Anda di halaman 1dari 39

CRITICAL JURNAL REVIEW

MK. PENDIDIKAN IPA KELAS TINGGI

PRODI S1 PGSD

SKOR NILAI:

“PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS “VIRTUAL REALITY” PADA TEMA ENERGI/


Yunin Hidayati 1a , Wanda Ramansyah 2b , Ekowati Habibi Salamah 3c , Fadhun Aqil4d / 2018 ”

Di susun oleh :

NAMA SISWA : RAHMAH DAMAYANTI

NIM : 1191111003

KELAS : PGSD Reguler A 2019

DOSEN PENGAMPU : Lala Jelita Ananda S.Pd. M.Pd

MATA KULIAH :Pendidikan IPA kelas tinggi

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

OKTOBER 2020
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ 1

DAFTAR ISI..................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang........................................................................................ 3


2.2 Tujuan .................................................................................................... 3
3.2 Manfaat .................................................................................................. 3

BAB II IDENTITAS ARTIKEL

BAB III PEMBAHASAN

2.1 Abstrak .................................................................................................. 4


2.2 Pendahuluan .......................................................................................... 4
2.3 Metode Peneliti ...................................................................................... 5
2.4 Hail dan Pembahasan ............................................................................ 6
2.5 Kesimpulan ............................................................................................ 7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi Pentingnya Critical Jurnal Review (CJR)

Critical Jurnal Review (CJR) sangat penting untuk kalangan pendidikan terutama untuk
mahasiswa maupun mahasiswi karena dengan mengkritik suatu jurnal maka mahasiswa/i ataupun
sipengkritik dapat membandingkan dua jurnal dengan tema yang sama, dapat melihat mana jurnal
yang perlu diperbaiki dan mana jurnal yang sudah baik untuk digunakan berdasarkan dari penelitian
yang telah dilakukan oleh penulis jurnal tersebut, setelah dapat mengkritik jurnal, maka diharapkam
mahasiswa/i. dapat membuat suatu jurnal karena sudah mengetahui bagaimana kreteria jurnal yang
baik dan benar untuk digunakan dan sudah mengerti bagaimana cara menulis atau langkah-langkah
apa saja yang diperlukan dalam penulisan jurnal tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan Critical Juornal Review (CJR)

CJR ini dibuat bertujuan untuk belajar melalui pemenuhan tugas mata kuliah PENDIDIKAN
IPA KELAS RENDAH Universitas Negeri Medan Untuk membuat CJR sehingga dapat menambah
pengetahuan untuk melihat atau membandingkan dua atau beberapa jurnal yang baik dan yang benar.
Setelah dapat membandingkan maka akan dapat membuat satu jurnal karena sudah dapat
membandingkan mana jurnal yang sudah baik dan mana jurnal yang masih perlu diperbaiki dan juga
karena sudah mengerti langka-langkah dari pembuatan jurnal .

1.3 Manfaat Critical Juornal Review (CJR)

Manfaat penulisan CJR, yaitu :

1. Dapat membandingkan 2 atau lebih jurnal yang direview


2. Dapat meningkatkan analisis kita terhadap suatu jurnal
3. Dapat mengetahui teknik-teknik penulisan CJR yang benar
4. Dapat menulis bagaimana jurnal yang baik dan benar
5. Menambah pengetahuan tentang isi-isi dari jurnal-jurnal penelitian
BAB II

IDENTITAS ARTIKEL

1. Judul Artikel : PENGEMBANGAN BAHAN AJAR


BERBASIS “VIRTUAL REALITY” PADA TEMA ENERGI

2. Penulis : Yunin Hidayati

Wanda Ramansyah

Ekowati Habibi Salamah


Fadhun Aqil
3. Issn :-
4. Tahun (Volume,Edisi,Nomor,Issue) : VOL 1, 1 , NO 1 , -

5. Nama Jurnal : Jurnal Nasional

6. Link Artikel :
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Pengembangan+bahan+
ajar+berbasis+virtual+reality+pada+tema+energi&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3DPb
AM2TYMUyMJ
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Abstrak
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan tema energi adalah mata pelajaran
yang wajib diikuti oleh siswa Kelas 4 di Sekolah Dasar. Dalam mata pelajaran tema energi
ini membahas tentang macam-macam energi. Dilihat dari karakter pembelajarannya maka
materi dalam mata pelajaran ini banyak membahas tentang hafalan bentuk-bentuk energi.
Permasalahan muncul karena belajar menggunakan papan tulis, buku dan poster dirasa
kurang baik untuk proses pembelajaran siswa. Perlu media atau strategi inovatif untuk
mempermudah proses pemahaman siswa. Virtual Reality (VR) akan menyelesaikan
permasalahan ini dengan menyediakan materi energi yang disajikan melalui permainan.
Dengan adanya Virtual Reality (VR) ini maka siswa akan lebih mudah dan cepat serta
menyenangkan saat mereka menghafal tentang energi.
2.2 Pendahuluan
Mata pelajaran IPA sebenarnya merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat
menarik bagi siswa apabila disajikan atau diajarkan dengan cara yang tepat. Proses belajar
mengajar pada mata pelajaran IPA hendaknya menggunakan media yang sesuai agar
materi bias lebih mudah dipahami bagi siswa. Aspek yang terdapat dalam pelajaran IPA
diantaranya adalah proses, adanya produk serta munculnya sikap ilmiah pada siswa
(Susanto, 2013). Pelajaran IPA pada dasarnya adalah pelajaran yang sangat menaerik.
Namun demikian sebagian siswa justru merasa kesulitan dalam mempelajari IPA akibat
sulitnya memahami konsepkonsep dalam pelajaran IPA. Kesulitan dalam memahami
tersebut karena IPA umumnya merupakan pengetahuan yang diperoleh dari data-data hasil
penelitian atau eksperimen berupa pengamatan tentang suatu fenomena sehingga bisa
dipercaya secara ilmiah (Indriati, 2012). salah satu kendala bagi siswa untuk menyukai dan
memahami pelajaran IPA. Materi yang bersifat abstrak (Febriandika, 2016) serta
perpaduan antara materi-materi biologi, kimia dan fisika yang hanya disajikan oleh guru
dengan metode ceramah membuat siswa cenderung pasif dan kesulitan dalam memahami
materi IPA (Astuti, 2013). Salah satu upaya yang bias dilakukan untuk mempermudah
siswa dalam memahami konsep pelajaran IPA adalah dengan menggunakan bahan ajar.
Bahan ajar harus sesuai dan tepat bergantung dengan materi yang akan disampaikan.
Bahan ajar merupakan salah satu alat pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan
pembelajaran agar proses belajar terlaksana secara sistematis (Ifdhal, 2013).
2.3 Metode Peneliti
Jenis penelitian yang digunakan merupakan jenis pengembangan dengan model
pengembangan 4D (Four D Models) berbasis virtual reality (VR). Desain model
pengembangan 4- D berbasis virtual reality (VR) menurut meliputi pendefinisian (define),
perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Namun
demikian, pengembangan bahan ajar berbasis virtual reality (VR) dalam penelitian ini
hanya terdiri dari tiga tahap saja yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), dan
pengembangan (develop) seperti pada Gambar 1. Adapun untuk tahap penyebaran
(disseminate) tidak dilakukan (Thiagarajan dalam Rosidi, 2015)
Teknik untuk pengumpulan data dengan menggunakan lembar validasi yang telah
divalidasi olehlebih dari satu ahli. Sebelum bahan berbasis virtual reality (VR) diterapkan
maka terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mengetahui bagaimana kelayakan pada
bahan ajar berbasis virtual reality (VR). Validasi oleh ahli tersebut penting untuk dilakukan
untuk mengetahui bagaimana kelayakan dari bahan ajar berbasis virtual reality (VR).
Validasi dilakukan oleh ahli bahan ajar serta ahli materi. Lembar validasi berupa angket
tertutup dengan menggunakan skala likert dengan skala penilaian 4 maka bernilai sangat
layak, 3 bernilai layak, 2 bernilai kurang layak dan 1 bernilai tidak layak. Untuk
perhitungan lembar validasi tersebut maka digunakan rumus 1..
2.4 Hasil Dan Pembahasan
Berdasarkan uji coba produk baik secara perorangan, dengan kelompok kecil, dan
dengan kelompok besar maka diperoleh data pada tabel 3.

Tabel 3. Komponen-Komponen yang Dinilai Pada Uji Coba Perorangan

NO Komponen yang di nilai Skor dari Jumlah Rata – rata Prentase


responden (⅀) sekor skor (⅀ skor / ( %)
responden )

1 Kemampuan bahan ajar 444 12 4 80 %


berbasis Virtual Reality
(VR) mampu untuk
menyampaikan
materimateri pada tema
energi
2 Kejelasan isi materimateri 445 13 4,333333 86,6666 %
pada bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)
3 Kejelasan animasi pada 434 11 3,666667 73,3333 %
bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)
4 Kejelasan teks pada bahan 544 13 4,333333 86,66667%
ajar berbasis Virtual
Reality (VR)
5 Kemampuan bahan ajar 444 12 4 80 %
berbasis Virtual Reality
(VR) untuk memudahkan
siswa dalam belajar.
6 Kemudahan saat 445 13 4,333333 86,666667%
mengoperasikan atau
menjalankan bahan ajar
berbasis Virtual Reality
(VR)
7 Tampilan visual bahan 344 11 3,666667 73,33333%
ajar berbasis Virtual
Reality (VR)dalam
memudahkan siswa saat
belajar
8 Daya tarik audio (musik, 434 11 3,666667 73,33333%
efek suara, atau narasi)
dalam bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)
9 Tampilan teks dan bentuk 445 13 4,33333 86,66667 %
tulisan (font) bahan ajar
berbasis Virtual Reality
(VR)
10 Kombinasi, tatanan, dan 444 12 4 80 %
pemilihan warna dalam
bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)
RATA – RATA 80, 67 %

2.5 Kesimpulan
Dari pengembangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Bahan ajar
berbasis virtual reality dapat digunakan untuk pembelajaran dengan kategori layak.
CRITICAL JURNAL REVIEW

MK. PENDIDIKAN IPA KELAS TINGGI

PRODI S1 PGSD

SKOR NILAI:

“PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS “VIRTUAL REALITY” PADA TEMA ENERGI/


Yunin Hidayati 1a , Wanda Ramansyah 2b , Ekowati Habibi Salamah 3c , Fadhun Aqil4d / 2018 ”

Di susun oleh :

NAMA SISWA : RAHMAH DAMAYANTI

NIM : 1191111003

KELAS : PGSD Reguler A 2019

DOSEN PENGAMPU : Lala Jelita Ananda S.Pd. M.Pd

MATA KULIAH :Pendidikan IPA kelas tinggi

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

OKTOBER 2020
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ 1

DAFTAR ISI..................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 3


1.2 Tujuan .................................................................................................... 3
1.3 Manfaat .................................................................................................. 3

BAB II IDENTITAS ARTIKEL

BAB III PEMBAHASAN

2.1 Abstrak ................................................................................................. 4


2.2 Pendahuluan ......................................................................................... 4
2.3 Metode Peneliti ..................................................................................... 5
2.4 Hail dan Pembahasan ........................................................................... 6
2.5 Kesimpulan ........................................................................................... 7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi Pentingnya Critical Jurnal Review (CJR)

Critical Jurnal Review (CJR) sangat penting untuk kalangan pendidikan terutama untuk
mahasiswa maupun mahasiswi karena dengan mengkritik suatu jurnal maka mahasiswa/i ataupun
sipengkritik dapat membandingkan dua jurnal dengan tema yang sama, dapat melihat mana jurnal
yang perlu diperbaiki dan mana jurnal yang sudah baik untuk digunakan berdasarkan dari penelitian
yang telah dilakukan oleh penulis jurnal tersebut, setelah dapat mengkritik jurnal, maka diharapkam
mahasiswa/i. dapat membuat suatu jurnal karena sudah mengetahui bagaimana kreteria jurnal yang
baik dan benar untuk digunakan dan sudah mengerti bagaimana cara menulis atau langkah-langkah
apa saja yang diperlukan dalam penulisan jurnal tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan Critical Juornal Review (CJR)

CJR ini dibuat bertujuan untuk belajar melalui pemenuhan tugas mata kuliah PENDIDIKAN
IPA KELAS RENDAH Universitas Negeri Medan Untuk membuat CJR sehingga dapat menambah
pengetahuan untuk melihat atau membandingkan dua atau beberapa jurnal yang baik dan yang benar.
Setelah dapat membandingkan maka akan dapat membuat satu jurnal karena sudah dapat
membandingkan mana jurnal yang sudah baik dan mana jurnal yang masih perlu diperbaiki dan juga
karena sudah mengerti langka-langkah dari pembuatan jurnal .

1.3 Manfaat Critical Juornal Review (CJR)

Manfaat penulisan CJR, yaitu :

6. Dapat membandingkan 2 atau lebih jurnal yang direview


7. Dapat meningkatkan analisis kita terhadap suatu jurnal
8. Dapat mengetahui teknik-teknik penulisan CJR yang benar
9. Dapat menulis bagaimana jurnal yang baik dan benar
10. Menambah pengetahuan tentang isi-isi dari jurnal-jurnal penelitian
BAB II

IDENTITAS ARTIKEL

1. Judul Artikel : Intelligent Pedagogical Agents in Immersive Virtual LearningEnvironments:


A Review
2. Penulis : M. Soliman and C. Guetl

3. Issn :-

4. Tahun (Volume,Edisi,Nomor,Issue) : VOL 1, 1 , NO 1 , -

5. Nama Jurnal : Jurnal Internasional

6. Link Artikel :
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Intelligent+pedagogical+agents
+in+immersive+virtual+learning+environments+a+review&oq=Intelligent+pedagogical+agent
s+in+immersive+virtual+learning+environments+a+revie
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Abstrak
Konsep Agen Pedagogis Cerdas (IPA) telah menjadi topik penelitian yang penting
sejak lama. IPA didukung oleh penelitian sistem multi-agen yang diturunkan dari AI. IPA
memberikan instruksi yang dipersonalisasi, tingkatkan motivasi pelajar, dan bertindak
secara pedagogis atas nama atau bersama pelajar. Di sisi lain, lingkungan virtual
menambahkan nilai untuk proses pendidikan dengan memberikan pendidikan baru
kemungkinan dan dukungan kekayaan komputasi. Menggabungkan baik lingkungan IPA
dan Virtual bisa menjanjikan pendekatan untuk pembelajaran berbantuan komputer yang
efektif. Kertas ini memberikan tinjauan tentang IPA dan topik terkait yang berfokus pada a
gambaran umum topik, memberikan tinjauan rinci di domain aplikasi lingkungan belajar
virtual, dan menguraikan proposal untuk pendekatan konseptual yang fleksibel untuk
aplikasi fleksibel dalam pengaturan pembelajaran yang berbeda
2.2 Pendahuluan
Beberapa kelompok upaya telah dilakukan untuk memanfaatkan kemajuan dalam
komputasi untuk pembelajaran manusia. Salah satuny Kelompok tersebut adalah Intelligent
Tutoring Systems (ITS) yang mencoba memanfaatkan kecerdasan mesin untuk mendukung
pelajar dalam acara yang dipersonalisasi, . Sejak ITS mengasumsikan bahwa pembelajar
menggunakan dukungan terkomputerisasi daripada instruktur manusia Karakter Virtual
(Asisten Pribadi) telah dikembangkan untuk meningkatkan interaktivitas, mencoba
mengimbangi karena kurangnya aspek kemanusiaan dalam bentuk itu. Tetap menghasilkan
diskusi tentang apakah e-learning lebih baik dari metode klasik dan yang mengarah pada
pembelajaran campuran pendekatan. Dalam mempelajari alasan perdebatan semacam itu,
masalah kurangnya interaksi tatap muka konsekuensi dalam aspek motivasi. Di tangan
kelebihannya, alat pembelajaran berbantuan komputer seperti ITS dapat mendukung
individualisasi tingkat tinggi tidak mungkin di ruang kelas klasik.
2.3 Metode Penelitian
1. AGEN CERDAS UNTUK TUJUAN PEDAGOGIS
Konsep Agen Pedagogis Cerdas bisa jadi dilihat dari namanya sebagai:
Agen. Agen adalah komponen perangkat lunak itu dapat bertindak sendiri di lingkungan
berdasarkan Tujuan Cerdas. Agen Cerdas berlaku metode A terdistribusi untuk mencapai
tujuan. Intelijen dapat dicirikan sebagai agen kemampuan untuk belajar dari lingkungan
dan perubahan perilaku yang sesuai untuk mencapai desai tujuan. Pedagogis: Dalam
konteks kami, agen cerdas harus memiliki kemampuan pedagogis untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Ide IPA dapat dianalisis dari dua akar. Pertama, itu berasal dari Artificial Intelligence
(DAI) terdistribusi di mana kecerdasan didistribusikan ke sekelompok
entitas cerdas (agen). Setiap agen akan bertindak dan berinteraksi dengan lingkungan yang
didasarkan pada tujuan individu yang ingin dicapai. Kedua, penggunaan karakter virtual di
sebuah ITS telah dilakukan disarankan sebagai metode yang efektif untuk mengimbangi
kurangnya interaksi tatap muka, Kantor Microsoft asisten adalah contoh sederhana di mana
pengguna mengajukan pertanyaan dan asisten mencari jawaban atau rekomendasi tutorial.
Dalam bentuk lanjutan lainnya dari pengaturan pendidikan, pelajar memilih karakter yang
dapat memberikan wajah ekspresi. Karakter virtual beranimasi yang dapat memandu file
pelajar kadang-kadang disebut bot pemandu.
2.4 Hasil dan pembahsan
lebih besar dengan banyak tempat yang tersedia untuk dikunjungi dan dipelajari
Skenario pedagogis tersebar luas, bimbingan dibutuhkan ole agen untuk membantu yang
ramping untuk menemukan tempat, orang, atau avata relevan dengan tujuan pendidikan.
Layanan offline dari lingkungan imersif adalah tempat berinteraksi dengan peserta didik
orang lain yang offline jika perwakilan agen mereka punya kemampuan kecerdasan,
misalnya sebagai tutor virtual if instruktur universitas virtual sedang pergi atau sebagai
mahasiswa kolaborator sebaliknya. Ini dapat dicapai oleh penggunaan Agen Pedagogis
Cerdas dalam imersif VLE. IPA dapat memberikan panduan cerdas bagi pelajar di VLE
yang imersif. Selanjutnya diberi potensi jumlah kolaborator dalam pembelajaran virtual
lingkungan, dan dengan kemungkinan individualisas kemampuan untuk tujuan pedagogis ,
dukungan diperlukan untuk secara otomatis menemukan rekan yang efektif untuk diajak
berkolaborasi. Dukungan ini dapat diberikan oleh IPA yang memahami kemampuan
pelajar dan tujuan pembelajaran terkait berinteraksi dengan IPA lain yang tersedia di VLE.
Dengan skenario yang disebutkan di atas, penggunaan avatar untuk hanya memberikan
representasi visual dan karakter sangat bagus untuk meningkatkan dukungan motivasi,
tidak mungkin cukup. Avatar tidak cukup dalam melakukannya sejak Avatar tindakan
dipandu oleh orang (pengguna). Sebaliknya agen pedagogis proaktif dan otonom
diperlukan untuk membantu atau melakukan tindakan pedagogis lainnya dengan atau atas
nama pelajar di lingkungan. Itu membutuhkan lebih jauh kecerdasan terinspirasi dari ITS
tetapi digeneralisasikan untuk semua aktor (pelajar, pengunjung, tutor, dll)
2.5 Kesimpulan
Salah satu perhatian utama dari sistem e-learning berakhir metode tradisional adalah
kurangnya interaksi tatap muka dan akibatnya timbul kekhawatiran motivasi. IPA
penelitian, seperti yang ditunjukkan dalam makalah ini mencoba untuk
mengkompensasinya dengan meningkatkan interaksi cerdas dengan pelajar. Juga baru-baru
ini menggunakan lingkungan virtual imersif 3D menunjukkan efektivitas dalam
meningkatkan motivasi menuju belajar dengan menggunakan lingkungan seperti itu.
Karena itu, menggabungkan kedua pendekatan dapat memberikan hasil yang signifikan
kontribusi untuk memecahkan kekurangan tersebut. Ini juga bisa membuat skenario baru
kecerdasan pedagogis yang baruparadigma pendidikan Penelitian Agen Pedagogis Cerdas
belum memanfaatkan potensi penggunaan DAI (intelligentagen) di VLE. Sebagian besar
bekerja agen pedagogis berfokus pada penampilan visual dan berinteraksi dengan pelajar
sebagai karakter. Namun, ada banyak potensi kemampuan agen cerdas, terutama AI,
kemampuan sosial, sumber daya cerdas lokasi, negosiasi, dan kemampuan sosial yang bisa
dibawa beberapa skenario pembelajaran yang berguna untuk kolaborasi di lingkungan
belajar virtual Keuntungan skalabilitas dicontohkan dalam penciptaan pengetahuan dari
web sosial dan objek visual yang hebat lingkungan virtual 3D yang menjanjikan juga harus
dieksploitasi dalam menciptakan (dengan cara yang sama) pedagogik yang dapat
digunakan kembali
metode di lingkungan virtual melalui agen pedagogis cerdas dan yang terkait
masyarakat. Dibutuhkan upaya terpadu lebih lanjut, dalam lingkup yang lebih luas
skala, mengerjakan standardisasi dan dapat digunakan kembali untuk memberikan
infrastruktur yang luas untuk skala pedagogi dalam pemanfaatan VLE inovasi di IPA
JURNAL NASIONAL

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS “VIRTUAL REALITY” PADA


TEMA ENERGI
Yunin Hidayati 1a, Wanda Ramansyah 2b, Ekowati Habibi Salamah 3c, Fadhun Aqil4d

1 2
Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Trunojoyo Madura Bangkalan, 69162, Indonesia
Program Studi Pendidikan Informatika, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Trunojoyo Madura Bangkalan, 69162, Indonesia
3,4
SDN Bancaran 2 Bangkalan

yunin.hidayati@gmail.coma, wandaramansyah@trunojoyo.ac.idb*)

Diterima tanggal: 24 Agustus 2018 Diterbitkan tanggal: 30 Agustus2018

*) corresponding author

Abstrak Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan tema energi adalah mata pelajaran yang
wajib diikuti oleh siswa Kelas 4 di Sekolah Dasar. Dalam mata pelajaran tema energi ini
membahas tentang macam-macam energi. Dilihat dari karakter pembelajarannya maka
materi dalam mata pelajaran ini banyak membahas tentang hafalan bentuk-bentuk energi.
Permasalahan muncul karena belajar menggunakan papan tulis, buku dan poster dirasa
kurang baik untuk proses pembelajaran siswa. Perlu media atau strategi inovatif untuk
mempermudah proses pemahaman siswa. Virtual Reality (VR) akan menyelesaikan
permasalahan ini dengan menyediakan materi energi yang disajikan melalui permainan.
Dengan adanya Virtual Reality (VR) ini maka siswa akan lebih mudah dan cepat serta
menyenangkan saat mereka menghafal tentang energi.

Kata kunci: Virtual Reality (VR), Ilmu Pengetahuan Alam, Energi

Abstract Energy subject in science education is a subject that must be followed by the fourth
grade students in an elementary school. In the energy's subjects are the chapter on kinds
of energy. Judging from the character of learning the material in these subjects much
about memorizing on kinds of energy. The problems arise because learning to use the
blackboard, books and posters is less good for the student memorization process. Keep
in media or innovative strategy to facilitate the student memorization process. Virtual
Reality (VR) will solve this problem by providing the material presented through the
Virtual Reality (VR). With the Virtual Reality (VR) this education the students will be
easier and faster as well as fun when they memorize of energy.

Keywords: Virtual Reality (VR), science education, Energy

Pendahuluan

Mata pelajaran IPA sebenarnya merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat menarik
bagi siswa apabila disajikan atau diajarkan dengan cara yang tepat. Proses belajar mengajar pada
mata pelajaran IPA hendaknya menggunakan media yang sesuai agar materi bias lebih mudah
dipahami bagi siswa. Aspek yang terdapat dalam pelajaran IPA diantaranya adalah proses, adanya
produk serta munculnya sikap ilmiah pada siswa (Susanto, 2013). Hal tersebut juga hendaknya
didukung dengan adanya hipotesa yang berfungsi untuk menguji kebenaran dengan
melibatkanadanya operasi mental, adanya keterampilan serta strategi dalam menemukan suatu
konsep sehingga dalam IPA bukan hanya pengetahuan yang cukup didasarkan oleh fakta dan teori
saja (Rosidi, 2015).
Pelajaran IPA pada dasarnya adalah pelajaran yang sangat menaerik. Namun demikian
sebagian siswa justru merasa kesulitan dalam mempelajari IPA akibat sulitnya memahami konsep-
konsep dalam pelajaran IPA. Kesulitan dalam memahami tersebut karena IPA umumnya merupakan
pengetahuan yang diperoleh dari data-data hasil penelitian atau eksperimen berupa pengamatan

73
tentang suatu fenomena sehingga bisa dipercaya secara ilmiah (Indriati, 2012). Kesulitan dalam
pembelajaran IPA juga disebabkan oleh monotonnya proses belajar mengajar. Teacher centered
juga menjadi salah satu kendala bagi siswa untuk menyukai dan memahami pelajaran IPA. Materi
yang bersifat abstrak (Febriandika, 2016) serta perpaduan antara materi-materi biologi, kimia dan
fisika yang hanya disajikan oleh guru dengan metode ceramah membuat siswa cenderung pasif dan
kesulitan dalam memahami materi IPA (Astuti, 2013).
Salah satu upaya yang bias dilakukan untuk mempermudah siswa dalam memahami konsep
pelajaran IPA adalah dengan menggunakan bahan ajar. Bahan ajar harus sesuai dan tepat
bergantung dengan materi yang akan disampaikan. Bahan ajar merupakan salah satu alat
pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan pembelajaran agar proses belajar terlaksana secara
sistematis (Ifdhal, 2013). Disamping itu, bahan ajar harus mencakup konten serta informasi sesuai
dengan tujuan dalam proses pembelajaran (Budiarsa, 2016). Bahan ajar umumnya disajikan secara
menarik karena dapat diasumsikan bahwa apabila suatu materi pembelajaran disajikan secara
menarik maka siswa akan lebih tertarik untuk belajar dan mempermudah siswa dalam memahami
materi tersebut, terutama untuk materi-materi yang bersifat abstrak seperti pada pelajaran IPA.
Visualisasi untuk materi IPA yang sulit bias dipermudah dengan adanya bahan ajar berbasis
virtual reality (VR) yang mampu menggambarkan konsep yang abstrak (Anas, 2006).
Pengembangan media VR ini telah banyak digunakan dalam era digital saat ini. Metode ini relative
mudah dan murah apabila telah tersedia alat nya. Hamper semua materi dalam pelajaran IPA dapat
divisualkan dengan metode VR ini sehingga diharapkan mampu mengatasi kesulitan siswa dalam
memahami materi-materi dalam pelajaran IPA. Materi energy merupakan salah satu materi yang
susah untuk dipahami oleh siswa-siswa tingkat dasar. Menjelaskan materi energy merupakan suatu
tantangan tersendiri karena energy bersifat abstrak, tidak terlihat, susah untuk dibayangkan dan sulit
untuk dipahami. Materi pada tema energi merupakan materi tematikPerlu suatu media yang tepat
sehingga siswa mampu memahami apa itu energy, bagaimana energy tidak dapat diciptakan dan
tidak dapat untuk dimusnahkan. Hal tersebut yang mendasari untuk dilakukannya pengembangan
bahan ajar berbasis VR ini.

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan jenis pengembangan dengan model
pengembangan 4D (Four D Models) berbasis virtual reality (VR). Desain model pengembangan 4-
D berbasis virtual reality (VR) menurut meliputi pendefinisian (define), perancangan (design),
pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Namun demikian, pengembangan bahan
ajar berbasis virtual reality (VR) dalam penelitian ini hanya terdiri dari tiga tahap saja yaitu
pendefinisian (define), perancangan (design), dan pengembangan (develop) seperti pada Gambar 1.
Adapun untuk tahap penyebaran (disseminate) tidak dilakukan (Thiagarajan dalam Rosidi, 2015).
Analyze

Implemen Evaluate Design

Develop
Gambar 1. Bagan desain model ADDIE
Teknik untuk pengumpulan data dengan menggunakan lembar validasi yang telah divalidasi
oleh lebih dari satu ahli. Sebelum bahan berbasis virtual reality (VR) diterapkan maka terlebih
dahulu dilakukan validasi untuk mengetahui bagaimana kelayakan pada bahan ajar berbasis virtual
reality (VR). Validasi oleh ahli tersebut penting untuk dilakukan untuk mengetahui bagaimana
kelayakan dari bahan ajar berbasis virtual reality (VR). Validasi dilakukan oleh ahli bahan ajar serta
ahli materi. Lembar validasi berupa angket tertutup dengan menggunakan skala likert dengan skala
penilaian 4 maka bernilai sangat layak, 3 bernilai layak, 2 bernilai kurang layak dan 1 bernilai tidak
layak. Untuk perhitungan lembar validasi tersebut maka digunakan rumus 1..
∑ ........................................................
N= (1)

(Damayanti, 2013)
Keterangan :
N = Kelayakan
Σ = Jumlah skor yang diperoleh
Σ = Jumlah skor maksimal

Tahap berikutnya setelah dilakukan penilaian oleh ahli materi dan ahli media kemudian dilakukan
analisis untuk mengetahui skor rata-rata dari keseluruhan penilaian yang telah dilakukan dengan
menggunakan rumus 2.

Mx= ..................................... (2)

(Sudijono, 2012)

Keterangan :
Mx = Nilai rata-rata
Σx = Jumlah total nilai
N = Jumlah data

setelah skor penilaian kelayakan yang dilakukan ahli materi dan ahli media diperoleh, maka akan
dilanjutkan dengan analisis menggunakan kriteria angket validasi terhadap kelayakan bahan ajar
berbasis virtual reality (VR) sebagaimana pada pada tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Angket Validasi Kelayakan Bahan Ajar


No Skor Kriteria Validasi
1. 75% < V ≤ 100% Sangat Layak
2. 50% < V ≤ 75% Layak
3. 25% < V ≤ 50% Kurang Layak
4. 0% ≤ V ≤ 25% Tidak Layak
(Riduwan, 2014)
Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan uji reliabilitas setelah dilakukan uji kelayakan
terhadap bahan ajar atau media berbasis virtual reality (VR). Uji reliabilitas tersebut digunakan
untuk mengetahui apakah bahan ajar yang dikembangkan ini reliable ataukah tidak. Rumus yang
digunakan untuk menentukan reliabilitas ini adalah rumus Borich 3 sebagaimana pada rumus 3.

PA= ( x100%. ............... (3)(Damayanti, 2013)

Keterangan :
PA = Reliabilitas

A = Frekuensi tertinggi pengamatan


B = Frekuensi terendah
pengamatan
Bahan ajar dapat digolongkan reliabel ataukah baik apabila nilai perhitungan PA lebih besar dari
atau sama dengan 75%. Hasil penilaian reliabilitas ini kemudian dianalisis untuk memperoleh
berapa rerata skor dari keseluruhan penilaian berdasarkan rumus 2. Kemudian apabila telah
dinyatakan valid berdasarkan hasil rekapitulasi tersebut maka bahan ajar berbasis Virtual Reality
(VR) ini layak dan dapat digunakan untuk penelitian.
Analisis untuk respon siswa terhadap bahan ajar berbasis Virtual Reality (VR) dan proses
pembelajarannya berdasarkan rumus 4.
(4)

(Sugiyono, 2015)
Keterangan:
= nilai rata-rata
Tsp = jumlah skor yang diperoleh
Tsm = jumlah skor maksimal

Hasil perhitungan angket respon siswa untuk kemudian dianalisa menggunakan


kriteria penilaian pada tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Persentase Angket Respon Siswa


No. Persentase Kriteria
1. 75%<R≤100% Sangat Baik/sangat menarik
2. 50%<R≤75% Baik/menarik
3. 25%<R≤50% Cukup Baik/cukup menarik
4. 0%≤R≤25% Tidak Baik/tidak menarik

(Akbar, 2013)

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Berdasarkan uji coba produk baik secara perorangan, dengan kelompok kecil, dan dengan
kelompok besar maka diperoleh data pada tabel 3.

Tabel 3. Komponen-Komponen yang Dinilai Pada Uji Coba Perorangan


Skor dari Jumlah (∑) Rata-rata skor Presentase
No. Komponen yang dinilai
responden skor (∑skor/responden) (%)
1. Kemampuan bahan ajar 444 12 4 80 %
berbasis Virtual Reality
(VR) mampu untuk
menyampaikan materi-
materi pada tema energi
2. Kejelasan isi materi- 445 13 4,333333 86,66667 %
materi pada bahan ajar
berbasis Virtual Reality
(VR)
3. Kejelasan animasi pada 434 11 3,666667 73,33333 %
bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)
Skor dari Jumlah (∑) Rata-rata skor Presentase
No. Komponen yang dinilai
responden skor (∑skor/responden) (%)
4. Kejelasan teks pada bahan 544 13 4,333333 86,66667 %
ajar berbasis Virtual
Reality (VR)
5. Kemampuan bahan ajar 444 12 4 80 %
berbasis Virtual Reality
(VR) untuk memudahkan
siswa dalam belajar.
6. Kemudahan saat 445 13 4,333333 86,66667 %
mengoperasikan atau
menjalankan bahan ajar
berbasis Virtual Reality
(VR)
7. Tampilan visual bahan 344 11 3,666667 73,33333 %
ajar berbasis Virtual
Reality (VR)dalam
memudahkan siswa saat
Belajar
8. Daya tarik audio (musik, 434 11 3,666667 73,33333 %
efek suara, atau narasi)
dalam bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)
9. Tampilan teks dan bentuk 445 13 4,333333 86,66667 %
tulisan (font) bahan ajar
berbasis Virtual Reality
(VR)
10. Kombinasi, tatanan, dan 444 12 4 80 %
pemilihan warna dalam
bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)
Rata-rata prosentase keseluruhan 80,67 %

Tabel 4. Komponen-Komponen yang Dinilai pada Uji Coba Kelompok Kecil


Skor dari Jumlah (∑) Rata-rata skor Presentase
No. Komponen yang dinilai
responden skor (∑skor/responden) (%)
1. Kemampuan bahan ajar 535545 37 4,111111 82,22222
berbasis Virtual Reality 343 %
(VR)mampu
menyampaikan materi-
materi pelajaran energi
2. Kejelasan isi materi- 534445 38 4,222222 84,44444%
materi pada bahan ajar 3 5 5
berbasis Virtual Reality
(VR)
Skor dari Jumlah (∑) Rata-rata skor Presentase
No. Komponen yang dinilai
responden skor (∑skor/responden) (%)
3. Kejelasan animasi pada 444445 37 4,111111 82,22222 %
bahan ajar berbasis 444
Virtual Reality (VR)
4. Kejelasan teks pada bahan 444544 37 4,111111 82,22222 %
ajar berbasis Virtual 444
Reality (VR)
5. Kemampuan bahan ajar 433545 38 4,222222 84,44444 %
berbasis Virtual Reality 545
(VR)untuk memudahkan
siswa dalam belajar.
6. Kemudahan saat 444435 37 4,111111 82,22222 %
mengoperasikan bahan 544
ajar berbasis Virtual
Reality (VR)
7. Tampilan visual bahan 444444 38 4,222222 84,44444 %
ajar berbasis Virtual 545
Reality (VR) dalam
memudahkan siswa saat
Belajar
8. Daya tarik audio bahan 543345 38 4,222222 84,44444 %
ajar berbasis Virtual 455
Reality (VR)
9. Tampilan teks dan bentuk 444545 39 4,333333 86,66667 %
tulisan (font) dalam bahan 454
ajar berbasis Virtual
Reality (VR)
10. Kombinasi, tatanan, dan 345545 39 4,333333 86,66667 %
pemilihan warna dalam 445
bahan ajar berbasis
Virtual Reality (VR)

Rata-rata prosentase keseluruhan 84 %

Tabel 5. Komponen-Komponen yang Dinilai pada Uji Coba Kelompok Besar


Skor dari Jumlah (∑) Rata-rata skor Presentase
No. Komponen yang dinilai
responden skor (∑skor/responden) (%)
1. Kemampuan bahan ajar 454545 129 4,8 96 %
berbasis Virtual Reality 555455
(VR) mampu 555544
menyampaikan materi- 555555
materi pelajaran tema
Energi
2. Kejelasan isi materi- 544545 117 4,3 86 %
Skor dari Jumlah (∑) Rata-rata skor Presentase
No. Komponen yang dinilai
responden skor (∑skor/responden) (%)
materi pada bahan ajar 444454
berbasis Virtual Reality 445454
(VR) 444445
3. Kejelasan animasi pada 444545 117 4,3 86 %
bahan ajar berbasis 445454
Virtual Reality (VR) 445454
444445
4. Kejelasan teks pada bahan 454545 117 4,3 86 %
ajar berbasis Virtual 445454
Reality (VR) 444454
444445
5. Kemampuan bahan ajar 444545 117 4,3 86 %
berbasis Virtual Reality 545454
(VR) untuk memudahkan 445444
siswa dalam belajar. 444445
6. Kemudahan saat 445445 117 4,3 86 %
mengoperasikan bahan 445454
ajar berbasis Virtual 445454
Reality (VR) 444445
7. Tampilan visual bahan 544544 117 4,3 86 %
ajar berbasis Virtual 445454
Reality (VR) dalam 445454
memudahkan siswa saat 444445
Belajar
8. Daya tarik audio dalam 454545 129 4,8 96 %
bahan ajar berbasis 555555
Virtual Reality (VR) 555544
555455
9. Tampilan teks dan bentuk 544545 117 4,3 86 %
tulisan (font) dalam bahan 4 4 5 4 5 4
ajar berbasis Virtual 445454
Reality (VR) 444445
10. Kombinasi, tatanan, dan 444545 117 4,3 86 %
pemilihan warna dalam 445454
bahan ajar berbasis 445454
Virtual Reality (VR) 444445
Rata-rata prosentase keseluruhan 88 %

Berdasarkan data yang dihasilkan saat uji coba perorangan yang terdiri dari tiga siswa Kelas 4
SDN Bancaran 2 Bangkalan diketahui bahwa hasil rata-rata perhitungan prosentase secara
keseluruhan pada kualitas bahan ajar berbasis Virtual Reality (VR) adalah sebesar 80,67%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa produk bahan ajar berbasis Virtual Reality (VR) pada tema energy
berada pada kualifikasi dengan nilai “tinggi” dan tidak perlu dilakukan revisi.
Adapun data yang dihasilkan saat uji coba pada kelompok kecil yang terdiri atas sembilan
siswa Kelas 4 SDN Bancaran 2 Bangkalan diketahui bahwa perhitungan rata-rata prosentase secara
keseluruhan terhadap kualitas bahan ajar berbasis Virtual Reality (VR) adalah 84%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa produk bahan ajar berbasis Virtual Reality (VR) pada tema energy berada pada
kualifikasi yang “tinggi” sehingga tidak lagi memerlukan adanya revisi.
Berdasarkan data yang dihasilkan pada saat uji coba kelompok besar terhadap dua puluh
empat siswa Kelas 4 SDN Bancaran 2 Bangkalan diketahui bahwa perhitungan rata-rata prosentase
secara keseluruhan terhadap bahan ajar berbasis Virtual Reality (VR) adalah 88 %. Hal tersebut
menunjukkan bahwa produk bahan ajar berbasis Virtual Reality (VR) berada pada rentang
kualifikasi “tinggi” sehingga tidak memerlukan adanya revisi.

Kesimpulan dan Saran


Dari pengembangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Bahan ajar
berbasis virtual reality dapat digunakan untuk pembelajaran dengan kategori layak.

Daftar Pustaka
Aditia, M. (2013). Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Salingtemas Dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Ekosistem Kelas X Di SMA Nadhatul Ulama
Lemahabang Kabupaten Cirebon. Jurnal Scientiae Education Vol 2, No 2.

Astuti Y, & Setiawan, B. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis pendekatan
Inkuiri Terbimbing Dalam Pembelajaran Kooperatif Pada Materi Kalor. Jurnal Pendidikan
IPA Indonesia, Vol. 2 No 1.

Buchori, A & Setyawati, R.D. (2015). Development Learning Model of Charactereducation Through
E-Comic In Elementary School. International Journal of Education and Research Vol. 3 No
9.

Budiarso, A.S. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Metode Hypnoteaching Untuk
Memotivasi Siswa SMP Dalam Belajar IPA Pada Materi Energi Terbarukan. Jurnal Pena
Sains Vol. 3 No 2.

Damayanti, D. (2013). Pengembangan Lembar Kerja (LKS) Dengan Pendekatan Inkuiri


Terbimbing Untuk Mengoptimalkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada
Materi Listrik Dinamis SMA Negeri 3 Purworejo Kelas X Tahun Pelajaran 2012/2013.
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. UMP ,Vol. 3 No 1.

Danaswari, R dkk. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Dalam Bentuk Media Komik Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 9 Cirebon Pada Pokok Bahasan
Ekosistem. Jurnal Scientiae Educatia Vol. 2 No 2.

Febriandika, dkk. (2016). Pengembangan Modul IPA Dengan Teknik Komik Disertai Kartu Soal Di
SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika Vol. 4 No 4.
Ifdhal, dkk. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Komik Pada Mata Pelajaran Ilmu
Bangunan Gedung (IBG) Kelas X SMK Negeri 5 Padang. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia
Vol. 1 No.3.
Indriati. (2012). Meningkatkan Hasil Belajar IPA Konsep Cahaya Melalui Pembelajaran Science-
Edutainment Berbantuan Media Animasi. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia Vol. 2 No 1. Journal of Natural
Science Education Reseach, Vol. 1 No. 1 57

Muldayanti, N.D. (2013). Pembelajaran Biologi Model Stad Dan Tgt Ditinjau Dari Keingintahuan
Dan Minat Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia Vol. 2 No 1.

Prastowo, A. (2015). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA Press.

Riduwan & Sunarto. (2014). Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi,
Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Rosidi, I. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Ipa Terpadu Tipe Integrated Untuk Mengetahui
Ketuntasan Belajar IPA Siswa SMP Pada Topik Pengelolaan Lingkungan. Jurnal Pena Sains Vol.
2 No 1.

Sudijono, A. (2012). Pengantar Statistika. Jakarta: Rajawali Pers.

Susanti, K. dkk. (2016). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (Lks) Disertai Komik Fisika Pada Pembelajaran
Pokok Bahasan Tekanan Di SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika Vol. 5 No 3.

Susanto, A. (2013). Teori Belajar Dan Pmbelajaran Di Sekolah Dasar Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.

Utariyanti, I dkk. (2015). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komik Dalam Materi Sistem
Pernapasan Pada Siswa Kelas VIII Mts. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia Vol. 1 No 3.

Wardani, T. (2012). Penggunaan Media Komik Dalam Pembelajaran Sosiologi Pada Pokok Bahasan
Masyarakat Multikultural. Jurnal Komunitas Vol. 4 No2.

Widoyoko, E. P. (2017). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wisudawati, A. S & Sulistyowati, E. (2014). Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.
JURNAL INTERNASIONAL

© 2010 IEEE. Personal use of this material is permitted. Permission from IEEE must
be obtained for all other uses, in any current or future media, including
reprinting/republishing this material for advertising or promotional purposes, creating
new collective works, for resale or redistribution to servers or lists, or reuse of any
copyrighted component of this work in other works.
MIPRO 2010, May 24-28, 2010, Opatija, Croatia

Intelligent Pedagogical Agents in Immersive Virtual Learning Environments: A


Review

M. Soliman1 and C. Guetl2, 3


1
Qatar University
E-mail: msoliman@qu.edu.qa
2
Graz University of Technology,
AUSTRIA &
3
Curtin University of Technology, Perth, WA
Email: Christian.Guetl@iicm.TUGraz.at

Abstract - The concept of Intelligent Pedagogical Agents (IPA) really successful in providing strong individualization
has been an important research topic for a long time. IPA is to the learner by supporting adaptations to the system
supported by multi-agent systems research derived from AI. IPA based on user models.
provides personalized instruction, increase learner motivation,
Virtual learning environments (VLE) extend ITS by
and act pedagogically on behalf or with the learner. On the
integrating several educational resources to the learner
other hand, virtual environments add value to the education
including multimedia learning material,
process by giving new educational possibilities and
computational-richness support. Combining both IPA and
communication tools, recommender systems, and
Virtual environments can make a promising approach for
more. In a VLE, learners are not restricted by time or
effective computer-aided learning. This paper provides a space constraints. 3D Immersive Virtual Learning
review on IPA and related topics focusing on a general Environments adds 3D visualization and the ability of
overview of the topic, gives a detailed review in the application the learner to navigate the 3D virtual environment. The
domain of virtual learning environments, and outlines a learner immerses into the 3D virtual environment
proposal for a flexible conceptual approach for the flexible being represented in the 3D space as an Avatar. Others
application in different learning settings. learners are also represented by avatars as well. It is
possible to meet other people or educators from other
countries online, collaborate with them, discover
I. INTRODUCTION
new places instantaneously, or even play

Several groups of efforts have been made to


utilize advancements in computing for human
learning. One such group is Intelligent Tutoring
Systems (ITS) that tried to exploit machine
intelligence to support the learner in a
personalized way, [1]. Since ITSs assume that
the learner uses computerized support instead of
the human instructor, Virtual Characters
(Personal Assistants) have been developed to
improve interactivity, [2] trying compensate for
the lack of the human aspects in that form. But it
resulted in discussions of whether e-learning is
better than classical methods and that led to the
blended learning approaches. In studying the
reason for such a debate, the problem of the lack
of face-to-face interaction had consequences in
motivational aspects. On the hand of advantages,
computer-aided-learning tools such as ITSs can
support high degrees of individualization not
possible in classical classrooms. Such tools were

827
can have great benefits towards effective
educational games. The visualization of the
computer-aided learning. This is discussed in this
learning space and interacting with other
paper while we assume that this area is under
learners (other avatars) give new
research.
possibilities of computer-aided learning
scenarios not existed before in a game-like The paper is organized as follows: Section 2
environment that opens the door for introduces Intelligent Pedagogical Agents and
creativity and imagination to the learner. discusses its functions in learning by providing a
literature review on the topic. Section 3 provides
Research has highlighted motivational
literature review on Virtual Learning
factors from games, visualization and
Environments. Section 4 shows the potential for
Human-Computer-Interaction aspects that
IPA’s adoption in immersive virtual learning
can greatly motivate the nowadays learner
environments and proposes a conceptual view.
named digital native who likes games [3].
Section 5 gives a conclusion
This is materialized in a 3D visual learning
environment that utilizes virtual world
gaming environments. Examples are
second life and Sun Wonderland. Those
environments give the abilities to other
parties to build their own educational
places and therefore they evolved as virtual
worlds. Taking the example of Second
Life, participants have the ability to build
new things and create new possibilities and
scenarios. As long as it is a guided built by
the crowd, then the environment is scalable
and has great potential for adding new
educational services day after day. Several
educational bodies and education
researchers have recognized this
importance for education purposes and are
seriously considering them for learning.
In Immersive Virtual Learning
environments, it is expected that the learner
will have great flexibility, faced with
numerous learning opportunities and
therefore requires intelligent support and
guidance. This is in addition to the new
possibilities of applying new advancements
of computing in the new learning
environment. The use of Intelligent
Pedagogical Agents, IPA resonates with
those demands and therefore is
investigated. IPA can act as a teacher,
learning facilitator, or even a student peer
in collaborative settings. The IPA will
guide the learner in the virtual
environment, explain topics, ask questions,
give feedback, help the learner collaborate
with others, provide personalized learning
support, and act upon the learner in
different times and in virtual places. It is
particularly vital that the agent acts
pedagogically. Investigating the integration
of IPA research and new trends in
immersive virtual learning environments

828
that provides input for our future work of IPA in dealing with the machine by expressing feedback
virtual learning environments and summarizes emotions in gestures or through verbal dialogues
the vision of using IPA in the immersive VLE. with the learner. Research has shown the
effectiveness of characters in improving this
II. INTELLIGENT AGENTS FOR PEDAGOGICAL OBJECTIVES The aspect of learning [4], [6]. Research in [6] has
further investigated this aspect to show that an
concept of an Intelligent Pedagogical Agent can be agent that exhibits a polite behavior provides a
viewed from its name as: significant improvement on the learning result
 Agent. The agent is a software component that compared to other ones.
can act by itself in the environment based on a
goal.
 Intelligent. An Intelligent agent applies
distributed AI methods to achieve goals. TABLE 2
Intelligence can be characterized as the agent’s
ability to learn from the environment and change MEANING
Term AND CHARACTERISTICS
Examples OF COMMONLY
Meaning USED
and Characteristics
the behavior accordingly to achieve the design TERMS

goals. Agent Autonomous Entity with goal.


 Pedagogical: In our context, the intelligent agent
Herman the Has character. An animated form is
should possess pedagogical abilities to achieve
Virtual Character bug, Steve named Animated virtual character. An
educational objectives.
HCI term
The idea of IPA can be analyzed from two
roots. Firstly, it comes from distributed Artificial Has physical body, Stresses the visual
appearance
Intelligence (DAI) where the intelligence is Microsoft
distributed to a group of intelligent entities Embodied Agent
Agent Embodied Conversational Agents have
(agents). Each agent will act and interact with the conversation abilities. An Artificial
environment based on individual goals to reach. Intelligence Term.
Secondly, the use of virtual characters in an ITS
Pedagogical Agent ADELE Stresses pedagogical functions
have been suggested as an effective method to
compensate for the lack of face-to-face Stresses Intelligence abilities such as
Intelligent Agent
interaction, [4]. The Microsoft office assistant is learning
a simple example where the user asks questions
Stresses guidance functions to stimulate
and the assistant searches for answers or Guidebots Steve, [8]
and encourage learning
recommends tutorials. In other advanced forms
of educational settings, the learner chooses a Incarnation of the user in the virtual
character which can provide facial expressions. environment.
Second
Animated virtual characters that can guide the Avatar Life for Is a selected character by the user,
learner are sometimes named guidebots. TABLE example mainly used in 3D Virtual Environments,
1 gives examples of commonly used agent to emphasize personal preferences.
characters in literature. Guided by user.

Intelligent Combines different abilities including


Work in
intelligence and Pedagogical orientation.
[6]
TABLE 1 Agents Autonomous (not directly guided by user)

POPULAR AGENT CHARACTERS IN RESEARCH

Reference /
Character Nature
comments
Herman Virtual character that teaches
See [4]
the Bug student biology
Intelligent Pedagogical
Agent, can demonstrate
Steve See [8]
tasks, offer advice, and
answer questions.
A Case-based reasoning
Adele See [8]
agent
Virtual animated character
agent that can teach, has
Peddy See [9]
tools for speech recognition
and synthesis

829
In literature, the concept of Intelligent
Pedagogical Agents (IPA) provides more
The development of further capabilities in advanced forms than just characters. In the
virtual characters leading to smarter ones with research work of [1], a pedagogical agent has
human-like appearance has led to the notion of been used to detect and interact with the learner
embodied agents. TABLE 2 gives the meaning in suitable times such as confusion and
and characteristics of relevant used terms to indecision to resolve difficulties and increase
show how the concept has been used in various motivation. The learner’s eye gaze has been used
forms but for similar goals. Common to all those as input for a Bayesian network for the required
categories is the character objective of improving reasoning. In a related aspect of increasing
affection to compensate for the lack of face-to- interaction with the learner, the work in [5] tries
face interaction in to improve the interactions between the
computer and the learner by means of animated
pedagogical agents. This work tries to solve the
problem of interaction expectation

830
with the pedagogical agent by means of social
intelligence tactics.
IPA can have a significant impact on increasing the III. IMMERSIVE AND 3D VIRTUAL LEARNING
learner motivation. This is suggested in an early study ENVIRONMENTS
conducted on an early IPA; Herman the bug, [4], on 100
middle school students. The study concluded that “well What is a virtual learning environment, VLE? What
crafted lifelike agents have an exceptionally positive are its characteristics? And what distinguishes it from
impact on students. Students perceived the agents as other environments? A clear view of VLEs that
being very helpful, credible, and entertaining.” [4].
clarifies this issue and provide insights into the design
IPAs combine different characteristics of the VLE can be found in [13]. This work developed
including artificial intelligence capabilities to 7 characteristics to the VLE, [13].
enrich the learning environment. For example,
the work in [7] employs case- based reasoning
techniques to tutoring. An IPA in this research
work reads from a database of cases and adapts
prior cases to reuse them in tutoring medical
students. The IPA in the same work [7] had the
following properties: Domain-specific
knowledge,
Autonomy,
Communicability, learning, reactivity and pro-
activity, social skills, customization, and learning
abilities. It is interesting to have prior teaching
strategies re-used. One important theme of
research in Computer-Aided learning is the role
of personalization (individualization) based on
building and capturing user models. Agents have
been also used in conjunction with the user
models.
Another aspect of improving learner
interaction with the learning environment is
through creating dialogues with the learner to
improve learning situations, provide guidance,
resolve difficulties, and improve motivation.
Intuitively this can improve learning results as a
result of handling different types of learning
styles such as verbal- linguistic learners as
suggested by the theory of multiple intelligences
[10]. Intelligent agents gain pedagogical
capabilities if the agent can provide narrations or
adaptive conversations with the learner. An early
publication in 1999, [11] provided insights into
Narrative-Centered Learning Environments by
the use of IPA from Narrative Intelligence (AI).
It outlines what computer generated narration (by
IPA) can contribute to effective learning. Several
research efforts followed that to add narrative
functions to learning environments, by the aid of
agent intelligence. For example, [12] suggests
simple personalized (directed) instructional
narratives to the learner that can provide
instructional value and save class time. This is
accomplished by the use of scripted IPA. In that
work, different narratives are stored in a database
and contextually retrieved on demand during the
learning discourse.
831
TABLE 3 two modes of operation. First, the user (learner)
immerses into the 3D environment where he/she
“WHAT IS SPECIFIC TO VIRTUAL LEARNING will be able to see experiences, have lectures, and
ENVIRONMENTS?” *13+ work with 3D learning objects alone or in
collaboration with others. The learner will
perceive other potential collaborators or users of
1. The information space has been designed. the virtual environment with a representation (a
virtual character for example), named an Avatar.
2. Educational interactions occur in the environment,
turning spaces into places. In traditional ITS, the character is assigned to a
3. The information/social space is explicitly tutor only. But now we can expect (and agreeing
represented. The representation varies from text to to vision of [13], point 4 of TABLE
3D immersive worlds. 3) that each participant has an actor
4. Students are not only active, but also actors. They representation in the virtual environment.
co-construct the virtual space.
Benefits of Immersive Virtual Learning
5. Virtual learning environments are not restricted to
distance education. They also enrich classroom Environments to learning include the flexibility
activities. relevant to removing time and distance barriers
6. Virtual learning environments integrate to collaborate with others visually. For example,
heterogeneous technologies and multiple
pedagogical approaches. a physics experiment can be conducted with
7. Most virtual environments overlap with physical visualization and simulation of equipment and
environments. with

In order to further assess added


pedagogical values of Virtual Learning
Environments, once can consider it in
comparison with Intelligent Tutoring
Systems. ITS’s characteristic is the removal
of human intervention by the use of
Artificial Intelligence methods. While
Intelligent Tutoring Systems intended to
provide pedagogical functions through
personalization, sequencing, and others,
their direct benefits were a focus on
individual uses as direct consequences of
the removal of the human tutor. But so far,
they lacked the rich 3D visualization
aspects that are available in recent 3D
virtual learning environments. Furthermore,
VLE provides more collaboration and
exploration-based learning opportunities
and can be much more open and flexible
than the individualistic ITS. An Intelligent
Agent can roam across several domains to
search for resources, collaborate with other
peers, or learn from others’ experiences.
This was not a design factor in an
individual ITS.
In the virtual environment, the user
(learner) has more control on his/her
experiences and is more of an actor.
Therefore, it is more directed towards
learner-centered learning, and hence we
expect greater need for individualization
services towards learners as actors.
Immersive 3D Virtual environments have

832
participants who are remotely located but are game-playing orientation.
interacting synchronously or asynchronously by
the aid of the immersion in the VLE, see [16]. IV. IPA ROLES IN THE IMMERSIVE VLE

When the virtual environment becomes increasingly


bigger with lots of available places to visit and learn
from, pedagogical scenarios are pervasive, guidance is
needed by an agent to aid the leaner to find places,
people, or avatars relevant to the educational goals. An
offline service of the immersive environments is that
learners may interact with others who are offline if
their agents’ representation have

Fig. 1. “Close-up view of the ‘Force on a Dipole’ Experiment in


Wonderland”, from *16+.

Another strong value of the Immersive Virtual


Learning Environment, according to [19] is its
ability, through the rich visualization, to provide
authentic learning experiences (focusing on real
world experiences). Authentic learning
experiences are not easily available in learning
institutions; take a nuclear reactor for example.
As virtual environments are simulation places,
they can provide both imaginary scenarios and
simulations of real world scenarios that are rare
(What to do in an earthquake or in a battle). Both
of them are valuable to the learning process.
The Social aspects of learning can also be
improved with Immersive Virtual Environments.
Since the learner can immerse into the
environment to meet other people, then the
Immersive VLE can outperform ITS in terms of
collaborative learning which has significant
importance nowadays. 3D virtual worlds such as
Second Life, Sun Wonderland, and EDUSIM
have been used for educational purposes as VLE,
see [20]. And therefore, they provide examples of
benefits of innovative collaborative learning
scenarios, see also work in [14][15].
Furthermore, universities have been trying to
adopt new learning experiences by existing in
virtual worlds. For example, Harvard Law
School conducts lectures in the Berkman’s island
of second life.
Recently, education research has targeted the
fast growing 3D immersive environment for
education purposes. While these environments
have the above mentioned benefits, and also the
wide attention gathering, they also have the
833
Architectures and Design Perspectives of IPAs in
intelligence capabilities, for example as a
Immersive Virtual Learning Environments
virtual tutor if the instructor of the virtual
university is away or as a student
collaborator otherwise. This can be The use of IPA in Immersive virtual
achieved by the use of Intelligent environments, as shown above is important to
Pedagogical Agents in the immersive VLE. have effective pedagogy. The blend of IPA in
IPA can provide intelligent guidance for the VLE should be done in a way that integrates with
learner in the immersive VLE. Furthermore, prior research on individualized ITS concepts. It
given the potential number of collaborators should also be done in a way that encourages
in the virtual learning environment, and reusability of pedagogical objects, models, and
with the possible individualization abilities methods in order to achieve a suitable scalability
for pedagogical objectives [10], support is result for the learning community in large in the
needed to automatically finding effective VLE. With this, the Virtual Learning
peers to collaborate with. This support can Environment can grow as a result of
be given by an IPA that understands the contributions and this growing is needed to
learner abilities and the associated learning increase services and to materialize new
goals to interact with other IPA available in pedagogical methods. According to TABLE 3,
the VLE. the information space of the virtual environment
With the above mentioned scenarios, the has to be designed. A conceptual view of it
use of avatar to only provide visual should consider the following:
representations and characters although is  Personalization and user models
great for improving motivation support, it  Representation of pedagogical objectives
cannot be enough. Avatar is not enough in
doing so since the Avatar actions are guided
by the person (user). Instead a pedagogical
pro-active and autonomous agent is needed
to assist or do other pedagogical actions
with or on behalf of the learner in the
environment. It requires further intelligence
inspired from ITS but is generalized to all
actors (learners, visitors, tutors, etc) in VLE
to have greater intelligence abilities that can
improve pedagogical functions and act
intelligently on behalf or with the learner to
achieve goals. Therefore we strongly
propose integrating the IPA concepts in the
immersive VLE.
IPA roles in the Immersive virtual
environment can be summarized to be
 Providing visual representation of learner, such
as Avatar
 Provide intelligent visual appearance such as
virtual characters. This will improve
interactivity and improve learner motivation.
 Provide narrative and dialogue functions that
provide increased engagement and immersion
in the environment. IPA narration has proved
to improve the sense of presence in the
environment, [25]
 Intelligent navigation in the environment for
pedagogical objectives
 Provide pedagogical services to the learner
 Serve collaborative learning functions, [17]

834
 Intelligent pedagogical agent functions inclusion of pedagogical intelligence, but not the
 Agent societies supporting architectures of scalability and reuse in the
 Agent Standards and AI abilities environment.
 Agent Conversational Abilities to engage the learner, The work in [23] presented an architecture of
keep his attention and provide verbal guidance INVITE that consists of content management module;
 Efficient pedagogical utilization of 3D visual and considering LOM standard, virtual world’s platform
immersion capabilities available in the environment. module that uses 3D VRML standard, agent module
 Vision for the future of Virtual environments that uses a multi-agent environment supporting
 Collaboration requirements VRML, translation module, 3D world’s module, avatar
 Standards for the virtual environments and avatars module, and a streaming video module. The work
 Other educational standards such as SCORM focused on the importance of reuse of learning content.
 Scalability, reusability, and other software Several efforts focused on building narrative abilities
architecture success factors in agents through narration and spoken dialogue
Several research efforts have investigated systems [25][26][12]. BASILICA is an event driven
related IPA in VLE from relevant software architecture that enables creating agents in
architectural/technological aspects, virtual environments with conversational abilities [24].
[21][22][23][24][25][26][12]. Research work in The
[21]
provided a method of integrating and reusing a
virtual character in a VLE through dividing the
problem complexity to modeling the different
Virtual human aspects (Geometric, kinematic,
physical, behavioral, and cognitive). It also
proposed the Virtual Human Architecture that is
relevant to the virtual human behavior and how
to integrate it to the X3D platform [27] through
the Virtual Reality Modeling Language (VRML)
which is an XML-like language. In order to
achieve improvement and have richness in the
3D VLE, scalability must occur through the
distribution of efforts among learning content
providers and integration can only occur through
standardization. The same effort provided the
required context focusing on visualizations.
However it did not consider other standards such
as SCORM and only focused on behavioral
issues of the virtual character but not the
environment pedagogical services while
assuming a singular virtual human.
Providing a human-like dialogue (while it can
be integrated to the behavior model) was not
considered as well. A strong value of IPA in
VLE comes from its ability to provide rich
support for collaborative learning, [17]. The
work in [22] not only considers the collaborative
learning potential of the VLE but also integrates
the conversational aspects of the IPA as a major
design factor. That work stresses the non one-to-
one interaction but multiparty dialogues by multi
IPAs thus achieving social and collaborative
learning benefits. A four layer agent design is
proposed to include conversation abilities.
Furthermore, pedagogical functions are
considered. The contribution of this work
focused on the agent multiparty dialogues
focusing on social and collaborative aspects and
835
conversations between the agent and the REFERENCES
learner are limited by an intervention [1] L. Qu, N. Wang, and W. L. Johnson, “Choosing When to
strategy that avoids unwanted interventions Interact with Learners”, International Conference on
by agents. In this work, the CycleTalk Intelligent User Interfaces, 2004.
agent [2] V. Devedzic, “Education and the Semantic Web”,
[24] was integrated in SecondLife as a Virtual International Journal of Artificial Intelligence in
Environment. The CycleTalk Agent consists of
Education, Vol. 14, 2004.
Filters for different events and Actors. Once the
agent is implemented, it can be re-used. [3] M. Prensky, “Digital Natives, Digital Immigrants, part II:
do they really think differently?”, Available at:
V. CONCLUSION www.marcprensky.com (accessed February 22, 2010).
[4] J. Lester, S. Converse, S. Kahler, T. Barlow, B. Stone,
One major concern of e-learning systems and R. Bhogal. “The Persona Effect: Affective Impact of
over traditional methods is the lack of face- Animated Pedagogical Agents, “. Proceedings of CHI
to-face interactions and consequently '97, pp. 359-366, Atlanta, March 1997. (CHI-97),
motivational concerns occur. IPA research, Miami, Florida, USA.
as shown in this paper tries to compensate [5] W. L. Johnson, “Interaction Tactics for Socially
this by increasing intelligent interaction Intelligent Pedagogical Agents,” Proceedings of the 8th
with the learner. Also, the recent use of 3D
immersive virtual environments has shown
effectiveness in improving the motivation
towards learning by using such
environments. Therefore, combining both
approaches can provide significant
contributions to solve the mentioned
deficiency. It can also create new scenarios
of pedagogical intelligence in the new
educational paradigm.
Intelligent Pedagogical Agents research
have not yet exploited the potential of the
use of DAI (intelligent agents) capabilities
in the VLE. Most of the work on
pedagogical agents has focused on the
visual appearance and interface with the
learner as a character. However, there are
lots of potential of intelligent agents
capabilities, especially of AI, Social
abilities, intelligent resource location,
negotiation, and social abilities that can
bring several useful learning scenarios for
collaboration in the virtual learning
environment.
The scalability gain exemplified in
knowledge creation of the social Web and
in visual objects in the great promising 3D
virtual environment should be also
exploited in creating (in a similar manner)
reusable pedagogic methods in the virtual
environments by means of intelligent
pedagogical agents and their associated
societies. Further unified efforts are
needed, in a wider scale, working on
standardization and reusability to give a
wide infrastructure to scale pedagogy in the
VLE utilizing innovations in IPA.

836
International Conference on Intelligent User Interfaces, Miami, Florida, 2003.

[6] N. Wanga, W. L. Johnson, R. E. Mayerc, P. Rizzod, E. Shawe, and H. Collins, “The Politeness Effect: Pedagogical
Agents And Learning Outcomes, ” International Journal on Human-Computer Studies, Vol. 66, 2008.
[7] E. Quirino, F. Paraguaçu, and B. Jacinto. “SSDCVA: Support System to the Diagnostic of Cerebral Vascular
Accident For Physiotherapy Students”, 22nd IEEE International Symposium on Computer-Based Medical
Systems. CBMS 2009. 2-5 Aug. 2009.
[8] W. L. Johnson, “Pedagogical Agent Research at CARTE”, AI Magazine, Vol. 22 (4), 2001.
[9] Interactive Animated Pedagogical Agents, Online, Retrieved: 5-Feb-10, Peddy
http://ldt.stanford.edu/~slater/pages/agents/main.htm
rd
[10] M. Soliman and K. Shabaan, “Evaluation of Adaptation for Pedagogical Objectives in e-Learning Systems, “ 3
International Conference on Interactive Mobile and Computer-Aided Learning, IMCL 2009, Amman, Jordan.
[11] B. Mott, C. Callaway, L. Zettlemoyer, S. Lee, and J. Lester, “Towards Narrative-Centered Learning
Environments”, In: AAAI 1999 Fall Symposium on Narrative Intelligence.
[12] G. Jones and S. Warren, “The Time Factor: Leveraging Intelligent Agents and Directed Narratives in Online
Learning Environments,“ Innovation (Online) http://innovateonline.info/, Vol. 5, Issue 2, accessed Feb 17, 2010
[13] P. Dillenbourg, “Virtual Learning Environments”, EUN Conference 2000.
[14] V. Chang, C. Gütl, S. Kopeinik, and R. Williams (2009), “Evaluation of Collaborative Learning Settings in 3D
Virtual Worlds,” International. Journal of Emerging Technologies in Learning (iJET), Vol 4 (2009): Special Issue:
ICL2009, 6-17.
[15] C. Gütl, V. Chang, S. Kopeinik, and R. Williams, “3D Virtual Worlds as a Tool for Collaborative Learning Settings
in Geographically Dispersed Environments, “ ICL 2009, Villach, Austria, September 2009, 310-323.
[16] T. Scheucher, P. H. Bailey, C. Gütl, and V. J. Harward, “Collaborative Virtual 3D Environment for Internet-
accessible Physics Experiments,” International Journal of Online Engineering (iJOE), Vol. 5, Special Issue 1:
REV2009, August 2009, 65-71.
[17] M. Soliman and C. Guetl, “Review and Perspectives on Intelligent Multi-Agent Systems’ Support for Group
Learning”, to appear in Proc. of ED-MEDIA 2010,
June 2010, Toronto, Canada

[18] T. Monahan, G. McArdle, and M. Bertolotto, “Virtual Reality for Collaborative E-learning,” Computers &
Education 50 (2008) 1339–1353.
[19] G. Salmon, “The Future for (Second) Life and Learning,” British Journal of Educational Technology, Vol. 40(3),
2009.
[20] S. Kluge and E. Riley, "Teaching in Virtual Worlds: Opportunities and Challenges", Issues in Informing
Science and Information Technology Vol. 5, 2008.
[21] L. Ieronutti and L. Chittaro, “Employing Virtual Humans for Education and Training in X3D/VRML
Worlds, “ Computers & Education, Vol. 49(1), August 2007.
[22] Y. Liu and Y. S. Chee, “Intelligent Pedagogical Agents with Multiparty Interaction Support,“ Proceedings
of the IEEE/WIC/ACM International Conference on Intelligent Agent Technology, 2004.
[23] Ch. Bouras et al, “Architectures Supporting e-Learning through Collaborative Virtual Environments: The
Case of INVITE”, Proceedings of the IEEE International Conference on Advanced Learning Technologies,
2001.
[24] R. Kumar and C. Rose, “Building Conversational Agents with Basilica”, in Proc. Of NAACL 2009.
[25] S. McQuiggan, J. Rowe, and J. Lester, “The Effects of Empathetic Virtual Characters on Presence in
Narrative-Centered Learning Environments,” Conference on Human Factors in Computing Systems,
2008.
[26] M. Maher, M. Rosenman, and K. Merric, “Agents For Multi-Disciplinary Design In Virtual Worlds”
Artificial Intelligence for Engineering Design, Analysis and Manufacturing, Special Issue on Support for
Design Teams, Vol. 21:1-11
[27] Web 3D consortium, http://www.web3d.org/ (Online), accessed Feb 18, 2010.

Anda mungkin juga menyukai