BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik (Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat
disimpulkan pula bahwa pada penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan
fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan
stadium terberat dari ginjal kronis.
Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan
jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat
50% ditahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang
Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis, yang artinya
1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti, 2014).
Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita gagal ginjal di
Indonesia, data yang didapatkan tahun 2007 –2014 tercatat 28.882 pasien, dimana
pasien baru sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak 11.689 pasien. Di
Jawa Tengah terdapat 3.363 pasien, dimana 2.192 pasien baru dan 1.171 pasien
aktif. Angka kejadian gagal ginjal kronik terbanyak di Indonesia disebabkan oleh
hipertensi yang meningkat menjadi 37% diikuti oleh Nefropati diabetika sebanyak
27%. Glomerulopati primer memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan
Nefropati Obstruktif pun masih memberi angka 7% (IRR, 2014).
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal
dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya
pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih
parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi
ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal.
Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1
inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan.
2.1.2.2 Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan
memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada
kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan
dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan
dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple
yang lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan
kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas
cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan
7
respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah:
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (Glomerulus): glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polcystis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemis.
3) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
4) Preeklamsi.
5) Obat-obatan.
6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (Luka bakar).
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari
fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
9
konstan oleh tubuh.BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan
atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari
tidak terjadi.Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah
dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
yang berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
ginjal untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan
ekskresi fosfat dan asma organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat maka yang lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal
10
WOC Vesikuler
Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin
GFR Turun
GGK
B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na
Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu
Perporasi Ospaleimia
Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
Asam Basa Pruritis
Tek. Vena Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR
pulmonalis Asam Lambung Naik Gangguan
Suplai O2 Timb. Asam Retensi air dan integritas kulit
Kapiler paru naik kasar turun Laktat natrium Iritasi Lambung
11
12
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
4) Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
5) Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
5) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
6) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.
8) Foto polos abdomen
14
Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
9) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut,
diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
10) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan
kemih, dan prostat.
11) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (Vaskular,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
12) EKG
Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada
pasien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi.
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
15
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional:Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa
mulut.
20
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga
terhadap penyakit dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
Rasional: Pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial
destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat
penyakit dan penanganan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dari penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah
yang diperlukan untuk menghadapinya.
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
Rasional: Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
Rasional: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu,
tergantung pada tahap maturitasnya.
8) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami infeksi.
Intervensi:
26
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
Rasional:Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat di
ketahui dari penyimpangan tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional:Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor
dan fungsio laesa.
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
a. Timbang berat badan harian.
b. Keseimbangan masukan dan haluaran.
c. Turgor kulit dan adanya edema.
d. Distensi vena leher.
e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
a. Medikasi dan cairan yang digunakan.
b. Makanan
c. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
27
Implementasi:
1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya,
dan penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Membantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
4. Menyediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
a. Fungsi dan kegagalan renal.
b. Pembatasan cairan dan diet.
c. Medikasi.
d. Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
e. Jadwal tindak lanjut.
f. Sumber dikomunitas.
g. Pilihan terapi.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Implementasi:
1. Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
30
d. Depresi.
2. Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di
toleransi; Membantu jika keletihan terjadi.
3. Menganjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
4. Menganjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Implementasi:
1. Mengkaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
2. Mengkaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
3. Mengkaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
4. Menciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat
penyakit dari penanganan:
a. Perubahan peran.
b. Perubahan gaya hidup.
c. Perubahan dalam pekerjaan.
d. Perubahan seksual.
e. Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
f. Menggali cara elternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan
seksual.
g. Mendiskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan Pasien tidak mengalami infeksi.
31
Implementasi:
1. Melakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
3. Mengobservasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq,
2006:88).
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Kriteria hasil: Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi
urine >600 ml/hari.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Kriteria hasil: Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
Kriteria hasil: Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang
diberikan dan terpenuhinya informasi kesehatan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Kriteria hasil: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
dilakukan sendiri.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Kriteria hasil: Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak
rendah diri.
32
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT/Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jln. Hiu Putih XIV no 4C
Tgl MRS : 19 September 2018
Diagnosa Medis : CKD ON HD
33
34
Keterangan :
= Laki - laki
= Perempuan
= Pasien
= Tinggal Serumah
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, terpasang selang AVBL dan jarum AV- Fistula
pada brachialis dekstra dan kesadaran compos menthis.
2. Kepala
Tidak ada bekas luka atau benjolan dikulit kepala, bentuk kepala normal
wajah tidak tampak bengkak
3. Mata
Pergerakan mata spontan, Sklera putih, konjungtiva pucat/anemis, kornea
bening.
4. Leher
Mobilitas leher bebas, ada peningkatan vena jugularis
5. Paru
35
6. UF goal : 1000 ml
7. UF rate : 0.25 l/jam
8. Time : 4 jam
9. BB Kering : 1 kg
F. INTRA HD
a. Suhu/T : 37 0C () Axilla ( ) Rektal ( ) Oral
b. Nadi/HR : 90 x/mnt
c. Pernapasan/RR : 24 x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 110/90 mmHg
e. Keluhan selama HD : Tidak ada
f. Nutrisi
Jenis makanan : Nasi dan Ikan
Jumlah : 4 – 5 sendok.
Jenis minuman : Air mineral
Jumlah : ± 50 ml
g. Catatan Lain : Tidak ada
G. POST HD
1. Keadaan Umum
Pasien tenang dan posisi supinasi.
2. Tanda-tanda Vital
a. Suhu/T : 37 0C
b. Nadi/HR : 97x/mnt
c. Pernapasan/RR : 25 x/mnt
d. TekananDarah/BP : 140/100 mmHg
e. BB post HD : 41 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 1 cc
H. PERENCANAAN PULANG (DISCHARGE PLANNING)
1. Obat-obatan yan disarankan/dibawa pulang
Tidak ada obat-obatan yang dibawa pulang
37