Anda di halaman 1dari 31

IDENTIFIKASI MIS KONSEPSI SISWA MENGUNAKAN TES

DIAGNOSTIK THREE-TIER PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA


KELAS XI SMA NEGERI 3 POSO DI KABPATEN POSO

TRI ULANDARI

(A25117034)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2019
PENGESAHAN

IDENTIFIKASI MIS KONSEPSI SISWA MENGUNAKAN TES


DIAGNOSTIK THREE-TIER PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA
KELAS XI SMA NEGERI 3 POSO DI KABPATEN POSO

Oleh
Tri Ulandari
A 251 17 034

Telah diperiksa dan disetujui oleh

Pembimbing

(Dra. Minarni R. Jura, M. Si)


NIP. 196211171990032001

Mengetahui
Koordinator Program Studi
Pendidikan kimia

(Dr. Tri Santoso, M. Si)


NIP. 196406191992031002
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran merupakan serangkaian aktivitas yang sengaja dibuat agar
dapat memudahkan terjadinya proses belajar. Guru perlu mengetahui efektifitas
dan efisiensi dari semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran setelah
pembelajaran dilakukan. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui hal tersebut
tentunya harus melakukan proses evaluasi pembelajaran. Hasil evaluasi tersebut
dapat menjadi petunjuk bagi guru agar lebih memfokuskan perhatian kepada
peserta didik yang belum menguasai bahan pelajaran serta untuk mengetahui
kesulitan belajar peserta didik (Mubarak et al., 2016).
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit bagi
sebagian besar siswa, hal ini dikarenakan karakteristik dari kimia itu sendiri.
Menurut Kean dan Middlecamp (1994) kesulitan mempelajari ilmu kimia ini
terkait dengan karakteristik kimia meliputi : (1) sebagian besar ilmu kimia bersifat
abstrak; (2) ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya; (3)
materi dalam ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat; (4) ilmu kimia
tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal yang terdiri atas angka-angka namun
juga harus juga mempelajari fakta-fakta kimia, aturan-aturan kimia, serta
pengistilahan kimia; (5) bahan/materi yang dipelajari dalam ilmu kimia sangat
banyak. Kelima penyebab kesulitan yang sering dialami dalam mempelajari kimia
tersebut berkaitan dengan sumber kesulitan dalam mempelajari ilmu kimia.
Salah satu kesulitan belajar peserta didik khususnya pada materi kimia
adalah ketika peserta didik mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi adalah
pemahaman konsep yang terdapat dalam pikiran peserta didik dan bertentangan
dengan konsep ilmiah, hal ini dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik
(Hammer, 1996). Perlunya kepekaan guru terhadap miskonsepsi yang terjadi
pada peserta didik bertujuan agar dapat merancang proses pembelajaran yang
efektif untuk mengatasi miskonsepsi tersebut, dengan demikian miskonsepsi harus
diidentifikasi sehingga tindakan dapat diambil untuk membantu peserta didik
menggantinya dengan konsep yang lebih ilmiah (Mubarak et al, 2016).
Salah satu materi yang berkaitan dengan materi asam basa dan sering
mengalami miskonsepsi adalah larutan penyangga (buffer). Banyaknya konsep
pada materi larutan penyangga sering menimbulkan miskonsepsi pada siswa
(Mentari, Suardana, & Subagia, 2014). Siswa berpengetahuan bahwa garam
belum bisa terbentuk ketika mol HCl dan mol NaOH tidak seimbang. Garam baru
terbentuk ketika mol HCl dan mol NaOH seimbang yaitu pada titik ekivalen.
Siswa berpemahaman bahwa HCl dan NaOH tidak dapat bereaksi bila jumlah
molnya belum seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami
konsep ikatan kimia, ionisasi dan kesetimbangan kimia. Hal ini sangat
berpengaruh pada materi selanjutnya yakni materi buffer dan hidrolisis
(Nurfainzani et al.,2018).
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi letak
miskonsepsi siswa adalah instrumen three-tier multiple choice. Teknik threetier
multiple choice merupakan gabungan dari teknik two-tier dan teknik Certainty of
Response Index (CRI). Three-tier multiple choice merupakan salah satu jenis tes
diagnostik yang digunakan untuk membedakan antara siswa yang kurang
pengetahuan (tidak paham konsep) dengan siswa yang mengalami miskonsepsi.
Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan dari instrumen ini karena pada
dasarnya dalam dunia pendidikan sangat penting untuk membedakan tingkat
pemahaman siswa sehingga dapat dipilih metode pengajaran yang tepat dalam
proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, tes diagnostik tiga tingkat (Three-
tier multiple choice) dianggap lebih akurat untuk mengidentifikasi miskonsepsi
siswa karena dilengkapi dengan pertanyaan keyakinan. (Wulandari et al, 2019)
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kategori miskonsepsi siswa pada materi larutan
penyangga?
2. Konsep apa saja dari materi larutan penyangga siswa mengalami
miskonsepsi?
3. Berapa persen tingkat miskonsepsi siswa pada setiap konsep materi
larutan penyangga?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kategori miskonsepsi siswa pada materi larutan
penyangga.
2. Mendeskripsikan konsep-konsep yang mengalami miskonsepsi pada
materi larutan penyangga.
3. Mengetahui persen miskonsepsi siswa pada setiap konsep materi
larutan penyangga.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara umum adalah :
1. Sebagai masukan bagi guru kimia untuk mengetahui kelemahan yang
dimiliki siswa.
2. Guru mampu membuat konsep belajar yang baik agar siswa mampu
lebih memahami materi larutan penyangga.
3. Bagi siswa bermanfaat untuk mengetahui kelemahan yang ia punya
sehingga siswa mampu memperbaiki diri dan menambah pengetahuan.
BAB II

PENELITIAN RELEVAN, KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA

PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Yang Relevan

Wulandari (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi

miskonsepsi siswa menggunakan three-tier multiple choice pada materi konsep

redoks kelas X MIPA SMA Batik 1 Surakarta” berdasarkan keseluruhan hasil

jawaban tes siswa, menunjukan bahwa ada beberapa siswa yang mengalami

miskonsepsi dengan presentasi sebesar 46,89 % dan berbeda-beda pada tiap butir

soal. Hasil pengkategorian pemahaman siswa pada tiap butir soal meliputi

perkembangan konsep reaksi reduksi dan oksidasi sebesar 30,08 %, penentuan

bilangan oksidasi ataom sebesar 29,54 %, penerapan dan persamaan reaksi redoks

sebesar 46,89 %, oksidator dan reduktor sebesar 33,33 %, serta reaksi

disproporsionasi (autoredoks) dan reaksi komproporsionasi sebesar 38,62 %.

Mubarak (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan tes

diagnostik three tier multiple choice untuk mengidentifikasi miskonsepsi peserta

didik kelas XI” berdasarkan profil miskonsepsi peserta didk tertinggi yang di

peroleh pada penelitian ini yaitu berkaitan dengan pengertia hidrolisi garam

dengan temuan 42,07 % peserta didk terdiagnosik mengalami miskonsepsi dengan

temuan sembilan pola jawaban yang menunjukan miskonsepsi. Dimana profil

miskonsepsi peserta didik pada materi teori asam basa sebesar 16,78 %, pada
larutan penyangga sebesar 15,95 %, dan pada materi hidrolisis garam sebanyak

21,03 %.

Anaa (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi miskonsepsi

menggunakan tes diagnostik three tier pada hukum newton dan penerapannya”.

Berdasarkan hasil identifikasi dapat diketahui tiga kategori tingkat pemahaman

yaitu paham, miskonsepsi, dan tidak paham. Adapun besar presentase dari ke tiga

kategori tingkat pemahaman tersebut yang teridentifikasi di SMAN 6 Tangerang

Selatan yaitu 46,53 % paham konsep, 32,50 % miskonsepsi dan 20,97 % tidak

paham konsep. Identifikasi banyaknya siswa yang meyakini jawaban yang salah

dapat diartikan siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi pada hukum

Newton dan penerapannya.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Miskonsepsi

Ketika siswa memasuki kelas dengan banyak pemikiran informal atau

konsep intuisi yang bertentangan dengan konsep ilmiah yang dikatakan oleh para

ahli. Siswa mempertahankan konsep yang mereka miliki bahkan setelah

mempelajari konsep formal di kelas. Permasalahan antara konsep informal siswa

dan konsep yang diajarkan menyebabkan siswa mengubah atau melupakan konsep

yang telah ditetapkan. Karena konsep intuisi siswa menyimpang dari konsep

ilmiah, konsep intuisi inilah yang disebut miskonsepsi (Endah lestari, 2015).
Miskonsepsi merupakan sesuatu yang tidak akurat terhadap sebuah

konsep, penggunaan konsep yang salah, gabungan contoh-contoh yang salah,

kekacauan terhadap konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep

yang tidak benar. Seringnya terjadi miskonsepsi pada pembelajaran kimia

disebabkan oleh konsep kimia yang abstrak dan juga membutuhkan penalaran

abstrak. Hal lainnya karena konsep kimia umumnya mengharuskan siswa harus

dapat menggunakan representasi dalam tiga tingkat yang berbeda yaitu

makroskopik, mikroskopik dan simbolik (Friesta dan Bambang, 2016).

Pemahaman yang sulit bagi sebagian besar siswa dalam memahami

konsep-konsep pada pelajaran kimia terkadang membuat penafsiran sendiri

terhadap konsep yang dipelajari sebagai suatu upaya untuk mengatasi

kesulitan belajarnya. Akan tetapi, hasil tafsiran siswa terhadap konsep

terkadang tidak selaras dengan konsep ilmiah yang disampaikan oleh para ahli

(Aprinita, 2018).

Konsep-konsep dalam kimia juga saling berkaitan. Pemahaman salah satu

konsep berpengaruh terhadap konsep yang lain. Proses pembelajarannya

menjadi rumit karena setiap konsep harus dikuasai dengan benar sebelum

mempelajari konsep lainnya. Siswa seringkali mengalami kesulitan, bahkan

kegagalan untuk menyatukan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah

dibangun sebelumnya. Jika pengetahuan siswa tidak cukup untuk memproses

informasi baru, mereka akan menjadi bingung, alasan tidak akurat, dan akhirnya

membentuk miskonsepsi. Hal inilah yang kemudian menjadikan timbulnya


berbagai pemahaman konsep yang berbeda dari setiap siswa, dan memungkinkan

terjadinya miskonsepsi (Aprinita, 2018).

2.2.2 Sebab-sebab Terjadinya Miskonsepsi

Miskonsepsi dapat berasal dari beberapa sumber misalnya dari guru yang

menyampaikan suatu konsep yang kurang tepat dan dari siswa sendiri, serta dapat

juga dari metode mengajar yang kurang tepat. Menurut Winny dan Taufik dalam

Asbar (2017), sebab-sebab terjadinya miskonsepsi bisa didapatkan dari kondisi

siswa, guru, metode mengajar, buku dan konteks. Beberapa penyebab dari adanya

miskonsepsi adalah sebagai berikut:

a. Kondisi Siswa

Miskonsepsi yang berasal dari siswa sendiri dapat terjadi karena asosiasi

siswa terhadap istilah sehari-hari sehingga menyebabkan miskonsepsi.

b. Guru

Jika guru tidak memahami suatu konsep dengan baik yang akan diberikan

kepada muridnya, ketidakmampuan dan ketidak berhasilan guru dalam

menampilkan aspek-aspek esensi dari konsep yang bersangkutan, serta

ketidakmampuan menunjukkan hubungan konsep satu dengan konsep lainnya

pada situasi dan kondisi yang tepat pun dapat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya miskonsepsi pada siswa.

c. Metode mengajar
Penggunaan metode belajar yang kurang tepat, pengungkapan aplikasi yang

salah serta penggunaan alat peraga yang tidak secara tepat mewakili konsep yang

digambarkan dapat pula menyebabkan miskonsepsi pada pikiran siswa.

d. Buku

Penggunaan bahasa yang terlalu sulit dan kompleks terkadang membuat anak

tidak dapat mencerna dengan baik apa yang tertulis di dalam buku, akibatnya

siswa menyalahartikan maksud dari isi buku tersebut.

e. Konteks

Dalam hal ini penyebab khusus dari miskonsepsi yaitu penggunaan bahasa

dalam kehidupan sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama.

2.2.3 Cara Mengetahui Pengetahuan Awal dan Miskonsepsi Siswa

Berikut ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui

alternatif konsep/miskonsepsi siswa (Asbar, 2017).

1. Peta Konsep

Konsepsi siswa juga dapat diperkirakan dengan peta konsep yang bentuknya

akan berbeda dengan tingkat pemahaman masing-masing siswa terhadap suatu

konsep. Oleh sebab itu penelusuran pengetahuan awal (prior knowledge) siswa

dapat dilakukan dengan adanya peta konsep. Peta konsep yang membuktikan

hubungan berarti antar konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang

disusun secara hierarkis, dengan jelas dapat mengungkapkan miskonsepsi, siswa

yang digambarkan dalam peta konsep.


2. Certainty Response Index

Metode ini dapat menjelaskan keyakinan responden terhadap kebenaran

alternatif jawaban yang direspon. Dengan metode CRI (Certainty of Response

Index) responden diminta untuk merespon setiap pilihan pada masing-masing

item tes pada tempat yang telah disediakan, sehingga dapat diketahui perbedaan

antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham konsep.

3. Multiple Choice Test dengan Reasoning Terbuka

Pada tes ini siswa diharuskan menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai

jawaban tersebut. Kemudian jawaban yang salah dalam pilihan ganda ini akan

dijadikan bahan tes selanjutnya. Merujuk dari hasil jawaban yang tidak benar

dalam pilihan ganda tersebut. Peneliti kemudian mewawancarai siswa untuk

meneliti bagaimana cara siswa berpikir dan mengapa mereka memilikipola pikir

seperti itu.

4. Three Tier Test

Dalam rangka memahami konsepsi/ miskonsespsi siswa, beberapa tipe

instrumen yang berbeda digunakan untuk mengidenditifikasinya, seperti

wawancara, pertanyaan terbuka, peta konsep, dan pertanyaan pilihan ganda yang

kesemuanya memiliki keunggulan dan kelemahan dalam praktik penggunaannya.

Table 2.1 Kemungkinan Respon Three Tier Test

Tingkat Tingkat Tingkat Kategori


Pertama Kedua Ketiga

Benar Benar Yakin Paham Konsep


Benar Salah Yakin Miskonsepsi (false positive)

Salah Benar Yakin Miskonsepsi (false positive)

Salah Salah Yakin Miskonsepsi

Benar Benar Tidak Yakin Tebakan Beruntung, Kurangnya


Kepercayaan Diri

Benar Salah Tidak Yakin Kurangnya Pemahaman Konsep

Salah Benar Tidak Yakin Kurangnya Pemahaman Konsep

Salah Salah Tidak Yakin Kurangnya Pemahaman Konsep

2.3 Tinjauan Materi Pembelajaran

2.3.1 Jenis Larutan Penyangga Dan pH-nya

Berdasarkan campuran penyusunnya, larutan penyangga dibedakan

menjadi dua macam, yaitu larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa.

pH larutan penyangga dapat ditentukan berdasarkanreaksi kesetimbangannya.

1. Larutan penyangga asam

Larutan penyangga asam dibuat dengan cara mencampurkan asam

lemah dengan garamnya. Jika kedalam larutan ini di tambahkan sedikit

asam kuat, asam kuat akan bereaksi dengan garam membentuk garam

(yang bersifat netral) dan asam lemah. Jika kedalam larutan ditambah

sedikit basa kuat, basa kuat akan bereaksi dengan asam lemah membentuk

garam dan air.


Contoh :

Larutan penyangga asam terbentukdari asam lemah dan garamnya. Conto

asam lemah berupa asam asetat (CH3COOH) dengan garamnya berupa

natrium asetat (CH3COONa). Ketika larutan penyangga yang tersusun dari

CH3COONa tersebut ditambah sedikit asam kuat, seperti HCl maka HCl

akan bereaksi dengan garam membentuk garam yang bersifat netral berupa

NaCl dan asam lemah berupa CH 3COOH. Persamaan reaksinya sebagai

berikut.

CH3COONa + HCl → CH3COOH + NaCl

Jika kedalam larutan penyangga yang tersusun dari CH 3COOH dan

CH3COONa tersebut ditambah sedikit basa kuat, seperti NaOH maka

NaOH akan bereaksi dengan asam lemah (CH3COOH) membentuk garam

(CH3COONa) dan air (H2O). Persamaan reaksinya sebagai berikut.

CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O

pH larutan penyangga asam dapat ditentukan dengan perhitungan

berdasarkan reaksi kesetimbangannya.

HA ⟷ H+ + H-
asam lemah basa konjugasi

K a =¿ ¿

¿ atau ¿

−log ¿ ¿ atau −log ¿ ¿


[ As]
pH= pK a−log
[G]

Keterangan :

[HA] = [As-] = konsentrasi asam

[A-] = konsentrasi basa konjugasi

[G] = konsentrasi garam

Jika basa konjugasi atau anion garam berjumlah n, konsentarsi basa

konjugasi menjadi n kali konsentarsi garam [G]. Dengan demikian, ¿

Misal garam (CH3COO)2Ca dan (HCOO)2Ba.

2. Larutan penyangga basa

Larutan penyangga basa dibuat dengan cara mencampurkan basa

lemah dengan garamnya. Ketika larutan tersebut ditambah sedikit asam

kuat, asam kuat akan bereaksi dengan basa lemah membentuk garam dan

air. Namun, jika larutan tersebut ditambah sedikit basa kuat, basa kuat

akan bereaksi dengan garam menghasilkan garam dan basa lemah.

Contoh:

Ketika larutan penyangga yang tersusun dari NH4OH dan NH4Cl tersebut

ditambah sedikit asam kuat, seperti HCl maka HCl akan bereaksi dengan

basa lemah (NH4OH) membentuk garam (NH4Cl) dan air (H2O).

Persamaan reaksinya sebagai berikut.

NH4Cl + HCl → NH4Cl + H2O


Jika larutan penyangga yang tersusun dari NH4OH dan NH4Cl tersebut

ditambah sedikit basa kuat, misal NaOH maka NaOH akan bereaksi

dengan garam (NH4Cl) menghasilkan garam (NaCl) dan basa lemah

(NH4OH). Persamaan reaksinya sebagai berikut.

NH4Cl + NaOH → NH4OH + NaCl

pH larutan penyangga basa dapat ditentukan melalui reaksi

kesetimbangannya.

MOH ⟷ M+ + OH-
basa lemah asam konjugasi

K b =¿ ¿

¿ atau ¿

−log ¿ ¿ atau −log ¿ ¿

[Bs ]
pOH =pK b−log pOH =14−pOH
[G]

Keterangan:

[MOH] = [Bs] = konsenstrasi basa lemah

[M+] = [G] = konsenstrasi basa konjugasi

Jika asam konjugasi atau kation garam berjumlah n, konsentrasi asam

konjugasi menjadi n kali konsentrasi garam [G].

Dengan demikian,

Misal garam (NH4)2SO4.


Berdasarkan rumus-rumus di depan dapat ditentukan pH larutan

penyangga dan perubahan pH saat penambahan sedikit asam atau sedikit

basa ataupun ketika larutan diencerkan.

2.3.2 Sifat Larutan Penyangga

Larutan penyangga atau buffer dapat diperoleh dari suatu reaksi antara

asam lemah dan basa kuat (tersisa asam lemah) serta asam kuat dengan basa

lemah (tersisa asam lemah) serta asam kuat dengan basa lemah (tersisa basa

kemah).

Larutan penyangga memiliki karakteristik atau sifat-sifat khusus. Sifat-

sifat larutan penyangga sebagai berikut.

1) Pada suhu tetap Ka dan Kb selalu tetap, sehingga pH hanya tergantung dari

perbandingan [As] : [G] atau [Bs] : [G].

2) Campuran bersifat buffer jika pH berkisaran antara :

pKa – 1 < pH < pKa + 1

pKb – 1 < pOH < pKb + 1

3) Larutan buffer mempunyai kemampuan menyangga paling baik jika pH =

pKa atau pOH = pKb.

4) Penambahan sedikit asam kuat / basa kuat hanya sedikit mengubah pH

sehingga perubahan pH dapat diabaikan.

2.3.3 Fungsi Larutan Penyangga

Larutan penyangga mempunyai kemapuan mempertahankan pH. Oleh

karena itu, larutan penyangga berperan penting dalam tubuh makhluk hidup dan

industri.
1) Larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup

Dalam plasma darah manusia dan hewan-hewan vertebrata terdapat

larutan penyangga yang terdiri atas asam karbonat (H2CO3) dan ion
−¿ ¿ −¿ ¿
karbonat ( HCO3 ). Perbandingan konsenstrasi [H2CO3] : [ HCO3 ] untuk

mempertahankan pH darah adalah 1 : 10. Perbandingan konsenstrasi asam

karbonat-bikarbonat dalam darah selalu konstan, hal ini disebabkan karena

terjadinya kesetimbangan antara laju produksi CO2 oleh reaksi oksidasi

dalam sel dan laju hilangnya CO2 oleh pernapasan. Campuran asam

karbonat dan ion bikarbonat menjaga pH darah tetap normal yaitu 7,4. Jika

proses metabolisme dalam tubuh menghasilkan zat-zat yang bersifat asam,

seperti asam laktat dan asam fosfat, ion-ion bikarbonat akan mengalami

reaksi berikut.
+ ¿↔ H 2 CO3 ¿
H
HCO−¿+
3
¿

2) Larutan penyangga dalam bidang industri

Pada industri makanan, larutan penyangga digunakan untuk

mengawetkan makanan karena dapat menghambat kerja bakteri sehingga

makanan tidak cepat busuk. Larutan penyangga yang ditambahkan dalam

makanan instan seperti saus, kecap, dan minuman ringan berupa camporan

dari asam benzoat atau asam sitrat dan natrium sitrat.

2.4 Kerangka Pemikiran

Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan untuk

memudahkan terjadinya proses belajar. Setelah pembelajaran dilakukan, guru

perlu mengetahui efektivitas dan efisiensi dari semua komponen yang ada dalam
proses pembelajaran melalui evaluasi pembelajaran yang dilakukan melalui tes

tertulis. Akan tetapi, selama ini tes yang dilaksanakan oleh sebagian besar guru

hanya terpaku pada hasil belajar siswa, tanpa mencari tahu kesulitan belajar yang

dialami siswa itu sendiri. Sehingga perbaikan yang dilakukan pun tidak sesuai

dengan apa yang diharapkan. Jika hal tersebut berlanjut akan menimbulkan

kesalahan pemahaman pada diri siswa.

Kesalahpemahaman konsep oleh siswa akan mempengaruhi efektivitas

proses belajar khususnya siswa yang bersangkutan. Jika siswa secara terus-

menerus memiliki konsep-konsep yang tidak tepat, maka akan menimbulkan

masalah belajar di kemudian hari. Salah satu masalah yang akan timbul adalah

terjadinya miskonsepsi pada diri siswa.

Miskonsepsi merupakan kesalahan pemahaman suatu peristiwa atau

konsep tertentu yang dialami seseorang akibat dari konsep yang sudah

dibangunnya tidak sesuai dengan pengertian ilmiah para ahli dalam bidang itu.

Miskonsepsi dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti kesalahan dari siswa

sendiri, kesalahan dari guru ketika menjelaskan pelajaran, kesalahan dari buku

teks yang digunakan, kesalahan konteks, dan kesalahan dari metode mengajar

yang digunakan oleh guru saat pembelajaran.

Miskonsepsi akan mempengaruhi tingkat pemahaman siswa dalam

menyelesaikan persoalan yang relevan, oleh karena itu miskonsepsi harus segera

diatasi. Untuk mengatasi persoalan tersebut terlebih dahulu perlu diidentifikasi

letak miskonsepsi yang terjadi agar penanganan yang dilakukan tepat sasaran.

Dengan demikian, diperlukan alat yang dapat mengidentifikasi letak miskonsepsi


siswa. Alat diagnostik yang dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa berupa

dilakukannya tes diagnostik.

Tes diagnostik merupakan tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara

tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para siswa dalam suatu mata pelajaran

tertentu. Dengan diketahuinya letak kesalahan pemahaman konsep pada siswa,

guru dapat segera mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Melalui

tes diagnostik ini dapat diketahui tentang konsep-konsep yang telah dipahami dan

yang belum dipahami oleh siswa.

Tes diagnostik yang dapat digunakan salah satunya adalah tes diagnostik

pilihan ganda tiga tingkat. Tes ini memiliki keunggulan di bandingkan yang lain,

karena dalam tes ini selain siswa mengerjakan butir tes yang mengungkapkan

konsep tertentu siswa juga harus mengungkapkan alasan kenapa memilih jawaban

tersebut. Sehingga tes akan mudah dilaksanakan dan mudah pula bagi guru dalam

memberikan penilaian. Dengan demikian dengan adanya tes diagnostik pilihan

ganda tiga tingkat ini diharapkan dapat mengidentifikasi miskonsepsi-miskonsepsi

yang dialami siswa khususnya pada konsep larutan penyangga.


Secara singkat pemikiran disajikan pada gambar 2.2

Prakonsepsi
(Konsep awal siswa)

Proses belajar mengajar dikelas

sesuai dengan
Miskonsepsi
konsep ilmiah

Pemberian tes
Diagnostic three-tier

Faktor :

1. Siswa
Analisis data 2. Guru
3. Buku teks
4. Konteks
5. Cara mengajar
Penarikan
Kesimpulan

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan dalam penelitian dilaksanakan menggunakan metode

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang mendeskripsikan atau

menggambarkan fenomena-fenomena yang ada. Pada penelitian ini peneliti

mengumpulkan data sesuai dengan kondisi yang terjadi dalam proses

pembelajaran (Asbar, 2017).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengukuran berupa tes

diagnostic Three-tier. Tes ini adalah tes tiga tingkat yang dilakukan untuk

mengukur tingkat miskonsepsi pada materi larutan penyangga.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Poso, yang beralamat di jalan

Pulau Seram, kelurahan Gebangrejo, kecamatan Poso Kota, kabupaten Poso, dan

dilaksanakan pada bulan Semester Genap Tahun Ajaran 2020/2021.

3.3 Subjek Penelitian

Menurut Arikunto dalam Aprinita (2018) bahwa subjek penelitian adalah

subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Adapun subjek dalam penelitian ini

adalah siswa kelas XI IPA yang telah mempelajari materi larutan penyangga di

SMAN 3 Poso.
3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi subjek yang mempunyai

karakteristik tertentu untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIPA SMA

Negeri 3 Poso dengan jumlah siswa 105 orang. Dimana laki-laki berjumlah 36

orang dan perempuan berjumlah 69 orang. Dan terdiri dari 3 kelas yang terdaftar

pada tahun ajaran 2020/2021.

3.4.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang menjadi

bagian dari populasi tersebut (Sugiyono, 2018). Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 30 siswa kelas XI IPA yang tersebar di 3 kelas di SMA

Negeri 3 Poso.

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik

simple random sampling. Pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara

acak tanpa melihat strata yang terdapat dala populasi. Cara ini dilakukan karena

anggota populasi dianggap homogen (Sugiono, 2015).

3.5 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa jenis

penelitian deskriptif, Sedangkan untuk sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penilaian melalui hasil tes diagnostik (three tier test).

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data melalui kegiatan tes, angket, wawancara,

dokumentasi.

3.6.1 Tes

Tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat dilakukan terhadap subjek

penelitian, yaitu siswa kelas XI SMAN 3 Poso. Tes yang dilakukan merupakan

salah satu kegiatan uji produk untuk mengungkap miskonsepsi yang dialami siswa

pada materi Larutan penyangga.

3.6.2 Angket

Ada dua jenis angket yang digunakan yaitu angket penilaian dan angket

respons. Kedua angket tersebut diberikan kepada siswa. Angket penilaian

diberikan setelah uji coba skala kecil dengan tujuan untuk mengetahui penilaian

siswa terhadap soal tes diagnostik yang dikembangkan. Angket respons diberikan

setelah uji coba skala luas dengan tujuan untuk mengetahui tanggapan siswa

tentang soal tes yang dikembangkan.

3.6.3 Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan kepada guru mata pelajaran kimia kelas XI

untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada materi Larutan Penyangga dan
pendapat guru mengenai tes diagnostik yang telah dikembangkan. Wawancara

juga dilakukan kepada beberapa siswa yang terdeteksi mengalami miskonsepsi

untuk menyelidiki cara berpikir siswa serta sumber miskonsepsi yang dialami

siswa. Wawancara kepada siswa dilakukan setelah three-tier multiple choice

diagnostic test (tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat) selesai diterapkan pada

siswa kelas XI SMAN 3 Poso.

3.6.4 Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan penulis untuk memperoleh data-data yang menjadi

dasar penelitian. Dokumentasi pada penelitian ini adalah mengumpulkan daftar

nama siswa yang dijadikan subjek uji coba skala kecil dan uji coba skala luas.

3.7 Instrumen Pengumpulan Data

3.7.1 Validitas Instrumen Lembar Validasi Ahli

Validitas adalah suatu derajat ketepatan instrumen. Validitas dapat

diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan instrumen

(Arikunto dalam Aprinita, 2018).

Validasi instrumen dilakukan oleh ahli evaluasi dengan memberikan

penilaian terhadap kelayakan instrumen tes serta memberikan saran terhadap

instrumen tes yang akan digunakan.

3.7.2 Validitas Instrumen Tes

1. Validitas Ahli
Validasi soal dilakukan oleh validator ahli dengan memberikan

penilaian terhadap butir soal pada lembar validasi. Uji validasi ini

menggunakan uji validitas konstruk. Validitas konstruk (construct

validity) dapat diartikan sebagai validitas yang dilihat dari segi

susunan, kerangka atau rekaannya (Anas dalam Aprinita, 2018).

Suatu tes dikatakan telah memiliki validitas susunan apabila butir-

butir soal yang membangun tes tersebut benar-benar telah dapat

mengukur aspek yang diinginkan. Validasi ini dilakukan oleh ahli

materi, ahli evaluasi dan ahli bahasa. Validasi dilakukan dengan cara

memberikan tanda check list (√) pada skor validitas yang disediakan.

Analisis ini mencakup materi, konstruk dan bahasa yang bertujuan

untuk memperoleh butir soal yang lebih baik dan bermutu. Analisis

menggunakan rumus persentase:

f
P= × 100 %
N

Keterangan :

P : Presentasi validasi

f : Jumlah skor rata-rata aspek penilaian

N : Jumlah skor maksimal aspek penilaian

Kriteria penilaian skor rata-rata dari presentase didasarkan pada tabel

3.1

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Validasi Ahli


Presentase Kriteria
81,25 % ˂ skor ≤ 100 % Sangat baik
62,50 % ˂ skor ≤ 81,25 % Baik
43,75 % ˂ skor ≤ 62,50 % Cukup baik
25,00 % ˂ skor ≤ 43,75 % Tidak baik
(Sumber: Arikunto dalam Aprinita, 2018)

2. Validitas Uji Coba

Validitas dilakukan dengan melakukan uji coba instrumen. Analisis

ini menggunakan validitas butir soal. Ketepatan mengukur yang

dimiliki oleh sebutir soal yang merupakan bagian tak terpisahkan dari

tes sebagai suatu totalitas dalam mengukur apa yang seharusnya

diukur melalui butir soal tersebut (Anas dalam Aprinita, 2018)

Butir soal mempunyai tingkat validitas yang tinggi apabila skor

pada butir soal mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran

ini dapat diartikan dengan korelasi sehingga digunakan teknik korelasi

product moment (Aprinita, 2018).

3.7.3 Reliabilitas Instrumen Tes

3.7.4 Uji Tingkat Kesukaran

Instrument ini berupa soal pilihan ganda yang disertai dengan pilihan

alasan serta dilengkapi dengan alasan yang telah dipilih sejumlah lima alasan dan

dimodifikasi menjadi tes diagnostik tiga tingkat (Three-tier) dengan tambahan

pilihan jawaban keyakinan siswa pada tingkat ketiga. Instrument ini dapat

digunakan sebagai tes untuk mengevaluasi miskonsepsi siswa pada materi larutan

penyangga
3.8 Teknik Analisis Data

Teknik dalam menganalisis data yang terkumpul peneliti perlu melakukan

beberapa langkah yaitu :

1. Menganalisis jawaban peserta didik dari hasil tes pilihan ganda, alasan dan

keyakinan siswa dalam memilih jawaban yang disesuaikan dengan kategori

tingkat pemahaman pada tes three-tier

2. Mengelompokkan jawaban siswa dalam kategori siswa yang paham konsep,

miskonsepsi dan tidak tahu konsep

3. Menghitung presentase miskonsepsi yang dialami siswa pada soal yang

diberikan

4. Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh berupa presentase miskonsepsi

yang dialami siswa pada materi Hidrokarbon.

Prosedur yang dilakukan sesuai dengan Tabel 3.1 untuk menentukan

presentase siswa yang mengalami miskonsepsi dan siswa tidak tahu konsep

(Sudijono, Halim Dalam Renaldi 2019)

Tabel 3.1 Kategori untuk Membedakan Siswa yang Paham Konsep, Miskonsepsi

dan Tidak Tahu Konsep

Tier 1
Tier 2 Tier 3 Kategori

Benar
Benar Yakin Paham (mengerti konsep)
Benar
Benar Tidak Yakin Tidak paham konsep

Benar
Salah Yakin Miskonsepsi

Benar
Salah Tidak Yakin Tidak paham konsep

Salah
Benar Yakin Miskonsepsi

Salah
Benar Tidak Yakin Tidak paham konsep

Salah
Salah Yakin Miskonsepsi

Salah
Salah Tidak Yakin Tidak paham konsep

Analisis yang dilakukan sesuai dengan tabel 3.1 untuk menentukan siswa

yang paham konsep, miskonsepsi dan tidak tahu konsep, dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

S
P= X 100 %
Js

Keterangan :

P = presentase jumlah siswa yang paham konsep, tidak tahu konsep dan

miskonsepsi ( false positive dan fakse negative)


S = banyaknya siswa yang paham konsep, tidak tahu konsep dan miskonsepsi

( false positive dan fakse negative)

Js = jumlah seluruh siswa peserta tes

DAFTAR PUSTAKA
Ardianti, Amelia R. (2016). Analisis tingkat pemahaman dan miskonsepsi fisika
pada materi gerak melingkar beraturan di SMK Muhammadiyah Kudus.
Skripsi. Semarang: FMIPA UNHES.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Asbar. (2017). Analisis miskonsepsi siswa pada persamaan linear satu variabel
dengan menggunakan three tier test. Skripsi. Makassar: FMIPA UNM.

Astutik, Widi. (2018). Pengembangan instrumen three-tier multple choice


diagnostic test untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa SMA materi
gerak melingkar beraturan. Skripsi. Semarang: UIN Walisongo.

Mubarak, Susilaningsih, & Cahyono. (2016). Pengembanagn tes diagnostik three-


tier mutiple choice untuk mengidentifikasi miskonsepsi peserta didik
kelas XI. Journal of Innovative Science Education, 5(2), 101-110.

Nurfainzani, Susilaningsih, & Jumaeri. 2018. Pengembangan tes diagnostik two-


tier multiple choice untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa kelas XI.
Chemistry in Education, 7(2), 27-33.

Sugiyono, (2018). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Shakihah Anaa, Mulhayayiah D, & Alatas F. Identifikasi miskonsepsi


menggunakan tes diagnostik three-tier pada hukum newton dan
penerapannya. Journal of Teaching and Learning Physics 1, 1 (2016):
24-33.

Renaldi. (2019). Identifikasi miskonsepsi siswa dengan menggunakan instrument


test diagnostic three-tier pada materi asam-basa SMAN 2 Sigi. Skripis.
Palu: Universitas Tadulako.

Wulandari, Mulyani, & Utami. 2019. Identifikasi miskonsepsi siswa


menggunakan threetier Multiple choice pada materi Konsep Redoks
Kelas X MIPA SMA Batik 1 Surakarta. Jurnal Pendidikan Kimia, 8(2),
207-216.

Anda mungkin juga menyukai