Anda di halaman 1dari 41

BAB II

UPAYA INSTRUKTUR DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN WARGA BELAJAR

A. Konsep Program Pendidikan Non Formal

1. Pengertian Pendidikan Non Formal

Secara umum, pendidikan nonformal diartikan sebagai semua pelaksanaan

pendidikan yang dilakukan di luar lembaga pendidikan resmi atau tidak berasal

dari lingkungan sekolah. Walaupun tidak diselenggarakan di luar jalur pendidikan

resmi, namun pendidikan nonformal bisa dilakukan secara terstruktur maupun

berjenjang. Hal ini tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 –

Pasal 1 (ayat 2) yang mengatur Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan non

formal ialah jalur pendidikan yang tujuannya untuk mengganti, menambah dan

melengkapi pendidikan formal. Pendidikan ini dapat diselenggarakan oleh

lembaga khusus yang ditunjuk oleh pemerintah dengan berpedoman pada standar

nasional pendidikan. Dan karena berpedoman pada standar nasional pendidikan

maka hasil dari pendidikan non formal tersebut dapat dihargai setara dengan

pendidikan formal. Sedangkan definisi lain dikemukakan oleh Sudjana (2000 :

49) bahwa pendidikan luar sekolah telah dirumuskan yaitu :

Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan belajar membelajarkan,


diselenggara-kan luar jalur pendidikan sekolah dengan tujuan untuk
membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi diri berupa
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi yang bermanfaat bagi
dirinya, keluarga, masyarakat, lembaga, bangsa, dan negara

11
12

Dari pengertian Pendidikan Non Formal di atas, ternyata tidak terdapat

beberapa hal yang kontradiktif, kesemuanya mengatakan bahwa Pendidikan Non

Formal merupakan kegiatan pendidikan yang berlangsung seumur hidup.

diselenggarakan di luar sistem pendidikan persekolahan, dilakukan dengan

sengaja, teratur dan terarah baik untuk individu maupun kelompok masyarakat

agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, guna meningkatkan harkat

martabat serta mutu kehidupan, memiliki pegetahuan, keteampilan sikap mental,

diperlukan untuk mengembangkan diri dalam kehidupan dan penghidupannya.

2. Ciri-ciri Pendidikan Non Formal / Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan Luar Sekolah secara integral sebagai sub Sistem Pendidikan \

asional, dalam proses pelaksanaannya berbeda dengan pendidikan formal. Untuk

melihat adanya perbedaan tersebut dapat dilihat dari ciri-cirinya. Dalam

pembahasan ini akan dikemukakan beberapa ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah /

Pendidikan Non Formal melalui pendekatan secara konvensional yang

dikemukakan oleh para ahli pikir, sehingga dapat dijadikan dalam mengkaji

program kursus menjahit, sebagai salah satu bentuk Pendidikan Luar Sekolah.

Menurut Zahran (2004 : 12) Pendidikan Luar Sekolah / Pendidikan Non


Formal adalah :

Pendidikan luar sekolah merupakan segala bentuk kegiatan pembelajaran


yang diselenggarakan mulai dari keluarga sampai masyarakat di luar
sekolah formal, pendidikan luar sekolah mengandung konsep pendidikan
sepanjang hayat.

Berdasarkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20

tahun 2003 secara jelas bahwa PLS atau pendidikan nonformal itu tidak dijelaskan
13

secara rinci dalam hal ciri pendidikan luar sekolah itu. Penulis dalam kesempatan

ini, mencoba mengurai ciri tentang PLS atau pendidikan nonformal ini adalah :

1.      Waktunya pendek;

2.      Materinya beragam;

3.      Warga belajarnya bervariasi dan;

4.      Tempatnya menyesuaikan. 

Untuk lebih jelasnya yaitu: waktunya pendek, artinya pendidikan luar

sekolah atau pendidikan nonformal ini, tidak lebih dari 12 bulan. Demikian juga

jam belajarnya. Apakah pagi, sore atau malam hari. Sehingga tidak mengganggu

jam kerja warga belajar. Dalam perkembangannya, pada pendidikan dasar dan

menengah dewasa ini tentu ada yang lebih dari setahun. Misalnya dalam program

paket A,B dan C.  Guna meningkatkan kualitas disertai fungsi dan peran yang

makin diperbaiki. Maka warga belajar paket A, B dan C tidak mungikin dalam

waktu 3 - 4 bulan sudah terima ijazah.

Adapun materi pembelajaran pendidikan orang dewasa ini, beragam.

Artinya menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat (belajar berdasarkan

bebutuhan masyarakat). Beda dengan pendidikan persekolahan atau pendidikan

formal. Dalam pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, materi

dibuat berdasarkan kesepakatan. Para mahasiswa yang mengambil program studi /

jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tahu persis cara rancang bangun dan

rekayasa dalam materi belajar yang berdasar kesepakatan itu. Kalau tidak maka

kelompok belajarnya akan bubar.

Siswanya atau istilah di PLS Warga belajarnya bervariasi, dengan berdasar

konsep pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, kepada mereka
14

yang karena sesuatu dan lain hal dalam pendidikan formal belum sempat

menikmati dunia pendidikan. Yang dimaksud bervariasi di atas tidak lain usia

peserta beragam. Ada yang usia 25 tahun ada pula  35 tahun dan sebagainya.

Bahkan pengalaman penulis ada warga belajar (siswanya) lebih tua dari tutor

(guru) ini adalah wajar, dan motivasi ingin tahunya sangat tinggi.

Bicara tentang tempat tidak seperti dunia persekolahan atau pendidikan

formal. Melainkan pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini,

berdasarkesepakatan bersama. Terkadang di ruang kelas sekolah, di rumah ketua

RT, RW, di rumah warga belajar sendiri atau di balai desa. Yang penting ada

kesepakatan.

Dengan demikian dalam memperhatikan pendidikan luar sekolah atau

pendidikan nonformal ini, tentang: waktu, materi, wb bervariasi dan tempat tentu

beda dengan sistem persekolahan atau pendidikan formal. Dan kalau kita terpaku

pada salah satu jalur saja di dunia pendidikan ini, maka kapan lagi kepincangan

pendidikan itu dapat kita luruskan.

Pendidikan Luar Sekolah ini dijadikan sebagai landasan oleh penulis. dalam

melihat kegiatan kursus menjahit pakaian sebagai salah satu bentuk Pendidikan Luar

Sekolah. Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah di lihat dari sudut pendang

konvensional adalah sebagai berikut :

Pertama, kursus menjahit sebagai salah satu sistem Pendidikan Luar

Sekolah mempunyai warga belajar, kedua, kegiatan belajar mengajar pada

penyelenggaraan Kursus menjahit dilakukan di luar sistem persekolahan,

ketiga, dalam kegiatan bembelajaran kursus menjahit terdapat komunikasi

teratur dan terarah antara sumber belajar dengan warga belajar dan diatara warga
15

belajar itu sendiri, keempat, kursus menjahit sebagai penyelenggara

Pendidikan Luar Sekolah dilakukan dengan pengorganisasian tertentu,

kelima, kegiatan kursus menjahit bertujuan selalu berorientasi kepada hal-

hal yang perlu dan penting bagi kehidupan, keenam, kegiatan kursus

menjahit sebagai salah satu bentuk Pendidikan Luar Sekolah mempunyai

program dan peraturan materi yang teratur.

3. Azas-azas Pendidikan Luar Sekolah / Pendidikan Non Formal

Pada hakekatnya yang dimaksud dengan azas adalah prinsip dasar, atau

landasan tempat berpijak. Pendidikan Luar Sekolah dan Sistem Pendidikan

Nasional menurut beberapa hasil studi tentang azas-azas Sudjana .

(2000 : 249), mengemukakan bahwa azas-azas dari Pendidikan Luar

Sekolah adalah, "Azas Inovasi, Azas Penentuan dan pengembangan pendidikan

formal, Azas Kebutuhan, Azas Pendidikan Sepanjang Hayat, Azas

relevansi dengan perkembangan masyarakat."

Azas Inovasi : Yang dimaksud dengan azas inovasi adalah pendidikan luas

sekolah adalah adanya ide yang datang dari dalam lingkungan pendidikan.

termasuk barang, norma, nilai, metode, teknik-teknik berorganisasi, berpikir,

mendidik dan lain-lain.

Azas penentuan dan perumusan tujuan, maksudnya dalam pendidikan

luar sekolah harus mempunyai relevan dengan tujuan-tujuan pendidikan secara

umum. Secara operasional penentuan dan perumusan tujuan pendidikan,

dilakukan dengan -titik tolaj pada tujuan pendidikan nasional.


16

Azas perencanaan dan pembangunan program pendidikan, maksudnya

kegiatan Pendidikan Luar Sekolah harus mempunyai pengertian bahwa dalam

proses pendidikan harus bersumber pada perencanaan pendidikan, seperti :

perencanaan yang bersifat integral, perencanaan yang harus bersifat

konprehensif, perencanaan harus memperhitungkan semua sumber-sumber yang

ada atau yang dapat diadakan.

Azas kebutuhan, memberikan arti bahwa penyusunan program pendidikan

luar sekolah berorientasi kepada kebutuhan. Kebutuhan bersumber dari warga

belajar, masyarakat dan lembaga sehubungan dengan azas kebutuhan ini, beliau

membagi menjadi tiga bagian yaitu kebutuhan hidup manusia, kebutuhan

pendidikan dan kebutuhan belajar.

Azas pendidikan sepanjang hayat, memberikan makna bahwa pendidikan luar

sekolah turut membina dan melaksanakan program-program yang mendorong

warga belajar untuk terus belajar secara berkelanjutan, dimana kegiatan belajar

lidak terbatas oleh ruang dan waktu, tetapi dilaksanakan secara terus menerus

sepanjang hayat.

Azas relevansi dan pengembangan masyarakat, azas ini memberi penekanan

bahwa program pendidikan luar sekolah berkaitan dengan program

pembangunan, artinya pelaksanaan pendidikan luar sekolah harus mempunyai

dampak positif bagi pembangunan masyarakat.

4. Tujuan Pendidikan Non Formal

Secara umum tujuan Pendidikan luar sekolah tidak terlepas dari tujuan

Pendidikan Nasional, sebagaimana digariskan dalam Garis-Garis Besar


17

Haluan Negara, bahwa tujuan Pendidikan Nasional secara leluasa dan lebih

umum, mengarah kepada Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

meningkatkan kecerdasan, pengembangan pengetahuan, sikap dan cinta tanah

air. Dalam hal ini mengacu pada pengertian pendidikan non formal, tujuan utama

dari pendidikan di luar sekolah ialah berfungsi untuk mengganti, menambah dan

melengkapi pendidikan formal.

Dan pada dasarnya dalam pendidikan non formal terdapat dua tujuan utama

yaitu:

1. Untuk memenuhi kebutuhan belajar tingkat dasar, misalnya pengetahuan

tentang alam, pendidikan keaksaraan, pengetahuan kesehatan dan gizi,

pengetahuan umum dan kewarganegaraan dan sebagainya.

2. Untuk keperluan pendidikan lanjutan melengkapi pendidikan tingkat dasar

dan pendidikan nilai-nilai hidup. Misalnya meditasi, pendidikan kesenian,

pengajian, sekolah minggu, dan lain-lain.

Sedangkan tujuan Pendidikan Non Formal secara khusus telah dikemukakan

oleh Sudjana (2000 : 37) adalah : "Untuk mengembangkan pengetahuan, sikap

dan keterampilan serta nilai-nilai yang memungkinkan bagi perorangan

atau kelompok untuk menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan

keluarga, pekerjaan, lingkungan mayarakat dan bahkan lingkungan negara".

Dari beberapa pendapat mengenai tujuan pendidikan luar sekolah, lebih

mengarah kepada pembangunan pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi

mereka yang membutuhkan dalam memecahkan masalah-masalah keterlantaran

pendidikan, bagi mereka yang belum pernah sekolah (termasuk droup out), serta

memberikan bekal, sikap, keterampilan dan pengetahuan praktis, yang relevan


18

dengan kebutuhan hidup dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

kehidupan yang lebih baik.

5. Sasaran Pendidikan Non Formal

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa:

1. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,

penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung

pendidikan sepanjang hayat.

2. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik

dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan

fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

6. Manfaat Pendidikan Luar Sekolah / Pendidikan Non Formal

Dari uraian tentang Pendidikan Non Formal, dapat diambil

kesimpulan bahwa kehadiran pendidikan non formal memberikan manfaat atau

mempunyai peranan yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan pendidikan seluas-luasnya bagi warga

masyarakat meliputi program pelayanan pendidikan sedini mungkin dan

sepajang hayat.

2. Program kegiatan pendidikan luar sekoplah dapat memberikan pelayanan

dan kebutuhan pendidikan luar sekolah baik untuk melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk meningkatkan taraf hidup

dan kehidupan masyarakat atau dapat pula menjembatani pendidikan luar


19

sekolah dengan dunia kerja, sesuai dengan keinginan masyarakat.

3. Program-program pendidikan luar sekolah yang fleksibel dapat

memenuhi kebutuhan belajar warga masyarakat sesuai dengan tuntutan

zaman.

Pendidikan non formal mempunyai manfaat secara institusional

(kelembagaan) yang memungkinkan warga masyarakat memiliki :

1. Kesempatan mengembangkan kepribadian dan mengaktualisasikan diri;

2. Kemampuan menghadapi tantangan hidup baik dalam lingkungan keluarga

maupun dalam lingkungn masyarakat,

3. Kemampuan membina keluarga sejahtera untuk memajukan kesejahteraan

umum;

4. Kemampuan wawasan yang luas tentang hak dan kewajiban sebagai warga

segara;

5. Kemampuan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dalam

rangka pembangunan manusia dan masyarakat;

6. Kemampuan menciptakan atau membantu menciptakan lapangan kerja sesuai

dengan keahlian yang dimiliki.

B. Konsep Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah memberikan pelayanan pendidikan sepanjang hidup

kepada masyarakat, munculah berbagai konsep mengenai pendidikan non formal

untuk diselenggarakan, banyaknya pihak yang membahas mengenai pendidikan

non formal yang dianggap sebagai pendidikan yang mampu memecahkan


20

berbagai masalah layanan pendidikan masyarakat, salah satunya dengan kegiatan

pelatihan. Istilah pelatihan tidak terlepas dari latihan karena keduanya mempunyai

hubungan yang erat, latihan adalah kegiatan atau pekerjaan melatih untuk

memperoleh kemahiran atau kecakapan. Sedangkan tujuan kegiatan pelatihan

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang agar mereka yang

dilatih mendapat pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi permasalahan

yang dihadapi sesuai harapan dan tujuan yang di inginkan mengikuti kegiatan

pelatihan

Para ahli banyak berpendapat tentang arti dan definisi pelatihan, namun dari

berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Seringkali

pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja yang lngsung berhubungan

dengan situasinya.

Selanjutnya Sastrodipoera (2006) dalam  Kamil (2010, :152) memberikan definisi

pelatihan adalah “salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan

meningkatkan keterampilan diluar sistem pengembangan sumber daya manusia, yang

berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan taktik

daripada teori”.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa pelatihan merupakan suatu bentuk bantuan dalam

proses pembelajaran yang terorganisir dan sistematis dengan jangka waktu yang

relatif singkat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta

pelatihan yang sifatnya praktis guna mencapai tujuan tertentu.

Jika berbicara sistem pendidikan yang ada sekarang, kita tidak akan 'dapat

melepaskan sistem pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah adalah


21

salah satu sistem pendidikan yang dilakukan secara sengaja, terorganisir dan

sistematis, berlangsung di luar kerangka sistem pendidikan sekolah, untuk

menyediakan aneka ragam pembelajaran tertentu kepada kelompok-kelompok

tertentu pula, baik untuk tingkatan dewasa maupun untuk tingkatan remaja.

Berbagai aktivitas pendidikan luar sekolah yang sudah melembaga, salah

satunya adalah kegiatan kursus-kursus. Kursus merupakan salah satu

kegiatan pendidikan luar sekolah. Karena itu kegiatan kursus sampai sekarang

masih melekat erat dengan kehidupan manusia dalam masyarakat. Kursus

tumbuh subur dan berkembang bukan saja dinegara yang sudah maju,

melainkan pula tumbuh di negara-negara yag sedang berkembang.

2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Sebuah pelatihan idealnya dirancang untuk mewujudkan tujuan-tujuan, baik

tujuan organisasi yang menyelenggarakan pelatihan maupun tujuan para peserta

yang mengikuti pelatihan secara perorangan. Karena tujuan penelitian tidak hanya

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan saja, melainkan juga untuk

mengembangankan bakat.

Moekijat (1992 : 2) menyebutkan bahwa tujuan pelatihan adalah untuk : 1)

Mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih

cepat dan lebih efektif; 2) Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan

dapat dikerjakan secara rasional; dan 3) Mengembangkan sikap, sehingga

menimbulkan kemampuan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan

pimpinan. Mills dalam Artasasmita (1987 : .20) menyatakan bahwa tujuan

pelatihan adalah Untuk menolong peserta pelatihan agar memperoleh

keterampilan, sikap, dan kebiasaan berfikir dengan efisien dan efektif.


22

Pengertian tujuan pelatihan tersebut jelas mengungkapkan bahwa pelatihan

haruslah menjadi sarana pemenuh kebutuhan peserta pelatihan untuk dapat

mengembangkan keterampilan, pengetahuan, sikap yang dapat dimanfaatkan oleh

peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan tersebut sesuai dengan

kompetensinya sebagai upaya pengembangan usaha.

Secara khusus dalam kaitan dengan pekerjaan, Simamora dalam Kamil

(2010 :11) mengelompokan tujuan pelatihan ke dalam lima bidang, yaitu:

a. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi.

Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif

menggunakan teknologi-teknologi baru.

b. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten dalam

pekerjaan.

c. Membantu memecahkan permasalahan operasional.

d. Mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan

e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.

Sedangkan menurut Marzuki dalam Kamil (2010 :. 11) ada tiga tujuan

pokok yang harus dicapai dengan pelatihan, yaitu:

a. Memenuhi kebutuhan organisasi.

b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan

dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan dalam keadaan yang

normal serta aman.

c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugasnya.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai manfaat pelatihan.

Marzuki (1992 - 28) menjelaskan manfaat pelatihan sebagai berikut:


23

a. Pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan-individu

atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi.

b. Keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-

tugas sesuai dengan standar yang diinginkan.

c. Pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap

pimpinan atau karyawan dan

d. Manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki standar keselamatan.

3. Komponen-Komponen Pelatihan

Dalam suatu penyelenggaraan pelatihan terdapat bebrapa komponen yang

saling berkaitan satu sama lain. Komponen pelatihan adalah faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kualitas dan mutu suatu pelatihan serta merupakan kunci

utama dalam sebuah menyusun sebuah program pelatihan. Dilihat sebagai suatu

sistem, Sudjana (1996) dalam Kamil (2012 : 21) mengemukakan komponen-

komponen pelatihan sebagai berikut :

a. Masukan sarana

Yaitu meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang menunjang kegiatan belajar.

Masukan sarana dalam pelatihan ini mencakup kurikulum, tujuan pelatihan,

sumber belajar, fasilitas belajar, biaya yang dibutuhkan dan pengelola pelatihan.

b. Masukan mentah

Yaitu peserta pelatihan dengan berbagai karektiristiknya, seperti pengetahuan,

keterampilan dan keahlian, jenis kelamin, pendidikan, kebutuhan belajar, latar

belakang sosial budaya, latar belakang ekonomi dan kebiasaan belajarnya.


24

c. Masukan lingkungan

Yaitu meliputi faktor lingkungan yang menunjang pelaksanaan kegiatan pelatihan,

seperti lokasi pelatihan.

d. Proses

Yaitu kegiatan interaksi edukatif yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan

pelatihan antara sumber belajar dengan warga belajar peserta pelatihan.

e. Keluaran

Yaitu lulusan yang telah mengalami proses pembelajaran pelatihan.

f. Masukan lain

Yaitu daya dukung pelaksanaan pelatihan, seperti pemasaran, lapangan kerja,

informasi dan situasi sosial-budaya yang berkembang.

g. Pengaruh

Yaitu yang berhubungan dengan hasil belajar yang dicapai oleh peserta pelatihan,

yang meliputi peningkatan taraf hidup, kegiatan membelajarkan orang lain lebih

lanjut, dan peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan

masyarakat.

4. Prinsip-prinsip Pelatihan

Pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran dan merupakan

kegiatan meningkatkan keterampilan seseorang didalam mengerjakan sesuatu.

Sebuah pelatihan dapat berjalan secara efektif dan optimal bila prinsip-prinsip

pelatihan dikembangkan sesuai dengan pelatihan yang berkaitan sesuai dengan

tujuan pelatihan yang diharapkan. William B. Werther dalam Skripsi Husaeni

(2013, : 31), menyatakan bahwa prinsip-prinsip pelatihan adalah sebagai berikut :


25

a. Prinsip Partisipasi

Pembelajaran biasanya akan lebih cepat dan bertahan lama apabila peserta belajar

terlibat secara aktif. Partisipasi akan meningkatkan motivasi dan empati terhadap

proses belajar. Dengan keterlibatan secara langsung, peserta dapat belajar lebih

cepat dan memahaminya lebih lama.

b. Prinsip Repetisi

Repetisi akan memperkuat suatu pola ke dalam memori seseorang. Belajar dengan

pengulangan kunci-kunci pokok dari ide-ide akan dengan mudah dapat diingat

kembali bila diperlukan.

c. Prinsip Relevansi

Belajar akan lebih efektif apabila materi yang dipelajari bermakna atau

mempunyai relevansi dengan kebutuhan seseorang.

d. Prinsip Pengalihan Pengetahuan dan Keterampilan

Semakin dekat kebutuhan program pelatihan bersentuhan dengan kebutuhan/

pelaksanaan pekerjaan, maka akan semakin cepat seseorang untuk belajar

menguasai pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, pengalihan pengetahuan dan

keterampilan bisa terjadi karena penerapan teori dalam situasi yang nyata atau

karena praktek yang bersifat simulasi. Artinya pengetahuan dan keterampilan

yang diperoleh dalam simulasi dapat dengan mudah dialihkan dalam situasi

sebenernya.

e. Prinsip Umpan Balik

Melalui sistem umpan balik, peserta pelatihan dapat mengetahui tercapai tidaknya

tujuan pelatihan. Artinya, dengan umpan balik peserta termotivasi untuk

mengetahui perubahan yang terjadi di dalam dirinya, baik kemampuan,


26

keterampilan, maupun kepribadian dan termotivasi untuk menyesuaikan tingkah

laku mereka untuk secepat mungkin meningkatkan kemajuan belajarnya.

5. Manajemen Pelatihan

Pengelolaan pelatihan secara tepat dan profesional dapat memberikan

makna fungsional pelatihan terhadap individu, organisasi, maupun masyarakat.

Pelatihan memang perlu diorganisasikan, oleh karena itu, manajemen dalam

pelatihan sangat dibutuhkan sebagai upaya yang sistematis dan terencana dalam

mengoptimalkan seluruh komponen pelatihan, guna mencapai tujuan pelatihan

secara efektif dan efesien. Komponen manajemen itu sendiri terdiri dari

kurikulum, sumber daya manusia, sarana/prasarana, dan biaya. Manajemen diklat

yang sistematis dan terencana meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan

(kontrol), dan evaluasi, terutama menyangkut tentang organisasi, program, sumber

daya, dan pembiayaan.

Sedangkan tujuan penyelenggaraan pelatihan secara umum adalah

meningkatkan hasil pelatihan yang profesional.

Berikut sepuluh langkah pengelolaan pelatihan menurut Sudjana (1996)

dalam Kamil (2012 : 17) :

a. Rekrutmen peserta pelatihan

Rekrutmen peserta dapat menjadi kunci yang bisa menentukan keberhasilan

langkah selanjutnya dalam pelatihan. Dalam rekrutmen ini penyelenggara

menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta terutama yang

berhubungan dengan karakteristik peserta yang bisa mengikuti pelatihan.


27

b. Identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar dan kemungkinan hambatan

Identifikasi kebutuhan belajar adalah kegiatan mencari, menemukan, mencatat,

dan mengolah data tentang kebutuhan belajar yang diinginkan atau diharapkan

oleh peserta pelatihan atau oleh organisasi.

c. Menentukan dan merumuskan tujuan pelatihan

Tujuan pelatihan secara umum berisi hal-hal yang harus dicapai oleh pelatihan.

Tujuan umum itu dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik. Untuk

memudahkan penyelenggara, perumusan tujuan harus dirumuskan secara konkret

dan jelas tentang apa yang harus dicapai dengan pelatihan tersebut.

d. Menyusun alat evaluasi awal dan evaluasi akhir

Evaluasi awal dimaksudkan untuk mengetahui “entry behavioral level” peserta

pelatihan. Selain agar penentuan metode dan metode pembelajaran dapat

dilakukan dengan tepat, pebelususran ini juga dimaksudkan untuk

mengelompokkan dan menempatkan peserta pelatihan secara proporsional.

Evaluasi akhir dimaksudkan untuk mengukur tingkat penerimaan materi oleh

peserta pelatihan. Selain itu juga untuk mengetahui matero-materi yang perlu

diperdalam dan diperbaiki.

e. Menyusun Urutan Kegiatan Pelatihan

Pada tahap ini penyelenggara pelatihan menentukan bahan belajar, memilih dan

menentukan metode dan teknik pembelajaran, serta menentukan media yang akan

digunakan. Urutan yang harus disusun disini adalah seluruh rangkaian aktivitas

mulai dari pembukaan sampai penutupan. Dalam menyusun urutan kegiatan ini

faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain: peserta pelatihan, sumber

belajar, waktu, fasilitas yang tersedia, bentuk pelatihan, dan bahan pelatihan.
28

f. Pelatihan untuk pelatih

Pelatih harus memahami program pelatihan secara menyeluruh. Urutan kegiatan,

ruang lingkup, materi pelatihan, metode yang digunakan, dan media yang dipakai

hendakhnya dipahami betul oleh seorang pelatih. Selain itu pelatih juga harus

memahami karakteristik dari masing-masing peserta pelatihan. Oleh karena itu

orientasi untuk pelatih sangat penting untuk dilakukan.

g. Melaksanakan evaluasi awal bagi peserta

Evaluasi awal yang biasanya dilakukan dengan pretest dapat dilakukan secara

lisan maupun tulisan.

h. Mengimplementaikan pelatihan

Tahap ini merupakan kegiatan inti dari pelatihan yaitu proses interaksi edukatif

antara sumber belajar dengan warga belajar dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam proses ini terjadi berbagai dinamika yang semuanya harus

diarahkan untuk efektifitas pelatihan. Seluruh kemampuan dan seluruh komponen

harus disatukan agar proses pelatihan menghasilkan output yang optimal.

i. Evaluasi akhir

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan belajar. Dengan kegiatan ini

diharapkan diketahui daya serap dan penerimaan peserta pelatihan terhadap

berbagai materi yang telah disampaikan. Dengan begitu penyelenggara dapat

menentukan langkah tindak lanjut yang harus dilakukan.

j. Evaluasi program pelatihan

Evaluasi program pelatihan merupakan kegiatan untuk menilai seluruh kegiatan

pelatian dari awal sampai akhir dan hasilnya menjadi masukan bagi

pengembangan pelatihan selanjutnya. Dengan kegiatan ini selain diketahui faktor-


29

faktor sempurna yang harus dipertahankan, juga diharpkan diketahui pula titik-

titik kelemahan pada setiap komponen, setiap langkah dan setiap kegiatan yang

sudah dilaksanakan. Dengan demikian diperoleh gambaran yang menyeluruh dan

objektif dari kegiatan yang sudah dilakukan.

6. Metode-metode Pelatihan

Dalam rangka pelatihan ada tiga metode yang coba dikembangkan, metode-

metode tersebut sesuai dengan kondisi masyarakat dan kebutuhan pelatihan,

metode-metode yang dikembangkan tersebut menurut Kamil (2010 : 157)

meliputi:

a. Mass teaching method, yakni metode yang ditunjukan pada masa. Metode ini

dipilih untuk menyampaikan sampai pada taraf awareness (kesadaran) dan

interest (ketertarikan).

b. Group teaching method, yakni metode yang ditunjukan pada kelompok.

Metode ini dipilih untuk menyampaikan sampai pada taraf kesadaran dan

ketertarikan ditambah dengan evaluation (pertimbangan) dan trial (mencoba).

c. Individual teaching method, yakni metode yang ditunjukan pada individu, dan

metode ini dipilih untuk menyampaikan sampai kesadaran, ketertarikan,

pertimbangan dan mencoba, juga peserta pelatihan sampai pada taraf adoption

(mengambil alih), action (berbuat), dan satisfaction (kepuasan).

Metode-metode pelatihan tersebut dipilih sesuai dengan sasaran pelatihan

dan dilihat dari tujuan masyarakat (peserta pelatihan) dalam kegiatan

pembelajaran karena tujuan tersebut berkaitan dengan konsep diri masyarakat dan

pengalaman belajarnya. Hal tersebut akan mempengaruhi keberhasilan dalam


30

kegiatan pembelajaran. Metode yang digunakan juga haruslah bervariasi agar

dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta pelatihan, sehingga tidak munculnya

kejenuhan atau kebosanan dari peserta pelatihan dalam mengikuti kegiatan

pelatihan.

7. Hubungan Antara Pendidikan, Kursus dan Latihan

Pendidikan merupakan usaha yang berkaitan dengan peningkatan

pengetahuan, sikap dan skill yang mengakut keseluruhan lingkungan secara

umum. Kursus merupakan usaha yang berkaitan dengan peningkatan

pengetahuan, sikap dan skill. Sedankan latihan merupakan usaha yang

berkaitan dengan peningkatan pengetahuan, sikap dan skill tenaga kerja dalam

mengerjakan suatu pekerjaan.Uraian di atas, memberikan petunjuk bahwa

batas perbedaan antara pendidikan, kursus dan latihan sukar untuk ditentukan

dengan jelas. Baik pendidikan maupun kursus dan latihan, ketiganya

mempunyai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan pengetahuan, sikap dan

skill peserta belajar. Karena itu betapa sukarnya untuk membedakan atau

memilah-milah antara pendidika, kursus dan latihan jika dilihat dari segi tujuan.

Karena pendidikan, kursus dan latihan tersebut dilihat dari segi tujuan sukar

untuk ditentukan perbedaannya dengan jelas, maka hal ini disebabkan karena

ketiganya berada dalam garis yang sama yang menuju kepada tujuan yang sama

pula, walaupun demikian lebih tepat untuk dikatakan bahwa pendidikan, kursus

dan latihan adalah sebagai suatu rangkaian kesatuan (kontinum) yang bergeser

dari suatu yang bersifat umum sampai kepada yang bersifat khusus. Pendidikan

memberikan suatu ruang gerak yang lebih terarah menuju kepada suatu
31

keterampilan khusus untuk mengerjakan sesuatu yang baik. Sedangkan kursus

merupakan kelanjutan dari proses pendidikan dan menjadi pengantar kepada

program latihan.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 73 Tahun 1991 Bab II Pasal 2

tentang penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah yang di dalamnya membagi

Sistem Pendidikan Nasional menjadi dua pendidikan yaitu Pendidikan Sekolah

dan Pendidikan Luar Sekolah. Selanjutnya dalam peraturan tersebut dijabarkan

tujuan pendididkan luar sekolah, yaitu:

1. Melayani warga belajar agar dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin

dan sepanjang hayat guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap

mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah

atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang tinggi.

3. Memenuhi kebutuhan belajar yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur

pendidikan sekolah.

Dengan demikian, tujuan adalah memberi kesempatan kepada masyarakat

untuk memperoleh pengetahuan praktis dan keterampilan secara fungsional

serta melahirkan sikap mandiri yang tepat untuk suatu pekerjaan dan sumber

penghasilan tertentu yang sesuai dengan bakat dan minat serta kemampuan

masing-masing.
32

C. Konsep Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar, perlu

durumuskan secara jelas pengertian belajar. Kata dasar pembelajaran adalah

belajar. Menurut Arifin (2012 : 10) adalah Belajar merupakan suatu proses

perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan

pengalaman. Dalam arti sempit pembelajaran adalah suatu proses atau cara yang

dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegitan belajar. Dalam arti luas,

pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang

bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik dengan peserta didik, sumber

belajar dengan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan

terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas,

dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah

ditentukan. Sejalan dengan pendapat Travers (dalam Sudjana 2005-.98) belajar

adalah suatu proses yang menghasilkan penyesuaian tingkah laku.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan proses penerapan prinsip yang

memberikan perubahan tingkah laku. Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku

dalam pengertian belajar menurut Slameto (2013 :.3), yaitu :

a. Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu

atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan

dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,

kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi perubahan yang


33

dilakukan dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian

belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung

secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan

menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun

proses belajar berikutnya.

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan

bertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan

demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin

baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa

perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu

sendiri.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa

saat saja. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau

permanen, ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat

menetap.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan

dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar

benar disadari.
34

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi

perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai

hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam

sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas mengenai pengertian belajar

dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan terjadinya perubahan

tingkah laku pada diri individu yang disebabkan karena terjadinya suatu interaksi

antara manusia dengan lingkungan kehidupan yang menyangkut kedalam

beberapa aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pembelajaran merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh

pendidik agar peserta didik dapat belajar dimana saja tanpa didampingi

pendidik,selain itu adanya interaksi antara sumber belajar dengan komponen

belajar lainnya. Menurut Hamalik (2000 : 57) pembelajaran adalah sebagai suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas,

perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Pengertian diatas sejalan dengan pendapat Sudjana (2001 : 8) yang

menyatakan bahwa :

Pembelajaran dapat diberikan arti sebagai setiap upaya yang sistematis dan

disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar warga belajar

dapat melakukan kegiatan belajar, dalam kegiatan ini terjadi interaksi edukatif

antara dua pihak, yaitu antara warga belajar (peserta didik, peserta pelatihan,dsb)

yang melakukan kegiatan belajar dengan pendidik (sumber belajar, instruktur,

tutor dan sebagainya) yang melakukan kegiatan pembelajaran.


35

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran terdapat

aktifitas belajar dan aktifitas pembelajaran. Aktifitas tersebut berlangsung dalam

suatu interaksi edukatif antara dua pihak yaitu antara warga belajar dengan

pendidik dalam kegiatan pembelajaran.

Sistem pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal mempunyai

komponen-komponen yang dimiliki dalam sistem pembelajaran proses

pembelajaran, Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2009 :.22) membagi tiga hasil

belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c)

sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni

(a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap,

dan (e) keterampilan motoris. Sejalan dengan pendapat Sudjana peneliti membagi

tiga hasil belajar dapat menjadi:

a. Ranah kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam

aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi. Pengetahuan atau ingatan, dan pemahaman disebut kognitif tingkat

rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Beikut

enam aspek kognitif menurut Arikunto (2012 :.131) adalah :

1) Mengenal (Recognition)

Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih satu dari dua atau lebih

jawaban.

2) Pemahaman (Comprehension)

Dengan pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami

hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.


36

3) Penerapan (Application)

Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk

menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu (kosep, hokum, dalil, aturan,

gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan

menerapkan secara benar.

4) Analisis (Analysis)

Dalam tugas analisis ini siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan

atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar.

5) Sintesis (Synthesis)

Apabila penyususn soal tes bermaksud meminta siswa melakukan sintesis

maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta

siswa untuk menggabungkan atau menyusun kembali hal-hal yang spesifikasi

agar dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini siswa diminta untuk

melakukan generalisasi.

6) Evaluasi (Evaluation)

Apabila penyusun soal bermaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa

mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk

menilai sesuatu kasus yang diajukan oleh penyusun soal.

b. Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi, dan internalisasi. Sudjana,

(2009 : 29) bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang

telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi


37

c. Ranah psikomotoris

Sudjana, (2009 : 30), hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk

keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan

keterampilan, yakni :

1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)

2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

3) Kemampuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan visual,

membedakan auditif, motoris, dan lain-lain

4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan

ketepatan

5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai

keterampilan yang kompleks

6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti

gerakan ekspresif dan interpretatif

2. Unsur dan Komponen Pembelajaran

Menurut Sudjana (2005 : 104) yang menyatakan bahwa kegiatan

pembelajaran sebagai suatu proses memiliki unsur-unsur tersendiri. Unsur itu

dapat membedakan antara kegiatan belajar dan kegiatan bukan belajar. Unsur-

unsur tersebut mencakup tujuan belajar yang ingin dicapai, motivasi, hambatan,

stimulus dari lingkungan, persepsi dan respon warga belajar.

Pendapat dari Sudjana (2005 :.103) mengenai pembelajaran sebagai proses

terdiri atas enam unsur yaitu 1) tujuan belajar, 2) motivasi warga belajar, 3)

tingkat kesulitan, 4) stimulus dari lingkungan, 5) persepsi warga belajar, 6) respon

warga belajar.
38

Tujuan warga belajar artinya kegiatan belajar harus berorientasi pada tujuan

yang akan dicapai dan dapat menimbulkan keterlibatan warga belajar dalam

rangka mencapai tujuan itu.

Motivasi Warga belajar harus merasa puas jika ia melakukan kegiatan untuk

mencapai tujuan itu dan merasa pula jika tujuan itu dicapai oleh warga belajar

dengan baik. Warga belajar yang termotivasi, dalam hubungan ini kegiatan

belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tidak akan terjadi jika tidak

disertai motivasi. Kebutuhan belajar itu harus datang dari diri warga belajar itu

sendiri bukan dipaksakan dari yang lain karena tujuan belajar akan tercapai jika

warga belajar termotivasi untuk belajar.

Tingkat kesulitan, kesulitan belajar merupakan hambatan bagi upaya warga

belajar dalam mencapai tujuan belajar. Belajar memang terwujud hanya apabila

ada masalah yang dihadapi oleh warga belajar. Pada dasarnya, kegiatan belajar itu

ada apabila warga belajar mengalami hambatan untuk mencapai tujuan. Tingkat

kesulitas belajar yang dirancang dan ditetapkab dalam situasi belajar merupakan

unsur yang harus terdapat dalam setiap kegiatan belajar sebagai proses dan

memungkinkan warga belajar dapat mengatasi kesulitan belajar.

Stimulus dari lingkungan, stimulus dari lingkungan belajar dapat timbul

dalam situasi belajar selama kegiatan berlangsung. Stimulus yang akan digunakan

untuk mengatasi hambatan itu tidak dapat digunakan secara tersendiri atau secara

terpisah-pisah antara satu stimulus dengan stimulus lainnya. Oleh karena itu,

sebelum penggunaanya, warga belajar harus memahami hubungan antara berbagai

stimulus yang ada dan mengetahui hubungan antara stimulus yang telah dipilih

dengan tujuan yang akan dicapai. Stimulus ini digunakan untuk mengatasi
39

hambatan yang ditemui dalam mencapai tujuan. Adapun wujud dari stimulus ini

adalah faktor-faktor yang berada diluar warga belajar dan dapat merangsang

warga belajar untuk mengatasi hambatan dalam kegiatan pembelajaran.

Warga belajar harus memahami situasi, pemahaman atau persepsi terhadap

situasi belajar akan tergantung pada latar belakang kehidupan, pengalaman belajar

dan kesungguhan warga belajar terhadap kegiatan belajar yang sedang

berlangsung. Dalam tahap pemahaman situasi ini, warga belajar dapat mengetahui

kegiatan yang berbeda-beda untuk merespon stimulus dalam pemecahan masalah

yang dihadapinya.

Pemahaman warga belajar dalam situasi pembelajaran berguna untuk

mengetahui pilihan berbagai kegiatan yang berbeda dan digunakan dalam

merespon stimulus dari lingkungan untuk memecahkan masalah yang

dihadapinya. Setelah warga belajar membuat keputusan tentang tujuan belajar,

memahami stimulus dan situasi belajar, maka langkah selanjutnya adalah warga

belajar merespon stimulus secara menyeluruh dengan menggunakan pengalaman

belajar dan kesiapan yang dimilikinya. Tujuan dari respon ini agar warga belajar

tidak melakukan respon tanpa arah atau semuanya saja, tetapi kegiatannya

dilakukan utnuk menuju tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran

itu melibatkan beberapa unsur komponen yang saling terkait dan berpengaruh satu

sama lain. Adapun komponen-komponen tersebut adalah fasilitator, warga belajar,

tujuan, materi, metode, prosedur, pola interaksi, media, suasan belajar dan

penilaian.
40

3. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh

kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Menurut Sardiman (2004 : 68) mengenai

tujuan pengajaran/ pembelajaran ini biasanya dibagi menjadi dua yaitu tujuan

instruksional umum atau lebih dikenal dengan istilah Tujuan Umum Pengajaran

(TUP) dan Tujuan Instruksional Khusus atau yang lebih dikenal dengan Tujuan

Khusus Pengajaran (TKP).

a. Tujuan instruksional umum/ tujuan umum pengajaran merupakan hasil

belajar siswa setelah selesai belajar dan dirumuskan dengan suatu pertanyaan

yang bersifat umum.

b. Tujuan instruksional khusus/ tujuan khusus pengajaran merupakan tujuan-

tujuan pengajaran yang bersifat khusus sebagai penjabaran dari tujuan umum

pengajaran. Tujuan instruksional khusus bersifat konkret, dalam arti dapat

diukur atau dapat diamati hasilnya.

4. Prinsip Pembelajaran

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009 : 42) Ada beberapa prinsip umum di

dalam pembelajaran yaitu:

a. Perhatian dan motivasi, perhatian mempunyai peranan penting di dalam

pembelajaran, tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi pembelajaran.

Sedangkan motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat, warga belajar

yang memiliki minat belajar cenderung tertarik perhatiannya dengan

demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya.


41

b. Keaktifan, belajar tidak bisa terlalu dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak

bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar akan baik apabila warga belajar

melakukannya dengan kesadaran sendirinya.

c. Pengalaman atau keterlibatan langsung, pembelajaran yang efektif adalah

pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan

aktifitas sendiri.

d. Pengulangan, pembelajaran yang efektif adalah melatih daya yang ada pada

manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat,

mengkhayal, merasakan, berfikir. Dengan mengadakan pengulangan maka

daya-daya tersebut akan berkembang.

e. Tantangan, menurut Kuirt Lewin dalam Dimyati dan Mudjiono (2009 : 47)

mengemukakan bahwa warga belajar dalam situasi belajar berada dalam suatu

medan atau lapangan psikologis.

f. Balikan atau penguatan, peserta didik belajar dengan sungguh-sungguh untuk

mendapatkan nilai yang baik, nilai yang baik akan mendorong anak untuk

belajar giat lagi hal ini disebut dengan operant conditioning atau penguatan

positif. Ada juga dengan peristiwa penguatan negatif atau escape

conditioning dimana ketika anak mendapatkan nilai jelek maka akan merasa

takut tidak naik kelas.

g. Perbedaan individual, warga belajar/ peserta didik merupakan individual yang

unik artinya tidak ada yang persis diantara mereka, atau memiliki perbedaan

dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis,

kepribadian dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada

cara dan hasil belajar warga belajar.


42

D. Konsep Keterampilan Menjahit

1. Kursus Keterampilan Menjahit

Dengan berkembangnya jenis-jenis pendidikan yang termasuk dalam sistem

pendidikan luar sekolah, termasuk kursus keterampilan yang

diselenggarakan masyarakat, merupakan salah satu bentuk perwujudan

masyarakat akan pentingnya dunia pendidikan dalam rangka meningkatkan

pengetahuan, sikap dan keterampilan terutama bagi calon tenaga kerja, atau untuk

usaha mandiri.

Salah satu kegiatan pembelajaran yang dikemas dalam bentuk kegiatan

kursus yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini adalah kegiatan

kursus keterampilan menjahit. Kursus keterampilan menjahit termasuk

penyelenggaraan pendidikan orang dewasa. Kursus keterampilan menjahit pada

dasamya mempunyai tujuan secara mandiri untuk memberikan keterampilan

menjahit bagi peserta belajar, agar mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan untuk mengembangkan berbagai keahlian yang dapat digunakan

dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk memenuhi lapangan kerja.

Berbagai keterampilan khusus yang diberikan untuk menunjang

pengetahuan yang dimiliki secara praktis dapat memberikan kemudahan

dalam melakukan pekerjaan serta membantu individu dalam melakukan proses

belajar mengajar dalam kehidupannya.

a. Pengertian Kursus Keterampilan Menjahit

Panitia penanggung jawab Pusat Ujian Nasional PLSM, dalam Buku Petunjuk

Teknik Pelaksanaan, Direktorat Pendidikan Masyarakat (1982 : 1),

mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kursus keterampilan menjahit atau


43

kursus menjahit pakaian adalah :

Pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, untuk warga


masyarakat, dan dilaksanakan ditengah-tengah masyarakat, dengan daya dan
dana sendiri. Kursus menjahit dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan
tenaga-tenaga yang berpengetahuan dan terampil dalam bidang pakaian
dengan sikap mental yang bertanggung jawab ditengah-tengah masyarakat.

Selanjutnya dikemukakan pula oleh Riyanto (1995 : 5) bahwa yang

dimaksud dengan kursus menjahit adalah : "Suatu usaha atau kegiatan

menghasilkan tenaga ahli di bidang pembuatan busana sesuai dengan

kurikulum pendidikan luar sekolah atau program yang direncanakan".

Kursus keterampilan menjahit terus berkembang sesuai dengan perkembangan

zaman dan mode masyarakat, dalam hal ini dikemukakan oleh Olim,. (1993 : 33),

bahwa :

Bidang keterampilan menjahit sangat bervariasi perkembangannya,


mulai dari menjahit untuk memenuhi keperluan rumah tangga, sebagai
tenaga kerja pada penjahit atau konveksi, modelling. Selain itu memiliki
kaitan yang erat dengan pentas dan budaya berpakaian pada umumnya.
Bertitik tolak dari pengertian tersebut, bahwa kursus dapat didefinisikan

sebagai kegiatan suatu kegiatan pendidikan yang berlangsung di dalam

masyarakat, dilakukan degan sengaja, terorganisir dan sistematis

untuk ,memberikan suatu mata pelajaran tertentu kepada orang dewasa atau

remaja tertentu dalam waktu' relatif singkat agar mereka memperoleh

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat dimanfaatkan untuk

mengemban2kan dirinya dan masyarakatnya (Artasasmita, 1984 : 10).

Uraian mengenai kegiatan kursus di atas, memberikan indikasi bahwa

kegiatan kursus dapat dilihat dari segi pengelolaan dapat dibedakan dalam tiga

jenis, yaitu (1) kursus yang dikelola oleh lembaga, (2) kursus yang dikelola oleh
44

organisasi dan, (3) kursus yang dikelola oleh perorangan.

Kursus pada prinsipnya merupakan salah satu bentuk kegiatan

pembelajaran di luar sistem persekolahan dengan tujuan utama untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kursus dapat juga

diartikan sebagai penyelenggara pendidikan alternatif yang

menyelenggarakan kegiatan pendidikan, pelatihan, penyuluhan untuk

melayani masyarakat agar mereka mempunyai pengetahuan, sikap dan

keterampilan tertentu sebagai belak kehidupan di masyarakat.

Pakaian merupakan salah satu dari sepuluh seni kehidupan keluarga

yang mendapatkan perhatian cukup besar, karena pakaian adalah salah satu

kebutuhan pokok manusia. Mempelajari tentang masalah-masalah pakaian

merupakan suatu hal yang penting, melalui kursus keterampilan menjahit

masyarakat atau dalam hal ini belajar selain mengetahui tentang cara

memilih, membuat dan memelihara pakaian juga mengetahui pula tentang

pengelolaan usaha dalam bidang pakaian yang dapat membantu kehidupan.

b. Tujuan Kursus Keterampilan Menjahit

Tujuan yang akan dicapai oleh lembaga yang akan menyelenggarakan

kursus keterarnpilan menjahit pada umumnya menetapkan tujuannya sesuai

dengan tujuan sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan, tentang pokok-pokok dan peraturan umum pelaksanaan

program PLSM. Dari tujuan PLSM itu, ditetapkan tujuan untuk kursus

keterampilan menjahit yang disesuaikan dengan kurikulim/program belajar

yang berlaku pada lembaga kursus keterampilan menjahit yang

bersangkutan.. dalam hal ini lembaga kursus keterampilan menjahit “ LKP


45

Rambat ” berupaya mendidik dan melatih warga belajarnya agar dapat

memahami dan menguasai bidang keterampilan menjahit untuk dapat

memanfaatkan bagi kehidupan sehari-hari atau untuk memasuki dunia kerja.

c. Sasaran Kursus Keterampilan Manjahit

Kursus yang diselenggarakan oleh masyarkat memberikan kesempatan pada

setiap warga masyarakat untuk memperoleh pengetahuan praktis dan keterampilan

fungsional, serta sikap wiraswasta yang tepat untuk suatu pekerjaan atau

untuk memperoleh cumber penghasilan kehidupan tertentu yang sesuai dengan

bakat atau kemampuan masing-masing.

Kursus keterampilan lebih ditekankan pada pengetahuan yang lebih

diterapkan dan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari atau untuk

meningkatkan taraf hidupnya, serta peminaan sikap kemandirian dalam berusaha,

dengan demikian, sasaran pendidikan kursus keterampilan menjahit ditunjukan

bagi seluruh anggota masyarakat yang memerlukan pendidikan kursus

keterampilan menjahit.

d. Tingkatan Kursus Keterampilan Menjahit

Kurikulum/program pembelajaran pada kursus keterampilan menjahit

disesuaikan dengan tingkatan/jenjang yang pada umumnya dibagi dalam 4

tingkatan yaitu :

1. Level 2 dan Level 3

Tingkat dasar adalah tingkat paling awal untuk permulaan dalam mengikuti

kursus keterampilan menjahit. Materi pembelajaran yang diberikan adalah dasar-

dasar pembuatan pakaian. Tujuannya untuk menyiapkan tenaga penjahit

pembantu, selain itu diharapkan peserta didik atau warga belajar mampu membuat
46

pakaian sendiri dan keluarga. Tingkat terampil adalah tingkat kedua setelah

tingkat dasar. Meteri yang diberikan merupakan pengembangan dari tingkat dasar,

bertujuan menyiapkan tenaga sebagai penjahit konveksi dan diharapkan selain

dapat membuat pakaian sendiri juga dapat membuat pakaian untuk orang lain.

Tingkat mahir merupakan tingkat ketiga pada kursus keterampilan mejahit. Meteri

pembelajaran yang lebih sulit dan lebih bervariasi dari tingkat dasar dan tingkat

terampil, bertujuan menyiapkan tenaga kerja sebagai ahli mejahit. Tingkat ini

adalah tingkat ke empat pada kursus keterampilan menjahit, bertujuan

menyiapkan tenaga ahli penjahit linseri.

Sesuai dengan ketetapan yang dikeluarkan oleh Ikatan Ahli Menjahit

Busana Indonesia secara umum kompetensi yang harus dimiliki lulusan dari

kursus keterampilan menjahit, adalah sebagai berikut :

a. Mampu membuat pakaian untuk dipergunakan sendiri dan keluarga

b. Mampu membuat model pakaian untuk membuka usaha sendiri/wiraswasta c.

Mampu membuat pakaian bervuring untuk membuka usaha/wiraswasta

c. Bagi lulusan yang telah memiliki kompetensi a, b dan c dibuka peluang

pelatihan untuk mejadi instruktur.

Sistem terdiri dari beberapa komponen, seperti masukan, proses dan keluaran

(out put) dan pengaruh lain yang dapat mempengaruhi kegiatan pembelajaran pada

pelaksanaan kegiatan kursus menjahit "LKP Rambat" tersebut. Begitu juga

dalam model pembelajaran kegiatan kursus menjahit "LKP Rambat", sesuai

dengan pendapat Artasasmita, (1985 : 49) mengemukakan bahwa :

Sistem pada umumnya didefinisikan sebagai serangkaian komponen yang


saling berkaitan dan berfungsi ke arah tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Jadi sistem itu merupakan totalitas dari beberapa
47

komponen atau bagian-bagian yang saling berhubungan, dimana fungsi dari


totalitas tersebut berbeda dengan jalan fungsi bagian-bagian tersebut.

Dilihat dari definisi di atas, maka sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

(a) memiliki tujuan, (b) memiliki fungsi yang harus dilaksanakan, (c) memiliki

keterpaduan sebagau suatu keseluruhan yang terorganisir dan teratur, (d) memiliki

proses transformasi, (e) memiliki daerah batasan dan lingkungan, (f) memiliki tipe

mekanisme umpan balik.

Gambar 3

SISTEM DAN MODEL KURSUS KETERAMPILAN

Sumber : Jhon D. Ingells, A. Trainera


Guide to andragogi : Les Concept Experience Aplication
(Washington DC : Us Departement of Health, Education and Welfare,
1973 : 11)

Melihat gambar tadi, maka proses pendidikan/kursus keterampilan akan

dipengaruhi oleh beberapa komponen, di antaranya adalah organisasi (iklim

belajar dan perencanaan), masukan (perumusan tujuan, perencanaan dan

pelaksanaan), out put (penilaian).


48

1. Iklim Belajar

Iklim belajar sangat menentukan bagi berlangsungnya proses belajar

mengajar, yang berkaitan dengan prinsip pembelajaran orang dewasa.

Instruktur/sumber belajar diharapkan mampu menghilangkan suasana acing

diantara warga belajar. Iklim belajar ini menuntut penyediaan sarana yang

memadi yaitu berupa fisik dan non fisik, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,

yaitu :

a. Persiapan Sarana Belajar

Persiapan sarana yang menunjang terhadap kegiatan belajar akan

menciptakan iklim yang baik dan memberikan semangat kepada warga

belajar, misalnya surat pengumuman yang dikirimkan kepada warga belajar,

misalnya surat pengumuman yang dikirimkan kepada peserta/warga belajar

akan menciptakan iklim yang baik, apabila penampilan surat tersebut

memberi semangat dan cita-cita rasa serta harapan kepada peserta belajar.

Dalam persiapan kegaitan peserta harus melibatkan berbagai kegiatan

pembelajaran.

b. Acara Pembukaan

Faktor fisik ini seyogyanya ditata dan diatur sedemikian rupa sehingga

memberikan kenyamanan dan kesan yang baik terhadap peserta atau warga

belajar.

c. Acara Pembukaan

Pada acara pembukaan pembelajaran warga belajar diberikan terlebih dahulu

orientasi mengenai tujuan dan rencana kegiatan belajar mengajar yang akan

dilaksanakan. Adapun bentuk orientasi yang dilaksanakan pada dasarnva


49

menekankan kepada peranan warga belajar dalam proses inkuisi yang

diarahkan oleh mereka sendiri.

2. Perencanaan Bersama

Perencanaan dilakukan untuk menyusun rangkaian kegiatan agar tujuan

yang ditetapkan dapat tercapai. Pada perencanaan dilakukan secara bersama yang

menyangkut sumber-sumber manusiawi dan non manusiawi. Sumber manusiawi

menyangkut nara sumber, fasilitator, warga belajar dan lain sebagainya.

Sedangkan sumber non manusiawi menyangkut sarana dan prasarana lingkungan

sosial, budaya dan lain sebagainya.

3. Kebutuhan Belajar

Adalah merupakan suatu keharusan bahwa kebutuhan belajar tertentu dari

warga belajar dalam suatu kegiatan belajar perlu di diagnosa, seperti yang

dikemukakan oleh Zainuddin, (1994: 63), yaitu : Proses mendiagnosa kebutuhan

itu melibatkan tiga langkah : "Pertama, dengan mengembangkan suatu model

tingkah laku yang diinginkan atau kompetisi yang diperlukan, kedua : menilai

tingkat penampilan kompetisi orang itu dan ketiga : menilai kesenjangan antara

model dengan tingkat penampilan sekarang".

Kebutuhan belajar dapat didefinisikan sebagai kesenjangan. Kesenjangan

disini adalah persepsi warga belajar/peserta belajar sendiri tentang kesenjangan

antara dimana mereka sekarang berada dengan kemana mereka ingin dituju. Oleh

karena itu, assesmen pada hakekatnya adalah assesmen diri, dengan

mengembangkan program belajar memberikan alat dan sarana serta prosedur

untuk mendapatkn data kepada kemampuan mereka.


50

4. Perumusan Tujuan Belajar

Tujuan belajar biasanya dicerminkan oleh kegaitan belajar yang akan

dilaksanakan, Sudjana (2000 : 95) menyarankan bahwa " cara yang paling_

bermanfaat dalam merumuskan tujuan belajar ialah dengan menyatakan tujuan-

tujuan itu dalam bentuk tingkah laku yang akan dimiliki dan tugas atau kehidupan

yang menuntut penampilan tingkah laku itu".

Melihat pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar

perumusannya harus secara khusus dan dapat memperlihatkan tingkah laku yang

dapat diobservasi. Selain itu perumusan tujuan belajar kata-katanya harus

informatif yaitu dengan menggunaan kata-kata kerja.

5. Perancangan Pola Pengalaman Belajar

Merancang pengalaman belajar warga belajar merupakan landasan atau

dasar bagi pembuatan bahan belajar. Dengan kata lain bahwa bahan belajar itu

berangkat dari apa yang dimiliki oleh warga belajar, meliputi pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap.

Sejalan dengan uraian di atas Sudjana, (200 : 155) mengemukakan : "Dalam

pengorganisasian bahan belajar, prinsip-prinsip kontiunitas, urutan dan

keterpaduan itu didasarkan atas pengalaman belajar yang telah dimiliki oleh

warga belajar".

6. Pelaksanaan Kegiatan Belajar

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar nara sumber atau fasilitator harus

tenaga yang bermutu agar dapat menuntun/membimbing peserta dalam proses

belajar mengajar. Fasilitator harus mempunyai nilai lebih sebagai administrator,

untuk mengelola komponen-komponen yang mendorong proses belajar mengajar.


51

Pada tahap ini semua unsur dalam sistem saling mempengaruhi untuk

menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan.

7. Evaluasi hasil belajar dan mendiagnose kembali kebutuhan belajar

Evaluasi basil belajar dilakukan untuk mengukur perubahan tingkah laku

yang telah didapat. Pada umumnya basil belajar akan memberikan pengaruh

kepada peserta belajar sebagaimana dikemukakan oleh Zainuddin. (1994: 80)

menyatakan bahwa hasil belajar memberikan pengaruh kepada peserta belajar

dalam dua bentuk, yaitu :

a. Peserta akan mempunyai perpektif terhadap kekuatan dan

kelemahannya atas model tingkah laku yang diinginkan.

b. Mereka akan mendapatkan bahwa model tingkah laku yang diinginkan

itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang

akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan tingkah laku yang

sekarang dengan tingkah laku yang diinginkan.

Dari basil evaluasi yang dilakukan, adalah untuk mencoba meningkatkan

semangat belajar, karena secara langsung mereka akan megetahui sampai dimana

kemampuan yang dimiliki setelah mengikuti kegaitan belajar. Dengan demikian

kondisi yang tercipta dari pola proses belajar mengajar yang cukup efektif bagi

pelaksanaan proses belajar mengajar, terutama jika yang menjadi peserta belajar

adalah orang-orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai