Bab 1
Pendahuluan
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
perubahan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU No. 20 tahun
2003 bab II pasal 3.
Bab 2
Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam UU
No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan
formal, non-formal dan informal.
1. Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah
pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal
a. Pengertian
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal paling banyak terdapat
pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang
banyak terdapat di Masjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua Gereja. Selain itu,
ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.
b. Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
c. Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional.
d. Jenis
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis
taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Hasil
pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Alasan pemerintah mengagas pendidikan informal adalah:
• Pendidikan dimulai dari keluarga
• Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan nasonal dimulai dari
keluarga
• Homeschooling: pendidikan formal tapi dilaksanakan secara informal.
• Anak harus dididik dari lahir
Bab 1
Pendahuluan
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
perubahan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU No. 20 tahun
2003 bab II pasal 3.
Bab 2
Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam UU
No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan
formal, non-formal dan informal.
1. Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah
pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal
a. Pengertian
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal paling banyak terdapat
pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang
banyak terdapat di Masjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua Gereja. Selain itu,
ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.
b. Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
c. Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional.
d. Jenis
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis
taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Hasil
pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Alasan pemerintah mengagas pendidikan informal adalah:
• Pendidikan dimulai dari keluarga
• Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan nasonal dimulai dari
keluarga
• Homeschooling: pendidikan formal tapi dilaksanakan secara informal.
• Anak harus dididik dari lahir
http://radityapenton.blogspot.co.id/2012/11/pendidikan-formal-informal-dan-nonformal.html
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai pendidikan nasional (menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003).
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana Persamaan dan perbedaan antara pendidikan formal, nonformal dan informal?
PEMBAHASAN
Berikut ini adalah pengertian pendidikan formal, nonformal, dan informal; serta persamaan dan
perbedaan ketiganya menurut Axin (1976) (Soedomo, 1989) (Faisal 1981) dan (Undang-Undang No.
20 Tahun 2003)
1. Pendidikan formal
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan formal didefinisikan sebagai berikut
“pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. [1]
a. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan,
menumbuhkan sikap dasar yang di perlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan menengah.
c. Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota
masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau profesinal
sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan /atau menciftakan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahtraan manusia
(kepmendidkbud) No. 0186/P/1984).[2]
Sedangkan menurut Axin (1976) (Soedomo, 1989) mendefinisikan pendidikan formal sebagai
kegiatan belajar yang di sengaja, baik oleh warga belajar maupun pembelajarnya didalam suatu latar
yang di struktur sekolah.
Sehubungan dengan pendidikan formal tersebut, menurut faisal (1981) berpendapat bahwa
pendidikan formal adalah pendidikan sistem persekolahan. Disampin itu, ia juga mencoba memberi
ciri-ciri pendidikan formal secara lebih rinci, yakni terstandardisasi legalitas formalnya, jenjangya,
lama belajarnya, paket kurikulumnya, persyaratan pengelolannya, persyaratan usia dan tingkat
pengetahuan peserta didiknya, perolehan dan keberartian ijazahnya, prosedur evaluasi belajarnya,
sekuensi penyajian materi dan latihan-latihannya, persyaratan presensinya, waktu liburannya, serta
sumbangan pendidikanya.
Dari definsi dan pendapat-pendapat tersebut, dapat di simpulkan bahwa pendidikan formal
mempunyai ciri:
b. Berstruktur
c. Berjenjang
d. Penyelenggaraannya disengaja.
2. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal dapat didefinisikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).
Sedangkan menurut Axin (1976) (Soedomo, (1989), pendidikan nonformal adalah kegiatan belajar
yang disegaja oleh warga belajar dan pembelajar di dalam suatu latar yang diorganisasi (berstruktur)
yang terjadi di laur sistem persekolahan.
Adapun menurut Faisal (1981) pendidikan nonformal mempunyai ciri sebagai berikut:
f. Perolehan dan keberartian ijazah tadak seberapa terstandardisasi. Contoh: kursus, penataran,
dan latihan.
Sementara itu, menurut Kleis et al. (1986) (Nurdin, (1988), ciri-ciri pendidikan nonformal adalah
sebagai berikut:
b. Tempat pendidikan bisanya diluar kelas atau di situasi belajar yang sebenarnya
c. Bukti memiliki ilmu pengetahuan di nilai dari keterampilannya, bukan dari sertifikatnya
l. Tidak terbatas untuk peserta dan kurikulum tertentu, tetapi dapat diperbarui dan di
kembangkan.
Dari pendapat Klies, et al. (1986) mengenai ciri-ciri pendidikan nonformal, jika di terapkan di
Indonesia perlu penyesuaian. Contohnya ciri nomor 3 di mana “bukti memiliki ilmu pengetahuan
tidak di nilai dari sertifikatnya, tetapi dari keterampilannya”, kenyataan yang sering kita lihat di negeri
kita bahwa pada pendidkan nonformal kursus Inggris misalnya, sertifikat TOEFL di perlukan untuk
melanjutkan pendidikan S-2 atau S-3. Di samping itu, terdapat tumpang-tindih, seperti ciri-ciri nomor
4 dan 12, keduanya menjelaskan hal yang sama, yaitu ketentuan tidak ketat (luwes). Pada ciri no. 6
“peserta biasanya bersifat sukarela”, sebaiknya tidak di camtumkan karena pada setiap pendidikan
yang diikuti, baikpendidikan nonformal, formal, ataupun informal, peserta bersifat sukarela.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah jalur pendidikan
kelurga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Sementara menurut Axin
(1976) (Soedomo, (1989), pendidikan informal adalah pendidikan di mana warga belajar tidak
sengaja belajar dan pembelajar tidak sengaja untuk membantu warga belajar.
Adapun ciri-ciri pendidikan informal seperti yang diungkapkan oleh Faisal (1981) antara lain sama
sekali tidak terorganisasi, tidak berjenjang kronologis, tidak ada ijazah, tidak diadakan dengan
maksud menyelenggarakan pendidikan, lebih merupakan hasil pengalaman belajar individual-
mandiri. Contoh: pendidikan sebagai akibat dari fungsi keluarga, media massa, acara keagamaan,
pertunjukan seni, hiburan, kampanye, partisipasi dalam organisasi, dan lain-lain.
a. Berbeda dengan pendidikan informal, medan pendidikan keduanya memang diadakan untuk
menyelenggarakan pendidikan yang bersangkutan
Perbedaan antara pendidikan nonformal dan formal antara lain mengenai tempat, penjenjangan,
waktu, umur peserta didik, orientasi studi, materi, penyajian materi, evaluasi, ijazah, persyaratan
kelembagaan, perlengkapan, pengajar, peserta didik, dan biaya. Pada perinsifnya, ketentuan
pendidikan formal lebih ketat dari pada ketentuan pendidikan nonformal. Untuk mengetahui lebih
jelas perbedaan kedua jenis pendidikan tersebut, perhatikan Tabel berikut:
Pendidikan Nonformal
Pendidikan Formal
7. Ijazah kurang memegangperanan penting , terutama bagi penerima peserta didik pada tingkat
pendidikan lebih tinggi
7. Ijazah memegang peranan penting terutama bagi penerima peserta didik pada tingkatan
pendidikan lebih tinggi
Sumber: Klies et al. (1986) dalam Rahman (1989) & Faisal (1981)
Terdapat beberapa perbedaan antara pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pada
prinsipnya perbedaan terletak pada maksud penyelenggaraannya. Pada pendidikan nonformal,
memang sengaja di maksudkan untuk pendidikan; sedangkan pada pendidikan informal, tidak di
maksudkan khusus untuk pendidikan, pendidikan tersebut hannya diperoleh dari pengalaman, baik
di kelurga maupun di luar keluarga. Untuk mengetahui lebih jelas perbedaan kedua jenis pendidikan
tersebut, perhatikan Tabel berikut:
Pendidikan Nonformal
Pendidikan Informal
kan pendidikan
rakan pemerintah
Keluarga adalah merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan kelurga pertama-tama
anak mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang
bersifat informal dan kodrati. Keluarga juga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat
penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena didalam keluarga, anak pertama kali
berkenalan dengan nilai dan norma.
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang bersipat kodrati, karena antara orang tua sebagai
pendidik dan anak sebagai terdidik terdapat hubungan darah.
a. Merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan faktor
yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan pribadinya.
b. Pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh
dan berkembang. Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak.
c. Di dalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral. Keteladanan orang tua di dalam bertutur
kata dalam berprilaku sehari-hari akan menjadi wahana pendidikan moral bagi anak di dalam
keluarga tersebut, guna membentu manusia susila.
d. Di dalam keluarga akan tumbuh sikap tolong-menolong, tenggan rasa, sehingga tumbuhlah
kehidupan kelurga yang damai dan sejahtra.
Sekolah bukan semata-mata sebagai konsumen, tetapi juga ia sebagai produsen dan pemberi jasa
yang sangat erat hubunganya dengan pembangunan. Pembangunan tidak munkin berhasil dengan
baik tampa didukung oleh tersedianya tenaga kerja yang memadai sebagai produk pendidikan.
Karena itu sekolah perlu dirancang dan dikelola dengan baik. Dalam hal ini Kemdikbud menetapkan
masalah-masalah pendidikan sebagai berikut:
a. Satuan
Satuan pendidikan adalah satuan dalam sistem pendidikan nasional yang merupakan wahana belajar
baik di sekolah-sekolah maupun di luar sekolah.
b. Jenis
Jenis pendidikan adalah satuan pendidikan yang di kelompokkan sesuai dengan sifat dan tujuannya.
Jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional terdiri dari Pendidikan sekolah dan Pendidikan
luar sekolah.
c. Jenjang
Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang di tetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan
bahan pengajaran. Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi. Disamping jenjang pendidikan itu dapat di adakan pendidikan prasekolah,
yang tidak merupakan prasyarat untuk memasuki pendidikan dasar.
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup cita-cita bangsa, sosial budaya dan
perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut. Masyarakat
mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Peran yang telah di
sumbangkan dalam rangka tujuan pendidikan nasional yaitu berupa ikut membantu
menyelenggarakan pendidikan (dengan membuka lembaga pendidikan swasta), membantu
pengadaan tenaga biaya, prasarana dan sarana, menyediakan lapangan kerja, biaya, membantu
pengembangan profesi baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Peranan masyarakat
tersebut dilaksanakan melalui jalur perguruan swasta, dunia usaha, kelompok profesi dan lembanga
swasta nasional lainnya. Dalam sistem pendidikan nasional masyarakat ini di sebut “pendidikan
kemasyarakatan”.
PENDAHULUAN
Dalam berbagai aspek perkembangan individu, ada dua fakta yang menonjol, yaitu pertama, semua
manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan kedua, di dalam
pola yang bersifat umum tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan individu
menurut Landgren (1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik-
motorik, kognitif, maupun sosio-emosional. Setiap manusia mempunyai pola pertumbuhan dan
perkembangan yang berbeda. Hal ini dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, yaitu faktor dari dalam
(faktor yang ada dalam diri manusia itu sendiri, faktor hereditas:bawaan/warisan) dan faktor luar
(faktor lingkungan). Dengan faktor bawaan tertentu dan disertai dengan faktor lngkungan yang
tertentu pula maka akan menghasilkan pola pertumbuhan dan perkembangan tertentu pula.
Pada proses pembelajaran, guru tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi pelajaran saja atau
yang biasa disebut dengan transfer ilmu. Sebab, di dalam pembelajaran atau pendidikan, ada empat
aspek penilaian yang harus dilakukan guru terhadap siswanya yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan
aspek psikomotor. Oleh karena itu, demi terwujudnya tujuan belajar dengan hasil yang optimal, guru
perlu mengenal masing-masing siswa, dimana setiap siswa merupakan makhluk yang unik, secara
lebih dekat.
Untuk dapat mengenal siswa lebih dekat maka guru perlu mengetahui hal-hal apa saja yang
membedakan siswa satu dengan siswa yang lainnya. Untuk itu, mahasiswa calon guru sangat perlu
untuk memahami materi mengenal individu siswa supaya kelak ketika menjadi guru dapat dengan
tepat menentukan materi, metode, dan tehnik penyampaian materi yang sesuai dengan kondisi
siswa yang beragam di kelas dengan harapan tujuan belajar dapat terwujud dengan hasil yang
optimal.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang tertentu yang
diturunkan dari generasi ke generasi lainnya.
Etnisitas (suku) adalah pola umum karakteristik seperti warisan kultural, nasionalitas, ras, agama, dan
bahasa.Suku berbeda dengan ras, ras hanya merujuk pada karakteristik fisik seperti warna kulit.
Kultur sangat mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Banyak aspek budaya mempunyai andil
bagi identitas dan konsep diri pelajar dan mempengaruhi keyakinan dan nilai, sikap, dan harapan,
hubungan sosial, penggunaan bahasa, dan perilaku lain pelajar.
Siswa yang merupakan anggota kelompok yang kurang terwakili cenderung mempunyai nilai yang
lebih rendah dari kelompok yang lebih maju dalam pencapaian akademis yang terstandarisasi. Nilai
yang rendah tersebut berkolerasi dengan status sosio-ekonomi yang lebih rendah dan sebagian
mencerminkan warisan diskriminasi terhadap kelompok yang kurang terwakili dan kemiskinan yang
diakibatkannya.
B. GENDER
Jenis kelamin individu sebagai perempuan dan laki-laki merupakan ciri biologis yang terlihat jelas dan
abadi. Namun demikian, banyak perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki yang merupakan
ciptaan masyarakat sosial. Kebanyakan dalam masyarakat, selalu ada pemisahan dan perbedaan
peran yang jelas antara perempuan dan laki-laki. Hal ini memang merupakan suatu budaya yang
telah diwariskan turun temurun.
Lembaga pendidikan sebagai tempat membina dan mendidik generasi muda juga mengalami imbas
bias gender ini. Sering muncul dalam proses pembelajaran suatu pandangan yang sterotipe dan
perlakuan yang berbeda terhadap pria dan wanita, yang biasanya selalu menguntungkan pihak
tertentu dan merugikan pihak lainnya. Ketidakadilan gender di ruang kelas atau yang dikenal dengan
bias jender dalam pembelajaran (pendidikan) sangat memengaruhi pilihan dan pencapaian siswa
dalam belajar. Oleh karena itu diharapkan pendidikan harus mengedepankan pendidikan
berperspektif kesetaraan gender.
Dalam kelas misalnya, guru harus menghindari sterotipe gender, menumbuhkan integritas peserta
didik tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, dan memperlakukan perempuan dan laki-laki
secara setara.
C. INTELIGENSI
Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata
“inteligensia“ berasal dari kata inter dan lego, “inter” berarti diantara, sedangkan lego berarti
memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih
suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Inteligensi berasal dari kata latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu
sama lain (to organize, to relate, to bind together). Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai
istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan
problem yang dihadapi.
Inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan
belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Minat terhadap inteligensi sering kali difokuskan pada
perbedaan individual dan penilaian individual.
a. Anita E. Woolfolk (1995) mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, inteligensi itu
meliputi tiga pengertian, yaitu : (1). Kemampuan untuk belajar. (2). Keseluruh pengetahuan yang di
peroleh. (3). Kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan
pada umumnya.
b. Menurut Howard Gardner inteligensi adalah (1) Kemampuan memecahkan masalah yang
muncul dalam kehidupan nyata. (2) Kemampuan melahirkan masalah baru untuk dipecahkan. (3)
Kemampuan menyiapkan atau menawarkan suatu layanan yang bermakna dalam kehidupan kultur
tertentu.
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan
seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
perbuatan itu.
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan inteligensi.
d. Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
e. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan
kebutuhannya.
3. Teori-Teori Inteligensi
Charles E Spearman (1836) merupakan murid dari Wundt. Ia memulai karirnya sebagai seorang
psikolog. Teori yang dikemukakan oleh Charles R Spearman adalah teori “ Two factors “. Menurut
Charles, inteligensi terdiri dari kemampuan umum yang disimbolkan sebagai “g” yaitu general factor
dan kemampuan khusus yang disimbolkan sebagai “s” atau specific factor.
Teori ini berawal dari analisis korelasional yang dilakukannya terhadap skor seperangkat tes yang
memilki tujuan serta fungsi ukur yang berlainan. Hasil dari analisis yang dilakukan oleh Charles
menyatakan adanya interkorelasi positif di antara tes-tes tersebut. Tes-tes tersebut mengukur suatu
faktor umum yang sama, dan faktor inilah yang disebut sebagai general factor. Namun, selain
terdapat faktor umum terdapat juga faktor khusus/spesifik yang hanya diukur oleh tes tertentu saja
yang disebut dengan specific factor. Spearman menyatakan bahwa kecerdasan terbagi menjadi dua
faktor, yaitu faktor-G dan faktor-S. Konsep Spearman disebut sebagai kecerdasan umum atau faktor G
dapat menentukan sama ada seseorang itu pandai atau bodoh. Setelah menggunakan teknik yang
dikenali dengan analisis faktor untuk menyimak sejumlah ujian bakat mental, Spearman
menyimpulkan bahwa skor ujian yang sangat mirip.
Orang yang menjalani ujian kognitif dengan baik cenderung mempunyai prestasi yang baik pada ujian
lain, Spearman membuat kesimpulan bahawa kecerdasan adalah kemampuan umum kognitif yang
dapat diukur dan dinyatakan secara numerik (Spearman, 1904).
Sementara mereka yang menunjukkan keputusan buruk pada satu ujian skor akan cenderung
menjadi buruk pada ujian yang lain. Dalam pengamatan ini, Spearman mencatat bahawa semua ujian
kemampuan mental berkorelasi positif. Spearman mendapati bahawa orang yang mendapat skor
tinggi pada ujian IQ atau ujian kemampuan mental selalunya akan mempunyai skor lebih tinggi pada
jenis ujian yang lain manakala orang yang mendapat skor yang lebih rendah umumnya mempunyai
skor rendah juga pada ujian lain. Faktor kedua Charles Spearman dikenalpasti adalah faktor khusus.
Faktor khusus ini yang berkaitan dengan kemampuan unik yang memerlukan ujian tertentu yang
berbeda-beda dalam ujian untuk mengujinya. Spearman dan para pengikutnya menyatakan
kecerdasan umum jauh lebih penting daripada faktor tertentu.
Di dalam teori multiple intelligences, Dr. Howard Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 8
jenis kecerdasan, yaitu :
1. Aktivitas pengajaran yang disesuaikan dengan ragam kecerdasan yang dimiliki oleh siswa sedikit
banyak telah memunculkan semangat belajar dan rasa percaya diri pada setiap siswa. Siswa digali
kreativitasnya agar mereka dapat mempelajari pelajaran sesuai dengan talenta yang ada pada
mereka, misalnya melalui lagu, pantun, puisi, drama dan lain-lain.
2. Melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika misalnya telah
menggugurkan anggapan bahwa pelajaran fisika (misal) itu sulit dan tidak menyenangkan. Karena
melalui teori ini guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempelajari fisika sesuai
dengan ragam kecerdasan yang dimilikinya.
3. Siswa belajar untuk lebih menggali potensi yang ada pada dirinya dan dapat lebih menghargai
talenta yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya.siswa juga belajar untuk menghargai kelebihan
dan kekurangan masing-masing, misalnya siswa yang biasanya dianggap bodoh karena selalu
mendapat nilai buruk dalam pelajaran ternyata mampu membuat puisi dan menggubah syair lagu
dengan konsep-konsep yang ada pada pelajaran tersebut dengan sangat indah.meningkatkan
aktivitas dan kreatifitas siswa dalam bentuk interaksi baik antara siswa dengan guru maupun antara
siswa dengan siswa lainnya.
· Kelemahan/kendala
1. Sedikitnya waktu pembelajaran yang tersedia sedangkan materi yang harus diajarkan sangat
banyak. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikatakan bahwa guru memiliki kewenangan
untuk memilih materimateri esensial yang akan diajarkan kepada siswanya, sedangkan kenyataannya
adalah masih adanya tes bagi siswa (ujian nasional dan ujian sekolah contohnya), dengan soal-soal
yang notabene bukan berasal dari guru yang bersangkutan. Sedang pemahaman tentang materi
mana yang dianggap esensial dan materi mana yang kurang esensial bagi setiap guru bisa saja
berbeda-beda. Akhirnya, mau tidak mau guru harus mengajarkan semua materi yang ada dalam
buku paket.
2. Penerapan teori Multiple Intelligence dalam ruang kelas juga memungkinkan terjadinya diskusi
hangat dalam kelas. Adakalanya siswa berteriak atau bertepuk tangan untuk mengungkapkan
kegembiraannya ketika mereka mampu memecahkan suatu masalah. Hal ini juga dapat menggangu
konsentrasi guru dan siswa yang berada di kelas lain.
3. Adanya keengganan dari para guru untuk mengubah paradigma lama dalam pendidikan.
Kebanyakan guru sudah merasa nyaman dengan metode ceramah sehingga mereka enggan untuk
mencoba hal-hal yang baru karena dianggap merepotkan.
D. GAYA BELAJAR
Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan
mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu
dalam memproses informasi (perceptual modality).
Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-
bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham Gaya belajar seperti ini
mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya.
1. Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar
3. Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya
baru kemudian dia sendiri yang bertindak
4. Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif
dalam kegiatan diskusi.
7. Dapat duduk tenang ditengah situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu
Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami
dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran
sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Karakter pertama orang yang memiliki
gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki
kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan
menulis ataupun membaca.
1. Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan
dalam kelompok/ kelas
2. Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televise/ radio
4. Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat
mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya
7. Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru,
adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll.
Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh
sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa
karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama
adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya.
Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa
harus membaca penjelasannya.
3. Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru
menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Perbedaan individu merupakan suatu hakikat manusia, karena tidak ada satu pun manusia
di dunia ini yang sama. Walau mirip, namun keduanya tetap tidak sama. Untuk mendalami ini ialah
tugas dari psikologi perkembangan. Dan para psikolog telah menemukan bahwa perkembangan
individu sangat dipengaruhi oleh hereditas (faktor internal) dan lingkungan (eksternal).
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Posting Komentar
Arsip Blog
► 2015 (1)
▼ 2016 (19)
► Februari (1)
► Mei (3)
► Juli (1)
▼ Agustus (13)
► Agu 05 (1)
▼ Agu 10 (12)
► Oktober (1)
► 2017 (6)