ASBAR
101104068
ASBAR
101104068
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini
adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Bila dikemudian hari ternyata
pernyataan saya terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang
telah ditetapkan oleh FMIPA Universitas Negeri Makassar.
Asbar
101104068
PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademi UNM Makassar, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Asbar
Nim : 101104068
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Matematika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk
memberikan kepada universitas negeri makassar hak bebas royalti nonekslusif
(non-exclusif royalty-free right) atas skripsi saya yang berjudul:
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti
nonekslusif ini, Universitas Negeri Makassar berhak menyimpan, mengalih-
media/format-kan, mengolah dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat
dan mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencamtumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan pemilik Hak Cipta, serta tidak dikomersialkan.
Dibuat Di : Makassar
Pada Tanggal : 24 Juli 2017
Menyetujui,
Pembimbing I Yang Membuat Pernyataan
MOTTO
Harta paling berharga adalah keluarga dan waktu paling berharga adalah
bersama keluarga
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta lindungan-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam tak
lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan anak
cucunya, para sahabat serta orang-orang yang tetap istiqomah di jalan Allah SWT.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan secara langsung
maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini
Almarhum Ambo Rappe dan Ibunda Nurlia yang tetap bersabar dan tetap menaruh
harapan pada penulis untuk menyelesaikan study, serta adik saya Musdar yang
Djam’an, S. Pd., M.Pd., Ph,D dan Bapak Drs. Muhammad Dinar, M.Pd atas
dorongan, saran yang berharga serta bimbingan yang diberikan, mulai dari
penyusunan proposal hingga penulisan akhir dari skripsi ini. Tak lupa, penulis
juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Awi, M.Si dan Bapak
Dr. Ahmad Talib, M.Si atas saran-saran yang diberikan selama penyusunan
skripsi ini.
Bulukumba dan guru-guru serta staff SMA Negeri 8 Bulukumba atas izin
yang diberikan.
3. Seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 8 Bulukumba yang telah ikut
4. Sahabatku Zaiful Nur, yang selalu mendengar keluh kesah penulis, dan selalu
kesalahan dan kekurangan yang sekiranya dapat dimaklumi. Semoga skripsi ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran
Penulis
DAFTAR ISI
A. Konsep ................................................................................................ 7
1. Definisi Konsep .............................................................................. 7
2. Perolehan Konsep........................................................................... 8
B. Pembelajaran Matematika .................................................................... 9
C. Pemahaman Konsep Matematika ......................................................... 11
D. Konsepsi dan Miskonsepsi ................................................................... 13
1. Konsepsi ........................................................................................ 13
2. Miskonsepsi .................................................................................. 14
3. Sebab-sebab Terjadinya Miskonsepsi ............................................ 15
E. Cara Mengetahui Pengetahuan Awal dan Miskonsepsi Siswa ............ 16
1. Peta Konsep ................................................................................... 16
2. Certainty Response Index ............................................................. 17
3. Multiple Choice Test dengan Reasoning Terbuka ......................... 17
4. Three-tier Test ................................................................................ 17
F. Tinjauan Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu
Variabel ................................................................................................ 20
G. Kerangka Berfikir................................................................................. 34
A. Kesimpulan .......................................................................................... 65
B. Saran ..................................................................................................... 65
LAMPIRAN .............................................................................................................. 70
A. Instrumen Penelitian............................................................................. 71
B. Surat Penelitian .................................................................................... 93
C. Hasil Penelitian .................................................................................... 96
D. Analisis Data ........................................................................................ 112
E. Dokumentasi ........................................................................................ 118
F. Administrasi Kampus ........................................................................... 120
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Gambar 4.2 Grafik Tingkat Pemahaman Siswa Pada Tiap Butir Soal ................ 44
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kegiatan pendidikan, salah satu tenaga pendidikan yaitu guru. Guru merupakan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
kata dasar “didik” yang mempunyai arti memelihara dan memberi latihan. Kedua
dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dengan ditetapkannya matematika sebagai
salah satu mata pelajaran pokok/wajib dalam setiap Ujian Akhir Nasional (UAN)
(Depdiknas, 2006). Serta dilihat dari jumlah jam mata pelajaran matematika yang
lebih banyak.
pelajaran yang penuh dengan konsep-konsep. Jika salah satu konsep tidak
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
matematika.
anak memasuki usia sekolah, dimana anak belajar konsep konkret (Gagne dalam
Siregar Nara, 2010), melalui pengalaman interaksi anak dengan dunia sekitarnya.
istilahkan dengan formasi konsep dan asimilasi konsep (Dahar, 2011). Hal ini
sejalan dengan para peneliti dalam bidang pendidikan yang sepakat bahwa siswa
memasuki kelas formal dengan membawa konsepsi awal, dimana konsepsi awal
tersebut berbeda dengan konsepsi ilmu pengetahuan yang disepakati secara umum
dibawa oleh siswa akan berdampak pada proses pembelajaran formal, sebab
guru dan sifatnya yang sulit untuk diubah (Pesman & Eryilmaz, 2010; Caleon
masuk ke dalam substruktur kognitif siswa, atau yang biasa dikenal dengan
miskonsepsi.
berdampak pada pemahaman siswa terkait konsep ilmu pengetahuan dan harus
diatasi agar siswa belajar konsepsi ilmu pengetahuan secara efektif. Maka dari itu,
pengukuran dan analisis terhadap miskonsepsi siswa menjadi hal yang sangat
penting
salah akan berkelanjutan dan terus menerus (Suparno, 2005). Keberhasilan setiap
pada jenjang berikutnya. Pemahaman yang baik untuk materi matematika dasar
akan menjadi dasar yang baik untuk mempelajari matematika yang lebih
pada diri siswa serta gambaran umumnya pada materi matematika dasar. Dan
salah satu materi matematika dasar dimana siswa mengalami miskonsepsi adalah
tes pilihan ganda dan wawancara (Cetin-Dindar & Geban, 2011). Tes pilihan
terhadap tes secara sadar atau kebetulan. Disisi lain, wawancara dapat
memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai alternatif konsep siswa dan
pemahaman mereka terkait konsep tertentu, namun butuh waktu yang lama untuk
untuk melihat alasan dibalik jawaban yang diberikan oleh responden pada content
tier, dan certainty respon index yang mengukur seberapa percaya diri responden
akan jawabannya di tingkat pertama dan kedua (Arslan, Cigdemoglu & Moseley,
2010). Jenis test ini dianggap mampu mendiagnosa konsepsi/ miskonsepsi siswa
dengan baik, sebab terdapat tingkat kedua dari tes yang menanyakan alasan untuk
jawaban responden di tingkat pertama. Dan juga tingkat ketiga yang menanyakan
seberapa percaya diri responden dengan jawabannya (Pesman & Eryilmaz, 2010;
Caleon & Submariam, 2010; Cetin-Dindar & Geban, 2011; Arslan, Cigdemoglu
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
tier test.
D. Manfaat Penelitian
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep
1. Definisi Konsep
atau sejumlah objek yang memiliki ciri yang sama (Gagne dalam Siregar
situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam
setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol. Sementara itu Berg (1991)
manusia berfikir.
penandaan atau simbolisasi dari suatu ciri khas tertentu dan terwakili
(Siregar & Nara, 2010) dapat disamakan dengan belajar konsep konkret
konsep adalah cara perolehan konsep selama dan sesudah konsep, dimana
pemikirannya yang sudah ada. Maka dari pengalaman baru itulah seorang
kemudian memodifikasi pola yang sudah ada atau pola yang lama
sehingga membentuk pola yang selaras dengan pola yang sudah ada
B. Pembelajaran Matematika
seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman
menurut Herman Hudojo (2005), belajar merupakan suatu proses aktif dalam
timbale balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
seutuhnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika didefinisikan
Hal ini sesuai dengan pernyataan R.E. Reys, et al (1998) yaitu “mathematics
1. Bilangan
2. Aljabar
siswa dengan guru dan juga sumber belajar untuk membantu siswa agar dapat
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
matematika, siswa tidak hanya menghafal fakta dan teori saja, namun
pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola
memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti/isi dari suatu materi
permukaan kubus. Hal ini karena sisi kubus berbentuk persegi sehingga
kubus.
apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa akan mudah
yang lebih bervariasi. Selain itu, apabila anak memahami suatu konsep maka
tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan
contoh/fakta yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari dan memberi
matematika.
1. Konsepsi
perbedaan dengan penafsiran orang lain pada konsep itu. Sebagai contoh,
penafsiran seseorang pada konsep indah atau cantik akan berbeda dengan
formal.
sebuah interpretasi dan tafsiran perorangan pada suatu konsep ilmu yang
formal.
2. Miskonsepsi
(pemahaman) yang berbeda dari pemahaman yang telah ada dan diterima
benar.
Dari beberapa definisi miskonsepsi diatas, dapat disimpulkan
yang tidak akurat atau tidak sejalan dengan pengertian yang diterima
secara umum.
yang menyampaikan suatu konsep yang keliru, dari siswa sendiri, serta
dapat juga dari metode mengajar yang kurang tepat. Menurut Winny dan
metode mengajar, buku dan konteks. Secara lebih jelas penyebab dari
a. Kondisi Siswa
miskonsepsi.
b. Guru
Jika guru tidak memahami suatu konsep dengan baik yang akan
satu dengan konsep lainnya pada situasi dan kondisi yang tepat pun
aplikasi yang salah serta penggunaan alat peraga yang tidak secara
d. Buku
membuat anak tidak dapat mencerna dengan baik apa yang tertulis di
tersebut.
e. Konteks
1. Peta Konsep
pilihan pada masing-masing item tes pada tempat yang telah disediakan,
Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda tersebut,
2005).
Two tier test merupakan salah satu jenis tes berbentuk pilihan
siswa (Pesman & Eryilmaz, 2010). Jenis test ini dipandang lebih efisien
dari test pilihan ganda, sebab terdiri dari dua tingkatan; content tier yang
tier untuk melihat alasan dibalik jawaban yang diberikan oleh responden
pada content tier (Pesman & Eryilmaz, 2010; Caleon & Submariam,
2010; Cetin-Dindar & Geban, 2011). Dengan adanya soal tingkat kedua,
2010). Meski begitu, jenis test ini dianggap tidak mampu membedakan
karena pemahaman yang benar dari respon yang benar karena menebak.
Response Index (CRI) kedalam tes diagnostik berbentuk two tier test. CRI
pada dasarnya merupakan tes dengan skala likert untuk mengukur derajat
peduli apakah jawaban yang diberikan pada soal tingkat pertama benar
atau salah. Disisi lain, jawaban yang salah dengan nilai CRI yang tinggi
Khusus untuk jawaban benar untuk tingkat satu dan dua yang
tinggi untuk tingkat kedua tes karena faktanya bahwa alternatif pilihan
materi yang diajarkan pada siswa kelas VII SMP. Berkaitan dengan
berikut:
1. Standar Kompetensi
variabel.
2. Kompetensi Inti
3. Kompetensi Dasar
variabel.
4. Indikator
matematika.
matematika.
a. Kalimat Terbuka
1. Pernyataan
Contoh:
Terbuka
Contoh:
3, 3}.
adalah {4}.
dengan Subtitusi
Contoh:
Penyelesaian:
benar.
a. x – 3 = 5
⇔16 – 6 = 10 (benar).
dengan tanda“⇔”.
sama;
sama.
Contoh:
Penyelesaian:
3x + 13 = 5 – x
⇔ 3x = –8 – x
⇔ 4x = –8
1 1 1
⇔ × 4𝑥 = 4 × (−8) (kedua ruas dikalikan 4)
4
⇔ 𝑥 = −2
adalah x = {–2}.
4. Penerapan Persamaan Linear Satu Variabel
Contoh:
tersebut.
Penyelesaian:
sehingga
K = 2(p + l) x–6
60 = 2(x + x – 6) x
K = 2(p + l)
⇔ 60 = 2(x + x – 6)
⇔ 60 = 2(2x – 6)
⇔ 60 = 4x – 12
⇔60 + 12 = 4x – 12 + 12
⇔72 = 4x
⇔18 = x
72 4𝑥
⇔ =
4 4
⇔18 = 𝑥
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 𝑝 × 𝑙
= 𝑥(𝑥 − 6)
= 18(18 − 6)
= 18 × 12 = 216
a. Pengertian Ketidaksamaan
ketidaksamaan.
hubung berikut.
“≤” untuk menyatakan tidak lebih dari atau kurang dari atau
sama dengan.
“≥” untuk menyatakan tidak kurang dari atau lebih dari atau
sama dengan.
a) 6x < 18
b) 3p – 2 > p
c) p+2≤5
d) 3x – 1 ≥ 2x + 4
atau ≥ .
berpangkat satu.
Pertidaksamaan linear satu variabel adalah pertidaksamaan
⇔ 10 – 3(1) > 2
⇔ 10 – 3(2) > 2
⇔ 10 – 3 (3) > 2
⇔ 10 – 3(4) > 2
dimana
2) ≥ menjadi ≤;
4) ≤ menjadi ≥
panjang 16x cm dan lebar 10x cm. Jika luasnya tidak kurang dari
Penyelesaian:
Diketahui panjang permukaan meja (p) = 16x, lebar (l) = 10x, dan
luas = L.
𝐿 =𝑝×𝑙
= 16𝑥 × 10𝑥
= 160𝑥 2
160𝑥 2 ≥ 4000
⇔ 𝑥 2 ≥ 25
⇔ 𝑥≥5
p = 16x cm = 16 × 5 cm = 80 cm
l = 10x cm = 10 ×5 cm = 50 cm.
cm.
G. Kerangka Berfikir
sebelum anak memasuki usia sekolah, dimana anak belajar konsep konkret
melalui dua proses yang Ausubel istilahkan dengan formasi konsep dan
asimilasi konsep (Dahar, 2011). Hal ini sejalan dengan para peneliti dalam
bidang pendidikan yang sepakat bahwa siswa memasuki kelas formal dengan
yang dibawa oleh siswa akan berdampak pada proses pembelajaran formal,
diajarkan oleh guru dan sifatnya yang sulit untuk diubah (Pesman &
pada kesalahan konsep yang masuk ke dalam substruktur kognitif siswa, atau
harus diatasi agar siswa belajar konsepsi ilmu pengetahuan secara efektif.
Maka dari itu, pengukuran dan analisis terhadap miskonsepsi siswa menjadi
hal yang sangat penting. Dan salah satu materi matematika dasar dimana
siswa mengalami miskonsepsi adalah persamaan dan pertidaksamaan linear
yang sering digunakan, seperti peta konsep (Suparno, 2005), CRI (Liliawati
& Ramalis, 2008), tes pilihan ganda dengan alasan terbuka (Suparno, 2005),
dan tes pilihan ganda dengan pertanyaan bertingkat (Pesman & Eryilmaz,
2010; Caleon & Subramaniam, 2010; Cetin-Dindar & Geban, 2011; Arslan,
Dalam penelitian metode tes diagnostic jenis three tier test digunakan
untuk mengukur miskonsepsi siswa. Jenis tes ini dipilih karena dianggap
terdapat tingkat kedua dari tes yang menanyakan alasan untuk jawaban
2010; Caleon & Submariam, 2010; Cetin-Dindar & Geban, 2011; Arslan,
berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
BAB III
METODE PENELITIAN
2016/2017.
B. Jenis Penelitian
penelitian ini peneliti mengumpulkan data mengenai suatu gejala yang terjadi
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 8
mengambil sampel pada penelitian ini ialah teknik sampling jenuh, yaitu
teknik sampling yang menggunakan semua anggota populasi sebagai sampel
(Sugiyono, 2010).
E. Instrumen Penelitian
jenis three-tier test, yang terdiri dari 10 butir soal persamaan dan
Instrumen ini dipilih sebab sebelumnya telah divalidasi oleh validator ahli,
dan juga telah memenuhi kriteria kevalidan sesuai yang diberikan oleh tim
F. Analisis Data
1. Pengelompokan Data
kedua dan ketiga. Sehingga dapat diketahui persentase siswa yang paham
dan data kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau simbol
(Arikunto, 2012).
2. Penafsiran Data
tier test pada tiap sub konsep yang memiliki persentase miskonsepsi pada
siswa.
BAB IV
A. HASIL PENELITIAN
Dari tes diagnostik yang telah diberikan pada 67 siswa kelas VII SMP
Soal nomor 1, pada tingkat pertama terdapat 33% dari 67 orang siswa
yang memberikan jawaban yang benar dan 67% memilih jawaban yang salah.
Sedangkan pada tingkatan kedua 15% siswa dapat memilih alasan yang tepat
terhadap jawaban sebelumnya dan 85% lainnya memilih alasan yang kurang
Soal nomor 2, pada tingkat pertama terdapat 28% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 72% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 40% siswa memilih alasan yang tepat dan 60% siswa
diberikan sebesar 72% dan 28% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 3, pada tingkat pertama terdapat 18% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 82% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 31% siswa memilih alasan yang tepat dan 69% siswa
memilih jawaban salah. Adapun tingkat keyakinan terhadap jawaban yang
diberikan sebesar 51% dan 49% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 4, pada tingkat pertama terdapat 25% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 75% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 19% siswa memilih alasan yang tepat dan 81% siswa
diberikan sebesar 54% dan 46% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 5, pada tingkat pertama terdapat 24% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 76% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 16% siswa memilih alasan yang tepat dan 84% siswa
diberikan sebesar 49% dan 51% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 6, pada tingkat pertama terdapat 42% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 58% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 37% siswa memilih alasan yang tepat dan 63% siswa
diberikan sebesar 63% dan 37% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 7, pada tingkat pertama terdapat 21% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 79% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 34% siswa memilih alasan yang tepat dan 66% siswa
diberikan sebesar 63% dan 37% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 8, pada tingkat pertama terdapat 21% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 79% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 24% siswa memilih alasan yang tepat dan 76% siswa
diberikan sebesar 33% dan 67% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 9, pada tingkat pertama terdapat 21% siswa yang memilih
jawaban yang benar dan 79% siswa memilih jawaban yang salah. Sedangkan
pada tingkatan kedua 37% siswa memilih alasan yang tepat dan 69% siswa
diberikan sebesar 69% dan 31% yang tidak yakin dengan jawabannya.
Soal nomor 10, pada tingkat pertama terdapat 16% siswa yang
memilih jawaban yang benar dan 84% siswa memilih jawaban yang salah.
Sedangkan pada tingkatan kedua 33% siswa memilih alasan yang tepat dan
jawaban yang diberikan sebesar 48% dan 52% yang tidak yakin dengan
jawabannya.
1. Tingkat Pemahaman Siswa
karena faktor keberuntungan atau benar namun tidak percaya diri, serta
30%
20%
10% 6%
3%
0%
Paham konsep
Miskonsepsi
Tebakan beruntung/ Kurangnya kepercayaan diri
Tidak paham konsep
percaya diri 3%, dan yang tidak paham konsep sebesar 42%.
butir soal.
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Butir soal
Paham konsep
Miskonsepsi
Tebakan beruntung/ Kurangnya kepercayaan diri
Tidak paham konsep
Gambar 4.2 Grafik Tingkat Pemahaman Siswa Pada Tiap Butir Soal
memiliki presentase yang paling tinggi disetiap butir soal. Siswa yang
pada butir soal nomor 9 dan 2 yaitu 69% dan 63%, dibandingkan butir
soal nomor 1 (49%), soal nomor 3 (45%), soal nomor (51%), soal
nomor 5 (48%), soal nomor 6 (28%), soal nomor 7 (52%), soal nomor
butir soal nomor 8 yaitu 64%, dibandingkan butir soal nomor 1 (43%),
soal nomor 2 (25%), soal nomor 3 (48%), soal nomor 4 (42%), soal
nomor 5 (51%), soal nomor 6 (40%), soal nomor 7 (31%), soal nomor
soal 6 yaitu (28%) dibandingkan butir soal nomor 1 (4%), soal nomor
2 (9%), soal nomor 3 (6%), soal nomor 4 (3%), soal nomor 5 (1%),
soal nomor 7 (10%), soal nomor 8 dan 9 (0%), serta nomor 10 (1%).
2. Miskonsepsi Siswa
pertama, salah ditingkat kedua, dan yakin atas jawaban yang diberikan.
siswa salah ditingkat pertama, benar ditingkat kedua, dan yakin atas
Miskonsepsi
Miskonsepsi (false positive)
Miskonsepsi (false negative)
Satu Variabel
B. PEMBAHASAN
karena faktor keberuntungan atau benar namun tidak percaya diri, serta tidak
mengajar.
Pada indikator ini terdiri dari dua butir soal yaitu butir soal nomor
bukan contoh persamaan linear satu variabel. Pada butir soal ini siswa
pesamaan linear satu variabel dengan persamaan linear dua variabel. Hal
dengan persamaan linear satu variabel yang berbentuk pecahan. Pada butir
jawaban siswa yang memilih D-B-A (9%), dan C-A-A, C-B-A, D-A-A, D-
persentase siswa yang paham konsep (3%), serta yang tidak paham konsep
pecahan. Hal ini juga disebabkan kurangnya contoh soal dan latihan yang
diberikan kepada siswa terkait dengan persamaan linear satu variabel
bentuk pecahan “kata salah seorang siswa saat mengerjakan tes yang
diberikan”.
Pada indikator ini terdiri dari dua butir soal yaitu nomor 5 dan 6.
1%, dan tingginya persentase siswa yang tidak paham konsep yaitu 51%.
menghasilkan nilai yang sama pada kedua ruas. Sehingga dari jawaban
satu variabel.
matematika.
Pada indikator ini terdiri dari dua butir soal yaitu nomor 7 dan 8.
Dibutir soal nomor 7 siswa diminta untuk mengubah persamaan linear satu
matematika, dan pada butir soal nomor 8 siswa diminta untuk mengubah
2016).
bahwa tidak adanya siswa yang memahami konsep tersebut. Hal ini juga
terlihat dari tingginya persentase siswa yang tidak paham konsep yaitu
64%.
l. Menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan
matematika.
Pada indikator ini terdiri dari dua butir soal yaitu nomor 9 dan 10.
linear satu variabel yang berkaitan dengan persegi panjang, dan pada butir
(12%) dan D-D-A (9%). Jawaban tersebut menjelaskan bahwa siswa salah
linear satu variabel terlihat dari persentse siswa yang paham konsep yaitu
tersebut. Karena dari jawaban siswa yang memilih (C) ditingkat kedua
terlihat dari tingginya persentse siswa yang tidak paham konsep yaitu 51%
dan rendahnya persentase siswa yang paham konsep yaitu 1%. Persentase
siswa terkait konsep tersebut (Hestenes dan Halloun dalam Firman, 2016).
miskonsepsi, dan 42% siswa yang tidak paham konsep, Persentase paham
konsep (6%) dan tidak paham konsep (42%) menunjukkan bahwa kurangnya
variabel. Hal ini sejalan dengan pendapat Ozkan (Kusaeri, 2012) yang
yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima
konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, hal ini terlihat dari
miskonsepsi yang dialami siswa pada butir soal nomor 3, siswa menganggap
materi prasyarat anak agar mampu menyelesaikan masalah verbal baik yang
Krismanto juga berpendapat bahwa materi bentuk aljabar yang diawali dengan
pengenalan variabel merupakan bagian yang sulit dan sangat perlu dipahami
kesulitan tersebut berakar dari cara pandang anak terhadap variabel berupa
dipandang sebagai huruf yang merepresentasikan objek atau benda. Selain itu,
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil Three-tier Test yang diberikan kepada siswa kelas VII
B. Saran
berikut:
Reys, R.E, et al. (1998). Helping Children Learn Mathematics (5𝑡ℎ ed). Needham
Heights,MA: A Viacom Company
S. Nasution. (2005). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara
Sidauruk, S. 2006. “Kesalahan Siswa SMA Memahami Konsep Persamaan
Reaksi Kimia”. Jurnal Penelitian Kependidikan (JPP), Vol. 4.
Siregar, E. &Nara, H. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, Erman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sukmadinata, N.S. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia & Rosda.
Sunismi dkk. 2012. Membangun Item Tes Diagnostik Untuk Mengungkap
Miskonsepsi Siswa Pada Materi Bentuk Aljabar. Jurnal Penelitian Al-
Buhuts Universitas Islam Malang
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Suparno, P. 2005.Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.
Jakarta: Grasindo.
Syah, Muhibbin. (1999). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Taufiq, M. 2012. “Remeiasi Miskonsepsi Mahasiswa Calon Guru Fisika pada
Konsep Gaya Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Circle)
5E”. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia JPII, 2.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1997). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Tim Penyusun. (2006). Pedoman Model Penilaian Kelas KTSP TK-SD-SMPSMA
SMK-MI-MTs-MA-MAK. Jakarta: BP. Cipta Jaya
Tiro, Muhammad Arif. 2010. Cara Belajar Efektif Matematika. Makassar: Andira
Publisher.