Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP TINGKAT


BULLING DI KAMPUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia yang
dibimbing oleh :
Daris Hadianto D., S.Pd., M.Pd.

Oleh : KELOMPOK 8
Amoreta Dinda Santika 1905521
Rokhaidah Hanum 1905692
Maulida Resti Kautsar 1905001
Tio Santa Amelia 1905742

PROGRAN STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan Rahmat serta
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pengaruh Pendidikan Karakter terhadap Tingkat Bullying di Kampus”

Makalah ini disusun untuk melengkapi nilai mata pelajaran Pendidikan


Bahasa Indonesia di UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Selama proses
penyusunan makalah ini penulis sangat memperhatikan informasi-informasi dari
berbagai sumber sehingga penulis dapat mendapatkan data yang sesuai. Kami
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak, antara lain:

1. Kedua orang tua atas doa dan dukungannya


2. Daris Hadianto D., S.Pd., M.Pd. selaku Pembimbing
3. Semua pihak yang telah membantu

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan keterbatasan, kemampuan, dan pengetahuan penulis. Oleh
karena itu penulis menerima seluruh kritik dan saran. Penulis pun berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komisi Perlindungan Anak (KPAI) menyatakan kasus pelanggaran hak


asasi anak mayoritas terjadi pada kasus perundungan (bullying).Berdasarkan
pengaduan yang diterima oleh KPAI, korban kekerasan psikis
dan bullying masih menempati posisi tertinggi. (News, 2019). Berdasarkan data
dari lembaga Unicef, bully menempati urutan ke empat dalam kasus kekerasan
anak yang terjadi di Indonesia. Komisioner Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan "Data Unicef tahun 2014
menyatakan delapan dari 10 anak mengalami bullying dan kasus bullying di
Indonesia menempati urutan atau posisi keempat dalam kasus kekerasan anak"
(Merdeka, 2018). Kasus bullying yang tejadi meliputi perundungan fisik,
verbal, sosial, perundungan seksual, dan perundungan di dunia maya. Faktor-
faktor penyebab adanya bullying antara lain, adanya masalah pribadi, kesulitan
mengendalikan emosi, kurangnya rasa empati, pernah menjadi korban bully,
rasa iri pada korban, dan merasa bahwa bullying menguntungkan (Doktersehat).
Bullying sering terjadi di tingkat SD,SMP, dan SMA, tetapi pada kenyataannya
bullying juga terjadi di tingkat kampus. Kasus ospek meminum air liur
merupakan salah satu contoh tindakan bullying di tingkat kampus.

Kasus tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman dan penerapan


pendidikan karakter di lingkungan pendidikan. Menurut Lickona dalam
Implementasi Pendidikan Karakter (2015)1 “Pendidikan Karakter sangat
dibutuhkan bagi suatu bangsa dikarenakan kekurangan paling mencolok pada
anak-anak adalah dalam hal nilai-nilai moral”. Serta menurut Ki Hajar Dewan
Tara dalam Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewan Tara2, “Pendidikan
ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup
tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh
lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah
adab kemanusiaan”. Oleh karena itu, dapat dismipulkan pendidikan karakter
merupakan salah satu faktor penting untuk memajukan suatu bangsa. Serta

1
Dr. Tutuk Ningsih, “Implementasi Pendidikan Karakter”,
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/2464/1/BUKU%20IMPLEMENTASI%20PENDIDIKAN%20KA
RAKTER.pdf ( diakses pada Minggu 06 Oktober 2019, Pukul 08.00 WIB)
2
Haryanto, “Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewan Tara”,
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131656343/penelitian/PENDIDIKAN+KARAKTER+MENURUT+KI+
HAJAR+DEWANTORO.pdf (diakses pada Minggu 06 Oktober 2019, Pukul 08.00 WIB)

1
fungsi pendidikan bukan hanya mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga harus
membentuk karakter anak bangsa menjadi pribadi berakhlak.

Pada kenyataannya, penerapan pendidikan karakter belum direalisasikan


dengan baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya tindakan bullying yang sering
terjadi. Masyarakat beranggapan tujuan pendidikan hanya untuk meningkatkan
kemampuan intelektual. Pandangan tersebut membuat masyarakat
mengesampingkan pentingnya pendidikan karakter.

Berhubungan dengan pentingnya pendidikan karakter, membuat sebagian


orang melakukan penelitian dengan topik tersebut. Terdapat berbagai karya
tulis ilmiah yang meniliti tentang pendidikan karakter. Dua diantaranya, yaitu
pertama makalah dengan judul “Pentingnya Penerapan Pendidikan Karakter
Dalam Proses Pembelajaran” ditulis oleh Taqudin Zarkasi.Makalah ini
menjelaskan tentang kegiatan pembelajaran berbasis pendidikan karakter, dan
pentingnya pembelajaran pendidikan karakter sedini mungkin. Kedua, jurnal
ilmiah dengan judul “Mengatasi Bullying Melalui Pendidikan Karakter” ditulis
oleh Yuyarti. Jurnal ini menjelaskan jenis-jenis bullying dan bagaimana cara
mengatasi tindakan bullying. Terdapat perbedaan pembahasan anatara kedua
karya tulis ilmiah tersebut dengan makalah ini. Makalah ini lebih memfokuskan
bagaimana pengaruh pendidikan karakter terhadap tingkat bullying di kampus
dan bagaimana cara menerapkan pendidikan karakte di lingkungan kampus.

Maraknya tindakan bullying yang terjadi di dunia pendidikan, membuat


kami ingin meneliti tindakan bullying , serta meneliti bagaimana hubungan
pendidikan karakter dengan tingkat bullying. Oleh karena itu, kami membuat
makalah dengan judul “Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Tingkat
Bullying di Kampus”

1.2 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah :


1) berbagai macam bentuk tindakan bullying
2) macam-macam pendidikan karakter
3) objek penelitian merupakan mahasiswa Universitas Pendidikan
Indonesia, khususnya mahasiswa Fakultas Pendidikan Ekonomi dan
Bisnis
4) pengumpulan data menggunakan metode kualitatif, berupa wawancara
dan kuisoner

2
1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :


1) bagaimana dampak yang ditimbulkan dari tindakan bullying?
2) bagaimana cara menerapkan pendidikan karakter di kampus?
3) bagaimana pengaruh pendidikan karakter terhadap tingkat bullying di
kampus?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :


1) menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari tindakan bullying
2) menjelaskan cara menerapkan pendidikan karakter di kampus
3) menjelaskan pengaruh pendidikan karakter terhadap tingkat bullying di
kampus

1.5 Metode Penelitian

Pembuatan makalah ini menggunakan metode kuantitatif. Metode


kuantitatif merupakan metode penelitian dengan mengumpulkan data yang
berupa angka-angka sebagai alat untuk menganalisis keterangan tentang apa
yang ingin diketahui.
Tahapan dalam mengumpulkan data meliputi:
1) Perumusan masalah
2) Membuat pertanyaan untuk kuesioner.
Pertanyaan tersebut menanyakan tentang :
a) keterlibatan responden terhadap kasus bullying di kampus,
b) jenis-jenis bullying yang pernah dilakukan atau diterima oleh
responden di kampus
c) tanggapan responden mengenai seberapa penting pendidikan
karakter untuk meminimalisir tingkat bullying di kampus dan kapan
pendidikan karakter sudah harus ditetapkan kepada seseorang
d) tanggapan responden mengenai pengaruh antara pendidikan
karakter dengan tingkat bullying
e) tanggapan responden mengenai solusi yang dapat dilakukan untuk
mencegah tindakan bullying
3) Menyebarkan kuesioner melalui media sosial
Objek penelitian kami merupakan mahasiswa Universitas
Pendidikan Indonesia, khususnya mahasiswa Fakultas Pendidikan
Ekonomi dan Bisnis. Terdapat sebelas orang responden yang mengisi
kuesioner.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala


usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Namun untuk
mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi
pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona
menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang
disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. “Pendidikan
karakter bisa diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat
bertumbuh dalam menghayati kebebasan dalam hidup bersama dengan orang
lain di dalam dunia.” (Koesoema, 2007, hal 4).

Adapun arti dari pendidikan karakter yang terdapat dalam buku Model
Implementasi Pendidikan Karakter ialah “Pendidikan karakter juga dapat
didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia
(good character) dari peserta didik dengan mempraktikan dan mengajarkan
nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan
dengan sesama manusia mauapun hubungannya dengan Tuhannya.”
(Rosidatun, 2018, hal 21).

2.2 Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona

Perhatian Lickona terhadap nilai-nilai karakter dan pengembangannya


telah menjadi kajian dalam beberapa tahun terakhir. Lickona berfokus kepada
bagaimana menerapkan nilai-nilai karakter dari hal-hal yang sangat sederhana
yang pada akhirnya akan memberikan dampak yang sangat besar dimasa yang
akan datang bagi setiap individu yang mampu melaksanakan nilai-nilai
karakter itu sendiri dengan baik. Sebagaimana contoh-contoh sederhana yang
dikemukakan oleh Lickona yang memberikan dampak dan pemahaman yang
sangat mendalam mengenai implementasi nilai-nilai karakter, “We don't want
them to lie, cheat on tests, take what's not theirs, call names, hit each other, or
be cruel to animals; we do want them to tell the truth, play fair, be polite,
respect their parents and teachers, do their schoolwork, ad be kind to others.
(Lickona, 1991, 47).

Dapat dijelaskan bahwa, dengan mengutamakan nilai kejujuran, tentu


siswa diminta untuk tidak mencontek saat mengerjakan tugas atau ujian, tidak

4
mengambil barang yang bukan haknya, memanggil dengan panggilan yang
baik, menyayangi teman, dan memperlakukan hewan dengan baik. Dengan
demikian, jelas bahwa kita menginginkan agar peserta didik kita berkata jujur
(tidak bohong), adil, sopan santun, menghormati orang tua dan guru,
mengerjakan tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan bersikap baik kepada
setiap orang.

Karakter menurut Lickona terbagi atas beberapa bagian yang tercakup di


dalamnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lickona di bawah ini:
“Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing,
moral feeling, and moral behavior. Good character consists of knowing the
good, desiring the good, and doing the good, habits of the mind, habits of the
heart, and habits of action. All three are necessary for leading a moral life, all
three make up moral maturity. When we think about the kind of character we
want for our children, it's clear that we want them to be able to judge what is
right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right,
even in the face of pressure from without and temptation from within.” (1991:
51).

Berdasarkan pendapat Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter


terdiri atas tiga korelasi antara lain moral knowing, moral feeling, dan moral
behavior. Karakter itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang
baik, memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik tadi
berdasarkan atas pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut baik untuk
dilakukan atau tidak, kemudian dikerjakan. Ketiga hal tersebut dapat
memberikan pengarahan atau pengalaman moral hidup yang baik, dan
memberikan kedewasaan dalam bersikap.

2.3 Pengertian Bullying Menurut Para Ahli

Definisi bullying menurut Olweus adalah sebuah tindakan atau perilaku


agresif yang disengaja, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang
secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang
tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah atau sebagai sebuah
penyalahgunaan kekuasaan/kekeraan secara sistematik. (Dan Olweus, 2005).

Definisi bullying menurut Black dan Jackson adalah perilaku agresif tipe
proaktif yang didalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi,
menyakiti, atau menyingkirkan adanya ketidaksengajaan untuk mendominasi,
menyakiti atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik
secara fisik, usia atau kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial,

5
serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap
anak lain. (Black dan Jackson, 2007).

Definisi bullying menurut Sejiwa adalah sebuah situasi dimana terjadinya


penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan fisik maupun mental yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok, dan dalam situasi ini korban tidak mampu
membela atau mempertahankan dirinya. (Sejiwa, 2008).

Definisi bullying menurut Rigby adalah suatu hasrat untuk menyakiti yang
diperlihatkan ke dalam aksi secara langsung oleh seseorang atau sekelompok
yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan
secara senang yang tujuannya untuk membuat korban menderita. (Rigby,
1994).

Definisi bullying menurut Wicaksana adalah kekerasan fisik dan


psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap
seseorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi di mana
ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan.
(Wicaksana, 2008).

Adapun definisi bullying menurut Wikipedia adalah penggunaan


kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau
mengintimidasi orang lain.

2.4 Teori Bullying Dalam Psikologi

Adapun teori Bullying dalam psikologi diantaranya:

1) Ketidakseimbangan Kekuatan (Imbalance Power)

Teori yang beranggapan bahwa bullying bukanlah persaingan antara


saudara kandung , bukan pula perkelahian yang melibatkan dua pihak
yang setara . Namun, pelaku bullying bisa saja orang yang lebih tua, lebih
muda lebih kuat, lebih besar, lebih mahir secara verbal, lebih tinggi
secara status sosial, atau bersal dari ras yang berbeda.

Dengan keadaan seperti inilah, kegiatan bullying sering terjadi


karena adalanya ketidakseimbangan kekuatan dari semua faktor atau
aspek kehidupan dari seorang pelaku bullying tersebut. Dengan adanya
ketidakseimbangan kekuatan tersebut, akan dijadikan senjata yang paling
kuat untuk membully calaon korbannya.

6
2) Keinginan Untuk Mencederai (Desire To Hurt)

Teori yang beranggapan bahwa dalam bullying tidak ada kecelakaan atu
kekeliruan dan tidak ada ketidaksengajaan dalam pengucilan korbannya.
Bullying berarti menyebabkan kepedihan emosional atau luka fisik,
melibatkan tindakan yang dapat melukai dan tentunya menimbulkan rasa
senang dihati sang pelaku saaat menyaksikan penderitaan korbannya.

Apabila sang pelaku berhasil membuat korbannya menderita, barulah


sipelaku tersebut merasa puas dengan apa yang di inginkan.

3) Adanya Ancaman Agresi Lebih Lanjut

Teori yang beranggapan bahwa bullying tidak dimasukkan sebagai


peristiwa yang hanya terjadi sekali saja. Tetapi bullying ini cenderung akan
dilakukan atau diulangi kembali sampai si pelaku merasa puas melihat
keadaan korbannya.

4) Teror

Teori yang paling membahayakan dari perbuatan bullying ini adalah


teror. Teror ini terjadi atau muncul ketika eskalasi bullying semakin
meningkat. Bullying adalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk
mengintimidasi dan memelihara dominasi. Teror ini bukan hanya salah satu
cara yang digunakan untuk mencapai bullying, tetapi juga sebagai tujuan
dari bullying itu sendiri.

2.5 Karakter Yang Baik Dalam Buku Raising Good Children

Menurut buku karya Thomas Lickona yang berjudul “Raising God


Children”, karakter yang baik adalah hasil dari pendidikan yang baik yang
diberikan oleh orangtua sebagai pendidikan pertama. Dalam bukunya, Lickona
menjelaskan apa isi dari karakter yang baik.

What is the content of good character?


10 Essential Virtues
1) Wisdom (Good Judgment)
2) Justice
3) Fortitude (Inner Toughness)
4) Self-control

7
5) Love (Sacrifice for Others)
6) Positive attitude
7) Hard work
8) Integrity (Honesty w/Yourself)
9) Gratitude
10) Humility (Desire to Be Better) (Raising Good Children;1983)

Adapun tiga bagian dalam karakter menurutnya,


Character has 3 parts:
The HEAD (understanding the virtue)
The HEART (caring about the virtue)
The HAND (practicing the virtue). (Raising Good Children;1983)

2.6 Konsep Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hajar Dewantara,


pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan
tentang mendidik itu sendiri.

Menurut Ki Hajar dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya


adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan
manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan
komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki,
dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha
bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan
membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).

Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri”


sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi).
Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya
pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik
mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya.
Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.

Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang


berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan
penghargaan terhadap masing-masing anggotanya.

Bagaimana agar ketadanan seorang guru berbuah hal yang baik pada jiwa,
sikap dan perilaku peserta didiknya dimasa akan datang, maka seorang guru
haruslah ‘profesional’ dalam pengajaran dan hubungan social. Bukan
professional ‘to have’ tetapi professional ‘to be’. Bukan professional

8
disebabkan kebendaan (materi) tetapi professional bersumber dari ‘penguasaan
diri’, ‘pengabdian’ dan ‘kehormatan’ diri dan bangsanya. Sehingga dalam
prosesnya ‘mengajar’ akan menjadi cara hidup seorang guru untuk mencapai
kemanfaatan sebanyak-banyaknya melalui ‘pengabdiannya’ dan proses
menebarkan ‘kehormatan’ tersebut pada hati, kepala dan pancaindera peserta
didiknya.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dampak Dari Tindakan Bullying

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa tingkat


kasus pelanggaran anak di bidang pendidikan pada awal tahun 2019 masih tinggi
angkanya. Dijelaskan bahwa mayoritas kasus terjadi di jenjang Pendidikan
Sekolah Dasar sebanyak 68%, di jenjang Sekolah Menengah Pertama sebanyak
16%, pada jenjang Sekolah Mengah Atas sebanyak 13%, dan pada jenjang
Perguruan Tinggi sebanyak 3%. Bukan menjadi hal yang diragukan lagi bahwa
tindakan bullying atau penindasan akan memberikan dampak yang buruk kepada
korbannya..

Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus, kami akan


menganalisis dari beberapa kasus tindakan bullying yang telah terjadi. Kasus-
kasus tersebut antara lain adalah kasus penganiayaan mahasiswa di Metro Suites
Apartemen pada Januari 2017, kasus bullying di Universitas Gundarma yang
terjadi pada Juli tahun 2017, dan perpeloncoan di Universitas Khairun, Ternate,
Maluku yang terjadi pada Agustus 2019. Kami pun melakukan metode
wawancara kepada salah satu korban bullying dengan inisial nama L(27) yang
pernah mengalami tindakan bullying di jenjang Pendidikan Sekolah Menengah
Pertama.

Setelah mempelajari dan menganalisis empat kasus tersebut dapat ditarik


dua kesimpulan, yakni penyebab dan dampak yang yang timbul dari tindakan
bullying.

3.1.1 Jenis-jenis Bullying

1) Penindasan Lisan
Penindasan lisan atau verbal bullying merupakan tindakan
penindasan yang dilakukan melalui perkataan atau pun ucapan.
Pada umumnya, penindasan jenis ini banyak dilakukan oleh

10
orang-orang yang sudah berteman dekat satu sama lainnya,
namun jika ucapan itu keluar dari orang asing atau pun dilakukan
secara berlebihan maka akan mempengaruhi kondisi mental
korban.

2) Penindasan Fisik
Penindasan fisik atau physical bullying adalah tindakan
penindasan yang berkaitan dengan fisik atau tubuh. Sering juga
dikenal dengan sebutan tindak kekerasan. Penindasan jenis ini
lebih parah jika dibandingkan dengan penindasan lisan karena
dampak yang ditimbulkannya dapat langsung terlihat oleh kasat
mata karena adanya kontak fisik langsung dan ditambah dengan
tekanan yang dapat menghancurkan mental korban.

3) Penindasan Sosial
Penindasan sosial atau social bullying adalah
jenis penindasan yang tidak hanya dilakukan oleh satu orang.
Sering juga dikenal dengan sebutan tindakan pengucilan, dimana
seorang individu ditinggalkan dan diabaikan oleh lingkungannya
membuat dia terpaksa menyendiri. Sama seperti penindasan
verbal, jenis penindasan ini dapat mempengaruhi kesehatan
mental korban.

4) Penindasan Dunia Maya


Penindasan dunia maya atau cyber bullying adalah segala
jenis penindasan yang terjadi di dunia maya atau internet.
Merupakan jenis penindasan yang tengah ramai terjadi dan paling
mudah dilakukan karena pelaku bias dengan mudahnya mengetik
komentar negatif kepada seseorang dengan tetap merahasiakan
identitasnya.

11
5) Penindasan Seksual

Penindasan seksual atau sexual harassment adalah jenis


penindasan yang dapat memalukan seseorang secara seksual. Hal
ini dapat terjadi melalui tindakan verbal atau melalui dunia maya
hingga menjadi lebih parah yaitu tindakan fisik. Dampak yang
diberikan adalah rusaknya mental korban yang akan terus
berpengaruh untuk jangka Panjang.

3.1.2 Penyebab Penindasan

1) Dilihat dari Sisi Korban


a) Penampilan Fisik
Ketika seseorang memiliki bentuk fisik yang kurang
sempurna atau cara berpenampilan yang berbeda dari
umumnya itu dapat menjadi perhatian bagi lingkungan
sekitarnya dan akan memicu adanya tindakan penindasan.
Meskipun bentuk fisik dan cara berpenampilan setiap
individu merupakan haknya namun bagi pelaku ini
merupakan peluang untuk melakukan aksinya. Tindakan
penindasan atau bullying yang terjadi adalah penindasan
verbal atau dapat pula penindasan seksual.
b) Keadaan Ekonomi
Beberapa orang terlahir dengan keadaan yang kurang
beruntung dimana mereka tidak memiliki tingkat ekonomi
yang memadai. Indonesia memang tidak menganut sistem
kasta, namun di lingkungan yang kurang toleransi dan rasa
menghargai perbedaan kedudukan ekonomi ini akan
memunculkan tingkatan social. Tingkatan sosial yang
tercipta ini pun muncul dari para pelaku penindasan yang
tidak ingin bergaul dengan korbannya. Tindakan penindasan
atau bullying yang terjadi adalah penindasan verbal atau
penindasan sosial.

12
c) Ras
Indonesia merupakan negara dengan beragam adat istiadat
dan budaya yang dating dari berbagai daerah. Indonesia
memiliki tujuh macam ras yang tersebar di daerahnya, tetapi
saat mereka memasuki suatu lingkungan yang menjadikan
mereka kaum minoritas disitulah muncul kesempatan untuk
melakukan tindakan penindasan. Tindakan penindasan atau
bullying yang terjadi adalah penindasan verbal atau
penindasan social.
d) Karakter
Setiap orang memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda,
namun di saat mereka tidak bisa menyesuaikan karakternya
dengan harapan lingkungan dan lingkungan memutuskan
untuk tidak menerima watak korban apa adanya maka akan
berpotensi memunculkan tindakan penindasan. Tindakan
penindasan atau bullying yang terjadi adalah penindasan
verbal atau penindasan social. Kembali lagi seperti
penyebab-penyebab yang telah dijelaskan, ketika seseorang
menjadi individu minoritas di suatu lingkungan maka akan
meningkatkan potensi penindasan.

2) Dilihat dari sisi pelaku


a) Masalah Pribadi
Setiap orang pasti memiliki masalah pribadi yang
tidak diperlihatkan atau pun dipendam, dan setiap masalah
yang dihadapi itu dapat menguras energi. Jika masalah yang
dihadapi ini terus dipendam dan disembunyikan sendiri
maka semakin waktu berjalan akan merasa tidak berdaya dan
terkalahkan oleh beban masalah itu. Untuk individu dengan
ego yang terlalu besar saat mereka merasa dirinya tidak
berdaya maka mereka membutuhkan suatu penyaluran
emosi, dan alih-alih menyelesaikan masalahnya Ia malah

13
menumpahkan emosinya ke orang lain dengan melalui
tindakan penindasan.
b) Kesulitan Mengendalikan Emosi
Bagi orang-orang yang memiliki masalah dengan
pengendalian emosi yang mereka miliki, penindasan
merupakan salah satu jalan terburuk namun termudah yang
mereka lakukan untuk menyalurkan emosi yang mereka
pendam, bagi pelaku penindasan masalah kecil yang
awamnya dianggap sepela dapat dibesar-besarkan, begitu
pun sebaliknya di saat adanya tindakan kebaikan dari orang
lain atau lingkungannya maka itu tidak dianggap baik
olehnya.
c) Memiliki Keluarga Disfungsional
Tidak semua orang terlahir di keluarga yang
harmonis, ada pula mereka yang kurang beruntung dan harus
tumbuh di lingkungan keluarga yang disfungsional. Sekolah
pertama atau pelajaran pertama yang didapat oleh anak
berasal dari keluarga, maka dari itu jika keluarga yang
dimilikinya disfungsional atau tidak harmonis maka
pelajaran yang anak itu dapatkan tidak akan baik. Anak tidak
mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dan
akhirnya melampiaskan emosinya di luar lingkungan rumah,
anak pun akan mengikuti perilaku orang tuanya.
d) Mendapatkan Keuntungan
Setelah dilakukannya tindakan penindasan, pelaku
akan merasa dirinya mendapatkan keuntungan antara lain,
emosinya yang tersalurkan, mendapat kekuasaan di
lingkungannya, ada pun jika dilakukan pemerasan maka
pelaku akan mendapatkan asupan ekonomi dari tindakan
penindasannya. Dengan dirasakannya keuntungan, pelaku
merasa menang dan akan terus melakukan tindak
penindasan.

14
e) Egois
Pelaku tindakan penindasan merupakan individu
dengan rasa ego yang besar dan kurangnya rasa empati di
dalam dirinya. Mereka tidak memikirkan apa yang akan
dirasakan oleh korbannya dan terus melakukan tindak
penindasan untuk kepuasan hati mereka sendiri.
f) Merupakan Korban Penindasan
Merupakan terusan dari poin penjelasan sebelumnya
ketika seseorang merupakan korban penindasan dan mereka
merupakan individu dengan rasa ego yang besar maka akan
timbul keinginan untuk membalas dendam. Contohnya
asalah jika pelaku penindasan merupakan korban penindasan
di rumahnya atau di dunia maya.

3.1.3 Dampak Tindakan Bullying

1) Depresi

Depresi menurut Kaplan, 2010, “Suatu masa terjadinya


gangguan fungsi manusa yang berhubungan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta
bunuh diri”. Ketika seseorang terus menerima penekanan atau
penindasan, mereka akan merasa tidak berdaya dan putus asa
yang akhirnya akan membuat mereka kelelahan dan memicu
tumbuhnya depresi dalam diri mereka. Depresi ini pun bukan
hanya merasakan sedih terus menerus dan bukan hanya timbul
dari emosi korbannya, tetapi depresi merupakan kondisi dimana
cairan kimia di otak tidak seimbang dan jika sudah sekali
mengalami ketidak seimbangan maka akan sulit disembuhkan.
Dampak dari depresi adalah hilangnya semangat untuk hidup, di

15
dalamnya termasuk hialngnya semangat belajar yang nantinya
akan mempengaruhi karir korban.

2) Gangguan Kecemasan

Korban penindasan menerima penindasan karena


memiliki kekurangan di dalam dirinya. Dengan itu, jika mereka
terus menerima penekanan dan penindasan dari lingkungannya,
mereka akan terus dihantui dengan perasaan cemas apakah
mereka melakukan kesalahan atau adakah kekurangan lain di
dalam dirinya. Korban akan merasa gelisah dan serba salah dan
akan terus terbelenggu oleh rasa takut mereka akan mendapat
tindak penindasan terlepas dari apa yang mereka lakukan. Korban
akan merasa tidak aman di lingkungannya.

3) Dampak pada Fisik

Dari jenis penindasan terdapat penindasan fisik yang


langsung berkontak dengan tubuh korban, salah satu dampaknya
adalah adanya luka di fisik korban. Ada pula jika dilakukannya
jenis penindasan yang lainnya, akan mempengaruhi gangguan
kesehatan mental, dan kesehatan mental ini mempengaruhi pola
makan dan pola tidur korban. Jika penindasan telah
mempengaruhi mental korban maka korban akan terlihat menjadi
lebih kurus dan lesu karena mereka kekurangan nutrsi dan tidur.

3.2 Penerapan Pendidikan Karakter di Kampus

Seperti yang telah dijabarkan di poin sebelumnya, dapat disimpulkan


bahwa penyebab dari tindakan penindasan adalah kurangnya pendidikan
karakter yang baik bagi pelaku penindasan. Oleh karena itu, sangat diperlukan
pembinaan dan pembentukan karakter, sehingga akan mengurangi potensi
terjadinya tindakan penindasan. Variable yang diambil di dalam penulisan kali
ini adalah di lingkungan kampus. Jadi, akan dibahas mengenai penerapan
pendidikan karakter di kampus.

16
Menurut Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional 2010,
pendidikan karakter bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional dan karakter yang sudah mencakup keempat aspek tersebut
adalah:

1) Religius, mematuhi perintah dan larangan dari agama yang dianut


2) Jujur, menjadi individu yang dapat dipercaya oleh lingkungannya
karena tidak pernah berbohong
3) Toleransi, dapat menerapkan sikap saling menghargai dan menghormati
setiap perbedaan yang ada di dalam lingkungan
4) Disiplin, mematuhi peraturan yang berlaku dan dapat menerapkan
norma-norma yang ada di dalam lingkungan
5) Kerja keras, dapat terus berusaha dan tidak mudah putus asa atau
pantang menyerah dalam melakukan tugas dan kewajiban
6) Kreatif, menemukan cara-cara atau ide-ide baru yang dapat
menghasilkan suatu inovasi
7) Mandiri, sikap yang membuat diri tidak perlu bergantung kepada orang
lain dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mengerjakan tugasnya
8) Demokratis, pola piker bahwa setiap hak dan kewajiban dirinya dengan
orang lain berkedudukan sama
9) Rasa ingin tahu, merupakan upaya untuk terus mempelajari, mendalami,
dan memperluas wawasan
10) Semangat kebangsaan, sikap ingin memperjuangkan dan
mengharumkan nama bangsa
11) Cinta tanah air, menempatkan kepentingan bangsan dan negara di atas
kepentingan diri sendiri dan kelompoknya
12) Menghargai prestasi, dapat mengakui dan menghargai prestasi orang
lain dan terus berupaya dalam mengembangkan dirinya sendiri
13) Komunikatif, kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
lingkungannya dengan baik

17
14) Cinta damai, tidak menimbulkan keributan dan menjadi profokator di
lingkungan
15) Gemar membaca, dapat meningkatkan kemampuan literasi sehingga
memperluas wawasan yang dimiliki
16) Peduli lingkungan, bersikap kritis terhadap masalah yang terjadi di
sekitar dan dapat menemukan solusi yang tepat bagi lingkungan
17) Peduli sosial, kiritis terhadap masalah social yang muncul di
lingkungan dan dapat menyelesaikannya dengan solusi yang tepat
18) Tanggung jawab, sikap sadar diri dan amanah terhadap tugas dan
kewajiban yang dimiliki.

Adapun tiga fungsi dari Pendidikan karakter menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional, 2010
adalah sebagai berikut:
a) Mengembangkan potensi kalbu atau nurani atau afektif peserta didik
sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa
b) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religious
c) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan bertanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa
d) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
e) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan

Melihat dari fungsi dan cakupan Pendidikan karakter dan fungsi yang
dimiliki dapat dikatakan bahwa Pendidikan karakter merupakan aspek yang
sangat penting dan pengaplikasiannya pun diatur di dalam undang-undang antara
lain di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di

18
dalam Bab II Pasal 2 yang mengatakan “Pendidikan nasional berdungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung
jawab”.

Diatur pula dalam UU RI No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025


yang mengatakan “Tanggung, kompetetif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, patriotic, dinamis, berbudaya, dan berorientasi
iptek berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan
Yang Mahaesa”.

Dengan membunyikan isi yang sama pendidikan karakter ini pun diatur di
dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional, Ketetapan MPRS No.XXVII/MPR/1966, Ketetapan MPR
No.II/MPR/1988, Permendiknas No. 39 tahun 2008 tentang Pembinaan
Kesiswaan, dan Permendiknas No.23 tahun 2006 tentang Standar kompetensi
Lulusan. Dari semua isi peraturan tersebut menjelaskan bahwa pendidikan
karakter tidak hanya berlaku di dalam sekolah, tetapi selama individu itu
merupakan peserta didik yang artinya meliputi lingkungan kampus.

Menurut Soetanto, 2012 penerapan Pendidikan karakter di lingkungan kampus


dapat didasari oleh lima aspek yaitu:
a) Tri Darma Perguruan Tinggi
Penerapan dari Pendidikan karakter di lingkungan kampus atau di dalam
perguruan tinggi dapat diaplikasikan melalui Tri Darma Perguruan Tinggi
yaitu peneletian, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam
aspek pendidikannya dapat dilihat dari diwajibkannya mata kuliah
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan.

19
b) Budaya Organisasi
Di dalam lingkungan kampus terdapat berbagai macam jenis kepengurusan
atau organisasi dari mulai tingkat departemen atau jurusan, naik menjadi
tingkat fakultas, dan terakhir menjadi tingkat universitas. Tidak hanya
berhenti disitu mahasiswa pun dapat mengikuti organisasi di luar
lingkungan kampus seperti himpunan. Dengan ini, dalam menerapkan salah
satu aspek Pendidikan karakter yaitu komunikatif.
c) Kegiatan Kemahasiswaan
Di setiap universitas atau kampus pasti memiliki Unit Kegiatan Mahasiswa
atau UKM yang di dalamnya mengelompokan mahasiswa berdasarkan
potensi dan kelebihan serta bakatnya masing-masing. Dengan ini, dalam
memicu peserta didik untuk mengembangkan kreatifitasnya dan terus
berinovasi dalam mengembangkan dirinya menjadi lebih baik tidak hanya
di bidang akademis tetapi di bidang sosial dan budaya.
d) Kegiatan Keseharian
Dua aspek di dalam Pendidikan karakter adalah peduli lingkungan dan
peduli social. Mahasiswa diharapkan dapat aktif di dalam kegiatan sehari-
harinya yakni di lingkungan hidupnya sehingga dapat mengetahui masalah-
masalah yang sedang dihadapi dan dapat menemukan solusi yang cepat dan
tepat dalam menyelesaikannya.
e) Budaya Akademik
Yang paling penting karena mahasiswa merupakan peserta didik yang masih
menuntut ilmu maka untuk dapat memenuhi aspek Pendidikan karakter
kerja keras, mandiri, dan rasa ingin tahu mahasiswa haruslah terus
mendalami pelajaran akademis yang dimilikinya sesuai dengan jurusan
mereka. Dengan itu, pada akhirnya mereka akan menjadi generasi penerus
bangsa yang dapat memakmurkan dan mengambangkan Indonesia sesuai
dengan aspek Pendidikan karakter semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

3.3 Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Tingkat Bullying di Kampus

Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan makalah ini salah


satunya adalah penyebaran kuesioner. Kuesioner yang dibuat adalah untuk

20
mengetahui pengaruh penerapan dari Pendidikan karakter di lingkungan
kampus terhadap tingkat penindasan yang terjadi. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa kasus penindasan di tingkat perguruan tinggi
menduduki peringkat terendah dengan sebanyak 3%. Maka dari itu, dari fakta
tersebut saja dapat dilihat bahwa Pendidikan karakter yang telah dimulai sejak
Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas sudah meminimalisir tingkat
penindasan yang terjadi di lingkungan kampus.

Sedangkan di dalam kuesioner yang telah disebar untuk mengetahui


pendapat mahasiswa terhadap pengaruh penerapan pendidikan karakter di
lingkungan kampus menunjukan bahwa:

APAKAH PENDIDIKAN KARAKTER BERPENGARUH


TERHADAP TINGKAT BULLYING DI LINGKUNGAN
KAMPUS?
YA TIDAK

8%

92%

21
PERLUKAH PENDIDIKAN KARAKTER DITERAPKAN
UNTUK MEMINIMALISIR TINGKAT PENINDASAN DI
LINGKUNGAN KAMPUS?
YA TIDAK

0%

100%

Maka kesimpulan yang dapat diambil dari data di atas adalah bahwa
Pendidikan Karakter memberikan pengaruh yang baik terhadap tingkat kasus
penindasan yang terjadi di lingkungan kampus. Mengapa bisa begitu? Seperti
yang sudah dijabarkan sebelumnya bahwa penyebab dari penindasan jika
dilihat dari sisi pelaku adalah kurangnya pembentukan karakter saling
menghargai, toleransi, dan pengendalian emosi. Sebaliknya, di dalam
pendidikan karakter mengandung aspek-aspek yag mewujudkan peserta didik
dengan watak dan karakter yang sesuai dengan agama, Pancasila, dan norma-
norma yang berlaku di dalam masyarakat.

Selain itu, di lingkungan kampus para peserta didik cenderung lebih


aktif dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang lainnya, dengan itu
pendidikan karakter tidak hanya didapatkan dari kegiatan belajar mengajar
yang dilakukan di kelas tetapi perserta didik dapat langsung turun ke lapangan
dan mendapatkan pelajaran-pelajaran secara langsung.

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bullying merupakan tindakan


yang tidak dapat dibnarkan apapun alasannya. Terlebih jika tindak bullying
tersebut dilakukan oleh orang-orang berpendidikan di lingkugan kampus.
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa data menyebutkan 3% kasus bullying
terjadi di lingkungan mahasiswa. Sementara dapat dipastikan jika mahasiswa
pasti mengetahui bahwa bullying memiliki banyak sekali dampak buruk bagi
korban maupun pelaku. Dampak buruk yang ditimbulkan oleh adanya
tindakan bullying ini pun dapat berupa fisik hingga mental. Seperti yang kita
ketahui, gangguan-gangguan tersebut akan menimbulkan rasa trauma yang
berkepanjangan sehungga cukup sulit untuk disembuhkan. Pelaku bullying
juga akan memiliki kelainan mental yang menyebabkan orang tersebut selalu
memiliki hasrat untuk menyakiti orang lain.

Oleh karena itu, tindak bullying harus segera diatasi, terlebih di


lingkungan mahasiswa. Agar para mahasiswa dapat menjadi suri tauladan
yang baik bagi masyarakat lain. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir tindak bullying tersebut adalah dengan diterapkannya
pendidikan karakter di kampus. Lingkungan kampus perlu menanamkan
nilai-nilai toleransi, kejujuran, disiplin, saling menghargai, dani nilai-nilai
kemanusiaan lainnya. Bahkan tak hanya lingkungan kampus, pendidikan
karakter ini pun seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua dalam
mendidik anaknya sejak kecil, sehingga anak dapat terbiasa melakukan
beragam kebaikan sejak kecil, tetapi bukan berati kampus dapat lepas tangan,
karena nilai-nilai keaikan harus sellu ditanamkan dimanapun dan kapanpun
selama manusia masih hidup.

23
Dengan terus ditanamkannya nilai-nilai kebaikan tersebut, dapat
dipastikan jika tingkat bullying di lingkungan mahasiswa akan berkurang.
Hal tersebut tidak kelas dari pemikiran para ahli bahwa pendidikan karakter
berpengaruh besar pada perilaku manusia. Pendidikan karakter yang
diajarkan sejak dini akan melahirkan anak-anak yang memuliki mental sehat.
Jelaslah bahwa pendidikan karakter sangat berpengaruh pada tingkat bullying
yang terjadi di kampus.

4.2 Saran

Penulis menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pihak


kampus mengenai program pendidikan karakter kepada mahasiswa
mewujudkan mahaiswa yang lebih baik di masa mendatang, yaitu:
1) melaksanakan kegiatan-kegiatan religi
2) melibatkan mahasiawa dalam kegiatan kampus agar mahasiawa
dapat lebih demokratis dan komunikatif
3) mengadakan acara-acara bakti sosial
4) menggalakan kembali budaya literasi
5) dst.

Sekian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat


bermanfaat umumnya bagi pembaca khususnya bagi penulis. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
penulis sangat terbuka dengan kritik dan saran yang membangun mengenai
pembahasan makalah diatas.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anugrahadi A, & Haryanto A. (2017, Juli 20) Farhan Mahasiswa Gunadarma


Korban Bullying Angkat Bicara, Lipitan6

Belajar Psikologi (2012, 06 Desember) Pengertian Pendidikan Karakter Menurut


Ahli

Dinillah M. (2017, Januari 29) Penganiayaan Mahasiawi di Bandung Berawal dari


Bully di Medsos, detikNews

Haryanto. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Dikutip 6 Oktober


2019 dari Staffnew UNY.ac,id

Jawa Post (2017, 23 Septemer). Stop Bullying dengan Penguatan Pendidikan


Karakter

Koesoma, Doni (2007). Pendidikan Karakter. Strategi Mendidik Anak di Zaman


Global

Muaddab, Hafis (2015, 26 Juni). Pendidikan Karakter. Revitalisasi Pemikiran Ki


Hajar Dewantara (Refleksi Hari Pendidikan Nasional)

Ningsih, Tutuk (2015). Implementasi Pendidikan Karakter. Dikutip 6 Oktober 2019

Rania D. (2019, Agustus 30) Perpeloncoan Kembali Terjadi di Lingkup


Universitas. Senior Suruh Maba Saling Berbagi Air Liur. Perpeloncoan di
Universitas Ternate, hipwee

Si Ganteng (2018, 08 Agustus). Pengertian Bullying. Penyebab, Bentuk, Macam,


Dampak Terlengkap

Sri, Lisye (2019, Mei 02). KPAI : Angka Kekerasan Pada Anak Januari-April 2019
Masih Tinggi. Dikutip 04 Oktober 2019 dari News Detik

Suara Merdeka (2017, Juli 27). Bullying Urutan Keempat Kasus Kekerasan Anak
di Indonesia. Dikutip 4 Oktober 2019 dari Suara Merdeka

25
Surhayanto, Arby (2019, 21 Oktober) 12 Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap
Jiwa Anak

Surhayanto, Arby (2019, 21 Oktober). Teori Bullying Dalam Psikologi yang Wajib
Diketahui

26

Anda mungkin juga menyukai