam pelayanan kefarmasian Rumah
Sakit.
4. Penerapan praktik pelayanan farmasi klinis di rumah sakit menjadi semakin minim
bahkan terhambat, yang seharusnya praktik pelayanan farmasi klinis di rumah sakit
diharapkan semakin membaik dan meningkat, menjadikan ini suatu pemunduran bagi
pelayanan farmasi klinis di rumah sakit.
G. KESIMPULAN
Dari segala permasalahan PERMENKES RI No. 30 tahun 2019 menyimpulkan bahwa
permenkes baru substansinya tidak harmonis dengan peraturan diatasnya yaitu UUD 1945,
UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan peraturan lainnya yaitu PP No. 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, PERMENKES RI No. 56 tahun 2014 Klasifikasi Dan
Perizinan Rumah SAKIT dan PERMENKES RI No. 72 tahun 2016 Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.
Pada PERMENKES baru ini juga terlihat jelas ada pasal karet yang esensinya nya
lemah dan merugikan beberapa profesi dengan ini juga merugikan profesi kefarmasian
dengan beberapa upaya pencorengan nama baik dan pelemahan akan eksistensi kinerja tenaga
kefarmasian.
Dalam penentuan kebutuhan sumber daya manusia tenaga kefarmasian juga tidak
mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi,
wewenang dan tanggung jawabnya. Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia yang
harusnya disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, serta kebutuhan dan kemampuan
pelayanan Rumah Sakit.
Perhitungan Sumber Daya Kefarmasian juga harusnya didasarkan pada Manual
Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan Metoda Analisa Beban Kerja
Kesehatan (ABK Kes) menurut Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI. Karena jika
beban kerja semakin berat maka pelayanan akan tidak efektif bahkan ditakutkan akan banyak
permasalahan nantinya sedangkan jika tenaga Apoteker nya banyak dan beban kerja tidak
berat maka akan meminimalisir terjadinya kesalahan pada pelayanan dan akan memberikan
pelayanan yang efektif yang berdampak pada teraturnya pelayanan kesehatan keseluruhan di
Rumah Sakit.
Sehingga dari hasil kajian dan analisis diatas, solusi yang dapat kami rekomendasikan
kepada pihak terkait yaitu dengan merevisi beberapa pasal yang bermasalah tersebut,
melakukan pembahasan dan rapat dengan pendapat ulang bersama berbagai pihak stakeholder
dengan ini organisasi profesi kesehatan terkait dengan berbagai pertimbangan,masukan dan
analisa yang lebih matang dan adil.
Sehingga diharapkan dapat benar-benar diimplementasikan secara baik dan teratur
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Dari beberapa analisis di atas, kami dari ISMAFARSI harus menyikapi permasalahan
regulasi ini karena kami mahasiswa farmasi sebagai calon profesi Apoteker juga tidak mau
masa depan profesi di tindas karena adanya PERMENKES RI No. 30 tahun 2019 menjadi
pukulan keras bagi keberadaan tenaga kefarmasian khususnya profesi Apoteker, membuat
para Apoteker harus merenung hanya berdiam diri menerima kenyataan walau pahit atau
berdiri kompak menyatakan penolakan ,karena jelas sekali ini seakan menindas keberadaan
apoteker .
ISMAFARSI menyanyangkan pembuatan PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019
tersebut perancangan dan pembuatannya dilakukan sepihak tidak melibatkan semua
stakeholder terkait dengan ini organisasi profesi kesehatan sehingga tidak melakukan dengar
pendapat sebagai bahan masukan dan rekomendasi dengan semua organisasi profesi
kesehatan.
ISMAFARSI juga menyanyangkan sikap organisasi profesi Pengurus Pusat Ikatan
Apoteker Indonesia (PP IAI) selaku pemangku kepentingan dan kebijakan tertinggi apoteker
hanya berdiam diri seakan kebijakan PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut tidak
terjadi permasalahan yang berarti . seharusnya sebagai representatif apoteker seluruh
indonesia PP IAI harusnya juga ikut dalam memperjuangkan hak profesi Apoteker , dan
seharusnya juga dapat berkaca dengan organisasi profesi kesehatan lainnya yang memprotes
dan menginginkan revisi ulang terhadap PERMENKES RI No. 30 tahun 2019.
Maka dari itu ISMAFARSI sebagai representatif mahasiswa farmasi seluruh
Indonesia dengan ini menyatakan sikap , sebagai berikut :

1. Menolak dengan tegas PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut karena dinilai
mempersempit peluang berpraktik dalam pelayanan farmasi rumah sakit dan melemahkan
pelayanan farmasi klinis di rumah sakit.
2. Menuntut pemerintah dengan ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk merevisi
isi dan pasal bermasalah serta merugikan dalam PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019
tersebut dan melakukan pembahasan ulang dengan melibatkan semua stakeholder terkait.
3. Menuntut Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) dan Himpunan Seminat
Farmasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia (HISFARSI) untuk ikut memprotes kebijakan
PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 dan menuntut lebih serius dalam memenuhi,
melindungi, dan memperjuangkan hak Profesi Apoteker Indonesia.
4. Menuntut Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) untuk menyegerakan
Rancangan Undang-Undang Kefarmasian (RUU KEFARMASIAN) sebagai solusi terbaik
dalam menjaga marwah Profesi Apoteker agar tidak muncul kembali peraturan lain yang
merugikan tenaga kefarmasian dengan ini profesi Apoteker.
5. Mengajak seluruh sejawat kefarmasian di seluruh indonesia untuk ikut melayangkan protes
terhadap PERMENKES RI No. 30 Tahun 2019 tersebut yang dinilai merugikan Tenaga
Kefarmasian.
Demikian Press Release ini kami buat sedemikian rupa, besar harapan kami PERMENKES RI
No. 30 Tahun 2019 2019 ini dapat ditinjau oleh pihak terkait agar tidak ada pihak yang merasa
dirugikan . Hal ini karena tujuan semua sama, yaitu untuk menciptakan pelayanan kesehatan
yang prima dan optimal.

Semoga Press Release ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.


Terima kasih
Panjang Umur Pergerakan
Hidup Mahasiswa
Jayalah ISMAFARSI
Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Staf Ahli Kajian Strategis dan Advokasi Sekretaris Jenderal

Doni Setiawan Muhammad Dzikri Ramadhan

Anda mungkin juga menyukai