1.1 Definisi
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung, manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang
lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998
hal 33)
1.2 Etiologi
1) Keluhan Pokok
· Oliguri (urin < 20 mL/jam).
· Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
· Nyeri substernal seperti IMA.
2) Tanda Penting
· Tensi turun < 80-90 mmHg
· Takipneu dan dalam
· Takikardi
· Nadi cepat
· Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
· Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
· Sianosis
· Diaforesis (mandi keringat)
· Ekstremitas dingin
· Perubahan mental
3) Kriteria
1.4 Patofisiologi
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat
dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi,
penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab
1) Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
2) Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
3) Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasi dengan pemberian morfin.
4) Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
5) Bila mungkin pasang CVP.
6) Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa :
1.7 Komplikasi
1) Cardiopulmonary arrest
2) Disritmi
3) Gagal multisistem organ
4) Stroke
5) Tromboemboli
Agar hasil rekaman Elektrokardiogram atau EKG terjaga mutunya maka seorang
praktisi EKG harus mengerti betul tata cara memasang EKG yang benar dan sesuai
dengan fungsi alat. Artikel di bawah ini akan menjelaskan tata cara memasang EKG yang
benar sesuai standar ilmu elektronika kedokteran.
Kebijakan dalam memasang EKG
CTR = MD/ ID
Perhitungan CTR sudah diterima tidak hanya sebagai metode yang mudah
akan tetapi nilainya dapat digunakan sebagai parameter klinis. Pada orang dewasa,
nilai CTR yang lebih besar dari 0.5 (50%) mengindikasikan pembesaran jantung,
meskipun masih ada variable lain seperti bentuk dari rongga dada yang harus
diperhitungkan. Sedangkan pada bayi yang baru lahir, nilai CTR 66% adalah nilai
batas normal. Gambar 1 menunjukkan citra X-ray dari rongga dada, dan dua garis
yang menunjukkan nilai kedua diameter untuk perhitungan CTR.
Perhitungan CTR ini sangat berguna untuk mendeteksi penyakit jantung
terutama yang ditandai dengan adanya pembesaran ukuran jantung
(cardiomegally). Kemungkinan penyebab CTR lebih dari 50% diantaranya:
Kegagalan jantung (cardiac failure)
pericardial effusion
left or right ventricular hypertrophy
2.1 Pengkajian
2.1.6.1 B1 (Breathing)
Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan
atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau
medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus –
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah
muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan
crakles dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat,
warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.
2.1.6.2 B2 (Bleeding)
Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah
TD, diabetes mellitus
Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak
teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an
kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit
Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada punggung tangan dan
kaki kolaps.
2.1.6.3 B3 (Brain)
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio substernal,
prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah, Tidak tentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher, dengan kualitas
chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala biasanya 10 pada skala 1- 10,
mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang mengeliat,
menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
2.1.6.4 B4 (Bladder)
Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
Tanda : oliguri
2.1.6.5 B5 (Bowel)
Pola makan klien sebelumnya ada peningkatan garam dan lemak, palpasi
abdomen adanya nyeri tekan pada empat kwadran.
2.1.6.6 B6 (Bone)
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit
kelembaban, kelemahan umum
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan
sesak nafas, gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas
efektif
Kriteria hasil :
· Klien tidak sesak nafas
· Frekwensi pernafasan normal
· Tidak ada batuk-batuk
Intervensi :
Intervensi :
1. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan
nadi perifer.
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2. Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan resiko tromboflebis.
3. Kalaborasi
Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan
elektrolit
Intervensi :
1. Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non
verbal dan repon hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah,
berkeringat, mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung
berubah)
R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan
selanjutnya
2. Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan,
perilaku diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi
R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan
kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.
3. Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin,
meperidin (demerol)
R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat
dipakai fase akut atau nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan
nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat menganggu
indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik oleh jaringan kurang perfusi
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen
dengan kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai
dengan kelelahan, kelemahan, pucat)
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat
melakukan aktifitas dengan mandiri
Kriteria hasil :
· Klien tidak mudah lelah
· Klien tidak lemas
· Klien tidak pucat
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
pasien menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta
R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi
jantung
2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan
segera pada frekwensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
meningkatkan kelelahan dan kelemahan
3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri,
obat
R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker,
Trakuiliser dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga
memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada
kelebihan aktivitas
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan periode istirahat
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi
stress miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan
6) Kalaborasi
Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau
komsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila disfusi jantung tidak dapat membaik kembali
DAFTAR PUSTAKA
Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995.
Hal. 243-249