Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jalur Kereta Api antara Padalarang – Purwakarta merupakan jalur penting dan

jalur utama yang menghubungkan antara Jakarta – Bandung. Kawasan studi masuk

ke dalam wilayah pengembangan Purwasuka yang meliputi daerah Kabupaten

Subang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang. Wilayah ini memiliki

potensi pengembangan pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,

perikanan, industri pengolahan, pariwisata, dan pertambangan.

Hal ini menjadi perhatian terutama pada kondisi prasarana Kereta Api, yaitu

jalan dan jembatan dimana pada lintas ini terdapat sungai dengan pola aliran deras,

curam dan dalam. Dengan kondisi topografi pegunungan dan berbukit, aliran air

akan sulit dikendalikan dan akan menimbulkan bahaya terhadap konstruksi pilar

jembatan yang berada di lokasi yang dilintasi oleh sungai tersebut.

Pilar merupakan struktur bawah jembatan yang berfungsi untuk menopang

jembatan. Keberadaan pilar pada aliran sungai dapat menyebabkan perubahan pola

aliran sungai. Perubahan pola aliran tersebut menyebabkan terbentuknya down flow

(aliran ke bawah) dan horseshoe (pusaran tapal kuda) yang menyebabkan dasar

sungai di sekitar pilar terangkut aliran air sehingga mengakibatkan terjadinya

gerusan lokal di sekitar pilar.

Gerusan pada pilar jembatan sangat berbahaya karena dampak yang

ditimbulkan akan menurunkan stabilitas keamanan struktur jembatan. Dalam usaha

mencegah atau mengurangi gerusan pada pilar jembatan maka di lokasi tersebut

dibangun bangunan melintang sungai yaitu groundsill di sebelah hilir jembatan.


3
Groundsill merupakan bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk

mengurangi kecepatan arus dan meningkatkan laju pengendapan sedimen di bagian

hulu groundsill sehingga bangunan yang berada di bagian hulu sungai seperti pilar

jembatan aman terhadap gerusan. Salah satu software yang dapat digunakan untuk

memprediksi kedalaman penggerusan pada pilar jembatan adalah HEC-RAS.

HEC-RAS merupakan software aplikasi untuk memodelkan aliran satu

dimensi pada sungai untuk dianalisis seberapa besar gerusan yang terjadi pada pilar

jembatan. Selain itu, dengan menggunakan HEC-RAS dapat dilihat dampak adanya

bangunan groundsill terhadap gerusan yang terjadi pada pilar jembatan.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk memprediksi

kedalaman maksimum penggerusan pada pilar jembatan dan melakukan evaluasi

mengenai dampak groundsill dalam mengurangi terjadinya gerusan pada pilar

jembatan. Sehingga diharapkan dapat meminimalisir dampak buruk yang mungkin

akan terjadi dan sebagai referensi dalam mengatasi permasalahan serupa.


4

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana menganalisis kedalaman gerusan yang terjadi pada pilar jembatan

menggunakan software HEC-RAS ?

2. Bagaimana dampak groundsill dalam mengurangi gerusan pada pilar jembatan

menggunakan software HEC-RAS ?

1.3. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Panjang sungai yang ditinjau m ke arah hulu dan m ke arah hilir

dengan titik acuannya pada Jembatan BH. 337 Km 105+392.

2. Sedimen yang dikaji hanya sedimen dasar (bed load).

3. Analisis dilakukan pada groundsill eksisting yang telah mengalami kerusakan

dan groundsill alternatif.

4. Aplikasi yang digunakan adalah Software HEC-RAS dengan analisis 1 (satu)

dimensi

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis kedalaman gerusan yang terjadi pada pilar jembatan

menggunakan software HEC-RAS

2. Menganalisis dampak groundsill dalam mengurangi gerusan pada pilar

jembatan menggunakan software HEC-RAS.


5

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Memperkirakan seberapa besar gerusan yang terjadi pada pilar jembatan.

2. Memberikan informasi mengenai dampak groundsill dalam mengurangi

gerusan pada pilar jembatan.

3. Memberikan gambaran mengenai proses perubahan profil dasar sungai akibat

agradasi dan degradasi.

4. Memberikan data dan informasi awal bagi para peneliti untuk melaksanakan

penelitian lanjutan.

5. Sebagai panduan untuk melakukan simulasi analisa terhadap gerusan dan

dampak groundsill pada pilar jembatan menggunakan software HEC-RAS.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gerusan

Gerusan merupakan penurunan dasar sungai yang diakibatkan karena

terjadinya erosi di bawah permukaan alami atau datum yang diasumsikan. Gerusan

adalah proses semakin dalamnya dasar sungai akibat interaksi antara aliran dengan

material dasar sungai (Legono, 1990).

Gerusan didefinisikan sebagai proses pembesaran dari suatu aliran yang

disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida. Gerusan lokal (local

scouring) terjadi pada suatu kecepatan aliran dimana sedimen ditranspor lebih besar

daripada sedimen yang disuplai. Transpor sedimen bertambah dengan

meningkatnya tegangan geser sedimen, dan gerusan terjadi ketika perubahan

kondisi aliran menyebabkan peningkatan tegangan geser dasar Hanwar, 1999).

Sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :

c. Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut keluar

daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk ke dalam daerah

gerusan.

d. Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan

bertambah. Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu keadaan gerusan

yang disebut gerusan batas yang besarnya akan asimtotik terhadap waktu.

2.1.1. Tipe-tipe Gerusan

Tipe gerusan menurut Rudkivi dan Ettema (1983) adalah sebagai berikut :
a. Gerusan umum di alur sungai, tidak berkaitan sama sekali dengan ada tidaknya

bangunan sungai.

b. Gerusan di lokalisir di alur sungai, terjadi karena penyempitan aliran sungai

menjadi terpusat.

c. Gerusan lokal di sekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal di sekitar

bangunan sungai.

Gerusan dari jenis (2) dan (3) selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan

dengan air bersih (clear water scour) maupun gerusan dengan air bersedimen (live

bed scour). Gerusan dengan air bersih berkaitan dengan suatu keadaan dimana dasar

sungai di sebelah hulu bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material yang

terangkut) atau secara teoritik t0 < tc. Sedangkan gerusan dengan air bersedimen

terjadi ketika kondisi aliran dalam saluran menyebabkan material dasar bergerak.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa tegangan geser pada saluran lebih besar dari nilai

kritiknya atau secara teoritik t0 > tc


2.4.2. Gerusan dengan Perbedaan Kondisi Angkutan.
Untuk menentukan transport material dasar perlu diketahui kecepatan kritis ( 𝑢𝑐𝑟 )
dan bandingkan dengan kecepatan aliran rata-rata (𝑢)
Jika 𝑢𝑐𝑟 > 𝑢, maka terjadi 𝑐𝑙𝑒𝑎𝑟 − 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑐𝑜𝑢𝑟,
Jika 𝑢𝑐𝑟 < 𝑢, maka terjadi 𝑙𝑖𝑣𝑒 − 𝑏𝑒𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑐𝑜𝑢𝑟.
Untuk menghitung besarnya 𝑢𝑐𝑟 maka dapat digunakan rumus dari Neill dan
Laursen (dengan S= 2,65)

1⁄ 1
Neill : 𝑢𝑐𝑟 = 11,52𝑦1 6 . 𝑑50 ⁄3
1 1
Laursen : 𝑢𝑐𝑟 = 10,95𝑦1 ⁄6 . 𝑑50 ⁄3
Dimana:
𝑢𝑐𝑟 = Kecepatan kritis di upstream (ft/sec)
𝑦1 = Kedalaman air diupstream (ft)
𝑆 = Berat sepesifik relatif = 2,65
Berdasarkan perbedaan kondisi angkutan pada gerusan, terdapat 2 kondisi
yakni sebagai berikut :
a. Kondisi clear water scour dimana gerusan dengan air bersih terjadi jika
material dasar sungai di sebelah hulu gerusan dalam keadaan diam atau tidak
terangkut
𝑼
Untuk 𝑼 ≤ 0,5 gerusan lokasl tidak terjadi dan proses transportasi sedimen
𝒄𝒓
tidak terjadi
Dimana : 𝑼 : Kecepatan aliran rata-rata (m/dtk)
𝑼𝒄𝒓 : Kecepatan aliran kritis (m/dtk)

b. Clear Water contraction Scour


Didasarkan pada persamaan Laursen.
3
3
7
𝑢22 𝑄22
𝑦2 = [ 1⁄ ] 𝑦2 = [ 2⁄ ]
120.𝑑503 120.𝑑503 .𝑊22
1 1⁄
𝑢𝑐𝑟 = 10,95. 𝑦 6 . 𝑑503

6
7
𝑦𝑠 𝑄
= 0,13 [ 2⁄ ] −1
𝑦1 3 7⁄6
𝑑𝑚 𝑦1 . 𝑊1

3
6 7
𝑦2 𝑊1 7 𝑢12
=( ) [ 1⁄ 2⁄ ]
𝑦1 𝑊2
120. 𝑦1 . 𝑑503
3

𝑦𝑠 = 𝑦2 − 𝑦1 = Kedalaman scouring rata − rata

b. Kondisi live bed scour dimana gerusan yang disertai dengan terangkutnya
sedimen material dasar saluran, jika
𝑼
Untuk 𝟎, 𝟓 ≤ 𝑼 ≤ 1,0
𝒄𝒓
Dimana : 𝑼 : Kecepatan aliran rata-rata (m/dtk)
𝑼𝒄𝒓 : Kecepatan aliran kritis (m/dtk)
Berdasarkan rumus Laursen
6⁄
𝑦1 𝑄2 7 𝑊1 𝑘1 𝑛2 𝑘2
=( ) ( ) ( )
𝑦2 𝑄1 𝑊2 𝑛1

𝑦𝑧 = 𝑦2 − 𝑦1 = Kedalaman scouring rata − rata

Dimana y1 = kedalaman air di upstream (ft)


y2 = kedalaman air di daerah kontraksi (ft)
W1 = lebar dasar di upstream (ft)
W2 = lebar dsar di daerah kontraksi (ft)
Q1 = debit di upstream (ft3/sec)
Q2 = debit di daerah konbtraksi (ft3/sec)
dm = diameter sedimen efektif rata2 = 1,25 d50

Scour pada Abutment Jembatan


a. Live-bed Scour pada Abutments
𝑦𝑠 𝑎` 0,43 0,61
= 2,27. 𝐾1 . 𝐾2 ( ) 𝐹𝑟 +1
𝑦𝑎 𝑦𝑎
𝐾1 = Koefisien untuk bentuk abutment (lihat Tabel 4)
𝐾2 = Koefisien untuk sudut abutmen thd. Arah aliran
𝐾2 =(𝜃/90) 0.13 (lihat gambar untuk definisi θ)

𝜃 < 90° Jika abutmen kearah hilir


𝜃 > 90° Jika abutmen kearah hulu
𝑎` = Panjang abutmen diproyeksikan thd. Aliran, ft
𝐴𝑒 =Area aliran yang bergerak seluas penampang abutmen yg menghadang aliran,
ft2
1

Fr = Ve ⁄(gya ) 2 = Bilangan Froude dari aliran di upstream abutmen.
Ve = 𝑄𝑒 ⁄𝐴𝑒 , ft⁄s
𝑄𝑒 = Aliran yang terhalang oleh abutmen bergerak kearah abutmen, ft3/s
𝑦𝑎 = Kedalaman rata − rata aliran pada daerah hulu abutmen, ft
𝑦𝑠 = Kedalaman scouring, ft

Persamaan HIRE

𝑦𝑠
= 4𝐹𝑟 1 0,33
𝑦1

𝑦𝑠 = Kedalaman scouring, ft
𝑦1 = Kedalaman aliran pada abumen, ft
𝐹𝑟 1 = Bilangan Froude didasarkan pada kecepatan dan kedalaman yang berhadapan dan
pada upstream abutmen

Scour pada Pier Jembatan

Persamaan CSU (Colorado State University) dapat digunakan untuk clear water dan Live-
bed scour

𝑦𝑠 𝑎 0,65 0,43
= 2,0𝐾1 𝐾2 𝐾3 ( ) 𝐹𝑟 1
𝑦1 𝑦1

𝑦𝑠 𝑦1 0,35 0,43
= 2,0𝐾1 𝐾2 𝐾3 ( ) 𝐹𝑟 1
𝑎 𝑎

Dimana:
𝑦𝑠 = Kedalaman scouring, ft
𝑦1 = Kedalaman aliran upstream (ft)
𝐾1 = Faktor Koreksi untuk bentuk ujung⁄hidung Pier (Gambar dibawah dan Tabel 2)
𝐾2 = Faktor Koreksi untuk sudut datang aliran, Tabel 3
𝐾3 = Faktor Koreksi untuk kondisi dasar saluran⁄sungai, Tabel 1
𝑎 = Lebar pier, ft
1⁄2
𝐿 = Angka Froude = 𝑢1 ⁄(𝑔𝑦1 )
𝑢1 = Kecepatan aliran rata − rata di upstream, ft/s
Local live-bed scour pada abudment vertical (Liu et all 1961 dan Gill, 1972)
𝑦𝑠 𝐿𝑎 0,4
= 2,15 ( ) . 𝐹𝑟 1 0,33
𝑦1 𝑦1
2.1.2. Mekanisme Gerusan
Struktur yang diletakkan pada suatu arus sungai mampu merubah aliran air

dan gradien kecepatan vertikal (vertical velocity gradient) pada permukaan ujung

struktur tersebut (Miller, 2003). Aliran bawah yang terjadi pada dasar struktur ini

membentuk pusaran yang akhirnya menyapu sekeliling dan bagian bawah struktur.

Kejadian ini dinamakan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex) dikareakan apabila

dilihat dari atas maka bentuk pusaran ini mirip tapal kuda.

Interaksi aliran dan struktur pada permukaan air membentuk busur imbak

(bow wave) yang disebut dengan gulungan permukaan (surface roller). Saat terjadi

pemisahan aliran pada struktur bagian dalam akan mengalami wake vortices.

Gambar 2.5. Mekanisme Gerusan Akibat Pola Aliran di Sekitar Pilar


(Sumber : Miller, 2003)
Tegangan geser (shear stress) umumnya meningkat pada dasar saluran di

bagian depan struktur. Apabila dasar saluran mudah tergerus maka lubang gerusan

akan terbentuk di sekitar struktur. Hal inilah yang disebut dengan gerusan lokal

(local or structure induced sediment scour).

Proses gerusan dimulai pada saat bergeraknya partikel yang terbawa

mengikuti pola aliran dari hulu ke bagian hilir saluran. Pada saat kecepatan tinggi,

partikel yang terbawa akan semakin banyak dan membuat ukuran dan kedalaman

lubang gerusan menjadi semakin besar. Apabila kecepatan aliran mencapai

kecepatan kritik maka kedalaman gerusan akan menjadi maksimum. Hubungan

antara kedalaman gerusan terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar


2.6. dan hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan geser pada Gambar

2.7. di bawah ini (Breusers dan Raudkivi, 1991).

Gambar 2.6. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan waktu


(Sumber : Breusers dan Raudkivi, 1991)

Gambar 2.7. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan geser


(Sumber : Breusers dan Raudkivi, 1991)

Pada grafik di atas menunjukkan bahwa kedalaman gerusan untuk clear

water scour dan live-bed scour merupakan fungsi dari kecepatan geser. Terjadinya

kesetimbangan gerusan tergantung pada kondisi yang ditinjau yaitu gerusan dengan

air tanpa sedimen (clear- water scour) atau gerusan dengan air bersedimen ( live-

bed scour). Gerakan dasar sungai pada clear- water scour) diasumsikan terjadi pada

sekitar pilar, sedangkan pada live-bed scour gerakan dasar sungai hamper terjadi di

sepanjang dasar sungai.

Proses awal terjadinya gerusan ditandai dengan berpindahnya sedimen yang

menutupi pilar jembatan serta degradasi dasar sungai yang mengikuti pola alira.

Seiring bertambahnya waktu maka lubang gerusan akan semakin besar dan
mencapai kedalaman maksimum.

Adapun tahap-tahap terjadinya gerusan antara lain sebagai berikut (Miller,

2003) :

a. Peningkatan aliran pada saat perubahan garis aliran di sekeliling pilar.

b. Pemisahan aliran dan peningkatan pusaran tapal kuda secara intensif sehingga

menyebabkan lubang gerusan semakin membesar.

c. Longsor atau turunnya material di sekitar lubang gerusan setelah terkena

pusaran tapal kuda.

2.1.3. Pola Gerusan Lokal di Sekitar Pilar

Pilar merupakan suatu bangunan bawah yang letaknya berada di tengah

bentang antara dua buah abutment dan memiliki fungsi sebagai pemikul beban-

beban bangunan atas dan bangunan lainnya yang selanjutnya diteruskan ke pondasi

serta disebarkan ke tanah dasar yang keras (Mukti, 2016).

Rahmadani (2014) menjelaskan penggerusan lokal pada pilar terjadi akibat

terganggunya aliran baik besar maupun arahnya yang menimbulkan turbulensi air

sehingga menyebabkan hanyutnya material-material dasar atau tebing sungai. Hal

ini dapat terjadi secara langsung oleh kecepatan aliran sedemikian rupa sehingga

daya tahan material terlampaui.

Menurut Ariyanto (2010), gerusan lokal yang terjadi di sekitar pilar akan

membentuk suatu pola gerusan yang dapat diamati setelah proses gerusan terjadi.

Gambar 2.8. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Jajar Genjang
Debit 848 cm3/dtk (Sumber : Ariyanto, 2010)
Gambar 2.9. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Bulat
Debit 848 cm3/dtk (Sumber : Ariyanto, 2010)

Gambar 2.10. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Bujur Sangkar
Debit 848 cm3/dtk (Sumber : Ariyanto, 2010)
Dilihat dari ketiga gambar di atas bahwa pola kedalaman gerusan lokal di

sekitar pilar adalah sama untuk posisi pilar yang sejajar dengan arah aliran datang

yaitu terjadi proses gerusan di depan dan belakang pilar yangmana di bagian depan

pilar terjadi gerusan maksimum. Namun pada Gambar 2.8 pilar jajar genjang

memiliki karakter yang berbeda dengan bentuk pilar bulat dan bujur sangkar. Hal

ini dikarenakan pada pilar jajar genjang membentuk sudut terhadap arah aliran yang

datang sehinga proses kedalaman maksimum terjadi pada sisi pilar. Semakin besar

bentuk sudut terhadap aliran, maka akan semakin besar pula kedalaman gerusan

pada sisi pilar (Ariyanto, 2010).

2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Kedalaman Gerusan

Kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar di sekitar bangunan air, jembatan

dan penyempitan air dipengaruhi beberapa faktor antara lain sebagai berikut :

a. Kecepatan Aliran pada Alur Sungai

Kedalaman maksimum rata-rata gerusan lokal yang terjadi di sekitar pilar sangat

tergantung pada nilai relative kecepatan alur sungai (perbandingan antara kecepatan

geser dengan kecepatan rerata aliran), nilai diameter butiran (Seragam/ tidak

seragam) dan lebar pilar.

b. Gradasi Sedimen dan Ukuran Butir Material Dasar

Gradasi sedimen pada sedimen transpor merupakan salah satu factor yang

mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (Clear Water Scour).

Kedalaman gerusan maksimum pada media alir clear water scour juga dipengaruhi

oleh ukuran butiran material dasar.


c. Ukuran dan Bentuk Pilar

Ukuran dan bentuk pilar berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal. Ukuran pilar

mempengaruhi waktu yang diperlukan gerusan lokal pada kondisi clear water

sampai dengan kedalaman terakhir sedangkan bentuk pilar yang tidak bulat akan

memberikan sudut yang lebih tajam terhadap aliran datang yang diharapkan dapat

mengurangi gaya pusaran tapal kuda sehingga kedalaman gerusan menjadi

berkurang.

Menurut Wibowo (2007), kedalaman gerusan lokal tergantung pada

kedudukan atau posisi pilar terhadap sudut arah aliran serta panjang dan lebarnya

pilar. Hal ini dikarenakan bahwa gerusan merupakan rasio dari panjang, lebar dan

sudut dari tinjauan terhadap arah aliran. Masing-masing bentuk pilar mempunyai

faktor koefisien bentuk Ks menurut Breuser dan Raudkivi (1991) yang dilampirkan

dalam Tabel 2.4 berikut :

2.1.5. Persamaan untuk Kedalaman Gerusan

Ada beberapa persamaan yang dipakai untuk menghitung besar kedalaman

gerusan di sekitar pilar dan abutmen Jembatan yang terjadi pada dasar sungai (Flat

bed).

Untuk Abutmen:
1⁄
𝑑𝑠 1 𝑏𝑎 3
= 0,47𝑀 ⁄3 (1 + 𝛼𝑎 ) −1
ℎ ℎ

Untuk Pier:
1⁄
𝑑𝑠 1 𝑏𝑝𝑝 3 ℎ
= 0 [, 47𝑀 ⁄3 (1 + 𝛼𝑝 ) − 1] × ( )
ℎ ℎ 𝑏𝑝
Dimana:

𝑏𝑎 = Lebar abutmen
𝑏𝑝 = Diameter Pier
𝑏𝑠 = Fungsi kedalaman aliran
ℎ = 𝛼𝑝 . 𝑏𝑠

Dari eksperimen didapat 𝛼𝑎 = 1,5 𝑑𝑎𝑛 𝛼𝑝 = 4,5


Maka persamaan menjadi:

Untuk Abutmen:
1⁄
𝑑𝑠 1 𝑏𝑎 3
= 0,47𝑀 ⁄3 (1 + 1,5 ) −1
ℎ ℎ

Untuk Pier:
1
𝑑𝑠 1 𝑏𝑝𝑝 ⁄3 ℎ
= [0,47𝑀 ⁄3 (1 + 4,5 ) − 1] × ( )
ℎ ℎ 𝑏𝑝
Dimana:
𝑦1 = Kedalaman air di upstream
𝑦1 = Kedalaman air di daerah kontraksi
𝑊1 = Lebar dasar di upstream
𝑊2 = Lebar dasar di daerah kontraksi
𝑄1 = Debit di upstream
𝑄2 = Debit di daerah kontraksi
𝑑𝑚 = Diameter sedimen efektif rata − rata = 1,25 𝑑50 (𝑓𝑡)
𝑛1 = Koefisien Manning di upstream
𝑛2 = Koefisien Manning di daerah kontraksi
𝑘1 dan 𝑘2 = Eksponen yang tergantung pada mekanisme transport sedimen

Nilai 𝑘1 dan 𝑘2
𝑢 𝑘1 𝑘2 Mekanisme transport sedimen
<50 0,59 0,066 Dominan Bed load
0,50 s/d 0,64 0,64 0,21 Beberapa Suspended load
>2,0 0,64 0,37 Dominan Suspended load

Dimana:
𝑢 ∗= (𝑔. 𝑦1 . 𝑆1 )1⁄2 , kecepatan geser di upstream (𝑓𝑡⁄𝑠)
𝜔 = 𝐹𝑎𝑙𝑙 𝑉𝑒𝑙𝑜𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑛 berdasarkan 𝑑50 (𝑓𝑡⁄𝑠)
𝑆1 = Kemiringan garis energi di saluran(𝑓𝑡⁄𝑓𝑡)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Sungai Cikao yang berada di Desa

Sindangkasih, Kabupaten Purwakarta. Panjang sungai yang ditinjau yaitu sejauh

500 m ke arah hulu dan 200 m ke arah hilir dengan jembatan BH. 337 Km.

105+392 sebagai titik acuannya.

Gambar 3.1. Foto Satelit Lokasi Titik Acuan Jembatan BH. 337 Km. 105+392
(Sumber : Google Earth)
69

Gambar 3.2. Foto Udara Titik Acuan Jembatan BH. 337 Km. 105+392

3.2. Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa

data topografi sungai, data geoteknik, data sedimen, data sungai, dan data curah

hujan. Sub DAS yang berada pada lokasi penelitian yakni, sub DAS Cikao. Data

curah hujan didapat dari Balai Besar Wilayah Sungai Citarum.

3.3. Prosedur Penelitian

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat teoritis,

landasan teori serta berbagai literatur yang mendukung penelitian mengenai

kedalaman gerusan maksimum pada pilar jembatan dan kemungkinan dampak

yang terjadi dengan adanya groundsill pada lokasi penelitian.


70

b. Mengumpulkan data primer atau sekunder yang terdiri dari data topografi

sungai, data geoteknik, peta geologi, data sedimen, data sungai dan data curah

hujan.

c. Melakukan analisa hidrologi yaitu melakukan perhitungan data curah hujan

dan debit rancangan.

d. Melakukan analisa hidrolika menggunakan software HEC-RAS mengenai pola

aliran sungai, pemodelan hidrolika sungai dan perhitungan kedalaman gerusan

pada pilar jembatan.

e. Melakukan pemodelan menggunakan HEC-RAS mengenai dampak yang

terjadi akibat groundsill eksisting yang mengalami kerusakan dan groundsill

alternatif di sebelah hilir jembatan.

f. Menentukan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.


71

3.4. Diagram Alir Penelitian

Untuk menyederhanakan kegiatan penelitian, maka dibentuklah suatu bagan alir

penelitian sebagai berikut.


Mulai

Pengumpulan
Data Penelitian

Analisa Hidrologi Analisa Hidrolika

Perhitungan CH Rancangan Input Data Debit dan Sedimen

Tidak Uji Kesesuaian Distribusi Pemodelan Menggunakan


Software HEC-RAS

Diterima
Kondisi Kondisi
Ya
Groundsill Groundsill
CH Jam-jam an & Eksisting Alternatif
Intensitas Hujan

Perhitungan Debit Analisa Hasil Kedalaman


Banjir Rancangan Gerusan pada Pilar Jembatan

Analisa Hasil dan


Pembahasan

Kesimpulan

Selesai
Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari uraian hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Besar debit banjir rancangan di sungai Cikao untuk kala ulang 2 tahun 5 tahun,

10 tahun, 20 tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun secara berturut- turut

adalah 114,8112 m3/dt, 139,6104 m3/dt, 153,1125 m3/dt, 162,7134 m3/dt,

167,7373 m3/dt, 177,2401 m3/dt, 185,7622 m3/dt.

2. Berdasarkan hasil running HEC-RAS pada penelitian ini, terlihat adanya

perubahan dasar sungai akibat degradasi dan agradasi.

3. Berdasarkan hasil analisis menggunakan software HEC-RAS, dapat diketahui

jika keberadaan jembatan memberikan pengaruh terhadap degradasi dan

agradasi di penampang sungai di sekitarnya. Pada penelitian ini terdapat

jembatan BH.337 di sungai cikao yang memberikan pengaruh di penampang

sungainya.

4. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa pilar jembatan menyebabkan

terjadinya gerusan. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi

groundsill eksisting untuk debit banjir kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun,

20 tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun berturut-turut adalah 3,03 m, 3,28

m, 3,37 m, 3,43 m, 3,46 m, 3,52 m, dan 3,57 m. Sedangkan pada


122

groundsill alternatif, kedalaman gerusan maksimum berkurang menjadi 2,91

m, 2,08 m, 3,16 m, 3,23 m, 3,25 m, 3,30 m, dan 3,35 m.

5. Berdasarkan hasil analisis maka keberadaan groundsill di sebelah hilir jembatan

berfungsi sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi gerusan pada pilar

jembatan.

5.2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perlindungan pilar jembatan dengan

menggunakan cara yang lain, sehingga didapat hasil upaya yang efektif dan

diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengatasi permasalahan serupa.


DAFTAR PUSTAKA

Adiputra M.W, Daniel. 2012. Pengaruh Groundsill terhadap perubahan profil aliran
sungai porong. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Jember.

Ariyanto, Anton. Analisis Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal.
2010. Jurnal APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010.

Arsyad Sitanala, (2010). Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua, IPB Press.
Bogor

Breuser. H.N.C. and Raudkivi. A.J. 1991. Scouring IAHR Hydraulic Structure
Design Manual. Rotterdam : AA Balkema

Chow, V.T., Maidment D.R., Mays L.W. 1988. Applied Hydrology. Mc. Graw- Hill
Book Company. Singapore.

England, F., and Hansen, E. 1967. A Monograph on Sediment Transport Alluvial


Streams. Copenhagen : Teknik Vorlag.

Foster, G.R., Meyer, L.D., and Onstad, C. A. 1977. A Run off erosivity factor and
variable slope length exponent for soil loss estimates. Transactions of the
ASAE, Vol. 20. Pp. 683-687.

Froehlich, David C. 1989. Abutment Scour Prediction. Paper presented at the 68


TRB Annual meeling. Washington O. C.

Hanwar, S. 1999. Gerusan Lokal Disekitar Abutmen Jembatan. TESIS. Jogjakarta


: PPS UGM.

Hapsari, Mulat Widhi. 2016. Kajian Kedalaman Gerusan pada Pilar Jembatan Tipe
Tiang Pancang Bersusun. Publikasi Ilmiah. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Kinori, B. Z. 1984. Manual of Surface Drainage Engineering. Elsevier Science


Publishing Company. Amsterdam. Netherland.

Kirpich, T.P. 1940. Time of concentration of small agricultural watersheds. Civil


Engineering, 10(6), 362.
Krumbein, W.C. 1934. Size frequency distributions of sediments. Journal of
Sedimentary Petrology, 4: 65–77.

Laursen, E.M. and Toch, A. Scour around bridge piers and abutments, Bulletin
No.4, Iowa Highways Research Board, Ames, Iowa, U.S.A, 1956.

Legono, D. 1990. Gerusan pada Bangunan Sungai. PAU Ilmu-Ilmu Teknik UGM,
Yogyakarta.

Mardjikoen, P. 1987. Angkutan Sedimen. Diktat. Pusat Antar Universitas (PAU).


Ilmu Teknik. UGM. Yogyakarta.

Maryono, Agus. 2003. Pembangunan Sungai Dampak dan Restorasi Sungai.


Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada.

Meyer‐Peter and Muller. 1948. International Course In Hydraulic Engineering,


Belanda.

Miller Jr, W. 2003. Model For The Time Rate Of Local Sediment Scour At A
Cylindrical Structure. Disertasi. Florida : PPS Universitas Florida.

Mukti, Aditya Wibawa. 2016. Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Gerusan
Lokal Menggunakan Software iRIC: Nays2DH 1.0. Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi 1. CV Graha Ilmu : Bogor.

Parker, G. (2004), Review of 1‐D open channel hydraulics, in 1D Sediment


Transport Morphodynamics With Applications to Rivers and Turbidity
Currents .chap. 5, Univ. of Ill. at Urbana‐Champaign, Urbana.

Peliang, Arafat Marbawie. 2014. Tinjauan Ulang Perencanaan Pembangunan


Groundsill Sungai Batang Agam Kota Payakumbuh. Skripsi. Universitas
Bung Hatta : Padang.

Pudyono, Sunik. 2013. Penentuan Kedalaman dan Pola Gerusan Akibat Aliran
Superkritik di Hilir Pintu Air Menggunakan End Sill. Skripsi. Universitas
Brawijaya : Malang.

Putra, Ichwan Rachmat. 2015. Perencanaan Groundsill di Sungai Senjoyo


Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Rahmadani, Sarra. 2014. Mekanisme Gerusan Lokal dengan Variasi Bentuk Pilar
(Eksperimen). Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara

Raudviki A.J and Ettema R.. 1983. Clear Water Scour at Cylindrical Piers.
Journal Hydraulic Engineering Volume 103.
Richardson, E.V. and Abed, L. 1990. Estimating Scour at Bridges. Transportation
Research Record 1290. Resource Consultants Inc., FL. Collins CO, 80522.

Rochdyanto, Saiful. 1995. Pengukuran Kecepatan Aliran Bermuatan Sedimen di


Saluran Irigasi. Agritech Vol. 14, No. 2, halaman 14-20.

Sandy, IM. 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat


Taguna Tanah Departemen Dalam Negeri (Publikasi 437).

Simon, D. dan Senturk F., 1992, Sediment Transport Technology: Water and
Sediment Dynamic. Water Resources Pubns., New-York.

Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Soewarno. 1995. Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data.


Penerbit Nova : Bandung.

Sosrodarsono, Suyono. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. PT. Pradnya


Paramita: Jakarta.

Sosrodarsono, Suyono. 1993. Bendungan Type Urugan. PT. Pradnya Paramita.


Jakarta.

Sri Harto, Br. 1981. Mengenal Dasar Hidrologi Terapan. Keluarga Mahasiswa
Teknik Sipil. Yogyakarta.

Sucipto dan Tugiono. 2009. Analisis Penempatan Groundsill sebagai perlindungan


Abutment Jembatan Terhadap Gerusan Lokal. Skripsi. Fakultas Teknik.
Universitas Negeri Semarang.

Suripin. 2004 Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset :


Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidraulika II. Beta Offset: Yogyakarta.

U.S. Army Corps of Engineers – Hydrologic Engineering Center (HEC). 2001.


Hydraulic Reference Manual HEC-RAS 5.01. California : U.S. Army Corps
of Engineers.

Wibowo, Okky Martanto. Pengaruh Arah Aliran Terhadap Gerusan Lokal Di


Sekitar Pilar Jembatan. Teknik Sipil S1. Jurusan : Teknik Sipil.

Yuliana, Ade. 2002. Perencanaan Sistem Drainase dengan Sumur Resapan dan
Kolam Retensi dalam Rangka Konservasi Air di Perumahan Katumiri
Cihanjun. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Institut Teknologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai