Anda di halaman 1dari 38

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik (Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat
disimpulkan pula bahwa pada penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan
fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan
stadium terberat dari ginjal kronis.
Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan
jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat
50% ditahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang
Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis, yang artinya
1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti, 2014).
Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita gagal ginjal di
Indonesia, data yang didapatkan tahun 2007 –2014 tercatat 28.882 pasien, dimana
pasien baru sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak 11.689 pasien. Di
Jawa Tengah terdapat 3.363 pasien, dimana 2.192 pasien baru dan 1.171 pasien
aktif. Angka kejadian gagal ginjal kronik terbanyak di Indonesia disebabkan oleh
hipertensi yang meningkat menjadi 37% diikuti oleh Nefropati diabetika sebanyak
27%. Glomerulopati primer memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan
Nefropati Obstruktif pun masih memberi angka 7% (IRR, 2014).
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal
dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya
pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih
parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi
ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal.
Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit

1
2

kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang


dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan
diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan
penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah
terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal
kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika
dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus
dilaksanakan adalah diagnosis dini, pencegahan, dan pengobatan yang efektif
terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor
risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
1.2 Rumusan Masalah
Gagal Ginjal Kronik (Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat
disimpulkan pula bahwa pada penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan
fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan
stadium terberat dari ginjal kronis.
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan masalah GGK di
Ruang HD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau memperoleh
kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus dengan
menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui konsep dasar penyakit GGK
1.3.2.2 Melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. S dengan konsep asuhan
keperawatan.
1.3.2.3 Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan konsep asuhan
keperawatan.
3

1.3.2.4 Menyususn intervensi keperawatan pada Ny. S dengan konsep asuhan


keperawatan.
1.3.2.5 Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny. S dengan konsep
asuhan keperawatan.
1.3.2.6 Melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. S dengan konsep asuhan
keperawatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi profesi keperawatan
Diharapkan laporan studi kasus ini dapat menjadikan masukan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sehingga mampu meningkatkan mutu asuhan
keperawatan yang akhirnya dapat berguna bagi profesi keperawatan dalam
memberikan keperawatan pada klien GGK
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Rumah Sakit
Menyediakan kerangka berpikir secara ilmiah yang bermanfaat bagi rumah
sakit dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan gambaran
pelaksanaan asuhan keperawatan KMB pada klien GGK. Serta menyediakan
referensi bagi perawat ruangan dalan melakukan asuhan keperawatn pada pasien
secara komprenhensif dengan pendekatan proses keperawatan.
1.4.2.2 Pendidikan
Dengan adaya laporan studi kasus asuhan keperawatan KMB pada klien
GGKdapat memberikan informasi yang nyata dan aktual yang dapat diggunakan
oleh mahasiswa sebagai literatur pendidikan dan menunjang peningkatan
pengetahuan khususnya tentang asuhan keperawatan KMB dengan klien GGK
1.4.3 Bagi penulis
Sebagai salah satu pengalaman berharga dan nyata yang didapat dari
lapangan praktik yang dilakukan sesuai dengan ilmu yang didapatkan serta
sebagai acuan bagi penulis dalam menghadapi kasus yang sama sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan KMB yang lebih baik bagi klien yang
mengalami GGK
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep DasarGagal Ginjal Kronik ( GGK )


2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik ( GGK )
Gagal ginjal kronis (Chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresifyang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Menurut Mary Baradero, (2008:124) gagal ginjal kronik terjadi apabila
kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ireversibel, kerusakan
vaskular akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus
dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya
fungsi ginjal secara progresif. Menurut Muhammad, (2012:16) menyatakan gagal
ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari 3
bulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Gagal Ginjal
Kronik (Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat disimpulkan pula bahwa
pada penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan-
lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan stadium terberat dari ginjal
kronis. Oleh karena itu, penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu
cuci darah (Hemodialisis) atau cangkok ginjal yang memerlukan biaya mahal.

4
5

2.1.2 Anatomi Dan Fisiologi Ginjal


2.1.2.1 Anatomi

Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding


posterior abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan
daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh
kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan
tertekan oleh organ hati. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3,
sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.

Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang


polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa,
bentuknya seperti kacang polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12
6

sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1
inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan.

Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.Glomerulus terdiri dari


sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi
dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang
bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-
kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus
dilapisi oleh sel- sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula
bowman. Sedangkan tubulus merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah
menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.

Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang


digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada
seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus
dan terletak di korteks sisi luar disebut nefon kortikal; nefron tersebut mempunyai
ansa henle pendek yang hanya sedikit menembus ke dalam medula. Kira-kira20-
30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam
dekat medula, dan disebut nefron jukstamedular; nefron ini mempunyai ansa henle
yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula.

2.1.2.2 Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan
memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada
kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan
dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan
dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple
yang lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan
kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas
cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan
7

keseimbangan asam-basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk


proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan
bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus. proses
pembentukan urin yaitu Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam
ginjal, semua bahan-bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya
akan mengalir ke dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang
terletak di dalam korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke
ansa henle yang masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan
kemudian ke tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis
arkuatus dan tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar
yaitu duktus koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus
yang lebih besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari
pelvis renal, urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan
dikeluarkan melalui uretra. Dibawah ini adalah gambaran tentang proses
pembentukan urine.
2.1.3 Klasifikasi
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
1) Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -
89 mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
2.1.4 Etiologi
Menurut Muttaqin, (2011:166) begitu banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya,
8

respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah:
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (Glomerulus): glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polcystis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemis.
3) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
4) Preeklamsi.
5) Obat-obatan.
6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (Luka bakar).
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari
fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
9

konstan oleh tubuh.BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan
atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari
tidak terjadi.Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah
dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
yang berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
ginjal untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan
ekskresi fosfat dan asma organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat maka yang lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal
10

tubuh berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan


akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di
ginjal menurun seiring dengan berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik,
sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat,
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein
dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
11

WOC Vesikuler

Infeksi Arterio Skerosis Zat Toksik Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin

GFR Turun

GGK

B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na

Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu
Perporasi Ospaleimia

Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
Asam Basa Pruritis
Tek. Vena Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR
pulmonalis Asam Lambung Naik Gangguan
Suplai O2 Timb. Asam Retensi air dan integritas kulit
Kapiler paru naik kasar turun Laktat natrium Iritasi Lambung

Edema Paru Gangguan Perfusi -Fatigue Mual, muntah


Jaringan -Nyeri sendi Kelebihan
Volume Cairan
Gangguan Gangguan Nutrisi
pertukaran Gas Intoleransi Aktivitas

11
12

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer (2001:1450) manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu:
1) Kardiovaskuler
2) Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
pembesaran vena leher.
3) Integumen
4) Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
5) Pulmoner
Krekels, sputum kental, napas dangkal, pernapasan kusmaul.
6) Gastrointestinal
7) Napas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,
mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
gastrointestinal.
8) Neurologi
9) Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
10) Muskuloskeletal
11) Kram otot, kekakuan otot hilang, dan fraktur tulang.
12) Reproduktif
13) Amenore, dan atrofi testikuler.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:1449), komplikasi gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
1) Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebihan.
2) Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi
13

Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
4) Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
5) Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
5) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
6) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.
8) Foto polos abdomen
14

Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
9) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut,
diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
10) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan
kemih, dan prostat.
11) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (Vaskular,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
12) EKG
Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada
pasien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi.
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
15

hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake


kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya
ada insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium
bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan
dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi
asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan
mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal dengan ginjal yang baru.
2.1.10 Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Price (2005:965) prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif
sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi
yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi diarahkan pada
pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi, yaitu:
1) Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik.
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan
dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang
terkait dengan fakta bahwa asupan rendah protein mengurangi beban
16

ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan


intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak.
2) Pengaturan diet kalium
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan
juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet. Tindakan
yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau
makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan atau obat-obatan ini
mengandung tambahan garam (Yang mengandung amonium klorida dan
kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan seperti sup, pisang
dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-obatan yang tidak
diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.
3) Pengaturan diet natrium dan cairan
Pengaturan Natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan,
edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan
cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut,
karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini
mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan.
Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
pemburukan fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah
keluaran urine dalam 24 jam lebih dari 500 ml.
2.2 Manajemen Keperawatan
2.2.1Pengkajian
Menurut Doenges (1999:626) pengkajian pada pasien gagal ginjal adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise.
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
17

Palpitasi : nyeri dada (Angina)


Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir, pucat (kulit coklat kehijauan, kuning)dan
kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (Pernapasan amonia).
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
18

Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah


8. Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(Edema paru).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Smeltzer, (2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis
memerlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat
menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa ini. Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini
mencakup yang berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum
infus dan jarum cimino/hemodialisa.
2.2.3 Intervensi
Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454) perencanaan keperawatan dari
diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
19

Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional:Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa
mulut.
20

3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
Riwayat diet.
1) Makanan kesukaaan.
2) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat
diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
21

Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan


nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan
dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia
dan rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara
diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga
yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
12. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
a. Pembentukan edema.
b. Penyembuhan yang lambat.
c. Penurunan kadar albumin serum.
Rasional: Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan
perlambatan penyembuhan.
22

4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.


Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan,
eksoriasi.
Rasional:Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan
dekubitus.
2) Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
Rasional:Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit mudah
rusak dan memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
Rasional:Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas
jaringan pada tingkat seluler.
4) Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
Rasional:Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema.
Daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan
iskemia jaringan.
5) Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
Rasional:Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya dekubitus.
6) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang
menyerap keringat dan bebas keriput.
Rasional: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
7) Anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko
cedera.
8) Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
Rasional:Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang
dapat membatasi perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik
jaringan.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
23

Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan


yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus
berubah akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
24

5) Jadwal tindak lanjut.


6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan:Berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
d. Depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di
toleransi; bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki
harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis, yang bagi
banyak pasien sangat melelahkan.
7) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: Memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
25

Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga
terhadap penyakit dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
Rasional: Pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial
destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat
penyakit dan penanganan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dari penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah
yang diperlukan untuk menghadapinya.
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
Rasional: Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
Rasional: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu,
tergantung pada tahap maturitasnya.
8) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami infeksi.
Intervensi:
26

1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
Rasional:Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat di
ketahui dari penyimpangan tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional:Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor
dan fungsio laesa.
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
a. Timbang berat badan harian.
b. Keseimbangan masukan dan haluaran.
c. Turgor kulit dan adanya edema.
d. Distensi vena leher.
e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
a. Medikasi dan cairan yang digunakan.
b. Makanan
c. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
27

d. Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat


pembatasan cairan.
e. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Implementasi:
1. Mengkaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
2. Mengkaji pola diet nutrisi pasien:
a. Riwayat diet.
b. Makanan kesukaaan.
c. Hitung kalori.
3. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
5. Meningkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
6. Menganjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium
diantara waktu makan.
7. Mengubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
28

8. Menjelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit


ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
9. Menyediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
10. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
11. Menimbang berat badan harian.
12. Mengkaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
a. Pembentukan edema.
b. Penyembuhan yang lambat.
c. Penurunan kadar albumin serum.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Pasien tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Implementasi:
1. Menginspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan
kemerahan, eksoriasi.
2. Mengkaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
2. Memantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
3. Mengganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
4. Menjaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
5. Menganjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering
yang menyerap keringat dan bebas keriput.
6. Menganjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
7. Berkolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
29

Implementasi:
1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya,
dan penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Membantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
4. Menyediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
a. Fungsi dan kegagalan renal.
b. Pembatasan cairan dan diet.
c. Medikasi.
d. Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
e. Jadwal tindak lanjut.
f. Sumber dikomunitas.
g. Pilihan terapi.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Implementasi:
1. Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
30

d. Depresi.
2. Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di
toleransi; Membantu jika keletihan terjadi.
3. Menganjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
4. Menganjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Implementasi:
1. Mengkaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
2. Mengkaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
3. Mengkaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
4. Menciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat
penyakit dari penanganan:
a. Perubahan peran.
b. Perubahan gaya hidup.
c. Perubahan dalam pekerjaan.
d. Perubahan seksual.
e. Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
f. Menggali cara elternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan
seksual.
g. Mendiskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan Pasien tidak mengalami infeksi.
31

Implementasi:
1. Melakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
3. Mengobservasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq,
2006:88).
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Kriteria hasil: Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi
urine >600 ml/hari.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Kriteria hasil: Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
Kriteria hasil: Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang
diberikan dan terpenuhinya informasi kesehatan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Kriteria hasil: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
dilakukan sendiri.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Kriteria hasil: Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak
rendah diri.
32

7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum


cimino/hemodialisa).
Kriteria hasil: Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami
infeksi.
33

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT/Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jln. Hiu Putih XIV no 4C
Tgl MRS : 19 September 2018
Diagnosa Medis : CKD ON HD

B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama/Alasan HD
Pasien mengatakan sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ia mulai HD pada bulan agustus setelah di
diagnosa Chronic renal failure oleh dokter dan menjalani HD rutin 2 kali
seminggu yaitu hari selasa dan jumat sampai dengan sekarang.
Namun pada tanggal 19 September 2018 klien mengalami sesak napas
dan batuk, sehingga oleh keluarga dibawa ke Rumah Sakit dr Doris
Sylvanus Palangka Raya. Di IGD klien mendapatkan terapi injeksi
furosemid 3x2 ampul (40 mg), PO candesartan 1x8 mg, Asam folat 3x1,
terapi oksigen dengan nasal kanul sebanyak 3 Lpm dan pemasangan
stoper. Pasien di diagnosa dengan efusi pleura dan edema paru. Setelah
itu pasien di pindahkan ke ruangan untuk mendapatkan terapi lebih
lanjut.

33
34

Pada hari selasa, 25 September 2018 pasien menjalani terapi rutin


Hemodialisa untuk mengurangi kelebihan cairan yang ada akibat gagal
ginjal kronik yang dialami. Pasien tampak lemah. Dan menggunakan
oksigen nasal kanul 3 Lpm.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat
operasi)
Pasien mengatakan sebelumnya pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak tahun 2010 dan tidak pernah di operasi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan di dalam keluarganya ada riwayat penyakit
hipertensi.
5. Genogram Keluarga

Keterangan :
= Laki - laki
= Perempuan

= Pasien

= Tinggal Serumah

C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, terpasang selang AVBL dan jarum AV- Fistula
pada brachialis dekstra dan kesadaran compos menthis.
2. Kepala
Tidak ada bekas luka atau benjolan dikulit kepala, bentuk kepala normal
wajah tidak tampak bengkak
3. Mata
Pergerakan mata spontan, Sklera putih, konjungtiva pucat/anemis, kornea
bening.
4. Leher
Mobilitas leher bebas, ada peningkatan vena jugularis
5. Paru
35

Dada seperti ditekan, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu


pernapasan, pernapasan diafragma dan perut meningkat dan pasien sesak
napas
6. Abdomen
Tidak asites, tidak ada lesi dan tidak ada nyeri tekan
7. Ekstremitas
Kemampuan bergerak baik, ukuran otot simetris
8. Integumen
Telapak tangan pucat, warna kulit hitam, tidak ada lesi tidak ada nyeri
tekan
D. POLA KEBUTUHAN DASAR
1. Pola makan/minum
Pasien makan 3-5 x/hari dalam porsi sedikit-sedikit dan sekali minum
±150 cc dan jika ditotal dalam sehari jumlah minum ± 1000 cc jenis
minuman air meniral dan teh manis.
2. Pola istirahat
Pasien tidur siang 1-2 jam dan tidur malam kadang dari jam 20.00/22.00
WIB sampai pagi hari pukul 05.00/06.00 WIB
3. Pola aktivitas
Pasien beraktivitas dirumah sebagai IRT, tetapi tidak mengerjakan
pekerjan berat.
4. Pola eliminasi urine/bowel
Eliminasi urin sedikit ±50 cc – 100 cc dan kadang tidak ada BAK. BAB
lancar dengan kosnsistensi lembek.
5. Personal hygiene
Pasien mandi 2x/hari secara mandiri, berpakaian cukup rapi dan bersih
E. Tanda-tanda Vital
1. Suhu/T : 370C () Axilla ( ) Rektal ( ) Oral
2. Nadi/HR : 88/mnt
3. Pernapasan/RR : 25x/mnt
4. Tekanan Darah/BP : 102/84 mmHg
5. BB pre HD : 42 kg
36

6. UF goal : 1000 ml
7. UF rate : 0.25 l/jam
8. Time : 4 jam
9. BB Kering : 1 kg

F. INTRA HD
a. Suhu/T : 37 0C () Axilla ( ) Rektal ( ) Oral
b. Nadi/HR : 90 x/mnt
c. Pernapasan/RR : 24 x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 110/90 mmHg
e. Keluhan selama HD : Tidak ada
f. Nutrisi
Jenis makanan : Nasi dan Ikan
Jumlah : 4 – 5 sendok.
Jenis minuman : Air mineral
Jumlah : ± 50 ml
g. Catatan Lain : Tidak ada

G. POST HD
1. Keadaan Umum
Pasien tenang dan posisi supinasi.
2. Tanda-tanda Vital
a. Suhu/T : 37 0C
b. Nadi/HR : 97x/mnt
c. Pernapasan/RR : 25 x/mnt
d. TekananDarah/BP : 140/100 mmHg
e. BB post HD : 41 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 1 cc
H. PERENCANAAN PULANG (DISCHARGE PLANNING)
1. Obat-obatan yan disarankan/dibawa pulang
Tidak ada obat-obatan yang dibawa pulang
37

2. Makanan/minuman yang dianjurkan (jumlah)


Nasi (sedikit tapi sering), ikan, sayur.
Air mineral dan teh manis tapi harus dibatasi.
3. Rencana HD/Kontrol Selanjutnya
Rencana HD kembali padi hari jumat sore tanggal 28 September 2018
4. Catatan Lain
Tidak ada.
I. DATA PENUNJANG
Parameter Hasil Nilai Normal
HB 12.0 g/dL 11.0 – 15.0
WBC 9,51 x 10^3/uL 4.00 – 10.0
RBC 4.00 x 10^6/uL 3.50 – 5.00
PLT 43 x 10^3/uL 100 - 300
Glukosa Sewaktu 107 mg/dl < 200
Natrium 129 mmol/L 135 - 148
Kalium 4,4 mmol/L 3,5 – 5,3
Calcium 0,77 mmol/L 98 - 106
TSH 1,30 µIU/ml 0.25 - 5
FT3 1,02 pmol/l 4 – 8,3
FT4 21,39 pmol/l 9 - 20
2

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Dokumen15 halaman
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Yyyu
    Yyyu
    Dokumen18 halaman
    Yyyu
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Woc Pnemumonia
    Woc Pnemumonia
    Dokumen2 halaman
    Woc Pnemumonia
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen6 halaman
    Bab 4
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Askep ANC Ku
    Askep ANC Ku
    Dokumen18 halaman
    Askep ANC Ku
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Yyyu
    Yyyu
    Dokumen18 halaman
    Yyyu
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Dokumen30 halaman
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan CHF
    Laporan Pendahuluan CHF
    Dokumen20 halaman
    Laporan Pendahuluan CHF
    Gian Sean Benson
    100% (16)
  • WOC
    WOC
    Dokumen1 halaman
    WOC
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Dokumen30 halaman
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Priska
    BAB 3 Priska
    Dokumen10 halaman
    BAB 3 Priska
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • BAB 4 Dan 5
    BAB 4 Dan 5
    Dokumen7 halaman
    BAB 4 Dan 5
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Dokumen11 halaman
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan CHF
    Laporan Pendahuluan CHF
    Dokumen20 halaman
    Laporan Pendahuluan CHF
    Gian Sean Benson
    100% (16)
  • Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Dokumen11 halaman
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Norhikmah
    Bab 3 Norhikmah
    Dokumen20 halaman
    Bab 3 Norhikmah
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bbyy
    Bbyy
    Dokumen4 halaman
    Bbyy
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • CV
    CV
    Dokumen16 halaman
    CV
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Norhikmah
    Bab 3 Norhikmah
    Dokumen20 halaman
    Bab 3 Norhikmah
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen15 halaman
    Bab 2
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen18 halaman
    Bab 3
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • 1.1 Konsep Dasar Keluarga 1.1.1 Pengertian
    1.1 Konsep Dasar Keluarga 1.1.1 Pengertian
    Dokumen37 halaman
    1.1 Konsep Dasar Keluarga 1.1.1 Pengertian
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Pertukaran Gas Resiko Peningkatan Curah Jantung
    Gangguan Pertukaran Gas Resiko Peningkatan Curah Jantung
    Dokumen1 halaman
    Gangguan Pertukaran Gas Resiko Peningkatan Curah Jantung
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen43 halaman
    Bab I
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen18 halaman
    Bab 3
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • LP Ispa
    LP Ispa
    Dokumen15 halaman
    LP Ispa
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat
  • ASKEPNYA Anaknya 2
    ASKEPNYA Anaknya 2
    Dokumen1 halaman
    ASKEPNYA Anaknya 2
    Priska Natalia Darman
    Belum ada peringkat