Anda di halaman 1dari 26

TUJUAN AUDIT

menurut Mulyadi tujuan dari audit dapat dibagi berdasarkan sifatnya yaitu bersifat umum dan
bersifat khusus.

1. Tujuan Audit Umum


Tujuan audit umum, pada dasarnya adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam
semua hal yang material, posisi keuangan dan juga hasil usaha serta arus kas sesuai dengan
ketentuan akuntansi umum yang berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut, pihak auditor harus
dapat mengumpulkan cukup bukti yang layak.

2. Tujuan Audit Khusus

Tujaun audit khusus ini lebih ditujukan kepada pengujian terhadap pos yang terdapat didalam
laporan keuangan yang merupakan asersi manajemen.

ASERSI-ASERSI DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan
keuangan. Asersi (assertion) adalah suatu deklarasi, atau suatu rangkaian deklarasi secara
keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas deklarasi tersebut. Jadi, asersi adalah
pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh
pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam
laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan berdasarkan
penggolongan besar sebagai berikut ini:
Asersi Manajemen (management assertions) adalah representasi pernyataan yang tesirat atau
diekspresikan oleh manajemen tentang kelas transaksi dan akun serta pengungkapan yang terkait
dalam laporan keuangan. Dalam kebanyakan kasus, asersi manajemen bersifat tersirat. Pelajari
Gambar 6-4. Manajeme Hillsburg Hardware Co. Menegaskan bahwa kas sebesar $827.568
tercatat dalam rekening bank perusahaan pada tanggal neraca. Kecuali jika diungkapkan
sebaliknya dalam laporan keuangan, manajemen juga menegaskan bahwa kas tidak dibatasi dan
tersedia untuk penggunaan normal. Manajemen juga menegaskan bahwa semua pengungkapan
yang diperlukan yang berkaitan dengan kas sudah akurat dan dapat dipahami. Asersi serupa juga
berlaku untuk setiap pos aktiva, kewajiban, ekuitas pemilik, pendapata, dan beban dalam laporan
keuangan. Asersi-asersi ini bagi kelas transaksi, saldo akun, dan penyajian serta pengungkapan.
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian (existence or occurance) berhubungan dengan
apakah aktiva atau uang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah
terjadi selama periode tertentu. sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan
produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen
mambuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau
jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.
Asersi tentang kelengkapan (completeness) berhubungan dengan apakah semua transaksi dan
akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya.
Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat
dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa
utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
Asersi tentang hak dan kewajiban (rights and obligations) berhubungan dengan apakah aktiva
merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang
dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai perolehan hak entitas atas kekayaan yang disewa-
guna-usahakan (leased) dan utang sewa usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu
kewajiban entitas.
Asersi tentang penilaian atau alokasi (valuation and allocation) berhubungan dengan apakah
komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam
laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu
secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian
pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan
berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) berhubungan
dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan
diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban
yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam
waktu satu tahun. Demikain pula, manajemen mambuat asersi bahwa jumlah yang disajikan
sebagai pos luar biasa dalam laporan laba-rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.
A. BUKTI AUDIT
I. Pengertian Bukti Audit
Mulyadi (2002 : 74) dalam Ricky Aditia (2012) mendefinisikan bukti audit sebagai :
Segala informasi yang mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan dalam
laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya.
Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bukti audit “sebagai setiap
informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah
dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan”.
Dalam akuntansia (2011) Bukti audit didefinisikan sebagai setiap informasi yang
digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah sesuai dengan
criteria yang ditetapkan.
Berdasarkan beberapa penjelasan pengertian bukti audit diatas maka dapat ditarik
kesimpulan, bukti audit adalah Segala informasi yang mendukung data yang disajikan
dalam laporan keuangan, yang digunakan auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan. Informasi tersebut terdiri dari Bukti
yang berasal dari data akuntansi dan bersifat sebagai informasi pendukung lainnya. Bukti
yang berasal dari data akuntansi dapat berupa jurnal, buku besar dan buku pembantu,
pedoman akuntansi terkait, Informasi dan catatan memorandum (kertas kerja
perhitungan-perhitungan, rekonsiliasi). Sedangkan Bukti yang merupakan informasi
pendukung lainnya dapat berupa inspeksi dan pemeriksaan fisik, Konfirmasi dan
pernyataan tertulis, dokumen-dokumen (cek, faktur, perjanjian, kontrak,
dll), Informasi dari wawancara, observasi seperti obeservasi pada sistem pengendalian
internal perusahaan.

II. Tujuan Audit


Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia. Kewajaran laporan
keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam
laporan keuangan.

III. Asersi Manajemen Dalam Laporan Keuangan


SA Seksi 326 paragraf 03 menyebutkan berbagai asersi yang terkandung
dalam laporan keuangan. Asersi tersebut dapat bersifat implisit maupun eksplisit. Asersi
manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan berdasarkan
penggolongan besar berikut ini:
1. Asersi Keberadaan atau Keterjadian
Behubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah
transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
2. Asersi Kelengkapan
Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan dalam
laporan keuangan.
3. Asersi Hak dan Kewajiban
Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
4. Asersi Penilaian atau Alokasi
Berhubungan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah
dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.
5. Asersi Penyajian dan Pengungkapan
Berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan
diklasifikasikan dijelaskan, dan diungkapakan semestinya.
Secara tidak langsung, hal tersebut diatas telah melukiskan hubungan
antara asersi manajemen dengan tujuan umum audit. Karena kewajaran laporan keuangan
sangat ditentukan integritas berbagai asersi manajemen yang terkandungdalam laporan
keuangan.

IV. SA Seksi 326-Bukti Audit


Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga
Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal itu
dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326
pr. 1) menyatakan bahwa :
“Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat
atas laporan keuangan auditan.”
Bukti audit didasarkan atas standar pekerjaan lapangan ketiga. Ada empat kata penting
dalam standar tersebut, yaitu:
1. Bukti Audit
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Data akuntansi berupa jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman
akuntansi, memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja (work
sheet) yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan
merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan.
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat,
konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui; informasi yang diperoleh
auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan pemeriksaan fisik; serta
informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya
untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat.
2. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti
Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan
oleh auditor. Pertimbangan profesional auditor memegang peranan yang penting. Ada
beberapa factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menetukan cukup atau
tidaknya bukti audit:
v Materialitas dan Resiko
Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak material. Untuk akun yang
memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah
bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan
dengan akun yang memilliki kemungkinan kecil untuk salah disajikan dalam laporan
keuangan.
v Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko
audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan
pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk
menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat
diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
v Faktor Ekonomi
Pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua faktor: waktu dan
biaya. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan
yang sama tingginya dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, aditor memilih untuk
memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi: biaya dan
manfaat (cost and benefit).
v Ukuran dan Karakteristik Populasi
Dalam pemeriksaan atas unsur-unsur tertentu laporan keuangan, auditor seringkali
menggunakan sampling audit. Dalam sampilng audit, auditor memilih secara acak sebagian
anggota populasi untuk diperiksa karakteristiknya. Umumnya, semakin besar populasi,
semakin banyak jumlah bukti audit yang diperiksa oleh auditor.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual
yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi
yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi
yang seragam.

Karakteristik populasi ditentukan oleh homogenitas anggota populasi. Jika auditor


menghadapi populasi dengan anggota yang homogen, jumlah bukti audit yang dipilih
dari populasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan populasi yang beranggotakan
heterogen.
Dari penjelasan beberapa faktor-faktor diatas, dapat kita lihat ada dua faktor paling penting
dalam menentukan apakah bukti audit yang dikumpulkan cukup atau tidak, yaitu ekspektasi
auditor atas kemungkinan salah saji (materialitas) dan efektivitas dari pengendalian
intern klien. Untuk mengilustrasikannya, Asumsikan bahwa dalam audit atas suatu
organisasi, auditor menyimpulkan bahwa ada kemungkinan besar terjadi keusangan
persediaan karena sifat barang persediaan itu sendiri. Auditor mengambil sampel persediaan
yang lebih besar dibandingkan jika auditor menduga bahwa kemungkinan terjadinya
keusangan persediaan adalah kecil. Dengan cara yang sama, apabila auditor menyimpulkan
bahwa pengendalian intern auditan dalam pencatatan aktiva tetap telah berjalan dengan baik,
maka jumlah sampel yang lebih kecil akan dianggap memadai dalam audit atas perolehan
aktiva tetap.

3. Kompetensi Bukti Audit


Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi
dan informasi penguat. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan
akuntansi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Pada umumnya,
kecukupan bukti diukur dengan ukuran sampel yang dipilih oleh auditor. Misalnya untuk
suatu prosedur audit, bukti yang diperoleh dari sampel sebesar 100 bukti umumnya akan lebih
memadai daripada pengambilan sampel sebanyak 50 bukti.Kompetensi informasi penguat
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
· Relevansi, bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.
· Sumber,bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya
merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi.
· Ketepatan waktu,berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh
auditor.
· Objektivitas, bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang
bersifat subjektif.
4. Bukti Audit Sebagai Dasar yang Layak untuk Menyatakan Pendapat Auditor
Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
· Pertimbangan professional, merupakan salah satu faktor yang menentukan keseragaman
penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.
· Integritas manajemen, auditor akan meminta bukti kompeten jika terdapat keraguan
terhadap integritas manajemen.
· Kepemilkikan publik versus terbatas, auditor memerlukan tingkat keyakinan yang
lebih tinggi dalam audit atas laporan keuangan perusahaan publik dibandingkan
dengan audit atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh dikalangan terbatas.
· Kondisi keuangan, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas laporan keuangan
auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan sekalipun jika perusahaan yang
telah diaudit mengalami kesulitan keuangan ataupun kebangkrutan.

Tipe Bukti Audit


Tipe bukti audit dikelompokan menjadi 2 yaitu tipe data akuntansi dan tipe informasi
penguat.

1. Tipe Data Akuntansi

Ø Pengendalian Intern Sebagai Bukti


Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan
untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui bahwa
klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan
usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor mengenai
keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
Ø Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan
akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor mengenai
pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.

2. Tipe Informasi Penguat

Ø Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan
aktiva berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk
mengidentifikasi sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu
usaha untuk menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
Ø Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau
angka atau symbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi menjadi
3 golongan, yaitu:
a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung
kepada auditor.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip
klien.
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
Ø Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa:
1. Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
2. Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
3. Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif
depressiasi yang digunakan oleh klien.
4. Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang
beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.
Ø Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara
lisan dari klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan
keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan.
Ø Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang
lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang,
penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
Ø Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan
khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang
digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan
klien.
Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada ditangan
auditor. Jika auditor menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang kompeten,
hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat
wajar. Jika auditor puas dengan hasil penemuan spesialis, dan jika ia memberikan pendapat
selain pendapat wajar, maka ia dapat menunjukkan hasil pekerjaan spesialis tersebut untuk
mendukung alasan tidak diberikan pendapat wajar dalam laporan auditnya.

V. Jenis Bukti Audit


Dalam memutuskan prosedur-prosedur audit manakah yang akan digunakan, auditor
dapat memilihnya dari ketujuh kategori umum bukti audit. Kategori-kategori ini, dikenal
sebagai jenis-jenis bukti, disajikan sebagai berikut:
a. Pengujian fisik (physical examination)
Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor atas
aktiva yang berwujud (tangible asset). Jenis bukti ini sering berkaitan dengan persediaan
dan kas, tetapi dapat pula diterapkan untuk berbagai verifikasi atas surat berharga, surat
piutang, serta aktiva tetap yang berwujud Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap
aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang
bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa
dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan
observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan
erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.
b. Konfirmasi (confirmation)
Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secara tertulis mupun
lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan keakuratan informasi
sebagaimana yang diminta oleh auditor. Permintaan ini ditujukan bagi klien, dan klien
meminta pihak ketiga yng independen untuk memberikan tanggapannya secara langsung
kepada auditor. Karena konfirmasi-konfirmasi ini datang dari berbagai sumber yang
independent terhadap klien, maka jenis bukti audit ini sangatlah dihargai dan merupakan
jenis bukti yang paling sering dipergunakan, walaupun banyak menghabiskan waktu dan
biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:
a. Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan
persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.
b. Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk mengisikan
saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
c. Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk
memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang
ditanyakan.

Jenis-jenis informasi utama yang seringkali dikonfirmasikan, bersama-sama dengan sumber


konfirmasinya, ditampilkan dalam tabel dibawah ini:

INFORMASI SUMBER
Aktiva
Kas pada bank Bank
Piutang dagang Pelanggan
Surat piutang Pembuat surat
Persediaan di luar dan Pihak yang menerima konsinyasi
dikonsinyasikan (Consignee)
Persediaan tersimpan dalam Gudang umum
gudang umum
Nilai kas dalam asuransi jiwa
Perusahaan asuransi
Kewajiban
Utang dagang Kreditur
Surat utang Pemberi pinjaman
Uang muka dari pelanggan Pelanggan
Utang hipotik Pemberi hipotik (mortgagor)
Utang obligasi Pemegang obligasi
Modal Sendiri
Saham yang beredar Pencatat saham dan agen transfer
saham
Informasi Lainnya
Nilai cakupan asuransi Perusahaan asuransi
Kewajiban kontingen Bank, pemberi pinjaman, dan penasihat
hukum klien
Perjanjian obligasi Pemegang obligasi
Agunan yang dikuasai oleh para Kreditur
kreditur
Tabel 2 Informasi yang Sering Dikonformasikan
c. Dokumentasi (documentation)
Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan klien
untuk mendukung informasi yng tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan
keuangan. Berbagai dokumen yang di uji auditor adalah catatan-catatan yang
dipergunakan oleh klien untuk menyediakan informasi bagi pelaksanaan bisnis yang
terorganisasi. Karena pada umumnya setip transaksi dalam organisasi klien ini minimal
didukung oleh selembar dokumen,maka jenis bukti audit ini tersedia dalam jumlah besar.
Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara
langsung.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui
klien.
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.

Dokumentasi merupakan suatu bentuk bukti yang dipergunakan secara luas dalam setiap
penugasan audit karena pada umumnya jenis bukti ini telah tersedia bagi auditor
dengan biaya perolehan bukti yang relative rendah.seringkali jenis bukti ini merupakan
satu-satunya jenis bukti audit yang layak dan siap pakai.
d. Prosedur analitis (analytical procedures)
Prosedur Analitis menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan-hubungan
untuk menilai apakah saldo-saldo akun atau data lainnya nampak wajar.
e. Wawancara kepada klien (inquiries of the client)
Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan maupun
tertulis dari klien sebagai tanggapannya atas berbagai tanggapannya atas berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh auditor. Masalah yang dapat ditanyakan antara lain
meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi
yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama
tidak ditagih.
Walaupun banyak bukti yang diperoleh dari klien berasal dari hasil wawancara ini, bukti
tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti yang meyakinkan karena tidak diperoleh
dari sumber yang independen dan barangkali cenderung mendukung pihak klien. Oleh
karena itu, saat auditor memperoleh bukti dari hasil wawancara ini, pada umumnya
merupakan suatu keharusan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit lainnya yang lebih
meyakinkan melalui berbagai prosedur lainnya.
f. Hitung uji (reperformance)
Hitung uji ini melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer
informasi yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit
pada sejumlah sampel yang diambil auditor. Pengujian kembali atas berbagai perhitungan
ini terdiri dari pengujian atas keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur
seperti pengujian perkalian dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam
jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung, serta menguji perhitungan atas beban depresiasi
dan beban dibayar di muka. Pengujian kembali atas berbagai transfer informasi mencakup
penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat informasi tersebut
dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu dicatat dalam nilai
yang sama pada setiap saat.
g. Observasi (observation)
Observasi adalah penggunaan indera perasa untuk menilai aktivitas-aktivitas
tertentu. Sepanjang proses audit, terdapat banyak kesempatan bagi auditor untuk
mempergunakan indera penglihatan, pendengaran, perasa, dan penciumannya dalam
mengevaluasi berbagai item yang sangat beraneka ragam. Merupakan kewajiban auditor
untuk menindaklanjuti berbagai kesan pertama yang didapatnya dengan berbagai bentuk bukti
audit lainnya yang bersifat nyata.
VI. Keputusan yang Harus Diambil Oleh Auditor Berkaitan dengan Bukti Audit
Dalam proses pengumpulan bukti audit,auditor melakukan 4 pengambilan keputusan
yang saling berkaitan, yaitu:

1. Penentuan prosedur audit yang akan digunakan

Untuk mengumpulkan bukti audit, auditor mengunakan prosedur audit. Contoh prosedur audit
disajikan berikut ini.
ü Hitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang kas tersebut
sampai dengan saat penyetoran ke bank.
ü Mintalah cut-off bank statement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua minggu setelah
tanggal neraca.
ü Lakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik sediaan yang diselenggarakan oleh klien.

2. Penentuan Besarnya Sampel

Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk setiap
prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang satu dengan audit yang
lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
3. Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel

Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih harus
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.

4. Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedur Audit

Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasa nya 1
tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera awal tahun. Umumnya,
klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu dengan tiga bulan setelah
tanggal neraca.

B. PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT


Perancangan Pengujian substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif
menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang
signifikan. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:
v Sifat pengujian
1. Prosedur mana yang akan dilaksanakan
2. Terkait dengan tujuan spesifik yang ingin dicapai auditor
3. Harus relevan
4. Mempertimbangkan biaya relative serta evektifitas dalam kaitannya dengan tujuan audit
5. Pendekatan compliance atau subtantif test
v Waktu pengujian
v Luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima untuk setiap asersi.

Jenis Prosedur Substantif


Prosedur pengujian substantif dirancang untuk memperoleh bukti mengenai
kelengkapan, keakuratan dan keabsahan data-data yang dihasilkan oleh sistem
akuntansi serta ketepatan penerapan perlakuan akuntansi terhadap transaksi-transaksi
dan saldo-saldo. Hal ini diklasifikasikan dalam 3 tahap prosedur audit umum yaitu:

Ø Pengujian rinci atau detail saldo


Berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-item
yang membentu saldo tersebut. Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang
pengujian detail saldo akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo
akun yang direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit
dengan memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
2. Menetapkan risiko pengendalian.
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah
sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada
umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan
pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci saldo
yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko,
semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.

Ø Pengujian detail transaksi


Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
a. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
b. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
c. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku
pembantu.
Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah
benar.
Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh
temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak
mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan
atas kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya
menggunakan dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas
pengujian detail transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada
prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan
biaya daripada pengujian detail saldo.

Ø Prosedur Analitik
Menurut SA 329 prosedur analitis didefinisikan sebagai “evaluasi atas informasi
keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data keuangan
dan nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan
ekspektasi auditor.” Definisi ini menekankan pada ekspektasi yang dikembangkan oleh
auditor. Prosedur analitis dapat dilakukan dalam tiga kesempatan selama penugasan audit
berlangsung yakni saat perencanaan, pengujian dan penyelesaian audit.
Prosedur Analitik Dalam Fase Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk
memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini,
prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk:
1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi
sejak tanggal audit terakhir dan,
2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang
bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal
seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, ratio serta trend yang
dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan
audit.
Prosedur Analitik dalam Fase Pengujian Substantif
Prosedur analitis dilakukan sebagai salah satu pengujian substansif untuk menghimpun
bahan bukti tentang asersi tettentu yang terkait dengan saldo rekening. Auditor
mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif
untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi
prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu,
prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada
asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam
memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Dalam tahap pengambilan kesimpulan hasil audit, prosedur analitis berguna sebagai alat
untuk penelaahan akhir tentang rasionalitas laporan keuangan auditan.. Hubungan antar
ketiga fase audit dengan tujuan penerapan prosedur analitis nampak pada gambar berikut ini
DOKUMENTASI AUDIT (KERTAS KERJA AUDIT)
Definisi Kertas Kerja
SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 03 mendefinisikan kertas kerja sebagai berikut:
“Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya.”
Tujuan Pembuatan Kertas Kerja
Empat tujuan penting pembuatan kertas kerja adalah untuk:
1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.
Kertas kerja dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya, dan merupakan
bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai.
2. Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.
Auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam auditnya, jika di
kemudian hari ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan mengenai simpulan atau
pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam auditnya.
3. Sebagai bukti auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP). Dalam kertas kerja pemeriksaan harus terlihat bahwa apa yang
diatur dalam SPAP sudah diikuti dengan baik oleh auditor. Misalnya melakukan penilaian
terhadap pengendalian internal dengan menggunakan internal control questioner.
4. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.
Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang dilaksanakan
dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit tersebut menghasilkan berbagai
macam bukti yang membentuk kertas kerja. Pengkordinasian dan pengorganisasian berbagai
tahap audit tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.
5. Sebagai referensi dalam hal ada pertanyaan dari:
a. Pihak pajak
b. Pihak bank
c. Pihak klien
Jika kertas kerja pemeriksaan lengkap, pertanyaan apa pun yang diajukan pihak-pihak tersebut
yang berkaitan dengan laporan audit, bisa dijawab dengan mudah oleh auditor, dengan
menggunakan kertas kerja pemeriksaan sebagai referensi.
6. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.
Dari Kertas Kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk audit berikutnya
jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama dalam periode akuntansi yang
berlainan, auditor memerlukan informasi mengenai sifat usaha klien, catatan dan ank e
akuntansi klien, pengendaian intern klien, dan rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada
klien dalam audit yang lalu, jurnal-jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan
secara wajar laporn keuangan yang lalu.
Contoh kertas kerja adalah program audit, hasil pemahaman terhadap pengendalian
intern, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi klien, ikhtisar dari
dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh
auditor. Data kertas kerja dapat disimpan dalam pita magetik, film, atau media yang lain.

Isi Kertas Kerja


Kertas Kerja biasanya berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
1. Telah dilaksanakan standar pekerjaan lapangan pertama yaitu pemeriksaan telah
direncanakan dan disupervisi dengan baik.
2. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua yaitu pemahaman memadai atas
pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan
lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga yaitu bukti audit telah diperoleh,
prosedur audit telah ditetapkan, dan pengujian telah dilaksanakan , yang memberikan bukti
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan auditan.

Tipe Kertas Kerja


Isi kertas kerja meliputi semua informasi yang dikumpulan dan dibuat oleh auditor
dalam auditnya. Kertas kerja terdiri dari berbagai macam yang secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam 5 tipe kertas kerja berikut ini :
1. Program audit (audit program)
2. Working trial balance
3. Ringkasan jurnal adjustment
4. Skedul utama (lead schedule atau top schedule)
5. Skedul pendukung (supporting schedule)

Program Audit
Program audit merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu,
sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit
tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Dalam program audit,
auditor menyebutkan prosedur audit yang harus diikuti dalam melakukan verifikasi setiap
unsur yang tercantum dalam laporan keuangan, tanggal dan paraf pelaksana prosedur audit
tersebut, serta penunjukan indeks kertas kerja yang dihasilkan. Dengan demikian, program
audit berfungsi sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal
pelaksanaan dan pengawasan pekerja audit. Program audit dapat digunakan untuk
merencanakan jumlah orang yang diperlukan untuk melaksanakan audit beserta
komposisinya, jumlah asisten dan auditor junior yang akan ditugasi, taksiran jam yang akan
dikonsumsi, serta untuk memungkinkan auditor yang berperan sebagai supervisor dapat
mengikuti program audit yang sedang berlangsung.

Working Trial Balance


Working Trial Balance adalah suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku besar
pada akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom untuk
adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor, serta saldo-saldo setelah
koreksi auditor yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan (audited financial
statements).
Working trial balance ini merupakan daftar permulaan yang harus dibuat oleh auditor
untuk memindahkan semua saldo akun yang tercantum dalam daftar saldo (trial
balance) klien. Dalam proses audit, working trial balance ini digunakan untuk
meringkas adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor kepada
klient serta saldo akhir tiap-tiap akun buku besar setelah adjustment atau koreksi oleh
auditor. Dari kolom terakhir dalam working trial balance tersebut,auditor menyajikan
draft final laporan keuangan klient setelah diaudit oleh auditor. Draft final inilah yang
akan diusulkan oleh auditor kepada klien untuk dilampirkan pada laporan audit.
Program Audit untuk Pengujian Indeks Kertas Tanggal Pelaksana
substansi Kerja Pelaksanaan
Prosedur audit awal
1.Usut saldo kas yang tercantum dalam
neraca ke saldo akun kas yang
berkaitan dalam buku besar
2.Hitung kembali saldo akun kas dalam
buku besar
3.Lakukan preview terhadap mutasi luar
biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun kas
4.Usut saldo awal akun kas ke kertas
kerja tahun yang lalu
5.Usut posting pendebitan akun kas ke
dalam jurnal penerimaan kas dan
jurnal pengeluaran kas
Pengujian Analitik
Bandingkan saldo kas dengan angka
kas yang dianggarkan, saldo akhir
tahun yang lalu, atau angka harapan
lain
6. Hitung rasio saldo kas dengan aktiva
anak dan bandingkan dengan angka
harapan

Pengujian terhadap transaksi rinci


8.Lakukan pengujian pisah batas
transaksi kas
9.Buatlah dan lakukan analisis terhadap
rekonsilisasi bank 4 kolom
10.Buatlah daftar transfer bank dalam
priode sebelum dan sesudah tanggal
neraca untuk menemukan
kemungkinan terjadinya check kitting

Pengujian terhadap Saldo Akun


Rinci
11. Hitung kas yang ada di tangan klien
12. Rekonsiliasi catatan kas klien dengan
rekening ank bank yang berkaiatan
13. Lakukan konfirmasi saldo kas di bank
14.Periksa cek yang beredar pada tanggal
neraca ke dalam rekening ank bank
15. Buatlah rekonsiliasi saldo kas
menurut cutoff bank statement dengan
saldo kas menurut catatan klien
16.Usut setoran dalam perjalanan (deposit
in transit) pada tanggal neraca ke
dalam cutoff bank statement
17. Periksa tanggal yang tercantum dalam
cek yang beredar pada tanggal neraca
18. Periksa adanya cek kosong yang
tercantum dalam cutoff bank statement
19. Periksa semua cek dalam cutoff bank
statement mengenai kemungkinan
hilangnya cek yang tercantum sebagai
cek yang beredar pada tanggal neraca

Verifikasi Penyajian dan


Pengungkapan
20. Periksa jawaban konfirmasi dari bank
mengenai batasan yang dikenakan
terhadap pemakaian rekening tertentu
klien di bank
21.Lakukan wawancara dengan
manajemen mengenai batasan
pengguna kas klien
22.Periksa adanya kemungkinan
penggelapan kas dengan
cara lapping penerimaan dan
pengeluaran kas
Working trial balance ini mempunyai fungsi yang sama dengan lembar kerja (work sheet)
yang digunakan oleh klien dalam proses penyusunan laporan keuangan. Dalam
penyusunan laporan keuangan, klien menempuh beberapa tahap sebagai berikut :
1. Pengumpulan bukti transaksi
2. Pencatatan dan Penggolongan transaksi dalam jurnal dan buku pembantu
3. Pembukuan (posting) jurnal ke dalam buku besar
4. Pembuatan lembar kerja
5. Penyajian laporan keuangan

Dalam proses auditnya, auditor bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan auditan.
Adapun tahap-tahap penyusunan laporan keuangan auditan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan bukti audit dengan cara pembuatan atau pengumpulan skedul
pendukung ( supporting schedules).
2. Peringkasan informasi yang terdapat dalam skedul pendukung ke dalam skedul
utama ( lead schedules atau top schedules) dan ringkasan jurnal adjustment.
3. Peringkasan informasi yang tercantum dalam skedul utama dan ringkasan
jurnal adjustment ke dalam working trial balance.
4. Penyusunan laporan keuangan auditan.

Ringkasan Jurnal Adjustment


Dalam proses auditnya, auditor mungkin menemukan kekeliruan dalam laporan
keuangan dan catatan akuntansi kliennya. Untuk membetulkan kekeliruan tersebut, auditor
membuat draft jurnal adjustment yang nantinya akan dibicarakan dengan klien.
Disamping itu, auditor juga membuat jurnal penggolongan kembali ( reclassification
entries) untuk unsur, yang meskipun tidak salah dicatat oleh klien, namun untuk
kepentingan penyusunan laporan keuangan yang wajar, harus digolongkan.
Jurnal adjustment yang diusulkan oleh auditor biasanya diberi nomor urut dan untuk
jurnal penggolongan kembali diberi identitas huruf. Setiap jurnal adjustment maupun jurnal
penggolongan kembali harus disertai penjelasan yang lengkap.
Jurnal adjustment berbeda dengan jurnal penggolongan kembali. Jurnal penggolongan
kembali digunakan oleh auditor hanya untuk memperoleh pengelompokkan yang benar
dalam laporan keuangan klien. Jurnal ini digunakan untuk menggolongkan kembali suatu
jumlah dalam kertas kerja auditor; tidak untuk disarankan agar dibukukan ke dalam catatan
akuntansi klien.
Di lain pihak, jurnal adjustment digunakan oleh auditor untuk mengoreksi catatan
akuntansi klien yang salah, sehingga jurnal ini disarankan oleh auditor kepada klien
untuk dibukukan dalam catatan akuntansi kliennya. Oleh auditor, jurnal adjustment dan
penggolongan kembali ini mula-mula dicatat dalam skedul pendukung dan ringkasan
jurnal adjustment. Emudian jurnal-jurnal tersebut diringkas dari berbagai skedul pendukung
ke dalam skedul utama yang berkaitan ank e dalam working trial balance.

Skedul Utama
Skedul utama adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang
dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan. Skedul utama ini
digunakan untuk menggabungkan akun-akun buku besar yang sejenis, yang jumlah saldonya
akan dicantumkan dalam laporan keuangan dalam satu jumlah.
Skedul utama memiliki kolom yang sama dengan kolom-kolom yang terdapat
dalam working trial balance. Jumlah total tiap-tiap kolom dalam skedul utama dipindahkan ke
dalam kolom yang berkaitan dengan working trial balance.

Skedul Pendukung
Pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap unsur-unsur yang tercantum dalam
laporan keuangan klien, ia membuat berbagai macam kertas kerja pendukung yang
menguatkan informasi keuangan dan operasional yang dikumpulkannya. Dalam setiap skedul
pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh auditor dalam
memverifikasi dan menganalisis unsur-unsur yang dicantumkan dalam daftar tersebut,
metode verifikasi yang digunakan, pertanyaan yang timbul dalam audit, serta jawaban
atas pertanyaan tersebut. Skedul pendukung harus memuat juga berbagai simpulan yang
dibuat oleh auditor.

Pemberian Indeks Pada Kertas Kerja


Pemberian indeks terhadap kertas kerja akan memudahkan pencarian informasi dalam
bebagai daftar yang terdapat diberbagai tipe kertas kerja. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pemberian indeks kertas kerja adalah sebagai berikut :
1. Setiap kertas kerja harus diberi indeks, dapat disudut atas satu di sudut bawah.
2. Pencantuman indeks silang (cross index) harus dilakukan sebagai berikut :
a. Indeks silang dari skedul utama.
b. Indeks silang dari skedul akun pendapatan dan biaya.
c. Indeks silang antarskedul pendukung.
d. Indeks silang dari skedul pendukung ke ringkasan jurnal adjusment.
e. Indeks silang dari skedul utama ke working trial balance.
f. Indeks silang dapat digunakan pula untuk menghubungkan program audit dengan kertas
kerja.
3. Jawaban konfirmasi, pita mesin hitung, print-out komputer, dan sebagainya tidak diberi
indeks kecuali jika dilampirkan di belakang kertas kerja yang berindeks.

Metode Pemberian Indeks Kertas Kerja


Ada tiga metode pemberian indeks terhadap kertas kerja :
1. Indeks angka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi indeks dengan angka, sedangkan
skedul pendukung diberi subindeks dengan mencantumkan nomor kode skedul utama yang
berkaitan.
2. Indeks kombinasi angka dan huruf. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi kode huruf,
sedangkan skedul pendukungnya diberi kode kombinasi huruf dan angka.
3. Indeks angka berurutan. Kertas kerja diberi angka yang berurutan.

Susunan Kertas Kerja


Auditor biasanya menyelenggarakan dua macam arsip kertas kerja untuk setiap kliennya :
· Arsip audit tahunan untuk setiap audit yang telah selesai dilakukan, yang disebut arsip
kini (current file)
· Arsip permanen (permanent file) untuk data yang secara relatif tidak mengalami perubahan.
Arsip kini berisi kertas kerja yang informasinya hanya mempunyai manfaat untuk tahun
yang diaudit saja. Arsip permanen berisi informasi sebagai berikut :
1. Copy anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien
2. Bagan organisasi dan luas wewenang serta tanggung jawab para manajer
3. Pedoman akun, pedoman prosedur, dan data lain yang behubungan dengan pengendalian
4. Copy surat perjanjian penting yang mempunyai masa laku jangka panjang.
5. Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk pokok perusahaan
6. Copy notulen rapat direksi, pemegang saham, dan komite-komite yang dibentuk klien.
Pembentukan arsip permanen ini mempunyai tiga tujuan yaitu :
a. Untuk menyegarkan ingatan auditor mengenai informasi yang akan digunakan dalam audit
tahun-tahun mendatang.
b. Untuk memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan organisasi klien bagi staf yang baru
pertama kali menangani audit laporan keuangan klien tersebut.
c. Untuk menghindari pembuatan kertas kerja yang sama dari tahun ke tahun.
Analisis terhadap akun-akun tertentu yang relatif tidak pernah mengalami perubahan harus
juga dimasukkan ke dalam arsip permanin. Akun-akun seperti tanah, gedung, akimulasi,
depresiasi, investasi, utang jangka panjang, modal saham dan akun lain yang termasuk dalam
kelompok modal sendiri adalah jarang mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Pemeriksaan pertama terhadap akun tersebut akan menghasilkan informasi yang akan berlaku
beberapa tahun, sehingga dalam audit berikutnya auditor hanya akan memeriksa transaksi-
transaksi tahun yang diaudit yang berkaitan dengan akun-akun tersebut. Dalam hal ini arsip
permanen benar-benar menghemat waktu auditor karena perubahan-perubahan dalam tahun
yang diaudit tinggal ditambahkan dalam arsip permanen, tanpa harus memunculkan kembali
informasi-informasi tahun-tahun sebelumnya dalam kertas kerja tersendiri.

Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Oleh Auditor Dalam Pembuatan Kertas Kerja
Yang Baik
Kecakapan teknis dan keahlian professional seorang auditor independen akan tercermin pada
kertas kerja yang dibuatnya. Auditor yang kompeten adalah auditor yang mampu
menghasilkan kertas kerja yang benar-benar bermanfaat. Ada lima hal yang harus
diperhatikan untuk memenuhi tujuan ini:
1. Lengkap. Kertas kerja harus lengkap dalam arti:
a. Berisi semua informasi yang pokok.
b. Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan.
2. Teliti. Memperhatikan ketelitian penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas
dari kesalahan tulis dan perhitungan.
3. Ringkas. Kertas kerta dibatasi pada informasi yang pokok saja dan yang relevan dengan
tujuan audit yang dilakukan serta disajikan secara ringkas. Harus menghindari rincian yang
tidak perlu, serta merupakan ringkasan dan penafsiran data dan bukan hanya merupakan
penyalinan catatan klien ke dalam kertas kerja.
4. Jelas. Penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari. Penyajian
informasi secara sistematik perlu dilakukan.
5. Rapi. Kerapian dalam membuat kertas kerja berguna membantu auditor senior dalam me-
review hasil pekerjaan stafnya, serta memudahkan auditor dalam meperoleh informasi dari
kertas kerja tersebut

Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja


SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 06 mengatur bahwa kertas kerja adalah milik
kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi. Namun, hak kepemilikan
kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang
diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, ntuk meghindarkan
penggunaan hal-hal yag bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan yang tidak semestinya.
Kertas keja yang bersifat rahasia berdasarkan SA Seksi 339 paragraf 08 mengatur
bahwa auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas
kerja dan harus menyimpannya sekurang-kurangnya 10 tahun.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik memuat aturan yang berkaitan dengan
kerahasiaan kertas kerja. Aturan Etika 301 berbunyi sebagai berikut:
Anggota Kompartemen Akuntan Pubik tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien
yang rahasia tanpa persetujuan dari klien.
Hal-hal yang membuat auditor dapat memberikan informasi tentang klien kepada pihak lain
adalah :
· Jika klien tersebut menginginkannya,.
· Jika misalnya praktek kantor akuntan dijual kepada akuntan publik lain, jika kertas kerjanya
diserahkan kepada pembeli harus atas seijin klien.
· Dalam perkara pengadilan (dalam perkara pidana).
· Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan keharusan
untuk mengadakan peer review di antara sesame akuntan publik. Untuk me-
review kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang berlaku, dalam peer review informasi
yang tercantum dalam kertas kerja diungkapkan kepada pihak lain (kantor akuntan public
lain) tanpa memerlukan izin dari klien yang bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aditia, Ricky. 2012. Pengertian Bukti Audit. http://gallery-
bersama.blogspot.com/2012/05/pengertian-bukti-audit.html, diakses pada tanggal 03
desember 2013
Al. Haryono Jusup, 2001, Auditing, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN

Artikel Ekonomi. 2012. Bukti Audit serta Prosedur dan Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai