Anda di halaman 1dari 17

Pengertian Pendidikan Non Formal

Pengertian pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan


formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.

Definisi pendidikan non formal adalah jalur pendidikan yang bertujuan untuk
mengganti, menambah, dan melengkapi pendidikan formal. Pendidikan ini bisa
diselenggarakan oleh lembaga khusus yang ditunjuk oleh pemerintah dengan
berpedoman pada standar nasional pendidikan. Karena berpedoman pada
standar nasional pendidikan maka hasil dari pendidikan non formal tersebut dapat
dihargai setara dengan pendidikan formal.

Pendidikan non formal bisa juga diartikan sebagai pendidikan kegiatan


belajar mengajar yang diadakan di luar sekolah untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan peserta didik tertentu untuk mendapatkan informasi, pengetahuan,
latihan, dan bimbingan sehingga mampu bermanfaat bagi keluarga, masyarakat,
dan negara.

Sasaran pendidikan non formal yaitu bagi warga masyarakat yang


memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.

Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan non formal, diantaranya


yaituTaman kanak-kanak (TK,Raudatul Athfal (RA),Taman Pendidikan Al-
Qur’an,Kelompok bermain (KB),Taman bermain anak (TBA),Lembaga
kursus,Sanggar,Lembaga pelatihanKelompok belajar,Pusat kegiatan belajar
masyarakat,Majelis taklim
Pengertian Pendidikan Non Formal Menurut Undang-Undang

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, Pendidikan Non Formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur.

Pengertian Pendidikan Non Formal Menurut Para Ahli

Philip H.Coombs

Menurut Philip H.Coombs, Pendidikan Non Formal adalah setiap kegiatan


pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar system formal, baik
tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang
dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam
mencapai tujuan-tujuan belajar.

Soelaman Joesoef

Menurut Soelaman Joesoef, Pendidikan Non Formal adalah setiap


kesempatan dimana terdapat komunikasi yang terarah di luar sekolah dan
seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan
sesuai dengan tingkat usia dan kebutuhan hidup, dengan jutuan mengembangkan
tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi
peserta-peserta yang efesien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan
bahkan lingkungan masyarakat dan

negaranya.

Russel Kleis

Menurut Russel Kleis, Pendidikan Luar Sekolah adalah usaha pendidikan


yang dilakukan secara sengaja dan sistematis. Biasanya pendidikan ini berbeda
dengan pendidikan tradisional terutama yang menyangkut waktu, materi, isi dan
media. Pendidikan luar sekolah dilaksanakan dengan sukarela dan selektif sesuai
dengan keinginan serta kebutuhan peserta didik yang ingin belajar dengan
sungguh-sungguh.
Axinn

Menurut Axinn, Pendidikan Luar Sekolah adalah kegiatan yang ditandai


dengan kesengajaan dari kedua belah pihak, yaitu pendidik yang sengaja
membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang sengaja untuk belajar.

Suzanna Kindervatter

Menurut Suzanna Kindervatter, Pendidikan Luar Sekolah adalah suatu


metoda penerapan kebutuhan, minat orang dewasa dan pemuda putus sekolah di
negara berkembang, membantu dan memotivasi mereka untuk mendapatkan
keterampilan guna menyesuaikan pola tingkah laku dan aktivitas yang akan
meningkatkan produktivitas dan meningkatkan standar hidup.

Philip H.Coombs

Menurut Philip H.Coombs, Pendidikan Luar Sekolah adalah semua


kegiatan pendidikan yang terorganisasi, sistematis dan dilaksanakan di luar sistem
pendidikan formal, yang menghasilkan tipe-tipe belajar yang dikehendaki oleh
kelompok orang dewasa maupun anak-anak.

Adikusumo (1986: 57)

Menurut Adikusumo, Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kesempatan


dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, dimana
seseorang memperoleh informasi-informasi pengetahuan, latihan ataupun
bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan
mengembangkan tingkat kerterampilan, sikap-sikap peserta yang efisien dan
efektif dalam lingkungan keluarga bahkan masyarakat dan negaranya.

Sudjana

Menurut Sudjana, Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kegiatan belajar


membelajarkan, diselenggara-kan luar jalur pendidikan sekolah dengan tujuan
untuk membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi diri berupa
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi yang bermanfaat bagi dirinya,
keluarga, masyarakat, lembaga, bangsa, dan negara.
Prof. Santoso S. Hamodjojo (1998)

Menurut Prof. Santoso S. Hamodjojo, Strategi Pendidikan Luar Sekolah


adalah untuk meletakkan sistem yang tangguh untuk menangani pendidikan
sepanjang hidup, dengan jalur insidental, informal, nonformal dan formal bagi
semua warga negara untuk menggalang masyarakat gemar belajar yang beradab
dan demokratis (madani).

Prof. Dr.H. Sutaryat Trisnamansyah (1997)

Menurut Prof. Dr.H. Sutaryat Trisnamansyah, Pendidikan Luar Sekolah


adalah konsep pendidikan sepanjang hayat yang mengandung karakteristik,
bahwa pendidikan tidak berakhir pada saat pendidikan sekolah selesai ditempuh
oleh seorang individu, melainkan suatu proses sepanjang hayat, mencakup
keseluruhan kurun waktu hidup seorang individu sejak lahir sampai mati.

Suparjo Adikusumo dalam Yoyoh (2000)

Menurut Suparjo Adikusumo, Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap


kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah,
dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan ataupun bimbingan
sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk
mengembangkan tingkat keterampilan, sikap-sikap dan nilai yang memungkinkan
baginya menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya
bahkan masyarakat dan warganya.

Tujuan Pendidikan Non formal

Tujuan utama pendidikan di luar sekolah adalah untuk untuk mengganti,


menambah, dan melengkapi pendidikan formal. Secara umum, tujuan pendidikan
non formal diantaranya yaitu: Untuk memenuhi kebutuhan belajar tingkat dasar.
Misalnya seperti pengetahuan tentang alam, pendidikan keaksaraan,
pengetahuan kesehatan dan gizi, pengetahuan umum dan kewarganegaraan, dan
sebagainya. Untuk keperluan pendidikan lanjutan melengkapi pendidikan tingkat
dasar dan pendidikan nilai-nilai hidup. Misalnya meditasi, pendidikan kesenian,
pengajian, sekolah minggu, dan lain-lain.
Karakteristik Pendidikan Non Formal

Berikut karakteristik atau ciri pendidikan non forma, diantaranya yaitu:

1. Bertujuan untuk memperoleh keterampilan yang segera akan


dipergunakan. Pendidikan non formal menekankan pada belajar yang
fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan peserta didik.
2. Berpusat pada peserta didik. Dalam pendidikan non formal dan belajar
mandiri, peserta didik adalah pengambilan inisiatif dan mengkontrol
kegiatan belajarnya.
3. Waktu penyelenggaraannya relative singkat, dan pada umumnya tidak
berkesinambungan.
4. Menggunakan kurikulum kafetaria. Kurikulum bersifat fleksibel, dapat
dimusyawarahkan secara terbuka, dan banyak ditentukan oleh peserta
didik.
5. Menggunakan metode pembelajaran yang partisipatif, dengan penekanan
pada belajar mandiri.
6. Hubungan pendidik dengan peserta didik bersifat mendatar. Pendidik
adalah fasilitator bukan menggurui.
7. Hubungan diantara kedua pihak bersifat informal dan akrab, peserta didik
memandang fasilitator sebagai narasumber dan bukan sebagai instruktur.
8. Penggunaan sumber-sumber local. Mengingat sumber-sumber untuk
pendidikan sangat langka, maka diusahakan sumber-sumber local
digunakan seoptimal mungkin.

Manfaat Pendidikan Non Formal

Berikut ini manfaat dan peran pendidikan non formal diantaranya yaitu:
1. Sebagai pelengkap pendidikan sekolah
2. Pendidikan non formal berfungsi untuk melengkapi kemampuan peserta
didik dengan jalan memberikan pengalaman belajar yang tidak diperoleh
dalam pendidikan sekolah.
3. Pendidikan non formal sebagai pelengkap ini dirasakan perlu oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat dan
mendekatkan fungsi pendidikan sekolah dengan kenyataan yang ada di
masyarakat. Oleh karena itu program-program pendidikan non formal pada
umumnya dikaitkan dengan lapangan kerja dan dunia usaha seperti latihan
keterampilan kayu, tembok, las, pertanian, makanan, dan lain-lain.

https://www.pelajaran.co.id/2019/20/pendidikan-non-formal.html
Pengertian Pondok Pesantren

Sebagai bentuk perbandingan kami cantumkan beberapa pendapat tentang


pengertian pondok pesantren, antara lain sebagai Berikut:

1. pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (‫ )فندوق‬yang berarti penginapan.


asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat
penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya
(Zamahsyari Dhofir,
2. 1982: 18)
3. pesantren merupakan lembaga dan wahana agama sekaligus sebagai
komunitas santri yang “ngaji” ilmu agama islam. Pondok pesantren sebagai
lembaga tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung
makna keaslian (indigenous) Indonesia, sebab keberadaannya mulai dikenal
pada periode abad ke 13-17 M, dan di jawa pada abad ke 15-16 M.
4. Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan
tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di
pesantren meliputi pendidikan islam, dakwah, pengembangan
kemasyarakatandan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada
pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana
para santri menetap, di lingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok.
Dari snilah timbul istilah pondok pesantren.
5. Pesantren merupakan subkultur pendidikan di Indonesia sehingga dalam
menghadapi pembaharuan akan memberikan warna yang unik.

Dari beberapa pendapat diatas tidak dijumpai perbedaan dengan kata lain pandangan
tokoh-tokoh terhadap pondol pesantren memiliki kesamaan yang mana persamaan ini
merujuk pada pendidikan agama islam yang berciri khas pengajian kitab kuning,
pengajian syariat islam, dan ilmu agama.

Dalam penjelasan lain disebutkan Pesantren adalah tempat para santri belajar ilmu
agama islam. Kata pesantren berasal dari kata “santri” yang artinya murid yang belajar
ilmu agama islam. Disebut pesantrian atau pesantren karena seluruh murid yang belajar
atau thalabul ilmi di pesantren disebut dengan istilah santri. Tidak dikenal dengan sebutan
siswa atau murid. Sebutan santri merupakan konsep yang sudah baku, meskipun
maknanya sama dengan siswa, murid, atau anak didik.

Adapun dalam arti yang sempit, santri adalah seorang pelajar sekolah agama. yang
bermukim di suatu tempat yang disebut pondok atau pesantren. Sedangkan dalam arti
yang luas dan yang lebih umum, santri mengacu pada identitas seseorang sebagai
bagian dari bebagai komunitas penduduk jawa yang menganut islam secara konsekuen
yang sembahyang dan pergi ke masjid jika hari jum’at dan sebagainnya.

Di indonesia pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sudah lama dikenal


sejak zaman kolonial, umur pesantren sudah sangat tua dan tidak pernah lekang diterpa
oleh perubahan zaman.[5] meskipun pada saat ini banyak budaya dan tradisi yang masuk
ke Indonesia khususnya di sector pendidikan hal tersebut tidak menjadikan pesantren
stagnaan terutama di Madura yang eksistensi pondok pesantren tetap kokoh hal itu
dikarenakan masyarakat Madura memiliki doktrin keagamaan yang cukup besar, atau
diidentik dengan keagamaan (Agamis). Namun perubahan zaman sedikit banyak
berpengaruh terhadap penyelenggaraannya pendidikan pesantren. Sehingga muncul
istilah pondok pesantren modern Semakin lama, pesantren mengalami kemodernan dan
jumlahnyapun semakin banyak.

Modernisasi telah merambah ke berbagai bidang kehidupan umat manusia termasuk


pesantren. Modernisasi yang terjadi dan terlaksana di dunia pesantren memiliki
karakteristik tersendiri. Keunikan pesantren terletak pada kealotan dan kuatnya proses
tarik menarik antara sifat dasar tradisional dengan potensi dasar modernisasi yang
progresif dan senantiasa berubah. Pesantren juga mempertahankan kesopanan
(tatakrama) yang baik bagi para santrinya dan menjadi hal yang paling utama dan sudah
menjadi ciri khas di berbagai pesantren yang ada di Indonesia khususnya di Madura.

B. Karakteristik Pondok Pesantren

Pondok pesantren memiliki karakteristik yang pada umumnya pondok


pesantren memiliki tempat-tempat belajar yang saling berdekatan sehingga
memudahkan para santri untuk melangsungkan proses pembelajaran, diantara
tempat itu berupa madrasah sebagai tempat pembelajaran, asrama sebagai
tempat tinggal santri yang mondok, masjid sebagai tempat ibadah para penghuni
pesantren dan juga sebagai pusat belajar para santri, perpustakaan sebagai
tempat peminjaman berbagai kitab dan buku-buku pelajaran, rumah tempat tinggal
kyai, ustadz dan ustadzah, dapur umum yang digunakan sebagai tempat
memasak untuk para santri, dan tempat pemandian para santri.

Ada beberapa karakteristik pesantren secara umum dapat dijelaskan sebagai


berikut:

1. Pondok pesantren tidak menggunakan batasan umur bagi santri-santri.

2. Sebagai sentral peribadatan dan pendidikan islam.

3. Pengajaran kitab-kitab islam klasik.

4. Santri sebagai peserta didik. Dan

5. Kyai sebagai pemimpin dan pengajar di pesantren.


C. Sistem Pendidikan di Pesantren

Sistem pendidikan pondok pesantren dapat diartikan serangkaian


komponen pendidikan dan pengajaran yang saling berkaitan yang menunjang
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren.

Pondok pesantren tidak mempunyai rumusan yang baku tentang sistem


pendidikan yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi semua pendidikan di pondok
pesantren. Hal ini disebabkan karakteristik pondok pesantren sangat bersifat
personal dan sangat tergantung pada Kiai pendiri. Pondok pesantren mempunyai
tujuan keagamaan, sesuai dengan pribadi dari Kiai pendiri. Sedangkan metode
mengajar dan kitab yang diajarkan kepada santri ditentukan sejauh mana kualitas
ilmu pengetahuan Kiai dan dipraktekkan sehari-hari dalam kehidupan. Kebiasaan
mendirikan pondok pesantren dipengaruhi oleh pengalaman pribadi Kiai semasa
belajar di pondok pesantren.

Amin Rais, mengemukakan bahwa dalam mekanisme kerjanya, sistem


yang ditampilkan pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan
sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:

1. Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh


dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan dua arah
antara santri dan Kiai.
2. Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena
mereka praktis bekerja sama mengatasi problema nonkurikuler mereka.
3. Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan
ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah,
sedangkan santri dengan ketulusan hatinya untuk masuk pesantren tanpa
adanya ijazah tersebut.
4. Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme,
persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri dan keberanian diri.
5. Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan,
sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.

D. Tujuan Pesantren.

Eksistensi pesantren mutlak memiliki tujuan, tujuan pesantren tentu tidak


akan lepas dari kesinambungan visi dan misi pesantren itu sendiri, karena adanya
pesantrenpun didasari oleh tujuan. Sehubungan dengan hal itu dapat dibedakan
tujuan umum dan khusus didalam pesantren atau bisa dikatakan tujuan pesantren
yang secara luas dan sempit, tujuan pesantren secara umum/ luas ini merupakan
tujuan yang memang dimiliki oleh pluralitas pesantren dalam suatu wilayah,
sedangkan tujuan pesantren yang secara sempit/khusus merupakan tujuan yang
dimiliki oleh satu pesantren tertentu.

Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap


mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara
nasional pernah diputuskan dalam Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi
Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta yang berlangsung pada 2 s/d 6 Mei
1978: “Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar
berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan
menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan
negara”.

Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut

1) Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang Muslim yang


bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan
dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
2) Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia Muslim selaku kader-kader
ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam
mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.
3) Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan aar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya dan bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa
dan Negara
4) Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional
(pedesaan/masyarakat lingkungannya).
5) Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
6) Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat ling kungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.

https://kompasmadura.blogspot.com/2016/03/pengertian-pondok-pesantren.html
PENDIDIKAN ORANG DEWASA

Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr,
yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina.
andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang
dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan
mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting
dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu
kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru
mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching).

Pendidikan dewasa adalah suatu proses yang menumbuhkan keinginan


untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Bagi orang
dewasa belajar berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk
bertanya dan mencari jawabannya ( Pannen dalam Supriantono, 2008).

Menurut UNESCO dalam Supriantono mendefinisikan pendidikan orang


dewasa berikut ini : Keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan apapun
isi, tingkatan, metodenya, baik formal atau tidak, yang melanjutkan maupun
menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi dan universitas serta
latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat
mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan
kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap
dan perilakunya dalam persfektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan
partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang
dan bebas.

Defenisi di atas mengindikasikan bahwa pendidikan orang dewasa harus


terorganisir dan berorientasi pada pengembangan dan perubahan kognitif, afektif
dan psikomotor serta berpartisipasi aktif dalam pengembangan EKOSOSBUD.

Orang dewasa sendiri dapat didefenisikan dalam tiga aspek yaitu :

a. Biologis → seseorang dikatakan dewasa apabila telah mampu melakukan


reproduksi.
b. Psikologis → seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung
jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.
c. Sosiologis → seseorang dikatakan dewasa apabila telah mampu
melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepadanya.

Pendidikan Orang Dewasa adalah suatu proses dimana orang-orang yang sudah
memiliki peran sosial sebagai orang dewasa melakukan aktivitas belajar yang
sistematik dan berkelanjutan dengan tujuan untuk membuat perubahan dalam
pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan keterampilan.

B. Perkembangan Teori Belajar Orang Dewasa

Ditemukannya istilah andragogi dimulai dari tahun 1833, oleh Alexander


Kapp, Kapp menjelaskan andragogi dengan menggunakan istilah Pendidikan
Orang Dewasa terutama dalam menjelaskan teori pendidikan yang dilahirkan ahli
filsafat Plato. Secara runtut berikut ini dijelaskan sejarah perkembangan
penggunaan istilah andragogi dari tahun ke tahun sebagai teori pendidikan baru di
samping teori pedagogi:

1. Pada abad 18 sekitar tahun 1833, Alexander Kapp menggunakan istilah


Pendidikan Orang Dewasa untuk menjelaskan teori pendidikan yang
dikembangkan dan dilahirkan ahli-ahli filsafat seperti Plato. Kemudian
Gernan Enchevort membuat studi tentang asal mula penggunaan istilah
andragogi.
2. Pada abad 19 tepatnya tahun 1919, Adam Smith memberikan sebuah
argumentasi tentang pendidikan untuk orang dewasa “pendidikan juga tidak
hanya untuk anak-anak, tetapi pendidikan juga untuk orang dewasa”.
3. Tahun 1921, Eugar Rosenstock menyatakan bahwa pendidikan orang
dewasa menggunakan guru khusus, metode khusus dan filsafat khusus.
Edward Lindeman menerbitkan buku “Meaning Of Adult Education” yang
pada intinya berisi tentang: 1) Pendekatan Pendidikan orang dewasa
dimulai dari situasi, 2) Sumber utama pendidikan orang dewasa adalah
pengalaman si belajar ia juga menyatakan ada empat asumsi pendidikan
orangdewasa, yaitu:
a. Orang dewasa termotivasi belajar oleh kebutuhan pengakuan.
b. Orientasi orang dewasa belajar adalah berpusat pada kehidupan.
c. Pengalaman adalah sumber belajar.
d. Pendidikan orang dewasa memperhatikan perbedaan bentuk, waktu,
tempat dan lingkungan.
4. Pada tahun 1929, Lawrence P. jacks menulis dalam journal Adult of
education, bahwa pendapatan dan kehidupan adalah dua hal yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan. Ia mengistilahkan pendidikan orang dewasa
(POD) dengan Continuing School dan berbasis pada pendapatan dan
kehidupan.
5. Tahun 1930, Arceak AB mengenalkan istilah pendidikan sepanjang hayat
atau pendidikan seumur hidup dalam rangka pendidikan untuk manusia.
Pada tahun itu Robert D. Leigh menyimpulkan dari hasil studinya dalam
journal Adult Education bahwa belajar orang dewasa sangat berkaitan erat
dengan pengalaman sehari-hari, sehingga pengetahuan baru harus
berdasar pengalaman hidup sehari-hari.
6. Pada tahun 1931, Lyman Buson menyusun buku “Adult Education” yang
membahas secara terperinci tentang tujuan pendidikan orang dewasa
sebagai sebuah bentuk sosial untuk mencapai kesamaan tujuan program
pada semua institusi pendidikan orang dewasa.
7. Tahun 1938, Alan Rogers menulis dalam journal Adult Education bahwa
salah satu tipe pendidikan orang dewasa adalah berdasarkan penggunaan
metode baru sebagai prosedur atau langkah pada pembelajarannya.
8. Sekitar tahun 1939, Rat Herton menulis dalam journal Adult Education
bahwa pada High School, dalam belajar orang dewasa mempunyai
beberapa pengetahuan atau kecakapan sehingga proses belajar harus
seperti yang dimulai atau dilakukan orang yang belajar tersebut. Pemikiran
tersebut sejalan dengan pendapat Ben H. Cherrington yang ditulis dalam
journal Adult Education, bahwa pada pendidikan orang dewasa yang
demokratis, orang belajar menggunakan metode belajar aktif mandiri dan
bebas memilih belajar dan hasil belajar. Anggapan tersebut dipertegas lagi
oleh Wandell Thoman dalam journal Adult Education, bahwa pendidikan
orang dewasa berbeda dengan sekolah di dalam keindividualan dan
tanggung jawab sosial.
9. Dimulai pada tahun 1950, Malcolm Knowles menyusun “Informal Adult
Education” yang menyatakan bahwa inti Pendidikan orang dewasa berbeda
dengan Pendidikan tradisional. Rogers menyatakan bahwa pendidikan juga
dihubungkan dengan perubahan tingkah laku, dimana hal ini sesuai dengan
pembelajaran orang dewasa.
10. Tahun 1954, Kurt Lewin menyatakan bahwa belajar terjadi sebagai akibat
perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan oleh perubahan struktur
kognitif itu sendiri atau perubahan kebutuhan juga adanya motivasi internal
serta belajar yang efektif dilakukan melalui kelompok.
11. Tahun 1961, April O. Houle menyatakan bahwa orang-orang dewasa
tertarik pada continuing education dan alasan orang-orang dewasa belajar
adalah: 1) the goal – oriented learners, 2) the activity – oriented learners, 3)
the learning– oriented learners.
12. Tahun 1961, Maslow menyatakan dalam pendidikan orang dewasa, peserta
belajar harus mencapai aktualisasi diri. Carl Rogers menyatakan dalam
pendidikan orang dewasa, peserta belajar harus dapat menunjukan
fungsinya.
C. Karakteristik Belajar Orang Dewasa

1. 1 Orang Dewasa Telah Memiliki Lebih Banyak Pengalaman Hidup


Menghubungkan pengalaman-pengalaman dengan konsep-konsep yang
ingin dipelajari serta menjadikan pengalaman sebagai sumber
pembelajaran. Oleh karena itu metode yang digunakan berfokus pada
diskusi dan aplikasi materi.
2. Orang Dewasa Memiliki Motivasi yang Tinggi Untuk Belajar Hal ini
dikarenakan mereka ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik. Tujuan
mereka lebih nyata bahwa apa yang mereka pelajari haruslah dapat
diaplikasikan.
3. Orang Dewasa Telah Memiliki Banyak Peran dan Tanggung Jawab
Banyaknya peran dan tanggung jawab menyebabkan waktu belajar orang
dewasa terbatas. Oleh karena itu, pendidik orang dewasa penting untuk
dapat memahami persaingan penggunaan waktu ini.
4. Kurang Percaya Pada Kemampuan Diri untuk Belajar Kembali Tekadang
orang dewasa enggan untuk melibatkan diri dalam aktivitas pendidikan
dalam pendidikan orang dewasa mungkin disebabkan oleh faktor fisik atau
kepercayaan masyarakat yang keliru.
5. Orang Dewasa Lebih Beragam dari Pada Pemuda
6. Setiap individu berbeda dalam kemampuan serta kesiapannya menghadapi
kelompok-klelompok belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan dengan
pertukaran pengalaman.

Selain itu, sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik,
maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran,
gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan
dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar
orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula
mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus
mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut,
maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.

Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan
pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan
dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas,
walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki
perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka
boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh
sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang
dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat
pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk
mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan
psikis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat
orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik
hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga
berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.

Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara
khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang
terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang
diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam
kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat
membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran
tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu,
latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa
lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap
keputusan yang diambil.

Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan


suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil
beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru
yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya
kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang
wajar dari belajar.

Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok
belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan
dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama
oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di
mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya
bisa saja memiliki perbedaan.

Setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar
baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun).
Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan
berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai
pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan
perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi
hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari
melalui pendidikan.
D. Kondisi dan Prinsip Belajar Orang Dewasa

Ada beberapa kondisi belajar dan prinsip belajar yang bersifat andragogis
diantaranya ketika peserta merasa ada kebutuhan belajar maka prinsipnya
pengajar mengemukakan kemungkinan baru untuk pemenuhan dirinya dan
membantu setiap peserta.

Menurut Lindeman terdapat lima (5) prinsip belajar teori belajar orang dewasa:

a. Orang dewasa termotivasi belajar apabila “belajar” tersebut dapat


memenuhi kebutuhan dan minatnya, oleh karena itu titik berangkat
pembelajaran orang dewasa adalah menemukan kebutuhan dan
minat warga belajar.
b. Orientasi belajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan(life
centere), oleh karena itu unit pembelajaran orang dewasa harus
terkait dengan kehidupan, bukan pelajaran.
c. Pengalaman adalah sumber belajar yang paling baik bagi orang
dewasa, sehingga metode menggunakan pengalaman dan analisis
pengalaman.
d. Orang dewasa mempunyai kebutuhan yang dalam untuk
mengarahkan diri sendiri (self directing) oleh karena itu pengalaman
adalah guru dalam pembelajaran dengan mengambangkan
pengetahuan.
e. Perbedaan individu antara orang dewasa semakin bertambah
sejalan dengan bertambahnya usia, olehkarena itu gaya belajar,
waktu, tempat dan kecepatan belajar harus di ijinkan/ditolelir.

Prinsip Andragogi atau Pendidikan Orang Dewasa

Pendidikan orang dewasa memiliki 10 Prinsip yang membedakannya


dengan jenis pendidikan yang lain. 10 Prinsip pendidikan orang dewasa
tersebut,dapat menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan efisien. 10
Prinsip tersebut, yaitu :

1. Prinsip kemitraan

Prinsip kemitraan menjamin terjalinnya kemitraan di antara pengajar dan


pelajar. Dengan demikian pelajar tidak diperlakuan sebagai murid tetapi sebagai
mitra belajar sehingga hubungan yang mereka bangun bukanlah hubungan yang
bersifat memerintah, tetapi hubungan yang bersifat membantu, yaitu pengajar
akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu proses belajar pelajarnya.
2. Prinsip pengalaman nyata

Prinsip pengalaman nyata menjamin berlangsungnya kegiatan


pembelajaran pendidikan orang dewasa terjadi dalam situasi kehidupan yang
nyata. Kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa tidak berlangsung di
kelas atau situasi yang simulative, tetapi pada situasi yang sebenarnya.

3. Prinsip kebersamaan

Prinsip kebersamaan menuntut digunakannya kelompok dalam kegiatan


pembelajaran pendidikan orang dewasa untuk menjamin adanya interaksi yang
maksimal di antara peserta dengan difasilitasi pengajar.

4. Prinsip partisipasi

Prinsip partisipasi adalah untuk mendorong keterlibatan pelajar secara


maksimal dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa, dengan fasilitas dari
pengajar. Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa semua peserta
harus terlibat atau mengambil bagian secara aktif dari seluruh proses
pembelajaran mulai dari perencanaan,pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.

6. Prinsip keswadayaan

Prinsip keswadayaan merupakan prinsip yang mendorong kemandirian


pelajar dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendidikan orang
dewasa bertujuan untuk menghasilkan manusia yang mandiri yang mampu melakukan
peranan sebagai subyek atau pelaku. Untuk itulah diperlukan prinsip keswadayaan.

7. Prinsip kesinambungan

Prinsip yang menjamin adanya kesinambungan dari materi yang dipelajari


sekarang dengan materi yang telah dipelajari di masa yang lalu dan dengan materi
yang akan dipelajari di waktu yang akan datang. Dengan prinsip ini maka akan
terwujud konsep pendidikan seumur hidup (life long education) dalam pendidikan
orang dewasa.

8. Prinsip manfaat

Prinsip manfaat menjamin bahwa apa yang dipelajari dalam pendidikan


orang dewasa adalah sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh pelajar.
Orang dewasa akan siap untuk belajar manakala dia menyadari adanya
kebutuhan yang harus dipenuhi. Kesadaran terhadap kebutuhan ini mendorong
timbulnya minat untuk belajar, dan karena rasa tanggung jawabnya sebagai orang
dewasa maka timbul kesiapanya untuk belajar.
9. Prinsip kesiapan
Prinsip kesiapan menjamin kesiapan mental maupun kesiapan fisik dari
pelajar untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran. Orang dewasa tidak akan
dapat melakukan kegiatan pembelajaran manakala dirinya belum siap untuk
melakukannya, apakah itu karena belum siap fisiknya atau belum siap mentalnya.

10. Prinsip lokalitas


Prinsip lokalitas menjamin adanya materi yang dipelajari bersifat spesifik local.
Generalisasi dari hasil pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa akan sulit
dilakukan. Hasil pendidikan orang dewasa pada umumnya merupakan
kemampuan yang spesifik yang akan dipergunakan untuk memecahkan masalah
pelajar pada tempat mereka masing-masing, pada saat sekarang juga.
Kemampuan tersebut tidak dapat diberlakukan secara umum menjadi suatu teori,
dalil, atau prinsip yang dapat diterapkan dimana saja, dan kapan saja. Hasil
pembelajaran sekarang mungkin sudah tidak dapat lagi dipergunakan untuk
memecahkan masalah yang sama dua atau tiga tahun mendatang. Demikian pula
hasil pembelajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan dimana saja, tetapi harus
diaplikasikan di tempat pelajar sendiri karena hasil pembelajaran tersebut diproses
dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh pelajar.

11. Prinsip keterpaduan


Prinsip keterpaduan menjamin adanya integrasi atau keterpaduan materi
pendidikan orang dewasa. Rencana pembelajaran dalam pendidikan orang
dewasa harus mengcover materi-materi yang sifatnya terintegrasi menjadi suatu
kesatuan meteri yang utuh, tidak parsial atau terpisah-pisah.

Proses belajar yang bersifat andragogis meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menciptakan iklim belajar yang cocok untuk orang dewasa,

b. Menciptakan struktur organisasi untuk perencanaan yang bersifat partisipatif,

c. Mendiagnosis kebutuhan belajar,

d. Merumuskan tujuan belajar,

e. Mengembangakn rancangan kegiatan belajar,

f. Melaksanakan kegiatan belajar, dan

g. Mendiagnosa kembali kebutuhan belajar (evaluasi).

http://rinitarosalinda.blogspot.com/2015/02/teori-belajar-orang-dewasa-
andragogi.html

Anda mungkin juga menyukai