Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ERITROSIT

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. Lale Ande Nigar (P07134118026)


2. Lidia Fibri Surfi Yonova (P07134118027)
3. Lina Dwi Kurnia Ningrum (P07134118028)
4. Meilani Hidayati (P07134118029)
5. Meliana Khutami (P07134118030)
6. Muthmainnatul Ula (P07134118032)
7. Nanda Nursabrina (P07134118033)
8. Nanda Suhandini Putri (P07134118034)
9. Nanda Yuniza Pratiwi (P07134118035)
10. Nindya Putri Novianti (P07134118036)
11. Ni Wayan Sri Wulandari (P07134118037)
12. Nur Indah Fillaili (P07134118038)
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling sederhana yang ada dalam
tubuh. Eritrosit tidak memiliki nucleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah. Eritrosit
mengandung hemoglobin yaitu protein yang mengandung besi, berperan dalam transpor
oksigen dan karbondioksida di dalam tubuh. Oleh karena itu, eritrosit sangat diperlukan
dalam proses oksigenasi organ tubuh. Dengan mengetahui keadaan eritrosit, secara tidak
langsung dapat diketahui juga keadaan organ tubuh seseorang.
Megakariosit
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian eritrosit, megakariosit, eritropoitin?
2. Bagaimana mekanisme pembentukan eritrosit?
3. Apa fungsi dari eritrosit?
4. Apa saja komponen penyusun eritrosit?
5. Apa saja kelainan pada eritrosit, megakariosit, eritropoitin?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian eritrosit,megakariosit, dan eritropoitin.
2. Untuk mengetahui mekanisme pembentukam eritrosit.
3. Untuk mengetahui fungsi dari eritrosit, megakariosit, dan eritropoitin.
4. Untuk mengetahui komponen penyusun eritrosit.
5. Untuk mengetahui kelainan dari eritrosit,megakariosit, dan eritropoitin.
D. MANFAAT
1. Mahasiswa mengetahui pengertian eritrosit,megakariosit, dan eritropoitin.
2. Mahasiswa mengetahui mekanisme pembentukam eritrosit.
3. Mahasiswa mengetahui fungsi dari eritrosit, megakariosit, dan eritropoitin.
4. Mahasiswa mengetahui komponen penyusun eritrosit.
5. Mahasiswa mengetahui kelainan dari eritrosit,megakariosit, dan eritropoitin.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Eritrosit adalah kepingan sel darah merah (RBC) yang berbentuk bulat dengan sedikit
ceruk di tengahnya, agak mirip seperti donat. Eritrosit adalah sel darah merah yang dibuat di
sumsum tulang melalui proses yang disebut erythropoiesis. Warna merah pada sel darah ini
disebabkan karena adanya kandungan hemoglobin yang terdiri dari protein di dalamnya.
Inilah mengapa darah manusia warnanya merah. Eritrosit bentuknya sangat elastis dan dapat
berubah untuk menyesuaikan diri ketika mengalir melewati kapiler darah yang kecil. Bentuk
yang elastis ini membuat sel darah merah mampu untuk menyebar dengan cepat dalam aliran
darah untuk sampai ke berbagai organ di tubuh.Setelah bergerak menyebar ke seluruh tubuh,
eritrosit pada akhirnya akan kembali dibawa tubuh ke organ limpa untuk dipecah. Usia hidup
eritrosit umumnya sekitar 120 hari, atau 4 bulan. Eritrosit yang belum matang biasanya
disebut retikulosit dan jumlahnya bisa mencapai 1-2 persen dari sel darah merah keseluruhan.
Megakariosit adalah sel sum-sum tulang berukuran besar yang terdiri atas sejumlah
lobus yang saling berhubungan. Fungsi sel ini adalah menghasilkan keeping-keping darah
yang diperlukan untuk pembekuan darah. Megakariosit merupakan 1 dari 10.000 sel sumsum
tulang pada orang normal, tetapi dapat meningkat jumlahnya hampir 10 kali lipat jika tubuh
terjangkit penyakit tertentu.
Secara umum, megakariosit 10 hingga 15 kali lebih besar dari seldarah merah biasa
dengan rata-rata diameternya 50-100 μm. Selama maturasinya, megakariosit akan membesar
dan mereplikasi DNA-nya tanpa sitokinesis, dalam suatu proses unik yang disebut
endomitosis. Akibatnya, nukleus megakariosit dapat menjadi sangat besar dan berlobulasi,
sehingga bila dilihat dibawah mikroskop cahaya dapat memberikan kesan yang salah bahwa
ada beberapa nuklei. Dalam beberapa kasus, nukleus dapat mengandung hingga 64N DNA,
atau 32 salinan komplemen DNA normal dalam sel manusia.
CFU-Me (sel induk fluripotensial atau hemositoblas) → megakarioblas →
promegakariosit → megakariosit.
Ketika sel ini mencapai tahap megakariosit, ia kehilangan kemampuannya untuk
membelah. Namun, ia masih mampu mereplikasi DNA dan melanjutkan pengembangan,
menjadi poliploid. Sitoplasma terus berkembang dan komplemen DNA dapat meningkat
hingga 64N pada manusia dan 256N pada tikus. Banyak fitur morfologis dari diferensiasi
megakariosit yang dapat direkapitulasi dalam sel non-hematopoietik dengan ekspresi β-
tubulin Kelas VI (β6).
Eritropoietin, yang dikenal pula dengan nama lain hematopoietin, adalah senyawa
glikoprotein yang mengendalikan proses eritropoiesis (produksi sel darah merah). Hormon
ini dihasilkan di ginjal, juga ada yang dihasilkan di hati. Produksi eritropoietin di hati
umumnya terjadi pada janin, sedangkan produksi eritropoietin di ginjal terjadi pada masa
dewasa. Eritropoietin digunakan pada kondisi anemia akibat penyakit gagal ginjal kronik,
serta anemia akibat kemoterapi kanker.
Seseorang yang kekurangan hormon ini dapat diberi eritropoietin eksogen atau yang
berasal dari luar tubuh. Salah satu contohnya adalah recombinant human erythropoietin yang
dihasilkan oleh teknologi rekayasa DNA pada kultur sel. Sediaan obat ini
dinamakan erythropoiesis stimulating agent, contohnya adalah eritropoietin alfa dan
eritropoietin beta. Keduanya berikatan dengan reseptor eritropoietin guna memulai aksinya.
Molekul eritropoietin sangat terglikosilasi (sekitar 40 % dari bobot molekul total). Waktu
paruhnya ialah 5 jam. Ada perbedaan waktu paruh antara eritropoietin endogen dengan
eritropoietin rekombinan.
Mekanisme kerja eritropoietin adalah dengan cara mengikat reseptor eritropoietin
pada permukaan sel darah merah progenitor dan mengaktivasi rangkaian sinyal JAK2. Hal
ini akan memacu alur STAT5, PIK3, dan Ras MAPK sehingga menyebabkan proses
diferensiasi dan proliferasi sel erythroid. Kadar eritropoietin di dalam darah cenderung
rendah pada kondisi anemia, namun akan menjadi tinggi pada kondisi hipoksia. Pengaturan
kadar eritropoietin bergantung pada tingkat oksigenasi darah dan ketersediaan zat besi.

B. MEKANISME ERITROPOISIS

a. Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin
dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa
terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland, Edisi 31)
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga
terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh
hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan
oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen
atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang.
Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk
membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat
pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat
pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam
sirkulasi.
b. Siklus Eritropoesis

1. Rubiblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda
dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang
halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah
rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel
berinti.
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran
lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel
berinti.
3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti
sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di
beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi
anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak,
mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah
karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah
10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel
ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah
mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih
ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.
5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan
inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA.
Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam
darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai
retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran
diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis
daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-
merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan
akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.
c. Faktor Pembentukan Eritropoesis
Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoisis:
a. Eritropoitin
Penularan penyaluran oksigen ke ginjal darah untuk mengeluarkan hormon eritropoitin
ke darah, dan hormone ini kemudian merangsang eritropoisis di sumsum tulang.
Eritropoitin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah
berkomitmen untuk menjadi sel darah merah, yaitu merangsang proliferasi dan
pematangan mereka
b. Kemampuan respon sumsum tulang (anemia, perdarahan)
c. Integritas proses pematangan eritrosit
Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa hidup eritrosit habis
(sekitar 120 hari) poses ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:
1. Fragmentasi
Mekanisme fragmentasi terjadi apa bila kehilangan bebarapa bagian membrane
eritrosit sehingga menyebap kan isisel keluar termasuk hemoglobin
2. Lisis osmotik
Tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya kecendrungan
mendorong air dan Na dari daerah konsentrasi tinggi di interstisium ke daerah
dengan konsentrasi air rendah di plasma (atau konsentrasi protein plasma lebih
tinggi). Sehingga protein plasma dapat dianggap “menarik air” ke dalam plasma.
Hal ini dapat mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan efek osmotik.
3. Eritrofagositosis
Mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang dilakukan oleh
monosit, neutrofil, makrofag. Fagositosis eritrosit ini terutama terjadi pada
eritrosit yang dilapisi antibody. Mekanisme ini meruapakan salah satu indikator
adanya AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).
4. Sitolisis
Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini
meruapakan indikator Peroxysimal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).
5. Denaturasi Hemoglobin
Hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk Heinz bodies.
Eritrosit dengan Heinz bodies akan cepat didestruksi oleh limpa. Heinz bodies
melekat pada membran permeabilitas membesar sehingga mengakibatkan lisis
osmotik juga.

d. Struktur Eritrosit

Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap milliliter darah
mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (sel darah merah),yang secara klinis sering
dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta per millimeter kubik (mm3).
Eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf,yang merupakan sel gepeng berbentuk piringan
yang dibagian tengah dikedua sisinya mencekung,seperti sebuah donat dengan bagian
tengah mengepeng bukan berlubang. dengan diameter 8 µm, tepi luar tebalnya 2 µm dan
bagian tengah 1 µm.
C. FUNGSI

1) Mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh

Setelah terbentuk sel darah merah akan menyebarkan dan mengikat oksigen dari
paru-paru untuk disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Tidak hanya itu sel darah merah
juga mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk kemudian dikeluarkan melalui
paru-paru. Proses pengikatan ini dilakukan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa
dengan oksigen yang disebut dengan oksihemoglobin (Hb+oksigen 4 Hb-oksigen). Jadi
oksigen diangkut sebagai oksihemoglobin yang nantinya akan dilepaskan setelah sampai
di jaringan tubuh, hal ini dilakukan terus menerus. Hingga Hb tadi akan bersenyawa juga
karbon dioksida dan disebut menjadi karbon dioksida hemoglobin (Hb+karbon dioksida
Hb-karbon dioksida), nantinya karbon dioksida inilah yang akan dikeluarkan oleh paru-
paru. (baca : fungsi paru-paru)

2) Menentukan golongan darah

Sel darah merah berfungsi dalam pembentukan golongan darah pada manusia. Dalam
penggolongan ini ditentukan oleh ada atau tidaknya antigen bernama aglutinogen yang
ada dalam sel darah merah. Dalam sel darah merah terdapat dua antigen yang telah
dikenali, yakni antigen A dan antigen B. Jadi seseorang dinyatakan bergolongan darah A,
apabila sel darah merahnya terdapat antigen A dan plasma darahnya memiliki anti-B.

3) Menjaga sistem kekebalan tubuh

Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka
Hemoglobin dalam sel darah merah akan mengeluarkan radikal bebas yang mampu
menghancurkan dinding dan membran sel patogen. Selain itu dapat membunuh bakteri
yang masuk ke dalam tubuh manusia, bakteri ini biasanya disebut dengan mebran sel
patogen. (baca : cara memelihara kesehatan rangka tubuh manusia)

4) Membantu pelebaran pembuluh darah


Sel darah merah akan melepaskan senyawa S-nitrosothiol yakni pada saat hemoglobin
terdeoksigenasi, sehingga pembuluh darah akan melebar dan akan melancarkan arus
darah agar segera menuju ke jaringan tubuh yang kekurangan oksigen.

5) Pengatur suhu tubuh

Darah yang beredar ke seluruh tubuh mengangkut oksigen untuk keperluan oksidasi.
Melalui proses oksidasi dihasilkan energi lain dalam bentuk panas. Panas yang dihasilkan
dari proses oksidasi digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh manusia yaitu kira-
kira 37 derajat Celcius. Pada saat suhu udara panas, darah dan pembuluh darah dalam
dikulit akan memindahkan panas ke udara disekitarnya, sehingga suhu tubuh tidak akan
terus mengalami peningkatan.

6) Mengangkut karbon dioksida

Sel darah merah juga berfungsi untuk mengangkut karbon dioksida dari jaringan dan
sel akibat proses metabolisme dan gas lainnya yang mampu terikat pada hemoglobin
menuju tempat pembuangan atau penampungannya seperti paru-paru dan lainnya.

D. KOMPONEN PENYUSUN ERITROSIT


Sel darah merah normal berbentuk cakram bikonkaf yang memiliki diaeter rata-
rata 7,5 mikron, sedangkan tebalnya adalah 1mikron dibagian tengah dan 2 mikron
dibagian tepid an luas permukaannya adalah 120 mikron. Menurut strukturnya eritrosit
terdiri atas membrane sel, dinding sel. Substansi seperti spons yang disebut stroma dan
hemoglobin yang menempati ruang kosong dari stroma.
Analisa kimia membuktikan bahwa dinding eritrosit yang terdiri dari dua macam
substansi yaitu protein dan lipid. Kombinasi protein dan lipid ini disebut lipo-protein.
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 µm dan ketebalan 2µm lebih
kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Eritrosit normal
memiliki volume sekitar 9 femtoliter. Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh Hb, total
dari 270juta molekul Hb. Hb adalah protein kompleks yang terdiri dari protein, globulin,
dan pigmen heme yang mengandung zat Hb berfungsi sebagai pembawa oksigen kaya zat
besi dalam eritrosit dan oksigen dibawa dari paru-paru kedalam jaringan.
E. KELAINAN ERITROSIT
a. Normokrom
Normokrom adalah eritrosit dengan warna normal ( ada pucat dibagian tengah
dan lebih merah dibagian pinggirnya) dan dengan konsentrasi hemoglobin yang
normal juga. Dalam keadaan tertentu eritrosit normokrom dapat detemukan pada
penderita anemia yang disebabkan karena pendarahan dan hemolisis yang tidak
mempengaruhi morfologi eritrosit.

Gambar. Eritrosit Normokrom


b. Hipokrom
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari normal
sehingga sentral akromia melebar (>1/2 sel) dan terjadi penurunan warna eritrosit
yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih
pucat. Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut dengan
eritrosit berbentuk cincin (anulosit). Distribusi normal sel ini adalah 10 % dalam
darah. Hipokromia ditemukan pada:

 Anemia defesiensi besi

 Anemia sideroblasti

 Penyakit menahun(mis. Gagal ginjal kronik)

 Talasemia
 Hb-pati (C dan E)

Gambar : kelainan eritrosit hipokrom

c. Polikrom
Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit
normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom
pada preparat sediaan apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis.

d. Hiperkrom
Warna eritrosit tampak lebih tua karena terjadi penebalan membran, bukan
kelainan Hemoglobin (Hb) dan biasanya jarang ditemukan.
Gambar : Kelainan eritrosit Hiperkrom

Kelainan ukuran eritrosit

1. Mikrosit : eritrosit lebih kecil daripada eritrosit normal, dengan ukuran

< 6µm.

2. Makrosit : eritrosit lebih besar daripada eritrosit normal, dengan

ukuran > 8µm.

3. Sferosit : eritrosit lebih kecil, lebih bulat, dan lebih padat warnanya

daripada eritrosit normal. Tidak didapat bagian yang pucat ditengah

sel.

Gambar 1.3 Sferosit

4. Anisositosis : banyak diantara sel eritrosit lebih banyak bervariasi

dalam ukurannya daripada keadaan normal. Sering didapat pada

anemia berat.
Kelainan bentuk :

1. Acanthosytes : ditandai dengan adanya proyeksi halus dipermukaan

erotrosit, menyerupai duri (kata Yunani : acantha : duri). Kelainan

bawaan yang jarang : acanthtocytosis, bisa mencapai lebih dari 50 %.

Ada hubungan dengan metabolisme fosfolipid.

2. Burr cell : menunjukkan proyeksi-proyeksi atau tonjolan-tonjolan

pendek misalnya pada uremia dan carsinomatosis. Bedakan dengan

acanthosit dan sel “crenated” (artefak).

3. “Crenated” : merupakan kelainan bentuk dari eritrosit (poikilositosis)

yang berbentuk seperti artefak. Krenasi berawal dari sel eritrosit yang

mengalami pengerutan akibat cairan yang berada di dalam sel keluar

melalui membran. (Mehta, Atul dan Victor Hoffbrand. 2005).

Morfologi krenasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya

terjadinya kesalahan pada prosedur pemeriksaan pra-analitik

(penambahan antikoagulan, jenis antikoagulan).

4. Eliptosit : bentuk seperti elip atau oval. Juga disebut ovalosit. Bila ada

dalam jumlah yang besar mungkin disebabkan karena anomali

bawaan, ovalositosis.

5. Stomatosit : bentuk seperti topi Meksiko. Pusatnya tidak hipokrom


tetapi berwarna merah.

6. Leptosit : disebut juga sel target karena dibagian tengah eritrosit yang

pucat terdapat lingkaran berwarna merah dipusat eritrosit.

7. Poikilositosis : bentuk tidak rata. Tergolong disini : sel burr, sel buah

jambu, dan sebagainya.

8. Sabit / sickle : bentuk sabit. Berwarna lebih padat daripada eritrosit

biasa. Didapat pada anemia hemolitik sel sabit.

9. Schistosit : hasil fragmentasi eritrosit, bisa berbentuk segitiga, elips

dengan indentasi atau sebagai sel dengan permukaan tidak rata.

Biasanya didapat pada anemia hemolitik.

Benda-benda inklusi :

1. Benda Howell-Jolly : inklusi berwarna biru, tunggal atau berganda,

biasanya berada ditepi sel dan dapat berukuran sampai 1µm diameter.

Berasal dari sisa ini (lihat cincin Cabot).

2. Cincin Cabot : cincin lembayung pada pusat eritrosit atau ditepi.

Berasal dari sisa inti seperti halnya dengan Howell-Jolly.

3. Siderosit : ada granula besi yang tersebar tak merata. Memberikan

reaksi positif dengan pewarnaan Prussian Blue (biru kehijauan).


4. Titik Basofil : eritrosit berisi granula biru kecil. Granula bisa bersifat

kasar. Sel itu sebenarnya retikulosit, didapat pada anemia berat.

5. Eriteosit berinti : eritrosit yang mengalami maturasi normal.

Anda mungkin juga menyukai