menurut Mulyadi tujuan dari audit dapat dibagi berdasarkan sifatnya yaitu bersifat umum dan
bersifat khusus.
Tujaun audit khusus ini lebih ditujukan kepada pengujian terhadap pos yang terdapat didalam
laporan keuangan yang merupakan asersi manajemen.
Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan
keuangan. Asersi (assertion) adalah suatu deklarasi, atau suatu rangkaian deklarasi secara
keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas deklarasi tersebut. Jadi, asersi adalah
pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh
pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam
laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan berdasarkan
penggolongan besar sebagai berikut ini:
Asersi Manajemen (management assertions) adalah representasi pernyataan yang tesirat atau
diekspresikan oleh manajemen tentang kelas transaksi dan akun serta pengungkapan yang terkait
dalam laporan keuangan. Dalam kebanyakan kasus, asersi manajemen bersifat tersirat. Pelajari
Gambar 6-4. Manajeme Hillsburg Hardware Co. Menegaskan bahwa kas sebesar $827.568
tercatat dalam rekening bank perusahaan pada tanggal neraca. Kecuali jika diungkapkan
sebaliknya dalam laporan keuangan, manajemen juga menegaskan bahwa kas tidak dibatasi dan
tersedia untuk penggunaan normal. Manajemen juga menegaskan bahwa semua pengungkapan
yang diperlukan yang berkaitan dengan kas sudah akurat dan dapat dipahami. Asersi serupa juga
berlaku untuk setiap pos aktiva, kewajiban, ekuitas pemilik, pendapata, dan beban dalam laporan
keuangan. Asersi-asersi ini bagi kelas transaksi, saldo akun, dan penyajian serta pengungkapan.
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian (existence or occurance) berhubungan dengan
apakah aktiva atau uang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah
terjadi selama periode tertentu. sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan
produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen
mambuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau
jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.
Asersi tentang kelengkapan (completeness) berhubungan dengan apakah semua transaksi dan
akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya.
Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat
dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa
utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
Asersi tentang hak dan kewajiban (rights and obligations) berhubungan dengan apakah aktiva
merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang
dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai perolehan hak entitas atas kekayaan yang disewa-
guna-usahakan (leased) dan utang sewa usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu
kewajiban entitas.
Asersi tentang penilaian atau alokasi (valuation and allocation) berhubungan dengan apakah
komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam
laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu
secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian
pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan
berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) berhubungan
dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan
diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban
yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam
waktu satu tahun. Demikain pula, manajemen mambuat asersi bahwa jumlah yang disajikan
sebagai pos luar biasa dalam laporan laba-rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.
A. BUKTI AUDIT
I. Pengertian Bukti Audit
Mulyadi (2002 : 74) dalam Ricky Aditia (2012) mendefinisikan bukti audit sebagai :
Segala informasi yang mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan dalam
laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya.
Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bukti audit “sebagai setiap
informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah
dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan”.
Dalam akuntansia (2011) Bukti audit didefinisikan sebagai setiap informasi yang
digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah sesuai dengan
criteria yang ditetapkan.
Berdasarkan beberapa penjelasan pengertian bukti audit diatas maka dapat ditarik
kesimpulan, bukti audit adalah Segala informasi yang mendukung data yang disajikan
dalam laporan keuangan, yang digunakan auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan. Informasi tersebut terdiri dari Bukti
yang berasal dari data akuntansi dan bersifat sebagai informasi pendukung lainnya. Bukti
yang berasal dari data akuntansi dapat berupa jurnal, buku besar dan buku pembantu,
pedoman akuntansi terkait, Informasi dan catatan memorandum (kertas kerja
perhitungan-perhitungan, rekonsiliasi). Sedangkan Bukti yang merupakan informasi
pendukung lainnya dapat berupa inspeksi dan pemeriksaan fisik, Konfirmasi dan
pernyataan tertulis, dokumen-dokumen (cek, faktur, perjanjian, kontrak,
dll), Informasi dari wawancara, observasi seperti obeservasi pada sistem pengendalian
internal perusahaan.
Ø Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan
aktiva berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk
mengidentifikasi sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu
usaha untuk menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
Ø Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau
angka atau symbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi menjadi
3 golongan, yaitu:
a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung
kepada auditor.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip
klien.
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
Ø Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa:
1. Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
2. Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
3. Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif
depressiasi yang digunakan oleh klien.
4. Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang
beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.
Ø Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara
lisan dari klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan
keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan.
Ø Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang
lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang,
penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
Ø Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan
khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang
digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan
klien.
Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada ditangan
auditor. Jika auditor menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang kompeten,
hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat
wajar. Jika auditor puas dengan hasil penemuan spesialis, dan jika ia memberikan pendapat
selain pendapat wajar, maka ia dapat menunjukkan hasil pekerjaan spesialis tersebut untuk
mendukung alasan tidak diberikan pendapat wajar dalam laporan auditnya.
INFORMASI SUMBER
Aktiva
Kas pada bank Bank
Piutang dagang Pelanggan
Surat piutang Pembuat surat
Persediaan di luar dan Pihak yang menerima konsinyasi
dikonsinyasikan (Consignee)
Persediaan tersimpan dalam Gudang umum
gudang umum
Nilai kas dalam asuransi jiwa
Perusahaan asuransi
Kewajiban
Utang dagang Kreditur
Surat utang Pemberi pinjaman
Uang muka dari pelanggan Pelanggan
Utang hipotik Pemberi hipotik (mortgagor)
Utang obligasi Pemegang obligasi
Modal Sendiri
Saham yang beredar Pencatat saham dan agen transfer
saham
Informasi Lainnya
Nilai cakupan asuransi Perusahaan asuransi
Kewajiban kontingen Bank, pemberi pinjaman, dan penasihat
hukum klien
Perjanjian obligasi Pemegang obligasi
Agunan yang dikuasai oleh para Kreditur
kreditur
Tabel 2 Informasi yang Sering Dikonformasikan
c. Dokumentasi (documentation)
Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan klien
untuk mendukung informasi yng tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan
keuangan. Berbagai dokumen yang di uji auditor adalah catatan-catatan yang
dipergunakan oleh klien untuk menyediakan informasi bagi pelaksanaan bisnis yang
terorganisasi. Karena pada umumnya setip transaksi dalam organisasi klien ini minimal
didukung oleh selembar dokumen,maka jenis bukti audit ini tersedia dalam jumlah besar.
Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara
langsung.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui
klien.
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Dokumentasi merupakan suatu bentuk bukti yang dipergunakan secara luas dalam setiap
penugasan audit karena pada umumnya jenis bukti ini telah tersedia bagi auditor
dengan biaya perolehan bukti yang relative rendah.seringkali jenis bukti ini merupakan
satu-satunya jenis bukti audit yang layak dan siap pakai.
d. Prosedur analitis (analytical procedures)
Prosedur Analitis menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan-hubungan
untuk menilai apakah saldo-saldo akun atau data lainnya nampak wajar.
e. Wawancara kepada klien (inquiries of the client)
Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan maupun
tertulis dari klien sebagai tanggapannya atas berbagai tanggapannya atas berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh auditor. Masalah yang dapat ditanyakan antara lain
meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi
yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama
tidak ditagih.
Walaupun banyak bukti yang diperoleh dari klien berasal dari hasil wawancara ini, bukti
tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti yang meyakinkan karena tidak diperoleh
dari sumber yang independen dan barangkali cenderung mendukung pihak klien. Oleh
karena itu, saat auditor memperoleh bukti dari hasil wawancara ini, pada umumnya
merupakan suatu keharusan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit lainnya yang lebih
meyakinkan melalui berbagai prosedur lainnya.
f. Hitung uji (reperformance)
Hitung uji ini melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer
informasi yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit
pada sejumlah sampel yang diambil auditor. Pengujian kembali atas berbagai perhitungan
ini terdiri dari pengujian atas keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur
seperti pengujian perkalian dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam
jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung, serta menguji perhitungan atas beban depresiasi
dan beban dibayar di muka. Pengujian kembali atas berbagai transfer informasi mencakup
penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat informasi tersebut
dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu dicatat dalam nilai
yang sama pada setiap saat.
g. Observasi (observation)
Observasi adalah penggunaan indera perasa untuk menilai aktivitas-aktivitas
tertentu. Sepanjang proses audit, terdapat banyak kesempatan bagi auditor untuk
mempergunakan indera penglihatan, pendengaran, perasa, dan penciumannya dalam
mengevaluasi berbagai item yang sangat beraneka ragam. Merupakan kewajiban auditor
untuk menindaklanjuti berbagai kesan pertama yang didapatnya dengan berbagai bentuk bukti
audit lainnya yang bersifat nyata.
VI. Keputusan yang Harus Diambil Oleh Auditor Berkaitan dengan Bukti Audit
Dalam proses pengumpulan bukti audit,auditor melakukan 4 pengambilan keputusan
yang saling berkaitan, yaitu:
Untuk mengumpulkan bukti audit, auditor mengunakan prosedur audit. Contoh prosedur audit
disajikan berikut ini.
ü Hitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang kas tersebut
sampai dengan saat penyetoran ke bank.
ü Mintalah cut-off bank statement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua minggu setelah
tanggal neraca.
ü Lakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik sediaan yang diselenggarakan oleh klien.
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk setiap
prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang satu dengan audit yang
lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
3. Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih harus
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasa nya 1
tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera awal tahun. Umumnya,
klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu dengan tiga bulan setelah
tanggal neraca.
Ø Prosedur Analitik
Menurut SA 329 prosedur analitis didefinisikan sebagai “evaluasi atas informasi
keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data keuangan
dan nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan
ekspektasi auditor.” Definisi ini menekankan pada ekspektasi yang dikembangkan oleh
auditor. Prosedur analitis dapat dilakukan dalam tiga kesempatan selama penugasan audit
berlangsung yakni saat perencanaan, pengujian dan penyelesaian audit.
Prosedur Analitik Dalam Fase Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk
memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini,
prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk:
1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi
sejak tanggal audit terakhir dan,
2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang
bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal
seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, ratio serta trend yang
dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan
audit.
Prosedur Analitik dalam Fase Pengujian Substantif
Prosedur analitis dilakukan sebagai salah satu pengujian substansif untuk menghimpun
bahan bukti tentang asersi tettentu yang terkait dengan saldo rekening. Auditor
mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif
untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi
prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu,
prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada
asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam
memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Dalam tahap pengambilan kesimpulan hasil audit, prosedur analitis berguna sebagai alat
untuk penelaahan akhir tentang rasionalitas laporan keuangan auditan.. Hubungan antar
ketiga fase audit dengan tujuan penerapan prosedur analitis nampak pada gambar berikut ini
DOKUMENTASI AUDIT (KERTAS KERJA AUDIT)
Definisi Kertas Kerja
SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 03 mendefinisikan kertas kerja sebagai berikut:
“Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya.”
Tujuan Pembuatan Kertas Kerja
Empat tujuan penting pembuatan kertas kerja adalah untuk:
1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.
Kertas kerja dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya, dan merupakan
bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai.
2. Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.
Auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam auditnya, jika di
kemudian hari ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan mengenai simpulan atau
pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam auditnya.
3. Sebagai bukti auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP). Dalam kertas kerja pemeriksaan harus terlihat bahwa apa yang
diatur dalam SPAP sudah diikuti dengan baik oleh auditor. Misalnya melakukan penilaian
terhadap pengendalian internal dengan menggunakan internal control questioner.
4. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.
Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang dilaksanakan
dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit tersebut menghasilkan berbagai
macam bukti yang membentuk kertas kerja. Pengkordinasian dan pengorganisasian berbagai
tahap audit tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.
5. Sebagai referensi dalam hal ada pertanyaan dari:
a. Pihak pajak
b. Pihak bank
c. Pihak klien
Jika kertas kerja pemeriksaan lengkap, pertanyaan apa pun yang diajukan pihak-pihak tersebut
yang berkaitan dengan laporan audit, bisa dijawab dengan mudah oleh auditor, dengan
menggunakan kertas kerja pemeriksaan sebagai referensi.
6. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.
Dari Kertas Kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk audit berikutnya
jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama dalam periode akuntansi yang
berlainan, auditor memerlukan informasi mengenai sifat usaha klien, catatan dan ank e
akuntansi klien, pengendaian intern klien, dan rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada
klien dalam audit yang lalu, jurnal-jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan
secara wajar laporn keuangan yang lalu.
Contoh kertas kerja adalah program audit, hasil pemahaman terhadap pengendalian
intern, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi klien, ikhtisar dari
dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh
auditor. Data kertas kerja dapat disimpan dalam pita magetik, film, atau media yang lain.
Program Audit
Program audit merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu,
sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit
tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Dalam program audit,
auditor menyebutkan prosedur audit yang harus diikuti dalam melakukan verifikasi setiap
unsur yang tercantum dalam laporan keuangan, tanggal dan paraf pelaksana prosedur audit
tersebut, serta penunjukan indeks kertas kerja yang dihasilkan. Dengan demikian, program
audit berfungsi sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal
pelaksanaan dan pengawasan pekerja audit. Program audit dapat digunakan untuk
merencanakan jumlah orang yang diperlukan untuk melaksanakan audit beserta
komposisinya, jumlah asisten dan auditor junior yang akan ditugasi, taksiran jam yang akan
dikonsumsi, serta untuk memungkinkan auditor yang berperan sebagai supervisor dapat
mengikuti program audit yang sedang berlangsung.
Dalam proses auditnya, auditor bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan auditan.
Adapun tahap-tahap penyusunan laporan keuangan auditan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan bukti audit dengan cara pembuatan atau pengumpulan skedul
pendukung ( supporting schedules).
2. Peringkasan informasi yang terdapat dalam skedul pendukung ke dalam skedul
utama ( lead schedules atau top schedules) dan ringkasan jurnal adjustment.
3. Peringkasan informasi yang tercantum dalam skedul utama dan ringkasan
jurnal adjustment ke dalam working trial balance.
4. Penyusunan laporan keuangan auditan.
Skedul Utama
Skedul utama adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang
dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan. Skedul utama ini
digunakan untuk menggabungkan akun-akun buku besar yang sejenis, yang jumlah saldonya
akan dicantumkan dalam laporan keuangan dalam satu jumlah.
Skedul utama memiliki kolom yang sama dengan kolom-kolom yang terdapat
dalam working trial balance. Jumlah total tiap-tiap kolom dalam skedul utama dipindahkan ke
dalam kolom yang berkaitan dengan working trial balance.
Skedul Pendukung
Pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap unsur-unsur yang tercantum dalam
laporan keuangan klien, ia membuat berbagai macam kertas kerja pendukung yang
menguatkan informasi keuangan dan operasional yang dikumpulkannya. Dalam setiap skedul
pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh auditor dalam
memverifikasi dan menganalisis unsur-unsur yang dicantumkan dalam daftar tersebut,
metode verifikasi yang digunakan, pertanyaan yang timbul dalam audit, serta jawaban
atas pertanyaan tersebut. Skedul pendukung harus memuat juga berbagai simpulan yang
dibuat oleh auditor.
Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Oleh Auditor Dalam Pembuatan Kertas Kerja
Yang Baik
Kecakapan teknis dan keahlian professional seorang auditor independen akan tercermin pada
kertas kerja yang dibuatnya. Auditor yang kompeten adalah auditor yang mampu
menghasilkan kertas kerja yang benar-benar bermanfaat. Ada lima hal yang harus
diperhatikan untuk memenuhi tujuan ini:
1. Lengkap. Kertas kerja harus lengkap dalam arti:
a. Berisi semua informasi yang pokok.
b. Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan.
2. Teliti. Memperhatikan ketelitian penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas
dari kesalahan tulis dan perhitungan.
3. Ringkas. Kertas kerta dibatasi pada informasi yang pokok saja dan yang relevan dengan
tujuan audit yang dilakukan serta disajikan secara ringkas. Harus menghindari rincian yang
tidak perlu, serta merupakan ringkasan dan penafsiran data dan bukan hanya merupakan
penyalinan catatan klien ke dalam kertas kerja.
4. Jelas. Penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari. Penyajian
informasi secara sistematik perlu dilakukan.
5. Rapi. Kerapian dalam membuat kertas kerja berguna membantu auditor senior dalam me-
review hasil pekerjaan stafnya, serta memudahkan auditor dalam meperoleh informasi dari
kertas kerja tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Aditia, Ricky. 2012. Pengertian Bukti Audit. http://gallery-
bersama.blogspot.com/2012/05/pengertian-bukti-audit.html, diakses pada tanggal 03
desember 2013
Al. Haryono Jusup, 2001, Auditing, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN