yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin
terabaikan adalah melalui pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar
sekolah (PLS).
Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut
disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang
melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal
yang sama disebabkan oleh factor ekonomi
Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah
adalah mengerakan program pendidikan non formal tersebut, karena UU Nomor 20 tentang
Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa pendidikan non
formal akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis
masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan pendidikan non formal
sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.
Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergukir akan terus
ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah
untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung
penyelenggaraan PLS, maka Rencana Strategis baik untuk tingkat propinsi maupun
kabupaten kota, adalah :
Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program
PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis.
Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang
usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah :
Di dalam pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, yang perlu menjadi perhatian bahwa,
dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang
dari otonomi daerah, pendidikan luar sekolah pada era otonomi daerah sebenarnya diberi
kesempatan untuk berbuat, karena mustahil peningkatan dan pemberdayaan masyarakat
menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki
tanggungjawab yang sama. .
Oleh sebab itu sasaran Pendidikan Luar Sekolah lebih memusatkan pada pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan.
Selanjutnya Pendidikan Luar Sekolah harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi,
dan sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah Pendidikan Luar sekolah sebagai
alternative di dalam peningkatan SDM ke depan.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Batasan masalah
Agar penulisan makalah ini pembahasannya tidak terlalu luas dan lebih
terfokus pada masalah dan tujuan pembuatan makalah maka dengan ini penulis
membatasi masalah hanya pada ruang lingkup sebagai berikut:
3. Metode Pembahasan
atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau
1982).
BAB II
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS)
Aspek teoritis
Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang
diketengahkan Philip H. Cooms (1973:10), tidak satupun lembaga
pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang mampu secara
sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang
esensial. Atas dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan
pendidikan tidak hanya penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak
diperlukan keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang tidak mampu
memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya
pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan
mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Uraian di atas cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS merupakan
lembaga pendidikan yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan
kedudukan, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki
kemauan, harapan, cita-cita dan akal pikiran.
Dasar pijakan
Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-
Undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73
tahun1991tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas
dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang
menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain
untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah
dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan
PLS., sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9:3
meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan
pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain,
penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.
PLS adalah sub sistem pendidikan nasional, yaitu suatu sistem yang memiliki
tujuan jangka pendek dan tujuan khusus yakni memenuhi kebutuhan belajar
tertentu yang fungsional bagi masa sekarang dan masa depan. Komponen atau
sub sistem yang ada pada sistem PLS adalah masukan saran (instrumen input),
masukan mentah (raw input), masukan lingkungan (environmental input),
proses (process), keluaran (out put) dan masukan lain (other input) dan
Pengaruh (impact).
PERBEDAAN
NO INDIKATOR
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PEN
1. Kursus-kursus pendek.
2. In service-training.
3. Surat-menyurat.
Program ini secara tegas diarahkan pada kaum wanita oleh karena jumlah
mereka yang besar dan partisifasinya kurang dalam rangka produktifitas dan
efesiensi kerja.
1. Masyarakat pedesaan.
2. Masyarakat perkotaan.
3. Masyarakat terpencil.
1. Peserta didik yang dapat digolongkan terlantar, seperti anak yatim piatu.
2. Peserta didik yang mengalami pengembangan sosial dan emosional seperti
anak nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila.
3. Peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra, tuna
rungu, tuna mental.
4. Peserta didik yang karena berbagai sebab sosial, tidak dapat mengikuti
program pendidikan persekolahan.
5. Berdasarkan pranata
1. Pendidikan keluarga.
2. Pendidikan perluasan wawasan.
3. Pendidikan keterampilan.
6. Berdasarkan sistem pengajaran
1. Program antar sektoral dan swadaya masyarakat seperti PKK, PKN dan
P2WKSS.
2. Koordinasi perencanaan desa atau pelaksanaan program pembangunan.
3. Tenaga pengarahan di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan
desa.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Joesoef Soelaiman, 2004, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Faisal Sanapiah, 1981, Pendidikan Luar Sekolah . Surabaya: CV. Usaha Nasional.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar
sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta
didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Untuk mengefektifkan pencapaian
tujuan PLS tersebut maka aliran filsafat pendidikan idealisme dan realisme dapat
digunakan sebagai landasar teoretis maupun praktis. Berikut ini akan dikemukakan
implikasi filsafat pendidikan idealisme dan realisme dalam penyelenggaraan PLS
dalam menetapkan tujuan, kurikulum, metode, serta peran peserta didi dan pendidik.
1. Pendidikan Idealisme dalam PLS
Pertama, tujuan program pendidikan PLS terfokus agar peserta didik dapat
menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping itu, peserta didik diharapkan
dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup bermasyarakat.
Kedua, kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna dalam
penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsur-
unsur pendidikan umum untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan pendidikan
praktis untuk kepentingan bekerja.
Ketiga, semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman baik langsung maupun tidak
langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap dan berurutan.
Pembiasaan (pengkondisian) merupakan sebuah metode pokok yang dapat
dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan.
D. KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa aliran filsafat idealisme dan
realisme pendidikan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dapat dipilih atau dipadukan
untuk menemukan aliran yang sesuai dalam melandasi teori dan praktek pendidikan
untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain idealisme ataupun realisme pendidikan
dapat diterapkan tergantung konteks dan kontennya.
2. Saran-saran
Dalam pengembangan teori yang mendasari praktek PLS, aliran filsafat idealisme dan
realisme akan memberikan warna tersendiri. Terakait dengan hal tersebut dapat
dikemukakan beberapa saran untuk pengembangan teori dan praktek PLS yaitu: (1)
Aliran filsafat idealisme dan realisme telah memberi perspektif filosofis tersendiri
dalam memandang pendidikan. Pada tahap selanjutnya diperlukan upaya untuk
memilih mana yang sesuai atau memadukan konsep, prinsip serta pendekatan aliran-
aliran tersebut pada kerangka konseptual pendidikan; (2) Praktisi pendidikan
diharapkan dapat menuangkan landasan filosofis dari setiap aliran filsafat dalam
semua keputusan serta proses pendidikan. Sesuai tuntutan profesionalisme, praktisi
pendidikan harus memahami landasan filosofis pendidikan yang berpadu dengan ilmu
pendidikan untuk mengembangkan teori dan praktek pendiikan; (3) Disamping
idealisme dan realisme masih terdapat banyak aliran filsafat lainnya yang melandasi
teori pendidikan. Tahap selanjutnya, perlu dikaji aliran-aliran mana yang sesuai
dengan konteks PLS.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latar Belakang
Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah
budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di
dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya
sistem persekolahan. PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan
sistem yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep
pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada
pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih
ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu.
sistem persekolahan masih tetap dipandang penting, pijakan pemikiran sudah
mulai realistis yaitu tidak semata-mata mengandalkan sistem persekolahan untuk
melayani aneka ragam kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan
beragam. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling
isi-mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa
menyesuaikan hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman.
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat
komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh
informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan
kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam
lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
2. Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
D. Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan Kesetaraan, merupakan salah satu dari pendidikan non formal
(PNF) yang mencakup program Paket A setara SD, Paket B setara SMp dan Paket C
setara SMA. Program ini penekannnya pada penguasaan pengetahuan, keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.
H. Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan Seumur Hidup (life long education) yaitu pendidikan yang dilakukan
sepanjang masa, dari mulai kita didalam kandungan hingga meninggal dunia.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga (rumah
tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Bab IV GBHN Bagian
Pendidikan).
I. Pendidikan Keaksaraan
Pendidikan keaksaraan adalah upaya pembelajaran untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan, membaca, menulis, berhitung dan berbahasa
Indonesian dengan kandungan nilai fungsional bagi upaya peningkatan kualitas
hidup dan penghidupan kaum buta aksara.
4. Sasaran Pendidikan Luar Sekolah
Sesuai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah maka sasaran PLS dapat
meliputi:
Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa:
a. Usia pra-sekolah (0-6 tahun)
b. Usia pendidikan dasar (7-12 tahun)
c. Usia pendidikan menengah (13-18 tahun)
d. Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun)
Berdasarkan pranata
1. Pendidikan keluarga.
2. Pendidikan perluasan wawasan.
3. Pendidikan keterampilan.
4. Berdasarkan sistem pengajaran
5. Kelompok, organisasi, dan lembaga.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pendidikan luar sekolah mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda
dengan sistem yang sudah ada di pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah timbul
dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya
pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. Pendidikan luar sekolah
pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam
suatu bidang tertentu. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk
bisa saling mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan. Agar setiap
lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh
masyarakat seiring dengan perkembangan IPTEK yang semakin maju.
2. Saran
Di samping kita mengikuti jenjang pendidikan formal alangkah baiknya
dilengkapi dengan mengikuti pendidikan luar sekolah seperti kursus-kursus, dll. Agar
kekurangan/kelemahan yang ada pada pendidikan formal bisa tertutupi dengan
pendidikan luar sekolah sehingga diharapkan setiap lulusan bisa hidup mengikuti
perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan
perkembangan/kemajuan IPTEK.
DAFTAR PUSTAKA
Joesoef Soelaiman, 2004, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Kurdie Syuaeb, 2002, Pendidikan Luar Sekolah. Cirebon: CV. Alawiyah.
Faisal Sanapiah, 1981, Pendidikan Luar Sekolah . Surabaya: CV. Usaha Nasional.